hubungan tegakan lamun terhadap kelimpahan makrofauna...
TRANSCRIPT
Hubungan Tegakan Lamun Terhadap Kelimpahan Makrofauna di Perairan
Desa Pengudang Kecamatan Teluk Sebong Kabupaten Bintan Provinsi
Kepulauan Riau
Nabela1, Andi Zulfikar, S. Pi
2, Winny Retna Melani, SP, M. Sc
2,
Mahasiswa1, Dosen Pembimbing
2
Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
Universitas Maritim Raja Ali Haji.
Email. [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan di Perairan Desa Pengudang Kecamatan Teluk
Sebong. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2016 sampai dengan Maret
2016. Penentuan lokasi penelitian Makrofauna dilakukan berdasarkan tekni kacak
sampling. Dari hasil penelitian yang dilakukan di temukan20 jenisMakrofauna dan 7
jenis lamun yangterdapat di PerairanDesaPengudang.Dari hasil analisis R-square
diperoleh hasil sebesar 0,405 yang mencirikan bahwa hubungan regresi antara kedua
variabel tergolong sedang. Diperolah hasil negatif atas hubungan tegakan lamun
terhadap kelimpahan makrofauna.
Kata Kunci: Makrofauna, Lamun, Hubungan Regresi, Desa Pengudang.
ABSTRACT
This research was conducted in the waters of the Bay Village District
Pengudang Sebong. This research was conducted in January 2016 to March 2016.
The location determination is done based research macrofauna random sampling
technique. From the results of research conducted in 20 of macrofauna and discover 7
species of seagrass found in the waters of Pengudangvillage. From the analysis of the
results obtained R - square of 0.405, which shows the relationship between two
variables regression relatively medium. A negative result is obtained if the
relationship stands on macrofauna abundance.
Keyword: Macrofauna , Seagrass, Relationship regression, Pengudang Village.
I. PENDAHULUAN
Salah satu daerah di Kabupaten
Bintan Desa Pengudang yang memiliki
banyak sumberdaya yang banyak
dimanfaatkan seperti mangrove,
terumbu karang dan khusunya lamun.
Sebaran lamun di Desa Pengudang
cukup luas hampir terdapat
disepanjang pesisir perairannya
(Trismades, 2010). Kawasan ini
dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar
untuk kegiatan tempat mencari ikan,
udang dan kerang-kerangan yang
dipanen langsung dari area lamun
sebagai mata pencahrian mereka.
Nelayan di Desa Pengudang
melakukan penangkapan ikan dan
mencari kerang diarea padang lamun.
Mengingat peranan ekologis
lamun sangat penting bagi Makrofauna
di Periran Desa Pengudang begitu
besarsebagai menetralisasi bahan
organic dan melepaskan nutrient
kelapisan permukaan (Lisdawati,
2014). Pada ekosistem pantai biota
makrofauna merupakan rantai
makanan bagi biota disekitar area
lamun. Akan tetapi kendala yang
dihadapi nelayan di lokasi kajian
adalah mengurangnya biota yang ada
disekitar padang lamun dikarenakan
area lamun yang rusak akibat jaring
dan sering terinjak para nelayan yang
mencari tangkapan diarea lamun.
Berdasarkan kondisi tersebut maka
informasi mengenai kelimpahan
Makrofauna di padang lamun sangat
penting dalam upaya menggali
informasi hubungan kelimpahan
makrofauna. Oleh karena itu peneliti
perlu melakukan penelitian dikawasan
tersebut.
Manfaat yang diharapkan dari
penelitian ini adalah bermanfaat bagi
informasi mengenai potensi
sumberdaya terutama pada biota
Makrofauan diperairan Desa
Pengudang Kecamatan Teluk Sebong
Kabupaten Binta Provinsi Kepulauan
Riau. Diharapkan data yang diperoleh
dapat digunakan sebagai salah satu
usaha atau upaya pengelolaan wilayah
pesisir terutama di perairan Desa
Pengudang Kecamatan Telok Sebong
Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan
Riau.
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini akan dilaksanakan pada
bulan Januari hingga Maret 2016.
Penentuan titik pengamatan
dilakukan secara acak dengan
menggunakan bantuan software Simple
Random Sampling dan ditentukan
sebanyak 42 titik. Peta lokasi
penelitian dapat dilihat pada gambar
berikut.
B. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah
penelitian yang bersifat survey atau
observasi yang tidak memerlukan
perlakuan khusus terhadap objek yang
akan diteliti.
C. Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam
pengambilan sampel makrofauna
adalah corer sampler (diameter 3,5
cm), GPS [GARMIN e-trex], masker,
snorkel, fin, tali rafia, baskom
berpelampung, papan mika, pesil 2B,
cooler box, meteran, saring, paralon,
transek kuadrat, pengukur parameter
lingkungan (thermometer, hand
refractometer, DO meter dan kertas
pH universal). Sedaangkan alat yang
digunakan di dalam pengerjaan
laboraturium adalah mikrosop
binokuler, mikrosop cahaya, lup,
cawan petri, pinset, gelas dan kaca
objek, botol film, oven, cawan
porselen, saringan bentos betingkat
serta kamera digital [CANON].
D. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan pada
penelitian adalah paralon dengan
diameter 3,5 cm, sepanjang 10 cm.
Selanjutnya menekan paralon tersebut
sedalam 10 cm kedalaman substrat,
sehingga volume substrat dapat
terambil penuh. Sampel disaring
dengan saringan ukuran mesh size 1
mm. Sampel selanjutnya dibawa ke
laboraturium untuk dilakukan
penyortiran dan identifikasi.
Pengumpulan data beberapa variabel
lingkungan dilakukan secara in situ
(diukur langsung di lapangan) dan ex
situ (diukur di laboraturium). Larutan
formalin 4% yang dinetralkan pH-nya
dengan boraks, larutan rose bengael
1% sebagai pewarna sampel agar
mudah dipilah, kantung plastik, botol
plastik, alkhol 70% serta pewarna
sampel Makrofauna, lamun dan
sedimen.
E. Cara Kerja
1. Penentuan titik sampling
Makrofauna
2. Pengambilan Sampel
Makrofauna
3. Pengukuran Parameter
Lingkungan
Data parameter lingkungan
yang diukur adalah derajat keasaman
(pH), kadar oksigen terlarut (DO),
suhu (oC), salinitas (‰) dan kecerahan.
4. Perlakuan Sampel di
Laboraturium
Metode pengukuran yang
digunakan untuk mengetahui kondisi
padang lamun adalah metode Transek
dan Petak Contoh (Transect Plot).
Metode Transek dan Petak Contoh
(Transect Plot) adalah metode
pencuplikan contoh populasi suatu
Komunitas dengan pendekatan petak
contoh yang berada pada garis yang
ditarik melewati wilayah ekosistem
tersebut.
Mekanisme Pengukuran
a. Lokasi yang ditentukan untuk
pengamatan vegetasi padang
lamun harus mewakili wilayah
kajian, dan juga harus dapat
mengindikasikan atau mewakili
setiap zone padang lamun yang
terdapat di wilayah kajian.
b. Pada setiap lokasi ditentukan
stasiun-stasiun pengamatan
secara konseptual berdasarkan
keterwakilan lokasi kajian
c. Pada setiap stasiun
pengamatan, tetapkan transek-
transek garis dari arah darat
kearah laut (tegak lurus garis
pantai sepanjang zonasi padang
lamun yang terjadi) di daerah
intertidal, untuk masing –
masing stasiun ditetapkan
sebanyak 3 transek dengan
jarak 50 meter dari transek satu
ke transek lainnya. Pada setiap
transek garis, letakkan petak-
petak contoh (plot) berbentuk
bujur sangkar dengan ukuran
0,5 m x 0,5 m sebanyak 5 plot
untuk setiap transeknya dengan
interval/jarak 15 m.
d. Pada setiap petak contoh (plot)
yang telah ditentukan,
determinasi setiap jenis
tumbuhan lamun yang ada dan
hitung jumlah individu setiap
jenis.
e. Analisa
Untuk mengetahui luas area
penutupan jenis lamun tertentu
dibandingkan dengan luas total area
penutupan untuk seluruh jenis lamun,
digunakan Metode Saito dan Adobe.
Adapun metode penghitungannya
adalah sebagai berikut:
Gambar 3. Petak Plot Untuk
Pengambilan Lamun
1. Petak contoh yang digunakan
untuk pengambilan contoh
berukuran 50 cm x 50 cm yang
masih dibagi-bagi lagi menjadi
25 sub petak, berukuran 10 cm
x 10 cm (Gambar1. ).
2. Dicatat banyaknya masing-
masing jenis pada tiap sub
petak.
F. Analisis Data
1. Kelimpahan Makrofauna
Kepadatan makrofauna
didefinisikan sebagai jumlah individu
makrofauna per satuan luas (m2). Contoh
makrofauna yang telah didenifisikan
dihitung kepadatannya dengan rumus
Shannon-Wieener (Odum, 1993 dalam
Pakpahan, 2013).
Di mana :
K = kepadatan makrofauna
(ind/m2)
A = jumlah makrofauna (individu)
B = Luas bukaan paralon
10000 = Konversi darin cm2 ke m2
2. Perhitungan Tegakan Lamun
Perhitungan tegakan lamun
dilakukan dengan melihat
kerapatannya. Kerapatan lamun
diamati dengan menggunakan rumus
kerapatan menurut Fachrul (2007)
sebagai berikut:
Ki = Ni
A
Keterangan :
Ki = Kerapatan (tegakan/m2)
Ni = Jumlah tegakan jenis ke-i
(tegakan)
A = Luas Area Pengamatan (m2)
3. Perbandingan Kerapatan
Tutupan
Data persentase tutupan lamun
akan dibandingkan dengan kelimpahan
Makrofauna menggunakan Anova (
Analysis Of Variance).
Variabel terikat :Persen Tutupan
Lamun
Variabel bebas :Kelimpahan
Makrofauna
4. Analisis Hubungan
Kelimpahan dengan Tegakan
Lamun
Untuk melihat hubungan antara
Kelimpahan Makrofauna dengan
kerapatan digunakan analisa regresi
linear sederhana (Hasan, 2009).
Rumus yang digunakan yaitu:
Y = a+bx + ei
Dimana: y =
KepadatanMakrofauna
x = Kerapatan Lamun
a = Titik Potong
b = Slope
ei = Galat ( Eror )
Analisis data regresi linier
sederhana untuk melihat hubungan
Makrofauna terhadap tutupan lamun.
Kerapatan Lamun yang tergolong
Sedang/kurang padat merupakan
kerapatan lamun dengan jumlah
tegakan ≥ 50 - < 100 ind/m2,
sedangkan Kerapatan lamun yang
tergolong sangat jarang merupakan
kerapatan lamun dengan jumlah
tegakan < 50 ind/m2 (Zulkifli, 2008).
Berdasarkan analisis data untuk
melihat hubungan kelimpahan
Makrofauana dengan tutupan
menggunakan rumus regresi linier
sederhana α dan β. Jika dilihat dengan
menggunakan ketentuan nilai alpha
0.05 maka α dan β> 0.05, artinya
koefisien α dan β tidak masuk kedalam
model regresi karena tidak bisa
memprediksi nilai hubungan kerapatan
lamun dan kelimpahan Makrofauna.
Selanjutnya berdasarkan hasil
perhitungan uji korelasi diketahui nilai
korelasi sebesar -0,10 pada tingkat
kepercayaan 95%. Menurut kategori
Korelasi Pearson jika r = 0 atau
mendekati 0 maka hubungan antara
kedua variable lemah, jika r = (-1)
maka hubungan sangat kuat dan
bersifat tidak searah dan jika r = (+1)
maka hubungannya sangat kuat
bersifat searah.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Lamun di Perairan
Desa Pengudang Kabupaten
Bintan
Pada penelitian ini yang
dilakukan secara acak pada lokasi
sampling perairan Desa Pengudang
berhasil ditemukan 7 jenis lamun yang
masuk kedalam plot pengamatan.
Jenis-jenis yang dijumpai antara lain
yaitu; jenis Cymodocea rotundata,
jenis Cymodocea serullata, jenis
Enhallus accoroides, jenis Halodule
uninervis, jenis Holophila ovalis, jenis
Syringodium isoetifoliu, danjenis
Thalassia hemprichii. Untuk kerapatan
dan komposisinya secara lengkap
dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Kerapatan Lamun dan
Persentase Komposisinya Di
Perairan Pengudang
Jenis Jumlah Kerapatan
(Tegakan/m2)
Komposisi
(%)
Cymodocea rotundata 58 1,45 1,48
Cymodocea serullata 1397 34,93 35,77
Enhallus accoroides 350 8,75 8,96
Halodule uninervis 1465 36,63 37,51
Holophila ovalis 44 1,1 1,13
Syringodium isoetifolium 24 0,6 0,61
Thalassia hemprichii 568 14,2 14,54
Jumlah 3906 97,65 100
Dari tabel 7 diketahui bahwa
tegakan jenis Cymodocea rotundata
sebesar 1,45 tegakan/m2, jenis
Cymodocea serullata memiliki nilai
kerapatan sebesar 34,93 tegakan/m2,
jenis Enhallus accoroides memiliki
nilai kerapatan sebesar 8,75
tegakan/m2, untuk jenis Halodule
uninervis memiliki nilai kerapatan
sebesar 36,63 tegakan/m2, kemudian
jenis Holophila ovalis memiliki
kerapatan 1,10 tegakan/m2, jenis
Syringodium isoetifolium kerapatannya
sebesar 0,60 tegakan/m2 ,dan jenis
Thalassia hemprichii memiliki nilai
kerapatan sebesar 14,20 tegakan/m2.
Dilihat dari nilai kerapatan dan
selanjutnya nilai komposisi jenis
lamun di perairan Desa Berakit
diketahui bahwa jenis yang paling
tinggi komposisinya serta
kerapatannya adalah pertama yaitu
jenis Halodule uninervis dan jenis
Cymodocea serullata. Tampak dari
hasil pengamatan, kedua jenis ini
tampak tumbuh subur dan memiliki
sebaran yang cukup luas dan umumnya
dijumpai pada saat awal keberadaan
vegetasi lamun pada zona pasang
surut. Kerapatan yang tinggi pada
kedua jenis ini diduga karena faktor
nutrien pada substrat yang dapat
dimanfaatkan oleh lamun untuk nutrisi
pertumbuhan, sebagaimana yang
diketahui bahwa karakteristik substrat
pada perairan Desa Pengudang adalah
dominan pasir berlumpur.
B. Kondisi Makrofauna
1. Jenis Makrofauna
Dari hasil-hasil identifikasi
jenis makrofauna diperairan Desa
Pengudang diperoleh 2 kelas, 7 0rdo,
10 family, 11 genus, dan 15 spesies.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel 8.
Tabel 8. Jenis – jenis Makrofauna diperairan Desa Pengudang
KELAS ORDO FAMILY GENUS SPESIES
Bivalvia
Imperidentia Mactridae Mactra Mactra maculata
Arcida Arcidae Anadara Anadara pilula
Cardiida Tellinidae Tellina Tellina capsoides
Gastropoda
Neogastropoda
Nassaridae Nassarius Nassarius olivaceus
Nassarius nodifer
Costellaridae Vexillum Vexillum ligatum
Columbellidae Pyrene Pyrene epamella
Murichidae Cronia Cronia contracta
Caenogastropoda Cerithiinae Cerithium
Cerithium torresi
Cerithium zonatum
Cerithium
salebrosum
Cycloneritimorpha Neritidae Nerita Neritina meleagris
Smaragdia Smaragdia viridis
Littorinimorpha Cypraeidae Cypraea Cypraea errones
Dari tabel diatas, pada kelas
Bivalvia dijumpai 3 ordo yaitu
Imperidentia, Arcida, dan Cardiida,
termasuk 3 family diantaranya
Mactridae, Arcidae, dan Tellinidae.
Kemudian dijumpai 3 genus
diantaranya Mactra, Anadara, dan
Tellina, yang terdiri dari 3 spesies
yaitu Mactra maculata, Anadara
pilula, dan Tellina capsoides.
Untuk kelas gastropoda
dijumpai 4 ordo yaitu Neogastropoda,
Caenogastropoda, Cycloneritimorpha,
dan Littorinimorpha. Dari ordo
Neogastropoda pada family
Nassaridae pada genus Nassarius
dijumpai 2 spesies yakni Nassarius
oliveceus dan Nassariusnodifer, pada
family Costellaridae dan genus
Vexillum dijumpai 1 spesies yaitu
Vexillum ligatum, pada family
Collumbellidae dan genus Pyrene
dijumpai 1 spesies yakni Pyrene
epamella, dan pada family Murichidae
dan genus Cronia dijumpai 1 spesies
yaitu Croniaconcrata.
Masih pada kelas Gastropoda
untuk ordo Caenogastropoda family
Cerithidae dan genus Cerithium
dijumpai 3 spesies yaitu Cerithium
toressi, Cerithium zonatum, dan
Cerithium salebrosum. Pada ordo
Cycloneritimorpha dan family
Neritidae pada genus Nerita dijumpai
1 spesies yakni Nerita meleagris dan
pada ganus Smaragdia dijumpai 1
spesies yakni Smaragdia viridis. Dan
pada ordo Littorinimorpha dijumpai 1
family yaitu Cypraeidae dan 1 genus
yaitu Cypraea dan 1 spesies yaitu
Cypraea errones.
2. Kelimpahan Makrofauna
Kelimpahan Makrofauna
dinyatakan dalam satuan individu yang
menempati ruang seluas satuan meter
persegi. Dari perhitungan data
kelimpahan yang telah dilakukan
makan didapatkan nilai seperti tertera
pada tabel gambar berikut.
Tabel 9 dan Gambar 7. Kelimpahan Makrofauna di Perairan Desa Pengudang
JENIS Kelimpahan
(ind/m2)
Mactra maculata 142,60
Nassarius olivaceus 170,03
Cerithium torresi 329,09
Nassarius nodifer 104,21
Cerithium zonatum 318,12
Neritina meleagris 142,60
Vexillum ligatum 32,91
Smaragdia viridis 230,36
Anadara pilula 115,18
Pyrene epamella 93,24
Cronia contracta 27,42
Cerithium salebrosum 21,94
Cypraea errones 224,88
Tellina capsoides 54,85
TOTAL 2007,44
Pada kelas Bivalvia yang terdiri
dari 3 spesies yaitu jenis Mactra
maculate memiliki kelimpahan jenis
sebesar 142,60 individu/m2, kemudian
untuk jenis yang lain yaitu Anadara
pilula memiliki kelimpahan jenis
sebesar 230,36 individu/m2, dan jenis
terakhir dari kelas bivalvia yakni jenis
Tellina capsoides memiliki
kelimpahan sebesar 54,85 individu/m2.
Untuk kelas gastropoda
dijumpai 12 spesies yakni Nassarius
oliveceus yang memiliki kelimpahan
jenis sebesar 170,03 individu/m2.
kemudian untuk jenis Nassariusnodifer
memiliki kelimpahan jenis sebesar
104,21 individu/m2, jenis Vexillum
ligatum diantaranya memiliki
kelimpahan jenis sebesar
32,91individu/m2, jenis makrofauna
Pyrene epamella memiliki nilai
142,60
170,03
329,09
104,21
318,12
142,60
32,91
230,36
115,18
93,24
27,42
21,94
224,88
54,85
Mactra maculata
Nassarius olivaceus
Cerithium torresi
Nassarius nodifer
Cerithium zonatum
Neritina meleagris
Vexillum ligatum
Smaragdia viridis
Anadara pilula
Pyrene epamella
Cronia contracta
Cerithium salebrosum
Cypraea errones
Tellina capsoides
Kelimpahan Makrofauna
kelimpahan jenis sebesar 93,24
individu/m2, selanjutnya untuk
kelimpahan jenis Cronia concrata
didapatkan nilai sebesar 27,42
individu/m2,jenis Cerithium toressi
memiliki nilai kelimpahn jenis yang
paling tinggi yakni 329,09
individu/m2, kemudian jenis Cerithium
zonatum memiliki kelimpahan yang
tinggi juga yaitu sebesar 318,12
individu/m2, jenis yang lain yaitu
Cerithium salebrosum memiliki
kelimpahan jenis sebesar 21,94
individu/m2, jenis Nerita meleagris
memilki kelimpahan sebesar 142,60
individu/m2, dan untuk jenis
Smaragdia viridis memiliki
kelimpahan sebesar 230,36
individu/m2, serta terakhir untuk jenis
Cypraea errones memiliki kelimpahan
sebesar 224,88 individu/m2.
Dari data kelimpahan jenis,
diketahui bahwa kelimpahan tertinggi
teradi pada kelompok jenis Cerithium
zonatum dan Cerithium salebrosum
dari genus cerithium. Didapatkanya
hasil ini mencirikan bahwa jenis ini
mampu beradaptasi yang baik pada
wilayah padang lamun dengan
memanfaatkan kandungan nutriennya
untuk hidup. Menurut Nurjanah (2013)
bahwa hewan pada kelompok
cerithidae sangat tergantung pada jenis
substrat dan makanannya. Jenis
substrat halus yang mengandung
banyak bahan organik sesuai dengan
sifat organisme makrozoobenthos
termasuk cerithidae sebagai deposit
feeder dan filter feeder. Bila dilihat
dari pengamatan visual, bahwa
diketahui jenis substrat di lokasi
penelitian adalah lumpur berpasir.
Jenis Cerithium zonatum dan
Cerithium salebrosum berlimpah
karena kondisi perairan Desa
Pengudang secara keseluruhan baik
bagi kehidupan makrofauna sehingga
mendukung jenis ini untuk terus
tumbuh dan berkembang biak.
C. Kondisi Perairan
1. Suhu
Secara ekologis perubahan
suhu menyebabkan perbedaan
komposisi dan kelimpahan
Makrofauna. Hasil pengukuran suhu
perairan dapat dilihat pada tabel dan
gambar berikut.
Tabel 10. Pengukuran Suhu di
perairan Desa Pengudang
Parameter Satuan Waktu Rata-
rata
Suhu 0C
Pagi 28,38
Siang 30,46
Sore 29,48
Berdasarkan hasil pengukuran
suhu pada perairan Desa Pengudang
didapatkan nilai suhu pada pagi hari
sebesar 28,38 °C , pada siang hari
sebesar 30,46 °C, dan pada sore hari
senilai 29,48 °C, dengan kisaran suhu
yaitu 28,38 - 30,46 °C masih baik
untuk hewan makrofauna yang ada di
perairan Desa Pengudang.
Mengacu pada Sukarno (1981)
dalam Wijayanti (2007) bahwa suhu
dapat membatasi sebaran hewan
makrobenthos secara geografik dan
suhu yang baik untuk pertumbuhan
hewan makrobenthos berkisar antara
25 - 31 °C. Berdasarkan kondisi
tersebut, kondisi suhu masih layak
untuk kehidupan mkarofauna pada
kelas gastropoda karena masih sesuai
pada kisaran optimal yang ditentukan.
2. Salinitas
Hasil pengukuran salinitas
secara lengkap pada perairan Desa
Pengudang dapat dilihat pada tabel dan
gambar berikut.
Tabel 11. Pengukuran Salinitas di
perairan Desa Pengudang
Parameter Satuan Waktu Rata-rata
Salinitas ppm Pasang 33,09
Surut 32,71
Diketahui bahwa nilai salinitas
di perairan Desa Pengudang pada
lokasi penelitian makrofauna diperoleh
hasil salinitas pada saat pasang sebesar
33,09 ppm surut sebesar 32,71 ppm.
Menurut Wijayanti (2007) kisaran
optimal bagi kehidupan organisme
bhentos salah satunya pada kelas
gastropoda pada ekositem perairan
adalah pada kisaran 25 – 400/00.
Kisaran optimal untuk kehidupan
makrofauna Gastropoda adalah 20 – 36
0/00 (Ariestika,2006). Mengacu dari
kedua pendapat tersebut, salinitas
masih baik bagi kehidupan
makrofauna diperjelas lagi dengan
masih dijumpainya sebanyak 15
spesies makrofauna di perairan Desa
Pengudang.
3. Kecerahan
Dari pengamatan nilai
kecerahan perairan Desa Pengudang,
pada saat penelitian semua titik
pengamatan menunjukkan bahwa
cahaya matahari sampai kedasar
perairan dengan demikian kondisi
kecerahan tembus dasar (100%)
dengan kedalaman antara 1 – 2 meter
pada saat pasang. Ini mencirikan
bahwa kecerahan sangat baik karena
perairan tidak tergolong memiliki
kekeruhan yang tinggi.
4. Keasaman Perairan
Hasil pengukuran pH secara
lengkap pada perairan Desa
Pengudang dapat dilihat pada table
berikut.
Tabel 12. Pengukuran pH di
perairan Desa Pengudang
Parameter Satuan Waktu Rata-rata
pH -
Pagi 8,54
Siang 8,32
Sore 8,10
Dari hasil pengamatan nilai
keasaman perairan, diperoleh hasil
keasaman pada saat pagi hari sebesar
8,54 dan pada siang hari sebesar 8,32
serta pada sore hari sebesar 8,10
dengan kisaran 8,10 – 8,54. Mengacu
pada Pennak (1978) dalam Wijayanti
(2007) bahwa pH yang mendukung
kehidupan mollusca berkisar antara 5,7
– 8,4, dan untuk gastropoda hidup
pada batas kisaran pH 5,8 - 8,3.
Dengan demikian kondisi pH masih
dikatakan layak untuk kehidupan
gastropoda, kondisi pH cenderung
stabil. Kondisi pH yang bersifat asam
maupun basa sangat tidak
menguntungkan gastropoda dan
kehidupannya akan terganggu.
Pendapat lain menurut Effendi (2003)
menyatakan bahwa Nilai pH < 5 dan >
9 menciptakan kondisi yang tidak
menguntungkan bagi kebanyakan
organisme makrobenthos, sebagian
besar biota akuatik sensitif terhadap
perubahan pH dan menyukai nilai pH
sekitar 7 – 8,5. Dengan demikian,
kondisi keasaman perairan Desa
Pengudang masih dikatakan layak bagi
kehidupan organisme makrofauna.
5. Oksigen Terlarut
Hasil pengukuran oksigen
terlarut secara lengkap pada perairan
Desa Pengudang dapat dilihat pada
tabel dan gambar berikut.
Tabel 13. Pengukuran Oksigen
Terlarut di perairan Desa
Pengudang
Parameter Satuan Waktu Rata-rata
Oksigen
Terlarut mg/L
Pagi 6,49
Siang 6,98
Sore 6,87
Melihat dari hasil pengukuran
oksigen terlarut pada perairan Desa
Pengudang, kisaran nilainya berada
pada 6,49 – 6,98 mg/L, dengan
kandungan oksigen perairan pada pagi
hari sebesar 6,49 mg/L, pada siang hari
sekitar 6,98 mg/L, dan pada sore hari
sekitar 6,87 mg/L. Mengacu pada
KEPMEN LH (2004) yang
mengharuskan kandungan oksigen
terlarut untuk biota pada perairan
sebesar > 5 mg/L, berarti kondisi ini
masih sangat layak untuk kehidupan
organisme akuatik.
D. Hubungan Tegakan Lamun
dengan Kelimpahan
Makrofauna
Hasil analisis data hubungan
menggunakan regresi linear sederhana
dengan bantauan software ms. Excell
diperoleh hasil hubungan regresi
seperti pada gambar 13.
Dari tabel dan kurva diatas,
diketahui bahwa nilai significan
levelnya yang telah ditetapkan pada
selang kepercayaan sebesar 95%,
diperoleh nilai sebesar 0,03. Dengan
demikian nilai tersebut 0,03 < 0,05
(selang kepercayaan) yang mencirikan
bahwa data yang diambil dapat
mewakili hubungan antara variabel x
y = -…
0
5
0 2
Ke
rap
atan
Lam
un
(T
ega
kan
/m2 )
Kelimpahan Makrofauna (ind/m2)
Hubungan Regresi
Series1
Linear (Series1)
dengan tegakan lamun dan variabel y
dengan kelimpahan makrofauna.
Dilihat dari nilai x= - 0.1641
mencirikan bahwa hubungan antara
variabel x dan variabel y bersifat
negatif. Untuk dapat memberikan
penafsiran terhadap koefisien korelasi
yang ditemukan, maka berpedoman
pada ketentuanyang tertera pada tabel
14.
Tabel 14. Pedoman Untuk
Memberikan Interpretasi Terhadap
Koefisien Korelasi
Koefisien
Korelasi
Tingkat
Hubungan
0,00 - 0,199 Sangat Rendah
0,20 - 0,399 Rendah
0,40 – 0599 Sedang
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,00 Sangat Kuat
Dari nilai koeffisien korelasi
r=0.405 yang menunjukan bahwa
korelasi antara tegakan lamun dengan
kelimpahan makrofauna adalah
sedang. Mengacu dari tabel tersebut,
maka diperoleh kesimpulan bahwa
korelasi antara tegakan lamun dengan
kelimpahan makrofauna adalah
“sedang”.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Jenis Cymodocea rotundata
sebesar 1,45 tegakan/m2, jenis
Cymodocea serullata memiliki
nilai kerapatan sebesar 34,93
tegakan/m2, jenis Enhallus
accoroides memiliki nilai
kerapatan sebesar 8,75
tegakan/m2, untuk jenis
Halodule uninervis memiliki
nilai kerapatan sebesar 36,63
tegakan/m2, kemudian jenis
Holophila ovalis memiliki
kerapatan 1,10 tegakan/m2,
jenis Syringodium isoetifolium
kerapatannya sebesar 0,60
tegakan/m2 ,dan jenis
Thalassia hemprichii memiliki
nilai kerapatan sebesar 14,20
tegakan/m2.
2. Pada kelas Bivalvia yang terdiri
dari 3 spesies yaitu jenis
Mactra maculata memiliki
kelimpahan jenis sebesar
142,60 individu/m2, kemudian
untuk jenis yang lain yaitu
Anadara pilula memiliki
kelimpahan jenis sebesar
230,36 individu/m2, dan jenis
terakhir dari kelas bivalvia
yakni jenis Tellina capsoides
memiliki kelimpahan sebesar
54,85 individu/m2. Untuk kelas
gastropoda dijumpai 12 spesies
yakni Nassarius oliveceus yang
memiliki kelimpahan jenis
sebesar 170,03 individu/m2,
kemudian untuk jenis
Nassariusnodifer memiliki
kelimpahan jenis sebesar
104,21 individu/m2, jenis
Vexillum ligatum diantaranya
memiliki kelimpahan jenis
sebesar 32,91 individu/m2,
jenis makrofauna Pyrene
epamella memiliki nilai
kelimpahan jenis sebesar 93,24
individu/m2, selanjutnya untuk
kelimpahan jenis Cronia
concrata didapatkan nilai
sebesar 27,42 individu/m2,
jenis Cerithium toressi
memiliki nilai kelimpahn jenis
yang paling tinggi yakni 329,09
individu/m2, kemudian jenis
Cerithium zonatum memiliki
kelimpahan yang tinggi juga
yaitu sebesar 318,12
individu/m2, jenis yang lain
yaitu Cerithium salebrosum
memiliki kelimpahan jenis
sebesar 21,94 individu/m2,
jenis Nerita meleagris memilki
kelimpahan sebesar 142,60
individu/m2, dan untuk jenis
Smaragdia viridis memiliki
kelimpahan sebesar 230,36
individu/m2, serta terakhir
untuk jenis Cypraea errones
memiliki kelimpahan sebesar
224,88 individu/m2.
3. Dari hasil analisis korelasi
diperoleh hasil sebesar 0,405
yang mencirikan bahwa
hubungan regresi antara
tegakan lamun dan kelimpahan
makrofauna terkategori sedang.
B. Saran
Perlu dilakukan penelitian
untuk melihat hubungan jenis substrat
dengan kelimpahan Makrofauna. Perlu
dilakukan penelitian mengenai
hubungan antara kandungan organik
dengan kemimpahan makrofauna.
Perlu dilakukan pemahaman
masyarakat agar tidak mengotori
lingkungan perairan untuk menjaga
kualitas air tetap dalam keadaan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Ariestika. 2006. Karakteristik Padang
Lamun dan Struktur
Komunitas moluska
(Gastropoda dan Bivalvia)
di Pulau Burung, Kepulauan
Seribu. Skripsi. Institut
Pertanian Bogor; Bogor.
Barus, T. A. 2004. Pengantar
Limnologi Studi Tentang
Ekosistem Air Daratan.
USU press. Medan
Dahuri. R.2003.Keanekaragaman
Hayati Laut Aset
Pembangunan
Berkelanjutan
Indonesia.Gramedia Pustaka
Utama: Jakarta.
Dharma, B. 1988. Siput dan Kerang
Indonesia (Indonesian
Shells).
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air
Bagi Pengelolaan Sumber
Daya Lingkungan Perairan.
Kanisius. Yogyakarta.
Fachrul, M. F. 2007. Metode Sampling
Bioekologi. Bumi Aksara.
Jakarta.
Giere, O, 1993. Meiobenthology: The
microscopic fauna in aquatic
sediments. Spinger- Verlag,
Berlin: xv + 328 hlm.
Hendra. 2011. Pertumbuhan Dan
Produksi Biomassa Daun
Lamun Halophila Ovalis,
Syringodium Isoetifolium
Dan Halodule Uninervis
Pada Ekositem Padang
Lamun Di Perairan Pulau
Barrang Lompo. Universitas
Hasanuddin: Makassar.
http//www.marinespecies.org
Hasan. 2009 . Analisis Data Penelitian
Statistik. Jakarta: Bumi
Aksara.
Hutabarat, S dan S. M. Evans, 1985.
Pengantar Oseanografi.
Universitas Indonesia.
Jakarta.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
(KepMen LH) No. 200
Tahun 2004. Kriteria Baku
Kerusakan dan Pedoman
Penentuan Status Padang
Lamun.Jakarta.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
(KepMen LH) No. 51 Tahun
2004.Baku Mutu Air Laut
Untuk Biota.Jakarta.
Kordi. K. Ghufran.2007. Pengelolaan
Kualitas Air untuk Budidaya
Perairan.Rineka Cipta:
Jakarta.
Lisdawati.2014. Analisis Tutupan
Lamun Berdasarkan Jenis
Substrat Di Wilayah
Trismades Desa Malang
Rapat Kecamatan Gunung
Kijang Kabupaten Bintan.
Skripsi. Universitas Maritim
Raja Ali Haji.
Tanjungpinang.
Marpaung. A. A. F. 2013.
Keanekaragaman
Makrozoobenthos di
Ekosistem Mangrove
Silvofishery dan Mangrove
Alami Kawasan Ekowisata
Pantai Boe Kecamatan
Galesong Kabupaten
Takalar. Skripsi. Universitas
Hasanuddin. Makassar.
Monografi Desa Pengudang, 2012
Nurjanah. 2013. Keanekaragaman
Gastropoda Di Padang
Lamun Perairan Kelurahan
Senggarang Kota
Tanjungpinang Provinsi
Kepulauan Riau. Skripsi.
Universitas Maritim Raja
Ali Haji. Tanjungpinang.
Nybakken JW. 1988. Marine Biology:
An Ecological Approach. 3rd
Edition. Rearson Benyamin
Cummings. New York.
Pakpahan. C.S.H. 2013. Indeks
Biodiversity Komunitas
Makrozoobenthos Sebagai
Bioindikator Kualitas
Perairan Di Pulau Dompak
Provinsi Kepulauan Riau.
Skripsi. Universitas Maritim
Raja Ali Haji.
Tanjungpinang.
Setyobudiandi, I. dkk. 2009. Sampling
dan Analisis Data
Perikanan dan Kelautan.
Terapan Metode
Pengambilan Contoh di
Wilayah Pesisir dan Laut.
Penerbit : FPIK Institut
Pertanian Bogor.
Sinaga, T. 2009. Keanekaragaman
Makrozoobentos Sebagai
Indikator Kualitas Perairan
Danau Toba Balige
Kabupaten Toba Samosir.
Tesis Universitas Sumatra
Utara. Medan (tidak
diterbitkan).
Supriharyono,M.S.2007.Konservasi
Ekosistem Sumberdaya
Hayati di Wilayah Pesisir
dan Laut Tropis.Pustaka
Pelajar: Yogyakarta.
Trikora Seagrass Manajement
Demonstration Site.2010.
Pusat Penelitian Dan
Pengembangan Oseanografi
LIPI,
Wijayanti, M. H. 2007. Kajian
Kualitas Perairan di Pantai
Kota Bandar Lampung
Berdasarkan Komunitas
Hewan Makroobentos. Tesis
Universitas Diponegoro.
Semarang (tidak
diterbitkan).
Zulkifli. 2008. Dinamika Komunitas
Meiofauna Intertidal di
Perairan Selat Dompak
Kepulauan Riau. [Disertasi].
Program Studi Ilmu Kelautan.
Sekolah Pascasarjana. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Zuraini. 2012. Skripsi. Universitas
Maritim Raja Ali Haji.
Tanjungpinang.