strategi peningkatan kinerja dan keberlanjutan
TRANSCRIPT
Seppa Septarianes, Marimin, dan Sapta Raharja
Jurnal Teknologi Industri Pertanian 30 (2): 207-220 207
STRATEGI PENINGKATAN KINERJA DAN KEBERLANJUTAN RANTAI PASOK
AGROINDUSTRI KOPI ROBUSTA DI KABUPATEN TANGGAMUS
STRATEGY TO IMPROVE PERFORMANCE AND SUSTAINABILITY OF ROBUSTA COFFEE
AGROINDUSTRY SUPPLY CHAIN IN TANGGAMUS DISTRICT
Seppa Septarianes1)*, Marimin2, dan Sapta Raharja2)
1)Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680, Jawa Barat, Indonesia
E-mail: [email protected] 2)Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Makalah: Diterima 16 Agustus2019; Diperbaiki 20 Juni 2020; Disetujui 30 Juni 2020
ABSTRACT
The supply chain activity of robusta coffee agroindustry in Tanggamus District involves several
stakeholders, namely farmers, collectors, and KUB (Kelompok Usaha Bersama). Sustainable supply chain
activities are economic, social, environmental and technological management activities. The objectives of the
research were to analyse supply chain mechanism, to analyse supply chain value-added and performance, and to
assess sustainable supply chain performance index of Robusta agroindustry performance. The stages of data
processing were the identification of Robusta coffee supply chain agroindustry, value added analysis, measurement
and assessment of supply chain performance indexes, and design of strategies to improve performance and supply chain sustainability in Robusta coffee agroindustry. The value added of robusta coffee agroindustry supply chain
was analyzed using a modification of Hayami. SCOR-AHP (Supply Chain Operations Reference-Analytical
Hierarchy Process) was used to measure performance. The sustainability status of Robusta coffee agroindustry
was calculated using Multi-Dimensional Scaling (MDS) technique with R software. The value added ratio in
farmers was lower supply chain actor (45.59%) compared to collectors (70.30%) and KUB (85.34%). The supply
chain performance farmer performance was 70.99 lower than collector 87.14 and KUB 85.76. The sustainability
of economic dimensions was almost sustainable (77.39), social dimensions were sustainable (88.24),
environmental dimensions was almost sustainable (78.62), and technological dimensions was almost sustainable
(66.67). The aggregating value of supply chain sustainable showed 77.71% which meant almost sustainable. This
research recommends strategies to build coffee farmers’s partnerships with agroindustry to improve the
performance and sustainability of Robusta coffee supply chain.
Keywords: agroindustry, SCOR-AHP, robusta coffee, sustainability, supply chain
ABSTRAK
Kegiatan rantai pasok agroindustri kopi Robusta di Kabupaten Tanggamus melibatkan beberapa
pemangku kepentingan, yaitu petani, pengumpul dan KUB (Kelompok Usaha Bersama). Aktivitas rantai pasok
yang berkelanjutan adalah kegiatan manajemen ekonomi, sosial, lingkungan dan teknologi. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk menganalisis mekanisme rantai pasokan, menganalisis nilai tambah rantai pasokan dan kinerja
serta menilai indeks kinerja rantai pasok agroindustri kopi Robusta. Tahapan pengolahan data adalah Identifikasi
rantai pasok agroindustri kopi Robusta, analisis nilai tambah, pengukuran dan penilaian indeks kinerja rantai pasok
berkelanjutan pada agroindustri. Analisis identifikasi rantai pasokan agroindustri kopi Robusta, analisis nilai
tambah, pengukuran dan penilaian indeks kinerja rantai pasokan berkelanjutan pada agroindustri. Nilai tambah rantai pasokan agroindustri kopi Robusta dianalisis menggunakan modifikasi Hayami. SCOR-AHP (Supply Chain
Operations Reference-Analytical Hierarchy Process) digunakan untuk mengukur kinerja. Status keberlanjutan
agroindustri kopi Robusta dihitung menggunakan teknik Multi-Dimensional Scaling (MDS) dengan perangkat
lunak R. Rasio nilai tambah pada petani rendah (45,59%) dibandingkan dengan pengumpul dengan (70,30%) dan
KUB (85,34%). Kinerja petani pada rantai pasok adalah 70,99% lebih rendah dari pengumpul dengan nilai 87,14%
dan KUB 85,76%. Keberlanjutan dimensi ekonomi hampir berkelanjutan (77,39), dimensi sosial berkelanjutan
(88,24), dimensi lingkungan hampir berkelanjutan (78,62) dan dimensi teknologi hampir berkelanjutan (66,67).
Nilai agregat rantai pasokan berkelanjutan menunjukkan 77,71% yang berarti hampir berkelanjutan. Penelitian ini
merekomendasikan strategi membangun kemitraan petani kopi dengan agroindustri untuk peningkatan kinerja dan
keberlanjutan rantai pasok kopi Robusta.
Kata kunci: agroindustri, SCOR-AHP, kopi robusta, keberlanjutan, rantai pasokan
Jurnal Teknologi Industri Pertanian 30 (2): 207-220 (2020)
DOI: https://doi.org/10.24961/j.tek.ind.pert.2020.30.2.207
ISSN: 0216-3160 EISSN: 2252-3901
Terakreditasi Peringkat 2
Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan No 30/E/KPT/2018
Tersedia online http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnaltin
*Penulis Korespodensi
Strategi Peningkatan Kinerja dan Keberlanjutan …………
208 Jurnal Teknologi Industri Pertanian 30 (2): 207-220
PENDAHULUAN
Agroindustri kopi Robusta terbesar kedua di
Indonesia terletak di Provinsi Lampung dengan
jumlah produksi sebesar 18,35% (Kementerian Pertanian, 2016). Produksi agroindustri kopi Robusta
di Lampung 96% berasal dari perkebunan rakyat
(Direktorat Jenderal Perkebunan, 2016). Penghasil
kopi Robusta di Provinsi Lampung terbesar kedua
berada di Kabupaten Tanggamus dengan produksi
sebesar 31.346 ton pada tahun 2017 (BPS Kabupaten
Tanggamus, 2018). Produksi kopi lebih banyak
dihasilkan dari perkebunan rakyat, pada tahun 2017
terjadi peningkatan produksi sebanyak 0,74%
menjadi 636,7 ribu ton (BPS, 2017). Nilai ekspor kopi
pada tahun 2017 meningkat menjadi 467 800 ton, dengan komposisi kopi Robusta menyumbang
17,44% dari total keseluruhan produksi kopi di
Indonesia (BPS, 2017). Hal ini membuktikan
Kabupaten Tanggamus merupakan daerah aktif
penyumbang devisa negara melalui ekspor komoditi
kopi Robusta. Kualitas ekspor komoditi kopi Robusta
dilihat dari standar mutu biji kopi dan karakteristik
cita rasanya. Menurut hasil penelitian Setyani et al.
(2018) bahwa 70% mutu kopi biji asalan kopi
Robusta Kabupaten Tanggamus sesuai dengan SNI
01-2907-2008, dengan cita rasa kopi didominasi oleh
green/grasy, agak pahit, dan bervariasi memiliki warna cokelat serta hitam.
Kegiatan rantai pasok agroindustri kopi
Robusta melibatkan beberapa stakeholder
didalamnya yaitu petani, pengumpul, pengolah, dan
pendistribusian sampai dengan ke konsumen.
Menurut Chopra dan Meindl (2013), manajemen
rantai pasok dapat dilihat sebagai suatu siklus yang
dapat dibedakan ke dalam tiga bentuk dasar yaitu
rantai pasok internal, eksternal, dan keseluruhan.
Rantai pasok internal adalah aliran bahan dan
informasi yang terintegrasi dalam suatu unit bisnis dari pemasok sampai kepada konsumen dan kadang-
kadang disebut logistik bisnis. Rantai pasok eksternal
adalah aliran bahan dan informasi yang terintegrasi di
dalam unit bisnis yang melintasi antara pemasok
langsung dan pelanggan, sedangkan rantai pasok
keseluruhan adalah aliran bahan dan informasi yang
terintegrasi di dalam unit bisnis yang melintasi secara
simultan antara pemasok langsung dan konsumen.
Rantai pasok memerlukan pengukuran kinerja rantai
pasok untuk mengetahui posisi kinerja saat ini,
menentukan strategi yang perlu ditetapkan dalam
meningkatkan kinerja dan meningkatkan koordinasi antar pelaku rantai pasok (Asrol et al., 2017).
Menurut Pujawan (2005), rantai pasok adalah
jaringan perusahaan-perusahaan yang secara
bersama-bersama bekerja menciptakan dan
menghantarkan suatu produk kepada pengguna akhir
(end user). Kegiatan rantai pasok berkelanjutan
merupakan kegiatan yang mempertimbangkan
pengelolaan ekonomi, sosial, dan lingkungan yang
relevan dalam mengambil keputusan yang yang
dihadapi oleh pelaku manajemen rantai pasok (Cetinkaya et al., 2011). Keberlanjutan rantai pasok
tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan
keuntungan, tetapi secara bersamaan meminimasi
dampak ekonomi, sosial dan lingkungan dalam
rangka memenuhi permintaan konsumen (Seuring
dan Muller, 2008).
Menurut Beamon (2008), rantai pasok
berkelanjutan adalah integrasi (trade off) aspek
ekonomi, sosial, teknologi, dan lingkungan untuk
menuju kesinambungannya rantai pasok oleh sebuah
organisasi. Gupta dan Palsile-Desai (2011) dan Seuring (2012) mendefinisikan rantai pasok
berkelanjutan sebagai representasi dari prinsip-
prinsip aspek ekonomi, sosial, lingkungan, dan
kebijakan pemerintah yang dihubungkan dengan
siklus kegiatan pemenuhan konsumen, seperti
kegiatan perancangan, pengadaan, pabrikasi,
pengemasan, dan distribusi. Adams dan Ghaly (2007)
menyatakan bahwa penilaian berkelanjutan dalam
industri umumnya berdasarkan empat pilar yaitu
ekonomi, sosial, lingkungan, dan teknologi.
Penelitian ini menilai kinerja rantai pasok
berkelanjutan agroindustri kopi Robusta di Kabupaten Tanggamus. Penelitian ini bertujuan
mengidentifikasi dan menganalisis mekanisme rantai
pasok, menganalisis nilai tambah, mengukur kinerja
dan indeks keberlanjutan rantai pasok agroindustri
kopi Robusta serta merancang strategi peningkatan
kinerja dan keberlanjutan rantai pasok pada
agroindustri kopi Robusta.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan pengumpulan data dilaksanakan di
Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung di
beberapa kecamatan diantaranya Kecamatan Ulu
Belu, Air Naningan, dan Pugung. Pengolahan data
dilaksanakan di Kampus IPB Dramaga. Penelitian ini
dilaksanakan Oktober 2018 – Mei 2019.
Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tahapan
diantaranya pengumpulan data, prosedur, dan analisis
pengolahan data. Tahapan prosedur dan analisis
pengolahan data terdiri dari identifikasi rantai pasok agroindustri kopi Robusta, analisis nilai tambah,
pengukuran dan penilaian indeks kinerja rantai pasok
berkelanjutan pada agroindustri kopi Robusta.
Diagram alir tahapan penelitian tersebut dapat dilihat
pada Gambar 1.
Seppa Septarianes, Marimin, dan Sapta Raharja
Jurnal Teknologi Industri Pertanian 30 (2): 207-220 209
Mulai
Kompleksitas permasalahan rantai pasok
berkelanjutan agroindustri kopi robusta
Identifikasi dan analisis mekanisme rantai
pasok agroindustri kopi robusta
Analisis nilai tambah rantai pasok
agroindustri kopi robusta
Penentuan indeks kinerja rantai pasok
berkelanjutan agroindustri kopi robusta
Petani Pengumpul KUB
Dimensi
Ekonomi
Dimensi
Lingkungan
Dimensi
Teknologi
Nilai indeks keberlanjutan rantai pasok agroindustri
kopi robusta
Perancangan strategi peningkatan kinerja rantai pasok
dan keberlanjutan agroindustri kopi robusta
Selesai
Dimensi
Sosial
Pengukuran kinerja rantai pasok agroindustri
kopi robusta
Gambar 1. Diagram alir tahapan penelitian
Pengumpulan Data
Pengumpulan data primer dalam penelitian ini
adalah dilakukan dengan metode survei dan
wawancara langsung dengan pakar. Para pakar yang dipilih adalah pakar yang dinilai mengerti dan paham
tentang budidaya, pengolahan, dan pemasaran kopi
serta daya nalar mengarah pada pokok pertanyaan.
Sampel yang terpilih merupakan responden yang
mewakili populasi sehingga hasil pengujian data
berlaku untuk seluruh anggota populasi. Hal ini
dilakukan untuk mengefisiensikan biaya, waktu dan
ketersediaan responden menerima arahan wawancara.
Pada analisis pengukuran metrik kinerja dan
perumusan strategi peningkatan kinera berkelanjutan
dilakukan wawancara dengan lima pakar terdiri dari
peneliti, ahli cupping kopi, ketua Balai Penyuluh Pertanian Pulau Panggung, penyuluh lapangan dan
peneliti dari instansi penelitiaan dan pengembangan
tanaman kopi.
Data perhitungan nilai tambah didapat dari
petani, pengepul dan KUB dengan rincian ketua
kelompok petani dan ketua kelompok wanita tani
yang dinilai mengerti akan proses bisnis rantai pasok
kopi Robusta. Jumlah responden petani dilakukan
pengamatan kepada enam petani yang berasal dari
tiga kecamatan yang terpilih berdasarkan purposive
sampling probabilistic memiliki produksi kopi Robusta yang baik dan bertujuan sebagai
pertimbangan tertentu dengan asumsi telah mewakili
populasi sampel responden di lapangan dan memiliki
pengetahuan terhadap bidang rantai pasok kopi
Robusta di Kabupaten Tanggamus.
Pengambilan data nilai tambah KUB dilakukan pada perwakilan KUB yang berasal dari
tiga kecamatan terpilih. Selain itu data sekunder
didapat dari data statistik pertanian dan data hasil
penelitian komoditi kopi yang terbaru. Rincian
sumber data penelitian dan teknik pengolahan
menggunakan data primer dan sekunder adalah
sebagai berikut:
1. Sumber dan informasi terkait identifikasi rantai
pasok yang terdiri dari konfigurasi rantai pasok
meliputi struktur dan aliran rantai pasok, produk,
dan proses bisnis dalam rantai pasok agroindustri
kopi Robusta berasal dari data primer 2. Sumber data primer diolah terkait dengan nilai
tambah dimodifikasi.
3. Sumber data primer untuk pengukuran kinerja
rantai pasok meliputi metrik kinerja dari atribut
reabilitas, responsivitas, agilitas, biaya, dan aset.
4. Data pembobotan metrik pengukuran kinerja
rantai pasok dengan mengintegrasikan pendapat
dari pakar melalui hasil kuisioner.
5. Data penilaian status keberlanjutan rantai pasok
melalui hasil kuisioner para pakar dari pelaku
agroindustri kopi Robusta melalui hasil kuisioner. 6. Data persepsi pakar untuk pembobotan
perbandingan berpasangan dalam perumusan
Strategi Peningkatan Kinerja dan Keberlanjutan …………
210 Jurnal Teknologi Industri Pertanian 30 (2): 207-220
strategi peningkatan kinerja rantai pasok
berkelanjutan.
Data primer dikumpulkan melalui wawancara,
pendapat pakar (expert judgment), observasi, dan kuisioner, sedangkan data sekunder dikumpulkan
berdasarkan dokumen-dokumen perusahaan, data
pustaka kementerian dan publikasi jurnal penelitian
tentang kopi Robusta. Pemilihan ahli atau pakar
menurut Marimin (2008) harus memiliki kemampuan
menginterpretasikan data sebagai suatu kegiatan
terencana. Pakar-pakar meliputi: 1) petani; 2)
pengumpul; 3) KUB; dan 4) praktisi. Teknik
pengambilan data menggunakan metode probability
sampling dan purpossive sampling. Tahapan
penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.
Prosedur dan Analisis pengolahan Data
Prosedur dan analisis pengolahan data terdiri
atas beberapa bagian mengikuti tujuan-tujuan
penelitian. Prosedur dan analisis pengolahan data
pada penelitian ini terdiri atas identifikasi rantai
pasok, analisis nilai tambah, pengukuran kinerja
rantai pasok, analisis keberlanjutan rantai pasok dan
penyusunan strategi peningkatan kinerja rantai pasok.
Prosedur dan analisis pengolahan data dijelaskan
sebagai berikut:
Identifikasi Rantai Pasok Agroindustri Kopi
Robusta
Pengukuran kinerja rantai pasok bertujuan
untuk mendukung perancangan tujuan, evaluasi kerja,
dan menentukan langkah-langkah kedepan baik level strategi, taktik, dan operasional (Van de Vorst, 2006).
Rantai pasok agroindustri kopi Robusta diidentifikasi
dengan metode deskriptif-kualitatif yang didukung
dengan pendapat narasumber akademisi dan praktisi,
observasi lapangan, dan studi pustaka. Rantai pasok
agroindustri kopi Robusta diidentifikasi secara
deskriptif diadaptasi dari metode pengembangan
rantai pasok menurut APO (Asian Productivity
Organization) yang dimodifikasi oleh Van de Vorst
(2006).
Analisis Nilai Tambah Rantai Pasok
Menurut Hayami et al. (1987), nilai tambah
yang nyata dipengaruhi oleh faktor teknis (kapasitas
produksi, jumlah bahan baku yang digunakan, dan
tenaga kerja) dan faktor pasar (harga output, upah
tenaga kerja, harga bahan baku, dan nilai input lain).
Perhitungan nilai tambah dilakukan menggunakan
metode Hayami et al. (1987) yang dimodifikasi sesuai
dengan asusmsi agroindustri kopi Robusta.
Tabel 1. Tahapan, stakeholder, data, dan metode pengambilan data
Tujuan Stakeholder
yang terlibat Metode
Metode pengambilan
data
Output
Mengidentifikasi dan
menganalisis
mekanisme rantai
pasok agroindustri
kopi Robusta
Petani,
pengumpul,
KUB,
Vorst (2006) Survei lapangan,
analisis deskriptif
Pola aliran rantai
pasok,
sumberdaya,
manajemen dan
proses bisnis
Menganalisis nilai
tambah rantai pasok
agroindustri kopi
Robusta
Petani,
pengumpul,
KUB,
Metode Modifikasi
Hayami
Analisis deskriptif,
wawancara dan
perhitungan nilai
tambah
Rasio nilai
tambah rantai
pasok
Analisis dan
pengukuran kinerja
rantai pasok
Pelaku
agroindustri
dan akademisi.
SCOR-AHP Wawancara pelaku
agroindustri dan
pengisian kuisioner
oleh pakar
Nilai kinerja
rantai pasok
agroindustri kopi
Robusta
Menilai status
keberlanjutan rantai
pasok
Peneliti, ahli
kopi, dan ketua
penyuluh
metode MDS
dengan analisis
Rapcoffee
Survei lapangan,
analisis deskriptif,
wawancara dan
perhitungan MDS
Status
keberlanjutan
rantai pasok
agroindustri
Merancang strategi
peningkatan kinerja dan keberlanjutan
rantai pasok pada
agroindustri kopi
Robusta
Peneliti ahli
kopi
AHP
Software expert choice versi 11.0
Wawancara pakar dan
diskusi perumusan strategi dengan pakar
Strategi
peningkatan kinerja dan
keberlanjutan
rantai pasok
agroindustri kopi
Robusta
Seppa Septarianes, Marimin, dan Sapta Raharja
Jurnal Teknologi Industri Pertanian 30 (2): 207-220 211
Beberapa asumsi modifikasi adalah
pengukuran nilai tambah dilakukan pada tanaman
berskala tahunan karena output yang dihitung selama
penjualan satu tahun skala kegiatan usaha pada
produk tanaman tahunan, menghitung nilai tambah pada tiga pelaku rantai pasok dalam setahun musim
panen, penghitungan satuan berat lebih rasional bila
digunakan satuan harga (misalnya rupiah) (Hidayat,
2012).
Analisis Pengukuran Kinerja Rantai Pasok
Agroindustri Kopi Robusta
Pengukuran kinerja rantai pasok mengikuti
model SCOR (Supply Chain Operation Refference)
yaitu pedoman standar yang dapat membantu
perusahaan dalam mengevaluasi kinerja melalui identifikasi dan perhitungan metrik kinerja rantai
pasok (Kasi, 2005). Penelitian mengkombinasikan
SCOR dan AHP dalam merumuskan model
perhitungan kinerja rantai pasok kopi. AHP
diperlukan untuk menentukan tingkat kepentingan
metrik kinerja rantai pasok, karena setiap proses
bisnis rantai pasok memiliki tingkat kepentingan yang
berbeda sehingga perlu dibobotkan (Palma-Mendoza
et al., 2014). Model SCOR dirumuskan dan dibentuk
ke dalam empat level hierarki keputusan AHP
(Analytical Hierarchy Process) yaitu proses bisnis,
parameter kinerja, atribut kinerja dan metrik kinerja. Melalui pendekatan SCOR dan penggabungan
pendapat para pakar menghasilkan 14 metrik
pengukuran kinerja yang akan dianalisis melalui
teknik AHP.
Pengukuran dan Penilaian Indeks Rantai Pasok
Berkelanjutan (Multidimensional scaling (MDS)
MDS telah digunakan oleh Fisheries Center
pada University of British Columbia, Canada untuk
mengembangkan Rapfish (rapid appraisal for
fisheries). Rapfish merupakan teknik penilaian cepat
yang dirancang untuk memungkinkan sebuah tujuan,
transparansi, evaluasi multi-disiplin, tetapi tidak
dimaksudkan untuk menggantikan penilaian
persediaan konvensional dalam penetapan suatu
kuota tertentu (Pitcher dan Preikshot, 2001). Analisis keberlanjutan menurut Fauzi (2019)
dianalisis melalui beberapa perspektif, salah satu
teknik analisis status keberlanjutan adalah
menggunakan teknik Rapid Appraisal (penilaian
cepat). Rapid Appraisal terlebih dahulu digunakan
pada analisis perikanan sehingga dinamakan teknik
analisis Rapfish (Fauzi, 2002), namun kini banyak
penelitian yang menggunakan teknik ini dalam
berbagai sektor, termasuk pada penelitian ini. Prinsip
teknik Rapfish menggunakan prinsip
multidimensional scaling (MDS) dengan memetakan jarak dari satu dimensi ke dimensi lainnya.
Perumusan Strategi Peningkatan Kinerja dan
Keberlanjutan Rantai Pasok Kopi Robusta
Strategi peningkatan kinerja dan keberlanjutan
rantai pasok dirumuskan melalui teknik AHP, yang
diperkenalkan oleh Saaty (1980). Elemen – elemen pada hierarki AHP diperoleh dari hasil pengukuran
kinerja dan penilaian keberlanjutan rantai pasok.
Strategi dirumuskan dan dipilih berdasarkan
penilaian lima orang pakar dengan bidang keahlian
agroindustri kopi, rantai pasok dan komoditi kopi.
Penentuan alternatif strategi peningkatan kinerja dan
keberlanjutan rantai pasok yang diperoleh merupakan
nilai relatif dan membandingkannya dengan faktor
atau alternatif strategi lainnya (Torfi dan Rashidi,
2011).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konfigurasi Rantai Pasok Kopi Robusta
Struktur rantai pasok kopi Robusta di
Kabupaten Tanggamus terdiri dari petani, pengepul,
kelompok usaha bersama (KUB), dan eksportir.
Petani berperan sebagai anggota utama yang
menghasilkan kopi Robusta untuk konsumsi di sektor
hilir. Kopi Robusta yang dihasilkan oleh petani
didistribusikan ke kelompok usaha bersama (KUB).
KUB berperan sebagai aktor peningkatan nilai
tambah kopi Robusta yang akan didistribusikan ke eksportir. Mekanisme rantai pasok agroindustri dapat
dilihat pada Gambar 2.
Analisis Nilai Tambah Rantai Pasok
Nilai tambah rantai pasok pada aktor rantai
pasok dianalisis dengan metode Hayami dengan
beberapa modifikasi penyesuaian variabel dan satuan
hitung nilai tambah. Asumsi didasarkan pada
tanaman tahunan yang mulai menghasilkan panen di
umur tanaman tiga tahun dengan masa buah kopi
masak dalam jangka waktu 10 bulan dan masa panen selama enam bulan, serta masa panen produktif
dengan hasil panen terbesar dalam waktu tiga bulan
(Rukmana, 2015). Berdasarkan analisis hasil
kuesioner dan survei di lapangan yang disajikan
dalam Gambar 3, rasio nilai tambah yang diperoleh
petani adalah 45,59%, pengepul 70,30%, dan KUB
85,34%. Petani dengan keterbatasan pengetahuan
distribusi dan transportasi akan lebih merasa aman
dan mudah untuk menjual hasil panen ke para
pengepul yang datang langsung ke kebun petani kopi.
Mekanisme rantai pasok seperti ini membuat petani
berada dalam posisi yang lemah karena tengkulak (pengepul) akan mengambil margin yang besar
(Marimin dan Maghfiroh, 2010).
Strategi Peningkatan Kinerja dan Keberlanjutan …………
212 Jurnal Teknologi Industri Pertanian 30 (2): 207-220
Petani Pengepul
Gudang
Pelabuhan
Kelompok
Usaha Bersama
(KUB)
Eksportir
Konsumen
Keterangan:
: Aliran produk
: Aliran keuangan
: Aliran informasi
: Siklus tarik
: Siklus dorong
Gambar 2. Mekanisme rantai pasok agroindustri kopi Robusta di Kabupaten Tanggamus
Berdasarkan hasil analisis nilai tambah pada
Gambar 3, persentase rasio nilai tambah tertinggi
terdapat pada KUB. Hal ini membuktikan rasio nilai
tambah pada KUB lebih tinggi daripada pengepul dan
petani. Rasio nilai tambah yang tinggi pada KUB juga
dapat dipengaruhi oleh input dan kegiatan produksi
yang di lakukan. Hal ini merujuk pada Yao et al.
(2008) bahwa peningkatan nilai tambah dipengaruhi
oleh jumlah input yang dimasukkan dan diproses
dalam satu satuan kerja.
Gambar 3. Rasio nilai tambah pada setiap pelaku
rantai pasok
Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Agroindustri
Kopi Robusta
Hasil Pembobotan Metrik Pengukuran Kinerja
Rantai Pasok
Tahapan awal dalam mengukur kinerja rantai
pasok adalah menetapkan metrik dan membobotkannya berdasarkan pendapat pakar.
Terdapat 14 metrik kinerja dengan 5 atribut kinerja
yang ditetapkan untuk mengukur kinerja rantai pasok
agroindustri kopi Robusta. Hasil pembobotan metrik
pengukuran kinerja rantai pasok yang penting untuk
diperhatikan berdasarkan pendapat pakar melalui
teknik AHP adalah ketepatan pengiriman, waktu
siklus pengiriman, fleksibilitas peningkatan
kapasitas, dan harga pokok produksi. Hasil
pembobotan metrik kinerja rantai pasok kopi Robusta
dapat dilihat pada Gambar 4.
Evaluasi Kinerja Rantai Pasok Kopi Robusta
Berdasarkan hasil analisis situasional, pelaku
rantai pasok yang dievaluasi kinerjanya adalah petani,
pengepul dan KUB. Evaluasi kinerja dilakukan
dengan menilai 14 metrik kinerja rantai pasok yang
telah ditetapkan pada tahap sebelumnya. Terdapat penyesuaian pada metrik kinerja untuk mengukur
kinerja pada masing-masing pelaku karena nilainya
tidak teridentifikasi. Hasil perhitungan kinerja rantai
pasok, agroindustri kopi Robusta dapat dilihat pada
Tabel 1.
Hasil kategori kinerja rantai pasok pada pelaku
rantai agroindustri kopi Robusta didapat dari data
aktual di lapangan dan dihitung melalui pembobotan
metrik kinerja SCOR. Kondisi kinerja dapat dilihat
pada Tabel 2, dimana kondisi kinerja petani berada
pada kondisi kurang, pengepul dalam kondisi sedang dan KUB masuk dalam kategori sedang. Hal ini
sesuai dengan standar kinerja menurut Monczka et al.
(2014) dengan selang (1) kinerja sangat baik, jika
nilai kinerja berkisar antara 95% - 100% (2) baik, jika
nilai kinerja berkisar antara 90% - 94% (3) sedang,
jika nilai kinerja berkisar antara 80% - 89% (4)
kurang, jika nilai kinerja berkisar antara 70% -79%
(5) sangat kurang, jika nilai kinerja berkisar antara
80% - 89% dan (6) buruk, jika nilai kinerja <60%.
Rendahnya nilai kinerja petani dipengaruhi
faktor waktu siklus budidaya dan waktu siklus
pengiriman yang memiliki nilai 50% dan 33,33%. Komoditi kopi Robusta merupakan tanaman tahunan
yang memiliki waktu panen selama enam bulan
sekali, dengan masa periode panen yang paling efektif
adalah tiga bulan.
0
20
40
60
80
100
Petani Pengepul KUB
Ras
io n
ilai
tam
bah
(%
)
Pelaku Rantai Pasok
Seppa Septarianes, Marimin, dan Sapta Raharja
Jurnal Teknologi Industri Pertanian 30 (2): 207-220 213
Pembobotan metrik pengukuran rantai pasok agroindustri kopi robusta
Perencanan
(0,16)
Pengadaan
(0,24)
Budidaya
(0,20)
Pengiriman
(0,18)
Ekonomi
(0,325) Sosial
(0,241)
Lingkungan
(0,197)
Teknologi
(0,237)
Reliabilitas
(0,255)
Responsivitas
(0,291)
Agilitas
(0,156)
Biaya
(0,159)
Manajemen
Aset
(0,137)
Waktu siklus
kas ke kas
(0,40)
Biaya
perawatan
(0,21)
Biaya
pelayanan
(0,15)
Harga pokok
produksi
(0,64)
Daya adaptasi
peningkatan
kapasitas
(0,37)
Fleksibilitas
peningkatan
kapasitas
(0,50)
Daya adaptasi
penurunan
kapasitas
(0,13)
Waktu siklus
pengiriman
(0,50)
Waktu siklus
pengolahan
(0,24)
Waktu siklus
budidaya
(0,26)
Pesananan
terkirim penuh
(0,36)
Ketepatan
pengiriman
(0,36)
Kondisi
barang
sempurna
(0,28)
Pengolahan
(0,22)
Laba
(0,60)Matrik Kinerja
Atribut Kerja
Parameter
Keberlanjutan
Aspek Bisnis
Gambar 4. Pembobotan metrik pengukuran kinerja rantai pasok agroindustri kopi Robusta
Tabel 2. Hasil pengukuran kinerja rantai pasok agroindustri kopi Robusta
Proses pengiriman kopi Robusta seharusnya
dapat dilakukan dalam waktu satu hari, namun dalam
kondisi aktual dilakukan dalam waktu tiga hari. Biaya pelayanan dan laba pada pengepul bernilai rendah, hal
ini disebabkan biaya bahan bakar yang ditanggung
pengepul sehingga keuntungan distribusi kopi
Robusta hanya 40%. Sehingga kondisi kinerja pelaku
berada pada kondisi sedang. Pelaku rantai pasok
berikutnya, yaitu KUB mempunyai nilai pada metrik
daya adaptasi peningkatan kapasitas dan penurunan
kapasitas berada di 50% dan 80%. Hal ini
membuktikan bahwa peningkatan persentase jumlah
pesanan yang dikirm secara berkelanjutan terbatas dalam beberapa hal, misalnya tidak mampu
memenuhi peningkatan dan penurunan pesanan
dikarenakan ketersediaan bahan baku utama dan
kapasitas pengiriman, serta adanya ketersediaan
tenaga kerja.
Hasil pengukuran kinerja menunjukkan bahwa
kinerja rantai pasok kopi perlu ditingkatkan dengan
Metrik Kinerja Bobot Petani Pengepul KUB
Nilai Kinerja Nilai Kinerja Nilai Kinerja
Ketepatan pengiriman 0,094 100 12,500 100 13,448 100 10,755
Kondisi barang sempurna 0,072 100 9,574 90 9,270 90 7,414
Pesanan terkirim penuh 0,094 100 12,500 80 10,758 100 10,755
Waktu siklus budidaya 0,077 50 5,120 Waktu siklus pengiriman 0,145 33,333 6,427 100 20,744 100 16,590
Waktu siklus pengolahan 0,070 100 8,009
Daya adaptasi peningkatan kapasitas 0,057 50 3,261
Daya adaptasi penurunan kapasitas 0,020 80 1,831
Fleksibilitas peningkatan kualitas dan kapasitas 0,077 50 4,405
Biaya pelayanan 0,024 26,00 0,893 100 2,746
Biaya perawatan 0,032 100 4,255 100 4,578 100 3,661
Harga pokok produksi 0,101 100 13,431 90 13,004 100 11,556
Laba 0,083 40 4,750 100 3,890
Waktu siklus kas to kas 0,054 100 7,181 100 7,725 14,286 0,883
Hasil Kategori Kinerja 70,988 85,170 85,757
Strategi Peningkatan Kinerja dan Keberlanjutan …………
214 Jurnal Teknologi Industri Pertanian 30 (2): 207-220
memperhatikan metrik kinerja yang rendah pada
tingkat pelaku petani, yaitu waktu siklus budidaya
dan pengiriman. Pengelolaan budidaya yang baik
dengan memperhatikan pengelolaan benih tanaman
kopi Robusta berdasarkan jenis klon terpilih dapat meningkatkan produktivitas tanaman kopi Robusta
melalui perbaikan melalui pemilihan klon unggul.
Upaya perbaikan ini dapat dilakukan dengan adanya
pendampingan Dinas Perkebunan dalam kegiatan
perbenihan dan distribusi benih kopi unggul kepada
kelompok tani di Kabupaten Tanggamus. Waktu
siklus pengiriman bagi petani memerlukan waktu
efektif tiga hari dalam waktu satu minggu untuk
mengirimkan persediaan produk, sehingga
membutuhkan waktu lebih lama dari target
pencapaian pengiriman produk oleh petani.
Analisis Keberlanjutan Rantai Pasok
Indikator Keberlanjutan
Analisis keberlanjutan memerlukan penetapan
dimensi dan indikator untuk dapat saling
memperbaiki dampak potensial dari berbagai praktik
rantai pasok. Salah satu penelitian menurut Cetinkaya
et al. (2011) menyebutkan bahwa faktor
keberlanjutan terdiri dari dimensi ekonomi, sosial,
dan lingkungan. Dimensi keberlanjutan mengalami
perkembangan dalam berbagai penelitian. Menurut
Jaya et al. (2014) dan Fahrizal et al. (2014) bahwa
keberlanjutan dipengaruhi oleh dimensi ekonomi,
sosial, lingkungan dan sumberdaya material,
sedangkan menurut Papilo et al. (2018) bahwa indeks
keberlanjutan dapat diukur melalui dimensi sosial,
ekonomi, dan lingkungan. Fleury dan Davies (2012) mengatakan bahwa masalah lingkungan, sosial,
ekonomi dan kebijakan pemerintah merupakan aspek
yang penting dalam keberlanjutan pertambangan
dengan distribusi biaya dan manfaat yang adil.
Dimensi dan indikator yang ditetapkan pada
penelitian ini merujuk pada Cetinkaya et al. (2011)
dan dikembangkan berdasarkan hasil observasi
lapang serta pendapat pakar. Dimensi dan indikator
penilaian keberlanjutan rantai pasok kopi dapat
dilihat pada Gambar 5.
Penilaian Indeks Berkelanjutan Rantai Pasok
Penilaian keberlanjutan pada suatu penelitian
dalam hal ini rantai pasok diperlukan alat analisis
penghitungan berupa teknik Rapfish yang
dimodifikasi menjadi Rapcoffee melalui pendekatan
bobot AHP. Sifat analisis mengacu terhadap analisis
multidimensi, yaitu ekonomi, sosial, lingkungan dan
teknologi. Status keberlanjutan di dapat dari penilaian
menurut Housyar et al., 2014 terbagi dalam status
tidak berkelanjutan, hampir tidak berkelanjutan,
medium, hampir berkelanjutan, dan berkelanjutan.
Keberlanjutan (Sustainibility)
Sosial Ekonomi
Pengurangan Biaya
Pelayanan Pelanggan
Efisiensi Biaya
Lingkungan Teknologi
Responsif terhadap
Pelanggan
Kualitas Produk
Ketersediaan Produk
Penegakan Hukum
Sengketa Lahan
Ketahanan Pangan
Penghormatan
terhadap Hak
Kepemilikan Lahan
Kemananan Pangan
Ketenagakerjaan
Keberlangsungan
Taraf Hidup
Pengelolaan Limbah
Upaya Konservasi
Pemanfaatan Limbah
Perlindungan
Keanekaragaman
Hayati dan Satwa Liar
Konsumsi Energi
Emisi Rumah Kaca
Standar Penggunaan
Teknologi Panen
Standar Penggunaan
Teknologi Pasca
Panen
Teknologi Budidaya
Standar Penggunaan
Teknologi Pengolahan
Industri
Teknologi Standar
Mutu
Teknologi
Pengelolaan Limbah
Gambar 5. Dimensi dan Indikator Keberlanjutan
Seppa Septarianes, Marimin, dan Sapta Raharja
Jurnal Teknologi Industri Pertanian 30 (2): 207-220 215
Penggunaan analisis Rapfcoffee diaplikasikan
dengan memanfaatkan perangkat lunak R. Tahapan
Rapcoffee pada sistem R dilakukan dengan
mengidentifikasi isu keberlanjutan, menentukan
dimensi dan indikator keberlanjutan, selanjutnya mengentri data dalam format excel lalu data yang
sudah masuk ke dalam perangkat lunak R di proses
menjadi output indeks keberlanjutan.
Indeks Keberlanjutan Dimensi Ekonomi
Penilaian status keberlanjutan rantai pasok
kopi Robusta dihitung melalui enam indikator, yaitu
efisiensi biaya, pengurangan biaya, pelayanan
pelanggan, responsif terhadap pelanggan, kualitas
produk, dan ketersediaan produk. Berdasarkan
penilaian pakar, telah diperoleh nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi sebesar 77,39%
dengan skala 0 – 100 tersaji pada Gambar 6a. Hasil
ini mengindikasikan bahwa status keberlanjutan
berdasarkan aspek ekonomi adalah hampir
berkelanjutan.
(a)
(b)
Gambar 6. [a] Indeks keberlanjutan ekonomi; [b]
Indikator sensitif yang mempengaruhi
keberlanjutan ekonomi
Analisis leverage pada Gambar 6b berguna
untuk mengetahui indikator yang sensitif dan
berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan
indeks dari suatu dimensi (Kavanagh dan Pitcher, 2004). Berdasarkan analisis leverage menunjukkan
bahwa dari enam indikator yang dianalisis terdapat
dua indikator sensitif terhadap keberlanjutan dimensi
ekonomi, yaitu (1) responsif terhadap pelanggan
(1,40) dan (2) efisiensi biaya (0,98). Hal ini
menunjukkan bahwa perilaku responsif terhadap
pelanggan dan ketepatan penggunaan biaya dapat
berpengaruh besar terhadap keberlanjutan rantai pasok kopi Robusta. Tiwari et al. (2013) menjelaskan
bahwa karakteristik rantai pasok responsif didukung
oleh beberapa faktor antara lain biaya yang rendah
dan respon terhadap permintaan yang beragam.
Indeks Keberlanjutan Dimensi Sosial
Dimensi sosial memiliki enam indikator yang
dinilai dalam keberlanjutan. Status keberlanjutan
yang paling tinggi terdapat pada indikator dalam
penegakan hukum sengketa lahan dan
ketenagakerjaan, masing-masing mempunyai nilai 1,322 dan 1,310. Nilai ini menunjukkan bahwa kedua
indikator ini sangat penting dalam mendukung proses
keberlanjutan dimensi sosial pada rantai pasok kopi
Robusta. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 7a. Indeks
keberlanjutan dimensi sosial berada pada status
berkelanjutan (88,24) dapat dilihat pada Gambar 7b.
Melalui perhitungan keberlanjutan pada dimensi
sosial bahwa status berkelanjutan merupakan tolak
ukur suatu daerah dimana penduduknya tidak
memiliki rasa kesenjangan yang signifikan.
(a)
(b)
Gambar 7. [a] Indeks keberlanjutan sosial; [b]
Indikator sensitif yang mempengaruhi
keberlanjutan sosial
0 0.5 1 1.5
E1
E2
E3
E4
E5
E6
Leverage ekonomi
0 0.5 1 1.5
S1
S2
S3
S4
S5
S6
Leverage Sosial
Strategi Peningkatan Kinerja dan Keberlanjutan …………
216 Jurnal Teknologi Industri Pertanian 30 (2): 207-220
Kesenjangan sosial di perkebunan terjadi
akibat ekspansi penguasaan lahan dan kepemilikan
lahan oleh perusahaan, sedangkan dalam rantai pasok
kopi Robusta tidak ada penguasaan lahan sehingga
hubungan pola keterikatan antar pelaku rantai pasok tidak terjadi kesenjangan.
Indeks Keberlanjutan Dimensi Lingkungan
Status berkelanjutan dimensi lingkungan
berada pada status hampir berkelanjutan dengan nilai
78,62 dapat dilihat pada Gambar 8a. Indikator yang
paling berpengaruh adalah pengolahan limbah dan
konsumsi energi dengan nilai masing-masing 1,37
dan 1,36 (Gambar 8b). Proses pengolahan kopi
Robusta sampai menjadi biji kopi kering asalan tidak
menghasilkan limbah yang berbahaya terhadap lingkungan serta tidak mengkonsumsi energi yang
berlebihan.
(a)
(b)
Gambar 8. [a] Indeks keberlanjutan lingkungan; [b]
Indikator sensitif yang mempengaruhi
keberlanjutan lingkungan
Indeks Keberlanjutan Dimensi Teknologi
Indikator keberlanjutan teknologi pada dimensi teknologi menunjukkan hasil hampir
berkelanjutan dengan nilai 66,67, nilai ini dapat
dilihat pada Gambar 9a. Indikator dalam dimensi
teknologi memiliki hasil yang sama, yaitu (2,30x10-
13) dapat dilihat pada Gambar 9b. Hal ini
menunjukkan semua indikator pada dimensi
teknologi memiliki nilai yang rendah di setiap
indikatornya sehingga keenam indikator yang sensitif
pada dimensi teknologi ditingkatkan. Teknologi yang
digunakan dalam agroindustri kopi Robusta di
Kabupaten Tanggamus belum menggunakan teknologi yang modern.
(a)
(b)
Gambar 9. [a] Indeks keberlanjutan teknologi; [b]
Indikator sensitif yang mempengaruhi
keberlanjutan teknologi
Status Keberlanjutan Rantai Pasok Kopi Robusta
Penilaian status keberlanjutan dilakukan
dengan agregasi indeks keberlanjutan yang telah
diperoleh pada 4 dimensi keberlanjutan, yaitu
dimensi ekonomi, sosial, teknologi, dan lingkungan.
Housyar et al. (2014), telah mengklasifikasi status
keberlanjutan ke dalam 5 kategori berdasarkan indeks yang diperoleh. Kelima kategori status
keberlanjutan terdiri dari: (1) tidak berkelanjutan, jika
indeks berkisar antara 0,00 – 20,00; 2) hampir tidak
berkelanjutan jika indeks berkisar 21,00 – 40,00; 3)
medium jika indeks berkisar 41,00 – 60,00; 4) hampir
berkelanjutan, jika indeksnya lebih 61,00 – 80,00, dan
jika indeks 81,00 – 100,00 termasuk dalam status
berkelanjutan.
Agregasi indeks keberlanjutan rantai pasok
kopi Robusta dilakukan berdasarkan rata-rata indeks
keberlanjutan dari keempat dimensi. Adapun nilai
rata-rata indeks keberlanjutan untuk keempat dimensi adalah sebesar 77,71. Nilai ini mengindikasikan
0 0.5 1 1.5
L1
L2
L3
L4
L5
L6
Leverage Lingkungan 0.00E+00 5.00E-14 1.00E-13 1.50E-13 2.00E-13 2.50E-13 3.00E-13
T1
T2
T3
T4
T5
T6
Leverage_Teknologi
Seppa Septarianes, Marimin, dan Sapta Raharja
Jurnal Teknologi Industri Pertanian 30 (2): 207-220 217
bahwa secara keseluruhan, status keberlanjutan rantai
pasok kopi Robusta di Kabupaten Tanggamus berada
pada status hampir berkelanjutan. Nilai status
keberlanjutan dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Diagram layang-layang indeks
keberlanjutan rantai pasok kopi
Robusta Kabupaten Tanggamus
Tampilan diagram layang-layang tersebut
menunjukkan dimensi teknologi memiliki ilustrasi
gambar yang tidak proporsional dibandingkan dengan
ketiga dimensi lainnya. Hal ini disebabkan nilai
dimensi teknologi berada pada titik 66,67.
Strategi Peningkatan Kinerja dan Keberlanjutan
Rantai Pasok Kopi Robusta
Peningkatan kinerja dan keberlanjutan rantai
pasok kopi Robusta dirumuskan dengan beberapa
alternatif strategi yang diusulkan dan belum
terstruktur untuk kemudian dapat dibobotkan
berdasarkan pendapat para pakar yang dinilai dapat
mempresentasikan kondisi yang paling prioritas dari
setiap alternatif strategi tersebut.
Proses Hierarki Analitik dikembangkan untuk mengorganisir informasi dan pendapat pakar dalam
memilih alternatif yang paling disukai (Saaty 1980).
Secara hierarki disusun melalui teknik AHP, bahwa
level pertama ditempati faktor kelemahan kinerja
yang sebelumnya telah diukur. Level berikutnya
adalah pelaku rantai pasok, kemudian level
selanjutnya adalah indikator keberlanjutan, dan
terakhir adalah alternatif strategi peningkatan kinerja
dan keberlanjutan rantai pasok kopi Robusta.
Berdasarkan teknik AHP pada metode
perbandingan berpasangan pada setiap hierarkinya, maka alternatif strategi dari yang paling di
prioritaskan adalah membangun kemitraan petani
dengan agroindustri, kemudian penerapan dan
pengawasan GAP (Good Agricultural Practices) dan
GHP (Good Handling Practices) komoditi kopi, lalu
pemberdayaan kelompok tani untuk pengolahan pulp
kopi Robusta menjadi produk bernilai tambah, dan
Penerapan dan pengawasan refraksi harga kopi
berdasarkan kualitas. Hal ini dapat dilihat pada
Gambar 11.
Perumusan strategi peningkatan kinerja dan
keberlanjutan rantai pasok diperlukan dalam sebuah mekanisme rantai pasok. Pengembangan strategi ini
menjadi bagian integral analisis keberlanjutan yang
lebih berfokus pada aspek bagaimana mencapai
keberlanjutan serta pilihan kebijakan apa saja yang
dipilih dalam memenuhi kaidah-kaidah keberlanjutan
(Fauzi, 2019).
Penentuan strategi peningkatan kinerja rantai pasok berkelanjutan agroindustri kopi
Daya adaptasi
peningkatan kapasitas
(0,217)
Keuntungan rantai
pasok
(0,270)
Fleksibilitas
peningkatan kapasitas
(0,223)
KUB
(0,224)
Pemerintah daerah
(0,271)Eksportir
(0,148)
Teknologi
pascapanen
(0,186)
Kualitas dan
ketersediaan produk
(0,215)
Hak kepemilikan
lahan
(0,193)
Kesejahteraan
stakeholder
(0,196)
Pemanfaatan
limbah
(0,116)
Pemberdayaan kelompok tani
untuk pengolahan pulp kopi
robusta menjadi produk
bernilai tambah
(0,222)
Penerapan dan pengawasan
refraksi harga kopi
berdasarkan kualitas
(0,172)
Penerapan dan pengawasan
GHP dan GAP kopi
(0,254)
Membangun kemitraan petani
dengan agroindutri
(0,351)
Alternatif strategi
Indikator
keberlanjutan
Aktor
Faktor kelemahan
kinerja
Emisi gas rumah
kaca
(0,095)
Waktu siklus
budidaya petani
(0,290)
Petani kopi
(0,356)
Gambar 11. Strategi peningkatan kinerja dan keberlanjutan rantai pasok kopi Robusta
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00Ekonomi
Sosial
Lingkungan
Teknologi
Strategi Peningkatan Kinerja dan Keberlanjutan …………
218 Jurnal Teknologi Industri Pertanian 30 (2): 207-220
Menurut Noe et al. (2010) tujuan strategis
dalam manajemen kinerja adalah menghubungkan
aktivitas pekerja dengan tujuan organisasi, sehingga
bila strategi perusahaan diterapkan, maka sistem
feedback yang akan memaksimalkan kelemahan pekerja dalam mencapai hasil. Sehingga jika faktor
kelemahan kinerja dapat di tingkatkan dan mengalami
perubahan maka alternatif strategi dapat dijadikan
sebagai rekomendasi dalam mencapai manajemen
peningkatan kinerja yang sistematis dan
keberlanjutan rantai pasok secara komprehensif.
Kelembagaan rantai pasok adalah hubungan
manajemen atau sistem kerja yang sistematis dan
saling mendukung di antara beberapa lembaga
kemitraan rantai pasok suatu komoditi (Marimin dan
Maghfiroh, 2011). Salah satu strategi yang dihasilkan melalui teknik analisis hierarki AHP adalah
membangun kemitraan petani kopi dengan para
pelaku agroindustri kopi. Pelaku agroindustri kopi
pada penelitian ini adalah terletak pada pelaku KUB.
Pola kemitraan dapat dilakukan antara petani kopi
dengan pengepul, maupun petani kopi dengan KUB.
Bentuk kemitraan yang bersinergi antara petani dan
pengepul seperti penetapan harga kopi dengan
memberikan informasi harga kopi secara transparan
dan perlindungan posisi tawar - menawar terhadap
petani, sedangkan bentuk kemitraan antara petani dan
KUB seperti mengikuti pelatihan bersama tentang praktik budidaya kopi yang berkelanjutan dan
pendampingan sehingga melalui program tersebut,
produktivitas kopi dapat meningkat dan
berkelanjutan.
Kesepakatan ini dapat berbentuk adanya
pemberian benih tanam yang memiliki klon
berkualitas kepada petani, kemudian petani berusaha
memberikan teknik budidaya yang terbaik dengan
adanya pengetahuan GHP dan GAP pada komoditi
kopi. Strategi ini dapat diwujudkan melalui program
pelatihan GHP dan GAP pada kelompok tani secara bergilir di Kabupaten Tanggamus bekerjasama
dengan pemerintah terkait. Peningkatan nilai tambah
dapat dilakukan pada limbah kopi, yaitu kulit dan
daging buah pulp kopi dapat diolah menjadi makanan
ternak dan zat aditif makanan. Sehingga para petani
dapat menghasilkan pendapatan melalui peningkatan
nilai tambah melalui pengolahan limbah kopi.
Alternatif strategi berikutnya adalah penerapan dan
pengawasan refraksi harga kopi berkualitas. Harga
kopi perlu mendapat penetapan harga ditingkat
nasional, agar petani mengetahui berapa harga jual
terbaru pada panen berikutnya. Pengadaan pameran dari tingkat kecamatan, kabupaten bahkan nasional
dapat diikuti oleh berbagai kelompok tani agar dapat
meningkatkan daya saing produk.
IMPLIKASI MANAJERIAL
Penelitian ini menghasilkan mekanisme rantai
pasok yang dilakukan oleh tiga pelaku rantai pasok,
yaitu petani, pengepul, dan KUB. dapat
menggambarkan bahwa faktor kelemahan kinerja
berada pada pelaku rantai pasok petani dan indikator
sensitif pada dimensi keberlanjutan, yaitu dimensi
teknologi. Petani memiliki nilai kinerja paling rendah
disebabkan adanya informasi dan pengetahuan yang
kurang akan siklus budidaya serta teknik budidaya yang tepat.
Hal ini juga terdapat pada hasil perhitungan
nilai tambah yang rendah di pelaku rantai pasok
petani. Melalui teknik identifikasi rantai pasok,
pengukuran kinerja SCOR-AHP, dan perhitungan
nilai tambah yang dimodifikasi serta penilaian
indikator sensitif pada teknik keberlanjutan rantai
pasok akan mendapatkan faktor kelemahan kinerja
secara menyeluruh pada semua lapisan stakeholder
sehingga dapat dirumuskan alternatif strategi dalam
memberikan solusi peningkatan kinerja dan keberlanjutan rantai pasok pada seluruh stakeholder.
Para pelaku rantai pasok dapat bekerjasama dalam
meningkatkan kinerja, misalnya pada pelaku petani
faktor waktu siklus budidaya dan pengiriman dapat
ditingkatkan kembali dengan adanya pengetahuan
dan pelatihan budidaya dan kemudahan akses
pengiriman, hal ini sesuai dengan alternatif strategi
penerapan dan pengawasan GHP dan GAP komoditi
kopi. Peningkatan kinerja melalui indikator sensitif
pada dimensi teknologi tentu akan berpengaruh
signifikan jika dapat diterapkan teknik GHP dan GAP
secara lebih modern dan berteknologi tinggi namun ramah lingkungan.
Nilai tambah pada pelaku petani perlu
ditingkatkan dengan adanya perluasan kegiatan
pengolahan limbah yang berdampak terhadap
meningkatnya pendapatan petani selain penjualan
produk utama. Pernyataan ini terkait dengan rumusan
strategi yang dapat direkomendasikan melalui
pemberdayaan kelompok tani dengan teknik
pengolahan limbah kopi menjadi produk bernilai
tambah tinggi.
Alternatif strategi penerapan dan pengawasan refraksi harga kopi melalui asosiasi petani kopi dan
pemerintah terkait diharapkan dapat memberikan
strategi peningkatan kinerja dan keberlanjutan secara
komprehensif dengan memberikan perlindungan
harga bagi para petani kopi dan membangun
kemitraan antara pelaku agroindustri dengan petani
kopi sehingga kebijakan yang mengatur rantai pasok
komoditi kopi mulai dari penetapan harga,
pelindungan sengketa lahan, dan pengadaan pameran
produk komoditi kopi, pendampingan dengan
memberikan sekolah lapang petani kopi, penyediaan
infrastruktur serta bantuan modal berupa distribusi benih tanam dengan klon berkualitas tinggi mampu
meningkatkan daya saing rantai pasok dan
meningkatkan kinerja dan keberlanjutan rantai pasok
kopi Robusta di Kabupaten Tanggamus.
KESIMPULAN DAN SARAN
Pelaku utama rantai pasok pada agroindustri
kopi Robusta di Kabupaten Tanggamus terdiri dari
Seppa Septarianes, Marimin, dan Sapta Raharja
Jurnal Teknologi Industri Pertanian 30 (2): 207-220 219
petani, pelaku dan KUB. Berdasarkan hasil
perhitungan, rasio nilai tambah petani hanya 45,59%,
pengepul 70,30% dan KUB 85,34%. Rasio nilai
tambah yang tinggi dipengaruhi oleh nilai penjualan,
biaya produksi, biaya input lain dan bahan baku. Efisiensi penggunaan biaya produksi diperlukan
untuk meningkatkan keuntungan agoindustri pada
pelaku rantai pasok.
Penelitian ini telah mengukur kinerja rantai
pasok pada ketiga pelaku rantai pasok, hasilnya
bahwa petani memerlukan peningkatan kinerja
dengan adanya penguatan pada sektor teknologi agar
produksi meningkat. Hasil kinerja petani pada
penelitian lebih rendah dari kedua pelaku rantai
pasok. Nilai tambah paling tinggi ada di pelaku KUB,
yaitu 85,34%. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa kinerja
rantai pasok pada petani berada dalam kondisi
kurang, pengumpul adalah sedang, dan KUB berada
pada kondisi sedang. Hasil analisis pengukuran
kinerja menggambarkan bahwa kondisi kinerja pada
ketiga pelaku agroindustri perlu ditingkatkan pada
atribut kinerja manajemen aset, agilitas, dan biaya.
Penilaian keberlanjutan dilakukan melalui
analisis dimensi ekonomi, sosial, lingkungan,
teknologi, dan 24 indikator keberlanjutan. Hasil nilai
keberlanjutan mengindikasikan dua indikator sensitif
terhadap keberlanjutan dimensi ekonomi, yaitu responsif terhadap pelanggan dan efisiensi biaya, dua
indikator sosial yang sensitif, yaitu penegakan hukum
sengketa lahan dan ketenagakerjaan, dua indikator
lingkungan yaitu pengolahan limbah dan konsumsi
energi serta enam indikator teknologi yang dinilai
memiliki nilai sensitif terhadap keberlanjutan rantai
pasok. Berdasarkan hasil penilaian indikator
keberlanjutan, maka status keberlanjutan berada
dalam kisaran hampir berkelanjutan, selanjutnya
perlu di tingkatkan menjadi status berkelanjutan
dalam dimensi ekonomi, sosial, lingkungan dan teknologi.
Melalui hasil pengukuran kinerja, bahwa
terdapat empat kinerja penting yang menjadi
pertimbangan dalam mengembangkan kinerja dan
keberlanjutan rantai pasok. Keempat kinerja tersebut
dijadikan sumber kelemahan faktor kinerja yang
dapat ditingkatkan dengan merumuskan empat
alternatif strategi peningkatan kinerja dan
keberlanjutan rantai pasok diantaranya adalah dari
yang paling di prioritaskan membangun kemitraan
petani dengan agroindustri, kemudian penerapan dan
pengawasan GAP (Good Agricultural Practices) dan GHP (Good Handling Practices) komoditi kopi, lalu
pemberdayaan kelompok tani untuk pengolahan pulp
kopi Robusta menjadi produk bernilai tambah, serta
penerapan dan pengawasan refraksi harga kopi
berdasarkan kualitas.
DAFTAR PUSTAKA
Adams M dan Ghaly AE. 2007. Maximizing sustainability of the Costarican coffee
industry. Journal Cleaner Production. 15:
1716-1729.
Asrol M, Marimin M, dan Machfud M. 2017. Supply
chain performance measurement and
improvement for sugarcane agroindustry. International Journal Supply Chain
Management. 6(3): 8-21.
Beamon BM. 2008. Sustainability and the future of
supply chain management. Operation and
Supply Chain Management. 1(1): 4-18.
BPS Kabupaten Tanggamus. 2018. Kabupaten
Tanggamus dalam Angka. Kota Agung (ID):
BPS Tanggamus.
Cetinkaya B, R Cuthbertson, G Ewer, TK Wissing, W
Piotrowicz, C Tyssen. 2011. Sustainable
supply chain management. Berlin (DE): Sprinfger.
Chopra S dan Meindl P. 2013. Supply Chain
Management Strategy, Planning, And
Operation. 4th edition. New Jersey (CA):
Pearson Prentice Hall.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2016. Statistik
Perkebunan Indonesia. Jakarta (ID):
Kementerian Pertanian.
Fahrizal F, Marimin M, Yani M, Purwanto MYJ,
Sumaryanto S. 2014. Model penunjang
keputusan pengembangan agroindustri gula
tebu. Jurnal Teknologi Industri Pertanian. 24(3): 189 – 199.
Fauzi A, Anna S. 2002. Evaluasi status keberlanjutan
pembangunan perikanan: Aplikasi pendekatan
RAPFISH (studi kasus perairan pesisir DKI
Jakarta). Jurnal Pesisir dan Lutan. 4(3):43-
55.
Fauzi A. 2019.Teknik Analisis Keberlanjutan. Jakarta
(ID): Gramedia Pustaka Utama.
Fleury AM dan Davies B. 2012. Sustainable supply
chains-minerals and sustainable development,
going beyond the mine. Resources Policy. 37: 175-178.
Doi:10.1016/j.resourpol.2012.01.003.
Gupta S dan Palsule-Desai OD. 2011. Sustainable
supply chain management: Review and
research opportunities. IIMB Management
Review. Article in Press. doi:
10.1016/j.iimb.2011.09.002.
Hayami Y, Kawagoe T, Morooka Y, Siregar M. 1987.
Agricultural Marketing and Processing in
Upland Java. A Perspective from a Sunda
Village. Bogor (ID): The CPGRT Centre.
Hidayat S, Marimin, Suryani A, Sukardi, Yani M. 2012. Model identifikasi risiko dan strategi
peningkatan nilai tambah pada rantai pasok
kelapa sait. Jurnal Teknik Industri, 14(2):89-
96.
Housyar E, Sheikhdavoodi MJ, Almassi M, Bahrami
H, Azadi H, Omidi M, Sayyad G, Witlox F.
2014. Silage corn production in conventional
and conservation tillage system. Part 1:
Sustainability analysis using combination of
Strategi Peningkatan Kinerja dan Keberlanjutan …………
220 Jurnal Teknologi Industri Pertanian 30 (2): 207-220
GIS/AHP and multi-fuzzy modeling.
Ecological Indicators. 39(2014): 102-114.
Jaya R, Machfud, Raharja S, Marimin. 2013.
Sustainability analysis for Gayo Coffee supply
chain. Int. Journal Advances on Advance Science, Engineering and Information
Technology, 3 (2):24-28.
Kasi V. 2005. Systematic Assessment of SCOR
Modelling Supply Chains. Di dalam:
Proceedings of the 38th Hawai International
Conference on System Sciences; 2005. Center
for Process Innovation: Georgia State
University. Hlm 1-10.
Kavanagh P dan Pitcher TJ. 2004. Implementing
microsoft excel software for rapfish:
Technique for the rapid appraisal of fisheries (Rapfish) status. Fisheries Centre. Vancouver
(CA): University of British Columbia.
Columbia.
Kementerian Pertanian. 2016. Outlook Kopi
Komoditas Pertanian Subsektor Perkebunan.
Jakarta (ID): Kementerian Pertanian.
Marimin dan Maghfiroh N. 2010. Aplikasi Teknik
Pengambilan Keputusan dalam Manajemen
Rantai Pasok. Bogor (ID): IPB Press.
Noe R, Hollenbek J, Gerhart B, Wright P. 2010.
Human Resource Manajement: Gaining a
Competitive Advantage. McGraw-Hill. New York.
Palma-mendoza JA. 2014. Analytical hierarchy
process and SCOR model to support supply
chain re-design. International Journal
Information Management. 34(2): 167-176.
Papilo P, Marimin, Hambali E, Sitanggang IS. 2018.
Sustainability index assessment of palm oil-
based bioenergy in Indonesia. J of Cleaner
Production. 196:808-820.
Pitcher TJ dan Preikshot P. 2001. RAPFISH: A rapid
appraisal techniques to evaluated
sustainability status of fisheries. Journal of
Fisheries Research. 49: 255-270.
Pujawan IN. 2005. Supply chain management. Edisi
pertama. Surabaya (ID): Penerbit Guna
Widya. Rukmana R. 2015. Untung selangit dari agribisnis
kopi. Yogyakarta: (ID): Andi Publisher
Saaty T. 1980. The Analytic Hierarchy Process. New
York (US): McGraw-Hill.
Setyani S, Subeki, dan Grace AH. 2018. Evaluasi
nilai cacat dan cita rasa kopi Robusta (coffea
canephora L) yang diproduksi IKM kopi di
kabupaten tanggamus. Jurnal Teknologi dan
Industri Hasil pertanian. 23(2):103-114.
Seuring S. 2012. A review of modeling approaches
for sustainable supply chain management. Decision Support System, Article in Press. doi:
10.1016/j.dss.2012.05.053
Seuring M dan Muller M. 2008. Core issues in
sustainable supply chain management – a
Delphi study. Business Strategy and the
Environment. 17(8): 455-466.
Tiwari MK, B Mahanty, SP Sarmah, M Jenamani.
2013. Modeling of responsive
supply chain. New York (US): CRC Press.
Torfi F dan Rashidi A. 2011. Selection of project
managers in constructions firms using
analytical hierarchy process (AHP) and fuzzy Topsis: A case study. Journal of Construction
in Developing Countries. 16(1): 69-89.
Van de Vorst JGAJ. 2006. Performance Measurement
in Agrifood Supply Chain Networks: an
overview. In: Quantifying the Agri-food
Supply Chain 13-24. Wageningen (NL):
Logistic and Operation Research Group.
Yao DQ, Yue X, dan Liu J. 2008. Vertical cost
information sharing in a supply chain with
value adding retailers. Omega. 36(5): 838-851