strategi pembelajaran pklh

Upload: hahi-huheho

Post on 07-Jul-2015

659 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendekatan yang menonjolkan keaktifan siswa dalam melakukan sesuatu, akan memberikan pengalaman belajar yang berharga dan bernuansa lain kepada siswa. Pernah anda melakukan kegiatan bersama siswa yang seolah siswa terbenam dan larut rasa keingintahuan yang lebih jauh. Belajar untuk tahu dan belajar untuk berbuat telah membuat siswa anda duduk pada tempat yang tepat, setidaknya mereka menjalani belajar untuk menambah pengetahuan dan informasi keotaknya. Mereka melakukan praktek dilanjutkan belajar. Salah satu inovasi pembelajaran kontekstual akan membicarakan bagaimana siswa menjadi seseorang yang akrab dengan lingkungan dimana, apa, dan siapa sebenarnya dirinya itu. Akhir-akhir ini pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning-CTL) merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang banyak dibicarakan orang. Berbeda dengan strategi-strategi yang lain, CTL merupakan strategi yang melibatkan siswa secara penuh dalam proses pembelajaran. Siswa didorong untuk beraktivitas mempelajari materi pelajaran sesuai dengan topik yang akan dipelajarinya. Belajar dalam konteks CTL bukan hanya sekedar mendengarkan dan mencatat, tetapi belajar adalah proses berpengalaman secara langsung. Melalui proses berpengalaman itu diharapkan perkembangan siswa terjadi secara utuh, yang tidak hanya berkembang dalam aspek kognitif saja, tetapi juga aspek afektif dan juga psikomotor. Belajar melalui CTL diharapkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang dipelajarinya. Dalam kelas kontektual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu

1

yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru.Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual. B. 1. 2. 3. C. RUMUSAN MASALAH Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah : Bagaimana konsep strategi pembelajaran? Bagaimana konsep strategi pembelajaran CTL? Bagaimana penerapan strategi CTL dalam pembelajaran PKLH? TUJUAN Untuk mengetahui : 1. Konsep strategi pembelajaran 2. Konsep strategi pembelajaran CTL 3. Penerapan strategi CTL dalam pembelajaran PKLH D. MANFAAT Diharapkan makalah ini dapat memberikan gambaran mengenai penerapan strategi CTL dalam pembelajaran PKLH. Selain itu diharapkan dapat menjadi salah satu bahan bacaan untuk menambah pengetahuan mengenai strategi pembelajaran khususnya strategi pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)

2

STRATEGI PEMBELAJARAN A. PANDANGAN TENTANG STRATEGI PEMBELAJARAN 1. Beberapa Pendapat tentang Strategi Pembelajaran Terdapat berbagai pendapat tentang strategi pembelajaran sebagaimana dikemukakan oleh para ahli pembelajaran (instructional technology), diantaranya akan dipaparkan sebagai berikut : a. Kozna (1989) secara umum menjelaskan bahwa strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan yang dipilih, yaitu yang dapat memberikan fasilitas atau bantuan kepada peserta didik menuju tercapainya tujuan pembelajaran tertentu. b. Gerlach dan Erly (1980) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran merupakan cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan metode pembelajaran dalam lingkungan pembelajaran tertentu. Selanjutnya dijabarkan oleh mereka bahwa strategi pembelajaran dimaksud meliputi sifat lingkup dan urutan kegiatan pembelajaran yang dapat memberikan pengalaman belajar peserta didik. c. Deck dan Carey (1990) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran terdiri atas seluruh komponen materi pelajaran dan prosedur atau tahapan kegiatan belajar yang/atau digunakan oleh guru dalam rangka membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Menurut mereka strategi pembelajaran bukan hanya terbatas prosedur atau tahapan kegiatan belajar saja, melainkan termasuk juga pengaturan materi atau paket program pembelajaran yang akan disampaikan kepada peserta didik. d. Gropper (1990) mengatakan bahwa strategi pembelajaran merupakan pemilihan atas berbagai jenis latihan tertentu yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Ia menegaskan bahwa setiap tingkah laku yang diharapkan dapat dicapai oleh peserta didik dalam kegiatan belajarnya harus dapat dipraktekkan. 3

Memperhatikan beberapa pengertian strategi pembelajaran di atas, dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran merupakan cara-cara yang akan dipilih dan digunakan oleh seorang pengajar untuk menyampaikan materi pembelajaran sehingga akan memudahkan peserta didik menerima dan memahami materi pembelajaran, yang pada akhirnya tujuan pembelajaran dapat dikuasainya di akhir kegiatan pembelajaran. 2. Perbedaan antara Strategi, Metode dan Teknik Pada berbagai situasi proses pembelajaran seringkali digunakan berbagai istilah yang pada dasarnya dimaksudkan untuk menjelaskan cara, tahapan atau pendekatan yang dilakukan seorang guru untuk mencapai tujuan pembelajaran. Istilah strategi, metode atau teknik sering digunakan secara bergantian, walaupun pada dasarnya istilah-istilah tersebut memiliki perbedaan satu dengan yang lain. Teknik pembelajaran seringkali disamakan artinya dengan metode pembelajaran. Teknik adalah jalan, alat atau media yang digunakan oleh guru untuk mengarahkan kegiatan peserta didik ke arah tujuan yang ingin dicapai. Metode pembelajaran didefinisikan sebagai cara yang digunakan guru, yang dalam menjalankan fungsinyamerupakan alat untuk mencapai tujuan pembelajaran. Metode pembelajaran lebih bersifat prosedural, yaitu berisi tahapan tertentu, sedangkan teknik adalah cara yang digunakan, yang bersifat implementatif. Dengan kata lain, metode yang dipilih oleh masing-masing guru adalah sama, tetapi mereka menggunakan teknik yang berbeda. Apabila dikaji kembali,defenisi strategi pembelajaran yang dikemukakan oleh berbagai ahli sebagaimana yang telah diuraikan, maka jelas disebutkan bahwa strategi pembelajaran harus mengandung penjelasan tentang metode/prosedur dan teknik yang digunakan selama proses pembelajaran berlangsung. Dengan kata lain, strategi pembelajaran mengandung arti yang lebih luas dari metode dan teknik. Artinya,

4

metode/prosedur dan teknik pembelajaran merupakan bagian dari strategi pembelajaran. B. KOMPONEN STRATEGI PEMBELAJARAN Dick dan Carey (1978) menyebutkan bahwa terdapat 5 komponen strategi pembelajaran, yaitu (1) kegiatan pembelajaran pendahuluan, (2) penyampaian informasi, (3) partisipasi peserta didik, (4) tes dan (5) kegiatan lanjutan. Pada bagian berikut akan diuraikan penjelasan masing-masing komponen dalam proses pembelajaran. 1. Kegiatan Pembelajaran Pendahuluan Kegiatan pendahuluan yang disampaikan dengan menarik akan dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik. Cara guru memperkenalkan materi pelajaran melalui contoh-contoh ilustrasi tentang kehidupan sehari-hari atau cara guru meyakinkan apa manfaat mempelajari pokok bahasan tertentu akan sangat mempengaruhi motivasi belajar peserta didik. Persoalan motivasi ekstrinsik ini menjadi sangat penting bagi peserta didik yang belum dewasa, sedangkan motivasi intrinsik sangat penting bagi peserta didik yang lebih dewasakarena kelompok ini lebih menyadari pentingnya kewajiban belajar serta manfaatnya bagi mereka. 2. Penyampaian informasi Penyampaian informasi seringkali dianggap sebagai suatu kegiatan yang paling penting dalam proses pembelajaran, padahal bagian ini hanya merupakan salah satu komponen dari strategi pembelajaran. Artinya, tanpa adanya kegiatan pendahuluan yang menarik atau dapat memotivasi peserta didik dalam belajar maka kegiatan penyampaian informasi ini menjadi tidak berarti. Guru yang mampu menyampaikan informasi dengan baik, tetapi tidak melakukan kegiatan pendahuluan yang mulus akan menghadapi kendala dalam kegiatan pembelajaran selanjutnya.

5

3. Partisipasi peserta didik Berdasarkan prinsip student centered, peserta didik merupakan pusat dari suatu kegiatan belajar. Hal ini dikenal dengan istilah CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) yang diterjemahkan dari SAL (student active training) yang maknanya adalah bahwa proses pembelajaran akan lebih berhasil apabila peserta didik secara aktif melakukan latihan secara langsung dan relevan dengan tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan (Dick dan Carey, 1978: 108). Terdapat beberapa hal penting yang berhubungan dengan partisipasi peserta didik yaitu sebagai berikut. a. Latihan dan praktik seharusnya dilakukan setelah peserta didik diberi informasi tentang suatu pengetahuan, sikap atau keterampilan tertentu. Agar materi tersebut benar-benar terinternalisasi (relatif mantap dan termantapkan dalam diri mereka) makan kegiatan selanjutnya adalah hendaknya peserta didik diberi kesempatan untuk berlatih atau mempraktikkan pengetahuan, sikap atau keterampilan tersebut. Sehingga setelah selesai belajar mereka diharapkan benar-benar merencanakan TPK. b. Umpan balik Segera setelah peserta didik menunjukkan perilaku sebagai hasil belajarnya, maka guru memberikan umpan balik (feedback) terhadap hasil belajar tersebut. Melalui umpan balik yang diberikan oleh guru, peserta didik akan segera mengetahui apakah jawaban yang merupakan kegiatan yang telah mereka lakukan benar/salah, tepat/tidak tepat atau ada sesuatu yang diperbaiki. Umpan balik dapat berupa penguatan positif dan penguatan negatif. Melalui penguatan positif (baik, bagus, tepat sekali, dan sebagainya), diharapkan perilaku tersebut akan terus dipelihara atau ditunjukkan oleh peserta didik. Sebaliknya, melalui penguatan negatif (kurang tepat, salah, perlu disempurnakan, dan sebagainya) diharapkan

6

perilaku tersebut akan dihilangkan atau peserta didik tidak akan melakukan kesalahan serupa. 4. Tes Serangkaian tes umum digunakan oleh guru untuk mengetahui (a) apakah tujuan pembelajaran khusus telah tercapai atau belum, dan (b) apakah pengetahuan, sikap dan keterampilan telah benar-benar dimiliki oleh peserta didik atau belum. Pelaksanaan tes biasanya dilakukan di akhir kegiatan pembelajaran setelah peserta didik melalui berbagai proses pembelajaran, penyampaian informasi berupa materi pelajaran pelaksanaan tes juga dilakukan setelah peserta didik melakukan latihan atau praktik. 5. Kegiatan lanjutan Kegiatan yang dikenal dengan istilah follow up dari suatu hasil kegiatan yang telah dilakukan seringkali tidak dilaksanakan dengan baik oleh guru. Dalam kenyataannya, setiap kali setelah tes dilakukan selalu saja terdapat peserta didik yang berhasil dengan bagus atau di atas rata-rata tingkat penguasaan yang diharapkn dapat dicapai, (b) peserta didik seharusnya menerima tindak lanjut yang berbeda sebagai konsekuensi dari hasil belajar yang bervariasi tersebut. C. KRITERIA PEMILIHAN STRATEGI PEMBELAJARAN Pemilihan strategi yang akan digunakan dalam proses pembelajaran harus berorientasi pada tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Selain itu, juga harus disesuaikan dengan dengan jenis materi, karakteristik peserta didik, serta situasi atau kondisi dimana proses pembelajaran tersebut akan berlangsung. Terdapat beberapa metode dan teknik pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru, tetapi tidak semuanya sama efektifnya dapat mencapai tujuan pembelajaran. Untuk itu dibutuhkan kreatifitas guru dalam memilih strategi pembelajaran tersebut.

7

Mager (1977: 54) menyampaikan beberapa kriteria yang dapat digunakan dalam memilih strategi pembelajaran, yaitu sebagai berikut. 1. Berorientasi pada tujuan pembelajaran Tipe perilaku apa yang diharapkan dapat dicapai oleh peserta didik. 2. Pilih teknik pembelajaran sesuai dengan keterampilan yang diharapkan dapat dimiliki saat bekerja nanti (dihubungkan dengan dunia kerja). 3. gunakan media pembelajaran yang sebanyak mungkin memberikan rangsangan pada indera peserta didik. Artinya, dalam satuan-satuan waktu yang bersamaan peserta didik dapat melakukan aktivitas fisik maupun psikis.

8

STRATEGI PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) A. 1. LATAR BELAKANG FILOSOFIS DAN PSIKOLOGIS CTL Latar Belakang Filosofis CTL banyak dipengaruhi oleh filsafat konstruktivisme yang mulai digagas oleh Mark Baldwin dan selanjutnya dikembangkan oleh Jean Piaget. Aliran filsafat konstruktivisme berangkat dari pemikiran epistemologi Giambatista Vico yang mengungkapkan: Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaannya. Mengetahui, menurut Vico, berarti mengetahui bagaimana membuat sesuatu. Artinya, seseorang dikatakan mengetahui manakala ia dapat menjelaskan unsur-unsur apa yang membangun sesuatu itu. Oleh karena itu menurut Vico, pengetahuan itu tidak lepas dari orang (subjek) yang tahu. Pengetahuan merupakan struktur konsep dari subjek yang mengamati. Selanjutnya, pandangan filsafat konstruktivisme tentang hakikat pengetahuan mempengaruhi konsep tentang proses belajar, bahwa belajar bukanlah sekedar menghafal tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil pemberian dari orang lain seperti guru, tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu. Pengetahuan hasil dari pemberitahuan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna. Piaget berpendapat bahwa sejak kecil setiap anak sudah memiliki struktur kognitif yang kemudian dinamakan skema. Skema terbentuk karena pengalaman. Misalnya, anak senang bermain dengan kucing dan kelinci yang sama-sama berbulu putih. Berkat keseringannya, ia dapat menangkap perbedaan keduanya, yaitu bahwa kucing berkaki empat sedangkan kelinci berkaki dua. Pada akhirnya, berkat pengalaman itulah dalam struktur kognitif anak terbentuk skema tentang binatang berkaki dua dan binatang berkaki 9

empat. Semakin dewasa anak maka akan semakin sempurnalah skema yang dimilikinya. Proses penyempurnaan skema dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses penyempurnaan skema; dan akomodasi adalah proses mengubah skema yang sudah ada hingga terbentuk skema baru. Semua itu-asimilasi dan akomodasi-terbentuk berkat pengalaman siswa. Pandangan Piaget tentang bagaimana sebenarnya pengetahuan itu terbentuk dalam struktur kognitif anak, sangat berpengaruh terhadap beberapa model pembelajaran diantaranya model pembelajaran kontekstual. Menurut pembelajaran kontekstual, pengetahuan itu akan bermakna manakala ditemukan dan dibangun sendiri oleh siswa. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil pemberitahuan orang lain tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna. Pengetahuan yang demikian akan mudah dilupakan dan tidak fungsional. 2. Latar Belakang Psikologis Sesuai dengan filsafat yang mendasarinya bahwa pengetahuan terbentuk karena peran aktif subjek, maka dipandang darisudut psikologis, CTL berpijak pada aliran psikologis kognitif. Menurut aliran ini proses belajar terjadi karena pemahaman individu akan lingkungan. Belajar bukanlah peristiwa mekanis seperti keterkaitan stimulus dan respons. Belajar tidak sesederhana itu. Belajar melibatkan proses mental yang tidak tampak seperti emosi, minat, motivasi, dan kemampuan atau pengalaman. Apa yang tampak pada dasarnya adalah wujud dari adanya dorongan yang berkembang dalam diri seseorang. Sebagai peristiwa mental perilaku manusia tidak semata-mata merupakan gerakan fisik saja, akan tetapi yang lebih penting adalah adanya faktor pendorong yang ada di belakang gerakan fisik itu. Mengapa demikian? Sebab manusia selamanya memiliki kebutuhan yang melekat dalam dirinya. Kebutuhan itulah yang mendorong manusia untuk berperilaku.

10

Dari asumsi dan latar belakang yang mendasarinya, maka terdapat beberapa hal yang harus dipahami tentanng belajar dalam konteks CTL a. Belajar bukanlah menghafal akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan sesuai dengan pengalaman yang mereka miliki. Oleh karena itulah, semakin banyak pengalaman maka akan semakin banyak pula pengetahuan yang mereka peroleh. b. Belajar bukan sekedar mengumpulkan fakta yang lepas-lepas. Pengetahuan itu pada dasarnya merupakan organisasi dari semua yang dialami, sehingga dengan pengetahuan yang dimiliki akan berpengaruh terhadap pola-pola perilaku manusia, seperti pola pikir, pola bertindak, kemampuan memecahkan persoalan termasuk penampilan atau performance seseorang. Semakin pengetahuan seseorang luas dan mendalam, maka akan semakin efektif dalam berpikir. c. Belajar adalah proses pemecahan masalah, sebab dengan memecahkan masalah anak akan berkembang secara utuh yang bukan hanya perkembangan intelektual akan tetapi juga mental dan emosi. Belajar secara kontekstual adalah belajar bagaimana anak menghadapi setiap persoalan. d. Belajar adalah proses pengalaman sendiri yang berkembang secara bertahap menuju yang kompleks. Oleh karena itu, belajar tidak dapat sekaligus, akan tetapi sesuai dengan irama kemampuan siswa. e. Belajar pada hakikatnya adalah menangkap pengetahuan dari kenyataan. Oleh karena itu, pengetahuan yang diperoleh adalah pengetahuan yang memiliki makna untuk kehidupan anak (real world learning). B. KONSEP DASAR PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan 11

siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Pembelajaran kompetensi merupakan suatu sistem atau pendekatan pembelajaran yang bersifat holistik (menyeluruh), terdiri dari berbagai komponen yang saling terkait apabila dilaksanakan masing-masing memberikan dampak sesuai dengan peranannya. Strategi pembelajaran CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan materi yang akan diajarkan dengan dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Paparan pengertian pembelajaran kontekstual di atas dapat diperjelas sebagai berikut. Pertama, pembelajaran kontekstual menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar berorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam konteks pembelajaran kontekstual tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran. Kedua, pembelajaran kontekstual mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata di masyarakat. Hal ini akan memperkuat dugaan bahwa materi yang telah dipelajari akan tetap tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak mudah dilupakan. Ketiga, pembelajaran kompetensi mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya pembelajaran kompetensi tidak hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilaku dalam kehidupan seharihari. Materi pelajaran di sini bukan ditumpuk di otak dan kemudian dilupakan akan tetapi sebagai bekal mereka dalam mengarungi bahtera kehidupan nyata. 12

C.

KARAKTERISTIK PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL Berdasarkan 1. pengertian pembelajaran kontekstual, terdapat lima karakteristik penting dalam menggunakan proses pembelajaran kontekstual yaitu : Dalam CTL pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada, artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari dengan demikian pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain. 2. Pembelajaran kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru, yang diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaram dimulai dengan cara mempelajari cara mempelajari secara keseluruhan kemudian memperhatikan detailnya. 3. Pemahaman pengetahuan, artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tapi untuk dipahami dan diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari yang lain tentang pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuan itu dikembangkan. 4. Mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman tersebut, artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan perilaku siswa. 5. ini Melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan. Hal dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan

penyempurnaan strategi. D. ASAS-ASAS CTL Sesuai dengan asumsi yang mendasarinya, bahwa pengetahuan itu diperoleh anak bukan dari informasi yang diberikan orang lain termasuk guru akan tetapi dari proses menemukan dan mengkonstruksinya sendiri, maka guru harus menghindari dan mengajar sebagai proses penyampaian informasi. Guru 13

perlu memandang siswa sebagai subjek belajar dengan segala keunikannya. Siswa adalah organisme aktif yang memiliki potensi untuk membangun pengetahuannya sendiri. Kalaupun guru memberikan informasi kepada siswa, guru harus memberikan kesempatan untuk menggali, informasi itu agar lebih bermakna untuk kehidupan mereka. CTL sebagai suatu pendekatan pembelajaran memiliki 7 asas. Asas-asas ini yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL. Seringkali asas ini disebut juga komponen-komponen CTL. Selanjutnya ketujuh asas ini dijelaskan di bawah ini. 1. Konstruktivisme Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Menurut konstruktivisme pengetahuan itu memang berasal dari luar, akan tetapi dikonstruksi oleh dan dari dalam diri seseorang. Oleh sebab itu pengetahuan terbentuk oleh dua faktor penting, yaitu objek yang menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subjek untuk menginterpretasi objek tersebut. Kedua faktor itu sama pentingnya. Dengan demikian pengetahuan itu bersifat statis tetapi bersifat dinamis, tergantung individu yang melihat dan mengkonstruksinya. Pembelajaran melalui CTL pada dasarnya mendorong agar siswa bisa mengkonstruksi pengetahuannya melalui proses pengamatan dan pengalaman. Mengapa demikian? Sebab, pengetahuan hanya akan fungsional manakal dibangun oleh individu. Pengetahuan yang hanya diberikan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna. Atas dasar asumsi yang mendasarinya itulah, maka penerapan asas konstruktivisme dalam pembelajaran melalui CTL, siswa didorong untuk mampu mengkonstruksi pengetahuan sendiri melalui pengalaman nyata.

14

2. Inkuiri Asas kedua dalam pembelajaran CTL adalah inkuiri. Artinya, proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta dari hasil mengingat akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Dengan demikian dalam proses perencanaan, guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal, akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya. Belajar pada dasarnya merupakan proses mental seseorang yang tidak terjadi secara mekanis. Melalui proses mental itulah diharapkan siswa berkembang secara utuh baik intelektual, mental, emosional maupun pribadinya. Penerapan asas ini dalam proses pembelajaran CTL dimulai dari adanya kesadaran siswa akan masalah yang jelas yang ingin dipecahkan. Dengan demikian, siswa harus didorong untuk menemukan masalah. Jika masalah telah dipahami dengan batasan-batasan yang jelas, selanjutnya siswa dapat mengajukan hipotesis atau jawaban sementara sesuai dengan rumusan masalah yang diajukan. Hipotesis itulah yang akan menuntun siswa untuk melakukan observasi dalam rangka mengumpulkan data. Manakala data telah terkumpul selanjutnya siswa dituntun untuk menguji hipotesis sebagai dasar dalam merumuskan kesimpulan. Asas menemukan seperti yang telah digambarkan di atas merupakan asas yang penting dalam pembelajaran CTL. Melalui proses berpikir yang sistematis seperti di atas diharapkan siswa memiliki sikap ilmiah, rasional, dan logis, yang kesemuanya itu diperlukan sebagai dasar pembentukan kreatifitas. 3. Bertanya (Questioning) Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu; sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam 15

berpikir. Dalam proses pembelajaran melalui CTL, guru tidak menyampaikan informasi begitu saja, akan tetapi memancing agar siswa dapat menemukan sendiri. Karena itu peran bertanya sangat penting sebab melalui pertanyaanpertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang dipelajarinya. Dalam setiap tahapan dan proses pembelajaran kegiatan bertanya hampir selalu digunakan. Oleh karena itu, kemampuan guru untuk mengembangkan teknik-teknik bertanya sangat diperlukan. 4. Masyarakat Belajar (Learning Community) Suatu permasalahan tidak mungkin dapat dipecahkan sendirian, tetapi membutuhkan bantuan orang lain. Kerjasama saling memberi dan menerima sangat dibutuhkan untuk memecahkan suatu persoalan. Konsep masyarakat belajar (learning community) dalam CTL menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerjasama dengan orang lain. Kerjasama itu dapat dilakukan dalam berbagai bentuk baik dalam kelompok belajar secara formal maupun dalam lingkungan yang terjadi secara alamiah. Hasil belajar dapat diperoleh dari hasil sharing dengan orang lain, antar teman, antar kelompok; yang sudah tahu memberi tahu kepada yang belum tahu, yang pernah memiliki pengalaman membagi pengalamannya pada orang lain. Inilah hakikat dari masyarakat belajar, masyarakat yang saling membagi. Dalam kelas CTL, penerapan asas masyarakat belajar dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya bersifat heterogen, baik dilihat dari kemampuan dan kecepatan belajarnya, maupun dilihat dari bakat dan minatnya. Biarkan dalam kelompoknya mereka saling membelajarkan; yang cepat belajar didorong untuk membantu yang lambat belajar, yang memiliki kemampuan tertentu didorong untuk menularkannya pada yang lain. Dalam hal tertentu, guru dapat mengundang orang-orang yang dianggap memiliki keahlian khusus untuk membelajarkan siswa. Misalnya, 16

dokter untuk memberikan atau membahas masalah kesehatan, para petani, tukang reparasi radio, dan lain-lain. Demikianlah masyarakat belajar. Setiap orang bisa saling terlibat; bisa saling membelajarkan, bertukar informasi dan bertukar pengalaman. 5. Permodelan (Modelling) Yang dimaksud dengan asas modeling adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Proses modeling tidak terbatas dari guru saja, akan tetapi guru juga dapat memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki kemampuan. Modeling merupakan asas yang cukup penting dalam pembelajaran CTL, sebab melalui modeling siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang teoritis-abstrak yang dapat memungkinkan terjadinya verbalisme. 6. Refleksi (Reflection) Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya. Melalui proses refleksi, pengalaman belajar itu akan dimasukkan dalam struktur kognitif siswa yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan yang dimilikinya. Bisa terjadi melalui proses refleksi siswa akan memperbarui pengetahuan yang telah dibentuknya atau menambah khazanah pengetahuannya. Dalam proses pembelajaran dengan menggunakan CTL, setiap berakhir proses pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk merenung atau mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya. Biarkan secara bebas siswa menafsirkan pengalamannya sendiri, sehingga ia dapat menyimpulkan tentang pengalaman belajarnya. 7. Penilaian Nyata (Authentic Assesment) Proses pembelajaran konvensional yang sering dilakukan guru pada saat ini, biasanya ditekankan kepada perkembangan aspek intelektual, sehingga alat evaluasi yang digunakan terbatas pada penggunaan tes. Dengan 17

tes dapat diketahui seberapa jauh siswa telah menguasai materi pelajaran. Dalam CTL, keberhasilan pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh perkembangan kemampuan intelektual saja, akan tetapi perkembangan seluruh aspek. Oleh sebab itu, penilaian keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh aspek hasil belajar seperti hasil tes akan tetapi juga proses belajar melalui penilaian nyata. Penilaian nyata (authentic assesment) adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak; apakah pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan baik intelektual maupun mental siswa. Penilaian yang autentik dilakukan secara terintegrasi dengan proses pembelajaran. Penilaian ini dilakukan secara terus-menerus selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Oleh sebab itu, tekanannya diarahkan kepada proses belajar bukan kepada hasil belajar. E. PENDEKATAN DAN PRINSIP PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL 1. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Banyak pendekatan yang kita kenal dan digunakan dalam

pembelajaran dan tiap-tiap pendekatan memiliki karakteristik tersendiri. Karakteristik ini berhubungan dengan apa yang menjadi fokus dan mendapat tekanan dalam pembelajaran. Ada pendekatan pembelajaran yang berfokus pada siswa, kemampuan berpikir, aktivitas, pengalaman siswa, berfokus pada guru, berfokus pada masalah (personal, lingkungan, sosial), berfokus pada teknologi seperti sistem instruksional, media dan sumber belajar. Berkenaan dengan aspek kehidupan dan lingkungan, maka pendekatan pembelajaran ada keterlibatan pada siswa, makna, aktivitas, pengalaman dan kemandirian, serta konteks kehidupan dan lingkungan. Pembelajaran dengan 18

fokus-fokus tersebut secara komprehensif tercantum dalam pembelajaran kontekstual. Siswa dalam pembelajaran kontekstual dipandang sebagai individu yang berkembang. Anak bukanlah orang dewasa kecil, melainkan organisme yang sedang berada pada tahap-tahap perkembangan. Kemampuan belajar akan sangat ditentukan oleh tingkat perkembangan dan pengalaman mereka. Dengan demikian, peran guru tidak lagi sebagai instruktur atau penguasa yang memaksakan kehendak, melainkan sebagai pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan kemampuannya. Setiap anak memiliki kecenderungan untuk belajar hal-hal yang baru dan penuh tantangan. Kegemaran anak adalah mencoba hal-hal yang bersifat aneh dan baru. Oleh karena itu, belajar bagi mereka mencoba memecahkan persoalan yang menantang. Guru berperan sebagai pemilih bahan-bahan belajar yang dianggap penting untuk dipelajari oleh anak. Guru membantu agar setiap siswa mampu mengaitkan antara pengalaman baru dengan sebelumnya, memfasilitasi atau mempermudah agar siswa mampu melakukan proses asimilasi dan akomodasi. Dengan demikian, pendekatan pembelajaran CTL menekankan pada aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental. CTL memandang bahwa belajar bukanlah kegiatan menghafal, emngingat fakta-fakta, mendemonstrasikan latihan secara berulang-ulang akan tetapi proses berpengalaman dalam kehidupan nyata. Dalam pembelajaran CTL, belajar di alam terbuka merupakan tempat untuk memperoleh informasi sehingga menguji data hasil temuannya dari lapangan tadi baru dikaji di kelas. Sebagai materi pelajaran siswa mampu menemukan sendiri, bukan hasil pemberian apalagi dialas oleh guru.

19

2.

Prinsip Pembelajaran Kontekstual Elaine B. Jhonson (2002), mengklaim bahwa dalam pembelajaran kontekstual, minimal ada tiga prinsip utama yang sering digunakan yaitu : saling ketergantungan (interdependence), diferensiasi (differentiation), dan pengorganisasian (self organization). Pertama, prinsip saling ketergantungan (interdependence), menurut hasil kajian para ilmuwan segala yang ada di dunia ini adalah saling berhubungan dan tergantung. Segala yang ada baik manusia maupun makhluk hidup lainnya selalu saling berhubungan satu sama lainnya membentuk pola dan jaring sistem hubungan yang kokoh dan teratur. Begitu pula dalam pendidikan dan pembelajaran, sekolah merupakan suatu sistem kehidupan, yang terkait dalam kehidupan di rumah, di tempat bekerja, di masyarakat. Dalam kehidupan di sekolah siswa saling berhubungan dan tergantung dengan guru, kepala sekolah, tata usaha, orang tua siswa, dan narasumber yang ada di sekitarnya. Dalam proses pembelajaran siswa, berhubungan dengan bahan ajar, sumber belajar, media, sarana prasarana belajar, iklim sekolah dan lingkungan. Saling berhubungan ini bukan hanya sebatas pada memberikan dukungan, kemudahan, akan tetapi juga memberi makna tersendiri, sebab makna ada jika ada hubungan yang berarti. Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang menekankan hubungan antara pelajaran dengan bahan lainnya, antara teori dan praktek, antara bahan yang bersifat konsep dengan penerapan dalam kehidupan nyata. Kedua, prinsip diferensiasi (differentiation) yang menunjukkan kepada sifat alam yang secara terus-menerus menimbulkan perbedaan, keseragaman, keunikan. Alam tidak pernah mengulang dirinya tetapi keberadaannya selalu berbeda. Prinsip diferensiasi menunjukkan kreatifitas yang luar biasa dari alam semesta. Jika dari pandangan agama, kreatifitas luar biasa tersebut bukan alam semestanya tetapi penciptaNya. Diferensiasi bukan hanya menunjukkan 20

perubahan dan kemajuan tanpa batas, akan tetapi juga kesatuan-kesatuan yang berbeda tersebut saling berhubungan, saling tergantung dalam keterpaduan yang bersifat simbiosis atau saling menguntungkan. Apabila para pendidik memiliki keyakinan yang sama dengan para ilmuwan modern bahwa prinsip diferensiasi yang dinamis ini bukan hanya berlaku dan berpengaruh pada alam semesta, tetapi juga pada sistem pendidikan. Para pendidik juga dituntut untuk mendidik, mengajar, melatih, membimbing sejalan dengan prinsip diferensiasi dan harmoni alam semesta ini. Proses pendidikan dan pembelajaran hendaknya dilaksanakan dengan menekankan kreatifitas, keunikan, variasi dan kolaborasi. Konsep-konsep tersebut bisa dilaksanakan dalam pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kontekstual berpusat pada siswa, menekankan aktivitas dan kreatifitas siswa. Siswa berkolaborasi dengan teman-temannya untuk melakukan pengamatan, menghimpun dan mencatat fakta dan informasi, menemukan prinsip-prinsip dan pemecahan masalah. Prinsip pengorganisasian diri (self organization), setiap individu atau kesatuan dalam alam semesta mempunyai potensi yang melekat, yaitu kesadaran sebagai kesatuan utuh yang berbeda dari yang lain. Tiap hal memiliki organisasi diri, keteraturan diri, kesadarn diri, pemeliharaan diri sendiri, suatu energi atau kekuatan hidup, yang memungkinkan mempertahankan dirinya secara khas, berbeda dengan yang lainnya. Prinsip organisasi diri, menuntut para pendidik dan para pengajar di sekolah agar mendorong tiap siswanya untuk memahami dan merealisasikan semua potensi yang dimilikinya seoptimal mungkin. Pembelajaran kontekstual diarahkan untuk membantu para siswa mencapai keunggulan akademik, penguasaan keterampilan standar, pengembangan sikap dan moral sesuai dengan harapan masyarakat.

21

F.

PERBEDAAN CTL DENGAN PEMBELAJARAN KONVENSIONAL 1. CTL menempatkan siswa sebagai subjek belajar, artinya siswa sendiri materi pelajaran. Sedangkan, dalam pembelajaran berperan aktif dalam setiap proses pembelajaran dengan cara menemukan dan menggali konvensional siswa ditempatkan sebagai objek belajar yang berperan sebagai penerima informasi secara pasif. 2. Dalam pembelajaran CTL, siswa belajar melalui kegiatan kelompok seperti kerja kelompok, berdiskusi, saling menerima dan memberi. Sedangkan, dalam pembelajaran konvensional siswa lebih banyak belajar secara individual dengan menerima, mencatat dan menghafal pelajaran. 3. Dalam CTL, pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata secara riil; sedangkan dalam pembelajaran konvensional, pembelajaran bersifat teoritis dan abstrak. 4. latihan. 5. Tujuan akhir dari proses pembelajaran melalui CTL adalah kepuasan diri; sedangkan dalam pembelajaran konvensional, tujuan akhir adalah nilai atau angka. 6. Dalam CTL, tindakan atau perilaku dibangun atas kesadaran diri sendiri, misalnya individu tidak melakukan perilaku tertentu karena ia menyadari bahwa perilaku itu merugikan dan tidak bermanfaat; sedangkan dalam pembelajaran konvensional, tindakan atau perilaku individu didasarkan oleh faktor dari luar dirinya, misalnya individu tidak melakukan sesuatu disebabkan takut hukuman atau sekadar untuk memperoleh angka atau nilai dari guru. 7. Dalam CTL, pengetahuan yang dimiliki setiap individu selalu berkembang sesuai dengan pengalaman yang dialaminya oleh sebab itu setiap siswa bisa terjadi perbedaan dalam memaknai hakikat pengetahuan yang 22 Dalam CTL, kemampuan didasarkan atas pengalaman; sedangkan dalam pembelajaran konvensional kemampuan diperoleh melalui latihan-

dimilikinya. Dalam pembelajaran konvensional hal ini tidak mungkin terjadi. Kebenaran yang dimiliki bersifat absolut dan final, oleh karena pengetahuan dikonstruksi oleh orang lain. 8. Dalam pembelajaran CTL, siswa bertanggung jawab dalam memonitor konvensional guru adalah penentu jalannya proses dan mengambangkan pembelajaran mereka masing-masing; sedangkan dalam pembelajaran pembelajaran. 9. Dalam pembelajaran CTL, pembelajaran bisa terjadi di mana saja dalam konteks dan setting yang berbeda sesuai dengan kebutuhan; sedangkan dalam pembelajaran konvensional pembelajaran hanya terjadi di dalam kelas. 10. Oleh karena tujuan yang ingin dicapai adalah seluruh aspek perkembangan siswa, maka dalam CTL keberhasilan pembelajaran diukur dengan berbagai cara, misalnya dengan evaluasi proses, hasil karya siswa, penampilan, rekaman, observasi, wawancara, dan lain sebagainya, sedangkan dalam pembelajaran konvensional keberhasilan pembelajaran biasanya hanya diukur dari tes. G. PERAN GURU DAN SISWA DALAM CTL Dalam proses pembelajaran kontekstual, setiap guru perlu memahami tipe belajar dalam dunia siswa, artinya guru perlu menyesuaikan gaya mengajar terhadap gaya belajar siswa. Dalam proses pembelajaran konvensional, hal ini sering terlupakan sehingga proses pembelajaran tak ubahnya sebagai proses pemaksaan kehendak. Sehubungan dengan hal itu terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan bagi setiap guru manakala menggunakan pendekatan CTL yaitu : 1. Siswa dalam pembelajaran kontekstual dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil, melainkan organisme yang 23

sedang berada dalam tahap-tahap perkembangan. Kemampuan belajar akan sangat ditentukan oleh tingkat perkembangan dan pengalaman mereka. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau penguasa yang memaksakan kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka bisa belajar sesuai dengan tahap perkembangannya. 2. Setiap anak memiliki kecenderungan untuk belajar hal-hal yang baru dan penuh tantangan. Kegemaran anak adalah mencoba hal-hal yang dianggap aneh dan baru. Oleh karena itulah belajar bagi mereka adalah mencoba memecahkan setiap persoalan yang menantang. Dengan demikian, guru berperan dalam memilih bahan-bahan belajar yang dianggap penting untuk dipelajari oleh siswa. 3. Belajar bagi siswa proses mencari keterkaitan atau keterhubungan antara halhal yang baru dengan hal-hal yang sudah diketahui. Dengan demikian, peran guru adalah membantu agar setiap siswa mampu menemukan keterkaitan antara pengalaman baru dengan pengalaman sebelumnya. 4. Belajar bagi anak adalah proses menyempurnakan skema yang telah ada (asimilasi) atau proses pembentukan skema baru (akomodasi), dengan demikian tugas guru adalah memfasilitasi (mempermudah) agar anak mampu melakukan proses asimilasi dan proses akomodasi.

24

PENERAPAN STRATEGI CTL DALAM PEMBELAJARAN PKLH Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Fungsi pendidkan adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, serta bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab ( Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Thn 2003 ) Hakikat pendidikan itu sangat mulia dan perlu diikuti oleh perubahan gaya mengajar guru, tanpa diikuti dengan perubahan gaya negajar guru mustahil idealitas pendidikan dapat dicapai. Pembelajaran merupakan satu satunya cara untuk mewujudkan idealitas pendidikan. Untuk mewujudkan idealisme pendidikan maka perlu adanya perimbangan antara pembelajaran yang efektif dan pembelajaran yang efisien. Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang mampu menambah khazanah pengetahuan baru bagi siswa, sedang pembelajaran yang efisien pembelajaran disamping dapat menambah pengetahuan atau informasi baru bagi siswa, pembelajaran itu menyenangkan dan menggairahkan siswa selama proses pembelajaran. Sampai saat ini, pendidikan di Indonesia masih didominasi oleh kelas yang berfokus pada guru sebagai utama pengetahuan, sehingga ceramah akan menjadi pilihan utama dalam menentukan strategi belajar. Sehingga sering mengabaikan 25

pengetahuan awal siswa.Untuk itu diperlukan suatu pendekatan belajar yang memberdayakan siswa. Salah satu pendekatan yang memberdayakan siswa dalah pendekatan kontekstual (CTL). Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya,bukan mengetahuinya. Anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptaakan alamiah.Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil kompetensi mengingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan tahapan kehidupan jangka panjang, seringkali juga anak tidak mampu untuk mengaplikasikan ilmunya dalam kehidupan nyata. Ada kecendrungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Pendekatan kontektual(Contextual Teaching and Learning /CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil. Dalam kelas kontektual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru.Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual. 26

PKLH bukanlah sebuah materi pelajaran yang bersifat statis akan tetapi bersifat dinamis. Perubahan-perubahan pada materi pelajaran tersebut berlangsung secara terus-menerus. Strategi pembelajaran CTL merupakan salah satu pembelajaran yang sesuai diterapkan pada materi pelajaran PKLH karena dapat menuntun siswa untuk menemukan masalah-masalah lingkungan yang ada disekitarnya. Dengan demikian secara tidak langsung siswa juga diajak Auntuk lebih peduli terhadap lingkungan serta berusaha untuk menyelamatkan lingkungan sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Jika setiap siswa telah mempunyai kepedulian terhadap lingkungan maka harapan lingkungan akan tetap lestari di masa depan akan semakin besar.

27

KESIMPULAN Pembelajaran kontekstual adalah suatu pendekatan pembelajaran dan pengajaran yang mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa sehingga mendorong siswa untuk menerapkan pengetahuan yang dimilikinya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Bertolak dari pengertian tersebut jelas memberikan gambaran pada kita bahwa dalam pembelajaran kontekstual ini Proses Belajar Mengajar (PBM) akan lebih konkret, realistis, lebih actual, lebih menyenangkan dan lebih bermakna. Dalam Pembelajaran Kontekstual siswa juga lebih diberdayakan agar mampu menumbuhkan daya kreasi, daya nalar, rasa keingintahuannya, hasrat menemukan hal-hal baru, menumbuhkan demokrasi dan kreatifitas berpikir. Sedangkan tugas guru dalam Pembelajaran Kontekstual hanya membantu siswa mencapai tujuannya, bukan menjejalinya dengan informasiinformasi sehingga siswa hanya sebagai pendengar saja.

28

DAFTAR PUSTAKA Admin. 2008. Menyusun Model Pembelajaran CTL. http://smpn2sumenep.dikti.net/? pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=7 Anonim. 2009. Pembelajaran dengan Pendekatan CTL.

http://wyw1d.wordpress.com/2009/10/14/model-pembelajaran-yang-efektif/ Asim Sulistyo. nd. Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) SMP di Klaten Belum Optimal. http://estib3.blogspot.com/2009/08/pembelajarancontextual-teaching-and.html Dabutar, J. 2008. Strategi Pembelajaran Quantum Teaching and Quantum Learning. [email protected] Hermawati, R. 2009. Penerapan CTL dan Hubungannya dengan Prestasi Belajar Siswa. http://biologi-staincrb.web.id/blog/penerapan-ctl-dan-hubungannyadengan-prestasi-belajar-siswa Hernowo. 2008. Menjadi Guru Kreatif dan Inovatif dengan Menerapkan Strategi Belajar Mengajar Bernama Contextual Teaching and Learning. http://www.mizan.com/index.php?fuseaction=emagazine&id=22&fid=240 Pramudi, L. nd. Upaya Peningkatan Kompetensi Siswa Melalui Pembelajaran Inovatif. http://elpramwidya.wordpress.com/artikel-pembelajaran/ Pramuji, L. 2007. Mengembangkan Soft Skill Siswa melalui Pembelajaran Kontekstual.http://www.bintangpelajar.com/? page=artikel&ida=1201080679&kn=no 29

Purwanto.

2009.

Pendekatan

Kontekstual.

http://infopendidikankita.blogspot.com/2009/12/pendekatankontekstual.html Saefudin, U. 2008. Inovasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Sanjaya, W. 2009. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup. Siberman Melvin L. dkk. 2004. Active Learning. Bandung: Raisul Muttaqien. Suryati, A. nd. Implementasi Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan Kreatifitas Siswa. http://educare.e-fkipunla.net/index.php? option=com_content&task=view&id=61&Itemid=7 Uno, H. 2007. Model Pembelajaran (Menciptakan Proses Belajar Mengajar Yang Efektif). Jakarta: PT Bumi Aksara. Yamin, M. 2008. Paradigma Pendidikan Konstruktivistik. Jakarta: Gaung Persada Press.

30