stern.pdf

55
1

Upload: gita-puspitasari

Post on 24-Nov-2015

13 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

karya pengurus lpm diagnostika fkub 2013/2014

TRANSCRIPT

  • 1

  • 2

    PENULIS:

    Herdhika Ayu Retno Kusumasari

    Luthfi Aditya Indrajati

    Novieka Widiastutik

    Renita Pramartasari

    Alfiana Rahmawati

    Eka Pratiwi

    Yofa Birrul Walidaini R

    Rani Indrawati

    Sri Indah Novanti

    Isnatus Salamah

    Atika Putri Ayu

    Karina Muthia Shanti

    Rina Dwi Anggraini

    Desi Ayu Ningtyas

    Feby Fitri Amaly

    Agustina Widyastuti

    Irma Kurniawati

    Ely Septyani

    Kartika Rahmawati

    Dwi Astuti

    Melany

    Rasidah Pratiwi

    Jummani

    Muhammad Ihsan Mahyuddin

    Rizki Rian Chairulita

    Orysa Onni Oktaviana

    Indah Nur Qurani

    Irma Faradila

    Vivian Devi Eka E.

    Safitri Nindya

    Fania Dora Aslamy

    Yeniar Alifa

    Fitriani Intan Puspitasari

    Dewi Farida Vivtyasari

    Dewi Septindra Sugiharto

    Faizatul Mudawwamah

    Elsa Fadhila

    Priyobudi Utomo

    Afrielya Laily W

    Dwi Puji Rahayu

    Freedy Sagita Putra

    Dwi Aknes Prawesti

    Nunik Fatmawati

    Luluk Cahyaningrum

    Dear Asita Dika Safitri

    Vemia Pritasari

    Adi Surya

    Elita Devi Puspita N.

    Ludya Wahyu Pratiwi

    Bernandha Hargi Dwitantya Putri

    Zunia Ngesti Rachmawati

    Ila Resalita

    Winda Nurtika

    Siti Muthmainnah

    Shelvi Novianita

    Elmi Mahlida

    Dewi Nur Aini

    Eka Lutfiana

    Fildzah Badzlina

    Febi Tria Kurniasari

    Gita Puspitasari

    Icca Presilia Anggreyanti

    Stephen H

  • 3

    Di pagi yang indah, ku buka mata dan tersenyum pada dunia. Ku

    langkahkan kaki menuju taman rumah kami. Tetesan embun di atas

    dedaunan dan kicauan burung yang ramai membuatku bersyukur tinggal di

    bumi pertiwi ini. Tempat berbagai suku dan budaya menjadi satu dalam

    indahnya kebersamaan. Bintang, pemuda dari Surabaya yang merupakan

    sesosok malaikat yang dikirimkan Tuhan untuk selalu menemani dan

    menjagaku. Namaku Lintang, aku berasal dari Jawa Tengah dan kami

    berdua ditugaskan di pedalaman Papua untuk memberikan layanan

    kesehatan. Semenjak aku duduk di bangku kuliah, Bintang selalu ada

    disampingku untuk menemaniku dan dialah satusatunya orang yang dapat

    menerimaku apa adanya.

    Sampai suatu hari saat aku sedang memeriksa seorang pasien, tiba-

    tiba aku terjatuh dan terkulai lemas. Memang beberapa hari ini aku jarang

    beristirahat, aku hanya fokus dan sibuk mengurusi pasien-pasienku sampai

    lupa memperhatikan kondisi tubuhku. Lalu seketika itu Bintang pun langsung

    membawaku di salah satu rumah warga agar aku dapat beristirahat

    sebentar disana. Saat aku terkulai lemah diatas tempat tidur, Bintang selalu

    setia menemaniku. Dia merawatku sampai akhirnya aku berangsur membaik.

    Kini aku bisa kembali menjalankan tugasku yang sebelumnya sempat

    terhenti karena kondisiku. Warga pun menyambutku dengan suka cita,

    begitupula Bintang yang memang selalu menemani bagaimanapun

    kondisiku. Bintang juga terlihat begitu senang melihat senyum yang kembali

    aku berikan kepada orang-orang di sekitarku. Senyum yang menurut Bintang

    juga dapat menjadi terapiutik bagi pasien-pasienku. Aku tersenyum sendiri

    mengingatnya. Yaaah mungkin ada benarnya ucapan Bintang ketika

    seorang ibu paruh baya mencandaiku, setelah aku selesai memeriksa

    tekanan darahnya.

    ibu dokter cantik ya? Suka senyum juga.. makanya banyak yang mau

    diperiksa.. (sambil lalu tersenyum)

    ...(aku tersipu malu mendengarnya) terima kasih bu..

  • 4

    Menjadi seorang tenaga kesehatan memang harus menyenangkan

    bagi pasien-pasienya. Agar semua tindakan kita juga dapat membantu

    kesembuhan pasien.

    Sambil aku merapikan peralatan medis, aku kembali menatap wajah

    pasien ku, ibu paruh baya. Wajahnya yang begitu teduh membuat ku

    teringat akan wajah ibu ku yang jauh di kampung halaman. Seketika rasa

    rindu menyeruak dari dasar hati, begitu dalam. Ini adalah bulan puasa

    pertama yang harus ku lalui tanpa keluarga, sedih rasanya. Tapi aku sebagai

    seorang tenaga kesehatan harus profesional dengan tugas dan tanggung

    jawab yang ada di pundakku. Aku sudah bertekad akan mengabdikan

    diriku untuk membantu mereka yang membutuhkan.

    ibu.sedang apa dirimu di sana? Apa nama Lintang selalu terucap

    di setiap doamu? Aku merindukanmu ibu (Tanya ku dalam hati)

    Setelah selesai memeriksa pasien, aku langsung mengambil wudhlu

    untuk menunaikan sholat dan memanjatkan doa untuk kedua orang tua ku

    yang berada jauh di sana, semoga mereka selalu dalam perlindungan Allah

    SWT.

    Usai menjalankan kewajibanku sebagai seorang muslim, aku langsung

    bergegas menuju ruang periksa untuk melanjutkan pengabdianku terhadap

    masyarakat. Masih sangat terlihat jelas disana warga-warga yang

    menunggu kedatanganku untuk diperiksa. Satu persatu pasien masuk dan

    aku pun memulai tugasku untuk memeriksa pasien- pasien tersebut. Hingga

    suatu ketika, tibalah giliran seorang pasien yang sangat lemah dan

    wajahnya pun terlihat pucat, jalan mendekat meja periksa dengan tubuh

    yang gemetar. Dengan cepat aku berlari mendekati ibu tersebut dan segera

    membantunya mendekat meja periksa. Ku perhatikan lagi wajah ibu itu,

    seakan penuh beban dan kerinduan dalam benaknya yang terlihat

    hanyalah senyuman kecil dari bibirnya.

    sebenarnya apa yang terjadi pada ibu ini, Kenapa hanya datang

    sendirian tanpa ditemani siapapun? (tanyaku dalam hati).

  • 5

    Tanpa banyak basa-basi, aku pun langsung melakukan anamnesa

    pada ibu tersebut. Ibu tersebut pun menjawab pertanyaan yang aku

    lontarkan dengan nada sedikit gemetar juga. Tak lama kemudian setelah

    melakukan anamnesa, langsung aku persilahkan ibu tersebut untuk menuju

    tempat periksa. Aku pun membantunya untuk berdiri dan berjalan menuju

    tempat periksa karena bandannya sudah begitu lemas. Baru satu langkah

    beranjak dari meja periksa, tiba-tiba ibu itu terjatuh pingsan .Aku kaget dan

    tanganku tidak kuat menahan bebannya. Kemudian aku langsung meminta

    pertolongan untuk membantu mengangkat ibu itu menuju tempat periksa.

    Bibirnya sudah begitu pucat dan tangannya sudah sangat dingin.

    Ternyata Ibu itu sedang sakit, sudah beberapa hari ini Ibu itu

    merasakan tidak enak badan dan tidak nafsu makan sehingga tidak kuat

    menahan sakit tiba-tiba Ibu itu pingsan. Kemudian dengan gegas aku

    memeriksa Ibu tersebut, setelah aku memeriksa ternyata Ibu ini mengalami

    anemia dan demam. Hal ini disebabkan karena Ibu ini terlalu kecapekan

    dan tidak memperhatikan waktu makan yang baik.

    Seusai memeriksa, aku memberikan obat dan memberi KIE (Komunikasi

    Informasi Edukasi) tentang penyakit anemia yang diderita oleh Ibu itu.

    Sekarang aku merasa lelah dan baru sadar kalau hari telah petang,

    sementara aku belum membatalkan puasaku, karena sekarang sudah

    waktunya berbuka puasa. Aku memegangi perutku dan merasa kalau

    sekarang perutku sedang berteriak minta diisi.Tiba-tiba, Bintang terlihat

    berlari-lari ke arahku.

    hei Lintang!, teriak Bintang

    Hai juga Bintang, kenapa kamu berlari-lari seperti itu?, tanyaku

    (sambil tersenyum) yuk kita buka puasa bareng. Ini aku bawain

    makanan

    Kamu datangnya tepat banget deh. Yukk aku udah laper banget

    nih.

    Aku dan Bintang makan bersama di bawah terangnya sinar bulan.

    Rasa syukur kupanjatkan dalam hati karena masih bisa merasakan

  • 6

    nikmat-Nya yang begitu besar sampai saat ini. Walaupun sederhana

    dan tidak ada keluarga, aku masih bisa berbuka puasa dengan

    ditemani oleh Bintang, sahabatku.

    eh Bintang, lihat deh ke langit. Bintang-bintangnya indah banget

    yaa, kataku sambil membereskan bekas makanku.

    Bintang yang disini juga gak kalah indah kok, katanya dengan pede.

    Aku spontan menoleh ke arahnya dan tertawa haha narsis mah iya.,

    candaku. Dalam hati aku mengiyakan apa yang dikatakan oleh

    Bintang barusan. Bagiku Bintang adalah malaikat terindah yang

    dikirimkan Tuhan untukku melebihi indahnya bintang yang bertaburan

    di atas langit sana.

    Setelah selesai makan, aku dan Bintang pulang ke tempat

    penginapan masing-masing untuk menunaikan shalat Maghrib.

    Sebelum Bintang melangkah pergi, aku memanggilnya kembali

    ehm Bintang tunggu sebentar. , panggilku

    Bintang menoleh kepadaku. Aku segera menyampaikan maksudku

    Makasih ya makanannya. Aku memberikan senyuman tulusku

    kepadanya.

    Bintang tersenyum, kemudian menjawab sama-sama dan lalu pergi

    meninggalkanku.

    Setelah Bintang pergi, aku kembali ke tempat penginapanku. Yah

    disinilah tempatku beristirahat dan menutup mata sejenak. Aku dan Bintang

    memang tinggal secara terpisah disini, karena tentu saja peraturan yang

    melarang perempuan dan laki-laki tinggal bersama. Sesampainya, aku

    langsung mandi kemudian mengambil wudhlu untuk menunaikan kewajiban

    Shalat magrib. Dalam doa, aku bersyukur kepada Allah yang telah

    mengirimkan Bintang dalam hidupku. Tidak lupa aku mendoakan kedua

    orang tuaku yang jauh disana. Setelah selesai shalat maghrib, aku tidak

    bergeming dari sajadahku, aku melanjutkan dengan dzikir sembari

    menunggu shalat isya dan shalat tarawih ditutup dengan witir.

  • 7

    Aku merasa tenang sekarang karena telah menunaikan ibadah shalat.

    Aku bergegas untuk tidur. Sebelum menempuh alam mimpi, aku kembali

    teringat kejadian tadi sore saat berbuka puasa bareng Bintang. Ah, kenapa

    tiba-tiba saja aku memikirkannya, kataku dalam hati. Mengingat kejadian

    tadi sore, membuat pikiranku kembali melayang ke peristiwa 4 tahun silam.

    Flashback

    Saat itu, aku sedang menjalani tes SNMPTN di Universitas Indonesia,

    Jakarta. Pilihan pertamaku adalah Pendidikan Dokter dan aku tidak

    mengambil pilihan kedua. Hemm pasti kalian bertanya-tanya mengapa aku

    tidak kuliah di UGM saja yang notabenenya Universitas favorit di jawa

    Tengah dan terletak di kota tempat tinggalku. Ya, aku memang berasal dari

    Jogja. Alasanku memilih kuliah di luar kota karena mendengar salah satu

    syair dari ImamSyafii yang berbunyi seperti ini

    Orang berilmu dan beradab tidak akan diam di kampung halaman

    Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang

    Merantaulah, kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan

    Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang.

    Aku melihat air menjadi rusak karena diam tertahan

    Jika mengalir menjadi jernih, jika tidak, kan keruh menggenang

    Singa jika tak tinggalkan sarang tak akan dapat mangsa

    Anak panah jika tidak tinggalkan busur tak akan kena sasaran

    Jika matahari di orbitnya tidak bergerak dan terus diam

    Tentu manusia bosan padanya dan enggan memandang

    Bijih emas bagaikan tanah biasa sebelum digali dari tambang

    Kayu gaharu tak ubahnya seperti kayu biasa jika di dalam hutan

    Itulah syair yang menggerakkan hatiku untuk merantau ke kota

    metropolitan ini. Syair yang begitu dhasyat menurutku sampai aku

    memberanikan diri untuk meninggalkan kota kelahiranku tercinta.

    Lagipula Fakultas Kedokteran UI merupakan yang terbaik di Indonesia.

    Hari itu adalah hari kedua dan aku sangat mantap dengan

    kemampuan ku. Ketika aku memasuki ruangan tes, ternyata sudah banyak

  • 8

    peserta yang lain di dalam ruangan. Ada yang sedang belajar, ada yang

    sedang mengobrol dengan sebelahnya, ada juga yang sedang berdoa,

    bahkan ada yang sedang tidur. Sambil menunggu pengawas datang, aku

    mempersiapkan peralatan tulis-menulisku. Tapi ketika aku membuka tasku,

    aku sama sekali tidak melihat kotak pensil berwarna pink milikku. Aku

    membongkar tasku dan mengeluarkan semua isi yang ada di dalamnya,

    memastikan kalau aku tak salah lihat, tetapi hasilnya tetap nihil. Aku tak juga

    menemukannya. Aku sangat panik. Bagaimana ini bisa terjadi? Seingatku,

    aku sudah memasukkan kotak pensilku ke dalam tas. Aaaarrggh aku tidak

    mungkin pergi ke toko karena waktu sudah mepet, apalagi jika aku kembali

    ke kos. Akhirnya aku memberanikan diri meminjam pensil kepada seorang

    cowok yang duduk di depanku. Ku perhatikan hari pertama kemarin dia

    mempunyai banyak pensil di atas mejanya. Aku langsung menepuk pelan

    pundaknya.

    Permisi, kataku agak ragu

    Dia menoleh dan menjawab ada apa?

    Maaf sebelumnya, aku lupa membawa peralatan tulis-menulisku.

    Padahal aku benar-benar ingat dan sangat yakin kok kalau semalam

    aku sudah me

    jadi? , potong orang di depanku

    kalau kamu tak keberatan, bisakah kamu meminjamkan pensilmu

    padaku? Pinjem satuuu aja. Aku benar-benar tak punya pilihan,

    tanyaku dengan perasaan tidak enak.

    Dia membalikkan badannya, sepertinya dia sedang mengambil

    sesuatu dan kemudian ini, pake aja.

    Aku mengambilnya dan belum sempat aku mengucapkan terima

    kasih kepadanya, pengawas ujian sudah memasuki ruangan dan

    salah satu dari mereka, dengan suara besarnya menenangkan calon

    mahasiswa yang ada di dalam ruangan. Cowok yang aku pinjam

    pensilnya segera membalikkan badannya ke depan.

  • 9

    Tak terasa, 10 menit lagi waktu ujian akan berakhir dan aku masih

    belum mengisi beberapa soal. Dengan kecepatan penuh, aku mengerjakan

    soal yang tersisa. Ketika aku sudah selesai, aku mendongakkan kepalaku

    dan apa yang aku lihat? Cowok yang tadi ada di depanku sudah

    menghilang. Kemana dia?, pikirku. Aku pergi mencari nya ke setiap sudut

    ruangan tapi nihil, aku keluar ruangan tetapi sosoknya juga tidak ku

    temukan.

    Cepat banget sih tu cowok hilangnya. Duuh mana aku belum

    sempat ngucapin terima kasih ke dia, bahkan belum mengembalikan

    pensilnya.

    Aku terpaksa pulang dengan membawa beban. Yah aku merasa

    tidak enak dengan cowok tadi. Bagaimanapun juga aku berhutang budi

    padanya. Aku akan selalu mengingat wajah cowok itu, dan ketika aku

    bertemu lagi dengannya, aku akan berterima kasih padanya dan

    mengembalikan pensilnya. Seketika aku teringat sesuatu.

    oh iya, (menepuk jidat), aku berlari kembali masuk ke dalam

    ruangan. Aku mencari meja yang tadi di dudukinya.

    Aku tersenyum ah ketemu! Jadi namanya Alvaro Bintang Nugroho.

    Aku mencatat namanya di handphoneku agar tidak lupa. Dan

    akhirnya aku bisa pulang ke kos dengan sedikit perasaan lega.

    Setidaknya aku mengetahui namanya.

    Semakin dekat dengan pengumuman tersebut, semakin dekat pula

    aku mendekatkan diri kepada-Nya. Selain memohon doa dan di sertai

    dengan membaca ayat suci Al-Qur'an, tak lupa aku berzikir mengagungkan

    nama-Nya. Hari yang kutunggu-tunggu pun tiba, saat itu tepat pukul 19.00

    WIB, aku segera membuka laptopku.Untuk log in, aku memasukkan nomor

    pendaftaran dan tanggal lahir. Sebelum melakukan proses login, kupanggil

    ibu, ayah, dan adik-adikku . Lalu setelah semua berkumpul, aku menekan

    enter sambil membaca bismillah daan..

    SELAMAT ANDA DINYATAKAN LULUS SNMPTN. Jurusan : Pendidikan

    Dokter. PTN : Universitas Indonesia

  • 10

    ALHAMDULILLAH!!!! teriakku sambil memeluk erat ibu yang terharu

    dan air mata yang membasahi pipinya karena melihat hasil SNMPTN

    bahwa aku lulus. Kupanjatkan rasa syukur yang tiada tara kepada

    Allah SWT.

    Flashback end

    Aku tersadar dari lamunanku setelah mengingat kejadian paling

    bersejarah dalam hidupku tersebut. Sampai tak terasa air mataku menitik

    dari kedua bola mataku.Ternyata Hipotalamus ku tak juga menandakan

    kalau aku sudah mengantuk. Aku kembali melanjutkan ingatanku akan

    sepenggal kisah yang ku alami beberapa tahun silam.

    Flashback

    Aku dipertemukan kembali dengannya. Ya, dengan cowok bernama

    Alvaro Bintang Nugroho. Aku bertemu dengannya saat daftar ulang. Ia

    mengenakan setelan kemeja berwarna putih dan celana jeans hitam. Saat

    aku yakin kalau dia adalah cowok itu, aku segera memanggilnya.

    hey, teriakku.

    Dia tampak sedang mengingat siapa aku.

    Aku langsung bersuara Kamu ingat nggak sama aku? Aku yang pas

    SNMPTN kemarin minjem pensilmu. Aku pun mencari sesuatu di dalam

    tasku. Ah, ini dia. Makasih ya sudah meminjamkannya dan maaf baru

    aku kembaliin soalnya waktu itu kamu sudah pulang., kataku sambil

    menyodorkan pensilnya.

    Sama-sama.,jawabnya sambil melihat kearah tasku.

    Maaf, apa yang kamu lihat?

    Kamu yakin tidak salah map?

    eh?

    Bukannya seharusnya warna merah? Kenapa map mu warna

    kuning?

    hahh serius??, tanyaku kaget. Yang di tanya hanya mengangguk.

    Tak lama dia membuka tas nya dan mengambil map berwarna

    merah.

  • 11

    Untung aku punya lebih. Ini ambil aja.

    Aku tertegun beberapa saat dan kemudian berteriak huwaah

    Alhamdulillah. Makasih banyak ya. Aku mengeluarkan selembar uang

    seribu dan memberikan padanya Ini aku ganti map nya.

    Kamu pikir aku penjual map? Lebih baik uang mu kamu berikan

    kepada orang yang lebih membutuhkan saja nona. Dan kemudian

    dia berjalan meninggalkanku masuk ke dalam ruangan registrasi.

    Aku hanya melongo dibuatnya. Ah kenapa dia selalu saja pergi

    dengan seenaknya begitu. Tapi sumpah demi apapun kenapa dia

    selalu datang di saat yang tepat dan menolongku? Mungkinkah dia

    adalah malaikat penolong yang dikirimkan Tuhan untukku?, batinku.

    Daripada aku pusing memikirkannya, aku langsung masuk ke dalam

    ruangan registrasi.

    Ternyata pertemuanku tak hanya sampai disitu dengannya. Karena

    aku ternyata satu kelas dengannya. Aku kaget melihat ada namanya di

    daftar mahasiswa PD A yang tertempel di depan pintu. Aku memastikan

    kembali bahwa aku tidak salah lihat dan ternyata benar. Nama itu yang

    tertera disana. Nama yang dalam beberapa waktu dekat ini selalu

    membuatku penasaran. Saat masuk kelas, aku melihatnya duduk di kursi

    belakang. Nampaknya dia belum menyadari keberadaanku karena

    mahasiswa PD A berjumlah 200-an orang. Aku duduk di barisan depan dan

    sibuk berkenalan dengan teman-teman yang duduk di sebelah kanan dan

    kiriku. Aku menebarkan senyuman kepada mereka. Aku harap, aku dapat

    berteman baik dengan mereka semua. Ketika kelas sudah selesai, aku

    menghampiri cowok itu.

    Hai, ternyata kita satu kelas ya.

    Kamu lagi. Apakah kamu membuntutiku kemanapun aku pergi?

    Haha apakah kamu percaya takdir? Aku yakin semua yang terjadi ini

    adalah takdir. Kalau bukan takdir, mana mungkin kita bertemu lagi.

    Dan ini sudah ketiga kalinya kita bertemu tanpa mengetahui nama

  • 12

    masing-masing. Ehmm maksudku kita belum berkenalan dari awal

    bertemu.

    Alvaro Bintang Nugroho. Kamu bisa panggil aku Bintang., sambil

    menjulurkan tangannya.

    Aku Andara Lintang Maiza. Panggil aja Lintang. Kamu lihat kan,

    antara nama ku dengan nama mu hanya beda satu huruf aja.

    Bintang, Lintang. Benarkan hanya beda satu huruf saja, tawaku lebar.

    Aku harap kita bisa berteman baik ya.

    Ya, kita lihat saja nanti., sambil berlalu pergi.

    Hey tunggu. Aku kan belum selesai ngomong., aku sedikit kesal dan

    berlari mengejarnya.

    Alhasil, aku berjalan pulang bersama dengan Bintang sampai gerbang

    dan mengobrol dengannya di sepanjang jalan. Oke, mungkin

    memang hanya aku yang terus bertanya tentang dirinya. Karena

    sepertinya dia tidak menunjukkan tanda-tanda ingin menerimaku

    menjadi temannya. Tapi aku tidak akan berhenti begitu saja. Aku yakin

    dia adalah malaikat penolongku. Jadi aku tidak boleh

    melepaskannya.

    Flashback end

    Aku tersenyum sendiri mengingat perkenalanku dengan Bintang. Ya

    begitulah Bintang. Kesan pertama kali ketika melihatnya, dia terlihat dingin

    dan kaku. Tapi setelah aku mengenalnya, pandanganku tentangnya

    berubah. Di balik sifat dinginnya itu, Bintang adalah es yang hangat. Dia

    juga begitu perhatian kepadaku dengan cara yang tidak kuduga. Bintang

    adalah orang yang punya jiwa semangat tinggi. Dia selalu memberiku

    semangat ketika aku sedang down. Dia paling tidak suka melihatku

    mengeluh. Dan dia akan selalu jadi orang yang paling cerewet ketika aku

    melalaikan kewajiban makan ku. Bintang juga orang yang disiplin dan dia

    bisa mengatur waktunya dengan baik. Aku banyak belajar darinya. Selain

    sebagai penolong dan pelindungku, dia juga adalah motivatorku. Dari segi

    fisik, Bintang termasuk orang yang dengan sekali lihat bisa membuatmu

  • 13

    kagum dengan wajahnya. Alisnya yang tebal, hidungnya yang mancung,

    kulitnya yang kuning langsat, tatapan matanya yang tajam tapi teduh,

    senyuman nya yang khas, dan tubuhnya yang tinggi tegap menambah nilai

    plus untuknya. Aku cukup hebat karena akhirnya bisa bersahabat

    dengannya yang di awal dulu sangat dingin terhadapku. Aku tersenyum

    dan kemudian menutup kedua kelopak mataku dan berharap hari esok

    akan lebih baik dari hari ini.

    ***

    Seminggu tak terasa waktu terus berlalu. Aku mulai menyukai desa

    Ampat ini. Walaupun desa ini terletak di pulau terpencil dan hanya bisa

    dicapai 6 jam dengan mengendarai perahu, akan tetapi keadaan alam di

    sini begitu nyaman. Pantainya yang indah, berpasir putih, airnya yang masih

    jernih, dan masih banyak ikan cantik yang bisa terlihat dekat dengan klinik

    kesehatan, tempatku bersama teman teman praktek.

    Bu dokter, saya mohon maaf ya di sini pasiennya sepi nggak seperti

    dikota. Terus mohon maaf ya kalo fasilitas di sini nggak seperti di kota, kata

    Pak Deni menghiburku dengan wajah bersalah. Pak Deni adalah warga

    desa yang mengurus kesehatan di desa ini. Beliau-lah yang meminta aku

    dan teman-temanku praktek di desa ini. Nggak apa apa pak. Saya

    senang bisa praktek di sini. Di sini desanya cantik sekali, jawabku sambil

    tersenyum. Syukurlah jika bu dokter senang, jawab pak Deni dengan

    senyum membalas senyumku.

    Brakkk!!!

    Terdengar suara hentakan pukulan meja mengagetkanku.

    Kamu! Pergi aja. Nggak usah ganggu desa ini. Di desa ini masih sehat

    semua. Memang kemarin kamu bisa tolong tetangga kami, tapi bukan

    berarti kamu hebat dan bisa kuasai kami, kata seorang nenek bertopi

    petani di depan pintu klinik.

  • 14

    Aku bisa melihat gejolak amarah dari nenek yang berjarak 5 kaki di

    depanku ini. Sepertinya, begitu dalam perasaan yang ingin beliau

    sampaikan kepadaku. Nek, kataku mencoba menenangkan nenek itu.

    Sudah nek, ayo kita pergi. Kita pulang dulu, kata seorang pemuda

    desa ini berbaju biru sambil memeluk nenek itu dari belakang untuk

    mencegah neneknya masuk ke dalam klinik.

    Pergi kamu! Aku beri kamu waktu 2 hari. Kalo kamu nggak pulang

    juga, aku suruh warga desa ini untuk bakar klinik kamu, lanjut kata nenek

    bertopi petani dan berbaju merah. Udah nggak usah kayak gini. Aku bisa

    pulang sendiri, kata nenek itu pada pemuda baju biru sambil berjalan pergi

    dari klinik dengan marah.

    Maafin nenekku ya bu dokter. Beliau ngomongnya memang sering

    marah- marah. Tapi maksudnya nggak gitu kok. Sekali lagi mohon maaf,

    kata pemuda sambil membungkukkan badan dan menyusul neneknya pergi

    dari klinik.

    I Iya, nggak apa apa kok, jawabku dengan kebingungan

    dengan kejadian yang baru saja terjadi.

    Sebenarnya, aku heran apa yang menyebabkan nenek itu marah.

    Apa karena aku yang kurang cantik? kurang baik? kurang pintar? atau

    malah aku yang terlalu ke-pede-an ya? apa terlalu cerewet?

    Mohon maaf sekali atas perkataan nenek Sumi tadi ya, kata pak

    Deni membuyarkan lamunanku.

    Memang keadaan di desa ini seperti ini sejak 10 tahun lalu, lanjut

    pak Deni dengan muka sedih. Aku pun semakin bingung dengan

    pernyataan pak Deni.

    Sejak 10 tahun lalu, saya sering mengurus panggilan pekerjaan

    dokter, karena,lanjut pak Deni sambil mengusap air mata dengan lengan

    bajunya. Sudah 10 lebih dokter yang saya minta untuk praktek di desa ini.

    Akan tetapi mereka semua praktek dengan sembarangan. Akhirnya banyak

    penduduk yang tidak tertolong nyawanya. Sehingga penduduk di desa ini

    beranggapan bahwa dokter itu tidak berguna dan hanya musuh yang perlu

  • 15

    diusir agar tidak memakan banyak korban penduduk desa lagi. Namun,

    saya yakin bu dokter berbeda. Bu dokter sangat baik hati dan bisa

    menolong warga desa ini.

    Terimakasih banyak pak Deni atas ceritanya. Saya akan berusaha

    semampu saya untuk menolong warga desa ini. Akan tetapi saya hanya

    manusia, saya butuh bantuan pak Deni, teman teman, dan semuanya

    untuk menolong desa ini, jawabku sambil tersenyum.

    Langitpun semakin merona, ditambah kembalinya sang surya ke

    peranduannya, menambah nikmatnya waktu bersantaiku duduk di pantai

    pasir putih di sebelah klinikku. Huft, mendengar cerita pak Deni dan kejadian

    hari ini, apa yang harus aku lakukan ya?.Oh iya, tanya aja sama Bintang ya.

    Tapi, kok aku rasanya sering banget ngrepotin dia ya? Aduh, enaknya

    gimana nih?

    Gimana prakteknya di klinik hari ini?, tanya Gilang kepadaku sambil

    memukul bahuku dan membuyarkan pikiranku.

    Eh, ini orang bikin kaget selalu deh. Lha kamu sendiri gimana

    prakteknya?, tanyaku dengan wajah cemberut.

    Hmmm, mereka banyak yang mengagumiku daripada ngomong

    sakitnya mereka. Biasalah, penyakitnya orang paling ngganteng sedunia kan

    gitu. Hahaha, jawab Gilang dengan bangga.

    Halah, dari dulu kamu memang nggak berubah. Tapi, sama Neni

    berubah nggak?, kataku sambil mencibir Gilang dan Gilang pun

    menyambut dengan wajah yang tersipu malu malu mau.

    Sebenarnya, ada hal yang ingin kamu tahu tentang Bintang, tiba

    tiba Gilang berkata dengan wajah serius. Hah?, kenapa Gilang jadi misterius

    gini?.

    Hei, kalian berdua. Hayooo ngapain? Aku ikutan dong, tiba tiba

    suara Bintang terdengar dengan langkahnya menghampiri kami.

    Akan tetapi aku tidak bisa mengatakan padamu saat ini, lanjut kata

    Gilang padaku dengan wajah serius menatap langit.

  • 16

    Yee biasa. Lintang curhat sama aku. Hehehe, jawab Gilang tiba

    tiba memalingkan wajah kepada Bintang dengan wajah ceria.

    Uhuk.uhuk. Sorry bro nggak terbalik nih?, kataku dengan wajah

    mengejek.

    Tiba tiba lagu Sempurna karangan Andra and the Backbone

    terdengar ditelingaku ketika Bintang semakin mendekati kami. Dimataku dia

    terlihat dengan aura yang berkilauan. Aku merasa terpesona padanya. Dia

    begitu keren sekali menangani pasien dengan profesional, ramah, baik hati,

    pintar, dan ganteng pula. Sadar Lintang, sadar Lintang, jangan lebay

    terlebih alay, kamu hari ini ketemu Bintang buat cerita masalah hari ini di

    klinik, kata hati kecilku.

    Oh iya aku ingat. Bintang, ikut aku bentar yuk. Bentar aja. Tasnya

    titipin aja ke Lintang, kata Gilang menyambut Bintang.

    Mau kemana sih? Cepetan lho, tanyaku.

    Iya iya, jawab Gilang dengan disambut senyuman Bintang.

    5 menit pun berlalu. Huft, bosan deh sendirian. Ringgg Ringgg

    .Waduh, hp-nya Bintang bunyi. Gimana nih? Angkat? Nggak? Angkat?

    Nggak? Angkat aja deh. Reni? Siapa Reni? Kenapa dia menelpon Bintang?.

    Eits, stop kepo. Angkat aja deh, siapa tahu ada urusan penting.

    Halooo. Kak Bintang? Gimana janjian kita beberapa waktu lalu? Aku

    harap kakak bisa datang lagi ya. Halooo. Kak Bintang?, kata Reni.

    Mohon maaf ini Lintang teman Bintang. Ada yang ingin disampaikan

    pada Bintang?, tanyaku.

    Oh kak Lintang mohon maaf ya. Nanti aku sampaikan sendiri aja ke

    kak Bintang.Terimakasih banyak sudah diangkat teleponnya, jawab Reni

    sambil menutup telepon.

    Aku penasaran dengan gadis yang bernama Reni itu. ah mungkin saja

    saudaranya? Atau bahkan temannya? Tapi mengapa dia tak pernah

    bercerita padaku tentang Reni?.

    Puk puk puk

  • 17

    Aku menepuk pipiku sendiri. Seperti menyadarkan sesuatu pada diriku

    sendiri.

    Hmmmm mungkin dia pasien Bintang yang sedang

    membutuhkan bantuannya, gumamku.

    Tapi dia bilang janjian? Apa maksutnya ya? Kok aku jadi heboh

    sendiri sih?, gumamku lagi dengan kerutan wajah penuh tanya.

    Doooooorrrrr..., Kata Gilang dan Bintang yang mengagetkanku dari

    belakang itu.

    Kenapa dirimu? Melamun begitu?,tanya Bintang padaku.

    Iya nggak apa-apa lah, urusanku. jawabku dengan sok jutek dan

    jaim.

    Yah, nenek sihir marah. Ntar tambah jelek lho. Hehehe, kata Gilang

    dengan menyindir.

    Sebenarnya Ah, nggak jadi deh. Kapan-kapan aja. Hehehe, kata

    Gilang yang sepertinya ingin menyambung perkataannya tadi sore padaku,

    dengan tersenyum sesaat, kemudian melanjutkan melihat langit penuh

    bintang dengan wajah serius seolah memikirkan jumlah bintang yang ada.

    Namun, perasaanku kali ini terasa aneh dengan perkataan dan

    ekspresi wajah Gilang, sepertinya tidak sesuai. Dari tatapan matanya, terlihat

    sepertinya dia ingin menyampaikan sesuatu yang mendalam.

    Hmmmmm yang satunya juga ikut ketularan nglamun nih.

    Sepertinya nglamun itu bisa menular ya?, kata Bintang membuyarkan

    lamunan Gilang dengan menepuk pelan bahu Gilang.

    Lintang, mana tasku? Yuk, ikut aku sebentar, kata Bintang dengan

    senyuman indah dan mengulurkan tangan padaku.

    Aneh, kenapa aku seperti ini di depan Bintang. Kenapa aku melihat

    banyak kilauan indah, lagu Sempurna terdengar lagi, serta tangan ini terasa

    berat dan gemetar untuk menyambutnya. Apa yang harus aku lakukan?.

    Gawat, gimana jika aku tiba-tiba kena kram sekarang?. Tidakkkkkkk

    What must I do ?.

  • 18

    Tidak mungkin bukan kram yang kurasakan saat ini, tapi apa?, kata

    batin Lintang sambil menatap tangannya yang masih digenggam erat oleh

    Bintang karena dia terlena dengan lamunannya. Sedangkan, ku lihat Gilang

    hanya menatap kepergianku dan Bintang dengan tatapan seolah kecewa.

    Bintang kamu mau membawaku kemana?, tanyaku ketika sadar

    dari lamunan akan Bintang.

    Rahasia, jawab Bintang tersenyum.

    Senyum yang tak pernah Lintang dapati di awal mereka bertemu,

    senyuman Bintang hanya untuknya dan hanya dia yang tau senyuman itu.

    Karena selama ini, Lintang jarang melihat Bintang tersenyum kepada orang

    lain, kecuali dirinya. Lintang merasakan suhu badannya memanas dan

    detakkan jantungnya tidak seperti detak jantungnya yang biasa. Rasanya

    seperti copot dari tempatnya. Mata Lintang pun tetap menatap wajah itu

    dan mengamati dengan seksama wajah Bintang.

    Wajah yang menarik mataku seperti magnet untuk bertahan lama

    untuk menatap wajah itu sambil menunggu senyumnya hadir kembali

    padaku, kata batinku dengan penuh senyuman.

    Bintang kita mau kemana?, tanyaku lagi dengan penuh penasaran.

    Rahasia, jawab Bintang sambil menarik Lintang untuk berjalan lebih

    cepat di belakangnya.

    Mereka berdua semakin menaiki sebuah bukit dekat desa yang

    mereka praktek. Ketika mereka sampai diatas bukit, Bintang melepaskan

    genggaman eratnya dari tangan Lintang, hingga di pergelangan

    tangannya memerah.

    Sakit tau pergelangan tanganku, rajukku pada Bintang.

    Iya maaf deh, lain kali nggak bakal ku tarik seerat itu. Soalnya, kamu

    lambaaaaat banget jalannya, jawab Bintang sambil merebahkan tubuh ke

    hamparan rumput tanpa melihat ke arah Lintang sama sekali.

    Bintang telah asyik menikmati hamparan rumput yang sangat hijau

    dan menikmati panorama pertunjukan langit yang indah dengan gemerlap

    sinar rembulan dan kilauan bintang di langit. Aku hanya mengamati perilaku

  • 19

    Bintang saat ini dengan penuh perasaan penasaran dan bingung akan

    sikapnya ini padaku.

    Kenapa kamu hanya berdiri? tanya Bintang.

    Aku terlihat kikuk dan duduk di samping Bintang yang sedang

    terbaring.

    Kamu tahu pemandangan ini jarang kita temui di kota besar. Suatu

    pemandangan yang sangat indah, begitu indah. Hinga aku merasa kecil di

    hadapan semesta ciptaan Nya yang indah dan luar biasa ini. Dengarkan

    kicauan burung yang bernyanyi itu begitu merdu ya, kata Bintang pada

    Lintang.

    Sepertinya kamu begitu banyak berubah, tidak seperti kamu yang

    dingin di awal kita jumpa, sahutku sambil memainkan rerumputan hijau di

    depannya.

    Bintang hanya tersenyum lalu dia menegakkan tubuhnya sambil

    menerawang jauh.

    Ehm...aku boleh bertanya?, tanyaku.

    Bintang hanya terdiam beberapa detik seperti berkecamuk dengan

    perasaannya saat ini.

    Apa? sahutnya.

    Reni itu siapa?, tanyaku dengan hati hati.

    Namun, Bintang kembali terdiam.

    Oke kalau kamu nggak mau jawab ya sudah, kataku sambil

    beranjak dari tempat itu dengan wajah acuh.

    Kenal dia dimana? kata Bintang padaku dengan nada sangat

    tegas. Tapi, kali ini tegasnya beda. Dia sedikit membentak. Aku sulit

    membedakan nada bicaranya itu. Antara tegas dan membentak. Tapi aku

    sangat yakin sekali ada bentakan dalam ucapannya barusan. Tangan

    kananku sedang digenggamnya dengan mantap sedang tatapannya ke

    depan. Aku yakin sekarang ini dia tidak sedang menikmati

    pemandangannya. Dia memikirkan pertanyaanku. Reni.

  • 20

    Tadi kan dia telepon ke hape kamu. Dan kamunya lagi ngobrol privat

    sama Gilang. Lama lagi. Jadi ya... aku angkat deh. Takut teleponnya gawat

    darurat gitu. Maaf ya aku gak sopan, kataku dengan hati-hati. Sangat

    berhati-hati.

    Harap-harap cemas hatiku dengan apa yang akan terjadi selanjutnya.

    Aku hanya bisa menunduk dengan perasaan cemasku.

    Iyaa.. Aku maafin kok. Jangan merasa bersalah lagi ya katanya

    sambil tersenyum. Dan itu adalah senyumannya yang paling indah yang

    pernah kulihat selama aku mengenalnya. Aku tak tahan untuk tidak

    membalas senyuman itu. Yaa.. aku senyum ke dia juga. Di dalam hati aku

    mengucap rasa syukur ketegangan ini sangat cepat mencair.

    Oh iya, Reni itu bukan siapa-siapa kok. Jadi.. jangan cemburu ya,

    kata Bintang tiba-tiba dengan wajah mengejek dan setengah tertawa

    dengan penuh percaya diri untuk tebar pesona.

    Apa?, masih sempat-sempatnya dia menggodaku.

    Idiiih. Apa untungnya cemburu ke kamu?. Sorry bro. Good bye. See

    you next time,sambil cepat-cepat aku berjalan meninggalkan Bintang

    menuruni bukit.

    Kalo gak cemburu kenapa kamu langsung menghindariku hayoo?

    teriak Bintang yang sudah kutinggal 5 meter.

    Huft.Terpaksa deh aku berdiri diam di tempat untuk menjawab

    pertanyaan Bintang. Sebenarnya, bukan karena aku cemburu padamu

    Bintang kenapa aku menghindarimu. Akan tetapi

    Nguinggg.Nguinggg.Nguinggg

    Nah, balik lagi nih pasukan en-nya-em-u-ka. Nggak duduk, nggak

    berdiri, mereka sepertinya fans beratku. Sebenarnya nggak apa-apa sih kalo

    mereka datang. Akan tetapi, gatalnya setelah dihisap darahku ini lho yang

    nggak banget. Oh My God!, jangan-jangan mereka nyamuk demam

    berdarah atau lebih parah nyamuk Chikungunya. Tidakkkkkkkk!.

    Eh, balik yuk. Sebenarnya bukan karena cemburu, tapi karena ini nih.

    Tanganku jadi banyak lampu merahnya, kataku pada Bintang dengan

  • 21

    wajah cemberut, menggaruk telapak tangan dan menunjukkannya pada

    Bintang. Lagipula, kasihan Gilang sendirian di klinik, yuk.

    Namun, Bintang tidak menggubris ajakanku. Setelah beberapa detik

    dia pun memandang langit sambil tersenyum. Tapi senyuman itu yang

    berbeda dari sebelumnya. Di balik senyumannya terlihat kesedihan dan

    kekecewaan.

    Kamu tahu kenapa aku ingin menjadi dokter?, tanya Bintang

    padaku.

    Haaaaahhhh! aku bingung dengan pertanyaan itu. Tak ada kata

    yang dapat kusampaikan saat itu.

    Kenapa? Bintang bertanya lagi,

    Hmmm, mungkin karena kamu.......

    Karena dia, karena Reni, aku ingin menjadi dokter jawab Bintang

    tiba tiba memutus kalimat yang akan kusampaikan.

    Aku kembali terdiam, kaget, sekaligus semakin bingung dengan

    Bintang setelah mendengar pernyataannya. Sebenarnya siapa Reni?

    Seberapa hebat Reni hingga bisa mengubah hidup Bintang?.

    Sesaat pikiranku ingin ke arah pembicaraan lain. Sepertinya, ada yang

    perlu aku sampaikan ke temanku berbaju merah ini. Oh iya, kejadian tadi

    siang tentang ancaman nenek Sumi bersama penduduk desa yang akan

    membakar klinik. Bagaimana aku menyampaikan pada Bintang dan Gilang?

    Kalo disampaikan, Gilang kan orangnya temperamen, pasti setelah itu

    marah-marah ke aku sama Bintang, terus penyakit paru-paru, thipus, demam

    dan maag akutnya kambuh. Tapi, kalo nggak disampaikan, kasihan Bintang,

    Gilang, dan Pak Deni, serta penduduk desa ini kalo ada yang sakit parah,

    mereka nanti nasibnya bagaimana?.

    Lintang, kita lanjut besok saja di bukit ini bersama Gilang dan

    keluarga Pak Deni bagaimana?. Aku sebenarnya kemarin sudah datang ke

    bukit ini. Tapi, hari ini aku ingin survei tempat ini lagi bersama 1 orang. Ya,

    untuk memastikan pandangan orang lain terhadap tempat ini. Bagaimana

  • 22

    menurutmu?, tanya Bintang padaku sambil beranjak berdiri dan

    membersihkan bajunya.

    Bagus sih. Ya, lumayanlah. Bisa jadi, kita besok bakar-bakar jagung

    aja di sini biar tambah asyik. Oh iya, atau sama bakar ikan?, atau sayuran?,

    atau bikin kebab sekalian?. Nah, sepertinya kalo ditambah nyanyian nge-

    Rock sepertinya makin meriah lho. Hehehe, jawabku dengan apa adanya

    semua ide cemerlang yang tertulis di pikiranku.

    Kamu ini ada-ada aja, kata Bintang padaku dengan mengeleng-

    nggelengkan kepala dan penuh senyuman sambil menuruni bukit. Ayo, kita

    segera kembali ke rumah keluarga pak Deni. Pasti mereka dan Gilang

    khawatir keadaan kita.

    Aku pun melanjutkan menuruni bukit dengan wajah tersenyum untuk

    berterima kasih telah menjadikanku 1 orang beruntung itu. Akan tetapi jauh

    di dalam hatiku, aku diliputi kebingungan bagaimana aku menceritakan

    masalah nenek Sumi.

    Tiba-tiba aku mendengar langkah orang lain selain aku dan Bintang

    dibalik pohon.

    Eh Bintang, lihat itu, ternyata ada orang lain yang bersama kita di

    bukit ini, kataku pada Bintang setengah berteriak.

    Jangan-jangan sebentar lagi akan terjadi perampokan, penculikan,

    dan praktek penjualan manusia dengan korban aku dan Bintang.

    Tidakkkkkk!.

    Ayo, kita lihat siapa orang itu, kata Bintang padaku sambil berlari

    menuju ke arah orang tersebut berlari menjauhi kami.

    Kemudian terlihat dengan samar-samar bayangan itu seperti terjatuh

    pingsan terantuk batu ketika berusaha melarikan dari kami setelah aku dan

    Bintang menyadari kehadirannya.

    Aku berusaha mengingat-ingat ciri-ciri orang tersebut.Tiba-tiba

    langsung terbesit gambaran seseorang dipikiranku.

    Jangan-jangan dia, kataku pada Bintang sambil menujuk dengan

    wajah ketakutan.

  • 23

    Hah, kamu tahu siapa dia?, tanya Bintang dengan penuh wajah

    penasaran.

    Dan benar. Orang itu adalah Nenek Sumi. Mengapa ia ada di sini?

    Entahlah. Hanya sekian detik kebingungan menyergapku, selanjutnya rasa

    panik lebih mendominasi.

    Ayo kita bawa Nek Sumi ke klinik, Bintang dengan sergap dan

    cekatan menggendong Nenek Sumi.

    Di saat seperti ini, rasa sebalku padanya seperti menguap.

    Bagaimanapun juga ia hanyalah wanita renta. Lemah. Tapi, bagaimana

    bisa ia dengan berani meluapkan amarah, mengusir, bahkan

    mengancamku tempo hari? Pasti ada hal yang melatarbelakanginya.

    Sesuatu yang tidak semua orang tahu. Sungguh, hanya alasan maha

    kuatlah yang mampu menggerakkan daya nenek berumur 60-an ini hingga

    menembus titik limitnya. Apa guna ilmu komunikasi kesehatan yang

    kupelajari jika aku tak berhasil mendekati Nenek Sumi dari hati ke hati?

    Baiklah! Aku bertekad untuk menyelesaikan permasalahan ini hingga tuntas.

    Akhirnya aku dan Bintang menggendong Nenek Sumi untuk

    membawanya ke klinik. Karena jalan turun dari bukit cukup curam dan licin,

    kami harus berjalan ekstra hati-hati. Bintang berjalan di depanku sambil

    menggendong Nenek Sumi sedangkan aku mengikutinya di belakang. Ada

    rasa khawatir dan penasaran yang membuncah di pikiranku mengenai

    Nenek Sumi. Apa yang beliau lakukan di bukit ini pada malam hari? Apakah

    beliau memang sengaja membuntutiku dan Bintang?

    Aku terus bertanya-tanya, namun aku berusaha untuk melupakan dahulu

    rasa penasaranku ini dan segera bergegas mengikuti Bintang yang sudah

    mendahuluiku di depan.

    Rebahkan Nenek Sumi di sini kataku pada Bintang ketika kami

    sampai di klinik. Bintangpun merebahkan Nenek Sumi di kasur. Ada luka dan

    darah segar yang menetes dari dahi Nenek Sumi. Beliau masih belum sadar,

    sehingga aku berusaha untuk mendekatkan minyak putih di dekat

    hidungnya.

  • 24

    Aku bersihkan luka di dahinya ya kata Bintang sambil mengambil

    kapas dan air dengan sigap. Aku mengangguk sambil memperhatikannya,

    dengan telaten Ia lalu membersihkan luka dan darah di dahi Nenek Sumi.

    Entah mengapa sesuatu yang tak aku ketahui namanya kemudian muncul

    di perasaanku. Sesuatu yang belakangan ini kerap aku rasakan ketika

    berada di dekat Bintang atau sekedar memikirkannya. Iya, aku tidak tahu

    namanya, tetapi aku menikmatinya.

    Bisa ambilkan kapas lagi gak ? tanya Bintang memecah lamunanku.

    Eh iya, ini kataku tergagu sambil menyerahkan kapas.

    Kira-kira Nenek Sumi ada apa ya kok ngikutin kita, apa ada hubungannya

    dengan kejadian minggu lalu? tanya Bintang.

    Aku menggeleng, kemudian teringat peristiwa minggu lalu yang terjadi.

    Siang itu di saat klinik sedang sepi dan hanya ada beberapa pasien, Nenek

    Sumi datang ke klinik sambil mengumpat-ngumpat dan menendang kursi

    tunggu yang terbuat dari kayu di depan klinik. Melihat hal itu, pasien yang

    sedang ada di klinik berlari pulang karena takut. Aku yang masih bingung

    dengan apa yang dilakukan Nenek Sumi tidak sempat berlari ketika Nenek

    Sumi mendekatiku dan mengucapkan kata-kata yang sampai saat ini masih

    mengganggu pikiranku. Beliau mengancam akan mencelakaiku apabila aku

    tidak segera menutup praktikku di sini.

    Gejolak amarah Nenek Sumi waktu itu begitu terkenang dalam ingatanku,

    membuatku terus bertanya-tanya. Ingin sekali aku berbicara dengan beliau

    empat mata saja.

    Di..di mana aku? Apa yang kalian lakukan padaku?, tiba-tiba nenek Sumi

    tersadar sambil berusaha bangkit dari tempat tidurnya.

    Nenek istirahat dulu saja. Dahi nenek masih berdarah, Dengan sigap

    Bintang menahan Nenek Sumi untuk tidak beranjak dulu karena kondisinya

    yang masih belum memungkinkan.

    Jangan tahan aku! Aku tidak ingin berlama-lama di sini bersama kalian. Aku

    tidak percaya kalian. Biarkan aku pergi!, tolak Nenek Sumi.

  • 25

    Sebenarnya mengapa nenek begitu benci kepada kami? Apa salah kami,

    Nek?, tanya Bintang dengan nada yang sedikit meninggi.

    Bintang! Pelankan suaramu. Bicaralah yang sopan kepada orang yang

    lebih tua, tegurku pada Bintang.

    Maafkan teman saya, Nek. Kalau boleh tahu, apa yang sedang Nenek

    lakukan di bukit tadi?, Tanyaku.

    Bukan urusanmu! Biarkan aku pergi., ronta Nenek Sumi sambil berusaha

    untuk melangkah pergi.

    Tak kuasa aku dan Bintang menahan Nenek Sumi untuk tetap tinggal di klinik.

    Sosok Nenek Sumi semakin menghilang dari pandanganku. Aku hanya

    dapat melihat punggung Nenek Sumi dari kejauhan.

    Nenek Sumi, sebegitu bencinya kah Nenek kepada kami?

    Setelah Nenek Sumi itu pergi, datanglah Gilang menghampiri kami

    berdua.

    Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa Nenek itu bersikap seperti itu

    kepada kalian? Tanya Gilang.

    Hmm.. tidak ada apa-apa kok. Jawabku sambil tersenyum. Eh, iya, pasti

    kamu belum makan? Kita makan bareng-bareng yuk. Ajakku.

    Lintang! Aku Tanya sama kamu. Tolong jawab pertanyaanku! katanya

    sambil menggertak.

    Sudahlah, aku tidak ingin melihat dia marah-marah tidak jelas seperti itu,

    akhirnya aku pun menceritakan semua itu.

    Kenapa kamu baru ceritanya sekarang? Oou, jadi sekarang kamu mulai

    rahasia-rahasiaan gitu? Setelah sekian lama kita berteman, ternyata kamu

    tidak percaya sama aku sampai-sampai kamu tidak cerita sama aku? Atau

    jangan-jangan, kalian berdua sekongkol untuk tidak menceritakan

    kepadaku? Aku kecewa sama kalian. Kata Gilang dengan nada marah.

    Kemudian dia langsung pergi meninggalkan aku dan Bintang di sana.

    Sebentar, aku tidak bermaksud seperti itu, Gilang.. kataku sambil menarik

    tangan Gilang.

  • 26

    Gilang tetap bersikeras untuk pergi dan aku tak kuasa menariknya.

    Dan aku hanya bisa melihat dirinya yang kini berjalan semakin jauh dariku.

    Lalu aku berbalik, Kenapa kamu tidak menahan dia? Tanyaku kepada

    Bintang. Bintang hanya bisa berdiam seribu bahasa. Dia tidak berkata apa-

    apa sedikit pun, sekata atau sehuruf pun tidak. Dan tak terasa air mata pun

    menetes di pipiku.

    Tenang saja, nanti juga dia tenang-tenang sendiri. Santai aja, emang

    gitu orangnya akhirnya Bintang berbicara. Mencoba menghibur? Dalam

    benak ku terlalu banyak pikiran. Sehingga aku tak bisa berpikir jernih. Hujan

    turun tiba-tiba seraya langit menangis untukku. Bintang datang dengan

    membawa jaket. Kemudian memakaikannya ke aku.

    Dia terlihat repot sendiri di ruang sebelah. Banyak hal dalam pikiranku,

    membuatku tidak bisa berpikir. Suara hujan yang deras, seperti suara

    keramaian. Tiba tiba muncul gelas dihadapanku. ini seadanya yang bisa

    ku buat, minumlah ini bisa menghangatkanmu Kata Bintang sambil

    menyodorkan gelas. Aku menyentuh gelas itu, terasa hangat. Dari baunya

    tercium bau khas teh merah. Bintang menatapku yang hanya

    menggenggam gelas hangat itu. Kau tidak menyukai tehnya? Tanya

    Bintang padaku. Tidak, aku menyukainya. Terima kasih, Bintang., aku

    menjawabnya dengan senyuman.

    Segelas teh hangat buah tangan dari Bintang sejenak menenangkan

    pikiran kacauku. Kami berdua hanya terdiam, menikmati suara hujan

    dengan segelas teh hangat. Tiba- tiba terlintas di pikiranku, bagaimana

    hubungan kami setelah semua ini berakhir? Saat semua kembali pada

    kehidupan biasanya? Apakah Gilang dan Bintang akan berubah? Apakah

    perasaanku pada Bintang akan seperti ini saja?. Namun satu minggu yang

    tersisa ini harus aku manfaatkan dengan sebaik- baiknya. Selalu ingat tujuan

    awal aku berada di sini untuk pengabdianku pada negri. Hingga akhirnya

    hujan pun reda, bumi pun semakin gelap. Kami pun memutuskan

    meninggalkan klinik.

  • 27

    Sesampai di rumah aku langsung bebenah diri, mengganti pakaianku

    yang sedikit basah oleh air hujan dengan piyama kesayanganku dan

    memutuskan untuk segera beristirahat. Berharap semoga esok pagi kembali

    ceria dan membawa kebahagiaan.

    ***

    Sinar mentari mulai menyingsingkan sosoknya melewati celah jendela

    kamarku yang sengaja kubuka hanya setengahnya. Burung-burung

    terdengar berkicauan riang menyapa indahnya pagi hari. Hembusan angin

    dan udara dingin sisa hujan kemarin malam seakan mengusap lembut di

    pipiku. Mataku kupejamkan dan hidungku mulai menarik udara segar

    dalam-dalam kemudian mengeluarkannya lewat mulutku serasa tak ingin

    melepaskan segarnya udara di pagi hari.

    Lintaaaaaaaaaanng!!! terdengar suara sosok yang tak asing

    kudengar di luar jendela kamarku, Bintang. Aku yang daritadi sudah terjaga

    dan hanya duduk di atas tempat tidur segera menuju jendela kamar.

    Membuka lebar daun jendela yang tadi hanya kubuka setengahnya dan

    menengok ke arah luar jendela. Bintang memakai kaos putih, celana

    training, dan sepatu berdiri dengan tegapnya di depan jendela kamarku.

    Kulihat senyumnya yang renyah, sinar matanya yang cerah, sambil

    melambaikan tangannya ke arahku, terlihat dia sangat riang sekali pagi ini.

    Akupun membalas senyumnya.

    hei pemalas, cepat ganti piyamamu kata bintang

    Mau kemana, sih? Hari ini kan tidak ada jadwal ke klinik, kataku

    sambil mengucek-ngucek mataku yang enggan terbuka.

    Dokter apa kamu ini, tiap hari ngasih konseling menjaga kesehatan

    tapi kamu sendiri nggak pernah olahraga., Bintang geleng-geleng kepala

    melihatku yang masih enggan beranjak dari tempat tidur

    Aku hanya mencibir lalu terpaksa bangun dan berjalan ke lemari untuk

    ambil baju. Bintang masih berdiri di dekat jendelaku.

    Kamu mau sampai kapan disitu? Aku mau ganti baju nih, kata

    Lintang

  • 28

    Ehh iya...iya, Bintang malu dan segera pergi dari jendela Aku

    tunggu di depan rumah ya,

    Aku telah siap dengan pakaian olahragaku yang serba pink, kaos pink

    dan trainning pink.

    Kami berdua berjalan beriringan menuruni bukit. Rumah tempat

    tinggalku memang terletak di dataran lebih tinggi daripada rumah tempat

    tinggal Bintang.

    Kamu belum jawab pertanyaanku, kita mau kemana?, aku masih

    penasaran

    Olahraga, kan tadi aku udah aku jawab, jawab Bintang

    Iyaa...tapi kemana? Kan bisa olahraga deket-deket sini aja, ngapain

    pake turun bukit segala kan. Diatas pemandangannya lebih bagus dan

    udaranya lebih segar, kataku masih tidak puas

    Bintang diam saja, kami sampai di sebuah sekolah dasar satu-satunya

    di desa ini. Di halaman depan sekolah telah berkumpul anak-anak SD

    berseragam merah putih. Aku masih bingung, tapi kuikuti saja kemana

    Bintang melangkah. Kami lalu memasuki halaman SD tersebut.

    Dua orang guru menghampiri kami dan menyalami kami satu persatu.

    Silakan dimulai, anak-anak sudah siap dari tadi,

    Ha? Dimulai ngapain? Aku bertanya-tanya dalam hati

    Bintang menarik tanganku di tengah lapangan dan berdiri di depan

    kumpulan anak-anak SD.

    Adik-adik hari ini kita akan olahraga pagi bersama kakak-kakak ya!

    Perkenalkan saya kak Bintang dan sebelah saya ini kak Lintang, kata

    Bintang di depan anak-anak

    Kamu kok nggak ngomongin aku dulu, aku nggak tau nih mau

    olahraga apaan, aku berbisik di sebelah Bintang

    Udahh ikutin aku aja, Bintang menjawab tanpa menggerakkan

    bibirnya, tetap tersenyum di depan anak-anak

  • 29

    Anak-anak antusias saat kami ajari olahraga ringan. Walaupun tanpa

    persiapan ternyata ingatanku akan senam poco-poco saat aku masih duduk

    di bangku sekolah dasar menempel kuat di otakku.

    Enak kan olahraga pagi-pagi gini. Apalagi kalau sambil menebar

    kebaikan, kata Bintang

    Iya sih...tapi seharusnya kamu ngomong dulu dong jadi kan aku

    nggak kagok pas di depan tadi, jawabku

    Kagok gimana, kamu goyangnya aja kayak Inul daratista gitu, jago

    banget!, Bintang mengejekku

    Enak aja...itu senam tau bukan goyang dangdut, aku tak terima

    Tiba-tiba dari saku celana Bintang bergetar-getar. Hp Bintang

    berbunyi. Bintang mengeluarkan hp dari sakunya dan melihat siapa

    peneleponnya, saat membaca penelepon itu Bintang berubah mimik

    wajahnya.

    Aku permisi sebentar ya, kamu tunggu disini saja, kata Bintang

    menjauh dan menerima telepon itu

    Aku tau itu Reni, karena sekilas aku melihat nama di layar hp Bintang.

    Reni lagi. Mau apa dia menelepon Bintang pagi-pagi begini.

    ada apa Tang? tanyaku segera setelah Bintang kembali.

    gak ada apa-apa kok.. ayo balik ke rumah, abis itu sarapan.. pasti

    enak ajak Bintang dengan muka yang dipaksakan untuk tersenyum. Dalam

    hati aku tahu bahwa sesuatu telah terjadi. Sepanjang perjalanan aku

    memperhatikan raut wajah Bintang, ada sesuatu yang mengganjal di

    pikirannya. Sebetulnya aku penasaran, tapi biarkan saja lah..

    Lintaaaaaaaaang.. Bintaaaaaaaang.. dari tadi di cariin ehh..

    ternyata malah asik berduaan disini teriak Gilang saat melihat kami berjalan

    menuju rumah tinggalku.

    Ada apa siih Lang? kok heboh banget.. Tanya Bintang kepada

    Gilang.

    tau gak? di klinik lagi kacau balau parah banget deh.. kata Gilang

    dengan antusias.

  • 30

    ada kebo super gueedeee dan item masuk ke klinik terus makan

    semua tanaman di pekarangan klinik, terus juga makan semua persediaan

    obat yang baru datang kemarin sore. Gak cuma itu, bangunan klinik bagian

    depan hancur total porak-poranda kaya diterpa badai haiyan. Sekarang

    warga desa sedang berkumpul disana, sampek sekarang si kebo gak mau

    keluar dari klinik.. ayo buruan kesana ajak Gilang yang tampaknya sedang

    menggebu-gebu dan bersemangat untuk mengusir si kerbau dari klinik. Kami

    yang mendengarnya hanya bengong, tidak bisa berkata satu patah

    katapun.

    lho.. ayo.. kok malah bengong ajak Gilang sambil menarik tangan

    Bintang.

    Di depan klinik tampak berkerumun warga desa dengan segala

    peralatannya untuk mengeluarkan kerbau dari dalam klinik. Ada yang bawa

    cambuk, tali, bahkan ada yang membawa parang. Kami bertiga dengan

    sok berani maju ke barisan paling depan dan berpura-pura menawarkan

    bantuan kepada Pak Deni yang sedang membujuk si kerbau untuk keluar

    dari klinik.

    Setelah berusaha sekitar 1 jam, akhirnya si kerbau mau keluar berkat

    rumput yang dibawa Gilang dari kandang sapi Pak Deni. Menurut penuturan

    warga, kerbau tersebut adalah milik Nenek Sumi yang terlepas. Tapi

    anehnya kami tidak melihat sosok Nenek Sumi diantara kerumunan.

    masa sih Nenek Sumi sengaja nglepasin kerbaunya di klinik? tanyaku

    pada Bintang tak percaya.

    udah lah.. jangan suudzon dulu, siapa tau emang lepas sendiri terus

    masuk ke klinik. Kan banyak tu kerbau warga yang dibiarin berkeliaran di

    lapangan desa. Sekarang daripada mikir yang enggak-enggak, mending

    nemenin aku ke puskesmas induk buat minta obat-obatan lagi. Ajak Bintang

    yang langsung kusambut dengan anggukan pelan.

    moga aja tu kebo gak kenapa-kenapa abis makan obat segitu

    banyak celetuknya lagi sambil cengengesan seolah telah lupa dengan apa

    yang membelenggu pikirannya pagi ini.

  • 31

    Kami berangkat ke puskesmas induk yang jaraknya 12km dari desa

    dengan menumpang sebuah mobil pick up bermuatan sayur milik warga

    desa. Aku memperhatikan Bintang. Dia diam saja sejak awal perjalanan.

    Sepertinya banyak sekali yang sedang dia pikirkan. Kira-kira apa ya yang

    ada di pikirannya?

    Lintang.. aku mau cerita sesuatu kata Bintang tiba-tiba memecah

    keheningan dan dengan wajah yang serius, ia menarik nafas panjang lalu

    dihembuskan.

    sebetulnya Reni........ ciiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiit... tiba-tiba mobil berhenti

    mendadak.

    hati-hati pak nyetirnya, ada apaan sih kok ngerem mendadak gitu?

    teriakku dari belakang pada pak supir pick up yang menumpangi aku dan

    Bintang.

    maaf neng, tiba-tiba ada kucing nyebrang jalan barusan jawab pak

    supir.

    Bintang, kamu tadi mau ngomong apa? Emm.. Memangnya siapa

    Reni itu? tanyaku dengan wajah penasaran pada Bintang.

    Wajah Bintang kembali terlihat serius, dan tampak ingin mengatakan

    sesuatu padaku.

    kamu ingat tidak waktu aku tanya, kenapa aku ingin menjadi dokter?

    Dan aku menjawab karena Reni aku ingin menjadi seorang dokter? kata

    Bintang sambil menatapku dengan wajah mimik wajah seriusnya.

    iya aku ingat.. lalu, siapa sebenarnya Reni itu? tanyaku semakin

    penasaran.

    sebenarnya Reni itu adikku, aku sangat sayang sama dia bahkan aku

    mungkin tidak akan jadi seperti ini kalau bukan karena dia dan kamu.

    Jawab Bintang dengan nada pelan.

    Aku?? Tanyaku kaget dengan wajah melongo.

    iya. Kamu. Sambil tersenyum gemes dan mencet hidungku yang

    selalu di bilang pesek.

  • 32

    Sepanjang perjalanan Bintang menceritakan banyak hal kepadaku.

    Ternyata Reni adalah satu-satunya keluarga yang di miliki Bintang selain

    tante dan om mereka yang ada di Surabaya. Bintang dan Reni memang

    terpisah jauh saat ini. Namun perhatian Bintang kepada Reni tidak pernah

    berubah. Selisih umur Bintang dan Reni memang beda cukup jauh, 6 tahun.

    Saat Bintang duduk di kelas 1 SMA di salah satu sekolah terbaik di Surabaya,

    sedangkan Reni duduk di bangku kelas 4 SD. Banyak cobaan yang dihadapi

    oleh keluarganya. Saat itu Reni di vonis terkena kanker mata oleh dokter.

    Sehingga kedua orang tua Bintang dan Reni bekerja keras untuk mencari

    biaya untuk pengobatan Reni.

    Beberapa waktu setelah pengobatan Reni berjalan tiba-tiba ada

    kabar buruk, kedua orang tua Bintang dan Reni kecelakaan dan nyawanya

    tidak terselamatkan. Sehingga hanya peninggalan orang tua mereka yang

    mereka gunakan untuk pengobatan dan kemoterapi Reni yang terakhir. Reni

    memang gadis yang kuat, dengan kasih sayang kakaknya, Bintang, serta

    semangat ingin sembuh dari dirinya akhirnya Reni bisa sembuh dari penyakit

    ganas tersebut. Sejak saat itulah Bintang bertekad dan bercita-cita untuk

    menjadi dokter.

    jadi begitu ceritanya, udah gak cemburu lagi kan? kata Bintang

    sambil mengeceku.

    yeee.. kamu ngece deh! Lalu kalau aku?? Tanyaku masih penasaran

    dengan ucapan Bintang tadi.

    mas,, neng,, ini udah sampai di puskesmas induk. teriak pak supir.

    (aduhh,, kok uda nyampe aja sih. Semoga nanti Bintang tidak lupa

    menjawab pertanyaanku barusan) kataku dalam hati.

    baik pak, kami akan turun sahut Bintang menjawab pak supir.

    Lintang, yuk cepat turun kita udah sampe jangan melamun aja kata

    Bintang meledekku sambil mengulurkan tangannya padaku.

    Kita pun turun dari pick up sayur itu dan tidak lupa mgucapkan terima

    kasih kepada pak supir yang sudah baik menumpangi kita tersebut.

  • 33

    yuk cepat kita ambil obatnya ajak Bintang sambil tetap

    menggenggam erat tanganku.

    Setelah kita memasuki pintu puskesmas, kita langsung menuju tempat

    pembelian obat. Kita beli semua obat-obat yang diperlukan. Setelah itu aku

    masih penasaran dengan jawaban Bintang, apakah dia masih ingat yahh...

    aku tidak berani kalo harus menanyakan untuk kedua kalinya, harusnya

    kesadaran dari dia sendiri.

    ***

    Di malam yang bertaburan bintang di langit desa Ampat yang

    tenang, Gilang duduk terpaku diatas bukit, memandangi indahnya bintang

    sambil melamun dan memikirkan sesuatu, sampai suatu ketika terdengar

    suara seseorang yang berteriak sambil menangis yang membuyarkan

    lamunannya Tolong,,,,,, dokter tolong,,,,,. Terlihat sosok seorang laki laki

    muda yang datang menghampirinya dengan tetesan air mata di pipinya

    Dok, tolong nenek saya, nenek saya nggak bisa berdiri, kepalanya pusing

    terus, terus sekarang dia muntah darah. Saya harus gimana dok, tolong

    nenek saya,,,,. Laki laki muda itu adalah cucu nenek Sumi. Dalam hati

    Gilang ia ingin berteriak dan berkata Untuk apa aku menolongnya,

    sedangkan dia sendiri ingin mengusir semua dokter yang ada disini, tapi

    kemudian Gilang sadar akan tugasnya untuk menolong orang lain siapapun

    dia. Akhirnya Gilang beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju

    rumah nenek Sumi dengan didampingi cucunya.

    Sesampainya di rumah nenek Sumi, Gilang mlihat nenek Sumi terkapar

    di samping kamar mandi dengan sisa darah di mulutnya. Gilang langsung

    sigap mengangkat tubuh nenek Sumi ke tempat tidur dan memeriksanya.

    Selagi memeriksa, Gilang bertanya kepanya cucunya nenek Sumi terkait

    riwayat penyakit yang pernah diderita. Akan tetapi cucunya tidak

    menjawab apa apa, dia terlihat bingung dan gelisah. Gilang memberikan

    pertolongan pertama pada nenek Sumi, ketika keadaan nenek Sumi mulai

    stabil, Gilang mengajak cucu nenek Sumi untuk berbicara di halaman

    rumah.

  • 34

    Mungkin kamu sudah tahu banyak tentang kami, yang jadi trending

    topic ketika kami ada disini, tapi sampai saat ini aku belum tahu siapa

    namamu, jadi tolong ceritakan siapa dirimu, hubungannmu dengan nenek

    Sumi dan kenapa kamu bisa tidak tahu riwayat penyakit yang diderita

    nenekmu sendiri tanya Gilang dengan tegas. Namaku Aldi, aku asli

    Malang, dulu aku adalah anak jalanan yang selalu tidur di emperan toko,

    sakit dan kematian adalah sahabat yang selalu dekat dengan kami. Sampai

    suatu ketika hujan turun dengan derasnya, aku menggigil kedinginan di jalan

    dan pingsan, dan ketika aku sadar aku berada di sebuah rumah yang

    mewah. Dan ketika aku berada disana, aku bertemu dengan tante Winda

    yang ternyata anak dari nenek Sumi, orang yang menyelamatkanku dari

    kematian.

    Semenjak saat itu, aku tinggal di rumah nenek Sumi dengan tante

    Winda, tetapi aku penasaran dengan foto yang terpajang di ruang

    keluarga, disana ada foto bertiga, yaitu nenek Sumi, tante Winda dan

    seorang wanita cantik yang sampai sekarang tidak ku tahu siapa dia. Tante

    Winda tidak mau menceritakan apa apa karena nenek Sumi melarangnya

    untuk menceritakan apapun tentang wanita dalam foto itu, sedangkan

    nenek Sumi benar benar tidak mau menceritakan apapun. Ketika tante

    winda dipindah tugaskan ke papua kami pindah semua

    Beberapa tahun yang lalu kami pindah ke bumi Papua karena tante

    Winda dipindah tugaskan ke daerah ini. Dulu, tante Winda pernah sakit

    parah seperti ini, dan dia berobat ke puskesmas tempat kakak sekarang

    praktek. Dulu disini, dokter tidak pernah dihiraukan, tetapi karena kita dari

    kota kita lebih percaya dengan dokter dibandingkan Tetua Adat. Suatu

    ketika, keadaan tante Winda sudah memarah, dia tidak mau dibawa ke

    Tetua Adat, dia hanya mau ke dokter, dan alhasil tante Winda sembuh, tapi

    tiba tiba tante Winda meninggal. Nenek Sumi menduga kalau dokter

    sudah melakukan hal buruk kepada tante Winda, dan ketika dokter ditanya

    apa penyakit tante Winda? , sang dokter tidak menjawab apa apa,

    akhirnya nenek Sumi dan penduduk mengusir dokter itu.

  • 35

    Jadi karena itu Nenek Sumi benci dokter (kata Gilang sambil

    memanggut manggutkan kepalanya), tiba tiba terlintas di pikiran Gilang

    Kalau gitu kita harus check up semuanya, karena kita sama sama nggak

    tahu riwayat penyakit pasien. Aldi hanya mengangguk pertanda setuju,

    atau mungkin karna dia juga sudah pasrah tak bisa berpikir apa apa lagi.

    Untuk langkah awal, Gilang dan Aldi membawa nenek Sumi ke Puskesmas

    untuk keesokan harinya dibawa ke kota. Gilang duduk termenung sambil

    menunggu nenek Sumi siuman. Tak lama kemudian nenek Sumi sadar dan

    dia kembali meminta pulang dan tidak ingin di puskesmas, Gilang yang tidak

    sabaran langsung berucap Sudah, tenang aja nek, aku nggak akan

    mbunuh nenek, nenek pikir aku dokter yang malpraktek dan lalai sama

    kewajibanku? cetusnya setengah emosi. Nenek Sumi langsung diam dan

    binggung, kemudian perlahan Gilang menceritakan semua yang Aldi

    ceritakan kepadanya.

    Nenek Sumi bangkit dari duduknya dan melihat meja kerja Bintang,

    mata Nenek Sumi tiba tiba terbelalak melihat foto keluarga Bintang, tanpa

    sadar foto itu terlepas dari genggamannya dan terjatuh. Gilang dengan

    sigap mengambil foto keluarga Bintang yang jatuh, Ada apa Nek?, ini foto

    orang tua Bintang, Nenek kenal dengan orang tua Bintang? tanya Gilang

    yang sedang dalam kebingungannya. Nenek Sumi dengan pandangan

    kosong membalas pertanyaan Gilang dengan pertanyaan Kau tahu

    dimana orang tua Bintang tinggal?. Gilang menghembuskan napas

    panjang dan berkata Orang tua Bintang sudah meninggal Nek, ada apa

    sebetulnya?, tanpa menjawab sepatah kata pun, Nenek Sumi hanya

    menangis.

    Assalamualaikum.... (terdengar suara seseorang masuk ke puskesmas

    sambil mengucapkan salam).

    Waalaikum salam (jawab Gilang spontan), Gilang menoleh ke sumber

    suara Bintang? Untung kamu kesini

  • 36

    Bintang mengernyitkan dahi, Kenapa memangnya kalau aku kesini,

    bukannya sekarang memang tugasku yang jaga ya.....

    Gilang mendekati Bintang dan berbisik Sepertinya Nenek Sumi kenal

    dengan orang tuamu, dari tadi dia menangis terus setelah melihat foto

    keluargamu

    Pandangan Bintang yang awalnya biasa, berubah menjadi serius, dan

    tanpa berkata apa apa Gilang keluar menuju halaman Puskesmas.

    Perlahan, Bintang mendekati Nenek Sumi, ia duduk bersimpuh di

    depan Nenek Sumi, dan berkata Nek, Nenek kenal dengan orang tua ku?,

    Nenek Sumi melihat ke arah Bintang dan memeluknya Maafin Nenek Nak,

    maafin Nenek...

    Iya, aku sudah maafin semua yang Nenek lakukan kok.. (jawab Bintang

    sambil menepuk nepuk punggung Nenek Sumi)

    Nenek Sumi langsung bercerita panjang lebar Dulu Nenek punya 2 anak,

    namanya Santi dan Winda, Santi adalah anak pertama Nenek yang sangat

    Nenek sayangi, tapi dia dulu pergi meninggalkan Nenek dan menikah

    dengan seorang dokter. Nenek tidak suka dengan dokter itu, karena dia

    kurang cukup mampu untuk Santi, tapi Nenek sama sekali tidak menyangka

    kalau Santi akan meninggalkan Nenek demi dokter itu. Itulah awal

    kebencian Nenek pada dokter. Dan untuk melupakan semua itu, kami

    pindah ke Papua ini, ditambah dengan alasan Winda yang dipindah

    tugaskan kesini. Dan kau tahu, dulu ada dokter yang dinas di Puskesmas ini,

    tapi karena aku benci dengan dokter aku menyuruh Winda untuk ke Tetua

    Adat untuk mengobati sakitnya, tapi Winda tidak menghiraukanku, dia tetap

    berobat ke Puskesmas ini, sampai suatu saat, keadaannya membaik, tapi

    selang beberapa hari setelah itu, dia meninggal, dan dokter tidak bisa

    memberi keterangan apa pun, aku menduga kalau dia sudah melakukan

    tindakan malpraktek pada Winda, aku dan warga pun mengusirnya dari sini,

  • 37

    tapi kenapa? Kenapa kamu juga jadi dokter? (tanya nenek Sumi sambil

    menangis)

    Karena aku punya adik yang terkena kanker mata, orang tuaku mati

    matian bekerja untuk mencari uang untuk pengobatan adikku, sampai

    akhirnya dia sembuh, dan itulah yang menjadi alasanku menjadi dokter, aku

    ingin mengobati anak anak yang malang seperti adikku Nek,,,,

    Santi anak Nenek adalah Ibumu dan kau tahu dokter yang melakukan

    malpraktek pada Winda adalah foto seseorang yang ada disamping Santi,

    ayahmu yang sudah membunuh tantemu, apa sekarang yang kau lakukan?

    Apa? (teriak Nenek Sumi sambil menangis)

    Nek, dulu kami pernah ke Malang untuk mencari Nenek, tapi Nenek sudah

    tidak ada disana, mama pernah cerita kalau mama kabur dari rumah dan

    menikah dengan papa tanpa ijin merupakan kesalahan besar, dan setiap

    papa mengajak mama untuk ke rumah Nenek, mama selalu menolak

    karena belum siap, sampai akhirnya ketika mama sudah menyiapkan dirinya,

    kami semua berkunjung ke rumah Nenek yang di Malang, tapi kita tidak

    menemukannya. Papa sama sekali tidak tahu Nenek dan tante Winda, dan

    kalaupun tahu akupun juga tidak tahu akan hal itu, karena ketika papa diusir

    dari tanah Papua, mama datang ke Papua untuk menjemput papa kembali

    ke rumah, tapi pesawat mereka mengalami kecelakaan, dan itulah saat aku

    dan reni adikku kehilangan orang tuaku (nada Bintang merendah diakhir

    kalimat, karena dia harus mengingat masa masa yang paling suram dalam

    hidupnya, ketika dia harus kehilangan semuanya, dan menjadi kakak yang

    bisa menjaga dan melindungi adiknya)

    Tapi ayahmu sudah membunuh anakku Winda ! (teriak Nenek Sumi)

    Nek, kami punya kode etik, dimana jika pasien melarang dokter untuk

    menceritakan penyakitnya ke siapapun, maka ia tidak boleh

    menceritakannya, sampai donter itu mati Nek, sekarang ayo kita cari

  • 38

    bersama sama, pasti rekam medis tante Winda ada disini (jawab Bintang

    menenangkan)

    Nenek Sumi beranjak berdiri mengikuti Bintang menuju lemari yang berisi

    map map berwarna kuning untuk mencari nama Winda.

    Butiran debu memenuhi map map yang ada di lemari, Nenek Sumi

    dengan keadaannya yang sudah lemah, terbatuk batuk sampai hampir

    pingsan. Melihat hal tersebut, Bintang memegang kedua lengan Nenek Sumi

    dari belakang dan mendudukannya di kursi tempatnya praktek. Dengan

    seksama dan teliti Bintang mencari rekam medis tante Winda dan.... Nah,,,,

    ketemu !, alhamdulillah,,,, (senyum Bintang menyeruak seketika). Nenek

    Sumi bangkit dari duduknya dan menghampirinya dengan rasa penuh

    penasaran Gimana Nak? Apa? Apa yang diderita Winda? Winda sakit

    apa? , wajah Bintang berubah sedih dan menghela napas panjang. Nek,

    Tante Winda menderita kanker darah, keadaannya sudah sangat parah, dia

    sudah stadium akhir, mungkin karena dia tidak ingin Nenek sedih, oleh

    karena itu dia meminta Papa untuk merahasiakan penyakitnya.

    Nenek Sumi terduduk dan menangis dengan keras, memecah

    kesunyian di malam itu. Bintang memeluk Nenek Sumi untuk

    menenangkannya. Allah, tidak pernah memberikan cobaan bagi

    hambanya yang tidak mampu Nek, mungkin kenyataan ini memang

    menyakitkan, tapi Allah selalu di samping Nenek, tante Winda sengaja

    merahasiakan semua ini untuk menjaga perasaan Nenek. Ambil semua

    hikmahnya Nek, banyak orang yang sayang sama Nenek, termasuk Allah

    (Bintang mengelus punggung Nenek Sumi sembari memeluknya untuk

    menenangkannya).

    Tanpa diduga, Gilang tiba tiba muncul Lho kok nangis semua? Ada

    apa ini? Eh Bintang, tumben kamu nangis bombay segala? Lintang nolak

    kamu ya? (gurau Gilang yang usil). Bintang menghapus air matanya dan

    bertanya kepada Gilang Nenek Sumi dibawa kesini kenapa Lang?, Gilang

    menjawab dengan datar Sakit lah Tang, masak aku mau pedekate sama

  • 39

    Nek Sumi sih... (sambil senyum usil). Bintang menghela napas panjang Aku

    serius Lang, kenapa?. Akhirnya Gilang menjawab dengan serius Aku curiga

    kalau Nenek Sumi terkena kanker, tapi aku belum bisa memastikannya,

    karena itu masih diagnosa awal, dan cucunya sendiri aku tanyain masalah

    riwayat penyakit pasien dan keluarganya, dia kurang tahu. Bintang

    menghela napas panjang dan kemudian melihat ke arah Nenek Sumi.

    Aku rasa tidak perlu pemeriksaan lebih lanjut, aku tahu apa yang aku

    derita, dari Winda dan Reni cucuku, aku rasa itu sudah cukup, tidak perlu

    banyak diagnosa jika berujung hal yang sama. Aku sudah ikhlas dengan apa

    yang harus terjadi padaku, Nenek Sumi menjawab tatapan Bintang. Tanpa

    terasa tetesan air mata membasahi pipi Bintang, Bintang berkata Kenapa?

    Kenapa ketika aku menemukan keluargaku, aku harus kehilangan lagi?, Reni

    belum tahu tentang Nenek, dan aku rasa Reni bisa menguatkan Nenek, Reni

    bisa sembuh Nek, itu berarti Nenek juga. Aku yang akan berjuang untuk

    Nenek, apapun akan kulakukan untuk Nenek (timpali Bintang).

    Nenek Sumi hanya tersenyum dan menjawab Kau sudah berjuang

    sejauh ini, penderitaan yang kau tanggung sudah besar, dan aku sebagai

    Nenek yang kurang ajar malah menjatuhkanmu di bumi Papua ini. Sudah

    cukup bebanmu, aku ingin menutup mataku disini, aku sudah cukup

    bahagia melihat cucuku sekarang sukses dan menjadi orang yang beradap,

    ditambah lagi setelah aku mengetahui bahwa Santi ternyata bisa hidup

    bahagia. Semua orang melakukan yang terbaik untukku, tapi aku tidak

    melakukan apapun untuk mereka. Biarkan aku menutup mataku disini

    dengan memori indah ini, memori yang hanya terjadi di tanah Papua. Biar

    semua orang tahu, Papua bukan tempat yang mengerikan, tapi Papua

    adalah tempat semua kebahagiaan ada. Surga dunia bukan di kota,

    melainkan di tanah yang masih suci dan bersih ini, tempat politik dan

    kenistaan dunia masih kosong (jawabnya sambil tersenyum).

  • 40

    Nenek Sumi memeluk cucunya yang telah lama hilang. Mereka

    mengharu biru dalam tangisan yang begitu dalam. Tiba tiba Lintang

    datang,

    hai....... (dengan nada yang tiba tiba turun dan terhenti melihat semua

    yang ada dipandangannya).

    Gilang dengan sigap, menggandeng tangan Lintang dan membawa keluar

    Puskesmas, dengan perlahan tapi pasti, Gilang menceritakan semua yang

    terjadi kepada Lintang, Lintang termenung, dan perlahan dia menampaki

    kaki, mengintip ke dalam, terpancar raut sedih dan iba yang mendalam

    ketika melihat suasana di dalam ruang praktek. Gilang menarik tangan

    Lintang dan membawanya ke bukit.

    Eh, ngapain kamu menarikku? Kamu mau bawa aku kemana? (tanya

    Lintang bertubi tubi)

    Dulu aku pernah membawamu kesini kan? Dan waktu itu aku sangat ingin

    mengungkapkan sesuatu, dan ternyata Bintang datang dan mengacaukan

    semuanya, jadi sekarang beri aku sedikit waktu untuk mengungkapkan

    semuanya. Suasana menjadi hening sepi, hanya terdengar suara jangkrik

    yang meramaikan suasana.

    Gilang menghela napas panjang sama menutup mata....

    Kemudian dia perlahan membuka matanya.....

    Gilang menatap Lintang dengan dalam sambil memegang kedua

    tangannya, seketika hati Lintang berdegub kencang, ia sangat takut kalau

    Gilang mengungkapkan perasaannya kepada Lintang.

    Aku ingin mengungkapkan sesuatu, selama ini aku hanya bisa

    memandangimu dari jauh, dalam hati aku selalu ingin muncul di depanmu

    dan menjagamu, tapi aku tidak mampu, aku terlambat, selalu ada Bintang

    yang ada di sampingmu, sampai kau tak pernah menyadari kehadiranku

    (kata Gilang penuh dengan perasaan)

  • 41

    Rasa pede bercampur gelisahpun menjadi satu, Lintang bingung menjawab

    pernyataan Gilang, dia ingin sekali bilang kalau dia memiliki perasaan pada

    Bintang, tapi Lintang sendiri belum yakin akan perasaannya kepada Bintang.

    Dalam kebingungan yang luar biasa, Gilang melanjutkan perkataannya,

    Aku selama ini ingin bilang padamu kalau aku......

    Stop (sela Lintang), aku nggak mau dengar, aku nggak mau menyakitimu,

    aku nggak bisa Lang, aku nggak bisa menerimamu..... (Lintang berkata

    sambil menangis)

    Wajah Gilang berubah, yang tadinya serius menjadi penuh tawa, Gilang

    tertawa terbahak bahak, Lintang yang melihat hal tersebut menghentikan

    tangisnya, wajahnya sangat bingung. Gilang dengan senyum khasnya

    memeluk Lintang dengan erat dan berbisik,

    Yang ingin aku katakan bukan AKU SUKA KAMU atau AKU CINTA KAMU

    (dengan penekanan yang mendalam), aku hanya ingin bilang, AKU

    KAKAKMU, AKU KOMETMU, Komet yang selalu mengiringi Lintang

    Lintang terkejut, dia melepas pelukan Gilang, menatapnya dengan

    seksama, memegang kedua pipi Gilang, kemudian memegang telinganya

    dan menariknya.

    Aduh, sakit tahu, (teriak Gilang dengan sedikit membentak)

    Lintang tersenyum dan berkata Kometku datang lagi, sekarang selalu ada

    Komet yang menjaga langkahku, selama ini Kakak kemana? Kenapa kakak

    kabur dari rumah? Aku tidak punya pelindung lagi (kata Lintang sedikit

    manja)

    Bukankah ada Bintang disampingmu yang selalu menjagamu, kau tahu

    betapa kecewanya aku ketika kamu lebih memilih pergi dengan Bintang

    dibandingkan denganku? Trus kemana - mana selalu berdua, aku cemburu

    tahu.... (jawab Gilang sedikit sebal)

  • 42

    Kakak cemburu sama Bintang.... hahahahha, kakakku sekarang lucu

    banget (kata Lintang sambil mencubit kedua pipi kakaknya)

    Habisnya, kamu nggak pernah sadar kehadiranku, hanya aku yang tahu

    kalau kamu adikmu tapi kamu sendiri nggak pernah sadar, kalau ada

    seorang Komet yang mengelilingimu (jawab Gilang dengan sok manja)

    Kak, kakak belum jawab pertanyaanku, kenapa kakak kabur dan

    meninggalkan kami, kami mencari kakak kemana mana, tapi kita tidak

    menemukan kakak, kakak kemana? Kami ke Panti Asuhan tempat asal

    kakak, tapi tidak juga menemukan, kakak selama ini tinggal dimana? Dan

    mata kakak, kenapa warnanya hitam? Dulu mata kakak coklat dan indah,

    bahkan aku sangat iri dengan mata kakak, kenapa sekarang berubah, ada

    apa? Apa yang terjadi kak? (tanya Lintang panjang)

    Gilang menghela napas panjang dan bergumam Bagaimana mau jawab

    kalau sebanyak itu

    Kak, aku serius... (renggek Lintang)

    Iya, adikku sayang, jadi gini, ayo kita duduk dulu, akan membutuhkan

    waktu lama untuk bercerita (ajak Gilang).

    Mereka duduk di bawah langit gelap dengan sinar bulan dan cahaya

    bintang di atas bukit desa Ampat Papua. Malam, saat semua rahasia

    terungkap dan kebahagiaan tercipta bercampur dengan kesedihan yang

    mengungkap kenangan yang ada.

    ***

    Sampai sekarang aku masih ingat, ketika orang tuamu datang ke Panti

    Asuhan bersamamu, kalian berencana mencari anak kecil untuk dijadikan

    adik untukmu, tetapi dengan polosnya kamu memilihku untuk menjagamu,

    dan merengek sampai menangis agar orang tuamu memilihku. Akhirnya

    orang tuamu luluh dan menuruti kehendakmu, dan saat itulah aku berjanji

    pada diriku, apapun yang terjadi aku harus menjagamu, walau nyawaku

  • 43

    yang harus ku korbankan. Sampai suatu ketika, saat kamu pulang sekolah,

    aku terlambat menjemputmu, aku berlari sekuat tenaga, kamu yang

    melihatku di seberang jalan melambaikan tangan dan dengan penuh

    semangat berlari ke arahku, dan peristiwa itu terjadi.... (suara Gilang

    berubah jadi serak)

    Kak, itu salahku, bukan salah kakak, aku yang tidak hati hati, asal kakak

    tahu saat aku bangun dan kakak nggak ada, aku mencari kakak, aku

    khawatir dengan kakak (ucap Lintang sambil menangis dan memegang

    lengan Gilang)

    Bagaimanapun, itu salahku. Aku membawamu ke rumah sakit dan

    menelepon ayah dan ibu, mereka tidak menyalahkanku akan kejadian itu,

    tapi rasa bersalah itu terus menghantuiku, aku tidak bisa menjagamu, orang

    yang telah memilihku untuk menjadi kakak, tapi aku tidak bisa menjadi kakak

    yang baik untuknya, aku justru menyelakakannya. Oleh karena itu ketika

    ayah dan ibu datang ke rumah sakit aku langsung kabur. Aku mengungsi ke

    salah satu Panti Asuhan, aku tidak kembali ke Panti Asuhan tempatku dulu,

    aku tahu kalian pasti akan mencariku, mungkin kamu nggak tahu, tapi setiap

    hari aku selalu mengawasimu, aku menjagamu dari kejauhan, aku tahu

    bagaimana sedihnya kamu dan keluargamu ketika aku pergi, terlebih kamu,

    aku sudah jarang melihat senyummu yang seindah dulu.

    Gilang menghela napas panjang dna melanjutkan ceritanya....

    Sampai suatu ketika, entah kenapa aku ingin sekali jalan jalan ke rumah

    sakit tempatmu dulu pernah dirawat, di sana aku melihat seorang anak laki

    laki seusia kita menangis di depan pintu operasi, aku menghampirinya dan

    bertanya kenapa dia menangis?, dia bercerita kalau orang tuanya

    meninggal dalam kecelakaan, dan sekarang dia tinggal berdua dengan

    adiknya, adiknya terkena kanker mata, dan harus segera dioperasi, dia

    butuh mata orang lain, sedangkan anak laki laki itu ingin sekali memberikan

    matanya untuk adiknya, tapi dia bingung, jika dia memberikan matanya,

    siapa yang akan menjaga adiknya. Bagiku itu adalah jalan yang terbaik

  • 44

    untukku, aku memberikan pilihan untuknya, aku mau memberikan mataku

    untuk adiknya, asal dia mau menjagamu selamanya karena jujur, aku sedikit

    takut jika akhirnya kamu menyadari kehadiranku Lintang. Anak itu

    menyetujuinya, aku menunjukkan fotomu yang selama ini aku simpan, dan

    tanpa pikir panjang, aku langsung menjalani operasi donor mata untuk

    adiknya, aku senang ketika aku tahu bahwa adiknya sembuh setelah

    menerima mata dariku, dan di saat yang sama, dokter yang saat itu

    melakukan operasi mata, memintaku untuk menjadi anaknya, aku bingung,

    aku menjawab kalau aku bukan anak yang baik, aku sudah tidak bisa

    melihat, tetapi dia bilang seperti ini....

    Aku ingin punya anak yang berhati mulia sepertimu, selama 10 tahun

    pernikahan, kami belum dikaruniai seorang anak, dan aku rasa istriku akan

    sangat menyukaimu, kamu tidak perlu khawatir dengan matamu, aku bisa

    mencarikan mata yang lain untukmu agar kamu bisa melihat lagi

    Gilang melanjutkan ceritanya,,

    Aku menyetujuinya dan ketika saat itu juga, aku harus pergi ke luar negeri

    untuk menjalani operasi mata, dan ketika aku kembali ke Indonesia, aku

    kehilangan jejak kalian,

    Gilang tiba tiba tersenyum lebar melihat langit, Lintang memandanginya

    dengan penuh tanya dan heran,,,

    Tapi aku sangat bahagia ketika aku melihat namamu di fakultas kedokteran

    Universitas Indonesia, dan aku merasa jauh lebih bahagia lagi ketika aku

    tahu orang yang aku titipin kamu bisa menjagamu, dan dia selalu bisa

    menjadi malaikat penolongmu di saat kamu benar benar

    membutuhkannya, (Gilang melihat ke arah Lintang dengan senyum

    menggoda)

    Kak, maksud kakak apa? Kok ngeliatin akunya kayak gitu?, (Lintang

    mengedip ngedipkan matanya karena gugup bercampur bingung),

    Lintang terdiam sesaat dan kemudian,,,

  • 45

    Jangan jangan maksud kakak, Bintang, Bintang adalah anak kecil itu, dan

    Reni, dia yang mendapat donor mata kakak, iya Kak? (tanya Lintang

    penasaran)

    Yup, bener banget, dan ternyata aku nggak salah milih orang buat jaga

    adikku ya,,, buktinya adikku tercinta yang super manja aja bisa sampai jatuh

    cinta dibuatnya, hehehehhe (canda Gilang)

    Udah ngaku aja, kamu suka kan sama Bintang? Nggak usah ditutup

    tutupin, udah ketahuan kok, (tambah Gilang dengan senyumnya yang

    menggoda Lintang)

    Lintang hanya tersipu malu, dan kemudian bertanya Eh, Kak, Kakak ganti

    nama ya? Nama Kakak kan Komet kan? (tanya Lintang polos)

    Gilang tertawa terbahak bahak,,,

    Kak, aku tanya seriusan ini, kok malah ketawa sih... (kata Lintang sebal)

    Aku tanya, sejak kapan namaku Komet?, dari dulu namanya Gilang sayang

    (sambil mengelus rambut Lintang), bukannya yang memberi nama Komet itu

    kamu?, kamu yang memanggilku seperti itu agar aku selalu berada di

    sampingmu untuk menjagamu, dan sampai sekarang pun aku masih ingin

    tetap menjagamu sebagai Kometnya Lintang bukan sebagai pacar Lintang,

    jadi kamu nggak perlu khawatir aku akan jatuh cinta padamu, aku hanya

    ingin menjadi kakak yang baik untukmu, yang selalu menjagamu, (senyum

    Gilang yang menggoda Lintang) Gilang menyenggol lengan Lintang

    Kakak, jangan diketawain dong, katanya mau menjaga aku, kok malah

    ngejek aku terus sih,,,,,(renggek Lintang), tapi iya ya, aku baru ingat kalau

    dulu yang ngasih nama Komet itu kan aku, karena seringnya aku memanggil

    Kakak dengan Komet, aku sampai lupa nama asli Kakak, hehehhe (tawa

    Lintang)...

    Malam ini nge date sama aku ya... (tawar Gilang)

  • 46

    Maksudnya? Kan sekarang udah tengah malam Kak ? (tanya Lintang

    dengan polos)

    Iya, ngedate, mulai jam ini, menit ini dan detik ini, disini, dibawah sinar bulan

    dan kilauan bintang, dia atas bukit desa Ampat, kamu nge date sama aku,

    kamu ceritain bagaimana kehidupanmu selama aku kehilangan jejakmu,

    dan aku akan menceritakan semu tentangku ke kamu sampai besok pagi,

    gimana? Setuju nggak? (tawar Gilang sambil menyenggol lengan Lintang)

    Ok, kapan lagi bisa nge date sama dokter galak, hehehe (goda Lintang)

    Sialan kamu, nggak galak tahu, aku tegas, bedakan ya tegas dengan

    galak, lagipula yang penting kan aku nggak cerewet kayak kamu (goda

    Gilang)

    Kakak..... (renggek Lintang)

    Mereka pun tertawa di keheningan malam desa Ampat, sambil bercerita

    kehidupan mereka.

    ***

    Mentari pagi datang menyinari bukit desa Ampat, Lintang pun

    memicingkan matanya ketika secercah cahaya mulai menghangatkan

    wajahnya,,,,

    Lintang, bangun, sudah pagi.... (ucap Gilang)

    Lintang terbangun, dan tersadar kalau dia telah tidur di bahu kakak

    tercintanya.

    Maaf Kak, berat ya... (ucap Lintang merasa bersalah sambil memijat

    minjat bahu Gilang)

    Berat sih, tapi untuk Lintang, apa sih yang nggak aku kasih (goda Gilang)

  • 47

    Lintang hanya tersenyum melihat godaan kakaknya, mereka pun bangkit

    dan kembali menuju Puskesmas, disana terlihat Bintang yang duduk di

    samping tempat tidur Nenek Sumi.

    Assalamualaikum, kata seseorang dari kejauhan...

    Waalaikum salam, jawab Lintang dan Gilang bebarengan

    Terlihat sosok seorang gadis cantik berumur sekitar 20 tahun datang ditemani

    Kepala Desa.

    Jadi gini, adek ini mau mencari Bintang bapak Kepala Desa menunjuk ke

    arah gadis itu

    Sepertinya Kakak tidak asing, kata gadis itu sambil memegang pipi Gilang

    Gilang hanya tersenyum ramah, dan gadis itu terkejut sambil melanjutkan

    ucapannya Kakak, kakak yang ngasih mata buat aku kan? (tanya gadis

    itu penuh rasa penasaran)

    Kau terlihat makin cantik dengan mataku, aku rasa memang Allah hanya

    menitipkan mata itu kepadaku, tapi itu bukan mata untukku, tapi matamu,

    jawab Gilang dengan senyum

    Lintang tersenyum terkikik di sebelah Gilang, Gilang langsung menatap

    tajam ke arah Lintang dan berkata

    Hey, Lintang, kenapa kamu? Gangguan jiwa? Apa perlu aku kasih obat anti

    depresan? (ejek Gilang)

    Hehe, habisnya baru pertama kali ngeliat kakakku tercinta jatuh cinta sih,

    jadi nggak lihat sikon deh ketawanya,,, (ejek Lintang), setelah mengatakan

    hal tersebut, Lintang langsung lari,,,

    Hey, dasar adik yang tidak berbakti, sini kamu,, (teriak Gilang dan langsung

    mengejar Lintang)

  • 48

    Gadis itu hanya tersenyum melihat tingkat kedua adik kakak yang seakan

    anak kecil itu, dia masuk ke dalam dan membangunkan Bintang.

    Kak, aku sudah sampai, bangun Kak, sambil menggoyang goyangkan

    lengan Bintang

    Mata Bintang pun terbuka, dengan memicingkan mata dia meliha