status pembatalan akta ikrar wakaf akibat...
TRANSCRIPT
STATUS PEMBATALAN AKTA IKRAR WAKAF AKIBAT WAKIF
KETERBELAKANGAN MENTAL
(Studi Putusan MA No 686/K/AG/2012)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
Ahmad Said Fandi
11150440000062
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H/2020 M
ii
STATUS PEMBATALAN AKTA IKRAR WAKAF AKIBAT WAKIF
KETERBELAKANGAN MENTAL
(Studi Putusan MA No 686/K/AG/2012)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
Ahmad Said Fandi
11150440000062
Pembimbing:
Hj. Rosdiana, M.A.
196906102003122001
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441H/2020M
iii
PENGESAHAN PANITIA PERSETUJUAN SKRIPSI
Skripsi yang berjudul “Status Pembatalan Akta Ikrar Wakaf Akibat Wakif
Keterbelakangan Mental” telah diajukan dalam sidang munaqasyah Fakultas
Syariah dan Hukum Program Studi Hukum dan Keluarga Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah pada (30 Januari 2020). Skripsi ini telah diterima
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata Satu (S-
1) pada Program Studi Hukum dan Keluarga.
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Ahmad Said Fandi
NIM : 11150440000062
Fakultas : Syariah dan Hukum
Program Studi : Hukum Keluarga
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk salah satu
persyaratan memperoleh gelar Strata Satu (S1) di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua narasumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil asli saya
atau merupakan hasil penjiplakan karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlalu di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
v
ABSTRAK
Ahmad Said Fandi. NIM 11150440000062. STATUS PEMBATALAN AKTA
IKRAR WAKAF AKIBAT WAKIF KETERBELAKANGAN MENTAL.
Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal Syakhshiyyah), Fakultas Syariah dan
Hukum, Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta, 1441H/2020M. Xiv halaman +
71 halaman.
Studi ini bertujuan untuk menjelaskan kedudukan wakif keterbelakangan
mental dalam pembatalan akta ikrar wakaf di Pengadilan Agama, dan
pertimbangan putusan hakim untuk kedudukan wakif keterbelakangan mental
dalam pembatalan akta ikrar wakaf. Dalam ketentuan Undang-undang Nomor 41
tahun 2004 tentang Wakaf yang merupakan ramuan dari berbagai literatur fikih
klasik, sebagaimana termaktub dalam pasal 2 yaitu wakaf sah apabila
dilaksanakan menurut syariah, dan dalam pasal 3 yaitu wakaf yang telah
diikrarkan tidak dapat dibatalkan.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif dan library
research dengan melakukan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan,
buku-buku, kitab fikih yang berkaitan dengan judul skripsi ini.
Hasil penelitian menunjukan bahwa wakif yang diduga memiliki
keterbelakangan mental dalam putusan Nomor 0322/Pdt.G/2009/PA.Yk oleh
kakak kandungnya sehingga wakaf yang telah diikrarkan harus dibatalkan tidak
dapat dibuktikan dengan cukup. Kemudian, berdasarkan bukti-bukti yang
diajukan dalam persidangan, ikrar wakaf yang telah diikrarkan telah memenuhi
rukun dan syarat sesuai dengan ketentuan syariah dan hukum yang berlaku yakni
Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf. Hal ini sesuai dengan
konsep mashlahah mursalah dengan metode istishlahiyyah yang mencari hukum
berdasarkan kemaslahatan sesuai dengan tujuan hukum Islam. Dalam hal ini
gugatan tidak dapat dibuktikan, hal yang mashlahat apabila hakim memutuskan
untuk menolak gugatan yang telah di ajukan ke Pengadilan Agama.
Kata Kunci: Wakaf, Keterbelakangan Mental, Mashlahah Mursalah
Pembimbing : Hj. Rosdiana, MA
Daftar Pustaka :1977 s.d. 2018
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim, segala puja dan puji syukur penulis panjatkan kepada
Tuhan semesta alam, Allah SWT. Sebuah kesyukuran yang mendalam atas segala
nikmat, ma‟unah, hidayah serta karunia Allah kepada kita semua khususnya
kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan Judul
Status Pembatalan Akta Ikrar Wakaf Akibat Wakif Keterbelakangan Mental
(Studi Putusan MA No 686/K/AG/2012). Shalawat serta salam tak lupa penulis
haturkan kepada baginda besar Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa
ummatnya menuju jalan yang lurus dan yang diridhoi oleh Allah SWT.
Penulis amat terharu, bersyukur dan bahagia, karena telah menyelesaikan
tugas akhir dalam jenjang pendidikan S1 ini, sehingga bisa memperoleh gelar
Sarjana Hukum lulusan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Penulis juga meminta maaf yang sebesar-besarnya apabila skripsi ini
kurang berkenan bagi para pembaca, karena penulis menyadari bahwa skripsi
penulis jauh dari kata kesempurnaan.
Perlu diketahui bahwa selama penulis masih di bangku perkuliahan sampai
pada tahap akhir ini yakni penulisan skripsi, penulis mendapatkan banyak
pendidikan, arahan, bantuan, masukan, serta dukungan yang luar biasa dari para
pihak, oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya khususnya kepada:
1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, M.A., Rektor Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, M.A., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta berikut para wakil
Dekan I, II, dan III Fakultas Syariah dan Hukum.
3. Hj. Mesraini, M.A., dan Ahmad Chairul Hadi, M.A., selaku Ketua
Program Studi Hukum Keluarga dan Sekretaris Program Studi Hukum
vii
Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum, atas jasa-jasa beliaulah yang
membuat penulis bersemangat untuk menjadi mahasiswa yang unggul dan
bermanfaat, selalu mendukung penulis di tengah-tengah kesibukannya
serta memotivasi penulis untuk secepatnya menyelesaikan penyusunan
skripsi ini.
4. Drs. Ahmad Yani, M.Ag., selaku Dosen Penasehat Akademik yang tak
kenal lelah membimbing penulis serta mendampingi penulis dengan
penuh keikhlasan dan kesabaran sampai pada tahap semester akhir di
Fakultas Syariah dan Hukum tercinta ini, khususnya pada penyelesaian
skripsi penulis.
5. Hj. Rosdiana, M.A., selaku Dosen Pembimbing Skripsi penulis, yang
selalu membimbing penulis dengan penuh kesabaran di tengah kesibukan
yang beliau hadapi, memberikan arahan serta masukan yang sangat positif
untuk perumusan dan penyusunan skripsi ini, sehingga merupakan suatu
kebanggaan tersendiri bagi penulis karena telah dibimbing oleh orang
hebat seperti beliau.
6. Kedua orang tua penulis, ayahku tercinta Epen Afandi, dan ibuku
tersayang Juju Jubaedah, terima kasih atas kasih sayangmu yang tiada
tara, pengertianmu yang sangat membuatku bahagia, doa-doamu tiap
malam, dukunganmu yang luar biasa ketika Ananda sedang jatuh
terpuruk, serta didikanmu selama ini, sehingga karena kalian berdualah
Ananda terinspirasi untuk menyelesaikan skripsi ini.
7. Kaka perempuan tercinta beserta suami, Ida Farida dan Febi Fikri
Mulyadi yang telah memberikan dukungan serta motivasi sehingga
penulis dapat segera menuntaskan skripsi ini.
8. Para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum, yang telah mendidik penulis
dan memberikan keilmuannya sehingga skripsi ini dapat tuntas.
9. Keluarga Besar Kahfi BBC Motivator School, terkhusus guru sehat Om
Bagus dan Mba Wie, dosen wali, kakak-kakak, adik-adik, serta rekan
seperjuangan senasib sepenanggungan yang senantiasa mengingatkan dan
memotivasi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
viii
10. Sahabat-sahabat seperjuangan senasib sepenanggungan dan yang saat ini
masih berjuang yakni, Deni Endika, Adam Wildan Al-Kihfi, Darul,
Acong, Pascal, Zaenal. Tak lupa yang selalu menemani serta memotivasi
penulis agar segera menyelesaikan Skripsi ini yakni, Maudy Arnita Razak
S.KPM.
11. Teman-teman Kemka Jakarta yang selalu mengingatkan dan
menyemangati penulis. Tak lupa pula Sahabat-sahabat Hukum Keluarga
2015 penulis yakni, Fikri, Iyan, Sarwedi, Anwar, Robby, Mimil, Aza,
Furqon, Illa, Fateh, Zulfan, Kamal, Irwan, Fadil, Ridwan, Vania, dan
masih banyak lagi teman-teman penulis yang tidak tercantum namanya
disini, terima kasih atas dukungannya selama ini, kalian terbaik!
Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT membalas jasa-jasa
mereka, kebaikan mereka, dan melindungi mereka baik di dunia maupun di
akhirat kelak, Amiin! Semoga skripsi ini membawa berkah dan banyak manfaat
bagi para pembaca walaupun masih banyak kekurangan dan belum sempurna,
karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Wallahu a‟lam bi al-Showab.
Jakarta, 03 Januari 2019
Ahmad Said Fandi
ix
PEDOMAN TRANSLITERASI
Hal yang dimaksud dengan transliterasi adalah alih aksara dari tulisan
asing (terutama Arab) ke dalam tulisan Latin. Pedoman ini diperlukan terutama
bagi mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan beberapa istilah
Arab yang belum dapat diakui sebagai kata bahasa Indonesia atau lingkup masih
penggunaannya terbatas.
a. Padanan Aksara
Berikut ini adalah daftar akasara Arab dan padanannya dalam aksara
Latin:
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
Tidak Dilambangkan ا
B Be ب
T Te ت
Ts te dan es ث
J Je ج
h} ha dengan garis bawah ح
Kh ka dan ha خ
D De د
Dz de dan zet ذ
R Er ر
Z Zet س
S Es س
Sy es dan ye ش
x
s} es dengan garis bawah ص
d} de dengan garis bawah ض
t} te dengan garis bawah ط
z} zet dengan garis bawah ظ
koma terbalik diatas hadap „ ع
kanan
Gh ge dan ha غ
F Ef ف
Q Qo ق
K Ka ك
L El ل
M Em م
N En ن
W We و
H Ha ه
Apostrop „ ء
Y Ya ي
b. Vokal Pendek dan Vokal Panjang
Vokal Pendek Vokal Panjang
_____ ______ = a ىا = a>
xi
_____ ______ = i ىي = i>
_____ ______ = u ىو = u>
c. Diftong dan Kata Sandang
Diftong Kata Sandang
al = )ال( ai = __ أ ي
al-sh = )الش( aw = __ أ و
-wa al = )وال(
d. Tasydid (Syaddah)
Dalam alih aksara, syaddah atau tasydid dilambangkan dengan huruf,
yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah. Tetapi, hal ini tidak
berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang
yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya: al-Syuf’ah, tidak ditulis asy-
syuf’ah
e. Ta Marbutah
Jika ta marbutah terdapat pada kata yang berdiri sendiri (lihat contoh 1)
atau diikuti oleh kata sifat (na‟t) (lihat contoh 2), maka huruf ta marbûtah tersebut
dialihaksarakan menjadi huruf “h” (ha). Jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti
dengan kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihasarakan menjadi huruf “t”
(te) (lihat contoh 3).
Kata Arab Alih Aksara
syarî „ah شزيعة
al- syarî „ah al-islâmiyyah الشزيعة الإسلا مية
Muqâranat al-madzâhib مقارنة المذا هة
Beberapa ketentuan lain dalam EYD juga dapat diterapkan dalam alih
aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring atau cetak tebal.
Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama yang berasal dari dunia
Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meski akar kara nama tersebut
berasal dari Bahasa Arab. Misalnya: Nuruddin al-Raniri, tidak ditulis Nûr al-Dîn
al-Rânîrî.
xii
Istilah keislaman (serapan): istilah keislaman ditulis dengan berpedoman
kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia, sebagai berikut contoh:
No Transliterasi Asal Dalam KBBI
1 Al-Qur‟an Alquran
2 Al-Hadith Hadis
3 Sunnah Sunah
4 Nash Nas
5 Tafsir Tafsir
6 Fiqh Fikih
Dan lain-lain (lihat KBBI)
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ....................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................................ iv
ABSTRAK .................................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................................. vi
PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................................ ix
DAFTAR ISI ............................................................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ........................................................................... 5
C. Pembatasan Masalah .......................................................................... 5
D. Perumusan Masalah ........................................................................... 6
E. Tujuan Penelitian ............................................................................... 6
F. Manfaat Penelitian ............................................................................. 7
G. Metode Penelitian .............................................................................. 7
H. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu .................................................. 9
I. Sistematika Penulisan ...................................................................... 10
BAB II KONSEP WAKAF, MAS}LAHAH MURSALAH, DAN CAKAP
HUKUM
A. Konsep Wakaf
1. Pengertian Wakaf ........................................................................ 12
2. Dasar Hukum Wakaf ................................................................... 14
3. Syarat dan Rukun Wakaf ............................................................. 17
4. Akibat Hukum dan Pembatalan Wakaf ....................................... 23
xiv
B. Konsep Mas}lahah Mursalah
1. Pengertian Mas}lahah Mursalah ................................................. 24
2. Dasar Hukum Mas}lahah Mursalah ............................................ 25
3. Kedudukan Mas}lahah Mursalah ................................................ 27
C. Konsep Cakap Hukum
1. Pengertian Cakap Hukum ........................................................... 29
2. Dasar Hukum dan Syarat Cakap Hukum .................................... 29
3. Kedudukan Cakap Hukum .......................................................... 31
BAB III DESKRIPSI PUTUSAN NOMOR 686/K/AG/2012
A. Posisi Kasus Putusan Nomor 686/K/AG/2012 ................................ 33
B. Duduk Perkara Putusan Nomor 686/K/AG/2012 ............................ 35
C. Amar Putusan Nomor 686/K/AG/2012 ........................................... 46
BAB IV PENENTUAN WAKIF KETERBELAKANGAN MENTAL
DALAM MELAKUKAN PEMBUATAN AKTA IKRAR
WAKAF PADA PUTUSAN NOMOR 686/K/AG/2012
A. Perbandingan Pertimbangan Hakim dalam Penentuan Wakif
Keterbelakangan Mental dalam Putusan Nomor
0322/Pdt.G/2009/PA.Yk dan Putusan
Nomor19/Pdt.G/2011/PTA.Yk ........................................................ 49
B. Pertimbangan Hakim Tingkat Kasasi dalam Penentuan Wakif
Keterbelakangan Mental dalam Putusan Nomor 686/K/AG/2012 .. 54
C. Implikasi Putusan Nomor 686/K/AG/2012 Terhadap Wakif
Keterbelakangan Ditinjau dari Perspektif Maslahah Mursalah ....... 58
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................... 65
B. Saran ................................................................................................ 66
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 68
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Aturan wakaf merupakan aturan yang berasal dari hukum Islam,
oleh karena itu jika berbicara tentang masalah perwakafan tentunya akan
membicarakan mengenai konsep wakaf menurut hukum Islam. Namun,
dalam hukum Islam terdapat perbedaan pendapat mengenai wakaf.
Perbedaan pendapat tersebut dimulai dari pendapat ulama mendefinisikan
wakaf itu sendiri. Menurut mazhab Syafi‟i dan mazhab hambali wakaf
adalah melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, dan
wakif tidak boleh melakukan apapun terhadap harta yang telah
diwakafkan. Hal ini artinya bahwa harta yang diwakafkan tidak dapat
ditarik kembali, dipindah tangankan, dan dijual. Harta tersebut hanya
dapat dimanfaatkan sesuai ikrar wakaf yang diucapkan. Sedangkan
menurut mazhab hanafi kecuali Abu Yusuf dan Imam Muhammad wakaf
adalah penahanan pokok harta dalam tangan pemilik wakaf dan
menyedekahkan hasil barang yang diwakafkan digunakan untuk tujuan
amal saleh. Oleh karena itu, mazhab hanafi membolehkan wakif untuk
menarik kembali harta yang telah diwakafkan.1
Selain itu wakaf memiliki rukun dan syarat yang harus dipenuhi
agar wakaf yang telah diikrarkan dinyatakan sah. Wakaf dapat dikatakan
sempurna jika rukun dan syarat serta unsur-unsur yang terdapat dalam
perbuatan wakaf telah terpenuhi. Kedua hal tersebut tidak dapat
dipisahkan mengingat keberadaan satu dengan yang lain saling berkaitan
satu sama lain.2 misalnya wakif disyaratkan harus orang yang dapat
melakukan perbuatan hukum. Jika wakif ternyata bukan seorang yang
1 Ahmad Shodikin, Asep Abdul Aziz, “Penarikan Kembali Harta Wakaf oleh Pemberi
Wakaf (Studi Komparatif Imam Syafi‟i dan Imam Abu Hanifah)”, Mahkamah: Jurnal Kajian
Hukum Islam, 2, 02, (Desember 2017), h. 256. 2 Ahmad Mukhlishin, Nur Hamidah, “Pemanfaatan Harta Wakaf di Luar Ikrar Wakaf
Perspektif Hukum Islam dan UU No. 41 Tahun 2004”, Mahkamah: Jurnal Kajian Hukum Islam, 2,
02, (Desember 2017), h.222.
2
dapat melakukan perbuatan hukum, maka wakaf yang telah diikrarkan
secara syar‟i tidak sah.3
Harta wakaf merupakan hak umat, dengan demikian manfaatnya
pun harus dirasakan oleh umat oleh karena itu harta wakaf menjadi
tanggungjawab bersama. Namun sebagai negara yang mayoritas
penduduknya beragama Islam, Indonesia terbilang lamban dalam membuat
regulasi wakaf, akibatnya banyak harta wakaf yang kurang terurus dan
bahkan belum dimanfaatkan dengan baik.4
Atas pertimbangan diatas, pemerintah kemudian menerbitkan
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf. Dalam praktiknya
kadang-kadang muncul permasalahan perebutan hak kepemilikan tanah
wakaf antara nazhir dengan ahli waris wakif atau ada oknum yang dengan
sengaja melawan hukum untuk memindahtangankan atau mengalihkan
kepemilikannya kepada pihak lain.5
Di beberapa negara seperti Malaysia, Saudi Arabia, Mesir, Turki,
Dan Yordania, lembaga wakaf berkembang sangat maju dan mampu
memberikan manfaat yang besar, bukan hanya untuk rakyat dalam negeri
tetapi juga masyarakat di negara lain karena mampu menjadi sarana
pemberdayaan ekonomi yang cukup memadai bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat.6
Di Indonesia sendiri saat ini secara formal dalam kerangka hukum
nasional wakaf juga diatur dalam perwakafan nasional, yaitu Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 28 tahun 1977. Setidaknya ada sekitar 15 buah
peraturan yang yang telah dikeluarkan Pemerintah Indonesia untuk
mengatur tentang wakaf.7
3 Taufiq, Wakaf dalam Perspektif Hukum Islam, Jurnal Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi, 24, 01, (Maret 2013), h.69-70. 4 Junaidi Abdullah, Nur Qodin, “Penyelesaian Sengketa Wakaf Dalam Hukum Islam”,
ZISWAF: Jurnal Zakat dan Wakaf, 1, 01, (Juni 2014), h. 39. 5 Junaidi Abdullah, Nur Qodin, “Penyelesaian Sengketa Wakaf Dalam Hukum Islam”, h.
40. 6 Achmad Djunaidi, Thobieb Al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif Sebuah Upaya
Progresif Untuk Kesejahteraan Umat, (Jakarta: Mitra Abadi Press, 2006), h. 32. 7 Abdul Halim, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Ciputat: Ciputat Press, 2005), h. 2.
3
Apabila mengacu pada pasal 3 UU Nomor 41 Tahun 2004 tentang
Wakaf menyebutkan bahwa wakaf yang telah diikrarkan tidak dapat
dibatalkan.8 Meskipun pasal tersebut menyebutkan secara jelas bahwa
wakaf yang telah diikrarkan tidak dapat dibatalkan tetapi jika terjadi
perkara mengenai masalah wakaf, pengadilan agama bertugas dan
berwenang untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara wakaf
tersebut. Hal itu sesuai dengan pasal 49 UU Nomor 3 Tahun 2006 tentang
Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama,
menyatakan pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa,
memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-
orang yang beragama Islam salah satu diantaranya adalah perkara wakaf.9
Ini menandakan bahwa jika terjadi sengketa yang berkaitan dengan
wakaf maka yang berwenang menerima, memeriksa, dan mengadili
perkara tersebut adalah pengadilan agama. Hal tersebut memungkinkan
untuk terjadinya pembatalan akta ikrar wakaf dilakukan oleh majelis
hakim.
Berdasarkan penjelasan mengenai praktik wakaf di atas, penulis
akan mengambil sebuah contoh kasus wakaf yang terjadi di Nitikan,
Umbulharjo, Yogyakarta. Masalah ini sangat berkaitan dengan bagaimana
peran serta hubungan masing-masing unsur yang ada di dalam wakaf
sehingga dapat tercapai tujuan wakaf yang ideal tanpa merugikan pihak
manapun. Kasus ini berawal dari konflik yang muncul antara penggugat
yakni selaku wali pengampu wakif dan nazhir selaku pengelola wakaf.
Penggugat menyatakan bahwa wakif mengalami keterbelakangan mental
sejak kecil hingga berujung gugatan pembatalan akta ikrar wakaf.
Penggugat yang bertindak selaku wali pengampu dari wakif
mempermasalahkan mengenai ikrar yang diucapkan wakif yang
mengalami keterbelakangan mental sejak kecil. Hal tersebut didasarkan
8 Pasal 3 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
9 Sovia Hasanah SH dalam https://www.hukumonline.com/klinik/detail/
ulasan/lt5327b4bd414d3/pembatalan-ikrar-wakaf diakses pada 23 Mei 2019.
4
pada penetapan pengadilan Negeri Nomor: 166/Pdt.P/2009/PN.YK 2 April
2009 yang mengatakan bahwa wakif mengalami keterbelakangan mental
sejak kecil. Selain itu ada saksi yang menyatakan bahwa di sekolah tidak
naik kelas dan gagal sekolah hanya kelas 2 SD sampai saat itu tidak
mengalami perubahan bahkan bertambah parah. Berdasarkan penjelasan
pasal 3 PP No 28 tahun 1977 menjelaskan “..menghindari tidak sahnya
perbuatan mewakafkan, baik karena adanya faktor intern (cacat atau
kurang sempurna cara berpikir) maupun faktor eksternal karena merasa
dipaksa orang lain.”10
Namun selain itu, berdasarkan keterangan saksi bahwa wakif
pernah melakukan pernikahan namun pada gugatan berstatus janda cerai
mati. Hal ini menunjukan bahwa disaat wakif dewasa dapat melakukan
perbuatan hukum. Karena salah satu syarat mempelai perempuan adalah
baligh dan berakal atau dikatakan dewasa. Kedewasaan antara laki-laki
dan perempuan sama, karena kedewasaan ditentukan dengan akal. Dengan
akal terjadi taklif dan dengan akal pula adanya hukum.11
Proses peradilan sengketa wakaf ini berjalan cukup lama,
prosesnya melalui peradilan tingkat pertama ke pengadilan tinggi sampai
tingkat kasasi Mahkamah Agung. Kedua belah pihak tetap
mempertahankan argumennya masing-masing. Wali pengampu merasa
ikrar yang diucapkan antara wakif kepada nazhir tidak sah karena wakif
memiliki keterbelakangan mental. Oleh karena itu, ikrar wakaf tersebut
harus dibatalkan dan dianggap tidak sah.
Pada pengadilan tingkat pertama gugatan akta ikrar wakaf ditolak
oleh majelis hakim Pengadilan Agama Yogyakarta. Tidak terima atas
putusan tingkat pertama tersebut wali pengampu mengajukan banding ke
Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta dengan hasil banding diterima.
10
Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 11
Sucipto, “Kedewasaan dalam Akad Nikah dalam Perspektif Interdisipliner”, Jurnal
Asas, 6, 02, (Juni, 2014), h. 42.
5
Pihak nazhir kalah ditingkat banding dan tidak merasa puas atas putusan
tersebut, nazhir mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Hasilnya
permohonan kasasi diterima dan sengketa wakaf ini dimenangkan oleh
pihak nazhir yakni akta pembatalan ikrar wakaf tidak dapat dilaksanakan.
Oleh karena itu, putusan yang berlaku adalah kembali pada putusan
pengadilan tingkat pertama dimana akta ikrar wakaf tetap berlaku seperti
semula yakni akta ikrar yang telah diucapkan tidak dapat dibatalkan.
Berdasarkan putusan Mahkamah Agung, wakif memiliki keterbelakangan
mental namun tidak dapat dibuktikan secara hukum, selain itu jika
memang nazhir melakukan kelalaian dalam mengelola harta wakaf maka
nazhirnya lah yang seharusnya digugat.
B. Identifikasi Masalah
Berikut penulis mengidentifikasi masalah-masalah yang berpotensi
muncul terkait penelitian ini:
1. Bagaimana pelaksanaan wakaf di masyarakat?
2. Apa dasar pertimbangan hakim tingkat kasasi dalam
menentukan wakif memiliki keterbelakangan mental
melakukan ikrar wakaf dari hasil putusan Nomor
686/K/AG/2012?
3. Apa dasar pertimbangan hakim tingkat banding yang
membatalkan putusan hakim tingkat pertama dalam
menentukan wakif keterbelakangan mental melakukan ikrar
wakaf dari hasil putusan Nomor 19/Pdt.G/2011/PTA.Yk?
4. Bagaimana solusi alternatif wakif yang memiliki
keterbelakangan mental/tidak cakap melakukan perbuatan
hukum dalam melakukan wakaf?
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang penulis
paparkan sebelumnya, permasalahan yang timbul mengenai gugatan
pembatalan akta ikrar wakaf cukup kompleks. Demi mempertajam
pembahasan, penulis memberikan batasan-batasan sebagai berikut:
6
1. Tulisan ini meneliti tentang pertimbangan hukum hakim dalam
memutus perkara pembatalan akta ikrar wakaf di Nitikan
Umbulharjo Yogyakarta
2. Fokus penelitian ini adalah putusan mengenai pembatalan akta
ikrar wakaf di Pengadilan Agama Yogyakarta
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan
batasan-batasan yang telah penulis kemukakan, maka ditarik rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pertimbangan hakim tingkat kasasi dalam
menentukan wakif keterbelakangan mental dalam putusan
Nomor 686/K/AG/2012 ditinjau dari perspektif Mas}lahah
mursalah?
Dari rumusan masalah ini melahirkan dua pertanyaan penelitian
diantaranya:
1. Bagaimana perbandingan pertimbangan hakim dalam
menentukan wakif cacat mental dalam putusan Nomor
0322/Pdt.G/2009/PA.Yk dan Nomor 19/Pdt.G/2011/PTA.Yk?
2. Bagaimana implikasi putusan Nomor 686/K/AG/2012 terhadap
wakif cacat mental ditinjau dari perspektif Maslahah
Mursalah?
E. Tujuan Penelitian
Seiring dengan pembatasan dan perumusan masalah di atas, maka yang
akan menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui perbandingan pertimbangan hakim dalam
menentukan wakif keterbelakangan mental dalam putusan
Nomor 0322/Pdt.G/2009/PA.Yk dan putusan Nomor
19/Pdt.G/2011/PTA.Yk
2. Untuk mengetahui pertimbangan hakim tingkat kasasi dalam
menentukan wakif keterbelakangan mental dalam putusan
686/K/AG/2012
7
3. Untuk mengetahui implikasi putusan Nomor 686/K/AG/2012
terhadap wakif keterbelakangan mental ditinjau dari perspektif
Mas}lahah mursalah
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bagi peneliti sendiri penelitian ini bisa memperluas khazanah
keilmuan intelektualitas di bidang hukum keluarga di
Indonesia, khususnya tentang wakaf.
2. Bagi kalangan akademisi, penelitian ini diharapkan menjadi
salah satu sumber informasi ilmiah yang dapat
dipertimbangkan dalam memecahkan masalah yang relevan.
3. Bagi masyarakat luas, semoga penelitian ini dapat memberikan
wawasan dan pemahaman kepada masyarakat tentang wakaf.
G. Metode Penelitian
Dalam membahas penelitian ini, diperlukan suatu penelitian untuk
memperoleh data yang berhubungan dengan masalah-masalah yang
dibahas dan gambaran dari masalah tersebut secara jelas, tepat dan akurat,
ada beberapa metode yang penulis gunakan, antara lain:
1. Jenis penelitian yang penulis gunakan merupakan penelitian yuridis-
normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti
bahan pustaka yang menggunakan objek kajian penulisan berupa
pustaka yang ada, baik berupa buku-buku, artikel, jurnal dan
peraturan-peraturan yang mempunyai korelasi terhadap pembahasan
masalah, sehingga penulisan ini juga bersifat penulisan pustaka
(library research).12
2. Pendekatan penelitian yang digunakan yakni pendekatan undang-
undang, yaitu pendekatan dengan memahami hierarki dan asas dalam
legislasi dan regulasi yang relevan dengan isu hukum yang di
ketengahkan.13
Dalam hal ini menggunakan undang-undang wakaf,
12
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Rajawali Press, 1998), h. 15. 13
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Prenada Media, 2016), h. 137.
8
kompilasi hukum Islam, peraturan pemerintah, dan peraturan yang
terkait dengan wakaf.
3. Sumber data penelitian dalam penyusunan skripsi ini penulis
menggunakan dua jenis sumber, yaitu:
a. Data primer
Data primer yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan
mengikat secara yuridis, meliputi Undang-Undang Nomor 41
Tahun 2004 Tentang Wakaf dan Kompilasi Hukum Islam. Selain
itu beberapa peraturan lain, meliputi Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 42 tahun 2006 tentang Pelaksanaan
Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1977 tentang
Perwakafan Tanah Milik, Putusan Pengadilan Agama Yogyakarta
Nomor: 0322/Pdt.G/2009/PA.Yk, Putusan Pengadilan Tinggi
Agama Yogyakarta Nomor: 19/Pdt.G/2011/PTA.Yk, Putusan
Mahkamah Agung Nomor: 686/K/AG/2012.14
b. Data Sekunder
Data sekunder yang digunakan penulis diperoleh dari
bahan-bahan hukum yang erat kaitannya dengan hukum primer
yang dapat menunjang dan memberikan penjelasan untuk
membantu menganalisis dan memahami data hukum primer, baik
berupa buku-buku atau literatur yang berisi pendapat para ahli
hukum terkait dengan fokus penelitian, jurnal hukum yang terkait
dengan fokus penelitian dan situs-situs internet baik domestik
maupun asing yang dapat dipertanggungjawabkan dan memiliki
keterkaitan dengan fokus penelitian.15
4. Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data melalui studi
kepustakaan, studi dokumen atau arsip. Studi kepustakaan dan studi
dokumen meliputi pengumpulan bahan hukum dengan mengkaji,
14
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Prenada Media, 2016), h. 181. 15
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Prenada Media, 2016), h. 196.
9
menelaah dan mempelajari buku atau literatur, jurnal, hasil penelitian
hukum dan mengkaji berbagai dokumen resmi institusional yang
berupa peraturan perundang-undangan, risalah sidang dan literatur
yang berhubungan dengan masalah penelitian.
5. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis
kualitatif-deskriptif, yaitu data yang didapat diperoleh dari bahan
tertulis seperti peraturan perundangan-undangan, dokumen, buku-
buku, yang berupa ungkapan verbal, sehingga dalam menganalisis dan
menyajikan fakta secara sistematik lebih mudah dipahami dan
disimpulkan.
6. Teknik penulisan yang digunakan dalam penelitian skripsi ini mengacu
kepada pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan oleh Pusat Peningkatan
Jaminan Mutu (PPJM) Fakultas Syariah dan Hukum 2017.
H. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu
Dalam penelitian ini, penulis melakukan tinjauan pustaka sebagai
langkah dari penyusunan skripsi yang penulis teliti, agar terhindar dari
kesamaan judul dan masalah yang dibahas dari skripsi yang sudah ada
sebelum-sebelumnya. Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan selama
menyusun proposal, penulis tidak menemukan judul skripsi penulis atau
berupa jurnal, baik di perpustakaan fakultas, maupun perpustakaan umum.
Sejauh pengamatan penulis, penelitian yang ada kesamaan dengan
penelitian yang penulis teliti di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, penulis menemukan penelitian mengenai pembatalan
ikrar wakaf yang pernah dilakukan yaitu:
Fisca Ariyanti, dengan judul “Penerapan Asas
Pertanggungjawaban Wakaf Terhadap Tindakan Nazhir dalam
Menentukan Lembaga Pengelola Wakaf yang Tidak Sesuai Dengan
Keinginan Wakif (Studi Kasus Sengketa Tanah Wakaf di Nitikan,
Umbulharjo, Yogyakarta)” konsentrasi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,
Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, tahun 2018. Penelitian fokus
10
pada pertanggungjawaban nazhir memilih lembaga pengelola wakaf
namun tidak sesuai dengan keinginan wakif, dan apakah hal tersebut
merupakan penyalahgunaan kewenangan dalam mengelola wakaf. Berbeda
dengan penelitian penulis, yang fokus kepada pertimbangan hakim tingkat
pertama, tingkat banding, dan tingkat kasasi dalam memutuskan seseorang
cakap hukum dalam pembatalan akta ikrar wakaf.
Alyssa audrey, dengan judul “Tinjauan Yuridis Tentang Wakif
Yang Tidak Cakap Hukum Mewakafkan Hartanya Dalam Perspektif
Undang-Undang No 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf” Fakultas Hukum,
Universitas Pasundan, tahun 2018. Penelitian fokus kepada wakif yang
tidak cakap hukum dalam perspektif Undang-Undang Nomor 41 tahun
2004 tentang wakaf. Sedangkan penulis fokus kepada pertimbangan hakim
dalam menentukan wakif yang memiliki keterbelakangan mental dalam
melakukan perbuatan hukum dalam pembatalan ikrar wakaf.
Deden Najmudin, dengan judul “Penarikan Kembali Harta Wakaf
oleh Pemberi Wakaf Menurut Imam Syafi‟i Dan Imam Abu Hanifah dan
Pengembangannya di Indonesia” Fakultas Syariah dan Hukum, UIN
Sunan Gunung Djati Bandung, tahun 2015. Penelitian fokus terhadap
penarikan wakaf yang dilakukan oleh pemberi wakaf menurut fikih yakni
pendapat Imam Syafi‟i dan Imam Abu Hanifah. Sedangkan penulis fokus
kepada pertimbangan hakim mengenai wakif yang memmiliki
keterbelakangan mental dalam perkara pembatalan akta ikrar wakaf.
I. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini merujuk pada buku pedoman penulisan
skripsi fakultas syariah dan hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2017.
Adapun sistematika penulisan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai
berikut.
Bab I merupakan pendahuluan terdiri dari kerangka dasar yang
menjadi acuan dalam penelitian ini. Bab ini berisi latar belakang masalah,
identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan
11
manfaat penelitian, metode penelitian, tinjauan studi terdahulu, dan
sistematika penulisan.
Bab II membahas secara umum tentang wakaf, dasar hukum, rukun
syarat, mas}lahah mursalah, serta kecakapan seseorang dalam melakukan
perbuatan hukum, dan indikator seseorang dikatakan cakap melakukan
perbuatan hukum menurut fikih dan hukum positif.
Bab III menguraikan secara singkat pembahasan umum mengenai
perkara wakaf yang terjadi di Nitikan, Umbulharjo, Yogyakarta dalam
Putusan Mahkamah Agung Nomor 686/K/AG/2012.
Bab IV berisi mengenai hasil penelitian dan analisa yang
merupakan gabungan dari hasil pengumpulan data untuk dianalisis melalui
berbagai pendekatan teori salah satunya yakni, teori mas}lahah mursalah,
khususnya dalam menganalisis pembatalan akta ikrar wakaf.
Bab V adalah bab penutup yang memuat kesimpulan dari
penelitian serta analisis yang penulis lakukan. Bagian ini akan melengkapi
dan menjadi titik terang hasil penelitian serta analisis penulis. Kemudian,
diakhiri dengan saran serta masukan dari penulis setelah melakukan
penelitian.
12
BAB II
KONSEP WAKAF, MAS}LAHAH MURSALAH, DAN CAKAP HUKUM
A. Konsep Wakaf
1. Pengertian Wakaf
Lafal waqf, tahbis, dan tasbil mempunyai makna yang sama
dengan wakaf yakni secara bahasa adalah menahan untuk berbuat,
membelanjakan.16
Dalam kajian Bahasa Arab kata wakaf adalah fi‟il
madhi dari kata وقف yang berarti berhenti.17
Sedangkan dalam literatur
fikih klasik para ulama berbeda pendapat mengenai pengertian wakaf
sesuai dengan perbedaan mazhab dalam memahami dalil yang ada.
Menurut Imam Abu Hanifah wakaf adalah menahan kepemilikan
harta yang diwakafkan dan menyedekahkan manfaat barang wakaf
tersebut untuk tujuan kebaikan. Berdasarkan pengertian tersebut,
wakaf tidak menghilangkan kepemilikan orang yang mewakafkan. Dia
boleh mencabut ikrar wakaf bahkan menjualnya. Sebab hukum wakaf
menurut Imam Abu Hanifah adalah jaiz.18
Menurut Imam Syafi‟i dan Imam Ahmad bin Hanbal
mendefinisikan wakaf adalah menahan harta untuk diambil
manfaatnya untuk kebaikan dan kepemilikan harta tidak lagi menjadi
pemilik orang yang mewakafkan tetapi beralih menjadi milik umat.
Kemudian harta tidak boleh dijual, tidak boleh dihibahkan dan tidak
boleh diwariskan kepada siapapun.19
Menurut mazhab maliki wakaf adalah menahan harta dari semua
bentuk pengelolaan kepemilikan, dan menyedekahkan hasil dari harta
tersebut untuk tujuan kebaikan, jadi wakaf tidak memutus kepemilikan
16
Wahbah az-zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Penerjemah Abdul Hayyie al-Kattani,
Fiqih Islam Wa Adillatuhu, (Jakarta: Gema Insani, 2011), Jilid 10, h.269. 17
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka
Progresif, 1997), cet.14, h.1576. 18
Wahbah az-zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Penerjemah Abdul Hayyie al-Kattani,
Fiqih Islam Wa Adillatuhu, h.269. 19
Khairuddin, “Pergeseran Paradigma Pengaturan Wakaf dalam Perspektif Hukum
Progresif”, Al-‘Adalah, 12, 01, (Juni, 2014), h.139-140.
13
barang namun hanya memutus hak pengelolaanya dan hasilnya
disedekahkan, namun benda tersebut tidak boleh dijual, dihibahkan
dan tidak pula diwariskan.20
Beberapa sarjana mengemukakan pendapatnya tentang wakaf salah
satunya Moh. Anwar, yang dimaksud dengan wakaf adalah menahan
sesuatu barang untuk tidak diperjualbelikan atau diberikan atau
dipinjamkan oleh orang yang memiliki guna dijadikan manfaat untuk
kepentingan sesuatu tertentu yang diperbolehkan oleh syara’ serta
bentuk harta yang diwakafkan harus tetap dan boleh dipergunakan atau
diambil hajatnya oleh orang yang ditentukan perorangan atau umum.21
Selain definisi yang dikemukakan oleh ulama fikih terdahulu dan
sarjana hukum, pemerintah sendiri telah merumuskan wakaf yang
tertuang dalam hukum positif yang berlaku di Indonesia.
Dalam undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan
dasar pokok-pokok agraria bagian IX pasal 49 ayat 3 telah disebutkan
bahwa perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan peraturan
pemerintah.
Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1977 tentang perwakafan
tanah milik dalam bab I pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa wakaf
adalah perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang
memisahkan sebagian dari harta kekayaan yang berupa tanah milik dan
melembagakannya untuk selama-lamanya untuk kepentingan
peribadatan dan keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama
Islam.
Sedangkan dalam Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 tentang
Wakaf pasal 1 ayat 1 memberikan definisi tentang wakaf, bahwa
wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau
menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan
20
Wahbah az-zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Penerjemah Abdul Hayyie al-Kattani,
Fiqih Islam Wa Adillatuhu, h.272. 21
Rachmadi Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013),
cet.2, h.51-52.
14
selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum
menurut syariah.22
Dari definisi wakaf yang telah dipaparkan diatas, semuanya
mengandung makna yang sama, bahwa harta/benda wakaf harus
bersifat tetap, maksudnya meski manfaat dari benda wakaf diambil
namun zat benda tersebut masih tetap ada. Sedangkan hak
kepemilikannya berakhir, tidak boleh dijual, diwariskan, dan
dihibahkan.
2. Dasar Hukum Wakaf
Ulama sepakat bahwa wakaf merupakan bagian dari ajaran Islam.
Ayat di dalam Alquran tidak secara eksplisit membahas mengenai
wakaf. Namun, bukan berarti tidak ada sama sekali ayat dapat
dipahami dan mengacu pada hal tersebut. Ada beberapa ayat yang
dipahami oleh para ulama fikih sebagai dasar atau dalil yang mengacu
pada masalah wakaf.23
Selain itu, terdapat Hadis serta ijma ulama dan
peraturan perundang-undangan yang membahas mengenai masalah
wakaf, antara lain sebagai berikut:
a. Dalil Alquran
1) Alquran Surat Ali-Imran: 92
بهۦ ا تحبىن وما تىفقىا مه شيء فئن ٱلل تىفقىا مم له تىالىا ٱلبز حت
عليم
Artinya: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaikan (yang
sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu
cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui.”
2) Alquran Surat Al-Baqarah: 267
22
Pasal 1 ayat 1 Undang-undang No 41 Tahun 2004 tentang Wakaf 23
Syafruddin Syam, “Metodologi Pemikiran Hukum Islam tentang Wakaf (Studi Analisis
Yuridis Relasi antara Hukum Agama dan Negara)”, Al-Manahij, 9, 01, (Juni, 2015), h. 96.
15
أيها ٱل ه ي ا أخزجىا لكم م ت ما كسبتم ومم ا أوفقىا مه طيب ذيه ءامىى
مىا ٱلخبيث مىه تىفقىن ولستم ب أن ٱلرض ول تيم اخذيه إل
غىي حميد ا أن ٱلل تغمضىا فيه وٱعلمى
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman nafkankanlah (di jalan Allah)
sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa
yang kami keluarkan dri bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu
memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal
kamu sendiri tidak mau mengambil melainkan dengan memicingkan
mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Bijaksana lagi
Maha Terpuji.”
3) Alquran Surat Al-Hajj: 77
وٱعبدوا ربكم وٱفعلىا ٱلخيز لعلكم أيها ٱلذيه ءامىىا ٱركعىا وٱسجدوا ي
تفلحىن۩
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, rukuklah kamu, sujudlah
kamu, sembahlah tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu
mendapatkan kemenangan.”
Pemahaman tentang wakaf juga diambil dari beberapa hadits Nabi
yang menyinggung masalah shadaqah jariyah. Dalam sebuah hadits
Nabi Muhammad Saw, disebutkan bahwa:
b. Dalil Hadis
و سلم قال:اذا ما ت ابن عن ا بي ىريرة رضي الله عنو ان رسول الله صلى الله عليو
ادم انقطع عملو الا من ثلا ث، صدقة جاريو، او علم ينتفع بو او ولد صالح يد عو
لو )رواه مسلم(
Artinya: Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, sesungguhnya Rasulullah
Saw bersabda: Apabila anak adam (manusia) meninggal dunia maka
terputuslah semua amal perbuatannya kecuali tiga hal yaitu shadaqah
jariyah (wakaf), ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang
mendoakan orang tuanya.” (H.r. Muslim)24
Adapaun penafsiran shadaqah jariyah dalam hadits tersebut
dikemukakan didalam bab wakaf, karena para ulama menafsirkan
24
Imam Abu al-Husain Muslim al-Hijaj, Shahih Muslim, (Mesir: Dar al-Hadits al-
Qahirah, 1994), jilid 6, cet.1, h. 95.
16
shadaqah jariyah dengan wakaf. Sebab pahala wakaf akan tetap
mengalir walaupun pewakaf tersebut telah meninggal dunia selama
harta wakaf tersebut masih ada dan digunakan sesuai dengan
keinginan pewakaf.25
Selanjutnya Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar yakni:
عليو عن ابن عمر رضي الله عنهما قال أصاب عمر بخيبر ار ضا فاتى النبي صلى الله
الم أصب مالا قط أنفس منو فكيف تأمر ني بو قال إن وسلم فقال أ صبت أرضا
الفقراء شئت حبست أصلها وتدقت بها فتصدق عمر أنو لا يباع أصلها ولا يورث في
والقربى والرقاب وفي سبيل الله واضيف ووابن اسبيل لا خناح على من وليها أن يأكل
)رواه مسلم( منها بالمعروف أو يطعم صديقا غير متمول فيو
Artinya: Dari Ibnu umar r.a. berkata: bahwa sahabat umar ra
memperoleh sebidang tanah di Khaibar, kemudian umar ra
mengahadap Rasulullah saw untuk meminta petunjuk. Umar berkata:
“Hai Rasulullah saw, saya mendapat sebidang tanah di Khaibar, saya
belum mendapatkan harta sebaik itu, maka apakah yang engkau
perintahkan kepadaku?” Rasulullah saw bersabda: “bila engaku suka,
kau tahan (pokoknya) tanah itu, dan engkau sedekahkan (hasilnya).”
Kemudian umar mensedekahkan (tanah yang dikelola), tidak dijual,
tidak dihibahkan dan diwariskan. Ibnu umar berkata: “umar
menyedekahkannya (hasil pengelolaan tanah) kepada orang-orang
fakir, kaum kerabat, hamba sahaya, sabilillah, ibnu sabil dan tamu.
Dan tidak dilarang bagi yang mengelola (nazhir) wakaf makan dari
hasilnya dengan cara yang baik (sepantasnya) dan memberi makan
orang lain dengan tidak bermaksud menumpuk hata. (H.r. Muslim)26
Menurut H. Sulaiman Rasyid yang dikutip oleh taufiq bahwa
peristiwa yang terkandung dalam Hadis diatas merupakan permulaan
wakaf masyarakat Islam dan menurut Imam Syafi‟i setelah peristiwa
25
Imam Muhammad Ismail Kahlani, Subulus Salam, (Bandung: Dahlan, 1982), Jilid 3, h.
87. 26
Muhammad Nasiruddin al-Albani, Mukhtasar Shahih Muslim, (Beirut: al-Maktab al-
Islami,t.t) no hadits 1003, h. 701.
17
itu ada 80 orang sahabat di madinah ikut serta mewakafkan hartanya
di jalan Allah.27
Dilihat dari beberapa ayat Alquran dan Hadits Nabi yang
menyinggung mengenai masalah wakaf tersebut, terlihat tidak begitu
tegas. Oleh karena itu, sedikit sekali hukum wakaf yang ditetapkan
berdasarkan kedua sumber tersebut. Sehingga pembahasan tentang
wakaf ini diletakkan pada wilayah yang bersifat ijtihadi, bukan
ta‟abudi, khususnya yang berkaitan dengan aspek pengelolaan, jenis
wakaf, syarat, peruntukan, dan lain-lain. oleh sebab itu, sebagian besar
hukum-hukum wakaf dalam Islam ditetapkan sebagai hasil ijtihad,
dengan menggunakan metode ijtihad seperti qiyas, mas}lahah
mursalah, dan lain-lain. Dalam tulisan ini, penulis menggunakan
metode ijtihad mas}lahah mursalah.28
3. Syarat dan Rukun Wakaf
Dalam menentukan perbuatan hukum terutama yang berkaitan
dengan sah atau tidaknya perbuatan hukum dapat dilihat dari rukun
dan syarat.29
Rukun adalah sesuatu yang harus ada untuk menentukan
sah atau tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), dan sesuatu itu termasuk
dalam rangkaian pekerjaaan itu. Sedangkan syarat adalah hal yang
melekat pada masing-masing unsur yang menjadi bagian dari
rangkaian perbuatan hukum atau peristiwa hukum. Jika syarat tidak
terpenuhi maka tidak dengan sendirinya membatalkan perbuatan
hukum, namun perbuatan hukum tersebut dapat dibatalkan.30
Ulama fikih berbeda pendapat dalam menentukan rukun wakaf.
Perbedaan tersebut merupakan implikasi dari perbedaan mereka dalam
memahami esensi wakaf, sebagaimana yang telah penulis paparkan
27
Taufiq, “Wakaf dalam Perspektif Hukum Islam,” Jurnal Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi, 24, 01, (Maret, 2013), h. 65-66. 28
Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam,
Paradigma Baru Wakaf Indonesia, h. 26. 29
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media
Group, 2014), cet.5, h. 59. 30
Moh. Ali Wafa, Hukum Perkawinan di Indonesia sebuah Kajian dalam Hukum Islam,
(Tangerang Selatan: YASMI, 2018), h. 45.
18
sebelumnya. Mazhab Hanafi berpendapat bahwa rukun wakaf
hanyalah sebatas shigat (lafal) yang menunjukan makna atau substansi
wakaf. Oleh karena itu, Ibn Najm pernah mengatakan bahwa rukun
wakaf adalah lafal yang menunjukan terjadinya wakaf.31
Berbeda dengan Mazhab Hanafi. Mazhab Maliki, Syafi‟i, Zaidi dan
Hanbali berpendapat bahwa rukun wakaf terdiri dari:
1. Waqif (orang yang mewakafkan)
2. Mauquf ‘alaih (orang yang menerima wakaf)
3. Harta yang diwakafkan
4. Shigat atau lafal yang diungkapkan untuk menunjukan proses
terjadinya wakaf.32
Secara umum syarat dan rukun wakaf dalam literatur fikih Islam
ada 4 macam, antara lain adalah orang yang mewakafkan (waqif),
barang atau harta yang diwakafkan (mauquf), orang yang menerima
wakaf (nadzir/mauqif ‘alaih), shighat atau pernyataan menyerahkan
harta wakaf.33
Dalam Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf
tidak menggunakan kata rukun tetapi menggatinya dengan kata unsur-
unsur. Hal ini bertujuan untuk meramu perbedaan ulama terutama
yang berkaitan dengan rukun wakaf. Unsur-unsur wakaf lebih
menekankan pada istilah yang berkaitan dengan pelaksanaan wakaf.34
31
Muhammad Abid Abdullah Al-Kasibi, Hukum Wakaf: kajian Kontemporer Pertama
dan Terlengkap tentang Fungsi dan Pengelolaan Wakaf serta Penyelesaian atas Sengketa Wakaf,
(Jakarta: IIMaN, 2004), cet.1, h.86. 32
Muhammad Abid Abdullah Al-Kasibi, Hukum Wakaf: kajian Kontemporer Pertama
dan Terlengkap tentang Fungsi dan Pengelolaan Wakaf serta Penyelesaian atas Sengketa Wakaf,
h.87. 33
Yulia Mirwati, Wakaf Tanah Ulayat dalam Dinamika Hukum Islam, (Jakarta: Rajawali
Pers, 2016), cet.1, h.50. 34
Nurodin Usman, “Varian Mauquf „Alaih sebagai Alternatif dalam Pengembangan
Wakaf Produktif”, Al-Ahkam, 2, 01, (Juni, 2017), h. 41.
19
Menurut Undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf
dalam pasal 6 dinyatakan bahwa wakaf dilaksanakan apabila telah
memenuhi unsur wakaf, sebagai berikut:
1. Wakif
2. Nazhir
3. Harta benda wakaf
4. Ikrar wakaf
5. Peruntukan wakaf
6. Jangka waktu
Dalam setiap rukun wakaf tersebut memiliki syarat yang
menyertainya, syarat wakaf tersebut adalah:
a. Orang yang Mewakafkan (Waqif)
Para ulama mazhab sepakat bahwa sehat akal merupakan syarat
sah melakukan wakaf. Selain itu, mereka pun sepakat bahwa
baligh merupakan persyaratan lainnya.35
Orang yang mewakafkan
adalah orang yang merdeka (bukan budak) dan pemilik harta
wakaf tersebut, orang yang berakal, sudah mencapai usia baligh,
dewasa/tidak ada paksaan dalam melakukan wakaf.36
Menurut Undang-undang Nomor 41 tahun 2004, pasal 1 ayat
(2), yang dimaksud dengan wakif adalah pihak yang mewakafkan
harta benda miliknya, wakif meliputi:
35
Juhaya S Praja, Perwakafan di Indonesia: Sejarah, Pemikiran, Hukum dan
perkembangannya, (Bandung: Yayasan Piara, 1995), h.54. 36
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Penerjemah Abdul Hayyie al-Kattani,
Fiqih Islam Wa Adillatuhu, h. 289.
20
1. Perseorangan
Wakif perseorangan hanya dapat melakukan wakaf apabila
memenuhi persyaratan:
a) Dewasa
b) Berakal sehat
c) Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum
d) Pemilik sah harta benda wakaf
2. Organisasi
Wakif organisasi hanya dapat melakukan wakaf apabila
memenuhi ketentuan organisasi untuk mewakafkan harta
benda wakaf milik organisasi sesuai dengan anggaran dasar
organisasi yang bersangkutan.
3. Badan hukum
Wakif badan hukum hanya dapat melakukan wakaf apabila
memenuhi ketentuan badan hukum sesuai dengan anggaran
dasar badan hukum yang bersangkutan.
b. Orang yang Menerima Wakaf (Nadzir)
Menurut Abd. Shomad syarat orang yang menerima wakaf
yakni harus dinyatakan secara tegas dan jelas waktu ikrar wakaf
serta peruntukan dan tujuan harta wakaf.37
Selain itu berlaku
beberapa ketentuan lain yakni orang yang ahli memiliki dan sama
seperti orang yang berwakaf yakni berakal, baligh, dan tidak boros
serta orang yang menerima wakaf hadir pada waktu terjadi
wakaf.38
Pasal 1 ayat(4) mengatakan bahwa, yang disebut sebagai
nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif
untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.
Nazhir meliputi:
37
Abd. Shomad, Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Islam, (Jakarta:
Prenada Media Group, 2012), cet.2, h.362. 38
Adijani Al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia dalam Teori dan Praktik, (Jakarta:
Rajawali, 1989), cet.1, h. 31.
21
1. Perseorangan
Perseorangan hanya dapat menjadi nazhir apabila
memenuhi persyaratan:
a) Warga negara Indonesia
b) Beragama Islam
c) Dewasa
d) Amanah
e) Mampu secara jasmani dan rohani
f) Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.
2. Organisasi
Organisasi hanya dapat menjadi nazhir apabila memenuhi
persyaratan :
a) Pengurus organisasi yang bersangkutan memenuhi
persyaratan nazhir perseorangan.
b) Organisasi yang bergerak dibidang sosial, pendidikan,
kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam.
3. Badan hukum
Badan hukum hanya dapat menjadi nazhir apabila
memenuhi persyaratan:
a) Pengurus badan hukum yang bersangkutan memenuhi
persyaratan nazhir perseorangan.
b) Badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c) Badan hukum yang bergerak dibidang sosial,
pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan
Islam.
c. Barang yang Diwakafkan (Mauquf)
Ulama fuqaha sepakat bahwa barang yang diwakafkan
disyaratkan berupa harta yang bisa diperkirakan nilainya,
diketahui, dan dimiliki secara sempurna. Maksudnya tidak ada
22
unsur khiyar yakni hak memilih untuk meneruskan atau
membatalkan transaksi di dalamnya.
Dalam hal ini hanafiyah berpendapat bahwa ada empat
syarat barang wakaf yakni barang yang diwakafkan berupa harta
yang dapat diukur nilainya dan berupa sebidang tanah, barang
yang diwakafkan hendaknya diketahui, barang yang diwakafkan
merupakan hak mutlak orang yang berwakaf saat mewakafkan,
dan barang ya diwakafkan hendaknya telah dibagi bukan milik
umum.
Dalam pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa, harta benda
wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama dan/atau
manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut
syariah yang diwakafkan oleh wakif. Disyaratkan juga dalam pasal
15 bahwa harta benda wakaf hanya dapat diwakafkan apabila
dimiliki dan dikuasai oleh wakif secara sah.
d. Shighat atau Pernyataan Menyerahkan Harta Wakaf
Menurut fuqaha shighat disyaratkan beberapa hal yaitu
keberlakuan untuk selamanya, langsung dilaksanakan setelah
shigah diucapkan, keharusan melaksanakan, wakaf tidak boleh
dikaitkan dengan syarat yang batal maksudnya adalah memberikan
syarat yang bertentangasSn dengan maksud wakaf seperti
mensyaratkan tetapnya kepemilikan barang menjadi milik orang
yang mewakafkan, menyebutkan penerima wakaf.39
Menurut pasal 1 ayat (3) yang dimaksud dengan ikrar
wakaf adalah pernyataan kehendak wakif yang diucapkan secara
lisan kepada nazhir untuk mewakafkan harta bendanya. Sedangkan
dalam pasal 17 dikatakan bahwa, ikrar wakaf dilaksanakan oleh
wakif kepada nazhir dihadapan PPAIW dengan disaksikan oleh 2
orang saksi dan dinyatakan secara lisan dan/atau tulisan serta
39
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Penerjemah Abdul Hayyie al-Kattani,
Fiqih Islam Wa Adillatuhu, h. 316.
23
dituangkan dalam akta ikrar wakaf oleh PPAIW. Dalam ikrar
wakaf, saksi harus memenuhi persyaratan:
1. Dewasa
2. Beragama Islam
3. Berakal sehat
4. Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.
e. Peruntukan Harta Benda Wakaf
Dalam pasal 22 Undang-undang wakaf disebutkan bahwa,
dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi, harta benda wakaf
hanya dapat diperuntukan bagi:
1. Sarana kegiatan ibadah
2. Sarana, kegiatan pendidikan dan kesehatan
3. Bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim
piatu, beasiswa
4. Kemajuan dan peningkatan ekonomi umat
5. Kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak
bertentangan dengan syariah dan peraturan perundang-
undangan.
4. Akibat Hukum dan Pembatalan Wakaf
Dari perbedaaan pendapat mengenai pengertian wakaf yang telah
dipaparkan sebelumnya oleh para ulama fikih. Hal itu berdampak pada
akibat hukum wakaf serta pembatalan wakaf.
Jumhur ulama termasuk mazhab Syafi‟i menyatakan bahwa harta
yang telah diwakafkan maka terputuslah kepemilikan orang yang
mewakafkan (wakif) atas harta yang diwakafkan selamanya.
Kemudian wakif tidak boleh melakukan apapun terhadap harta
tersebut. Jika wakif wafat, maka harta wakaf tidak dapat diwariskan
kepada ahli warisnya.40
40
Syafruddin Syam, “Metodologi Pemikiran Hukum Islam tentang Wakaf (Studi Analisis
Yuridis Relasi antara Hukum Agama dan Negara)”, Al-Manahij, 9, 01, (Juni, 2015), h. 93.
24
Menurut mazhab Hanafi harta wakaf tetap menjadi milik orang
yang berwakaf dan ia berhak untuk menarik kembali harta yang telah
diwakafkan. Sedangkan menurut mazhab maliki orang yang berwakaf
dilarang untuk menggunakan harta wakaf untuk keperluan pribadi,
tetapi memanfaatkan hasil harta wakaf untuk tujuan kebaikan dan harta
tetap menjadi milik orang yang berwakaf.41
Dalam UU No 41 tahun 2004 tentang wakaf lebih cenderung
kepada pendapat mazhab Syafi‟i bahwa harta yang telah diwakafkan
terputus kepemilikannya dari pemilik harta, sehingga wakaf tidak
dapat dibatalkan. Hal itu sesuai dengan bunyi pasal 3 UU Nomor 41
tahun 2004 tentang wakaf yakni wakaf yang telah diikrarkan tidak
dapat dibatalkan.42
B. Konsep Mas}lahah Mursalah
1. Pengertian Mas}lahah Mursalah
Secara bahasa mas}lahah mursalah artinya adanya kebaikan dalam
suatu hal.43
Menurut ahli us}ul fikih, mas}lahah mursalah adalah
kemaslahatan yang searah dengan tujuan syar‟i al-Islami (Allah SWT),
namun tidak terdapat petunjuk khusus yang mengakuinya atau
menolaknya.44
Basiq Djalil mengatakan bahwa yang dimaksud oleh ahli us}ul
fikih, tentang mas}lahah mursalah adalah terdapat satu makna yang
dirasa ketentuan itu cocok dengan akal, sedang tidak terdapat dalil yang
disepakati tentang hal tersebut.45
Dalam literatur lain mas}lahah mursalah disebut juga dengan
istis}lah, menurut Abdul Wahab Khallaf mas}lahah mursalah adalah
perkara yang merealisasikan kemaslahatan sebagai dasar hukum, karena
41
Syafruddin Syam, “Metodologi Pemikiran Hukum Islam tentang Wakaf (Studi Analisis
Yuridis Relasi antara Hukum Agama dan Negara)”, h. 94. 42
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 43
Basiq Djalil, Ilmu Ushul Fiqih, (Jakarta: Prenada Media Group, 2014), cet.2, h. 163. 44
Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Ushul Fiqh, (Jakarta: Prenada Media Group,
2014), cet.2, h. 64. 45
Basiq Djalil, Ilmu Ushul Fiqih, h. 163.
25
hukum tersebut belum disyariatkan sebelumnya, namun tidak ada dalil
yang menetapkan atau membatalkannya.46
Menurut Al-yasa Abubakar mengemukakan bahwa maslahat
adalah kebaikan manusia yang ingin dilindungi atau dicapai oleh
syariah, dan keburukan yang ingin dihindari manusia dan ingin dicegah
serta disingkirkan oleh syariah.47
Menurut Hasbi Umar sebagaimana dikutip oleh Sheila Fakhria,
bahwa mas}lahah adalah sesuatu yang di dalalmnya mengandung
manfaat baik untuk memperoleh kemanfaatan, kebaikan, maupun untuk
menolak kemadaratan.48
Ukuran dan rujukan dalam bahasan us}ul fikih, mas}lahah adalah
tujuan syara’/maqas}id syari’ah yakni memelihara agama, akal, jiwa,
keturunan dan harta benda tanpa melepaskan tujuan pemenuhan
kebutuhan manusia yaitu mendapatkan kesenangan dan menghindarkan
kesedihan.49
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa mas}lahah
mursalah adalah menarik maslahat sebagai dasar hukum dari suatu
perkara yang secara khusus tidak ditentukan dalilnya oleh syara untuk
memperoleh kemanfaatan serta kebaikan dan menghindari
kemadaratan atau keburukan untuk mencapai tujuan syariah.
2. Dasar Hukum Mas}lahah Mursalah
Berdasarkan sumber hukum Islam yaitu Alquran dan Sunah Nabi
diketahui bahwa dalam syariat Islam terkandung pertimbangan
46
Abdul Wahhab Khallaf, Ijtihad dalam Syariat Islam, Penerjemah Rohidin Wahid,
Ijtihad dalam Syariat Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2015), cet.1, h.333. 47
Al-Yasa Abubakar, Metode Istislahiah Pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dalam Ushul
Fiqh, (Jakarta: Prenada Media Group, 2016), cet.1, h.36. 48
Sheila Fakhria, “Menyoal Legalitas Nikah Sirri (Analisis Metode Istislahiyyah)”, Ah-
Ahwal, 9, 02, (Desember, 2016), h. 192. 49
Hamzah K, “Revitalisasi Teori Maslahat Mulghah Al-Tuhfi dan Relevansinya dalam
Pembentukan Perundangan-undangan di Indonesia”, Ahkam: Jurnal Ilmu Syari’ah, 15, 01,
(Januari, 2015), h. 29.
26
kemaslahatan manusia.50
Sebagaimana Firman Allah SWT dalam Q.s.
Al-Anbiya (21): 107:
لميه ك إل رحمة للع وما أرسلى
Artinya: “Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk
(menjadi) rahmat bagi seluruh alam.”
Dalam Firman-Nya yang lain Q.s. Yunus (10): 57:
ه ر ىعظة م أيها ٱلىاس قد جاءتكم م دور وهدي ي بكم وشفاء لما في ٱلص
ورحمة للمؤمىيه
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu
pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang
berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang
beriman.”
Mas}lahat mu’tabarah (dapat diterima) ialah maslahat yang
bersifat hakiki, yaitu meliputi lima jaminan dasar sebagai bentuk
tujuan syariah. Keselamatan keyakinan agama, keselamatan jiwa,
keselamatan akal, keselamatan keluarga dan keturunan, dan
keselamatan harta benda. Kelima jaminan dasar ini merupakan
penyangga kehidupan agar manusia dapat hidup aman dan sejahtera.51
Hukum yang tidak dapat ditentukan oleh qiyas selagi tidak ada Nas
yang menerangkan permasalahan tersebut, menurut Imam Malik dan
Imam Ahmad boleh menentukan hukum dengan mas}lahah mursalah
yang didalamnya kemungkinan besar terdapat maslahat. Di samping
itu, tidak ada dalil yang membatalkan hukum permasalahan tersebut.52
Menurut Abu Zahrah sebagaimana yang dikutip oleh Al Yasa‟
Abubakar mengatakan bahwa mas}lahah mursalah dapat diterima
dalam berijtihad apabila memenuhi tiga syarat. Pertama, mas}lahah
mursalah harus sejalan dengan Maqas}id Syari’ah yakni tujuan
pensyariatan hukum oleh Allah SWT. Artinya mas}lahah tersebut
50
Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqih, Penerjemah Saefullah Ma‟shum, (Jakarta:
Pustaka Firdaus, 2008), cet.11, h. 423. 51
Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqih, Penerjemah Saefullah Ma‟shum, h. 425. 52
Abdul Wahhab Khallaf, Ijtihad dalam Syariat Islam, Penerjemah Rohidin Wahid,
Ijtihad dalam Syariat Islam, h. 336.
27
tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah dan dalil qath’i, walaupun
tidak didasari oleh Nas yang khusus. Kedua, mas}lahah mursalah
harus logis serta relevan sehingga dapat diterima oleh akal dan hati
nurani masyarakat. Ketiga, penerapan mas}lahah memberikan
kemudahan dan kelapangan. Artinya, jika mas}lahah tidak diterapkan
maka akan menimbulkan kesukaran dan kesulitan.53
Landasan yuridis mas}lahah mursalah dapat dijadikan sebagai
dalil hukum didasarkan pada dalil aqli (rasio), yakni:
a. Para sahabat sepakat untuk menghimpun Alquran dalam satu
mushaf karena khawatir hilangnya keotentikan Alquran.
Sedangkan tidak ada perintah ataupun larangan Nabi mengenai
hal tersebut.
b. Para sahabat menggunakan mas}lahah mursalah sesuai dengan
tujuan syariah sehingga harus diamalkan dengan tujuannya
tersebut.
c. Tujuan pelembagaan hukum Islam adalah untuk mewujudkan
kemaslahatan. Sedangkan kemaslahatan sifatnya sementara,
yakni akan senantiasa berubah sesuai dengan perubahan
tempat dan waktu.54
3. Kedudukan Mas}lahah Mursalah
Menurut Abdul Wahhab Khallaf sebagaimana dikutip oleh
Mohammad Rusfi menuturkan bahwa jumhur ulama berpendapat
bahwa mas}lahah mursalah bisa dijadikan sebagai hujjah dalam
melakukan istinbat hukum selama tidak ditemukan Nas (Alquran dan
Sunah), ijma’/kesepakatan ulama, qiyas/analogi illat hukum, dan
istihsan.55
53
Al-Yasa Abubakar, Metode Istislahiah Pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dalam Ushul
Fiqh, h. 45. 54
Mohammad Rusfi, “Validitas Maslahat al-Mursalah sebagai Sumber Hukum”, Al-
‘Adalah, 12, 01, (Juni, 2014), h.67. 55
Mohammad Rusfi, “Validitas Maslahat al-Mursalah sebagai Sumber Hukum”, h. 66.
28
Menurut Al-Ghazali dalam kitab Al-Mustashfa yang dikutip oleh
Syarif Hidayatullah menuturkan bahwa setiap maslahat dengan
maksud untuk pemeliharaan syara’ yang diketahui oleh Alquran,
sunah, dan ijma, namun tidak dibahas secara khusus oleh ketiganya
dan juga melalui metode qiyas, maka dapat dipakai mas}lahah
mursalah sebagai metode istinbat hukum.56
Jumhur ulama kecuali Hanafiyah dan Syafi‟iyah sepakat bahwa
mas}lahah mursalah merupakan salah satu metode dalam melakukan
istinbat hukum. Ulama Malikiyah dan Hanabilah membina hukum atas
dasar maslahat tanpa mengkaitkannya dengan metode istinbat hukum
yang lain.57
Menurut Al-Thufi salah satu penganut mazhab hanbali menyatakan
bahwa mas}lahah merupakan dalil yang paling kuat, sehingga secara
mandiri dapat dijadikan alasan dalam melakukan istinbat hukum.
Menurutnya, hakikat dari penerapan ajaran Islam yang tertulis dalam
Nas adalah kemaslahatan. Al-Thufi berpendapat bahwa mas}lahah
mursalah tidak perlu dukungan Nas yang khusus maupun yang
umum.58
Menurut al-Syathibi, jika memperhatikan Nas Alquran dan Hadis
secara teliti baik yang bersifat khusus yang menjadi dalil untuk suatu
masalah maupun yang bersifat umum yang berisi prinsip-prinsip, maka
akan diketahui bahwa hal yang ingin dicapai dan dilindungi oleh
Alquran adalah kemaslahatan. Inilah yang dimaksud dengan maqas}id
syari’ah. Dengan kata lain, hukum syara ditetapkan berdasar maslahat
yang terkandung di dalamnya. Kegiatan inilah yang diberi nama
sebagai penalaran yang menggunakan metode mashalih mursalah atau
istislahiah. Mas}lahah mursalah merupakan kesimpulan yang dibuat
berdasarkan penentuan kedudukan suatu perbuatan dalam kategori
maqas}id syari’ah.59
56
Syarif Hidayatullah, “Mashlahah mursalah Menurut Al-Ghazali”, Al-Mizan, 2, 01,
(Februari, 2018), h. 129-130. 57
Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam Permasalahan dan Fleksibelitasnya,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2007), cet.3, h. 154. 58
Nasrun Haroen, Ushul Fiqh, (Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 1997), cet.2, h. 125. 59
Al-Yasa Abubakar, Metode Istislahiah Pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dalam Ushul
Fiqh, h. 55
29
C. Konsep Cakap Hukum
1. Pengertin Cakap Hukum
Dalam literatur fikih Islam cakap hukum biasa disebut dengan
mukallaf yakni seseorang yang dianggap cakap dihadapan hukum
untuk menerima hak, melaksanakan kewajiban dan melaksanakan
tugasnya sebagai seorang muslim. Hal tersebut disebut sebagai
mahkum „alaih atau subjek hukum.60
Mahkum „alaih atau subjek hukum adalah orang yang mendapat
beban hukum atau dianggap mampu melakukan perbuatan hukum,
baik yang berkaitan dengan perintah maupun larangan Allah.61
Menurut ensiklopedi hukum Islam sebagaimana dikutip oleh
Aprianif, mahkum „alaih atau subjek hukum adalah seseorang yang
dianggap mampu melakukan perbuatan secara hukum.62
Menurut Chairul Umam sebagaimana yang dikutip oleh Nahrowi
bahwa apabila dilihat sisi kebahasaan, mahkum „alaih bermakna
seseorang yang perbuatannya dikenakan ketentuan yang Allah
tetapkan, yakni orang yang dibebani hukum Allah.63
Dari beberapa definis yang telah disampaikan diatas, penulis
menarik kesimpulan bahwa cakap hukum adalah seseorang yang
mampu melaksanakan perbuatan hukum atas ketentuan yang telah
Allah tetapkan berupa perintah dan larangan-Nya.
2. Dasar Hukum dan Syarat Cakap Hukum
Kecakapan seseorang untuk menjalankan tindakan hukum dalam
lietratur fikih klasik disebut juga dengan ahliyah al-ada‟. Hal tersebut
60
Jayusman, “Permasalahan Menarche Dini (Tinjauan Hukum Islam Terhadap konsep
Mukallaf)”, YUDISIA, 5, 01, (Juni, 2014), h. 153. 61
Jayusman, “Permasalahan Menarche Dini (Tinjauan Hukum Islam Terhadap konsep
Mukallaf)”, h. 154. 62
Aprianif, “Taklif Dewasa Dini dalam Hukum Islam (Analisis Pubertas Prekoks dan
Gifted)”, ISTIGHNA, 1, 01, (Januari, 2018), h. 75. 63
Nahrowi, “Penentuan Dewasa Menurut Hukum Islam dan Berbagai Disiplin Ilmu”,
KORDINAT, 15, 02, (Oktober, 2016), h. 259.
30
menunjukan bahwa segala tindakannya, baik berupa ucapan maupun
perbuatan mempunyai akibat hukum.64
Menurut Amir Syarifuddin ada dua syarat yang harus dipenuhi
oleh seseorang agar dapat disebut mukallaf. Pertama, ia mengetahui
tuntutan yang telah Allah tetapkan. Kedua, ia mampu melaksanakan
tuntutan tersebut.65
Untuk mengetahui tuntutan yang telah Allah tetapkan seseorang
tersebut harus baligh dan berakal.66
Hal ini sejalan dengan pendapat
yang dikemukakan oleh Nasrun Haroen yang menyatakan bahwa
dasar pembebanan hukum adalah akal dan pemahaman.67
Hal ini
sesuai dengan sabda Nabi yang berbunyi:
رفع القلم عن ثلاث عن الصبى حتى يبلغ وعن النائم حتى يستيقيظ وعن الصبي حتى
يحتلم وعن المجنون حتى يفيق
Diangkatkan pembebanan hukum dari tiga hal, yaitu dari anak-
anak sampai ia dewasa, dari orang yang tidur sampai ia terjaga,
dari orang gila sampai ia waras. (HR Al-Bukhari, Abu Daud, At-
Tirmidzi, An-Nasai, Ibn Majah dan Al-Daruquthni dari Aisyah dan
Ali bin Abi Thalib).68
Jayusman menambahkan bahwa syarat mukallaf yakni kelayakan
(ahliah). Ahliah yang dimaksud adalah sifat seseorang untuk dijadikan
ukuran oleh syariat untuk menentukan seseorang telah cakap dikenai
dengan tuntutan Allah. Jika seseorang telah mencapai usia dewasa
dengan diiringi dengan kemampuan akal, maka ia dapat dinyatakan
cakap melakukan untuk melakukan perbuatan hukum.69
64
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta: Prenada Media, 2014), cet.5, h. 147. 65
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, h. 144. 66
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, h. 145. 67
Nasrun Haroen, Ushul Fiqh, (Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 305. 68
Nasrun Haroen, Ushul Fiqh, h. 307. 69
Jayusman, “Permasalahan Menarche Dini (Tinjauan Hukum Islam Terhadap konsep
Mukallaf)”, YUDISIA, 5, 01, (Juni, 2014), h.155.
31
3. Kedudukan Cakap Hukum
Jika seseorang telah sempurna jasmani dan akalnya maka dia telah
sah melakukan suatu tindakan hukum atau disebut ahliah. Kecakapan
menerima taklif disebut juga ahliyah, yakni kepantasan untuk
menerima taklif. Kepantasan tersebut ada dua macam, yaitu
kepantasan untuk dikenai hukum dan kepantasan untuk menjalankan
hukum.
a. Ahliyah al-wujub yaitu kepantasan seseorang untuk menerima hak
dan kewajiban. Kecakapan dalam bentuk ini berlaku bagi manusia
ditinjau dari segi dia sebagai manusia, semenjak dia dilahirkan
sampai mengehembuskan nafas terakhir dalam segala sifat,
kondisi, dan keadaannya.
b. Ahliyah ‘Ada yaitu kepatasan seseorang untuk diperhitungkan
segala tindakannya menurut hukum. Hal ini menunjukan bahwa
segala tindakannya, baik dalam bentuk ucapan atau perbuatan telah
mempunyai akibat hukum.70
Dalam perspektif Islam, orang-orang yang mempunyai
keterbatasan, berkebutuhan khusus, atau mempunyai uzur disebut
sebagai penyandang disabilitas atau identik dengan istilah dzawil ahat,
dzawil ihtiyaj al-khas}ah atau dzawil a’dzar.71
Keterbatasan tersebut
termasuk juga keterbelakangan mental, dalam konteks Indonesia
mengenal hal tersebut dengan penyandang disabilitas.
Dalam pasal 1330 KUHPerdata menyebutkan bahwa yang cakap
dalam melakukan perbuatan hukum, yaitu:
a. Anak yang dewasa;
b. Orang yang ditaruh di bawah pengampuan;
c. Perempuan yang telah kawin dalam hal-hal yang ditentukan
undang-undang dan pada umumnya semua orang yang oleh
undang-undang dilarang untuk membuat persetujuan tertentu.72
70
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, h. 147. 71
Ahmad Muntaha AM dalam https://islam.nu.or.id/post/read/83401/pandangan-islam-
terhadap-penyandang-disabilitas diakses pada 3 Januari 2020. 72
Pasal 1330 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie)
32
Ukuran kedewasaan dalam KUHPerdata dijelaskan dalam pasal
330 KUHPerdata bahwa orang yang belum dewasa adalah mereka
yang belum mencapai usia genap dua puluh satu tahun dan tidak
kawin sebelumnya.
Kemudian dalam pasal 433 KUHPerdata menyebutkan bahwa
setiap orang dewasa yang selalu dalam keadaan dungu, gila atau mata
gelap, harus ditempatkan di bawah pengampuan, sekalipun ia kadang-
kadang cakap menggunakan pikirannya. Seorang dewasa boleh juga
ditempatkan di bawah pengampuan karena boros.73
Jika seseorang telah sempurna memiliki kecakapan, kelayakan,
serta telah genap masuk usia dewasa dan tidak berada di bawah
pengampuan, maka telah sempurna pula seseorang dikatakan sebagai
mukallaf atau orang yang cakap hukum untuk menerima hak serta
menjalankan kewajibannya sebagai seorang muslim.
73
Pasal 433 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie)
33
BAB III
DESKRIPSI PUTUSAN NOMOR 686/K/AG/2012
A. Posisi Kasus Putusan Nomor 686/K/AG/2012
Sengketa wakaf banyak terjadi di beberapa daerah, baik itu
sengketa intern maupun sengketa ekstern. Seperti halnya banyak kasus
yang melibatkan sengketa antara ahli waris pewakaf dengan nazhir atau
pengelola wakaf dengan alasan tertentu. Seperti masalah mengenai
penarikan harta wakaf oleh ahli waris pewakaf sehingga menimbulkan
sengketa. Dari berbagai macam kasus yang terjadi, salah satu kasus yang
terjadi di kecamatan Umbulharjo kota Yogyakarta yang melibatkan
beberapa permasalahan, yakni seperti penarikan kembali harta wakaf
karena merasa ada syarat yang tidak terpenuhi.
Masalah ini diajukan oleh Hj. Baniyah Ilyas binti Achmad Jadir
selaku penggugat berstatus kaka kandung pewakaf, pada saat diajukan
gugatan berumur 74 tahun yang beralamat di Jalan Nitikan Baru No. 20,
rt/rw 029/008, Kelurahan Sorosutan, Kecamatan Umbulharjo, Kota
Yogyakarta. Penggugat telah memberikan kuasa khusus kepada Mukhtar
Zuhdy S.H M.H, Danang Wahyu Muhammad S.H M.Hum, Sinta Noer
Hudawati S.H, Budi Pratomo S.H, semuanya adalah advokat. Surat kuasa
tersebut telah memenuhi persyaratan materil dan formil berdasarkan surat
kuasa khusus tanggal 5 Agustus 2009. Pewakaf sendiri merupakan adik
kandung penggugat yang bernama Rr. Fatimah, pada saat diajukan gugatan
berumur 70 tahun dan sampai gugatan ini diajukan masih tinggal bersama
penggugat.
Pada dasarnya dalam hukum acara perdata ada dua macam perkara
yang diperiksa hakim, yaitu permohonan (volunter) yang di dalamnya
tidak ada sengketa dan gugatan (kontentiosa) yang didalamnya terdapat
sengketa, sehingga ada pihak yang saling berlawanan yaitu pihak
penggugat dengan tergugat. Dalam suatu gugatan ada seorang atau lebih
yang merasa bahwa haknya atau hak mereka dilanggar, akan tetapi orang
34
yang dirasa melanggar haknya atau hak mereka tersebut, tidak mau secara
sukarela melakukan sesuatu yang diminta. Oleh karena itu, untuk
menentukan siapa yang benar atau berhak maka diperlukan adanya suatu
putusan hakim. Dalam hal ini, hakim bertugas untuk mengadili dan
memutus siapa diantara para pihak tersebut yang benar dan siapa yang
salah.74
Dalam hal ini pihak penggugat melawan Tergugat I (Kepala
Kantor Urusan Agama Kecamatan Umbulharjo selaku Pejabat Pembuat
Akta Ikrar Wakaf) bertempat tinggal di Kota Yogyakarta. Dan Tergugat II
(Bapak Sunardi Syahuri selaku nazhir), beragama Islam bertempat tinggal
di Kota Yogyakarta. Selain itu ada pula pihak yang menjadi turut tergugat
dalam kasus ini, turut tergugat I (Kepala Kantor Pertanahan Kota
Yogyakarta) dan turut tergugat II (Pengurus Yayasan Siti Rahmah) yang
telah memberikan kuasa kepada khusus kepada Abdul Jamil S.H, M.H
(Advokat), beralamat di Kantor Germawang, Sinduadi Sleman.
Karena penggugat merasa tidak puas dengan putusan tingkat
pertama di Pengadilan Agama Yogyakarta. Maka penggugat melakukan
upaya hukum, upaya hukum yang dilakukan adalah upaya hukum banding
kepada Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta. Upaya hukum adalah alat
untuk mencegah dan memperbaiki kekeliruan dalam suatu putusan.
Apabila tujuan penegakan hukum secara adil dirasakan oleh salah satu
pihak masih belum terpenuhi, maka para pihak dapat mengajukan
keberatannya atas putusan hakim ditingkat pertama untuk dapat diperiksa
kembali oleh peradilan di tingkat yang lebih tinggi.75
Pihak pembanding
serta para pihak terbanding dan turut terbanding tetap seperti para pihak
yang terlibat dalam gugatan yang diajukan kepada Pengadilan Agama
Yogyakarta.
74
Burhanuddin Hasan, Harinanto Sugiono, Hukum Acara dan Praktik Peradilan perdata,
(Bogor: Ghalia Indonesia, 2015), cet.1, h. 36. 75
Sulaikin Lubis, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta:
Prenadamedia Grup, 2008), cet.3, h. 177.
35
Upaya hukum yang dapat dilakukan tersebut disebut upaya hukum
banding, yang dalam lingkungan Peradilan Agama, diajukan ke Pengadilan
Tinggi Agama. Kemudian upaya hukum ke tingkat yang lebih tinggi
disebut kasasi yang diajukan ke Mahkamah Agung. Kedua upaya hukum
tersebut merupakan upaya hukum biasa di lingkungan badan peradilan.76
Setelah putusan tingkat banding diputuskan hakim. Pihak tergugat
II yang selanjutnya disebut terbanding II dan turut tergugat II yang
selanjutnya disebut turut terbanding II mengajukan upaya hukum kasasi
kepada Mahkamah Agung. Maka terbanding II dan turut tergugat II
selanjutnya disebut pemohon I dan pemohon II. Kemudian pembanding
selanjutnya disebut termohon.
B. Duduk Perkara Putusan Nomor 686/K/AG/2012
Perkara ini didaftarkan pada tanggal 14 Agustus 2009 dengan
register nomor: 0322/Pdt.G/2009/PA.Yk.77
Kronologinya adalah akta ikrar
wakaf antara adik kandung penggugat dan tergugat I bersama tergugat II
dilaksanakan pada 11 September 1995 secara syariat Islam di Kantor
Urusan Agama oleh Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW)
kecamatan Umbulharjo Yogyakarta.
Menurut penggugat, adik penggugat sejak kecil kurang lebih saat
berusia 2 tahun telah menderita keterbelakangan mental. Keadaan adik
penggugat yang memiliki keterbelakangan mental diperkuat dengan
adanya hasil pemeriksaan dokter dari poliklinik psikiatri sebagaimana
diterangkan dalam surat pemeriksaan psikiatri tertulis tanggal 23 Januari
2009. Kemudian, adik penggugat tidak mampu mengurus kepentingan
dirinya sendiri dengan sebaik-baiknya.
Sebagaimana ketentuan yang termuat dalam pasal 433
KUHPerdata yakni: “setiap orang dewasa yang selalu berada dalam
keadaan dungu, sakit otak atau mata gelap harus di taruh dibawah
pengampuan”. Atas landasan tersebut penggugat menyatakan bahwa adik
76
Sulaikin Lubis, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia, h. 177. 77
Salinan Putusan PA Yogyakarta Nomor: 0322/Pdt.G/2009/PA.Yk, h. 3.
36
penggugat yang mengalami keterbelakangan mental termasuk kedalam
orang yang harus berada dibawah pengampuan.
Adik penggugat memiliki harta kekayaan yang berasal dari warisan
orang tuanya berupa sebidang tanah. Atas persetujuan seluruh
keluarganya, pada sekitar pertengahan tahun 1995 bermaksud untuk
mewakafkan harta warisan adik penggugat. Niat baik tersebut disampaikan
secara informal kepada salah seorang mubaligh sekaligus tokoh
masyarakat.
Akta ikrar wakaf antara adik penggugat dengan tergugat II yang
dibuat oleh tergugat I di Kantor Urusan Agama dilaksanakan pada 11
September tahun 1995.
Beberapa tahun kemudian, karena penggugat merasa adanya
beberapa kejanggalan, maka pihak keluarga mengadakan pertemuan yang
dihadiri oleh tergugat II pada tanggal 3 Juni tahun 2007. Namun pada
pertemuan tersebut tidak menghasilkan titik temu atau tidak ada
kesepakatan antara kedua belah pihak.
Sebelum penggugat mengajukan gugatan pada tahun selanjutnya
yakni pada tanggal 31 Oktober tahun 2008. Telah dilaksanakan proses
musyawarah, namun musyawarah tersebut mengalami jalan buntu atau
tidak tercapai kesepakatan.
Sesuai dengan pasal 62 Undang-undang Nomor 41 tahun 2004
tentang Wakaf yang mengatur tentang penyelesaian sengketa perwakafan.
Yakni jika melalui musyawarah atau mufakat belum tercapai kesepakatan,
maka penyelesaian sengketa dapat diselesaikan melalui mediasi, arbitrase,
atau pengadilan.78
Penggugat mengajukan permohonan pengampuan atas adiknya
yang diwakili oleh kuasa hukumnya kepada Pengadilan Negeri
Yogyakarta, pada tanggal 01 Maret 2009. Kemudian pada tanggal 02 April
2009 Pengadilan Negeri Yogyakarta telah mengeluarkan penetapan Nomor
166/Pdt.P/2009/PN.YK, untuk mengabulkan permohonan penggugat
78
Pasal 62 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
37
bahwa adik penggugat yang memiliki keterbelakangan mental berada di
bawah pengampuan penggugat.
Atas dasar fakta dan dalil hukum diatas, maka penggugat
mengajukan permohonan kepada majelis hakim yakni:
1. Mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya.
2. Menyatakan bahwa akta ikrar wakaf tertanggal 11 September 1995
yang di keluarkan oleh kepala Kantor Urusan Agama sebagai
Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf, Kecamatan Umbulharjo
Yogyakarta dinyatakan tidak sah atau batal.
3. Menyatakan bahwa peralihan hak milik atas tanah wakaf kepada
nazhir yang sebab perubahannya berdasarkan akta ikrar wakaf
tahun 1995 dinyatakan tidak sah atau dinyatakan batal.
4. Menyatakan bahwa penguasaan dan pendirian bangunan diatas
sebidang tanah wakaf yang dilakukan oleh turut tergugat II atas
seizin tergugat II adalah tidak dapat dibenarkan menurut hukum,
oleh karenanya harus dinyatakan tidak sah.
5. Menghukum kepada tergugat II dan turut tergugat II untuk
mengosongkan seluruh bangunan dan harta benda yang melekat
diatas tanah wakaf dan selanjutnya mengembalikan dan atau
menyerahkan tanah tersebut kepada penggugat.
6. Menghukum kepada tergugat II dan turut tergugat II untuk
membayar seluruh biaya yang timbul dalam perkara ini.
Subsudair
Mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).79
Pada hari-hari persidangan yang telah ditetapkan,
penggugat, tergugat dan turut tergugat hadir pada saat persidangan.
Majelis hakim menjelaskan bahwa sebelum pemeriksaan pokok
perkara diperlukan upaya untuk mediasi, dan untuk kepentingan itu
para pihak menunjuk mediator yang tersedia. Mediator telah
79
Salinan Putusan PA Yogyakarta Nomor: 0322/Pdt.G/2009/PA.Yk, h. 23.
38
mengupayakan perdamaian para pihak dengan melakukan mediasi,
namun maksud mediasi tidak tercapai.
Terhadap surat gugatan penggugat, tergugat I, tergugat II
turut tergugat I dan turut tergugat II telah menyampaikan eksepsi
dan jawaban secara tertulis yang pada pokoknya:
Tergugat I dan Tergugat II membantah dan menolak
gugatan penggugat kecuali yang secara tegas diakui kebenarannya.
Dalam eksepsi tergugat II menyatakan bahwa pengadilan agama
tidak berwenang mengadili perkara pembatalan akta ikrar wakaf
karena hal itu merupakan produk Pejabat Pembuat Akta Ikrar
Wakaf (PPAIW) yang merupakan produk Pengadilan Tata Usaha
Negara. Tergugat I dan tergugat II menyatakan bahwa adik
penggugat yang berada di bawah pengampuan penggugat karena
tidak cakap hukum dalam melakukan perbuatan hukum dalam
rangka mewakafkan tanah milik adik penggugat kepada tergugat II
tidak tepat jika dilihat dari proses terjadi wakaf dan waktu
pengampuan. Keterangan hasil psikiater yang menyatakan adik
penggugat mengalami retardasi mental adalah ketika adik
penggugat dalam usia lanjut dan tidak dapat mengambil keputusan
merupakan hasil observasi tahun 2009. Sedangkan proses ikrar
wakaf telah dilaksanakan 14 tahun yang lalu sebelum mendapatkan
penetapan pengampuan. Oleh sebab itu, adik penggugat tidak perlu
mendapatkan persetujuan penggugat untuk mewakafkan tanah
miliknya. Kemudian diketahui dari dalil penggugat, bahwa adik
penggugat pernah melakukan perbuatan berupa pernikahan yang
tentunya mensyaratkan dilakukan oleh orang yang telah dewasa
dan sehat.
Turut tergugat II menolak gugatan penggugat, kecuali yang
secara tegas diakui kebenarannya. Turut tergugat II menyatakan
bahwa tidak ada pelanggaran hak yang dilanggar oleh turut
39
tergugat II kepada penggugat. Turut tergugat II menyatakan bahwa
gugatan yang diajukan kabur dan tidak jelas serta mengada-ada.
Terhadap jawaban serta eksepsi tergugat I, tergugat II dan
turut tergugat II, penggugat telah mengajukan replik yang pada
intinya tetap pada gugatan penggugat dan menyatakan bahwa
Pengadilan Agama Yogyakarta secara absolute berwenang
memeriksa, mengadili dan memutus perkara yang diajukan.
Pada tanggal 17 Februari 2010 Pengadilan Agama
Yogyakarta telah menjatuhkan putusaan yang menyatakan bahwa
Pengadilan Agama Yogyakarta tidak berwenang mengadili perkara
tersebut.
Atas putusan tersebut penggugat mengajukan upaya hukum
banding kepada Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta. Kemudian
pada tanggal 30 Juni 2010 Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta
menjatuhkan putusan sela dan memerintahkan Pengadilan Agama
Yogyakarta untuk membuka kembali persidangan untuk
memeriksa dan mengadili perkara tersebut.
Pada tanggal 22 September 2010, tergugat I dan tergugat II
menyampaikan duplik atas replik yang disampaikan oleh
penggugat yakni berdasarkan hasil konsultasi dari pejabat saat itu
dan juga berdasarkan bukti otentik berupa berkas-berkas yang ada,
proses wakaf sudah sesuai dengan aturan yang berlaku yakni
perundang-undangan tentang wakaf.
Untuk menguatkan dalil-dalil gugatannya, penggugat telah
mengajukan alat-alat bukti, alat bukti adalah alat untuk
membuktikan kebenaran hubungan hukum, yang dinyatakan baik
oleh penggugat maupun oleh tergugat dalam perkara perdata.80
alat
bukti yang diajukan berupa alat bukti tertulis dan kesaksian enam
orang saksi sebagai berikut:
80
Achmad Ali, Wiwie Heryani, Asas-asas Hukum Pembuktin Perdata, (Jakarta:
Prenadamedia Group, 2015), cet.3, h. 73.
40
1. Bukti Surat
Fotokopi Kartu Tanda Penduduk atas nama penggugat
diberi tanda P.1, Fotokopi Kartu Keluarga tanggal 24 Mei
1999 yang dikeluarkan oleh camat setempat diberi tanda P.2,
Fotokopi hasil pemeriksaan psikiatri tanggal 23 Januari 2009
dari Poliklinik DR. Sardjito Yogyakarta diberi tanda P.3,
Fotokopi penetapan Pengadilan Negeri Yogyakarta yang
ditetapkan pada tanggal 2 April 2009 diberi tanda P.4, fotokopi
sertifikat tanah hak milik atas nama adik penggugat diberi
tanda P.5, fotokopi akta ikrar wakaf Nomor: W.2/90/K-13
tahun 1995 tanggal 11 September 1995 diberi tanda P.6,
fotokopi surat pernyataan tentang tanah wakaf tanggal 1 Juni
2007 diberi tanda P.7, fotokopi surat dari keluarga penggugat
kepada tergugat II tanggal 22 Agustus 2007 diberi tanda P.8,
fotokopi surat dari penggugat yang ditujukan kepada tergugat
II tanggal 18 September 2007 diberi tanda P.9, fotokopi surat
tentang permohonan bantuan mediasi dari keluarga penggugat
kepada staf tanggal 2008 diberi tanda P.10, fotokopi undangan
tanggal 5 maret 2008 diberi tanda P.11, fotokopi surat
pernyataan tentang keadaan tanggal 14 maret 2008 diberi tanda
P.12, fotokopi surat pernyataan tanggal 28 April 2008 diberi
tanda P.13, fotokopi notulasi rapat pleno tanggal 31 Oktober
2009 diberi tanda P.14. Semua bukti fotokopi tersebut telah
diperiksa, dimaterai, dinazegelen, dan dicocokan dengan
aslinya. Namun untuk P.5, P.6, P.7, P.8, P.9, P.10 tidak ada
aslinya.81
2. Bukti Saksi-Saksi
a. Saksi 1 yakni tetangga penggugat, memberi kesaksian
dihadapan hakim bahwa adik penggugat sejak kecil idiot
namun jika ditanya bisa menjawab. Pada umur 22 tahun
81
Salinan Putusan PA Yogyakarta Nomor: 0322/Pdt.G/2009/PA.Yk, h. 48.
41
adik penggugat melangsungkan pernikahan, setelah
menikah terkadang tinggal bersama penggugat. Adik
penggugat dinikahkan dengan maksud agar sembuh, tetapi
saksi tidak mengetahui apakah setelah menikah sembuh
atau belum dan pada saat itu berstatus janda mati. Adik
penggugat pernah main ke rumah saksi dan terkadang
bepergian jauh. Saksi hanya mendengar kabar bahwa adik
penggugat melakukan wakaf ditahun 1993, namun tidak
mengetahui kapan terjadinya wakaf. Ketika terjadi wakaf
suami telah meninggal.
b. Saksi 2 yakni tetangga penggugat, memberi kesaksian
kepada hakim bahwa saksi merupakan tetangga penggugat
sejak kecil sehingga kenal dengan adik penggugat. Sejak
kecil adik penggugat telah mengalami keterbelakangan,
adik penggugat pernah duduk dibangku SD namun saksi
tidak tahu sampai kelas berapa. Adik penggugat pernah
melangsungkan pernikahan dan setelah menikah tinggal
bersama penggugat. Saksi mendengar kabar bahwa adik
penggugat melakukan wakaf atas inisiatif bersama anak-
anaknya yang diperuntukan untuk pengajian. Adik
penggugat mendapatkan warisan yang diperoleh dari orang
tuanya di tiga atau atau empat tempat termasuk salah
satunya tanah wakaf. Penggugat sempat mengeluh kepada
saksi bahwa wakafnya tidak diurusi, sehingga saksi
berpendapat bahwa wakaf telah diselewengkan. Kondisi
tanah yang diwakafkan hanya dipakai untuk olahraga
badminton dan pengajian seminggu sekali.82
c. Saksi 3 memberikan kesaksian kepada hakim bahwa saksi
mengenal penggugat sejak tahun 2010, saksi tidak
mengetahui mengenai peristiwa wakaf, namun saksi
82
Salinan Putusan PA Yogyakarta Nomor: 0322/Pdt.G/2009/PA.Yk, h. 49-50.
42
mengetahui bahwa telah terjadi ketidakpastian wakaf
karena pihak keluarga penggugat tidak pernah mendapatkan
salinan ikrar wakaf. Pemilik formal tanah wakaf adalah
adik penggugat, tetapi kehendak atau inisiatif wakaf berasal
dari penggugat dan anak-anaknya. Pada tanggal 3 Agustus
2007 diadakan musyawarah antara penggugat dengan
tergugat II namun keduanya tidak menemukan kesepakatan
karena tergugat II menghendaki MOU yang isinya wakaaf
untuk umat sedangkan penggugat menghendaki tanah
wakaf untuk kompek SD dan masjid.
d. Saksi 4 yakni tetangga penggugat, memberi kesaksian
kepada hakim bahwa penggugat memiliki lima saudara dan
ada adik penggugat yang mengalami keterbatasan mental
sejak kecil tetapi tidak sakit jiwa. saksi pernah satu kelas
denganya waktu kelas satu saat SD pada tahun 1952,
namun banyak teman yang menyalip sekolah adik
penggugat dan saksi tidak mengetahui perkembangannya
setelah lulus sekolah. Adik penggugat pernah
melangsungkan pernikahan, tetapi saksi tidak mengetahui
bagaimana kehidupan rumah tangganya, saksi hanya
mengetahui suaminya telah meninggal. Setelah tumbuh
besar adik penggugat tinggal bersama penggugat. Saksi
pernah mendengar kabar bahwa adik penggugat melakukan
wakaf tanah. Tanah yang diwakafkan merupakan tanah
milik adik penggugat yang diperoleh dari warisan orang
tuanya.
e. Saksi 5 yakni pegawai Kantor Urusan Agama, memberi
kesaksian kepada hakim bahwa saksi adalah salah satu
saksi ikrar wakaf. Ikrar wakaf dilakukan di Kantor Urusan
Agama dihadapan kepala Kantor Urusan Agama. Adik
penggugat sebagai wakif datang bersama rombongan yakni
43
empat orang wanita dan satu orang laki-laki, ia masuk ke
Kantor Urusan Agama (KUA) menemui kepala KUA
kemudian menyerahkan sertifikat tanah yang akan
diwakafkan dan pada saat itu kepala KUA meminta KTP
adik penggugat. Ketika terjadi proses akta ikrar wakaf,
saksi yang menyediakan blangkonya. Sebelum akta ikrar
wakaf dilakukan ada wawancara dengan adik penggugat,
dan adik penggugat tidak terpaksa serta berada dalam
kondisi sehat bisa menanggapi dan merespon pembicaraan
kepala KUA. Ketika mengucapkan ikrar wakaf adik
penggugat dibimbing oleh kepala KUA, karena adik
penggugat tidak bisa membaca dan menulis. Kemudian
adik penggugat membubuhkan cap jempol karena tidak bisa
tanda tangan dan melakukannya secara sukarela. Nazhir
hadir sebentar dalam proses ikrar wakaf, setelah itu pergi
setelah tanda tangan.
f. Saksi 6 yakni anak kandung penggugat, memberi kesaksian
kepada hakim bahwa kondisi adik penggugat biasa saja
namun komunikasi dilakukan hanya kepada orang yang
dianggap cocok. Adik penggugat berstatus janda mati.
Saksi mendengar kabar bahwa adik penggugat mewakafkan
tanahnya, tetapi yang berinisiatif melakukan wakaf adalah
pihak keluarga. Yang menjadi masalah dalam wakaf
tersebut adalah pihak keluarga merasa resah karena sejak
tanah diwakafkan namun wakaf tersebut ditelantarkan,
setelah itu diurus dan dibangun sebuah bangunan tetapi
bangunannya belum sempurna.83
83
Salinan Putusan PA Yogyakarta Nomor: 0322/Pdt.G/2009/PA.Yk, h. 58.
44
Tergugat II dan turut tergugat II keberatan terhadap saksi 6
yang dijadikan sebagai saksi karena yang bersangkutan merupakan
anak kandung penggugat.
Untuk menguatkan dalil-dalil yang dikemukakan dihadapan
persidangan, tergugat II telah mengajukan alat-alat bukti tertulis
dan kesaksian tiga orang saksi sebagai berikut:
1. Bukti Surat
Fotokopi anggaran dasar diberi tanda TT.1, Fotokopi akta
notaris tanggal 24 Mei 1995 diberi tanda TT.2, Fotokapi surat
keputusan tentang kuasa pengguna tanah wakaf kepada
pengurus pengajian tanggal 6 Februari 1996 diberi tanda TT.3.
Semua bukti fotokopi tersebut telah diperiksa, dimaterai, dan
dicocokan dengan aslinya, tetapi surat aslinya tidak ada.
2. Bukti Saksi-Saksi
a. Saksi 1 memberikan kesaksian kepada hakim bahwa yang
memanfaatkan tanah wakaf untuk kegiatan rutin pengajian
ahad pagi, dulu selapanan, lalu 2 mingguan, lalu tiap
minggu. Jamaah pengajian itu berjumlah sekitar 40 sampai
dengan 50 orang. selain untuk pengajian, gedung tersebut
biasa dipakai untuk bulutangkis dan dana pemeliharaannya
diperoleh dari perolehan sewa bulutangkis. Kegiatan
pengajian rutin tersebut masih rutin diadakan.
b. Saksi 2 yakni salah satu pengurus pengajian, pengajian
tersebut berdiri tahun 1986. Awalnya pengajian tersebut
khusus untuk ibu-ibu dan diadakan setiap tanggal 5 setiap
bulan. Setelah pengajian berkembang lalu pindah, pertama
di rumah orang yang memberi wakaf/wakif, saat itu saksi
mendengar bahwa ada tanah wakaf yang dinyatakan
didepan ibu-ibu pengajian secara lisan tetapi saksi lupa
siapa nama yang mewakafkan. Tanah tersebut diwakafkan
untuk pengajian bukan untuk yang lainnya. Menurut saksi,
adanya gugatan seperti ini tampaknya berawal dari
45
kekecewaan keluarga wakif karena tanah wakaf itu cukup
lama tidak dibangun-bangun. Tanah wakaf tersebut baru
dibangun setelah 5 tahun kemudian karena harus
menghimpun dana sedikit demi sedikit dari pengurus dan
anggota. Setelah pengajian pindah saksi tidak seaktif
sebelumnya, tetapi ketika saksi datang di pengajian tersebut
hadir kurang lebih 60 orang laki-laki dan perempuan,
bahkan masyarakat umum sekitar tempat tersebut. Bahwa
dipakainya gedung tersebut untuk kegiatan badminton,
menurut saksi hal tersebut wajar untuk mencari dana
membiayai gedung tersebut. Sebelum ada dana dari sewa
gedung untuk badminton, yang membayar rekening listrik
adalah istri dari nazhir.
c. Saksi 3 yakni pernah mengisi pengajian sebanyak 3 kali,
saksi pernah mengisi pengajian hari ahad pagi sejak tahun
2004, 2005, dan 2006, jamaahnya berjumlah kurang lebih
60 orang. saksi mendengar kabar wakaf dari temannya yang
mengatakan bahwa akan ada teman yang akan mewakafkan
tanah.84
Dalam perkara ini, salah satu pihak masih belum merasa puas
dengan putusan Majelis Hakim Tingkat Pertama dalam hal ini adalah
Pengadilan Agama Yogyakarta, sehingga pihak yang keberatan
mengajukan upaya hukum untuk mencari keadilan.
Para pihak yang terlibat dalam upaya hukum banding adalah sama
dengan para pihak yang terlibat dalam pengadilan tingkat pertama. Semula
Penggugat dan sekarang sebagai pembanding, semula Tergugat I, Tergugat
II, Turut Terbanding I, dan Turut Terbanding II selanjutnya disebut
sebagai Terbanding I, Terbanding II, Turut Terbanding I, dan Turut
Terbanding II. Dalam hal ini Pembanding telah mengajukan permohonan
memori banding dan Turut Terbanding II telah mengajukan kontra memori
banding yang sudah dibaca dan diperhatikan oleh Majelis Hakim.
Sedangkan para terbanding lainnya tidak menyerahkan kontra memori
banding.
84
Salinan Putusan PA Yogyakarta Nomor: 0322/Pdt.G/2009/PA.Yk, h. 63.
46
C. Amar Putusan Nomor 686/K/AG2012
Dalam salinan putusan Pengadilan Agama Yogyakarta Nomor
0322/Pdt.G/2009/PA.Yk tentang gugatan pembatalan akta ikrar wakaf,
maka penulis uraikan amar putusannya sebagai berikut:
1. Menolak gugatatan Penggugat seluruhnya;
2. Menghukum kepada Penggugat untuk membayar seluruh biaya
perkara yang hingga kini dihitung sebesar Rp. 1.971.000,- (satu
juta sembilan ratus tujuh puluh satu ribu rupiah);
Kemudian setelah dilakukan upaya hukum banding di tingkat
kedua dalam hal ini Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta. Dalam salinan
putusannya Nomor 19/Pdt.g/2011/PTA.Yk yang amar putusannya
berbunyi sebagai berikut:
1. Menerima permohonan banding Pembanding;
2. Membatalkan putusan Pengadilan Agama Yogayakarta tanggal
02 Maret 2011, Nomor 0322/Pdt.G/2009/PA.Yk;
Dan dengan mengadili sendiri:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat;
2. Membatalkan ikrar wakaf yang diucapkan oleh Rr. Fatimah
atas tanah pekarangan di Nitikan UH VI/98 Kelurahan
Sorosutan, Kecamatan Umbulharjo Kota Yogyakarta luas 2810
m2 yang terletak di Nitikan tersebut dengan batas sebagai
berikut:
- Sebelah Barat berbatas dengan: parit;
- Sebelah Timur berbatas dengan: Jalan Nitikan Baru;
- Sebelah Utara berbatas dengan: m 2475 dan m 2476;
- Sebelah Selatan berbatas dengan: Berbatasan dengan
Pers: 378;
47
Dan untuk selanjutnya akta ikrar wakaf tersebut diulang
kembali menurut hukum (ikrar oleh wali pengampu)
sesuai dengan niat wakaf keluarga yang bersangkutan;
3. Menyatakan akta ikrar wakaf Nomor: W.2/90/K-13/tahun 1995
tanggal 11 September 1995 tidak mempunyai kekuatan hukum
dan oleh karenanya sertifikat Tanah Hak Milik Nomor: 3318
beserta gambar situasi tanah Nomor: 3590/1995 juga tidak
mempunya kekuatan hukum;
4. Menghukum para Tergugat atau siapa saja yang mendapat hak
dari padanya untuk menyerahkan tanah tersengketa kepada
penggugat dalam keadaan kosong dan bebas dari penguasaan
siapapun;
5. Menghukum para Turut Tergugat untuk mematuhi amar
putusan ini;
6. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara pada
tingkat pertama yang hingga kini dihitung sebesar Rp.
1.971.000,00 (satu juta sembilan ratus tujuh puluh satu ribu
rupiah);
- Menghukum Terbanding untuk membayar biaya
perkara pada tingkat banding sebesar Rp. 150.000,00
(seratus lima puluh ribu rupiah);
Selanjutnya dilakukan upaya hukum di tingkat ketiga dalam hal ini
Mahkamah Agung. Dalam salinan putusan Nomor 686 K/AG/2012, amar
putusannya berbunyi sebagai berikut:
1. Mengabulkan permohonan kasasi dan para pemohon kasasi: 1.
Sunardi Syahuri, 2. Pengurus Yayasan Siti Rahmah tersebut;
2. Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta
No. 19/Pdt.G/2011/PTA.Yk tanggal 5 Juli 2011 M, bertepatan
dengan tanggal 23 Sya’ban 1432 H, yang membatalkan putusan
Pengadilan Agama Yogyakarta No. 32/Pdt.g/2011/PA.Yk
48
tanggal 2 Maret 2011, bertepatan dengan tanggal 2 Rabu’ul
Awal 1432 H;
Mengadili sendiri:
Dalam Eksepsi:
Menolak eksepsi para Tergugat;
Dalam Pokok Perkara:
Menolak gugatan penggugat seluruhnya;
menghukum Termohon Kasasi/Penggugat untuk
membayar biaya perkara dalam semua tingkat
peradilan yang dalam tingkat kasasi ini ditetapkan
sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah);
49
BAB IV
PENENTUAN WAKIF KETERBELAKANGAN MENTAL DALAM
MELAKUKAN PEMBUATAN AKTA IKRAR WAKAF PADA PUTUSAN
NOMOR 686/K/AG/2012
A. Perbandingan Pertimbangan Hakim dalam Penentuan Wakif
Keterbelakangan Mental dalam Putusan Nomor
0322/Pdt.G/2009/PA.Yk dan Putusan Nomor 19/Pdt.G/2011/PTA.Yk
Pada Majelis Hakim tingkat pertama yakni Pengadian Agama
Yogyakarta dalam putusan Nomor 0322/Pdt.G/2009/PA.Yk, Majelis
Hakim memutuskan untuk menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya
perihal pembatalan ikrar wakaf yang dilakukan oleh adik Penggugat.
Alasan Majelis Hakim menolak seluruh objek gugatan pembatalan
akta ikrar wakaf dikarenakan bahwa Majelis Hakim berpendapat ikrar
wakaf yang dilakukan pada tanggal 11 September 1995 telah memenuhi
pasal 9 ayat (1, 2, dan 3) Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 1977 tentang
Perwakafan Tanah Milik, yang menyatakan bahwa pihak wakif telah
datang sendiri dihadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW),
serta isi dan bentuk ikrar wakaf sudah sesuai dengan apa yang ditetapkan
oleh Menteri Agama.85
Selain itu berdasarkan keterangan salah satu saksi, wakif pernah
melangsungkan pernikahan, hal ini menunjukan bahwa disaat usia dewasa
ia dapat melakukan perbuatan hukum, serta penetapan Penggugat sebagai
pengampu baru terjadi pada tahun 2009 berdasarkan penetapan Pengadilan
Negeri Yogyakarta 166/Pdt.P/2009/PN.YK. Kemudian keterangan hasil
pemeriksaan psikiatri yang menyatakan bahwa wakif mengalami kejang
demam saat berusia dua tahun, keterangan tersebut dikeluarkan pada tahun
2009 ketika wakif telah berusia dewasa, bahkan psikiatri/dokter pun
85
Pasal 9 ayat (1, 2, 3) Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1977 tentang Perwakafan
Tanah Milik
50
mengatakan bahwa apa yang dialami wakif merupakan penyakit usia
lanjut.
Berdasarkan pertimbangan diatas, maka Majelis Hakim
berpendapat bahwa dalil penggugat yang menyatakan bahwa wakif
memiliki keterbelakangan mental sehingga tidak cakap hukum, tidak
sepenuhnya terbukti, terutama pada saat terjadinya ikrar wakaf karena ia
datang dan mengikrarkan sendiri kehendak wakafnya.
Hal ini menunjukan bahwa pewakaf pada saat itu yakni tahun
1995, datang tanpa ada intervensi dari pihak manapun atau secara sukarela
untuk melangsungkan akta ikrar wakaf dihadapan Pejabat Pembuat Akta
Ikrar Wakaf (PPAIW) dalam hal ini diwakili oleh kepala Kantor Urusan
Agama (KUA) yogyakarta dan nazhir serta dihadiri oleh dua orang saksi.
Bahkan menurut keterangan salah satu saksi yang saat itu
merupakan pegawai Kantor Urusan Agama menyatakan bahwa wakif
sendiri yang menyerahkan sertifikat tanah kepada kepala Kantor Urusan
Agama (KUA).
Majelis Hakim berkesimpulan bahwa pelaksanan ikrar wakaf dan
pembuatan akta ikrar wakaf pada saat itu adalah sah, sesuai dengan pasal 9
ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan
Tanah Milik, yang menyatakan bahwa pelaksanaan ikrar, demikian pula
pembuatan akta ikrar wakaf dianggap sah, jika dihadiri dan disaksikan
oleh sekurang-kurangnya dua orang saksi.86
Pada putusan tingkat banding yang tertera di dalam putusan
Nomor 19/Pdt.G/2011/PTA/.Yk, Majelis Hakim Banding menyatakan
tidak sependapat dengan putusan Majelis Hakim tingkat Pertama dalam
hal kedudukan wakif yang memiliki keterbelakangan mental/tidak cakap
hukum dalam proses pelaksanaan wakaf. Akhirnya, Majelis Hakim
Banding mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya.
86
Pasal 9 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah
Milik
51
Majelis Hakim Banding dalam hal ini Pengadilan Tinggi Agama
Yogyakarta tidak sependapat dengan putusan Majelis Hakim tingkat
Pertama dalam hal ini Pengadilan Agama Yogyakarta dan Majelis Hakim
Banding membatalkan putusan Pengadilan Agama Yogyakarta dengan
Nomor 0322/Pdt.G/2009/PA.Yk dan kemudian mengadili sendiri.
Berdasarkan keterangan saksi yang mengatakan bahwa wakif tidak
mudah mengenal orang baru, dan wawancara harus didampingi oleh
anggota keluarga yang dianggap cocok, Majelis Hakim tingkat Banding
berpendapat bahwa seharusnya wakif didampingi pihak keluarga saat
wakif melakukan ikrar wakaf atau dilakukan oleh wali pengampu.
Sebagaimana penjelasan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 28
Tahun 1977 menjelaskan bahwa menghindari tidak sahnya perbuatan
mewakafkan, baik karena adanya faktor intern (cacat atau kurang
sempurna cacat pikir) maupun faktor ekstern karena merasa dipaksa orang
lain, bahwa wakif secara nyata termasuk cacat dan dapat dikatakan tidak
mampu melakukan perbuatan secara langsung atau kurang sempurna cara
berpikir.87
Oleh karena itu, perbuatan hukum yang dilakukan oleh wakif
menyebabkan tidak sah.
Selanjutnya, mengenai wakif yang pernah melakukan perbuatan
hukum berupa pernikahan yang tentu saja mensyaratkan dilakukan oleh
orang yang dewasa dan sehat. Dalam hal ini, Majelis Hakim Banding
berpendapat bahwa pernikahan tidak merubah status onbekwaam/tidak
cakap hukum seorang, hanya yang berubah yakni kedewasaan. Jika
seseorang menikah dibawah umur, maka dia dianggap telah dewasa.
Dalam hal ini, maksud dari Majelis Hakim Banding yaitu dewasa melalui
proses lembaga pendewasaan (handlichting).
Ada hal yang menarik dari kedua putusan tersebut adalah
menggunakan aturan hukum yang sama yakni Peraturan Pemerintah
Nomor 28 tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik, namun berbeda
dalam menafsirkan isi dan konteks aturan tersebut. Perbedaan Majelis
87
Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1977 tentang Perw akafan Tanah Milik
52
Hakim dalam menafsirkan kedewasaan seseorang akibat pernikahan.
Majelis Hakim tingkat Pertama menyatakan dalam putusannya bahwa
pernikahan dapat dijadikan indikator seseorang dikatakan cakap dalam
melakukan perbuatan hukum. Hal ini berdasarkan pada disyaratkannya
orang yang dewasa dan sehat dalam melakukan pernikahan.
Selain itu, apabila merujuk pada Kitab Undang-undang Hukum
Perdata mengenai konsep kedewasaan, dalam pasal 330 KUHPerdata
disebutkan bahwa seseorang dikatakan dewasa apabila memenuhi hal
sebagai berikut:
1. Genap memasuki umur dua puluh satu tahun;
2. Belum pernah melaksanakan perkawinan.88
Jika melihat konsep kedewasaan menurut KUHPerdata diatas
seseorang yang telah genap berumur dua puluh satu tahun dan belum
pernah melaksanakan perkawinan maka dia dapat dikatakan sebagai orang
dewasa.
Usia dewasa sangat erat kaitannya dengan usia seseorang untuk
melangsungkan perkawinan, karena mereka yang sudah menikah
meskipun belum genap berusia dua puluh satu tahun telah dianggap
dewasa dan jika perkawinan bubar, maka mereka tidak kembali menjadi
belum dewasa. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, pasal 29
menentukan bahwa usia perkawinan bagi pria adalah delapan belas tahun,
sedangkan bagi wanita adalah lima belas tahun.89
Jika suami istri tersebut
bercerai sebelum genap berusia dua puluh satu tahun, maka mereka tidak
kembali menjadi belum dewasa. Undang-undang mengganggap bahwa
mereka telah dewasa, dan dapat dipertanggungjawabkan atas
perbuatannya.
Kemudian dalam pasal 1330 KUHPerdata disebutkan bahwa orang
dewasa, orang yang tidak berada di bawah pengampuan, dan pada
umumnya semua orang yang oleh undang-undang tidak dilarang untuk
88
Pasal 330 Kitab Undang-undang Hukum Perdata 89
Pasal 330 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
53
membuat persetujuan tertentu, merupakan orang yang cakap melakukan
perbuatan hukum, dipertanggungjawabkan atas semua perbuatannya.
Sedangkan Majelis Hakim Banding berpendapat lain dalam
putusannya yang menyatakan bahwa pernikahan menurut hukum hanya
merubah status kedewasaan seseorang yang melakukan pernikahan di
bawah umur. Dalam hal ini Majelis Hakim Banding menafsirkan bahwa
seseorang yang menikah dikatakan telah dewasa namun belum tentu dia
dapat melakukan perbuatan hukum.
Majelis Hakim tingkat pertama menafsirkan bahwa seseorang yang
telah dewasa tentu dapat melakukan perbuatan hukum, sedangkan Majelis
Hakim Banding memisahkan antara dewasanya seseorang dengan seorang
yang dapat melakukan perbuatan hukum.
Penentuan kedewasaan tersebut ditentukan pula oleh pertimbangan
hakim dalam melihat bukti-bukti, baik bukti tertulis maupun bukti saksi.
Misalnya, Majelis Hakim tingkat Pertama mempertimbangkan hasil
pemeriksaan dokter di klinik psikiatri yang dikeluarkan pada tahun 2009
yang menyatakan wakif mengalami kejang demam pada saat berusia dua
tahun sehingga dinyatakan memiliki keterbelakangan mental tidak
sepenuhnya terbukti, sehingga Majelis Hakim mengganggap bahwa pada
saat terjadi ikrar wakaf, wakaf adalah orang dewasa yang dapat
dipertanggungjawabkan perbuatannya.
Sedangkan, Majelis Hakim Banding mempertimbangkan hal
tersebut sebagai hal yang dapat dibuktikan, yakni menafsirkan bahwa
wakif pada saat melaksanakan akta ikta wakaf memiliki keterbelakangan
mental, sehingga memutuskan bahwa wakaf yang laksanakan tidak sah dan
harus diulang kembali wakafnya oleh pengampu sesuai dengan
peruntukannya. Inilah yang dimaksud dengan perbedaan menafsirkan
konteks perkara tentang konsep kedewasaan dan bukti-bukti yang diajukan
dalam persidangan, baik bukti secara tertulis maupun saksi, yang
ditafsirkan oleh hakim dalam gugatan pembatalan akta ikrar wakaf.
54
B. Pertimbangan Hakim Tingkat Kasasi dalam Penentuan Wakif
Keterbelakangan Mental dalam Putusan Nomor 686/K/AG/2012
Pada putusan tingkat kasasi yang tertera pada putusan Nomor
686/K/AG/2012, Majelis Hakim Kasasi menyatakan tidak sependapat
dengan putusan Majelis Hakim Banding yakni membatalkan putusan yang
telah dikeluarkan oleh Majelis Hakim banding dalam hal penarikan
kembali ikrar wakaf.
Majelis Hakim Kasasi dalam hal ini Mahkamah Agung tidak
sependapat dengan putusan Majelis Hakim Banding dalam hal ini
Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta, dan Majelis Hakim Kasasi
membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta dengan
Nomor 19/P.dt.G/2011/PTA.Yk dan kemudian mengambilalih
pertimbangan Pengadilan Agama Yogyakarta Nomor
0322/Pdt.G/2009/PA.Yk sebagai pertimbangannya sendiri.
Majelis Hakim Kasasi menyatakan bahwa Pengadilan Tinggi
Agama Yogyakarta salah dalam mempertimbangkan pokok masalah,
dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Termohon kasasi mempermasalahkan pribadi pewakaf yang
memiliki keterbelakangan mental (hasil pemeriksaan rumah
sakit dr. Sardjito Yogyakarta, tanggal 23 Januari 2009).
Pewakaf lahir tahun 1939, berarti pemeriksaan pada usia 70
tahun, maka hal yang tidak mustahil pada usia tersebut yang
bersangkutan sudah agak pikun dan sebaliknya menurut
kesaksian anak kandung termohon kasasi, bahwa pewakif di
rumah sering berkomunikasi dengan orang yang disukai
termasuk saksi, hal ini sama sekali tidak dianalisa oleh
Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta.
2. Pewakaf pernah melangsungkan pernikahan, namun tidak
dijelaskan menikah pada tahun berapa dan apakah pewakafan
pada tahun 1995 tersebut pada saat pewakaf masih ada suami,
setelah menjadi janda atau sebelum menikah.
55
3. Menurut Pengadilan Tingi Agama Yogyakarta, akta ikrar
wakaf harus dinyatakan tidak berkekuatan hukum. Apabila
alasannya karena pewakaf adalah seorang yang tidak cakap
melakukan perbuatan hukum, hal ini bertentangan dengan
uraian sebelumnya. Jika alasannya nazhir salah dalam
pengelolaannya, maka tidak ada alasan untuk membatalkan
wakaf, tetapi nazhirnya lah yang seharusnya digugat.
4. Harta yang telah diwakafkan tidak ada kaitan hukum dengan
pewakaf. Oleh karena itu, termohon kasasi/penggugat error in
persona. Apabila terjadi pemalsuan atau rekayasa, maka hal
tersebut menjadi wilayah bidang hukum pidana tentang
pemalsuan atau penipuan.90
Dalam pertimbangannya Majelis Hakim Kasasi merujuk pada
kaidah hukum salah satu Imam Mazhab, yakni Mazhab Syafi‟i dan UU
Nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf. Mazhab Syafi‟i berpendapat bahwa
harta yang telah diwakafkan tidak lagi memiliki ikatan hukum dengan
orang yang mewakafkan karena kepemilikan harta dengan pewakaf telah
terputus bersamaan dengan dilakukannya ikrar wakaf. Kemudian, dalam
pelaksanaannya harus memenuhi rukun dan syarat wakaf. Dalam pasal 3
UU No 41 tahun 20004 tentang wakaf sejalan dengan pendapat mazhab
tersebut yang berbunyi wakaf yang telah diikrarkan tidak dapat
dibatalkan.91
Selain itu secara de facto, anggapan penggugat mengenai
pewakaf memiliki keterbelakangan mental sehingga tidak cakap
melakukan perbuatan hukum tidak memiliki bukti yang cukup.
Pada saat proses wakaf berlangsung pewakaf mewakafkan
tanahnya kepada Nazhir dihadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf
(PPAIW) yakni Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) secara sukarela
tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Pewakaf dan nazhir hadir bersama
90
Salinan Putusan Mahkamah Agung Nomor: 686/K/AG/2012, h. 27. 91
Pasal 3 Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf
56
melakukan proses ikrar wakaf dihadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar
Wakaf (PPAIW), dihadiri oleh dua orang saksi.
Selanjutnya mengenai hasil pemeriksaan yang menyatakan bahwa
pewakaf mengalami keterbelakangan mental sehingga keluar penetapan
Pengadian Negeri Yogyakarta Nomor 166/Pdt.P/2009/PN.Yk, yang
menetapkan bahwa pewakaf mengalami keterbelakangan mental serta
berada di bawah pengampuan penggugat keluar tahun 2009. Sedangkan
proses wakaf terjadi pada tahun 1995.
Hukum perdata dalam konsepnya terkait dengan hukum perjanjian
tidak menjelaskan dan mengenal istilah non retroaktif (undang-undang
tidak berlaku surut). Asas non retroaktif adalah undang-undang tidak dapat
diberlakukan setelah terjadinya peristiwa hukum. Asas retroaktif hanya
dikenal dalam sistem Hukum Pidana khususnya berkaitan dengan kasus
terorisme dan pelanggaran HAM berat (extra ordionary crime).92
Namun, hal ini terjadi kesamaan dengan penafsiran Majelis Hakim
Kasasi dan Majelis Hakim tingkat pertama yang menafsirkan bahwa
penetapan Pengadilan Negeri Yogyakarta Nomor 166/Pdt.P/2009/PN.Yk,
yang menetapkan bahwa wakif memiliki keterbelakangan mental tidak
berlaku surut, sehingga penetapan Pengadilan Negeri Yoyakarta tersebut,
tidak dapat menetapkan wakif pada tahun 1995 memiliki keterbelakangan
mental ketika melakukan akta ikrar wakaf. Oleh karena itu, wakaf yang
telah diikrarkan tetap sah dan sesuai menurut hukum yang berlaku yakni
pasal 9 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1977 tentang
Perwakafan Tanah Milik, dan pasal 17 Undang-undang Nomor 41 tahun
2004 tentang Wakaf.93
Berbeda dengan Majelis Hakim Kasasi, Majelis Hakim tingkat
Banding menafsirkan bahwa penetapan Pengadilan Negeri Yogyakarta
Nomor 166/Pdt.P/2009/PN.Yk, yang menetapkan bahwa wakif memiliki
92
Made Gelgel, “Implikasi asas retroaktif terhadap keabsahan akta notaris/PPAT dalam
pemberian hak guna bangunan bagi perseroan terbatas”, Jurnal Magister Hukum Udayana, 6, 01,
(Mei, 2017), h.96. 93
Pasal 17 Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf
57
keterbelakangan mental berlaku surut, sehingga wakif pada saat tahun
1995 melakukan akta ikrar wakaf memiliki keterbelakangan mental dan
akta ikrar wakaf yang telah diikrarkan menjadi tidak sah. Hal ini pun
sesuai berdasarkan pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 28 tentang
Perwakafan Tanah Milik, bahwa wakif yang secara de facto termasuk
cacat dan merasa dipaksa dan mendapat intervensi dari orang lain
melakukan wakaf, maka wakafnya tidak sah. Kemudian, harus diulang
kembali wakafnya sesuai dengan peruntukannya.
Rentang waktu dari proses terjadinya ikrar wakaf hingga keluarnya
hasil pemeriksaan yang menyatakan bahwa pewakaf mengalami
keterbelakangan mental sehingga keluar penetapan Pengadilan Negeri
Yogyakarta Nomor 166/Pdt.P/2009/PN.Yk, yang mengeluarkan penetapan
bahwa pewakaf berada dibawah pengampuan berselang kurang lebih
selama belas tahun. Selama kurun waktu lima belas tahun tersebut terjadi
proses penuaan, karena pada saat penggugat mengajukan gugatan yakni
pada tahun 2009 pewakaf berusia tujuh puluh tahun. Maka bukan hal yang
mustahil pada usia tersebut yang bersangkutan sudah agak pikun.
Selain itu, dari keterangan saksi diketahui bahwa pewakaf pernah
melangsungkan pernikahan dan pada saat gugatan berlangsung berstatus
janda mati. Hal ini menunjukan bahwa dalam pernikahan pewakaf tidak
terjadi masalah. Kemudian dalam pernikahan terdapat hak dan kewajiban
yang harus dijalankan, baik oleh suami maupun oleh istri, dan orang yang
dibebani oleh hak dan kewajiban disebut mukallaf.
Oleh karena itu, setidaknya ada dua syarat yang harus dipenuhi
sebagai mukallaf. Pertama, ia mengetahui tuntutan yang telah Allah
tetapkan. Kedua, ia mampu menjalankan tuntutan tersebut. Untuk
mengetahui ketentuan tersebut seseorang tersebut harus baligh dan
berakal. Hal ini menunjukan bahwa sebelumnya pewakaf dapat melakukan
dan dibebani perbuatan hukum, karena pada prinsipnya seorang mukallaf
adalah orang yang mendapat beban untuk menjalankan hukum.
58
Berdasarkan bukti-bukti yang telah diajukan dalam persidangan,
maka pertimbangan diatas menurut pendapat Majelis Hakim Kasasi
terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari
pemohon kasasi yakni nazhir dan membatalkan putusan Pengadilan Tinggi
Agama Yogyakarta Nomor 19/Pdt.G/2011/PTA.Yk tanggal 25 Juli 2011
M bertepatan dengan tanggal 23 Sya’ban 1432 H yang membatalkan
putusan Pengadilan Agama Yogyakarta Nomor 322/Pdt.G/2009/PA.Yk
tanggal 2 Maret 2011 M, bertepatan dengan tanggal 27 Rabi’ul Awal 1432
H.
C. Implikasi Putusan Nomor 686/K/AG/2012 Terhadap Wakif
Keterbelakangan Mental Ditinjau dari Perspektif Mas}lahah
Mursalah
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, bahwa Hakim
Kasasi membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta
Nomor 19/Pdt.G/2011/PTA.Yk dan mengambilalih pertimbangan
Pengadilan Agama Yogyakarta Nomor 0322/Pdt.G/2009/PA.Yk sebagai
pertimbangannya sendiri.
Pertimbangan tersebut sesuai dengan pendapat mazhab Syafi‟i dan
Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf yang sebelumnya
telah penulis cantumkan dalam pembahasan. Dalam materi Undang-
undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf banyak mengandung unsur
Siyasah Syar’iyyah yang berlandaskan istis}lah (metode mas}lahah
mursalah), undang-undang wakaf ini memuat aturan-aturan yang secara
tidak tegas ditunjukan oleh Nas, baik dalam Alquran maupun sunah, juga
tidak dapat dalam literatur fikih. Secara materil pasal-pasal tersebut hanya
didasarkan pada pertimbangan dalam rangka mewujudkan dan memelihara
kemaslahatan semata.94
94
Hadiratus Sholihah, “Penerapan Konsep Maslahah Mursalah dalam Wakaf (tinjauan
terhadap undang-undang No.41 tahun 2004)” (Ciputat: Skripsi UIN Syarif Hidayatullah jakarta,
2010), h., 68, t.d.
59
Hadiratush sholihah dalam skripsinya menyatakan bahwa dalam
Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf terdapat beberapa
pasal yang berorientasi kepada maslahat, yaitu:
1. Penentuan persyaratan nazhir (pasal 10)
2. Persyaratan dua orang saksi dalam ikrar wakaf (pasal 17 ayat (1) )
pencatatan ikrar wakaf (pasal 17 ayat (2) dan pada pasal 21)
3. Peruntukan harta benda (pasal 22)
4. Bentuk benda yang dapat diwakafkan (pasal 16) Wakaf uang dan
sertifikat wakaf uang (pasal 28 dan pasal 29)
5. Sertifikasi tanah wakaf (pendaftaran tanah wakaf) pada pasal 32
6. Perubahan status tanah wakaf (pasal 41)
7. Lahirnya lembaga wakaf BWI (Badan Wakaf Indonesia) pasal 4795
Keterlibatan pemerintah untuk mengatur masalah perwakafan
dalam bentuk peraturan perundang-undangan yakni Undang-undang
Nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf merupakan upaya untuk mewujudkan
kemaslahatan (mas}lahah mursalah). Hal ini karena menyangkut
kepentingan masyarakat secara luas baik yang beragama Islam maupun
non Islam agar terwujudnya ketertiban serta kepastian hukum dalam
melakukan proses akta ikrar wakaf. Ini pun sesuai dengan kaidah fikih
yakni tindakan pemimpin kepada rakyatnya harus berdasarkan pada
kemaslahatan.
Pada penjelasan sebelumnya telah dipaparkan bahwa menurut al-
Syathibi Nas Alquran dan Hadis yang dijadikan dalil serta hujjah umat
Islam berujung pada tercapainya kemaslahatan. Hal ini dikenal dengan
maqas}id syari’ah. Upaya dalam bentuk penalaran yang dilakukan untuk
mencapai kemaslahatan adalah metode mas}lahah mursalah.96
95
Hadiratus Sholihah, “Penerapan Konsep Maslahah Mursalah dalam Wakaf (tinjauan
terhadap undang-undang No.41 tahun 2004)” h., 69, t.d. 96
Al-Yasa Abubakar, Metode Istislahiah Pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dalam Ushul
Fiqh, h. 55
60
Al-Yasa‟ Abu Bakar menggunakan istilah metode istis}lahiyyah
yakni mempertimbangkan mas}lahat sebagai tumpuan pencarian dan
penetapan hukum ataupun pembuatan definisi dari suatu perbuatan hukum.
Penalaran istis}lahiyyah ini berupaya untuk menemukan hukum (syara’),
atau merumuskan definisi (konsepsi) yang dilakukan berdasarkan
pertimbangan maslahat yang ada dalam hukum atau definisi tersebut
sesuai dengan maslahat yang ditemukan dalam Nas, maka penemuan
hukum tersebut dapat diterima dan dianggap memenuhi persyaratan
metodelogis.97
Sebagaimana telah disebutkan bahwa orientasi maslahat dalam
Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf, yakni meliputi:
1. Adanya persyaratan nazhir, kehadiran nazhir sebagai pihak yang
diberikan kepercayaan dalam pengelolaan harta wakaf sangatlah
penting. Walaupun pada umumnya, kitab-kitab fikih tidak
mencantumkan nazhir wakaf sebagai salah satu rukun wakaf. Hal
ini dapat dimengerti, karena wakaf merupakan ibadah tabarru’
(perbuatan derma), namun para ulama sepakat bahwa wakif harus
menunjuk nazhir wakaf, baik yang bersifat perseorangan maupun
kelembagaan. Oleh karena itu, sebagai instrumen yang penting
sudah semestinya nazhir memenuhi syarat-syarat yang
memungkinkan, agar wakaf dapat diberdayakan sebagaimana
semestinya.98
2. Adanya dua orang saksi wakaf dalam ikrar wakaf dan pencatatan
ikrar wakaf. Selain nazhir wakaf, hal yang tidak banyak
dibicarakan dalam kitab-kitab fikih adalah mengenai masalah
pengtingnya saksi dalam wakaf dan pencacatan wakaf. Hal ini
boleh jadi karena pertimbangan ulama yang memandang wakaf
sebagai ibadah tabarru’, yang tidak perlu disaksikan oleh banyak
97
Al-Yasa Abubakar, Metode Istislahiah Pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dalam Ushul
Fiqh, h. 72 98
Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam,
Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, h.50.
61
orang. Mengenai masalah pencatatan wakaf belum mendapat
perhatian para ulama fikih terdahulu, seperti halnya pencatatan
perkawinan. Namun hal ini dapat dipahami karena problema
hukum saat itu tidak sekompleks saat ini.
Dalam konteks Indonesia saat ini, suatu tindakan hukum
seperti wakaf, apabila tidak dibuktikan dengan surat-surat atau akta
otentik, akan memicu peluang kemafsadatan yaitu dapat disalah
gunakan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Oleh
karena itu, sudah seharusnya wakif memperhatikan upaya
ketertiban hukum dan administrasi dalam rangka lebih
mengoptimalkan niat dan pelaksanaan wakaf itu itu sendiri yang
telah diatur dalam pasal 17 dan 21 Undang-undang Nomor 41
tahun 2004 tentang Wakaf.
Kepentingan saksi ini, pada hakikatnya untuk
mengantisipasi dan mencegah hal-hal yang tidak diinginkan di
kemudian hari yang dapat merugikan semua pihak yang terlibat
dalam masalah wakaf tersebut.
3. Peruntukan harta benda wakaf. Secara umum, peruntukan wakaf
tidak dijelaskan secara jelas oleh Nas. Namun, wakaf harus
dimanfaatkan dalam batas-batas yang sesuai dan diperbolehkan
oleh syara’.99
Dalam Undang-undang wakaf, peruntukan wakaf
tidak hanya terbatas untuk sarana kegiatan ibadah saja, tetapi juga
untuk kegiatan lainnya. Wakaf juga bisa dijadikan kegiatan sebagai
lembaga ekonomi yang potensial untuk dikembangkan selama
masih bisa dikelola secara optimal.
4. Berkembangnya bentuk benda yang dapat diwakafkan, yakni
bolehnya wakaf uang dan sertifikat wakaf tunai. Muncul wacana
wakaf bergerak, seperti wakaf uang, logam mulia, saham atau
surat-surat berharga lainnya, kendaraan, hak kekayaan inetelektual,
99
Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam,
Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, h.50.
62
hak sewa, dan benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah,
sebagaimana yang diatur dalam pasal 16 ayat (1, 2 dan 3) dalam
Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf.
5. Sertifikasi tanah wakaf (pendaftaran tanah wakaf), pada mulannya
syariat Islam tidak mengatur secara konkrit tentang adanya
pendaftaran tanah wakaf. Begitu juga dengan peraturan perundang-
undangan di Indonesia, belum adanya aturan pemerintah yang
mengatur pendaftaran tanah wakaf. Oleh karena itu, dengan
pertimbangan kemaslahatan hukum perwakafan di Indonesia
menuntut keharusan pendaftaran tanah wakaf. Sebagaimana yang
diatur dalam pasal 32-39 Undang-undang Nomor 41 tahun 2004
tentang Wakaf. Hal ini dilakukan untuk mewujudkan ketertiban
administrasi perwakafan, sehingga tanah-tanah wakaf memiliki
status hukum yang jelas dan dapat menjadi bukti otentik yang bisa
menguatkan secara administratif apabila di kemudian hari terjadi
sengketa tentang tanah yang diwakafkan. Hal ini sangat jelas
mendatangkan kemaslahatan bagi tegaknya praktik wakaf, karena
dapat menjaga sesuatu hal yang tidak diinginkan, sehingga
merugikan salah satu pihak bersengketa.
6. Perubahan status tanah wakaf, dalam hal ini pertukaran benda
wakaf, mengenai boleh tidaknya pertukaran benda wakaf. Dalam
hal ini ada ulama yang membolehkan, tetapi adapula ulama yang
melarang, seperti halnya penarikan kembali penarikan harta wakaf,
ini terjadi karena perbedaan ulama memahami tentang konsep
wakaf. Menurut pasal 11 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 28
tahun 1977 dan ditegaskan dalam pasal 41 Undang-undang Nomor
41 tahun 2004 tentang Wakaf, sebenarnya memberikan legalitas
terhadap tukar menukar benda wakaf setelah terlebih dahulu
meminta izin dari Mentri Agama Republik Indoneisa dengan dua
alasan yaitu, karena tidak sesuai dengan tujuan wakaf dan untuk
kepentingan umum. Secara substansial, benda-benda wakaf boleh
63
diberdayakan secara optimal untuk kepentingan umum dengan
jalan tukar menukar.100
7. Lahirnya lembaga Badan Wakaf Indonesia (BWI), jika sebelumnya
wakaf hanya dikelola oleh nazhir baik perseorangan atau badan
hukum, kali ini pemerintah dalam hal ini tertuang dalam pasal 47-
61 Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf membuat
inovasi membentuk lembaga wakaf nasional. Pembentukan Badan
Wakaf Indonesia (BWI), ini bertujuan untuk menyelenggarakan
administrasi pengelolaan secara nasional untuk membina para
nazhir yang sudah ada agar lebih profesional. Tahir Mahmood
mengatakan terkait hal ini disebut sebagai reformulasi extra
doctrinal reform, yakni melakukan pengembangan dan
pembaharuan hukum Islam beranjak dari fikih mazhab dengan
mengutamakan prinsip mas}lahah mursalah (kemaslahatan) dan
siyasah syar’iyyah (investasi negara).101
Kemudian, dalam amar putusannya Hakim Kasasi menyatakan
bahwa harta yang telah diwakafkan tidak ada ikatan lagi dengan pewakaf.
Hal ini sangat sesuai dengan pendapat imam Syafi‟i dan pasal 3 Undang-
undang Nomor 41 tahun 2004, bahwa wakaf yang telah diikrarkan tidak
dapat dibatalkan. Selain itu, semua syarat dan rukun telah terpenuhi dalam
proses ikrar wakaf dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku yakni pasal 9
ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1977 tentang Perwakafan
Tanah Milik dan dipertegas oleh pasal 17 Undang-undang Nomor 41 tahun
2004 tentang Wakaf.
Majelis Hakim Kasasi memutus dengan mengambil pertimbangan
Hakim Tingkat pertama karena pewakaf yang dianggap memiliki
keterbelakangan mental saat melakukan ikrar wakaf sehingga wakaf harus
dibatalkan tidak terbukti. Maka hal yang paling maslahat adalah menolak
100
Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam,
Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, h.99-100. 101
Tahir Mahmood, Family Law Reform In The World, (New Delhi: The Indian Law
Institute, 1972), h. 269.
64
gugatan penggugat, sesuai dengan konsep mas}lahah mursalah yang
berupaya mencari kemaslahatan dari peristiwa hukum yang tidak terdapat
Nas yang menjelaskan secara terperinci terkait hal tersebut.
Hal ini pun telah sesuai dengan dibentuknya Undang-undang
Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf di atas, yang dibentuk berdasarkan
kemaslahatan umat muslim khususnya serta umumnya untuk masyarakat
Indonesia. Adanya pasal seperti penentuan persyaratan nazhir pada pasal
10, persyaratan dua orang saksi dalam ikrar wakaf pada pasal 17 ayat (1)
serta pencatatan ikrar wakaf pada pasal 17 ayat (2) dan pasal 21, dan
sertifikasi tanah wakaf (pendaftaran tanah wakaf) pada pasal 32.
Hal ini menunjukan pemerintah mulai konsen pada pembaharuan
hukum islam dalam berbagai bidang seperti wakaf guna mengoptimalkan
harta benda wakaf yang tidak hanya benda tidak bergerak, tetapi benyda
bergerak yang memiliki potensi untuk dioptimalkan.
Adanya pasal-pasal tersebut menunjukan bahwa rakyat Indonesia
diwakili oleh pemerintah ingin menjamin admistrasi serta kepastian hukum
dalam ikrar wakaf agar pengelolaan wakaf berjalan tertib dan optimal, dan
menghindari serta menjaga hal yang tidak diinginkan di kemudian hari
terkait masalah wakaf.
Jika ikrar wakaf yang telah diikrarkan sesuai dengan peraturan
hukum yang ada, lalu kemudian terjadi sengketa terhadap wakaf tersebut,
maka hal itu dapat diselesaikan di pengadilan dengan mengajukan bukti-
bukti tertulis, dalam hal ini Pengadilan Agama yang berwenang menangani
sengketa tersebut sesuai dengan ketentuan pasal 49 Undang-undang
Nomor 3 tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7
tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
65
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Permasalahan-permasalahan yang telah penulis paparkan pada bab
sebelumnya, yakni ketentuan penarikan kembali harta yang telah
diwakafkan karena pewakaf memiliki keterbelakangan mental dilihat
dalam pandangan Hukum Islam yakni pendapat ulama ahli fikih maupun
Hukum Positif yakni Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang
wakaf. Dalam hukum Islam banyak beragam pendapat ulama baik yang
melarang maupun memperbolehkan penarikan kembali harta yang telah
diwakafkan diawali oleh para imam mazhab seperti Maliki, Hanafi, Syafi‟i
dan Hanbali sampai pendapat murid-muridnya.
Dalam kasus pembatalan akta ikrar wakaf diatas maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. Perbandingan pertimbangan Hakim Pengadilan Agama dan
Pengadilan Tinggi dalam menentukan sah tidaknya wakaf yang
dilakukan oleh wakif yang memiliki keterbelakangan mental terjadi
karena perbedaan memahami aturan hukum yakni Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik.
2. Pertimbangan Hakim Kasasi menentukan wakif yang memiliki
keterbelakangan mental dalam ikrar wakaf menngambil dasar hukum
Hakim Tingkat Pertama yakni menolak gugatan karena gugatan tidak
sepenuhnya terbukti.
3. Implikasi putusan Hakim Kasasi jika ditinjau dari perspektif
Mas}lahah mursalah, mengingat bahwa metode mas}lahah adalah
upaya untuk menemukan kemaslahatan dari sebuah peristiwa hukum,
maka Hakim telah berupaya untuk mencari hal yang paling maslahat
karena gugatan tentang wakif memilki keterbelakangan mental tidak
dapat dibuktikan sepenuhnya maka Hakim Kasasi Menolak gugatan
tersebut.
66
Selanjutnya, dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang
Wakaf pun menjelaskan terkait hal ini. Pasal 2 dan pasal 3 Undang-undang
Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf yang di dalamnya memuat bahwa
wakaf sah apabila dilaksanakan menurut syariah dan wakaf yang telah
diikrarkan tidak dapat dibatalkan. Hal ini menunjukan bahwa harta yang
telah diwakafkan tidak dapat ditarik kembali oleh pewakaf, dengan
ketentuan bahwa pelaksanaan ikrar wakaf sah menurut ketentuan syariah.
Namun dalam pasal 1 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004
tentang Wakaf, menyebutkan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum wakif
untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya
untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai
dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan
umum.
Jika melihat definisi wakaf yang dikeluarkan oleh Undang-undang
Nomor 41 Tahun2004 tentang Wakaf, maka ada kemungkinan wakaf
dapat ditarik kembali untuk menjadi milik pewakaf dengan mewakafkan
harta bendanya untuk jangka waktu tertentu.
B. Saran
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan diatas, maka saran yang
dapat penulis berikan adalah sebagai berikut:
3. Untuk masyarakat umum sebagai orang yang mewakafkan termasuk
pihak keluarga terkait, jika sudah terlihat ada ketidaksesuaian dalam
proses akta ikrar wakaf, maka segera menuntaskan masalah itu secara
mediasi bertabayyun untuk mencari solusi bersama agar tidak terjadi
kesalahpahaman. jika dengan mediasi tidak tercapai kesepakatan maka
ajukan perkara tersebut ke pengadilan yang berwenang.
4. Untuk semua pihak yang terkait dalam pelaksanaan wakaf, harus ada
kordinasi antar pihak dan terus mempelajari perkembangan hukum
yang ada, jangan sampai ada pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab
melakukan hal tanpa mengikuti prosedur yang berlaku.
67
5. Untuk pemerintah, yaitu mulai dari Kantor Urusan Agama, Kementrian
Agama dan Badan Wakaf Indonesia seharusnya lebih antusias dalam
menangani dan melakukan sosialisasi terhadap pengelolaan wakaf serta
peraturan mengenai wakaf.
68
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Junaidi dan Nur Qodin. “Penyelesaian Sengketa Wakaf Dalam
Hukum Islam”. ZISWAF: Jurnal Zakat dan Wakaf. 1. 01. (2014).
Abdullah, Sulaiman. Sumber Hukum Islam Permasalahan dan Fleksibelitasnya.
Jakarta: Sinar Grafika, 2007.
Abubakar, Al-Yasa. Metode Istislahiah Pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dalam
Ushul Fiqh. Jakarta: Prenada Media Group, 2016.
Al-Alabij, Adijani. Perwakafan Tanah di Indonesia dalam Teori dan Praktik.
Jakarta: Rajawali, 1989.
Al-Albani, Muhammad Nasiruddin. Mukhtasar Shahih Muslim. Beirut: al-
Maktab al-Islami,t.t
Ali, Achmad dan Wiwie Heryani. Asas-asas Hukum Pembuktin Perdata.
Jakarta: Prenadamedia Group, 2015.
Al-Kasibi, Muhammad Abid Abdullah. Hukum Wakaf: kajian Kontemporer
Pertama dan Terlengkap tentang Fungsi dan Pengelolaan Wakaf serta
Penyelesaian atas Sengketa Wakaf. Jakarta: IIMaN, 2004.
Aprianif. “Taklif Dewasa Dini dalam Hukum Islam (Analisis Pubertas Prekoks
dan Gifted)”. Istighna. 1. 01. (2018).
Az-zuhaili, Wahbah. Fiqih Islam Wa Adillatuhu. Penerjemah Abdul Hayyie al-
Kattani, Fiqih Islam Wa Adillatuhu. Jakarta: Gema Insani, 2011.
Djalil, Basiq. Ilmu Ushul Fiqih. Jakarta: Prenada Media Group, 2014.
Djunaidi, Achmad dan Thobieb Al-Asyhar. Menuju Era Wakaf Produktif Sebuah
Upaya Progresif Untuk Kesejahteraan Umat. Jakarta: Mitra Abadi Press,
2006.
Fakhria, Sheila. “Menyoal Legalitas Nikah Sirri (Analisis Metode
Istislahiyyah)”. Ah-Ahwal. 9. 02. (2016).
Halim, Abdul. Hukum Perwakafan di Indonesia. Ciputat: Ciputat Press, 2005.
69
Haroen, Nasrun. Ushul Fiqh. Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 1997.
Hasan, Burhanuddin. Harinanto Sugiono, Hukum Acara dan Praktik Peradilan
perdata. Bogor: Ghalia Indonesia, 2015.
Hidayatullah, Syarif. “Mas}lahah mursalah Menurut Al-Ghazali”. Al-Mizan. 2.
01. (2018).
Al-Hijaj, Abu al-Husain Muslim. Shahih Muslim. jilid 6, cet. 1, Mesir: Dar al-
Hadits al-Qahirah, 1994.
Jayusman. “Permasalahan Menarche Dini (Tinjauan Hukum Islam Terhadap
konsep Mukallaf)”. Yudisia. 5. 01. (2014).
K, Hamzah. “Revitalisasi Teori Maslahat Mulghah Al-Tuhfi dan Relevansinya
dalam Pembentukan Perundangan-undangan di Indonesia”. Ahkam:
Jurnal Ilmu Syari’ah, 15. 01. (2015).
Kahlani, Muhammad Ismail. Subulus Salam. Bandung: Dahlan, 1982.
Khairuddin. “Pergeseran Paradigma Pengaturan Wakaf dalam Perspektif Hukum
Progresif”. Al-‘Adalah. 12. 01. (2014).
Khallaf, Abdul Wahhab. Ijtihad dalam Syariat Islam, Penerjemah Rohidin
Wahid, Ijtihad dalam Syariat Islam. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2015.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata
Lubis, Sulaikin. Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia. Jakarta:
Prenadamedia Grup, 2008.
Mahmood, Tahir. Family Law Reform In The World. New Delhi: The Indian
Law Institute, 1972.
Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Jakarta: Prenada Media, 2016.
Mirwati, Yulia. Wakaf Tanah Ulayat dalam Dinamika Hukum Islam. Jakarta:
Rajawali Pers, 2016.
70
Mukhlishin, Ahmad dan Nur Hamidah. “Pemanfaatan Harta Wakaf Di Luar
Ikrar Wakaf Perspektif Hukum Islam dan UU No. 41 Tahun 2004”.
Mahkamah: Jurnal Kajian Hukum Islam, 2. 02. (2017).
Munawwir, Ahmad Warson. Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia. Surabaya:
Pustaka Progresif, 1997.
Nahrowi. “Penentuan Dewasa Menurut Hukum Islam dan Berbagai Disiplin
Ilmu”. Kordinat. 15. 02. (2016).
Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik
Praja, Juhaya S. Perwakafan di Indonesia: Sejarah, Pemikiran, Hukum dan
perkembangannya. Bandung: Yayasan Piara, 1995.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 686/K/AG/2012
Putusan Pengadilan Agama Yogyakarta Nomor 0322/Pdt.G/2009/PA.Yk
Putusan Pengadilan Tinggi Yogyakarta Nomor 19/Pdt.G/2011/PTA.Yk
Rusfi, Mohammad. “Validitas Maslahat al-Mursalah sebagai Sumber Hukum”.
Al-‘Adalah. 12. 01. (2014).
Shodikin, Ahmad dan Asep Abdul Aziz. “Penarikan Kembali Harta Wakaf Oleh
Pemberi Wakaf (Studi Komparatif Imam Syafi‟i dan Imam Abu
Hanifah)”. Mahkamah: Jurnal Kajian Hukum Islam. 2. 02. (2017).
Sholihah, Hadiratus. “Penerapan Konsep Maslahah Mursalah dalam Wakaf
(tinjauan terhadap undang-undang No.41 tahun 2004.” Skripsi S1 UIN
Syarif Hidayatullah jakarta, 2010.
Shomad, Abd. Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Islam.
Jakarta: Prenada Media Group, 2012.
Soekanto, Soerjono. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: Rajawali Press, 1998.
Sucipto. “Kedewasaan dalam Akad Nikah dalam Perspektif Interdisipliner”.
Jurnal Asas. 6. 2. (2014).
71
Syam, Syafruddin. “Metodologi Pemikiran Hukum Islam tentang Wakaf (Studi
Analisis Yuridis Relasi antara Hukum Agama dan Negara)”. Al-Manahij.
9. 01. (2015).
Syarifuddin, Amir. Garis-garis Besar Ushul Fiqh. Jakarta: Prenada Media
Group, 2014.
Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Jakarta: Prenada
Media Group, 2014.
Syarifuddin, Amir. Ushul Fiqh. Jakarta: Prenada Media, 2014.
Taufiq. “Wakaf dalam Perspektif Hukum Islam”. Jurnal Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi. 24. 01. (2013).
Thahir, A.Halil. Ijtihad Maqasidi Rekontruksi Hukum Islam Berbasis
Interkoneksitas Maslahah. Yogyakarta: PT. LkiS Pelangi Aksara, 2015.
Undang-Undang No 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
Usman, Nurodin. “Varian Mauquf „Alaih sebagai Alternatif dalam
Pengembangan Wakaf Produktif”. Al-Ahkam. 2. 01. (2017).
Usman, Rachmadi. Hukum Perwakafan di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika,
2013.
Wafa, Moh. Ali. Hukum Perkawinan di Indonesia sebuah Kajian dalam Hukum
Islam. Tangerang Selatan: YASMI, 2018.
Zahrah, Muhammad Abu. Ushul Fiqih. Penerjemah Saefullah Ma‟shum, Jakarta:
Pustaka Firdaus, 2008.
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
P U T U S A N
No. 686 K/AG/2012
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
M A H K A M A H A G U N G
memeriksa perkara perdata agama dalam tingkat kasasi telah memutuskan
sebagai berikut dalam perkara:
1. SUNARDI SYAHURI selaku NADZIR, bertempat
tinggal di Jalan Ipda Tut Harsono No. 3, RT 27, RW
09, Kelurahan Muja Muju, Kecamatan Umbulharjo,
Kota Yogyakarta;
2. PENGURUS YAYASAN SITI RAHMAH, bertempat
tinggal di Jalan Golo No. 22, Umbulharjo, Kota
Yogyakarta, dalam hal ini memberi kuasa kepada:
ABDUL JAMIL, S.H., M.H., Advokat, berkantor di
Kantor Gemawang, RT 03/RW 44, Gg. Sepidol No. 69
A, Jalan Condrolukito (lama Jalan Monumen
Yogyakembali), Sinduadi Sleman, para Pemohon
Kasasi dahulu Tergugat II/Terbanding dan turut
Tergugat II/turut Terbanding II;
m e l a w a n:
Hj. BANIYAH ILYAS binti ACHMAD JADIR, bertempat
tinggal di Jalan Nitikan Baru No. 20, RT 029, RW 008,
Kelurahan Sorosutan, Kecamatan Umbulharjo, Kota
Yogyakarta, dalam hal ini memberi kuasa kepada: 1.
MUKHTAR ZUHDY, S.H., M.H., 2. DANANG WAHYU
MUHAMMAD, S.H., M.Hum., 3. SINTA NOER
HUDAWATI, S.H., 4. BUDI PRATOMO, S.H., para
Advokat, berkantor di Jalan Pendidikan No. 88 (Utara
Universitas PGRI), Ngestiharjo, Kasihan, Bantul, Daerah
1
Hal 1 dari 27 hal. Put. No. 686 K/AG/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Intimewa Yogyakarta, Termohon Kasasi Penggugat/
Pembanding;
d a n:
1. KEPALA KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN
UMBULHARJO selaku PPAIW, berkedudukan di
Jalan Glagahsari No. 99, Yogyakarta;
2. KEPALA KANTOR PERTANAHAN KOTA
YOGYAKARTA, berkedudukan di Jalan Kenari No. 56,
Kompleks Balaikota Timoho, Yogyakarta, para turut
Termohon Kasasi dahulu Tergugat I/Terbanding I dan
turut Tergugat I/turut Terbanding;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat tersebut ternyata sekarang
Termohon Kasasi dahulu sebagai Penggugat telah menggugat sekarang
para Pemohon Kasasi dan para turut Termohon Kasasi dahulu sebagai
para Tergugat dan para turut Tergugat di depan persidangan Pengadilan
Agama Yogyakarta pada pokoknya atas dalil-dalil:
Bahwa Ny. Hj. BANIYAH ILYAS (Penggugat) yang dilahirkan di
Yogyakarta pada 12 November 1935 adalah merupakan seorang anak
kandung dari pasangan suami isteri almarhum ACHMAD JADIR dengan
almarhumah Ny. JAMILAH alias Ny. ACHMAD JADIR;
Bahwa dari perkawinan almarhum ACHMAD JADIR dengan
almarhumah Ny. JAMILAH alias Ny. ACHMAD JADIR, tersebut telah lahir 6
(enam) orang anak, dimana 3 (tiga) di antaranya telah meninggal dunia,
dan 3 (tiga) orang anak lainnya masih hidup dua di antaranya adalah
Penggugat dan adik kandung Penggugat yang bernama Ibu Rr. FATIMAH,
yang lahir di Yogyakarta pada tanggal 31 Desember 1939 yang sejak kecil
hingga sekarang masih tinggal serumah bersama Penggugat di Jl. Nitikan
2
2
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Baru No. 20 RT 029, RW 008, Kelurahan Sorosutan, Kecamatan
Umbulharjo, Kota Yogyakarta;
Bahwa adik kandung Penggugat yang bernama Ibu Rr. FATIMAH
sejak kecil telah menderita sakit jiwa (keterbelakangan mental atau
gangguan kejiwaan) sehingga tidak mampu menjalani kehidupan
sebagaimana layaknya orang normal pada umumnya dalam menjalankan
kehidupannya sendiri. Oleh karenanya, Ibu Rr. FATIMAH sejak kecil tidak
mampu bergaul dan berkomunikasi secara wajar dengan orang lain,
sehingga jarang atau bahkan tidak pernah keluar rumah, oleh karena itu
sebagian besar waktunya dihabiskan di dalam rumah;
Bahwa keterbelakangan mental atau gangguan kejiwaan yang
diderita oleh Ibu Rr. FATIMAH ini menurut keterangan keluarganya
dialaminya sejak masih kecil kurang lebih usia 2 (dua) tahun. Keadaan
beliau yang menderita keterbelakangan mental ini diperkuat pula oleh hasil
pemeriksaan para dokter/ahli dari Poliklinik Psikiatri RSUP. DR. SARDJITO
Yogyakarta sebagaimana diterangkan dalam Surat Hasil Pemeriksaan
Psikiatri No 001/02/Psi/2009 tertanggal 23 Januari 2009 yang
ditandatangani oleh dr. Budi Pratiti, Sp.KJ, diterangkan sebagai berikut:
• Pada bagian Anamnesis, Ibu Rr. FATIMAH dinyatakan:
Pada saat kurang lebih usia 2 tahun penderita sering kejang demam;
Penderita tidak pernah sekolah (tidak bisa mengikuti pelajaran);
Penderita lebih banyak diam di rumah, tidak mudah kenal dengan orang
baru, selama wawancara harus didampingi anggota keluarga yang
dianggap cocok. Tinggal dengan keluarga kakaknya. Pernah menikah,
saat ini janda;
• Pada bagian kesimpulan, Ibu Rr. FATIMAH dinyatakan:
Retardasi mental pada usia lanjut;
Tidak mampu membuat keputusan;
3
Hal 3 dari 27 hal. Put. No. 686 K/AG/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Bahwa oleh karena itu Ibu Rr. FATIMAH telah dinyatakan
mengalami keterbelakangan mental atau gangguan kejiwaan sebagaimana
dimaksudkan pada butir ke 4 (empat) tersebut di atas, maka secara hukum
Ibu Rr. FATIMAH dinyatakan sebagai orang yang “tidak cakap melakukan
perbuatan hukum” (ONBEKWAAMHEID);
Bahwa dengan kondisi Ibu Rr. FATIMAH yang menderita
keterbelakangan mental tersebut, maka yang bersangkutan tidak mampu
mengurus kepentingan dirinya sendiri dengan sebaik-baiknya serta yang
bersangkutan sejak kecil diasuh dan dirawat oleh Penggugat selaku kakak
kandung dari Ibu Rr. FATIMAH;
Bahwa dengan kondisi yang dialami oleh Ibu Rr. FATIMAH
ditakutkan/dikhawatirkan akan dimanfaatkan oleh orang lain yang
mempunyai niat tidak baik atas ketidakberdayaan dan/atau ketidak-
cakapan (keterbelakangan mental) yang diderita oleh Ibu Rr. FATIMAH;
Bahwa berdasarkan ketentuan yang termuat dalam KUHPerdata
sebagaimana disebutkan dalam pasal 433, sebagai berikut:
“Setiap orang dewasa yang selalu berada dalam keadaan dungu, sakit otak
atau mata gelap harus ditaruh di bawah pengampuan”;
Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka Ibu Rr.
FATIMAH berdasarkan atas surat keterangan yang dilakukan oleh RSUP
SARDJITO yang menyatakan bahwa Ibu Rr. FATIMAH mengalami
keterbelakangan mental sudah selayaknya jika Ibu Rr. FATIMAH termasuk
dalam orang yang ditaruh di bawah pengampuan, dan hal tersebut di dalam
hukum tergolong orang yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum,
berdasarkan atas ketentuan pasal 1330 KUHPerdata yaitu “Tak cakap
membuat perjanjian-perjanjian adalah:
1. Orang-orang yang belum dewasa;
2. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan;
Bahwa berdasarkan ketentuan dalam pasal 434 KUHPerdata, yang
menyatakan sebagai berikut:
4
4
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
“Setiap keluarga sedarah berhak meminta pengampuan seorang keluarga
sedarahnya, berdasarkan atas keadaannya dungu, sakit otak dan mata
gelap”;
Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka dalam hal ini
Penggugat selaku kakak kandung dari Ibu Rr. FATIMAH, jelas-jelas
merupakan orang yang mempunyai hak untuk mengajukan permohonan
pengampuan atas diri Ibu Rr. FATIMAH yang mengalami keterbelakangan
mental;
Bahwa Ibu Rr. FATIMAH memiliki harta kekayaan yang berasal dari
warisan orang tuanya berupa sebidang tanah pekarangan dengan luas
2.810 m2, Sertifikat Hak Milik Nomor 3318, terletak di Nitikan UH VI/98,
Kelurahan/Desa Sorosutan, Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta, atas
nama Pemegang Hak Rr. FATIMAH, Gambar Situasi Nomor 3590/1995
dengan batas-batas sebagai berikut:
• Sebelah Barat : Parit;
• Sebelah Timur : Jalan Nitikan Baru;
• Sebelah Utara : m 2475 dan m 2476;
• Sebelah Selatan : berbatasan dengan Pers: 378;
Bahwa mengingat keadaan Ibu Rr. FATIMAH mengalami
keterbelakangan mental dan tidak dapat melakukan perbuatan hukum atas
nama dirinya, serta seluruh kepentingan dan kebutuhan hidupnya sejak
kecil ditanggung oleh kakak kandungnya (Hj. BANIYAH ILYAS), serta untuk
memberikan keamanan dan kemanfaatan terhadap harta kekayaan yang
diperoleh melalui warisan dari orang tuanya sebagaimana tersebut dalam
posita ke 10 tersebut di atas, maka Ny. Hj. BANIYAH ILYAS dengan
persetujuan seluruh keluarganya pada sekitar pertengahan tahun 1995
bermaksud (rasan-rasan sekaligus berkonsultasi minta saran/nasehat)
untuk mewakafkan harta kekayaan milik Ibu Rr. FATIMAH tersebut yang
secara informal maksud tersebut disampaikan secara lisan kepada Bp. H.
SUNARDI SYAHURI yang dikenal oleh keluarga Penggugat sebagai
seorang mubaligh sekaligus tokoh dan aktifis Persyarikatan
Muhammadiyah;
5
Hal 5 dari 27 hal. Put. No. 686 K/AG/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Bahwa dengan tanpa melibatkan atau setidak-tidaknya tanpa
sepengetahuan dan persetujuan Ibu Hj. BANIYAH ILYAS, Ibu Rr.
FATIMAH beserta seluruh keluarganya, proses ikrar wakaf atas sebidang
tanah pekarangan milik Ibu Rr. FATIMAH sebagaimana tersebut pada
posita ke-10, ternyata telah dilaksanakan melalui Kantor Urusan Agama/
Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) Kecamatan Umbulharjo,
Yogyakarta;
Bahwa berdasarkan Akta Ikrar Wakaf Nomor W.2/90/K-13/tahun
1995 tertanggal 11 September 1995 yang dibuat oleh Tergugat I (Kepala
Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Umbulharjo yang secara ex oficio
sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf Kecamatan Umbulharjo-
Yogyakarta) yang pada waktu itu dijabat oleh Drs. H. NASIRUDDIN, telah
terjadi Ikrar wakaf atas sebidang tanah pekarangan milik Rr. FATIMAH luas
2.810 m2, terletak di Nitikan UH VI/98, Sertifikat Hak Milik Nomor 3318,
terletak di Nitikan UH VI/98, Kelurahan/Desa Sorosutan, Kecamatan
Umbulharjo, Yogyakarta, DIY. Berdasarkan Akta Ikrar Wakaf tersebut Rr.
FATIMAH bertindak sebagai WAKIF, dan bertindak sebagai NADZIR
adalah SUNARDI SYAHURI mewakili BADAN HUKUM YAYASAN PDHI
Cabang Umbulharjo (Tergugat II);
Bahwa sekitar pertengahan tahun 2007 pihak keluarga Penggugat
mendapatkan foto copy dokumen-dokumen proses wakaf sebagaimana
dimaksud di atas dari salah seorang staf Kantor Urusan Agama Kecamatan
Umbulharjo, dimana dokumen-dokumen tersebut terdiri dari:
1. Foto copy Akta Ikrar Wakaf Nomor W.2/90/K-13/tahun 1995;
2. Foto copy Sertifikat Tanah Hak Milik Nomor 3318 beserta Gambar
Situasi tanah Nomor 3590/1995;
3. 2 (dua) lembar proposal Komplek Dakwah Siti Rahmah;
Bahwa dokumen-dokumen tentang proses wakaf tersebut diketahui
oleh pihak keluarga Penggugat bukan dari pengurus Yayasan Siti Rahmah
dan/atau Badan Hukum Yayasan PDHI Cabang Umbulharjo, melainkan
dari salah seorang staf Kantor Urusan Agama Kecamatan Umbulharjo.
Dimana di dalam dokumen Akta Ikrar Wakaf tersebut terdapat beberapa
6
6
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
kejanggalan, hal tersebut terlihat dalam Akta Ikrar Wakaf yang dibuat pada
tanggal 11 September 1995 dimana dalam akta ikrar wakaf tersebut tertera
“dihadiri dan disaksikan oleh Ibu Rr. FATIMAH selaku Wakif dan Ibu Rr.
FATIMAH juga “membubuhkan cap jempol” pada Akta Ikrar Wakaf
tersebut;
Bahwa dalam Akta Ikrar Wakaf tersebut di atas disebutkan Ibu Rr.
FATIMAH sebagai WAKIF dan Bpk. Sunardi Syahuri atau Tergugat II
tercantum sebagai Nadzir bertindak mewakili Badan Hukum Yayasan PDHI
Cabang Umbulharjo. Sepengetahuan dari pihak keluarga Penggugat,
Tergugat II adalah tokoh dan aktifis Muhammadiyah serta pihak keluarga
tidak pernah mengenal dan tidak tahu tentang Badan Hukum Yayasan
PDHI Cabang Umbulharjo, oleh karena berdasarkan kesepakatan seluruh
keluarga Penggugat dalam mewakafkan tanah tersebut adalah untuk
Persyarikatan Muhammadiyah;
Bahwa dengan adanya beberapa kejanggalan tersebut maka pihak
keluarga pada tanggal 03 Juni 2007 mengadakan pertemuan yang juga
dihadiri oleh Tergugat II selaku Nadzir, PRM (Pimpinan Ranting
Muhammadiyah) Nitikan, Umbulharjo Yogyakarta dan Takmir Masjid
Nitikan Umbulharjo Yogyakarta, dimana pada pertemuan tersebut
dimusyawarahkan bahwa dari pihak Penggugat beserta seluruh
keluarganya menghendaki agar peruntukan wakaf adalah untuk
Persyarikatan Muhammadiyah, bukan untuk yang lainnya, dan Tergugat II
tidak menyetujuinya dan bersikukuh pada pendiriannya, oleh karenanya
dalam pertemuan tersebut tidak menghasilkan titik temu atau tidak ada
kesepakatan;
Bahwa sebelum gugatan ini diajukan proses musyawarah pernah
dilakukan di Kantor Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Yogyakarta
pada tanggal 31 Oktober 2008, dihadiri para Pengurus PWM Yogyakarta,
Kuasa Hukum Penggugat, dan Bpk. H. Sunardi Syahuri (Tergugat II),
Pengurus PDHI Pusat, serta dihadiri juga beberapa Pengurus Pengajian Ar
Rahmah, yang pada intinya keluarga Penggugat bermaksud untuk
merubah peruntukan tanah yang sejak semula keinginan dari keluarga
7
Hal 7 dari 27 hal. Put. No. 686 K/AG/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Penggugat adalah untuk Persyarikatan Muhammadiyah. Akan tetapi
musyawarah tersebut mengalami jalan buntu atau tidak tercapai
kesepakatan;
Bahwa pada Bab VII pasal 62 Undang-undang Nomor 41 Tahun
2004 tentang Wakaf, mengatur tentang Penyelesaian Sengketa Wakaf,
sebagai berikut:
1. Penyelesaian sengketa perwakafan ditempuh melalui musyawarah
untuk mencapai mufakat;
2. Apabila penyelesaian sengketa sebagaimana pada ayat (1) tidak
berhasil, sengketa dapat diselesaikan melalui mediasi, arbitrase
atau pengadilan;
Bahwa berdasarkan uraian posita ke 17 dan 18 tersebut di atas
dihubungkan dengan ketentuan pasal 62 ayat (1) dan (2) Undang-undang
Nomor 41 Tahun 2004, maka perkara aquo telah memenuhi persyaratan
untuk diperiksa dan diputus oleh Pengadilan (Pengadilan Agama
Yogyakarta);
Bahwa dalam rangka untuk mengesahkan/melegalkan prosedur
wakaf secara hukum serta merealisasikan niat dan kesepakatan seluruh
keluarga Ibu Rr. FATIMAH dan Penggugat dalam mewakafkan harta
kekayaan berupa sebidang tanah pekarangan milik Ibu Rr. FATIMAH
sebagaimana disebutkan pada posita ke-10 tersebut di atas, maka untuk
dapat melakukan perbuatan hukum Ibu Rr. FATIMAH harus diperlukan
seorang pengampu (CURATOR) untuk mewakili atau bertindak untuk dan
atas nama dirinya. Oleh karena itu seluruh keluarga sepakat agar
Penggugat sebagai kakak kandung Ibu Rr. FATIMAH untuk menjadi
pengampunya;
Bahwa dengan kondisi Ibu Rr. FATIMAH seperti dijelaskan dalam
posita gugatan tersebut di atas, maka Penggugat pada tanggal 01 Maret
2009 melalui kuasa hukumnya telah mengajukan Permohonan
Pengampuan (Curatele) pada Pengadilan Negeri Yogyakarta, dan pada
tanggal 02 April 2008 Pengadilan Negeri Yogyakarta telah mengeluarkan
8
8
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Penetapan Nomor 166/Pdt.P/2009/PN.YK yang amarnya menyatakan,
sebagai berikut:
1. Menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon;
2. Menetapkan bahwa Ibu Rr. FATIMAH karena keterbelakangan
mental untuk ditaruh di bawah pengampuan;
3. Menetapkan bahwa Pemohon (Penggugat) adalah wali pengampu
dari adik kandungnya yang bernama Rr. FATIMAH;
Bahwa Penggugat berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri
Yogyakarta No. 166/Pdt.P/2009/PN.YK, secara sah bertindak selaku
pengampu dari adik kandungnya yang bernama Ibu Rr. FATIMAH, oleh
karenanya Penggugat (Ny. BANIYAH) secara hukum berhak dan memiliki
wewenang untuk melakukan perbuatan hukum untuk dan atas nama adik
kandungnya yang bernama Rr. FATIMAH yang berada di bawah
pengampuannya;
Bahwa setelah terjadi Ikrar Wakaf sebagaimana dimaksud pada
posita ke 13 tersebut di atas, terhadap Tanah Pekarangan Wakaf tersebut
dilakukan proses balik nama atau peralihan hak melalui Badan Pertanahan
Nasional atau Kantor Pertanahan Kotamadya Yogyakarta (turut Tergugat
I), sehingga pada tanggal 29 November 1995 oleh Kantor Pertanahan
Kotamadya Yogyakarta telah dilakukan balik nama atau peralihan hak yang
sebab peralihannya didasarkan pada Akta Ikrar Wakaf Nomor W.2/90/K-13/
tahun 1995 tertanggal 11 September 1995, dan sebagai pemegang hak
atas tanah tersebut berdasarkan Sertifikat Tanah No. 3318 berubah
menjadi Badan Hukum Yayasan PDHI Cabang Umbulharjo (Tergugat II);
Bahwa setelah terjadi proses wakaf dan balik nama pemegang hak
atas tanah pekarangan tersebut, di atas tanah tersebut telah berdiri suatu
bangunan permanen (gedung pertemuan) yang dikuasai dan dikelola oleh
turut Tergugat II (Jama’ah Pengajian Yayasan SITI RAHMAH);
Bahwa mengenai perwakafan di Indonesia, sebelum berlakunya
Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf masih diberlakukan
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan
Tanah Milik;
9
Hal 9 dari 27 hal. Put. No. 686 K/AG/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Bahwa pelaksanaan proses wakaf tanah milik sebagaimana
diuraikan pada posita ke 12 dan 13 tersebut di atas, pada waktu
pelaksanaan proses wakaf atas sebidang tanah pekarangan yang sekarang
menjadi obyek sengketa dalam perkara a quo, secara hukum terikat oleh
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan
Tanah Milik. Dengan kata lain prosedur pelaksanaan proses wakaf atas
sebidang tanah tersebut tidak boleh menyimpang dan harus didasarkan
pada ketentuan-ketentuan yang diatur di dalam Peraturan Pemerintah
tersebut;
Bahwa untuk dapat bertindak sebagai WAKIF (pihak yang
mewakafkan) berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat (3) Peraturan
Pemerintah No. 28 Tahun 1977 harus memenuhi persyaratan tertentu:
“Badan-badan hukum Indonesia dan orang atau orang-orang yang telah
dewasa dan sehat akalnya serta yang oleh hukum tidak terhalang untuk
melakukan perbuatan hukum, atas kehendak sendiri dan tanpa paksaan
dari pihak lain, dapat mewakafkan tanah miliknya dengan memperhatikan
peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku”;
Bahwa pada waktu ikrar wakaf atas sebidang tanah sebagaimaan
dimaksud dalam posita ke 12 dan 13 tersebut di atas, secara hukum telah
terjadi kejanggalan yang sangat krusial, sehingga Akta Ikrar Wakaf tersebut
mengalami cacat hukum, karena berdasarkan Akta Ikrar Wakaf Nomor
W.2/90/K-13/tahun 1995 tertanggal 11 September 1995 yang dibuat oleh
Tergugat I (Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Umbulharjo
yang secara ex oficio sebagai Pejabat pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW)
Kecamatan Umbulharjo-Yogyakarta), tercatat sebagai WAKIF adalah Ibu
Rr. FATIMAH, dan pada Akta tersebut terdapat cap jempol tangan dan
bermaterai diatasnamakan Rr. FATIMAH. Padahal telah diketahui bahwa
Ibu Rr. FATIMAH mengalami gangguan/keterbelakangan mental sejak
kecil, sehingga secara hukum termasuk orang yang tidak cakap melakukan
perbuatan hukum, hal tersebut telah dikuatkan dengan hasil pemeriksaan
para dokter/ahli dari poliklinik Psikiatri RSUP. DR. Sardjito Yogyakarta
sebagaimana diterangkan dalam Surat Hasil Pemeriksaan Psikiatri No.
10
10
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
001/02/Psi/2009 tertanggal 23 Januari 2009 yang ditandatangani oleh dr.
Budi Pratiti, SP.KJ dan selanjutnya diperkuat lagi dengan Penetapan
Pengadilan Negeri Yogyakarta Nomor 166/Pdt.P/ 2009/PN.YK tanggal 02
April 2009. Dihubungkan dengan ketentuan Pasal 3 ayat (1) Peraturan
Pemerintah No. 28 Tahun 1977 mengenai persyaratan sebagai wakif,
maka dapat diketahui bahwa Ibu Rr. FATIMAH ternyata tidak memenuhi
persyaratan sebagai seorang WAKIF. Dengan demikian secara hukum
Akta Ikrar Wakaf Nomor W.2/90/K-13/tahun 1995 yang dibuat oleh Kepala
Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Umbulharjo yang secara ex oficio
sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf Kecamatan Umbulharjo-
Yogyakarta, pada tanggal 11 September 1995 adalah tidak sah, sehingga
segala peristiwa dan tindakan hukum apapun dan dilakukan oleh siapapun
yang mendasarkan pada Akta tersebut secara mutatis mutandis
merupakan peristiwa dan atau tindakan hukum yang tidak sah juga;
Bahwa selain kejanggalan mengenai Wakif yang berakibat tidak sah
terhadap Akta Ikrar Wakaf sebagaimana diuraikan dalam posita ke 15 dan
16 tersebut di atas, ternyata mengenai Nadzir dalam wakaf sebagaimana
dimaksud dalam Akta Ikrar Wakaf tersebut juga terdapat kejanggalan yang
sangat krusial, sehingga Akta Ikrar Wakaf tersebut mengalami cacat
hukum, karena berdasarkan Akta Ikrar Wakaf Nomor W.2/90/K-13/tahun
1995 tertanggal 11 September 1995 yang dibuat oleh Tergugat I (Kepala
Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Umbulharjo yang secara ex oficio
sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf Kecamatan Umbulharjo-
Yogyakarta), tercatat sebagai Nadzir adalah Sunardi Syahuri mewakili
Badan Hukum Yayasan PDHI Cabang Umbulharjo dengan jabatan sebagai
Ketua (Tergugat II). Padahal sebagaimana diketahui bahwa pada waktu itu
belum pernah ada atau belum pernah terbentuk Badan Hukum Yayasan
PDHI Cabang Umbulharjo, selain itu dalam kepengurusan PDHI
(Persaudaraan Djama’ah Hadji Indonesia), Sunardi Syahuri tercatat
sebagai Ketua I Pimpinan Pusat PDHI, sehingga sangat janggal apabila
dalam wakaf tersebut bertindak sebagai Ketua Badan Hukum Yayasan
PDHI Cabang Umbulharjo (sebagai Nadzir). Oleh karena itu apabila
11
Hal 11 dari 27 hal. Put. No. 686 K/AG/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
dihubungkan dengan ketentuan Pasal 6 ayat 2 huruf b Peraturan
Pemerintah No. 28 Tahun 1977 yang menyatakan: “Mempunyai perwakilan
di Kecamatan tempat letaknya tanah yang diwakafkan”. Dengan demikian
karena Nadzir dalam wakaf tersebut fiktif, maka wakaf tersebut tidak
memenuhi persyaratan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 6 ayat 2
huruf b Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tersebut. Oleh
karenanya Akta Ikrar Wakaf Nomor W.2/90/K-13/tahun 1995 tertanggal 11
September 1995 secara hukum adalah tidak sah;
Bahwa selain kejanggalan-kejanggalan dalam proses wakaf tersebut
di atas, ternyata Tergugat I (Kepala Kantor Urusan Agama (KUA)
Kecamatan Umbulharjo/ PPAIW Kecamatan Umbulharjo) dalam melakukan
tugasnya selaku Pejabat yang bertugas menangani proses wakaf telah
bertindak tidak cermat dan tidak hati-hati karena dalam prosedur
perwakafan sebagaimana dijelaskan dalam pasal 9 Peraturan Pemerintah
(PP) No. 28 Tahun 1977 jo. Pasal 223 Kompilasi Hukum Islam jo.
Peraturan Menteri Agama No. 1 Tahun 1978 dan Ketentuan yang lebih
operasional lagi terdapat dalam Peraturan Dirjen BIMAS Islam No.Kep/
D/75/78 tentang Formulir dan Pedoman Pelaksanaan Peraturan-peraturan
Tentang Perwakafan Tanah Milik salah satu syaratnya yaitu “Wakif harus
datang di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) bersama
Nadzir dan dua orang saksi untuk melakukan Ikrar Wakaf”. Dan dalam
pelaksanaan wakaf tersebut ternyata pada waktu ikrar wakaf tersebut
dilaksanakan Ibu Rr. FATIMAH sebagai Wakif dan H. Sunardi Syahuri
(Tergugat II) sebagai Nadzir tidak hadir di hadapan PPAIW Kecamatan
Umbulharjo. Dengan demikian ikrar wakaf tersebut telah melanggar
ketentuan sebagaimana tersebut di atas. Dengan kata lain secara hukum
ikrar wakaf tersebut tidak sah;
Bahwa berdasarkan keterangan Bp. Drs. H. Nasiruddin (sebagai
PPAIW atas Akta Ikrar Wakaf Nomor W.2/90/K-13/tahun 1995) dalam
suatu rapat dan/atau klarifikasi untuk membahas masalah wakaf a quo
yang bertempat di kantor Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM)
Yogyakarta tanggal 3 Maret 2009, pada proses pembuatan Akta Ikrar
12
12
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Wakaf Nomor W.2/90/K-13/tahun 1995 pada hari Senin tanggal 11
September 1995 tersebut, Bpk. Sunardi Syahuri atau Tergugat II selaku
Nadzir tidak hadir menghadap PPAIW, sedangkan untuk Ibu Rr. FATIMAH
selaku Wakif, menurut keterangan Drs. H. Nasiruddin, dimana pada saat itu
hanya ada seorang perempuan yang mengaku sebagai Ibu Rr. FATIMAH
yang hadir sebagai Wakif dan bersikap layaknya orang normal sehat
jasmani dan rohani akan tetapi tidak bisa membaca dan menulis, sehingga
hanya membubuhkan cap jempolnya dalam Akta Ikrar Wakaf tersebut.
Padahal sebagaimana diketahui, sebenarnya tidaklah mungkin Ibu Rr.
FATIMAH hadir, karena yang bersangkutan sejak kecil jarang keluar rumah
dan untuk berkomunikasi dengan orang lain sajapun sangat sulit, bahkan
untuk bertemu atau bertatap muka dengan orang saja Ibu Rr. FATIMAH
mengalami ketakutan, hal ini disebabkan karena yang bersangkutan
mengalami keterbelakangan mental atau gangguan kejiwaan;
Bahwa dihubungkan dengan ketentuan hukum yang termuat dalam
Pasal 433 KUHPerdata, yang menyebutkan: “Setiap orang dewasa yang
selalu berada dalam keadaan dungu, sakit otak atau mata gelap harus
ditaruh di bawah pengampuan”. Oleh karena itu, semakin jelas bahwa
proses wakaf sebagaimana dimaksud di atas adalah cacat hukum, dengan
demikian secara hukum harus dinyatakan batal atau tidak sah;
Bahwa oleh karena proses wakaf atas sebidang tanah milik Ibu Rr.
FATIMAH sebagaimana diuraikan di atas tidak sah atau batal maka proses
peralihan hak atau balik nama atas sebidang tanah pekarangan milik Ibu
Rr. FATIMAH sebagaimana disebutkan dalam posita ke-10, 13 dan ke-22
tersebut di atas itu didasarkan pada Akta Wakaf yang tidak sah tersebut,
secara hukum juga harus dinyatakan tidak sah atau batal;
Bahwa oleh karena proses wakaf sebagaimana dimaksud di atas
adalah cacat hukum, dan secara hukum seharusnyalah dinyatakan batal
atau tidak sah, oleh karena itu segala peristiwa dan tindakan hukum
apapun dan dilakukan oleh siapapun yang menggunakan dasar Akta Ikrar
Wakaf Nomor W.2/90/K-13/tahun 1995 tertanggal 11 September 1995
yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan Umbulharjo/
13
Hal 13 dari 27 hal. Put. No. 686 K/AG/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) Kecamatan Umbulharjo-
Yogyakarta, secara mutatis mutandis harus dinyatakan tidak sah atau batal
menurut hukum, termasuk berdirinya bangunan permanen serta seluruh
benda tidak bergerak dan atau benda-benda lainnya yang melekat di atas
tanah tersebut yang sampai sekarang dikuasai dan dikelola oleh Yayasan
Siti Rahmah juga tidak dibenarkan menurut hukum, oleh karenanya harus
dikosongkan dan selanjutnya harus diserahkan atau dikembalikan kepada
Pemegang Hak Milik sah atas tanah tersebut yaitu Ibu Rr. FATIMAH yang
dalam hal ini melalui Penggugat sebagai pengampunya (curator);
Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas Penggugat mohon
kepada Pengadilan Agama Yogyakarta agar memberikan putusan sebagai
berikut:
PRIMAIR:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan bahwa Akta Ikrar Wakaf Nomor W.2/90/K-13/tahun
1995 tertanggal 11 September 1995 yang dikeluarkan oleh Kantor
Urusan Agama Kecamatan Umbulharjo/Pejabat Pembuat Akta Ikrar
Wakaf (PPAIW) Kecamatan Umbulharjo-Yogyakarta (Tergugat I)
dinyatakan tidak sah atau batal;
3. Menyatakan bahwa peralihan hak milik atas tanah dengan Sertifikat
Hak Milik Nomor 3318 atas nama Ibu Rr. FATIMAH kepada Badan
Hukum Yayasan PDHI Cabang Umbulharjo yang sebab
perubahannya berdasarkan Akta Ikrar Wakaf Nomor W.2/90/K-13/
tahun 1995 yang dibuat atau dilaksanakan oleh Kantor Pertanahan
Kotamadya Yogyakarta (turut Tergugat I) dinyatakan tidak sah dan
atau dinyatakan batal;
4. Menyatakan bahwa penguasaan dan pendirian bangunan di atas
sebidang tanah (sebagaimana disebutkan pada posita kw 10) dalam
gugatan ini yang dilakukan oleh turut Tergugat II atas seijin Tergugat
II adalah tidak dapat dibenarkan menurut hukum, oleh karenanya
harus dinyatakan tidak sah;
14
14
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
5. Menghukum kepada Tergugat II dan turut Tergugat II untuk
mengosongkan seluruh bangunan dan harta benda yang melekat di
atas tanah pekarangan sebagaimana diebutkan dalam Sertifikat Hak
Milik No. 3318 atas nama Ibu Rr. FATIMAH dan selanjutnya untuk
mengembalikan dan atau menyerahkan tanah tersebut kepada
Penggugat;
6. Menghukum kepada Tergugat II dan turut Tergugat II untuk
membayar seluruh biaya yang timbul dalam perkara ini;
SUBSIDAIR:
Mohon putusan yang seadil-adilnya (Ex Aequo Et Bono);
Menimbang, bahwa terhadap gugatan tersebut di atas Tergugat II
mengajukan Eksepsi yang pada pokoknya atas dalil-dalil sebagai berikut:
Bahwa Pengadilan Agama tidak berwenang memeriksa perkara
pembatalan Akta Ikrar Wakaf karena Akta Ikrar Wakaf adalah produk dari
Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) sehingga Akta yang
dikeluarkannya adalah sebuah putusan Tata Usaha Negara sehingga
peradilan yang berwenang untuk memeriksa dan membatalkan AKTA
IKRAR WAKAF adalah Pengadilan Tata Usaha Negara;
Bahwa Penggugat telah salah dan kurang tepat dalam memahami
ketentuan Pasal 49 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang
Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Agama. Dalam pasal tersebut secara tegas dan jelas ditegaskan, bahwa
perkara yang merupakan kewenangan Pengadilan Agama adalah perkara
antara orang-orang yang beragama Islam. Sementara dalam perkara a quo
antara Penggugat sebagai orang melawan Pejabat Negara dalam hal ini
Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) yang tentu saja bukan
termasuk kategori manusia yang beragama Islam. Untuk lebih jelasnya
Tergugat II kutip ulang ketentuan pasal 49 tersebut:
Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang
bergama Islam di bidang:
a. Perkawinan;
15
Hal 15 dari 27 hal. Put. No. 686 K/AG/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
b. Waris;
c. Wasiyat;
d. Hibah;
e. Wakaf;
f. Zakat;
g. Shadaqah. Dan;
h. Ekonomi Syari'ah;
Bahwa Tergugat II sengaja mencetak tebal dan memberi garis
bahwa bagian dari pasal tersebut untuk menunjukkan bahwa yang menjadi
kewenangan Pengadilan Agama adalah sengketa wakaf yang menyangkut
orang dengan orang, sedangkan yang menyangkut orang dengan Pejabat
Negara adalah bukan kewenangan Pengadilan Agama namun merupakan
kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara;
Bahwa Penggugat telah salah dan kurang tepat dalam memahami
ketentuan Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1977 (yang
telah diganti dengan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang
Wakaf). Dalam ketentuan tersebut harus dipahami bahwa perselisihan
yang masuk kewenangan Pengadilan Agama adalah perselisihan yang
menyangkut persoalan perwakafan tanah dan disesuaikan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga untuk
memahami ketentuan ini harus dan tidak bisa dilepaskan dari ketentuan
pasal 49 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Dan hal
ini sudah Tergugat II jelaskan secara gamblang dalam dalil 3 di atas;
Bahwa gugatan Penggugat kabur dan tidak jelas dalam
menyebutkan para pihak. Dalam hal ini Penggugat tidak jelas dalam
menyebutkan pihak turut Tergugat II. Dalam gugatannya Penggugat
berganti-ganti dalam menyebutkan pihak turut Tergugat II, kadang disebut
Pengurus Yayasan Siti Rahmah, namun kadang disebut juga dengan
Pengurus Pengajian Ar Rahmah;
16
16
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 16
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas Tergugat mohon kepada
Pengadilan Agama Yogyakarta agar menolak gugatan Penggugat atau
setidak-tidak gugatan dinyatakan tidak dapat diterima;
Menimbang, bahwa terhadap gugatan tersebut Pengadilan Agama
Yogyakarta telah mengambil putusan, yaitu Putusan No. 322/Pdt.G/2009/
PA.Yk tanggal 2 Maret 2011 M. bertepatan dengan tanggal 27 Rabi’ul Awal
1432 H., yang amarnya berbunyi sebagai berikut:
1. Menolak gugatan Penggugat seluruhnya;
2. Menghukum kepada Penggugat untuk membayar seluruh biaya
perkara yang hingga kini dihitung sebesar Rp 1.971.000,- (satu juta
sembilan ratus tujuh puluh satu ribu rupiah);
Menimbang, bahwa dalam tingkat banding atas permohonan
Penggugat putusan Pengadilan Agama tersebut telah dibatalkan
Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta dengan Putusan No. 19/Pdt.G/ 2011/
PTA.Yk tanggal 25 Juli 2011 M. bertepatan dengan tanggal 23 Sya’ban
1432 H. yang amarnya sebagai berikut:
• Menerima permohonan banding Pembanding;
• Membatalkan putusan Pengadilan Agama Yogyakarta tanggal 02
Maret 2011, Nomor 0322/Pdt.G/2009/PA.Yk;
Dan Dengan Mengadili Sendiri:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat;
2. Membatalkan ikrar wakaf yang diucapkan oleh Rr. Fatimah atas
tanah pekarangan di Nitikan UH VI/98 Kelurahan Sorosutan,
Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta luas 2.810 m2 yang
terletak di Nitikan tersebut dengan batas sebagai berikut:
- Sebelah Barat berbatas dengan : Parit;
- Sebelah Timur berbatas dengan : Jalan Nitikan Baru;
- Sebelah Utara berbatas dengan : m 2475 dan m 2476;
- Sebelah Selatan berbatas dengan : Berbatasan dengan Pers:
378;
17
Hal 17 dari 27 hal. Put. No. 686 K/AG/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 17
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
dan untuk selanjutnya ikrar wakaf tersebut diulang kembali menurut
hukum (ikrar oleh wali pengampu) sesuai dengan niat wakaf
keluarga yang bersangkutan;
3. Menyatakan Akta Ikrar Wakaf Nomor W.2/90/K-13/tahun 1995
tanggal 11 September 1995 tidak mempunyai kekuatan hukum dan
oleh karenanya Sertifikat Tanah Hak Milik Nomor 3318 beserta
gambar situasi tanah Nomor 3590/1995, juga tidak mempunyai
kekuatan hukum;
4. Menghukum para Tergugat atau siapa saja yang yang mendapat hak
dari padanya untuk menyerahkan tanah tersengketa kepada
Penggugat dalam keadaan kosong dan bebas dari penguasaan
siapapun;
5. Menghukum para turut Tergugat untuk mematuhi amar putusan ini;
6. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara pada tingkat
pertama yang hingga kini dihitung sebesar Rp 1.971.000,00 (satu
Juta sembilan ratus tujuh puluh satu ribu rupiah);
- Menghukum Terbanding untuk membayar biaya perkara pada tingkat
banding sebesar Rp 150.000,- (seratus lima puluih ribu rupiah);
Menimbang, bahwa sesudah putusan terakhir ini diberitahukan
kepada para Tergugat/para Terbanding pada tanggal 29 September 2011,
kemudian terhadapnya oleh para Tergugat/para Terbanding, dengan
perantaraan kuasanya, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29
September 2011, diajukan permohonan kasasi secara lisan pada tanggal
30 September 2011 sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan Kasasi
No. 19/Pdt.G/2011/PTA.Yk jo. No. 0322/Pdt.G/2009/PA.Yk yang dibuat
oleh Panitera Pengadilan Agama Yogyakarta, permohonan tersebut
kemudian disusul oleh memori kasasi yang memuat alasan-alasannya yang
diterima di Kepaniteraan Pengadilan Agama Yogyakarta pada tanggal 13
Oktober 2011;
Menimbang, bahwa setelah itu oleh Penggugat/Pembanding yang
pada tanggal 27 Oktober 2011 telah diberitahu tentang memori kasasi dari
Tergugat II/Terbanding dan turut Tergugat II/turut Terbanding II, diajukan
18
18
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 18
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
jawaban memori kasasi yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Agama
Yogyakarta pada tanggal 9 November 2011;
Menimbang, bahwa permohonan kasasi a quo beserta alasan-
alasannya, yang telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama,
diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan undang-
undang, maka oleh karena itu permohonan kasasi tersebut formal dapat
diterima;
Menimbang, bahwa alasan-alasan yang diajukan oleh para
Pemohon Kasasi/Tergugat II dan turut Tergugat II dalam memori kasasinya
tersebut pada pokoknya adalah:
1. Bahwa Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta telah salah
menerapkan hukum, karena:
a. Putusan Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta ternyata ada yang
bertentangan satu dengan lain. Hal ini bisa dilihat antara lain diktum
kedua dan ketiga, dimana diktum kedua, dua baris terahir dalam
halaman 18 dinyatakan: “Ikrar wakaf diulang menurut hukum (ikrar
oleh wali pengampu) sesuai dengan niat wakaf keluarga”.
Sedangkan diktum ketiga dua baris dari bawah dalam halaman 19
dinyatakan: “juga tidak mempunyai kekuatan hukum..”. Hal ini
bertentangan dengan pertimbangan hukum putusan Pengadilan
Tinggi Agama Yogyakarta yang tidak menyebutkan bentuk
manipulasi yang dilakukan oleh para Pemohon Kasasi/Tergugat I
dan II. Sebab keterangan saksi Anton Sudarmaji yang merupakan
anak kandung Termohon Kasasi/Penggugat mengatakan bahwa
wakaf yang diinginkan oleh Rr Fatimah adalah untuk Yayasan
Arrahmah yang merupakan organisasi di bawah PDHI Yogyakarta.
Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta berdasarkan keterangan
Anton Sudarmaji yang tidak dikutip oleh Pengadilan Tinggi Agama
Yogyakarta, mengatakan bahwa Rr. Fatimah tipe orang pendiam
yang tidak mudah berkomunikasi dengan orang yang tidak dicocoki,
menurut Anton Sudarmadi Rr. Fatimah di rumah sering
berkominikasi dengan orang yang disukai (termasuk saksi Anton).
19
Hal 19 dari 27 hal. Put. No. 686 K/AG/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 19
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Oleh karena Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta telah melakukan
kesalahan, maka itu putusan Pengadilan Tinggi Agama tersebut
haruslah dibatalkan;
b. Bahwa kami tidak sependapat dengan putusan Pengadilan Tinggi
Agama Yogyakarta pada diktum 2 dan 3, karena telah didasarkan
hukum serta pertimbangan yang tidak benar (vide putusan halam 6
sampai dengan 11) dan tidak sesuai dengan bukti yang diajukan
oleh para Pemohon Kasasi/para Tergugat. Pengadilan Tinggi
Agama Yogyakarta hanya mengambil pertimbangan yang
menguntungkan Termohon Kasasi/Penggugat. Pengadilan Tinggi
Agama Yogyakarta telah menyembunyikan keterangan saksi yang
dianggap merugikan Termohon Kasasi/Penggugat. Hal ini terbukti
dalam pertimbangannya halaman 10 s/d 12. Kenyataannya kalau
dinyatakan bahwa Pewakif (Rr. Fatimah) orang yang tidak normal
dan tidak mampu baca adalah salah, sebab keterangan saksi yang
diajukan oleh Penggugat/Pembanding asal (baik saksi Abdul Rahim,
Abdul Syukur dan Anton Sudarmaji/anak kandung Termohon
Kasasi/Penggugat adalah Pewakif (Rr. Fatimah) pernah menikah.
Bagaimana mungkin orang yang menikah dikatakan cacat. hanya
mengambil sebagian keterangan saksi saja (Vide keterangan saksi
dalam putusan Pengadilan Agama Yogyakarta dari halaman 48
sampai dengan 57);
c. Bahwa para Pemhon Kasasi/para Tergugat tidak sependapat
dengan putusan Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta, karena
didasarkan hukum serta pertimbangan hukum yang tidak benar (vide
putusan halaman halaman 15 sampai dengan 16). Letak
ketidakbenaran Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta adalah:
c.1. Sangat salah kalau Sunardi Syahuri (Pemohon Kasasi II/
Tergugat II) tidak hadir dalam proses ikrar wakaf, sebab saksi
H. Marwan DS bin Jalaluddin (di halaman 15 s/d 16) dalam
putusan Pengadilan Agama Yogyakarta dan saksi Suratman
bin Pawiro Djasmo (putusan Pengadilan Agama Yogyakarta
20
20
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 20
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
halaman 54 s/d 56). Apabila menurut keterangan para saksi
yang juga dikutip dalam putusan Pengadilan Agama
Yogyakarta pada halaman 67 s/d 71, jelas nampak kesalahan
Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta tersebut dalam membuat
pertimbangannya. Baik Rr. Fatimah selaku wakif dan Sunardi
Syahuri (selaku nadzir) datang sendiri dan bahkan Rr. Fatimah
datang tidak hanya sendirian. Atas dasar keterangan saksi-
saksi yang dikutip dalam Putusan Pengadilan Agama
Yogyakarta tersebut pantas apabila Mahkamah Agung RI
membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta
dan Mahkamah Agung RI menguatkan Putusan Pengadilan
Agama Yogyakarta;
c.2. Bahwa Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta pendapat proses
terjadinya wakaf adalah tidak sah, Rr. Fatimah (selaku wakif)
tidak cakap hukum tidak ada alasan yang jelas, bahkan
Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta membatalkan putusan
Pengadilan Agama Yogyakarta tersebut tidak atas dasar
hukum yang benar. Sebab apabila dilihat bukti surat
Penetapan Pengadilan Negeri Yogyakarta tanggal 02 April
2009 yang dijadikan rujukan putusan Pengadilan Tinggi
Agama Yogyakarta halaman 12 dapat membatalkan perbuatan
hukum yang sudah dilakukan sejak 15 (lima belas) tahun yang
lalu. Seharusnya Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta
melihat, kenapa surat penetapan Pengadilan Negeri
Yogyakarta baru keluar tahun 2009 sedangkan perbuatan
hukum tahun 1995. Harusnya Pengadilan Tinggi Agama
Yogyakarta menilai ada apa di balik surat Penetapan
Pengadilan Negeri Yogyakarta tentang perwalian tersebut? Hal
ini tidak pernah dinilai oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi
Agama Yogyakarta. Pertimbangan Rr. Fatimah sebagai wakif
tidak cakap, dasar pertimbangan Pengadilan Tinggi Agama
Yogyakarta salah dan tidak didasarkan pada fakta hukum yang
21
Hal 21 dari 27 hal. Put. No. 686 K/AG/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 21
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
benar. Hal ini dapat dilihat (vide putusan Pengadilan Tinggi
Agama Yogyakarta dari hamalan 11 s/d 12) adalah
bertentangan dengan penjelasan saksi-saksi yang diajukan
baik oleh Termohon Kasasi/Penggugat maupun bukti dan saksi
yang diajukan oleh turut Tergugat II;
Kesalahan Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta itu sangat
kelihatan manakalah didasarkan atas pertimbangan judex facti
tingkat pertama (mejelis hakim Pengadilan Agama Yogyakarta)
pada halaman 48 s/d 64). Atas dasar keterangan saksi-saksi
yang dikutip dalam Putusan Pengadilan Agama Yogyakarta
tersebut pantas apabila Mahkamah Agung RI membatalkan
Putusan Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta dan Mahkamah
Agung RI menguatkan Putusan Pengadilan Agama Yogyakarta;
d. Bahwa kami pemohonan kasasi tidak sependapat dengan putusan
Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta yang menyatakan Bahwa
kalau wakaf yang dilakukan oleh Rr. Fatimah tidak sesuai dengan
asas-asas hukum dan Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1977 dan
ikrar wakaf harus dibatalkan. Pendapat tersebut didasarkan atas
hukum serta pertimbangan hukum yang tidak benar (vide putusan
Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta halaman 15 s/d 16), sehingga
Pemohon Kasasi menolak pendapat tersebut. Untuk menguatkan
penolakan tersebut kami tunjukkan kesalahan Pengadilan Tinggi
Agama Yogyakarta dalam pertimbangan hukumnya. Adapun
kesalahan tersebut adalah:
d.1. Sangat tidak benar kalau Sunardi Syahuri (Pemohon kasasi II/
Tergugat II) selaku nadzir tidak ikut dalam proses Ikrar Wakaf.
Hal ini jelas disampaikan oleh saksi SURATMAN bin PAWIRO
DJASMO, menerangkan di bawah sumpah bahwa baik Rr.
Fatimah (wakif) maupun Sunardi Syahuri (nadzir) datang dalam
prosesi ikrar wakaf tersebut, bahkan Rr. Fatimah didampingi
oleh keluarga yang lain (vide putusan Pengadilan Agama
Yogyakarta halaman 70 s/d 71). Atas dasar keterangan saksi-
22
22
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 22
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
saksi yang dikutip dalam Putusan Pengadilan Agama
Yogyakarta tersebut pantas apabila Mahkamah Agung RI
membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta
dan Mahkamah Agung RI menguatkan Putusan Pengadilan
Agama Yogyakarta;
d.2. Adanya penyimpangan niat wakaf dari wakif diberikan
persyarikatan Muhammadiyah yang dianggap oleh judex facti
sebagai iktikat tidak baik Sunardi Syahuri didasarkan pada
dasar hukum yang salah. Tidak ada satu saksi pun yang
mengatakan demikian, bahkan sebaliknya Saksi Anton
Sudarmaji bin Muh. Ilyas (anak kandung Termohon Kasasi/
Penggugat) bahwa yang diberi wakaf adalah kelompok
pengajian kakak saksi dan Bu Nur yaitu pengajian Arrahmah
(vide putusan Pengadilan Agama Yogyakarta halaman 57).
Keterangan saksi Anton ini singkron dengan saksi yang lain Ny.
Suhanah binti Mursidi dan Sri Muryadi binti Wargo Pangakso.
Dari keterangan saksi ini jelas tidak ada penyimpangan dari
niat wakif tentang peruntukan dan tujuan wakaf itu kepada
siapa. Atas dasar keterangan saksi-saksi yang dikutip dalam
Putusan Pengadilan Agama Yogyakarta tersebut pantas
apabila Mahkamah Agung RI membatalkan Putusan
Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta dan Mahkamah Agung
RI menguatkan Putusan Pengadilan Agama Yogyakarta;
d.3. Bahwa Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta mempertimbang-
kan Rr. Fatimah dianggap orang yang tidak mampu berbuat
hukum karena dianggap keterbelakangan, adalah
pertimbangan yang keliru dan didasarkan pada dasar hukum
yang salah. Sebab berdasarkan keterangan saksi Anton
Sudarmaji bin Moh. Ilyas (anak kandung Termohon Kasasi/
Penggugat) bahwa kondisi fisik bu Rr. Fatimah biasa-biasa
saja, untuk komunikasi hanya dilakukan dengan orang yang ia
cocoki, terhadap orang yang tidak cocok ia tidak mau
23
Hal 23 dari 27 hal. Put. No. 686 K/AG/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 23
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
berkomunikasi, dia kalau makan mengambil sendiri makan
yang disiapkan pembantu di meja makan (vide putusan
Pengadilan Agama Yogyakarta halaman 57). Saksi Anton
Sudarmaji adalah keponakan Rr. Fatimah yang mengerti setiap
harinya dibanding keterangan saksi yang hanya tahu pada
masa kecil dan baru ketemu lagi sudah 40 tahunan lalu
menjelaskan masa kecil. Apakah masa kecil seseorang yang
tidak naik kelas, atau bodoh dianggap sebagai idiot. Sangat
sumir dan prematur pendapat tersebut. Sebab dalam perjalan
hidupnya Rr. Fatimah sempat berumah tangga dan suaminya
meninggal bukan bercerai. Hal ini menunjukkan bahwa rumah
tangga bu Rr. Fatimah adalah wajar dan tidak ada masalah,
kalau bu Rr. Fatimah dikatakan idiot tentu suaminya pasti akan
menceraikan. Atas dasar keterangan saksi-saksi yang dikutip
dalam Putusan Pengadilan Agama Yogyakarta tersebut pantas
apabila Mahkamah Agung RI membatalkan Putusan
Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta dan Mahkamah Agung
RI menguatkan Putusan Pengadilan Agama Yogyakarta,
karena didasarkan pada dasar hukum yang salah;
d.4. Pertimbangan Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta dalam
menilai bahwa PDHI tidak mempunyai cabang di Umbulharjo
adalah telah keliru dan didasarkan pada dasar hukum yang
salah. Sebab berdasarkan keterangan saksi Ny. Suhanah binti
H. Mursidi, Sri Muryadi binti Wargo Pangakso, Zamzuri Umar
bin Umar Djonet, Anton Sudarmanji, Yayasan Siti Rahmah/
Arrahmah adalah milik PDHI dan PDHI Yogyakarta sudah
mempunyai banyak cabang di tingkat kecamatan atau
kabupaten. Di kota saja ada PDHI Cab. Kota Gede,
Umbulharjo, di Gunung Kidul, di Bantul dan Kulonprogo.
Keterangan saksi ini menunjukkan bahwa sebenarnya secara
organisasi PDHI sudah memiliki cabang termasuk di
Kecamatan Umbulharjo. Jadi sangat salah Pengadilan Tinggi
24
24
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 24
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Agama Yogyakarta (vide putusan Pengadilan Tinggi Agama
Yogyakarta halaman 16) Yayasan PDHI tidak mempunyai
perwakilan di kecamatan Umbulharjo. Atas dasar keterangan
saksi-saksi yang dikutip dalam Putusan Pengadilan Agama
Yogyakarta tersebut pantas apabila Mahkamah Agung RI
membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta
dan Mahkamah Agung RI menguatkan Putusan Pengadilan
Agama Yogyakarta;
e. Bahwa atas dalil-dalil tersebut di atas kami (para Pemohon Kasasi/
para Tergugat) tidak sependapat dengan putusan Pengadilan Tinggi
Agama Yogyakarta yang menyatakan bahwa membatalkan Ikrar
Wakaf yang diucapkan oleh Rr. Fatimah atas tanah pekarangan di
Nitikan UH VI/98 Kelurahan Sorosutan, Kecamatan Umbulharjo,
Kota Yogyakarta dan menyatakan akta ikrar wakaf tidak mempunyai
kekuatan hukum adalah karena ternyata kesimpulan tersebut telah
didasarkan pada pertimbangan hukum yang tidak benar, pantas
apabila Mahkamah Agung RI membatalkan Putusan Pengadilan
Tinggi Agama Yogyakarta dan Mahkamah Agung RI menguatkan
Putusan Pengadilan Agama Yogyakarta;
2. Bahwa Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta lalai memenuhi syarat-
syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang
berlaku, karena:
a. Putusan Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta adalah keliru dan
didasarkan pada dasar hukum salah dalam menilai perwakilan legal
standing dari Penggugat/Pembanding/Termohon kasasi. Sebab
salah satu dari penerima kuasa yaitu MUHTAR ZUHDY, S.H.,
adalah tidak memenuhi syarat sebagai advokat karena tidak
bersumpah di hadapan pejabat yang berwenang sebagai advokat.
Hal tersebut bertentangan dengan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang
No. 18 tahun 2003 Tentang Advokat. Hal tersebut jelas menyalai
ketentuan hukum acara. Kalau pertimbangan Pengadilan Tinggi
Agama Yogyakarta mendasarkan bahwa surat kuasa tercantum baik
25
Hal 25 dari 27 hal. Put. No. 686 K/AG/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 25
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
sendiri-sendir atau bersama-sama dalam beracara. Sebab yang
namanya surat kuasa harus memenuhi syarat baik formal maupun
material, kalau surat kuasa banding itu diberikan kepada beberapa
orang dimana salah satu tidak memenuhi syarat kuasa maka kuasa
etersebut adalah cacat, kalau kuasa tersebut adalah cacat maka
menjadi tidak berlaku sehingga menjadi gugur semuanya.
Pertimbangan tersebut adalah tidak berdasarkan hukum yang benar
karena hakim lalai tidak menerapkan hukum yang benar. Akibat
kelalaian tersebut menurut bukunya Sudikno Mertokusumo
menyebabkan batalnya putusan tersebut (vide Hukum Acara
Perdata Indonesia, Ctk. 05, tahun 2010, hlm 330);
b. Bahwa oleh karena pengajuan banding itu dilakukan atas dasar
surat kuasa yang batal seharusnya Pengadilan Tinggi Agama
Yogyakarta tidak menerima permohonan banding dari Pemohon
banding/Penggugat asal, hal ini bertentangan dengan ketentuan
hukum yang berlaku dan Yurisprudensi. Sebab manakala surat
kuasa itu cacat segala perbuatan hukum menjadi catat, apakah
sendiri-sendiri atau bersama-sama;
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah
Agung berpendapat:
Mengenai alasan ke-1 dan ke-2:
Bahwa alasan-alasan ini dapat dibenarkan, karena Pengadilan
Tinggi Agama Yogyakarta salah dalam mempertimbangkan pokok
masalah, dengan pertimbangan sebagai berikut:
• Pertama, bahwa Termohon Kasasi mempersalahkan pribadi
Pewakaf yang keterbelakangan mental (hasil pemeriksaan Rumah
Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta, tanggal 23 Januari 2009). Pewakaf
lahir tahun 1939, berarti pemeriksaan pada usia 70 tahun, maka hal
yang tidak mustahil pada usia tersebut yang bersangkutan sudah
agak pikun dan sebaliknya menurut kesaksian anak kandung
Termohon Kasasi (Anton Sudarmadi), bahwa Rr. Fatimah di rumah
sering berkomunikasi dengan orang yang disukai (termasuk saksi
26
26
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 26
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Anton Sudarmadi), hal ini sama sekali tidak dianalisa oleh
Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta;
• Kedua, bahwa Pewakaf pernah menikah, tidak dijelaskan nikah
pada tahun berapa dan apakah pewakafan pada tahun 1995
tersebut pada saat Pewakaf masih ada suami, setelah menjanda
atau sebelum menikah juga tidak dijelaskan;
• Bahwa menurut Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta, Akta Ikrar
Wakaf harus dinyatakan tidak berkekuatan hukum; Bila alasannya
Pewakaf adalah seorang yang tidak cakap bertindak, hal ini
bertentangan dengan uraian pertama di atas, bila alasannya Nadzir
salah dalam pengelolaannya, maka tidak ada alasan untuk
membatalkan wakaf, tetapi Nadzirnyalah yang digugat;
• Bahwa suatu harta yang telah diwakafkan, berarti tidak ada ikatan
hukum lagi dengan Wakif, oleh karenanya Termohon Kasasi/
Penggugat error in persona. Bila ada pemalsuan atau rekayasa,
maka menjadi wilayah bidang “Hukum Pidana” tentang pemalsuan
atau penipuan;
Bahwa oleh karena itu putusan Pengadilan Tinggi Agama
Yogyakarta harus dibatalkan dan Mahkamah Agung akan mengadili sendiri
perkara ini dengan mengambilalih pertimbangan Pengadilan Agama
Yogyakarta sebagai pertimbangannya sendiri;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, menurut
pendapat Mahkamah Agung terdapat cukup alasan untuk mengabulkan
permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: SUNARDI SYAHURI dan kawan
dan membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta
No. 19/Pdt.G/ 2011/PTA.Yk tanggal 25 Juli 2011 M. bertepatan dengan
tanggal 23 Sya’ban 1432 H. yang membatalkan putusan Pengadilan
Agama Yogyakarta No. 322/Pdt.G/2009/PA.Yk tanggal 2 Maret 2011 M.
bertepatan dengan tanggal 27 Rabi’ul Awal 1432 H. serta Mahkamah
Agung mengadili sendiri perkara ini dengan amar putusan sebagaimana
yang akan disebutkan di bawah ini;
27
Hal 27 dari 27 hal. Put. No. 686 K/AG/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 27
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa oleh karena Termohon Kasasi berada di pihak
yang kalah, maka ia harus dihukum untuk membayar biaya perkara dalam
semua tingkat peradilan;
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang No. 48 Tahun
2009, Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan
Undang-Undang No. 3 Tahun 2009, Undang-Undang No. 7 Tahun 1989
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 dan
perubahan kedua dengan Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 serta
peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan;
M E N G A D I L I:
Mengabulkan permohonan kasasi dari para Pemohon Kasasi: 1.
SUNARDI SYAHURI, 2. PENGURUS YAYASAN SITI RAHMAH tersebut;
Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta No. 19/
Pdt.G/2011/PTA.Yk tanggal 25 Juli 2011 M. bertepatan dengan tanggal 23
Sya’ban 1432 H. yang membatalkan putusan Pengadilan Agama
Yogyakarta No. 322/Pdt.G/2009/PA.Yk tanggal 2 Maret 2011 M. bertepatan
dengan tanggal 27 Rabi’ul Awal 1432 H.;
MENGADILI SENDIRI:
DALAM EKSEPSI:
• Menolak eksepsi para Tergugat;
DALAM POKOK PERKARA:
• Menolak gugatan Penggugat seluruhnya;
Menghukum Termohon Kasasi/Penggugat untuk membayar biaya
perkara dalam semua tingkat peradilan yang dalam tingkat kasasi ini
ditetapkan sebesar Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah
Agung pada hari Senin tanggal 13 Mei 2013 oleh Prof. Dr. H. ABDUL
MANAN, S.H., S.IP., M.Hum., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua
Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H. HABIBURRAHMAN,
M.Hum. dan Prof. Dr. H. RIFYAL KA’BAH, M.A., Hakim-Hakim Agung
sebagai Anggota, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada
28
28
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 28
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota tersebut
dan dibantu oleh Drs. SUHARDI, S.H., Panitera Pengganti, dengan
tidak dihadiri oleh para pihak;
Hakim-Hakim Anggota; Ketua;
ttd/.
ttd/. Prof. Dr. H. ABDUL MANAN, S.H., S.IP., M.Hum.
Dr. H. HABIBURRAHMAN, M.Hum.
td/.
Prof. Dr. H. RIFYAL KA’BAH, M.A.
Biaya-biaya: Panitera Pengganti;
1. Meterai ……………….. Rp 6.000,- ttd/.
2. Redaksi ……………….. Rp 5.000,- Drs. SUHARDI, S.H.
3. Administrasi kasasi … Rp 489.000,-
J u m l a h Rp 500.000,-
Untuk Salinan
Mahkamah Agung R.I
a.n. Panitera
Plt. Panitera Muda Perdata Agama
Drs. H. ABD. GHONI, S.H., M.H.
NIP: 19590414 198803 1 005
29
Hal 29 dari 27 hal. Put. No. 686 K/AG/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 29