status pasien tb paru
DESCRIPTION
mklhTRANSCRIPT
STATUS PASIEN
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH KOTA TEGAL
Nama Mahasiswa: Wimba Candrikaningrum Dokter Pembimbing: Dr.H.R.Setyadi,Sp.A
NIM : 030.07.273 Tanda tangan :
I. IDENTITAS
Data Pasien Ayah IbuNama An. M Tn.M Ny.WUmur 5 tahun 35 tahun 29 tahun
Jenis Kelamin Laki-laki Laki-laki PerempuanAlamat Jl. Nakula, Tegal TimurAgama Islam Islam Islam
Suku Bangsa Jawa Jawa JawaPendidikan - SMA SMPPekerjaan - Karyawan Ibu rumah tangga
Penghasilan - 1.500.000 -Keterangan Hubungan orangtua dengan anak adalah anak kandung
Asuransi JamkesmasNo. RM 648782
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu penderita pada tanggal
16 Mei 2013, pukul 10.00 WIB di ruang Melati.
A. Keluhan Utama : Demam
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Kronologis:
Pasien diantar ke poliklinik anak RSUD Kardinah pada tanggal 6 maret 2013
dengan terdapat benjolan di bagian leher, di bawah telinga kiri. Benjolan dirasa
tidak nyeri. Benjolan tersebut timbul sudah kurang lebih selama 2 minggu
sebelum ke poli. Pada saat ini pasien tidak mengeluhkan adanya demam. Lalu
pasien melukan pemeriksaan darah dan rontgen. Namun pasien belum membawa
1
hasil pemeriksaan ke poli lagi. Dari pemeriksaan rontgen didapatkan kesan primer
komplek TB.
Pasien mengeluh batuk-batuk sejak 1 minggu sebelum ke poli. Batuk
dirasakan terdapat dahaknya, namun sulit untuk dikeluarkan. Pasien juga
mengeluh adanya pilek. Namun pasien tidak terasa sesak.
9 hari setelah dari poli, pasien mengeluh demam. Demam dirasakan naik
turun. Ibu pasien memberi sanmol apabila demam. Namun setelah 2 jam
pemberian obat, demam yang sudah turun kembali naik lagi. Batuk dan pilek
masih dirasakan oleh pasien. Dan benjolan dileher dirasa masih ada tapi tidak
terlalu besar seperti pada awalnya.
Keesokan harinya ibu membawa anaknya ke IGD karena keluhan demamnya.
Ibu juga tidak lupa membawa hasil lab dan rongten yang sudah diperiksa saat
waktu datang ke poli. Lalu dari IGD diputuskan untuk dirawat.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu pasien mengakui bahwa pasien serumah dengan nenek pasien yang
mengalami batuk lama namun tidak menjalani sebuah pengobatan.
III. RIWAYAT PASIEN
Pasien adalah anak pertama dan ibu sedang mengandung anak kedua.
A. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Kehamilan
Perawatan Antenatal : Rutin periksa ke bidan
Penyakit Kehamilan : Tidak ada
Kelahiran
Tempat kelahiran : rumah bidan
Penolong persalinan : Bidan
Cara persalinan : spontan pervaginam
Masa gestasi : Cukup bulan (9 bulan)
Keadaan bayi
2
Berat badan lahir : 2900 gram
Panjang badan lahir : 45 cm
Lingkar kepala : ibu tidak tahu
Langsung menangis : ya
Nilai APGAR : ibu tidak tahu
Kelainan bawaan : tidak ada
Kesan : riwayat kelahiran dan kehamilan baik
B. Riwayat Tumbuh Kembang
Berat badan sekarang 13 kg. Tinggi badan 98 cm.
Perkembangan:
senyum : ibu lupa
miring : ibu lupa
tengkurap : 4 bulan
duduk : 6 bulan
gigi keluar : ibu lupa
merangkak : 10 bulan
berdiri : 11 bulan
Tidak ada gangguan perkembangan dalam mental dan emosi. Interaksi dengan orang
sekitar baik.
Kesan: pertumbuhan tidak sesuai umur dan perkembangan anak sesuai umur
C. Riwayat Makanan
Ibu mengaku memberikan ASI eksklusif sejak lahir sampai usia 12 bln
Usia 8 bulan diberikan ASI dan bubur tim 3 x sehari.
Usia 11 bulan anak telah makan nasi, lauk pauk, dan sayur 1 x sehari
Nafsu makan menurun sejak sakit.
Kesan : Kualitas dan kuantitas makanan cukup baik
3
D. Riwayat Imunisasi
VAKSIN DASAR (umur) ULANGAN (umur)
BCG 0 bulan - - - - -
DPT/ DT 2 bulan 4 bulan 6 bulan - - -
POLIO 2 bulan 4 bulan 6 bulan - - -
CAMPAK - - 9 bulan - - -
HEPATITIS B 0 bulan 1 bulan 6 bulan - - -
Kesan : Pasien mendapatkan imunisasi dasar lengkap
E. Riwayat Keluarga
Corak Reproduksi
No Umur Jenis
Kelamin
Hidup Lahir
Mati
Abotus Mati Keterangan
1 5 tahun ♂ Hidup - - - Sakit
2 Hamil anak
kedua
- - - - - -
Susunan keluarga
Keterangan : : Laki-laki : Perempuan : Pasien
: curiga TB
Kesan: nenek pasien dicurigai penderita TB
F. Riwayat Keluarga Berencana
Ibu pasien mengaku mengikuti program KB
G. Riwayat Lingkungan Perumahan
Kepemilikan Rumah : Rumah Pribadi
4
Pasien tinggal bersama kedua orangtua di kawasan yang padat penduduknya. Tempat
tinggal pasien berukuran 6 x 20 m, beratap genteng, lantai disemen dengan 4 kamar tidur
yang berjendela, 1 ruang tamu, ruang makan ruang makan yang jadi satu dengan dapur.
Cahaya matahari dapat masuk melalui jendela. Kamar mandi ada 1 dan terdapat di dalam
rumah. Penerangan dengan listrik. Air berasal dari PAM. Air limbah rumah tangga
disalurkan melalui selokan di depan rumah. Selokan dibersihkan 2 kali dalam sebulan
dan aliran air di dalamnya lancar.
Kesan : rumah dan sanitasi lingkungan baik
H. Riwayat Penyakit Yang Pernah Diderita
PENYAKIT UMUR PENYAKIT UMUR PENYAKIT UMUR
Diare + Morbili - Hamofilia -
Asma - Parotitis - Jantung -
Radang tenggorokan + DBD - Cacar -
Tuberkulosis - Demam + Difteri -
Kejang - Cacingan - Kecelakaan -
Ginjal - Alergi - Operasi -
IV. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 16 mei 2013, jam 10.30 WIB, di ruang Melati.
Keadaan umum
Kesan umum : tampak sakit sedang
Tingkat kesadaran : compos mentis
Berat badan : 13 kg
Tinggi badan : 98 cm
Status gizi : perhitungan status gizi standar baku antropometri NCHS
- BB/U = 13/19 x 100% = 68,40 % BB kurang
- TB/U = 98/110 x 100% = 89,09 % TB normal
- BB/TB = 13/16,5 x 100% = 78,7% Status Gizi Kurang
Kesimpulan: Berat Badan kurang, Tinggi badan normal, Status Gizi kurang
5
Tanda Vital
Tekanan darah : tidak dilakukan pemeriksaan
Nadi : 110x/menit, isi dan tegangan cukup, reguler, equal.
Suhu : 37.7°C diukur pada axilla kanan
Pernafasan :32x/menit
Kepala
Kepala : Mesocephal, ubun-ubun datar, tidak tegang.
Rambut : Hitam, lebat, tampak terdistribusi merata, tidak mudah dicabut.
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), oedem palpebra (-/-),
mata cowong (-/-), air mata ada.
Hidung : Bentuk normal, simetris, sekret (-/-), napas cuping hidung (-)
Telinga : Bentuk dan ukuran normal, discharge (-/-),
Mulut : Bibir kering (-), bibir sianosis (-), stomatitis (-)
Tenggorok : Faring hiperemis (-)
: Tonsil T1-T1 hiperemis (-), detritus (-), granulasi (-)
Leher : Simetris, pembesaran KGB (+)
Thorax : Dinding thorax normothorax dan simetris
Pulmo:
Inspeksi : Pergerakan dinding thorax kiri-kanan simetris, retraksi
dinding dada(-)
Palpasi : Stem fremitus tidak dilakukan
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru kiri-kanan
Auskultasi : Suara nafas vesikuler diseluruh lapang paru kiri-kanan.
Ronkhi (+/+), wheezing (-/-).
Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
6
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS IV midclavicula sinistra
Perkusi : Sulit dinilai
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-).
Abdomen :
Inspeksi : datar dan simetris.
Auskultasi : Bising usus 2x/menit.
Palpasi : Supel, hepar & lien tidak teraba membesar, turgor kulit baik.
Perkusi : timpani di ke 4 kuadran abdomen.
Genitalia : OUE hiperemis (-).
Anorektal : Dalam batas normal, hiperemis perianal (-).
Ekstremitas :
Superior Inferior
Akral Dingin -/- -/-
CRT <2” <2”
Oedem -/- -/-
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
5 maret 2013
Pemeriksaan 5/03/13 Nilai rujukan
Hematologi
Lekosit 8.4 6.0-17.0/ul
Eritrosit 4.4 3.9-5.9/ul
Hemoglobin 11.5 11.5-13.5 g/dL
Hematokrit 34.3 34-40 %
MCV 78.7 76-96 U
7
MCH 26.4 L 27-31 pcg
MCHC 33.5 33.0-37.0 g/dL
Trombosit 303 150-400.103/ul
Laju Endap Darah
LED 1 jam 9 0-15 mm/jam
LED 2 jam 20 0-25 mm/jam
17 maret 2013
Pemeriksaan 17/03/13 Nilai rujukan
Hematologi
Lekosit 4.2 L 6.0-17.0/ul
Eritrosit 4.5 3.9-5.9/ul
Hemoglobin 11.5 11.5-13.5 g/dL
Hematokrit 35.6 34-40 %
MCV 79.8 76-96 U
MCH 25.8 L 27-31 pcg
MCHC 32.3 L 33.0-37.0 g/dL
Trombosit 373 150-400.103/ul
Diff
Netrofil 71.1 H 50-70
Limfosit 24.9 L 25-40
8
Monosit 4.0 2-8
Eosinofil 0 L 2-4
Basofil 0 0-1
Laju Endap Darah
LED 1 jam 12 0-15 mm/jam
LED 2 jam 32 H 0-25 mm/jam
Pemeriksaan Ro thorax 6 maret 2013
Hasil: infiltrat perihiler (+), pembesaran kelenjar getah bening halus (+), COR CTR <0,5
Kesan: primer komplek TB
Sistem skoring
Parameter 0 1 2 3
Kontak TB Tidak
jelas
- Laporan
keluarga,
BTA (-),
tidak
tahu/tidak
jelas
BTA (+)
Uji tuberkulin Negatif - - Positif (≥10 9
mm, atau ≥5
mm pada
keadaan
imunosupresi)
Berat badan/keadaan gizi - BB/TB
<90% atau
BB/U
<80%
Klinis gizi
buruk BB/TB
<70% atau
BB/U < 60%
-
Demam tanpa sebab
yang jelas
- ≥2 minggu - -
Batuk - ≥3 minggu - -
Pembesaran kelenjar
limfe koli, aksila,
inguinal
- ≥1 cm,
jumlah >1,
tidak nyeri
- -
Pembengkakan
tulang/sendi panggul,
lutut, falang
- Ada
pembengka
kan
- -
Foto rontgen toraks Normal/
Tidak jelas
Kesan TB - -
Skor pasien = 6 (ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat pengobatan dengan obat anti
tuberkulosis)
VI. RINGKASAN DATA DASAR
Anamnesis
Pasien diantar ke poliklinik anak RSUD Kardinah pada tanggal 6 maret 2013
dengan terdapat benjolan di bagian leher, di bawah telinga. Benjolan dirasa tidak
nyeri. Benjolan tersebut timbul sudah kurang lebih selama 2 minggu sebelum ke
10
poli. Pada saat ini pasien tidak mengeluhkan adanya demam. Dari pemeriksaan
rontgen didapatkan kesan primer komplek TB.
Pasien mengeluh batuk-batuk sejak 1 minggu sebelum ke poli. Batuk
dirasakan terdapat dahaknya, namun sulit untuk dikeluarkan. 9 hari setelah dari
poli, pasien mengeluh demam. Demam dirasakan naik turun. Ibu pasien memberi
sanmol apabila demam. Namun setelah 2 jam pemberian obat, demam yang sudah
turun kembali naik lagi. Batuk dan pilek masih dirasakan oleh pasien. Dan
benjolan dileher dirasa masih ada tapi tidak terlalu besar seperti pada awalnya.
Keesokan harinya ibu membawa anaknya ke IGD karena keluhan demamnya.
Lalu dari IGD diputuskan untuk dirawat.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien sadar, tampak sakit sedang, dengan
nadi 110x/menit, isi dan tegangan cukup, reguler, equal; suhu 37.7°C; pernafasan
32x/menit. Dengan berat badan 13 kg dan tinggi badan 98cm, kesan perhitungan
status gizi berdasarkan NCHS, pasien mempunyai BB kurang, TB normal dan
status gizi kurang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pembesaran kelenjar getah
bening di leher bagian belakang di bwaha telinga kiri dan pada auskultasi pada
thorax ditemukan ronki di kedua paru. Pada pemeriksaan penunjang thorax di
dapatkan kesan primer komplek TB. Pada sistem skoring didapatkan jumlah 6,
yang kesannya harus ditatalaksana sebagai pasien TB.
VII. DAFTAR PERMASALAHAN
- Batuk
- Pembesaran KGB
- Demam
- Foto thorax: komplek primer TB
- Gizi kurang
VIII. DIAGNOSIS BANDING
- Infeksi paru:
o TB Paru
o Bronkopneumonia
o Bronkitis
- Status Gizi kurang
11
IX. DIAGNOSA KERJA
- Komplek primer TB
- Status gizi kurang
X. PENATALAKSANAAN
- Asering 20 tpm
- Amoxicilin syr 3x1 cth
- PCT 125 mg 3x1
- Ambroxol syr 3x1 cth
- RHZ 75mg/50mg/150mg 2x1
XI. PEMERIKSAAN ANJURAN
1. Pemeriksaan Uji Tuberkulin (Mantoux Test)
2. Pemeriksaan BTA
XII. PROGNOSIS
o Ad Vitam :Dubia ad bonam
o Ad Fungsionam : Dubia ad bonam
o Ad Sanationam :Dubia ad bonam
12
ANALISA KASUS
Pada anamnesis pasien didapatkan bahwa terdapat benjolan di bagian leher belakang, lalu batuk yang sering selama kurang lebih 3 minggu ini, dan berat badan yang kurang. Serta adanya pengakuan dari orangtuanya bahwa nenek pasien menderita batuk yang sudah cukup lama namun tidak dalam pengobatan, dan kemungkinan hal tersebut merupakan sumber pajanan terhadap pasien.
Gambaran klinis tersebut mengarah pada TB paru, dimana ditemukan batuk, barat badan yang sulit naik, dan timbul benjolan di leher bagian belakang Disamping itu pada pemeriksaan fisik juga ditemukan adanya ronki dikedua lapang paru. Dengan berat badan 13 kg dan tinggi badan 98cm, kesan perhitungan status gizi berdasarkan NCHS, pasien mempunyai BB kurang, TB normal dan status gizi kurang. Serta dari pemeriksaan foto rontgen thorax didapatkan kesan primer kompleks TB. Jumlah dari sistem skoring adalah 6 dengan kesan pasien ditangani sebagai pasien TB.
Dikarenakan pada pasien terdapat demam juga, maka sebelumnya bisa didiagnosis banding dengan bronkopneumonia. Bronkopneumonia adalah penyakit infeksi akut saluran nafas bagian bawah dan jaringan paru oleh mikoorganisme yang biasanya terjadi pada bayi dan anak-anak. Peradangan dapat tersebar pada semua bagian lobus paru, umumnya bagian yang terkena dimulai dari bronkhiolus sampai alveolus. Pada anak-anak lokasi peradangan tidak bisa dipastikan selalu atau pasti di lobus itu yang penting dilihat adalah apakah pada foto thorax nya ada gambaran hilus yang menebal, apabila ada maka itu bukan “BP” melainkan proses spesifik paru yang lain. Apabila alveolus terkena radang maka akan terisi oleh nanah dan cairan sehingga kemampuan dari alveolus untuk menyerap oksigen akan terganggu. Hal ini dapat menyebabkan gangguan dalam proses respirasi di paru-paru. Penyakit ini dapat mengenai siapapun dan biasanya pada bayi dan anak-anak dengan daya
13
tahan tubuh yang terganggu, misalnya malnutrisi energi protein ( MEP ), penyakit menahun, trauma pada paru, anesthesia, aspirasi, pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.
Bronkopneumonia lebih sering ditimbulkan oleh infeksi bakteri. Bakteri-bakteri ini menginvasi paru melalui 2 jalur, yaitu dengan Inhalasi melalui jalur trakeobronkial dan Sistemik melalui arteri-arteri pulmoner dan bronkial.
Selain itu bisa juga didiagnosis banding dengan bronkitis, bronkitis suatu peradangan pada cabang tenggorok (saluran udara ke paru-paru). Penyakit bronkitis ini biasanya bersifat ringan dan pada akhirnya akan sembuh sempurna. Batuk biasanya merupakan tanda dimulainya penyakit bronkitis. Pada awalnya batuk tidak berdahak, tetapi 1-2 hari kemudian akan mengeluarkan dahak berwarna putih atau kuning. Selanjutnya dahak akan bertambah banyak, berwarna kuning atau hijau. Pada penyakit bronkitis berat, setelah sebagian besar gejala lainnya membaik, kadang terjadi demam tinggi selama 3-5 hari dan batuk bisa menetap selama beberapa minggu. Sesak napas terjadi jika saluran udara tersumbat. Sering ditemukan bunyi napas mengi, terutama setelah batuk.
TINJAUAN PUSTAKA
TUBERKULOSIS PARU
I. DEFINISI
Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium
Tuberculosis), yang disebut juga basil tahan asam. Sebagian besar kuman TB menyerang
paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
II. EPIDEMIOLOGI
Sejak akhir tahun 1990-an, dilakukan deteksi terhadap beberapa penyakit yang
kembali muncul dan menjadi masalah terutama di negara maju. Salah satu diantaranya adalah
TB. World health organization memperkirakan bahwa sepertiga penduduk dunia (2 miliar
orang) telah terinfeksi oleh M. tuberculosis, dengan angka tertinggi di Afrika, Asia, dan
Amerika Latin.
Tuberkulosis, terutama TB paru, merupakan masalah yang timbul tidak hanya di
negara berkembang, tetapi juga di negara maju. Tuberkulosis tetap merupakan salah satu
penyebab tingginya angka morbiditas dan mortalitas, baik di negara berkembang maupun di
negara maju.
14
III. PREVALEN
Morbiditas dan mortalitas
Laporan mengenai TB anak jarang didapatkan. Diperkirakan jumlah kasus TB anak
per tahun adalah 5-6% dari total kasus TB. Berdasarkan laporan tahun 1985, dari 1261 kasus
TB anak berusia <15 tahun, 63% di antaranya berusia <5 tahun. Pada survey nasionai di
Inggris dan Wales selama setahun pada tahun 1983, didapatkan bahwa 452 anak berusia <15
tahun menderita TB (MRCT-CDU, 1988). Dari Alabama, Amerika, dilaporkan bahwa selama
II (tahun 1983-993) didapatkan 171 kasus TB anak usia <15 tahun. Di negara berkembang,
TB pada anak berusia < 15 tahun adalah 15% dari seluruh kasus TB, sedangkan di negara
maju, angkanya lebih rendah, yaitu 5-7%.
Pada tahun 1989, WHO memperkirakan bahwa setiap tahun terdapat 1,3 juta kasus
baru TB anak, dan 450.000 anak usia <15 tahun meninggal dunia karena TB. Kasus baru
diperkirakan akan meningkat setiap tahun, dari 7,5 juta kasus (143 kasus per 100.000
penduduk) pada tahun 1990, menjadi 8,8 juta kasus (152 kasus per 100.000 penduduk) pada
tahun 1995, menjadi 10,2 juta kasus (163 kasus per 100.000 penduduk) pada tahun 2000, dan
akan mencapai 11,9 juta kasus pada tahun 2005.
Total insidens TB selama 10 tahun, dari tahun 1990-1999, diperkirakan sebanyak
88,2 juta penyandang TB, 8 juta di antaranya berhubungan dengan infeksi HIV. Pada tahun
2000 terdapat 1,8 juta kematian akibat TB, 226.000 di antaranya berhubungan dengan HIV.
Selama tahun 1985-1992, peningkatan TB paling banyak terjadi pada usia 25-44 tahun
(54,5%), diikuti oleh usia 0-4 tahun (36,1%), dan 5-12 tahun (38,1%). Pada tahun 2005,
diperkirakan kasus TB naik 58% dari tahun 1990, 90% di antaranya terjadi di negara
berkembang.
Di Amerika Serikat dan Kanada, peningkatan TB pada anak berusia 0-4 tahun adalah
19%, scdangkan pada usia 5-15 tahun adalah 40%. Di Asia Tenggara, selama 10 tahun,
diperkirakan bahwa jumlah kasus baru adalah 35,1 juta, 8% di antaranya (2,8 juta) disertai
infeksi HIV. Menurut WHO (1994), Indonesia menduduki peringkat ketiga dalam jumlah
kasus baru TB (0,4 juta kasus baru), setelah India (2,1 juta kasus) dan Cina (1,1 juta kasus).
Sebanyak 10% dari seluruh kasus terjadi pada anak berusia < 15 tahun.
IV. FAKTOR RESIKO
15
Terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya infeksi TB maupun timbulnya
penyakit TB pada anak. Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi faktor resiko infeksi dan faktor
resiko progresi infeksi menjadi penyakit (resiko penyakit).
1. Resiko infeksi TB
Faktor resiko terjadinya infeksi TB antara lain adalah anak yang terpajan dengan orang
dewasa dengan TB aktif (kontak TB positif), daerah endemis, kemiskinan, lingkungan yang
tidak sehat (higiene dan sanitasi yang tidak membaik), tempat penampungan umum (panti
asuhan, penjara atau panti perawatan lain) yang banyak terdapat pasien TB dewasa aktif.
Risiko timbulnya transmisi kuman dari orang dewasa ke anak akan lebih tinggi jika pasien
dewasa tersebut mempunyai BTA sputum positif, infiltrat luas atau kavitas pada lobus atas,
produksi sputum banyak dan encer, batuk produktif dan kuat, serta terdapat faktor lingkungan
yang kurang sehat terutama sirkulasi udara yang kurang baik.
Pasien TB anak jarang menularkan kuman pada anak lain atau orang dewasa di sekitarnya.
Hal ini dikarenakan kuman TB sangat jarang ditemukan di dalam sekret endobronkial pasien
anak. Hal tersebut karena:
a. Jumlah kuman pada TB anak biasanya sedikit (paucibacillary), tetapi karena imunitas
anak masih lemah jumlah yang sedikit tersebut sudah mampu menyebabkan sakit.
b. Lokasi infeksi primer yang kemudian berkembang menjadi sakit TB primer biasanya
terjadi di daerah parenkim yang jauh dari bronkus, sehingga tidak terjadi produksi
sputum.
c. Sedikitnya atau tidak ada produksi sputum dan tidak terdapatnya reseptor batuk di daerah
parenkim menyebabkan jarangnya gejala batuk pada TB anak.
2. Resiko sakit TB
Anak yang telah terinfeksi TB tidak selalu akan mengalami sakit TB. Berikut ini adalah
faktor-faktor yang dapat menyebabkan berkembangnya infeksi TB menjadi sakit TB.
a. Usia
Anak berusia ≤ 5 tahun mempunyai risiko lebih besar mengalami progresi infeksi
menjadi sakit TB karena imunitas selulernya belum berkembang sempurna (imatur).
Akan tetapi, risiko sakit TB ini akan berkurang secara bertahap seiring dengan
pertambahan usia. Anak berusia < 5 tahun memiliki risiko lebih tinggi mengalami TB
16
diseminata (seperti TB milier dan meningitis TB). Pada bayi, rentang waktu antara
terjadinya infeksi dan timbulnya sakit TB singkat (kurang dari 1 tahun) dan biasanya
timbul gejala yang akut.
a. Infeksi baru yang ditandai dengan adanya konversi uji tuberkulin (dari negatif menjadi
positif) dalam 1 tahun terakhir.
b. Sosial ekonomi yang rendah, kepadatan hunian, penghasilan yang kurang, pengangguran,
pendidikan yang rendah.
c. Faktor lain yaitu malnutrisi, imunokompromais (misalnya pada infeksi HIV, keganasan,
transplantasi organ dan pengobatan imunosupresi).
d. Virulensi dari M. Tuberculosis dan dosis infeksinya.
V. PATOGENESIS DAN PERJALANAN ALAMIAH
Paru merupakan port d’entree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya
yang sangat kecil, kuman TB dalam droplet nuclei yang terhirup setelah melewati barier
mukosa basil TB akan mencapai alveolus. Pada sebagian kasus, kuman TB dapat dihancurkan
seluruhnya oleh mekanisme imunologis nonspesifik, sehingga tidak terjadi respon imunologis
spesifik. Akan tetapi, pada sebagian kasus lainnya, tidak seluruhnya dapat dihancurkan. Pada
individu yang tidak dapat menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus akan
memfagosit kuman TB yang sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil kuman
TB yang tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang biak di dalam makrofag, dan
akhirnya menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya kuman TB membentuk lesi di tempat
tersebut yang dinamakan fokus ghon (fokus primer).
Melalui saluran limfe kuman akan menyebar menuju kelenjar limfe regional, yaitu
kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini
menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe
(limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di bawah atau tengah, kelenjar limfe
yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahiler, sedangkan jika fokus primer terletak di
apeks paru, yang akan terlibat adalah kelnjar para trakeal. Gabungan antara fokus primer,
limfangitis, dan limfadenitis dinamakan kompleks primer.
Masa inkubasi (waktu antara masuknya kuman dengan terbentuknya komplek primer
secara lengkap) bervariasi antara 4-8 minggu. Pada saat terbentuknya komplek primer inilah,
17
infeksi TB primer terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap
tuberkuloprotein yaitu timbulnya respon positif terhadap uji tuberkulin.
Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru dapat mengalami
salah satu hal sebagai berikut, mengalami resolusi secara sempurna, atau membentuk fibrosis
atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis pengkejuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe
regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya
tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap
selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.
Komplek primer dapat juga mengalami komplikasi yang disebabkan oleh fokus di
paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan
pneumonitis dan pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis pengkejuan yang berat, bagian tengah
lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru
(kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal saat awal
infeksi akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut, sehingga bronkus dapat
terganggu yaitu obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal yang akan
menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru. Dapat juga terjadi obstruksi total yang
menyebabkan atelektasis.
Selama masa inkubasi sebelum terbentuknya imunitas seluler dapat terjadi
penyebaran secara hematogen dan limfogen. Pada penyebaran limfogen kuman menyebar ke
kelenjar limfe regional membentuk komplek primer. Sedangkan pada penyebaran hematogen,
kuman TB masuk kedalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh dan disebut
penyakit sistemik. Penyebaran hematogen sering tersamar (occult hematogenic spread)
sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai
organ di seluruh tubuh dan biasanya yang dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi
baik terutama apek paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut kuman TB akan
bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan
membatasi pertumbuhannya, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman dan bisa terjadi
reaktivasi jika daya tahan tubuh pejamu turun.
18
Bagan patogenesis tuberkulosis.
Catatan:
1. Penyebaran hematogen umumnya terjadi secara sporadik (occult hematogenic spread).
Kuman TB kemudian membuat focus koloni di berbagai organ dengan vaskularisasi yang
baik. Fokus ini berpotensi mengalami reaktivasi di kemudian hari.
2. Kompleks primer terdiri dari fokus primer (1), lirntangitis (2), dan limladenitis regional
(3).
19
3. TB primer adalah proses masuknya kuman TB, terjadinya penyebaran hematogen,
terbentuknya kompleks primer dan imunitas selular spesifik, hingga pasien mengalami
infeksi TB dan dapat menjadi sakit TB primer.
4. Sakit TB pada keadaan ini disebut TB pascaprimer karena mekanismenya bisa melalui
proses reaktivasi fokus lama TB (endogen) atau reinfeksi (infeksi sekunder dan seterusnya)
oleh kuman TB dari luar (eksogen).
VI. DIAGNOSIS
Diagnosis pasti TB ditegakkan dengan menemukan M.TB pada pemeriksaan sputum
atau bilasan lambung, cairan cerebrospinal, cairan pleura atau pada biopsi jaringan. Jumlah
kuman TB di sekret bronkus pasien anak lebih sedikit daripada dewasa karena lokasi
kerusakan jaringan TB paru primer terletak di kelenjar limfe hilus dan parenkim paru bagian
perifer. Selain itu tingkat kerusakan parenkim paru tidak seberat pada dewasa. Kuman BTA
baru dapat dilihat dengan mikroskop bila jumlahnya paling sedikit 5.000 kuman dalam 1 ml
dahak.
Kesulitan kedua, pengambilan spesimen/sputum sulit dilakukan. Pada anak, walaupun
batuknya berdahak, biasanya dahak akan ditelan sehingga diperlukan bilasan lambung yang
diambil melalui NGT. Dahak yang representatif untuk dilakukan pemeriksaan mikroskopis
adalah dahak yang kental dan purulen, berwarna hijau kekuningan dengan volume 3-5 ml.
Karena alasan di atas, diagnosis TB anak bergantung pada penemuan klinis dan
radiologis yang keduanya seringkali tidak spesifik. Kadang-kadang TB anak ditemukan
karena adanya TB dewasa di sekitarnya. Diagnosis TB anak ditentukan berdasarkan
gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang seperti uji tuberkulin positif, dan foto paru yang
mengarah pada TB (sugestif TB) merupakan bukti kuat yang menyatakan anak telah sakit
TB.
Selain itu, manifestasi klinis TB sangat bervariasi tergantung padaa beberapa faktor
yaitu jumlah kuman, virulensi kuman dan daya tahan tubuh host. Manifestasi klinis TB dibagi
2 yaitu manifestasi klinis dan manifestasi spesifik organ. Yang termasuk manifestasi klinis
antara lain; 1) deman lebih dari 2 minggu dengan penyebab yang tidak jelas yang dapat
disertai keringat malam hari, 2) nafsu makan tidak ada (anoreksia) yang dapat disertai
20
penurunan berat badan, 3) batuk lama lebih dari 3 minggu, 4) malaise dan 5) diare persisten
yang tidak sembuh dengan pengobatan baku diare. Sedangkan yang termasuk manifestasi
spesifik organ antara lain; 1) TB kelenjar superfisial yang paling banyak mengenai kelenjar
kolli, 2) Tuberkulosis otak dan saraf (menigitis Tb dan tuberkuloma), 3) tuberkulosis skeletal
(spondilitis, gonisitis), 4) tuberkulosis kulit (skrodulodermal).
Kesulitan dalam mendiagnosis TB anak karena gejalanya tidak khas, dibuatlah sistem
skoring yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai. Pembobotan
tertinggi ada pada uji tuberkulin dan adanya kontak TB dengan BTA positif, karena
berdasarkan penelitian akan menularkan sekitar 65% orang di sekitarnya.
Berikut tabel sistem skoring gejala dan pemeriksaan penunjang TB
Parameter 0 1 2 3
Kontak TB Tidak
jelas
- Laporan
keluarga,
BTA (-),
tidak
tahu/tidak
jelas
BTA (+)
Uji tuberkulin Negatif - - Positif (≥10
mm, atau ≥5
mm pada
keadaan
imunosupresi)
Berat badan/keadaan gizi - BB/TB
<90% atau
BB/U
<80%
Klinis gizi
buruk BB/TB
<70% atau
BB/U < 60%
-
Demam tanpa sebab
yang jelas
- ≥2 minggu - -
Batuk - ≥3 minggu - -
21
Pembesaran kelenjar
limfe koli, aksila,
inguinal
- ≥1 cm,
jumlah >1,
tidak nyeri
- -
Pembengkakan
tulang/sendi panggul,
lutut, falang
- Ada
pembengka
kan
- -
Foto rontgen toraks Normal/
Tidak jelas
Kesan TB - -
Keterangan : anak didiagnosis TB jika jumlah skor ≥6, ( skor maksimal 13).
VII.PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Uji Tuberkulin
Tuberkulin adalah komponen protein kuman TB yang mempunyai sifat antigenik yang kuat.
Jika disuntikkan secara intrakutan kepada seseorang yang telah terinfeksi TB (telah ada
kompleks primer dalam tubuhnya dan telah terbentuk imunitas selular terhadap TB), maka
akan terjadi reaksi berupa indurasi di lokasi suntikan. Indurasi ini terjadi karena vasodilatasi
lokal, edema, endapan fibrin dan terakumulasinya sel-sel inflamasi di daerah suntikan.
Ukuran indurasi dan bentuk reaksi tuberkulin tidak dapat menentukan tingkat aktivitas dan
beratnya proses penyakit.
Uji tuberkulin cara Mantoux dilakukan dengan menyuntikkan 0,1 ml PPD RT-232TU
atau PPD S 5TU, secara intrakutan di bagian volar lengan bawah. Pembacaan dilakukan 48—
72 jam setelah penyuntikan. Pengukuran dilakukan terhadap indurasi yang timbul, bukan
hiperemi/eritemanya. Indurasi diperiksa dengan cara palpasi untuk menentukan tepi
indurasi, ditandai dengan pulpen, kemudian diameter transversal indurasi diukur dengan alat
pengukur transparan, dan hasilnya dinyatakan dalani milimeter. Jika tidak timbul indurasi
sama sekali, hasilnya dilaporkan sebagai 0 mm, jangan hanya dilaporkan sebagai negative.
Secara umum, hasil uji tuberkulin dengan diameter indurasi > 10 mm dinyatakan positif tanpa
menghiraukan penyebabnya.
22
Pada anak balita yang telah mendapat BCG, diameter indurasi 10—15 mm dinyatakan
uji tuberkulin positif, kemungkinan besar karena infeksi TB alamiah, tetapi masih mungkin
disebabkan oleh BCGnya. Akan tetapi, bila ukuran indurasi >15 mm, hasil positif ini sangat
mungkin karena infeksi TB alamiah. Pada keadaan tertentu, yaitu tertekannya sistem imun
(imunokompromais), maka cut off-point hasil positif yang digunakan adalah ≥5 mm.
Uji tuberkulin positif dapat dijumpai pada tiga keadaan sebagai berikut:
1. Infeksi TB alamiah
a. infeksi TB tanpa sakit TB (infeksi TB laten)
b. infeksi TB dan sakit TB
c. TB yang telah sembuh.
2. lmunisasi BCG (infeksi TB buatan).
3. Infeksi mikobakterium atipik.
Uji tuberkulin negatif dapat dijumpai pada tiga keadaan berikut:
1. Tidak ada infeksi TB.
2. Dalam masa inkubasi infeksi TB.
3. Anergi.
2. Radiologis
Gambaran foto toraks pada TB tidak khas; kelainan-kelainan radiologis pada TB dapat juga
dijumpai pada penyakit lain. Sebaliknya, foto toraks yang normal (tidak terdetek secara
radiologis) tidak dapat menyingkirkan diagnosis TB jika klinis dan pemeriksaan penunjang
lain mendukung. Secara umum gambaran radiologis yang sugestif TB adalah : pembesaran
kelenjar hilus dengan/tanpa infiltrate, konsolidasi segmental, milier, kalsifikasi dengan
infiltrate, atelektasis, infiltrate, efusi pleura, tuberkuloma.
23
3. Mikrobiologis
Diagnosis pasti TB ditegakkan bila ditemukan kuman TB pada pemeriksaan mikrobiologis.
pemeriksaan mikrobiologis yang dilakukan terdiri dari dua macam: pemeriksaan
mikrobiologis apusan langsung untuk BTA dan pemeriksaan biakan kuman M. tubercuosis
VIII. TATALAKSANA TB PADA ANAK
Beberapa hal penting dalam penatalaksanaan TB anak adalah:
Obat TB diberikan dalam paduan obat tidak boleh diberikan dalam monoterapi
Pemberian gizi yang kuat
Mencari penyakit penyerta dan jika ada ditatalaksana secara simultan.
Tatalaksana medikamentosa TB anak terdiri dari terapi (pengobatan) dan profilaksis
(pencegahan). Terapi TB diberikan pada anak yang sakit TB, sedangkan profilaksis TB
diberikan pada anak yang kontak TB (profilaksis primer atau anak yang terinfeksi TB tanpa
sakit TB (profilaksis sekunder)).
Paduan Obat Terapi TB Anak
Prinsip dasar terapi TB adalah minimal 3 macam obat dan diberikan dalam waktu
relatif lama (6-12 bulan). Pengobatan TB dibagi dalam 2 fase yaitu fase intensif (2 bulan
pertama) dan sisanya sebagai fase lanjutan (4 bulan kecuali pada TB berat). Pemberian
paduan obat ini ditujukan untuk mencegah terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh
kuman intraseluler dan ekstraseluler. Sedangkan pemberian obat jangka panjang selain untuk
membunuh kuman juga untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kekambuhan. OAT
diberikan setiap hari dengan paduan obat yaitu rifampisin, isoniazid dan pirazinamid. Pada
fase intensif diberikan rifampisin, isoniazid dan pirazinamid. Sedangkan pada fase lanjutan
diberikan rifampisin dan isoniazid. Untuk kasus TB tertentu yaitu : TB milier, efusi pleura
TB, perikarditis TB, TB endobronkial, meningitis TB, dan peritonitis TB diberikan
kortikosteroid (prednison) dengan dosis 1-2 mg/kg BB/hari, dibagi 3 dosis. Lama pemberian
kortikosteroid adalah 2-4 minggu dengan dosis penuh dilanjutkan taffering off dalam jangka
waktu yang sama. Tujuan pemberian steroid adalah untuk mengurangi proses inflamasi dan
mencegah terjadinya perlekatan jaringan.
24
Berikut tabel dosis OAT yang biasa digunakan.
Nama obat Dosis harian
(mg/kgBB/hari)
Dosis
maksimal
(mg/hari)
Efek samping
Isoniazid 5-15 300 Hepatitis, neuritis perifer,
hipersensitivitas
Rifampisin 10-20 600 Gastrointestinal, reaksi kulit,
hepatitis, trombositopenia,
peningkatan enzim hati, cairan
tubuh berwarna oranye kemerahan.
Pirazinamid 15-30 2000 Toksisitas hepar, artralgia,
gastrointestinal
Etambutol 15-20 1250 Neuritis optik, ketajaman mata
berkurang, buta warna merah hijau,
hipersensitivitas, gastriintestinal
Streptomisin 15-40 1000 Ototoksisk, nefrotoksik
Untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan yang relatif lamadengan
jumlah obat yang banyak, paduan OAT disediakan dalam bentuk Kombinasi Dosis
Tepat/Fixed dose Combination.
Tablet KDT untuk anak tersedia dalam 2 macam tablet, yaitu:\
Tablet RHZ yang merupakan tablet kombinasi dari R (Rifampisin), H (Isoniazid), dan
Z (Pirazinamid) yang digunakan dalam tahan intensif
Tablet RH yang merupakan tablet kombinasi dari R (Rifampisin) dan H 9Isoniazid)
yang digunakan pada tahap lanjutan.
Jumlah tablet KDT yang diberikan harus disesuaikan dengan berat badan anak dan
komposisi dari tablet KDT tersebut.
25
Tablet berikut ini adalah contoh dari dosis KDT yang komposisi tablet RHZ adalah
R=75mg, H=50mg, Z=150mg dan komposisi tablet RH adalah R=75mg dan H=50mg.
BERAT BADAN (kg) 2 BULAN TIAP HARI
RHZ (75/50/150)
4 BULAN TIAP HARI
RH (75/50)
5-9 1 tablet 1 tablet
10-14 2 tablet 2 tablet
15-19 3 tablet 3 tablet
20-32 4 tablet 4 tablet
26
DAFTAR PUSTAKA
Hardiono, dkk. 2005. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak.Ed.I. 2004. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI.
Setyanto Budi,D., 2008. Buku Ajar Respirologi Anak Ed.1 . Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Jakarta
WHO Indonesia. 2008. Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Rujukan
Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota. Alih bahasa: Tim Adaptasi Indonesia.
Jakarta: Depkes RI.
27