sptl neonatus 2011 revisi

Upload: jemmy-sie

Post on 07-Aug-2018

231 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • 8/20/2019 Sptl Neonatus 2011 Revisi

    1/51

     

    1

    Daftar isi:

    1.  Asfiksia neonatorum

    2.  Bblr

    3.  Infeksi pada neonatus

    4.  Meningitis neonatorum

    5.  Gastroenteritis

    .  Bp

    !.  "mp#alitis

    $.  "ptalmia gonorroika neonatorum

    %.  &ind ga'at nafas pd neonatus

    1(. )neumotora*

    11.  Ikterus neonatorum

    12. +nterokolitis nekrotikans

    13. )erdara#an paru

    14. ,ipoglikemia neonatorum

    15. -eang pd neonatal

    1. /eas akibat persalinan

    1!. 0eonatal #epatitis

    1$. -elainan beda# pd neonatal

    1%. -elainan pd sendi dan ekstremitas

  • 8/20/2019 Sptl Neonatus 2011 Revisi

    2/51

     

    2

    DEPARTEMEN IKA

    RSMH

    PALEMBANG

    ASFIKSIA NEONATORUM Kode ICD : P 21.9

    No Dokumen No Revisi Halaman

    1/6

    Panduan Praktek

    Klinis

    Tanggal Revisi Ditetapkan oleh,

    Ketua Divisi Perinatologi

    dr. Herman Bermawi, Sp.A(K)

    Definisi: Kegagalan bernapas spontan dan teratur segera setelah lahir

    Etiologi:   Faktor ibu: diabetes mellitus, hipertensi dalam kehamilan, hipertensi

    kronik, anemia, perdarahan antepartum, infeksi sistemik, gagal jantung, gagal ginjal, polihidramnion, oligohidramnion.

      Faktor persalinan: persalinan dengan tindakan, korioamnionitis,

    kelainan letak, partus lama, ketuban pecah dini, inersia uteri, air

    ketuban bercampur mekoneum, penggunaan anestesi umum,

    penggunaan narkotik ≤4 jam sebelum persalinan.

      Faktor janin: prematuritas, postmaturitas, malformasi janin, gerakan

     janin berkurang, bradikardi janin, prolaps tali pusat, trauma lahir, dan

    sebagainya.

    Patogenesis: Gangguan pertukaran O2  dan CO2    hipoksia dan hiperkarbia  

    asidosis metabolik, hipoglikemia, syok, ensefalopati hipoksik iskemik,

    gagal ginjal, gagal jantung dan edema otak   defisit neurologik,

    kemunduran intelektual, kematian.

    Bentuk Klinis: Berdasarkan derajat berat ringannya: asfiksia ringan, asfiksia sedang

    dan asfiksia berat.

    Anamnesis: Keadaan ibu, masa gestasi/perkiraan persalinan, gawat janin → 

    perkiraan asfiksia.

    Cara persalinan, riwayat kelahiran langsung menangis atau tidak.

    Pemeriksaan Fisis:  Dinilai appearance  (warna kulit), pulse   (denyut jantung), grimace  (mimik

    wajah), activity  (tonus otot), respiratory effort  (usaha nafas) pada menit 1

    dan 5, kalau perlu sampai menit 20 sesuai dengan kondisi bayi.

    Penilaian bersama dengan langkah-langkah resusitasi. Sambil

    melakukan resusitasi menilai APGAR 1 menit, 5 menit, dan 10 menit.

    Setelah selesai resusitasi dipantau fungsi vital (nadi, pernafasan,

  • 8/20/2019 Sptl Neonatus 2011 Revisi

    3/51

     

    3

    kesadaran dan pengukuran miksi), mencari komplikasi dan penyakit

    penyerta (anamnesis kehamilan/persalinan) serta pemeriksaaan fisik

    bayi.

    Kriteria Diagnosis: Berdasarkan nilai APGAR 1 menit :

    8 – 10 : tidak asfiksia

    5 – 7 : ringan

    3 – 4 : sedang

    0 – 2 : berat

    Pemeriksaan

    Penunjang: 

    Glukosa darah, hemoglobin, leukosit, diff. count, serta pemeriksaan lain

    atas indikasi (foto thoraks, ECG,USG).

    Tatalaksana:Sebelum melakukan langkah awal resusitasi lakukan penilaian awal:1. Apakah cairan amnion atau kulit bersih mekoneum?

    2. Apakah bayi bernapas atau menangis?

    3. Apakah tonus otot baik?

    4. Apakah bayi cukup bulan?

    Bila ada jawaban “tidak“ dari kelima pertanyaan ini maka langkah awal

    resusitasi harus dimulai, sedangkan bila semua jawaban “ya“ maka bayi

    tersebut hanya dilakukan perawatan rutin saja (jaga kehangatan,

    bersihkan jalan napas dan keringkan).

    Langkah Awal Resusitasi:Letakkan bayi di meja resusitasi dengan alat pemancar panas,

    keringkan, letakkan pada posisi yang benar, lakukan penghisapan (bila

    perlu), rangsangan taktil dan nilai: pernapasan frekuensi jantung dan

    warna kulit.

    Ventilasi Tekanan Positip:

    Ventilasi tekanan positip dapat diberikan dengan balon resusitasi dan

    sungkup atau dengan balon resusitasi dan intubasi endotrakheal (ETT).

      Indikasi:

    Bila bayi apnu/megap-megap atau bernapas tetapi frekuensi jantung

  • 8/20/2019 Sptl Neonatus 2011 Revisi

    4/51

     

    4

      Frekuensi Jantung: Tindakan:

    •  Di atas 100 ................. 1. Bila napas spontan, VTP hentikan

    bertahap, lakukan stimulasi taktil danO2 aliran bebas

    2. Bila tidak bernapas, atau megap-

    megap lanjutkan ventilasi

    •  60-100 ........................ Lanjutkan ventilasi, periksa

    kesempurnaan ventilasi (gerakan dinding

    dada?, bunyi napas adekuat?, oksigen

    100%?)

    •  Di bawah 60 ................ 1. Lanjutkan ventilasi

    2. Mulai kompresi dada

      Evaluasi:

    Terdapat 3 tanda perbaikan pada bayi yang dilakukan ventilasi, yaitu

    frekuensi jantung meningkat >100 kali per menit, perbaikan warna

    kulit dan bernapas spontan.

    Bila gagal lanjutkan ventilasi sambil memeriksa apakah letak sungkup

    sudah benar, posisi kepala baik dan aliran oksigen 100% dan

    mulailah penekanan dada, bila frekuensi jantung di bawah 60 kali per

    menit.

    Kompresi Dada:

      Indikasi:

    Frekuensi jantung

  • 8/20/2019 Sptl Neonatus 2011 Revisi

    5/51

     

    5

    Intubasi Endotrakeal:

    •  Ventilasi tekanan positip dapat diberikan dengan balon resusitasi dan

    sungkup atau dengan balon resusitasi dan intubasi endotrakheal(ETT) bila VTP dengan balon dan sungkup kurang efektif.

    •  Indikasi intubasi endotrakeal adalah sebagai berikut:

      Bila terdapat mekoneum dan bayi mengalami depresi napas, tonus

    otot atau denyut jantung maka intubasi dilakukan pada

    kesempatan pertama (perlu melakukan penghisapan melalui

    trakhea untuk mengeluarkan mekoneum), sebelum memulai

    tindakan resusitasi yang lain.

      Bila VTP dengan balon dan sungkup tidak efektif (tidak

    mengembangkan dada) atau membutuhkan pemberian VTP agak

    lama, dicurigai ada hernia diafragmatika, pemberian surfaktan danbayi berat sangat sangat rendah (berat lahir kurang dari 1.000

    gram).

      Bila perlu kompresi dada, intubasi memudahkan koordinasi

    kompresi dada dan ventilasi dan memaksimalkan efisiensi VTP.

    Obat-Obatan:

    Obat-obatan baru diperlukan pada resusitasi neonatus bila tidak

    memberikan respon dengan pemberian ventilasi yang adekuat dengan

    oksigen 100 % dan kompresi dada.

    •  Epinefrin   Indikasi:

    -  Frekuensi jantung tetap di bawah 60 kali per menit walaupun

    telah dilakukan paling sedikit 30 detik ventilasi adekuat dengan

    oksigen 100% dan penekanan dada.

    -  Frekuensi jantung nol. Bila detak jantung tidak dapat dideteksi,

    epinefrin harus diberikan segera pada saat yang sama dengan

    VTP dan penekanan dada dimulai.

      Pemberian:

    Dosis 0,1-0,3 ml/kgBB epinefrin 1:10.000 intravena atau ETT,

    dapat diulang setiap 3-5 menit bila frekuensi jantung kurang dari 60kali per menit.

    •  Natrium bikarbonat

      Indikasi:

    Setelah 5 menit dilakukan VTP dan kompresi dada serta

    pemberian adrenalin belum ada pernapasan spontan atau apnu

    lama yang tidak memberikan respon terhadap terapi lain.

  • 8/20/2019 Sptl Neonatus 2011 Revisi

    6/51

     

      Pemberian:

    Dosis 2 mEq/kgBB, iv, perlahan-lahan (1 mEq/kgBB/menit).

    -  Bila bayi tidak memberikan respon terhadap resusitasi dan ada bukti

    kehilangan darah maka indikasi pemberian cairan penambah volume

    darah, yaitu garam fisiologis atau ringer laktat dengan dosis 10

    ml/kgBB.

    -  Bila ibu mendapat morphin atau petidin dalam waktu 4 jam terakhir

    dan tidak ada usaha napas, tetapi frekuensi jantung dan kulit normal

    langsung diberikan Nalokson 0,1 mg/kgBB intravena melalui vena

    umbilikalis atau pipa endotrakeal.

    -  Ingatlah, walaupun didapatkan frekuensi jantung nol, penekanan dan

    ventilasi harus dilanjutkan sampai diambil keputusan medik untuk

    menghentikan tindakan resusitasi.

    -  Resusitasi dihentikan bila semua langkah dilakukan dengan baik

    selama 15 menit frekuensi jantung tetap nol.

    Tindak Lanjut:

      Observasi tanda-tanda vital.

      Awasi komplikasi: hipoglikemia ( jittery, iritabel   hipotonia, muntah,

    sianosis), asidosis metabolik (pernapasan cepat dan dalam),

    hipokalsemia (iritabel, kejang, tremor), infeksi, gagal ginjal, edema

    otak dan SGNN. Bila ditemui tatalaksana sesuai dengan standar

    profesinya.

      Bila mendapat IVFD, pada asfiksia sedang dan berat dilakukan

    retriksi cairan (¾ kebutuhan). Jika dilakukan pernapasan dengan bag

    selama ½ jam tidak muncul pernapasan spontan, dilakukan

    pernapasan mekanis. Cari penyakit penyerta/penyebab.

    Indikasi Rawat:

    Semua asfiksia berat, asfiksia sedang dengan pernapasan tidak pulih

    menjadi normal setelah resusitasi awal.

    Indikasi Pulang:

    Tidak sesak, dengan frekuensi napas 40-60 kali per menit. Tidak ada

    tanda-tanda infeksi dan bisa minum secara adekuat.

    Edukasi: 

    Penjelasan mengenai komplikasi jangka panjang dan jangka pendek dari

    asfiksia neonatorum.

    Penjelasan mengenai faktor risiko asfiksia neonatorum.

  • 8/20/2019 Sptl Neonatus 2011 Revisi

    7/51

     

    !

    Komplikasi: Asidosis metabolik, hipoglikemia, hipokalsemia, ensefalopati hipoksik

    iskemik, gagal jantung, gagal ginjal, serta defisit neurologik.

    Prognosis: Asfiksia berat kematian ± 20%, yang hidup dengan sequele : gangguan

    intelektual, defisit neurologis dan epilepsi.

    Kepustakaan 1. MacDonald MG,Mullet MD, Seshia M, Avery’s Neonatology.

    Pathophysiology & Managementof the Newborn. Edisi 6, Lippincott

    William & Walkins, 2005.

    2. Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A. Buku Ajar

    Neonatologi. Edisi 1, Badan Penerbit IDAI, 2008.

    3. Gomella TL, Cunningham MD,Eyal FG, Zenk KE, Neonatology. Edisi

    5, Lange McGraw Hill, 2003.

    4. Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR, Manual of Neonatal care.

    Edisi 6,Lippincott William & Walkins, 2008

    5. Fanaroff and Martin’s Neonatal-Perinatal Medicine. Edisi 8, MosbyElsevier, 2006.

    6. Chair I, Marnoto BW, Rifaii RF, Buku Panduan Resusitasi Neonatus

    Edisi 5, AAP, 2006.

    7. Levene MI, Tudehope Di, Sinha S, Essential Neonatal Mediceine,

    Edisi 4, BalckwellPublishing, 2008.

  • 8/20/2019 Sptl Neonatus 2011 Revisi

    8/51

     

    $

    Lampiran I: Algoritme Resusitasi Bayi Baru Lahir

    - T idak ada mekonium

    - Bernafas atau menangis?

    - To nus otot baik?- Cukup Bula n?

    Perawatan Rut in- B er i keha ngatan

    - Be rsihkan jalan nafas- Ker ingkan

    - N i lai warna ku li t

    - Jaga ha ngat

    - Po sisi, bersihka n jalan

    na fas * (bi la pe r lu)- K eringk an, ran gsangan,

    repos is i- B er ikan O 2 (bila perlu)

    Perawatan

    suportif

    Perawatan

    Lanjut

    * V T P

    Komp resi Dada

    *Be r ikan epinefr in(d apat diulang t iap 3-5 m eni t)

    *V en ti las i Tekanan

    P osi t i f (VT P)

    Evaluas i napas , de nyut

     ja ntu ng da n wa rna ku l it

    - Sianos is :Ber i t am bahan O 2 

    - T etap sianos is

    Ventilasi

    B a y i L a h ir

    Y a

    Tidak

    30 d et ik

    B e r n a p a s

    FJ>100

    A pnea at au

    FJ 6 0  FJ

  • 8/20/2019 Sptl Neonatus 2011 Revisi

    9/51

     

    %

    DEPARTEMEN IKA

    RSMH PALEMBANG

    BAYI BERAT LAHIR RENDAH Kode ICD : P 07.1

    No Dokumen No Revisi Halaman:1/5

    Panduan Praktek

    Klinis

    Tanggal Revisi Ditetapkan oleh,

    Ketua Divisi Perinatologi

    dr. Herman Bermawi Sp.A(K)

    Definisi:   Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat badan

    lahir kurang dari 2.500 gram tanpa memandang masa gestasi.

      Berat badan lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 jam

    setelah lahir.

      Bila berat badan lahir kurang dari 1.500 gram digolongkan dalamBayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR).

    Etiologi: a. Faktor Ibu

    Hipertensi (esensial, renal, kehamilan), kelainan kardiovaskuler

    (diabetes mellitus, kelainan jantung, kelainan ginjal), perokok dan

    alkoholisme, kecanduan obat, malnutrisi, kelainan uterus

    inkompetensi cerviks, infeksi saluran kemih, ketuban pecah dini.

    b. Faktor Plasenta

    Kelainan plasenta (insersi plasenta yang abnormal, fibrosis, infark),

    abrupsio plasenta, plasenta previa.

    c. Faktor JaninInfeksi (rubella, toksoplasma, cytomegalovirus ), kelainan kromosom

    (trisomi 13, 18 dan 21, sindrom Turner), cacat bawaan, arteri

    umbilikalis tunggal, polihidranmion, kehamilan kembar

    Patogenesis: Gangguan sirkulasi utero plasenta  gangguan asupan nutrisi ke janin

     BBLR.

    Bentuk Klinis

    (Klasifikasi):

    Berdasarkan berat lahir

    Berat lahir kurang dari 1000 gr : bayi berat lahir amat sangat rendah

    Berat lahir kurang dari 1500 gr : bayi berat lahir sangat rendah

    Berat lahir kurang dari 2500 gr : bayi berat lahir rendah

    Berdasarkan usia gestasi BBLR dibedakan:1. Prematur : usia gestasi kurang dari 37 minggu.

    2. Aterm : 37 minggu atau lebih.

    Berdasarkan berat lahir dan usia gestasi maka BBLR dapat

    diklasifikasikan menjadi SMK (sesuai masa kehamilan), KMK (kecil

    masa kehamilan), atau BMK (besar masa kehamilan).

    Anamnesis:  Keadaan ibu selama hamil (sesuai dengan faktor etiologi), masa

  • 8/20/2019 Sptl Neonatus 2011 Revisi

    10/51

     

    1(

    gestasi.

    Pemeriksaan fisis:  Pemeriksaan fisis lengkap bayi baru lahir. Pemeriksaan skor Balard

    untuk menilai usia gestasi, dan diplot pada kurva Lubchenco untuk

    menilai kesesuaian berat lahir dengan usia gestasi.

    Kriteria Diagnosis: Berdasarkan berat lahir dan usia gestasi diklasifikasikan sesuai

    dengan klasifikasi di atas.

    Diagnosis: -  Timbang berat bayi

    -  Tentukan masa gestasi (hari pertama haid terakhir, Skor Ballard)

    -  Tentukan bayi sesuai masa kehamilan atau kecil masa kehamilan

    dengan menggunakan kurve pertumbuhan dan perkembangan intra

    uterin dari Battalgia dan Lubchenco

    ••••  Masa gestasi

  • 8/20/2019 Sptl Neonatus 2011 Revisi

    11/51

     

    11

    Kebutuhan CairanKebutuhan CairanKebutuhan CairanKebutuhan Cairan::::

      Hari ke 1 : 80 cc/kgBB/24 jam  Hari ke 2 : 100 cc/kgBB/24 jam

      Hari ke 3 : 120 cc/kgBB/24 jam

      Hari ke 4 : 130 cc/kgBB/24 jam

      Hari ke 5 : 135 cc/kgBB/24 jam

      Hari ke 6 : 140 cc/kgBB/24 jam

      Hari ke 7 : 150 cc/kgBB/24 jam

      Hari ke 8 : 160 cc/kgBB/24 jam

      Hari ke : 165 cc/kgBB/24 jam

      Hari ke 10 : 170 cc/kgBB/24 jam

      Hari ke 11 : 175 cc/kgBB/24 jam

      Hari ke 12 : 180 cc/kgBB/24 jam

      Hari ke 13 : 10 cc/kgBB/24 jam

      Hari ke 14 : 200 cc/kgBB/24 jam

    -  Hari kedua diberi protein 1 gram/kgBB/hari, dinaikkan perlahan-

    lahan 1½ gram, 2 gram, 2½ gram, 3 gram/kgBB/hari.

    -  Pada bayi tanpa RDS (RR

  • 8/20/2019 Sptl Neonatus 2011 Revisi

    12/51

     

    12

    b. Awasi komplikasi yang mungkin timbul: hipotermia, hipoglikemia,

    hipokalsemia, polisitemia, hiperbilirubinemia, perdarahan peri-intra

    ventrikuler, perdarahan paru dan enterokolitis nekrotikan dan

    infeksi.

    c. Pastikan komplikasi yang dicurigai dengan pemeriksaan penunjang

    -  USG transfontanela (perdarahan peri-intra ventrikuler)

    -  Dekstro stick (hipoglikemia)

    -  Hematokrit (polisitemia)

    -  Kadar bilirubin

    -  Darah rutin dan CRP (infeksi)

    Indikasi Pulang:

    Bayi sudah dapat minum secara adekuat sesuai dengan kebutuhan

    dan tidak ada komplikasi.

    Edukasi: 

    Penjelasan mengenai komplikasi jangka panjang dan jangka pendek

    dari BBLR

    Komplikasi:  Hipotermia

    Hipoglikemia

    Infeksi

    PPIV

    NEC

    Prognosis:  Pada BBLR murni (BBLR karena prematuritas) prognosis semakin

    buruk bila usia gestasi semakin muda.

    Kepustakaan 1. MacDonald MG,Mullet MD, Seshia M, Avery’s Neonatology.

    Pathophysiology & Managementof the Newborn. Edisi 6,

    Lippincott William & Walkins, 2005.

    2. Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A. Buku Ajar

    Neonatologi. Edisi 1, Badan Penerbit IDAI, 2008.

    3. Gomella TL, Cunningham MD,Eyal FG, Zenk KE, Neonatology.Edisi 5, Lange McGraw Hill, 2003.

    4. Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR, Manual of Neonatal care.

    Edisi 6,Lippincott William & Walkins, 2008

    5. Fanaroff and Martin’s Neonatal-Perinatal Medicine. Edisi 8, Mosby

    Elsevier, 2006.

    6. Chair I, Marnoto BW, Rifaii RF, Buku Panduan Resusitasi

    Neonatus Edisi 5, AAP, 2006.

    7. Levene MI, Tudehope Di, Sinha S, Essential Neonatal Mediceine,

    Edisi 4, BalckwellPublishing, 2008.

  • 8/20/2019 Sptl Neonatus 2011 Revisi

    13/51

     

    13

    DEPARTEMEN IKA

    RSMH PALEMBANG

    INFEKSI PADA NEONATUS Kode ICD : P 38

    No Dokumen No Revisi Halaman : 1/ 3

    Panduan Praktek

    Klinis

    Tanggal Revisi Ditetapkan oleh,

    Ketua Divisi Perinatologi

    dr. Herman Bermawi Sp.A(K)

    Definisi: o  Tersangka infeksi adalah keadaan yang merupakan predisposisi

    untuk infeksi adalah:

    •  Suhu ibu >38oC

    •  Leukosit ibu >25.000/mm3 

    •  Air ketuban keruh dan bau busuk

    •  Ketuban pecah >12 jam

    •  Partus kasep

    o  Sepsis neonatorum adalah sindroma klinis dari infeksi sistemikpada bayi yang terjadi dalam bulan pertama kehidupan 

    Etiologi: Bakteri, virus dan jamur. Tersering bakteri, jenis bakteri penyebab

    bervariasi tergantung tempat dan waktu

    Patogenesis:  Infeksi dapat terjadi intrauterine melalui sirkulasi darah ibu janinmelewati plasenta yang sebelumnya telah terjadi korioamnionitis atau

    pada saat persalinan atau paska lahir dengan kulit, saluran napas,

    konjungtiva, saluran cerna dan umbilikus menjadi tempat kolonisasi

    kuman yang ada di sekitar, yang dapat berlanjut menjadi sepsis awitan

    lambat karena invasi mikroorganisme.

    Bentuk Klinis: Tersangka infeksi, klinis sepsis, sepsis.

    Anamnesis dan

    Pemeriksaan Fisis: 

    Didapatkan gejala sepsis yang terdiri atas:

    •  Gejala umum: bayi tampak lemah, terdapat gangguan minum yang

    disertai penurunan berat badan, keadaan umum memburuk

    hipotermi/hipertermi

    •  Gejala SSP: letargi, iritabilitas, hiporefleks, tremor, kejang,

    hipotoni/hipertoni, serangan apnea, gerak bola mata tidak

    terkoordinasi.

    •  Gejala pernapasan: dispnu, takipnu, apnu, dan sianosis

    •  Gejala TGI: muntah, diare, meteorismus, hepatomegali

    •  Kelainan kulit: purpura, eritema, pustula, sklerema

  • 8/20/2019 Sptl Neonatus 2011 Revisi

    14/51

     

    14

    •  Kelainan sirkulasi: pucat/sianosis, takikardi/aritmia, hipotensi,

    edema, dingin.

    •  Kelainan hematologi: perdarahan, ikterus, purpura

    Kriteria Diagnosis: Didapatkan gejala sepsis dan pemeriksaan laboratoris

    Hasil laboratorium yang membantu untuk diagnosis sepsis adalah bila

    ditemukan lebih dari satu hasil laboratorium di bawah ini:

      Lekosit 34.000/mm3 

      I/T ratio 0,2 atau lebih

      Mikro LED >15 mm/jam

      CRP (+) >9 mg/dl

    Differensial

    Diagnosis:

    Sepsis neonatorum 

    Meningitis

    PemeriksaanPenunjang: 

    Darah : Hb, lekosit, diff. count, trombosit, mikro LED, dan kulturLCS : Protein, sel diff. count, pengecatan gram dan kultur

    Tatalaksana: Tersangka Infeksi:

    •  Pada bayi langsung diberikan Ampisilin 100 mg/kgBB/hari i.v.

    dibagi 2 dosis dan Gentamisin 2½ mg/kgBB/18 jam i.v. 1 dosis,

    untuk bayi cukup bulan dan 2½ mg/kgBB/24 jam i.v. 1 dosis, untuk

    bayi kurang bulan selama 3-5 hari.

    •  Bila selama observasi ditemukan tanda infeksi baik klinis dan

    laboratoris, antibiotika diganti dengan Ceftazidime 50 mg/kgBB/hari,

    i.v. dibagi 2 dosis

    Sepsis:

      Ceftazidime 50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis.

      Bila dicurigai infeksi oleh karena stafilokokkus maka diberikan

    Sefalosporin generasi ke-2, 50 mg/kgBB/hari dalam 2 kali

    pemberian, bila tidak ada perbaikan klinis dalam 48 jam atau

    keadaan umum semakin memburuk, pertimbangkan pindah ke

    antibiotika yang lebih poten, misalnya meropenem 20 mg/kgBB IV,

    tiap 8 jam atau sesuai dengan hasil tes resistensi.

    Antibiotika diberikan 7-10 hari (antibiotik dihentikan setelah klinis

    membaik 5 hari)

    Pemberian Cairan:

    •  IVFD Dekstrose 7½% atau 10% 500 cc + Ca glukonas dengan

     jumlah sesuai dengan kebutuhan bayi.

    •  Mulai hari ke-3 baru ditambahkan NaCl 15% 6 cc/kolf.

    •  Bila ada tanda dehidrasi atasi dehidrasi.

    •  Jika ada asidosis berikan dekstrose dan Bicnat (4 : 1) sampai

    secara klinis tidak ada tanda asidosis. Bila dapat diperiksa analisa

    gas darah, asidosis dapat dikoreksi langsung dengan pemberian

    Bicnat 4,2% secara perlahan-lahan.

  • 8/20/2019 Sptl Neonatus 2011 Revisi

    15/51

     

    15

    •  Bila belum bisa makan peroral beri larutan asam amino 2-3

    g/kgBB/hari. Bila sudah bisa makan peroral beri ASI atau susu

    formula

    Pengobatan Suportif:

    Oksigen intranasal 1-2 liter/menit bila sianosis.

    Bila ada apnu disertai bradikardi dan sianosis lebih dari 2 episode

    sehari cari etiologinya, yaitu hipoglikemia, hiponatremi dll. Dapat

    dipertimbangkan pemberian pernapasan mekanik (lihat bab RDS).

    Edukasi:

    Penjelasan mengenai faktor risiko infeksi dan penatalaksanaan serta

    komplikasi.

    Komplikasi Meningitis

    Prognosis  Baik bila didiagnosis dan diterapi lebih awal. Mortalitas 5-10%. Pada

    prematur dan BBLR fatalitas lebih tinggi.

    Kepustakaan 1. MacDonald MG,Mullet MD, Seshia M, Avery’s Neonatology.

    Pathophysiology & Managementof the Newborn. Edisi 6,

    Lippincott William & Walkins, 2005.

    2. Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A. Buku Ajar

    Neonatologi. Edisi 1, Badan Penerbit IDAI, 2008.

    3. Gomella TL, Cunningham MD,Eyal FG, Zenk KE, Neonatology.Edisi 5, Lange McGraw Hill, 2003.

    4. Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR, Manual of Neonatal care.

    Edisi 6,Lippincott William & Walkins, 2008

    5. Fanaroff and Martin’s Neonatal-Perinatal Medicine. Edisi 8, Mosby

    Elsevier, 2006.

    6. Levene MI, Tudehope Di, Sinha S, Essential Neonatal Mediceine,

    Edisi 4, Balckwell Publishing, 2008.

    7. Remington and Klein, Infectious Disease of the Fetus and Newborn

    Infant. Edisi 5, WB Saunders Company, 2001

  • 8/20/2019 Sptl Neonatus 2011 Revisi

    16/51

     

    1

    DEPARTEMEN IKA

    RSMH PALEMBANG

    MENINGITIS NEONATORUM Kode ICD : G03.9

    No Dokumen No Revisi Halaman : 1/ 2

    Panduan Praktek

    Klinis

    Tanggal Revisi Ditetapkan oleh,

    Ketua Divisi Perinatologi

    dr. Herman Bermawi Sp.A(K)

    Definisi: Meningitis pada neonatus merupakan salah satu manifestasi sepsis

    awitan lambat, yaitu sepsis yang timbul antara umur 7-90 hari, infeksi

    telah mengenai selaput otak dan parenkim otak.

    Etiologi: Organisme yang paling banyak berperan menyebabkan sindrom

    sepsis onset lambat adalah Stafilokokus koagulase negatif,Staphylococcus aureus, E. coli, Klebsiella, Pseudomonas,

    Enterobacter, Candida, Streptokokus grup B, Serratia, Acinobacter,

    dan bakteri anaerob.

    Patogenesis: Kulit, saluran napas, konjungtiva, saluran cerna dan umbilikus menjadi

    tempat kolonisasi kuman yang ada di sekitar, yang dapat berlanjut

    menjadi sepsis awitan lambat karena invasi mikroorganisme.

    Anamnesis dan

    Pemeriksaan Fisis:

    Klinis mirip dengan sepsis. Gejala dini umumnya iritabel.

    Kriteria Diagnosis:  Pemeriksaan laboratorium seperti pada sepsis neonatorum ditambah

    dengan pemeriksaan cairan serebrospinalis:

      Tes Pandy : + atau ++

      Jumlah sel : umur 0 s/d 48 jam : >100/mm3 

    : umur 2 s/d 7 hari : >50/mm3 

    : umur >7 hari : >32/mm3 

      Diff. count : PMN meningkat, protein meningkat dan glukosa

    menurun

    Differensial

    Diagnosis: 

    Sepsis neonatorum

    Meningitis

    Pemeriksaan

    Penunjang:

    Darah : Hb, leukosit, diff.count, trombosit, mikro LED, dan kultur

    LCS : Protein, sel diff. count, pengecatan gram dan kultur

    Urin : rutin dan kultur

    USG

  • 8/20/2019 Sptl Neonatus 2011 Revisi

    17/51

     

    1!

    Tatalaksana: Ceftazidime 100 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian. Lama

    pemberian minimal 21 hari. Bila tidak ada perbaikan klinis

    dipertimbangkan untuk pindah antibiotika yang lebih baik antara lain

    Meropenem 120 mg/kgBB/hari dalam 3 kali pemberian.

    Tindak Lanjut:

    Pemeriksaan USG transfontanel dilakukan pada kasus tersangka

    infeksi, sepsis neonatorum dengan kecurigaan meningitis dan

    meningitis neonatal diulangi pada hari ke-14, bila belum ada perbaikan

    klinis dari hasil USG pada hari ke-14, obat diteruskan sampai 4

    minggu, USG diulangi lagi untuk melihat hasil terapi.

    Edukasi:

    Penjelasan mengenai faktor risiko infeksi dan penatalaksanaan sertakomplikasi. 

    Komplikasi: Ventrikulitis

    Prognosis: Mortalitas 21 - 25%. Pada yang bertahan 50% timbul sekuele pada

    neurodevelopmental.

    Kepustakaan 1. MacDonald MG,Mullet MD, Seshia M, Avery’s Neonatology.

    Pathophysiology & Managementof the Newborn. Edisi 6,

    Lippincott William & Walkins, 2005.2. Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A. Buku Ajar

    Neonatologi. Edisi 1, Badan Penerbit IDAI, 2008.

    3. Gomella TL, Cunningham MD,Eyal FG, Zenk KE, Neonatology.

    Edisi 5, Lange McGraw Hill, 2003.

    4. Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR, Manual of Neonatal care.

    Edisi 6,Lippincott William & Walkins, 2008

    5. Fanaroff and Martin’s Neonatal-Perinatal Medicine. Edisi 8, Mosby

    Elsevier, 2006.

    6. Levene MI, Tudehope Di, Sinha S, Essential Neonatal Mediceine,

    Edisi 4, BalckwellPublishing, 2008.

    7. Remington and Klein, Infectious Disease of the Fetus and NewbornInfant. Edisi 5, WB Saunders Company, 2001

  • 8/20/2019 Sptl Neonatus 2011 Revisi

    18/51

     

    1$

    DEPARTEMEN IKA

    RSMH PALEMBANG

    GASTROENTERITIS Kode ICD : K.52

    No Dokumen No Revisi Halaman : 1/ 2

    Panduan Praktek

    Klinis

    Tanggal Revisi Ditetapkan oleh,

    Ketua Divisi Perinatologi

    dr. Herman Bermawi, Sp.A(K)

    Definisi: Gastroenteritis adalah infeksi pada saluran cerna neonatus yang

    ditandai dengan gangguan intestinal seperti buang air besar cair

    dengan frekuensi di atas normal dan konsistensi feses lebih lunak

    dibanding keadaan normal

    Etiologi: Virus, bakteri atau jamur.

    Patogenesis: Mikroorganisme masuk ke saluran cerna melewati oral, menyebabkan

    gangguan penyerapan makanan dan air sehingga timbul diare.

    Anamnesis dan

    Pemeriksaan Fisis: 

    Gejala gastro intestinal seperti diare, muntah, kembung. Pemeriksaan

    fisis dapat ditemukan tanda tanda dehidrasi seperti mata cekung, ubun

    ubun besar cekung, turgor berkurang

    Differensial

    Diagnosis:

    Sepsis neonatorum

    Pemeriksaan

    Penunjang: 

    Darah : Hb, leukosit, diff.count, trombosit, mikro LED, dan kultur

    Tatalaksana: Pemberian Cairan:

    •  GEAD ringan-sedang

    Diberikan oralit diminum atau dengan nasogastrik drip, bila gagal

    berikan IVFD.

    •  GEAD berat

    -  Dengan asidosis: dekstrose 5% 480 cc + Bicnat 7½% 10-20cc

    -  Tanpa asidosis atau asidosis telah teratasi: dekstrose 5% 500 cc

    + NaCl 15% 6 cc

    Jumlah dan kecepatan pemberian pada dehidrasi berat:

      4 jam pertama 100 cc/kgBB atau 25 tetes/kgBB/menit (mikrodrip)

      20 jam berikutnya 150 cc/kgBB atau 7½ tetes/kgBB/menit

    Obat-obatan:

    Antibiotika : Ampisilin 100 mg/kgBB/hari iv dalam 3-4 dosis .

    Gentamisin 2½ mg/kgBB/kali im tiap 12 jam, 18 jam

    atau 4 jam tergantung umur dan berat badan bayi

    Anti jamur : Mikostatin bila ada indikasi.

  • 8/20/2019 Sptl Neonatus 2011 Revisi

    19/51

     

    1%

    Minum:

    Langsung diberikan ASI begitu bayi dapat minum, bila bayi mendapat

    PASI di rumah diberikan susu yang sama dengan pengenceran

    setengah kemudian penuh.

    Edukasi:

    Penjelasan mengenai faktor risiko dan penatalaksanaan serta

    komplikasi.

    Komplikasi: Sepsis

    Prognosis: Baik bila tanpa komplikasi

    Kepustakaan: 1. MacDonald MG,Mullet MD, Seshia M, Avery’s Neonatology.Pathophysiology & Managementof the Newborn. Edisi 6,

    Lippincott William & Walkins, 2005.

    2. Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A. Buku Ajar

    Neonatologi. Edisi 1, Badan Penerbit IDAI, 2008.

    3. Gomella TL, Cunningham MD,Eyal FG, Zenk KE, Neonatology.

    Edisi 5, Lange McGraw Hill, 2003.

    4. Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR, Manual of Neonatal care.

    Edisi 6,Lippincott William & Walkins, 2008

    5. Fanaroff and Martin’s Neonatal-Perinatal Medicine. Edisi 8, Mosby

    Elsevier, 2006.6. Levene MI, Tudehope Di, Sinha S, Essential Neonatal Mediceine,

    Edisi 4, BalckwellPublishing, 2008.

    7. Remington and Klein, Infectious Disease of the Fetus and Newborn

    Infant. Edisi 5, WB Saunders Company, 2001

  • 8/20/2019 Sptl Neonatus 2011 Revisi

    20/51

     

    2(

    DEPARTEMEN IKA

    RSMH PALEMBANG

    BRONKOPNEUMONIA Kode ICD : J18.0

    No Dokumen No Revisi Halaman : 1 / 2

    Panduan Praktek

    Klinis

    Tanggal Revisi Ditetapkan oleh,

    Ketua Divisi Perinatologi

    dr. Herman Bermawi, Sp.A(K)

    Definisi: Infeksi akut parenkim paru.

    Etiologi: Bakteri gram positif atau gram negatif.

    Patogenesis: Infeksi dapat terjadi intrauterine yang disebabkan cairam amnion yang

    telah terinfeksi atau terjadi korioamnionitis atau pada saat persalinanatau setelah beberapa hari setelah bayi lahir dengan sumber infeksi

    dari lingkungan.

    Anamnesis dan

    Pemeriksaan Fisis: 

    Sesak napas, takipnu, dan biru, retraksi, ekspirasi grunting

    Auskultasi: bunyi napas vesikuler meningkat dapat terdengar ronki

    basah halus nyaring, segera dilakukan pemeriksaan foto thoraks

    Differensial

    Diagnosis:

    Sepsis neonatorum

    PemeriksaanPenunjang: 

    Darah : Hb, leukosit, diff.count, trombosit, mikro LED, dan kultur.Rontgen thoraks

    Tatalaksana: •  IVFD dekstrose 7½% atau 10% + NaCl 15% 6 cc + Ca glukonas

    diberikan ¾ kebutuhan.

    Kebutuhan Ca glukonas/hari :

    •  Antibiotika:

    -  Ampisilin : 100 mg/kgBB/hari dalam 3-4 dosis

    -  Gentamisin : 21 / 2 mg/kgBB/18 jam bila BB >2.000 gram

    -  Gentamisin : 21 / 2 mg/kgBB/24 jam bila BB 7 hari berikan tiap 12-18 jam

    Lama pemberian antara 7-10 hari.

    Bila tak ada perbaikan dalam 2 hari, ganti antibiotika dengan

    Ceftazidime dosis 50 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis.

    Edukasi:

    Penjelasan mengenai faktor risiko dan penatalaksanaan serta

    komplikasi

    BB! 45 cc 

  • 8/20/2019 Sptl Neonatus 2011 Revisi

    21/51

     

    21

    Komplikasi: Sepsis

    Prognosis: Baik bila tanpa komplikasi

    Kepustakaan 1. MacDonald MG,Mullet MD, Seshia M, Avery’s Neonatology.

    Pathophysiology & Managementof the Newborn. Edisi 6,

    Lippincott William & Walkins, 2005.

    2. Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A. Buku Ajar

    Neonatologi. Edisi 1, Badan Penerbit IDAI, 2008.

    3. Gomella TL, Cunningham MD,Eyal FG, Zenk KE, Neonatology.

    Edisi 5, Lange McGraw Hill, 2003.

    4. Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR, Manual of Neonatal care.

    Edisi 6,Lippincott William & Walkins, 2008

    5. Fanaroff and Martin’s Neonatal-Perinatal Medicine. Edisi 8, MosbyElsevier, 2006.

    6. Levene MI, Tudehope Di, Sinha S, Essential Neonatal Mediceine,

    Edisi 4, BalckwellPublishing, 2008.

  • 8/20/2019 Sptl Neonatus 2011 Revisi

    22/51

     

    22

    DEPARTEMEN IKA

    RSMH PALEMBANG

    OMPHALITIS Kode ICD : P.38

    No Dokumen No Revisi Halaman : 1/ 2

    Panduan Praktek

    Klinis

    Tanggal Revisi Ditetapkan oleh,

    Ketua Divisi Perinatologi

    Definisi: Peradangan pada tali pusat neonates.

    Etiologi:Bakteri gram positif atau gram negatif yang ada di kulit.

    Patogenesis: Infeksi dapat terjadi akibat masuknya bakteri yang ada di kulit keumbilicus yang menyebabkan peradangan pada tali pusat.

    Anamnesis dan

    Pemeriksaan Fisis: 

    Terdapat indurasi, eritema sekitar umbilikus bau busuk kadang ada

    pus.

    Pemeriksaan

    Penunjang: 

    Darah : Hb, leukosit, diff.count, trombosit, mikro LED, dan kultur

    Tatalaksana: Terapi lokal : Bersihkan pusat dengan alkohol 70% dan

    betadine

    Terapi sistemik : Ampisilin 100 mg/kgBB/hari 3-4 dosisGentamisin 2½ mg/kgBB/kali im tiap 12, 18, 24

     jam

    Lama pemberian 3-5 hari dan bisa lebih bila ada

    tanda-tanda sepsis dan dosis obat disesuaikan

    dengan dosis sepsis

    Edukasi:

    Penjelasan mengenai faktor risiko dan penatalaksanaan serta

    komplikasi.

    Komplikasi: Sepsis

    Prognosis: Baik bila tanpa komplikasi

    Kepustakaan 1. MacDonald MG,Mullet MD, Seshia M, Avery’s Neonatology.

    Pathophysiology & Managementof the Newborn. Edisi 6,

    Lippincott William & Walkins, 2005.

    2. Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A. Buku Ajar

    Neonatologi. Edisi 1, Badan Penerbit IDAI, 2008.

  • 8/20/2019 Sptl Neonatus 2011 Revisi

    23/51

     

    23

    3. Gomella TL, Cunningham MD,Eyal FG, Zenk KE, Neonatology.

    Edisi 5, Lange McGraw Hill, 2003.

    4. Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR, Manual of Neonatal care.

    Edisi 6,Lippincott William & Walkins, 2008

    5. Fanaroff and Martin’s Neonatal-Perinatal Medicine. Edisi 8, Mosby

    Elsevier, 2006.

    6. Levene MI, Tudehope Di, Sinha S, Essential Neonatal Mediceine,

    Edisi 4, BalckwellPublishing, 2008.

    7. Remington and Klein, Infectious Disease of the Fetus and Newborn

    Infant. Edisi 5, WB Saunders Company, 2001

    DEPARTEMEN IKA

    RSMH PALEMBANG

    OPTHALMIA GONORRHOIKA

    NEONATORUM

    Kode ICD : P.39.1

    No Dokumen No Revisi Halaman : 1/ 2

    Panduan Praktek

    Klinis

    Tanggal Revisi Ditetapkan oleh,

    Ketua Divisi Perinatologi

    dr. Herman Bermawi

    Definisi: Kongjungtivitis neonatus yang disebabkan oleh Neisseria  

    gonorrhoeae .

    Etiologi: Bakteri Neisseria gonorrhea

    Patogenesis: Infeksi terjadi melalui kontak jalan lahir atau kontak setelah lahir.

    Anamnesis dan

    pemeriksaan fisis: 

    -  Klinis: timbul setelah 2-5 hari

    -  Pada mata ditemukan: sekret kuning, edema kelopak mata,

    palpebra/konjunctiva injection. Biasanya mengenai satu mata.

    Pemeriksaan

    Penunjang : 

    Darah : Hb, lekosit, Diff.count, trombosit, mikro LED, dan kultur

    Pengecatan gram dari sekret mata ditemukan kuman gram negatif

    diplokokus (bentuk biji kopi) intra dan ekstra sel.

    Tatalaksana: Isolasi, diberikan Ceftriaxon, dosis tunggal 25-50 mg/kgBB (max 125

    mg/iv)

    Profilaksis: Tetrasiklin salep mata diberikan segera pada semua bayi

  • 8/20/2019 Sptl Neonatus 2011 Revisi

    24/51

     

    24

    baru lahir

    Edukasi:

    Penjelasan mengenai faktor risiko dan penatalaksanaan serta

    komplikasi.

    Komplikasi Kerusakan kornea, sepsis

    Prognosis : baik bila tanpa komplikasi

    Kepustakaan 1. MacDonald MG,Mullet MD, Seshia M, Avery’s Neonatology.

    Pathophysiology & Managementof the Newborn. Edisi 6,

    Lippincott William & Walkins, 2005.

    2. Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A. Buku Ajar

    Neonatologi. Edisi 1, Badan Penerbit IDAI, 2008.

    3. Gomella TL, Cunningham MD,Eyal FG, Zenk KE, Neonatology.Edisi 5, Lange McGraw Hill, 2003.

    4. Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR, Manual of Neonatal care.

    Edisi 6,Lippincott William & Walkins, 2008

    5. Fanaroff and Martin’s Neonatal-Perinatal Medicine. Edisi 8, Mosby

    Elsevier, 2006.

    6. Levene MI, Tudehope Di, Sinha S, Essential Neonatal Mediceine,

    Edisi 4, BalckwellPublishing, 2008.

    7. Remington and Klein, Infectious Disease of the Fetus and Newborn

    Infant. Edisi 5, WB Saunders Company, 2001

  • 8/20/2019 Sptl Neonatus 2011 Revisi

    25/51

     

    25

    DEPARTEMEN IKA

    RSMH PALEMBANG

    SINDROMA GAWAT NAPAS PADA

    NEONATUS

    Kode ICD : P 22.0

    No Dokumen No Revisi Halaman : 1 / 3

    Panduan Praktek

    Klinis

    Tanggal Revisi Ditetapkan oleh,

    Ketua Divisi Perinatologi

    dr. Herman Bermawi, Sp.A(K)

    Batasan: Kumpulan dari 2 atau lebih gejala: gangguan ventilasi paru yang

    menetap setelah 4 jam pertama sesudah lahir, ditandai dengan

    frekuensi napas >60 kali/menit; merintih pada waktu ekspirasi; retraksi

    otot-otot bantu pernapasan pada waktu inspirasi/rektraksi interkostal,

    subkostal, supra-sternal, epigastrium; pernapasan cuping hidung dan

    sianosis.

    Etiologi: •  Gangguan traktus respiratorius: Hyaline Membrane Disease (HMD),

    Transient Tachypnoe of the Newborn (TTN), infeksi (Pneumonia),

    Sindrom Aspirasi, Hipoplasia Paru, Hipertensi Pulmonal, Kelainan

    Kongenital (Choanal Atresia, Hernia Diafragmatika, Pierre Robin

    Syndrome), Pleural Effusion, Kelumpuhan syaraf frenikus, dll

    •  Gangguan luar traktus respiratorius: Kelainan jantung kongenital,

    kelainan metabolik, darah dan SSP

    Patogenesis: Hipoksia dan hiperkarbia asidosis respiratorik  asidosis metabolik

     gangguan fungsi organ dengan segala akibatnya.

    Bentuk Klinik:  Tergantung penyebab. Tersering HMD (pada BBLR)

    Anamnesis dan

    pemeriksaan fisis: 

    -  Mengidentifikasi gejala dasar seperti ditulis dalam batasan.

    -  Kemudian cari faktor penyebab.

    -  Tetapkan gangguan keseimbangan asam basa, derajat hipoksia

    dan komplikasi lain.

    Kriteria diagnosis: Gejala dasar dapat ditetapkan dengan pemeriksaan rutin.

    Langkah mencari faktor penyebab:

    -  Cari faktor predisposisi (misalnya HMD, BBLR); lakukan foto

    thoraks

    -  Cari gejala spesifik untuk berbagai faktor penyebab (misal: hernia

    diafragmatika: perut kosong/bising usus pada thoraks).

    -  Lakukan pemeriksaan spesifik berdasarkan dugaan faktor

    penyebab.

  • 8/20/2019 Sptl Neonatus 2011 Revisi

    26/51

     

    2

    Diagnosis banding: Takipnue sementara pada neonates 

    Penyakit membrane hialin

    Pneumonia

    Sepsis

    Pemeriksaan

    Penunjang : 

    Darah : Hb, lekosit, Diff.count, trombosit, mikro LED, dan kultur

    Foto toraks

    Tatalaksana: Pengobatan suportif pada SGN pada umumnya sama:

      Pemberian oksigen intranasal sampai nasofaring atau dengan head

    box

      IVFD dektrose 7½ atau 10% + NaCl 15% 6 cc

      Antibiotika:-  Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 3-4 dosis

    -  Gentamisin 2½ mg/kgBB/18 jam bila BB >2.000 gram

    -  Gentamisin 2½ mg/kgBB/24 jam bila BB

  • 8/20/2019 Sptl Neonatus 2011 Revisi

    27/51

     

    2!

    Prognosis:  baik bila tanpa komplikasi

    Kepustakaan 1. MacDonald MG,Mullet MD, Seshia M, Avery’s Neonatology.

    Pathophysiology & Managementof the Newborn. Edisi 6,

    Lippincott William & Walkins, 2005.

    2. Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A. Buku Ajar

    Neonatologi. Edisi 1, Badan Penerbit IDAI, 2008.

    3. Gomella TL, Cunningham MD,Eyal FG, Zenk KE, Neonatology.

    Edisi 5, Lange McGraw Hill, 2003.

    4. Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR, Manual of Neonatal care.

    Edisi 6,Lippincott William & Walkins, 2008

    5. Fanaroff and Martin’s Neonatal-Perinatal Medicine. Edisi 8, Mosby

    Elsevier, 2006.

    6. Chair I, Marnoto BW, Rifaii RF, Buku Panduan Resusitasi

    Neonatus Edisi 5, AAP, 2006.7. Levene MI, Tudehope Di, Sinha S, Essential Neonatal Mediceine,

    Edisi 4, BalckwellPublishing, 2008.

    DEPARTEMEN IKA

    RSMH PALEMBANG

    PNEUMOTHORAKS Kode ICD : P 25.1

    No Dokumen No Revisi Halaman : 1 / 3

    Panduan Praktek

    Klinis

    Tanggal Revisi Ditetapkan oleh,

    Ketua Divisi Perinatologi

    dr. Herman Bermawi, Sp.A(K)

    Batasan: Terdapat udara dalam rongga pleura

    Etiologi: Aspirasi mekoneum, tindakan VTP, bronkopneumonia, pemakaian

    ventilasi mekanik

    Patogenesis:  Pecahnya alveolus menyebabkan udara dari alveolar masuk

    perivaskuler dan peribronkial   udara terperangkap pada jaringan

    interstitial paru  pulmonary interstitial emphysema (PIE) atau udara

    dari perivaskuler dan peribronkial masuk ke mediastinum  

    pneumomediastinum  udara di mediastinum pecah ke rongga pleura

     pneumothoraks.

    Bentuk Klinik:  pneumomediastinum, pneumothoraks

  • 8/20/2019 Sptl Neonatus 2011 Revisi

    28/51

     

    2$

    Anamnesis dan

    pemeriksaan fisis: 

    -  Mengidentifikasi faktor risiko

    -  Pada pemeriksaan fisis tampak dada lebih cembung, suara nafas

    menurun

    -  Transiluminasi positif

    Kriteria diagnosis: Gejala dasar dapat ditetapkan dengan pemeriksaan rutin.

    Langkah mencari faktor penyebab:

    -  Cari faktor predisposisi (misalnya HMD, BBLR); lakukan foto

    thoraks

    -  Cari gejala spesifik untuk berbagai faktor penyebab (misal: hernia

    diafragmatika: perut kosong/bising usus pada thoraks).

    -  Lakukan pemeriksaan spesifik berdasarkan dugaan faktor

    penyebab.

    Diagnosis banding: Takipnue sementara pada neonates

    Penyakit membrane hialin

    Pneumonia

    Sepsis

    Pemeriksaan

    Penunjang : 

    Darah : Hb, lekosit, Diff.count, trombosit, mikro LED, dan kultur

    Foto toraks AP dan lateral

    Transiluminasi

    Tatalaksana:   Pemberian oksigen dengan head box

      IVFD dektrose 7½ atau 10% + NaCl 15% 6 cc

      Pemberian makanan peroral ditunda sampai frekuensi pernapasan

  • 8/20/2019 Sptl Neonatus 2011 Revisi

    29/51

     

    2%

    Analisa gas darah, pada tahap awal tiap 2 jam, kemudian jika

    keadaan membaik, pengamatan dijarangkan. Urin diukur.

    Elektrolit diperiksa sekali sehari.

    -  Diamati kemampuan minum dan pertumbuhan berat badan.

      Pemeriksaan khusus: sesuai bentuk klinik dan perkiraan

    munculnya komplikasi

    Indikasi Pulang:

    Tidak sesak dengan frekuensi napas 40-60 kali per menit, minum baik,

    tidak ada tanda infeksi dan penyakit penyebab telah terkendali.

    Edukasi : penjelasan mengenai factor risiko dan penatalaksanaan

    serta komplikasi

    Komplikasi : sepsis

    Prognosis: baik bila tanpa komplikasi

    Kepustakaan  1. MacDonald MG,Mullet MD, Seshia M, Avery’s Neonatology.

    Pathophysiology & Managementof the Newborn. Edisi 6,

    Lippincott William & Walkins, 2005.

    2. Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A. Buku Ajar

    Neonatologi. Edisi 1, Badan Penerbit IDAI, 2008.

    3. Gomella TL, Cunningham MD,Eyal FG, Zenk KE, Neonatology.Edisi 5, Lange McGraw Hill, 2003.

    4. Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR, Manual of Neonatal care.

    Edisi 6,Lippincott William & Walkins, 2008

    5. Fanaroff and Martin’s Neonatal-Perinatal Medicine. Edisi 8, Mosby

    Elsevier, 2006.

    6. Chair I, Marnoto BW, Rifaii RF, Buku Panduan Resusitasi

    Neonatus Edisi 5, AAP, 2006.

    7. Levene MI, Tudehope Di, Sinha S, Essential Neonatal Mediceine,

    Edisi 4, BalckwellPublishing, 2008.

  • 8/20/2019 Sptl Neonatus 2011 Revisi

    30/51

     

    3(

    DEPARTEMEN IKA

    RSMH PALEMBANG

    IKTERUS NEONATORUM Kode ICD : P 59.9

    No Dokumen No Revisi Halaman : 1/ 5

    Panduan Praktek

    Klinis

    Tanggal Revisi Ditetapkan oleh,

    Ketua Divisi Perinatologi

    dr. Herman Bermawi, Sp.A(K)

    Batasan: Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai

    oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin

    tak terkonyugasi yang berlebih.

    Etiologi: a. Hiperbilirubin indirek:

    -  Timbulnya ikterus pada hari 1 kehidupan: Inkompatibilitas

    golongan darah (Rh, ABO), infeksi intra uterin (TORCH)

    -  Timbulnya ikterus pada hari ke 2 atau ke 3: Inkompatibilitas

    golongan darah, infeksi, polisitemia, darah ekstra vasasi

    (hematom sefal, perdarahan intra kranial), kelainan morfologi

    RBC, defisiensi enzim G6PD, SGNN

    -  Timbulnya ikterus pada hari ke 4 atau 5: breast feeding jaundice,

    SGNN, infeksi

    -  Timbulnya ikterus pada hari ke 7: breast feeding jaundice,

    infeksi, neonatal hepatitis, peningkatan sirkulasi enterohepatik

    (stenosis pilorik, obstruksi usus)- 

    b. Hiperbilirubinemia direk:

    Neonatal hepatitis, sepsis neonatal, infeksi intra uterin, obstrusi

    saluran empedu (bile flug syndrome, kista duktus kholedokus) dan

    atresia biliaris.

    Patogenesis: Pemecahan eritrosit berlebihan   produksi bilirubin

    meningkat/gangguan proses transportasi bilirubin di hepar/gangguan

    konyugasi bilirubin di hepar  peningkatan bilirubin indirek

    Gangguan ekskresi oleh oleh hepar  peningkatan bilirubin direk

    Bentuk Klinik: •  Ikterus fisiologis

    •  Ikterus patologis : inkompatibilitas ABO, incompatibilitas

    rhesus, defisiensi enzim G6PD, sepsis

    Anamnesis dan

    pemeriksaan fisis: 

    -  Dasar diagnosis: terlihat kuning pada sklera dan badan.

    -  Tentukan ikterus fisiologis atau patologis dan kadar bilirubin total

    saat itu.

    -  Indikasi foto terapi sesuai dengan kadar bilirubin total, umur dan

    berat badan (lihat table yang terlampir).

  • 8/20/2019 Sptl Neonatus 2011 Revisi

    31/51

     

    31

    Langkah diagnosis: Ditujukan terutama untuk mencari faktor penyebab

    -  Lakukan anamnesis sedini dan secermat mungkin mengenai

    riwayat kehamilan dan persalinan

    -  Ikterus timbul pada hari 1: periksa kadar bilirubin, darah tepi

    lengkap, golongan darah ibu dan bayi, Coomb test

    -  Ikterus timbul pada hari ke 2 atau hari ke 3: periksa kadar bilirubin,

    periksa darah tepi lengkap, golongan darah ibu dan bayi, Coomb

    test (bila peningkatan bilirubin >5 mg% dalam 24 jam, karena masih

    ada kemungkinan penyebabnya inkompabilitas ABO atau Rh),

    pemeriksaan enzim G6PD

    -  Ikterus timbul pada hari ke 4 atau lebih: periksa kadar bilirubin,

    periksa darah tepi, pemeriksaan enzim G6PD

    Kriteria diagnosis: Nilai bilirubin total sesuai dengan usia gestasi dan usia neonatus,berdasarkan tabel AAP

    Diagnosis banding: Berdasarkan etiologi ikterus

    Pemeriksaan

    Penunjang : 

    Darah : Hb, lekosit, Diff.count, trombosit, mikro LED, dan kultur

    Coomb test

    Tatalaksana: -  Foto terapi bila ada indikasi sesuai dengan kadar bilirubin indirek

    menurut umur dan kehamilan berdasarkan grafik Cockington (grafik

    terlampir).-  Foto terapi dihentikan bila kadar bilirubin tidak meningkat lagi dan

    kadarnya separoh dari kadar tranfusi tukar, bila bilirubin 5 g/dl.

    •  Atau bila bayi menunjukkan tanda-tanda ensefalopati bilirubin akut

    (hipotoni, kaki melengkung, retrocolis, panas, tangis melengking

    tinggi).

    •  Anemia dengan “early jaundice“ dengan Hb 10-13 g% dan

    kecepatan peningkatan bilirubin 0,5 mg%/jam.

    •  Atau “mild moderate” anemia dengan bilirubin > umur bayi (jam)

    setelah umur 24 jam pertama.

  • 8/20/2019 Sptl Neonatus 2011 Revisi

    32/51

     

    32

    •  Bilirubin total >25 mg/dl.

    •  Anemia progresif pada waktu pengobatan hiperbilirubinemia.

    Indikasi tranfusi tukar ulang:

    •  Bilirubin meningkat lagi > 1 mg%/jam setelah tranfusi tukar

    •  Bilirubin meningkat lagi lebih dari 25 mg%

    •  Persisten hemolitik anemia

    Edukasi : penjelasan mengenai factor risiko dan penatalaksanaan

    serta komplikasi

    Komplikasi : kern ikterus

    Prognosis : baik bila tanpa komplikasi

    Kepustakaan 1. MacDonald MG,Mullet MD, Seshia M, Avery’s Neonatology.

    Pathophysiology & Managementof the Newborn. Edisi 6,

    Lippincott William & Walkins, 2005.

    2. Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A. Buku Ajar

    Neonatologi. Edisi 1, Badan Penerbit IDAI, 2008.

    3. Gomella TL, Cunningham MD,Eyal FG, Zenk KE, Neonatology.

    Edisi 5, Lange McGraw Hill, 2003.

    4. Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR, Manual of Neonatal care.

    Edisi 6,Lippincott William & Walkins, 2008

    5. Fanaroff and Martin’s Neonatal-Perinatal Medicine. Edisi 8, Mosby

    Elsevier, 2006.

    6. Levene MI, Tudehope Di, Sinha S, Essential Neonatal

    Mediceine, Edisi 4, BalckwellPublishing, 2008.

  • 8/20/2019 Sptl Neonatus 2011 Revisi

    33/51

     

    33

    Lampiran 2a.

    Keterangan:

    Kadar bilirubin yang digunakan adalah bilirubin total. Jangan dikurangi dengan bilirubin direk.

    Faktor risiko adalah: penyakit hemolitik isoimun, def. G6PD, asfiksia, letargi yang nyata,

    instabilitas suhu, sepsis, asidosis atau kadar albumin

  • 8/20/2019 Sptl Neonatus 2011 Revisi

    34/51

     

    34

    Lampiran 2b.

    Keterangan:

    Garis putus-putus pada 24 jam pertama menunjukkan ketidakpastian tinggi oleh karena

    keadaan klinis dan respon terhadap fototerapi yang sangat bervariasi.

    Transfusi tukar dianjurkan segera dilakukan bila bayi menunjukkan tanda-tanda ensefalopati

    bilirubin akut atau bila kadar bilirubin total ≥5 mg/dl di atas garis pedoman.

    Faktor risiko adalah: penyakit hemolitik isoimun, def G6PD, asfiksia, letargi yang nyata,

    instabilitas suhu, sepsis, asidosis.

    Hitung kadar albumin serum dan hitung rasio bilirubin/albumin.

    Gunakan kadar bilirubin total.

  • 8/20/2019 Sptl Neonatus 2011 Revisi

    35/51

     

    35

    DEPARTEMEN IKA

    RSMH PALEMBANG

    ENTEROKOLITIS NEKROTIKANS Kode ICD : P 77

    No Dokumen No Revisi Halaman : 1/ 4

    Panduan Praktek

    Klinis

    Tanggal Revisi Ditetapkan oleh,

    Ketua Divisi Perinatologi

    Batasan: Terjadinya nekrotik pada bagian mukosa atau transmukosal intestinal

    Etiologi:   Asfiksia neonatorum

      BBL

  • 8/20/2019 Sptl Neonatus 2011 Revisi

    36/51

     

    3

    Faktor Diagnosis EKN Definitif:

    1. Klinis:

      Tanda sistemik: sda + asidosis metabolik ringan

      Tanda intestinal: sda + peristaltik lemah dan negatif, nyeri tekan

    selulitis, abdominal dan benjolan pada kwadran kanan atas

    2. Laboratorium:

      Feses: sda

      Darah: trombositopenia ringan (100.000-150.000)

      Radiologis: BNO 3 posisi, dilatasi usus, ileus, pneumotosis

    intestinalis udara v. porta, asites

    Pengobatan atau

    tindakan:

    1. Puasa

    2. IVFD 7½% atau D10% 500 cc + NaCl 15% 6 cc, jumlah sesuai

    kebutuhan aminofusin 1-3 gram/kgBB/hari3. Antibiotika Ampisilin 200 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis

    Netromisin 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis selama 3

    hari

    4. Dekompresi dengan pemasangan nasogastrik tube dan

    penghisapan secara berkala

    5. BNO diulang 3 posisi telentang sinar vertikal dan telentang atau

    tidur sisi kiri sinar horizontal setelah 3 hari atau bila ada perburukan

    klinis

    6. Apabila 3 hari tidak ada progresivitas dan pemeriksaan radiologis

    normal maka peroral/ASI dapat diberikan.

    Pengobatan atau

    tindakan:

    a. Puasa minimal 7 hari

    b. IVFD 7½% atau D10% dan aminofusin pediatrik, jumlah sesuai

    kebutuhan bila asidosis koreksi dengan bikarbonat.

    c. Antibiotika : Ampisilin, netromisin

    Metronidazol dosis BB 2.000 g, 10 mg/kgBB/12

     jam

    d. Dekompresi dan penghisapan secara berkala

    e. BNO serial 2 posisi diulang setiap 6-8 jam pada kasus berat dan 12 jam pada kasus ringan/sedang atau atas indikasi

    f. Konsul ke bagian bedah

    EKN Lanjut dan Indikasi Operasi:

    Klinis:

    1. Klinis yang makin memburuk dengan gejala apnu, letargi, hipotermi,

    oliguri, bradikardi, hipotensi, dan asidosis menetap

    2. Rangsangan peritoneum yang menetap

    3. Edema dan kemerahan kulit abdomen yang terfiksasi khusus

  • 8/20/2019 Sptl Neonatus 2011 Revisi

    37/51

     

    3!

    sekitar umbilikus punggung dan genitalia

    4. Masa infiltrat pada dinding abdomen yang terfiksasi

    5. Perdarahan GIT bagian bawah banyak

    6. Pengobatan medikal gagal (setelah pengobatan 1 hari)

    Radiologis:

    1. Adanya pneumoperitoneum (indikasi mutlak)

    2. Adanya dilatasi loop usus yang menetap selama >24 jam

    3. Udara dalam usus dengan tanda-tanda asites

    4. Adanya tanda peritonitis pada umumnya

    Laboratorium:

    1. Trombositopenia berat (100.000/mm3)

    2. Parasintesis rongga peritoneum positif adanya kemungkinan

    gangrene usus yaitu bila dapat dikeluarkan cairan rongga

    peritoneum 0,5 cc atau lebih berwarna coklat dan berisi bakteripada pemeriksaan apus

    Edukasi : penjelasan mengenai factor risiko dan penatalaksanaan

    serta komplikasi

    Komplikasi : Perforasi

    Prognosis : Baik bila tanpa komplikasi 

    NEC dengan perforasi mortalitas 20-40% 

    NEC tanpa perforasi mortalitas lebih rendah

    Kepustakaan

    1. MacDonald MG,Mullet MD, Seshia M, Avery’s Neonatology.

    Pathophysiology & Managementof the Newborn. Edisi 6,

    Lippincott William & Walkins, 2005.

    2. Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A. Buku Ajar

    Neonatologi. Edisi 1, Badan Penerbit IDAI, 2008.

    3. Gomella TL, Cunningham MD,Eyal FG, Zenk KE, Neonatology.

    Edisi 5, Lange McGraw Hill, 2003.

    4. Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR, Manual of Neonatal care.

    Edisi 6,Lippincott William & Walkins, 20085. Fanaroff and Martin’s Neonatal-Perinatal Medicine. Edisi 8, Mosby

    Elsevier, 2006.

    6. Levene MI, Tudehope Di, Sinha S, Essential Neonatal Mediceine,

    Edisi 4, BalckwellPublishing, 2008.

    7. Remington and Klein, Infectious Disease of the Fetus and

    Newborn Infant. Edisi 5, WB Saunders Company, 2001 

  • 8/20/2019 Sptl Neonatus 2011 Revisi

    38/51

     

    3$

    DEPARTEMEN IKA

    RSMH PALEMBANG

    PERDARAHAN PARU KODE ICD: P26.9

    No.Dokumen No. Revisi

    Halaman: 1/ 2

    Panduan Praktek

    Klinis

    Tanggal revisi

    Ditetapkan oleh,

    Ketua Divisi Perinatologi

    dr. Herman bermawi, Sp.A(K)

    DefinisiTerdapatnya darah di saluran napas yang disertai perburukan klinis

    penderita dan bukan disebabkan oleh trauma

    Etiologi 1. Meningkatnya tekanan kapiler paru: gagal jantung, hipoksia,

    transfuse, pemberian lemak intra vena, meningkatnya alirandarah paru dan hyperplasia pulmoner

    2. Menurunnya tekanan onkotik intravaskuler : prematuritas,

    hidrops fetalis, overload cairan, hipoproteinemia

    3. Menurunnya aliran limfe ; fibrosis paru, edema jaringan interstitial

    paru

    4. Meningkatnya permeabilitas kapiler paru : sepsis, emboli, dan

    keracunan oksigen

    Patogenesis Peningkatan tekanan kapiler paru/menurunnya tekanan onkotik

    intravaskuler/menurunnya aliran limfe/meningkatnya permeabilitas

    paru   peningkatan cairan jaringan intertitial paru   distensi  

    kerusakan sel endotel dan alveolar paru  cairan dan darah masuk

    ke alveoli  perdarahan paru.

    Diagnosis a. Pemeriksaan Fisik

    Sekresi darah melalui endotracheal tube atau dari laring dingga

    mulut pada bayi yang tidak diintubasi. Hipoaktif, pucat, takikardi,

    hipotensi, sesak, sianosis, vesikuler melemah. Pada perdarahan

    massif klinis penderita cepat memburuk.

    b. Pemeriksaan laboratorium1.  Pemeriksaan hematologi (kadar hemoglobin, hematokrit,

    lekosit, hitung jenis, trombosit, cotting time, prothrombin time,

    partial thromboplastin time, trombin time, 

    2.  Analisis gas darah.

    c. Radiologi  : foto thoraks : pada perdarahn massif didapati

    gambaran radio opaque pada kedua lapangan paru dengan air

    bronchogram

  • 8/20/2019 Sptl Neonatus 2011 Revisi

    39/51

     

    3%

    Penatalaksanaan Penatalaksanaan umum

    1. Perbaiki tekanan darah

    2. Koreksi asidosis

    3. Transfusi darah (bila perlu)

    4. Obati penyebab yang mendasari

    Khusus:

    1. Ventilator terpasang:

    a. bersihkan jalan napas melalui ETT

    b. Tingkatkan FiO2

    c. Tingkatkan PEEP sampai 6-8 cmH2O

    d. Pertimbangkan untuk meningkatkan PIP

    2. Bila tidak menggunakan ventilator:

    a. Bersihkan jalan nafas

    b. Pertimbangkan pemasangan ventilator

    Edukasi : penjelasan mengenai factor risiko dan penatalaksanaan

    serta komplikasi

    Komplikasi :Gangguan elektrolit, syok

    Prognosis : Mortalitas sampai 50%

    Kepustakaan 1. MacDonald MG,Mullet MD, Seshia M, Avery’s Neonatology.

    Pathophysiology & Managementof the Newborn. Edisi 6,Lippincott William & Walkins, 2005.

    2. Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A. Buku Ajar

    Neonatologi. Edisi 1, Badan Penerbit IDAI, 2008.

    3. Gomella TL, Cunningham MD,Eyal FG, Zenk KE, Neonatology.

    Edisi 5, Lange McGraw Hill, 2003.

    4. Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR, Manual of Neonatal care.

    Edisi 6,Lippincott William & Walkins, 2008

    5. Fanaroff and Martin’s Neonatal-Perinatal Medicine. Edisi 8,

    Mosby Elsevier, 2006.

    6. Levene MI, Tudehope Di, Sinha S, Essential Neonatal Mediceine,

    Edisi 4, BalckwellPublishing, 2008.

  • 8/20/2019 Sptl Neonatus 2011 Revisi

    40/51

     

    4(

    DEPARTEMEN IKA

    RSMH PALEMBANG

    NEONATAL HIPOGLIKEMI KODE ICD: P70.4

    No.Dokumen No. RevisiHalaman: 1/ 2

    Panduan Praktek

    Klinis

    Tanggal revisi

    Ditetapkan oleh,

    Ketua Divisi Perinatologi

    dr. Herman Bermawi, Sp.A(K)

    Definisi Kondisi bayi dengan kadar glukose darah kurang nilai normal yang

    dapat memeriksa gejala (simptomatis) atau tidak memberi gejala

    (asimptomatis).

    Etiologi 1. Bayi lahir dari ibu Diabetes Melitus

    2. Bayi berat lahir rendah

    3. Bayi prematur

    4. Sepsis

    5. Hypotermia

    6. Shock

    7. Bayi besar masa kehamilan 

    Patogenesis Bayi dari ibu DM yang tidak terkontrol akan menyebabkan hiperglikemi

    pada janin   peningkatan insulin janin   saat lahir asupan glukosa

    dari plasenta terputus  hipoglikemia 

    Diagnosis a. Pemeriksaan fisis:

    Klinis: dapat asimptomatik atau simptomatik berupa apatis,

    hipotoni, muntah, sianosis, apnu, twitching/kejang, nistagmus dan

    temperatur tidak stabil.

    b. Pemeriksaan laboratoris

    Untuk menentukan adanya hipoglikemi dilakukan pemeriksaan

    dekstrostik

    •  Bayi : cukup bulan kadar glukosa darah

  • 8/20/2019 Sptl Neonatus 2011 Revisi

    41/51

     

    41

    berat badan). Monitor kadar gula darah setiap 2 jam dalam 6 jam

    pertama, selanjutnya setiap 4 jam. Bila 2 kali pemeriksaan kadar

    gula darah stabil tidak perlu dimonitor lagi. Bila kadar gula darah

    normal tidak tercapai dalam 4 jam, maka diberi dekstrose 12-15%.

    Bila 4 jam belum tercapai kadar gula darah normal, maka

    ditambahkan Hidrokortison 5 mg/kgBB dalam cairan infus setiap 12

     jam atau prednison 2 mg/kgBB dibagi 3 dosis. Dalam keadaan

    lanjut (menjadi progresif) baru dipertimbangkan penyebab yang

     jarang seperti “inborn error of metabolism”, tumor pankreas, dan

    lain-lain

    Edukasi : penjelasan mengenai factor risiko dan penatalaksanaan

    serta komplikasi

    Komplikasi :

    Prognosis : Bergantung respon terhadap terapi dan etiologinya.

    Kepustakaan 1. MacDonald MG,Mullet MD, Seshia M, Avery’s Neonatology.

    Pathophysiology & Managementof the Newborn. Edisi 6,

    Lippincott William & Walkins, 2005.

    2. Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A. Buku Ajar

    Neonatologi. Edisi 1, Badan Penerbit IDAI, 2008.

    3. Gomella TL, Cunningham MD,Eyal FG, Zenk KE, Neonatology.Edisi 5, Lange McGraw Hill, 2003.

    4. Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR, Manual of Neonatal care.

    Edisi 6,Lippincott William & Walkins, 2008

    5. Fanaroff and Martin’s Neonatal-Perinatal Medicine. Edisi 8,

    Mosby Elsevier, 2006.

    6. Levene MI, Tudehope Di, Sinha S, Essential Neonatal Mediceine,

    Edisi 4, BalckwellPublishing, 2008.

  • 8/20/2019 Sptl Neonatus 2011 Revisi

    42/51

     

    42

    DEPARTEMEN IKA

    RSMH PALEMBANG

    KEJANG PADA NEONATAL KODE ICD: P90

    No.Dokumen No. RevisiHalaman: 1/ 2

    Panduan Praktek

    Klinis

    Tanggal revisi

    Ditetapkan oleh,

    Ketua Divisi Perinatologi

    dr. Herman Bermawi, Sp.A(K)

    Definisi Kejang pada BBL secara klinis adalah perubahan paroksimal dari

    fungsi neurologik (misalnya perilaku, sensorik, motorik dan fungsi

    autonom sistem syaraf) yang terjadi pada bayi berumur sampai

    dengan 28 hari.

    Etiologi Kejang pada neonatal banyak penyebabnya, antara lain:

      Kelainan metabolik: hipoglikemi, hipomagnesemi, hiponatremi,

    defisiensi B6, Kern Icterus

      Infeksi : meningitis, sepsis

      Perdarahan intrakranial, anoksia serebri

    Patogenesis penurunan ambang kejang pada neonatus mencerminkan

    peningkatan aktifitas pada otak yang masih imatur. Otak neonatusmemiliki perkembangan yang lebih pada sistem eksitatori dibanding

    sistem inhibisi yang bersifat sementara.

    Diagnosis a. Pemeriksaan fisis:

    Manifestasi klinis kejang pada neonatus bervariasi, mulai dari

    subtle sampai kejang tonik. Bentuk subtle seperti tangis

    melengking (high pitch cry), gerakan kaki seperti mengayuh

    sepeda, apnu, gerakan mata yang abnormal.

    b. Pemeriksaan penunjang

    pemeriksaan dekstrostik, elektrolit darah, lumbal pungsi, Hb, danHt berkala, darah rutin, kultur darah, bilirubin total, EEG, foto

    tulang kepala dan USG

    Penatalaksanaan   Bila ada hipoglikemia diberi dekstrose yang sebelumnya diperiksa

    dekstrostik

      Bila ada hipokalsemi, kalsium glukonas 10% 3 cc/kgBB diberikan

    secara perlahan-lahan melalui drip (10 cc Ca glukonas + 90 cc

    dekstrose 10 % + NaCl 15% 6 cc)

      Bila ada kejang umum tonik klonik, berikan phenobarbital loading

  • 8/20/2019 Sptl Neonatus 2011 Revisi

    43/51

     

    43

    dose 20 mg/kgBB IM kemudian dilanjutkan dengan 3 mg/kgBB/kali

    setiap 12 jam per oral/IM, kalau dosis awal kejang belum teratasi

    bisa diberikan lagi dosis 10 mg/kgBB.

    -  Bila masih kejang berikan phenobarbital 10 mg/kgBB (max 40

    mg/kgBB)

    -  Bila masih kejang berikan phenytoin 15-20 mg/kgBB intravena

    selama 30 menit dilanjutkan maintenance 3-5 mg/kgBB/hari (2

    kali pemberian)

    -  Bila gagal, berikan lorazepam 0,05-0,1 mg/kgBB intravena

    ulangi 2-3 dosis tiap 15 menit (dosis maksimal 2-5 mg) atau

    diazepam 0,1-0,3 mg/kgBB/kali intravena.

      Pada bayi tanpa ikterus atau umur >7 hari dapat diberikan valium

    dengan dosis awal 0,5 mg/kgBB dan dilanjutkan dengan 0,2

    mg/kgBB/kali  Bila hipomagnesemi MgSO4

     0,25 cc/kgBB IM

      Bila dicurigai defisiensi piridoksin diberikan piridoksin 25-50 mg IV

    (Bila semasa hamil ibu banyak makan B6)

    Edukasi : penjelasan mengenai factor risiko dan penatalaksanaan

    serta komplikasi

    Komplikasi : Gangguan neurodevelopmental

    Prognosis : Prognosis secara umum untuk bertahan hidup adalah sekitar 85%,

    akan tetapi prognosis untuk neurodevelopment jangka panjang adalah

    50% terdapat sekuele.

    Kepustakaan 1. MacDonald MG,Mullet MD, Seshia M, Avery’s Neonatology.

    Pathophysiology & Managementof the Newborn. Edisi 6,

    Lippincott William & Walkins, 2005.

    2. Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A. Buku Ajar

    Neonatologi. Edisi 1, Badan Penerbit IDAI, 2008.

    3. Gomella TL, Cunningham MD,Eyal FG, Zenk KE, Neonatology.

    Edisi 5, Lange McGraw Hill, 2003.

    4. Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR, Manual of Neonatal care.Edisi 6,Lippincott William & Walkins, 2008

    5. Fanaroff and Martin’s Neonatal-Perinatal Medicine. Edisi 8,

    Mosby Elsevier, 2006.

    6. Levene MI, Tudehope Di, Sinha S, Essential Neonatal Mediceine,

    Edisi 4, BalckwellPublishing, 2008

  • 8/20/2019 Sptl Neonatus 2011 Revisi

    44/51

     

    44

    JEJAS AKIBAT PERSALINAN Kode ICD : P12.3

    No Dokumen No Revisi Halaman :

    Panduan Praktek

    Klinis

    Tanggal Revisi Ditetapkan oleh,

    Ketua Divisi Perinatologi

    dr. Herman Bermawi, Sp.A(K)

    Definisi: Gangguan pada struktur atau fungsi tubuh yang terjadi akibat efek

    samping proses persalinan

    Etiologi / faktor

    risiko

    1. Ibu : primi para, ibu dengan CPD, prolong atau rapid labour,

    oligohydramnion, malpresentasi janin

    2. Persalinana: vacum ekstrasi, forceps ekstraksi, versi

    3. Janin : BBLR, prematuritas, makrosomia, kelainan kongenital

    Bentuk Klinis 1. Paralisis Ducchene Erb

    Etiologi:

    Kelainan ini terjadi karena trauma jaringan syaraf yang keluar dari

    segmen vertebrae servilkalis V-VI. Trauma ini dikarenakan adanya

    kesukaran pada waktu mengeluarkan bahu pada presentasiverteks.

    Diagnosis:

    Pemeriksaan fisik:

      Lengan adduksi dan endorotasi

      Ekstensi sendi bahu

      Pronasi sendi bahu

      Fleksi pergelangan tangan

      Tidak didapat refleks moro, bisep maupun radius.

    Tindakan:  Immobilasi selama 2-3 minggu dengan posisi tangan

    diletakkan di atas perut.

    Mulai fisioterapi setelah 2 minggu.2. Paralisis Klumke 

    Etiologi: 

    Kelainan ini terjadi karena persalinan sungsang atau presentasi

    verteks dengan kesukaran pengeluaran bahu/pundak.

    Diagnosis:

    Gambaran klinis: pergelangan tangan lumpuh, paresis otot-otot

    tangan, refleks memegang kurang dan biasanya terdapat gangguan

    sensorik.

  • 8/20/2019 Sptl Neonatus 2011 Revisi

    45/51

     

    45

    Tindakan:

    Pergelangan tangan diletakkan dalam posisi netral, diberi

    genggaman. Dalam keadaan ringan dapat sembuh sendiri dalam 3-

    6 minggu. Bila tidak sembuh perlu pemeriksaan saraf bedah

    ortopedi

    3. Paralisis N. Phrenikus

    Diagnosis:

    Diagnosis ditegakkan dengan:

    •  Pemeriksaan klinis

    •  Pemeriksaan fluoroskopi atau USG akan terlihat gerakan yang

    tertinggal pada diafragma yang mengalami paralisis

    Gambaran klinis:

    •  Ditemukan pada bayi dengan trauma pleksus brakialis

    •  Jam-jam pertama setelah lahir terjadi kesukaran bernapas

    •  Takipnu

    •  Kasus yang berat gejala dapat tiba-tiba

    •  Pernapasan paradokdal atau gerakan see saw

    •  Pemeriksaan fisik didapatkan gerakan terhambat pada

    diagfragama

    •  Redup pada perkusi di hemidifragma yang terkena

    •  Suara napas melemah pada auskultasi pada hemidiafragma yan

    terkena

    Foto thoraks: 

    Tampak hemidiafragma yang lumpuh elevasi (lebih tinggi)Diagnosis banding:

    •  Hernia diafragmatika

    •  Eventrasi diafragma kongenital

    Penatalaksanaan:

    •  Tidak ada penatalaksanaan khusus

    •  Bayi ditidurkan miring pada posisi yang sakit

    •  Diberi oksigen

    •  Cairan nutrisi parenteral

    •  Rangsangan listrik perkutaneus pada N. Frenikus

    •  Antibiotika diberikan bila ada indikasi•  Tindakan bedah dilakukan bila terdapat gangguan pernapasan

    yang berat dan terapi konservatif tidak ada perbaikan selama 3-4

    bulan

    4 Paresis Saraf Fasialis Perifer

    Etiologi:

    Trauma lahir N. fasialis perifer terjadi akibat penekanan yang keras

    pada syaraf tersebut. Penekanan ini dapat terjadi karena jepitan

    daun cunam sekitar foramen stilomastoideum atau pada waktu

    serabut saraf melewati ramus mandibula. Dapat juga terjadi

  • 8/20/2019 Sptl Neonatus 2011 Revisi

    46/51

     

    4

    penekanan oleh os sacrum pada persalinan yang lama.

    Diagnosis:

    Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang ditemui dan

    adanya riwayat trauma pada persalinan.

    Gejala Klinis:

    Gambaran klinis tergantung dari berat ringannya kerusakan saraf

    •  Dapat terlihat segera setelah lahir, lebih jelas lagi pada hari

    kedua atau ketiga

    •  Bila ringan tampak muka asimetri saat menangis

    •  Pada kerusakan yang berat atau komplit, kelopak mata terbuka

    pada waktu menangis mata akan terbuka lebih lebar pada sisi

    yang sakit pada keadaan istirahat dan plika nasolabialis

    mendatar serta muka tampak asimetris

    Pengobatan:•  Tidak ada terapi spesifik

    •  Bila paralisis komplit pengobatan terutama ditujukan agar kornea

    mata tidak mengalami kekeringan dengan memberikan tetes

    metilselulose 1% secara berkala setiap 4 jam

    •  Fungsi N. Fasialis harus diobservasi ketat, bila tidak ada

    menunjukkan perbaikan sampai hari ke 7-10 dilakukan tes

    elektrodiagnostik untuk melihat Apakah ada syaraf yang

    mengalami degenerasi atau terputus. Bila ada, maka harus

    dilakukan bedah syaraf. Pada paresis yang ringan biasanya

    akan sembuh sendiri dalam beberapa hari.

    Edukasi : penjelasan mengenai factor risiko dan penatalaksanaan

    serta komplikasi

    Komplikasi :

    Prognosis:  baik bila tanpa komplikasi

    Kepustakaan 1. MacDonald MG,Mullet MD, Seshia M, Avery’s Neonatology.

    Pathophysiology & Managementof the Newborn. Edisi 6,

    Lippincott William & Walkins, 2005.

    2. Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A. Buku Ajar

    Neonatologi. Edisi 1, Badan Penerbit IDAI, 2008.

    3. Gomella TL, Cunningham MD,Eyal FG, Zenk KE, Neonatology.

    Edisi 5, Lange McGraw Hill, 2003.

    4. Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR, Manual of Neonatal care.

    Edisi 6,Lippincott William & Walkins, 2008

    5. Fanaroff and Martin’s Neonatal-Perinatal Medicine. Edisi 8, Mosby

    Elsevier, 2006.

    6. Chair I, Marnoto BW, Rifaii RF, Buku Panduan Resusitasi

    Neonatus Edisi 5, AAP, 2006.

    7. Levene MI, Tudehope Di, Sinha S, Essential Neonatal Mediceine,

  • 8/20/2019 Sptl Neonatus 2011 Revisi

    47/51

     

    4!

    Edisi 4, BalckwellPublishing, 2008.

    DEPARTEMEN IKA

    RSMH PALEMBANG

    NEONATAL HEPATITIS KODE ICD: P59.2

    No.Dokumen No. Revisi Halaman: 1/ 2

    Panduan Praktek

    Klinis

    Tanggal revisi

    Ditetapkan oleh,

    Ketua Divisi Perinatologi

    dr. Herman Bermawi, Sp.A(K) 

    Definisi Adalah keadaan dimana terjadi peningkatan bilirublin terkonjugasi

    yang bukan disebabkan oleh adanyan obstruksi billiaris.

    Etiologi: a. Infeksi (virus, bakteri, syphilis)b. Defisiensi alfa 1 antitrypsin

    c. Galactosemia

    d. Penyakit hemolitik

    e. Fibrosis kistik

    Gejala klinik: a. Ikterus lebih dari 2 minggu (“prolong joundice”)

    b. Hepatomegali dan atau splenomegali 

    Pemeriksaan

    laboratorium:

    a. Bilirubin total, bilirubin terkonjugasi

    b. Tes fungsi hati

    c. Biopsi

    d. Tergantung etiologi: serologi TORCH, kultur darah

    Terapi: a. Tergantung pada etiologinya

    b. Mengobati infeksi bila oleh karena penyakit infeksi

    c. Luminal: 3-5 mg/kgBB/hari

    d. Kolestiramin 240 mg/kgBB/hari

    Kepustakaan 1. MacDonald MG,Mullet MD, Seshia M, Avery’s Neonatology.

    Pathophysiology & Managementof the Newborn. Edisi 6,

    Lippincott William & Walkins, 2005.

    2. Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A. Buku AjarNeonatologi. Edisi 1, Badan Penerbit IDAI, 2008.

    3. Gomella TL, Cunningham MD,Eyal FG, Zenk KE, Neonatology.

    Edisi 5, Lange McGraw Hill, 2003.

    4. Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR, Manual of Neonatal care.

    Edisi 6,Lippincott William & Walkins, 2008

    5. Fanaroff and Martin’s Neonatal-Perinatal Medicine. Edisi 8,

    Mosby Elsevier, 2006.

    6. Levene MI, Tudehope Di, Sinha S, Essential Neonatal Mediceine,

    Edisi 4, BalckwellPublishing, 2008.

  • 8/20/2019 Sptl Neonatus 2011 Revisi

    48/51

     

    4$

    DEPARTEMEN IKA

    RSMH PALEMBANG

    KELAINAN BEDAH PADA NEONATAL KODE ICD:

    No.Dokumen No. RevisiHalaman: 1/ 2

    Panduan Praktek

    Klinis

    Tanggal revisi

    Ditetapkan oleh,

    Ketua Divisi Perinatologi

    dr. Herman Bermawi, Sp. A(K)

    Definisi Kelainan kongenital pada bayi baru lahir yang memerlukan tindakan

    bedah atau koreksi bedah 

    ATRESIA ESOFAGUS DAN FISTULA ESOFAGUS

    Batasan: -  Atresia Esofagus meliputi kelompok kelainan kongenital terdiri dari

    gangguan kontuinitas esofagus dengan atau tanpa hubungan

    dengan trakhea.

    -  Pada 86% kasus terdapat fistula trakhea oesophageal di distal,

    pada 7% kasus tanpa fistula Sementara pada 4% kasus terdapat

    fistula tracheooesophageal tanpa atresia, terjadi 1 dari 2.500

    kelahiran hidup.

    Diagnosis Gejala klinik:

      Kehamilan/kelahiran sering dijumpai adanya polihidramnion

      Hipersalivasi

      Regurgitasi

      Pemasangan kateter ke dalam esopagus tidak dapat masuk lebih

    dari10 cm

      Adanya SGN yang hilang sementara pada pengisapan lendir dari

    faring. dan akan bertambah waktu dicoba minum per oral.

    Radiologis:

      Pada foto lateral dan frontal thoraks/abdomen tampak ujung kateter

    nasogastrik yang bersifat radio opaque, melingkar/berhenti padaujung sumbatan esofaglus dan udara mengisi usus/gaster

    Jika perlu lakukan pemasukan bahan kontras ke kantong atresia

    sebanyak 2 ml dengan bantuan floroskopis untuk menentukan

    tinggi dan jenis atresia cum fistula tersebut.

    Penatalaksanaan: -  Perawatan pre operatif

    -  Pasang kateter ke dalam kantong atresia dan lakukan penghisapan

    lendir secara berkala setiap ½-1 jam, letakkan bayi dalam inkubator

    dengan posisi kepala lebih tinggi dengan kemiringan 60o atau anak

    dibaringkan dengan posisi tengkurap untuk mencegah regurgitasi

  • 8/20/2019 Sptl Neonatus 2011 Revisi

    49/51

     

    4%

    cairan lambung. Pemberian cairan dan kalori secara IVFD,

    makanan peroral distop dan pemberian antibiotika profilaksis

    mengobati aspirasi pneumoni

    -  Lakukan kerja sama dengan bagian bedah untuk tindakan paliatif

    dan definitif.

    SPINA BIFIDA

    Batasan: Kelainan pada neonatus yang terjadi pada gangguan penutupan

    dari kanalis spinalis yang menyebabkan gangguan medulla

    spinalis, meningen atau kedua-duanya

    Pendekatan

    diagnosis:

    •  Menentukan jenis spina bifida:

      Spina bifida non sistika:

    -  Sering terjadi di lumbosakral-  Sering dijumpai kelainan lain di daerah tersebut berupa

    hemangioma, rambut, lipoma, dimple atau sinus.

      Spina bifida sistika:

    •  Menentukan jenis:

      Meningocele: tidak dijumpai defisit neurologi, transiluminasi(+)

      Meningomyelocele: ada defisit neurologi, transiluminasi (-)

    •  Menentukan diagnosis

    Bila kiste ditekan ubun-ubun besar menonjol diagnosis pasti

    dengan eksplorasi bedah.

    Pengobatan: •  Konservatif dengan kompres NaCl fisiologis dan antibiotika

    profilaksis

    •  Koreksi bedah

    Kepustakaan 1. MacDonald MG,Mullet MD, Seshia M, Avery’s Neonatology.

    Pathophysiology & Managementof the Newborn. Edisi 6, Lippincott

    William & Walkins, 2005.

    2. Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A. Buku Ajar

    Neonatologi. Edisi 1, Badan Penerbit IDAI, 2008.

    3. Gomella TL, Cunningham MD,Eyal FG, Zenk KE, Neonatology.

    Edisi 5, Lange McGraw Hill, 2003.

    4. Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR, Manual of Neonatal care.

    Edisi 6,Lippincott William & Walkins, 2008

    5. Fanaroff and Martin’s Neonatal-Perinatal Medicine. Edisi 8,

    Mosby Elsevier, 2006.

    6. Levene MI, Tudehope Di, Sinha S, Essential Neonatal Mediceine,

    Edisi 4, BalckwellPublishing, 2008.

  • 8/20/2019 Sptl Neonatus 2011 Revisi

    50/51

     

    5(

    DEPARTEMEN IKA

    RSMH PALEMBANG

    KELAINAN PADA SENDI DAN

    EKSTREMITAS

    Kode ICD : M25.9

    No Dokumen No Revisi Halaman :

    Panduan Praktek

    Klinis

    Tanggal Revisi Ditetapkan oleh,

    Ketua Divisi Perinatologi

    dr. Herman Bermawi, Sp.A(K)

    Definisi Kelainan kongenital yang ditemukan pada bayi baru lahir yang

    terdapat pada persendian dan ekstremitas.

    1. Kontraktur Sendi

    Gambaran klinik: Terbatasnya gerakan aktif dan pasif dengan sedikit rasa sakit bila

    sendi besar digerakkan secara bebas serta gerakan terhenti oleh

    rintangan yang keras dan tak elastis. Persendian terfiksir dalam

    posisi fleksi atau ekstensi

    Penatalaksanaan: Konservatif dengan melakukan manipulasi peregangan atau

    pemasangan gips secara serial, dilanjutkan dengan pemasangan

    splin pada malam hari dan untuk berjalan dipakai brace sampai

    usia 6 tahun. Fisioterapi untuk jangka panjang dengan tujuan untukmencegah deformitas lanjut.

    2. Dislokasi sendi panggul

    Gambaran klinis: Dislokasi sendi panggul dapat di tes dengan pemeriksaan

    •  Ortolani: bayi dibaringkan telentang dengan tungkai dan lutut

    90. Tangan pemeriksa memegang tungkai bayi dengan jari

    tangan pada trokanter mayor dan tungkai diangkat untuk

    mengeluarkan kaput femoris dari posisi dislokasi, Secarabersaama-sama dan perlahan-lahan dilakukan abduksi tungkai.

    Disebut (+) bila pemeriksaan mendengar dan merasakan adanya

    gerakan kaput femoris

    •  Barlow: Satu tangan memegang panggul bayi dengan ibu jari

    pada simpisis pubis sementara jari-jari yang lain pada os

    koksigeus.Tangan yang lain memegang tungkai bayi dan

    dilakukan adduksi perlahan-lahan. Dislokasi akan terasa dengan

    keluarnya kaput femoris dan acetabulum ke arah posterior

  • 8/20/2019 Sptl Neonatus 2011 Revisi

    51/51

     

    Pemeriksaan

    radiologis:

    Tidak rutin dilakukan pada bayi baru lahir. Dislokasi akan tampak

    lebih jelas setelah terjadi osifikasi pada epifise femur yaitu pada

    usis 3-4 bulan

    Penatalaksanaan: Immobilisasi sendi panggul dalam posisi adduksi selama 2-3 bulan.

    Secara sederhana dapat digunakan double napkins atau dapat

    dipasang abductions splint. Pada dislokasi sendi panggul yang

    kaku yang tidak berhasil dengan terapi konservatif dilakukan terapi

    operatif

    3. Talipes Equino Varus

    Gambaran klinis: Kaki tertekuk ke dalam dengan belakang dalam posisi talipes dan

    kaki depan dalam posisi equinovarus

    Penatalaksanaan: Deformitas yang ringan dapat dikoreksi dengan peregangan pasif

    dan fisioterapi. Pada deformitas yang lebih berat dilakukan

    pemasangan gips secara serial, dilanjutkan dengan fisioterapi.

    Kelainan yang tidak dapat dikoreksi secara konservatif dilakukan

    terapi operatif. Operasi sebaliknya dilakukan sebelum anak berjalan

    atau sebelum usia 2 tahun.

    Prognosis Baik bila ditangani secara tepat dan awal

    Kepustakaan 1. MacDonald MG,Mullet MD, Seshia M, Avery’s Neonatology.

    Pathophysiology & Managementof the Newborn. Edisi 6,

    Lippincott William & Walkins, 2005.

    2. Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A. Buku Ajar

    Neonatologi. Edisi 1, Badan Penerbit IDAI, 2008.

    3. Gomella TL, Cunningham MD,Eyal FG, Zenk KE, Neonatology.

    Edisi 5, Lange McGraw Hill, 2003.

    4. Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR, Manual of Neonatal care.

    Edisi 6,Lippincott William & Walkins, 2008

    5. Fanaroff and Martin’s Neonatal-Perinatal Medicine. Edisi 8, Mosby

    Elsevier, 2006.6. Chair I, Marnoto BW, Rifaii RF, Buku Panduan Resusitasi

    Neonatus Edisi 5, AAP, 2006.

    7. Levene MI, Tudehope Di, Sinha S, Essential Neonatal

    Mediceine, Edisi 4, BalckwellPublishing, 2008.