sosio historiografi kehidupan omelanden batavia

52
1 SOSIO HISTORIOGRAFI KEHIDUPAN OMELANDEN BATAVIA Christine WM ABSTRAK Batavia ( Jakarta ) sang Ratu dari Timur , memilki sejarah panjang yang tidak saja kompleks namun juga demikian menarik . Catatan sejarah mengungkap bahwa perjalanan di ”melting pot” senantiasa diwarnai oleh dinamika kehidupan khas dan penuh cita rasa . Gabungan antara budaya dari pemukim keturunan Melayu /pribumi dan Tionghoa peranakan yang telah hidup saling berdampingan selama berabad – abad merupakan kekhasan paling menonjol dari kota ini , terutama sekali sejak abad ke – 16 . Kelahiran dan perkembangan pesat kota juga bisa sebagai akibat kolonialisme, penaklukan atau perluasan megapolis dan adanya minoritas kreatif (creative minority). 'Hukum sosio historis' ini juga berlaku bagi sejarah Jakarta. Sejarah yang berelemen percampuran berbagai unsur itu menciptakan Batavia sebagai kota kosmopolitan berenergi tinggi , senantiasa berdenyut kuat untuk menandakan perubahan cepat dan tak pernah usai yang masih terus terasa hingga kini . Kekhasan itulah yang telah memukau siapa saja , apakah itu penduduk aslinya sendiri , pengunjung sementaranya ( turis ) ataupun mereka yang mungkin tidak pernah kesampaian menjejakkan kakinya di Batavia sama sekali . Semua itu telah terdokumentasikan dalam pelbagai buku termasuk dalam sejumlah buku catatan– catatan perjalanan ataupun sekadar buku kenang – kenangan . Sayangnya . meskipun demikian menarik dan imaginatif , buku buku yang beredar mengenai hal tersebut , karena disusun oleh pendatang yang berkehendak mempresentasikan lokalitas Batavia dari kacamata budaya tertentu , warna kolonialnya tampak terasa sangat kuat . Berkat proses seleksi dan manipulasi selalu saja dapat ditandai kesan teaterikal dan ornamental genre buku seperti itu . Yang lebih penting lagi , isinya juga tidak senantiasa mau mengikutsertakan realita kehidupan lokal sesungguhnya , karena dianggap bukan termasuk ”puncak – puncak keindahan” wilayah kota . Kesemuanya ini dilakukan semata - mata demi menjaga ”keaslian ” dan tidak hilangnya dramatisasi sang objek sesuai dengan selera yang mempresentasikanya . Cara menyampaikan dan mendeskripsikan tempat – tempat di Batavia seperti itu telah membentuk konsep keindahan Batavia yang khusus , seperti direfleksikan di dalam foto – foto kuno atau kartupos kolonial yang diterbitkan dengan desain yang bermacam – macam . Terlebih lagi dengan diperkenalkannya budaya turisme modern sejak permulaan abad ke 20 telah menciptakan Hindia ( baca: batavia ) seolah secara umum memiliki dua lanskap keindahan yang berbeda . Yang pertama adalah yang dominan , resmi , megah dan dianggap layal dijual /disajikan . Jenis lansekap lainnya adalah yang tidak resmi , bila panggung pertunjukan dapat diibaratkan letaknya di belakang panggung atau layar , disimbolkan dengan suasana kampung yang bersahaja , namun sesungguhnya asli dan apa adanya yaitu kehidupan para penghuninya yang terdiri dari berbagai suku , agama , ras dan golongan yang tinggal disekitar tembok ( ommelanden ) . Adanya dominasi cara pandang yang pertama itu seringkali dirasakan sebagai kurang adil dibandingkan dengan , misalnya cara pandang kalangan pribumi atau non-Belanda lainnya . Penjelasan – penjelasan mengenai kota ini yang menghilang dan telah dilucuti kehadirannya biasanya bisa muncul dalam cara pandang yang berasal dari dalam , yakni dari kalangan penduduknya . Tema – tema kebersahajaan dalam kehidupan , gaya dan falsafah hidup yang selama ini di/terlewatkan sesungguhnya sudut menarik bila esensinya mampu ditampilkan kembali . Tentu saja menemukan kembali yang hilang itu untuk disiapkan bagi pembaca masa kini bukanlah pekerjaan yang mudah . Awal ide konsep pada saat saya membuat tulisan ini adalah saat saya membaca sebuah buku mengenai kebudayaan indis karya Prof Dr Djoko Soekiman dan F De Haan disana banyak dibahas mengenai gaya hidup masyarakat pribumi maupun non pribumi yang terpengaruh oleh gaya hidup masyarakat kolonial . Namun disatu sisi lain pembahasan mengenai multi etnis yang ada sejak awal berdirinya kota tersebut masih sangat jarang sekali dibahas . Hingga saat ini penulisan sejarah ( historiografi ) tentang Jakarta/Batavia telah mengalami perkembangan yang cukup pesat . Berbagai karya ilmiah ditulis oleh para sejarahwan untuk mengulas bermacam aspek yang berkaitan dengan sejarah kota Jakarta . Salah satunya adalah karya Lance Castles yang berjudul ”The Ethnic Profile of Jakarta ” tahun 1967. Artikel ini seringkali menjadi sasaran kritik dari masyarakat yang menjadi salah satu pokok bahasan artikel itu yaitu masyarakat pribumi . Dimana terjadi perdebatan mengenai asal muasal kaum pribumi yang di katakan Castles berasal dari ”budak” , sementara bagi kaum pribumi pendapat itu ditentang keras karena istilah ”budak ” tidak sanggup untuk menjelaskan asal orginalitas etnik penduduk Jakarta /Batavia itu sendiri , karena sudah terjadi berbagai macam akulturasi yang majemuk diantara etnis etnis yang ada . Perlu disebutkan bahwa dalam tulisan ini kisah masyarakat Betawi , pribumi , peranakan yang majemuk dan kosmopolitan itu masih tetap menarik , yang jelas tulisan ini berusaha menampilkan asal muasal kota Batavia hingga menjadi Jakarta ditinjau dari aspek sejarah perkembangan masyarakatnya yang senantiasa mengalami perubahan dalam segi sosial budaya yang secara tidak langsung juga berpengaruh pada perkembangan arsitektur dari masa ke masa itu . Demikianlah semoga tulisan sederhana mengenai sejarah kebudayaan ini ada manfaatnya bagi pengembangan ilmu sejarah di Indonesia. Saya menyadari tulisan ini ini tidak lepas dari kekurangan . Oleh karena itu kritik dan saran untuk perbaikan di masa mendatang sangat diharapkan . Kata Kunci : Batavia , Sosio Historis , Originalitas Etnik , Akulturasi , Kolonial , Ommelanden

Upload: others

Post on 21-Oct-2021

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SOSIO HISTORIOGRAFI KEHIDUPAN OMELANDEN BATAVIA

1

SOSIO HISTORIOGRAFI KEHIDUPAN OMELANDEN BATAVIA Christine WM

ABSTRAK Batavia ( Jakarta ) sang Ratu dari Timur , memilki sejarah panjang yang tidak saja kompleks namun juga demikian menarik . Catatan sejarah mengungkap bahwa perjalanan di ”melting pot” senantiasa diwarnai oleh dinamika kehidupan khas dan penuh cita rasa . Gabungan antara budaya dari pemukim keturunan Melayu /pribumi dan Tionghoa peranakan yang telah hidup saling berdampingan selama berabad – abad merupakan kekhasan paling menonjol dari kota ini , terutama sekali sejak abad ke – 16 . Kelahiran dan perkembangan pesat kota juga bisa sebagai akibat kolonialisme, penaklukan atau perluasan megapolis dan adanya minoritas kreatif (creative minority). 'Hukum sosio historis' ini juga berlaku bagi sejarah Jakarta. Sejarah yang berelemen percampuran berbagai unsur itu menciptakan Batavia sebagai kota kosmopolitan berenergi tinggi , senantiasa berdenyut kuat untuk menandakan perubahan cepat dan tak pernah usai yang masih terus terasa hingga kini . Kekhasan itulah yang telah memukau siapa saja , apakah itu penduduk aslinya sendiri , pengunjung sementaranya ( turis ) ataupun mereka yang mungkin tidak pernah kesampaian menjejakkan kakinya di Batavia sama sekali . Semua itu telah terdokumentasikan dalam pelbagai buku termasuk dalam sejumlah buku catatan– catatan perjalanan ataupun sekadar buku kenang – kenangan . Sayangnya . meskipun demikian menarik dan imaginatif , buku buku yang beredar mengenai hal tersebut , karena disusun oleh pendatang yang berkehendak mempresentasikan lokalitas Batavia dari kacamata budaya tertentu , warna kolonialnya tampak terasa sangat kuat . Berkat proses seleksi dan manipulasi selalu saja dapat ditandai kesan teaterikal dan ornamental genre buku seperti itu . Yang lebih penting lagi , isinya juga tidak senantiasa mau mengikutsertakan realita kehidupan lokal sesungguhnya , karena dianggap bukan termasuk ”puncak – puncak keindahan” wilayah kota . Kesemuanya ini dilakukan semata - mata demi menjaga ”keaslian ” dan tidak hilangnya dramatisasi sang objek sesuai dengan selera yang mempresentasikanya . Cara menyampaikan dan mendeskripsikan tempat – tempat di Batavia seperti itu telah membentuk konsep keindahan Batavia yang khusus , seperti direfleksikan di dalam foto – foto kuno atau kartupos kolonial yang diterbitkan dengan desain yang bermacam – macam . Terlebih lagi dengan diperkenalkannya budaya turisme modern sejak permulaan abad ke 20 telah menciptakan Hindia ( baca: batavia ) seolah secara umum memiliki dua lanskap keindahan yang berbeda . Yang pertama adalah yang dominan , resmi , megah dan dianggap layal dijual /disajikan . Jenis lansekap lainnya adalah yang tidak resmi , bila panggung pertunjukan dapat diibaratkan letaknya di belakang panggung atau layar , disimbolkan dengan suasana kampung yang bersahaja , namun sesungguhnya asli dan apa adanya yaitu kehidupan para penghuninya yang terdiri dari berbagai suku , agama , ras dan golongan yang tinggal disekitar tembok ( ommelanden ) . Adanya dominasi cara pandang yang pertama itu seringkali dirasakan sebagai kurang adil dibandingkan dengan , misalnya cara pandang kalangan pribumi atau non-Belanda lainnya . Penjelasan – penjelasan mengenai kota ini yang menghilang dan telah dilucuti kehadirannya biasanya bisa muncul dalam cara pandang yang berasal dari dalam , yakni dari kalangan penduduknya . Tema – tema kebersahajaan dalam kehidupan , gaya dan falsafah hidup yang selama ini di/terlewatkan sesungguhnya sudut menarik bila esensinya mampu ditampilkan kembali . Tentu saja menemukan kembali yang hilang itu untuk disiapkan bagi pembaca masa kini bukanlah pekerjaan yang mudah . Awal ide konsep pada saat saya membuat tulisan ini adalah saat saya membaca sebuah buku mengenai kebudayaan indis karya Prof Dr Djoko Soekiman dan F De Haan disana banyak dibahas mengenai gaya hidup masyarakat pribumi maupun non pribumi yang terpengaruh oleh gaya hidup masyarakat kolonial . Namun disatu sisi lain pembahasan mengenai multi etnis yang ada sejak awal berdirinya kota tersebut masih sangat jarang sekali dibahas . Hingga saat ini penulisan sejarah ( historiografi ) tentang Jakarta/Batavia telah mengalami perkembangan yang cukup pesat . Berbagai karya ilmiah ditulis oleh para sejarahwan untuk mengulas bermacam aspek yang berkaitan dengan sejarah kota Jakarta . Salah satunya adalah karya Lance Castles yang berjudul ”The Ethnic Profile of Jakarta ” tahun 1967. Artikel ini seringkali menjadi sasaran kritik dari masyarakat yang menjadi salah satu pokok bahasan artikel itu yaitu masyarakat pribumi . Dimana terjadi perdebatan mengenai asal muasal kaum pribumi yang di katakan Castles berasal dari ”budak” , sementara bagi kaum pribumi pendapat itu ditentang keras karena istilah ”budak ” tidak sanggup untuk menjelaskan asal orginalitas etnik penduduk Jakarta /Batavia itu sendiri , karena sudah terjadi berbagai macam akulturasi yang majemuk diantara etnis etnis yang ada . Perlu disebutkan bahwa dalam tulisan ini kisah masyarakat Betawi , pribumi , peranakan yang majemuk dan kosmopolitan itu masih tetap menarik , yang jelas tulisan ini berusaha menampilkan asal muasal kota Batavia hingga menjadi Jakarta ditinjau dari aspek sejarah perkembangan masyarakatnya yang senantiasa mengalami perubahan dalam segi sosial budaya yang secara tidak langsung juga berpengaruh pada perkembangan arsitektur dari masa ke masa itu . Demikianlah semoga tulisan sederhana mengenai sejarah kebudayaan ini ada manfaatnya bagi pengembangan ilmu sejarah di Indonesia. Saya menyadari tulisan ini ini tidak lepas dari kekurangan . Oleh karena itu kritik dan saran untuk perbaikan di masa mendatang sangat diharapkan . Kata Kunci : Batavia , Sosio Historis , Originalitas Etnik , Akulturasi , Kolonial , Ommelanden

Page 2: SOSIO HISTORIOGRAFI KEHIDUPAN OMELANDEN BATAVIA

2

PENDAHULUAN PENDUDUK DAN MASYARAKAT KOTA BATAVIA Sebuah kota seperti biografi tokoh sejarah. Kota memiliki sejarah dan evolusi sosial organisnya sendiri; lahir, berkembang dan lenyap dalam sejarah. Sosiolog Jerman Max Weber berteori bahwa awal munculnya sejarah kota sejalan dengan perkembangan kapitalisme, markantilisme dan urbanisasi (Weber, The City, 1955). Louis Mumford berteori bahwa kota terbentuk dari sebuah nukleus sosial embrionik, berkembang lalu menjadi entitas sosial yang kompleks (Mumford, The City in History, 1973, hal. 11). Jakarta merupakan kota multi etnis, suku dan b udaya hak tersbut tercermin dalam peningggalan bangunan bangunan kuno kolonial dan keberagaman arsitektur kolonial dan ommeladen nya ( kampung kampung etnis ) semua hal tersebut merupakan bukti dari warisan kolonialisme dan masih terus berlangsung ”tanpa disadari” hingga kini , akulturasi etnis etnis melebur dalam satu tempat peleburan yaitu Jakarta , dimana dihuni berbagai macam etnis dan berbagai macam simbol simbol arsitektur yang unik dan indah , namun Kini, gedung tua yang bisa mendongengkan sejarah sebuah kota hanyalah sebatas cerita. Banyak di antaranya yang terbengkalai dan kurang mendapat perawatan. Masih Konsep Pertanyaan yang sering mengemuka adalah bilakah kota tua Jakarta atau Oud Batavia (Batavia Lama) akan kembali gemerlap? Bilakah gedung-gedung antik yang sudah berumur 2-3 abad itu kembali menunjukkan pesonanya? Persis seperti pada masa ia disebut-sebut sebagai Jewel of the East. Kalau kembali kebelakang sebenarnya apa yang disebut sebagai kota tua Jakarta adalah kawasan seluas 139 hektar yang terbentang dari daerah Pelabuhan Sunda Kelapa dan Kampung Luarbatang di ujung utara Jakarta hingga ke Jl Petakbaru dan Jembatanbatu di selatan. Dalam hitungan sejarah, ia mewakili wajah Jakarta pada masa VOC. Ia mulai dibangun pada tahun 1619 oleh Jan Pieterszoon Coen, Gubernur Jenderal VOC pertama. Gagasan menjadikan kota tua Jakarta sebagai kawasan yang bisa dijual untuk menyedot wisatawan mancanegara yang ingin menikmati keajaibannya sebagai kota tua Eropa di belahan timur dunia, tinggal gagasan. Karena, sampai saat ini belum banyak terjadi perubahan di kota tua Jakarta yang mengacu pada kebijakan dan rencana indah itu. Gedung-gedung yang sudah jadi monumen sejarah kota, sebagian besar masih saja tak terurus, bahkan ada yang semakin hancur dimakan zaman . Kendala dalam usaha menghidupkan kembali kota tua adalah banyaknya pemilik gedung yang belum tersentuh visi menghidupkan kota tua dan mempertahankan nilai nilai historis yang terkandung didalamnya dimana Jakarta dibangun dari aspek kampung kampung yang multi –etnis hasil kolonialisme Belanda .Sementara kendala lain diungkapkan pemerintah adalah soal kebersihan dan polusi kota. Who want to come to see the dirt? (Siapa yang mau datang untuk melihat kotoran?) Di samping soal sampah dan polusi, rawannya keamanan Ibu Kota dengan banyaknya tindak kriminal dan kerusuhan, juga jadi pertimbangan para wisatawan mancanegara datang ke Jakarta. Pola permukiman , bentuk rumah tinggal tradisional dan bangunan rumah tinggal kolonial sesudah kehadiran bangsa Eropa di Pulau Jawa dapat diikuti dan dicermati dari bermacam – macam sumber antara lain berupa berita tertulis buah karya orang Jawa , Belanda ( Eropa ) serta orang asing lainnya . Disamping itu terdpat peninggalan bangunan yang hingga saat ini masih ada dan dipergunakan sebagai tempat tinggal atau keperluan lain . Sumber lain yang juga dapat dipergunakan sebagai sumber berita adalah hasil karya yang berupa lukisan , sketsa , dan graver buah karya para musair , peneliti alam , pejabat VOC dan dokumnetasi pemerintah kolonial . Setelah dikenal penggunaan alat pemotret , hasil fotografi merupakan seumber berita penting

Page 3: SOSIO HISTORIOGRAFI KEHIDUPAN OMELANDEN BATAVIA

3

yang dapat dipergunakan untuk melengkapi sumber – sumber historiografi yang akan dibahas lebih lanjut lagi dibawah .

1625 Sumber Atlas of Mutual Heritage NL Pada saat itu kanal kanal utama the Groote River belum diluruskan dapat terlihat dari perbedaan yang terjadi seiring dengan perkembangnya

1672 Sumber Atlas of Mutual Heritage NL Peta perkembangan kota Batavia dari tahun ke tahun sumber KILTV dan Atlas Of Mutual Heritage , terlihat disana tembok kota batavia dan Kasteel perlahan lahan Batavia dibuat berdasarkan grid dan kanal yang diluruskan dan bermuara di perairan lepas pantai . Kateel Batavia adalah bangunan yang berbentuk seperti bintang pada gambar peta ini

1681 Sumber Atlas of Mutual Heritage terjadi pembagian

area berdasarkan etnis dengan alasan “keamanan” oleh pihak colonial .

1726 Batavia dilihat dari perairan lepas dan kapal kapal pinisi yang berlabuh dipantai untuk berdagang , pada lukisan ini terlihat keadaan yang dilihat oleh seorang pelukis dari sebuah kapal ( diprediksi seperti itu ) Sumber Atlas of Mutual Heritage NL

Sejak dahulu kota Jakarta menjadi tempat pertemuan kelompok – kelompok etnis dari berbagai kawasan Nusantara yang ikut mewarnai dan mempengaruhi pertumbuhan kota, baik pada zaman prakolonial , kolonial maupun sesudahnya . Selain itu kota Jakarta pun memiliki arti penting bagi bangsa – bangsa asing yang pernah meninggalkan sejarah ditempat ini . Dengan demikian Jakarta berkembang dari interaksi antar berbagai ragam kebudayaan etnis di kawasan Nusantara dengan hampir seluruh kebudayaan tinggi dunia , yaitu India , Cina , Islam dan Eropa .Bukti dari proses tersebut tercermin pada sisa – sisa kebudayaan baik fisik maupun non fisiknya seperti dekorasi bangunan , arsitektur masjid , vihara , kelenteng , bangunan pemerintahan dari berbagai periode , sarana umum seperti jalan dan kanal kanal , pelabuhan sarana militer dan sarana penunjang lainnya . Serta nama - nama yang berkaitan dengan tempat tempat tersebut .

Page 4: SOSIO HISTORIOGRAFI KEHIDUPAN OMELANDEN BATAVIA

4

Pada saat ini keberadaan sisa – sisa masa lalu mengalami krsis akibat pesatnya pembangunan . Di satu pihak pembangunan kota modern mendasarkan perencanaan pada prinsip efisiensi dengan menomorduakan aspek – aspek historis , sedangkan di lain pihak ada tuntutan mempertahankan nilai historis dan sifat khas kota itu . Prinsip yang kedua seringkali dinilai menghambat aktifitas yang pertama , sedangkan prinsip yangn pertama dinilai terlalu pragmatis karena tidak memperdulikan makna sisa – sisa masa lalu sebagai warisan budaya .Sebagai warisan budaya sisa – sisa masa lalu tidak hanya dapat dikembangkan sebagai wahana pendidikan masyrakat , tetapi juga dapat dikembangkan sebagai obyek wisata budaya yang sekaligus memiliki nilai – nilai ekonomis tinggi . Dengan menelusuri sejarah timbulnya perkampungan dan kehidupan sosial budaya yang ada pada saat kolonial kita dapat melihat kemajemukan masyrakat dan akar dari multietnis di kota Jakarta ini serta pola permukiman yang berkembang hingga sekarang . Namun sayang warisan budaya tersebut dari hari ke hari makin dilupakan oleh banyak orang dan dibiarkan terbengkalai begitu saja . Problem lain yang sering muncul dalam upaya pelestarian budaya kota ialah kesulitan menentukan bangunan – bangunan mana saja dalam suatu wilayah perkotaan yang perlu dilestarikan . Oleh karena itu dalam upaya memecahkan berbagai masalah yang berkaitan dengan pembangunan kota dan pelestarian budaya kota , penelitian dan penulisan sejarah kota , etnis didalamnya amat diperlukan. Sejarah perkembangan tersebut akan memperlihatkan bahwa bagian – bagian kota yang memiliki bangunan tua dan bersejarah atau bernilai tinggi cenderung berdiri di pusat kota dan dibalik bangunan – bangunan itu terdapat sejarah yang panjang mengenai cara hidup dan multikultutal yang terkandung di dalamnya . Sejak berdiri pada tahun 1527 kota Jakarta telah berusia hampir lima abad . Selama rentang waktu yangn cukup panjang itu kota Jakarta mengalami proses perkembangan dan perubahan baik fisik maupun non fisiknya . Perkembangan dan perubahan itu didorong dan dipengaruhi beberapa faktor yang saling menunjang baik yang bersifat internal maupun eksternal , seperti lingkungan fisik kota , pertumbuhan penduduk dan fungsi kota . Pembangunan pada masa Jayakarta tentu berbeda dengan pembangunan kota Jakarta pada zaman kompeni atau sesudahnya . Namun fenomena atau fakta membuktikan bahwa kurun tersebut berjalan secara berkesinambungan dan berangkai sampai pada wujudnya sekarang sebagai kota metropolitan . Dengan demikian mau tidak mau proses perencanaan kota Jakarta selanjutnya tidak boleh terlepas dari proses perkembangannya di masa lampau . Nilai – nilai yang terkandung dalam kurun waktu tertentu perlu dihadirkan sehingga proses perkembangan kota dari masa ke masa dapat tampil .

Page 5: SOSIO HISTORIOGRAFI KEHIDUPAN OMELANDEN BATAVIA

5

1733Homännischen ErbenMap and scenes of Batavia with various surrounding forts

Kota Jakarta mengalami perubahan besar dalam tata kotanya ketika dikuasai Belanda . Mula mula orang Belanda mendirikan benteng yang diberi nama Casteel Batavia dan sejak itu pola tata kota Jakarta disesuaikan dengan kota kota di Eropa . Situs kota berada di tepi Timur Ciliwung melebar ke selatan dari gudangn tua . Pemilihan benteng sebagai pelindung dan agar kota dekat dengan laut untuk kepentingan perdagangan . Adanya jaringan kanal di seputar kota memperlihatkan karakteristik Belanda abad pertengahan yang mengikuti tradisi Eropa suatu tradisi yang diperkuat oleh keletakan kota di daerah berawa – rawa 1 Perencanaan kota disesuaikan dengan keletakan lain dan bermuara di Kali Ciliwung .

1 James L Coban . Geographic Notes on the First Two Centuries of Djakarta dalam Y.M. Yeung (ed) Changing South East Asian Cities , Reading on Urbanization , Singpore , Oxford University Press , 1976 hlm 51 – 52

Page 6: SOSIO HISTORIOGRAFI KEHIDUPAN OMELANDEN BATAVIA

6

1682 BATAVIA FISH MARKET JOAN NIEHOF

1724 Stadhuys van batavia , de portuguessestands kerk daand the portugesseche buyten kerk

1780 BIRDS EYE VIEW OF BATAVIA

THE ORPHANAGE OF BATAVIA 1682 JOAN NIEUHOF

Jakarta laksana kota Belanda di negeri tropis dengan kanal kanal saling berpotongan , membentuk blok – blok segi empat , disertai jembatan – jembatan yang teratur . Pada abad ke 19 kota lama tidak lagi menjadi pusat kegiatan administrasi karena Gubernur Jenderal Daendels memindahkan pusat pemerintahan ke Weltevreden . Titik tolak perencanaan Weltevreden agaknya memiliki persamaan dengan pola kota kota lain di Indonesia ( Jawa ) dengan alun alun ditengah – tengah dan jalan – jalan lebar saling bersilangan yang memberikan ruang untuk jalan jalan sekunder 2 . Periode abad ke 16 sampai 18 dipandang sebagai masa terjadinya perubahan yang berbeda dengan masa sebelum dan sesudahnya , tulisan ini akan membahas beberapa masalah yang berkenaan dengan perubahan dan perkembangan yang terjadi pada kurun waktu tersebut yakni :

1. wujud kota Jakarta masa kompeni 2. perubahan –perubahan yang terjadi dan faktor faktor yang turut berperan dalam

perubahan tersebut termasuk didalamnya kemulti etnisan masyarakatnya 3. keterkaitan perkembangan masyarakat dengan penataan tata ruang kota terutama asal

muasal perkampungan yang timbul berdasarkan kesukuan dan sebagainya sebagai akibat politik kolonialisme . Adapun sumber sumber sejarah yang akan ditelusuri adalah sebagai mana yang disebutkan di bawah ini .

2 G E Jobst De stedebouwkundige ontwikkeling van Batavia , indisch Bouwkunding Tidjdscrijft , 27 , 1927 , hlm 76 , Siswadi

Perkembangan Kota Jakarta suatu tinjauan Sosial Historis dalam Abdurachman Surjomihardjo , Beberap a Segi Sejarah Masyarakat Budaya Jakarta , 1997 hlm 38

Page 7: SOSIO HISTORIOGRAFI KEHIDUPAN OMELANDEN BATAVIA

7

SUMBER HISTORIOGRAFI TERTULIS DARI BANGSA EROPA Sumber tertulis tentang Pulau Jawa dari bnagsa Eropa yang berupa cerita atau laporan perjalanan sudah ditulis orang sebelum abad XVII . Adapun khusus yang ditulis pada abad XVIII dan abad XIX cukup banyak antara lain berupa Rapporten , Missiven , Memories van Overgave ( naskah serah terima jabatan ) , Reis Beschrijvingen ( catatan perjalanan ) , Daghregisters ( catatan harian Kompeni di Batavia ) dan Contracten ( naskah – naskah perjanjian antara Kompeni dan kepala – kepala bangsa pribumi ) . Kebanyakan tulisan itu masih berupa manuskrip yang tersimpan di gedung arsip di Indonesia dan Belanda3 . Yang sudah diterbitkan antara lain Generale Missiven van Gouverneur Generaal en Raden aan Heeren XVII der Verenigde Oost Indische Compagnie , ( S’Gravenhage , 3 jilid , 1960 – 1968 ) : Daghregister Gehouden in’t Casteel batavia van Passerende daer ter Plaetse als over Geheel Nederlandst-Indie , ( 31 jilid , Batavia/Den Haag , 1888-1932 ) : Corpus Diplomaticum Neerlando Indicum ( diterbutkan)J.E Heeres G.F.W Stapel , Den Haag , 1907 – 1938 ) Adapun yang berupa berita tentang kota dan kehidupan masyarakatnya pada abad XVIII dan XIX banyak ditulis dalam kisah perjalanan di Hindia Belanda, khususnya Jawa , berdasarkan pengalaman si penulis. Memang karya itu sangat mengasikkan untuk dibaca untuk menambah wawasan gambaran hidup sezaman. Beberapa tulisan tentang pengalaman perjalaan dan pengamatan penulis kisah tersebut antara lain karya dari Van Ritter tahun 1851 yang menulis buku tentang perbudakan yang kemudian dihapus beberapa tahun kemudian , rumah rumah mewah (landhuizen) dan tentang kehidupan dan kegiatan yang dilihatnya sepanjang jalan Batavia .

Kateel view 1750 Sumber AMH

Kasteel view 1750 Sumber AMH

BERITA VISUAL Berasal dari karya lukisan , sketsa , grafis dan potret . Di samping berita dari karya – karya tulis tersebut diatas penggambaran kota permukiman dan perumahan dapat juga diikuti secara visual lewat karya lukisan para pelukis Eropa yang datang ke Indonesia . Lukisan grafis yaitu suatu lukisan dengan teknik encreux relief yang dipahatkan pada lempengan tembaga atau perunggu sangat populer . Dalam melukis , pelukis antara lain menggunakan cara penglihatan dari mata burung ( vogel vlucht ) . Karya – karya itu dilukis oleh para pelukis yang mengikuti perjalanan ,

3 Hong , Tio Tek , Keadaan Jakarta Tempo Doeloe , Sebuah Kenangan 1882 – 1959, Masup Jakarta

Page 8: SOSIO HISTORIOGRAFI KEHIDUPAN OMELANDEN BATAVIA

8

pelayaran atau ekspedisi . Karya mereka yang lain berupa lukisan kota – kota pantai seperti Batavia , Jepara , Banten , Gresik dan sebagainya . Yang banyak melukis bangunan rumah anatara lain J Rach , Heydt dan Van Reese . Untuk memahami hasil lukisan dari para pelukis atau pelat yang meneyrtai kegiatan perdagangan VOC yangn diteruskan oleh penguasa Pemerintah Hindia Belanda tersebut diperlukan pandaangan kritis seperti halnya memahami karya sastra atau laporan laporan perjalanan . Dalam memahami lukisan karya pelukis Eropa sejak abad XVI sampai dengan abad XIX dapat diperkirakan akan kebenaran sebagai sumber berita karena aliran lukisan naturalisme banyak diikuti pada waktu itu . Aliran ini mengkehendaki adanya ketepatan dalam melukis objeknya .Dengan demikian lukisan banyak memperlihatkan kebenarannya tanpa mengesampingkan kemungkinan si pelukis memasukkan unsur – unsur pandangan dan pikiran pribadinya . Sejauh mana subjektifitas si pelukis dalam melukis memang dapat diperdebatkan .

Perihal kebenaran dalam penilaian lukisan sebagai sumber sejarah dapat diikuti pendapat Witsen , bahwa apabila suatu karya budaya atau karya seni yang asliya sudah hilang , orang dapat menggunakan benda tiruan yang ada atau benda lain sebagai sumber . 4 Melalui karya lukisan , foto gravir , rellief dan karya sastra dapat terlihat kehidupan dan gaya hidup masyarakat pada jamannya . dalam seni lukis karya para seniman naturalis dari abad ke XVII sampai dengan abad ke XIX sedikit saja kemungkinan adanya pemalsuan terhadap objek yang dilukis . Dari para pelukis Belanda yang terbanyak melukis adalah J Rach yang banyak melukis bangunan kota dan benteng ( kasteel ) serta rumah orang – orang terkemuka di Batavia dan kota – kota pantai di Jawa . KARYA BERUPA FOTOGRAFI Karya berupa fotografi sangat banyak tersimpan di Gedung KILTV Leiden dan berbagai

museum di Belanda . Di Gedung Arsip nasional RI di Pejaten disebutkan oleh direkturnya tersimpan tidak kurang dari 1000.600 buah foto dari masa sebelum PD II . Saya juga menyertakan sejumlah foto dari koleksi gedung – gedung arsip tersebut pada tulisan ini .

LANDASAN TEORI Pengertian ”kota” pada saat Jakarta dibawah penguasan pribumi tampaknya lebih sesuai dengan konsep kitha , kutha , negeri atau nagari yang mengartikan bahwa ”kota” meliputi keraton dan gugus sekitarnya . Konsep kota tradisional sering disamakan dengan kota praindustri atau kota feudal yaitu kota kota yang dibangun dan berkembang sebelum industrialisasi pada abad 19 . Kota pra industri atau kota feudal , menurut Gideon Sjorberg mempunyai fungsi yang saling menjalin antara fungsi politik , ekonomi , agama , dan pendidikan meskipun ada diantaranya yang secara eksklusif melayani salah satu fungsi saja 5 Kota Feudal biasanya dikelilingi oleh tembok atau parit yang berfungsi sebagai benteng pertahanan . Elit penguasa tinggal di pusat kota , sedangkan kelompok – kelompok kelas yang semakin rendah tinggal semakin jauh dari pusat kota . Demarkasi ekologi berdasarkan etnik , pekerjaan dan kekerabatan secar a umum menunjukkan kategori – kategori kelas yang luas . Sebagai pusat kekuasaan militer untuk melindungi diri dari serangan dan mempertahankan dominasinya atas masyarakat . Dominasi kota atas daerah diperlukan untuk mendukung struktur kekuasaan yang ada dan oleh karena itu kota praindustri memiliki pusat pusat perdagangan .6

4 J.S Witsen Elias , Beeldende Kunsten dan Schilderkunst in Europa dalam ENSIIE ( Amsterdam : Uitg . All ert de Lange , 1947 ) hlm

276 5 Gideon Sjorberg , The Preindustrial City , Past and Present New York The Free Press , 1965 hlm 87 6 Ibid hlm 86 – 105

Page 9: SOSIO HISTORIOGRAFI KEHIDUPAN OMELANDEN BATAVIA

9

Kota kolonial merupakan suatu tipe kota yang amat luas sebagai sdampak urbanisasi , sementara pola – pola urbanisasi semacam itu muncul sekitar abad ke 15 dan mencapai titik kulmin asi abda ke 19 . Kota kolonial unik karena fokus fungsinya pada fungsi komersial dan merupakan percampuran bentuk bentuk urban barat ( Eropa ) dengan penduduk dan kebudayaan setempat . Sehubungan dengan hal itu Mcgee mengemukakan tiga ciri kota kolonial yaitu permukiman yang sudah stabil , terdapat garnisun dan permukiman pedagang yang merupakan tempat kontak dagang , serta tempat penguasa – penguasa kolonial dapat menyelenggarakan perjanjian dagang dengan penguasa – penguasa peribumi . 7

Plattegrond van Batavia. De op de plattegrond genoemde punten en bastions betreffen: Diamant, Robyn, Paarl, Saphier, Amsterdam, Middelburg, Delft, Rotterdam Poort, Hoorn, Enkhuyzen, Vianen, Gelderland, Catzenelb., Oranjen, N. Poort, Holland, Dies Poort, Zeeland, Utregtse Poort, WestVriesland, Overeyssel, Greuninge, Zeeburg, Kuylenburgh Voor de kaart uit het Rijksmuseum geldt: De randen van het blad zijn afgesneden en op de achterzijde is in potlood geschreven: Dl I B, G v R, W 1782. ( Rencana Kota Batavia dan perkampungan etnis ommelanden beserta dengan rencana kanal dan kasteel . Sumber Rijmuseum NL )

Selain itu kota kolonial biasanya terletak didekat laut atau sungai karena orang orang Eropa memerlukan kemudahan agar kapal – kapal mereka dapat mengeskpor produk dari daerah bersangkutan dan mengimpor produk dari Eropa .Pemisahan etnik pada kota kota kolonial merupakan kebijakan pemerintahkolonial dan dimaksudkan untuk memisahkan penduduk dari latar belakang budaya yang berbeda selain merupakan suatu perkembangan (outgrowth ) yang alami . Selain itu seorang Sosiolog Jerman Max Weber berteori bahwa awal munculnya sejarah kota sejalan dengan perkembangan kapitalisme, markantilisme dan urbanisasi (Weber, The City, 1955). Hal tersebut akan ditinjau dalam pembahasan aspek multi etnik yang melahirkan perwujudan perkembangan kota sejarah historis pada kampung kampung luar tembok dan bangunan bersejarah dalam tembok Batavia , yang timbul akibat adanya kolonialisme dan kapitalisme . HIPOTESIS Sejak Belanda berkuasa pada tahun 1619 Jakarta berkembang menjadi kota yang bercorak kolonial dengan kastil sebagai pusatnya . Mula – mula Batavia dirancang menurut kota Belanda ,kanal dan parit digali residensi residensi Belanda juga ditiru . namun segera setelah ditemukan

7 TG Mcgee The Southeast Asian City A Social Geography of The Primate Cities of Southeast Asia , London G Bell and Sons 1967 hal 43

Page 10: SOSIO HISTORIOGRAFI KEHIDUPAN OMELANDEN BATAVIA

10

bahwa gaya arsitektur Eropa tidak fungsional seperti tempat – tempat di Jawa , lama kelamaan gaya itu diubah untuk disesuaikan dengan lingkungan tropis . Kota Jakarta sampai dengan abad ke 18 mengalami perkembangan dan perubahan tahap demi tahap baik fisik maupun non fisik baik spasial maupun fungsional . Ada beberapa faktor yang mengakibatkan berubahnya wajah Batavia yaitu faktor internal ( internal factor ) yaitu sebab sebab dari dalam antara lain kondisi geografis dan kondisi lahan yang berawa rawa . Kondisi geografis yang dimaksudkan adalah letaknya di pantai teluk dan dimuara sungai . Kondisi lahan yang berawa – rawa mendorong penduduk kota dalam hal ini orang orang Belanda menemukan cara untuk mengatasi lahan yangkurang bersahabat ini dengan menerapkan teknologi tertentu dalam perencanaan kota antara lain dengan menggali kanal dan parit . Kanal – kanal tersebut berfungsi sebagai untuk mengeringkan lahan , mencegah banjir , mempertinggi permukaan lahan , serta sebagai sarana pertahanan dan transportasi . Sebagai faktor eksternal tidak kalah pentingnya perubahan fungsi kota . Kota yang semula berfungsi sebagai pusat pemerintahan serta perdagangan lokal dan regional berkembang menjadi pusat perdagangan internasional perbentengan dan pusat pemerintahan kolonial . Perubahan fungsi tersebut menyebabkan kota Jakarta menjadi lebih terbuka terhadap imigran – imigran luar dan asing , sehingga menimbulkan pertambahan jumlah penduduk yang pada gilirannya akan mendorong perluasan areal kota seperti yang ditunjukkan pada sketsa perkampungan diluar tembok Batavia dibawah ini .

Titel : Een dorp in de omgeving van Batavia Ferdinand George Erfmann 1939 Copyright:Koninklijk Instituut voor de Tropen / Tropenmuseum

Copyright : Koninklijk Instituut voor de Tropen / Tropenmuseum 1959

Page 11: SOSIO HISTORIOGRAFI KEHIDUPAN OMELANDEN BATAVIA

11

Kehidupan rakyat pada saat di pasar disana ditunjukan berbagai etnis sperti Cin , Arab Moor dan sebagainya 1687

Diperlihatkan sketsa yang menunjukkan kehidupan rumah tangga kolonial Belanda

Faktor yang kedua adalah faktor eksternal yaitu sebab sebab dari luar antara lain pergantian penguasa pribumi ke penguasa asing VOC yangsudah barang tentu mempunyai latar belakang politik , ekonomi , dan budaya yang sangat berlainan . Adanya migrasi masuk selain menambah jumlah penduduk dan perluasan wilayah kota , penduduk kota Jakarta menjadi lebih heterogen dari masa sebelumnya . Berkumpulnya kelompok – kelompok etnis yang berbeda latar belakang sosio kultural cenderung membawa akibat membawa akibat munculnya nilai – nilai baru di kota. Dengan demikian ada keterkaitan antara tingkat – tingkat intensitas pergaulan dikota dan percepatan perubahan struktur masyarakat secara keseluruhan . Jakarta masa lampau dapat berkembang dengan pesat sehingga pada abad ke 17 mendapat julukan ”ratu dari timur ” antara lain karena letaknya yang strategis baik dari segi geografis maupun lalu lintas perdagangan internasional . Namun dengan pertambahan jumlah penduduk dan perluasan areal perkotaan , kanal kanal yang semula lebih banyak mendatangkan manfaat berubah menjadi malapetaka yang mendatangkan kematian , sehingga Jakarta menjadi ”kuburan orang Belanda”8 Pengalaman sejarah seperti ini memberikan pengetahuan kepada kita khususnya bagi para planolog dan para pengambil keputusan dalam menetapkan kebijakan berkenaan dengan penataan , pemeliharaan dan perluasan kota . Tidak mustahil apa yang dianggap baik dan dilakukan saat ini menjadi kurangn menguntungkan untuk masa – masa yang akan datangn . Jika dari sekarang tidak dilakukan upaya – upaya pencegahan . tragedi sejarah yang pernah menimpa kota Jakarta di masa lampau dapat terulang kembali di masa masa mendatang .Oleh karena itu pembangunan nasional yang berwawasan lingkungan sangat penting artinya agar dampak negatif yang mungkin timbukl sebagai akibat pembangunan itu sendiri dapat dicegah atau diupayakan akibatnya sekecil mungkin . SEJARAH MIGRASI AWAL KE BATAVIA Pada tahun 1619 ketika Belanda merebut kota Jayakarta dan mendirikan kota Batavia sebagai pangkalan utama operasi mereka di Hindia Timur , daerah yang terletak di bagian tengah pantai utara Jawa Barat ini merupakan daerah yang jarangn penduduknya dan diapit oleh dua kesultanan , yaitu Banten dan Cirebon . Dengan alasan keamanan , penguasa kota Batavia tidak

8 Willard A Hanna Hikayat Jakarta diterjemahkan oleh Mien Joebhaar dan Iskah Zakir , Jakarta , Yayasan Obor , 1988 halaman 109

Page 12: SOSIO HISTORIOGRAFI KEHIDUPAN OMELANDEN BATAVIA

12

mendorong penduduk dari daerah pedalaman ( yang mereka sebut dengan ”orang – orang jawa ” – tanpa memperhatikan apakah mereka orang – orang Jawa Tengah , Jawa Timur maupun Sunda ) untuk menetap di dalam dan disekitar kota . telah diisi dengan penduduk yang berasal dari wilayah – wilayah yang jauh dari Batavia .

Batavia ommelanden

CHINESE 1676 SCHOUTEN WOUTER

INHABITANTS IN BANDA DRESS JACOB VAN HEEMSKERCK RIJMUSEUM

SUMATRANAN ANDN PORTUGUESSE 1598

Jan Pieterzoon Coen memulai kebijakan ini dengan mendorong orang – orang Tionghoa selain juga orang – orang Banda yang telah ditaklukkan untuk menetap di Batavia 9 Tentara bayaran dari Jepang juga merupakan unsur pennting pada masa masa awal ini sampai dengan penutupan dari Jepang pada tahun 1636 yang memutus pasokan penduduk . Penduduk keturunan Jepang yang banyak diantaranya telah menganut agama Kristen tetap ada sampai abad ke 18 10 . Para penduduk bebas lainnya adalah orang – orang ”Moor” ( orang Muslim dari India Selatan ) , Melayu , Bali , Bugis dan Ambon . Meskipun demikian , jumlah penduduk bebas di Batavia lama secara umum jumlahny akalah besar dibandingkan dengan para budak . Pada awalnya , Belanda membawa para budak ini dari wilayah Asia Selatan yaitu dari pantai Coromandel , Malabar , Begak dan dari Arakan di Burma . Secara bertahap terutama setelah Perusahaan Dagang Hindia Timur meneyrahkan basisinya di Arakan ( 1665 ) – Kepulauan Nusantara menjadi sumber utama yang menyediakan budak . Dalam perkembangan selanjutnya , Sumbawa , Sumba , Flores , Timor , Nias Kalimantan dan Pampanga di Luzon turut menyumbang bagi pasokan buda k .

9 F De Haan Oud Batavia (Rev .ed. Bandung 1935 ) Vol I hal 371 10 Ibid hal 376 – 377 39

Page 13: SOSIO HISTORIOGRAFI KEHIDUPAN OMELANDEN BATAVIA

13

Tetapi sumber – sumber utama yang secara konsisten menjadi pemasok budak adalah Bali dan Sulawesi Selatan .11 Karena rendahnya tingkat kesehatan di Batavia terutama pada abad ke 18 penambahan secara tetap populasi penduduk dari luar wilayah Batavia per lu dilakukan secara terus menerus . Hal ini menjelaskan mengapa beberapa kelompok masyarakat di Batavia menghilang dengan cepat jika imigran baru tidak berdatangan . Kehilangan ini pun dapat disebut sebagai hasil proses percampuran ras dan budaya yang terjadi di masa Old Batavia . Proses ”melting pot ” ini didorong oleh perbedaan yang besar di dalam perbedaan jenis kelamin . Pada satu sisi ,bangsa Eropa , Tionghoa dan mungkin sebagian besar imigran bebas yang datang dari daerah – daerah yang jauh adalah laki – laki . Sedangkan pada sisi lain , sebagian besar budak terutama yang ebrasal dari Balu ( walau jarangn seluruhnya ) adalah perempuan .Budak – budak dari anak benua India sebelum datang ke Batavia sudah memiki identitas campuran dan menggunakan bahasa Portugis sebagai lingua franca . Mereka kadangkala disebut Toepassen ( dari bahasa Hindustani dubashya yang artinya penterjemah 12 . Para budak yang dimerdekakan yang sebagian besar menganut agama Kristen disebut Mardijker ( berasal dari akar kata yangs ama dengan bahasa Indonesia ”Merdeka”) Mereka merupakan unsur penting dalam populasi Batavia pada abad ke 17 dan awal abad ke 18 . Orang orang Mardijker pada akhir abad ke 18 dikenal sebagai Kristen Pribumi atau Orang Portugis ( yang menarik mereka adalah or ang India dan bukan penduduk asli Indonesia , meskipun menggunakan nama dan bahasa Portugis sedikit diantara mereka yang merupakan keturunan orang Portugis ) , Beberapa diantara mereka kemungkinan terserap dalam golongan Indo – Eropa , sedangkan sebagian lainnya menjadi Muslim dan masuk dalam pupulasi Betawi13 . Sekelompok kecil komunitas Kristen di Tugu di Selatan Tanjung Priok menurut laporan sensus tahun 1930 terdiri dari keturunan para Mardijker . Sedangkan orang – orang Papanger secara bertahap menjadi Muslim sehingga menghilangkan identitas mereka sebagai kelompok tersendiri .

Sumber : Erasmus Huis Jakarta – 1880 Pribumi / Inlander banyak bekerja di luar tembok Batavia sebagai petani dan usaha – usaha informal lainnya karena adanya pembatasan dalam berusaha mendapatkan penghasilan dari kebijakan kolonial adan mereka tinggal di luar tembok Batavia di daerah ommelanden hal tersebutlah yang mewarnai kehidupan di Jakarta hingga saat sekarang ini baik dari pemilihan sumber penghidupan dan lokasi tempat tinggalnya ( kampung pinggiran )

Sumber : Erasmus Huis Jakarta – 1880 Pribumi / Inlander wanita lebih banyak memilih untuk bekerja di tempat tempat molen /pengolahan tebu dan pabrik pabrik gula dan usaha pengolahan arak yang dipegang oleh orang Cina .

11 Ibid hal 349 C. Lekkerkerker , De Baliers van Batavia , De Indische Gids , 1918 , Bagian I , hal 409 12 GWJ Drewes dalam B Schrieke ed The Effect of Western Influence on the Native Civilization in the Malay Archipelago Batavia

1929 hal 139 13 De Haan op cit Vol I Bab XII

Page 14: SOSIO HISTORIOGRAFI KEHIDUPAN OMELANDEN BATAVIA

14

Sumber Woodbury and Page 1880 an Budak Bali

Sumber Woodburry and Page tahun 1886 Proses kawin mengawini antar etnis sering terjadi akibat adanya arus budak yang datang dari daerah Nusantara antara pria pribumi dan wanita Bugis , Banda dan sebagainya walaupun sang pria tinggal di Kampung etnis tertentu misalnya Kampung Banda , tidak semua orang yang tinggal dikampung Banda tersebut adalah orang Banda namun seiring dengan waktu originalitas orang Banda bercampur dengan etnis yang lainnya

Sumber Woodburry and Page 1880 Wanita Bali yang banyak dijadikan pekerja baik budak maupun ”wanita publik/psk” didaerah Macao Po ( sekarang di daerah Mangga Besar depan Stasiun Beos

Perkawinana antar etnis inlander dengan Portugis Sumber Woodburry and Page 188

Sumber Woodburry and Page 1876

Sumber Woodburry and Page 1876 Pedagang Cina Peranakan hal tersebut dapat dilihat dari penampilan mereka yang tanpa tauchang ( kuncir rambut ) karena bagi cina muslim dibedakan cara penampilannya oleh ketetapan pemerintah kolonial dimana mereka harus mencukur / memotong rambut mereka karena adanya pembedaan dalam penarikan kepala yang diberlakukan oleh pemerintah

Page 15: SOSIO HISTORIOGRAFI KEHIDUPAN OMELANDEN BATAVIA

15

Baboe Sumber Rendevouz on Batavia Den Haag 1880

Inlander Merchant Sumber Rendezvouz Batavia Den Haag 1880

Sumber ANRI 1930 Daerah mangga besar tidak sepenuhnya di huni oleh orang Cina saja ( sebagai akibat dari ketetapan Belanda bahwa orang Cina harus tinggal disekitar tembok yang masih dalam jarak tembak Meriam Belanda ) namun sudah mengalami akulturasi dengan orang pribumi dan etsnis lainnya .

Orang Papanger banyak bekerja pada pemerintah Belanda di Batavia sebagai tentara penjaga gedung gedung pemerintahan Sumber ANRI 1890

Wanita Ambon 1887

Kampong aan een rivier waarin men bezig is met de was in de buurt van BataviaTrefwoorden 1925

Orang – orang bebas di Batavia yang berasal dari berbagai macam kelompok etnis pada umumnya bertempat tinggal di kampung kampung ( wijken ) yang disediakan untuk mereka . Mereka hidup dibawah perlindungan kepala kampung , yang disebut Mayor , Kapiten dan sebagainya . Gelar militer ini sesuai dengan kenyataan bahwa setiap kelompok etnis diharapkan untuk dapat menyediakan pasukan milisi . Efektifitas dari pasukan – pasukan milisi tersebut secar amiliter berbeda dari sati etnis dengan etnis yanglainnya dan dari satu periode ke periode lainnya . Sistem tersebut telah memeprkuat dan memperjelas pemisahan diantara kelompo k – kelompok etnis yang ada , namun bukan merupakan bukti yang dapat digunakan untuk menegasikan kuatnya daya asimilasi yang selalu bekerja diantara penduduk Jakarta . Jika sebuah kelompok etnis tidak cukup banyak untuk membentuk kompi mereka sendiri mereka

Page 16: SOSIO HISTORIOGRAFI KEHIDUPAN OMELANDEN BATAVIA

16

digabungkan dengan kelompok etnis lain . Kadangkala penggabungan tersebut dilakukan secara acak . Orang Papanger digabungkan dengan orang Banda , dan selanjutnya orang Moor digabungkan dengan orang Papanger . Pada awal aabd ke 19 semua budak dari suku bangsa manapun yang dimerdekakan akan dicatat sebagai orang Papanger . Pada awal abad ke 20 para penjaga balaikota Batavia masih disebut dengan Papanger ,meskipun pada masa itu arti dari istilah tersebut telah dilupakan

Bijleveld-Visser, R.H.W.H.Beschrijving: Op bezoek bij de Majoor-Chinees te Batavia Jacoba Jeannette Visser-de Groot met haar dochter Reina 1917

THE MILITARY SCHOOLD MEESTER CORNELIS and CHINESSE KAMP 1875 - 1900

.Pada akhir abad ke 19 ketika komunikasi yanglebih baik memungkinkan imigrasi perempuan – perempuan Eropa dan Tionghoa dalam jumlah besar semakin sedikit terjadi pernikahan antar ras atau perseliran . Sehingga sub komunitas murni ( totok ) dan campuran ( indo dan peranakan) terbentuk di dalam kelompok kelompok asing ini . Meski demikian hal ini tetap tidak menutup kemungkinan terserapnya orang Tionghoa ke dalam kelompok Jakarta Asli . Orang – orang yang pada akhir abad ke delapan belas dikenal sebagai Tionghoa Peranakan pada kenyataannya lebih banyak memiliki kemiripan dengan penduduk asli Indonesia daripada orang Tionghoa pendatang . Mereka muslim dibebaskan dari pajak yang dikenakan terhadap orang Tionghoa dan sejak tahun 1766 memilki kapten mereka sendiri , serta menggunakan nama – nama Islam . Mereka tinggal berpencar di dalam kampung – kampung orang Indonesia . Pada saat penghapusan kompi kompi etnis pad atahun 1828 mereak telah terserap dalam populasi Muslim Batavia sebagaimana orang orang Banda , Bali dan Papanger . Mitos orang Tionghoa tidak dapat berasimilasi telah dipatahkan oleh sejarah Jakarta . Selanjutnya dikatakan bahwa ras dan agama merupakan dasar terpenting dalam pelapisan sosial dan alokasi pekerjaan serta berbagai kesempatan lainnya selama periode kolonial . Berkaitan dengan hal itu penduduk dan masyarakat kota Jakarta dibagi menjadi 5 golongan . Golongan tersebut adalah :

1. golongan pertama orang orang eropa termasuk di dalamnya para pejabat VOC 2. golongan ke dua adalah warga kota merdeka terdiri dari Vrijburger , Eurasian ,

Mardijker , Papanger , orang Jepang , orang Indonesia Kristen dan beberapa orang Afrika .

3. golongan ketiga adalah orang Cina , Arab , dan India . 4. golongan ke empat adalah orang Melayu 5. golongan ke lima adalah orang non Kristen

Page 17: SOSIO HISTORIOGRAFI KEHIDUPAN OMELANDEN BATAVIA

17

Seperti lazimnya pada masyarakat perkotaan , kelompok – kelompok masyarakat kota Batavia menempati kluster – kluster tersendiri secara terpisah . Hingga kini di Jakarta masih ditemukan sejumlah toponim yang mengacu pada kelompok kelompok etnis tertentu seperti Kampung Ambon , Bugis , Makasar , Bandan , Bali , Tambora , Pakojan dan Manggarai .Kelompok – kelompok etnis ini dipimpin oleh seorang atau lebih kepala kluster ( kepala kampung ) yang disebut kapitan , Kapiten biasanya berasal dari kelompok mereka sendiri dan diangkat oleh kompeni berdasarkan kriteria tertentu antara lain pengaruh yang bersangkutan terhadap masyarakatnya .14

Komposisi Penduduk Jakarta Tahun 177915

Tempat Bermukim Jumlah No Kelompok Etnis KBT KBB KDS KDT KDB

1 Eropa 397 34 91 114 186 1137 2 Mestizo /Indo 240 173 167 249 36 865 3 Melayu 205 269 138 1387 - 1999 4 Moor 19 655 59 11 1005 1749

5 Budak 2680 2962 994 11827 21429 39892 6 Cina 589 280 580 17429 9923 28801 7 Mardijker - - - 1994 1477 3471

8 Banda - - - - 618 618 9 Ambon - - - 251 98 349 10 Buton - - - 308 1232 1540 11 Makasar - - - 2037 4606 6643

12 Timor - - - - 2097 2097 13 Mandar - - - - 3732 3732 14 Sumbawa - - - 317 3140 3457

15 Bugis - - - 3055 2609 5664 16 Bali - - - 3024 8839 11863 17 Jawa - - - 7665 41140 48805 4130 4688 2029 49688 102167

Keterangan : KBT = Kota bagian timur , KDT = kota depan timur KBB = kota bagian barat , KDB = kota depan barat KDS = kota bagian selatan Dari tabel diatas terbaca ada sejumlah kelompok etnis tertentu yang disebutkan seb elumnya tidak dicantumkan sebagai bagian penduduk dan masyarakat Jakarta . Orang- orang Belanda , Ingris , dan Perancis dimasukkan dalam kelompok Eropa sedangkan orang orang timur asing lainnya seperti orang Jepang Tonkin Arakan Benggala dan Arab dikarenak an jumlah mereka sedikit ada kemungkinan dimasukkan dalam kelompok Mardijker , Moor atau budak . Demikian pula halnya dengan etnis pribumi seperti orangn Ternate dan Bima . Mungkin saja meeka dimasukkan dalam etnis Banda Ambon atau Sumbawa . Data tersebut juga memperlihatkan bahwa sekitar 89 % jumlah penduduk Jakarta pad awaktu itu bermukim diluar benteng dan lebih dari 59 % diantaranya bermukim di kota depan Barat . Hal ini menunjukkan bahwa dalam abad ke 18 , pemukiman penduduk telah berkembang di luar benteng atau tembok keliling kota Jakarta cenderung ke arah barat .

14 Para kapiten mempunyai kekuasaan dalam menyelesaikan persoalan – persoalan kecil dalam kelompok penduduk sendiri . Mereka

juga berperan dalam masalah pengadilan , interpreter dan sebagai penasihat pemerintah kompeni . Dengan diperkenalkannya jawba tan

wijkmeester , kapiten – kapiten orang Eropa menjadi lemah ( bahkan tidak berfungsi lagi ) sedangkan kapiten – kapiten pribumi masih terus ada sampai abad ke 18 , bahkan untuk orang – orang Cina dan Arab masih tetap ada sampai abad yang kemudian ( abad ke 19 )

Tipe kepemimpinan semacam itu sebagai officer system yang diambil pola kepemimpinan kota – kota pelabuhan tradisional dengan

mempergunakan gelar militer . 15 VGB Tweede Deel , 1820 hlm 390 – 393

Page 18: SOSIO HISTORIOGRAFI KEHIDUPAN OMELANDEN BATAVIA

18

Sesuai dengan komposisi penduduk Jakarta tahun 1779 berikut ini penduduk dan masyrakat kota Jakarta akan dikelompokkan menjadi enam besar yakni orang Eropa , Mestizo , orang timur asing , Mardijker , pribumi ( inlander ) dan budak . ORANG EROPA Yang dimaksud orang Eropa mencakup dua pengertian :pertma orang orang Eropa yang dilahirkan di Eropa kemudian mereka datang dan tinggal di Jakarta keduaa orang orang Eropa yang dilahirkan di Asia termasuk di Indonesia yang disebut dalam sumber kolonial adalah CREOLE . Sebagian diantara mereka menetap di Batavia sedangkan sebagian lagi kembali ke negaranya setelah kontrak dinasnya pada VOC berakhir . Orang – orang Eropa yang dilahirkan di Indonesia pada umumnya tidak menduduki posisi tinggi dalam struktur VOC jika dibandingkan orang – orang Eropa yang pengecualian ketika tiga orang kelahiran Indonesia dan satu orang kelahiran Semenanjung Harapan menduduki jabatan sebagai Gubernur jenderal VOC di Batavia . Diantara warga Eropa tempat pertama diduduki oleh para pejabat dan pegawai VOC yang tidak selalu orang orang Belanda . Sepanjang sejarah ada dua orang gubernur jenderal VOC yang berasal dari Jerman yaitu Rijklof van Goens dan Baron Van Imhoff . Orang orangg Belanda yang bekerja pada VOC tidak hanya datang langsungn dari Netherland tapi banyak diantara mereka sebelumnya pernah bekerja di pos pos VOC antara lainnya di Asia . seperti Srilangka , Deshima Jepang dan Semenanjung Harapan ,koloni Belanda di Af rika Selatan . Selain warga Eropa pejabat dan pegawai VOC di Jakarta terdapat sekelompook masyrakat Eropa yang tidka bekerja pada VOC namn terikat oleh peraturan – peraturan yang mewajibkan mereka banyak terlibat dalam pertahanan militer . Kelompok masyrakat Eropa yang demikian itu dikenal sebagai VRIJBURGER yang berarti warga merdeka . Mereka memilki kapten , letnan masing – masing di bawah perintah Dewan Hindia ( Raad van Indie ) . Kecuali orang orang Belanda warga Eropa lainnya ialah orang orang Jerm an , Inggris , Perancis dan orang Portugis walaupun jumlah mereka tidak diketahui . Mereka bekerja pada VOC sebagai serdadu bayaran atau membuka usaha swasta karena penduduk serta lingkungan Batavia pada waktu itu memberikan peluang besar untuk mempercepat akumulasi modal . Meskipun jumlah mereka juga memberikan andil cukup berarti dalam kehidupan masyarakat dan kebudayaan di Batavia pada masa itu . Pada tahun 1799 di Batavia ada seorang Pendeta berkebangsaan Perancis bernama T Verner , ia memberikan khotbah gereja dalam bahasa Perancis sekali dalam 14 hari atas permintaan orang orang terkemuka menurut Milone hal itu menunjukkan adanya pengaruh kebudayaan Perancis terhadap orang belanda terpelajar .Pada tahun 1797 batalion ke 12 Perancis dari Mautius didatangkan ke tangsi – tangsi di Weltevreden. Banyak diantara mereka kemudian tinggal dan menjadi warga kota Batavia dengan kemauan sendiri . Pengaruh Inggris di Batavia tampak menonjol setelah tahun 1784 ketika monopoli VOC jatuh akibat berakhirnya perjanjian antara Belanda dan Inggris . Banyak kapal Inggris termasuk kapal – kapal yang sebelumnya menyelundup berlabuh di Batavia untuk berdagang , sehingga banyak di antara orang Inggris menetap di Batavia . Tampak bahwa orang orangn Belanda yang mungkin juga termasuk di dalamnya orang – oranng Eropa lainnya , tidak menempati lokasi khusus di dalam maupun di luar kota , karena mereka warga kota kelas satu . Di dalam kota pada umumnya mereka menempati lahan sekitar Parit Harimau ( Tijgersgracht ) dan Parit Jonker a tau Roa Malaka dan di sepanjang tembok kota . Adapun di luar kota ( Voorstad ) mereka bermukim di luar Gerbang Roterdam , Gerbang Baru , Gerbang Utrecht dan di tepi – tepi jalan yang menuju luar kota . Pada permulaan abad ke 18 orang – orang Belanda di luar kota lebih banyak bertempat di kota depan timur dan kota depan selatan .

Page 19: SOSIO HISTORIOGRAFI KEHIDUPAN OMELANDEN BATAVIA

19

MESTIZO / EURASIAN Istilah Mestizo atau eurasian atau indo dipergunakan untuk menyebut kelompok masyrakat yang dilahirkan dari ibu Asia dan ayah Eropa . Dalam berbagai kepustakaan kedua istilah tersebut sering dibedakan . Mestizo mengacu kepada peranakan dari ayah Eropa , sedangkan eurasian atau indo adalah peranakan dari ayah Belanda tanpa membedakan derajat dekatnya dengan laki laki kulit putih 16 Golongan Mestizo dibagi menjadi dua yakni :

1. Sinyo : dilahirkan dari ayah Eropa yang memilki status lebih tinggi 2. Serani : dilahirkan dari ayah Eropa yang derajatnya lebih rendah

Sebaliknya dalam buku De Haan membagi menjadi tiga kelompok berdasarkan tingkat kemurnian darah Eropa mereka , yaitu MIXTIEZEN , CASTIEZEN dan POESTIEZEN 17 Dalam masyarakat Batavia abad ke 18 orangn mestizo yang kaya berusaha membedakan diri mereka dengan memakai pakaian Eropa , sedangkan yang miskin dan bertempat tinggal dikampung – kampung lebih suka memakai pakaian pribumi seperti halnya penduduk Batavia lainnya . Wanita wanita Mestizo tidak membedakan diri dengan penduduk ( orang ) Indonesia mereka memakai kebaya , sarung , selop dan bagi yang mampu jika berjalan ke luar rumah atau pergi ke gereja selalu memakai payung . Jumlah kelompok Mestizo bermukim di dalam dan luar benteng terutama di kota bagian timur dan kota depan timur . PENDUDUK JAKARTA ABAD KE 18 18 Didalam benteng Tahun 1766 Tahun 1779 Tahun 1788 Orang Eropa 11282 746 475 Mestizo 664 413 249 Melayu dan Jawa 458 473 - Mardijker 1139 - - Moor 138 674 - Bali dan Makasar 7 - - Cina 2518 869 1362 Orang Islam - - 551 Kristen Pribumi - - 367 Budak 8974 5642 4211 15180 8818 7173 Diluar benteng Tahun 1766 Tahun 1779 Tahun 1788 Orang Eropa 378 391 430 Mestizo 491 452 150 Mardijker 4470 3471 2803 Cina 24157 27932 32508 Moor 1265 1075 1491 Melayu 1484 1525 9851

16

JM van Der Kreeft Indonesia in the Modern World part 1 ,Masa Baru Bandung , Indonesia 1954 , Jean Gelman Taylor , op cir hlm

xix 17 F De Haan op.cit II hlm 420 18 De Jonge , De Opkomst van het Neterlandsch Gezag Over Java dl VIII , 1883 : 164 – 165 ; VBG tweede deel 1820 :

390 – 392

Page 20: SOSIO HISTORIOGRAFI KEHIDUPAN OMELANDEN BATAVIA

20

Ambon 410 349 391 Banda 193 618 521 Buton 573 1540 890 Makasar 1959 6643 3692 Bugis 3917 5667 5707 Timor 135 2097 208 Mandar 576 3732 1310 Sumbawa 283 3457 1425 Bali 14751 11863 13700 Jawa 30679 48805 28724 Budak 17527 34250 30520 103338 163864 134328 ORANG TIMUR ASING Diantara orang orang Timur asing , tempat pertama diduduki oleh orang – orangn Cina karena jumlah mereka terbesar di antara orang orang Timur lainnya . Mereka merupakan golongan terpenting diantara penduduk Batavia setelah orang – orang Belanda . Dalam hal hal tertentu seperti keterampilan , ketekunan , keberanian , dan ketaatan kepada penguasa orang Cina memperlihatkan kelebihan daripada orang Belanda . Oleh karena itu sikap orang orang Cina di Batavia umumnya dipuji jika dilihat dari kepentingan kompeni yang sebagian besar disebabkan perlakan baik yang diterimanya dari penguasa kompeni . Kapiten – kapiten Cina memberikan hadiah atau upeti kepada para pejabat kompeni termasuk gubernur jenderal misalnya uang penghargaan yang diberikan pada setiap pengangkatan kapiten Cina yang baru . Bahkan pada tahun 1792 terungkap bahwa gubernur jenderal menerima ”uang meja” 400 ringgit dari kapiten Cina setiap bulan sedangkan pada tahun baru gubernur jenderal menerima hadiah sekurang kurangnya 1000 ringgit .19

Potret Keluarga Multietnis Cina Jepang dan Pribumi Sumber Asian Family Indische Exhibition – The Hague 1887

Mestizo yang memakau pakaian tradional seperti kaum pribumi karena proses akulturasi budaya dan percampuran etnis akibat proses perkawinan maupun lokasi tempat tinggal yang dihuninya Sumber Asian Family Indische Exhibition – The Hague 1887

19

F de Haan op cit

Page 21: SOSIO HISTORIOGRAFI KEHIDUPAN OMELANDEN BATAVIA

21

Keluarga Belanda dengan budak budaknya dapat terlihat disana terjadi pembedaan pakaian dan fungsi budak yang berbeda beda sesuai dengan fungsi sebagai pemegang tandu, pembawa barang maupun kusir kuda . Sumber AMH 1865

Profil orang Portugis yang mengakulturasi kebudayaan jawa dan menyatu dengan komunitas etnis Tugu yang kelak akan melahirkan suatu musik berupa Tanjidor dan Keroncong Tugu . Sumber KILTV 1867

Jumlah orang Cina yang bermukim di Batavia pada abad ke 18 belum dapat ditemukan secara tepat yaitu B Hoetink menyebutkan bahwa tahun 1719 sekitar 11.618 jiwa namun pada tahun 1743 jumlahnya menyusut menjadi 5217 jiwa . Pertambahan jumlah orang Cina yang begitu cepat pada perempat abad ke 18 antara lain disebabkan besarnya jumlah orang Cina yangdatang ke Batavia secara ilegal melalui penyelundupan ke daerah sekitar kota . Mereka berkeliaran di sekitar kota dan membentuk kelompok kelompok pengacau atau gang – gang yang menggangu keamanan . Hal ini mengakibatkan par apejabat kompeni menjadi tidak tenteram dan mulai melakukan pengecekan terhadap semua orang Cina . Orang orang Cina yang tidak memeilki identitas dan pekerjaan ditahan lalu dikirim ke Srilanka selama 25 tahun atau dikirim ke Kepulauan Banda atau Semenanjung Harapan di Afrika Selatan . Pada waktu penangkapan orang – orang Cina tanpa identitas dimulai pejabat – pejabat VOC melakukan pemerasan dengan memungut sejumlah uang pada permukiman orang orang Cina dengan ancaman mengeluarkan mereka dari Batavia . Keresahan dan ketakutan orang Cina pun tambah memuncak dengan adanya berita mengenai pembuangan orang – orang Cina d tengah laut pada saat mereka diangkut dengan kapal dalam perjalanan . Akibatnya orang orang Cina yang tinggal di luar kota dan sekitarnya mulai mempersenjatai diri sehingga terjadilah ketegangan yang mencapai klimaks dengan meletusnya pemberontakan dan oembantaian orang orang Cina pad atahun 1740 . Dalam peristiwa tersebut banyak orang Cina mati terbunuh atau melarikan diri sehingga jumlah mereka merosot tajam .

In de Stadt Batavia A. 1709, 'T Gesigt van de Brugh, van de Middelpunt, naer de Uijtregse poort . View of the

Utrecht Gate in Batavia town Sumber AMH NL

Page 22: SOSIO HISTORIOGRAFI KEHIDUPAN OMELANDEN BATAVIA

22

Pada permulaan abad ke 18 orang orang Cina bermukim terpencar diseluruh pelosok kota . Bahkan Nienhoft seorang pelancong yang pernah datang ke Batavia melukiskan bahwa pada setiap pojok jalan ada toko milik orang Cina . Pada tahun 1720 diberitakan bahwa kebanyakan pemilik toko dan restoran di Batavia adalah orang Cina . Permukiman orang orang Cina di dalam kota yang terpadat adalah di tepi Kali Besar ( Ciliwung ) antara jembatan Rumah Sakit dan jembatan Pasar Ayam . Hal itu dapat dimengerti karena sebagian besar profesi orang – orang Cina adalah pedagang , sedangkan sepanjang Kali Ciliwung yang melintasi kota merupakan pusat aktifitas perdagangan . Di luar kota orang – orang Cina banyak bermukim di luar Gerbang Utrecht ( kota depan barat ) , kemudian menyusul Gerbang Baru ( kota depan selatan ) , Gerbang Diest dan yang paling sedikit di luar gerbang Roterdam ( kota depan timur ) .Setelah pemberontakan orang Cina berakhir tahun 1740 pemukiman orang – orang Cina mengalami pergeseran yang berarti pula perluasan areal kota ke arah barat daya . Perkampungan orang – orang Cina di dalam kota menjadi kosong karena pemiliknya terbunuh dan semua tanah menjadi milik kompeni . Orang – orang Cina kemudian dilarang tinggal di dalam kota . Mereka yang ingin berpergian diharuskan membawa surat keterangan ( PASENSTESEL ) untuk membatasi kebebasan mereka . Akibatnya banyak diantara orang Cina terutama yang peranakan memeluk agama Islam agar mereka dapat meneruskan kegiatan bisnis di dalam kota selain karena alasan – alasan keamanan .20 Berhubung kompeni tidak mengizinkan lagi orang orang Cina bermukim di dalam kota pada tahun 1740 kota depan barat daya ( sekarang Glodok ) ditunjuk sebagai tempat perkampungan orang Cina , pola residensi menuju suatu zona .Untuk memudahkan kampung Cina berada di bawah jangkauan peluru meriam kompeni rumah rumah yang terbakar di dalam pemberontakan orang Cina dibongkar . Pada tahun 1745 di kampung Cina diangkat kepala lingkungan , masing – masing membawahi 10 buah rumah , bahkan kemudian ada lagi WIJMEESTER ( kepala kampung ) . Pada tahun 1773 setiap kampung dibagi lagi menjadi enam WIJK yang kemudian ditempatkan di bawah pengawasan masing – masing seorang letnan . Semua letnan Cina di Batavia berada di bawah koordinasi seorang kapiten yang diangkat langsung oleh kompeni berdasarkan kriteria tertentu , seperti kekayaan dan sumber pengaruhnya terhadap masyarakat terutama para pedagang Cina21 Selain menyelesaikan perkara – perkara lecil yang terjadi di kalangan orang Cina , Kapiten Cina juga bertugas memberikan nasihat kepada pemerintah yang berkenaan dengan hal ikhwal orang orang Cina , menjaga dan memelihara kelenteng , sekolah dan makam. Setelah pembertontakan orang Cina berakhir , penduduk Cina di Batavia bertambah dengan cepat , secara kultural penduduk Cina di Batavia dapat digolongkan menjadi dua :

1. Pertama adalah orang Cina Totok atau yang disebut juga Singkeh yaitu orang – orang yang dilahirkan di Cina . Mereka berimigrasi ke Batavia setelah Dinasti Manchu berkuasa di Cina pada tahun 1644 . Ciri mereka antara lain rambut dcukur dan memakai kuncir ( thaucang) . Di Jakarta mereka membawa dan mengembangkan kebudayaan negeri asalnya , seperti arakan – arakan perkawinan dengan membunyikan terompet yang besar – besar , pertunjukan tahun baru dan pertunjukan wayang Cina . Opsir –opsir mereka memakai pakaian kebesaran berwarna merah tua , suka memakai peci yang tinggi dan lancip dengan jubahjubah yang panjang .

2. Yang kedua adalah Cina peranakan yakni orang orang Cina yang dilahirkan di Indonesia atau yang dilahirkan dari perkawinan antara wanita pribumi dan orang Cina atau perkawinan antara singkeh dan peranakan . Kebudayaan mereka merupakan

20

Rambut orang cina peranakan yang memeluk agama Islam biasanya dicukur dan mereka memakai nama

Pribumi 21

Onghokham Chinese Capitalism in Dutch Java , Southeast an Studies vol 27 September 1989 hlm 158

Page 23: SOSIO HISTORIOGRAFI KEHIDUPAN OMELANDEN BATAVIA

23

gabungan budaya Cina dengan unsur unsur Indonesia , bahkan elemen – elemen Eropa turut mempengaruhi kehidupan mereka , terutama anggota masyarakat kelas atas .

Berbeda dengan Cina totok ( singkeh ) , Cina peranakan terutama yang memeluk agama Islam tidak dipimpin oleh seorang Kapiten Cina melainkan pribumi , meskipun kedudukan hukum mereka , terutama dalam hal warisan , tidak begitu jelas . Pada tahun 1766 untuk pertamakalinya diangkat seorang peranakan menjadi kapiten dengan nama pribumi . Meskipun telah memiliki kapten sendiri orang – orang Cina peranakan tinggal terpisah dalam beberapa kampung dan menggunakan rumah ibadat atau mesjid dari kampung – kampung tempat ereka tinggal . Pada tahun 1786 mereka berhasil membangun sebuah mesjid di atas tanah milik kapiten mereka di sebelah timur Molenvliet ( sekarang masjid Kebun Jeruk ) Kecuali sebagai pedagang banyak diantara orang Cina di Batavia bekerja sebagai tukang sepatu , tukang cuci , tukang cat , tukang kayu , pembuat bata , pembuat arak serta pembuat dan penjual gula pada diluar kota . Ada pula yang menjadi juru masak pada serdadu , menyewakan perahu dan sebagai petani sayuran di sekitar kota . Sejak tahun 1695 opsir opsir Cina mempunyai hak atas kontrak wag22 , perjudian , ikut menjadi pengurus Lembaga Harta Pusaka ( Boedelmeester ) yang mengurusi titipan harta milik yatim piatu dan menjadi anggota S chepenen suatu badan kehakiman yang mengadili segala perkara perdata antar penduduk kota Batavia , terkecuali pegawai VOC . Setelah orang – orang Cina tempat kedua untuk orang Timur asing diduduki oleh orang Moor , yaitu sebutan yang pada mulanya diperuntukkan bagi orang orang Islam yang berasal dari Kalinga dipantai Coromandel , India . Namun dalam buku De Haan mengidentifikasikan orang Moor sebagai orang Islam asing sehingga pengertiannya menjadi lebih luas karenamemasukkan orang Islam di Gujarat , Benggala , Parsi , dan orang orang Arab didalamnya . Mereka biasanya mencari nafkah sebagai pedagang tekstil dan barang – barang yang didatangkan dari Bombay meskipun ada di antaranya yang bekerja pada kompeni sebagai serdadu bayaran . Pada mulanya orang orang Moor bermukim di kota bagian Barat . Setelah pemberontakan orang Cina berakhir ( 1740 ) makin banyak orang Moor yang datang ke Batavia untuk mencari nafkah sehingga perkampungan mereka semakin menjadi luas dan berkembang sampai ke luar benteng terutama didepan Gerbang Utrecht dan disebelah utara Parit Bacheracht dan disebelah selatan Parit Amanus .

WAYANG JAN BRANDES BRUIJIN M 1785

SACRIFICAL RITES DURING TSINGBING

22

Rumah penimbangan

Page 24: SOSIO HISTORIOGRAFI KEHIDUPAN OMELANDEN BATAVIA

24

Selain orang Cina dan orang Moor masih ada warga kota Batavia pada abad ke 18 yang termasuk orang orang timur asing yaitu orang orang Jepang dan orang Papanger atau Papangi . Orang orang Jepang merupakan keturunan imigran dari pelabuhan milik kompeni di Horado dan Nagasaki . Jumlah mereka tidak diketahui secara tepat dan mungkin sekali jumlahnya akan sangat besar seandainya pada tahun 1635 negeri Jepang tidak dinyatakan tertutup olem Tukogawa . Orang orang jepang dilarang ke luar negeri sedangkan orang orang Jepang yang sudah ada di luar negeri dilarang untuk kembali . Akibatnya orang orang Jepang yang berada di Batavia terpaksa melebur diri dengan penduduk sekitar. Meskipun demikian bungan pelayaran antara Batavia dan pos kompeni di Deshima , Jepang tetap berjalan sampai tahun tahun pertama abad ke 19 . Orang Papanger atau Papango menurut De Haan adalah bekas pribumi yang berasal dari suatu daerah di sebelah timur laut Manila , tempat orang orang Spanyol berhasil mencari dan mendidk serdadu serdadu yang tangguh . Mereka mengadopsi unsur – unsur budaya Spanyol beragama Katolik dan mengambil nama Spanyol . Kedatangan merea di batavia sebagai tawanan perang dan mendapatkan kemerdekaan setelah ekerja pada VOC selama 1 tahun . Mereka kemudian menjadi serdadu bayaran atau sebagai polisi keamanan kota atau SCHUTTERIJ. Pada tahun 1702 orang Papanger dimasukkan dalam satu kompi dengan orang Banda dobwah kapten Islam sehingga kelompok kecil ini kehilangan sifat kebangsaan dan kekristenanannya ( akulturasi ) . Sejak tahun 1740 terdengar adanya satu kompi papanger yang secara administratif tergolong dalam orang orang Moor . Kemudian tahun 1781 ada ketetapan bahwa budak budak yang sudah dibebaskan oleh orang Kristen akan tergolong ke dalam kelompok - kelompok pribumi dari masing – masing kampung . Dalam perkembangan selanjutnya , orang orangn Papanger melebur ke dalam masyrakat Indonesia Kristenn dan masyarakat Islam di Batavia . MARDIJKER Orang mardijker atau merdeka sebenarnya berasal dari orang orang Coromandel , Arakan , Malabar, Srilanka dan Melayu yang menyerap kebudayaan Portugis . Mereka budak budak yang telah memeluk agama Katolik dan dibebaskan sewaktu mereka dibaptis dengan perjanjian harus mengikuti wajib militer . Pada pertengahan abad ke 18 golongan Mardijker mulai menunjukkan diri sebagai orang Portugis . Hal itu mengandung maksud untuk membersihkan diri mereka dari cacat status rendah sebelumnya dan untuk membedakan diri mereka dari budak budak Indonesia yang dmerdekakan . Identitas mereka menjadi simpang siur dengan adanya kebijakan pemerintah VOC untuk meregistrasi budak – budak Indonesia yang dimerdekaka menjadi mardijker . Akibatnya pada perempat terakhir abad ke 18 istilah mardijker tidak hanya dipergunakan untuk menyebut budak budak yang telah dibebaskan Portugis ( bedak budak Portugis ) namun termasuk pula budak budak yang telah dibebaskan tanpa memandang asal usul kebangsaan , bahasa dan agama yang dianut . Pada abad ke 18 Mardijker merupakan penduduk Kristen terbesar di Batavia bermukim di luar benteng terutama di kota depan timur dan dan barat , Pusat permukiman mereka kota depan timur sepanjang parit atau kanal kanal yang sejajar arah timur – barat seperti Parit Verburgh , Parit Jan Wynandt , Parit May dan Parit Speelman ORANG PRIBUMI Seperti telah disebutkan diatas penduduk pribumi terdiri dari beberapa kelompok etnis yang bermukim bersama sama secara terpisah . Setiao kelompok dapar dibedakan dengan etnis lainnya dari pakaian atau kebiasaan – kebiasaaan lain , seperti aturan aturan membuat rumah

Page 25: SOSIO HISTORIOGRAFI KEHIDUPAN OMELANDEN BATAVIA

25

dan organisasi sosial . Segregasi etnik semacam ini merupakan salah s atu ciri utama kolonial , dan kebijakan pemerintah kolonial . Campur tangan pemerintah kompeni terhadap golongan pribumi terbatas pada pengawasan kepolisian ( keamanan terutama bagi orang – orang Jawa yang selalu dicurigai .Kompeni membuat peraturan khusus terhadap mereka, misalnya larangan nmemakai keris dan tinggal di dalam kota . Bahkan pada masa perang dengan Banten tahun 1656 semua laki laki Jawa dikeluarkan dari kota . Berbeda dengan orang orang Cina , pajak – pajak berat tidak dikenakan pada penduduk pribumi . Demikian pula halnya kerja paksa yang seringkali dituntut pada orang Cina dikecualikan bagi orang Jawa . Sebaliknya sebagai imbangannya mereka diwajibkan untk menjalani tugas militer jika diperlukan . Oleh karena itu orang orang pribumi merde ka yang datang ke btavia sebagai serdadu VOC lebih banyak dari luar Jawa seperti orang Bali , Makasar , Bugis , Madura , dan beberapa orang yang datang dari pulau pulau kecil di Indonesia bagian Timur , seperti Buton , Banda , Flores , Bima atau Sumbawa dan Timor. Setiap terjadi perang kompeni merekrut penduduk dari kampung kampung pribumi disekitar kota . Dalam perang perang yang berlangsung lama seperti perang di Pantai Malabr 1717 , perang di Jawa Tengah 1750 dan perang di Srilangka , kampung – kanpung pribumi disekitar kota diberitakan hampir hampir tidak berpenghuni , kampung kampung seperti itu lama kelamaan kehabisan laki laki karena banyak yang mati dalam peperangan . Demikian pula halnya ketika terjadi perang dengan Inggris tahun 1781 lebih kurang 1300 orang pribumi dari kampung kampung di sekitar Batavia diberitakan dipindah ke Meester Cornelis ( Jatinegara ) untuk dilatih .

Diperlihatkan perkembangan kota Batavia pada dua buah peta ini .

Tahun 1779 memperlihatkan bahwa orang Jawa merupakan kelompok etnis terbesar dengan jumlah 48809 jiwa mereka bermukim diluar kota terutama di sekitar tembok keliling kota (

Page 26: SOSIO HISTORIOGRAFI KEHIDUPAN OMELANDEN BATAVIA

26

keliling benteng ) diluar Gerbang Utrecth , diluar Gerbang Diest , disekitar kali Krukut dan disebelah utara kota bagian barat . Orang orang Jawa di bawahi dua orang Kapiten :

1. Pertama kapiten orang Jawa yang tinggal di sebelah timur Ciliwung , bertempat tinggal di Kampung Mangga Dua , di sebelah utara Jalan Jakarta ( Jacartrawreg) .

2. Yang kedua kapiten orang orang Jawa yang bermukim di sebelah barat Ciliwung bertempat tinggak di kampung patuakan , dekat jalan Overwater 23

Menjelang abad ke 18 berakhir , jumlah orang Bali menduduki tempat ke 6 dibawah orang Cina yakni 11863 jjiwa . Mereka menempati beberapa kampung di luar kota yaitu Kampung Krukut si sebelah barat Molenvliet , Kampung Angke di tepi selatan Parit Bacheracht , Kampung Pisangan Baru dekat benteng Jakarta yang menurut De Haan telah ada sejak tahun 1687 . Disamping itu masih ada sebuah kampung permukiman orang Bali yang baru dibanun pada tahun 1709 yaitu Kampung Gusti disebelah Parit Bacheracht . Pada tahun 1779 tercatat jumlah orang Banda 618 jiwa dan bermukim di luar bentengn , terutama di kota depan barat dan timur .Karena jumlah mereka sedikit maka sejak tahun 1702 kompi pertahanan sipil mereka disatukan dengan kompi orang orang Buton dan Papanger . Pada tahun 1715 telah diberitakan tentang sebuah mesjid di luar pintu Gerbang Ritterdam ( kota depan Timur ) sebagai tempat ibadah orang – orang Banda yang memeluk agama Islam . Perbedaan agama di antara orang orang Ambon seringkali menjurus pada perselisihan . Pada akhirnya kompenin mengarahkan Kampung Ambon di sebelah barat benteng Jakarta kepada orang orang Ambon yang memeluk agama Islam sedangkan orang Ambon yang memeluk agama Kristen sejak tahun 1671 ditempatkan di sebelah utara Parit Ancol sedangkan kampung Mandar terletak di tanah Pagerman , berdekatan dengan parit luar ( BUITEN GRACHT ) kota depan barat .

BRICK KLIN AT ABATVIA 1682 STEEN BAKKERY

GAST HUYS 1682 JOAN NIEUHOF

23

Ibid , hlm 476 – 477

Page 27: SOSIO HISTORIOGRAFI KEHIDUPAN OMELANDEN BATAVIA

27

I. W. Heydt meester cornelis view trading port 1744

LATIN SCHOOL AT BATAVIA 1682

Orang – orang Makasar menempati lokasi permukiman di sebelah utara Parit Amaritus ( kota depan barat ) yang hingga sekarang dikenal sebagai Kampung baru . Selain itu kapten mereka , Daeng Matara , bersama teman sesuku nya mendapatkan tanah pinjaman di sebelah selatan Messter Cornelis ( Jatinegara ) yang dikenal sebagai Kampung Makasar . Karena orang – orang Makasar lebih senang menyewakan anah tersebut daripada mengarapnya sendiri lambat laun orang Maksar terdesak dari sana bahkan akhirnya jatuh ke tangan orang orang Eropa . Orang – orang Melayu menempati suatu lokasi pemukiman dekat Meester Cornelis ( Jatinegara ) yang sekarang dikenal sebagai Kampung Melayu . Kapten kapten mereka sudah sejak lama berhasil merebut posisi penting seperti ”Duta Melayu ” dan sebagai protokol bumiputera yang merangkap sebagai perantara hubungan antara raja – raja pribumi dan pemerintah Kompeni . Raja – raja pribumi terlebih dahulu menyerahkan surat – surat yang diperuntukkan pada pemerintah kompeni kepada Kapten Melayu , kemudian atas nama kompeni menerima mereka . Salah seorang kapten Melayu pada abad ke 18 Wandullah memangku jabatan kapten dan protokol selama 16 tahun . Ia terkenal tidak hanya karena memegang jabatan terlalu lama namun sebagai kapten sering menyalahgunakan kekuasaan dengan bertindak sewenang wenang dan akhirnya terlibat dalam perkara kejahatan sehingga Gubernur Jenderak Diderik Durven menjatuhkannya . Meskipun orang orang Sumbawa hampir hampir tidak pernah disebutkan namun dalam tahun 1755 disebut seorang Kapten Sumbawa yang bermukim di Kampung Tambora , tidak seberaa jauh dari Kampung Pecinan , dekat Kali Krukut , selanjutnya suku yang jumlahnya kecil ini hampir hampir tidak pernah disinggung hal ihkwalnya karena tidak pada tahun 1794 Abdullah Saban diangkat sebagai komandannya ( kaptennya ). Meskipun orang Bima sering terdengar sebagai penduduk kota Batavia namun tidak ada nama satu kamoung pun yang dapat mengacu pada permukiman orang Bima . Adapun orang Manggarai ( Flores Barat ) sejak tahun 1700 telah mendiami suatu daerah di Matraman yangs ekarang dikenal sebagai Kampung Mangarai . BUDAK Sebagian besar penduduk kota Batavia pada abad ke 18 adalah budak . Hal ini karena setelah area kota meluas ke luar benteng populasi budak terus meningkat . Menurut Reid jumlah total populasi budak di dalam dan di luar bentengrealtif stabil dari sejak abad ke 17 sampai dengan tahun 1770 antara 24000 dan 30000 jiwa . Pada dekade terakhir abad ke 18 jumlah budak

Page 28: SOSIO HISTORIOGRAFI KEHIDUPAN OMELANDEN BATAVIA

28

bertambah cepat mencapai sekitar 38000 . Namun setelah tahun 1800 menurun lagi mencapai 17000 jiwa selama kekuasaan Inggris .Budak budak banyak yang tinggal di luar benteng . Impor budak rata rata setiap tahun tetap dipertahankan oleh kompeni , antara lain disebabkan tingginya emansipasi budak khususnya pada akhir abda ke 18 dan tingginya angka kematian budak rata rata tiap tahun di Batavia .Tingginya angka kematian itu budak antara lain dikarenakan mereka ditampung di kamar kamar tanpa jendela yang kurang sehat . Budak budak yang bukan tawanan perang itu didatangkan dari Banggala , Arakan , Malabar , dan Coromandel . Bersama mereka ikut pula terbawa bahasa campuran Portugis ke Batavia dan baru setelah bahasa ini berakar kuat di Batavia , mulai didatangkan budak dalam jumlah besar dari kepulauan Nusantara terutama dari Bali dan Sulawesi Selatan . Kontribusi terbesar budak terhadap penduduk Batavia pada abad ke 18 berasal dari budak budak Sulawesi Selatan , kedua Bali dan Buton . Kenaikan jumlah budak yang dimiliki oleh sebuah keluarga di satu pihak ada kaitannya dengan kemewahan dan status sosial . Di dalam satu keluarga atau rumah tangga sebagian besar budak budak tidak kebagian pekerjaan . Mereka hanya untuk pameran dan gengsi belaka . Dilain pihak budak sering mewakili kapital yang sangat besar dalam tahun 1782 misalnya harga setiap budak ditaksir mencapai 33000 ringgit , oleh karena itu orang yang tidak punya uang atau miskin , budaknya pun sedikit .

Dalam sebuah rumah tangga apabila terdapat banyak budak hal itu berarti tingkat sosial sessorang makin meningkat .

Gambar diatas memperlihatkan seorang budak wanit ayang berpakaian sama dengan sang nyonya rumah hal tersebut mengindikasikan adanya peran ganda sebagai gundik bagi wanit tersebut

Dalam penataan rumah tangga yang sedemikian kecil pun seorang budak harus memiliki berbagai keterampilan agar dapat memberikan kepuasan kepada tuannya . Namun dalam rumah tangga yang besar dan mewah justru setiap budak mempunyai kegiatan yang terbatas . Seorang budak yang menjadi sais misalnya tidak ada sangkut pautnya dengan pemeliharaan kuda , kereta atau istal . Kepala seluruh pengiring disebut MEIRINHO atau upas dibantu oleh seorang wanita kepala rumahtangga yang bertanggung jawab atas semua kunci rumah . Sejumlahbudak lain hanya ditugaskan untuk diperlihatkan /pameran belaka . Para nyonya atau nona diiringi oleh budak budak wanita diantaranya ada budak wanita yang dinamakan BICA yang berarti anak emas . Ia selalu ikut kemana tuannya pergi sewaktu waktu melayani tugas kecil seperti mengambil sapu tangan yang jatuh atau memberikan tempat untuk meludah sehabis makan sirih. Secara umum pelayanan yang dilakukan oleh budak sangat mahal nilainya . Selain biaya makan , minum dan pakaian , paling tidak dikeluarkan dua sampai tiga gulden setiap bulan untuk uang sirih dan pengeluaran – pengeluaran kecil lainnya . Jika seorang budak tidak memuaskan ia dapat diusir atau dijual dengan kemungkinan si pemilik akan merugi . Sel ain itu

Page 29: SOSIO HISTORIOGRAFI KEHIDUPAN OMELANDEN BATAVIA

29

orang lenih dibebani tanggungjawab atas budak yang jahat perilakunya terhadap pihak ketiga . Jika seorang budak jatuh ke tangan hakim , terpaksa si pemilik membayar ongkos pengadilan jika tidak ingin kehilangan hak atas budak bersangkutan . Agak sulit membedakan seorang budak dengan seorang pribumi merdeka . Seorangpribumi merdeka biasanya memakai ikat kepala atau jika seorang Kristen memakai topi dan sedapat mungkin memakai kaos kaki dan sepatu . Namun pada tahun 1641 pemerintah kompeni mengizinkan budak budak memakai topi asalkan mereka bisa berbahasa Belanda . Bahkan menurut De Haan sekitar tahun 1750 semua budak memakai ikat kepala . 24 KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI De Haan menetapkan puncak kebesaran kota Jakarta ( Batavia ) secara ekonomis antara tahun 1690 – 1730 ketika awal kemunduran VOC mulai dirasakan . Kurun waktu tersebut oleh De Haan dikaitkan dengan laju pertumbuhan budidaya tebu , membanjirnya tenaga kerja Cina sekaligus menandai surutnya pengaruh kapiten Cina terhadap kaumnya , dan mera jalelanya korupsi di kalangan pegawai kompeni . Pada saat Batavia mencapai kemakmurannya VOC mengalami kemunduran sehigga sejrah kota Batavia tidak didentik dengan sejarah VOC. Semua perubahan yang terjadi pada abad ke 18 berkait erat dengan pembukaan daerah OMMELANDEN setelah tercapainya perjanjian dengan Banten pada tahun 1684 . Perjanjian itu dengan sendirinya membawa perbaikan dalam keamanan disekitar kota sehingga perampokan , pembunuhan , dan penculikan yang sering terjadi di daerah sekitar kota Batavia menjadi berkurang . Namun perlu dicatat bahwa perkembangan perkebunan tebu di daerah sekitar kota Batavia tidak mendorong atau merangsang pertumbuhan perkebunan – perkebunan tebu di tempat – tempat lain di Pulau Jawa . Kompeni berusaha menekan dan menghalang halangi perkebunan tebu tumbuh di daerah lain , agar pabrik gula di Batavia menguntungkan . Pada tahun 1710 jumlah tempat pengolahan tebu di Batavia 130 buah milik 84 orang penguasaha di daerah ommelanden diantaranya 79 orang Cina , 4 orang Belanda dan satu orang Jawa. Pekerjaan pengolahan tebu sebagian dilakukan oleh pribumi dan sebagian lagi oleh orang Cina . Setiap pengolahan tebu menyerap tenaga kerja sekitar 200 orang diantaranya 120 orang merupakan tenaga kerja pribumi . Daerah pemasaran gula Batavia tidak seberapa luas kebanyakan dikirim ke Persia , Malabar dan Jepang , sedangkan jumlah yang dikirim ke Eropa kecil sekali . Penggilingan tebu bukan merupakan usaha yang menarik bagi orang Eropa dan lebih memberikan kesempatan kepada orang orang Cina yang lebih bermodal tetapi suka berusaha dengan menerima krediit . Orang – orang Eropa atau orang Cina kaya sebagai pemebri modal dan menyewakan rumah pengolahan tebu , sedangkan si pengusaha membayar dengan hasil produksi . Sementara itu penjualan produksi sangat tergantung pada pemerintah kompeni karean jual beli gula menjadi monopoli kompeni sehingga harganya pun sangat bergantung pada kompeni . Penyulingan arak berkaitan erat dengan pabrik gula . Dahulu orang membuat arak dari beras yang ditanak dan dicampur dengan saguer ( tuwak) . Pada masa VOC arak dibuat dari melasee atau sirup gula .Pada mulanya kebanyakan tempat – tempat penyulingan arak berada dalam kota terutama di tepi sungai Ciliwung dan tepi Parit Macan . Karena khawatir bahaya kebakaran dan bau busuk dari air bekas cuciannya lama kelamaan penyulingan arak dipindahkan ke luar kota .

24

F De Haan op.cit hlm 466 - 467

Page 30: SOSIO HISTORIOGRAFI KEHIDUPAN OMELANDEN BATAVIA

30

Selain itu lokasi tebu sebagai sumber bahan semakin jauh dengan pusat kota ikut mendorong pemindahan penyulingan arak ke luar kota . Pada abad ke 18 industri arak berkembang dengan pesat seiring dengan meningkatnya industri gula. Pada tahun 1712 pabrik arak berjumlah 12 buah namun pada tahun 1715 jumlahnya menjadi 18 buah dan dari tahun 1762 sampai tahun 1793 terdapat 20 tempat penyulingan arak . Arak arak tersebut dikirim ke negara negara Hindia Barat seperti Benggala , Coromandel dan Srilangka . Naum pada akhir abad ke 18 orang Inggris di Srilangka mulai memproduksi arak , sehingga ekspor dan produksi arak Batavia menjadi mundur . Puncak kemakmuran Batav ia anatar tahun 1690 dan 1740 dimulai dari pemerintahan Gubernur Jenderal Maatsuker sampai Adrian Valckiner 25 Diperkirakan setiao tahun pedagang- pedagang Cina mengangkut dan membeli barang – barang dagangan lokal seharga satu juta duaratus ribu ringgit s ebanyak teh yang mereka jual di Batavia . Meskipun demikian VOC menerima pendapatan lebih besar dari penjualan hasil tropis kepada saudagar saudagar Cina dibandingkan dengan pengeluaran untuk pembelian barang barang dagangan mereka . Disampin segi keuntungannya perkembangan perdagangan jung Cina mempunyai dampak negatif dilihatd ari perkembangan sosial ekomoni pada masa itu . Banyak pegawai kompeni ikut menanamkan modal dalam perdagangan pribadi yang sifatnya ilegal melalui orang orang Cina . Hal itu kecuali merugikan VOC dapat memebrikan peluang terjadinya penyelundupan yang dilakukan pedagang pedagang Cina yang bekerjasama dengan pejabat kompeni . Meningkatnya jung jung Cina yang datang ke Batavia setiap tahun berarti pula pertambahan jumlah imigran Cina ke Batavia. Peraturan peraturan yang dikeluarkan untuk membendung pendatang baru ilegal itu tidak membuahkan hasil karena para nahkoda kapal menurunkan muatan mereka didaerah daerah pantai yang tidak terpatroli oleh kompeni . Memebngkaknya jumlah orang Cina pada perempat kedua abad ke 18 menimbulkan masalah sosial ekonomi yang kemudian menjadi salah satu faktor pendorong meletusnya pemebrontakan dan pembantaian orang Cina tahun 1740 . Setelah pemberontakan orang Cina berakhir , para pedagang mengalami pukulan hebat karena sebagian prasarana dan organisasi perdagangan di Batavia lenyap , sejumlah pasar , baik di dalam maupun diluar kota habis terbakar dan banyak makelar Cina serta tokoh tokoh penting dibunuh dan dibuang . Sebagian orang Cima yang selamat dari pembunuhan melarikan diri ke pedalaman sehingga pertanian dan perkebunan terlantar yang secaa langsung dirasakan pula oleh kompeni . Kompeni berusaha mengambil hati orang orang Cina denan memberikan mereka kepercayaan untuk bergerak dibidang ekonomi antara lain diberi kekuasaaan untuk memungut cukai pasar secara borongan dan diizinkan membuka rumah madat . Bahkan pada tahun 1743 pedagang – pedagang Cina dibebaskan dari kewajiban membayar beas masuk pelabuhan .

25

Sejak didirikannya sampai tahun 1740 kota Batavia dari segi ekonomi pada hakikatnya merupakan sebuah koloni Cina dibawah

perlindungan Belanda karena 1) orang cina menguasai bidang kegiatan ekonomi seperti perikanan , pengusahaan hutan , dan

perdagangan dalam negeri .2) bermacam mcam pajak yang dipungut kompeni atas penduduk kota dilakukan oleh orang Cina 3)

Tanpa orang Cina pasar tak mungkin berjalan , rumah dan benteng pertahanan tidak mungkin dibangun dan 4) orang Cina pemilik perdagangan terbesar dan penghasil sebagian besar bea cukai.

Page 31: SOSIO HISTORIOGRAFI KEHIDUPAN OMELANDEN BATAVIA

31

Disisi lain monopoli yang dilaksanakan oleh kompeni seringkali memberi peluang terjadi penyelundupan dan korupsi dikalangan pegawai VOC . Melalui penyelundupan seperti itu para pegawai kompeni menyaingi warga kota merdeka atau VRIJBURGER yang memang mempunyai hak dalam perdagangan bebas . Ada juga yang menghubungkan kemunduran kompeni akibat rendahnya gaji yang diterima oleh para pegawai mencari penghasilan sampingan yang tak dibenarkan . Para pegawai VOC yang telah lama berkenalan dengan kekayaan dan kegemerlapan pada gilirannya harus mempertahankan prestise sehingga mulai memasuki status yang melampaui kemampuan gaji mereka . Lain halnya dengan pejabat tinggi kompeni . Seorang direktur jenderal bernama Stein van Gollenesse pada tahun 1775 dengan gaji setiap bulan 500 gulden dapat memiliki ru mah di tepi Parit Jonker sebuah rumah di tepi Parit Macan kebun indah di Molenvliet dan dua buah kebun lainnya di Kanal Ancol . Masih ada lagi tanahnya di Sukappura , Cakung dan lain sebagainya . Data diatas memberikan gambaran mengenai kehidupan para pegawai VOC yang boros dan mewah yang kalau diukur dengan penghasilan mereka tentu tidak mencukupi . Oleh karena itu tidak aneh bahwa kemerosotan VOC disertai dengan berkurangnya kemewahan . Pemerintah kompeni selalu mempertahankan harga beras . Selain karena kebutuhan pokok warga kota beras menjadi monopoli kompeni . Demikian pula halnya dengan jumlah ikan yang dijual di Pasar Ikan diusahakan tetap stabil baik harganya maupun ikan ikan yang tersedia bagi kebutuhan penduduk kota . Namun seringkali barang brang kebutuhan orang Eropa bergantung pada situasinya . Jika mentega habis atau kapal yang datang hanya membawa beberapa tong atau peti mentega saja , harga pun naik . Sebaliknya jika kiriman dari Eropa lancar maka harganya akan normal kembali . Masyarakat Eropa di Batavia dapat menyesuaikan diri dengan udara dan iklim setempat . meskipun ada perbedaan antara orang Eropa yang dilahirkan di Eropa dan orang Eropa yang dilahirkan di Indonesa atau Asia . Orang Eropa totok dapat tidur nyenyak dengan memakai kain penutup leher dan peci diatas tempat tidur kulit dengan tirai tipis . Mereka jarang mandi dan lebih menyukai makanan seperti di tanah air mereka daripada makan sepiring nasi . Senaliknya

Page 32: SOSIO HISTORIOGRAFI KEHIDUPAN OMELANDEN BATAVIA

32

orang Eropa yang dilahirkan di Indonesia atau yang sudah menikah denga n wanita pribumi cara hidup mereka lebih dekat dengan pribumi atau dapat menyesuaikan dengan diri dengan lingkungan . Tidak banyak yang dapat diuangkapkan mengenai kehidupan masyarakat pribumi yang merupakan mayoritas penduduk Batavia abad ke 18 . Sumber sumber VOC lebih banyak memberikan informasi tentang kehidupan budak , meskipun status sosial nya berada di bawah orang orang pribumi merdeka . Budak lebih banyak mendatangkan keuntungan karena dapat diperjualbelikan selain tenaganya dibutuhkan untuk segala keperluan . Dari sisi lain pemilikan budak melambangkan kekayaan dan status sosial seseorang . Seperti telah diuraikan sebelumnya sebagian besar warga pribumi yang bermukim diluar kota . Mereka bekerja sebagai petani atau buruh tani di tanah tanah perk ebunan milik swasta di sekitar kota . Adapun yang bermukim di daerah pantai hidup sebagai nelayan , misalnya orang Jawa , Bugis dan Makasar atau sebagai pengumpul karang kaut seperti orang orang Banda . Tingkat kehidupan mereka pada umumnya amat rendah , terkecuali mungkin para kapiten dan orang orang pribumi , serdadu bayaran kompeni , seperti orang Banda , Ambon , Makasar dan Bali . Kalau orang Eropa lebih senang dengan makana gaya tanah airnya ( Eropa ) seperti mentega , kentang , roti , makanan dalam kaleng , sedang makanan orang orang kebanyakan termasuk pribumi berupa nasi dalam bentuk grobyak , yakni bubur nasi atau tepung beras yang dicampur dengan gula , asam , dan segelas arak . Kecuali faktor ras dan etnis , demarkasi sosial ditentukan pula oleh faktor agama . Orang yang bukan Kristen dilarang menjahit pakaian ala Eropa dan seringkali orang yang beragama Kristen dilebihkan haknya dalam mengimpor barang dagangan . Sejak tahun 1726 senapan tembak hanya boleh dimiliki oleh orang orang Kristen dan sejak tahun 1757 orang yang bukan Kristen dilarang membuat surat wasiat 26 Demikian pula halnya dengan budak yang beragama Kristen dilarang dijual kepada yang bukan Kristen , budak budak yang beragama Kristen yang dilahirkan dari ayah Eropa dan ibu seo rang budak lebih cepat dimerdekakan daripada budak – budak lainnya . Bahkan banyak diantara budak budak yang dimerdekakan oleh Cornelis Chastelein .27 Pada masa Gubernur Jendral Hendrik Zwaardecroon ( 1718 – 1725 ) diberitakan bahwa kereta kereta hela semakin banyak sehingga kuda kuda gubernur jenderal beserta penggiringnya lengkap dengan pakaian seragam mengalami gangguan karena banyaknya kereta yang dimiliki orang orang yang berumah ditepi jalan . Untuk itu pada tahun 1719 ia mengeluarkan larangan : orang orang sipil tidak boleh mendahului kereta pembesar kompeni . Status sosial abad ke 18 selain tampak pada hirarki jabatan dalam dinas kompeni ( VOC ) seringkali dilambangkan dalam berbagai ciri , seperti kekayaan dan jumlah budak yang dmiliki . Simbol sim bol status terlihat mulai dari jabatan gubernur jenderal sampai pada kapiten kapiten pribumi . Kapiten –kapiten pribumi memiliki sejumlah penggiring yang membawa tombak dan berhak mendapat penghormatan di depan pos jaga .Untuk para pembesar kompeni , simbol simbol status ini terlihat pada pengawal , payung , tembakan penghormatan , lentera kereta , dan sais .

26 F.De Haan .op.cit.hlm 534-535 27 Cornelis Chastelein adalah seorang bekas pegawai kompeni yang menjadi kaya raya .Pada tahun 1695 ia membeli tanah di Depok , Srengseng, Mampang dan Karang Anyar dari seorang tuan tanah bernama Lucas Meur , Disana kemudian ia menempakan budaknya

sebanyak 150 orang diantaranya ada yang memeluk agama Islam , Hindu , Budha dan Roma Katolik .Budak budak itu kemudian

dididik secara Kristen dan 120 diantaranya mau menerima sakramen Baptisan Kudus antara tahun 1696 – 1713 lalu dimerdekakan ( F De Haan , Priangan II , 1911 halaman 226 )

Page 33: SOSIO HISTORIOGRAFI KEHIDUPAN OMELANDEN BATAVIA

33

Gerbang Kota Batavia yang dihancurkan pada tahun 1950 oleh pemerintah Indonesia

Rumah Indis di luar tembok kota dimana orang orang Eropa banyak tinggal disana setelah keadaan dalam kota Batava yang semakin kurang sehat

Rumah pejabat kolonial di luar tembok dimana terlihat dari tampilan bangunana dan elemen pekerja yang berada disana .

Pedagang Cina yang banyak mendominasi perdagangan di luar tembok Batavia pada sketsa ini terlihat kehidupan Batavia yang terdiri dariberbagai etnis dan rumah rumah indis

Sebagai contoh pembesar VOC memakai sais bangsa Eropa sedangkan orang orang yang tidak termasuk terhormat hanya diperkenankan memakai sais pribumi yang diberi pakaian ala Eropa . Hanya kereta gubernur jenderal yang diperbolehkan memakai dua lentera atau obor di malam hari sebagai perlambang atau pertanda agar diberikan salut penghormatan secara militer di depan pintu gerbang kota .

Seperti halnya kota bandar , penduduk dan masyarakat Jakarta pada masa penguasa – penguasa islam terdiri dari berbagai kelompok etnis atau ras yang bermukim dalam kampung – kampung secara terpisah . Kecuali faktor rasa atau etnis , tampaknya sudah ada pengelompoka n masyarakat yang didasarkan pada profesi seperti halnya perkampungan kiyai aria . Setelah jatuh ke tangan kompeni kota Jayakarta ( Batavia ) berkembang menjadi pusat perdagangan internasional . Batavia menjadi lebih terbuka terhadap imigran immigran luar dan asing sehingga penduduk dan asyarakat kota menjadi lebih heterogen . Budaya lokal dapat dikatakan lenyap sama sekali , yang muncul dan berkembang adalah budaya kolonial atau asing yangn dimanifestasikan baik dalam wujud fisik maupun non fisik , seperti bahasa , agama , dan peraturan peraturan yang berkenaan dengan kewajiban warga kota , antara lain sistem pajak dan bea cukai . Dengan demikian Batavia pada masa VOC lebih dekat dengan tip ekota heterogenetik yakni kota orde teknik dengan budaya lokal mengalami desintegrasi , sedangkan integrasi baru dari pikiran masyarakat mulai berkembang . Pada kota kota seperti ini masyarakat sangat tergantung dengan pasar , dengan organisas i produksi barang yang rasional , serta dengan kelayakan hubungan antara pembeli dan penjual .Dari sisi lain Batavia dibangun oleh kompeni untuk memungkinkan penguasa kolonial mengeruk sumber daya dari Nusantara demi keuntungan mereka sendiri dan bukan untuk keuntungan penduduk pribumi . Kota Batavia difungsikan sebagai jalan keluar melalui Batavia kekayaan Nusantara dipindahkan dan diangkut ke Eropa dengan meninggalkan kemiskinan bagi sebagian besar penduduk . Dengan kata lain keuntungan ekonomi yang diperoleh kompeni melalui perdagangan yang dipusatkan di Batavia

Page 34: SOSIO HISTORIOGRAFI KEHIDUPAN OMELANDEN BATAVIA

34

tidak mempunyai pengaruh terhadap ekonomi pribumi karena penduduk pribumi diperas dan dieksplolitir baik secara langsung maupun melalui penguasa penguasa lokal . Meskipun faktor ras , etnis dan profesi dominan dalam pengelompokan penduduk dan masyarakat kota , pada masa VOC faktor agama ikut berperan baik dalam pengelompokan penduduk maupun alokasi pekerjaan . Demarkasi yang didasarkan perbedaan agama tidak hanya tampak pada kehidupan sosial ekonomi dengan hak hak warga masyrakat yang beragama Kristen termasuk budak dilebihkan tetapi juga pada permukiman . Banyak penduduk yang beragama Islam bermukim dan dimukimkan di kota depan barat sedangkan penduduk yang beragama Kristen bermukim dan dimukimkan di kota depan timur . Demikianlah penjabaran secara singkat aspek sosio historis Batavia yang secara tidak langsung membentuk wajah kota dan mentransformasi kota Batavia secara perlahan namun pasti menuju kota yang multietnis dan metropolitan Jakarta Raya . . Pada tahun 1611 VOC mendapatkan izin mendirikan loji di perkampungan orang orang Cina di daerah pantai sesuai dengan isi perjanjian yang ditandatangani oleh Jacques I Hermit dengan Pangeran Jayakarta pada tanggal 10 – 13 November 1610 .Bangunan yang diberi nama Nassau itu terdiri dari dua lantai , bagian bawah tempat menyimpan atau menimbun barang dagangan sedang bagian atasnya sebagai tempat menginap awak kapal. Enam tahun kemudian 1617 gudang yang kedua dibangun di sebelah barat Nassau , sejajar dengan Ciliwung dan diberi nama Maurits . Ketika JP Coen menjabat sebagai kepala perwakilan dagang VOC di Jakarta . kedua bangunan itu diperkuat dengan tembok pertahanan di sebelah utara dan timur sehingga terbentuk sebuah benteng pertahanan. Benteng ini dinamakan benteng Jakarta ( Fort Jacatra ) yang kemudian berkembang menjadi kota Batavia . Setelah Jayakarta jatuh ke tangan VOC pada tanggal 30 Mei 1619 dan kemudian berganti nama menjadi Batavia mulailah VOC membangun sebuah permukiman baru di atas reruntuhan kota Jayakarta yang ditinggalkan oleh penghuninya . Sejak itu orang orang Belanda mulai memperkenalkan suatu keuatan dan era baru dalam urbanism di Pulau Jawa yang sekaligus menandai fase baru dalam evolusi kota . VOC dibawah Coen mulai menata Batavia menurut model kota Eropa , berdekatan dengan apa yang sekarang dikenal dengan Kota Inten . Situs kota dipilih di tepi Ciliwung , melebar ke selatan dari gudang tua. Lokasi ini dipilih dengan pertimbangan agar dekat benteng untuk perlindungan dan dekat dengan laut bagi kepentingan perdagangan . Untuk menjaga agar kita terhindar dari bahaya kebakaran Coen membangun rumah dari babu dengan atap alang alang atau rumbia . Jika mereka lalai VOC dapat memberikan lahan pekarangan mereka kepada orang lain yang hendak membangun rumah batu sedangkan pemilik sebelumnya diberi tempat lain untuk membuat rumah dari bambu sebagai langkah pengamanan. Selain membangun kota , Coen mulai membangun benteng untuk menggantikan benteng lama ( Fort Jacatra ) yang sudah ridakmampu lagi menampung semua aktifitas dan kegiatan dagang VOC . Benteng baru ini diberi nama Kastil Batavia , luasnya sekitar sembilan kali benteng lama . Bentuknya tidak banyak berbeda dengan benteng lama ( persegi ) , dinding barat berhimpitan dengan dinding timur benteng lama. Pada keempat sudutnya dibangun bastion yakni bangunan menonjol terlindung untuk pertahanan . Keempat bastion itu diberi nama Diamont , Robijin , Saphir dan Paret. Dua diantara bastion itu menjorok ke laut seperti yang nampak pada gambar peta . Pada peta tersebut terlihat bahwa kota sudah mulai dibangun dengan menggali 3 buah kanal tegak lurus diatas Sungai Besar ( Ciliwung ) di sepanjang sisi timur . Penggalian kanal dimaksudkan untuk membantu pengeringan lahan terutama pada musim penghujan dan

Page 35: SOSIO HISTORIOGRAFI KEHIDUPAN OMELANDEN BATAVIA

35

meninggikan permukaan tanah , tempat kota akan dibangun .28 Rencana kota disesuaikan dengan keletakan lahan dan kanal kanal digali arah timur – barat sejajar satu sama lain dan bermuara di Ciliwung .

Batavia stadt en(de) casteel gelegen int coninckrijck van Jacatra int eylant van Java Maior 6 graden by suyden de linia equinoctiael , Map of the fort at Batavia and environs. Part of a set of six maps of VOC forts in the East Indies, drawn up around 1622 Pada peta ini terlihat jelas bahwa di setiap kanal sudah ada jembatan . Demikian pula haknya bangunan gereja dan pasar ikan . Di bagian selatan dekat belokan Ciliwung terdapat plaisant huis 29dan lebih ke arah timur berdiri pos penjagaan brasser 30. Situasi di tepi barat Ciliwung tidak banyak berbeda namun diatas reruntuhan kota lama terdapat kwarter orang orang Inggris dann lebuh ke barat ada kuburan orang Jawa dan Inggris . Kemudian di sebelah selatannya terdapat perkebunan kelapa , sedangkan di seberang anak Ciliwung tedapat kandang lembu . Di dekat muara selain rumah pabean dan boom ( palang kayu atau pohon yang menutup mulut sungai ) , selain itu di peta ini diperllihatkan pula pos penjagaan syahbandar dan dermaga kapal ( sheepstimmerwerf ) yang berhadapan dengan pasar ikan diseberang Ciliwung .Selain itu terlihat jembatan diatas Ciliwung yang menghubungkan kota bagian t imur dengan bagian barat . Pada tahun 1629 mataram mengepung kota Batavia untuk yang kedua kalinya , meskipun serangan itu dapat digagalkan oleh Kota Batavia namun kota depan ( voorstad ) di selatan yang tidak dapat di pertahankan terpaksa di tinggalkan dan dibakar untuk mencegah musuh mendudukinya . nasib yang sama dialami pula oleh permukiman di tepi barat Ciliwung dan loji Inggris yang ada disana. Bahkan setelah kehilangan loji tempat penimbunan barang dagangannya untuk kedua kalinya Inggris pun mengund urkan diri dari Batavia .

28

Menurut F De Haan fungsi lain kanal kanal tersebut 1)untuk mengendalikan banjir 2) sarana /keperluan

lalu lintas hasil bumi dan hasil hutan dari hulu ke hilir dengan sepanjang tepi sungai atau kanal kanal itu

para pedagang menjajakan beraneka macam dagangan , sementara itu beberapa daerah terbuka tempat

mandi dan cuci bagi masyarakat umum 3) jalan pengiriman ( transport ) terutama bagi kayu – kayu yang

ditebang di daerah sekitar kota ( F De Haan Oud Batavia hlm 251 - 159 ) 29

Rumah peristirahatan 30

Pos penjagaan

Page 36: SOSIO HISTORIOGRAFI KEHIDUPAN OMELANDEN BATAVIA

36

Chart of Batavia and environment JV Schley 1731 – 1750 Engraving

Pada peta selanjutnya pada tahun 1730 an ternyata memperlihatkan keadaan kota Jakarta ( batavia ) yang memperlihatkan banyak pembangunan kota yang sudah meluas ke selatan ke arah belokan timur Ciliwung . Kota depan ( voorsaad ) yang terbentuk oleh sebuah belokan sungai dan Parit Nieuwpoort telah dibagi – bagi menjadi pekarangan . Mungkin sekali perkarangan pkarangan itu menjadi tempat pesanggrahan penduduk Batavia pada waktu itu , dan selama pengepungan pasukan Mataram, orang keluar meninggalkan pesanggrahan nuntuk mencari perlindungan dibelakangn kubu dan gardu gardu pertahanan Parit Nieuwpoort . Untuk melindungi permukiman yang tumbuh dengan cepat Pari t Harimau ( Tijgersgracht ) digali lebih ke selatan dan sebuah kanal baru di gali ke arah timur Parit Harimau digali pula sebuah parit lainnya , membentang arah utara – selatan sampai ke sungai , namun tidak sejajar dengan Parit Harimau , parit itu dinamakan Parit Tayole ( Tayolingratcht ) . Menurut De Jonge leabr parit sekitar 300 kaki dalam 1o kaki berfungsi sebagai pertahanan kota bagian selatan . Di ujung selatan kota , sisi timur terdapat pintu gerbang daratan ( landpoort ) . Melalui gerbang ini orang akan sampai ke Jalan Tuan ( Heereweg ) yang kelak dinamakan Jalan Jakarta ( Jakartawreg ) dengan melewati sebuah jembatan . Selain itu kota dapat dimasuki dari arah selatan dengan menyeberangi sebuah jembatan Brasserburg di atas Ciliwung . Pada kedua peta tersebut terlihat bahwa perkembangan kota tersebut ternyata memiliki perkampungan dan sarana sarana lain seperti jalan jalan, kanal kanal , gereja , rumah sakit , balaikota , sekolah dan pasar . Kota yang dibangun di tepi timur Ciliwung itu telah memiliki panjang yang tetap dimilikinya sampai dikemudian hari membentang dari lapangan kastil ( kasteelplein ) sampai Nieuwpoort. Ruang ruang kota sudah mulai dibangun dengan rumah rumah yang didirikan disepanjang tepi jalan dan parit . Setelah Coen meninggal pembangunan kota dilanjutkan oleh Jacques Speck , hal itu dapat dilihat pada peta kecil yang mengambarkan Batavia tahun 1632 yang terdapat pada medali emas yang dipersembahkan oleh orang orang Cina di Batavia kepada Spect setelah ia mengakhiri jabatannya sebagai Gubernur Jenderal yang kedua setelah tahun 1632 .

Page 37: SOSIO HISTORIOGRAFI KEHIDUPAN OMELANDEN BATAVIA

37

Jika peta ini dibandingkan dengan peta 1622 terdapat perbedaan yang mencolok disamping persamaanya . Pada kedua peta tersebut rumah tol , boom dan galangan kapal di tepi barat Ciliwung berhadapan dengan kastil diperlihatkan dengan jelas . Dalam peta ini dapat dilihat pelbagai perubahan yang dilakukan oleh Spect . Kali Besar ( ciliwung ) yang melintasi kota telah diluruskan kanal kanal baru telah digali sehingga bentuk blok blok bangunan yang berdekatan menjadi persegi panjang . Parit Tayol( Tayolingratcht ) disisi timur dipindahkan membentang sejajar dengan Parit Harimau ( Tijgersgratch ) sehingga diperoleh parit kota bagian dalam ( binnernggracht)disebelah timurnya . Dengan demikian rencana kota pun menjadi luas dan lebih teratur.

Meskipun demikian bastion atau pos penjagaan masih berdiri di tempatnya semula berada dan tampaknya kota bagian bagian barat belum sepenuhnya dihuni kecuali sebidangtanah anara kantor pajak dan anak sungai utara . Dan ada kemungkinan bahwa ketika kota di perluas di tepi barat , kompeni tidak mengizinkan pembangunan rumah dengan konstruksi permanen Dengan kata lain rumah rumah di luar tembok pada waktu itu hanya boleh dibangunan dari kayu atau bambu , selama bagian kota yang baru itu belum dapat dipertahankan dengan tembok keliling yang rapat dan kuat . Setelah jabatan Jacob Spect sebagai gubernur jenderal berakhir tahun 1632 pembangunan kota dilanjutkan oleh Hendrick Brouwer ( 1632 – 1636 ) Ia memanfaatkan lahan dalam tembok kota , menggali kanal kanal tambahan dan memerintahkan kepad aornag orangn Cina yang bermukim di sebelah barat Ciliwung untuk memagari pemukiman mereka dengan kayu 31setinggi 2, 5 meter . Disamping itu dibangun juga Gerbang Rotterdam ( Rotterdampoort ) dan tembok laut pemecah gelombang dimuara Ciliwung untuk mencegah terjadinya pengendapan yang sekaligus befungsi sebagai dermaga . Menurut De Haan pembangunan dermaga dengan panjang sekitar 450 depa ( 810 meter ) itu berkaitan dengan pelurusan sungai yang telah dilakukan sebelumnya . Dengan adanya dermaga seperti itu diharapkan gerakan atau aliran sungai menjadi lebih deras yang lambat laun akan dapat mengikis dan menghilangkan endapan lumpur di depan muara . Ternyata harpan itu benar benar terbukti . Endapan lumpur terdesak ke laut namun dalam waktu waktu tertentu tanggul dermaga harus diperpanjang setiap tahun rata rata mencapai 13 meter . Pada peta tahun 1630 an tampak bahwa kota bagian barat sudah dikelilingi kanal luar ( buiengratcht ) sedangkan ruang ruang kota terbagi menjadi 10 blok oleh jalan jalan dan kanal kanal yang salaing berpotongan . Pos penjagaan yang tadinya berada di luar kanal dipindah ke dalam sehingga berada dalam satu garis dengan pos pos penjagaan lainnya sebagai pertahanan sisi barat kota bagian barat. Pasar Ikan yang sebelumnya berada di tepi timur sudah dipindahkan ke tepi barat berdekatan dengan pertukangan kayu ( timmerweerf ) orang orang Cina .

31

James L Coben hlm 46 pagar tersebut ditandai oleh garis garis bergigi mengelilingi kota bagian barat

Page 38: SOSIO HISTORIOGRAFI KEHIDUPAN OMELANDEN BATAVIA

38

Pada tahun 1648 seorang kapiten Cina Bingham , diberi ijin untuk menggali kanak disebelah selatan kota mulai dari Gerbang Baru Nieuwpoort lurus ke selatan sampai Kali Krukut . Setelah diambil alih oleh Bingham pada tahun 1661 , Kanal Bingham di berinama Molenvliet yang berarti selokan Molen. Selain untuk lalu lintas perahu ke selatan kota dan menghanyutkan kayu dari hutan hutan sekitarnya pada masa kemudian kanal ini dipergunakan untuk mengalirkan air yang menggerakkan molen molen yang dibangun disekitar kanal . Untuk keperluan tersebut di sebelah selatan Noordwjik , Kali Ciliwung dibendung dan airnya dialirkan ke dalam kanal yang digalli dan disalurkan ke Molenvliet . Agar ar di Kali Ciliwung tetap mengalir pada bendungan tersebut dibangun sebuah pintu air yang menggerakkan molen penggergajian kayu , molen pembuatan mesiu . molen penggilingan gandum dan molen molen lainnya . Penggalian kanal – kanal di luar kota sangat penting artinya bagi perkembangan kota batavia pada periode periode selanjutnya . Kecuali keadaan kota di dalam tembok pertahanan terasa kurang sehat , kebutuhan atas ruang ruang yang lebih luas dan udara lebih segar mulai dirasakan oleh penduduk kota . Selain itu sejak pertengahan abad ke 17 lingkungan sekitar kota Batavia sudah lebih aman , baik dari ancaman binatang buas maupun dari gangguan para perusuh yang biasa berkeliaran di sekitar kota . Di kanan kiri kanal – kanal yang digali itu muncul kebun kebun dengan gubuk gubuk kecil yang lama kelamaan berkembang menjadi tempat permukiman penduduk . Sesuai dengan fungsi kota Batavia sebagai pusat perdagangan internasioanl dan pusat kekuasaan kolonial VOC di Asia , gubernur jenderal memusatkan pola perhatian pada pembangunan wilayah sekitar pelabuhan . Pelabuhan bebas ( vrijman haven ) yang semula berada di dalam lingkungan boom32 Bersamaan dengan itu , parit dekat bastion Zeeburg dibendung dan saluran vrijman haven diperpanjang ke arah barat sehingga terbentuk saluran atau kanal pelabuhan .Maksudnya ialah untuk mencegah terjadinya penyelundupan dari pantai yang pada waktu itu telah melebar ke laut . Pada permulaan abad ke 18 banyak pejabat tinggi kompeni membeli tanah di daerah selatan , disana mereka membangun landhuizen atau villa dan membuka kebun kebun tempat peristirahatan . Ada banyak rumah kebun di sana dan sebagian dari tanah tanah partikeril itu disewakan kepada orang orang Cina dijadikan areal perkebunan tebu , tembakau dan sayur mayur atau pun sebagai lapangan tempat pengembalaan ternak . Ada pula para penyewa yang berkebun kacang , jahe dan sirih , kini bekasnya mengingatkan pada penamaan seperti Kebon Kacang , Kebon Sirih dan Kebon Jahe . Dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi sebagai akibat perkembangan perdagangan VOC pada masa itu sejumlah pabrik penggilingan gula tebu dibangun yang pad atahun 1710 berjumlah 130 buah . Industri gula dan arak berkembang dengan pesat terutama pada masa GJ Abraham van Riebeeckt dan Christoffel van Swoll. Di tepi jalan dan kanal kanal yang menuju ke luar kota muncul permukiman penduduk yang dengan sendirinya berarti perluasan wilayah kota. Di sekitar perkebunan partikeliri lama kelamaan muncul dan berkembang pesat permukiman penduduk sedangkan untuk melayani kebutuhan penduduk dibangun pasar antara lain pasar33 Weltevreden dan Tanah Abang pad awaktu itu . Untuk memudahkan dan memperlancar arus jual beli , dua tahun kemudian 1773 Julius Vinkc membuka jalan dan membangun jembatan

32

Palang kayu atau pohon yang menutup mulut sungai 33

Pasar Senen mula mula bernama Vinckpasser ( pasar Vinck ) tapi karena hari pasar mula mula hanya hari

Senin , orang pun lalu meyebutkan Pasar Senin . Pada tahun 1751 . Mossel menetapkan hari Senin dan

Jumat sebagai hari pasar ( Batavia Kisah Jakarta Tempo Doeloe , Jakarta Intisari , 1988 hlm 72 )

Page 39: SOSIO HISTORIOGRAFI KEHIDUPAN OMELANDEN BATAVIA

39

yang menghubungkan kedua pasarnya melewati Kampung Lima , Jembatan Prapatan Simpang Senen sampai Kramat. Peristiwa pemberontakan orang orang Cina pada tahun 1740 sedikit banyak mendorong perluasan wilayah kota dan memperngaruhi penataan kota pad amasa sesudahnya . Dalan peristiwa tersebut semua rumah dan toko milik orang Cina dibakar dan pemiliknya dibunuh . Pusat permukiman orang Cina di Ciliwung diratakan dengan tanah dan di tempat itu kemudian dibangun pasar oleh pemerintah kompeni . Setelah peristiwa itu orang orang Cina dilarang tinggal di dalam kota dan sebagai gantinya pemerintah menunjuk daerah di luar kota di sudut barat daya , sebagai tempat permukiman orang orang Cina . Pembangunan kota Jakarta pada abad ke 18 berkembang di luar benteng . Hal ini berarti telah terjadi perpindahan penduduk ke luar benteng karena berbagai alasan , misalnya situasi kota yang kurang sehat , pertambahan jumlah penduduk , keterbatasan lahan di dalam kota dan lain sebagainya . yang dengan sendirinya mendorong pemekaran wilayah . PERKEMBANGAN PENDUDUK Jayakarta sebagai satu diantara bandar terpenting di panatau uatra Jawa Barat telah dikunjungi oleh para pedagang dari berbagai pelosok Nusantara dan dari berbagai negeri seperti orang Cina , Belanda , Inggris dan Portugis . Sebagian diantara pedagang pedagang tersebt tinggal menetap selama mereka berdagang atau menunggu musim yang baik untuk kembali ke tempat asal sedangkan sebagian lagi menetap dan bermukim untuk jangka lama . Lama kelamaan munculah perkampungan perkampungan dan loji loji tempat penimbunan barangn dagangan seperti Kampung Cina , Loji Inggris , Loji Belanda dan perkampungan orang orang pendatang yang dikenal dengan nama Pakojan . Ketika Coen pergi ke Maluku mencari bantuan untuk menghadapi serangan pasukan Jayakarta yang dibantu oleh orang orang Ingris diberitakan bahwa penghuni benteng kompeni berjumlah 389 orang , 85 orang diantaranya seradadu kompeni , 25 orang serdadu bayaran orang orangn Jepang dan 25 orang Cina 34 . Selebihnya orang orang sipil laki laki wanita dan budak , Pada waktu itu orang orang Belanda mulai membangun kota diatas reruntuhan kota lama yang ditinggalkan penghuninya . Pada waktu itu orang orang Belanda selalu curiga pada penduduk pribumi dan berusaha mengusir mereka sehingga terjadilah kekosongan di sekitar kota . Ketika orang Belanda ingin menanam tebu di daerah sekitar Jayakarta untuk kepentingan ekspor didatangkanlah budak . Penurunan jumlah terjadi pada orang Jawa , Timor , Eropa , Mandar , Sumbawa dan budak . Pertambahan jumlah orang Bali dan Bugis dikarenakan banyak budak termsuk budak wanita yang dimerdekakan oleh tuannya orang Eropa yang ingin kembali ke negeri asalnya . Pertambahan penduduk kota Batavia selama abad ke 18 disebabakan adanya migrasi masuk orang Cina dan kelompok etnis lainnya dari berbagai daerah di Indonesia . baik yang direncanakan maupun yang tidak direncanakan oleh pemerintah kompeni . Sebaliknya penurunan jumlah penduduk antara tahun 1729 dan 1745 antara lain disebabkan tingginya angka kematian . Menjelang akhir abad ke 17 kota Batavia menjadi kota ang kurang sehat akibat pertambahan jumlah penduduk dan kerusakan lingkungan hutan daerah sekitar kot ayang sengaja di tebang

34

MJ van der Chijs De Nederlanders te Jakarta uit da Bronen Bewerk Amsterdam Fredrik Muller 1860

hlm 22

Page 40: SOSIO HISTORIOGRAFI KEHIDUPAN OMELANDEN BATAVIA

40

untuk penanaman tebu 35Di daerah perkebunan ini kemudian dibangun molen molem penggilingan gula , pengolahan gula tebu sangat bergantung pada lokasi yang harus berdekatan dengan sungai untuk mendatangkan kayu , selain untuk pengiriman hasil produksi dan ketersediaan kayu bakar untuk memasak air gula tebu . Oleh karena itu molen molen tebu yang dibnagun di sekitar kota pad aumumnya berlokasi di sekitar tepi sungai atau akanl kanal yang digali di l uar kota . Wijmeester 36yang diangkat pemerintah kompeni selama abad ke 17 di 18 kampung mencatat sembilan kelompok etnis warga kota yaitu Eropa Mestizo Mardijker Moor , Jawa , Melayu , Cina , Bali dan Lombok . Pada akhir abad ke 18 komposisi penduduk Batavia tercatat 17 kelompok etnis yaitu orang Eropa , Mestizo, Mardijker , Melayu , Cina , Belanda , Buton , Makasar , Moor , Ambon , Timor , Sumbawa , Jawa , Mandar , Bugis , Bali , dan budak . Selain itu masih ada orang Flores ( Manggarai ) , Bima , dan orang Arab. Ada beberapa kelompok etnis yang tidak dicatat sebagai etnis tersendiri oleh wijkmesster pada abad kw 17 seperti orang Belanda , Bugis , Jepang dan orang Arab , meskipun keberadaan mereka di Batavia pada waktu itu tidak diragukan . Ada kemungkinan karena jumlah orang Jepang dan Arab sedikit maka secara dministratif dimasukkan dalam kelompok Moor bagi orang Arab dan dalam kelompok Mardijker bagi orang Jepang . Sebab sebagai serdadu bayaran kompi Jepang disatuk an dengan kompi Mardijker sebagai penembak penembak mahir . Orang Moor dalam sumber sumber asing sering diidentikan dengan orang Islam . Pada abad ke 18 pengertian Mardijker menjadi lebih luas karena ada kebijakan pemerintah kompeni yang secara administrat if memasukkan etnis pribumi beraga Kristen dalam golongan Mardijker, Oleh karena itu ada kemungkinan orang Bugis Mandar Buton Sumbawa Makasar Ambon dan Timor dimasukkan dalam kelompok Mardijker yang beragama Kristen atau sebagai budak . Selain itu perlu diketahui bahwa serdadu serdadu bayaran dan garnisiun VOC tidak termasuk dalam daftar penduduk yang diregistrasi oleh wejkmeester . Tampak ada pergeseran permukiman pendudu dari benteng ke luar benteng . Sejak tahun 1682 jumlah penduduk di dalam kota mulai menurun namun pada saat yang sama jumlah penduduk di luar benteng ( diluar kota ) justru meningkat . Hal ini seiring dengan pengembangan wilayah kota di luar benteng yang dimulai pada masa Gubernur Jenderal Joan Marsyuker dengan menggali sejumlah kanal di luar kota dan membangun pos pos penjagaan di seputar kota . Orang Eropa sudah ada yang bermukim diluar benteng sejak tahun 1674 dan cenderung meningkat . Demikian juga halnya dengan orang mardijker , moor , Jawa , bali dan melayu sebagian besar telah bermukim diluar benteng . Orang Mardijker sejak dahulu memang lebih senang tinggal di luar kota untuk menghindari pajak kepala sedangkan untuk orang orang Jawa sebelum tercapainya persetujuan antara VOC dan Banten danMataram dilarangtinggal di dalam kota demi alasan keamanan . Menjelang akhir abad ke 17 pusat kota secara berangsur angsur ditinggalkan oleh sebagian penduduk karena kondisinya yang kurang sehat . Disamping itu dengan pertambahan jumlah penduduk secara spasial pusat kota tidak mampu lagi menampung jumlah penduduk dan kegiatan fungsional kota sehigga area kota harus dikembnagkan di luar benteng.Perlu diingat pad amas aitu hampir semua penduduk pribumi bermukim dan dimukimkan di luar kota Hal itu dimaksudkan untuk mengisi daerah daerah kosong dalam rangka perluasan kota , orang pribumi diperlukan untuk menggarap lahan – lahan pertanian dan perkebunan di luar kota dalam jarak 20 km dari pusat kota .

35

Leonard Blusse Srage Company Chinese Settlers Mestizo Women and the dutch in VOC Batavia , Dordrecht – Fodland , Foris

Publication 1986 hlm 15 – 36 36 Wijmeester adalah isitlah adminstrasi Belanda kepada pemimpin daerah mereka mengendalikan pemimpin parit (tambang terbuka) dan daerah daerah industri tebu arak dan sebagainya

Page 41: SOSIO HISTORIOGRAFI KEHIDUPAN OMELANDEN BATAVIA

41

Pada tahun 1620 dilaporkan bahwa diantara 2000 penduduk sipil ( burger ) , orang Malayu , wanita , anak anak , pengrajin , budak , dan garnisun benteng . Pada tahun 1621 wanita wanita Eropa didatangkan dalam rangka membangun koloni Eropad i Batavia namun pada tahun 1632 program itu terpaksa diihentikan karena dirasakan biayanya terlalu mahal . Meskipun dem ikian wanita – wanita Belanda masih terus berdatangan sampai tahun 1700 , bahkan ada berita pada pertengahan abad ke 18 ada sekelompok petani Belanda yang datang dan bermukim di Jawa. Seperti dijelaskan sebelumnya diantara orang orang Eropa yang menjadi p enghuni kota Batavia pada abad ke 17 dan 18 tempat pertama diduduki oleh para pejabat dan pegawai VOC yang tidak diketahui jumlahnya . Tentunya warga terdiri dari warga Eropa merdeka ( vrijburger ) yang terdiri dari orang orangn Belanda , Jerman , Perancis dan Portugis . Banyak diantara vrijburger itu orang orang Belanda yang bekerja sebagai pedagang bebas , rentenir , tukang kayu , tukang jahit , tukang sepatu , tukang roti , pandai emas dan perak , pandai besi , pengasah intan , penjaga kedai minuman dan penjaga toko . Ada jjuga yang bekerja sebagai landoser , schepem , kepal panti asuhan , kepala gereja , tukang timbang , tukang tera ( eikmeester ) tukang lelang ( vendu meester ) dan lain sebagainya . Meskipun jumlahnya tidak sebanyak orang Belanda warga Eropa yang bukan orang Belanda memberikan andil cukup berarti dalam kehidupan masyarakat dan kebudayaan di Batavia pada abad ke 17 dan 18 . Permukiman orang Portugis di Jakarta ( Batavia ) bermula sejak diremutnya Malaka pada tahun 1641 .Beberapa tahun kemudian menyusul sebuah pelabuhan Portugis di India dan Srilanka . Dari Malaka dan Srilangka orang Belanda membawa ke Batavia orang Portugis , pria , wanita dan anak anak sebagai tawanan . Orang – orang Portugis terkemuka dan kaya termasuk diantaranya mantan Gubernur Portugis di Malaka Dom Luis Martin de sousa chichoro , yang ditempatkan di Jalan Roa Malaka dan kebun kebun luas di luar kota , sebagian yang lain ditampung di los los bambu secara darurat dan disana mereka mendapatkan ransum selama berbulan bulan . Semula orang orang Portugis ini beragama Katolik namun setelah bermukim di Batavia lama kelamaan menjadi Protestan . Mereka kemudian membangun dua buah gereja yaitu gereja Portugis di dalam ( Portuguesse binen kerk ) di dalam Roa Malaka dan gereja Portugis di luar ( Portuguise buiten kerk ) di ujung Jalan Jakarta ( Jacartaweg )di kota depan timur . Lokasi permukiman orang Eropa pada umumnya tidak banyak mengalami pergeseran karena mereka boleh menempati lahan di seluruh penjuru kota . Pada akhir aba d ke 17 dan awal abad ke 18 lokasi permukiman orang Eropa didalam benteng berada di sekitar Parit Macan dan Jalan Roa Malaka merupakan tempat pemukiman orang – orang Portugis . Meskipun pada abad ke 17 sudah ada wanita Eropa yang sengaja di datangkan ke Batavia namun jumlah mereka terbatas sekali sehingga banyak diantara laki laki Eropa yang datang ke Batavia kawin dengan wanita wanita Indonesia dan Asia lainnya . Banyak diantara laki laki Eropa menjadikan wanita pribumi sebagai gundik yang merupakan akibat dari larangan yang menentang permukiman kembali laki laki Eropa yang mengawini wanita Indonesia atau Indo . Anak anak yang dilahirkan disebut Indo atau Mestizo yang derajatnya setingkat lebih tinggi dibanding orang Asia lainnya . Sebagian diantara mereka dilahirkan oleh wanita wanita budak namun demikian status mereka baik laki laki maupun perempuan mengikuti status ibunya sebagai budak . Meskipun demikian karena ayah mereka orang Eropa dan memeluk agama Kristen , biasanya lebih cepat dimerdekakan dibandingkan budak budak lainnya . Hal ini yang menunjukkan bahwa implikasi keberadaan diskriminasi sosial pada masa VOC lebih kecil dibandin gkan dengan perbedaan perbedaan yang berdasarkan keagamaan . Selain itu ada kelompok timur asing lain adalah Jepang , Papanger dan Moor . Sejak tahun 1613 orang orang Jepang didatangkan dari pelabuhan dagang milik kompeni di Hirado dan Nagasaki . Mereka setiap tahun dikirim ke Batavia diatas kapal sebagai pekrja kapal dan serdadu bayaran

Page 42: SOSIO HISTORIOGRAFI KEHIDUPAN OMELANDEN BATAVIA

42

dalam pasukan kompeni . Orang orang Jepang memilik aspek kehidupan di Batavia antara lain menyewakan rumah atau tanah untuk berbagai keperluan , pembangunan rumah batu , dan penanaman pohon pinang . Mereka bertempat tinggal di sekitar Heerenstraat , Parit Macan Jalan Jonker. Seperti halnya orang Jepangn , tentang orang Papanger atau Papango tidak banyak diketahui . Hal ini mungkin karena mereka pada umumnya merupakan serdadu serdadu bayaran VOC yang dengan sendirinya termasuk personil kompeni sehingga tidak termasuk dalam daftar penduduk yang diregistrasi oleh wijmeester . Orang Jepang dan Papanger tidak terikat kontrak dengan VOC digolongkan ke dalam Mardijker yang beraga Kristen dan bagi yang beragama Islam secara administratif dimasukkan dalam kelompok Moor. Banyak diantara Mardijker yang datang ke Batavia pada abad ke 17 sebagai budak yang diimpor dari pos pos dagang kompeni di India atau sebagai tawanan perang yang dibawa oleh kapal kapal Belanda . Ada pula yang didatangkan sebagai orang merdeka hasil penaklukan Belanda atas Malaka pada tahun 1641. Di Batavia Mardijker memeluk agama Kristen dan mempergunakan bahasa Portugis sebagai bahasa sehari hari . Ciri lain terlihat dari pakaian . Mereka lebih senang memakai pakaian Eropa , terutama topi , sepatu dan kaos . Bahkan pada abad ke 17 mereka memakai ”celana nyamuk ” ( muggenbrock ” Portugis yang panjang dan longgar .Karena terkenal sebagai penembak – penembak mahir , sebagian besar Mardijker bekerja sebagai serdadu VOC atau anggota polisi keamanan kota yang menerima gaji dan jatah beras secara kontinu dari VOC . Selain itu ada pula yang bekerja sebagai klerk , guru dan pastor . Masa gemilang orang Mardijker terjadi pada pertengahan abad ke 17 sampai permulaan abad ke 18 . Beberapa nama seperti Louis De mayo , Jan Wijnandt merupakan tokoh tokoh Mardijker yang terkenal pada waktu itu . Pada tahun 1788 hampir seluruh Mardijker tinggal di luar benteng terutama di kota depan barat dan kota depan timur . Salah satu pusat permukiman orang Mardijker pad abad ke 17 sampai sekarang adalah Kampung Tugu , Kelurahan Tugu , Kecamatan Koja , Jakarta . Ditempat ini hingga sekarang masih berdiri sebuah gereja ( Gereja Tugu )37 yang dibangun pada tahun 1744 oleh Julius Vinck , pemilik tanah partikelir didaerah Cilincing , Tanah Abang dan Weltevreden . Pertumbuhan masyrakat Mardijker yang pernah memuncak itu antara lain dibuktikan dengan makin bertambahnya jumlah kompi kompi penembak mahir golongan Mardijker dalam pasukan kompeni . Seiring dengan merosotnya jumlah kompi Mardijker dalam pasukan kompeni , gaji serta jatah beras yang mereka terima dari VOC ditiadakan skibat merosotnya keuangan VOC pada dekade terakhir abad ke 18. Setelah Jayakarta dihancurkan dan Batavia dibangun kompeni , orang Pribumi ( Jawa dan Sunda) tidak berminat untuk bermukim di kota yang didirikan oleh bekas musuhnya itu . Lance Castles 38berpendapat bahwa penguasa penguasa Batavia memang tidak mendorong penduduk hinterland ( pedalaman ) untuk bermukim di dalam atau di luar kota dengan alasan keamanan . Meskipun keadaan tersebut berubah namun jumlah penduduk pribumi tetap selalu kecil . Untuk mengisi kota Batavia , kompeni mendatangkan orang orang pribumi dari luar Jawa seperti orang Bali Banda Bugis Makasar Melayu Sumbawa dan Bima .

37

Gereja ini merupakan salah satu gereja kuno di DKI Jakarta yang dilindungi , bangunan yang sekarangn

masih berdiri adalah gereja yang ketiga , yang pertama dibangun pada tahun 1678 dari kayu dan setelah

rusak lalu dibangun gereja yang kedua oleh pendeta Dirk Jan Van Tjidt pada tahun 1735 . Gereja kedua ini

rusak ( terbakar ) pada waktu terjadinya pemberontakan cina tahun 1740 . Pada tahun 1744 dibangun gereja

yang ketiga oleh seorang dermawan , Justinus Vink dan baru diresmikan pada tanggal 20 Juli 1747 . 38

Lance Castles The Ethnic Profile Of Djakarta , Indonesia 1963 , halaman 155

Page 43: SOSIO HISTORIOGRAFI KEHIDUPAN OMELANDEN BATAVIA

43

Pada umumnya mereka ditempatkan di luar benteng yang terorganisir diluar penguasa kompeni . Campur tangan pemerintah kompeni terbatas pada pengawasan terutama pada orang orang Jawa yang selalu dicurigai . Kompeni membuat larangan tersebut terhadap mereka , misalnya larangan memakai keris dan larangan masuk kota . Pada tahun 1625 dibentuk kepala kepala wilayah untuk pengawasan terhadap pribumi dan pada tahun 1665 pemerintah VOC mengangkat wijkmeester yang bertugas meregistrasi penduduk. Usaha yang benar benar serius untuk memisahkan penduduk pribumi dalam kwarter kwarter terpisah baru terjadi pada tahun 1668 ketika pemerintah kompeni dengan teratur membagi kelompok kelompok etnis tertentu . Meskipun demikian tidak perlu dibayangkan bahwa permukiman pribumi terhindar sama sekali dari campuran orang orang asi ng . Seperti dijelaskan sebelumnya kelompok kelompok penduduk dipimpin oleh seorang kapiten yang merupakan tipe kepemimpinan masyarakat seperti officer system yang diambil dari pola pola kepemimpinan dalam kota kota pelabuhan tradisional dengan menggunakan simbol , titel atau pangkat dalam militer . Kedudukan kapiten kapiten pribumi yang kemudian dinamakan komandan itu tidak begitu jelas lebih lebih setelah jabatan wijmeester diperkenalkan , Mereka memiliki kekuasaan perdata ringan di kalangan bawah mereka . Jika kompeni memberikan pinjaman tanah yang ditunjuk biasanya kapiten . Jabatan kapiten pribumi biasanya diwariskan namun adakalanya terjadi penyimpangan penyimpangan misalnya seorang Jawa menjadi kapiten dari Kampung Bugis pada tahun 1800 . Menurut De Haan hal itu menjadi bukti bahwa perbedaan suku pada waktu itu sudah mulai luntur . Kapiten kapiten pribumi memiliki hak hak tertentu yang membedakan mereka dengan penduduk biasa , misalnya pembawa tombak sebahagi penggirng dan sejak tahun 1773 mereka menerima salut penghormatan militer di depan pos pos jaga . Karena selalu dicurigai orang Jawa dilarang tinggal di dalam kota bahkan diberitakan pada waktu perang dengan Banten tahun 1656 semua laki laki Jawa dikeluarkan dari kota . Orang orang Jawa bermukim di luar kota terutama disekitar tembok keliling kota ( Benteng ) di luar Gerbang Diest di sekitar Kali Krukut dan disebelah utara kota bagian barat yang dikenal sebagai Javasche Kwartier . Setelah membangun kota Batavia , orang Belanda banyak mendatangkan budak dari Bali bahkan jumlah budak dari Bali menduduki rangking kedua di bawah Sulawesi Selatan . Pada tahun 1667 sudah ada kapiten yang membawahi orang Bali , Kapiten tersebut mendapatkan sebidang tanah dekat Meester Cornelis ( Jati Negara ) yang sekarang masih di kenal sebagai Kampung Bali Matraman . Enam tahun kemudian 1673 secara resmi kompeni mendirikan satu kompi prajurit Bali . Orang Banda merupakan penduduk pribumi tertua yang mendiami kota Batavia . Lokasi permukiman mereka pada mulanya di sebelah timur Parit Buaya dan disebelah utara Parit Singa Betina yang disebut sebagai Kampung Bandan . Kapiten orang Banda diberitakan sudah ada sejak tahun 1621 . Pada tahun 1635 pemerintah kompeni memberikan izin kepada orang orang banda di Batavia mendirikan satu dewan bersama balai sidangnya yang disebut balileo39 . Ditempat ini perkara perkara yang berisfat perdata dan tidak begitu penting diantara mereka diselesaikan .

39

Balai sidang orang orang Banda

Page 44: SOSIO HISTORIOGRAFI KEHIDUPAN OMELANDEN BATAVIA

44

Orang orang Ambon pertama kali datang ke Batavia pada tahun 1656 di bawah Raja Tahalele kepala suku Luhu . Pada tahun 1660 pemerintah VOC mengangkat seorang kapiten Ambon bernama Jonker Van Manipa . Orang orang Ambon di Batavia memeluk agama Islam atau Kristen sehingga perbedaan agama seringkali menimbulkan perselisihan dianatra mereka . Oleh karena itu pemerintah Kompeni menyerahkan Kampung Ambon disebelah barat pos ( benteng) Jakarta kepada orang – orang Ambon Islam sedangkan orang Ambon yang beragama Kristen ditempatkan di sebelah utara Parit Amanus sejak tahun 1671. Karena jumlah merek a sedikit pada abad ke 17 secara administratif kompeni menggabungkan mereka dengan orang orang Buton dan orang orang Mandar . Kampung Bugis telah dikenal sejak tahun 1663 sedangkan Kampung Makasar pada pad atahun 1686 . Namun belum diperoleh data mengenai jumlah kedua kelompok etnis pribumi lainnya seperti orang Timor , Sumbawa , Bima dan Flores. Sebelum kompeni datang , budak dimiliki pribadi pribadi atau orang orang kelas tinggi dalam hirarki sosial . Kompenilah yang pertama kali memperkenalkan institu si inpersonal pemilik budak . Pada tahun tahun awal di batavia dikenal dua jenis budak kompeni yakni budak rantai ( ketingganger ) dan budak kerja . Perbedaan antara keduanya adalah gollongan pertama musuh yang ditawan yang tidak dapat ditebus dengan uang tebusan. Hal itu jelas dalam instruksi umum tahun 1671 yang menyatakan bahwa musuh yang ditawan diperlakukan sebagai budak tanpa memandang kualitas , kondisi , agama atau kebangsaan mereka . Budak budak seperti ini bukan saja sebagai pekerja yang rendah dan kotor tetapi sepanjang hari mereka disekap dalam kamar gelap yang berada di antara bastion Pearl dan Safir di dalam kastil . Pada tahun 1660 mereka dipindahkan ke slavenkwater dekat perkampungan para tukang ( ambachwater ) sehingga budak kerja yang semula tinggal leluasa kini menjadi penuh sesak karena sebagian tempatnya di tempati oleh orang orang ”pekerja pertanian” . Permukiman mereka disebut ketinggangerkwarter . Berbeda halnya dengan budak pekerja yang diperlakukan lebih baik dan lebih manusiawi . Sampai sekitar tahun 1660 mayoritas budak budak seperti itu tidak ditemukan yang berasal dari daerah daerah di Indonesia melainkan dari India ,terutama dari Benggala , Arakan , Malabar dan Koromandel .Mereka pekerja dan tukang tukang ahli dan banak diantara mereka orang orang Kristen yang berbahasa Portugis . Jumlah mereka meningkat dengan adanya transfer budak dari Malaka setelah penaklukannya tahun 1641 . Budak budak kerja sering disebut tayolen dan mereka sering diberi tempat bermukim di ambachkwartier yang dikenal sebagai permukiman Malabar dan Tayool . Setelah usai pengepungan pasukan Mataram pada tahun 1628 dan 1629 slavenkwartier dipindahkan ke pojok antara parit malabar dan parit singa betina dan ditengah tengahnya berdiri pos penjagaan Gelderland . Budak – budak kerja bekerja dalam jam yang sama dengan tukang tukang Eropa atau pekerja pekerja Cina , diberi minum arak setiap hari . Mereka diizinkan kawin dengan wanita merdeka dan anak anak mereka dibesarkan menurut status ibunya bahkan anak anak mereka diperbolehkan sekolah di sekolah kompeni.Seorang budak jika diizinkan tuannya dapat membuat toko atau usaha lain dan mereka dapat menebus dirinya . Pembagian budak yang sederhana ini kemudian berkembang menjadi lebih kompleks meskipun sukar untuk menetapkan kapan hal tersebut terjadi .Meskipun dua kelas budak telah disebutkan di atas tetap ada , namun pada akhir abad ke 17 ada kelas budak lain yang disebut ”budak kuli ”. Budak budak kuli didatangkan dari Bali , Makasar , Banda dan Timor . Mereka dil ibatkan dalam pekerjaan yang tidak membutuhkan keahlian tertentu , seperti bangunan , bongkar muat kapal , bongkar gudang , dan sebagai buruh pertanian di kebun – kebun di luar kota . Pemilik budak kuli dapat menyewakan budak budaknya untuk berjualan secara menjaja komoditi komoditi seperti susu , roti , air minum , bunga , dan pakaian dari satu blok ke blok lain sambil membawa

Page 45: SOSIO HISTORIOGRAFI KEHIDUPAN OMELANDEN BATAVIA

45

daftar harga barang yang dijajakan40 . Budak budak semacam ini biasanya bermukim di tempat tuannya atau ditempat mereka bekerja yang disewakan oleh majikannya . Perkembangan perbudakan terlihat pula pada pergeseran harga budak , pada abad ke 17 dan periode sebelumnya , harga budak ditentukan oleh faktor usia dan kekuatan fisiknya , hal itu berlangsung sampai pertengahan abad ke 18 , setelah itu akhir abad ke 18 dan 19 harga budak wanita menjadi 2 sampai 3 kalil lipat harga budak laki laki . Hal itu dik arenakan banyak diantara orang Eropa dan orang Cina yang menetap menjadikan budak wanita sebagai gundik. Seiring dengan berkembangnya pembangunan kota pada abad ke 18 , muncul satu gaya bangunan yang berbeda dengan abad sebelumnya , yakni gaya bangunan indische 41 seperti yang tampak pada landhuizen ( rumah taman ) . Di dalam benteng rumah dibangun berderet deret dan tak putus putus di tepi jalan atau kanal , sedang di luar benteng landhuizen dibangun di tengah kebun dengan halaman yang luas seperti halnya rumah rumah di negara Belanda masa itu . Dari segi arsitektur , gaya bangunan memperlihatkan gaya Eropa dan elemen elemen timur , termasuk Cina . Gaya Eropa misalnya terlihat pada denahnya yang simetris , pilaster – pilaster dan ukuran pintu dan jendela yang lebar atau tinggi , yang menurut saya merupakan hasil adaptasi dengan lingkungan alam yang beriklim tropis . Unsur atau pengaruh pribumi terlihat pada jendela jendela rotan sedang dominasi warna merah dan kuning emas merupakan ciri budaya Cina . Dalam perkembangan selanjutnya daerah Ommelanden semakin banyak terdapat rumah rumah sejenis itu . PENUTUP Pesatnya kegiatan pembanguan kota modern menyebabkan keberlangsungan sisa-sisa masa lalu tersebut semakin menghadapi kritis. Meskipun pembangunan fisik akan menggairahkan roda perekonomian masyarakat, disayangkan pembangunan kota modern itu yang mendasarkan perencanaan pada prinsip efisiensi telah dengan nyata menomorduakan aspek-aspek sejarahnya. Sementara di lain pihak, ada tuntutan untuk mempertahankan atau melindungi bangunan-bangunan lama agar sifat khas kotanya terjaga dengan baik. Ironisnya, prinsip untuk mempertahankan kelestarian peninggalan-peninggalan lama sering dinilai menghambat efektivitas pembangunan. Sebaliknya, banyak pihak memandang prinsip pembangunan ekonomi berjalan terlalu pragmatis dan tidak mau memedulikan makna bangunan kuno sebagai warisan budaya. Padahal sebagai warisan budaya, sisa-sisa masa lalu tidak hanya dapat dikembangkan sebagai wahana pendidikan, tetapi juga sebagai sumber pariwisata budaya yang potensial dan memiliki nilai-nilai ekonomi besar. Sesungguhnya mempermodern kota dan mempertahankan warisan budaya sama-sama melaksanakan pembangunan. Karena salah mengartikan pembangunan, maka yang menjadi korban adalah bangunan-bangunan lama. Artinya, pembangunan fisik itu harus dapat terus berlangsung tanpa menghilangkan atau merusakkan warisan masa lalu. Dengan kata lain, pembangunan fisik dapat berjalan bersama pelestarian sejarah. Saat ini situs-situs yang rawan terdapat di pusat kota lama. Lebih dari 100 situs terdapat di sana. Ratusan situs lagi terdapat di luar pusat kota, termasuk di daerah pinggiran dan sepanjang aliran Kali Ciliwung sebagai akibat dari adanya akulturasi budaya dan praktek pemisahan etnis oleh kolonial Belanda bagi masyrakatnya . Tak disangkal lagi kalau dimensi ekonomi dianggap lebih penting daripada dimensi budaya. Padahal, upaya konservasi akan memperkaya khasanah pengetahuan sejarah, arkeologi, dan arsitektur. Apalagi warisan -warisan

40

F D Haan . I Hal 250 41

Kata Indische berarti seperti indies yang dalam kebudayaan material perwujudannya merupakan

gabungan antara unsur unsur Indonesia , Eropa dan elemen elemen Cina . Selain pada bangunan

manifestasi budaya ”indische” antara lain terlihat pada pakaian wanita yaitu blouse atas yang

dikombinasikan dengan sarung.

Page 46: SOSIO HISTORIOGRAFI KEHIDUPAN OMELANDEN BATAVIA

46

lama di Jakarta pada dasarnya memiliki nilai-nilai arsitektur perkotaan, sebuah modal untuk menarik pelancong Kini kawasan Jakarta Kota masih dihimpit berbagai masalah lingkungan, seperti kerawanan dan keamanan, masalah kemacetan, akibat penambahan jumlah kendaraan, masalah ekologi, penghancuran bangunan bersejarah dan kebijakan peraturan pembangunan. Sehingga jika disimpulkan sementara, isu lingkungan di kawasan Jakarta Kota tidak saja sekadar persoalan arsitektural dan bentuk, namun juga menyangkut aspek ekologi dan sosial.

.Akhirnya sebagai sebuah kerja budaya, konservasi kawasan Kota Tua Jakarta akan harus menyinggung permasalahan sosial, ekologi dan arsitektural. Permasalahan berikutnya adalah bagaimana mengakomodasi permasalahan sosial, ekologi serta aspek terkait lainnya melalui kegiatan pelestarian. Meminjam istilah K Kurokawa (1995), pendekatan ini merujuk kepada sebuah pergeseran paradigma dari anthropocemrism kepada ecology, menuju sebuah symbiosis of values and norm.

Sebagai konsekuensi logis, para arsitek dan perencana ataupun penentu kebijakan kota, perlu memiliki wawasan ekstra dan kepekaan terhadap isu-isu sosial dan ekologi dalam pembentukan lingkungan binaan.

Kita mesti mengakui bahwa semua terbenam dengan masalah dan kesibukannya masing -masing. Pemerintah dan masyarakat kita terpukau kepada masalah berat yang secara langsung menghadang di depan mata. Misalnya masalah kelaparan, naiknya harga minyak, ekspor yang menurun, bencana alam, melemahnya mata uang rupiah, dan sebagainya. Sementara itu, masalah kota tua atau gedung-gedung bersejarah tersebut "tak langsung mengancam", tidak menghadang kehidupan secara fisik dan "efeknya masih lama ".

Kawasan kota tua Jakarta memang berpotensi sebagai tempat dikembangkannya bisnis pariwisata, terutama dengan tema “kembali ke zaman kolonial.” Sebuah jenis pariwisata yang telah berkembang di berbagai kota dunia, seperti Melbourne, misalnya, yang juga pernah melewati masa kolonial dalam perjalanan sejarahnya. Seharusnya, kawasan kota tua Jakarta yang memiliki potensi wisata bisa diolah menjadi tambang emas. Gedung-gedung tua yang dibangun pada abad ke-17, tetapi selama bertahun-tahun dibiarkan merana itu sebenarnya bisa menjadi obyek wisata saya berharap agar gedung tua di kawasan kota bukan hanya menjadi monumen bisu-tentang kebesaran Batavia di masa silam, tapi harus diberi fungsi baru. Alangkah indahnya Jakarta mempunyai gedung-gedung tua bersejarah yang dirawat dengan baik. Upaya menata kembali kota tua yang menyimpan banyak peninggalan bangunan bersejarah sebagai pusat kegiatan kompeni Belanda tempo dulu, memang mutlak dilakukan sebagai warisan budaya multienis dan budaya yang beragam Kini, banyak bangunan tua yang dibuldozer dan berganti gedung modern. Semula, penghancuran itu dilakukan dengan alasan mengubur dendam atas penjajahan Belanda. Semua yang mengingatkan pada zaman kolonial itu buru-buru disingkirkan. Namun, gairah itu perlahan-lahan menghilang seiring timbulnya kesadaran untuk melestarikan nilai sejarah. Karena itu, pemerintah mulai mencanangkan pelestarian bangunan-bangunan kuno itu. Dahulu Batavia menjadi pusat pemerintahan VOC Belanda. Kini, Jakarta Kota hanya menyisakan gedung tua tak terawat dan tukang ojek sepeda. Masihkah kita rasakan 'getaran-getaran masa lampau' bila berada di Jakarta? Masihkah kita temukan situs-situs sejarah antik seperti yang diceritakan Rach dan Pramoedya itu? Di mana sekarang bisa ditemukan rumah-rumah antik komunitas Tionghoa abad XVIII

Page 47: SOSIO HISTORIOGRAFI KEHIDUPAN OMELANDEN BATAVIA

47

yang masih terpelihara? Juga, gedung kolonial bergaya arsitektur Renaisans, masjid dan kelenteng kuno, dan situs-situs sejarah antik lainnya seperti yang diceritakan Rach dalam lukisan-lukisannya? Di mana pula Hotel Des Indes tempat Bung Karno, Bung Hatta dan tokoh-tokoh pergerakan berkumpul atau gedung De Harmonie tempat Van Heutz berdialog dengan Minke atau rumah tempat dibacakannya teks proklamasi?

Hotel Des Indes yang setua Rafless Hotel di Singapore

Hotel de Indes yang dbangun tahun 1828 dirobohkan pada tahun 1985 dan digantikan oleh pertokoan Duta Merlin ( Carefour )

"Club Harmonie" yang dibangun tahun 1810 berdasarkan karya

arsitek J.C. Schultze

Pemerintah DKI menghancurkan bangunan megah itu tahun 1986

untuk perluasan lapangan parkir Bina Graha dan Jl Majapahit

Pada 1910an penerangan jalan dengan lampu listrik masih

merupakan puncak dari modernitas. Tiap malam lampu listrik itu ditonton ramai oleh penduduk Batavia sebagai tontonan luar

biasa. Namun kini sudah tak tersisa karena “perluasan lapangan

parkir Bina Graha “

Pada tahun 1808-1809, Batavia dikuasai Perancis setelah negeri Belanda ditaklukkan Napoleon. Kemudian orang-orang Perancis

datang ke Batavia dan membangun rumah, toko, hotel serta

perkantoran di Rijswijk dan daerahnya sampai awal abad ke-20 dikenal sebagai kawasan Perancis. Kartupos ini memperlihatkan

Rijswijkstraat (Jl Rijswijk, kini Jl Majapahit) mengarah ke

selatan

Di mana sekarang patung Apollo bersayap yang bersejarah itu? Inilah nasib sejarah Jakarta sekarang. Sebagian (besar) situs atau bangunan bersejarah telah lenyap. Telah benar -benar menjadi sejarah! Dan, tragisnya hal i tu terjadi justru karena ulah pemerintah yang seharusnya melestarikan warisan berharga itu. Contohnya penghancuran gedung De Harmonie dan Hotel Des Indes yang dihancurkan pemerintah DKI Jakarta semata-mata karena pertimbangan (kebijakan) bisnis atau kepentingan kapitalisme. Gedung De Harmonie dijadikan jalan raya sedangkan Hotel Des Indes dijadikan gedung pertokoan Duta Merlin. Apakah penghancuran gedung-gedung bersejarah zaman kolonial di Jakarta merefleksikan kehendak kita untuk melepaskan diri dari trauma kolonialisme? Ataukah ia merefleksikan obsesi modernitas,

Page 48: SOSIO HISTORIOGRAFI KEHIDUPAN OMELANDEN BATAVIA

48

kepentingan-kepentingan kapitalisme sesaat sekaligus kedunguan kita akan pentingnya situs sejarah? Kota, seperti dikatakan di atas, ibarat biografi manusia. Lenyapnya situs -situs sejarah Jakarta membuat ibu kota negara ini kehilangan akar-akar sejarahnya. Kota ini tidak lagi memiliki identitas historis, tercerabut dari masa lampaunya. Keadaan ini tidak menguntungkan bagi generasi mendatang. Mereka kehilangan warisan para leluhur dan terputus denga n sejarah masa lalunya . Alangkah indahnya bila kita menggali dalam asal muasal sejarah kita dan menghargainya dengan sepebuh hati bahwa sejarah merupakan bagian dari kehidupan kita ,sejarah merupakan dialog antara masa lalu , masa sekarang dan masa depan .Oleh sebab itu saya sangat tertarik membahas aspek multi kulturalisme kolonial yang menjadi cikal bakal berkembangnnya masyarakat Jakarta sebagai kota metropolitan dan berisi peninggalan peninggalan yang harus kita lestarikan bukannya di tinggalkan dan dibalik itu semua Jakarta adalah the melting pot dimana terjadi perubahan transformasi dari kampung kampung etnis menjadi keampung kampung ”bernama etnis ”tertentu namun beraanek etnis didalamnya . Sejarah kampung dan bangunan didalamnya merupakan sejrah kehidupan masayrakat dan kota Jakarta yang tidakmungkin dilupakan begitu saja . Dibawah ini ada beberapa foto yang saya sertakan dan saya dapatkan ketika sedang membuat tulisan ini yang memperlihatkan flash back ke masa lalu mengenai keadaan kota multi etnis dan kultral Batavia – Jakarta. Saya neyadari amsih adanya banyak kekurangan dalam penulisan ini , mohon kritik dan saran demi pengembangan nya di masa yang mendatang .

Beschrijving: Kali Besar, het centrum van de handelswijk in Batavia, waarin de gebouwen van verschillende banken en handelsmaatschappijen zich bevinden 1940 Sumber ( Kali Besar Sumber Rijmuseum NL )

Het centrum van Batavia. In de linkerbenedenhoek het operagebouw. De brug op de voorgrond leidt naar de Pasar Baroe. 1940 ( Pasar Baru Sumber Rijmuseum NL )

Kantoor van de Nederlandsche Handel Maatschappij en spoorwegstation Batavia-Kota 1940 ( Bank Mandiri dan Stasiun Beos Sumber Rijmuseum NL )

Chartered Bank of India, Australia and China aan de Kali Besar te BataviaTrefwoorden 1920

Page 49: SOSIO HISTORIOGRAFI KEHIDUPAN OMELANDEN BATAVIA

49

Meester Cornelis, het Mataramanplantsoen en Pegangsaan FotoBeginjaar vervaardiging: 1940 Nadere aanduiding ( Jatinegara Sumber Rijmuseum NL )

Noordwijk en Rijswijk te BataviaTrefwoorden 1940 Nadere aanduiding ( Harmoni , Gunung Sahari Sumber Rijmuseum Museum )

Nieuwenhuis,A.W.Beschrijving: Tijgergrachtte BataviaTrefwoorden 1920

Titel: Een berglandschap met rivier in de buurt van Batavia Abraham Salm 1865/1872 Tropenmuseum

Kampong aan een rivier waarin men bezig is met de was in de buurt van BataviaTrefwoorden 1900

Rivier te Batavia. Rechts wordt de was gedaanTrefwoorden 1935

Page 50: SOSIO HISTORIOGRAFI KEHIDUPAN OMELANDEN BATAVIA

50

Brug in BataviaTrefwoorden 1890 Rimestad, H.G. / SoerabajaBeginjaar

Internationale crediet- en handelsvereeniging Rotterdam aan de Kali Besar te BataviaDaarnaast een kantoor van de firma Kolff & Co.Trefwoorden1920

Titel:Een aanlegplaats in Batavia Charles William Meredith van de Velde 1843/1845

Kampong in de buurt van Tandjoengpriok bij BataviaTrefwoorden 1867

Titel:Een aanlegplaats in Batavia 1859/1860

Janssens, F.J.G.Beschrijving Oprijlaan met een rijtuigje bij een Europese woningaan het Koningsplein te BataviaDetailbeschrijving 1920

Page 51: SOSIO HISTORIOGRAFI KEHIDUPAN OMELANDEN BATAVIA

51

Beschrijving: Internationale crediet- en handelsvereeniging Rotterdam aan de Kali Besar te Batavia Foto Beginjaar vervaardiging: 1920 Sumber National Archief NL

Beschrijving: Overzicht van de Pasar Gambir te BataviaTrefwoorden 1930 Sumber National Archief NL

Moonlivlet Sumber ANRI

Glodok dan tremnya tahun 1930 an Sumber ANRI

Trem yang dahulu sempat dipakai sebagai saran transportasi , sempat menghilang dan pada jalur yang sama digantikan oleh busway , apakah sejarah berulang kembali ? Erase and Rewind.

Glodok 1946 Sumber ANRI

Banjir 1932 Jakarta selalu mengalami banjir dari tahun ketahun diperlihatkan pada dua foto yang berbeda tahun ini Sumber : ANRI

1949 Sumber ANRI

Page 52: SOSIO HISTORIOGRAFI KEHIDUPAN OMELANDEN BATAVIA

52

Toko di Batavia 1946

Harmonie 1940