sompa tanah sebagai mahar dalam adat perkawinan …
TRANSCRIPT
SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT PERKAWINAN SUKU BUGIS
DI TELADAS BARU KECAMATAN DENTE TELADAS KABUPATEN TULANG
BAWANG DITINJAU DARI HUKUM ISLAM
SKRIPSI
AZIZ DEWANTI
SHK. 152107
PEMBIMBING:
Dr. H. Bahrul Ma’ani, M.Ag
Dr. Rahmi Hidayati, S.Ag.,M.HI
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
2019
ii
PERNYATAAN ORISINALITAS TUGAS AKHIR
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Aziz Dewanti
NIM : SHK.152107
Jurusan : Hukum Keluarga Islam
Fakultas : Syariah
Alamat :Kampung Teladas Baru, Kec. Dente Teladas, Kab. Tulang
Bawang, Prov. Lampung.
Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa skripsi yang berjudul: “Sompa Tanah
Sebagai Mahar dalam Adat Perkawinan Suku Bugis di Teladas Baru
Kecamatan Dente Teladas Kabupaten Tulang Bawang Ditinjau dari Hukum
Islam” adalah hasil karya pribadi yang tidak mengandung plagiarisme dan tidak
berisi materi yang dipublikasikan atau ditulis orang lain, kecuali kutipan yang
telah disebutkan sumbernya sesuai dengan ketentuan yang dibenarkan secara
ilmiah.
Apabila pernyataan ini tidak benar, maka peneliti siap
mempertanggungjawabkanya sesuai hukum yang berlaku dan ketentuan UIN
Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, termasuk pencabutan gelar yang saya peroleh dari
skripsi ini.
Jambi, Mei 2019
Yang Menyatakan,
Aziz Dewanti
NIM. SHK.152107
iii
Pembimbing I : Dr. H. Bahrul Ma’ani, M.Ag
Pembimbing II : Dr. Rahmi Hidayati, S.Ag., M.HI
Alamat : Fakultas Syariah UIN STS Jambi
Jl. Jambi- Muara Bulian KM. 16 Simp. Sei Duren
Jaluko Kab. Muaro Jambi 31346 Telp. (0741) 582021
Jambi, Februari 2019
Kepada Yth.
Dekan Fakultas Syariah
UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
Di-
JAMBI
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Assalamualaikum wr wb.
Setelah membaca dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka skripsi
saudari Aziz Dewanti, SHK. 152107 yang berjudul:
“Sompa Tanah Sebagai Mahar dalam Adat Perkawinan Suku Bugis di
Teladas Baru, Kecamatan Dente Teladas Kabupaten Tulang Bawang
Ditinjau dari Hukum Islam”
Telah disetujui dan dapat diajukan untuk dimunaqasahkan guna
melengkapi syarat-syarat memperoleh gelar sarjana strata satu (S.1) dalam jurusan
Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi.
Demikianlah, kami ucapkan terima kasih semoga bermanfaat bagi
kepentingan Agama, Nusa dan Bangsa.
Wassalamualaikum wr wb.
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. H. Bahrul Ma’ani, M.Ag Dr. Rahmi Hidayati, S.Ag., M.HI
NIP. 196302171990031004 NIP. 197112201992032001
iv
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul “SOMPA TANAH SEBAGAI MAHAR DALAM ADAT
PERKAWINAN SUKU BUGIS DI TELADAS BARU KECAMATAN
DENTE TELADAS KABUPATEN TULANG BAWANG DITINJAU DARI
HUKUM ISLAM” telah diujikan pada Sidang Munaqasah Fakultas Syariah UIN
Sulthan Thaha Saifuddin Jambi pada tanggal Mei 2019. Skripsi ini telah
diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Satu (S.1) dalam
Jurusan Hukum Keluarga Islam.
Jambi, Mei 2019
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Syariah
Dr. A. A. Miftah, M. Ag.
NIP: 19731125 199603 1 001
Panitia Ujian:
1. Ketua Sidang : ……………………………… (.....................)
NIP.
2. Sekretaris Sidang : …...………………………….. (.....................)
NIP.
3. Pembimbing I : Dr. H. Bahrul Ma’ani, M.Ag (.....................)
NIP. 196302171990031004
4. Pembimbing II : Dr. Rahmi Hidayati, S.Ag., M.HI (.....................)
NIP. 197112201992032001
5. Penguji I : ………………………………. (.....................)
NIP.
6. Penguji II : ………………………………. (.....................)
NIP.
v
MOTTO
ء ننه نفسا فكيه ون فإن طب لكم عن ش تىن نلة ري وءاتيا ٱلنساء صدق ٤ا ا ن
Artinya: “Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi)
sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka
menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang
hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang
sedap lagi baik akibatnya.1
1 An-Nisaa (4) : 4.
vi
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul: “Sompa Tanah Sebagai Mahar Dalam Adat Perkawinan
Suku Bugis Di Teladas Baru, Kecamatan Dente Teladas Kabupaten Tulang
Bawang Di Tinjau Dari Hukum Islam”. Penelitian ini mengetengahkan dua
pokok permasalahan, yaitu pertama, penentuan serta kedudukan Sompa Tanah
sebagai mahar di Teladas Baru Kec. Dente Teladas Kabupaten Tulang Bawang.
Kedua, tinjauan hukum Islam mengenai Sompa Tanah sebagai mahar dalam adat
perkawinan suku bugis di Teladas Baru. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui bagaimana penentuan serta kedudukan Sompa Tanah sebagai mahar
berdasarkan persepsi masyarakat tentang mahar dalam perkawinan di Teladas
Baru melalui pengalaman langsung dan mengetahui bagaimana hubungan serta
dampak diterapkannya Sompa Tanah sebagai mahar dengan masyarakat
sekitarnya. Kemudian, untuk mengetahui bagaimana tinjauan Hukum Islam
terhadap Sompa Tanah sebagai mahar.. Penelitian ini menggunakan pendekatan
sosiologis dan normatif dengan jenis penelitian kualitatif. Untuk memperoleh
data, penulis menggunakan metode teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi. Metode teknik analisis
data yang dilakukan penulis dengan tiga tahapan yaitu: reduksi data, penyajian
data dan kesimpulan atau verifikasi.
Kata Kunci: Mahar, Sompa Tanah, Suku Bugis
vii
KATA PENGANTAR
الحود الله الذ أز ل الهدي ف قلى ب العلن. والصلا ة والسلا م عل اشزف الا با ء والوز
اله و صحبه والتا بعي لهن با حسا ى ال ىم الد ي. أشهد اى لا اله سلي سد ا هحود وعل
.الا الله وأشهد اى سد ا هحودا عبده ورسى له
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang mana dalam
penyelesaian skripsi ini penulis selalu diberikan kesehatan dan kekuatan, sehingga
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Tidak lupa pula iringan shalawat
serta salam penulis sampaikan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW.
Skripsi ini diberi judul “Sompa Tanah Sebagai Mahar Dalam Adat
Perkawinan Suku Bugis Di Teladas Baru, Kecamatan Dente Teladas Kabupaten
Tulang Bawang Di Tinjau Dari Hukum Islam” merupakan suatu penelitian yang
mengetengahkan dua pokok permasalahan, yaitu pertama, penentuan serta
kedudukan Sompa Tanah sebagai mahar di Teladas Baru Kec. Dente Teladas
Kabupaten Tulang Bawang. Kedua, tinjauan hukum Islam mengenai Sompa
Tanah sebagai mahar dalam adat perkawinan suku bugis di Teladas Baru.
Kemudian dalam penyelesaian skripsi ini, penulis akui tidak sedikit
hambatan dan rintangan yang penulis temui baik dalam mengumpulkan data
maupun dalam penyusunannya, dan berkat adanya bantuan dari berbagai pihak,
terutama bantuan dan bimbingan yang diberikan oleh dosen pembimbing, maka
skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
viii
Oleh karena itu, hal yang pantas penulis ucapkan adalah kata terima kasih
kepada semua pihak yang turut membantu penyelesaian skripsi ini, terutama
sekali kepada Yang Terhormat:
1. Bapak Dr. H. Hadri Hasan, M. A, sebagai Rektor Universitas Islam Negeri
Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
2. Bapak Dr. A. A. Miftah, M. Ag, sebagai Dekan Fakultas Syariah Universitas
Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
3. Bapak H. Hermanto Harun, Lc., M. HI., Ph. D, sebagai Wakil Dekan Bidang
Akademik.
4. Ibu Dr. Rahmi Hidayati, S. Ag., M. HI, sebagai Wakil Dekan Bidang
Administrasi Umum Perencanaan dan Keuangan.
5. Ibu Dr. Yuliatin, S. Ag., MHI, sebagai Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan
dan Kerjasama.
6. Ibu Siti Marlina, S. Ag., M. HI. dan Ibu Dian Mustika, S.HI, M. A, sebagai
Ketua dan Sekretaris Prodi Hukum Keluarga Islam Universitas Islam Negeri
Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
7. Bapak Dr. H. Bahrul Ma’ani, M.Ag dan Ibu Dr. Rahmi Hidayati, S.Ag.,
M.HI. sebagai Pembimbing I dan Pembimbing II skripsi ini.
8. Bapak dan Ibu Dosen, Asisten Dosen, dan seluruh Karyawan/Karyawati
Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
9. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini, baik langsung
maupun tidak langsung.
ix
Di samping itu, disadari juga bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu diharapkan kepada semua pihak untuk dapat
memberikan kontribusi pemikiran demi perbaikan skripsi ini. Kepada Allah SWT
kita memohon ampunan-Nya, dan kepada manusia kita memohon kemaafannya.
Semoga amal kebajikan kita dinilai seimbang oleh Allah SWT.
Jambi, Mei 2019
Penulis
Aziz Dewanti
SHK. 152107
x
PERSEMBAHAN
Sujud syukur kupersembahkan pada Allah SWT yang maha kuasa, berkat dan
rahmat detak jantung, detak nadi, nafas dan putaran roda kehidupan yang
diberikan-Nya hingga saat ini saya dapat mempersembahkan skripsiku pada
orang-orang tersayang:
Kedua Orang tua tercinta Ayahanda Ibrahim dan Ibunda Sahriah yang
tak pernah lelah membesarkanku dengan penuh kasih sayang, serta memberi
dukungan, perjuangan, motivasi dan pengorbanan dalam hidup ini.
Satu-satunya Adik tersayang Adinda Ismail yang selalu memberikan
dukungan, semangat dan selalu menunjukkan kasih sayangnya melalui Via
telefon karena jarak yang berjauhan.
Salah satu lelaki terbaikku Daeng Suhardi yang memberikan banyak
waktunya untuk menemani dan menjagaku dalam menyelesaikan studi selama
di Jambi, serta Do’a dan kasih sayangnya yang luar biasa buatku. Terimakasih
Deng, semoga studimu segera terselesaikan juga dan segera menyusul
menyandang gelar Sarjananya.
Sahabat seperjuanganku Willy Veri Vandino beserta teman-teman
seperjuangan Hukum Keluarga Islam 2015 yang selalu memberi semangat dan
dukungan serta canda tawa yang sangat mengesankan selama masa
perkuliahan.
Teman serumah dan seperjuangan di Jambi selama 4 tahun yang sama-
sama-sama menyelesaikan studi yaitu Jumrah, Nurjannah dan Risnawati yang
semua adalah calon guru semoga ilmu kalian nanti bisa diterapkan untuk
generasi selanjutnya.
Seluruh Keluarga besar Perguruan Pencak Silat Bunga Sejati yang
sudah banyak mengajarkanku hal bela diri serta mengajarkan arti dalam hal
Kekeluargaan. Semoga, silaturahmi tetap terjaga dan mengembangkan
perguruan lebih luas lagi.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUl
PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING....................................................................... iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN ..................................................................... iv
MOTTO .................................................................................................................. v
ABSTRAK ............................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR….……………………………………………………….vii
PERSEMBAHAN ................................................................................................... x
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah……………………………………………………1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………..6
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian…………………………………………....6
D. Kerangka Teori……………………………………………………………...7
E. Tinjauan Pustaka…………………………………………………………...21
BAB II METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian………………………………………………23
B. Jenis dan Pendekatan Penelitian………………………………………….23
C. Jenis dan Sumber Data…………………………………………………….25
D. Instrumen Pengumpulan Data……………………………………………...27
E. Populasi dan Sampel..........………………………………………………...28
F. Teknik Analisis Data………………………………………………………29
xii
G. Sistematika Penulisan……………………………………………………...31
H. Jadwal Penelitian…………………………………………………………..32
BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Desa Teladas Baru Dan Kabupaten Tulang Bawang……………..33
B. Aspek Geografis…………………………………………………………...41
C. Aspek Demografis…………………………………………………………43
D. Aspek Perekonomian………………………………………………………46
E. Aspek Pemerintahan……………………………………………………….48
BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Penentuan serta Kedudukan Tanah sebagai Mahar dalam Adat Perkawinan
Suku Bugis di desa Teladas Baru, Kecamatan Dente Teladas Kabupaten
Tulang Bawang………………………………………………………….53
B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sompa Tanah Sebagai Mahar dalam
Adat Perkawinan Suku Bugis di Teladas Baru........................................68
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………………………78
B. Saran……………………………………………………………………..79
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...80
LAMPIRAN…………………………………………………………………….87
CURRICULUM VITAE………………………………………………………………..89
xiii
DAFTAR SINGKATAN
1. As : Alaih as-salam
2. Cet : Cetakan
3. Hlm : Halaman
4. H : Hijriah
6. KHI : Kompilasi Hukum Islam
7. M : Masehi
8. UU : Undang-undang
9. UIN : Universitas Islam Negeri
10. Q.S : Al-Qur’an Surah
11. SAW : Shollallahu Aalaihi Wasalam
12. BPK : Badan Permusyawaratan Kampung
13. LPMK: Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kampung
14. SKPD : Satuan Kerja Pemerintah Daerah
12. RT : Rukun Tetangga
13. KADUS : Kepala Dusun
14. KAUR : Kepala Urusan Umum
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Jadwal Penelitian……………………………………………………….32
Tabel II Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Teladas Baru………44
Tabel III Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama Kampung Teladas Baru………45
Tabel IV Jumlah Tempat Ibadah Kampung Teladas Baru……………………..46
Tabel V Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian Kampung Teladas Baru..47
Tabel VI Daftar Nama Aparat Pemerintah Kampung Teladas Baru…………….49
Tabel VII Daftar Nama Anggota BPK Teladas Baru…………………………..50
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Peta Tulang Bawang…………………………………………………40
Gambar 2 Peta Dente Teladas…………………………………………………..42
Gambar 3 Proses Akad Nikah di Teladas Baru…………………………………60
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap manusia mempunyai naluri manusiawi yang perlu mendapat
pemenuhan. Pemenuhan naluri manusiawi manusia antara lain ialah, kebutuhan
biologis termasuk aktifitas hidup dan penyaluran hawa nafsu melalui lembaga
perkawinan untuk membentuk ikatan yang sah kedua insan dengan melalui akad
nikah. Firman Allah dalam surah Az-Zariyat ayat 49: 2
تركسن ه لعلكمجيىا شء خلقمه كل شي
“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu
mengingat kebesaran Allah.”
Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)
yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.3 Perkawinan
dalam ajaran agama Islam mempunyai nilai ibadah, sehingga pasal 2 Kompilasi
Hukum Islam (KHI) menegaskan bahwa perkawinan adalah akad yang sangat
kuat untuk menaati perintah Allah, dan melaksanakannya merupakan ibadah.4
2 Az-Zariyat (51):49. 3 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 Pasal 1.
4 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hlm 7.
2
Perkawinan bertujuan untuk mendirikan keluarga harmonis, sejahtera dan
bahagia.5 Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban anggota keluarga,
sejahtera artinya terciptanya ketenangan lahir dan batin disebabkan terpenuhinya
keperluan hidup sehingga timbullah kebahagiaan, yakni rasa kasih sayang antara
anggota keluarga. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT: 6
ا إل جا ىتصه زو أ فصؾ
أ ن خيق ىؾ
خۦ أ ءاي ة و و و ا وجلو ةنؾ
رون م يخفهو ج ىل لم لأي إنو ف ذ ورحث
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri, sup
aya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-
benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”
Proses perkawinan harus dilaksanakan sesuai dengan syariat Islam yaitu
dengan cara yang sah. Suatu perkawinan baru dianggap sah apabila telah
memenuhi rukun-rukun dan syaratnya, apabila salah satu rukun atau syarat tidak
terpenuhi maka perkawinan tersebut bisa dianggap batal. Salah satu syarat atau
rukun perkawinan tersebut adalah mahar (maskawin).
Mahar atau maskawin adalah harta yang diberikan oleh pihak laki-laki
kepada pihak perempuan karena terjadinya akad perkawinan. Dalam fiqh Islam,
selain kata mahar terdapat sejumlah istilah lain yang mempunyai arti yang sama,
yaitu: sadaq, nihla, dan faridah. Islam sangat memperhatikan dan menghargai
5Baharuddin Ahmad dan Yuliatin, Hukum Perkawinan Umat Islam Di Indonesia, (Jawa Barat:
Lamping Publishing, 2015), hlm 21. 6 Ar-Rum (30):21.
3
kedudukan seorang wanita dengan memberikan hak kepadanya, di antaranya
adalah hak untuk menerima mahar atau maskawin. Mahar hanya diberikan oleh
calon suami kepada calon isteri, bukan kepada wanita lainnya atau siapapun
sangat dekat dengannya. Orang lain tidak boleh menjamah apalagi
menggunakannya, meskipun oleh suaminya sendiri, kecuali dengan ridha dan
kerelaan si isteri.7
Dasar wajibnya memberikan mahar itu ditetapkan dalam al-Qur‟an surah
An-Nisa‟ ayat 4:8
ري وءا و ن ه نفصا فك ء ع ش فإن طب ىؾ و نيث خ حا ٱىنصاء صدق
“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai
pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada
kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah)
pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.”
Masyarakat bugis Teladas Baru mengenal Sompa Tanah sebagai salah satu
mahar yang wajib dalam tradisi dalam perkawinan berupa sebidang tanah. Sompa
Tanah merupakan mahar yang diberikan pihak laki-laki kepada pihak perempuan.
Mahar tersebut ditentukan berdasarkan strata sosial perempuan, tetapi strata sosial
di sini tidak hanya disebabkan oleh karena ia keturunan bangsawan, tetapi dapat
juga disebabkan karena pihak perempuan berasal dari orang berada, mempunyai
jabatan, jenis pekerjaan maupun jenjang pendidikan yang telah ditempuh.
Menurut tradisi perkawinan masyarakat bugis Teladas Baru dalam
pemberian Sompa Tanah sebagai mahar mempunyai arti berupa sesuatu jaminan
7 Abd. Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat, (Jakarta Timur: Prenada Media, 2003), hlm 84-85.
8 An-Nisa‟ (4):4.
4
kepada perempuan, dimana ketika seorang perempuan diberikan Sompa Tanah
tersebut maka perempuan menganggap bahwa inilah salah satu bentuk nyata rasa
tanggung jawab yang diberikan oleh laki-laki kepada perempuan, dan setidaknya
jaminan yang diberikan dapat menjadi suatu jaminan secara materi guna
memenuhi kebutuhan sehari-hari ketika nanti mereka menjalani kehidupan
sebagai suami istri.9
Masyarakat bugis di Teladas Baru mewajibkan Sompa Tanah sebagai mahar
dalam perkawinan. Hal ini disebabkan masyarakat bugis Teladas Baru
menganggap bahwa Sompa Tanah tanah yang diberikan oleh pihak laki-laki
terhadap perempuan adalah sebagai lambang harga diri (harkat dan martabat)
untuk menghormati seorang perempuan.
Mereka sangat memegang teguh tradisi pemberian Sompa Tanah adat
mereka. Sebagaimana diketahui bahwa perkawinan tidak akan terlaksana apabila
mahar yang ditetapkan oleh pengantin wanita tidak dapat disanggupi oleh pihak
laki-laki. Kemudian, Sompa Tanah sebagai mahar yang telah diberikan kepada
pihak wanita memiliki kedudukan tersendiri, apabila terjadi perceraian tidak dapat
lagi diambil alih oleh pihak lelaki.10
Apabila pengingkaran terjadi maka akan
diberikan sanksi sosial yang berupa dikucilkan oleh keluarga serta masyarakat
sekitar dan denda adat berupa sejumlah uang yang ditanggung oleh pihak yang
melanggar adat tersebut dan diberikan kepada pihak keluarga pasangannya.
9 Wawancara dengan Sulmidar, Masyarakat di Teladas Baru Kec. Dente Teladas, Tulang Bawang.
Tanggal 16 November 2018. 10
Ilham Abbas, Marten Bunga, Salmawat, Hardianto Djanggih Hak Penguasaan Istri terhadap
Mahar Sompa Perkawinan Adat Bugis Makassar Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 20, No. 2,
(Agustus, 2018), hlm 206.
5
Ia dalam menetapkan Sompa Tanah sebagai Mahar mereka mempunyai
patokan tersendiri, yaitu mulai dari 1 hektar tanah bahkan bisa lebih tinggi lagi
sesuai permintaan pihak keluarga mempelai wanita, sedangkan hukum Islam tidak
menetapkan batas minimal dan maksimal jumlah mahar dan di sesuaikan dengan
kemampuan mempelai. Meskipun dalam proses perkawinan masyarakat bugis
Teladas Baru sudah menggunakan syariah Islam sebagai landasan dasar serta
syarat-syarat perkawinan, tetapi pada tahap prosesi baik menjelang maupun
dilaksanakannya prosesi perkawinan tersebut masih menggunakan adat istiadat
dalam suku yang mereka anut sebagai salah satu syarat dalam melaksanakan
perkawinan.
Berdasarkan fakta masyarakat suku bugis Teladas Baru dalam penetapan
Sompa Tanah sebagai mahar, terdapat kecenderungan para pemuda yang berfikir
panjang untuk menikah karena persoalan mahar yang terlalu tinggi dan wali pihak
wanita cenderung memaksakan jumlah tertentu untuk maharnya, yang boleh jadi
memberatkan calon suami. Hal inilah yang sudah berlaku pada masyarakat bugis
Teladas Baru sejak lama dan turun temurun sampai sekarang. Sedangkan, pada
hakikatnya hukum Islam tidak menetapkan batas minimal dan maksimal jumlah
mahar dan di sesuaikan dengan kemampuan calon mempelai laki-laki.
Jadi, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul “Sompa Tanah
Sebagai Mahar Dalam Adat Perkawinan Suku Bugis di Teladas Baru
Kecamatan Dente Teladas Kabupaten Tulang Bawang Ditinjau Dari Hukum
Islam”
6
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, terdapat beberapa pokok
permasalahan yang akan diungkap, yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana penentuan serta kedudukan tanah sebagai mahar dalam adat
perkawinan suku bugis Teladas Baru, Kecamatan Dente Teladas Kabupaten
Tulang Bawang?
2. Apa pandangan hukum Islam tentang Sompa Tanah sebagai Mahar dalam
perkawinan adat suku bugis Teladas Baru, Kecamatan Dente Teladas
Kabupaten Tulang Bawang?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui penentuan serta kedudukan tanah sebagai mahar dalam
adat perkawinan suku bugis di Teladas Baru, Kecamatan Dente Teladas
Kabupaten Tulang Bawang.
b. Untuk mengetahui pandangan hukum Islam tentang Sompa Tanah sebagai
mahar dalam perkawinan adat suku bugis di Teladas Baru, Kecamatan
Dente Teladas Kabupaten Tulang Bawang.
2. Kegunaan Penelitian
7
a. Ingin dijadikan sebagai sumbangan ide dan gagasan mengenai mahar yang
sesuai dengan ajaran Islam, khususnya masyarakat suku bugis di Teladas
Baru dalam melangsungkan perkawinan.
b. Ingin memenuhi khazanah keilmuan keislaman dan untuk pengembangan
pengetahuan bagi kalangan masyarakat bugis khususnya di Teladas Baru.
D. Kerangka Teori
Kerangka teori sangat diperlukan pada setiap penelitian dalam rangka
memecahkan masalah yang timbul dari adanya suatu penelitian. Kerangka teori
yang dimaksud harus mempunyai landasan atau yang didasarkan pada suatu yang
dapat menjadi acuan serta sumber atau dasar dalam pengambilan kesimpulan
didalam memutuskan masalah yang ditemukan. Penelitian ini terdapat dua
kerangka yang digunakan yaitu kerangka teoritis dan kerangka konseptual, berikut
adalah penjelasannya:
1. Kerangka Teoritis
Kerangka teoritis yang akan dijadikan landasan dalam suatu penelitian
tersebut adalah teori-teori hukum yang telah dikembangkan oleh para ahli hukum
dalam berbagai kajian dan temuan. Adapun kerangka teoritis yang digunakan
dalam penelitian ini adalah:
a. Teori Living Law
Teori yang didasarkan pada kerangka teori hukum sebagai proyek.
Teori hukum sebagai proyek adalah suatu penggambaran bahwa hukum itu
harus dinamis. Hukum yang demikian merupakan sesuatu yang harus
diwujudkan untuk mencapai keadilan dan legitimitas menuju ke hukum
8
yang optimal, yang berorientasi pada nilai-nilai dan asas-asas hukum
sebagai ukuran untuk praktik hukum.11
b. Teori Singkritisme
Teori ini diperkenalkan oleh M.B Hooker yang mengemukakan bahwa
hubungan yang erat antara nilai-nilai Islam dengan hukum adat dalam
kehidupan masyarakat Indonesia, terjadi karena Islam mempunyai sifat
akomodatif yang pada akhirnya menghasilkan suatu sikap rukun, saling
memberi dan menerima dalam bentuk tatanan baru yaitu Singkritisme.12
Menurut Hooker baik hukum adat maupun hukum Islam tidak satupun
diantaranya saling menyisihkan. Keduanya berlaku dan memiliki daya ikat
sederajat yang pada akhirnya membentuk suatu pola khas dalam kesadaran
hukum masyarakat walaupun tidak selamanya hal itu berjalan dalam alur
yang searah.13
2. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual adalah penggambaran antar konsep-konsep khusus
yang merupakan kumpulan dalam arti yang berkaitan, dengan istilah yang akan
diteliti atau diuraikan dalam karya ilmiah.14
a. Hukum Islam
11 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm 79-87. 12 Siti Hapsah Isfardiyana, Hukum Adat, (Yogyakarta: UII Press Yogyakarta, 2018), hlm 72. 13
Ibid. 14
Zainuddin Ali…., hlm 96.
9
Hukum islam merupakan istilah khas Indonesia, karena tidak ditemukan
dalam Al-Qur‟an maupun hadist Rasulullah SAW. Istilah hukum Islam
merupakan terjemahan dari al-fiqh al-Islamy atau dalam konteks tertentu dari
al-syari‟ah al-islamy. Istilah ini dalam wacana ahli hukum barat digunakan
Islamic Law. Walaupun tidak ditemukan istilah al-hukm al-islami dalam Al-
Qur‟an dan Al-Sunnah, tapi yang dipakai ialah kata syariat yang dalam
penjabarannya kemudian lahir istilah Fiqh.15
Hukum dapat pula diartikan sebagai peraturan peraturan, ketentuan, dan
penetapan yang telah disepakati oleh masyarakat dan para penegak hukum
yang dilaksanakan sebaik-baiknya.16
Sedangkan kata Islam berasal dari kata
aslama, yuslimu, dan islam, yang memiliki beberapa arti: (1) melepaskan diri
dari segala penyakit lahir dan batin, (2) kedamaian atau keamanan, atau (3)
ketaatan atau kepatuhan.17
Secara terminologis Islam adalah agama yang diturunkan Allah SWT
melalui Nabi Muhammad SAW yang ajarannya dalam bentuk perintah
larangan dan petunjuk, terdapat dalam Al-Qur‟an dan Sunnah.18
Jadi, kata
hukum disandarkan kepada kata Islam, maka menjadi hukum Islam. Dengan
demikian, dapat dipahami bahwa hukum Islam adalah peraturan atau ketetapan
dari Allah SWT melalui Rasul-Nya, baik berbentuk tuntutan, larangan maupun
15
Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995), hlm 1. 16
Moh. Fauzan Januri, Pengantar Hukum Islam dan Pranata Sosial, (Bandung: Pustaka Setia,
2013), hlm 53. 17 Abdul Aziz Dahlan, dkk, Ensiklopedia Islam, jilid 3 (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2005),
hlm 222. 18
Ibid.
10
petunjuk guna untuk terciptanya suasana kedamaian, ketenangan dan terhindar
dari kemafsadatan lainnya.
b. Mahar dalam Islam
Mahar dalam Al-Qur‟an adalah “Ajr. Ajr ini berarti penghargaan serta
hadiah yang diberikan kenapada pengantin perempuan. Kata “sedekah” juga
dipakai dalam Al-Qur‟an untuk memberikan tekanan “pemberian nafkah dalam
kehidupan berkeluarga”. Kata lain yang juga dipakai Al-Qur‟an untuk
menyebutkan nafkah keluarga adalah “faridhah” yang terdapat dalam Q.S. an-
Nisa ayat 4, yang berarti menjadikan pembayaran mahar sebagai hal penting
bagi sahnya perkawinan.19
Mahar secara etimologi artinya maskawin. Secara terminologi, mahar
ialah “pemberian wajib dari calon suami kepada calon istri sebagai ketulusan
hati calon suami untuk menimbulkan rasa cinta kasih bagi seorang istri kepada
calon suaminya.” Mahar dapat dikatakan juga sebagai suatu pemberian yang
diwajibkan bagi calon suami kepada calon istrinya, baik dalam bentuk benda
maupun jasa (memerdekakan, mengajar, dan lain sebagainya).20
Mahar merupakan salah satu hak pihak mempelai wanita dan menjadi
kewajiban pihak mempelai laki-laki. Salah satu keistimewaan Islam ialah
memperhatikan dan menghargai kedudukan wanita, yaitu memberinya hak
untuk memegang urusan dan memiliki sesuatu. Di zaman Jahiliyah, hak
perempuan itu dihilangkan dan disia-siakan sehingga walinya dengan semena-
mena dapat menggunakan hartanya dan tidak memberikan kesempatan untuk
19 A. Rahman I. Doi, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syariah), (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2002), hlm. 209. 20 Abdul Rahman Ghazali…., hlm 84.
11
mengurus hartanya serta menggunakannya. Islam datang menggunakan
belenggu ini. Pada setiap upacara perkawinan, hukum Islam mewajibkan pihak
laki-laki untuk memberikan maskawin atau mahar. Pemberian ini dapat
dilakukan secara tunai atau cicilan yang berupa uang atau barang. Dasarnya
adalah firman Allah yang terdapat dalam Q.S. An-Nisa‟ ayat 24:21
عليكت ىكممأي ء إلا ما ملكتت مه ٱلىساصىمحٱل زا كمب ٱلل أن لكمء ذأحل لكم ما
تعتمفما ٱس فحيهس مسصىيه غيلكم محتغا بأمتب ه أجمى تم ب ه فسيضته فات ز
ضيفيما تس كملا جىاح علي كان عليما حكيم فسيضتد ٱلبع مه تم ب ا إن ٱلل
“Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali
budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai
ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian
(yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk
berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara
mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai
suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang
kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Penjelasan dari ayat tersebut adalah mahar merupakan hak istri yang
diterima dari suami, pihak suami memberikan dengan suka rela tanpa
mengharap imbalan, sebagai pernyataan kasih sayang dan tanggung jawab
suami atas kesejahteraan keluarganya.22
Tentang hukum mahar, fuqaha telah
21
An-Nisa‟(4): 24. 22 Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1988), hlm. 219.
12
sependapat bahwa membayar mahar merupakan suatu kewajiban, dan tidak
boleh diadakan persetujuan untuk meniadakannya.23
Kompilasi Hukum Islam (KHI) juga mewajibkan adanya mahar. Pasal
30 KHI menyebutkan bahwa calon mempelai pria wajib membayar mahar
kepada calon mempelai wanita yang jumlah, bentuk dan jenisnya disepakati
oleh kedua belah pihak. Mahar diberikan langsung kepada calon mempelai
wanita, dan sejak itu menjadi hak pribadinya, terdapat dalam Pasal 32 KHI.
Penyerahan mahar dilakukan dengan tunai, apabila calon mempelai wanita
menyetujui, penyerahan mahar boleh ditangguhkan baik untuk seluruhnya atau
untuk sebagian.
Mahar hanya diberikan oleh suami kepada isterinya. Jumlah dan
jenisnya dapat disepakati sebelum akad nikah dilangsungkan. Sedangkan
penyerahannya dapat dilakukan pada saat akad nikah dilangsungkan atau
sesudah akad nikah, pada umumnya diserahkan pada saat akad nikah
dilangsungkan.mahar apabila sudah diserahkan menjadi hak sepenuhnya bagi
si istri, si suami tidak berhak lagi terhadap mahar tersebut, kecuali si istri
merelakan suaminya untuk memanfaatkannya.24
1) Syarat-syarat Mahar
Mahar yang diberikan kepada calon istri harus memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut:
23 Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, cet. I, Terj. MA, Abdurrahman, A. Haris Abdullah, Ass-Syfa,
Semarang, 1990, hlm. 385. 24
Baharuddin Ahmad dan Yuliatin…., hlm 34.
13
a) Harta/bendanya berharga. Tidak sah mahar dengan yang tidak
berharga.
b) Barangnya suci dan bisa diambil manfaat. Tidak sah mahar dengan
memberikan khamar, babi, atau darah, karena semua itu haram dan
tidak berharga.
c) Barangnya bukan barang ghasab. Ghasab artinya mengambil barang
milik orang lain tanpa seizinnya namun tidak bermaksud untuk
memilikinya karena berniat untuk mengembalikannya kelak.
Memberikan mahar dengan barang hasil ghasab tidak sah, tetapi
akadnya tetap sah.
d) Bukan barang yang tidak jelas keadaannya. Tidak sah mahar dengan
memberikan barang yang tidak jelas keadaannya, atau tidak
disebutkan jenisnya.
Mahar diberikan langsung kepada calon mempelai wanita, dan sejak saat itu
menjadi hak pribadinya (pasal 32 KHI). Penyerahan mahar dilakukan dengan tunai,
namun apabila calon mempelai wanita menyetujui, penyerahan mahar boleh
ditangguhkan baik untuk seluruhnya atau untuk sebagian. Penyerahan mahar
dan jumlah serta bentuknya termasuk di dalamnya tunai atau tangguhnya,
diucapkan pada saat akad nikah. Yaitu pada saat ijab oleh wali mempelai
wanita, dan dikonfirmasi dengan jawaban qabul mempelai laki-laki.
2) Macam-macam Mahar
Ulama Fikih sepakat bahwa bahwa mahar ada dua macam yaitu mahar
musamma dan mahar mitsil (sepadan).
a) Mahar Musamma
14
Mahar al-musamma adalah mahar yang ditetapkan sebelum akad
nikah, dan disebut pada saat akad perkawinan. HM. Salim Umar
mengatakan bahwa dalam pelaksaannya, mahar musamma harus
diberikan secara penuh apabila:
(1) Telah bercampur (dukhul).
(2) Apabila salah satu dari suami istri meninggal. Demikian menurut
ijma‟.
Mahar musamma juga wajib dibayar seluruhnya apabila suami
telah bercampur dengan istri, dan ternyata nikahnya rusak dengan sebab-
sebab tertentu seperti ternyata istrinya adalah mahram sendiri, atau dikira
perawan ternyata janda, atau hamil dari bekas suami lama.25
b) Mahar Mitsil (Sepadan)
Mahar Mitsil adalah mahar yang tidak disebutkan jenis dan jumlahnya
pada saat waktu akad, maka kewajibannya adalah mahar sebesar mahar
yang diterima oleh perempuan lain dalam keluarganya.26
Mahar mitsil juga terjadi dalam keadaan sebagai berikut:
(1) Apabila tidak disebutkan kadar mahar dan besarnya ketika berlangsung
akad nikah, kemudian suami telah bercampur dengan isteri, atau
meninggal dunia sebelum bercampur.
(2) Jika mahar musamma belum dibayar sedangkan suami telah bercampur
dengan isteri dan ternyata nikahnya tidak sah.
25 Abd. Rahman Ghazali…., hlm 93. 26
Amir Syarifuddin. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antara Fiqh Munakahat dan Undang-
Undang Perkawinan. (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2007), hlm 89.
15
3) Dasar Hukum Mahar
Mahar sebagai sebuah kewajiban dalam perkawinan Islam, maka
kehadirannya tentu memiliki landasan hukum yang menjadi dasar yang kuat
sebagai pegangan calon suami sebagai pihak yang mempunyai kewajiban
membayar mahar kepada calon istri. Adapun dasar hukum diwajibkannya
mahar terdapat dalah surah An-Nisa‟ ayat 4:27
ري صدق وءاحا ٱىنصاء و ن ه نفصا فك ء ع ش فإن طب ىؾ و نيث ح
“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi)
sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka
menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang
hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang
sedap lagi baik akibatnya”.
Maksud ayat di atas adalah berikanlah mahar kepada istri sebagai
pemberian wajib, bukan pembelian atau ganti rugi. Jika istri setelah
menerima maharnya tanpa paksaan dan tipu muslihat, lalu dia memberikan
sebagian maharnya kepadamu, maka terimalah dengan baik. Hal tersebut
tidak disalahkan atau dianggap dosa. Bila istri dalam memberikan
sebagian maharnya karena malu, takut dan semacamnya, maka tidak halal
bagi suami menerima pemberian itu.
27
An-Nisa‟ (4):4.
16
Pada dasarnya agama tidak membolehkan seorang laki-laki meminta
kembali mahar yang telah diberikan kepada isterinya. Karena, Allah Swt
telah berfirman di dalam surah An-Nisa‟ ayat 20:28
ش خذواو كطارا فل حأ إحدى كن زوج وءاحنخ و ٱشتتدال زوج رت
وإن أ
ا تن ا ا وإذ ت ۥ ب خذوحأ
أ
“Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain, sedang
kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang
banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang
sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan
tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata”.
Berdasarkan dari ayat di atas, para ulama telah menetapkan bahwa
mahar itu hukumnya wajib berdasarkan al-Qur‟ an, Sunnah, dan ijmak
para ulama. Mahar oleh para ulama ditempatkan sebagai syarat sahnya
suatu pernikahan seperti yang dijelaskan oleh Ibnu Rusyd di dalam
Bidayah al Mujtahidnya.29
Ketentuan mahar juga di atur dalam KHI,
mahar diatur dalam pasal 30 dan pasal 31. Pada pasal 30 disebutkan
bahwa: Calon mempelai pria wajib membayar mahar kepada calon
mempelai wanita yang jumlah, bentuk, dan jenisnya disepakati oleh kedua
28
An-Nisa‟ (4):20. 29
Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta:
Kencana Prenada Group, 2004), hlm 65.
17
belah pihak. Pasal 31: Penentuan mahar berdasarkan asas kesederhanaan
dan kemudahan yang dianjurkan oleh ajaran Islam.30
c. Sompa Tanah
Sompa tanah adalah suatu mahar yang wajib di hadirkan dalam tradisi
adat perkawinan bugis yang berupa sebidang tanah atau lebih yang diberikan
oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan.31
d. Adat Perkawinan Suku Bugis
Perkawinan atau pernikahan dalam literatur fiqh berbahasa Arab disebut
dengan dua kata, yaitu nikah dan zawaj. Kedua kata ini yang terpakai dalam
kehidupan sehari-hari orang Arab dan banyak terdapat dalam Al-Qur‟an dan
hadis Nabi.32
Kata na-ka-ha banyak terdapat dalam Al-Qur‟an dengan arti
kawin, seperti dalam surah An-Nisa‟ ayat 3:33
ع د ورب رن وذل ٱىنصاء ا طاب ىؾ ا ف ٱلتم فٱؾح ا لو تلصط أ فإن وإن خفخ
حدة أ ا فن لو تلدل
أ ا خفخ لو تلل
ن أ
لم أ ذ ؾ يما ميهج أ و
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-
wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut
tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak
30
Ibid. hlm 66. 31
Wawancara dengan Saing. Tokoh Adat di Teladas Baru Kec.Dente Teladas, Tulang Bawang.
Tanggal 20 November 2018. 32
Amir Syarifuddin, Op. Cit., hlm 35. 33 An-Nisa‟ (4):3.
18
yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat
aniaya.”
Peraturan PerUndang-Undangan yang berlaku di Indonesia tentang
perkawinan di atur dalam Pasal 1 UU. No. 1/1974 yang menyatakan: “Perkawinan
ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami
istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.34
Selain definisi yang dikemukakan oleh UUP, Kompilasi Hukum Islam di
Indonesia (KHI) memberikan definisi lain yang tidak mengurangi arti dari pada
definisi yang dikemukakan di dalam UUP tersebut, namun sifatnya menambah
penjelasan, dengan rumusan sebagai berikut:
“Perkawinan menurut Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau
mitsaqan ghalizhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya
merupakan ibadah, (Pasal 2 KHI).
Di dalam Al-Qur‟an telah dijelaskan mengenai perkawinan dalam QS. An-
Nisa‟ ayat 1:35
ا وبدو ا زوج وخيق حدة نوفس و ي خيلؾ ٱلو ربوؾ ا ٱلنواس ٱتولا يأ ا ي
كن عييؾ إنو ٱللو رحامي تصاءلن ةۦ وٱل ٱلو ا ٱللو ل يتا رؼ رجال نريرا ونصاء وٱتو
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan
kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari
34
Baharuddin Ahmad dan Illy Yanti, Eksistensi Dan Implementasi Hukum Islam Di Indonesia,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015). Hlm 137-139. 35 An-Nisa‟ (4):1.
19
pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang
banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-
Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan
silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”
Penjelasan mengenai Perkawinan dalam adat suku Bugis yang di paparkan
langsung oleh Senna:
Perkawinan yang dalam bahasa Bugis yaitu Appabottingeng adalah prosesi
pernikahan yang dilakukan dengan menggunakan ritual adat yang dipercaya turun
temurun untuk menyatukan dua insan yang berbeda dengan cara yang sah.
Dengan demikian, Perkawinan juga bukanlah sekedar untuk menyatukan kedua
mempelai pria dan wanita, tetapi lebih daripada itu adalah menyatukan dua
keluarga besar sehingga terjalin hubungan kekerabatan yang semakin erat.36
Dari penjelasan diatas bahwa perkawinan dalam adat suku bugis yang
disebut Appabotingeng selain untuk menyatukan dua insan secara sah, juga
menyatukan dua keluarga besar agar terjalin hubungan kekerabatan yang semakin
erat. Untuk itulah, budaya perkawinan dalam Adat suku bugis perlu tetap
dipertahankan karena dapat mempererat hubungan silaturrahmi antar kerabat.
Macam-macam acara serta upacara yang harus dilakukan menurut adat
perkawinan suku Bugis adalah:37
Mammaanu‟-manu‟ (penjajakan), Madduta atau Massuro (meminang),
Mappasiarekeng (mengukuhkan kesepakatan) Mappaisseng dan mattampa
(menyebarkan undangan) hingga proses Akad nikah dan Tudang Botting,
Mappasikarawa atau mappasiluka dan dilanjutkan Marola atau mapparola adalah
kunjungan balasan dari pihak mempelai wanita ke rumah mempelai pria.
Berdasarkan penjelasan diatas bahwa tradisi yang digunakan oleh
masyarakat Teladas Baru dalam melaksanakan perkawinan begitu banyak, dan
dalam penentuan mahar mereka dominan menggunakan Sompa Tanah sebagai
mahar dalam perkawinannya. Jika dianalisis lebih lanjut sebenarnya ajaran Islam
yang berdasarkan Al-Quran dan Hadits tidak melarang penentuan batasan nominal
36
Wawancara dengan Senna. Masyarakat di Teladas Baru Kec. Dente Teladas, Tulang Bawang.
Tanggal 18 November 2018. 37
Wawancara dengan Daeng Talebbi. Ketua Adat Bugis di Teladas Baru Kec. Dente Teladas,
Tulang Bawang. Tanggal 24November 2018.
20
besar kecilnya mahar tersebut, begitu pula dengan kompilasi hukum Islam, hanya
saja dalam penentuan mahar haruslah melihat pada asas kesederhanaan. Ini semua
dikarnakan perspektif hukum Islam mengutamakan maslahat dari pada
mafsadahnya. Berdasarkan pada faktor-faktor tersebut tidak sedikit menimbulkan
mafsadah yang besar di bandingkan maslahatnya Sehingga dalam menganalisis
persoalan ini penulis mengunakan kaidah fiqhiyyah sebagai alat ataupun landasan
untuk dijadikan alat menganalisis teori dan fakta di lapangan mengenai mahar
perkawinan. Sebagaimana kaidah yang berbunyi:
العادة محكمة
“‟Adat kebiasaan dapat ditetapkan sebagai hukum‟‟38
e. „Urf
„Urf secara terminologi seperti dikemukakan Abdul Karim Zaidan dalam
buku karangan Satria Effendi M. Zein, istilah „urf berarti sesuatu yang tidak asing
lagi bagi masyarakat karena telah menjadi kebiasaan dan menyatu dengan
kehidupan mereka, baik berupa perbuatan atau perkataan.39
Istilah „urf dalam
pemahaman masyarakat sering disebut sebagai adat istiadat.40
Dalam sistem hukum Islam adat dijadikan salah satu unsur yang
dipertimbangkan dalam menetapkan hukum. Penghargaan hukum Islam terhadap
38
Suhar, Kaidah-Kaidah Ushuliyah & Fiqhiyah, (Jakarta: Referensi Gaung Persada Press Group,
2014), hlm 264. 39
Satria Effendi M. Zein, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2017), hlm. 140. 40
Rachmat Syafe‟i, Ilmu Ushul Fiqih, (Bandung: Pustaka Setia, 2018), hlm. 128.
21
adat ini menyebabkan sikap yang tolerance41
dan memberikan pengakuan
terhadap hukum yang berdasar adat menjadi hukum yang diakui oleh hukum
Islam.42
„Urf ditinjau dari sisi kualitasnya (bisa diterima dan ditolaknya oleh
syari‟ah) ada dua macam yaitu:
1. „Urf yang fasid atau „urf yang batal, yaitu „urf yang bertentangan dengan
syari‟ah. Seperti adat kebiasaan menghalalkan minum-minuman yang
memabukkan, menghalalkan makanan riba, adat kebiasaan memboroskan
harta, dan lain sebagainya.43
2. „Urf yang shahih atau al-„Adah Ashahihah yaitu „urf yang tidak
bertentangan dengan syari‟ah. „Urf Shahih adalah adat yang berulang-
ulang dilakukan, diterima oleh orang banyak, tidak bertentangan dengan
agama, sopan santun, dan budaya yang luhur.44
E. Tinjauan Pustaka
Untuk mendukung penelitian yang lebih integral maka penyusun berusaha
untuk melakukan analisis lebih awal terhadap pustaka atau karya-karya yang lebih
mempunyai relevansi terhadap topik yang akan diteliti. Dari beberapa karya yang
penulis jadikan sebagai Tinjauan Pustaka terdapat perbedaan dan persamaan yaitu:
Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Ambok Tang dengan judul skripsi
Tinjauan Hukum Islam Terhadap Paenre‟Doi Dalam Perkawinan Adat Bugis
41 Tolerance atau toleransi berasal dari bahasa latin “tolerare” berarti sabar dan menahan diri.
Toleransi juga berarti suatu sikap saling menghormati dan menghargai antarkelompok atau
antarindividu dalam masyarakat atau dalam lingkup lainnya. 42 A.Djazuli, Ilmu Fiqh, (Jakarta: Prenada Media Group, 2005), Hlm 89. 43
Ibid, Hlm 90. 44
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh 2, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 392.
22
(Studi Kasus di desa Sungai Guntung Kec.Kateman, Inhil). Adapun dalam skripsi
ini membahas mengenai tingginya Paenre‟Doi pada masyarakat bugis yang
mencapai ratusan juta rupiah di desa Sungai Guntung serta tinjauan hukum Islam
mengenai Paenre‟ Doi tersebut.45
Berbeda dengan pembahasan yang disusun oleh
penulis lebih menekankan Sompa Tanah Sebagai Mahar dalam Adat Perkawinan
Suku Bugis di Teladas Baru, yang mana mahar ini wajib ada dalam perkawinan
dan hal tersebut ditinjau dari Hukum Islam. Dan kemudian persamaannya adalah
sama-sama menjadikan masyarakat b ugis sebagai objek penelitian.
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Ayu Lestia dengan judul skripsi
Makna “Sunrang Butta” (Studi Pada Adat Makassar Di Desa Kayuloe Barat
Kecamatan Turatea Kabupaten Jeneponto. Adapun dalam skripsi ini membahas
makna mahar Sunrang Butta yang telah diberikan oleh pihak laki-laki kepada
perempuan, yang mana mahar ini tidak dapat di ambil alih lagi oleh pihak laki-
laki ketika ingin bercerai dan ini berlaku dikalangan masyarakat Kayuloe Barat. 46
Berbeda dengan pembahasan penulis lebih menekankan Sompa Tanah Sebagai
Mahar dalam Adat Perkawinan Suku Bugis di Teladas Baru. yang mana mahar ini
dapat dikelola secara bersama setelah menikah dan tidak dapat diganggu gugat
oleh pihak laki-laki serta dalam penetapannya ditinjau dari hukum Islam. Dan
kemudian persamaannya adalah sama-sama menjadikan masyarakat Bugis sebagai
objek penelitian serta mahar sebagai pokok pembahasan utama dalam penulisan.
45 Ambok Tang, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Paenre‟Doi Dalam Perkawinan Adat Bugis
(Studi Kasus di desa Sungai Guntung Kec.Kateman, Inhil). Skripsi Mahasiswa Jurusan Hukum
Keluarga Islam Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, (2018). 46 Ayu Lestia Sari, Makna Sunrang Butta (Studi Pada Adat Makassar Di Desa Kayuloe Barat
Kecamatan Turatea Kabupaten Jeneponto). Skripsi Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Negeri Alaudin Makassar, (2017).
23
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Andi Asyraf dengan judul skripsi
Mahar dan Paenre‟ Dalam Adat Bugis (Studi Etnografis Hukum Islam Dalam
Perkawinan Adat Bugis Di Bulukumba Sulawesi Selatan). Dalam skripsi ini
membahas bagaimana asal-muasal ditetapkannya mahar dan Paenre‟ oleh
masyarakat Bugis di Kabupaten Bulukumba serta faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi tinggi dan besarnya mahar dan paenre‟.47
Berbeda dengan
pembahasan penulis lebih menekankan Sompa Tanah Sebagai Mahar dalam Adat
Perkawinan Suku Bugis di Teladas Baru, yang mana dalam penentuan mahar
cenderung ditentukan oleh pihak perempuan selanjutnya di sepakati oleh pihak
laki-laki.
47
Andi Asyraf, Mahar dan Paenre‟ Dalam Adat Bugis (Studi Etnografis Hukum Islam Dalam
Perkawinan Adat Bugis Di Bulukumba Sulawesi Selatan). Skripsi Mahasiswa Jurusan Hukum
Keluarga Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, (2015).
24
BAB II
METODE PENELITIAN
Metode penelitian sangat penting dalam mencapai suatu tujuan termasuk
dalam penelitian, dan dalam metode yang digunakan dalam penyusunan penelitian
ini adalah:
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi penelitian
Lokasi yang dilakukan penulis bertempat di Teladas Baru Kecamatan Dente
Teladas, Kabupaten Tulang Bawang tepatnya di Provinsi Lampung. Pemilihan
lokasi wilayah tersebut sebagai tempat penelitian karena berdasarkan
pertimbangan bahwa lokasi tersebut penulis dapat memperoleh data yang
diperlukan untuk menyusun serta menyelesaikan penelitian ini.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilakukan pada bulan November dan Desember 2018.
B. Jenis dan Pendekatan Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian yang digunakan pada studi ini adalah metode kualitatif. Metode
kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati.47
Penelitian deskriptif merupakan penggambaran suatu fenomena social
47
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008),
hlm. 4.
25
keagamaan dengan variabel pengamatan secara langsung yang sudah di tentukan
secara jelas dan spesifik. Penelitian deskriptif dan kualitatif lebih menekankan
pada keaslian tidak bertolak dari teori melainkan dari fakta yang sebagaimana
adanya di lapangan atau dengan kata lain menekankan pada kenyataan yang
benar-benar terjadi pada suatu tempat atau masyarakat tertentu.48
Adapun dasar
penelitian adalah studi kasus yaitu mengumpulkan informasi dengan cara
melakukan wawancara dengan sejumlah kecil dari populasi serta melakukan
observasi secara aktif di lapangan.
Mengingat studi ini berkaitan dengan warga masyarakat yang menjadi objek
penelitian, maka secara metodologis penelitian ini termasuk dalam kategori
penelitian kualitatif tipe pendekatan yuridis empiris yaitu mengkaji ketentuan
hukum yang berlaku serta apa yang terjadi dalam kenyataan di masyarakat.49
2. Pendekatan Penelitian
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis,
normatif, dan sosiologis. Pendekatan yuridis merupakan pendekatan yang
mengacu pada studi kepustakaan yang ada, ataupun data sekunder yang
digunakan. Pendekatan normatif adalah pendekatan yang dilakukan untuk
mengetahui hubungan antara satu peraturan dengan peraturan lain dan penerapan
dalam praktiknya, sedangkan pendekatan sosiologis itu sendiri adalah
48 Sayuthi Ali, Metode Penelitian Agama (Pendekatan teori dan praktek) (Cet. I; Jakarta :PT. Raja
Grafindo Persada, 2002), hlm. 69. 49 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 15.
26
pendekatan yang didapat langsung dari masyarakat ataupun lokasi yang diteliti
data yang terkait dengan penelitian ini dikumpulkan melalui studi lapangan.50
C. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
Secara umum jenis data dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu:
a. Data Primer
Data primer merupakan sumber data utama dan kebutuhan mendasar dari
penelitin ini. Data primer yang dimaksud di sini adalah data yang diperoleh
dari pihak pertama berupa hasil wawancara dengan subjek penelitian. Dalam
hal ini, peneliti mewawancarai masyarakat bugis yang berada di Teladas Baru.
Adapun objek yang diwawancarai adalah yang pertama pelaku-pelaku yang
melakukan praktek Sompa Tanah, yang kedua tokoh agama, yang ketiga tokoh
adat atau masyarakat yang terkait dalam objek penelitian. Selain itu, data
primer juga diambil dari Al-Qur‟an dan Hadits agar dapat ditinjau dari segi
hukum Islam.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data penunjang sumber utama untuk melengkapi
sumber data primer. Data sekunder ini dapat diperoleh dari sumber-sumber
yang ada relevansinya dengan pembahasan yakni berupa buku-buku, majalah,
jurnal, makalah, diklat, internet dan lain sebagainya.51
2. Sumber Data
50 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2008), hlm. 133. 51
Romdhoni, Best Guide Project Skripsi, Tesis dan Disertasi, (Jakarta: Pustaka Nusantara
Indonesia), 2015), hlm 93-104.
27
Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber subjek dari mana data di
peroleh, sumber data dalam penelitian kualitatif ini adalah orang (narasumber).
Posisi narasumber sangat penting, bukan hanya sekedar memberi respon
melainkan juga sangat memiliki informasi. Sumber data yang digunakan terdiri
dari sumber data primer dan sumber data sekunder, antara lain sebagai berikut:
a. Sumber Data primer
Sumber data yang diperoleh dari informan kunci di lapangan yaitu orang-
orang yang berkaitan dengan masalah penelitian dan dianggap mampu
memberikan informasi terkait masalah. Dalam hal ini adalah masyarakat yang
ada di Teladas Baru Kecamatan Dente Teladas Kabupaten Tulang Bawang
yaitu pendapat masyarakat mengenai Sompa Tanah di desa Teladas Baru.
Kriteria Informan yang dipilih oleh peneliti yakni:
1) Ketua Adat Suku Bugis
2) Lebih mengetahui Persoalan Sompa Tanah
3) Berkaitan langsung dengan kebijakan
b. Sumber Data Sekunder
Sumber Data sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan untuk
menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Dalam penelitian ini yang
menjadi sumber data sekunder adalah literatur, artikel, jurnal serta situs di
internet yang berkenaan dengan penelitian yang dilakukan.52
52
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2009, Cet.
Ke 8) Hlm. 137.
28
D. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan adalah cara mengumpulkan data yang dibutuhkan
untuk menjawab rumusan masalah penelitian. Adapun metode pengumpulan data
yang dilakukan oleh penulis yaitu:
1. Observasi
Observasi adalah upaya pengamatan yang digunakan dengan cara terjun
kelapangan untuk mengamati dan mencatat, menganalisa secara sistematis
terhadap gejala/fenomena/objek yang akan diteliti.53
Observasi disebut pula
dengan pengamatan meliputi penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba, dan
pengecap.
Metode observasi merupakan suatu teknik penelitian dalam pengumpulan
data dengan cara mengadakan pengamatan secara langsung terhadap objek yang
akan diteliti. Dengan teknik ini diharapkan peneliti dapat memperoleh data
lengkap dan rinci tentang Sompa Tanah sebagai mahar di Teladas Baru kecamatan
Dente Teladas, Kabupaten Tulang Bawang Provinsi Lampung.
2. Wawancara
Wawancara adalah bentuk komunikasi langsung antara peneliti dan
responden. Komunikasi berlangsung dalam bentuk tanya-jawab dalam hubungan
tatap muka, sehingga gerak dan mimik responden merupakan pola media yang
melengkapi kata-kata secara verbal. 54
Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah pembicaraan
informal. Pada jenis wawancara ini, pertanyaan yang diajukan sangat bergantung
53
Abu Achmad dan Narbuko Cholid, Metode Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hlm 70. 54
W.Gulo, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT Grasindo, 2002), hlm 119.
29
pada pewawancara itu sendiri, jadi bergantung pada spontanitasnya dalam
mengajukan pertanyaan kepada terwawancara. Hubungan pewawancara dengan
terwawancara dalam suasana biasa, wajar, sedangkan pertanyaan dan jawabannya
berjalan seperti pembicaraan biasa dalam kehidupan sehari-hari. Sewaktu
pembicaraan berjalan, terwawancara malah barangkali tidak mengetahui atau
tidak menyadari bahwa ia sedang diwawancarai.55
3. Dokumentasi
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode dokumentasi atau
keputusan untuk memperkuat kebenaran data yang akan dianalisis. Metode
dokumentasi adalah metode atau teknik pengumpulan data dari beberapa dokumen
yang bersifat resmi dan diakui seperti, buku dan lain sebagainya. Metode
dokumentasi ini digunakan untuk memperoleh data-data yang mampu melengkapi
serta memperkuat penelitian.56
Pada intinya metode ini adalah metode yang
digunakan untuk menelusuri data historis sehingga dengan demikian dokumentasi
dalam penelitian memang berperan penting.57
E. Populasi dan Sampel
Populasi atau universe adalah keseluruhan unit atau manusia sebagai objek
penelitian,58
Sedangkan sampel adalah himpunan bagian atau sebagian dari
populasi yang diambil.59
Penelitian ini dilaksanakan di desa Teladas Baru
Kecamatan Dente Teladas dan penelitian bersifat deskriptif kualitatif dengan
55
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif…, hlm. 187. 56
Suharsimi, Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2009), hlm
240. 57
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Prenada Media Group, 2007), hlm. 129. 58
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum…., hlm. 95. 59
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hlm. 119.
30
menggunakan teknik penentuan sampel penelitian non probability sampling
artinya dalam penelitian ini tidak ada ketentuan pasti berapa sampel harus diambil
agar dapat mewakili populasinya. Dan bentuk non probability sampling disini
dipergunakan untuk purposive sampling, artinya penarikan sampel dipilih atau
ditentukan sendiri oleh peneliti berdasarkan tujuan penelitiannya.60
Berdasarkan uraian diatas bahwa Sampel yang dipilih oleh peneliti yakni di
tiga kampung yang menerapkan Sompa Tanah di Kecamatan Dente Teladas,
Kabupaten Tulang Bawang. Sampel yang dipilih yaitu:
1. Kepala Desa Teladas Baru
2. Ketua Adat Bugis Teladas Baru
3. Tokoh Adat Desa Teladas Baru
4. Beberapa orang yang mempraktikan Sompa Tanah Sebagai Mahar
5. Beberapa orang yang Paham Mengenai Sompa Tanah
F. Teknik Analisis Data
Data yang terkumpul dan dianalisis untuk menentukan kemampuan
intelektual masing-masing.
1. Reduksi Data (Data Reduction)
Analisis ini digunakan untuk merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan
demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas,
dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data. Selanjutnya,
melalui wawancara, observasi dan dokumentasi kemudian dianalisis dengan
60
Ishaq, Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Skripsi, Tesis, serta Disertasi, (Bandung:
Alfabeta, 2017), hlm. 113-114.
31
menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan
mengorganisasikan data tersebut sehingga bisa disajikan.
2. Penyajian Data (Data Display)
Penyajian data adalah pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun yang
memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan.Penyajian data juga dapat berbentuk matriks, grafik, jaringan, dan bagan.
Semuanya dirancang guna menggabungkan informasi yang tersusun dalam bentuk
yang padu dan mudah dipahami.61
3. Kesimpulan (Conclusion Verification)
Penarikan kesimpulan dilakukan setelah didukung oleh bukti-bukti yang
valid dan konsisten sesuai dengan pengumpulan data di lapangan maka
kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel. Kesimpulan
dalam penelitian ini merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada.
Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya
masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat
berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori.62
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini peneliti membahas masalah yang dibagi dalam
lima bab. Adapun maksud dari penulisan skripsi ini ke dalam bab dan sub bab
adalah agar untuk menjelaskan dan menguraikan setiap masalah dengan baik,
sebagai berikut:
61 Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar. Metodologi Penelitian Sosial. (Jakarta: Bumi
Aksara, 2008), I, hlm 86. 62 Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (mixed methods), (Bandung: Alfabeta, 2012) , hlm 334.
32
Bab Pertama, berisi tentang pendahulan yang terdiri dari sub bab sebagai
berikut: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kerangka
teori serta tinjauan pustaka.
Bab Kedua, berisi tentang metode penelitian yang membahas mengenai
lokasi dan pendekatan penelitian, jenis dan sumber data, instrumen pengumpulan
data, populasi dan sampel, teknik analisis data, sistematika penulisan, dan jadwal
penelitian.
Bab Ketiga, berisi tentang gambaran umum lokasi penelitian yang
membahas mengenai historis atau sejarah desa Teladas Baru Kecamatan Dente
Teladas, Kabupaten Tulang Bawang Provinsi Lampung, aspek geografis, aspek
demografis, aspek perekonomian, dan aspek pemerintahan.
Bab Keempat, berisi tentang Sompa Tanah sebagai mahar khususnya di desa
Teladas Baru, serta tinjauan dari perspektif hukum Islam mengenai Sompa Tanah.
Bab Kelima, berisi tentang penutup yang memuat kesimpulan dan saran.
33
H. Jadwal Penelitian
Tabel I
Jadwal Penelitian
NO
KEGIATAN
TAHUN 2018
April Mei Juli September Desember
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pengajuan Judul x
2 Pembuatan Proposal x
3 Perbaikan Proposal
dan Seminar
x
4 Surat Izin Riset x
5 Pengumpulan Data x
6 Pengolahan Data x
7 Pembuatan Laporan X
8 Bimbingan dan
Laporan
x
9 Agenda dan Ujian
Skripsi
10 Perbaikan dan
Penjilidan
34
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Desa Teladas Baru dan Kabupaten Tulang Bawang
1. Sejarah Teladas Baru63
Desa Teladas Baru atau yang lebih dikenal dengan sebutan Kampung
Teladas, pada tahun 1883 (sebelum hujan abu) memang sudah diresmikan menjadi
pusat pemukiman yang baru dimana tadinya berpusat di “DENTE” atau “TIYUH
TOHOW” di daerah Way Dente sekarang ini. Pada waktu pemukiman ini berpusat
di Dente yang ditunjuk menjadi kepala kelompok, yaitu Hi. Syafe‟i yang
memimpin dan membawahi empat keturunan besar masing-masing terdiri dari:
a. Keturunan Ngebe (Ngebihi) Lang Negara.
b. Keturunan Batu Tembuh.
c. Keturunan Pangeran Jangkap.
d. Keturunan Empu Cangeh.
Asal usul Kampung Teladas, Penduduk yang mendiami daerah kawasan
Dente terdiri dari berbagai suku dan daerah asalnya, sebagaimana yang telah
diuraikan di atas, antara lain: Ngenihi Lang Negara; Batu Tembuh; Pangeran
Jangkap; dan Empu Cangeh; Namun atas kesadaran mereka bersama sehingga
dapat bersatu baik dalam bidang keagamaan (Islam) maupun dalam bidang
kemasyarakatan sehari-hari. Demi untuk kepentingan bersama maka dipandang
63
Dokumentasi Kantor Lurah Teladas Baru Kec. Dente Teladas, Tanggal 26 November 2018.
35
perlu bermusyawarah untuk memilih dan menunjuk seorang pemimpin dan
menyatukan pusat pemukiman maka atas hasil musyawarah memutuskan Hi.
Syafe‟i menjadi Tua-tua Kampung yang dipusatkan di Dente
meliputi/membawahi umbul-umbul sebagai berikut:
a. Sungai Bayan Way Seputih.
b. Sungai Burung.
c. Teluk Baru.
d. Sungai Nibung.
e. Mahabang/Gunung Bugam.
f. Kekatung/Gunung Kembang.
g. Dente/Tiyuh Tohow
h. Teluk Batin Dalem/Mesuji Lunik
i. Rantau Baru.
j. Teladas
Selaras dengan perkembangan Adat Istiadat Lampung – Tulang Bawang
Marga Empat, yang terdiri dari Marga Tegamoan, Marga Buwai Bulan, Marga
Buwai Aji, Marga Suway Umpu, maka seantero warga masyarakat di dalam
kawasan tersebut di atas termasuk dalam kawasan “ADAT MARGA EMPAT
TULANG BAWANG”. Untuk jelasnya bahwa kira-kira tahun 1901, terjadi upacara
Adat, yang lazim disebut Nyeteh Pepadun dari pusat Marga Tegamoan Kampung
Pagar Dewa Tohow dari Pepadun ST. JIMAT, oleh karena itu warga/Penyimbang
Kampung Teladas mayoritas terdiri dari Marga Tegamoan hingga sekarang.
36
Sejak saat itulah menurut hukum adat yang berlaku daerah Dente (Teladas)
diresmikan serta sah terlepas dari kekuasaan Marga Tegamoan Kampung Pagar
Dewa Tohow, selanjutnya diberi Hak dan kekuasaan untuk mendirikan Tiyuh
(Kampung) sendiri.
Dikarenakan faktor usaha dan mata pencaharian penduduk menetap di
berbagai tempat baik di daratan maupun di pantai dan sungai merupakan umbul-
umbul dan pedukuhan-pedukuhan masing-masing namun walaupun demikian
kesatuan dan persatuannya tetap terbina baik, selanjutnya juga tata kehidupan
semakin meningkat mampu hidup dari sumber lingkungan menurut usaha mereka
masing-masing. Dari sumber penghasilan masyarakat inilah dapat dikenal dan
mengenal hubungan dengan pedagang yang berdatangan pada waktu itu.
Akan tetapi dibalik keuntungan yang dirasakan, munculah musibah yang
berkepanjangan dari sekelompok bajak-laut yang dikenal dengan nama “BAJAU”
mengadakan perampokan secara keji dan membabi-buta di sepanjang
pantai/sungai memaksakan mengungsi berkumpul kembali ke daerah Dente,
disamping menghindar sambil menyusun pertahanan/perlawanan, menghadapi
kenyataan ini mereka menunjuk Hulu Balang yang memimpin peperangan itu
“PANGERAN SEMBAHYOW” untuk melawan/mengusir Bajau tersebut dari
sepanjang “Dente”. Setelah beberapa kali menghadapi serangan dari pihak lawan,
maka beliau tewas dalam pertempuran sehingga jenazahnya tidak dapat
diselamatkan oleh kawan-kawannya. Menurut sumber cerita/sejarahnya dibuang
di lautan.
37
Akibat dari kegagalan “Pangeran Sembahyow” sebaliknya kemenangan
berada dipihak Bajau, maka kelompok Bajau semakin mengganas membabi-buta
dan terus mendesak ke daratan melalui Sungai Kekatung/Gunung Kembang
menuju Dente. Sungai Kekatung/Gunung Kembang menuju ke arah Dente,
adapun arena pertempuran tersebut dikenal sampai sekarang dengan nama
“SAKAL BAJAU”. Sebagai tindak lanjut dari pertahanan dan perlawanan
masyarakat Dente, atas Rahmat Tuhan Yang Maha Esa mereka mengadakan
musyawarah dan mufakat untuk memilih Hulu Balang yaitu “ PANGERAN
JANGKAP” yang langsung memimpin pertempuran, maka terjadilah pada waktu
itu perang massal yang lebih dikenal dengan nama Perang Sakti. Dalam
pertempuran tersebut para korban berjatuhan baik pihak lawan maupun kawan,
yang pada akhirnya masyarakat yang dibawah pimpinan Pangeran Jangkap dapat
mengalahkan dan mengusir pihak Bajau tersebut dari daerah kawasan Dente dan
sekitarnya.
Setelah keadaan disekitarnya ternyata aman, barulah masyarakat
bermusyawarah untuk memindahkan pusat pemukiman ini ketempat yang lebih
lancar hubungannya dengan Kampung-Kampung yang lain. Justru karena itu pada
tahun 1883, berpindah ke suatu rantau membujur di sisi Sungai Tulang Bawang
yang pada saat itu disebut Tebing Teladas, maka oleh sebab itu sampai sekarang
dinamakan Desa Teladas baru atau yang lebih di kenal oleh masyarakat orang
setempat dengan sebutan Kampung Dente Teladas atau Kampung Teladas.
38
2. Sejarah Tulang Bawang64
Dalam sejarah kebudayaan dan perdagangan di nusantara, Tulang Bawang
digambarkan merupakan salah satu kerajaan tertua di Indonesia, disamping
kerajaan Melayu, Sriwijaya, Kutai, dan Tarumanegara. Meskipun belum banyak
catatan sejarah yang mengungkapkan keberadaan kerajaan ini, namun catatan
Cina kuno menyebutkan pada pertengahan abad ke-4 seorang pejiarah Agama
Budha yang bernama Fa-Hien, pernah singgah di sebuah kerajaan yang makmur
dan berjaya, To-Lang P‟o-Hwang (Tulang Bawang) di pedalaman pulau emas
Sumatera. Sampai saat ini belum ada yang bisa memastikan pusat kerajaan Tulang
Bawang, namun ahli sejarah Dr. J. W. Naarding memperkirakan pusat kerajaan ini
terletak di hulu Way Tulang Bawang (antara Menggala dan Pagardewa) kurang
lebih dalam radius 20 km dari pusat kota Menggala. Seiring dengan makin
berkembangnya kerajaan Che-Li-P‟o Chie (Sriwijaya), nama dan kebesaran
Tulang Bawang sedikit demi sedikit semakin pudar. Akhirnya sulit sekali
mendapatkan catatan sejarah mengenai perkembangan kerajaan ini.
Ketika Islam mulai masuk ke bumi nusantara sekitar abad ke-15, Menggala
dan alur sungai Tulang Bawang yang kembali marak dengan aneka komoditi,
mulai kembali di kenal Eropa. Menggala dengan komoditi andalannya Lada
Hitam, menawarkan harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan komoditi
sejenis yang didapat VOC dari Bandar Banten. Perdagangan yang terus
berkembang, menyebabkan denyut nadi Sungai Tulang Bawang semakin kencang,
64
Ibid.
39
dan pada masa itu kota Menggala dijadikan dermaga “BOOM“, tempat
bersandarnya kapal-kapal dari berbagai pelosok Nusantara, termasuk Singapura.
Perkembangan politik Pemerintahan Belanda yang terus berubah, membawa
dampak dengan ditetapkanya Lampung berada dibawah pengawasan langsung
Gubernur Jenderal Herman Wiliam Deandles mulai tanggal 22 November 1808.
Hal ini berimbas pada penataan sistem pemerintahan adat yang merupakan salah
satu upaya Belanda untuk mendapatkan simpati masyarakat.
Pemerintahan adat mulai ditata sedemikian rupa, sehingga terbentuk
Pemerintahan Marga yang dipimpin oleh Kepala Marga (Kebuayan). Wilayah
Tulang Bawang sendiri dibagi dalam 3 kebuayan, yaitu Buay Bulan, Buay
Tegamoan dan Buay Umpu (tahun 1914, menyusul dibentuk Buay Aji). Sistem
Pemerintahan Marga tidak berjalan lama, dan pada tahun 1864 sesuai dengan
Keputusan Kesiden Lampung No. 362/12 tanggal 31 Mei 1864, dibentuk sistem
Pemerintahan Pesirah. Sejak itu pembangunan berbagai fasilitas untuk
kepentingan kolonial Belanda mulai dilakukan termasuk di Kabupaten Tulang
Bawang. Pada zaman pendudukan Jepang, tidak banyak perubahan yang terjadi di
daerah yang dijuluki “Sai Bumi Nengah Nyappur” ini. Dan akhirnya sesudah
Proklamasi kemerdekaan RI, saat Lampung ditetapkan sebagai daerah
Keresidenan dalam wilayah Propinsi Sumatera Selatan, Tulang Bawang dijadikan
wilayah Kewedanaan.
Ketika terbentuknya/berdirinya Kabupaten Tulang Bawang pada tanggal 20
Maret 1997 yang disahkan melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1997 tentang
Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Tulang Bawang dan Kabupaten
40
Daerah Tingkat II Tanggamus (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997
Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3667) wilayah
Kabupaten Tulang Bawang pada saat itu memiliki wilayah terluas, 22% dari
wilayah Propinsi Lampung.65
Menyadari besarnya tantangan dan upaya percepatan pembangunan serta
memperpendek rentang kendali pelayanan publik di wilayah Sai Bumi Nengah
Nyapur ini, maka segenap elemen masyarakat dan sepenuhnya didukung oleh
Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang, Pada tahun 2008 Kabupaten Tulang
Bawang ini dimekarkan menjadi 3 (tiga) wilayah daerah otonom baru (DOB)
dengan Undang-Undang Nomor : 49 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Daerah
Otonomi Kabupaten Mesuji dan Undang-Undang Nomor : 50 Tahun 2008
Tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten Tulang Bawang Barat.
Setelah wilayah ini dimekarkan, saat ini Kabupaten Tulang Bawang
memiliki luas wilayah ± 4.385,84 Km2, yang tersebar dalam 15 wilayah
Pemerintahan Kecamatan, 4 Kelurahan dan 148 Kampung. Walaupun wilayah ini
telah dimekarkan, Kabupaten Tulang Bawang tetap memiliki beragam potensi
sumber daya alam dan keragaman budaya yang sangat potensial untuk
dikembangkan dalam upaya mencapai kesejahteraan segenap lapisan
masyarakat.66
65 http://tulangbawangkab.go.id/?page_id=1538. Di akses pada hari Rabu Tanggal 12 Desember
2018, 19:38 WIB. 66 Ibid.
41
Gambar 1
Peta Tulang Bawang
(Sumber: http://tulangbawangkab.go.id/?page_id=230)
Kecamatan yang ada di Kabupaten Tulang Bawang diantaranya:
a. Kecamatan Banjar Agung
b. Kecamatan Banjar Margo
c. Kecamatan Banjar Baru
d. Kecamatan Dente Teladas
e. Kecamatan Gedung Aji
f. Kecamatan Gedung Aji Baru
g. Kecamatan Gedung Meneng
h. Kecamatan Menggala
42
i. Kecamatan Meraksa Aji
j. Kecamatan Penawar Aji
k. Kecamatan Penawar Tama
l. Kecamatan Rawa Pitu
m. Kecamatan Rawajitu Selatan
n. Kecamatan rawajitu Timur
o. Kecamatan Rawajitu Utara
B. Aspek Geografis
Teladas Baru Kecamatan Dente Teladas adalah sebuah kecamatan di
Kabupaten Tulang Bawang, Lampung, Indonesia. Kecamatan Dente Teladas
beribukota di kampung Teladas + 76 Km dari Ibukota Kabupaten, merupakan
Kecamatan Pemekaran dari Kecamatan Gedung Meneng yang di sahkan dalam
Perda No. 01 Tahun 2007, memiliki luas wilayah 67.848,32 Ha atau 58 % dari
luas Kabupaten Tulang Bawang.67
Batas wilayah Kecamatan Dente Teladas pada sebelah:
1. Utara : Laut Jawa
2. Selatan : Kabupaten Lampung tengah
3. Barat : Kecamatan Gedung Meneng
4. Timur : Laut Jawa
67
https://id.wikipedia.org/wiki/Dente_Teladas,_Tulang_Bawang. Di askes pada Tanggal 14
Desember 2018, Pukul 16:49 WIB.
43
Gambar 2
Peta Dente Teladas
(sumber: https://trisnomarsa.blogspot.com/2015/02/peta-kecamatan-dente-teladas-
kabupaten.html?m=1)
Kecamatan Dente Teladas memiliki 12 Desa/Kampung yaitu:68
1. Kampung Pasiran Jaya
2. Kampung Bratasena Mandiri
3. Kampung Bratasena Adiwarna
4. Kampung Sungai Nibung
5. Kampung Mahabang
6. Kampung Kuala Teladas
7. Kampung Kekatung
68
Ibid.
44
8. Kampung Teladas
9. Kampung Way Dente
10. Kampung Dente Makmur
11. Kampung Pendowo Asri
12. Kampung Sungai Burung
C. Aspek Demografis
Teladas Baru dengan luas wilayah ± 5000 Ha merupakan salah satu
kampung di Kecamatan Dente Teladas bagian Kampung Tua/Induk terletak
dipesisir Sungai Tulang Bawang.69
1. Batas-batas wilayah Kampung Teladas Baru:
Sebelah Utara : Sungai Tulang Bawang
Sebelah Selatan : Dente Makmur
Sebelah Timur : Laut Jawa
Sebelah Barat : Gedung Meneng
2. Luas wilayah Kampung Teladas Baru 5000 ha terdiri dari:
Tinggi Tempat :115 mdpl
Tanah sawah : 1.950 ha
Tanah kering (tegal) : 550 ha
Perkebunan : 1.200 ha
Tanah Hutan : 900 ha
Tanah Tambak : 100 ha
Tanah Pasir : 300 ha
69 Dokumentasi Kantor Lurah Teladas Baru Kec. Dente Teladas Tanggal 28 November 2018.
45
3. Kependudukan
Berdasarkan Data Administrasi Pemerintah Kampung, jumlah penduduk
yang tercatat secara administrasi, jumlah total 3.224 jiwa. Dengan rincian
penduduk berjenis kelamin laki-laki berjumlah 1.667 jiwa, sedangkan berjenis
kelamin perempuan berjumlah 1.557 jiwa. Berkaitan dengan data jumlah
penduduk dapat dilihat pada Tabel berikut ini:
Tabel II
Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Kampung Teladas
Baru Tahun 201670
No Jenis Kelamin Jumlah
1 Laki-laki 1.667
2 Perempuan 1.557
Jumlah 3.224
Berdasarkan Tabel Administrasi Pemerintah Kampung Teladas Baru diatas,
jumlah penduduk yang tercatat secara administrasi, jumlah total 3.224 jiwa.
Dengan rincian penduduk berjenis kelamin laki-laki berjumlah 1.667 jiwa,
sedangkan berjenis kelamin perempuan berjumlah 1.557 jiwa.
4. Agama
Dalam perspektif agama, masyarakat di Kampung Teladas Baru termasuk
kategori masyarakat yang mendekati homogen. Hal ini dikarenakan sebagian
besar masyarakat Teladas beragama Islam. Secara kultural, pegangan agama ini
70
Ibid
46
didapat dari hubungan kekeluargaan atau kekerabatan yang kental di antara
mereka. Selain itu perkembangan agama berkembang berdasarkan turunan dari
orang tua ke anak dan kecucu. Hal inilah yang membuat agama islam
mendominasi agama di Kampung Teladas.
Informasi yang diperoleh melalui wawancara mendalam dari tokoh-tokoh
tua, bahwa selama ini pola-pola hubungan antar masyarakat masih banyak
dipengaruhi oleh kultur organisasi islam, seperti NU atau Muhammadiyah.
Meskipun begitu, situasi kondusif selama ini dapat tercipta dan terjaga walaupun
ada sebagian kecil masyarakat di Kampung Teladas memeluk agama di luar
agama Islam, seperti Katholik, Kristen, atau Hindu. Jumlah penduduk Kampung
Teladas berdasarkan agama dan jumlah tempat ibadah dapat dilihat dalam Tabel-
tabel berikut ini:
Tabel III
Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama Kampung Teladas Baru Tahun 2016
No Agama Jumlah
1. Islam 3162
2. Katholik -
3. Kristen 20
4. Hindu 40
5. Budha 2
Jumlah 3224
Sumber : Data Dinding Kampung Teladas, Kecamatan Dente Teladas, Juni 2016
47
Tabel IV
Jumlah Tempat Ibadah Kampung Teladas Baru Tahun 2016
No Agama Jumlah
1. Masjid 5
2. Pura 1
3. Gereja 0
4. Wihara 0
Jumlah 6
Sumber : Data Dinding Kampung Teladas, Kecamatan Dente Teladas, Juni 2016
D. Aspek Perekonomian
Secara umum mata pencaharian yang dijadikan sebagai sumber
perekonomian warga masyarakat Teladas Baru dapat teridentifikasi ke dalam
beberapa bidang mata pencaharian, seperti: Nelayan, buruh nelayan, petani, buruh
tani, PNS, karyawan swasta, pedagang, wiraswasta, pensiunan, buruh
bangunan/tukang, dan peternak.71
Jumlah penduduk di desa Teladas Baru
berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel berikut ini:
71 Dokumentasi Kantor Lurah Teladas Baru Kec. Dente Teladas, Tanggal 26 November 2018
48
Tabel V
Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian Teladas Baru Tahun 201672
No
Jenis Pekerjaan
Jumlah
1. Petani 253
2. Buruh 235
3. PNS/TNI/POLRI 4
4. Pedagang 60
5. Wirausaha 15
8. Tukang 43
7. Nelayan 358
Jumlah 968
Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa warga masyarakat di
Teladas Baru memiliki alternatif pekerjaan selain sektor perikanan dan pertanian.
Setidaknya karena kondisi lahan pertanian mereka sangat tergantung dengan curah
hujan alami. Di sisi lain, air irigasi yang ada tidak dapat mencukupi untuk
kebutuhan lahan pertanian di Teladas Baru secara keseluruhan terutama ketika
musim kemarau. Sehingga mereka pun dituntut untuk mencari alternatif pekerjaan
lain.
72
Ibid.
49
E. Aspek Pemerintahan
1. Pembagian Wilayah
Dengan luas wilayah 5.000 Ha Kampung Teladas terdiri dari :
Dusun : 7 Dusun
Rukun Tetangga : 25 RT
2. Struktur Organisasi Pemerintah Teladas Baru
Berikut struktur organisasi pemerintah desa Teladas Baru dan nama para
aparat pemerintah:
Struktur Organisasi Pemerintah Teladas Baru tahun 2016
KADUS
VI
KADUS
V
KADUS
IV
KADUS
III
KADUS
II
BENDAHARA STAF
KADUS
I
KAUR
PEMERINTAHAN
KAUR
PEMBANGUNAN
KAUR
UMUM
KADUS
VII
4 RT 2 RT 2 RT 5 RT 3 RT 6 RT
KEPALA KAMPUNG
SEKRETARIS
3 RT
50
Tabel VI
Daftar Nama Aparat Pemerintah Kampung Teladas Baru Tahun 2016
No Nama Jabatan
1. ABDUL MAJID Kepala Kampung
2. AMANTI THAYIB Sekretaris Kampung
3. FAJAR WAHYUDI Bendahara
4. SYAIFUL ANWAR Staf
5. JAMALUDIN Kepala Urusan Pemerintah
6. IBRAHIM ANWAR Kepala Urusan Umum
7. SAID TAMBUH Kepala Urusan Pembangunan
8. ANWAR. AS Kadus I ( Teladas Udik )
9. ISAK Kadus II ( Teladas Tengah )
10. SEPRIYADI Kadus III ( Teladas Ilir )
11. AGUS CIK Kadus IV ( Teladas baru )
12. HI. WETTO Kadus V ( Teladas Lestari )
13. KASBANI Kadus VI ( Marga Jaya )
14. PURWANTO Kadus VII ( Marga Indah )
15. WAHID. CA RK I RT 1
16. SOMAT RK I RT 2
17. SULAIMAN RKI RT 3
18. SAHRI SENEN RKI RT 4
19. NURYADI RK II RT 1
20. PADLI RK II RT 2
21. MURSALIN. MZ RK III RT 1
22. SUHAILI RK III RT 2
23. BAMBANG. S RK IV RT 1
24. JUMIRIN RK IV RT 2
25. WINARTO RK IV RT 3
26. SRIYONO RK IV RT 4
27. SAMSUL BAHRI RK IV RT 5
28. AMBO DALLE RK V RT 1
29. SARIFUDIN RK V RT 2
51
30. AAN SATRIANSYAH RK V RT 3
31. AHMAD RIYADI RK VI RT 1
32. WANDI RK VI RT 2
33. RIYANTO RK VI RT 3
34. SIRUN RK VI RT 4
35. ABU TALIB RK VI RT 5
36. GUSTI SANDI RK VI RT 6
37. DWI ARI SUSANTO RK VII RT 1
38. NURSODIK RK VII RT 2
39. S. ARIFIN RK VII RT 3
(Sumber:Dokumentasi Kantor Lurah Teladas Baru Kec. Dente Teladas 2016)
Tabel VII
Daftar Nama Anggota Badan Permusyawaratan Kampung (BPK) Kampung
Teladas Baru Tahun 2016
No Nama Jabatan
1. SODRI. AS Ketua
2. CAPLI Wakil Ketua
3. DADANG IRAWAN Sekretaris
4. MURSAD Anggota
5. SUWANDI Anggota
6. KADIR Anggota
7. SUKANDAR Anggota
8. ARIS RAHMAN Anggota
9. SAPRI SAHIDIN Anggota
(Sumber:Dokumentasi Kantor Lurah Teladas Baru Kec. Dente Teladas 2016)
52
Berdasarkan Tabel diatas bahwa Para aparat pemerintahan mempunyai
tugas masing-masing yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan desa
tersebut. Selaku pemangku kepentingan, yaitu pihak-pihak yang berkepentingan
yang mengatasi permasalahan dan pihak yang akan terkena dampak hasil
perencanaan pembangunan di kampung antara lain:
a. Pemerintahan Kampung, adalah Kepala Kampung dan Perangkat
Kampung sebagai unsur penyelenggaraan pemerintah Kampung.
b. Badan Permusyawaratan Kampung (BPK), adalah lembaga yang
merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan
kampung.
c. Lembaga Kemasyarakatan atau yang disebut dengan nama lain adalah
lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai kebutuhan mitra
pemerintah kampung dalam memperdayakan masyarakat, antara lain:
LPMK (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kampung)
1) POKMAS
2) POSDAYA
3) RT (Rukun Tetangga)
d. Tokoh Masyarakat adalah tokoh adat, tokoh agama, tokoh wanita, tokoh
pemuda dan pemuka-pemuka masyarakat lainnya.
e. Lembaga kemasyarakatan lain:
1) PKK (Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga)
2) Karang Taruna
3) Kelompok Tani
4) Kelompok Nelayan
53
f. SKPD ( Satuan Kerja Pemerintah Daerah ) Kab. Tulang Bawang yang
berkaitan langsung dengan program pembangunan dan pemberdayaan
Masyarakat Pedesaan.
Secara umum pelayanan pemerintahan Kampung Teladas kepada
masyarakat cukup memuaskan. Dalam beberapa sesi wawancara langsung dengan
masyarakat Kampung Teladas yang dipilih secara acak, terungkap bahwa dalam
memberikan pelayanan pengurusan administrasi kependudukan, pertanahan, dan
lain-lain dikerjakan dengan cepat dan dilayani selama 24 jam baik pelayanan pada
jam kerja di kantor maupun di luar jam kerja di rumah kepala kampung, sekretaris
kampung atau perangkat kampung lainnya.73
73 Dokumentasi Kantor Lurah Teladas Baru Kec. Dente Teladas, Tanggal 28 November 2018.
54
BAB IV
PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Penentuan serta Kedudukan Tanah sebagai Mahar dalam Adat
Perkawinan Suku Bugis di Teladas Baru, Kecamatan Dente Teladas
Kabupaten Tulang Bawang
Adat merupakan wujud ideal dari kebudayaan yang berfungsi sebagai tata
kelakuan.74
Kebudayaan terdiri atas berbagai pola, bertingkah laku mantap,
pikiran, perasaan dan reaksi yang diperoleh dan terutama ditirukan oleh simbol-
simbol yang menyusun pencapaiannya secara tersendiri dari kelompok-kelompok
manusia, termasuk di dalamnya perwujudan benda-benda materi, pusat esensi
kebudayaan terdiri atas tradisi cita-cita atau paham, dan terutama keterkaitan
terhadap nilai-nilai.75
Dipandang dari sisi kebudayaan, maka perkawinan merupakan tatanan
kehidupan yang mengatur kelakuan manusia. Selain itu perkawinan juga mengatur
hak dan kewajiban serta perlindungannya terhadap hasil-hasil perkawinan yaitu
anak-anak, kebutuhan seks (biologis), rasa aman (psikologis), kebutuhan
ekonomi, dan lain-lain.
Sama halnya dengan masyarakat Bugis yang berada di Teladas Baru,
Perkawinan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan manusia.
74 Koentjaningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan (Jakarta: PT. Gramedia, 2008), Cet
ke-23 , hlm 1. 75
M. Munandar Soelaeman, Ilmu Budaya Dasar, (Jakarta: PT.Refika Aditama, 1998), Edisi 3, Cet.
ke-6 hlm 11.
55
Sistem perkawinan di Teladas Baru sangat kental dengan adat bugis yang berlaku
di daerah tersebut, dan dikenal sebagai salah satu perkawinan yang kompleks,
karena mempunyai rangkaian prosesi yang sangat panjang dan syarat-syarat yang
sangat kental ini tidak lepas dari budaya yang berlaku di suku bugis Teladas Baru.
Masyarakat Bugis Teladas Baru mempunyai Tahapan-tahapan acara serta prosesi
upacara yang harus dilakukan sebelum hingga terlaksanannya perkawinan, yaitu:
1. Tahap Menjodohkan
Proses paling awal menuju perkawinan dalam adat Bugis adalah
perjodohan. Orang Bugis Teladas Baru pada umumnya mempunyai
kecenderungan memilih jodoh dari lingkungan keluarga sendiri karena dianggap
sebagai hubungan perkawinan atau perjodohan yang ideal.
2. Mammanu‟-manu‟ (penjajakan)
Mammanu‟-manu‟ (penjajakan) atau biasa juga disebut mappese‟-pesse‟,
mattiro, atau mabbaja laleng adalah suatu kegiatan penyelidikan yang biasanya
dilakukan secara rahasia oleh seorang perempuan dari pihak laki-laki untuk
memastikan apakah gadis yang telah dipilih sudah ada yang mengikatnya atau
belum. Dari hasil penyidikan, apabila diketahui calon mempelai belum ada yang
meminang, maka tahap yang dilakukan selanjutnya adalah melakukan lamaran.
prosesi ini pada prinsipnya sejalan dengan tuntutan Islam dalam Peminangan.
Berkenaan dengan ini, Allah SWT berfirman dalam Al-Qur‟an surah Al-
Baqarah ayat 235:76
76
Al- Baqarah (2): 235
56
ٱللو عي فصؾ ف أ نخ ؽ
و أ
خطتث ٱىنصاء أ ا عروضخ ةۦ ػي اح عييؾ ول ج
ول تلزم لروفا و ل ك ا ن تلل أ ا إلو و س اعدو ؾ لو ح و ول شخذنرون وؾ
عل أ دة ا
فٱحذروه وٱ فصؾا ف أ يلي نو ٱللو
أ ا ۥ وٱعي جي
يتيغ ٱىهتب أ نو ٱلنكح حتو
أ ا عي
غفر حيي ٱللو
“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran
atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah
mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu
janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali
sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma‟ruf. Dan janganlah
kamu berazam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis „iddahnya.
Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka
takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyantun”.
3. Madduta atau Massuro (meminang)
Massuro Artinya pihak laki-laki mengutus beberapa orang terpandang,
baik dari kalangan keluarga maupun selain keluarga, untuk menyampaikan
lamaran kepada pihak keluarga gadis. Utusan itu harus orang yang dituakan dan
tau seluk beluk Madduta. Ia harus pandai membawa diri agar keluarga si gadis
tidak merasa tersinggung. Tahap ini adalah kelanjutan dari tahap Mappese‟-
pesse‟.
4. Mappassiarekeng (mengukuhkan kesepakatan)
Kata Mappassiarekeng, artinya mengikat dengan kuat. Upacara ini bisa
disebut pula Mappettu ada. Mappasiarekeng Berarti mengukuhkan kembali
kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya. Acara ini dilaksanakan di
57
tempat mempelai perempuan. Pada saat inilah akan dibicarakan secara terbuka
segala sesuatu terutama mengenai hal-hal yang prinsipil. Ini sangat penting karena
kemudian akan diambil kesepakatan atau mufakat bersama, kemudian dikuatkan
kembali keputusan tersebut (mappasiarekeng). Pada saat Mappettu ada akan
disepakati beberapa perjanjian, diantaranya:77
1) Mahar / Sompa
Mahar/Sompa adalah barang pemberian dapat berupa uang atau harta
dari mempelai laki-laki untuk memenuhi syarat sahnya pernikahan.
Besarnya sompa telah ditentukan menurut golongan atau tingkatan derajat
gadis.
2) Uang Acara / Dui menre‟
Dui menre‟ adalah sejumlah uang yang akan diserahkan oleh pihak
laki-laki pada pihak perempuan. Hal ini dilakukan oleh pihak perempuan
untuk mengetahui kerelaan atau kesanggupan berkorban dari pihak laki-laki
sebagai perwujudan keinginannya untuk menjadi anggota keluarga. Dui
menre‟ ini akan digunakan oleh pihak perempuan dalam rangka membiayai
pesta pernikahannya. Besarnya jumlah uang belanja ditetapkan berdasarkan
aturan adat namun kadang sesuai permintaan keluarga perempuan, bisa juga
berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
3) Penentuan hari nikah /Tanra Esso
Penentuan hari pernikahan (tanra esso) atau penentuan saat akad
nikah biasanya disesuaikan dengan penanggalan berdasarkan tanggal dan
77
Daniel Javar, Penetapan Mahar Pada Suku Bugis Dalam Pandangan Islam. Skripsi Mahasiswa
Fakultas Syariah Jurusan Hukum Keluarga IAIN Salatiga. (2017).
58
bulan Islam. Setelah mengetahui hari pelaksanaan akad nikah (menre‟
botting) dengan sendirinya prosesi adat lainnya seperti malam pembersihan
diri, malam pacar atau mappacci, (tudampenni, wenni mappacci) serta
mapparola (mengunjungi keluarga mempelai pria) sudah diketahui pula.
Upacara mappacci, pada malam tudampenni, atau malam pacar biasanya
dilakukan sehari atau beberapa hari sebelum hari pernikahan. Sedangkan
mapparola dilakukan sehari atau beberapa hari setelah hari pernikahan
dilangsungkan.
5. Mappaisseng dan mattampa (Menyebarkan Undangan)
Setelah kegiatan madduta atau peminangan telah selesai dan menghasilkan
kesepakatan, maka kedua pihak keluarga calon mempelai akan menyampaikan
kabar mengenai pernikahan ini, bisaanya yang diberi tahu adalah keluarga yang
sangat dekat, tokoh masyarakat yang dituakan, serta tetangga-tetangga dekat,
berhubung mereka inilah yang akan mengambil peran terhadap kesuksesan semua
rangkaian upacara perkawinan ini.
Dalam Islam Mappaisseng disebut I‟lan (mengumumkan pernikahan).
I‟lan nikah bertujuan untuk mengumumkan dan memberitahukan kepada
masyarakat setempat bahwa si anu telah menikah dengan si anu, sekaligus hendak
berbagi kebahagiaan antara pengantin dengan masyarakat setempat.
Mengumumkan suatu pelaksanaan upacara termasuk pernikahan sangat
dianjurkan, karena bukan hanya berfungsi sebagai bentuk silaturahmi tetapi juga
memiliki fungsi antara lain untuk memberitakan kepada masyarakat mengenai
perubahan tingkat hidup yang telah dicapai seseorang agar tidak menimbulkan
59
fitnah dikemudian hari. Bagi semua masyarakat mengumumkan upacara
pernikahan dianggap penting karena merupakan upacara peralihan dari tingkat
hidup remaja ke tingkat hidup berkeluarga.
6. Mappatettong sarapo atau baruga (mendirikan bangunan)
Mappatettong sarapo adalah mendirikan bangunan tambahan untuk tempat
pelaksanaan acara perkawinan. Sarapo adalah bangunan tambahan yang didirikan
di samping kiri/kanan rumah induk sedangkan baruga adalah bangunan tambahan
yang didirikan terpisah dari rumah induk.
7. Mappassau Botting dan Cemme Passili (merawat dan memandikan pengantin)
Mappasau atau mandi uap yaitu perawatan pengantin (ripasau/mappasau).
Bisaanya perawatan ini dilakukan di rumah mempelai wanita sebelum hari H
perkawinan 3 atau 7 hari berturut-turut namun saat ini bisaanya hanya dilakukan 1
kali saja pada saat sebelum kegiatan mappacci. Ripasau atau mappasau ini
dilakukan pada satu ruangan tertentu yang terlebih dahulu dipersiapkan dengan
memasak berbagai macam ramuan yang terdiri dari daun sukun, daun coppeng
(sejenis buah blueberry), daun pandan, kemiri 1 buah, cengkeh 18 biji, bunga
melati dan akar-akaran yang harum dalam belanga yang besar. Namun, sebelum
kegiatan ini, terlebih dahulu pengantin memakai bedak basah atau lulur yang
terdiri atas beras yang telah direndam dan telah ditumbuk halus bersama kunyit
dan akar-akaran yang harum ditambah dengan rempah-rempah. Ramuan ini
kemudian dilulurkan ke seluruh permukaan badan. Ramuan yang terdapat dalam
belanga member arti sennaureng (harapan) sebagai doa semoga mempelai dapat
hidup rukun.
60
8. Mappanre Temme (khatam al-Quran)
Mappanre Temme (khatam al-Quran) dan pembacaan barzanji dilaksanakan
Sebelum memasuki acara mappaci, terlebih dilakukan acara khatam al-Quran dan
pembacaan barzanji sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT dan
sanjungan kepada Nabi Muhammad SAW.
9. Mappacci atau Tudammpenni (mensucikan diri)
Tahap ini adalah upacara adat mappacci yang dilaksanakan pada waktu
tudampenni, menjelang acara akad nikah/ijab qabul keesokan harinya. Upacara
mappacci adalah salah satu upacara adat Bugis yang dalam pelaksanaannya
menggunakan daun pacar atau Pacci. Sebelum kegiatan ini dilaksanakan bisaanya
dilakukan dulu dengan mappanré temme (khatam Al-Qur‟an) dan barazanji. Daun
pacci ini dikaitkan dengan kata paccing yang maknanya adalah kebersihan dan
kesucian. Dengan demikian pelaksanaan mappacci mengandung makna akan
kebersihan raga dan kesucian jiwa.
10. Mappenre Botting (mengantar pengantin)
Mappenre Botting Merupakan kegiatan mengantar pengantin laki-laki ke
rumah pengantin perempuan untuk melaksanakan akad nikah. Mempelai Pria
diantar ole iring-iringan diantaranya indo‟ botting, dua orang Paseppi
(pendamping Mempelai) yang terdiri dari anak laki-laki, Beberapa kerabat, atau
orang tua sebagai saksi-saksi pada acara akad nikah, pembawa hadiah dan lain-
lain.
11. Akad Nikah
61
Acara akad nikah dimulai dengan pembacaan ayat suci Al-Qur‟an yang
dilanjutkan dengan pemeriksaan berkas pernikahan, penandatanganan berkas
dan juga serah terima mahar/sompa. Pihak yang bertandatangan adalah
pengantin laki-laki, pengantin perempuan, wali dan 2 orang saksi. Kemudian
dilanjutkan dengan penyerahan perwalian dari orang tua atau wali pengantin
perempuan kepada imam Kampung/penghulu yang akan menikahkan jika orang
tua mempelai perempuan mewalikan anaknya. Pengantin laki-laki duduk bersila
siap melaksanakan akad nikah. Pengantin laki-laki dibimbing oleh imam untuk
menjawab pertanyaan imam, setelah merasa cukup maka ijab kabulpun
dilaksanakan. Beberapa bacaan yang diucapkan oleh imam harus diikuti oleh
pengantin laki-laki seperti: istigfar, syahadatain, shalawat, lalu ijab qabul.
Proses ijab qabul ini biasanya diulang 2-3 kali untuk memperjelas
ketepatan jawaban laki-laki. Setelah itu pengantin laki-laki membaca sighat
taklik talak. Selama proses ini mempelai perempuan tetap berada di dalam
kamar pengantin.
Gambar 3
Proses Akad Nikah di Teladas Baru
12. Mappasikarawa atau mappasiluka (persentuhan pertama)
62
Setelah akad nikah selesai maka dilanjutkan dengan acara mappasikarawa
(menyentuh). Acara ini merupakan kegiatan mempertemukan mempelai laki-laki
dengan pasangannya. Pengantin laki-laki diantar oleh seseorang yang dituakan oleh
keluarganya menuju kamar pengantin. Kegiatan ini bisaa disebut juga dengan
mappalettu nikka. Setiba di kamar, oleh orang yang mengantar menuntun pengantin
laki-laki untuk menyentuh bagian tertentu dari tubuh pengantin perempuan. Ada
beberapa variasi bagian tubuh yang disentuh, antara lain:
a. Ubun-ubun, bahkan menciumnya agar laki-laki tidak diperintah oleh istrinya.
b. Bagian atas dada, agar kehidupan keluarga dapat mendatangkan rezeki yang
banyak seperti gunung.
c. Jabat tangan atau ibu jari, diharapkan nantinya kedua pasangan ini saling
mengerti dan saling memaafkan
13. Pesta Tudang Botting
Setelah akad perkawinan berlangsung, biasanya diadakan acara resepsi
(walimah) dimana semua tamu undangan hadir untuk memberikan doa restu dan
sekaligus menjadi saksi atas pernikahan kedua mempelai agar mereka tidak
berburuk sangka ketika suatu saat melihat kedua mempelai bermesraan.
Teladas Baru merupakan salah satu daerah yang terletak di Kecamatan
Dente Teladas, yang mana masyarakat Suku Bugis yang menetap di daerah
tersebut tumbuh dengan budaya dan peradaban tersendiri. Salah satu kebudayaan
yang ada di Teladas Baru yang masih sangat kental dengan tradisi pernikahannya
seperti adanya mahar berupa tanah atau yang lebih dikenal dengan Sompa Tanah.
63
Tradisi ini sudah ada sejak dulu dan masih berlangsung hingga saat ini yang sudah
mengakar layaknya kepercayaan.
Adat Sompa Tanah sebagai mahar ini adalah pemberian dari seorang suami
terhadap wanita yang akan dinikahi sesuai dengan kesepakatan antara kedua belah
pihak atau dengan kata lain Sompa merupakan mahar (dalam Islam), yang berupa
uang atau benda sebagai salah satu syarat sahnya perkawinan. Yang mana jumlah
sompa ini sebagaimana yang diucapkan mempelai laki-laki pada saat akad nikah,
dan menurut ketentuan adat jumlahnya bervariasi menurut tingkatan strata sosial
atau tingkatan sosial seseorang.78
Berdasarkan dari penjelasan diatas, bahwa didalam masyarakat suku Bugis
khususnya di Teladas Baru Sompa itu ditetapkan sesuai dengan status sosial
wanita tersebut. Lapisan sosial masyarakat sebagai pembeda kadar tingkat sosial
yang dimaksud yaitu: garis keturunan, kekayaan, jenis pekerjaan, tingkat
pendidikan dan lain-lain. Masyarakat Bugis Teladas Baru pada umumnya Sompa
yang diberikan kepada wanita yang akan dinikahi yaitu berupa barang yang
berharga, seperti sawah, tanah, kebun, tanah darat (tanah kosong) dan perumahan.
Sompa sebagai Mahar tersebut cenderung ditentukan berdasarkan strata sosial
pengantin perempuan, tetapi strata sosial di sini tidak hanya disebabkan oleh
karena ia keturunan bangsawan, tetapi dapat juga disebabkan karena pihak
perempuan berasal dari orang berada, mempunyai jabatan, jenis pekerjaan ataupun
jenjang pendidikan yang telah ditempuh.79
78 Wawancara dengan Tini. Masyarakat di Teladas Baru Kec. Dente Teladas, Tulang Bawang
Tanggal 19 November 2018. 79
Nurlia Dan Nurasiah, Sunrang Tanah sebagai Mahar untuk Meningkatkan Indentitas Diri
Perempuan dalam Perkawinan Bugis, Jurnal Dakwah Tabligh, Volume 18, Nomor 1, 2017, hlm. 3
64
Mayoritas Suku Bugis di Teladas Baru lebih mengutamakan Sompa berupa
tanah secara langsung daripada memberikan Sompa dalam bentuk Uang. Hal ini
nampak pada Tabel dibawah ini:
Tabel VII
Sompa Tanah Yang diberikan dalam Perkawinan Suku Bugis Teladas Baru
Tahun 2017 dan 2018
No Nama Pasangan Wali Nikah Tahun
Menikah
Sompa (Mahar)
1. Amir dan Kasma Ahmad Tang
(Ayah Kasma)
2017 2 Hektar Tanah
Kosong
2. Anwar dan Vita Sunardi
(Ayah Vita)
2018 1 Hektar Sawah
3. Assek & Annisa Suhak (Ayah
Annisa)
2018 1 Hektar Sawah
4. Coktang & Fitri Bahek (Paman
Fitri)
2018 1 Hektar Tanah
Kosong
Berdasarkan tabel diatas yang penulis dapatkan dari informan, yaitu Daeng
Talebbi selaku ketua adat bugis di Teladas Baru dan Saing selaku tokoh adat
65
Teladas Baru. Daeng Talebbi menjelaskan bahwa masyarakat bugis di Teladas
Baru menentukan Sompa Tanah sebagai mahar dalam perkawinan dikarenakan
masyarakat bugis di daerah tersebut kebanyakan berprofesi sebagai petani
sehingga ini menjadi alasan mengapa Sompa Tanah sebagai salah satu syarat
wajib dalam melangsungkan perkawinan. Selain itu, ukuran luasnya tanah juga
dijadikan sebagai tingkatan strata sosial masyarakat di daerah Teladas Baru.80
Kemudian, Saing juga menjelaskan Sompa Tanah ini merupakan mahar yang
berbentuk tanah yang tidak bisa diganti dengan benda lain ataupun uang, Sompa
Tanah ini merupakan kewajiban bagi pihak calon mempelai laki-laki kepada
mempelai perempuan. Apabila ini tidak terpenuhi maka pernikahan akan
mengakibatkan kegagalan. Bagi mereka, tanah merupakan simbol
penghidupannya atau sumber mata pencahariannya. Di tanah itulah mereka
mencari nafkah dan ditanah itu jugalah mereka berasal dan akan kembali kepada
tanah. Artinya mereka mayoritas petani sehingga tanah ini merupakan simbol
penghidupannya dan manusia diciptakan dari tanah dan akan kembali kepada
tanah ketika meninggal.81
Penentuan jumlah mahar (Sompa) dalam perkawinan memang sering
menjadi perdebatan dikalangan masyarakat khususnya masyarakat Teladas Baru,
karena hal ini merupakan suatu yang memang harus ada dalam suatu perkawinan,
akan tetapi dalam penetuannya ditentukan sesuai dengan kesepakatan kedua belah
80 Wawancara dengan Daeng Talebbi. Ketua Adat di Teladas Baru Kec.Dente Teladas, Tulang
Bawang. Tanggal 24 November 2018. 81 Wawancara dengan Saing, Tokoh Adat di Teladas Baru Kec.Dente Teladas, Tulang Bawang.
Tanggal 20 November 2018.
66
pihak dan terkadang juga melihat struktur dari keturunan keluarga masing-masing
dalam lingkungan masyarakat, tetapi itu hanya sebagian kecil yang lebih dominan
penentuan jumlah mahar (Sompa) dalam perkawinan masyarakat itu sesuai dengan
kemampuan dan kesepakatan bersama kedua belah pihak. Di dalam peraturan adat
bugis, bagi laki-laki yang mempunyai keturunan bangsawan diperbolehkan
menikah dengan perempuan biasa. Sedangkan bagi perempuan keturunan
bangsawan tidak boleh menikah dengan laki-laki biasa. Apabila laki-laki
bangsawan menikah dengan perempuan biasa, maka status kebangsawan laki-laki
tersebut akan dapat terjaga. Sedangkan bagi perempuan keturunan bangsawan
yang menikah dengan laki-laki biasa, maka status kebangsawanan dari perempuan
tersebut akan jatuh. 82
Berdasarkan uraian diatas, hal tersebut pun berlaku pada masyarakat Bugis
Teladas Baru yang mana dalam adat perkawinan, hal yang akan menjadi sorotan
dan menjadi bahan pembicaraan adalah seberapa besar atau luas mahar yang
diberikan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan. Pada aspek inilah yang
akan menjadi buah bibir di masyarakat sekitar tempat tinggal mereka. Karena
pada dasarnya keluarga calon mempelai perempuan akan merasa terhormat dan
merasa bangga ketika menikahkan anaknya lantas Sompa Tanah yang diberikan
calon mempelai laki laki tergolong tinggi sehingga secara otomatis status sosial
mereka naik kelas seiring dengan adanya Sompa Tanah tersebut.
82
Wawancara dengan Aripin. Masyarakat di Teladas Baru Kec. Dente Teladas, Tulang Bawang.
Tanggal 19 November 2018.
67
Mengacu pada pendapat masyarakat bahwa Sompa Tanah sebagai mahar
dalam perkawinan itu sangat penting kedudukannya, sebab hal tersebut
merupakan merupakan faktor utama dalam dilangsungkannya suatu perkawinan,
lebih lanjut mahar (Sompa) penting kedudukannya dalam suatu perkawinan
karena hal ini sangat berperan penting, dan mahar (Sompa) hal ini apabila tidak
ada pada saat akan dilangsungkan ijab qabul, maka perkawinan itu dianggap tidak
sah apabila tidak menyebutkan mahar yang akan diberikan pihak calon mempelai
laki-laki kepada pihak calon mempelai perempuan. Hal ini dikuatkan dengan
pernyataan Daeng Patappa selaku masyarakat:
Kedudukan mahar (Sompa Tanah) dalam perkawinan masyarakat Teladas Baru
sangatlah penting, karena ini wajib dan harus ada, sebab sudah menjadi kebiasaan
masyarakat di Teladas Baru yang apabila ada suatu perkawinan harus ada hal
tersebut.83
Berdasarkan penjelasan di atas bahwa Sompa Tanah sudah menjadi
kebiasaan di Teladas Baru dan berlangsung hingga saat ini. Sompa Tanah
merupakan hal wajib yang harus dipenuhi oleh seorang laki-laki ketika akan
melangsungkan pernikahan. Selain itu, Sompa Tanah bagi masyarakat Teladas
Baru memiliki nilai yang tinggi karena tanah merupakan suatu hal yang tidak
dapat dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari di dalam masyarakat. Dengan
demikian, kedudukan Sompa Tanah sebagai mahar dalam adat perkawinan suku di
Teladas Baru adalah sebagai sumber mata pencaharian dan sebagai simbol
tingginya strata sosial di masyarakat.
83
Wawancara dengan Daeng Patappa. Masyarakat di Teladas Baru Kec. Dente Teladas, Tulang
Bawang. Tanggal 24 November 2018.
68
Memberikan Sompa Tanah sebagai Mahar sejatinya merupakan perbuatan
yang baik. Karena hal tersebut tidak menyalahi aturan-aturan yang ada dalam
hukum Islam. Selain itu juga, tanah yang dijadikan mahar bukanlah merupakan
barang atau benda-benda yang diharamkan dalam hukum Islam. Hanya saja dalam
penentuannya terkadang memberatkan pihak laki-laki untuk melangsungkannya
perkawinan. Dengan demikian Sompa Tanah dianjurkan untuk tidak
memberatkan, karena perkawinan sebagai Sunnah Nabi hendaknya dilakukan
penuh kesederhanaan dan tidak tidak berlebih-lebihan sehingga tidak ada unsur
pemborosan di dalamnya karena Islam sangat menetang pemborosan. Hal ini
sejalan dengan Firman Allah SWT dalam Qs.Al A‟Raf: 31.84
ول تسف ا ب وٱش مصجد وكا عد ك زينخؾ م خذوا تن ءا ۥ ل يب ي إو ا
سػين ٱل
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki)
masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”
B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sompa Tanah Sebagai Mahar dalam
Adat Perkawinan Suku Bugis di Teladas Baru, Kecamatan Dente
Teladas Kabupaten Tulang Bawang.
84
Al-A‟raf (7):31.
69
Hukum adat adalah sistem hukum yang dikenal dalam lingkungan
kehidupan sosial yang mana peraturan- peraturan hukumnya tidak tertulis dan
tumbuh serta berkembang dimasyarakat. Kemudian, peraturan hukum tersebut
dipatuhi dan ditaati oleh masyarakat setempat, yang apabila bagi mereka yang
melanggarnya dikenakan sanksi. Karena itu, Hukum yang terdapat di masyarakat
menjadi cerminannya, hal ini dikarenakan kebudayaan memiliki corak sendiri,
mempunyai cara berpikir sendiri, maka hukum di dalam tiap masyarakat sebagai
salah satu cerminan masyarakat yang bersangkutan. Begitupun hukum adat di
Indonesia. Seperti halnya dengan semua hukum-hukum dibagian lain dunia ini,
maka hukum adat itu senantiasa tumbuh dari sesuatu kebutuhan hidup yang nyata,
cara hidup dan pandangan hidup keseluruhannya merupakan budaya masyarakat
tempat hukum adat itu berlaku. Disisi lain, karena adat merupakan wujud ideal
dari kebudayaan yang berfungsi sebagai tata kelakuan.
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang serba agamis/religius, oleh
karenanya walaupun negara bukan negara agama, tapi tak dapat dielakkan bahwa
Indonesia adalah negara keagamaan, negara yang memperhatikan agama, bukan
negara sekulerisme85
yang hanya mengurus keduniawian saja. Jadi agama bagi
orang Indonesia jika tidak sebagai tujuan hidupnya, maka ia merupakan sebagian
dari hidupnya.86
Menurut Masyarakat Bugis Teladas Baru bahwa pemberian Sompa Tanah
sebagai mahar dalam perkawinan yaitu sebagai suatu jaminan kepada perempuan,
85 Sebuah ideologi yang menyatakan bahwa sebuah institusi atau badan negara harus berdiri
terpisah dari agama atau kepercayaan. 86
Hilman Hadi Kusuma, Hukum Ketatanegaraan Adat, (Bandung: Penerbit Alumni, 1981), hlm
160.
70
dimana ketika seseorang perempuan yang diberikan mahar tersebut menganggap
bahwa inilah salah satu bentuk nyata rasa tanggung jawab yang diberikan oleh
laki-laki kepada perempuan, dan setidaknya jaminan yang diberikan dapat
menjadi suatu jaminan secara materi guna memenuhi kebutuhan sehari-hari ketika
nanti mereka menjalani kehidupan sebagai suami istri. Pemberian Sompa Tanah
adalah mahar yang wajib ada dalam perkawinan adat suku bugis Teladas Baru dan
hal ini sama dengan ketentuan yang ada dalam hukum Islam bahwa mahar wajib
ada dalam perkawinan. Sebagaimana dalam surah An-Nisa ayat 4:87
ه وحء صدقءاتا ٱلىسا ىيس وفمى ءعه شي ه لكمفإن طب لتت مسي ا فكلي
“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai
pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada
kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah)
pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.”
Hukum Islam bersifat universal sehingga ia mengatur segala aspek
kehidupan manusia. Namun bagaimanapun ia tidak bisa terlepas dari pengaruh
budaya atau adat dari suatu daerah tertentu di mana hukum Islam itu berkembang.
Oleh karenanya, ia perlu mengembangkan pemahaman yang melihat kepada
solusi yang diyakini merupakan tujuan dari hukum Islam dalam merealisasikan
kemaslahatan hidup manusia di dunia dan akhirat.88
87 An-Nisa‟ (4): 4. 88
Faturrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, cet ke-1 (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1998), hlm
85.
71
Adat di dalam hukum Islam dikenal dengan „Urf yang secara etimologi
berarti mengetahui atau mengenal sesuatu serta yang baik.89
Dalam istilah ulama
ushul fiqh „Urf diartikan secara umum sebagai kebiasaan mayoritas umat dalam
perkataan maupun perbuatan.90
Karena adanya penerapan hukum Islam dalam
perkawinan, dalam hal ini suku bugis Teladas Baru tetap menggunakan prinsip-
prinsip ajaran Islam dalam menentukan mahar, walaupun dalam tata pelaksanaan
tetap menggunakan adat istiadat perkawinan suku Bugis. Hal ini dikarenakan,
mereka beranggapan bahwa hal tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip
ajaran Islam. Dengan demikian, Sompa Tanah sebagai mahar ini adalah
pemberian dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan sebagai bentuk keseriusan
dan bentuk nyata rasa tanggung jawab pihak laki-laki, serta sebagai jaminan
secara materi guna untuk kelangsungan hidup selanjutnya. Karena tidak
bertentangan dengan syariat Islam, dan setiap dalam prosesnya untuk menentukan
Sompa Tanah mengutamakan persetujuan kedua belah pihak. Sompa Tanah yang
dijadikan sebagai mahar ini dapat dikategorikan Al-„urf al-shahih.91
Sompa Tanah sebagai mahar dalam hukum adat perkawinan suku bugis di
tentukan oleh pihak perempuan yang harus disanggupi oleh pihak laki-laki dan
nominalnya di sepakati bersama. jika dikaitkan dengan ajaran Islam maka Sompa
Tanah ini adalah mahar yang berupa harta dan jelas keberadaannya. Dengan
demikian, bentuk mahar baik berdasarkan hukum adat perkawinan suku bugis dan
89
Nasroen Harun, ushul fiqh 1 (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm 89. 90 Ahmad Aziz Dahlan dan Satria Effendi, Ensiklopedia Hukum Islam, Jilid IV (Jakarta: Ichtiar
Baru Van Hoeven, 1996), hlm 1877. 91
Wawancara dengan Ahmad Zein Tokoh Agama di Teladas Baru Kecamatan Dente Teladas
Tanggal 28 November 2018.
72
hukum Islam itu sama. Hanya saja untuk penentuan dan nominal itu lebih tinggi
dari yang dianjurkan.92
Jumlah mahar tidaklah ditentukan dalam syariat Islam. Akan tetapi, dalam
praktiknya di masyarakat banyak sekali yang menggunakan mahar berlebihan dan
terlalu mewah. Padahal Rasulullah SAW menjelaskan bahwa mahar tidaklah
harus mewah sebagaimana dijelaskan dalam haditsnya dengan sabda Rasulullah
yaitu:
ا تيسيس صداق ا، إن مه يمه المسأة تيسيس خطبت
“Sesungguhnya dari keberkahan seorang wanita adalah dengan meringankan
proses khitbah (lamaran) dan meringankan maharnya.” (HR. Ahmad No.
23957; Hasan).”93
Hadist diatas menjelaskan bahwa mahar yang diajarkan dalam Islam tidak
harus mewah. Akan tetapi, disesuaikan dengan kemampuan calon suami serta
hadist ini juga menjadi indikasi bahwa agama Islam sangat memberi kemudahan
dan tidak bersifat memberatkan.
Seiring perkembangannya, masyarakat Bugis tidak hanya berada di daerah
Sulawesi, akan tetapi telah menyebar keberbagai wilayah di Indonesia, salah
satunya adalah Teladas Baru Kecamatan Dente Teladas, Kabupaten Tulang
92 Wawancara dengan Katijan, Imam Masjid di Teladas Baru Kecamatan Dente Teladas Tanggal
29 November 2018. 93 HR. Ahmad (No.23957), al-hakim (II/181), Ia menshahihkannya dan menilainya sesuai dengan
kriteria Al-Bukhari dan Muslim, tapi keduanya tidak mengeluarkannya serta disetujui oleh Adz-
Dzhabi dan dihasankan oleh Syaikh Al-Bani dalam Shahiihul Jaami‟ (II/251) dan dalam Al-Irwaa‟
(VI/250).
73
Bawang. Orang-orang suku Bugis membentuk komunitas tersendiri dengan
berbagai adat dan tradisi turun temurun yang diterapkan, Salah satunya adalah
adat dalam perkawinan yang masih berlaku sampai saat ini. Berdasarkan adat
tersebut, bahwa pemberian Sompa Tanah dalam perkawinan masyarakat Teladas
Baru adalah sangat penting kedudukannnya dalam suatu perkawinan sebab hal
tersebut merupakan faktor utama dalam dilangsungkannya suatu perkawinan.
Adapun dalam perkawinan terdapat beberapa unsur yang harus terpenuhi
demi kelancaran perkawinan tersebut, diantaranya adalah rukun dan syarat.
Sahnya suatu perkawinan dalam Hukum Islam adalah dengan terlaksananya akad
nikah yang memenuhi syarat-syarat dan rukunnya.94
Rukun dan syarat
menentukan suatu perbuatan hukum terutama menyangkut dengan sah atau
tidaknya perbuatan tersebut dari segi hukum. Kedua kata tersebut mengandung
arti yang sama dalam hal bahwa keduanya merupakan sesuatu yang harus
terpenuhi. Adapun rukun dan syarat perkawinan adalah sebagai berikut:
1. Rukun Perkawinan95
a. Adanya calon mempelai laki-laki dan mempelai perempuan yang akan
melakukan perkawinan.
b. Adanya wali dari pihak calon pengantin wanita.
c. Adanya dua orang saksi yang menyaksikan akad perkawinan tersebut.
d. Shigat akad nikah yaitu ijab qabul yang diucapkan oleh wali atau wakilnya
dari pihak wanita dan dijawab oleh calon pengantin laki-laki.
94
Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Universitas Indonesia, Jakarta, 1986), hlm.
198. 95
Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia…., hlm 47.
74
2. Syarat Perkawinan96
a. Calon Suami, Syarat-syaratnya:
1) Beragama Islam.
2) Laki-laki.
3) Jelas Orangnya.
4) Dapat memberikan persetujuan.
5) Tidak terdapat halangan perkawinan.
b. Calon Istri, Syarat-Syaratnya:
1) Beragama Islam
2) Wanita.97
3) Tidak dalam keadaan ihrom.
4) Dapat dimintai persetujuan.
5) Tidak terdapat halangan perkawinan.
c. Wali Nikah, Syarat-syaratnya:
1) Laki-laki.
2) Dewasa.
3) Mempunyai hak perwalian.
4) Tidak terdapat halangan perwaliannya.
d. Saksi Nikah, Syarat-syaratnya:
1) Minimal dua orang laki-laki.
2) Hadir dalam ijab qabul
3) Dapat mengerti maksud akad
96 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan…., hlm 62-63. 97
UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (Bandung: Citra
Umbara), hlm. 232
75
4) Islam
5) Dewasa
e. Ijab Qabul, Syarat-syaratnya:
1) Adanya pernyataan mengawinkan dari wali.
2) Adanya pernyataan penerimaan dari calon mempelai.
3) Memakai kata-kata nikah, tazwij atau terjemahan dari kedua kata
tersebut.
4) Antara ijab dan qabul bersambungan.
5) Antara ijab dan qabul jelas maksudnya.
6) Orang yang terkait dengan ijab dan qabul tidak sedang ihram haji atau
umrah.
7) Majelis ijab dan qabul itu harus dihadiri minimum empat orang yaitu
calon mempelai atau wakilnya, wali dari mempelai wanita dan dua
orang saksi.
Menurut T.M Hasbi Ash-Shidiqie dalam bukunya Pengantar Hukum Islam
menyatakan bahwa masalah hubungan hukum adat dengan hukum Islam, adat
dapat dimasukkan asal tidak bertentangan dengan akidah Hukum Islam.
Kemudian menurut Sobhi Muhmassani, agar dapat dijadikan hukum, syarat-
syaratnya adalah sebagai berikut:
1. Adat itu diterima oleh perasaan, akal sehat dan diakui oleh masyarakat umum.
2. Sudah dilakukan berulang kali dan telah berlaku umum dalam masyarakat.
3. Telah ada pada waktu transaksi dilangsungkan.
4. Tidak ada persetujuan lain antara kedua belah pihak.
76
5. Tidak bertentangan dengan nash Al-Qur‟an dan hadist Rasulullah SAW atau
tidak bertentangan dengan syariat Islam.98
Hal tersebut sesuai dengan kaidah berikut yaitu:
العادة محكمة
“Adat kebiasaan dapat ditetapkan sebagai hukum”
Yang dimaksud dengan kaidah ini bahwa di suatu keadaan, adat bisa
dijadikan pijakan untuk mencetuskan hukum ketika tidak ada dalil dari syari‟.
Namun, tidak semua adat bisa dijadikan pijakan hukum. Secara bahasa, al-„adah
diambil dari kata al-„awud ( العود ) atau al-mu‟awadah ( المؤدة ) yang artinya
berulang ( التكرار ). Oleh karena itu, tiap-tiap sesuatu yang sudah terbiasa
dilakukan tanpa diusahakan dikatakan sebagai adat. Dengan demikian sesuatu
yang baru dilakukan satu kali belum dinamakan adat.99
Hal ini sesuai dengan
Dasar Hukum dalam Al-Qur‟an Surah Al-A‟raf ayat 199:100
أعفخر ٱل أععسبٱل مس ليه جٱل عه سضف
“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma‟ruf, serta
berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.”
98 Mohd. Idris Ramulyo, Asas-Asas Hukum Islam ( Sejarah Timbul dan Berkembangnya
Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Hukum di Indonesia), hlm 34. 99 Dahlan, Tamrin, Kaidah-kaidah Hukum Islam (Kulliyah al-Khamsah), (Malang: UIN Maliki
Press,2010). hlm. 203. 100 Al-A‟Raf (7):199.
77
Jadi, maksud kaidah diatas bahwa sebuah tradisi baik umum atau yang
khusus itu dapat menjadi sebuah hukum untuk menetapkan hukum syariat islam.
Namun, bukan berarti setiap adat kebiasaan dapat diterima begitu saja, karena
suatu adat bisa diterima jika memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Tidak bertentangan dengan syari‟at.
2. Tidak menyebabkan kemafsadatan dan tidak menghilangkan kemashlahatan.
3. Telah berlaku pada umumnya orang muslim.
4. Tidak berlaku dalam ibadah mahdah.
5. „Urf tersebut sudah memasyarakat ketika akan ditetapkan hukumnya.101
Berdasarkan kaidah tersebut jika digunakan untuk menganalisis Sompa
Tanah sebagai mahar suku Bugis, di sana tidak kita dapatkan kesesuaian,
dikarnakan pemberian Sompa Tanah sebaga mahar suku Bugis merupakan sebuah
tradisi yang sudah menjadi adat istiadat, namun bilamana kita kaitkan dengan
syarat kapan sebuah adat bisa dikategorikan sebagai pijakan atau penetapan
hukum maka adat dalam penetapan Sompa Tanah sebagai mahar suku tidak
termasuk dalam beberapa syarat tersebut, oleh karena itu jika adat-istiadat suku
manapun yang didalamnya bertentangan atau tidak sesuai dengan syariat Islam
maka ditolak.
Hukum dari Sompa Tanah sebagai mahar menurut Islam adalah Mubah. Hal
ini dikarenakan Islam tidak menetapkan batas minimal dan maksimal jumlah
mahar yang dibebankan kepada pihak mempelai pria. Kadar mahar disesusaikan
101
Muchlis, Usman, Kaidah-Kaidah Istinbath Hukum Islam (Kaidah-Kaidah Ushuliyah dan
Fiqhiyah), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2002), hlm. 210
78
dengan kebiasaan, kondisi, situasi dan tradisi masyarakat, tempat dan keluarga
masing-masing. Tetapi, apabila telah masuk dalam adat maka hukumnya wajib.
Hal ini berkaitan dan terdapat di dalam kaidah-kaidah hukum Islam yang dapat
dijadikan pijakan sebagai suatu hukum Islam yang mengakui efektifitas adat
istiadat dalam interpretasi hukum. Pemberian Sompa Tanah sebagai mahar dalam
perkawinan suku bugis merupakan tradisi yang bersifat umum dan berlaku pada
masyarakat suku bugis khususnya di Teladas Baru Kecamatan Dente Teladas,
yang harus dilakukan oleh masyarakat setempat dan selama hal ini tidak
bertentangan dengan akidah dan syariat Islam maka hal tersebut diperbolehkan
untuk diterapkan dalam perkawinan.102
102
Wawancara dengan Ahmad Zein Tokoh Agama di Teladas Baru Kecamatan Dente Teladas
Tanggal 28 November 2018.
79
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang berjudul Sompa Tanah Sebagai Mahar dalam
Adat Perkawinan Suku Bugis di Teladas Baru, Kecamatan Dente Teladas
Kabupaten Tulang Bawang di Tinjau dari Hukum Islam. Maka sebagai akhir dari
hasil penelitian dapat di peroleh kesimpulan adalah sebagai berikut:
1. Masyarakat Bugis Teladas Baru dalam penentuan mahar berdasarkan strata
sosial pengantin perempuan, tetapi strata sosial di sini tidak hanya disebabkan
oleh karena ia keturunan bangsawan, tetapi dapat juga disebabkan karena
pihak perempuan berasal dari orang berada, mempunyai jabatan, jenis
pekerjaan ataupun jenjang pendidikan yang telah ditempuh. tetapi itu hanya
sebagian kecil yang lebih dominan penentuan jumlah mahar (sompa) dalam
perkawinan masyarakat itu sesuai dengan kemampuan dan kesepakatan
bersama kedua belah pihak. Selain itu, Sompa Tanah sangat penting
kedudukannya dalam suatu perkawinan khususnya pada masyarakat Bugis
Teladas Baru karena hal ini sangat berperan penting, dan Sompa Tanah ini
apabila tidak ada pada saat akan dilansungkan ijab qabul, maka perkawinan
itu dianggap tidak sah apabila tidak menyebutkan mahar yang akan diberikan
pihak calon mempelai laki-laki kepada pihak calon mempelai perempuan.
2. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sompa Tanah sebagai mahar menjelaskan
bahwa Hukum dari Sompa Tanah menurut Islam adalah Mubah. Hal ini
80
dikarenakan selain tidak ada dalil yang melarang, di dalam Islam juga tidak
menetapkan batas minimal dan maksimal jumlah mahar yang dibebankan
kepada pihak mempelai pria. Kadar mahar disesusaikan dengan kebiasaan,
kondisi, situasi dan tradisi masyarakat, tempat dan keluarga masing-masing.
Tetapi, apabila telah masuk dalam adat maka hukumnya wajib. Hal ini
berkaitan dan terdapat di dalam kaidah-kaidah Hukum Islam yang dapat
dijadikan pijakan sebagai suatu hukum Islam yang mengakui efektifitas adat
istiadat dalam interpretasi hukum. Dengan demikian, selama hal ini tidak
bertentangan dengan akidah dan Syariat Islam maka Sompa Tanah
diperbolehkan untuk diterapkan dalam perkawinan.
B. Saran
1. Tradisi yang ada pada masyarakat Bugis yang berdomisili di desa Teladas
Baru, Khususnya yang berkaitan dengan Sompa Tanah harus dilestarikan.
Namun, dalam membuat peraturan tersebut para tokoh adat harus
mempertimbangkan kondisi masyarakat setempat. Karena tidak semua
masyarakat memiliki harta kekayaan yang berlebihan.
2. Bagi masyarakat yang beragama Islam agar selalu memutuskan atau
menetapkan segala sesuatu haruslah ajaran agama yang menjadi landasan
ataupun pijakan pertama, karna apa yang telah ditetapkan dalam ajaran
agama akan selalu mendatangkan kebaikan dan manfaat besar bagi umat.
81
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku/Literatur dan Kitab
Abu Achmad dan Narbuko Cholid, Metode Penelitian, Jakarta: Bumi
Aksara, 2007.
A. Djazuli, Ilmu Fiqh, Jakarta: Prenada Media Group, 2005.
A.Rahman I. Doi, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syariah),
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002.
Abdul Aziz Dahlan, dkk, Ensiklopedia Islam, jilid 3, Jakarta: Ichtiar Baru
Van Hoeve, 2005.
Abd. Rahman Ghazali, Fiqh Munaqahat, Jakarta Timur: PRENADA
MEDIA, 2003.
Ahmad Aziz Dahlan dan Satria Effendi, Ensiklopedia Hukum Islam, Jilid
IV Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeven, 1996.
Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1995.
Amir Syarifuddin. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antara Fiqh
Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan. Jakarta: Kencana
Prenada Media, 2007.
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh 2, Jakarta: Kencana, 2011.
Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di
Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Group, 2004.
82
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008.
Baharuddin Ahmad dan Illy Yanti, Eksistensi Dan Implementasi Hukum
Islam Di Indonesia,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015.
Baharuddin Ahmad dan Yuliatin, Hukum Perkawinan Umat Islam Di
Indonesia, Jawa Barat: Lamping Publishing, 2015.
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Rajawali Pers,
2009.
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, Jakarta: Prenada Media Group, 2007.
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta: Sinar
Grafika, 2008.
Dahlan, Tamrin, Kaidah-kaidah Hukum Islam (Kulliyah al-Khamsah),
Malang: UIN Maliki Press, 2010.
Faturrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, cet ke-1 Jakarta: Logos Wacana
Ilmu, 1998.
Hasbi Umar, Filsafat Hukum Islam Kontemporer, Medan: Perdana
Publishing, 2016.
Hilman Hadi Kusuma, Hukum Ketatanegaraan Adat, Bandung: Penerbit
Alumni, 1981.
Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar. Metodologi Penelitian Sosial,
Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, cet. I, Terj. MA, Abdurrahman, A. Haris
Abdullah, Ass-Syfa, Semarang, 1990.
83
Ishaq, Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Skripsi, Tesis, serta
Disertasi, Bandung: Alfabeta, 2017.
Koentjaningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan Jakarta: PT.
Gramedia, 2008.
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2008.
M. Munandar Soelaeman, Ilmu Budaya Dasar, Jakarta: PT.Refika Aditama,
1998.
Moh. Fauzan Januri, Pengantar Hukum Islam dan Pranata Sosial, Bandung:
Pustaka Setia, 2013.
Mohd. Idris Ramulyo, Asas-Asas Hukum Islam (Sejarah Timbul dan
Berkembangnya Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Hukum di
Indonesia).
Muchlis, Usman, Kaidah-Kaidah Istinbath Hukum Islam (Kaidah-Kaidah
Ushuliyah dan Fiqhiyah), Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002.
Nasroen Harun, ushul fiqh 1, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1988.
Rachmat Syafe‟i, Ilmu Ushul Fiqih, Bandung: Pustaka Setia, 2018.
Romdhoni, Best Guide Project Skripsi, Tesis dan Disertasi, Jakarta: Pustaka
Nusantara Indonesia, 2015.
Satria Effendi M. Zein, Ushul Fiqh, Jakarta: Kencana, 2017.
Sayuthi Ali, Metode Penelitian Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002.
84
Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, Universitas Indonesia,
Jakarta, 1986.
Siti Hapsah Isfardiyana, Hukum Adat, Yogyakarta: UII Press Yogyakarta,
2018.
Suhar, Kaidah-Kaidah Ushuliyah & Fiqhiyah, Jakarta: Referensi Gaung
Persada Press Group, 2014.
Suharsimi, Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif, dan R&D, Bandung:
Alfabeta, 2009.
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (mixed methods), Bandung:
Alfabeta, 2012.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung:
Alfabeta, 2009.
W. Gulo, Metodologi Penelitian, Jakarta: PT Grasindo, 2002.
Zainuddin Ali. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 2009.
Zainuddin Ali. Hukum Perdata Islam Di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika,
2006.
B. Undang-Undang
Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 1.
C. Skripsi, Tesis, Disertasi, dan lain-lain.
Ahmad Harris Alphaniar, Mahasiswa Fakultas Syariah Jurusan Al-Ahwal-
Asy-Syakhsiyyah UIN Malang. Mahar Perkawinan Adat Bugis
Ditinjau Dari Perspektif Mazhab (Telaah Tentang Mahar Dalam
Masyarakat Bugis Di Balle Kahu Kabupaten Bone), 2008.
85
Ambok Tang, Mahasiswa Fakultas Syariah Jurusan Hukum Keluarga Islam
UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Tinjauan Hukum Islam Terhadap
Paenre‟Doi Dalam Perkawinan Adat Bugis (Studi Kasus di desa Sungai
Guntung Kec.Kateman, Inhil), 2018.
Andi Asyraf, Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Hukum
Keluarga UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Mahar dan Paenre‟ Dalam
Adat Bugis (Studi Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat
Bugis Di Bulukumba Sulawesi Selatan), 2015.
Ayu Lestia Sari, Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi Jurusan
Ilmu Komunikasi UIN Alauddin Makassar, Makna “Sunrang Butta”
(Studi Pada Adat Makassar Di Desa Kayuloe Barat Kecamatan
Turatea Kabupaten Jeneponto, 2017.
Daniel Javar, Mahasiswa Fakultas Syariah Jurusan Hukum Keluarga IAIN
Salatiga. Penetapan Mahar Pada Suku Bugis Dalam Pandangan Islam,
2017.
Nurul Hikmah, Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Ahwal
Syakhsiyyah. Implementasi Pemberian Mahar Pada Masyarakat Suku
Bugis Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus di Kelurahan
Kalibaru Kecamatan Clincing, Jakarta Utara) 2011.
D. Jurnal
Nurlia Dan Nurasiah, Sunrang Tanah sebagai Mahar untuk Meningkatkan
Indentitas Diri Perempuan dalam Perkawinan Bugis, Jurnal Dakwah
Tabligh, Volume 18, Nomor 1, 2017, hlm. 3
86
Ilham Abbas, Marten Bunga, Salmawat, Hardianto Djanggih Hak Penguasaan Istri
terhadap Mahar Sompa Perkawinan Adat Bugis Makassar Kanun Jurnal Ilmu
Hukum Vol. 20, No. 2, (Agustus, 2018), hlm 206.
E. Website
http://repository.unpas.ac.id/13530/4/BAB%20II.pdf Di akses pada tanggal
29 Desember 2018.
https://trisnomarsa.blogspot.com/2015/02/peta-kecamatan-dente-teladas-
kabupaten.html?m=1 Di akses pada tanggal 30 Desember 2018.
http://tulangbawangkab.go.id/?page_id=1538 Di akses pada tanggal 12
Desember 2018.
http://tulangbawangkab.go.id/?page_id=230) Diakses Pada tanggal 12
Desember 2018.
F. Wawancara
Wawancara dengan Sulmidar, Masyarakat di Teladas Baru Kec. Dente
Teladas, Tulang Bawang. Tanggal 16 November 2018.
Wawancara dengan Saing. Tokoh Adat di Teladas Baru Kec.Dente Teladas,
Tulang Bawang. Tanggal 20 November 2018.
Wawancara dengan Senna. Masyarakat di Teladas Baru Kec. Dente Teladas,
Tulang Bawang. Tanggal 18 November 2018.
Wawancara dengan Daeng Talebbi. Ketua Adat Bugis di Teladas Baru Kec.
Dente Tela das, Tulang Bawang. Tanggal 24 November 2018.
Wawancara dengan Tini. Masyarakat di Teladas Baru Kec. Dente Teladas,
Tulang Bawang Tanggal 19 November 2018.
87
Wawancara dengan Ahmad Zein Tokoh Agama di Teladas Baru Kecamatan
Dente Teladas Tanggal 28 November 2018.
Wawancara dengan Katijan, Imam Masjid di Teladas Baru Kecamatan
Dente Teladas Tanggal 29 November 2018.
88
LAMPIRAN
A. Daftar Gambar
Wawancara dengan Daeng Talebbi Selaku Ketua Adat Suku Bugis di
Teladas Baru
Wawancara dengan Sulmidar selaku Masyarakat sekaligus Kepala Sekolah di SD
Karya Mandiri Teladas Baru
89
Photo Bersama dengan Bapak Abdul Majid selaku Kepala Desa Teladas Baru
Photo Bersama dengan bapak Amanti Tanjung Selaku Sekretaris Desa Teladas
Baru
90
CURRICULUM VITAE
A. Identitas Diri
Nama : Aziz Dewanti
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, Tanggal Lahir : Sungai Pinang, 9 Januari 1999
Alamat Asal : Kampung Teladas Baru, Kec. Dente Teladas,
Kab. Tulang Bawang, Prov. Lampung
Alamat Sekarang : Simpang Sungai Duren
No. Telp/HP : 0822-8119-2590
Nama Ayah : Ibrahim
Nama Ibu : Sahriah
B. Riwayat Pendidikan
SD/MI, Tahun Lulus : SDS Sudirman Putra, 2009
SMP/MTs, Tahun Lulus : SMPN 1 Gedung Meneng, 2012
SMA/MA, Tahun Lulus : SMAN 1 Keritang, 2015
C. Pengalaman Organisasi
1. Anggota Himpunan Mahasiswa Jurusan Hukum Keluarga Tahun 2016-
2017.
2. Anggota Senat Mahasiswa Komisi Aspirasi dan Advokasi Fakultas
Syariah Tahun 2017-2018.
3. Anggota Badan Pengurus Harian PMII Tahun 2018-2019.
4. Anggota Pencak Silat Bunga Sejati Unit UIN STS Jambi Tahun 2018 –
sekarang.