pandangan imam madzhab terhadap mahar berupa...

99
PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA JASA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 (S1) Dalam Ilmu Syari’ah fv Disusun Oleh : EKA PUJI LESTARI 062111047 FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2011

Upload: trinhnhi

Post on 04-Mar-2019

235 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP

MAHAR BERUPA JASA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 (S1)

Dalam Ilmu Syari’ah

fv

Disusun Oleh :

EKA PUJI LESTARI 062111047

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2011

Page 2: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

ii

Page 3: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

iii

Page 4: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

iv

MOTTO

“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi)

sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka

menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan

senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai

makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.” *

(QS. an-Nisa’: 4)

* Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2006, h. 61.

Page 5: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

v

PERSEMBAHAN

Dengan segala kebahagiaan serta kerendahan hati, penulis persembahan skripsi ini

untuk :

Ayahanda dan Ibunda tercinta (Karwi dan Sri Suparni) selaku orang tua penulis yang

dengan ketulusan, kesabaran memberikan kasih sayang yang tidak pernah pudar, dan

curahan do’a, semangat serta inspirasi kepada penulis.

Adik-adikku tercinta (Eni Pirnawati, Isti Yulyaeni, Indah Susi Jayanti, dan Muhammad

Bagus Khoirum) yang selalu menghibur dan memberikan semangat.

Keluarga besar Om dan Bu Lek serta putra-putrinya,terima kasih yang tidak terhingga

karena tanpa mereka mungkin saya tidak bisa bertahan dan berjuang.

Keluarga besar Kakek ( Simbah Darmo) dan Nenek (Simbah Misah) terima kasih banyak

tanpa mereka saya tidak akan tahu arti berbagi.

Teman-teman sehati seperjuangan, gus Labib, mbak Yoeny, mbak Ima, mbak Fatma,

Olief, mbak Zum, mbak Alin, Nawang, Hani, Agustin, Nia, Nailul, Beti, Erwin, Munir,

Hudam, Dedi, Wahyudi, Kholid, Anwar dan Azis, yang telah mendewasakanku dengan

sejuta ilmu dan pengalaman berharga yang tidak ternilai.

Teman-teman kos Amalia, yang selalu memberi keceriaan dan motivasi demi terselesainya

skripsi ini.

Semua rekan-rekan yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Terima Kasih.

Page 6: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

vi

DEKLARASI

Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab,

penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi

materi yang telah pernah ditulis oleh orang lain

atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak

berisi satu pun pikiran-pikiran orang lain, kecuali

informasi yang terdapat dalam referensi yang

dijadikan bahan rujukan.

Semarang, 11 Juni 2011

Deklarator,

Eka Puji Lestari

Page 7: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

vii

ABSTRAK

Penelitian skripsi ini berjudul: “Pandangan Imam Madzhab terhadap Mahar berupa Jasa”. Mahar merupakan pemberian dari calon mempelai laki-laki kepada calon mempelai wanita, baik berbentuk barang, uang atau jasa yang tidak bertentangan dengan hukum Islam. Pemberian mahar merupakan suatu kewajiban yang bertujuan untuk meninggikan harkat dan martabat perempuan, tetapi saat ini mahar dianggap sebagai salah satu bagian dalam ritualitas akad nikah. Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa harta benda (materi), padahal mahar dapat pula berupa jasa atau manfaat (non materi). Pokok permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana konsep mahar berupa jasa menurut imam madzhab, dan bagaimana keterkaitan pemberian mahar berupa jasa dalam akad perkawinan dengan konteks sekarang?

Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian kepustakaan (library research) dengan metode kualitatif, oleh karena itu data-data sebagai penunjang penelitian, penulis dapatkan dari buku-buku yang berhubungan dengan penelitian ini. Penulis dalam menganalisis data menggunakan metode deskriptif analitis.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsep mahar berupa jasa menurut imam madzhab ini terkait dengan pendapat ulama tentang mahar berupa jasa. Pendapat-pendapat tersebut yaitu: 1) Imam Abu Hanifah, tidak membolehkan terutama mahar berupa jasa dalam membacakan atau mengajarkan ayat-ayat al-Qur’an karena mahar tersebut tidak termasuk harta yang tidak boleh mengambil upah darinya, sehingga tidak sah untuk dijadikan mahar, namun darinya wajib dibayar mahar mitsil. 2) Imam Malik, membolehkan karena jasa patut menjadi mahar, sama halnya dengan harta. 3) Imam Syafi'i, membolehkan karena mahar yang berupa jasa atau manfaat yang dapat diupahkan sah dijadikan mahar. 4) Imam Ahmad Hambali, membolehkan karena mahar berupa manfaat seperti halnya mahar berupa benda, dengan syarat manfaat harus diketahui.

Keterkaitan pemberian mahar berupa jasa dalam akad perkawinan dengan konteks sekarang ini sesuai dengan KHI, bahwa mahar boleh berupa barang, uang atau jasa yang tidak bertentangan dengan hukum Islam (KHI Pasal 1 sub d). Mahar itu bisa berdasarkan asas kesederhanaan dan kemudahan serta berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak baik bentuk dan jenisnya (KHI Pasal 30 dan 31).

Kata Kunci: Mahar, Mahar berupa Jasa

Page 8: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

viii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah wa Syukrulillah, senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah

SWT yang telah melimpahkan rahmat dan nikmat kepada semua hamba-Nya,

sehingga sampai saat ini kita masih mendapatkan ketetapan Iman dan Islam.

Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepangkuan Rasulullah

Muhammad SAW pembawa rahmat bagi makhluk sekian alam, keluarga, sahabat

dan para tabi’in serta kita umatnya, semoga kita mendapat pertolongan di hari

akhir nanti.

Dalam penjelasan skripsi ini tentulah tidak terlepas dari bantuan berbagai

pihak, baik dalam ide, kritik, saran maupun dalam bentuk lainnya. Oleh karena itu

penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Muhibbin, M.Ag. selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang.

2. Bapak Dr. Imam Yahya, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Syari’ah IAIN

Walisongo.

3. Bapak Drs. H. Abu Hapsin, M.A., Ph.D. dan Bapak Moh. Khasan, M.Ag.

selaku Pembimbing I dan II yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga

dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dalam skripsi ini.

4. Ibu Anthin Lathifah, M.Ag. selaku ketua jurusan Ahwal al-Syahsiyah Fakultas

Syari’ah IAIN Walisongo Semarang.

5. Seluruh Dosen, karyawan dan civitas akademika di Fakultas syari’ah IAIN

Walisongo Semarang yang telah membekali berbagai ilmu pengetahuan

sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

6. Ayahanda dan Ibunda tercinta, yang telah memberikan dukungan serta

do’anya dan semuanya yang tidak ternilai, serta adik-adikku yang selalu

mendukung dan mendo’akan dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Page 9: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

ix

7. Teman-teman satu paket ASB 2006, terima kasih atas motivasi kalian, yang

telah mensuport penulis untuk menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-

baiknya.

8. Rental E & E, yang selalu siap kapanpun penulis butuhkan.

9. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Kepada mereka semua tiada yang dapat penulis perbuat untuk membalas

kebaikan mereka, kecuali penghargaan yang setinggi-tingginya dan ucapan terima

kasih yang sebanyak-banyaknya serta sekuntum do’a semoga Allah membalas

semua amal kebaikan mereka dengan balasan yang lebih dari yang mereka

berikan.

Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan, baik dari segi bahasa, isi maupun analisisnya, sehingga kritik dan

saran sangat penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis

berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Semarang, 11 Juni 2011

Penulis

Eka Puji Lestari NIM. 062111047

Page 10: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................ i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... iii

HALAMAN MOTTO ............................................................................... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................ v

HALAMAN DEKLARASI ....................................................................... vi

HALAMAN ABSTRAK............................................................................ vii

HALAMAN KATA PENGANTAR .......................................................... viii

DAFTAR ISI ............................................................................................ x

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................... 10

C. Tujuan Penelitian ............................................................ 11

D. Telaah Pustaka ................................................................ 11

E. Metode Penelitian ........................................................... 14

F. Sistematika Penulisan Skripsi .......................................... 17

BAB II : KETENTUAN UMUM TENTANG MAHAR DALAM

PERKAWINAN

A. Pengertian dan Dasar Hukum Mahar ............................... 19

1. Pengertian Mahar ...................................................... 19

2. Dasar Hukum Mahar ................................................. 21

B. Macam-macam dan Syarat-syarat Mahar ......................... 24

1. Mahar Ditinjau dari Kualifikasi ................................. 24

a) Mahar dalam bentuk benda kongkrit .................... 24

b) Mahar dalam bentuk jasa atau manfaat ............... 26

2. Mahar Ditinjau dari Klasifikasi ................................. 34

a) Mahar Musamma ................................................ 34

b) Mahar Mitsil ........................................................ 36

Page 11: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

xi

A. Kedudukan Mahar dan Makna Filosofis Pemberian Mahar 39

B. Hikmah Pemberian Mahar .............................................. 42

BAB III : KONSEP MAHAR BERUPA JASA MENURUT IMAM

MADZHAB

A. Pendapat Ulama tentang Mahar berupa Jasa .................... 44

B. Bentuk Mahar berupa Jasa yang Sah menjadi Mahar

Perkawinan ...................................................................... 59

BAB IV : ANALISIS MAHAR BERUPA JASA MENURUT IMAM

MADZHAB

A. Analisis Pendapat Ulama tentang Mahar berupa Jasa ...... 65

B. Keterkaitan Pemberian Mahar berupa Jasa dalam Akad

Perkawinan dengan Konteks Sekarang ........................... 74

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ...................................................................... 81

B. Saran-Saran ..................................................................... 82

C. Penutup ............................................................................ 83

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 12: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Agama Islam sangat menganjurkan perkawinan. Anjuran ini

dinyatakan dalam al-Qur’an dan hadits. Ada yang menyatakan bahwa

perkawinan itu telah menjadi sunnah para Rasul sejak dahulu kala dan

hendaknya diikuti pula oleh generasi-generasi yang datang kemudian.1

Perkawinan dalam Islam merupakan ikatan yang kuat antara pria dengan

wanita untuk selamanya. Oleh karena itu tujuan perkawinan adalah untuk

membentuk tatanan keluarga yang diliputi rasa kasih sayang, antara sesama

anggota keluarga. Tujuan tersebut dapat dilihat dalam Kompilasi Hukum

Islam pasal 3 diterangkan bahwa: “Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan

kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah.”2

Salah satu keistimewaan Islam ialah memperhatikan dan menghargai

kedudukan wanita, yaitu memberinya hak untuk memegang urusan dan

memiliki sesuatu. Di zaman Jahiliyah, hak perempuan itu dihilangkan dan

disia-siakan sehingga walinya dengan semena-mena dapat menggunakan

hartanya dan tidak memberikan kesempatan untuk mengurus hartanya serta

menggunakannya. Islam datang menggunakan belenggu ini.3 Pada setiap

upacara perkawinan, hukum Islam mewajibkan pihak laki-laki untuk

1 Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakarta: Bulan Bintang,

Cet. 1, 1974, h. 17. 2 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Academia Pressindo,

1992, h. 114. 3 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid 3, Terj. Nor Hasanuddin, Jakarta: Pena Pundi Aksara,

2006, h. 40.

Page 13: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

2

memberikan maskawin atau mahar. Pemberian ini dapat dilakukan secara

tunai atau cicilan yang berupa uang atau barang.4

Mahar menurut ajaran islam, bukanlah dimaksudkan sebagai harga,

pengganti atau nilai tukar bagi wanita (calon istri) yang akan dinikahi. Mahar

hanyalah sebagai bagian dari lambang atau tanda bukti bahwa calon suami

menaruh cinta terhadap calon istri yang akan dinikahi. Mahar juga berfungsi

sebagai tanda ketulusan niat dari calon suami untuk membina kehidupan

rumah tangga bersama calon istrinya dan dapat pula dinilai sebagai bukti

pendahuluan bahwa setelah hidup berumah tangga nanti. Sang suami akan

senantiasa memenuhi tanggung jawabnya, memberi nafkah bagi sang istri dan

keluarganya, yang ditujukan pada awal pernikahannya dengan rela hati

memberikan sebagian dari hartanya kepada calon istrinya.5

Para wanita harus mengikuti ketentuan-ketentuan yang ada,

sebagaimana yang sudah termaktub dalam al-Qur'an ataupun hadits-hadits

Nabi SAW. Mahar yang diberikan atau yang diminta calon istri tidak

memberatkan calon suami, karena hal ini sama dengan melanggar hukum

Allah SWT, yaitu mempersulit atau mempersukar pelaksanaan pernikahan

yang dampaknya akan lebih berat lagi yaitu dikhawatirkan timbulnya

perzinaan serta hal-hal yang tidak diinginkan lainnya.

Ketidaktepatan dalam memaknai mahar menimbulkan berbagai

implikasi terhadap status perempuan dalam kehidupan pernikahan. Para ahli

4 Lili Rasyidi, Hukum Perkawinan dan Perceraian di Malaysia dan Indonesia, Bandung:

PT Remaja Rosdakarya, 1991, h. 41. 5 Departemen Agama RI, Ensiklopedi Islam di Indonesia, Jakarta: CV. Anda Utama,

1993, h. 667.

Page 14: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

3

hukum Islam membahas permasalahan mahar hanya berada di sekitar dan

berkaitan dengan permasalahan biologis, sehingga seolah-seolah mahar hanya

sebagai alat perantara dan kompensasi bagi kehalalan hubungan suami istri.

Pada saat yang sama, mahar juga digunakan sebagai alasan yang kuat untuk

menyatakan bahwa suami mempunyai hak mutlak terhadap istrinya.6

Para ulama mazhab sepakat bahwa mahar bukanlah salah satu rukun

akad, sebagaimana halnya dalam jual-beli, tetapi merupakan salah satu

konsekuensi adanya akad. Akad nikah boleh dilakukan tanpa (menyebut)

mahar.7 Dasar wajibnya menyerahkan mahar itu ditetapkan dalam al-Qur’an

dan dalam hadits Nabi. Dalil dalam ayat al-Qur’an adalah firman Allah dalam

surat an-Nisa’ ayat 4 yang berbunyi :

Artinya: “Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.”8

Ditinjau dari asbab al-nuzul surat An-Nisa ayat 4 di atas bahwa ada

keterangan sebagai berikut: diketengahkan oleh Ibnu Abi Hatim yang

bersumber dari Abu Shahih, jika seorang bapak mengawinkan putrinya,

menerima dan menggunakan maskawin tanpa seizin putrinya. Maka Allah

6 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid III, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van

Hoeve, 1996, h. 1042. 7 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, Terj. Afif Muhammad, Jakarta:

PT. Lentera Basritama, 2001, h. 366. 8 Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung:

Sinar Baru Algensindo, 2006, h. 61.

Page 15: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

4

pun melarang mereka berbuat demikian, sehingga menurunkan ayat 4 surat

An-Nisa’.9

Demikian juga firman Allah dalam surat an-Nisa’ ayat 24 :

Artinya: “Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban.”10

Diriwayatkan oleh Ibnu Jabir dari Ma’mar bin Sulaiman yang

bersumber bapaknya yang mengemukakan bahwa orang Hadlrami membebani

kaum laki-laki dalam membayar mahar (maskawin) dengan harapan dapat

memberatkannya (sehingga tidak dapat membayar pada waktunya untuk

mendapatkan tambahan pembayaran). Maka turunlah ayat 24 surat an-Nisa’

sebagai ketentuan pembayaran maskawin atas keridaan kedua belah pihak.11

Pada umumnya mahar itu dalam bentuk materi, baik berupa uang atau

barang berharga lainnya. Syari’at Islam memungkinkan mahar itu dalam

bentuk jasa melakukan sesuatu. Ini adalah pendapat yang dipegang jumhur

ulama. Mahar dalam bentuk jasa ini ada landasannya dalam al-Qur’an dan

demikian pula dalam hadits Nabi. Contoh mahar dalam bentuk jasa dalam al-

Qur’an ialah menggembala kambing selama 8 tahun sebagai mahar

perkawinan seorang perempuan.12 Hal ini sebagaimana telah terjadi ketika

Nabi Musa a.s. menikahi salah seorang putri Nabi Syu’aib a.s., dengan mas

9 H.A.A. Dahlan dan M. Zaka Alfarisi (eds), Asbabun Nuzul Latar Belakang Historis

Turunnya Ayat-ayat al-Qur’an, Edisi kedua, Bandung: CV. Penerbit Diponegoro, 2000, h. 127. 10 Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-Qur’an, op. cit., h. 65. 11 H.A.A. Dahlan dan M. Zaka Alfarisi (eds), op. cit., h. 135. 12 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antara Fiqh Munakahat dan

Undang-undang Perkawinan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009, h. 91.

Page 16: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

5

kawin bekerja selama delapan tahun sebagaimana firman Allah SWT dalam

surat al-Qashash ayat 27:

Artinya: “Berkatalah dia (Syu'aib): "Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu.”13

Hadits yang menyatakan bahwa mahar itu merupakan kewajiban yang

harus dipikul oleh setiap calon suami yang akan menikahi calon istrinya, yaitu

hadits tentang mahar yang hanya berupa tindakan atau bentuk usaha yang bisa

mendatangkan manfaat, sebagaimana termaktub dalam hadits di bawah ini:

دد حعن سل بهس نأبيه ع نازم عأبي ح نز بزيالع دبا عثندة حبيا قتثنقال ج اعديالس فقا لت لمس ه وليلى اهللا عول اهللا صسأة إلى ررام اءت

يا رسول اهللا جئت أهب لك نفسي قال فنظر إليها رسول اهللا صلى اهللا سطأطأ ر ثم هب وصا وفيه ظرالن دعفص لمس ه وليه عليلى اهللا عول اهللا ص

وسلم رأسه فلما رأت المرأة أنه لم يقض فيها شيئا جلست فقام رجل من أصحابه فقال يا رسول اهللا إن لم يكن لك بها حاجة فزوجنيها فقال

كدل عنهول اهللا فقالوسا راهللا ي ء؟ قال ال ويش من : لكإلى أه باذهفذهب ثم رجع فقال، ال واهللا ما وجدت شيئا فقال : فانظر هل تجد شيئا

ن حديد، فذهب ثم رسول هللا صلى اهللا عليه وسلم، انظر ولو خاتما مال واهللا يا رسول اهللا وال خاتما من حديد ولكن هذا إزاري : رجع فقال

13 Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-Qur’an, op. cit., h. 310.

Page 17: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

6

قال سهل ما له رداء فلها نصفه فقال رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم، ما لبسته لم يكن عليها منه شيء وإن لبسته لم يكن عليك تصنع بازارك إن

قام هلسجى إذا طال متل حج الر لسء فجيش هلى : منول اهللا صسر آهفرا جفلم عيبه فد را فأملي وم لمسه وليآن؟ : اء قالاهللا عالقر من كعاذا مم

قال، معي سورة كذا وسورة كذا عددها فقال تقرؤهن عن ظهر قلبك؟ ١٤)رواه البخار. (قد ملكتكها بما معك من القرآنقال نعم، قال اذهب ف

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Qutaibah telah menceritakan

kepada kami Abdul Aziz bin Hazim dari ayahnya dari Sahl bin Said al-Saidy berkata: "Seorang perempuan telah datang kepada Rasulullah, wahai Rasulullah, saya datang untuk menyerahkan diriku kepadamu". Kemudian Rasulallah SAW, memandang wanita itu dan memperhatikannya, lalu beliau menundukkan kepalanya. Setelah wanita itu tahu bahwa Rasulallah SAW tidak berhasrat kepadanya, maka duduklah ia. Tiba-tiba salah seorang sahabat Nabi SAW berdiri dan berkata : "Wahai Rasulallah SAW, nikahkanlah saya dengannya jika memang engkau tidak berhasrat kepadanya". Lalu Nabi SAW, bertanya kepada laki-laki tersebut: "Adakah kamu mempunyai sesuatu?” Dia menjawab: "Tidak, demi Allah saya tidak mempunyai sesuatu". Maka Nabi SAW bersabda: "Pergilah kepada ahlimu dan carilah apakah kamu menemukan sesuatu? Kemudian dia pergi dan datang kembali seraya berkata : "Tidak, demi Allah wahai Rasulullah, saya tidak menemukan sesuatu walaupun cincin dari besi, akan tetapi hanya sarung ini yang saya miliki ". Sahl berkata : "Karena sarung itu tidak ada selendangnya, maka harus dibagi menjadi dua". Rasulallah SAW bertanya: "Dan apa yang akan kamu lakukan dengan sarung itu?" jika sarung itu kamu pakai, maka ia tidak dapat memanfaatkannya, dan jika ia memakainya maka kamu tidak dapat memakai apa-apa". Sahabat itu duduk lama sekali, kemudian ia berdiri lalu pergi ketika Rasulallah SAW tahu bahwa sahabat itu pergi, maka beliau mengutus seseorang untuk memanggilnya. Setelah ia datang Rasulallah SAW bertanya : "Surat apa yang kamu hafal dari Al-Qur'an?" jawabanya : "yang aku hafal surat itu dan surat itu (ia menyebutkannya)". Tanya beliau : "Apakah kamu hafal surat-surat itu diluar kepala?" jawabnya : "ya".

14 Al-Imam Abi Abdillah Muhammad bin Isma'il bin Ibrahim ibn al-Mugirah ibn

Bardizbah al-Bukhari, Sahih al-Bukhari, Juz V, Beirut Libanon: Darul Kutub Al’ilmiyah,1992, h. 444.

Page 18: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

7

Maka Nabi SAW, bersabda : "Aku nikahkan kamu dengannya dengan maskawin beberapa ayat Al-Qur'an yang kamu hafal”.

Contoh lain adalah Nabi sendiri waktu menikahi Sofiyah yang waktu

itu masih berstatus hamba dengan maharnya memerdekakan Sofiyah tersebut.

Hal ini terdapat dalam hadits:

دس حأن نا عحبن الحب بيعشثابت و نع ادما حثندعيد حس نة ببيا قتثن صلى اهللا عليه وسلم أعتق صفية وجعل عتقها بن مالك أن رسول اهللا

١٥.صداقهاArtinya: “Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’id telah

menceritakan kepada kami Hammad dari Tsabit dan Su’aib bin Habha dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah SAW telah memerdekakan Shofiyah dan menjadikan kemerdekaan itu sebagai maharnya (waktu kemudian mengawininya).”

Hadits yang diterima dari Anas dalam kitab Sunan an-Nasa’i tentang

mahar Ummu Sulaim yang berupa masuk Islamnya Abu Thalhah,

sebagaimana dalam hadits:

أخبرنا محمد بن النضر بن مساور قال أنبأنا جعفر بن سليمان عن ثابت عن أنس قال خطب أبو طلحة أم سليم فقالت واهللا ما مثلك ياأبا طلحة

را أمأنو ل كافرجر كلكنو درفإن ي كجوزحل لى أن أتال ية ولمسأة مرواه (تسلم فذلك مهري وما أسألك غيره فأسلم فكان ذلك مهرها

١٦)النسائArtinya: “Muhammad bin Nadhar bin Musawir meriwayatkan kepada kami

dia berkata, Ja’far bin Sulaiman meriwayatkan kepada kami dari Tsabit dari Anas dia berkata, Abu Thalhah telah melamar Ummu Sulaim, kemudian Ummu Sulaim menjawab, “Demi Allah, tidaklah

15 Ibid., h. 443. 16 Ahmad Ibn ‘Ali Ibn Syu’aib Ibn ‘Ali Ibn Sinan Ibn Bahr Ibn Dinar Abu ‘Abd al-

Rahman al-Nasa’i, Sunan an-Nasa’i Bisyarhi al-Hafidh Jalaluddin as-Suyuthi Wahatsiyah al-Imam as-Sanadi, Juz 6, Beirut Libanon: Darul Kutub al-‘Ilmiyah, tt, h. 114.

Page 19: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

8

seorang laki-laki seperti kamu itu pantas ditolak. Tetapi kamu seorang laki-laki kafir sedang saya seorang wanita muslim, dan tidak halal bagi saya menikah denganmu. Jika kamu masuk Islam, maka itu adalah mahar untukkku dan saya tidak meminta kepadamu selain itu. Kemudian dia masuk Islam dan itu sebagai maharnya.” (H.R. An-Nasa’i)

Ibnu Hazm dalam kitab al-Muhalla menyindir masalah pengambilan

dalil dengan hadits di atas. Dia berkata: sebenarnya itu terjadi sebelum hijrah

Rasulullah SAW beberapa masa karena Abu Thalhah sudah lama masuk Islam

dan dia termasuk orang Anshar pertama memeluk Islam. Ketika itu, ayat yang

mewajibkan untuk memberikan mahar kepada para wanita belum lagi

diturunkan. Begitu juga, tidak terdapat keterangan di dalam hadits di atas

bahwa Rasulullah SAW mengetahui hal itu.17

Hadits-hadits tersebut menunjukkan bahwa mahar itu boleh dalam

jumlah sedikit dan boleh juga berupa sesuatu yang bermanfaat. Bagi Ummu

Sulaim, keislaman Abu Thalhah adalah lebih berharga daripada harta yang

akan diberikan suaminya. Menurut syari’at, pada dasarnya mahar menjadi hak

perempuan dan dia bebas menggunakannya, jika ia rela menerima mahar

dengan ilmu dan agama atau Islamnya calon suami atau pengajaran al-Qur’an,

ini merupakan mahar yang sangat berharga, berguna dan paling utama.18

Ummu Sulaim meminta mahar berupa kesediaan masuk Islam Abu

Thalhah demi meninggikan kemuliaan Islam, maka mahar Ummu Sulaim

menunjukkan pengertian bahwa mahar dapat menjadi pengikat kasih-sayang

sekaligus untuk syi'ar Islam dan tujuan dakwahnya. Mahar juga tidak dapat

17 Abi Muhammad bin Ahmad bin Sa’id bin Hazm, al-Muhalla, Juz V, Beirut Libanon:

Darul Fikr, tt, h. 499. 18 Sayyid Sabiq, op. cit., h. 42.

Page 20: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

9

diukur dari sedikit-banyaknya secara kuantitatif dan sekedar untuk

menunjukkan bahwa mahar tidak harus selalu berbentuk harta atau materi,

tetapi mahar dapat berupa non materi seperti mengajarkan istri membaca al-

Qur’an, memerdekakan budak, dan keislaman sebagai mahar.

Mahar jasa ini, terdapat perbedaan pendapat ulama seperti

mengajarkan al-Qur’an, hukum-hukum agama, dan pekerjaan sebagai mahar

yang akan diberikan calon mempelai laki-laki kepada calon mempelai wanita.

Menurut pendapat Imam Abu Hanifah, mengajarkan al-Qur’an, hukum-hukum

agama dan sebagainya tidak termasuk harta yang tidak boleh mengambil upah

darinya, sehingga tidak sah untuk dijadikan mahar, namun darinya wajib

dibayar mahar mitsil.

Imam Kamaluddin bin al-Humam al-Hanafi dengan mengutip Imam

Abu Hanifah yaitu bahwa mengajarkan al-Qur’an sebagai mahar adalah fasad

(rusak) dan harus mengganti mahar mitsil.19 Menurut pendapat Imam Malik,

mengajarkan al-Qur’an dan hukum-hukum agama membolehkan dijadikan

mahar. Mereka sependapat dengan pendapat Imam Syafi’i dan Imam Ahmad

bin Hambal.

Imam Syafi’i dalam kitab al-Umm menjelaskan bahwa membolehkan

adanya mahar dengan menjahit pakaian, membangun rumah, melayani

sebulan, atau mengajarkan al-Qur’an kepada istri, yang merupakan mahar

jasa.20 Imam Ahmad Hambali membolehkan mahar dengan ayat al-Quran atau

19 Imam Kamal bin Muhammad bin Abdulrahim al-Ma’ruf bin al-Humam al-Hanafi,

Syarh Fathul al-Qadir, Juz 3, Beirut Libanon: Darl al-Kutub al-‘Ilmiyah, tt, h. 326. 20 Imam Abi Abdus Muhammad bin Idris asy-Syafi’i, Al-Umm, Juz V, Beirut Libanon:

Dar al-Fikr, tt, h. 64.

Page 21: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

10

jasa, agar tidak ada persetubuhan antara laki-laki dan perempuan sebelum

memberikan sesuatu sebagai maharnya.21

Kompilasi Hukum Islam Pasal 1 sub d, bahwa mahar adalah pemberian

dari calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita, baik berbentuk

barang, uang atau jasa yang tidak bertentangan dengan hukum Islam. Pasal

30 KHI menegaskan bahwa calon mempelai pria wajib membayar mahar

kepada calon mempelai wanita yang jumlah, bentuk dan jenisnya disepakati

oleh kedua belah pihak, sedangkan pasal 33 ayat 1 KHI bahwa penentuan

besarnya mahar didasarkan atas kesederhanaan dan kemudahan yang

dianjurkan oleh ajaran Islam.22

Mahar dalam konteks hukum Islam memang bukan merupakan rukun

maupun syarat dari perkawinan dan hanya sebagai kewajiban dari mempelai

laki-laki semata, apalagi dalam kenyataannya bahwa masyarakat lebih banyak

memberi mahar materi dibandingkan mahar yang berupa non materi.

Dari latar belakang di atas, maka mendorong penulis untuk melakukan

penelitian skripsi, yang berjudul “PANDANGAN IMAM MADZHAB

TERHADAP MAHAR BERUPA JASA”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dan latar belakang di atas, maka penulis

memfokuskan penelitian dengan rumusan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana konsep mahar berupa jasa menurut imam madzhab?

21 al-Imam Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hambal, Beirut: Darl al-Fikr, tt, h.

401. 22 Abdurrahman, op. cit., h. 113-120.

Page 22: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

11

2. Bagaimana keterkaitan pemberian mahar berupa jasa dalam akad

perkawinan dengan konteks sekarang?

C. Tujuan Penulisan Skripsi

1. Untuk mengetahui konsep mahar non materi dalam hukum Islam.

2. Untuk mengetahui keterkaitan pemberian mahar non materi dalam akad

perkawinan dengan konteks sekarang.

D. Telaah Pustaka

Pembahasan tentang mahar dalam pernikahan sedikit banyak telah

dibahas oleh beberapa ulama, baik dari ulama hadits maupun ulama fiqh, baik

tulisan di media massa, buku-buku dan karya tulis maupun kitab klasik. Akan

tetapi setelah penulis melakukan telaah pustaka yang membahas tentang judul

skripsi ini, yakni: “Pandangan Imam Madzhab terhadap Mahar berupa Jasa”,

penulis tidak menemukan pembahasan judul tersebut baik dalam bentuk

skripsi maupun dalam bentuk buku.

Sepanjang penelusuran yang telah penulis lakukan hanya sedikit yang

secara intens membahas tentang mahar dalam pernikahan. Literatur tentang

mahar kebanyakan pembahasannya hanya merupakan bagian dari seluruh isi

kitab atau buku secara umum yang memaparkan ajaran Islam seperti masalah

pernikahan.

Sepengetahuan penulis, mengenai permasalahan tentang mahar telah

banyak penulis-penulis terdahulu yang mengkaji dan membahasnya, tetapi

Page 23: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

12

semua dari mereka membahas pokok permasalahan yang berbeda. Untuk lebih

jelasnya, di bawah ini ada beberapa skripsi yang mempunyai bahasan dalam

tema yang penulis jumpai di antaranya :

Skripsi yang ditulis oleh Nur Kheli: “Studi Komparatif Pendapat Imam

Malik dan Abu Hanifah tentang Maskawin yang Tidak Diketahui Sifat dan

Jenisnya”. Skripsi ini menjelaskan bahwa mengenai sifat-sifat maskawin,

fuqaha sependapat tentang sahnya pernikahan berdasarkan pertukaran dengan

suatu barang tertentu yang dikenal sifatnya, yakni yang tertentu jenis, besar,

dan nilainya. Mereka berbeda pendapat tentang barang yang tidak diketahui

sifatnya dan tidak ditentukan jenisnya, seperti jika seseorang mengatakan,

“Aku kawinkan engkau dengan dia dengan maskawin seorang hamba atau

pelayan”, tanpa menerangkan sifat-sifat hamba atau pelayan itu yang dapat

diketahui harga dan nilainya. Malik dan Abu Hanifah berpendapat bahwa

perkawinan dengan cara seperti itu dibolehkan, sedang Syafi'i berpendapat

tidak boleh. Apabila terjadi perkawinan seperti itu, Malik berpendapat bahwa

pengantin wanita memperoleh jenis seperti yang disebutkan untuknya,

sedangkan Abu Hanifah berpendapat bahwa pengantin pria dipaksa untuk

mengeluarkan harganya. Silang pendapat ini disebabkan, apakah perkawinan

seperti itu dapat disamakan dengan jual beli yang mengandung unsur

kebakhilan, atau dimaksudkan memberi adalah sesuatu yang lebih tinggi dari

itu, sebagai realisasi kedermawanan? Bagi fuqaha yang menyamakan

perkawinan dengan kebakhilan pada jual beli, mengatakan, tidak boleh jual

beli suatu barang yang tidak diketahui sifat-sifatnya, pernikahan juga berlaku

Page 24: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

13

seperti jual beli. Fuqaha yang tidak menyamakannya dengan jual beli, karena

yang dimaksudkan adalah memberikan kehormatan mengatakan bahwa

perkawinan seperti itu boleh.23

Skripsi yang ditulis oleh Syamsul Mu’amar: “Studi Analisis Pendapat

Imam Syafi’i tentang Diperbolehkannya Mengajarkan al-Qur’an sebagai

Mahar”. Skripsi ini menerangkan bahwa pendapat Imam Syafi’i tentang

mengajarkan al-Qur’an sebagai mahar dalam perkawinan merupakan suatu

pemberian yang diwajibkan oleh Allah untuk si calon suami yang

melangsungkan perkawinan, walaupun bentuk dan jumlahnya tidak ditentukan

oleh syari’at, tetapi calon suami harus memberikan sesuatu kepada calon

istrinya dan pemberian itu tidak boleh ditarik kembali oleh si calon suami

terkecuali istri merelakannya.24

Skripsi yang ditulis oleh Muttaqin: “Studi Analisis Pendapat Imam

Syafi'i tentang Batas Terendah Pembayaran Maskawin”. Skripsi ini

menjelaskan bahwa menurut Imam Syafi'i, maskawin itu tidak ada batasan

rendahnya. Prinsip bagi Imam Syafi'i yaitu asal sesuatu yang dijadikan mahar

itu bernilai dan berharga, maka boleh digunakan sebagai maskawin. Alasan

Imam Syafi'i adalah karena pernikahan merupakan lembaga yang suci tidak

23 Nur Kheli, Studi Komparatif Pendapat Imam Malik dan Abu Hanifah tentang

Maskawin yang Tidak Diketahui Sifat dan Jenisnya, (Tidak dipublikasikan. Skripsi IAIN Walisongo Fakultas Syari’ah, 2005).

24 Syamsul Mu’amar, Studi Analisis Pendapat Imam Syafi’i tentang Diperbolehkannya Mengajarkan al-Qur’an sebagai Mahar, (Tidak dipublikasikan. Skripsi IAIN Walisongo Fakultas Syari’ah, 2004).

Page 25: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

14

boleh batal hanya lantaran kecilnya pemberian, sebab, yang penting adanya

kerelaan dari pihak wanita.25

Keterangan di atas menunjukkan penelitian terdahulu berbeda dengan

penelitian saat ini. Perbedaan penelitian sebelumnya yaitu perbandingan

pendapat Imam Malik dan Abu Hanifah tentang maskawin yang tidak

diketahui sifat dan jenisnya, kemudian skripsi yang kedua menganalisis

pendapat Imam Syafi’i tentang mengajarkan al-Qur’an sebagai mahar dalam

perkawinan dan batasan terendah maskawin.

Pendapat yang penulis bahas ini, yakni tentang pandangan imam

madzhab terhadap mahar berupa jasa, yang jelas diketahui dan tidak hanya

mengkhususkan mahar yang berupa al-Qur’an saja yang dapat dijadikan

mahar. Mahar juga dapat berupa jasa atau manfaat yang lain seperti

pengajaran ilmu-ilmu agama, menggembalakan ternak dan berupa pekerjaan

yang lain, dengan syarat mahar tersebut mempunyai manfaat yang baik,

supaya sah menjadi mahar, serta menekankan bahwa mahar tidak harus berupa

materi tetapi dapat pula berupa non materi yang mungkin lebih bermanfaat

bagi istri.

E. Metode Penulisan Skripsi

Metode merupakan sarana untuk menemukan, merumuskan, mengolah

data dan menganalisa suatu permasalahan untuk mengungkapkan suatu

25 Muttaqin, Studi Analisis Pendapat Imam Syafi'i tentang Batas Terendah Pembayaran

Maskawin, (Tidak dipublikasikan. Skripsi IAIN Walisongo Fakultas Syari’ah, 2005).

Page 26: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

15

kebenaran.26 Pada dasarnya metode merupakan pedoman tentang cara

ilmuwan mempelajari, menganalisa dan memahami suatu objek kajian yang

dihadapinya secara sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan.

Sebagai pegangan dalam penulisan skripsi dan pengelolaan data untuk

memperoleh hasil yang valid dan qualified, penulis menggunakan beberapa

metode dalam penulisan skripsi ini, yaitu:

1. Jenis Penelitian

Penulisan dan pembahasan penelitian dalam skripsi ini merupakan

jenis penelitian kepustakaan (Library Research) dengan metode kualitatif,

yang berarti mengkaji permasalahan dengan cara menelusuri, mencari dan

menelaah bahan berupa data dari literatur-literatur yang berhubungan

dengan judul penelitian, baik yang berupa buku, artikel, dan karangan27

yang berkaitan dengan pembahasan tentang mahar berupa jasa menurut

imam madzhab dalam perkawinan.

2. Sumber Data

Penelitian ini adalah termasuk studi pustaka. Sementara itu, data

diambil dari berbagai sumber yaitu :

a. Sumber Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber

pertama.28 Data pokok yang diperoleh terdapat pada:

26 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Teori dan Praktek,

Jakarta: Rineka Cipta, 2002, h. 194. 27 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi, Bandung: PT. Remaja

Rosda Karya, Cet. 24, 2007, h. 9. 28 Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada, 2006, h. 30.

Page 27: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

16

Kitab al-Umm, karya Imam Syafi’i, yang salah satu babnya

membahas tentang mahar.

Kitab Syarh Fath al-Qadir, karya Imam Kamaluddin bin al-

Humam, murid Imam Abu Hanifah yang salah satu babnya

membahas tentang mahar.

Kitab al-Muwaththa’, karya Imam Malik yang merupakan kitab fiqh

dan hadis, salah satu babnya membahas tentang mahar.

Kitab Musnad Ahmad bin Hambal, karya Imam Ahmad Hambali,

slah satu babnya membahas tentang mahar.

Sumber data primer di atas untuk mengetahui data-data yang

valid mengenai mahar berupa non materi dalam pandangan hukum

Islam. Kitab-kitab di atas ini tergolong kitab kajian terbesar dalam

masalah fiqh secara umum dan khususnya pada ulama empat mazhab,

yang mewakili kita-kitab lain dalam pembahasan mahar yang berupa

jasa.

b. Sumber Sekunder

Sumber data sekunder yaitu data yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer.29 Adapun sumber-sumber itu antara

lain: Al-Muhazzab fi Fiqh al-Imam al-Syafi'i karya Abu Ishaq Ibrahim,

Fiqh lima mazhab karya Muhammad Jawad Mugniyah, al-Fiqh ala

Mazahib al-Arba'ah karya Abdur Rahman al-Jaziri, Hadist dan buku-

29 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 1998, h. 116.

Page 28: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

17

buku yang membahas mahar yang memiliki keterkaitan dengan

pembahasan skripsi ini.

3. Metode Analisis Data

Setelah dikumpulkannya data-data yang diperoleh untuk kepentingan

kajian ini, maka akan dianalisis dengan metode deskriptif analitis, yaitu

berusaha untuk menggambarkan dan menganalisis secara mendalam

berdasarkan data yang diperoleh.30 Skripsi ini mencoba menganalisis

konsep mahar berupa jasa menurut pendapat imam madzhab dan

keterkaitan dengan pemberian mahar berupa jasa dalam konteks sekarang

yang berkembang di masyarakat.

F. Sistematika Penulisan

Dalam skripsi ini, penulis akan membahas beberapa masalah yang

sistematikanya adalah sebagai berikut:

1. Bagian Awal

Pada bagian ini memuat: Halaman Sampul, Halaman Judul, Penelitian,

Halaman Pengesahan, Halaman Motto, Kata Pengantar, Daftar Isi.

2. Bagian Inti Skripsi ini dibagi dalam lima bab, yaitu :

Bab I : Pendahuluan

Dalam bab ini akan diuraikan tentang latar belakang

masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, telaah pustaka,

metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II : Ketentuan Umum tentang Mahar dalam Perkawinan

30 Lexy J. Moleong, op. cit., h. 11.

Page 29: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

18

Dalam bab ini penulis akan menjelaskan tentang

pengertian dan dasar hukum mahar, macam-macam dan syarat

mahar berdasarkan kualifikasi (mahar berupa harta dan mahar

berupa jasa) dan mahar berdasarkan klasifikasi, kedudukan

mahar dan makna filosofis pemberian mahar, hikmah

pemberian mahar.

Bab III : Konsep Mahar berupa Jasa menurut Imam Madzhab

Dalam bab ini penulis akan menguraikan tentang

pendapat imam madzhab tentang mahar berupa jasa, dan

bentuk mahar jasa yang sah dijadikan mahar.

Bab IV : Analisis Pendapat Imam Madzhab terhadap Mahar berupa Jasa

Bab ini merupakan analisa untuk menguraikan analisis

pendapat imam madzhab tentang mahar berupa jasa, dan

keterkaitan pemberian mahar berupa jasa dalam akad

perkawinan dengan konteks sekarang.

Bab V : Penutup

Dalam bab ini berisi tentang: kesimpulan, saran-saran dan

kata penutup.

3. Bagian Akhir

Pada bagian akhir skripsi ini memuat: Daftar Pustaka dan Lampiran-

lampiran.

Page 30: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

19

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG MAHAR DALAM PERKAWINAN

A. Pengertian dan Dasar Hukum Mahar

1. Pengertian Mahar

Kata mahar berasal dari bahasa Arab yaitu al-mahr, jamaknya al-

muhur atau al-muhurah.31 Menurut bahasa, kata al-mahr bermakna al-

shadaq yang dalam bahasa Indonesia lebih umum dikenal dengan

“maskawin”, yaitu pemberian wajib dari calon suami kepada calon istri

ketika berlangsungnya acara akad nikah diantara keduanya untuk menuju

kehidupan bersama sebagai suami istri.32

Lebih lanjut dalam kitab Subul al-Salam Syarh Bulug al-Maram

menjelaskan bahwa mahar mempunyai delapan nama sebagai berikut:

صداق ومهر حنلة وفريضة حباء وأجر مث : الصداق له مثانية أمساء، جيمعها قو له عقر عالئق

Artinya: “Mahar mempunyai delapan nama yang dinadzamkan dalam perkataannya: shadaq, mahar, nihlah, faridhah, hiba’, ujr, ’uqr, ‘alaiq”.33

Dalam kamus al-Munjid, kata mahar dapat dilihat dalam berbagai

bentuknya: 34 مھرا ومھورا ومھارا ومھارة: مھر yang artinya tanda pengikat.

Menurut W.J.S. Poerwadarminta, mahar adalah pemberian dari mempelai

31 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia: Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1/1974 sampai KHI, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006, h. 64.

32 Departemen Agama RI, Ensiklopedi Islam di Indonesia, Jakarta: CV. Anda Utama, 1993, h. 667.

33 Imam Muhammad bin Isma’il al-Amir al-Yamin Ashin’ani, Subul al-Salam Syarh Bulug al-Maram, Juz III,Beirut Libanon: Darul Kutub al-‘Ilmiyah, 1988, h. 282.

34 Louis Ma’luf, al-Munjid fi al-Lughah wal-A'lam, Beirut: Dar al-Masyriq, 1986, h.777.

Page 31: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

20

laki-laki kepada pengantin perempuan.35 Pengertian yang sama dijumpai

dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, mahar berarti

pemberian wajib berupa uang atau barang dari mempelai laki-laki kepada

mempelai perempuan ketika dilangsungkan akad nikah.36

Mahar menurut istilah ulama dan ahli hukum Islam Indonesia

diantaranya:

a) Menurut Abdurrrahman al-Jaziri, maskawin adalah nama suatu benda

yang wajib diberikan oleh seorang pria terhadap seorang wanita yang

disebut dalam akad nikah sebagai pernyataan persetujuan antara pria

dan wanita itu untuk hidup bersama sebagai suami istri.37

b) Menurut Imam Taqiyuddin, maskawin (shadaq) ialah sebutan bagi

harta yang wajib atas orang laki-laki bagi orang perempuan sebab nikah

atau bersetubuh (wathi'), Di dalam al-Qur’an maskawin disebut:

shadaq, nihlah, faridhah dan ajr. Dalam sunnah disebut: mahar,

’aliqah dan ’aqr.38

c) Kamal Muchtar, mengatakan mahar adalah pemberian wajib yang

diberikan dan dinyatakan oleh calon suami kepada calon istrinya di

35 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2006,

h. 731. 36 Tim Redaksi Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama, 2008, h. 856. 37 Abdurrrahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqh ‘Ala al-Mazahib al-Arba’ah, Juz IV, Beirut

Libanon: Darul Kutub ’Ilmiyah, 1990, h. 89. 38 Imam Taqiyuddin Abi Bakar Ibn Muhammad al-Husaini al-Hishni al-Dimasyqy al-

Syafi’i, Kifayah al- Akhyar fii Halli Ghayah al- IKhtisar, Juz II, Beirut: Dar al-Kutub al-’Ilmiah, 1990, h. 60.

Page 32: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

21

dalam sighat akad nikah yang merupakan tanda persetujuan dan

kerelaan dari mereka untuk hidup sebagai suami istri.39

d) Pasal 1 sub d KHI, mahar adalah pemberian dari calon mempelai pria

pada calon mempelai wanita baik berbentuk barang, uang, maupun jasa

yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.40

e) Menurut Mustafa Kamal Pasha, mahar adalah suatu pemberian yang

disampaikan oleh pihak mempelai putra kepada mempelai putri

disebabkan karena terjadinya ikatan perkawinan.41

Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa mahar merupakan suatu kewajiban yang harus dipikul oleh setiap

calon suami yang akan menikahi calon istri sebagai tanda persetujuan dan

kerelaan untuk hidup bersama sebagai suami istri, jadi mahar itu menjadi hak

penuh bagi istri yang menerimanya, bukan hak bersama dan bukan pula hak

walinya, tidak ada seorangpun yang berhak memanfaatkannya tanpa seizin

dari perempuan itu.

2. Dasar Hukum Mahar

Mahar adalah pemberian pria kepada wanita sebagai pemberian

wajib, untuk memperkuat hubungan dan menumbuhkan tali kasih sayang

antara kedua suami istri.42 Hal ini berdasarkan al-Qur'an dan hadits,

sebagaimana yang tercantum dalam al-Qur'an surat an-Nisa’ ayat 4 yang

berbunyi :

39 Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan, Jakarta: Bulan Bintang, 1974, h. 78.

40 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Akademi Presindo, 1992, h. 113.

41 Mustafa Kamal Pasha, Fikih Islam, Jogjakarta: Citra Karsa Mandiri, 2009, h. 274. 42 Ibid., h. 83.

Page 33: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

22

Artinya: “Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu

nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.”43

Ayat di atas menegaskan bahwa apabila seorang laki-laki ingin

menikahi seorang perempuan untuk dijadikan sebagai istri wajib atasnya

untuk memberikan mahar atau maskawin.44 Ayat yang lain juga

disebutkan dalam surat yang sama yaitu ayat 24 :

Artinya: “Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban.”45

Ayat ini menegaskan bahwa kehalalan memperoleh kenikmatan dari

seorang istri yang dinikahi menjadi sempurna apabila telah diberikan hak

wanita tersebut yaitu berupa mahar.

Allah juga berfirman dalam surat al-Maidah ayat 5 berkaitan dengan

kewajiban seorang suami untuk memberikan mahar kepada calon istrinya :

Artinya: “Dan dihalalkan mangawini wanita yang menjaga kehormatan

diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab

43Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung:

Sinar Baru Algensindo, 2006, h. 61. 44 Syibli Syarjaya, Tafsir Ayat-ayat Ahkam, Jakarta: Rajawali Pers, 2008, h. 183. 45 Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-Qur’an, op. cit., h. 65.

Page 34: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

23

sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya.”46

Landasan hukum juga terdapat dalam hadits Nabi SAW, yang

memperkuat statemen tentang kewajiban memberikan mahar kepada calon

istri yaitu:

أميا امرأة نكحت بغري : قال رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم: وعن عائشة قالتفإن , فإن دخل ا فلها املهر مبا استحل من فرجها, إذن وليها فنكاحها باطل

وصححه , أخرجه األربعة إال النسائي(فالسلطان ويل من ال ويل له , اشتجروا٤٧)أبو عوانة وابن حبان واحلكيم

Artinya: “Dari ‘Aisyah berkata: Rasulullah SAW bersabda: perempuan siapapun yang menikah dengan tanpa izin dari walinya, maka pernikahannya batal, apabila suami telah mendzukhulnya, maka wajib baginya memberikan mahar untuk menghalalkan farjinya, namun apabila walinya tidak mau menikahkannya, maka penguasa menjadi walinya.” (dikeluarkan oleh empat perawi kecuali Nasa’i, dan dishahihkan oleh Abu ‘Awanah dan Ibnu Hiban dan Hakim).

Firman Allah SWT dan hadits Nabi SAW di atas menunjukkan

bahwa mahar sangat penting meskipun bukan sebagai rukun nikah, namun

setiap suami wajib memberi mahar sebatas kemampuannya. Ayat tersebut

juga menjadi indikasi bahwa agama Islam sangat memberi kemudahan dan

tidak bersifat memberatkan.

46 Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-Qur’an, op. cit., h. 86. 47 al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulugh al-Maram Min Adillat al-Ahkam, Beirut

Libanon: Dar al-Kutub al-Islamiyah, t.t., h. 250.

Page 35: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

24

B. Macam-macam dan Syarat-syarat Mahar

1. Mahar Ditinjau dari Kualifikasi48

a) Mahar dalam bentuk benda kongkrit

Mahar disyaratkan harus diketahui secara jelas dan detail jenis

dan kadar yang akan diberikan kepada calon istrinya.49 Sekarang ini

masih terdapat dua bentuk macam mahar yang sering terjadi

dikalangan masyarakat yang pada hakikatnya adalah satu, yaitu:

Pertama, mahar yang hanya sekedar simbolik dan formalitas

biasanya diwujudkan dalam bentuk kitab suci al-Qur'an, sajadah, dan

lain-lain yang kerap kali disebut sebagai satu perangkat alat shalat.

Kedua, mahar terselubung ialah yang lazim disebut dengan

istilah “hantaran” atau “tukon” (dalam bahasa jawa) yaitu berupa

uang atau barang yang nilainya disetujui oleh keluarga mempelai putri

atau calon istri. Mahar dalam bentuk “terselubung” seperti ini biasanya

tidak disebutkan dalam akad nikah.50

Para fuqaha mengatakan bahwa mahar boleh saja berupa benda

atau manfaat. Adapun benda itu sendiri terdapat dua kategori, yaitu :

1) Semua benda yang boleh dimiliki seperti dirham, dinar, barang

dagangan, hewan dan lain-lain. Semua benda tersebut sah dijadikan

mahar dalam pernikahan.

48 Yang di maksud dengan kualifikasi mahar adalah apa saja yang boleh dijadikan mahar

serta syarat-syaratnya. 49 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, Terj. Afif Muhammad, Jakarta:

PT Lentera Basritama, 2001, h. 365. 50 M. Labib al-Buhiy, Hidup Berkembang secara Islam, Bandung: al-Ma’arif, 1983, h. 63.

Page 36: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

25

2) Benda-benda yang tidak boleh dimiliki seperti khamr, babi, dan

lain-lain.

Mahar itu bisa berbentuk emas atau perak dan bisa juga

berbentuk uang kertas, dan boleh juga berupa hewan atau tumbuh-

tumbuhan, atau apa saja yang bersifat material.51 Idris Ahmad

membagi sesuatu yang mempunyai nilai dan harga bisa dijadikan

maskawin, seperti mata uang, barang (emas, perak, rumah, kebun, mobil,

pabrik), makanan dan segala sesuatu yang mempunyai nilai finansial dan

harga.52

Mahar dalam bentuk barang (mahar materi) ini dengan syarat-

syarat sebagai berikut:

1. Harta atau bendanya berharga.

Tidak sah mahar dengan yang tidak berharga, walaupun tidak

ada ketentuan banyak atau sedikitnya mahar. Akan tetapi apabila

mahar sedikit tapi bernilai maka tetap sah.

2. Barangnya suci dan bisa diambil manfaat.

Tidak sah mahar dengan khamr, babi, atau darah karena

semua itu haram dan tidak berharga.

3. Barangnya bukan barang ghasab.53

4. Bukan barang yang tidak jelas keadaannya.

51 Said Abdul Aziz al-Jandul, Wanita di antara Fitrah, Hak dan Kewajiban, Jakarta:

Darul Haq, 2003, h. 35. 52 Idris Ahmad, Fiqh Syafi’i: Fiqh Islam menurut Madzhab Syafi’i, Surabaya: Karya

indah, 2002, h. 3. 53 Ghasab artinya mengambil barang milik orang lain tanpa seizinnya, namun tidak

bermaksud untuk memilikinya karena berniat untuk mengembalikannya di kemudian hari. Memberikan mahar dengan barang hasil ghasab tidak sah, tetapi akadnya tetap sah.

Page 37: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

26

Tidak sah mahar dengan memberikan barang yang tidak jelas

keadaannya, atau tidak disebutkan jenisnya.54

b) Mahar dalam bentuk jasa atau manfaat

Mahar berupa jasa atau manfaat yaitu mahar yang tidak berupa

benda atau harta.55 Pengertian mengenai mahar manfaat atau jasa ini,

dapat diartikan dengan melihat dari pendapat para ulama, yaitu:

1. Ulama Hanafiyah berpendapat mahar adalah harta yang menjadi

hak istri dari suaminya dengan adanya akad atau dukhul.

2. Ulama Malikiyah berpendapat mahar adalah sesuatu yang

diberikan kepada istri sebagai ganti (imbalan) dari istimta’

(bersenang-senang) dengannya.

3. Ulama Syafi’iyah berpendapat mahar adalah sesuatu yang menjadi

wajib dengan adanya akad nikah atau watha’ atau karena

merusakkan kehormatan wanita secara paksa (memperkosa).

4. Ulama Hanabilah berpendapat mahar adalah suatu imbalan dalam

nikah baik yang disebutkan di dalam akad atau yang diwajibkan

sesudahnya dengan kerelaan kedua belah pihak atau hakim, atau

imbalan dalam hal-hal yang menyerupai nikah seperti watha’

syubhat dan watha’ yang dipaksakan.56

Definisi di atas tampak bahwa definisi yang dikemukakan oleh

ulama Hanafiyah membatasi mahar itu hanya dalam bentuk harta,

54 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, Jakarta: Kencana Prenada Media Group,

2008, h. 87-88. 55 Departemen Agama RI, op. cit., h. 668. 56 Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, Juz IX , Beirut Libanon: Dar al-

Fikr, t.t, h. 6758.

Page 38: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

27

sementara definisi yang dikemukakan oleh golongan lainnya tidak

membatasi hanya pada harta saja, melainkan memasukkan jenis atau

bentuk-bentuk lain selain harta dalam pengertian mahar, seperti jasa

atau manfa’at, mengajarkan beberapa ayat al-Qur’an dan sebagainya.

Dasar yang membolehkan mahar berupa jasa ini ada

landasannya dalam al-Qur’an dan dalam hadits Nabi. Hal ini

dikisahkan Allah dalam surat an-Nisa’ ayat 25 :

Artinya: “Karena itu kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka, dan berilah maskawin mereka menurut yang patut.”57

Ayat di atas menegaskan bahwa dalam menunaikan kewajiban

membayar mahar adalah didasarkan pada kemampuan calon mempelai

pria secara pantas. Al-Qur’an tidak menjadikan mahar itu untuk

tuannya, karena mahar itu adalah haknya. Karena itu, keluarkanlah hal

ini dari kaidah bahwa seluruh penghasilan budak itu milik tuannya.

Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa apa yang diperolehnya itu

bukan penghasilan, melainkan hak karena hubungannya dengan

seorang laki-laki. Islam memuliakan mereka dengan tidak menggangap

mereka menjual kehormatannya dengan mendapatkan sejumlah uang,

tetapi yang dilakukannya itu adalah pernikahan dan pemeliharaan diri.

Penggunaan kata أجر( ) ajr/upah untuk menunjukkan maskawin,

dijadikan dasar oleh ulama-ulama bermazhab Hanafi untuk

mengatakan bahwa maskawin haruslah sesuatu yang bersifat materi,

57 Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-Qur’an, op. cit., h. 65.

Page 39: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

28

tetapi kelompok ulama bermazhab Syafi’i tidak mensyaratkan sifat

materi untuk maskawin. Penyebutan upah di atas, hanyalah karena itu

yang umum terjadi dalam masyarakat.58

Mahar dalam bentuk jasa juga terdapat dalam al-Qur’an yaitu

menggembala kambing selama 8 tahun sebagai mahar perkawinan

seorang perempuan.59 Hal ini dikisahkan Allah dalam surat al-Qashash

ayat 27:

Artinya: “Berkatalah dia (Syu'aib): “Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun, maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu”.60

Ayat di atas menjelaskan bahwa seorang bapak boleh meminang

seorang laki-laki untuk menjadi suami putrinya. Hal ini banyak terjadi

di masa Rasulullah SAW, bahkan ada di antara wanita yang

menawarkan dirinya supaya dikawini oleh Rasulullah SAW atau

supaya Rasulullah mengawinkan mereka dengan siapa yang

diinginkannya oleh Rasulullah.

Umar ibn al-Khaththab pernah menawarkan anaknya Hafsah

(yang sudah janda kepada Abu Bakar tetapi Abu Bakar diam saja,

58 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an,

Jakarta: Lentera Hati, 2000, h. 385. 59 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antara Fiqh Munakahat dan

Undang-undang Perkawinan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009, h. 91. 60 Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-Qur’an, op. cit., h. 310.

Page 40: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

29

kemudian ditawarkan kepada Ustman tetapi Ustman meminta maaf

karena keberatan. Hal ini diberitahukan Abu Bakar kepada Nabi SAW.

Nabi pun menenteramkan hatinya dengan mengatakan “Semoga Allah

akan memberikan kepada Hafsah orang yang lebih baik dari Abu

Bakar dan Ustman, kemudian Hafsah dikawini oleh Rasulullah.61

Di samping ayat-ayat yang telah dijelaskan di atas sebagai

landasan hukum, terdapat pula hadits Nabi yang memperkuat statemen

tentang kewajiban memberikan mahar berupa jasa kepada calon istri:

دد حعن سل بهس نأبيه ع نازم عأبي ح نز بزيالع دبا عثندة حبيا قتثنسلم فقا لت يا اهللا صلى اهللا عليه والساعدي قال جاءت امرأة إلى رسول

ال فنظر إليها رسول اهللا صلى اهللا عليه رسول اهللا جئت أهب لك نفسي ق لمسه وليلى اهللا عول اهللا صسطأطأ ر ثم هب وصا وفيه ظرالن دعفص لمس و

ام رجل من رأسه فلما رأت المرأة أنه لم يقض فيها شيئا جلست فقأصحابه فقال يا رسول اهللا إن لم يكن لك بها حاجة فزوجنيها فقال

اذهب إلى أهلك : وهل عندك من شيء؟ قال ال و اهللا يا رسول اهللا فقال رجع فقال، ال واهللا ما وجدت شيئا فقال فذهب ثم: فانظر هل تجد شيئا

ثم بد، فذهديح ا منماتخ لوو ظران ،لمسه وليلى اهللا عول هللا صسرال واهللا يا رسول اهللا وال خاتما من حديد ولكن هذا إزاري : رجع فقال

ل سهل ما له رداء فلها نصفه فقال رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم، ما قا كليع كني لم هتإن لبسء ويش ها منهليع كني لم هتإن لبس اركباز عنصت

فرآه رسول اهللا صلى : ذا طال مجلسه قاممنه شيء فجلس الر جل حتى إماذا معك من القرآن؟ : اهللا عليه وسلم مو ليا فأمر به فدعي فلما جاء قال

61 M. Quraish Shihab, op. cit., h. 336.

Page 41: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

30

ظه نع نهؤقرا فقال تهددة كذا عورسة كذا وورعي س؟ قال، مر قلبك ٦٢)رواه البخار. (قد ملكتكها بما معك من القرآنقال نعم، قال اذهب ف

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Qutaibah telah

menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Hazim dari ayahnya dari Sahl bin Said al-Saidy berkata: "Seorang perempuan telah datang kepada Rasulullah, wahai Rasulullah, saya datang untuk menyerahkan diriku kepadamu”. Kemudian Rasulallah SAW, memandang wanita itu dan memperhatikannya, lalu beliau menundukkan kepalanya. Setelah wanita itu tahu bahwa Rasulallah SAW tidak berhasrat kepadanya, maka duduklah ia. Tiba-tiba salah seorang sahabat Nabi SAW berdiri dan berkata: “Wahai Rasulallah SAW, nikahkanlah saya dengannya jika memang engkau tidak berhasrat kepadanya”. Lalu Nabi SAW, bertanya kepada laki-laki tersebut: “Adakah kamu mempunyai sesuatu?” Dia menjawab: “Tidak, demi Allah saya tidak mempunyai sesuatu”. Maka Nabi SAW bersabda: “Carilah maskawin, walaupun hanya sebuah cincin dari besi”. Maka segera sahabat itu mencari maskawin, tak lama sahabat itu datang kembali dan berkata: “Tidak, demi Allah wahai Rasulullah, saya tidak menemukan sesuatu walaupun cincin dari besi, akan tetapi hanya sarung ini yang saya miliki”. Sahl berkata: "Karena sarung itu tidak ada selendangnya, maka harus dibagi menjadi dua”. Rasulallah SAW bertanya: “Dan apa yang akan kamu lakukan dengan sarung itu? jika sarung itu kamu pakai, maka ia tidak dapat memanfaatkannya, dan jika ita memakainya maka kamu tidak dapat memakai apa-apa”. Sahabat itu duduk lama sekali, kemudian ia berdiri lalu pergi ketika Rasulallah SAW tahu bahwa sahabat itu pergi, maka beliau mengutus seseorang untuk memanggilnya. Setelah ia datang Rasulallah SAW bertanya: “Surat apa yang kamu hafal dari al-Qur'an?” jawabanya: “Yang aku hafal surat itu dan surat itu (ia menyebutkannya)”. Tanya beliau: "Apakah kamu hafal surat-surat itu diluar kepala?” jawabnya : “ya”. Maka Nabi SAW, bersabda: “Aku nikahkan kamu dengannya dengan maskawin beberapa ayat al-Qur'an yang kamu hafal”.

62 Al-Imam Abi Abdillah Muhammad bin Isma'il bin Ibrahim ibn al-Mugirah ibn

Bardizbah al-Bukhari, Sahih al-Bukhari, Juz V, Beirut Libanon: Darul Kutub al-’Ilmiyah,1992, h. 444.

Page 42: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

31

Hadis di atas muncul dilatarbelakangi atas ketidakmampuan

sahabat dalam memberikan maskawin terhadap wanita yang akan

dinikahinya. Sahabat itu tidak memiliki harta sedikitpun untuk

dijadikan mahar dalam pernikahannya. Kitab hadits dan asbab al-

wurud al-hadits secara eksplisit tidak ditemukan secara pasti dimana

kejadian itu berlangsung dan tidak pula disebutkan secara jelas siapa

perempuan yang mendatangi Nabi SAW tersebut. Namun dalam Syarh

al-Bukhari ditemukan data yang menyebutkan bahwa peristiwa

tersebut berlangsung di dalam sebuah masjid.63

Wanita yang dengan berani menyerahkan dirinya kepada Nabi

SAW tersebut disinyalir bernama Khaulah binti Hakim yang dijuluki

dengan Ummi Syarik. Nama ini dinukil dari nama orang yang

memasrahkan dirinya kepada Rasulullah SAW dalam surat al-Ahzab

ayat 50 disebutkan: “Dan perempuan mukmin yang menyerahkan

dirinya kepada Nabi.” Penjelasan tentang nama wanita tersebut serta

hal-hal yang berkaitan dengan beberapa nama wanita yang

memasrahkan urusan dirinya kepada Rasulullah SAW, telah

disebutkan dalam penafsiran surat al-Ahzab. Di akhir cerita disebutkan

bahwa sahabat tersebut menikahi wanita itu dengan maskawin (mahar)

beberapa ayat al-Quran yang telah dihafalnya serta mengajarkannya.64

Syarat mahar non materi yaitu syarat-syarat berupa manfaat

yang dijadikan mahar menurut ulama:

63 Ibrahim bin Muhammad bin Kamal al-Din, Al-Bayan wa al-Ta’rif Fi asbab al-Wurud

al-Hadits al-Syarif, Beirut: Dar al-Saqafah al-Islamiyyah, tt, h. 344. 64 Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-Qur’an, op. cit., h. 339.

Page 43: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

32

1) Syarat menurut Syafi’iyah.

Syaratnya manfaat itu harus mempunyai nilai seperti harta

yang bisa diserahterimakan baik secara konkrit atau secara syari’at,

sehingga tidak sah bila mengajarkan satu kata atau satu ayat pendek

yang mudah dan menjahit baju sendiri atau manfaat yang

diharamkan seperti mengajarkan al-Qur’an kepada orang kafir

dzimmi yang belajar bukan karena masuk Islam.65

2) Syarat menurut Hanbaliyah.

Syaratnya manfaat itu harus diketahui dan bisa diambil

imbalannya, seperti menjahit baju istri atau mengajarkan kerajinan

tangan kepada istrinya, jika manfaat itu tidak diketahui secara pasti

seperti istri bekerja kapan saja selama satu bulan, maka hal itu tidak

sah, karena manfaat itu berfungsi sebagai imbalan dalam tukar

menukar. Maka tidak sah kalau manfaat itu tidak diketahui seperti

harga dalam jual beli dan sewa-menyewa.66 Dasarnya dalam firman

Allah QS. al-Qashash ayat 27:

Artinya: "Berkatalah Dia (Syu'aib): Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun

65 Abi Ishaq al-Syairazi, al-Muhazzab fi Fiqh al-Iman al-Syafi’i, Juz II, Beirut Libanon:

Darul al-Fikr, 1990, h. 57. 66 Ibn Qudamah, al-Mughniy, Juz XII, Mesir: Darul al-Fikr, tt, h. 8.

Page 44: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

33

maka itu adalah suatu kebaikan) dari kamu”. (QS. Al-Qashash: 27)67

3) Syarat menurut Malikiyah.

Syaratnya manfaat itu harus diketahui dari suatu pekerjaan

yang mempunyai nilai manfaat, seperti pengajaran al-Qur’an.68

4) Syarat menurut Hanafiyah

Syaratnya manfaat yang akan dijadikan mahar harus manfaat

yang dapat diukur dengan harta, seperti mengendarai kendaraan,

menempati rumah atau menanam sawah dalam waktu tertentu.69

Hal ini bisa mahar diganti dengan mahar mitsil, dalam kitab Syarh

Fathul al-Qadir :

وإن تزوج حر امرأة على خدمته هلا سنة أو على تعليم القرآن صح النكاح هلا قيمة خدمته سنة وإن تزوج عبد امرأة بإذن : و هلا مهر املثل، وقال حممد

٧٠.مواله على خدمته هلا سنة جاز وهلا اخلدمة Artinya: “Jika seseorang yang merdeka menikah dengan mahar

akan melayani istri 1 tahun atau mengajarinya al-Qur’an, maka bagi istri adalah mahar mitsil. Muhammad berkata: bagi istri tersebut adalah harga pelayanan. Jika seorang hamba sahaya menikah dengan izin tuannya dengan mahar melayani istri selama 1 tahun, maka diperbolehkan dan bagi istri mendapat pelayanan suami tersebut”.

Mahar tidak senantiasa berupa uang atau barang. Dikalangan

santri, pernah terjadi pernikahan dengan maskawin berupa

67 Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-Qur’an, op. cit., h. 310. 68 Abdurrrahman al-Jaziri, op. cit., h. 99. 69 Al-Faqih Abul Walid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad Ibn Rusyd, Bidayatul

Mujtahid wa Nihayatul al-Muqtashid, Terj. Imam Ghazali Said dan Achmad Zaidun, Jakarta: Pustaka Amina, 1989, h. 391.

70 Imam Kamal bin Muhammad bin Abdulrahim al-Ma’ruf bin al-Humam al-Hanafi, Syarh Fathul al-Qadir, Juz 3, Beirut Libanon: Darl al-Kutub al-‘Ilmiyah, tt, h. 326.

Page 45: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

34

kesanggupan calon suami untuk memberi pelajaran terhadap calon

istrinya membaca kitab suci al-Qur'an sampai tamat, dikalangan

para santri lebih dikenal dengan istilah khatam al-Qur'an. Pernah

juga mahar dibayar dengan tenaga atau lebih sering disebut dengan

jasa, yaitu seorang lelaki yang akan menjadi menantu itu untuk

beberapa lama di rumah calon mertua, tetapi belum diperbolehkan

melakukan hubungan suami-istri dengan calon istrinya dan laki-

laki tersebut mengerjakan sawah yang telah disediakan oleh calon

mertuanya.

2. Ditinjau dari Klasifikasi Mahar

Para ulama telah mengklasifikasikan mahar ke dalam dua macam

yaitu mahar musamma dan mahar mitsil.71

a) Mahar Musamma

Mahar musamma adalah pemberian mahar yang ditentukan

dengan tegas tentang jumlah dan jenis sesuatu barang yang dijadikan

mahar pada saat terjadinya akad nikah, seperti yang kebanyakan berlaku

dalam perkawinan di Indonesia.

Para ulama telah sepakat bahwa mahar musamma harus dibayar

seluruhnya oleh seorang suami, apabila terjadi salah satu di antara hal-

hal berikut ini, yaitu:

1) Suami telah menggauli istrinya72

Firman Allah SWT Surat an-Nisa’ ayat 21:

71 Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah II, Beirut: Dar al-Fikr, 1983, h. 140. 72 Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam, Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1988, h. 224.

Page 46: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

35

Artinya: “Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu Perjanjian yang kuat”.73

Ayat ini mengajarkan bahwa apabila seorang suami telah

menggauli istrinya dia tidak lagi diperbolehkan mengambil kembali

sedikitpun mahar yang telah dia berikan. Dengan ayat tersebut,

hukum Islam menetapkan bahwa bercampurnya seorang suami dan

istri mengakibatkan dilarangnya seorang suami mengambil kembali

mahar yang telah dia berikan.

2) Salah satu dari suami istri meninggal.

Mahar musamma juga wajib dibayar seluruhnya apabila suami

telah bercampur dengan istri, dan ternyata nikahnya rusak dengan

sebab-sebab tertentu, seperti ternyata istrinya mahram sendiri, atau

dikira perawan ternyata janda, atau hamil dari bekas suami lama.

Akan tetapi, kalau istri dicerai sebelum bercampur,74 berdasarkan

firman Allah QS. al-Baqarah ayat 237:

Artinya: “Jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu

73 Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-Qur’an, op. cit., h. 64. 74 Abdul Rahman Ghozali, op. cit., h. 93.

Page 47: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

36

sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu.”75

b) Mahar Mitsil

1) Menurut ulama Hanafiyah, mahar mitsil adalah mahar perempuan

yang menyerupai istri pada waktu akad, dimana perempuan itu

berasal dari keluarga ayahnya, bukan keluarga ibunya jika ibunya

tidak berasal dari keluarga ayahnya, seperti saudara perempuannya,

bibinya dari pihak ayah, anak pamannya dari pihak ayah, yang satu

daerah dan satu masa dengannya.

2) Menurut Hanabilah, mahar mitsil adalah mahar yang diukur dari

perempuan yang menyerupai istri dari seluruh kerabat, baik dari

pihak ayah maupun dari pihak ibu, seperti saudara perempuan, bibi

dari pihak ayah, anak bibi dari pihak ayah, ibu, bibi dari pihak ibu

dan selain mereka dari kerabat yang ada.76

Sayyid Sabiq menjelaskan pengertian mahar mitsil sebagai

berikut: mahar yang seharusnya diberikan kepada perempuan yang

sama dengan perempuan lain dari segi umur, kecantikan, kekayaan,

akal, agama, kegadisan, kejandaan, dan negerinya pada saat akad

nikah dilangsungkan. Jika dalam faktor-faktor tersebut berbeda,

maka berbeda pula maharnya.77

75 Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-Qur’an, op. cit., h. 30. 76 Wahbah al-Zuhaily, op. cit., h. 6775-6776. 77 Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Terj. Nor Hasanuddin, Jilid III, Cet. I, Jakarta: Pena

Pundi Aksara, 2006, h. 49.

Page 48: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

37

3) Menurut Malikiyah dan Syafi’iyah, mahar mitsil ialah mahar yang

dipilih oleh suaminya berdasarkan mahar perempuan-perempuan

yang serupa dengan istrinya menurut adat.78

Soemiyati dalam bukunya Hukum Perkawinan Islam dan

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 menyebutkan bahwa mahar

mitsil ialah mahar yang jumlahnya ditetapkan menurut jumlah yang

diterima keluarga pihak istri, karena pada waktu akad nikah jumlah

mahar dan bentuknya belum ditentukan.

Mahar mitsil itu diukur dari perempuan yang menyerupai istri

dari seluruh kerabatnya, baik dari pihak ayah maupun ibunya, seperti

saudara kandung, bibi dari pihak ayah, anak paman dari pihak ibu,

dan selain dari mereka kerabat yang ada.79

Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapatlah

dimengerti dan disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan mahar

mitsil adalah mahar yang diberikan oleh calon suami kepada calon

istri yang belum ada ketentuan besar kecilnya serta jenis mahar yang

akan diberikan. Mahar ini menjadi hak perempuan dengan jumlah

seperti mahar yang diterima oleh perempuan yang sebaya dengannya

dalam usia, kecantikan, harta, akal, agama, kegadisan, kejandaan

serta negerinya pada saat dilaksanakan akad nikah. Sebab, nilai

mahar bagi seorang perempuan biasanya berbeda sesuai dengan

perbedaan sifat-sifat ini. Yang dijadikan acuan dalam kesetaraan dari

78 Wahbah al-Zuhaily, op. cit., 6776. 79 Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Cet

II, Yogyakarta: Liberti, 1986, h. 60.

Page 49: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

38

segi kerabatnya seperti saudaranya, bibinya, dan anak-anak

perempuan pamannya.80

Mahar mitsil terjadi apabila dalam keadaan sebagai berikut:

a) Apabila tidak disebutkan kadar mahar dan besarnya ketika

berlangsung akad nikah, kemudian suami telah bercampur

dengan istri, atau meninggal sebelum bercampur.

b) Jika mahar musamma belum dibayar, sedangkan suami telah

bercampur dengan istri dan ternyata nikahnya tidak sah.

Nikah yang tidak disebutkan dan tidak ditetapkan

maharnya disebut nikah tafwidh. Hal ini menurut jumhur ulama

dibolehkan. Firman Allah SWT, QS. al-Baqarah ayat 236:

Artinya: “Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan isteri-isteri kamu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya”.81

Ayat ini menunjukkan bahwa seorang suami boleh

menceraikan istrinya sebelum digauli dan belum juga ditetapkan

jumlah mahar tertentu kepada istrinya itu. Dalam hal ini, maka

istri berhak menerima mahar mitsil.82

80 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 3, Terj. Abdurrahim dan Masrukhin, Jakarta: Cakrawala

Publishing, 2008, h. 421. 81 Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-Qur’an, op. cit., h. 30. 82 Abdul Rahman Ghozali, op. cit., h. 94.

Page 50: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

39

C. Kedudukan Mahar dan Makna Filosofis Pemberian Mahar

Para ulama madzhab sepakat bahwa mahar bukanlah salah satu syarat

atau rukun akad, tetapi merupakan suatu konsekuensi adanya akad.83 Mahar

merupakan akibat dan salah satu hukum dari sebagai hukum dalam suatu

perkawinan yang shahih, dan hubungan sebadan sesudah terjadinya

perkawinan yang fasid (batal), serta hubungan sebadan yang disebabkan

kesamaran. Mahar wajib atas suami untuk istrinya dengan adanya akad nikah

yang shahih.84

Islam sangat menentang diskriminasi laki-laki terhadap kaum wanita dan

inilah keistimewaan syari’at Islam. Kedudukan kaum wanita pada zaman

Jahiliyah sangat nista, sebagai budak yang sangat hina. Mereka diperjual

belikan sebagaimana barang dagangan yang murah dan sama sekali tidak

dihormati. Mereka berpindah-pindah dari satu tangan ke tangan yang lain, tak

ubahnya barang dagangan, dari satu ahli waris ke ahli waris lainnya.

Pada masa itu apabila seorang laki-laki meninggal, maka sanak

kerabatnya dapat mewarisi istrinya sebagaimana mereka mewarisi harta

kekayaanya. Islam datang untuk menyelamatkan kaum wanita dari kedzaliman

dan penindasan tersebut. Islam datang bukan hanya mengembalikan atau

menempatkan mereka pada posisi yang terhormat, tetapi juga mengakui

kemanusiaan mereka serta hak-hak yang mereka miliki, sebab pengakuan

83 Muhammad Jawad Mugniyah, op. cit., h. 366. 84 Ahmad al-Hajji al-Kurdi, Hukum-hukum Wanita dalam Fiqih Islam, Semarang: Dina

Utama Semarang, 1995, h. 33.

Page 51: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

40

terhadap hak dan kemanusiaan tidak mereka terima pada sistem perundang-

undangan buatan manusia.85

Pada zaman jahiliyyah hak perempuan itu dihilangkan dan disia-

siakan, sehingga walinya semena-mena dapat menggunakan hartanya dan

tidak memberikan kesempatan untuk mengurus hartanya serta

menggunakannya, lalu Islam datang menghilangkan belenggu ini. Istri diberi

hak mahar serta suami diberikan kewajiban membayar mahar kepadanya

bukan kepada ayahnya.86 Turunlah firman Allah ayat 19 surat an-Nisa’:

Artinya: “Hai orang-orang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai perempuan dengan jalan paksa, dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena ingin mengambil sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya”.87

Islam mengatur hak-hak yang dapat dimiliki oleh isteri atas suaminya,

yang pada zaman Jahiliyah, wanita tidak mempunyai hak sama sekali.

Pertama, hak kebendaan seperti maskawin dan uang belanja. Kedua, hak

bukan benda, misalnya perlakuan yang adil di samping isteri-isteri lainnya

apabila suami mempunyai isteri lebih dari satu. Di samping itu ada akibat

hukum yang harus dilaksanakan dalam kehidupan suami isteri. Akibat hukum

itu berupa hak-hak di antara keduanya, hak-hak tersebut adalah:

1. Hak isteri atas suaminya.

85 Ahmad Mudjab Mahalli, Wahai Pemuda Menikahlah, Jogjakarta: Menara Kudus, Cet.

I, 2002, h. 145. 86 Sayyid Sabiq, op. cit., h. 40. 87 Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-Qur’an, op. cit., h.

Page 52: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

41

2. Hak suami atas isterinya.

3. Hak bersama antara suami dan isteri.88

Mahar merupakan hak murni perempuan yang disyaria’tkan untuk

diberikan kepada perempuan sebagai ungkapan keinginan pria terhadap

perempuan tersebut, sebagai salah satu tanda kasih sayang calon suami

terhadap calon istri, dan suatu pemberian wajib sebagai bentuk penghargaan

calon suami kepada calon istri yang dilamar, serta sebagai simbol untuk

memuliakan, menghormati dan membahagiakan perempuan yang akan

menjadi istrinya. Adanya kewajiban memberikan mahar kepada istri,

terbentanglah tanggung jawab yang besar dari suami untuk memberikan

nafkah di dalam kehidupan rumah tangga secara layak, firman Allah yang

terdapat dalam QS. an-Nisa ayat 34:

Artinya: “Kaum laki-laki adalah pemimpin kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian dari mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka”.89

Mahar yang diberikan, boleh berupa barang (harta kekayaan) dan boleh

juga berupa jasa atau manfaat (mahar non materi). Berupa barang,

diisyaratkan haruslah barang itu berupa sesuatu yang mempunyai nilai atau

harga, halal dan suci, sedangkan kalau berupa jasa atau manfaat, haruslah

berupa jasa atau manfaat dalam arti yang baik. Dasar yang membolehkan hal

88 H.S.A. Alhamdani, Risalah Nikah (Hukum Perkawinan Islam), Jakarta: Pustaka Amani, edisi II, 2001, h. 129.

89 Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-Qur’an, op. cit., h.

Page 53: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

42

ini adalah yang menerangkan bahwa Rasulullah pernah menikahkan

sahabatnya dengan mahar berupa sebentuk cincin yang terbuat dari besi.

Demikian pula, Beliau pernah menikahkan sahabat lain dengan mahar berupa

jasa dari calon suami dengan mengajarkan al-Qur’an kepada calon istrinya.90

D. Hikmah Pemberian Mahar

Mahar merupakan pemberian pertama seorang suami kepada istrinya

yang dilakukan pada waktu akad nikah. Dikatakan yang pertama karena

sesudah itu akan timbul beberapa kewajiban materiil yang harus dilaksanakan

oleh suami selama masa perkawinan untuk kelangsungan hidup perkawinan

itu. Adanya pemberian mahar itu, suami dipersiapkan dan dibiasakan untuk

menghadapi kewajiban materiil berikutnya.91

Wujudnya maskawin, bukanlah untuk menghargai atau menilai

perempuan, melainkan sebagai bukti, bahwa calon suami sebenarnya cinta

kepada calon istrinya, sehingga dengan suka rela hati ia mengorbankan

hartanya untuk diserahkan kepada istrinya, sebagai tanda suci hati dan sebagai

pendahuluan, bahwa si suami akan terus-menerus memberi nafkah kepada

istrinya, sebagai suatu kewajiban suami terhadap istrinya.92

Hikmah pewajiban mahar bagi istri atas suami ialah menunjukkan dan

mengangkat tinggi kepentingan hubungan ini. Pewajiban mahar atas suami

secara khusus, dimana suami yang lebih mampu untuk bekerja dan memberi

90 Departemen Agama RI., op. cit., h. 668. 91 Amir Syarifuddin, op. cit., h. 87. 92 Mahmud Yunus, Hukum Perkawinan Dalam Islam, Jakarta: PT. Hidakarya Agung,

1983, h.82.

Page 54: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

43

nafkah, mengandung isyarat kepada apa yang diwajibkan oleh perkawinan

atas suami, berupa berbagai tuntutan kebutuhan dan nafkah. Mahar

mengandung suatu penghormatan kepada wanita yang masuk dalam ketaatan

kepadanya dan dalam perlindungannya.93

Hikmah disyaratkan mahar antara lain:

a. Menunjukkan kemuliaan kaum wanita. Hal ini menandakan bahwa

merekalah yang dicari, bukan mencari, dan yang mencarinya ialah laki-

laki itulah yang mencari berusaha dan mengeluarkan hartanya untuk

mendapatkan wanita.

b. Untuk menampakkan cinta dan kasih sayang seorang suami kepada

istrinya, sehingga pemberian harta itu sebagai nihlah dari padanya, yakni

sebagai pemberian, hadiah, dan hibah, bukan sebagai pembayaran harga

sang wanita.

c. Sebagai perlambang kesungguhan. Pernikahan bukanlah sesuatu yang

dapat dipermainkan kaum laki-laki dengan begitu saja, dengan

menyatakan kepada si wanita: “saya nikahi engkau,” sehingga

menjadikannya terikat.

d. Bahwa Islam meletakkan tanggung jawab keluargan ditangan laki-laki

(suami), karena kamampuan fitrahnya dalam mengendalikan emosi

(perasaan) lebih besar dibandingkan kaum wanita.94

93 Ahmad al-Hajji al-Kurdi, op. cit., h. 35. 94 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, op. cit., h. 66-67.

Page 55: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

44

BAB III

KONSEP MAHAR JASA MENURUT IMAM MADZHAB

A. Pendapat Imam Madzhab Tentang Mahar Berupa Jasa

1. Imam Abu Hanifah

Abu Hanifah dari madzhab Hanafi, berpendapat bahwa mahar adalah

kewajiban tambahan dalam akad nikah, sama statusnya dengan nafkah.

Mahar mengajarkan al-Qur’an atau melayani istri menurut Imam

Kamaluddin bin al-Humam al-Hanafi dalam kitab Syarh Fathul Qadir

yaitu:

وإن تزوج حر امرأة على خدمته هلا سنة أو على تعليم القرآن صح النكاح هلا قيمة خدمته سنة وإن تزوج عبد امرأة : و هلا مهر املثل، وقال حممد

٩٥.بإذن مواله على خدمته هلا سنة جاز وهلا اخلدمة Artinya: “Jika seseorang yang merdeka menikah dengan mahar akan

melayani istri 1 tahun atau mengajarinya al-Qur’an, maka bagi istri adalah mahar mitsil. Muhammad berkata: bagi istri tersebut adalah harga pelayanan. Jika seorang hamba sahaya menikah dengan izin tuannya dengan mahar melayani istri selama 1 tahun, maka diperbolehkan dan bagi istri mendapat pelayanan suami tersebut”.

Penjelasan dari kitab di atas adalah jika seseorang yang merdeka,

menikah dengan mahar akan melayani istri selama satu tahun atau

mengajarinya al-Qur’an, maka bagi istri adalah mahar mitsil.

Pendapat hukum mengajarkan al-Qur’an sebagai mahar menurut

Imam Kamaluddin bin al-Humam al-Hanafi dengan mengutip Imam Abu

95 Imam Kamal bin Muhammad bin Abdulrahim al-Ma’ruf bin al-Humam al-Hanafi,

Syarh Fathul al-Qadir, Juz 3, Beirut Libanon: Darl al-Kutub al-‘Ilmiyah, tt, h. 326.

Page 56: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

45

Hanifah yaitu bahwa mengajarkan al-Qur’an sebagai mahar adalah fasad

(rusak) dan harus mengganti mahar mitsil. Alasan hukumnya terdapat

dalam kitab Syarh Fathul Qadir karangan Imam Ibnu al-Humam, sebagai

berikut:

وأليب حنيفة أن املوجب األصلي مهر املثل إذهو األعدل، والعدول عنه عند ٩٦صحة التسمية وقد فسدت ملكان اجلهالة

Artinya: “ Menurut Abu Hanifah, sesungguhnya yang asli diwajibkan adalah mahar mitsil karena mahar mitsil itu yang paling adil, dan kalaupun ada yang mengadakan perpindahan memilih tidak memakai mahar mitsil itu dibolehkan ketika mereka telah memilih mahar musamma, menurut Abu Hanifah itu tidak sah atau rusak karena tidak jelas”.

Dasar Imam Kamaluddin bin al-Humam al-Hanafi dalam

mengajarkan al-Qur’an sebagai mahar diganti dengan mahar mitsil adalah

dalam firman Allah QS. an-Nisa’ ayat 24:

Artinya: “Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. dan Dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan Tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling

96 Ibid., h. 339.

Page 57: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

46

merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”.97

Fungsi kata bi pada kalimat bi amwalikum dalam ayat ini

menunjukkan memiliki hak untuk mendapatkan manfaat dengan jalan

mengganti, yaitu dengan membayar mahar.

Sejalan dengan Abu Hanifah, menurut al-Kasani yang juga dari

madzhab Hanafi menyebutkan bahwa mahar merupakan ganti kepemilikan

manfaat. Suami berhak mendapat manfaat dari isteri, dengan terjadinya

transaksi (ijab dan kabul). Suami harus membayar mahar untuk mendapat

hak manfaat ini.

Ulama Hanafiah mengatakan jika laki-laki menikah dengan mahar

manfaat benda berupa menghuni rumah miliknya (laki-laki), menaiki

hewannya, mengangkut barang bawaan di atas untanya, menanam di

lahannya selama kurun waktu tertentu, maka penyebutan mahar sah dan

perempuan berhak mendapatkan manfaat yang telah disebutkan. Hal ini

tidak ada perselisihan.98

Ukuran minimal mahar mitsil menurut Abu Hanifah adalah sepuluh

dirham99, jika lelaki menikah dengan mahar berupa benda yang dapat diukur,

ditimbang, atau dihitung sedangkan harganya pada waktu akad setara dengan

10 dirham atau lebih, kemudian harganya berkurang di bawah 10 dirham

sebelum diserahkan, maka perempuan tidak memiliki hak untuk menuntut

97 Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya,

Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2006, h. 65. 98 Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, Juz IX, Beirut Libanon: Dar al-

Fikr, tt, h. 6758. 99 Imam Kamal bin Muhammad bin Abdulrahim al-Ma’ruf bin al-Humam al-Hanafi, op.

cit., h. 335.

Page 58: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

47

lebih, karena yang dianggap adalah harga di saat akad. Adapun jika lelaki

menikah dengan mahar benda yang harganya setara 8 dirham di saat akad,

maka perempuan menuntutlah dua sisanya, meski harganya di saat penyerahan

naik menjadi 10 dirham. Dasar hukumnya adalah hadits yang diriwayatkan

dalil yang diriwayatkan oleh ad-Daruquthni dan al-Baihaqi sebagai berikut:

قال رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم الينكح النساء , عن جابر بن عبد اهللا عنه قال١٠٠.إال كفوأ وال يزوجهن إال األولياء وال مهر دون عشرة دراهم

Artinya: “Dari Jabir ibn Abdullah, bahwa Rasulullah SAW bersabda: Jangan nikahkan wanita kecuali sekufu’ dan jangan mengawinkan wanita kecuali para walinya, dan tidak ada mahar yang kurang dari sepuluh dirham”.

Menikah dengan mahar manfaat maknawi (manfaat bersifat abstrak)

seperti mengajar al-Qur’an, fiqh, ilmu agama yang lain, atau mengajar

halal-haram sesuatu, merupakan pendekatan kepada Allah yang tidak

boleh memberikan uang sewa atas pengajaran itu, maka terdapat

perselisihan pendapat. Tiga imam Hanafiyah (Abu Hanifah, Abu Yusuf,

Muhammad bin Hasan al-Syaibani) berpendapat bahwa al-Qur’an dan

hukum-hukum agama tidak boleh dijadikan pengajaran sebagai imbangan

harta sehingga tidak sah untuk dijadikan mahar, namun darinya wajib

dibayar mahar mitsil, karena ia merupakan manfaat yang tidak bisa

mengimbangi harta (tidak bisa dihitung dengan uang).101

Terkadang memberi fatwa tentang diperbolehkannya mengambil gaji

atas pengajaran al-Qur’an dan ilmu-ilmu agama karena darurat, karena

100 Ahmad bin al-Husain bin Ali bin Musa Abu Bakr al-Baihaqiy, Sunan al-Baihaqiy al-

Kubra, Juz VII, Makkah al-Mukarramah: Maktabah Dar al-Baz, 1994, h. 240. 101 Wahbah al-Zuhaily, op. cit., h. 6768.

Page 59: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

48

terkadang tidak ditemukan orang yang mengajarkan ilmu-ilmu agama

padahal hal itu wajib atas kaum muslimin.

Kaidahnya adalah sesuatu yang patut mendapatkan upah sah

dijadikan mahar, karena upah merupakan harta yang memiliki harga yang

bisa menjadi mahar. Berdasarkan hal ini, boleh memfatwakan keabsahan

menjadikan pengajaran al-Qur’an dan fiqh sebagai mahar secara pasti.

Sebagian ulama menentang pendapat itu dari sisi yang lain, yakni dengan

melihat bahwa dengan demikian laki-laki akan menjadi pembantu

perempuan, sedangkan pembantu lelaki merdeka terhadap perempuan

diharamkan maka tidak bisa menjadi mahar. Penentangan ini tidak ada arti

apa-apa, karena seorang pengajar al-Qur’an dan ilmu tidak bisa disebut

sebagai pembantu, bahkan secara urfi ia disebut sebagai tuan.102

Mahar selain pengajaran, seperti menikah dengan mahar ketaatan

laki-laki terhadap perempuan yang mana ketaatan tersebut tidak boleh

diberi upah seperti menikah dengan mahar laki-laki menjadi badal haji

perempuan maka tidak sah dan bagi perempuan ditetapkan mahar mitsil.

Lelaki menikah dengan perempuan dengan mahar berupa menalak seorang

perempuan tanpa disertai dengan harta maka sama juga tidak sah dan bagi

perempuan ditetapkan mahar mitsil, begitu pula jika lelaki menikah

dengan mahar berupa menjadi pelayan perempuan sedangkan dia adalah

orang merdeka dan bukan seorang hamba sahaya, maka tidak sah.103

102 Abdurrahman Jaziri, Kitab Fiqh ala Madzhabi Arba’ah, Juz IV, Beirut Libanon: Darul

Kutub al-Ilmiyah, 1990, h. 98. 103 Ibid.

Page 60: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

49

Suami memiliki hak bertindak atas perempuan, jika dia menjadi

pembantu perempuan, maka lelaki dianggap remeh jika perempuan

mempunyai hak menggunakan lelaki seperti tuan menggunakan

hambanya. Hal ini tidak diperbolehkan, berbeda jika memang lelaki

tersebut adalah hamba sahaya dan perempuan rela lelaki tersebut menjadi

suaminya, maka sah lelaki tersebut menikah dengan perempuan tersebut

dengan mahar menjadi pelayan bagi perempuan tersebut, karena sifat

kepelayanan sudah melekat pada lelaki itu, maka tidak ada penghalang

untuk melayani isterinya.

Pelayanan yang tidak dianggap hina, menikah dengan mahar

menanamkan tanaman bagi perempuan di tanah milik perempuan itu

sendiri, atau menggembalakan kambing milik perempuan selama waktu

tertentu, maka hal ini sah untuk menjadi mahar, menurut pendapat yang

benar. Para ulama menyatakan dalam pembahasan ijarah (sewa orang),

anak tidak boleh menyewa ayahnya untuk menjadi pembantu, tetapi boleh

menyewanya untuk menggembala, bertani karena tidak ada kehinaan sama

sekali.

Pelayanan yang tidak hina pula, menikah dengan mahar

menggembalakan kambing ayah si perempuan seperti yang terjadi pada

Nabi Musa a.s. dengan mertuanya yakni Nabi Syuaib a.s. yang telah

dikisahkan oleh Allah dalam al-Qur’an. Syari’at kaum sebelum kita

Page 61: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

50

merupakan syari’at bagi kita jika tidak ada nasikh (hukum pengganti).

Keadaan seperti ini, wali mengganti mahar mitsil bagi si istri.104

Seorang laki-laki menikah dengan mahar mendatangkan perempuan

lain yang merdeka sebagai pelayan maka mahar sah jika perempuan yang

lain itu rela, jika seorang lelaki menikah dengan mahar mendatangkan

laki-laki lain sebagai pelayan selama waktu tertentu dan laki-laki lain itu

rela, maka mahar demikian ini tidak boleh jika pelayanan laki-laki lain itu

bisa menjadikan fitnah, dengan demikian mahar diganti dengan harga

pelayanan itu.

Mahar dengan mendatangkan laki-laki lain yang tidak ada

kekhawatiran terjadinya fitnah, maka boleh-boleh saja, sedangkan jika

laki-laki lain itu tidak rela menjadi pelayan maka mahar ditetapkan harga

pelayanannya. Seorang laki-laki menikah dengan mahar mendatangkan

laki-laki lain sebagai pelayan selama waktu yang tidak ditentukan, dalam

masalah ini juga terdapat perincian yang telah disebutkan yakni boleh jika

tidak ada fitnah dan tidak boleh jika ada fitnah.105

2. Imam Malik

Mahar manfaat seperti pengajaran al-Qur’an dan sebagainya,

menghuni (memanfaatkan) rumah, atau pelayanan hamba sahaya, masih

ada perselisihan pendapat. Imam Malik berkata: pada mulanya manfaat

tidak patut menjadi mahar. Ibnu Qosim berkata: manfaat patut menjadi

mahar meski berhukum makruh. Sebagian ulama Malikiyah

104 Ibid., h. 99. 105 Ibid.

Page 62: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

51

memperbolehkan mahar manfaat tanpa kemakruhan, sedangkan yang

menjadi pegangan, sudah tentu, adalah pendapat Imam Malik.

Ibnul Araby salah satu dari murid Imam Malik, mensahkan sesuatu

yang bermanfaat dijadikan mahar, seperti membolehkan mengajarkan al-

Qur’an sebagai mahar, sama dengan pendapat Imam Syafi’i dan Imam

Ahmad bin Hambal.106

Dalam kitab al-Muwatta’ dijelaskan tentang pemberian mahar yang

berupa ayat al-Qur’an, yaitu:

عن سهل بن سعد بن دينار، ازم أبي حي يحيى عن مالك، عنحدثناعديأنالس ،لمسه وليلى اهللا عول اهللا صسأة ررام هاءتج ول : فقالتسا ري

ل يا رسو: فقام رجل،فقال.فقامت قياما طويال. إني قد وهبت نفسى لكاهللارسول اهللا صلى اهللا عليه فقال.إن لم يكن لك بها حاجة. زوجنيهااهللا

لمسء:ويش من كدل عنه اها إيدقهصاعندي إ: قالف؟ تاري المذاإزفقال . ه لمسه وليلى اهللا عول هللا صسإ: رلك ارال إز تلسج،اها إيهتطين أع . مسفالت

و لو خاتما من حديد، فالتمس فلم التمس: قال.ما أجد شيئا: فقالشيئا،جدئاييفقال. ش له لمسه وليلى اهللا عول اهللا صسر :من كعل مآن هالقر له فقال.لسور سماها. وسورة كذا، معي سورة كذا.نعم: فقال؟ شيء

لمسه وليلى اهللا عول اهللا صسر : أن كقدتآنحالقر من كعا ما بم١٠٧.كه

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Yahya dari Malik dari Abi

Hazim bin Dinar dari Sahl bin Sa’d al-Sa’idi berkata: “Seorang wanita datang kepada Rasulullah SAW dan berkata: “Wahai Rasulullah, aku datang untuk menyerahkan urusan diriku kepadamu”. Wanita tersebut berdiri lama sekali, kemudian berdirilah seorang sahabat dan berkata kepada Rasulullah SAW:

106 Ibnu Rusyd, Bidayat al-Mujtahid Wa Nihayah al-Muqtasid, Juz II, Beirut: Dar al-

Fikr, 1409 H/1989, h. 20 dan 27. 107 Malik bin Anas, Al-Muwatta’, Beirut: Darl al-Fikr, 1989, h. 332.

Page 63: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

52

“Wahai Rasulullah SAW., nikahkanlah aku dengannya jika memang engkau tidak berhasrat kepadanya”. Kemudian Nabi SAW. bertanya pada sahabat tersebut: “Apakah kamu mempunyai sesuatu untuk maskawin? Jawabnya: “Saya tidak punya sesuatu kecuali sarung yang sedang aku pakai ini”, sabda Nabi SAW: “Jika sarung itu kamu berikan kepadanya maka kamu tidak akan memakai apa-apa”. Sabda Nabi SAW: “Carilah maskawin, walaupun hanya sebuah cincin dari besi.” Akan tetapi sahabat tersebut tidak mendapatkan sesuatu untuk dijadikan maskawin. Rasulullah SAW. bertanya: “Apakah kamu hafal beberapa surat dari al-Qur'an?” Jawabnya: “Ya aku hafal surat ini dan surat ini (ia menyebutkannya).” Maka Nabi SAW bersabda: “Aku nikahkan kamu dengannya dengan maskawin beberapa surat al-Quran yang kamu hafal”.

Seseorang menyebutkan suatu manfaat sebagai mahar maka akad sah

menurut pendapat yang menjadi pegangan, dan bagi perempuan manfaat

yang disebutkan sebagai maharnya tersebut. Ini adalah pendapat yang

populer (masyhur). Para ulama malikiyah memandang kepada apa yang

dikatakan Imam Malik, mereka pada awalnya melarang menjadikan

manfaat sebagai mahar. Mereka memandang kepada apa yang dikatakan

orang yang memperbolehkan mahar manfaat, maka mereka membiarkan

mahar manfaat jika terlanjur terjadi. Ulama Malikiyah mengatakan mahar

itu sah berupa benda dari emas, perak, barang dagangan, hewan, rumah,

dan sebagainya.

3. Imam Syafi’i

Imam Syafi’i memberikan definisi yang lebih terbuka dan jelas yakni

“sesuatu (bisa harta maupun jasa) yang wajib diberikan oleh suami kepada

istri untuk menghalalkan seluruh anggota badannya”.108 Prinsip bagi Imam

Syafi'i yaitu asal sesuatu yang dijadikan mahar itu bernilai dan berharga,

108 Abdurrahman Jaziri, op. cit., h. 99-100.

Page 64: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

53

maka boleh digunakan sebagai maskawin,109 maka jelas bahwa mahar

berupa jasa atau manfaat (non materi) diperbolehkan. Imam Syafi’i,

Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur dan Fuqaha Madinah dari kalangan Tabi’in

berpendapat bahwa mahar tidak ada batas minimalnya.

Kitab al-Umm karya Imam Syafi’i menjelaskan masalah maskawin

sebagai berikut: setiap barang yang bisa dijual atau disewakan dengan

suatu harga, maka barang tersebut bisa dijadikan maskawin. Sebaliknya

bila barang itu tidak mempunyai harga dan tidak bisa dijual, maka barang

tersebut tidak layak menjadi maskawin. Suatu barang tidak boleh dijadikan

maskawin, kecuali diketahui adanya, dan benda itu halal dijual baik

dengan tunai atau dengan ditangguhkan.

Maskawin yang diberikan bisa sedikit dan bisa juga banyak itu sama

saja, dengan demikian boleh orang itu mengawini seorang wanita dengan

maskawin hanya sedirham atau kurang dari sedirham.

خامت احلديد ال يسوى قريبا من الدراهم ولكن له مثن يتبايع : قال الشافعى ١١٠به

Artinya: “Syafi'i berkata: Sebuah cincin besi tidak menyamai, yang

mendekati dari sedirham, akan tetapi mempunyai harga yang diperjualbelikan dengan barang tersebut”.

Pernyataan Imam Syafi’i di atas menunjukkan bahwa ia tidak

memberi batasan terendah dalam memberikan mahar kepada wanita, yang

penting dalam perspektif Imam Syafi’i itu mahar mempunyai nilai harga.

109 Ibnu Rusyd, op. cit., h. 15. 110 Imam Abi Abdus Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i, Al-Umm, Juz V, Beirut Libanon:

Dar al-Fikr, tt, h. 64.

Page 65: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

54

Pendapat Imam Syafi’i tentang kebolehan perempuan mengawini

laki-laki dengan mahar lelaki itu menjahit kepadanya pakaian atau

membangun baginya rumah atau melayaninya sebulan atau baginya lelaki

itu berbuat suatu perbuatan apa saja atau ia mengajarkan al-Qur’an, dalam

kitabnya al-Umm:

جيوز أن تنكحه على أن خييط هلا ثوبا أويبىن هلا دارا أوخيد مها : قال الشافعى شهرا أويعمل هلا عمال ما كان أويعلمها قرآن مسمى أويعلم هلا عبدا وما أشبه

١١١.هذا Artinya: “Imam asy-Syafi’i berkata: Boleh bahwa wanita itu mengawini

seorang laki-laki untuk menjahit kepadanya pakaian atau membangun baginya rumah atau melayani sebulan atau lelaki itu berbuat baginya suatu perbuatan apa saja atau ia mengajarkan al-Qur’an yang disebutkan atau ia mengajarkan bagi wanita itu seorang budak dan yang serupa dengan ini”.

Penjelasan dari kitab di atas adalah Imam Syafi’i membolehkan

adanya mahar dengan menjahit pakaian, membangun rumah, melayani

sebulan, atau mengajarkan al-Qur’an kepada istri, yang merupakan mahar

jasa. Menurut Imam Syafi’i, setiap manfaat yang dimiliki dan halal

harganya serta mempunyai nilai kesederhanaan pada mahar itu lebih beliau

sukai. Beliau memandang sunnah, bahwa tidak berlebih pada mahar.112

Imam Syafi’i, dalam melakukan pembahasan mengenai mahar jasa di

atas, mengungkapkan beberapa dalil yang tercantum dalam kitabnya

Ahkamul Qur’an yaitu firman Allah SWT QS. an-Nisa’ ayat 24:

111 Ibid. 112 Ismail Yakub, Terjemah al-Umm, Jilid V, Jakarta: CV. Faizan, 1984, h. 287.

Page 66: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

55

Artinya: “Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban.”113

Ayat di atas menjelaskan bahwa wajib atas orang yang menikah lagi

mencampuri, memberikan maskawin.114 Hadits yang dijadikan

argumentasi Imam Syafi’i mengenai mengenai mahar jasa adalah:

أد واللعال ئق قيل وما للعال ئق يا رسول اهللا : صلى اهللا عليه وسلم قالان النيب ١١٥)رواه ابو داود والطرباىن(قال ما ترضي به االهلون

Artinya: “Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: “Bayarlah olehmu “alaiq” (istilah lain untuk mahar). Apakah “alaiq” itu Ya Rasulullah? Nabi menjawab: sesuatu yang disenangi oleh keluarga wanita”. (HR. Abu Dawud dan Tabrani)

Ulama Syafi’iyah mengatakan mahar manfaat adalah sah. Kaidahnya

menurut mereka adalah setiap sesuatu yang dapat menjadi harga dalam

jual beli dapat pula menjadi mahar, jika sah membeli rumah dengan harga

berupa memanfaatkan suatu tanah pertanian selama waktu tertentu, maka

begitu pula sah menjadikan manfaat tersebut sebagai mahar. Setiap

kegiatan yang diupah seperti mengajar al-Qur’an, fiqh dan sebagainya,

atau mengajar keterampilan seperti bertenun, menjahit, atau menjahitkan

pakaian, atau membangun rumah, atau melayani si perempuan, meski ia

merdeka, maka semua itu sah untuk menjadi mahar, seperti halnya sah

untuk menjadi harga jual beli.

113 Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-Qur’an, op. cit. 114 Al-Imam asy-Syafi’i, Ahkamul Qur’an, Terj. Baihaqi Safi’uddin, Surabaya: PT.

Bungkul Indah, h. 194. 115 Muhammad al-Syaukani, Nailul Authar, Cet. I, Mesir: Syirkah Maktabah al-Baby al-

Halaby wa Auladuhu, 1961, h. 166.

Page 67: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

56

4. Imam Ahmad Hambali

Imam Ahmad Hambali membolehkan mahar dengan ayat al-Quran

atau jasa bila memang ia tidak mampu memberikan yang lain, agar tidak

ada persetubuhan antara laki-laki dan perempuan sebelum memberikan

sesuatu sebagai maharnya.

Pasangan yang hendak menikah disunahkan untuk tidak menjalankan

akad nikah kecuali setelah adanya maskawin, supaya dapat meredam

pertengkaran dan lebih bermanfaat bagi seorang istri dan bila memang

terjadi talaq sebelum bersetubuh, maka bagi seorang suami wajib

membayar mahar yang telah disebutkan. Tetapi bila tidak menyebutkan

mahar ketika melakukan akad nikah, maka bagi sang istri tidak wajib

mendapatkan mahar tersebut, namun yang wajib baginya adalah mut’ah

(pemberian).

Dalam kitab Musnad Ahmad bin Hanbal, menerangkan tentang

mengajarkan satu surat dari al-Qur’an setelah menikah, yaitu:

عن سهل ابن سعداالسعدى ان النىب صلى اهللا عليه وسلم قال لرجل انطلق ١١٦.فقدزو جنكها فعلها سورة من القران

Artinya: “Dari Sahl bin Sa’ud as-Sa’idi bahwa Rasulullah SAW bersabda kepada sesorang pergilah, karena aku telah menikahkan kamu dengan dia, kemudian lelaki itu mengajarkan istrinya satu surat dari al-Qur’an”.

Seorang merdeka sah menikah dengan seorang wanita dengan mahar

melayaninya selama waktu tertentu, atau dengan mahar mendatangkan

pelayan merdeka untuk melayani mempelai wanita selama waktu tertentu,

116 Al-Imam Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hambal, Beirut: Darl al-Fikr, t.t, h. 401.

Page 68: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

57

lebih-lebih jika yang didatangkan adalah pelayan hamba sahaya. Sah

menikah dengan mahar perbuatan yang diketahui seperti menjahit pakaian

tertentu, baik ia sendiri yang menjahit atau orang lain, jika pakaian

tersebut rusak sebelum dijahit maka mempelai lelaki wajib membayar

setengah harga upahnya, meskipun ia mengeluarkan talak sebelum

berhubungan suami istri.

Menikah sah dengan mahar mengajarkan bab-bab fiqh atau hadits,

atau mengajarkan sesuatu yang diperbolehkan dari sastra, syair, atau

mengajarkan keterampilan, kepenulisan, dan pekerjaan lainnya yang boleh

dimintakan upah, jika pengajaran tersebut tidak mungkin dilakukan

(karena suatu alasan) maka mempelai lelaki wajib menyerahkan upah

orang yang bisa mengajarkannya.

Mempelai lelaki berkewajiban memberikan upah pengajarannya,

apabila ia belum mengajarkan dan mengeluarkan talak sebelum melakukan

hubungan suami istri, serta jika talak terjadi setelah mengajarkan maka ia

bisa meminta kembali setengahnya dalam bentuk upah jika perpisahan

terjadi dari pihak mempelai lelaki, jika perpisahan terjadi dari pihak

mempelai perempuan, maka mempelai lelaki bisa meminta kembali

seluruh upahnya.117

Ulama Hanabilah berpendapat mahar adalah suatu imbalan dalam

nikah baik yang disebutkan di dalam akad atau yang diwajibkan

sesudahnya dengan kerelaan kedua belah pihak atau hakim, atau imbalan

117 Abdurrahman Jaziri, op. cit., h. 100.

Page 69: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

58

dalam hal-hal yang menyerupai nikah seperti watha’ syubhat dan watha’

yang dipaksakan.118

Ulama Hanabilah juga mengatakan sah mahar berupa manfaat seperti

halnya mahar berupa benda. Seseorang menikah dengan seorang wanita

dengan mahar menggembalakan kambingnya atau membajak tanahnya dan

sebagainya maka mahar sah dengan syarat manfaat harus diketahui

(ma’lumah), apabila tidak diketahui (majhulah) maka penyebutan mahar

tidak sah dan diwajibkan mahar mitsil.119

B. Bentuk Mahar Jasa yang Sah menjadi Mahar Perkawinan

Jika seorang laki-laki benar-benar tidak mampu untuk memberikan

mahar dalam bentuk materi (harta), maka ia bisa memberikan mahar dalam

bentuk non materi (bukan harta). Hendaknya sesuatu yang non materi tersebut

memiliki manfaat yang kembali kepada si wanita. Mahar tidak mesti berupa

uang atau harta benda, akan tetapi boleh juga hal-hal lainnya. Untuk lebih

jelasnya, berikut ini hal-hal yang dapat dijadikan maskawin atau mahar:

1. Semua pekerjaan yang dapat diupahkan.

Menurut Madzhab Syafi'i dan Hambali, pekerjaan yang dapat

diupahkan, boleh juga dijadikan mahar. Misalnya, mengajari membaca al-

Qur'an, mengajari ilmu agama, bekerja dipabriknya, menggembalakan

ternaknya, membantu membersihkan rumah, ladang atau yang lainnya.

118 Wahbah al-Zuhaily, op. cit., h. 6758. 119 Abdurrahman Jaziri, loc. cit.

Page 70: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

59

Pendapat Imam Syafi’i dalam kitab al-Umm mengenai mahar berupa

jasa yaitu:

جيوز أن تنكحه على أن خييط هلا ثوبا أويبىن هلا دارا : قال الشافعى أوخيد مها شهرا أويعمل هلا عمال ما كان أويعلمها قرآن مسمى

١٢٠.أويعلم هلا عبدا وما أشبه هذا Artinya: “Imam asy-Syafi’i berkata: Boleh bahwa wanita itu mengawini

seorang laki-laki untuk menjahit kepadanya pakaian atau membangun baginya rumah atau melayani sebulan atau lelaki itu berbuat baginya suatu perbuatan apa saja atau ia mengajarkan al-Qur’an yang disebutkan atau ia mengajarkan bagi wanita itu seorang budak dan yang serupa dengan ini”.

Semisal, seorang laki-laki berkata: "Saya terima pernikahan saya

dengan putri bapak yang bernama Siti Maimunah dengan mas kawin akan

mengajarkan membaca al-Qur'an kepadanya selama dua tahun, atau

dengan mas kawin mengurus ladang dan ternaknya selama dua bulan”.

Akan tetapi menurut Abu Hanifah dan Imam Malik, mahar dengan

pekerjaan yang dapat diupahkan hukumnya makruh (dibenci).

Hal ini sebagaimana telah terjadi ketika Nabi Musa a.s. menikahi

salah seorang putri Nabi Syu’aib a.s., dengan maskawin bekerja selama

delapan tahun sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-Qashash

ayat 27:

Artinya: "Berkatalah Dia (Syu'aib): Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun

120 Imam Abi Abdus Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i, loc. cit.

Page 71: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

60

dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah suatu kebaikan) dari kamu.” (QS. Al-Qashash: 27)121

Dalil lain bolehnya kerja dijadikan sebagai shadaq, maskawin adalah

hadits berikut ini:

لمسه وليلى اهللا عول اهللا صسقال ر: من كعا ما بمكهلكتم فقد باذه ١٢٢)رواه البخار. (القرآن

Artinya: “Rasulullah SAW bersabda: Pergilah sesungguhnya saya telah menikahkan kamu dengannya dengan apa ayat-ayat al-Qur'an yang kamu hafal.” (HR. Bukhari)

Sebagian ulama menakwilkan kata bima ma'aka minal qur'an dengan

akan mengajarkan satu atau beberapa surat dari al-Qur'an. Mahar dalam

bentuk hafalan al-Qur’an yang akan diajarkan oleh seorang laki-laki

kepada istrinya, sebagaimana dalam hadits di atas. Hal ini, sang suami

akan mengajarkan hafalan al-Qur’an yang ia miliki (surat-surat tertentu

yang ia hafal) kepada istrinya, sehingga sang istri yang tadinya belum

mengetahui atau menghafalnya akan menjadi tahu dan hafal.

2. Membebaskan budak.

Menurut Imam Syafi'i, Imam Ahmad dan Imam Daud ad-Dhahiry,

bahwa membebaskan budak dapat dijadikan sebagai maskawin.

Maksudnya, apabila seseorang hendak menikahi seorang wanita yang

masih menjadi budak belian, kemudian ia membebaskannya dan

menjadikan pembebasannya itu sebagai maskawinnya, maka boleh-boleh

saja. Kemerdekaan dari perbudakan merupakan manfaat teramat besar

121 Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-Qur’an, op. cit., h. 310. 122 Al-Imam Abi Abdillah Muhammad bin Isma'il bin Ibrahim ibn al-Mugirah ibn

Bardizbah al-Bukhari, Sahih al-Bukhari, Juz V, Beirut Libanon: Darul Kutub al-’Ilmiyah,1992, h. 444.

Page 72: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

61

yang diberikan kepada seseorang yang sebelumnya berstatus budak,

sedangkan menurut sebagian ulama lain, membebaskan budak tidak boleh

dijadikan sebagai maskawin.

Dalil kelompok yang membolehkan adalah dalam sebuah hadits

dikatakan bahwa Rasulullah SAW menikahi Shafiyyah dengan maskawin

membebaskannya dari budak belian menjadi seorang yang merdeka dan

dalam hadits tersebut tidak ada keterangan bahwa hal itu khusus untuk

Rasulullah SAW, karena tidak ada keterangan kekhususan itulah, maka ia

berarti berlaku dan diperbolehkan juga untuk seluruh ummatnya termasuk

kita. Hadits dimaksud adalah sebagai berikut:

دح نا عحبن الحب بيعشثابت و نع ادما حثندعيد حس نة ببيا قتثن صلى اهللا عليه وسلم أعتق صفية وجعل أنس بن مالك أن رسول اهللا

١٢٣.عتقها صداقهاArtinya: “Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’id telah

menceritakan kepada kami Hammad dari Tsabit dan Su’aib bin Habha dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah SAW telah memerdekakan Shofiyah dan menjadikan kemerdekaan itu sebagai maharnya (waktu kemudian mengawininya).”

Bagi yang menolak mengatakan bahwa hadits di atas adalah khusus

untuk Rasulullah SAW saja, artinya maskawin dengan membebaskan

budak itu hanya diperbolehkan untuk Rasulullah SAW saja dan tidak yang

lainnya.

123 Ibid., h. 443.

Page 73: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

62

3. Masuk Islam.

Masuk Islamnya seseorang boleh dijadikan maskawin, hal ini

sebagaimana dijelaskan dalam hadits berikut ini:

م فقالتليس ة أمو طلحأب طبس قال خأن نا : عاأبي ا مثلكاهللا مو طلحة يرد ولكنك رجل كافر وأنا أمرأة مسلمة وال يحل لى أن

فكان ذلك لمفأس هرغي ألكال أسو ريهم فذلك لمسفإن ت كجوزأت ١٢٤)رواه النسائ(مهرها

Artinya: “Dari Anas, dia berkata, Abu Thalhah telah melamar Ummu Sulaim, kemudian Ummu Sulaim menjawab: Demi Allah, tidaklah seorang laki-laki sepertimu itu pantas ditolak. Tetapi kamu seorang laki-laki kafir sedang saya seorang muslim, dan tidak halal bagi saya menikah denganmu. Jika kamu masuk islam, maka itu adalah mahar untukku dan saya tidak meminta kepadamu selain itu. Kemudian dia masuk islam dan itu sebagai maharnya.” (HR. An-Nasa’i)

Ulama yang tidak membolehkan masuk Islamnya seseorang

dijadikan mas kawin adalah Ibnu Hazm. Ibnu Hazm memberikan catatan

penting untuk hadits di atas dengan mengatakan:

Pertama, kejadian dalam hadits di atas terjadi beberapa saat sebelum

hijrah ke Madinah, karena Abu Thalhah termasuk sahabat Rasulullah

SAW dari golongan Anshar yang masuk Islam paling awal. Dan pada saat

itu, belum ada kewajiban mahar bagi wanita yang hendak dinikahi.

Kedua, dalam hadits di atas juga tidak disebutkan bahwa kejadian itu

diketahui oleh Rasulullah SAW, karena tidak diketahui oleh Rasulullah

SAW, maka posisinya tidak mempunyai ketetapan hukum. Rasulullah

124 Ahmad Ibn ‘Ali Ibn Syu’aib Ibn ‘Ali Ibn Sinan Ibn Bahr Ibn Dinar Abu ‘Abd al-

Rahman al-Nasa’i, Sunan an-Nasa’I Bisyarhi al-Hafidh Jalaluddin as-Suyuthi Wahatsiyah al-Imam as-Sanadi, Juz 6, Beirut Libanon: Darul Kutub al-‘Ilmiyah, tt, h. 114.

Page 74: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

63

SAW tidak mengiyakannya juga tidak melarangnya, karena tidak ada

kepastian hukum itulah, maka ia harus dikembalikan kepada asalnya,

bahwa ia tidak bisa dijadikan sebagai mas kawin.125

Manfaat yang setidak-tidaknya didapatkan oleh Ummu Sulaim dari

masuk Islamnya Abu Thalhah adalah pahala besar yang diberikan oleh

Allah kepadanya karena ia telah mampu mengislamkan seseorang yang

sebelumnya kafir. Sebuah riwayat disebutkan bahwa pahalanya lebih besar

dari pada seekor unta merah (yang ketika itu amat mahal harganya).

Belum lagi manfaat-manfaat lainnya yang bisa dirasakan oleh Ummu

Sulaim.

Ibnu Qayyim mengatakan, inilah yang dipilih Ummu Sulaim. Dia

lebih memilih keislaman Abu Thalhah yang bermanfaat baginya

danmenyerahkan dirinya kepada Abu Thalhah jika Abu Thalhah masuk

Islam. Ini yang lebih disukai Ummu Sulaim dari pada harta yang

diserahkan oleh suami. Pada dasarnya, mahar ditetapkan sebagai hak

perempuan agar dapat dimanfaatkannya. Begitu dia ridha menerima ilmu,

agama, keislaman suami, dan bacaan al-Qur’annya, maka hal tersebut

merupakan mahar yang paling utama, paling bermanfaat, dan paling

luhur.126

125 Abi Muhammad bin Ahmad bin Sa’id bin Hazm, al-Muhalla, Juz V, Beirut Libanon:

Darul Fikr, tt, h. 499. 126 Sayyid Sabiq, Fikih Sunah 3, Terj. Abdurrahim dan Masrukhin, Jakarta: Cakrawala

Publishing, 2008, h. 412.

Page 75: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

64

BAB IV

ANALISIS PENDAPAT IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR

BERUPA JASA

A. Analisis Pendapat Imam Madzhab Tentang Mahar Berupa Jasa

Mahar merupakan suatu kewajiban yang harus dipikul oleh setiap calon

suami yang akan menikahi calon istri sebagai tanda persetujuan dan kerelaan

untuk hidup bersama sebagai suami istri.127 Pada umumnya maskawin itu

dalam bentuk materi baik berupa uang atau barang berharga lainnya. Syari'at

Islam memungkinkan maskawin itu dalam bentuk jasa melakukan sesuatu,

bahkan meskipun hanya berupa lantunan ayat al-Qur’an yang dihafal oleh

mempelai laki-laki.

Hal ini seperti mahar Nabi Musa ketika menikahi puterinya Nabi Syu’aib

berupa jasa menggembalakan kambing selama delapan tahun atau saat Nabi

Muhammad SAW menikahi Sofiyah dengan maskawin membebaskan

Sofiyah dari status budak maupun ketika Nabi Muhammad SAW menikahkan

seseorang dengan mahar berupa hafalan al-Qur’an.128

Berdasarkan hasil pemaparan penulis di atas, maka untuk memperjelas

uraian dan analisis bab keempat skripsi ini, maka kriteria yang dikemukakan

para Imam madzhab (Abu Hanifah, Malik, Syafi'i dan Ahmad Hambali)

dituangkan dalam tabel sebagai berikut:

127 Mustafa Kamal Pasha, Fikih Islam, Jogjakarta: Citra Karsa Mandiri, 2009, h. 274. 128 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Antara Fiqh Munakahat

dan Undang-undang Perkawinan, Jakarta: Prenada Media, 2006, h. 92.

Page 76: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

65

Tabel129

No. Ulama Hukum Alasan 1 Imam Abu Hanifah

(Imam Kamaluddin bin al-Humam)

Tidak membolehkan

Karena mahar yang berupa jasa tidak termasuk harta yang tidak boleh mengambil upah darinya, sehingga tidak sah untuk dijadikan mahar, namun darinya wajib dibayar mahar mitsil.

2 Imam Malik Membolehkan Karena jasa patut menjadi mahar, sama halnya dengan harta.

3 Imam Syafi'i Membolehkan Karena mahar yang berupa jasa atau manfaat yang dapat diupahkan sah dijadikan mahar.

4 Imam Ahmad Hambali Membolehkan Karena mahar berupa manfaat seperti halnya mahar berupa benda, dengan syarat manfaat harus diketahui.

Tabel tersebut tampak bahwa dalam perspektif Imam Abu Hanifah

mengenai mahar mengajarkan al-Qur’an atau melayani istri yang menurut

Imam Kamaluddin bin al-Humam al-Hanafi yang merupakan murid dari Imam

Abu Hanifah dalam kitab Syarh Fathul Qadir yaitu:

وإن تزوج حر امرأة على خدمته هلا سنة أو على تعليم القرآن صح النكاح هلا قيمة خدمته سنة وإن تزوج عبد امرأة : و هلا مهر املثل، وقال حممد

١٣٠.بإذن مواله على خدمته هلا سنة جاز وهلا اخلدمة

129 Abdurrahman Jaziri, Kitab Fiqh ala Madzhabi Arba’ah, Juz IV, Beirut Libanon: Darul Kutub al-Ilmiyah, 1990, h. 98-100.

Page 77: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

66

Artinya: “Jika seseorang yang merdeka menikah dengan mahar akan melayani istri 1 tahun atau mengajarinya al-Qur’an, maka bagi istri adalah mahar mitsil. Muhammad berkata: bagi istri tersebut adalah harga pelayanan. Jika seorang hamba sahaya menikah dengan izin tuannya dengan mahar melayani istri selama 1 tahun, maka diperbolehkan dan bagi istri mendapat pelayanan suami tersebut”.

Penjelasan dari kitab di atas adalah jika seseorang yang merdeka,

menikah dengan mahar akan melayani istri selama satu tahun atau

mengajarinya al-Qur’an, maka bagi istri adalah mahar mitsil.

Hukum mengajarkan al-Qur’an sebagai mahar menurut Imam

Kamaluddin bin al-Humam al-Hanafi dengan mengutip Imam Abu

Hanifah yaitu bahwa mengajarkan al-Qur’an sebagai mahar adalah fasad

(rusak) dan harus mengganti mahar mitsil. Alasan hukumnya terdapat

dalam kitab Syarh Fathul Qadir karangan Imam Ibnu al-Humam, sebagai

berikut:

وأليب حنيفة أن املوجب األصلي مهر املثل إذهو األعدل، والعدول عنه عند ١٣١صحة التسمية وقد فسدت ملكان اجلهالة

Artinya: “Menurut Abu Hanifah, sesungguhnya yang asli diwajibkan adalah mahar mitsil karena mahar mitsil itu yang paling adil, dan kalaupun ada yang mengadakan perpindahan memilih tidak memakai mahar mitsil itu dibolehkan ketika mereka telah memilih mahar musamma, menurut Abu Hanifah itu tidak sah atau rusak karena tidak jelas”.

Golongan madzhab Hanafiyah tidak membolehkan mengajarkan al-

Qur’an sebagai mahar, karena berdasarkan pendapat mereka bahwa

130 Imam Kamal bin Muhammad bin Abdulrahim al-Ma’ruf bin al-Humam al-Hanafi,

Syarh Fathul al-Qadir, Juz 3, Beirut Libanon: Darl al-Kutub al-‘Ilmiyah, tt, h. 326. 131 Ibid., h. 339.

Page 78: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

67

mengambil upah mengajarkan al-Qur’an adalah haram,132 dan diganti dengan

mahar mitsil. Batas minimal mahar adalah 10 dirham, dengan mengemukakan

dalil yang diriwayatkan oleh ad-Daruquthni dan al-Baihaqi sebagai berikut:

قال رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم الينكح النساء , عن جابر بن عبد اهللا عنه قال١٣٣.إال كفوأ وال يزوجهن إال األولياء وال مهر دون عشرة دراهم

Artinya: “Dari Jabir ibn Abdullah, bahwa Rasulullah SAW bersabda: Jangan nikahkan wanita kecuali sekufu’ dan jangan mengawinkan wanita kecuali para walinya, dan tidak ada mahar yang kurang dari sepuluh dirham”.

Imam Malik mengatakan mahar jasa seperti pengajaran al-Qur’an dan

sebagainya, menghuni (memanfaatkan) rumah, atau pelayanan hamba sahaya,

patut menjadi mahar, apabila mahar berupa jasa atau manfaat itu terlanjur

terjadi.

Ibnul Araby salah satu dari murid Imam Malik, mensahkan sesuatu yang

bermanfaat dijadikan mahar, seperti membolehkan mengajarkan al-Qur’an

sebagai mahar, sama dengan pendapat Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin

Hambal.134

Mahar tidak memiliki batas minimum dan batas maksimum. Kaidahnya

adalah segala sesuatu yang dapat menjadi harga, baik berupa benda maupun

manfaat bisa dijadikan mahar, dan telah dijelaskan bahwa disunahkan mahar

tidak kurang dari 10 dirham dan tidak lebih dari 500 dirham. Diperbolehkan

132 Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Koleksi Hadits-hadits Hukum, Cet. III,

Semarang: PT. Petraya, 2001, h. 147. 133 Ahmad bin al-Husain bin Ali bin Musa Abu Bakr al-Baihaqiy, Sunan al-Baihaqiy al-

Kubra, Juz VII, Makkah al-Mukarramah: Maktabah Dar al-Baz, 1994, h. 240. 134 Ibnu Rusyd, Bidayat al-Mujtahid Wa Nihayah al-Muqtasid, Juz II, Beirut: Dar al-

Fikr, 1409 H/1989 M, h. 20 dan 27.

Page 79: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

68

menikah dengan mahar manfaat yang diketahui, seperti mengajarkan al-

Qur’an.135 Imam Syafi’i membolehkan adanya mahar dengan menjahit pakaian,

membangun rumah, melayani sebulan, atau mengajarkan al-Qur’an kepada

istri, yang merupakan mahar jasa. Menurut Imam Syafi’i, setiap manfaat yang

dimiliki dan halal harganya serta mempunyai nilai kesederhanaan pada mahar

itu lebih beliau sukai. Beliau memandang sunnah, bahwa tidak berlebih pada

mahar.136 Hal ini terdapat dalam kitabnya al-Umm sebagai berikut:

جيوز أن تنكحه على أن خييط هلا ثوبا أويبىن هلا دارا أوخيد مها : قال الشافعى شهرا أويعمل هلا عمال ما كان أويعلمها قرآن مسمى أويعلم هلا عبدا وما أشبه

١٣٧.هذا Artinya: “Imam asy-Syafi’i berkata: Boleh bahwa wanita itu mengawini

seorang laki-laki untuk menjahit kepadanya pakaian atau membangun baginya rumah atau melayani sebulan atau lelaki itu berbuat baginya suatu perbuatan apa saja atau ia mengajarkan al-Qur’an yang disebutkan atau ia mengajarkan bagi wanita itu seorang budak dan yang serupa dengan ini”.

Hadits yang dijadikan argumentasi Imam Syafi’i mengenai mengenai

mahar jasa adalah:

أد واللعال ئق قيل وما للعال ئق يا رسول اهللا قال : ان النيب صلى اهللا عليه وسلم قال١٣٨)رواه ابو داود والطرباىن(ما ترضي به االهلون

Artinya: “Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: “Bayarlah olehmu “alaiq” (istilah lain untuk mahar). Apakah “alaiq” itu Ya Rasulullah? Nabi menjawab: sesuatu yang disenangi oleh keluarga wanita”. (HR. Abu Dawud dan Tabrani)

135 Syaikh Ibrahim Bajuri, Syarh Ibnu Qasyim, Beirut: Dar al-Fikr, 1994, h.126. 136 Ismail Yakub, Terjemah al-Umm, Jilid V, Jakarta: CV. Faizan, 1984, h. 287. 137 Ibid. 138 Muhammad al-Syaukani, Nailul Authar, Cet. I, Mesir: Syirkah Maktabah al-Baby al-

Halaby wa Auladuhu, 1961, h. 166.

Page 80: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

69

Imam Syafi’i berkata bahwa tidak disebut “alaiq” kecuali sesuatu yang

bernilai harta walaupun sedikit dan tidak dinamakan harta kecuali sesuatu

yang bernilai dan bisa diperjual belikan.

Imam Ahmad Hambali dalam kitab Musnad Ahmad bin Hanbal,

menerangkan tentang mengajarkan satu surat dari al-Qur’an setelah menikah,

yaitu:

عن سهل ابن سعداالسعدى ان النىب صلى اهللا عليه وسلم قال لرجل انطلق فقدزو ١٣٩.جنكها فعلها سورة من القران

Artinya: “Dari Sahl bin Sa’ud as-Sa’idi bahwa Rasulullah SAW bersabda kepada sesorang pergilah, karena aku telah menikahkan kamu dengan dia, kemudian lelaki itu mengajarkan istrinya satu surat dari al-Qur’an”.

Seorang merdeka sah menikah dengan seorang wanita dengan mahar

melayaninya selama waktu tertentu, atau dengan mahar mendatangkan

pelayan merdeka untuk melayani mempelai wanita selama waktu tertentu,

lebih-lebih jika yang didatangkan adalah pelayan hamba sahaya. Sah menikah

dengan mahar perbuatan yang diketahui seperti menjahit pakaian tertentu, baik

ia sendiri yang menjahit atau orang lain, jika pakaian tersebut rusak sebelum

dijahit maka mempelai lelaki wajib membayar setengah harga upahnya,

meskipun ia mengeluarkan talak sebelum berhubungan suami istri.

Pendapat Imam Syafi’i dan Imam Ahmad Hambali tersebut bila

diperhatikan, maka menurut penulis bahwa Imam Syafi’i dan Imam Ahmad

Hambali hendak meringankan kaum laki-laki yang ingin menikah dengan

mahar non materi yang berupa jasa atau manfaat, dengan tidak memberikan

139 Al-Imam Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hambal, Beirut: Darl al-Fikr, t.t, h. 401.

Page 81: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

70

syarat yang sulit yaitu pekerjaan atau setiap sesuatu yang dapat diupahkan atau

mendatangkan manfaat yang baik bagi istri maka sah dijadikan mahar.

Tampaknya Imam Syafi’i dan Imam Ahmad Hambali menilai bahwa

perkawinan itu jangan dipersulit tapi agar dipermudah termasuk persoalan

maskawin yang terkadang menjadi kendala bagi sebagian orang (kaum pria)

yang ingin menikah, terutama memberikan mahar yang tidak berupa materi.

Pendapat Imam Syafi’i, Ishaq dan Hasan bin Salih, Imam Ahmad

Hambali dan Imam Malik, dalam hal ini upah boleh dijadikan mahar, bila

memang upah yang dijadikan mahar itu ada, sehingga kemanfaatan dari upah

(jasa) tersebut menempati posisi mahar. Sedangkan menurut pendapat Imam

Hanafi melarang (tidak memperbolehkan) memberikan mahar dengan

mengajarkan al-Quran atau upah dari hasil mengajarkan al-Quran, karena

tidak sebanding dengan harta. Hal itu juga sesuai dengan hadits:

ن عائشة ان رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم قال ان اعظم النكاح بركة ايسره ع١٤٠.مؤنة

Artinya: “Dari Aisyah bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya pernikahan yang paling agung adalah pernikahan yang paling murah maharnya.”

Islam memberikan hak kepada kaum wanita untuk menuntut mahar dari

laki-laki yang akan menikahinya menurut yang dia kehendakinya, tetapi Islam

memberikan motivasi bahwa wanita yang paling berkah adalah wanita yang

ringan maskawinnya.

140 Abu Abdullah al-Syaibani, Musnad bin Hanbal, Juz VI, Beirut: Dar Ihya al-Taris al-

Arabi, tt, h. 82.

Page 82: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

71

Mahar sebenarnya memiliki nilai penting dalam perkawinan dan sebagai

pemberian yang wajib dalam suatu akad perkawinan, sebagaimana firman

Allah QS. an-Nisa’ ayat 4:

Artinya: “Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya”.141

Hadits Nabi yang memperkuat statemen tentang kewajiban memberikan

mahar berupa jasa kepada calon istri:

دح اعديد السعن سل بهس نأبيه ع نازم عأبي ح نز بزيالع دبا عثندة حبيا قتثنسلم فقا لت يا رسول اهللا جئت اهللا صلى اهللا عليه وقال جاءت امرأة إلى رسول

ال فنظر إليها رسول اهللا صلى اهللا عليه و سلم فصعد النظر فيها أهب لك نفسي ق لم هأة أنرالم أتا رفلم هأسر لمسه وليلى اهللا عول اهللا صسطأطأ ر ثم هب وصو

ام رجل من أصحابه فقال يا رسول اهللا إن لم يكن لك يقض فيها شيئا جلست فق: بها حاجة فزوجنيها فقال وهل عندك من شيء؟ قال ال و اهللا يا رسول اهللا فقال

رجع فقال، ال واهللا ما وجدت فذهب ثم: اذهب إلى أهلك فانظر هل تجد شيئا ثم بد، فذهديح ا منماتخ لوو ظران ،لمسه وليلى اهللا عول هللا صسئا فقال ريش

ل سهل ال واهللا يا رسول اهللا وال خاتما من حديد ولكن هذا إزاري قا: رجع فقالما له رداء فلها نصفه فقال رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم، ما تصنع بازارك إن لبسته لم يكن عليها منه شيء وإن لبسته لم يكن عليك منه شيء فجلس الر جل

141 Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya,

Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2006, h. 61.

Page 83: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

72

فرآه رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم مو ليا فأمر به : ذا طال مجلسه قامحتى إماذا معك من القرآن؟ قال، معي سورة كذا وسورة كذا : فدعي فلما جاء قال

ظه نع نهؤقرا فقال تهددفع بقال اذه ،مع؟ قال نر قلبك كعا ما بمكهلكتم قد ١٤٢)رواه البخار. (من القرآن

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Qutaibah telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Hazim dari ayahnya dari Sahl bin Said al-Saidy berkata: "Seorang perempuan telah datang kepada Rasulullah, wahai Rasulullah, saya datang untuk menyerahkan diriku kepadamu”. Kemudian Rasulallah SAW, memandang wanita itu dan memperhatikannya, lalu beliau menundukkan kepalanya. Setelah wanita itu tahu bahwa Rasulallah SAW tidak berhasrat kepadanya, maka duduklah ia. Tiba-tiba salah seorang sahabat Nabi SAW berdiri dan berkata: “Wahai Rasulallah SAW, nikahkanlah saya dengannya jika memang engkau tidak berhasrat kepadanya”. Lalu Nabi SAW, bertanya kepada laki-laki tersebut: “Adakah kamu mempunyai sesuatu?” Dia menjawab: “Tidak, demi Allah saya tidak mempunyai sesuatu”. Maka Nabi SAW bersabda: “Carilah maskawin, walaupun hanya sebuah cincin dari besi”. Maka segera sahabat itu mencari maskawin, tak lama sahabat itu datang kembali dan berkata: “Tidak, demi Allah wahai Rasulullah, saya tidak menemukan sesuatu walaupun cincin dari besi, akan tetapi hanya sarung ini yang saya miliki”. Sahl berkata: "Karena sarung itu tidak ada selendangnya, maka harus dibagi menjadi dua”. Rasulallah SAW bertanya: “Dan apa yang akan kamu lakukan dengan sarung itu? jika sarung itu kamu pakai, maka ia tidak dapat memanfaatkannya, dan jika ita memakainya maka kamu tidak dapat memakai apa-apa”. Sahabat itu duduk lama sekali, kemudian ia berdiri lalu pergi ketika Rasulallah SAW tahu bahwa sahabat itu pergi, maka beliau mengutus seseorang untuk memanggilnya. Setelah ia datang Rasulallah SAW bertanya: “Surat apa yang kamu hafal dari al-Qur'an?” jawabanya: “Yang aku hafal surat itu dan surat itu (ia menyebutkannya)”. Tanya beliau: "Apakah kamu hafal surat-surat itu diluar kepala?” jawabnya : “ya”. Maka Nabi SAW, bersabda: “Aku nikahkan kamu dengannya dengan maskawin beberapa ayat al-Qur'an yang kamu hafal”.

Hadits di atas selain memberi penjelasan tentang wajibnya memberi

mahar juga menjelaskan bahwa mahar tidak ada batasan kadarnya, sebab

142 Al-Imam Abi Abdillah Muhammad bin Isma'il bin Ibrahim ibn al-Mugirah ibn

Bardizbah al-Bukhari, Sahih al-Bukhari, Juz V, Beirut Libanon: Darul Kutub Al’ilmiyah,1992, h. 444.

Page 84: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

73

sebentuk cincin besi atau mengajarkan al-Qur’an bisa dijadikan alasan bahwa

mahar dapat berupa harta dan dapat pula berupa jasa yang sah untuk dijadikan

mahar perkawinan.

Menurut analisis penulis, bahwa dari pendapat-pendapat ulama di atas

dan dari pembahasan bab-bab sebelumnya, bila ditinjau dari segi non materi

(jasa), mahar dengan mengajarkan al-Qur’an, masuk Islam, memerdekakan

budak, atau pengajaran ilmu-ilmu agama yang lain dapat mendatangkan

banyak keuntungan. Di samping banyak mendatangkan manfaat, menikah

dengan mahar tersebut mendatangkan pahala tersendiri bagi suami atau

istrinya, yang demikian ini, jauh lebih mulia dibandingkan dengan harta benda

yang bernilai jutaan. Hal ini akan dirasakan bagi mereka yang mengerti dan

memahami manfaat dari mahar tersebut. Jika diukur dengan materi, maka

tidak bisa disepadankan nilainya, yang terpenting kedua belah pihak atas dasar

sukarela, sehingga boleh saja memberikan mahar materi berupa harta atau

mahar non materi berupa jasa atau manfaat.

B. Keterkaitan Pemberian Mahar berupa Jasa dalam Akad Perkawinan

dengan Konteks Sekarang

Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 1 sub d, menyebutkan bahwa

mahar adalah pemberian dari calon mempelai pria kepada calon mempelai

wanita, baik berbentuk barang, uang atau jasa yang tidak bertentangan dengan

hukum Islam.143

143 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Akademi Pressindo, h.

113.

Page 85: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

74

Pasal 30 merumuskan bahwa, “Calon mempelai pria wajib membayar

mahar kepada calon mempelai wanita yang jumlah, bentuk dan jenisnya

disepakati oleh kedua belah pihak”.144 Garis hukum Pasal 30 KHI di atas,

menunjukkan bahwa calon mempelai pihak laki-laki berkewajiban untuk

menyerahkan sejumlah mahar kepada calon mempelai perempuan, namun,

jumlah, bentuk, dan jenisnya diatur berdasarkan kesepakatan antara pihak

mempelai laki-laki dengan pihak mempelai wanita.

Hal ini berarti ketentuan garis hukum di dalam al-Qur’an dan al-Hadits

mengenai jumlah maksimal dan jumlah minimal pemberian mahar dari calon

mempelai dimaksud tidak ada ketentuannya. Oleh karena itu, diserahkan

kepada kedua pihak mengenai jumlah mahar yang disepakati sehingga

persoalan mahar dalam perkawinan antara satu suku dengan suku lainnya di

dalam masyarakat yang beragama Islam berbeda-beda, namun pada prinsipnya

adalah yang bermanfaat bagi pihak mempelai wanita.145

Penentuan mahar berdasarkan atas kesederhanaan dan kemudahan yang

dianjurkan oleh ajaran Islam (pasal 31 KHI).146 Kesederhanaan dan

kemudahan penentuan mahar yang dimaksud, menunjukkkan bahwa hukum

perkawinan dalam Islam berbeda dengan hukum kontrak sewa-menyewa

dalam aspek hukum keperdataan lainnya, sehingga hukum perkawinan

dimaksud, mengandung nilai-nilai ibadah kepada Allah yang mewujudkan hak

144 Abdurrahman, ibid., h. 120. 145 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2006, h. 24-

25. 146 Abdurrahman, loc. cit..

Page 86: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

75

dan kewajiban yang bernilai ibadah diantara pihak calon mempelai laki-laki

kepada pihak mempelai calon wanita.147

Dasar kerelaan dan suka sama suka merupakan fandasi yang penting

dalam membangun rumah tangga, bila kaum laki-laki dipersulit dalam

pernikahan melalui persyaratan mahar yang berupa materi (benda atau harta)

yang harus jumlahnya besar dan ditentukan, maka ini akan menjadi masalah

bagi kaum pria yang tidak mampu, serta ditambah lagi dalam hal pemberian

mahar non materi (jasa atau manfaat) yang harus jelas mempunyai sisi

manfaat yang baik. Besarnya maskawin tidak menjadi jaminan langgengnya

sebuah rumah tangga, karena banyak faktor lain yang mempengaruhi keutuhan

rumah tangga.

Dalam konteks masyarakat Islam di Indonesia, yang sebagian besar

menganut paham Syafi’iyah yaitu mengenal dan memperbolehkan adanya

pemberian mahar jasa dalam akad perkawinan, jumhur ulama telah sepakat

bahwa mahar memang bukan merupakan salah satu rukun maupun syarat

sahnya perkawinan. Ketentuan yang menguatkan mengenai kedudukan mahar

terhadap status perkawinan, dapat dilihat dalam Kompilasi Hukum Islam

(KHI) Pasal 34 ayat (1) yaitu kewajiban menyerahkan mahar bukan

merupakan rukun dalam perkawinan.

Peristiwa yang pernah terjadi pada masa Nabi SAW tentang mahar

berupa cincin dari besi, mahar berupa jasa mengajarkan beberapa ayat al-

Qur’an maupun mahar mengajarkan hukum-hukum agama pada istrinya,

apabila dikaitkan dengan sosial kultur yang berlaku di Indonesia, mahar

147 Zainuddin Ali, op. cit., h. 25.

Page 87: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

76

berupa cincin dari besi, mahar berupa jasa mengajarkan beberapa ayat al-

Qur’an maupun mahar mengajarkan hukum-hukum agama sangat jarang

dilaksanakan, karena banyak ditemui adat kebiasaan di Indonesia memberikan

mahar kepada istri berupa cincin, uang atau barang yang lainnya yang hampir

seluruhnya disertai dengan seperangkat alat shalat dan juga sebuah kitab suci

al-Qur’an.

Hal ini, seakan-akan menjadi suatu keharusan atau kewajiban

tersendiri di setiap perkawinan pada akhirnya, kebiasaan ini menjadi suatu

tradisi yang seakan-akan tidak afdal kalau tidak dilaksanakan, karena adat

kebiasaan ini ada yang ditentukan bersama antara calon istri dan calon suami,

dan ada pula yang atas kehendak calon istri dengan menyebutkan berapa

keinginan yang diminta. Kondisi dan budaya yang berbeda dengan Timur

Tengah, seperti di Indonesia ini, didasarkan pada pertimbangan:

Pertama, banyak ketentuan-ketentuan hukum Islam yang berlaku di

Indonesia merupakan produk ijtihad yang didasarkan pada kondisi dan kultur

Timur Tengah. Padahal, apa yang cocok dan baik bagi umat Islam di Timur

Tengah, belum tentu baik dan cocok bagi umat Islam di Indonesia.

Kedua, kompleksitas masalah yang dihadapi umat Islam dewasa ini

terus berkembang dan semakin beragam. Masalah yang ada secara praktis

berbeda pada setiap zaman, maka fiqh sebagai produk dari fuqaha’ harus

disesuaikan dengan konteks sosial dimana fiqh itu diterapkan, namun tentunya

dengan tujuan syari’ah itu sendiri. Karena ditaklifkanya hukum adalah untuk

mewujudkan kemaslahatan dan menghindarkan kemafsadatan bagi manusia.

Page 88: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

77

Hukum berubah karena pertimbangan maslahat. sehingga hukum Islam tidak

akan kaku, sesuai dengan arahan syari’ah. 148

Ketentuan yang telah dikemukakan di atas tentang kewajiban

mengajarkan beberapa ayat al-Quran yang dijadikan mahar, maka secara tidak

langsung kewajiban seorang suami yang memberikan mahar berupa

“seperangkat alat shalat” yang termasuk kitab suci al-Qur’an di dalamnya

akan lebih berat, disebabkan karena azas pemberian mahar itu sendiri adalah

berazaskan manfaat, mahar apapun yang diberikan oleh suami atau yang

diminta oleh istrinya pada intinya adalah harus mendatangkan manfaat, baik

berupa harta benda ataupun berupa jasa.

Mereka lebih berpegang kepada tradisi yang tidak ditetapkan oleh

Allah. Hatinya jauh dari jiwa syari’at Islamiyah yang lebih memiliki hikmah

yang tinggi. Hati dan kalbunya tidak memahami mutiara-mutiara hikmah

agama yang mengatakan:

من ترضون دينه وخلقه فزوجوه اال تفعلوا تكن فتنة ىف االرض اذا حطب اليكم١٤٩.وفساد عريض

Artinya: “Jika datang kepada kalian seorang laki-laki yang engkau ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah dia (dengan anak perempuanmu). Jika kalian tidak melakukan hal ini, maka akan terjadi fitnah dan kerusakan besar di atas bumi”.

Hadits yang diriwayatkan oleh Sahl di atas menunjukkan bahwa mahar

dalam Islam bukanlah sekedar soal ekonomi, tetapi lebih mulia dan lebih

148 Abdul Halim, “Ijtihad Kontemporer: Kajian Terhadap Beberapa Aspek Hukum

Keluarga Islam Indonesia,” dalam Ainurrofiq (ed.), Mazhab Jogja: “Menggagas Paradigma Ushul Fiqh Kontemporer”, cet. I, Yogyakarta: ar-Ruzz Press, 2002, h. 231

149 Abu Isa Muhammad bin Isa, Sunan al-Tirmidzi, Juz III, Beirut: Dar al-Qur’an Fikr, tt, h.394.

Page 89: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

78

tinggi dari itu. Mahar adalah sebagai peneguh kekuatan akad, penegas betapa

luhurnya kedudukan wanita dan bukti atas kejujuran niat dari kedua belah

pihak, laki-laki dan perempuan untuk membangun sebuah kehidupan rumah

tangga.

Melalui analisis yang telah penulis lakukan, maka mahar bukanlah

sesuatu yang mudah dan juga tidak bisa dikatakan sesuatu yang sukar. Dalam

artian, segala sesuatu yang dijadikan sebagai mahar terdapat konsekuensinya,

karena sedikit ataupun banyaknya mahar yang diberikan pada intinya kembali

kepada kemanfaatan benda atau jasa itu sendiri.

Jika mahar yang diberikan adalah berupa jasa seperti mengajarkan al-

Qur’an atau mengajarkan ilmu-ilmu agama yang lainnya, baik masalah ibadah

atau masalah yang terkait dengan ubudiyah, maka hal ini bisa dilakukan

dengan bertahap, tidak asal meminta dan memberikan mahar semata, tetapi

lebih kepada tujuan dan manfaat dari benda atau jasa itu sendiri dan

diharapkan dapat terhindar dari hal-hal yang menyimpang dari ajaran agama,

serta lebih dapat menjunjung tinggi ketentuan agama yang telah dibawa oleh

Nabi Muhammad SAW.

Nabi mengizinkan sahabat menikah dengan mengajarkan beberapa ayat

dari al-Qur’an karena Nabi memuliakan atas hafalan sahabat tersebut, dengan

demikian, tidak selayaknya mushaf al-Qur’an kita jadikan sebagai trend dalam

memberikan mahar kepada calon istri. Memberikan mahar dengan

“seperangkat alat shalat”, akan membawa kebaikan dan mendatangkan

kemaslahatan bagi mereka yang memahami akan kegunaan dan

Page 90: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

79

keagungannya, kecuali mereka yang memberikan mahar “seperangkat alat

shalat” hanya sebagai tradisi semata. Hal ini karena kemuliaan dan keagungan

al-Qur’an sebagai kitab suci umat muslim.

Kecenderungan masyarakat Indonesia menganggap mahar harus berupa

harta benda yang berharga, sedangkan mahar berupa jasa atau manfaat belum

biasa berlaku di Indonesia, padahal mahar non materi bisa saja mempunyai

manfaaat atau nilai yang jauh lebih berguna bagi diri istri, yang lebih

menekankan nilai ibadah.

Mahar berupa jasa bisa menjadi syi’ar tetapi juga bisa menjadi sarana

untuk mendapatkan penilaian sosial. Pertama, kita mengarahkan masyarakat

kepada suatu kesan yang baik terhadap agama, dan mudah-mudahan hati

mereka tergerak. Kedua, penilaian masyarakat mengarahkan kita untuk

menentukan mahar yang disebut layak, baik dan pantas.

Hal ini tidak relevan dengan pendapat Imam Abu Hanifah yang

mengatakan bahwa mahar berupa jasa terutama dalam mengajarkan ayat-ayat

al-Qur’an tidak sah dijadikan mahar dalam akad perkawinan, dan digantikan

dengan mahar mitsil, dan sejalan dengan pendapat imam madzhab yang lain

yang sah menjadikan mahar manfaat atau jasa dalam akad perkawinan. Mahar

berupa jasa ini sesuai dengan KHI, bahwa mahar boleh berupa uang, barang

atau jasa asal tidak bertentangan dengan hukum Islam dan berdasarkan asas

kesederhanaan dan kemudahan.

Page 91: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

80

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan sebelumnya tentang mahar non materi, maka

penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Konsep mahar berupa jasa dalam hukum Islam ini terkait dengan pendapat

imam madzhab tentang mahar jasa. Pendapat-pendapat tersebut yaitu: 1)

Imam Abu Hanifah, tidak membolehkan terutama mahar berupa jasa

dalam membacakan atau mengajarkan ayat-ayat al-Qur’an karena mahar

yang berupa jasa tidak termasuk harta yang tidak boleh mengambil upah

darinya, sehingga tidak sah untuk dijadikan mahar, namun darinya wajib

dibayar mahar mitsil. 2) Imam Malik, membolehkan karena jasa patut

menjadi mahar, sama halnya dengan harta. 3) Imam Syafi'i, membolehkan

karena mahar yang berupa jasa atau manfaat yang dapat diupahkan sah

dijadikan mahar. 4) Imam Ahmad Hambali, membolehkan karena mahar

berupa manfaat seperti halnya mahar berupa benda, dengan syarat manfaat

harus diketahui.

2. Keterkaitan pemberian mahar berupa jasa dalam akad perkawinan dengan

konteks sekarang ini sesuai dengan KHI, bahwa mahar boleh berupa

barang, uang atau jasa yang tidak bertentangan dengan hukum Islam (KHI

Pasal 1 sub d). Mahar itu bisa berdasarkan asas kesederhanaan dan

Page 92: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

81

kemudahan serta berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak baik bentuk

dan jenisnya (KHI Pasal 30 dan 31).

B. Saran-Saran

Setelah penulis melakukan analisis terhadap pendapat ulama tentang

mahar non materi, penulis mempunyai beberapa saran-saran sebagai berikut:

1. Seiring perubahan zaman, maka problem umat semakin kompleks, maka

penyelesaian yang arif dan bijaksana, yang diambil dari dasar utama

hukum Islam, yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah, dan hukum-hukum yang

lahir dari keduanya. Bagaimana pun juga dasar hukum Islam yang telah

diyakini itu sebagai petunjuk dan mampu memberikan jalan keluar dari

problem tersebut dan perlu ditafsirkan kembali sesuai dengan kebutuhan

umat saat ini.

2. Islam menyenangi kemudahan, maka mudahkanlah urusan pernikahan

kalian semua, salah satunya adalah dengan mempermudah dalam urusan

mahar. Hal ini Islam juga memiliki aturan tersendiri dan tidak ada

ketentuan yang pasti tentang kadar mahar, akan tetapi dianjurkan agar

segala sesuatu yang kita jadikan mahar tersebut tidak berlebihan serta

mempunyai manfaat agar tidak mubazir.

3. Al-Quran sebagai kitab umat Islam yang sangat mulia, sudah sepatutnya

kita menghargai dan mengangungkannya. Aktualisasi dari pengagungan

itu adalah dengan tidak menggunakan al-Quran, termasuk alat shalat

sebagai mahar dalam pernikahan hanya karena mengadopsi trend yang

Page 93: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

82

berkembang di masyarakat kecuali mereka faham dan yakin mampu

memanfaatkan al-Quran atau alat shalat tersebut dengan baik dan benar,

begitu pula sebaliknya dengan mahar non materi, baik yang mengajarkan

al-Qur’an, masuk Islam, ataupun dengan suatu pekerjaan yang lain harus

mempergunakan atau memanfaatkannya dengan baik.

C. Penutup

Dengan mengucap rasa syukur Alhamdulillah, Segala puji bagi Allah

SWT, Tuhan semesta alam. Penulis panjatkan atas segala limpahan rahmat

dan taufiq-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini, meskipun

masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan, hal ini

dikarenakan kemampuan penulis yang masih dangkal dan terbatas dalam

penelitian, Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada nabi Muhammad

SAW, yang selalu kita tunggu syafa’atnya.

Oleh karena itu saran, kritik dan masukan yang konstruktif penulis

harapkan demi perbaikan skripsi ini, dan semoga apa yang telah penulis

lakukan dalam penyusunan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada

khususnya dan bagi siapa saja pada umumnya, sehingga mampu memberikan

sumbangsih wacana kerangka berfikir mengenai mahar non materi pada

khususnya. Dan untuk terakhir kalinya semoga Allah selalu meridloi langkah

kita dan senantiasa membukakan pintu ampunnya. Amin Ya Rabbal Alamin

Page 94: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

83

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Akademi Pressindo, 1992.

Abi Muhammad bin Ahmad bin Sa’id bin Hazm, al-Muhalla, Juz V, Beirut Libanon: Darul Fikr, tt.

Abu Isa Muhammad bin Isa, Sunan al-Tirmidzi, Juz III, Beirut: Dar al-Qur’an Fikr, tt.

Ahmad, Idris, Fiqh Syafi’i: Fiqh Islam menurut Madzhab Syafi’i, Surabaya: Karya indah, 2002.

al-Asqalani, al-Hafidz Ibnu Hajar, Bulugh al-Maram Min Adillat al-Ahkam, Beirut Libanon: Dar al-Kutub al-Islamiyah, tt.

al-Baihaqiy, Ahmad bin al-Husain bin Ali bin Musa Abu Bakr, Sunan al-Baihaqiy al-Kubra, Juz VII, Makkah al-Mukarramah: Maktabah Dar al-Baz, 1994.

al-Buhiy, M. Labib, Hidup Berkembang secara Islam, Bandung: al-Ma’arif, 1983.

al-Bukhari, Al-Imam Abi Abdillah Muhammad bin Isma'il bin Ibrahim ibn al-Mugirah ibn Bardizbah, Sahih al-Bukhari, Juz V, Beirut Libanon: Darul Kutub Al’ilmiyah,1992.

al-Din, Ibrahim bin Muhammad bin Kamal, Al-Bayan wa al-Ta’rif Fi asbab al-Wurud al-Hadits al-Syarif, Beirut: Dar al-Saqafah al-Islamiyyah, tt.

Alhamdani, H.S.A., Risalah Nikah (Hukum Perkawinan Islam), Jakarta: Pustaka Amani, edisi II, 2001.

Ali, Zainuddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2006.

al-Imam Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hambal, Beirut: Darl al-Fikr, tt.

Al-Imam asy-Syafi’I, Ahkamul Qur’an, Terj. Baihaqi Sari’uddin, Surabaya: PT. Bungkul Indah.

al-Jandul, Said Abdul Aziz, Wanita di antara Fitrah, Hak dan Kewajiban, Jakarta: Darul Haq, 2003.

al-Jaziri, Abdurrahman, Kitab Fiqh ala Madzhabi Arba’ah, Juz IV, Beirut Libanon: Darul Kutub al-’Ilmiyah, 1990.

Page 95: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

84

al-Kurdi, Ahmad al-Hajji, Hukum-hukum Wanita dalam Fiqih Islam, Semarang: Dina Utama Semarang, 1995.

al-Nasa’i, Ahmad Ibn ‘Ali Ibn Syu’aib Ibn ‘Ali Ibn Sinan Ibn Bahr Ibn Dinar Abu ‘Abd al-Rahman, Sunan an-Nasa’I Bisyarhi al-Hafidh Jalaluddin as-Suyuthi Wahatsiyah al-Imam as-Sanadi, Juz 6, Beirut Libanon: Darul Kutub al-‘Ilmiyah, tt.

al-Syaibani, Abu Abdullah, Musnad bin Hanbal, Juz VI, Beirut: Dar Ihya al-Taris al-Arabi, tt.

al-Syairazi, Abi Ishaq, al-Muhazzab fi Fiqh al-Iman al-Syafi’i, Juz II, Beirut Libanon: Darul al-Fikr, 1990.

al-Syaukani, Muhammad, Nailul Authar, Cet. I, Mesir: Syirkah Maktabah al-Baby al-Halaby wa Auladuhu, 1961.

al-Zuhaily, Wahbah, al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, Juz IX , Beirut Libanon: Darul Fikr, tt.

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006.

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Teori dan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 2002.

Ashin’ani, Imam Muhammad bin Isma’il al-Amir al-Yamin, Subul al-Salam Syarh Bulug al-Maram, Juz III,Beirut Libanon: Darul Kutub al-‘Ilmiyah, 1988.

ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, Koleksi Hadits-hadits Hukum, Cet. III, Semarang: PT. Petraya, 2001.

Asy-Syafi’i, Imam Abi Abdus Muhammad bin Idris, Al-Umm, Juz V, Beirut Libanon: Dar al-Fikr, tt.

Bajuri, Syaikh Ibrahim Syarh Ibnu Qasyim, Beirut: Dar al-Fikr, 1994.

Dahlan, Abdul Aziz, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid III, Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996.

Dahlan, H.A.A. dan M. Zaka Alfarisi (eds), Asbabun Nuzul Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-ayat al-Qur’an, Edisi kedua, Bandung: CV. Penerbit Diponegoro, 2000.

Daly, Peunoh, Hukum Perkawinan Islam, Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1988.

Page 96: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

85

Departemen Agama RI, Ensiklopedi Islam di Indonesia, Jakarta: CV. Anda Utama, 1993.

Ghozali, Abdul Rahman, Fiqh Munakahat, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008.

Halim, Abdul, “Ijtihad Kontemporer: Kajian Terhadap Beberapa Aspek Hukum Keluarga Islam Indonesia,” dalam Ainurrofiq (ed.), Mazhab Jogja: “Menggagas Paradigma Ushul Fiqh Kontemporer”, cet. I, Yogyakarta: ar-Ruzz Press, 2002.

Ibn Qasyim al-Ghazi, Kitab Syarh Ibn Qasyim, Juz II, Beirut Libanon: Darul Fikr, 1992.

Ibn Qudamah, al-Mughniy, Juz XII, Mesir: Darul al-Fikr, tt.

Ibn Rusyd, Al-Faqih Abul Walid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul al-Muqtashid, Terj. Imam Ghazali Said dan Achmad Zaidun, Jakarta: Pustaka Amina, 1989.

Ibnu Rusyd, Bidayatul al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, Juz II, Mesir: Dar al-Fikr, tt.

Imam Kamal bin Muhammad bin Abdulrahim al-Ma’ruf bin al-Humam al-Hanafi, Syarh Fathul al-Qadir, Juz 3, Beirut Libanon: Darl al-Kutub al-‘Ilmiyah, tt.

Imam Taqiyuddin Abi Bakar Ibn Muhammad al-Husaini al-Hishni al-Dimasyqy al-Syafi’i, Kifayah al- Akhyar fii Halli Ghayah al- IKhtisar, Juz II, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1990.

Kheli, Nur, Studi Komparatif Pendapat Imam Malik dan Abu Hanifah tentang Maskawin yang Tidak Diketahui Sifat dan Jenisnya, (Tidak dipublikasikan. Skripsi IAIN Walisongo Fakultas Syari’ah, 2005).

Ma’luf, Louis, al-Munjid fi al-Lughah wal-A'lam, Beirut: Dar al-Masyriq, 1986.

Mahalli, Ahmad Mudjab, Wahai Pemuda Menikahlah, Jogjakarta: Menara Kudus, Cet. I, 2002.

Malik bin Anas, Al-Muwatta’, Beirut: Darl al-Fikr, 1989.

Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, Cet. 24, 2007.

Page 97: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

86

Mu’amar, Syamsul, Studi Analisis Pendapat Imam Syafi’i tentang Diperbolehkannya Mengajarkan al-Qur’an sebagai Mahar, (Tidak dipublikasikan. Skripsi IAIN Walisongo Fakultas Syari’ah, 2004).

Muchtar, Kamal, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakarta: Bulan Bintang, Cet. 1, 1974.

Mughniyah, Muhammad Jawad, Fiqih Lima Mazhab, Terj. Afif Muhammad, Jakarta: PT. Lentera Basritama, 2001.

Muttaqin, Studi Analisis Pendapat Imam Syafi'i tentang Batas Terendah Pembayaran Maskawin, (Tidak dipublikasikan. Skripsi IAIN Walisongo Fakultas Syari’ah, 2005).

Nuruddin, Amiur dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia: Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1/1974 sampai KHI, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006.

Pasha, Mustafa Kamal, Fikih Islam, Jogjakarta: Citra Karsa Mandiri, 2009.

Poerwadarminta, W.J.S., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2006.

Rasyidi, Lili, Hukum Perkawinan dan Perceraian di Malaysia dan Indonesia, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1991.

Sabiq, Sayyid, Fikih Sunnah 3, Terj. Abdurrahim dan Masrukhin, Jakarta: Cakrawala Publishing, 2008.

-----------------, Fiqh Sunnah, Jilid III, Terj. Nor Hasanuddin, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006.

Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati, 2000.

Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Cet II, Yogyakarta: Liberti, 1986.

Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998.

Syarifuddin, Amir, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antara Fiqh Munakahat dan Undang-undang Perkawinan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009.

Syarjaya, Syibli, Tafsir Ayat-ayat Ahkam, Jakarta: Rajawali Pers, 2008.

Page 98: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

87

Tim Redaksi Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008.

Yakub, Ismail, Terjemah al-Umm, Jilid V, Jakarta: CV. Faizan, 1984.

Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2006.

Yunus, Mahmud, Hukum Perkawinan Dalam Islam, Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1983.

Page 99: PANDANGAN IMAM MADZHAB TERHADAP MAHAR BERUPA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/101/jtptiain-gdl... · Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar berupa

88

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Eka Puji Lestari

Tempat/tanggal lahir : Blora/ 05 Februari 1988

Alamat : Desa Talun, RT/RW 08/01

Kec. Kayen, Kab. Pati

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Jenjang pendidikan :

1. SD N 1 Sambong Tahun lulus 2000

2. SLTP N 1 Sambong Tahun lulus 2003

3. SMK N 1 Cepu Tahun lulus 2006

4. Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang Tahun lulus 2011

Demikian daftar riwayat hidup ini dibuat dengan sebenarnya dan semoga dapat

digunakan sebagaimana mestinya.

Semarang, 11 Juni 2011

Penulis,

Eka Puji Lestari NIM. 062111047