solusi

9
I. Pendahuluan Usia balita merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Oleh karena itu, kelompok usia balita perlu mendapat perhatian, karena merupakan kelompok yang rawan terhadap kekurangan gizi. Untuk mengatasi kekurangan gizi yang terjadi pada kelompok usia balita perlu diselenggarakan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Pemulihan. PMT Pemulihan bagi anak usia 6-59 bulan dimaksudkan sebagai tambahan, bukan sebagai pengganti makanan utama sehari-hari. PMT Pemulihan dimaksud berbasis bahan makanan lokal dengan menu khas daerah yang disesuaikan dengan kondisi setempat. Mulai tahun 2011 Kementerian Kesehatan RI menyediakan anggaran untuk kegiatan PMT Penyuluhan dan PMT Pemulihan melalui dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK). Dengan adanya dana BOK di setiap puskesmas, kegiatan PMT Pemulihan bagi anak balita usia 6 – 59 bulan diharapkan dapat didukung oleh pimpinan puskesmas dan jajarannya. Untuk memperoleh pemahaman yang sama dalam melaksanakan kegiatan dimaksud, maka disusun Panduan Penyelenggaraan PMT Pemulihan bagi Balita Gizi Kurang. A. Definisi PMT Menurut Siti Aliyatun (2001), pengertian PMT adalah salah satu kegiatan antisipasi terhadap dampak ancaman buruknya status gizi dan kesehatan. Menurut modifikasi dari Pudjiadi, Solihin (2000), PMT adalah program intervensi bagi balita yang menderita kurang kalori protein yang berujuan untuk mencukupi kebutuhan gizi

Upload: edisusanto09

Post on 13-Feb-2016

2 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

makanan

TRANSCRIPT

Page 1: solusi

I. Pendahuluan

Usia balita merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat.

Oleh karena itu, kelompok usia balita perlu mendapat perhatian, karena merupakan kelompok

yang rawan terhadap kekurangan gizi.

Untuk mengatasi kekurangan gizi yang terjadi pada kelompok usia balita perlu

diselenggarakan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Pemulihan. PMT Pemulihan bagi

anak usia 6-59 bulan dimaksudkan sebagai tambahan, bukan sebagai pengganti makanan

utama sehari-hari. PMT Pemulihan dimaksud berbasis bahan makanan lokal dengan menu

khas daerah yang disesuaikan dengan kondisi setempat.

Mulai tahun 2011 Kementerian Kesehatan RI menyediakan anggaran untuk kegiatan PMT

Penyuluhan dan PMT Pemulihan melalui dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK).

Dengan adanya dana BOK di setiap puskesmas, kegiatan PMT Pemulihan bagi anak balita

usia 6 – 59 bulan diharapkan dapat didukung oleh pimpinan puskesmas dan jajarannya.

Untuk memperoleh pemahaman yang sama dalam melaksanakan kegiatan dimaksud, maka

disusun Panduan Penyelenggaraan PMT Pemulihan bagi Balita Gizi Kurang.

A. Definisi PMT

Menurut Siti Aliyatun (2001), pengertian PMT adalah salah satu kegiatan

antisipasi terhadap dampak ancaman buruknya status gizi dan kesehatan. Menurut

modifikasi dari Pudjiadi, Solihin (2000), PMT adalah program intervensi bagi balita

yang menderita kurang kalori protein yang berujuan untuk mencukupi kebutuhan gizi

balita agar meningkat status gizinya sampai menjadi baik. Menurut Sri Kardjati, dkk.,

PMT merupakan cara untuk mengurangi penghancuran protein atau mempertahankan

kadar protein sewaktu peristiwa sakit atau infeksi terjadi.

Berdasarkan beberapa sumber di atas pengertian PMT (Pemberian Makananan

Tambahan) adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya ancaman

status gizi dan kesehatan berupa penghancuran protein dan kalori tubuh berlebih

sewaktu sakit atau infeksi dengan cara mempertahankan kadar protein dan kalori tubuh

sewaktu terjadi sakit atau infeksi melalui makanan tambahan yang diberikan kepada

balita supaya status gizinya meningkat menjadi lebih baik.

Page 2: solusi

II. Prinsip

1. PMT Pemulihan diberikan dalam bentuk makanan atau bahan makanan lokal dan

tidak diberikan dalam bentuk uang.

2. PMT Pemulihan hanya sebagai tambahan terhadap makanan yang dikonsumsi oleh

balita sasaran sehari-hari, bukan sebagai pengganti makanan utama.

3. PMT Pemulihan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan gizi balita sasaran

sekaligus sebagai proses pembelajaran dan sarana komunikasi antar ibu dari balita

sasaran.

4. PMT pemulihan merupakan kegiatan di luar gedung puskesmas dengan pendekatan

pemberdayaan masyarakat yang dapat diintegrasikan dengan kegiatan lintas program

dan sektor terkait lainnya.

5. PMT Pemulihan dibiayai dari dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK). Selain itu

PMT pemulihan dapat dibiayai dari bantuan lainnya seperti partisipasi masyarakat,

dunia usaha dan Pemerintah Daerah.

III. Pemantauan, Bimbingan Teknis dan Evaluasi

1. Pemantauan dilakukan setiap bulan selama pelaksanaan PMT Pemulihan.

2. Pemantauan meliputi pelaksanaan PMT Pemulihan, pemantauan berat badan setiap

bulan; sedangkan pengukuran panjang/tinggi badan hanya pada awal dan akhir

pelaksanaan PMT Pemulihan menggunakan formulir pada lampiran 7 dan lampiran 8.

3. Pemantauan dan bimbingan teknis dilakukan oleh Kepala Puskesmas, Tenaga

Pelaksana Gizi (TPG) puskesmas atau bidan di desa kepada ibu Kader pelaksana PMT

Pemulihan.

Evaluasi merupakan suatu kegiatan yang penting untuk menilai kualitas, rasionalitas,

efektivitas, efisien dan equity pada pelayanan kesehatan.Evaluasi program kesehatan

dilakukanterhadap 3 komponen, yaitu:

1. Input, yang dievaluasi yakni tenaga, dana, sarana, bahan dan metode yg digunakan secara

langsung atau mendukung dalam pelaksanaan program

2. Proses,yang dievaluasi ada bagian ini yaitu P1 ( perencanaan), P2 ( pelaksanaan

Pengawasan), dan P3 ( Pengawasan Pengendalian dan Penilaian program PMT)

3. Output , evaluasi di bagian output bisa dilihat dari pencapaian tujuannya dalam pembagian

PMT.

Page 3: solusi

STUDI KASUS I

Makanan Tambahan Bergaram Iodium Tinggi Sebagai Upaya Peningkatan Kekuatan

Fisik Anak Perempuan SD Di Desa Endemik GAKI

Secara umum, anak penderita GAKI memiliki tingkat aktivitas yang rendah.

Keterbatasan kemampuan otak mengakibatkan otot tidak maksimal bekerja. Selain itu

gangguan fungsi metabolisme tubuh juga bisa jadi penyebab kinerja otot melemah. Kinerja

otot anak usia sekolah dapat ditingkatkan melalui pemberian makanan tambahan (PMT) yang

mengandung garam beriodium tinggi dan kapsul iodium (I) dosis rendah.

Salah satu dampak nyata Gangguan Akibat Kurang Iodium (GAKI) berat pada anak

perempuan usia SD adalah terjadinya kesulitan belajar, sehingga mengakibatkan prestasi

belajar di sekolah rendah dan mempertinggi persentase anak tinggal kelas dan putus sekolah.

Sebuah penelitian menunjukkan 75% dari 30% siswa perempuan usia SD yang menderita

kretin mengalami kesulitan belajar di sekolah (Hartono, 1993).

Sebuah penelitian dilakukan di daerah endemik GAKI yakni di desa Telogolele dan

Jerakah, Kecamatan Selo, Boyolali. Jenis disain penelitian yang digunakan adalah Action

Research karena di Kabupaten Boyolali memiliki masalah GAKI yang cukup serius pada

peserta didik perempuan usia SD. Variabel dalam penelitian ini adalah tingkat konsumsi

energi – protein dan garam beriodium anak usia SD, prevalensi TGR dan VGR pada anak

perempuan usia SD, tingkat kekuatan otot anak perempuan usia SD, karakteristik anak

perempuan usia SD, karakteristik orang tua dan keluarga, serta pemanfaatan lahan

pekarangan. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner, wawancara, dan indepth

interview. Identifikasi masalah menggunakan pendekatan Fish Bone, yaitu melihat masalah

dari aspek manusia, lingkungan, metode, alat dan materi.

Penelitian didesain untuk mengukur keberhasilan intervensi gizi pada status gizi anak

perempuan usia SD yang tinggal di daerah endemik GAKI. Penilaian menggunakan metode

pre dan post tes. Setelah diberikan suplemen iodine (40 mg) dua kali dalam seminggu,

menunjukkan bahwa prevalensi goiter (0B degree) menurun sebesar 5,85%. Dari 155 anak

yang digunakan penelitian, pada pre dan post tes menunjukkan adanya korelasi positif (r =

0,743, p = 0,03). Grup dengan intervensi suplemen makanan tinggi iodium memiliki

perbedaan yang signifikan terhadap grup kontrol. Tiga kelompok yang diberi perlakuan

mempunyai kekuatan otot yang sangat berbeda nyata dengan kekuatan otot kelompok

kontrol.

Page 4: solusi

Sumber:

Anik Lestari, dkk. 2009. “Pemberian Makanan Tambahan Bergaram Iodium Tinggi Sebagai

Upaya Peningkatan Kekuatan Fisik Anak Perempuan SD Di Desa Endemik GAKI”. The

Indonesian Journal of Public Health,6 (1): 11-18.

ANALISIS

Salah satu program gizi adalah Pemberian Makanan Tambahan (PMT). PMT merupakan

suatu intervensi pada kasus gizi. Dalam kasus ini, PMT yang diberikan merupakan intervensi

pemberian suplemen tinggi ioudium pada daerah GAKI di Boyolali. Dari peneltian tersebut

didapat bahwa pemberian iodium pada daerah endemik GAKI memiliki dampak positif

menurunkan angka penderita GAKI dan kretin. Hal ini menunjukkan bahwa intervensi ini

tepat sasaran. Selama dua minggu diberi asupan suplemen tinggi iodium dapat mengurangi

prevalensi goiter selama 5,85% didaerah tersebut.

Yodium adalah trace element esensial untuk pertumbuhan dan perkembangan normal.

PMT yang mengandung garam beryodium tinggi dan kapsul yodium dosis rendah bisa

digunakan sebagai cara untuk meningkatkan status gizi, derajat kesehatan dan kinerja otot

anak Kreatin dan penderita GAKY. Sekitar 60% yodium dalam tubuh tersimpan dalam

kelenjar tiroid. Yodium berperan penting dalam menjaga fungsi normal kelenjar tiroid, yang

menghasilkan hormon tiroid. Hormon tiroid mengendalikan laju metabolisma dalam tubuh.

Defisiensi yodium dapat memiliki efek serius.

Fungsi yodium diantaranya adalah membantu pemeliharaan kelenjar tiroid,

mencegah penyimpanan lemak secara berlebih, menghilangkan racun dari dalam tubuh,

membantu sistem metabolisme tubuh untuk lebih maksimal dalam memanfaatkan

kalsium, membantu proses petumbuhan normal dan kematangan

Page 5: solusi

STUDI KASUS II

Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan

Oleh Renata PardosiSkripsi

Fakultas KeperawatanUniversitas Sumatera Utara

Medan,2009

Berdasarkan pengambilan data yang telah dilaksanakan pada tanggal 1 Juli sampai

dengan 11 Juli 2009 di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan terhadap 46 orang

ibu dan setelah membahas secara teoritis, maka peneliti mengemukakan beberapa hal yang

menjadi kesimpulan:

1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar ibu berusia 20-29 tahun (47,8%),

suku Batak Toba (47,8%), tingkat pendidikan SMA (58,7%), penghasilan perbulan

Rp900.000-Rp1.300.000 (43,5%), dan sebagai ibu rumah tangga (58,7%). Sebagian

besar bayi berusia 3-4 bulan (39,2%) dan usia pertama kali bayi diberikan makanan

tambahan kurang dari 1 bulan (43,5%).

2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis makanan tambahan yang diberikan ibu

adalah susu formula (93,5%) dan nasi tim (23,9%). Jumlah makanan tambahan yang

diberikan ibu kurang dari 5 sendok makan adalah nasi tim (19,5%) dan biskuit

(10,8%), serta susu formula lebih dari 300cc (36,9%). Ibu memberikan susu formula

(93,5%) pada selingan pagi dan selingan siang dan sore hari. Ibu memberikan nasi tim

pada pagi (15,2%), siang (10,8%), dan sore (13%). Frekuensi makanan tambahan

yang diberikan ibu adalah susu formula (76,1%) dan air putih (84,6%) setiap hari,

makanan pokok (23,9%) setiap hari, nasi tim (19,5%) setiap hari, sayur hijau (13%)

setiap hari, dan pisang (6,5%) 1-2 kali seminggu. Alasan ibu memberikan makanan

tambahan agar bayi lebih sehat (89,1%), dan resiko setelah pemberian makanan

tambahan pada bayi sering susah buang air besar (BAB) (26,1%).

Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa masih banyak perilaku ibu yang masih

memberikan PMT pada usia kurang dari 6 bulan.

Page 6: solusi

Daftar Pustaka

eprints.undip.ac.id/13588/1/1078.pdf

Modifikasi dari Pudjiadi, Solihin. 2000. Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Sri Kardjati, dkk. 1985. Aspek Kesehatan dan Gizi Anak Balita. Yayasan Obor Indonesia.

Surabaya.

Departemen Kesehatan RI, Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan, Departemen Kesehatan

RI, 2005.

Institute Danone, Sehat dan Bugar Berkat Gizi Seimbang, Kompas Gramedia 2010