skripsi - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2443/1/nor nazatul azira.pdf ·...
TRANSCRIPT
Murtad Salah Seorang Suami/Isteri Menurut Seksyen 46 Enakmen Undang-
Undang Keluarga Islam Negeri Johor (Studi Kasus Di Mahkamah Tinggi
Syariah Johor, Malaysia)
Skripsi
Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Program Strata Satu (S1) Dalam Ilmu Syariah Pada Fakultas
Syariah
NOR NAZATUL AZIRA BINTI MOHD RIDZUAN
NIM: SHK 101180019
PEMBIMBING :
DR. YULIATIN, S.Ag, M.HI
H.M. ZAKI, S.Ag., M.Ag
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN
J A M B I
1441 H / 2020
i
ii
iii
iv
v
MOTTO
فيومن مالهم أع وهوكافرفأولئكحبطت دينهفيمت عن من كم تدد ير
فيهاخالدون حابالنارهم خرةوأولئكأص وال يا .الدن
Artinya: Dan sesiapa diantara kamu yang murtad (berpaling tadah) dari agamanya
(agama Islam), lalu ia mati sedang ia tetap kafir, maka orang yang demikian rosak
binasalah amal usahanya (yang baik) di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah ahli
neraka, mereka kekal di dalamnya (selama-lamanya) (al-Baqarah. 2: 217)
سكوا بعصمال كوافرولتم
Artinya: Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan
perempuan-perempuan kafir. (al-Mumtahanah.60: 10)
vi
ABSTRAK
Skripsi yang berjudul Murtad Salah Seorang Suami/Isteri Menurut Seksyen 46 Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam Negeri Johor (Studi Kasus di Mahkamah Tinggi Syariah Johor, Malaysia) dikaji untuk memberi penjelasan
tentang apa saja akibat terhadap perkawinan yang salah satunya murtad. Sebagai tujuan antaranya untuk mengkaji penyelesaian kasus murtad menurut Seksyen 46
Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam Negeri Johor dan keputusan hakim terhadap kasus murtad di Mahkamah Tinggi Syariah Negeri Johor. Skripsi ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan metode pengumpulan data-
data melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Diharapkan penelitian ini dapat memberi kontribusi kepada ahli hukum dan mahasiswa kedepannya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh pembahasan sebagai berikut. Pertama, memberi paparan tentang akibat terhadap perkawinan jika salah satunya murtad. Kedua, menjelaskan tentang penyelesaian kasus murtad menurut Seksyen
46 Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam Negeri Johor. Hasil kajian penulis, terdapat 3 akibat yang memberi impak besar terhadap perkawinan antaranya adalah
pembubaran perkawinan antara pihak suami dan istri, kesan terhadap agama dan hak penjagaan anak dan kesan terhadap nafkah. Ketiga, keputusan hakim terhadap kasus murtad di Mahkamah Tinggi Syariah Johor, Malaysia yang sejajar dengan
peruntukan di dalam Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam Negeri Johor.
Kata kunci: murtad, perkawinan
vii
PERSEMBAHAN
Ku persembahkan skripsi ini untuk orang-orang yang kucintai:
Ayahanda Hairuddin Bin Md Bakri dan Riduwan Bin Hassan serta Ibunda Salmah
Binti Jaffar dan Masri Binti Md Nordin yang telah mendidik dan mengasuh
anakanda dari kecil hingga dewasa dengan penuh kasih sayang, agar kelak
anakanda menjadi anak yang berbakti kepada kedua orang tua dan bermanafaat
bagi Agama, Nusa dan Bangsa, seterusnya dapat meraih cita-cita murni.
Saudara-saudaraku Nor Nazirah, Nazrul Raizlan, Denish Aiman Haykal, Zaim
Sariy dan Ibu Zuriha sekeluarga. Terima kasih di atas segala perhatian dan doa
yang diberikan, semoga segala sesuatu yang terjadi di antara kita merupakan
rahmat dan anugerah dari-Nya, serta menjadi sesuatu yang indah buat selama-
lamanya.
Terima kasih juga kepada Puan Azlina atas bantuan dan kesabaran dalam
membantu saya sepanjang kajian saya di Mahkamah Tinggi Syariah Johor Bahru.
Sahabat-sahabatku, Aisyah Izzati, Ainaa Abd Malek serta teman temanku lain
yang tergabung dalam Persatuan Kebangsaan Pelajar-pelajar Malaysia di
Indonesia Cabang Jambi, serta teman-teman dari Indonesia maupun teman-teman
yang berada di Malaysia, yang setia telah memberikan semangat dan dorongan di
kala suka maupun duka, semoga persahabatan kita tetap terjalin dengan baik
selamanya.
Terima kasih atas segalanya.
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur yang sedalam-dalamnya penulis panjatkan ke hadirat Allah
SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya. Shalawat dan salaam turut dilimpahkan
kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW yang sangat dicinta i.
Alhamdulillah dalam usaha menyelesaikan skripsi ini penulis senantiasa diberi
nikmat kesehatan dan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
yang diberi judul Murtad Salah Seorang Suami/Isteri Menurut Seksyen 46
Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam Negeri Johor (Studi Kasus di
Mahkamah Tinggi Syariah Johor, Malaysia).
Skripsi ini disusun sebagai sumbangan pemikiran terhadap pengembangan
ilmu syariah dalam bagian hukum. Juga memenuhi sebagian persyaratan guna
memperoleh gelar Program Sarjana Strata Satu (S1) dalam Jurusan Hukum
Keluarga pada Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi, Indonesia.
Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis akui tidak terlepas dari menerima
hambatan dan halangan baik dalam masa pengumpulan data maupun
penyusunannya. Situasi yang mencabar dari awal hingga ke akhir menambahkan
lagi daya usaha untuk menyelesaikan skipsi ini agar selari dengan penjadualan. Dan
berkat kesabaran dan sokongan dari berbagai pihak, maka skripsi ini dapat juga
diselesaikan dengan baik seperti yang diharapkan
ix
Oleh karena itu, hal yang pantas penulis ucapkan adalah jutaan terima kasih
kepada semua pihak yang turut membantu sama ada secara langsung maupun secara
tidak langsung menyelesaikan skripsi ini, terutama kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Su’aidi, MA., Ph.D selaku Rektor UIN STS Jambi,
Indonesia, Ibu Dr. Rofiqoh Ferawati, SE., M.EI selaku Wakil Rektor I,
Bapak Dr. As’ad Isma, M. Pd selaku Wakil Rektor II, dan Bapak Dr. Bahrul
Ulum, S. Ag., MA selaku Wakil Rektor III.
2. Bapak Dr. Sayuti, S. Ag., MH selaku Dekan Fakultas Syariah UIN STS
Jambi, Indonesia.
3. Bapak Agus Salim, MA., M.I.R., Ph.D selaku Wakil Dekan Bidang
Akademik, Bapak Dr. Ruslan Abdul Gani, SH, MH selaku Wakil Dekan
Bidang Administrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan dan Bapak Dr. H.
Ishaq, SH, MH selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan
Kerjasama di Fakultas Syariah UIN STS Jambi, Indonesia.
4. Ibu Mustiah, S.Ag., M.Sy, selaku Ketua Jurusan Hukum Keluarga dan
Bapak Irsyadunnas N, S.H, MH selaku Sekretaris Jurusan Hukum Keluarga
Fakultas Syari‟ah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
5. Ibu Yuliatin, S. Ag., M. HI, selaku Pembimbing I dan Bapak M. Zaki,
S.Ag., M.Ag. selaku pembimbing II yang telah banyak memberi masukan,
tunjuk ajar dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak dan ibu dosen, asisten dosen dan seluruh karyawan dan karyawati
Fakultas Syariah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
7. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi yang bersangkutan.
x
Di samping itu, disadari juga bahwa skripsi ini masih ada kekurangan dan jauh
dari kesempurnaan baik dari segi teknis penulisan, analisis data, penyusunan
maklumat maupun dalam mengungkapkan argumentasi pada bahan skripsi ini. Oleh
karenanya diharapkan kepada semua pihak dapat memberikan kontribus i
pemikiran, tanggapan dan masukan berupa saran, nasihat dan kritik demi kebaikan
skripsi ini. Semoga apa yang diberikan dicatatkan sebagai amal jariah di sisi Allah
SWT dan mendapatkan ganjaran yang selayaknya kelak.
Jambi 23 Maret 2020,
Penulis,
RIDZUANNOR NAZATUL AZIRA BINTI MOHD
NIM : SHK 101180019
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………..……………………….…i
PERNYATAAN KEASLIAN ……………………..………………....……..ii
PERSETUJUAN PEMBIMBIMBING ……………..……………………..iii
SURAT PERNYATAAN ……………………………….…………………..iv
PENGESAHAN PANITIA UJIAN ………………………...……………....v
MOTTO ………………………………………………………………….…vi
ABSTRAK ………………………………………………………………....vii
PERSEMBAHAN ………………………………………………………...viii
KATA PENGANTAR ………………………………………………….…..ix
DAFTAR ISI …………………………………………………………...…..xii
DAFTAR SINGKATAN ……………………………………………….…xiv
DAFTAR TABEL …………………………………………………………xvi
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………..xvii
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ……………………………………….. 1
B. Rumusan Permasalahan ……………………………………...… 8
C. Batasan Masalah……………………………………………….. 8
D. Tujuan Penelitian....................................................................… 9
E. Kegunaan Penelitian…………………………………………… 9
F. Kerangka Teoritis………………...........................................….. 10
G. Tinjauan Pustaka……………………………………………..… 16
BAB II: METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian………………………………………….. 19
B. Jenis Penelitian………………………………………………….. 20
C. Jenis dan Sumber Data…………………………….…………… 20
D. Metode Pengumpulan Data…………………………………….. 22
E. Teknis Analisis Data……………………………………….……. 23
F. Sistematika Peulisan ……………………………………………. 25
xii
G. Jadwal Penelitian………………………………………………… 26
BAB III: GAMBARAN UMUM MAHKAMAH TINGGI SYARIAH JOHOR
A. Sejarah dan Perkembangan Mahkamah Syariah…………………. 28
B. Peranan dan Fungsi Mahkamah Syariah …………………………. 32
C. Visi, Misi dan Motto Mahkamah Syariah ………………………. .34
D. Struktur Organisasi Mahkamah Syariah ………………………… 35
E. Piagam Pelanggan Mahkamah Syariah ………………………….. 36
F. Logo Mahkamah Syariah ………………………………………… 37
BAB IV: PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Akibat Terhadap Perkawinan yang Salah Seorang Pasangan Murtad ……………………………………………………………………. 39
B. Penyelesaian Kasus Murtad Menurut Seksyen 46 Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam negeri Johor …………………………….49
C. Keputusan hakim Terhadap Kasus Murtad di Mahkamah Tinggi
Syariah Johor ……………………………..……………………… 56
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan ……………………………………………………..… 60
B. Saran-Saran ……………………………………………………..… 61
C. Kata Penutup ………………………………………………..…….. 62
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
CURRICULUM VITAE
xiii
DAFTAR SINGKATAN
UIN STS : Universitas Islam Negeri Sultan Thaha Saifuddin
SWT. : Subhanahuwata’ala.
SAW. : Sallallahu alaihiwasallam.
ra. : Radiallahu’an.
No. : Nomor.
Q.S : Al-Quran Dan Sunnah.
cet. : Cetakan.
Hlm : Halaman.
t.t : Tanpa Tahun
riddah : Murtad
Syafie : Imam Syafie
Syafiiyyah : Pengikut Imam Syafie
AUKI : Undang Undang Keluarga Islam Wilayah Persekutuan
xiv
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Statistik kasus pembubaran perkawinan …………….………...... 7
Tabel 2: Carta alir prosedur pembubaran perkawinan …………………… 51
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1: Struktur Organisasi Mahkamah Tinggi Syariah Johor …………… 35
Gambar 2: Logo Mahkamah Tinggi Syariah Johor …………………….…….. 37
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan adalah satu ibadah dan sunnah Rasulullah yang
merupakan pelaksanaan terhadap tuntutan fitrah manusiawi. Ia bertujuan
menjalinkan ikatan teguh di antara laki-laki dan perempuan melalui akad
nikah yang sah. Perkawinan disyariatkan dalam Islam melalui akad nikah
yang sah untuk mengembangkan zurriyat manusia melalui cara yang halal
sebagai penyambung keturunan untuk kesejahteraan hidup di dunia dan
akhirat. Allah berfirman di dalam al-Quran surah An-Nisa ayat 1:
نف سواحدةوخلقمن ها من ربكمالذيخلقكم الناساتقوا من همارجالياأيها جهاوبث زو ونساءكثيرا
Artinya: “Wahai sekalian manusia! Bertaqwalah kepada Tuhanmu yang
telah menjadikan kamu dari diri yang satu (Adam) dan yang menjadikan
darinya pasangan (istrinya Hawa) dan yang membiakkan darinya zuriat
keturunan lelaki dan perempuan yang ramai.”1
Islam memandang urusan perkawinan itu sebagai urusan yang
sangat penting. Oleh itu, Islam menetapkan kaedah tertentu dalam
pemilihan pasangan bagi menjamin rumah tangga yang bahagia.2
1Jawidah Dakir diakses tanggal 27 Maret 2019 09:30 WIB daripada
http://journalarticle.ukm.my/7641/1/4024-9279-1-SM.pdf, 1996. 2 Sunan Abi Daud, Kitab Al- Nikah, Sahih Sunan Abi Daud, No 2082.
2
Justeru itu pengabaian pada kaedah ini bisa menjadi mudarat besar
pada masa hadapan terutamanya golongan wanita. Merekalah yang paling
teruk menerima kesan apabila suami mengabaikan hak istri, tidak
menggauli istri dengan baik, tidak melaksanakan tanggungjawab dengan
keluarga sebaiknya dan sebagainya.
Oleh itu, Islam menggariskan beberapa kriteria dalam pemilihan
pasangan hidup sebelum pernikahan dilakukan.3 Antara ciri pertama yang
sangat ditekankan dalam Islam adalah pemilihan atas dasar agama yaitu
agama Islam. Sebuah perkawinan mestilah dibentuk dengan suami yang
beragama Islam dan istri juga mesti beragama Islam bersesuaian dengan
konsep memilih pasangan yang berlandaskan agama.
Namun, masyarakat Islam di Malaysia digemparkan dengan isu
murtad baik yang terkait permohonan masuk Islam atau keluar dari Islam.
Tidak dapat dinafikan bahwa isu murtad ini bukan perkara baru, malahan
sebelum ini telah ada kasus murtad berlaku di negara Malaysia walaupun
ianya amat terpencil seperti Kamariah Ali dan Lina Joy. Namun demikian,
jika penelitian dibuat, walaupun bilangan kasus murtad ini agak kecil tetapi
pada hakikatnya ianya merupakan krisis akidah yang mula berkembang di
kalangan orang Islam di Malaysia yang semestinya dapat dihindari.4
3 Zamali Tarmudi, Razizi Tarmuji, Nor Alhana Abd Malik, Malaysian Journal of
Mathematical Sciences, “Pemilihan Pasangan Hidup Bercirikan Nilai-Nilai Islam” Pendekatan
Kabur, Kota Kinabalu Sabah, Malaysia. 4 Siti Zaleha Ibrahim, Nur Sarah Tajul Urus & Dr. Mohd Faisal Mohamed, “Perpindahan
agama & Kesannya Terhadap Komuniti: Satu SorotanTerhadap Kasus-Kasus Murtad & Masuk
Islam di Malaysia”, Journal of Sciences & Humanities, hlm. 205.
3
Menyorot kembali tanggal 29 September 2001 yang penuh
bersejarah yang mana Dato’ Seri Dr. Mahathir Mohamad (kini Tun Dr.
Mahathir) bertempat di Menara PGRM, Kuala Lumpur dalam rangka Acara
Peresmian Persidangan Perwakilan ke-30 Parti Gerakan Rakyat Malaysia
(Gerakan) telah menegaskan bahwa Malaysia adalah sebuah negara Islam.
Di antara ucapan beliau dalam persidangan tersebut ialah :
“Walaupun kita umumkan Islam sebagai agama resmi, penganut
agama lain bebas menganuti agama mereka. Ini adalah sejajar dengan ajaran
Islam. Tidak ada paksaan dalam Islam. Dan Islam tidak suka kepada
kekacauan yang mungkin berlaku jika undang-undang Islam coba
dikuatkuasakan ke atas orang bukan Islam. Jika kerana ini orang bukan
Islam menganggap Malaysia sebagai negara sekular, ini adalah tafsiran
mereka dan mereka bebas membuat tafsiran mereka.”5
Isu murtad semakin banyak dibahas di berbagai media setelah
seorang menteri mengeluarkan kenyataan bahwa antara tahun 2000
sehingga tahun 2010, Mahkamah Syariah menerima sejumlah 863 perkara
permohonan murtad oleh umat Islam di seluruh negara.6 Jumlah ini
menggambarkan bahwa terdapat kecenderungan dan keberanian sejumlah
kalangan orang Islam untuk mengajukan permohonan murtad dan keadaan
ini amat mengkhawatirkan sekiranya tidak dikawal. Di samping itu,
dokumentasi Kantor Peguam Negara sehingga 30 April 2010, sebanyak 689
5 Sinar harian, 23 Ogos 2011. 6 “Jamil Khir: Permohonan Murtad 135 orang diluluskan”, laman sesawang Malaysia
kini, dicapai 2 September 2015, http://www.malaysiakini.com/ news/166920, pada 15 Jun 2011.
4
orang Melayu telah mengajukan permohonan menukar nama atas alasan
murtad, kebanyakan beralih ke agama Kristen. Di dapati Selangor
mencatatkan angka tertinggi orang Melayu yang memohon untuk murtad
yaitu sebanyak 191 manakala Wilayah Persekutuan mencatatkan sebanyak
175 dan Johor sebanyak 30 orang.7
Gerakan memurtadkan orang-orang Islam di bumi Malaysia ini
dikatakan telah bermula setelah kejatuhan kerajaan Melaka. Kedatangan
Portugis pada 1511 di Melaka yang diketuai oleh Alfonso de Albuqurque
membawa bersama para pendakwah Kristen dalam misi 3G (Goal, Gospel
and Glory) di bumi yang dinamakan ´Semenanjung Emas´. Berdasarkan itu,
terbina A Famosa sebagai kota tempat berlindung bagi orang-orang
Portugis. Portugis meninggalkan kesan ´kristianisasi´ ke atas alam Melayu
dan dianggap berjaya menyebarkan ajaran Kristen secara halus kepada
penduduk ketika itu. Di dalam kota A Famosa, yaitu sebuah binaan
bercirikan Portugis itu terdapat sebuah kubur milik Ketua Paderi Kristian di
Melaka. Gejala murtad di Malaysia dikatakan menjadi semakin serius dan
menurut Peguam Zulkifli Nordin, murtad di kalangan orang Melayu kini
sudah menjadi suatu ancaman yang perlu diberi perhatian. Berdasarkan
Indeks Pencemaran Akidah yang dikeluarkan oleh Kantor Statistik dan
Perangkaan pada tahun 1989 sahaja, seramai 4776 orang Melayu memohon
untuk menukar nama dari Melayu kepada bukan Melayu atas alasan keluar
7 Dr. Farawahida Binti Mohd Yusuf, “Kaedah Penyelesaian Dalam Menangani
Pertukaran Agama Dalam Kalangan Masyarakat Melayu-Islam di Johor, Selangor dan Wilayah
Persekutuan Kuala Lumpur”, Universiti Teknologi Malaysia, hlm. 8.
5
dari Islam. Kasus Aisyah Bukhari bukanlah kasus pertama yang murtad di
Malaysia, bahkan sebelumnya beratus kasus dikatakan timbul tetapi ditutup
oleh pihak tertentu. Selain kasus Aisyah, 40 fail murtad pernah dikendalikan
oleh peguam Zulkifli Nordin.8
Murtad juga sering kali dikaitkan dengan isu kebebasan beragama.
Ada pihak yang mengatakan setiap individu termasuk orang Islam perlu
diberikan hak untuk menganut agama yang dikehendakinya.9 Pernyataan ini
seharusnya ditolak karena pada hakikatnya membuat permohonan murtad
merupakan kesalahan di dalam kepercayaan agama Islam dan ia tidak
seharusnya diletakkan di bawah hak asasi individu, sebaliknya ia adalah
persoalan berhubung doktrin sebuah agama.10 Persoalan yang perlu dinila i
dan dirasakan sangat relevan, sekalipun penganut agama lain akan
tersinggung apabila terdapat di kalangan mereka yang melanggar
kepercayaan mereka sendiri. Situasi ini perlu difahami oleh seluruh
masyarakat yang beragam kaum agar dapat menghormati prinsip agama
lain.11
Salah satu kasus yang pernah berlaku di Malaysia melibatkan
seorang suami yang murtad yaitu keluar dari agama Islam seterusnya istri
tersebut memohon untuk membubarkan perkawinan atas alasan suaminya
8 Harakah Daily, 30 Mei 2007
9Lee Min Choon, 1999: Nurjanaah Abdullah @ Chew Li Hua, 2007: 264. 10 Helwa Mohammad Zainal dan Jasri Jamal, “Kedudukan Murtad dan Penyebaran
Agama Bukan Islam Menurut Perspektif Undang-Undang di Malaysia: Satu Analisa Isu dan
Cabaran” Jurnal Undang-Undang dan Masyarakat, 2014 : 36. 11 Nor Ashikin Md Nasir, diakses pada tanggal 5 April 2019 6:02 WIB daripada
https://umexpert.um.edu.my/file/publication/00002828_136028.pdf
6
telah memeluk agama selain Islam. Dalam kasus ini, Tham Eng Cheng telah
memeluk agama Islam di Kantor Kadi Daerah Johor Bahru dengan menukar
namanya kepada Mohd Tham Abdullah (Tham) dan bernikah dengan
pemohon, Zaimas Ibrahim. Setelah memperoleh dua orang anak hasil dari
perkawinannya dengan pemohon, Tham telah mengisytiharkan dirinya
keluar daripada agama Islam sekaligus mengambilpakai nama Jeffrey
Vincent Tham. Berdasarkan perkembangan ini, pemohon memohon
perintah bagi membubarkan perkawinannya dengan Tham atas alasan
bahwa Tham telah murtad.12
Walaupun kasus sebegini banyak dilaporkan, akan tetapi kasus ini
tidak menunjukkan sebarang penurunan. Kasus-kasus yang dilaporkan
sukar untuk menemui solusinya karena Undang-Undang Keluarga Islam
tidak mengenakan hukuman yang khusus dan berat untuk pelaku yang
berpindah agama atau murtad. Menurut data daripada Kantor Kehakiman
Syariah Islam Negeri Johor, terdapat 109 kasus pembubaran perkawinan
karena murtad. Data ini hanyalah catatan resmi yang diketahui, masih
banyak lagi kejadian yang dipercayai tidak dilaporkan.
12 Permohonan ex p Zaimas Ibrahim : 2004.
7
Tabel 1
Statistik kasus pembubaran perkawinan karena murtad di Johor
Tahun 2013-2018
Sumber dari Kantor Kehakiman Syariah Johor Malaysia (Laporan
Statistik Tahunan) pada 24 November 2019.
Berdasarkan tabel di atas pada tahun 2013, sebanyak 14 kasus yaitu
13% dilaporkan dan meningkat pada tahun 2014 dengan jumlah 26 kasus
yaitu 24%. Pada tahun 2015 terdapat penurunan 4% menjadikan jumlah
kasus menurun. Menurun kepada 18% pada tahun 2016 dengan jumlah 21
kasus. Pada tahun 2017 kembali meningkat dengan 21 kasus yaitu 19%
seterusnya pada tahun 2018 telah menunjukkan jumlah kasus yang menurun
tetapi masih pada tahap yang membimbangkan yaitu sebanyak 6 kasus.
Permasalahan yang sering berlaku seperti contoh perbahasan di atas
menarik perhatian peneliti untuk mengkaji apa saja akibat terhadap
No.
Tahun
Jumlah Kasus %
1.
2013
14 13
2.
2014
26 24
3.
2015
22 20
4.
2016
19 18
5.
2017
21 19
6.
2018
7 6
8
perkawinan yang salah seorang pasangan murtad serta bagaimana
penyelesaian kasus murtad menurut Seksyen 46 Enakmen Undang-Undang
Keluarga Islam Negeri Johor dan bagaimana keputusan hakim terhadap
kasus murtad di Mahkamah Tinggi Syariah Negeri Johor dengan
mengangkat judul “Murtad Salah Seorang Suami/Isteri Menurut
Seksyen 46 Enakmen Undang Undang Keluarga Islam Negeri Johor
(Studi Kasus di Mahkamah Tinggi Syariah Johor, Malaysia).”
B. Rumusan masalah
Berdasarkan pembahasan dalam latar belakang permasalahan di
atas, maka yang menjadi rumusan masalah yang akan dikaji dalam
penelitian ini, yaitu:
1. Apa saja akibat terhadap perkawinan yang salah seorang pasangan murtad?
2. Bagaimana penyelesaian kasus murtad menurut Seksyen 46 Enakmen
Undang-Undang Keluarga Islam Negeri Johor?
3. Bagaimana keputusan hakim terhadap kasus murtad di Mahkamah Tinggi
Syariah Negeri Johor?
C. Batasan masalah
Agar masalah dalam penulisan ini tidak meluas dan tepat pada
sasarannya, maka peneliti membatasi permasalahan hanya pada murtad
salah seorang suami/isteri di negeri Johor. Penulis tertarik untuk mengkaji
tentang apa saja akibat terhadap perkawinan yang salah seorang murtad,
penyelesaian kasus murtad menurut Seksyen 46 Enakmen Undang-Undang
9
Keluarga Islam Negeri Johor dan keputusan hakim terhadap kasus murtad
di Mahkamah Tinggi Syariah Johor.
D. Tujuan penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, perlu
dikemukakan pula tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam penelit ian,
yaitu:
1. Untuk mengurai apa saja akibat terhadap perkawinan jika salah seorang
murtad.
2. Ingin mengkaji penyelesaian kasus menurut Seksyen 46 Enakmen Undang-
Undang Keluarga Islam Negeri Johor.
3. Untuk menjelaskan keputusan hakim terhadap kasus murtad di Mahkamah
Tinggi Syariah Johor.
E. Kegunaan penelitian
Berdasarkan pokok permasalahan yang telah dirumuskan, perlu pula
dikemukakan kegunaan yang hendak dicapai dalam penelitian ini. Adapun
kegunaan dari penelitian ini terdiri atas kegunaan secara teoritis dan praktis.
Kegunaan secara teoritis yaitu:
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan pada umumnya.
2. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat berguna sebagai referensi
yang dapat ikut menunjang ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang
hukum keluarga.
10
Adapun kegunaan secara praktis yaitu:
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada penelit i
sendiri dalam pengembangan wawasan ilmu pengetahuan peneliti.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai penegak hukum
dan mahasiswa untuk melanjutkan hasil kajian yang lebih baik untuk
kepentingan ilmu khususnya studi hukum keluarga.
F. Kerangka Teori
Kerangka teori yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah
teori maqasid syariah dan teori Hak Asasi Manusia. Maqasid Syariah
menjelaskan hikmah-hikmah disebalik hukum-hakam. Al-maqasid juga
adalah tujuan-tujuan baik yang mahu dicapai oleh syariat menerusi
pengharaman sebahagian daripada perkara, ataupun dengan
mengharuskannya.
Definisi maqasid syariah dari segi istilah boleh difahami
berdasarkan kepada takrif yang dijelaskan oleh para ulama. Berdasarkan
penelitian penulisan maqasid syariah, para ulama memahami maqasid
syariah dalam tiga maksud yang berkaitan yaitu rahsia agama dan hikmah
sesuatu hukum. Al-Dahlawi berpendapat bahwa maqasid syariah adalah
ilmu yang menyentuh rahsia-rahsia agama, yang membahaskan hikmah
sesuatu hukum syarak, rahsia keumuman dan pengkhususan sesuatu hukum.
Manakala A’llal al-Fashi berpendapat bahwa ia adalah tujuan hukum syarak
dan rahsia Allah S.W.T dalam menetapkan sesuatu hukum daripada hukum-
11
hukum-Nya.13 Syeikh Tahir Asyur berpendapat maqasid syariah adalah
makna-makna dan hikmah-hikmah yang diambil kira oleh syarak dalam
keseluruhan atau sebahagian dari pensyariatannya.
Antara ulama yang memberikan sumbangan dalam ilmu maqasid
adalah Abd. Al-Malik Al-Juwayni, Abu Hamid Al-Ghazali, Fakhr Ad-Din
Ar-Razi, Al-Amidi, Najm Ad-Din At-Tufi dan Al-Qarafi. Maqasid syariah
bertujuan untuk melindungi ataupun memelihara enam perkara berikut:
-Ad-din (agama)
-An-nafs (nyawa)
-Al-‘aql (akal)
-An-naql (keturunan)
-Al-‘irdh (harga diri)
Al-mal (harta)14
Seterusnya teori Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang
melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan yang
Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung
tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. 15
13 Abdul Karm Ali, Raihanah Hj Azhari, “Hukum Islam Semasa Bagi Masyarakat
Malaysia Yang Membangun”, (Kuala Lumpur, Akademi Pengajian Islam) Universiti Malaya, hlm.
61.
14 Jasser Auda, Memahami Maqasid Syariah, cetakan ke-2, (Malaysia: PTS
Publications), hlm. 4.
15 Komaruddin Hidayat, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani ,
(Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2000), hlm. 292.
12
Menurut Teori HAM yaitu hak-hak alami menyatakan bahwa hak-
hak secara semula dimiliki oleh seluruh manusia pada segala waktu dan
tempat berdasarkan takdirnya terlahir sebagai seorang manusia. Walaupun
begitu, menjaga agama merupakan suatu perkara yang wajib dijaga oleh
seluruh penganutnya dan hukuman bagi kasus perpindahan agama harus
lebih diperkukuhkan.
Menukar agama dikategorikan dalam jenayah murtad yang
hukumnya adalah hudud. Hukuman hudud ini secara jelas terbahagi kepada
tujuh bahagian dan diterangkan secara nyata di dalam al-Quran dan hadis
Nabi Muhammad saw iaitu jenayah zina, jenayah menuduh zina(qaza f),
jenayah mencuri, jenayah merompak, jenayah memberontak, jenayah
minum arak dan jenayah murtad.16
Jenayah murtad atau riddah dari segi bahasa bermaksud kembali.
Manakala dari segi istilah bermaksud memutuskan Islam (keluar agama
Islam) dan memeluk mana-mana agama atau mana-mana akidah lain atau
mana-mana ajaran sesat dan menyeleweng sama ada dengan niat atau
perkara atau perbuatan.17
i. Murtad melalui perkataan
Murtad boleh berlaku melalui perkataan, ucapan dan
percakapan. Apabila ucapan dan kata-kata tersebut
16 Siti Zaleha Ibrahim, Nur Sarah Tajul Urus & Dr Mohd Faisal Mohamed, 3 November
2016 “Perpindahan agama dan kesannya terhadap komuniti : satu sorotan terhadap kasus kasus
murtad dan masuk islam di Malaysia” Journal Sciences and Humanities. 17 Muhammad al- Syarbini 1958.
13
mempunyai agenda yang menolak hukum dan prinsip ajaran
Islam yang diketahui oleh semua orang.
Begitu juga dengan kata-kata yang menghina apa-
apa ajaran Islam, Allah Taala, hukum Islam, Nabi
Muhammad saw, para Nabi dan sebagainya. Seseorang itu
dikira murtad apabila dia melafazkan perkataan yang
mengingkari kewajipan berzakat, berpuasa, bersembahyang
lima waktu, menunaikan haji dan lain-lain.
Malahan, sama sahaja hukumnya jika dia berkata
dengan yakin bahwa perbuatan meminum arak tidak haram,
berzina harus, riba tidak haram, al-Quran bukan kalam Allah
Taala atau kata-kata yang merendahkan dan menghina
Sunnah Rasulullah saw. Semua ungkapan sedemikian dikira
sebagai ucapan yang mengejek ajaran Islam, dengan kata-
kata sedemikian seseorang itu boleh menjadi murtad.
ii. Murtad melalui perbuatan
Apabila seseorang Islam melakukan apa-apa
perbuatan atau sebarang tingkah laku yang boleh
membatalkan imannya, orang itu boleh menjadi murtad.
Misalnya, seseorang itu melakukan perbuatan seperti orang
kafir dengan sujud kepada berhala, matahari, bulan,
manusia, kepada malaikat, menyembah batu, pokok atau
kepada mana-mana makhluk lain atau melakukan ibadah
14
kepada perkara selain daripada Allah Taala. (Abdul Karim
Zaydan 1994)
Begitu juga dengan perbuatan yang menghina,
merendah dan mempersendakan Islam seperti
mencampakkan al-Quran ke tempat-tempat kotor secara
sengaja atau kitab-kitab hadis dan tafsir atau memijak-
mijaknya dengan niat menghina. Mengengkari wajibnya
atau mengatakan ia tidak wajib. Begitu juga seseorang yang
meninggalkan sembahyang fardu atau puasa Ramadan
dalam keadaan sedar.
Maka, dia boleh menjadi murtad kerana mengingkar i
satu perkara yang memang diketahui ramai bahwa perkara
itu adalah wajib ke atas setiap orang Islam. Tetapi kalau dia
meninggalkan kerana malas, sedangkan dia yakin
sembahyang atau puasa itu wajib, maka ia tidak menjadi
murtad.
iii. Murtad melalui kepercayaan
Murtad melalui kepercayaan, akidah atau niat akan berlaku
apabila seseorang itu mengengkari dalam hatinya mengena i
kebenaran ajaran Islam seperti dia meyakini bahwa ajaran Islam
sama sahaja dengan anutan agama lain.
15
Begitu pun bagi memastikan kasusahihan riddah seseorang,
pihak yang berkuasa mensabitkan murtad perlu memastikan dua
unsur penting ini telah berlaku iaitu si murtad telah benar-benar
menjadi penganut Islam sebelum riddahnya. Ini bermakna seseorang
yang munafiq iaitu menzahirkan Islam tetapi menyembunyikan
kekufuran di dalam hatinya, riddahnya tidak dikira kerana dari awal
lagi Islamnya adalah tidak sah di sisi Allah. Si murtad juga perlu
dipastikan memutuskan Islamnya dengan rela dan redanya. Ini
bermakna sesiapa yang terlepas cakap yang boleh membawa kepada
riddah seperti ia melatah memuji berhala, maka riddahnya tidak
dikira kerana ia bukan datang dari hatinya dan redanya.
Murtad menurut syarak berpaling dari Islam kepada
kekufuran atau keluar daripada cahaya dan kebenaran Islam kepada
kegelapan dan kekufuran. Murtad adalah perbuatan yang dimurkai
Allah S.W.T dan ianya merupakan perbuatan jenayah terhadap
agama Islam. Di Malaysia, isu murtad mula menggemparkan negara
apabila Mufti Kerajaan Negeri Perak, Dato’ Seri Haji Dr. Harussani
Haji Zakaria memberitahu kini terdapat hampir 250,000 umat Islam
yang murtad di negara ini. Bilangan tersebut termasuklah kira-kira
100,000 orang Islam Melayu yang telah mengisytiharkan diri
mereka memeluk agama Kristian.18
18 www.harakahdaily.net 14 Februari 2006 “Mufti Perak Dakwa 250,000 Murtad di
Negara Ini”.
16
G. Tinjauan pustaka
Kajian mengenai Murtad banyak telah dibahas oleh para penelit i
terdahulu. Diantaranya yaitu:
1. Ramadhan Syahmedi Siregar19, judul skripsinya “Status Perkawinan Salah
Satu Pasangan Murtad”. Penelitian ini membahas tentang status perkawinan
salah satu pasangan murtad perspektif Undang-Undang No. 1 Tahun 1974
dan Kompilasi Hukum Islam. Status perkawinan yang salah satu pasangan
murtad atau berpindah agama dalam pandangan Undang-Undang No.1
Tahun 1974 berbeda dengan pandangan fiqh. Dalam pandangan Undang-
Undang tidak serta merta terjadibubarnya perkawinan, akan tetapi harus
melalui proses pengadilan. Sementara fiqh memandang jika salah satu
pasangan berpindah agama otomatis terjadi putusnya perkawinan setelah
salah satu pasangan menyatakan bahwa dianya telah murtad tanpa
menunggu adanya proses pengadilan karena Undang-Undang No.1 Tahun
1974 menyebutkan bahwa: Perceraian hanya dapat dilakukan di depan
sidang pengadilan. Selanjutnya pada pasal 39 ayat (2) disebutkan, untuk
melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami istri itu
tidak dapat hidup rukun sebagai suami istri.
2. Zanariah Dimon & Zaini Yusnita Mat Jusoh20, judul skripsinya “018
Pengesahan Status Agama di Mahkamah Syariah: Satu Sorotan.” Penelit ian
19 Ramadhan Syahmedi Siregar, Pensyarah Fakultas Syariah, IAIN North Sumatera JI.
Willem Iskandar Pasar V Medan Estate, 20371. 20 Zanariah Dimon & Zaini Yusnita Mat Jusoh, Mahasiswa di Kolej Universiti Islam
Selangor.
17
ini mengkaji tentang menukar status agama dan implikasinya menurut
undang-undang. Peneliti tersebut menyimpulkan bahwa hanya Mahkamah
Syariah yang mempunyai kuasa untuk menegaskan status agama seseorang
sekalipun Islam atau sebaliknya pada masa hidupnya atau selepas
kematiannya. Peruntukan ini bertujuan mengurangkan gejala murtad dan
memberi kuasa mutlak kepada Mahkamah Syariah dalam memutuskan
persoalan akidah.
3. Siti Zalehah Ibrahim, Nur Sarah Tajul Urus & Dr Mohd Faisal Mohamed21,
judul skripsinya “Perpindahan agama dan Kesannya Terhadap Komunit i:
Satu Sorotan Tentang Kasus Murtad dan Masuk Islam di Malaysia”. Penelit i
ini menganalisis tentang tanggapan masyarakat terutama pihak keluarga
dalam kasus-kasus perpindahan agama. Perpindahan agama menurut Islam
adalah tidak dibenarkan dan merupakan jenayah yang boleh dikenakan
tindakan tegas terhadap pelakunya. Kemasukan seseorang ke dalam agama
Islam juga perlu melalui prosedur yang jelas dan diiktiraf mengikut undang-
undang bagi mengelakkan kekeliruan di kalangan waris dan ahli keluarga
pihak yang masuk Islam khususnya apabila melibatkan kasus-kasus
kematian.
Setelah peneliti membuat tinjauan, terdapat persamaan perkara yang
diteliti yaitu meneliti perkara berkaitan “Murtad.” Perbedaan antara
peneliti dahulu dan peneliti sekarang adalah peneliti dahulu mengkaji
21 Siti Zalehah Ibrahim, Nur Sarah Tajul Urus $ Dr. Mohd Faisal Mohamed, Mahasiswa
di Universiti Kebangsaan Malaysia.
18
tentang status perkawinan salah satu pasangan murtad menurut Undang-
Undang No.1 Tahun 1974 & menurut Kompilasi Hukum Islam, menukar
status agama dan implikasinya menurut undang-undang serta perpindahan
agama dan kesannya terhadap komuniti.
Sedangkan peneliti membahas tentang apa saja akibat terhadap
perkawinan yang salah seorang murtad, penyelesaian kasus murtad menurut
Seksyen 46 Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam Negeri Johor dan
keputusan hakim terhadap kasus murtad di Mahkamah Tinggi Syariah
Negeri Johor. Kajian penelitian lebih dikhususkan lagi bertujuan untuk
melengkapkan dan mengutuhkan kajian-kajian yang lalu.
19
BAB II
METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan satu sarana dalam pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta seni. Dengan demikian penelitian itu bertujuan
untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten.
Antara metode penelitian yang digunakan peneliti adalah:
A. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif empiris.
Penelitian hukum normatif empiris adalah penelitian hukum mengena i
pemberlakuan ketentuan hukum normatif (kodifikasi, undang-undang atau
kontrak) secara langsung pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi
dalam masyarakat.22
Penelitian hukum normatif adalah pendekatan yang dilakukan berdasarkan
bahan baku utama, menelaah hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas-
asas hukum, konsepsi hukum, pandangan dan doktrin-doktrin hukum, peraturan
dan sistem hukum dengan menggunakan data sekunder, diantaranya: asas,
kaedah, norma dan aturan hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-
undangan dan dokumen lain yang berhubungan erat dengan penelit ian.
Misalnya penulis meneliti Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam (Johor)
2003.
Penelitian hukum empiris dilakukan dengan meneliti secara langsung ke
lapangan untuk melihat secara langsung penerapan perundang-undangan atau
22 Sayuti Una, MH, “Pedoman Penelitian Skripsi”, (Jambi: Syariah Press, 2012), hlm 41.
20
aturan hukum yang berkaitan dengan penegakan hukum, serta melakukan
wawancara dengan beberapa responden yang dianggap dapat memberikan
informasi mengenai pelaksanaan penegakan hukum tersebut.23 Lingkungan
penelitian yaitu di Mahkamah Tinggi Syariah Johor.
B. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif deskriptif.
Penulis memusatkan perhatiannya pada gejala-gejala yang mempunya i
karakteristik tertentu dalam kehidupan manusia yang berkaitan dengan
penelitian yang dibuat. Penulis akan turun ke tempat kajian lapangan untuk
mengumpulkan maklumat yang diperlukan. Seterusnya, pendekatan penelit ian
yang digunakan oleh penulis adalah pendekatan yuridis dan sosiologis yaitu
penelitian dibuat berdasarkan enakmen perundan-undangan dan membuat
pemerhatian terhadap masyarakat mengenai gejala-gejala yang tertentu
berkaitan dengan penelitian.
C. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
Dalam penelitian ini ada dua jenis dan sumber data yang digunakan untuk
memperoleh data informasi sesuai dengan tujuan penelitian yaitu data
lapangan/studi lapangan (data primer) dan data kepustakaan (data sekunder).
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber
pertama. Menurut Peter Mahmud Marzuki, ia merupakan bahan hukum
23 Ishaq, “Metode Penelitian Hukum dan Penelitian Skripsi, Tesis Serta Disertasi”,
(Jambi: STAIN Press, 2015), hlm 66-70.
21
yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas.24 Data primer tidak
boleh diperoleh dari apa-apa perantara atau pihak kedua, ketiga dan
seterusnya. Data juga hendaklah diperoleh secara langsung baik melalui
observasi, wawancara dan informasi pertama kali dari pihak-pihak
tertentu.25 Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara kepada
pegawai syariah di Mahkamah Tinggi Syariah Negeri Johor serta pegawai
Bahagian Sokongan Keluarga yang terkait dengan penelitian.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah bahan yang bersifat untuk melengkapi data
primer. Ia merupakan data yang diperoleh dari bahan perpustakaan atau
literatur yang mempunyai hubungannya dengan objek penelitian. 26
Bersangkutan dengan penelitian ini, data sekunder diperoleh adalah melalui
bahan-bahan bacaan dalam web. Bahan bacaan seperti buku-buku yang
membahas tentang perpindahan agama serta artikel atau jurnal yang terkait.
2. Sumber Data
Sumber data adalah tempat diperolehnya data. Adapun sumber data dalam
penelitian ini terdiri daripada:
24 Peter Mahmud Rezeki dalam H. Ishaq, Metode Penelitian Hukum dan Penulisan
Skripsi, Tesis, Serta Disertasi, Cetakan ke-4, Kerinci: Stain Kerinci Press, 2015, hlm. 155.
25 Sayuti Una,MH, Pedoman Penelitian Skripsi, (Jambi: Syariah Press. 2012), hlm 42. 26 Ishaq, Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Skripsi, Tesis, Serta Disertasi, Cetakan
ke-4, Kerinci: Stain Kerinci Press, 2015, hlm. 155.
22
a. Sumber data primer
Sumber data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung
di lapangan dengan cara melakukan wawancara kepada pegawai syariah di
Mahkamah Tinggi Syariah Negeri Johor yang terkait dengan penelitian.
b. Sumber data sekunder
Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh dari perpustakaan
atau literatur yang mempunyai kaitannya dengan objek penelitian. Adapun
sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah data-data yang diperoleh
daripada buku-buku dan maklumat daripada tempat lapangan kajian
peneliti.
D. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat
digunakan oleh peneliti untuk menggali data dan fakta yang diperlukan dalam
penelitian.27 Adapun jenis pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Observasi (pengamatan)
Observasi adalah suatu cara pengumpulan data dengan pengamatan
langsung dan pencatatan secara sistematis terhadap objek yang akan
diteliti.28 Observasi dilakukan oleh penulis dengan cara pengamatan dan
pencatatan berkaitan penelitian murtad pasangan dalam perkawinan di
Mahkamah Tinggi Syariah Johor.
27 Asep Saepul Hamdi, Metode Penelitian Kuantitatif Aplikasi Dalam Pendidikan ,
Yogyakarta: Deepublish, 2014, hlm. 47.
28 Sayuti Una, MH, “Pedoman Penelitian Skripsi”, (Jambi: Syariah Press, 2012), hlm. 43.
23
b. Interview atau wawancara
Wawancara adalah satu cara pengumpulan data yang diperoleh
secara lisan bagi mencapai sesuatu tujuan. Informasi yang diberikan bisa
berkembang dengan sendirinya. Teknis yang digunakan adalah wawancara
terstruktur. Wawancara terstruktur adalah wawancara yang dilaksanakan
secara berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan
sebelumnya.29 Dalam penelitian ini, penulis telah mewawancarai dua orang
dari Mahkamah Tinggi Syariah Johor yaitu Ibu Azlina Binti Yatin sebagai
Penolong Pendaftar Mahkamah Tinggi Syariah Johor dan Ibu Masrita Binti
Misbah sebagai Penolong Pendaftar Mahkamah Rendah Syariah Johor.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah pelengkap dari teknis pengumpulan data
wawancara. Dokumentasi yang diartikan sesuatu yang tertulis atau tercatat
yang dapat diguna sebagai bukti atau keterangan seperti naskah, catatan dan
sebagainya.30 Penulis mengumpulkan bahan-bahan seperti naskah, buku-
buku ilmiah, karya seseorang seperti disertasi, skripsi, tesis, jurnal dan
sebagainya.
E. Teknis Analisis Data
Untuk menganalisis data dan informasi yang sesuai dengan permasalahan
yang dikaji peneliti, maka peneliti menggunakan analisis data kualitatif yaitu
29 Sayuti Una, MH, “Pedoman Penelitian Skripsi”, (Jambi: Syariah Press, 2012), hlm. 43. 30 Ibid
24
analisa data yang menguraikan gambar dari data yang diperoleh dan
menghubungkannya satu sama lain untuk mendapatkan suatu kejelasan
terhadap suatu kebenaran atau sebaliknya.31 Dengan cara berfikirnya terdiri
atas: (a) reduksi data, (b) penyajian data, (c) penarikan kesimpulan.32
a. Reduksi Data
Reduksi data yaitu merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang terpenting, dicari tema dan polanya.
Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran
yang lebih jelas, dan mempermudah penulis untuk melakukan pengumpulan
data selanjutnya, dan mencarinya bila perlu.33 Metode ini digunakan dalam
memproses pemilihan data, menajamkan, menggolongkan, membuang yang
tidak perlu dan mengorganisasi data sehingga dapat ditarik dan diverifikas i.
b. Penyajian Data
Penyajian data adalah langkah setelah mereduksi data. Penyajian
data dilakukan dalam bentuk uraian singkat, hubungan antara kategori, dan
seumpamanya. Yang paling seiring digunakan untuk penyajian data dalam
penelitian kualitatif adalah teks yang bersifat naratif.34 Pada teknis ini,
penulis berusaha menyusun data yang relevan sehingga menjadi informas i
yang dapat disimpulkan dan memiliki makna tertentu. Penyajian data
merupakan cara bagaimana data itu mudah difahami oleh pembaca dan
31 Asep Saepul Hamdi, Metode Penelitian Kuantitatif Aplikasi Dalam Pendidikan ,
Yogyakarta: Deepublish, 2014, hlm. 196. 32 Ibid
33 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
2012), hlm. 247.
34 Ibid, hlm. 252.
25
pembahasan itu bisa menarik seseorang membaca penelitian samada dalam
penyajian verbal, penyajian visual atau penyajian matematis. Penyajian data
dilakukan dalam bentuk uraian singkat dan terkait hubungan antara kategori
supaya memudahkan untuk memahami apa yang terjadi.
c. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan adalah langkah ketiga dalam analisis data
kualitatif. Kesimpulan awal yang dikemukan masih bersifat sementara, dan
akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kukuh yang mendukung
pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang
dikemukan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan
konsisten saat penulis kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka
kesimpulan yang dikemukan merupakan kesimpulan kredibel.35
F. Sistematika penulisan
Sistematika penulisan dalam perbahasan skripsi ini menguraikan bab-bab
yang saling terkait dan melengkapkan keseluruhan perbahasan ini.
Adapun bab-bab ini yaitu:
I. Bab I, merupakan bab pendahuluan yang menguraikan tentang latar
belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelit ian,
kegunaan penelitian, kerangka teori dan tinjauan pustaka.
35 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
2012), hlm. 252.
26
II. Bab II, membahas tentang metode penelitian dan subnya adalah pendekatan
penelitian, jenis penelitian, jenis dan sumber data, metode pengumpulan
data serta metode analisis data, sistematika penulisan dan jadwal penelit ian.
III. Bab III, memberi gambaran umum terkait dengan tempat penelitian seperti
sejarah dan perkembangan, struktur organisasi, Visi, Misi dan Objektif, logo
serta piagam pelanggan dan fungsi Mahkamah Tinggi Syariah Johor.
IV. Bab IV, berisi tentang kajian tentang apa saja akibat terhadap perkawinan
yang salah seorang pasangan murtad. Kemudian pembahasan tentang
penyelesaian kasus murtad menurut Seksyen 46 Enakmen Undang-Undang
Keluarga Islam Negeri Johor serta keputusan hakim terhadap kasus murtad
di Mahkamah Tinggi Syariah Johor.
V. Bab V, yaitu berkaitan kesimpulan yang merupakan gambaran rangkuman
keseluruhan penelitian dan saran-saran sebagai manfaat bagi semua pihak
yang terkait dengan penelitian. Kesimpulan bertujuan agar pembaca dapat
melihat gambaran seutuhnya dari pembahasan dan penelitian yang telah
dilakukan.36
G. Jadwal Penelitian
Penulis membuat jadwal agar penelitian dan penulisan skripsi
terencana dengan waktu yang efektif sehingga dapat selesai tepat pada
waktunya maka penulis membagi langkah-langkah penelitian yang
dilakukan dalam bentuk jadwal untuk pedoman. Jadwal penelitian itu tentu
36 Asep Saepul Hamdi, Metode Penelitian Kuantitatif Aplikasi Dalam Pendidikan ,
Yogyakarta: Deepublish, 2014, hlm. 221.
27
saja tidak sekadar pelengkap yang menghiasi sebuah rancangan proposal
skripsi penulis, tapi jauh lebih penting adalah konsisten berdasarkan jadwal
yang sudah dibuat. Adapun jadwal penelitian adalah seperti berikut:
28
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah dan Perkembangan Mahkamah Tinggi Syariah Johor,
Malaysia.
Malaysia mempunyai empat belas federal provinsi, dengan hampir
semua kekuatan kehakiman berada di sistem peradilan federal. Sistem
pengadilan Malaysia berasal dari piagam 1807 yang dikenal dengan Piagam
Peradilan Pertama yang memberi Syarikat Hindia Timur Inggeris hak
daripada Kerajaan Diraja British untuk mengadakan Pengadilan Tinggi di
Pulau Pinang.
Sebelum pembentukan Malaysia pada tahun 1963, ada tiga
Mahkamah/Peradilan Agung di Komanwel Asia Tenggara, yaitu Pengadilan
Agung Tanah Melayu, Pengadilan Agung Singapura dan Pengadilan Agung
Sarawak, Kalimantan Utara & Brunei.37
Mahkamah Syariah adalah institusi kehakiman yang membicarakan
serta menjatuhkan hukuman ke atas orang Islam bagi kesalahan sivil dan
jenayah agama mengikut bidang kuasa yang diperuntukan untuknya.
37 http://www.kehakiman.gov.my/ms/mengenai-kami/sejarah-kehakiman
29
Pada kurun 15, Islam telah bertapak di Melaka. Undang-undang
Islam mula digunakan apabila pembesar dan raja-raja memeluk agama
Islam. Risalah Hukum Kanun, Undang-Undang Melaka dan Undang-
Undang Pahang adalah undang-undang Islam yang telah wujud ketika itu.
“Sebelum kedatangan British undang-undang Islam adalah undang-undang
negara di Malaysia. Mazhab yang diikuti ialah Mazhab Syafie”. Kejatuhan
Melaka pada 1511 dan kemudiannya Belanda telah menjajah Melaka.
Walaubagaimanapun kedudukan dan pelaksanaan undang-undang Islam
tidak terjejas. Mulai tahun 1786, kedatangan Inggeris mengambil Pulau
Pinang dan Kedah menjadi titik mula usaha pengenepian Undang-Undang
Islam. Mereka menganggap Pulau Pinang ketika itu tidak mempunya i
sebarang sistem perundangan dan mendakwa undang-undang Islam yang
diamalkan adalah zalim. Dakwaan mereka palsu karena ketika itu Tanah
Melayu telah mempunyai Undang-Undang Islam yang bertulis.
Pada 1880, Inggeris mula memenuhi kehendak Tanah Melayu
dengan akhirnya bersetuju menggubal Ordinan Perkawinan Mohammedan
No. 5 Tahun 1880 yaitu kawin dan cerai umat Islam. Pada tahun 1948,
ordinan Mahkamah Persekutuan dan sistem kehakiman persekutuan
memisahkan Mahkamah Syariah dan hierarki mahkamah. Pada masa
pemerintahan kuasa asing, segala urusan agama diberi kuasa kepada raja-
raja Melayu tetapi terhadap bidang yang terbatas perkawinan, adat istiadat
dan agama. Sejak tahun 1952 Enakmen Pentadbiran Undang-Undang
Selangor No. 3 Tahun 1952 diluluskan dan dikuatkuasakan. Ia merupakan
30
Undang-Undang Pentadbiran Agama Islam yang pertama terlengkap ketika
itu yang mengatur pentadbiran perundangan Islam. Penguatkuasaan
undang-undang itu adalah khas untuk umat Islam dan terhad kepada bidang
munakahat, waris kesalahan matrimoni dan kesalahan takzir sahaja.
Kemudiannya langkah negeri Selangor itu diikuti oleh negeri-negeri lain di
Malaysia Barat.38
Sultan adalah sebagai Ketua Agama dan mempunyai bidang kuasa
perkara berkaitan dengan hal-hal agama Islam. Keadaan ini diamalkan sejak
sebelum kemerdekaan diperoleh. Sultan bagi setiap negeri di Malaysia
dilantik sebagai Ketua Agama yang bertanggungjawab terhadap
pentadbiran agama Islam. Bagi negeri yang tidak mempunyai institus i
beraja seperti Melaka, Pulau Pinang, Wilayah Persekutuan dan Sabah,
Ketua Agama yang bertanggungjawab terhadap pentadbiran agama Islam
ialah Yang di-Pertuan Agong.
Mahkamah Syariah dinamakan Mahkamah Kadi bagi menjalankan
peraturan dan peruntukan Undang-Undang Pentadbiran Agama Islam bagi
setiap negeri di Malaysia. Setiap negeri ditubuhkan sebuah Kantor Agama
Islam untuk mentadbir perkara yang berkaitan dengan undang-undang di
bawah peruntukan pentadbiran agama Islam. Mahkamah Syariah adalah
satu badan penting yang berada di bawah pentadbiran Kantor Agama Islam
pada setiap negeri. Mahkamah Syariah juga ditubuhkan di setiap daerah
38 https://ms.m.wikipedia.org/wiki/Mahkamah_Syariah_di_Malaysia
31
bagi kebanyakan negeri untuk memudahkan lagi menjalankan pentadbiran
agama Islam. Ketua bagi setiap daerah berkenaan dilantik seorang Kadi
Daerah.39
Penubuhan mahkamah di Negeri Johor ini adalah mengikut
Enakmen Pentadbiran Negeri Johor yaitu Enakmen bil 14 pada tahun 1978.
Enakmen diwujudkan bagi menyatukan dan meminda undang-undang yang
berkaitan dengan penubuhan, pentadbiran dan penyusunan semua perkara
yang melibatkan Agama Islam dan mahkamah-mahkamah di negeri Johor.
Mahkamah Syariah di Johor telah ditubuhkan pada 1 Januari 1978 oleh
Kantor Agama Johor dan lebih dikenali pada masa kini sebagai Mahkamah
Kadi. Mahkamahnya dibahagikan kepada dua jenis yaitu mahkamah kadi
dan mahkamah rayuan. Pada masa kini, hakim-hakim mahkamah syariah ini
adalah terdiri daripada kadi-kadi daripada daerah itu sendiri.
Enakmen Pentadbiran Negeri Johor menyatakan bahwa bidang
kuasa bagi kasus jenayah seperti kasus-kasus khalwat, minum arak, tidak
berpuasa dalam bulan ramadhan dan lain-lain dan bagi kasus mal/sivil yaitu
seperti kasus cerai, tuntutan anak, nafkah dan sebagainya adalah dengan
menghukum bagi setiap kesalahan denda sebanyak tidak kurang dari
RM1000 atau hukuman penjara tidak melebihi 6 bulan atau kedua-duanya
sekali.40
39 https://ms.m.wikipedia.org/wiki/Mahkamah_Syariah_di_Malaysia 40 http://syariah.johor.gov.my/profil-kantor/maklumat-kantor/sejarah/
32
Mahkamah Syariah diberi nama Mahkamah Kadi (dahulunya
sebelum pemisahan antara dua agensi ini berlaku) telah diberi kuasa
menjalankan peraturan dan peruntukan Undang-Undang Pentadbiran
Agama Islam bagi setiap negeri dan daerah di Malaysia. Bidang kuasa yang
diberikan adalah seperti perkawinan, penceraian, kekeluargaan serta
penyelesaian harta pusaka kecil.
Mahkamah Syariah menjalankan tugas yang berasingan dengan
Kantor Agama. Kantor Agama menjalankan pentadbiran dalam hal-hal
yang bersangkut dengan masyarakat Islam seperti urusan zakat, baitulmal,
dakwah, pendidikan, pengurusan masjid dan sebagainya mengikut kuasa
bagi setiap negeri berkenaan di Malaysia. Pada masa kini semua Mahkamah
Syariah telah terpisah pentadbirannya dengan Kantor Agama Islam.
Mahkamah Syariah telah ditukar identitinya menjadi Kantor Kehakiman
Syariah negeri. Kebanyakan negeri menjadi Majlis Mesyuarat Dewan
Undangan Negeri Sebagai institusi yang tertinggi (pembuat dasar) dan
diikuti Majlis Agama & Istiadat Kantor Mufti, Kantor Kehakiman Syariah
dan Kantor Agama Islam.
B. Peranan dan Fungsi Mahkamah Tinggi Syariah Johor, Malaysia.
Berikut merupakan peranan dan fungsi Pengadilan Tinggi Syariah
Johor, Malaysia:
1. Mengekalkan perundangan Islam yang diperuntukan kepada
mahkamah ini bagi menjamin setiap muslim patuh dan tidak
33
melanggar perintah Allah s.w.t berdasarkan al-Quran dan as-
Sunnah.
2. Menjalankan pentadbiran agama Islam al-Quran dan as-Sunnah bagi
menjamin kesejahteraan orang Islam.41
3. Melahirkan keluarga Islam yang berpegang teguh pada ajaran Islam
serta mengawasi mereka supaya menjalani kehidupan mengikut
syariat Islam.
4. Menyelamatkan umat Islam daripada perpecahan dan keruntuhan
rumahtangga.
5. Menjadi tempat rujukan untuk mendapatkan khidmat nasihat serta
menyelesaikan masalah rumahtangga.
6. Memberi bimbingan dan nasihat kaunseling kepada pasangan yang
ingin berumahtangga agar dapat membina rumahtangga yang
bahagia sebagaimana tuntutan agama.
7. Menjadi tempat membuat rayuan daripada pihak istri untuk
mendapatkan nafkah daripada suaminya yang sudah bercerai.
8. Menjadi tempat menyelesaikan masalah sosial dalam masyarakat
seperti judi, riba, minum arak, khalwat dan lain-lain perkara
mungkar.
9. Membantu serta menyelesaikan pembahagian harta pusaka dan hal-
hal yang berkaitan seperti wasiat.42
41 http://ms.m.wikipedia.org/wiki/Mahkamah_Syariah_di_Malaysia 42 Ibid
34
10. Badan yang dilantik oleh kerajaan yang bertanggungjawab memberi
penerangan berkait dengan keagamaan, kekeluargaan dan sentiasa
berdakwah sepanjang masa.
11. Menerapkan nilai-nilai Islam agar orang Islam mengamalkan sistem
dan cara hidup Islam secara menyeluruh dalam kehidupan mereka.
C. Visi, Misi dan Motto Mahkamah Tinggi Syariah Johor, Malaysia.
Setiap badan pemerintahan di Malaysia harus memiliki visi, misi
dan motto departemen bagi memfokuskan tiap tujuan kerja. Ini adalah visi,
misi dan motto bagi Mahkamah Tinggi Syariah Johor, Malaysia yaitu :
1. Visi: Menjadi institusi kehakiman syariah yang berwibawa
2. Misi: Melaksanakan perbicaran, pengurusan mahkamah dan
perkhidmatan sokongan secara profesional, berkesan.dan
sistematik berasaskan undang-undang dan Hukum Syarak.
3. Motto: Towards judicial excellence.43
43 http://www.kehakiman.gov.my/ms/mengenai-kami/visi-misi-dan-moto
35
D. Struktur Organisasi Mahkamah Tinggi Syariah Johor, Malaysia.
Adapun struktur organisasi adalah seperti berikut:
Dokumentasi dari: Mahkamah Syariah Johor Bahru (Struktur Organisasi di
Mahkamah Syariah).
36
E. Piagam Pelanggan Mahkamah Tinggi Syariah Johor, Malaysia.
Dengan adanya piagam pelanggan sebuah organisasi itu memilik i
tanggungjawab untuk memenuhi setiap komitmen yang dinyatakan. Jelas,
piagam pelanggan mempunyai peran penting bagi sebuah organisasi. Juga
melaksanakan visi, misi dan motto yang telah ditetapkan, maka piagam
pelanggan yang disediakan adalah seperti berikut:
1. Menetapkan tarikh sebutan/bicara kepada pelanggan pada hari
pendaftaran kasus apabila segala dokumen didapati lengkap.
2. Menyebutkan/membicarakan kasus mal dan jenayah dalam
masa 21 hari selepas didaftarkan.
3. Menyebut/membicarakan dalam setahun sekurang-kurangnya
70% kasus mal dan jenayah yang telah didaftarkan.
4. Menyiasat keatas setiap aduan pelanggan yang diterima dalam
tempoh 14 hari dari tarikh aduan itu diterima.
5. Mendengar rayuan kali pertama dalam masa 30 hari selepas
rekod rayuan diterima daripada mahkamah yang keputusannya
dirayu.44
44 http://syariah.johor.gov.my/profil-kantor/maklumat-kantor/piagam-pelanggan/
37
F. Logo Mahkamah Tinggi Syariah Johor, Malaysia.
Logo Mahkamah Tinggi Syariah adalah dari logo jata negara
Malaysia. Jata negara adalah sebagai tanda lambing Persekutuan Tanah
Melayu sejak 30 Mei 1952. Ini menunjukkan setiap mahkamah di Malaysia
menggunakan logo ini sebagai panduan dalam memutuskan putusan dan
membuat undang-undang di Malaysia. Adapun logo Mahkamah Tinggi
Syariah dapat digambarkan di bawah ini:
Dokumentasi dari: Mahkamah Tinggi Syariah Johor, Malaysia
Adapun logo tersebut mempunyai banyak arti yang menunjukkan Malaysia
sebuah negara berprinsip. Bintang pecah empat belas melambangkan 13 buah
provinsi dan juga kerajaan persekutuan Malaysia. 13 buah provinsi yaitu Johor,
Kedah, Kelantan, Melaka, Negeri Sembilan, Pahang, Perak, Perlis, Pulau Pinang,
Sabah, Sarawak, Selangor, Terengganu dan juga kerajaan persekutuan Kuala
Lumpur, Labuan dan Putrajaya. Anak bulan bermaksud agama Islam adalah agama
rasmi Malaysia. Lima keris menandakan Negeri-Negeri Melayu Tidak Bersekutu
38
terdahulu (Johor, Kedah, Perlis, Kelantan dan Terengganu). Bahagian sebelah kiri
jata adalah pokok pinang dan pokok Melaka yang merupakan sebagian dari Negeri-
Negeri Selat. Empat jalur di bagian tengah berwarna merah, hitam, putih dan kuning
adalah mewakili provinsi Pahang, Selangor, Perak dan Negeri Sembilan yang
merupakan Negeri-Negeri Melayu Bersekutu pada mulanya. Tiga bagian di kiri dan
kanan mewakili Sabah dan Sarawak. Di tengahnya adalah bunga raya mewakili
bunga kebangsaan Malaysia. Dua ekor harimau mewakili lambang haiwan resmi
Malaysia yaitu Harimau Malaya yang berarti berani serta memiliki slogan
“Bersekutu Bertambah Ilmu” merupakan slogan yang mewakili jata negara
Malaysia adapun warna kuning melambangkan warna diraja bagi duli-duli yang
Maha Mulia Raja-raja di Malaysia.45
45 Akasyah Ismail,Sejarah,(Kuala Lumpur: Visual Pelangi), 1984, hlm. 101.
39
BAB IV
PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Akibat Terhadap Perkawinan Yang Salah Seorang Pasangan Murtad
Akibat adalah sesuatu yang merupakan akhir atau hasil suatu
peristiwa (perbuatan, keputusan) pensyaratan atau keadaan yang
mendahuluinya.46 Murtad ialah menukar kepercayaan dan pegangan
daripada satu agama kepada agama lain tidak kira sama ada dari agama
Islam kepada agama lain ataupun sebaliknya. Kesan murtad boleh terjadi
kepada ahli dalam komuniti berkaitan sekalipun yang melibatkan waris atau
keluarga kepada pihak yang masuk Islam atau pihak yang keluar Islam.
Jadi, dapat disimpulkan di sini akibat terhadap perkawinan yang
salah seorang pasangan murtad adalah seperti berikut yaitu:
1. Pembubaran Perkawinan Antara Pihak Suami dan Istri
Dalam wawancara dengan Ibu Azlina47, beliau menyatakan bahwa
akibat perkawinan jika salah satu pasangan murtad adalah berlakunya
pembubaran perkawinan antara pihak suami dan istri. Oleh sebab
kesalahan keluar daripada agama Islam membabitkan hukuman di
bawah bidang kuasa mahkamah syariah maka kuasa mahkamah di
dalam mengadili perkara ini telah disebut dengan jelas di dalam
46 https://kbbi.web.id/akibat
47 Wawancara dengan Ibu Azlina Binti Yatin, Pembantu Pendaftar Mahkamah Tinggi
Syariah Johor Bahru-Malaysia, 24 November 2019.
40
kebanyakan Enakmen Pentadbiran Agama Islam negeri-negeri di
Malaysia. Misalnya di Selangor, di bawah Seksyen 61(3)(b) Enakmen
Pentadbiran Agama Islam (Negeri Selangor) 2003 telah diperuntukan
bahwa Mahkamah Tinggi Syariah hendaklah dalam bidang kuasa
malnya, mendengar dan memutuskan semua tindakan dan prosiding jika
semua pihak dalam prosiding itu adalah orang Islam dan tindakan atau
prosiding itu antara lain48, adalah berhubungan dengan pengisytiharan
bahwa seseorang itu bukan lagi orang Islam. Oleh sebab mahkamah
syariah mempunyai bidang kuasa untuk menentukan kesahan seseorang
itu masuk Islam, maka mahkamah syariah jugalah yang mempunya i
bidang kuasa untuk menentukan seseorang itu masih lagi seorang islam
ataupun sudah meninggalkan agama Islam sebagai agamanya.
Peruntukan yang sama juga ada dinyatakan di dalam Akta Undang-
Undang Keluarga Wilayah Persekutuan yang difahami secara literal
menunjukkan bahwa apabila seseorang yang asalnya bukan Islam, dan
kemudiannya memeluk agama Islam, maka dia boleh dianggap secara
otomatis akan turut tertakluk di bawah undang-undang Islam dan
dibicarakan di mahkamah syariah. Oleh itu, segala perkara berkaitan
dengan Undang-Undang Keluarga Islam akan turut terpakai ke atas
saudara baharu tersebut. Pada masa yang sama, Akta Undang-Undang
Keluarga Islam juga memperuntukan bahwa sesuatu perkawinan akan
48 Zaini Yusnita Mat Jusoh, Sharifah Hana Abd Rahman, “Pembubaran Perkawinan
Kerana Pertukaran Agama: Satu Tinjauan Perundangan”, Kolej Universiti Islam Selangor, hlm 4.
41
terbubar apabila salah seorang daripada pasangan bertindak untuk
murtad atau keluar daripada agama Islam sebagaimana di bawah
Seksyen 46 Akta Undang-Undang Keluarga Islam memperuntukan:
(1)Jika salah satu pihak kepada suatu perkawinan itu murtad atau
memeluk sesuatu kepercayaan selain Islam, maka perbuatan yang
demikian tidak boleh dengan sendirinya berkuat kuasa membubarkan
perkawinan itu melainkan dan sehingga disahkan sedemikian oleh
mahkamah. (2) Jika salah satu pihak kepada sesuatu perkawinan bukan
Islam memeluk agama Islam, maka perbuatan yang demikian tidak
boleh dengan sendirinya berkuat kuasa membubarkan perkawinan itu
melainkan dan sehingga disahkan sedemikian oleh mahkamah.
Peruntukan tersebut menunjukkan bahwa status berlainan agama
akan menjadi sebab sesuatu perkawinan tidak terbubar dengan sendiri
tetapi perlu disahkan oleh mahkamah syariah. Oleh itu, apabila berlaku
kasus yang melibatkan salah seorang daripada pasangan bukan
beragama Islam, maka peruntukan ini boleh difahami bahwa pasangan
yang memeluk Islam berhak untuk ke mahkamah syariah menggunakan
seksyen 46 dan membubarkan perkawinan menggunakan kuasa
mahkamah syariah.49
49Zaini Yusnita Mat Jusoh, Sharifah Hana Abd Rahman , “Pembubaran Perkawinan
Kerana Pertukaran Agama: Satu Tinjauan Perundangan”, Kolej Universiti Islam Selangor, hlm 5.
42
2. Kesan Terhadap Agama dan Hak Penjagaan Anak
Menurut Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam Negeri Johor
2003 tentang seseorang yang mempunyai hak mendidik seseorang
kanak-kanak, adalah berhak menjalankan hak terhadap hadhanah jika
(a) dia adalah seorang Islam (b) dia adalah sempurna akal (c) dia
berumur yang melayakkan dia memberi kepada kanak-kanak itu jagaan
dan kasih sayang yang mungkin diperlukan oleh kanak-kanak itu (d) dia
tinggal di tempat di mana kanak-kanak itu tidak mungkin menghadap i
apa-apa akibat buruk dari segi akhlak atau jasmani.50
Isu yang pasti berbangkit selepas salah satu pasangan murtad adalah
tentang penentuan agama dan hak penjagaan anak.51 Dalam hal ini, ibu
bapa berkenaan berusaha mendapatkan hak penjagaan anak-anak bagi
memastikan anak-anak mereka mengikuti agama anutan mereka. Dalam
kasus begini, samaada ibu atau ayah, sudah pasti wujud penghakiman
dan hanya satu pihak sahaja akan mendapat hak jagaan terhadap anak-
anak tersebut. Merujuk Undang-undang Keluarga Islam di Malaysia,
sebagai contoh, Akta Undang-undang Keluarga Islam Wilayah
Persekutuan 1984 (AUKI) melalui Seksyen 81 menyatakan bahwa hak
penjagaan anak-anak kecil yang utama ialah bersama-sama dengan ibu
samaada semasa dalam perkawinan mahupun apabila berlaku
50 Fasal 83 Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam Negeri Johor 2003
51 Zuliza Mohd Kusrin, “Pemelukan Islam Pasangan Berkahwinan Sivil: Isu Berbangkit
dan Cadangan Penambahbaikan menurut Undang Undang Malaysia” Fakulti Pengajian Islam,
Universiti Kebangsaan Malaysia, hlm 30.
43
pembubaran perkawinan. Walaupun ibu merupakan pihak yang utama,
namun Seksyen 82 pula menjelaskan tentang syarat kelayakan yang
perlu, iaitu si ibu mestilah beragama Islam. Syarat kelayakan
dilengkapkan lagi dengan peruntukan Seksyen 83 Akta Undang-Undang
Keluarga Islam yang menjelaskan bahwa ibu akan hilang hak hadanah
jika tidak mengamalkan ajaran agama Islam atau murtad.52 Hal ini
menunjukkan bahwa sekiranya ibu tersebut bukan beragama Islam,
maka pihak lain, termasuklah bapa yang beragama Islam akan
dipertimbangkan oleh mahkamah untuk mendapat hak jagaan terhadap
anak-anak yang ada. Apabila satu pihak memeluk Islam, contohnya
bapa memeluk Islam dan ibu bukan Islam, maka peruntukan ini
menunjukkan bahwa seharusnya bapa akan mendapat hak jagaan
tersebut, dan bukanlah si ibu. Namun begitu, dalam banyak kasus si
bapa memeluk Islam dan mahkamah sivil memberikan hak jagaan
kepada si ibu. Keputusan ini jelas bertentangan dengan undang-undang
keluarga Islam yang ada.
Penentuan agama anak-anak kebiasaannya dipengaruhi oleh
keputusan hak hadanah. Berdasarkan keputusan kasus mahkamah,
wujud tiga pendekatan berbeza dalam kalangan para hakim dalam
menangani isu ini, yang sekaligus memberikan impak berbeza dalam
menentukan agama anak-anak. Pertama, kanak-kanak tersebut secara
otomatis menjadi seorang Muslim dengan mengikut agama ibu atau
52 Ibid
44
bapanya yang Islam. Kedua, pertukaran agama kanak-kanak kepada
agama lain adalah tertakluk pada kebenaran daripada salah satu pihak,
sama ada ibu atau bapanya atau penjaganya. Ketiga, penentuan agama
kanak-kanak tersebut adalah tertakluk pada keizinan daripada kedua-
dua ibu bapanya.53
Menurut peruntukan Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam
Negeri Johor, hak seseorang perempuan terhadap hadhanah adalah
hilang apabila (a) jika perempuan itu berkawin dengan seseorang yang
tidak mempunyai pertalian dengan kanak-kanak itu yang orang itu
dilarang berkawin dengan kanak-kanak itu, jika penjagaannya dalam hal
sedemikian akan menjejaskan kebajikan kanak-kanak itu tetapi haknya
untuk penjagaan akan kembali semula jika perkawinan itu dibubarkan
(b) jika perempuan itu berkelakuan buruk secara keterlaluan dan terbuka
(c)jika perempuan itu menukar tempat tinggalnya dengan tujuan untuk
mencegah bapa kanak-kanak itu dari menjalankan pengawasan yang
perlu ke atas kanak-kanak itu, kecuali bahwa seseorang istri yang
bercerai boleh mengambil anaknya sendiri ke tempat lahir istri itu (d)
jika perempuan itu murtad (e) jika perempuan itu mencuaikan atau
menganiaya anak itu.54
53 Zuliza Mohd Kusrin,“Pemelukan Islam Pasangan Berkahwinan Sivil: Isu Berbangkit
dan Cadangan Penambahbaikan menurut Undang Undang Malaysia” Fakulti Pengajian Islam,
Universiti Kebangsaan Malaysia, hlm 31.
54 Fasal 84 Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam Negeri Johor 2003.
45
Jelas di sini, sekiranya si ibu murtad, maka hak penjagaan anak serta
merta ditarik oleh pihak mahkamah karena melanggar peruntukan
undang-undang yang telah ditetapkan.
3. Kesan Terhadap Nafkah
Melihat kepada perundangan Malaysia, kesan murtad terhadap
nafkah diperuntukan dibawah Seksyen 59(1) Akta Undang-Undang
Keluarga Islam Wilayah Persekutuan 1984, seseorang suami yang telah
bercerai dengan istrinya, maka ia berkewajipan membayar nafkah iddah
kepada bekas istrinya berdasarkan kepada hukum syara’. Sekiranya pihak
suami mengabaikan tanggunjawabnya, pihak istri boleh memohon perintah
daripada Mahkamah Syariah. Bagaimanapun, berdasarkan kepada Seksyen
59(2) dan Seksyen 65(1) hak nafkah untuk istri akan gugur sekiranya
berlaku nusyuz samaada akibat daripada perceraian atau sebaliknya.
Seksyen 72(1) Akta Undang-Undang Keluarga Islam Wilayah Persekutuan
1984 menjelaskan adalah menjadi kewajipan seorang lelaki menanggung
nafkah anaknya, sama ada anak itu berada dalam jagaannya atau dalam
jagaan seseorang yang lain, sama ada dengan mengadakan bagi mereka
tempat tinggal, pakaian, makanan, perubatan, dan pelajaran sebagaimana
munasabah memandang kepada kemampuan dan taraf kehidupannya atau
membayar kosnya. Dan seksyen ini hendaklah baca bersama Seksyen 73(1)
46
dan (2). Peruntukan ini, menunjukkan bahwa adalah menjadi kewajipan
seorang bapa menunaikan tanggungjawab keatas hak nafkah anaknya.55
Nafkah berasal daripada perkataan Arab yang bermaksud
membelanjakan harta atau seumpamanya dalam hal kebajikan sahaja.
Namun,perkataan ini diartikan dengan maksud khusus iaitu membelanjakan
untuk orang-orang yang dibawah tanggungannya seperti istri, anak-anak,
ibu bapa atau lain-lain. Manakala dari segi syara’ pula ia bermaksud
mencukupkan perbelanjaan untuk orang-orang yang dibawah
tanggungannya sama ada dalam bentuk pakaian, makanan atau tempat
tinggal atau dengan perkataan lain sesuatu yang diwajibkan (dibelanjakan)
demi menjaga keperluan-keperluan asasi hidup (orang-orang yang dibawah
tanggungannya). Sepertimana yang disebutkan makanan,56 ia memberi
maksud makanan asasi seperti roti, nasi atau sebagainya. Pakaian pula
berarti sesuatu yang diletakkan pada tubuh badan. Manakala tempat tingga l
pula bermaksud rumah kediaman yang sesuai dan segala peralatan asasi
rumah seperti lampu, alat-alat pembersih, api, air dan lain-lain lagi
berdasarkan tuntutan uruf masyarakat.
Namun begitu, sesetengah ulama berpendapat keperluan-keperluan
yang disebutkan di atas perlu mengambil kira keadaan senang dan susahnya
55 Akta Undang-Undang Keluarga Islam Wilayah Persekutuan 1984.
56 Siti Zaleha Ibrahim, Nur Sarah Tajul Urus & Dr Mohd Faisal Mohamed,“Perpindahan
agama dan kesannya terhadap komuniti : satu sorotan terhadap kasus kasus murtad dan masuk
islam di Malaysia” Journal Sciences and Humanities, hlm 210.
47
seorang suami atau orang yang bertanggungjawab terhadap orang yang
berada dibawah tanggungannya.57 Pandangan ini disepakati oleh mazhab
Syafi’e dan Zahiri. Bagi ulama mazhab Hanafi dan Hambali berpendapat
bahwa kemampuan diukur daripada kedua-dua pihak, suami dan istri.
Kesan pertukaran agama terhadap nafkah diambil kira dari suami
yang murtad, istri yang murtad dan suami istri yang murtad secara bersama.
Melihat kepada suami yang murtad, Mazhab Syafi’e, Hanafi dan Hambali
berpendapat suami yang murtad masih berkewajipan memberi nafkah
kepada istrinya yang masih Muslim, ini kerana perpisahan berlaku
disebabkan oleh perbuatan suami. Bagi istri yang murtad, Mazhab Syafi’e,
Hambali dan Hanafi bersepakat bahwa istri yang murtad tidak berhak lagi
untuk mendapatkan tanggungan dari suaminya yang Muslim, ini kerana istri
adalah penyebab kepada pembubaran ikatan perkawinan tersebut. Dan bagi
suami istri murtad secara bersama, Mazhab Syafi’e berpendapat si istri tidak
lagi menerima apa jua bentuk nafkah dari suaminya. Ini kerana si istri
dengan riddah tersebut telah dianggap sebagai derhaka kepada suaminya
walaupun pada masa yang sama suaminya juga murtad.58
Berhubung dengan murtad suami pula, ia juga tidak terdapat
peruntukan yang khusus di dalam Akta Undang-Undang Keluarga Islam
57 Ibid
58 Siti Zaleha Ibrahim, Nur Sarah Tajul Urus & Dr Mohd Faisal Mohamed,“Perpindahan
agama dan kesannya terhadap komuniti : satu sorotan terhadap kasus kasus murtad dan masuk
islam di Malaysia” Journal Sciences and Humanities, hlm 211.
48
tentang kesannya terhadap nafkah istri. Walaubagaimanapun, pentafsiran
dibuat berdasarkan kepada Seksyen 56 Akta Undang-Undang Keluarga
Islam (Wilayah Persekutuan) 1984 menjelaskan, si istri yang diceraikan
tanpa alasan yang utuh boleh memohon nafkah dan mut’ah daripada
suaminya melalui Mahkamah Syariah. Ungkapan “diceraikan tanpa sebab
yang utuh” seharusnya diperluaskan pengertiannya sehingga boleh meliputi
riddah suami. Ini karena murtad bukanlah alasan yang diakui sebagai “suatu
yang patut”. Oleh itu seorang lelaki yang telah murtad pada hakikatnya telah
menceraikan tanpa sebab yang wajar dan patut. Maka wajarlah ia
bertanggungjawab diatas pembubaran itu sama ada segala nafkah yang
belum diselesaikan termasuklah nafkah iddah bekas istri. Akhirnya, kesan
murtad bapa terhadap nafkah anak. Seksyen 72(1) Akta undang-Undang
Keluarga Islam (Wilayah Persekutuan) 1984 menjelaskan adalah menjadi
kewajipan seorang lelaki menanggung nafkah anaknya, samaada anak itu
berada dalam jagaannya atau dalam jagaan seseorang yang lain,59 sama ada
dengan mengadakan bagi mereka tempat tinggal, pakaian, makanan,
perubatan, dan pelajaran sebagaimana munasabah memandang kepada
kemampuan dan taraf kehidupannya atau membayar kosnya.
Namun disini, Mahkamah Syariah hanya mendengar kasus-kasus
berkaitan dengan orang Islam sahaja. Maka panel kehakiman yang layak
59 Siti Zaleha Ibrahim, Nur Sarah Tajul Urus & Dr Mohd Faisal Mohamed, “Perpindahan
agama dan kesannya terhadap komuniti : satu sorotan terhadap kasus kasus murtad dan masuk
islam di Malaysia” Journal Sciences and Humanities, hlm 211.
49
membuat perintah tersebut ialah Mahkamah Sivil. Persamaan di antara
Mahkamah Syariah dan Sivil dapat dilihat bahwa kedua-duanya menit ik
beratkan kepada nafkah anak-anak agar ianya terbela.60
B. Bagaimana Penyelesaian Kasus Murtad Menurut Seksyen 46 Enakmen
Undang-Undang Keluarga Islam Negeri Johor
Perkawinan yang tidak mengikuti ketetapan syarak akan
mengundang masalah dalam sesebuah keluarga. Perkawinan yang tidak
mematuhi Undang-Undang Keluarga Islam terpaksa dibubarkan karena
tidak menepati syarak. Berdasarkan statistik kasus pembubaran perkawinan
karena murtad yang dibahaskan di latar belakang masalah, maka penulis
akan menjelaskan tentang prosedur pembubaran perkawinan di Mahkamah
Syariah Negeri Johor agar dapat menjadi pedoman kepada masyarakat
untuk mengajukan permohonan pembubaran perkawinan di Mahkamah
dengan lebih mudah dan lancar. Jika hendak memohon untuk dibubarkan
sesuatu perkawinan, maka pemohon yang terlibat perlulah melalui prosedur
yang telah ditetapkan oleh Mahkamah Syariah.
Melalui peruntukan Fasal 11 Enakmen Undang-Undang Keluarga
Islam Negeri Johor 200361 memperuntukan bahwa “sesuatu perkawinan
adalah tidak sah melainkan jika cukup semua syarat yang perlu, menurut
Hukum Syarak, untuk menjadikannya sah”. Jika sesuatu perkawinan itu
batal dari akad nikahnya maka perkawinan itu boleh dimohon untuk
60 Ibid
61 Fasal 11 Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam Negeri Johor 2003.
50
dibubarkan. Selain itu dalam Fasal 12 Enakmen Undang-Undang Keluarga
Islam Negeri Johor memperuntukan bahwa (1) Sesuatu perkawinan yang
bertentangan dengan Enakmen ini tidak boleh didaftarkan di bawah
Enakmen ini. (2) Walau apa pun subseksyen (1) dan tanpa menjejaskan
subseksyen 40 (2), sesuatu perkawinan yang telah diupacarakan berlawanan
dengan mana-mana peruntukan Bagian ini tetapi sebaliknya sah mengikut
Hukum Syarak boleh didaftarkan di bawah Enakmen ini dengan perintah
daripada Mahkamah.62
Oleh itu, jika telah tersedar akan perkawinannya itu adalah fasid dan
batal, maka haruslah dengan segera melaporkan ke pengadilan dengan
membuat permohonan pembubaran perkawinan. Jika hendak memohon
untuk dibubarkan perkawinan, maka pemohon yang terlibat harus melalui
prosedur yang telah ditetapkan oleh mahkamah Syariah. Antara gambaran
umum prosedur pembubaran perkawinan adalah berdasarkan carta aliran
tersebut:
62 Fasal 12 Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam Negeri Johor 2003.
51
Tabel 2
Carta Alir Prosedur Pembubaran Perkawinan
Prosedur adalah suatu urutan kegiatan klerikal, biasanya melibatkan
beberapa orang dalam suatu departemen atau lebih yang dibuat untuk
menjamin penanganan secara seragam transaksi perusahaan yang terjadi
berulang-ulang. Di dalam suatu sistem, biasanya terdiri daripada beberapa
prosedur-prosedur itu saling terkait dan saling mempengaruhi. Akibatnya
jika terjadi perubahan, maka akan mempengaruhi prosedur-prosedur yang
lain. Selain itu, definisi lain prosedur merupakan urutan pekerjaan klerikal
yang melibatkan beberapa orang dalam suatu bagian atau lebih, disusun
untuk menjamin adanya perlakuan yang seragam terhadap transaksi yang
sering terjadi. Seterusnya, definisi lain bagi prosedur adalah urut-urutan
yang tepat dari tahapan-tahapan instruksi yang menerangkan apa yang harus
Mula PendaftaranSebutan Kasus dalam Tempoh
21 Hari
Sebutan Kasus didepan
PendaftarPerbicaraan Kuputusan
Tamat
52
dikerjakan, siapa yang mengerjakannya, kapan dikerjakan dan bagaimana
mengerjakannya.
Maka berdasarkan definisi dapatlah dirumuskan bahwa prosedur
adalah serangkaian aksi yang spesifik, tindakan atau operasi yang harus
dijalankan atau dieksekusi dengan cara yang baku (sama) agar selalu
memperoleh hasil yang sama dari keadaan yang sama, mengindikas ikan
rangkaian aktivitas, tugas-tugas, langkah- langkah, keputusan-keputusan,
perhitungan-perhitungan dan proses-proses, yang dijalankan melalui
serangkaian pekerjaan yang menghasilkan suatu tujuan yang diinginkan,
suatu produk atau sebuah akibat. Sebuah prosedur biasanya mengakibatkan
sebuah perubahan.63
Seterusnya, hasil dari penelitian di Mahkamah Syariah Negeri Johor
maka penulis dapat mengetahui dengan lebih mendalam lagi berkaitan
dengan prosedur pembubaran perkawinan. Prosedur pertama yang perlu
dilakukan bagi setiap permohonan pembubaran perkawinan adalah:
a.Pendaftaran
Pemohon yang ingin mengajukan permohonan pembubaran
perkawinan haruslah ke kaunter pendaftar terlebih dahulu bagi
mendapatkan borang permohonan. Setiap permohonan pembubaran
perkawinan hendaklah diajukan kepada mahkamah syariah dalam daerah
hukum dimana perkawinan pasangan tersebut berlangsung atau mahkamah
63 Muhammad Salihin Abdul Ghani, “Prosedur Faraq Perkawinan di Malaysia”,
Fakultas Syariah, hlm. 52.
53
syariah dalam daerah hukum dimana tempat tinggal kedua suami istri
menetap dan pihak pemohon harus menunjukkan sebab-sebab yang kukuh
mengenai pengajuan permohonan pembubaran tersebut. Selain itu, pihak
pemohon diminta untuk membawa bukti mengenai sertifikat nikah serta
dokumen yang berkaitan harus ditunjukkan kepada pihak mahkamah
terlebih dahulu agar pihak mahkamah dapat menjalankan pengesahan
terlebih dahulu dari pihak berkuasa agama dari tempat pernikahan tersebut
dilaporkan. Di samping itu, perlu disertakan semasa permohonan
pembubaran perkawinan di Mahkamah adalah :
i. Permohonan
ii. Afidavit sokongan
iii. Salinan kad pengenalan
iv. Sertifikat nikah
v. Surat pengesahan perkawinan
vi. Lain-lain lampiran yang diperlukan untuk menyokong kasus.64
b. Sebutan Kasus dalam Tempoh 21 Hari
Sekiranya terdapat kasus pembubaran perkawinan tersebut, pihak
mahkamah akan memutuskan untuk membubarkan sementara terhadap
pasangan dan didaftarkan kasus tersebut ke mahkamah tinggi syariah untuk
disidangkan. Panggilan sidang secara resmi disampaikan kepada pribadi
yang bersangkutan atau kuasa sahnya, dalam tempoh 21 hari daripada
64 Diakui oleh Puan Azlina Binti Yatin, Pembantu Pendaftar Mahkamah Rendah Syariah
Negeri Johor, 1 Januari 2020.
54
tanggal pendaftaran kasus, pihak-pihak akan diberikan tanggal sebutan
kasus kali pertama ataupun terus kepada persidangan, tergantung
kesesuaian waktu dan juga dokumen yang di failkan. Ketika persidangan,
pihak-pihak dan saksi akan ditanya perkara yang berkaitan rukun nikah serta
lain-lain pengesahan dokumen yang dilampirkan. Oleh karena itu, salinan
asli semua dokumen berkaitan hendaklah dibawa ketika di mahkamah.
c. Sebutan Kasus di depan Pendaftar
Menurut tambahan perundangan Enakmen Pendaftaran Nikah dan
Cerai Orang-Orang islam, yang menyebut bahwa surat permohonan harus
didaftar terlebih dahulu oleh Pendaftar Nikah Cerai Dan Rujuk. Menurut
Enakmen 4 Tahun 2001 Enakmen Tatacara Mal Mahkamah Syariah yang
menyebut bahwa “pendaftar hendaklah memeriksa perkara dengan
sempurna dan memberi nomor perkara pada tergugat sekiranya perkara
tersebut tidak sempurna, pendaftar bisa menolak perkara tersebut manakala
surat kuasa untuk membayar telah ditentukan berapa jumlah uang muka
yang harus dibayar, lalu tergugat membayar biaya perkara setelah itu
pemohon menerima kuitansi asli”.65
d. Perbicaraan
Di dalam perbicaraan hakim akan mendengar, menelit i,
membahaskan, menilai, seterusnya membuat kesimpulan bagi setiap kasus
yang dibicarakan. Dalam perbicaraan juga, para pihak dikehendaki
65 Diakui oleh Puan Azlina Binti Yatin, Pembantu Pendaftar Mahkamah Rendah Syariah
Negeri Johor, 1 Januari 2020
55
menghadirkan para saksi bagi menjelaskan apa yang terjadi sebagai bukti
suatu kasus. Selain saksi, para pihak juga dikehendaki membawa dokumen-
dokumen yang bisa mensabitkan bahwa pihak defendan bersalah menurut
hukum syarak dan telah melanggar Undang-Undang Keluarga Islam Negeri
Johor sehingga bisa menyebabkan terjadinya pembubaran perkawinan. Jika
terdapat bantahan, hakim akan meminta pihak defendan mengfai lkan
bantahan terhadap plaintif dan perbicaraan tersebut akan ditangguhkan ke
tanggal yang ditetapkan. Namun, jika hakim berpuas hati dengan bukti dan
saksi yang telah dikemukakan maka hakim akan membuat keputusan.
e. Keputusan
Di dalam persidangan sekiranya hakim memutuskan tidak ada
kesalahan terhadap pernikahan mereka maka kasus itu akan ditolak. Apabila
mahkamah merasa puas dalam persidangan dengan segala keterangan lisan
dan keterangan dokumen bahwa pernikahan tersebut selaras dengan hukum
syara’ maka mahkamah yang berwenang untuk memutuskan tentang
pernikahan tersebut. 66
Selain itu, jika mahkamah memutuskan pernikahan itu adalah fasid
atau tidak sah, maka pihak mahkamah akan membatalkan sertifikat nikah
pihak-pihak tersebut dengan cara memerintahkan supaya membubarkan
perkawinan atau memutuskan perkawinan tersebut. Mereka perlu bernikah
kembali menurut hukum syara’ dan mematuhi rukun nikah yang ditetapkan.
66 Prosedur Mahkamah yang diakui oleh Puan Azlina Binti Yatin, Pembantu Pendaftar Mahkamah Tinggi Syariah Negeri Johor, 24 Disember 2019.
56
Bagi pernikahan yang sah di mahkamah, setelah mendapat perintah perlu
merujuk ke Bagian Penguatkuasaan dan Pendakwaan Syariah di Kantor
Agama karena pihak pihak Penguatkuasaan Syariah akan menyelid ik i
mereka sekali lagi dan memperpanjangkan kasus kepada bagian syariah.
C. Bagaimana Keputusan Hakim Terhadap Kasus Murtad di
Mahkamah Tinggi Syariah Negeri Johor
Menurut Fasal 6 Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam Negeri
Johor 2003 menyatakan bahwa perkawinan yang masih berterusan
hendaklah disifatkan sebagai didaftarkan di bawah Enakmen ini dah boleh
dibubarkan di bawah Enakmen ini. (1) Tiada apa-apa jua dalam Enakmen
ini boleh menyentuh sahnya sesuatu perkawinan Islam yang telah
diakadnikahkan di bawah mana-mana jua undang-undang di mana-mana jua
pun sebelum tarikh yang ditetapkan. (2) Perkawinan sedemikian, jika sah di
bawah undang-undang yang di bawahnya ia telah diakadnikahkan,
hendaklah disifatkan sebagai didaftarkan di bawah Enakmen ini. (3) Tiap-
tiap perkawinan sedemikian, melainkan jika tidak diakui di bawah undang-
undang yang dibawahnya ianya telah diakadnikahkan, hendaklah diteruskan
sehingga dibubarkan –
(a) dengan kematian salah seorang pihak yang berkawin itu;
(b) dengan apa-apa talaq sebagimana yang dilafazkan di Enakmen ini;
(c) dengan perintah mahkamah yang layak berbidang kuasa; atau
57
(d) dengan penetapan pembatalan yang dibuat oleh Mahkamah yang layak
berbidang kuasa;67
Oleh itu, jelas disini bahwa setiap orang akan bertanggungjawab dan
berkewajiban untuk melaporkan segera kepada mahkamah jika didapati
perkawinan tersebut tidak sah atau perkawinan tersebut melanggar
peruntukan Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam Negeri Johor dan
mahkamah berkuat kuasa sepenuhnya untuk membubarkan perkawinan
yang melanggar peruntukan ini.
Undang-undang di negeri Terengganu, Melaka, Perak dan Sabah
memperuntukan bahwa tindakan keluar agama merupakan suatu kesalahan
jenayah syariah. Di Sabah, perbuatan ini boleh didakwa di bawah dua
seksyen yang berbeza, iaitu seksyen 55(2) dan seksyen 63 Enakmen
Kesalahan Jenayah Syariah Sabah 1995. Seksyen 55(2) bagi kesalahan
mendakwa sebagai bukan Islam memperuntukan bahwa: Seseorang Islam
yang mendakwa dirinya sebagai seorang bukan Islam adalah bersalah atas
suatu kesalahan mengikut subseksyen (1) dan boleh, apabila disabitkan,
dikenakan hukuman sama seperti hukuman yang dikenakan dalam
subseksyen tersebut.
Manakala seksyen 63 bagi kesalahan percubaan untuk murtad pula
menyatakan bahwa: (1)Apabila seseorang Islam dengan sengaja, sama
ada dengan perbuatan atau perkataan atau dengan cara apa-apa jua pun,
mengaku hendak keluar dari agama Islam atau mengisytiharkan dirinya
67 Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam Negeri Johor 2003
58
sebagai orang yang bukan Islam, mahkamah hendaklah, jika berpuas ha ti
bahwa seseorang itu telah cuba menukarkan iktikad dan kepercayaan
agama Islam sama ada dengan pengakuan atau perbuatannya sendiri,
memerintahkan orang itu supaya ditahan di Pusat Bimbingan Islam untuk
tempoh tidak melebihi 36 bulan untuk tujuan pendidikan dan orang itu
diminta bertaubat mengikut hukum syarak. (2) Jika seseorang yang telah
diperintahkan supaya ditahan di bawah subseksyen (1): (a) bertaubat
dengan serta-merta, mahkamah hendaklah setelah mengesahkan taubatnya
itu, membebaskan orang tersebut; atau (b) jika orang itu pada bila-bila
masa semasa dalam tahanan telah bertaubat, pegawai penjaga hendaklah
melaporkan perkara itu kepada mahkamah dan mahkamah hendaklah
memanggil orang itu dan setelah mengesahkan taubatnya itu,68 hendaklah
membuat satu perintah untuk membebaskannya. (3) Pegawai penjaga
hendaklah menyerahkan satu laporan kemajuan berhubung dengan orang
yang ditahan itu kepada mahkamah pada setiap minggu. (4) Pusat
Bimbingan Islam hendaklah diwartakan sebagai pusat tahanan di dalam
warta.
Di negeri Terengganu, perbuatan mendakwa sebagai bukan Islam
merupakan suatu kesalahan di bawah seksyen 7 Enakmen Kesalahan
Jenayah Syariah (Takzir) 2001 yang menetapkan bahwa: Seseorang Islam
yang mendakwa dirinya sebagai seorang bukan Islam untuk mengelakkan
68 Siti Zubaidah Binti Ismail, “Amalan Mahkamah Syariah Mengisytiharkan Status
Agama Dalam Kasus Permohonan Keluar Islam”, University of Malaya, hlm 10.
59
dirinya daripada diambil apa-apa tindakan di bawah enakmen ini atau
mana- mana undang-undang yang berkuat kuasa adalah melakukan suatu
kesalahan dan apabila disabitkan, boleh didenda tidak melebihi RM5000
ribu atau penjara selama tempoh tidak melebihi tiga tahun atau kedua-
duanya.
Peruntukan di negeri Terengganu didapati sama dengan seksyen 12
Enakmen Kesalahan Jenayah Syariah Perak 1992 dan seksyen 55(2)
Enakmen Kesalahan Jenayah Syariah Sabah 1995.69 Bidang kuasa jenayah
mahkamah-mahkamah syariah di peringkat negeri merangkumi hukuman
maksima 3 tahun penjara atau 6 sebatan atau RM5000 denda atau kombinasi
mana-mana hukuman (Akta Mahkamah Syariah) Bidang Kuasa Jenayah
Pindaan 1984) dan hanya boleh dikuatkuasakan kepada orang Islam sahaja.
69Ibid, hlm 11.
60
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada bagian akhir dari tulisan ini, penulis akan memberikan
beberapa kesimpulan sebagai titik akhir dari uraian dan kajian
penulis, yaitu sebagai berikut:
1. Akibat terhadap perkawinan yang salah seorang pasangan murtad
adalah pembubaran perkawinan antara pihak suami dan istri. Dari
sudut perundang-undangan, mahkamah syariah mempunyai hak
untuk membubarkan perkawinan jika salah sseorang pasangan
murtad dalam perkawinan. Selain itu, kesan terhadap agama dan hak
penjagaan anak adalah diberikan kepada pihak yang beragama
Islam. Walaupun hak penjagaan lebih kepada pihak ibu tetapi status
agama Islam itu lebih didahulukan berbanding hak. Selanjutnya
kesan terhadap nafkah. Adalah sangat harus diberi paparan bahwa
nafkah terletak dibahu suami atau ayah maka dengan itu walaupun
si suami sudah murtad, beliau tetap harus memberi nafkah kepada
bekas istri dan anak sekalipun mereka sudah membubarkan
perkawinan.
2. Penyelesaian kasus murtad menurut Enakmen Undang-Undang
Keluarga Islam adalah secara berperingkat yang dimulai dengan
pendaftaran. Di peringkat ini, pemohon hendaklah mengamb il
borang permohonan di Mahkamah Syariah bagi mengajukan
61
permohonan kepada mahkamah. Seterusnya adalah sebutan kasus
dalam tempoh 21 hari dimana pada waktu ini panggilan siding
secara resmi akan disampaikan kepada pribadi yang bersangkutan
dalam tempoh 21 hari daripada tanggal kasus didaftarkan.
Selanjutnya adalah sebutan kasus di depan pendaftarar dan pendaftar
haruslah memeriksa perkara dengan sempurna dan memberi nomor
perkara kepada tergugat dan sekiranya perkara tersebut tidak
sempurna, pendaftar bisa menolak permohonan tersebut. Seterusnya
adalah perbicaraan dimana proses ini hakim akan menelit i,
membahas, menilai seterusnya membuat kesimpulan bagi kasus
yang dibicarakan. Dan yang terakhir adalah keputusan hakim.
Mahkamah mempunyai bidangkuasa yang cukup untuk menolak
permohonan pembubaran perkawinan atau mengesahkan
pembubaran perkawinan.
3. Keputusan hakim terhadap kasus murtad di Mahkamah Tinggi
Syariah Negeri Johor adalah bertetapan dengan peruntukan seksyen
46 Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam Negeri Johor.
B. Saran-saran
Dari pembahasan dan kesimpulan yang telah ditulis penelit i,
ada beberapa saran yang bisa peneliti kemukakan seperti berikut:
1. Pihak berkuasa berwenang perlu menjalankan sesi penerangan
secara berterusan kepada masyarakat mengenai konsekuensi yang
62
terjadi kepada perkawinan jika salah satu pasangan berpindah
agama.
2. Peraturan berkaitan urusan permohonan nikah perlu diperketat bagi
mengawal berlakunya kasus pembubaran perkawinan karena murtad
serta perkara lain berkaitan dengan agama Islam.
3. Melakukan penilaian semula terhadap kandungan modul kursus
perkawinan bagi menangani permasalahan pembubaran perkawinan
akibat murtad. Hal ini bagi memastikan modul yang dibina untuk
kursus-kursus perkawinan menepati permasalahan semasa, terutama
berkaitan akibat daripada perkawinan yang salah seorang pasangan
murtad.
C. Kata Penutup
Segala puji bagi Allah SWT Tuhan sekalian alam atas
petunjuk dan redhonya dapatlah penulis mengakhiri penelitan
skripsi yang sederhana beserta segenap usaha yang semampunya,
meskipun banyaknya halangan, hambatan, rintangan dan dugaan
yang berliku namun ia bukanlah menjadi suatu kegagalan buat
penulis melainkan menjadikannya sebuah motivasi berguna agar
bisa mencapai kejayaan yang diimpikan.
Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kata
sempurna, bahkan masih banyak kekurangan yang ada dalam
penelitian ini. Maka dari sudut hati yang paling dalam serta
63
kerendahan hati penulis, segala kritikan dan teguran yang membina
untuk masa akan dating amatlah penulis hargai.
Semoga Allah SWT memberikan kebaikan dan pahala
berganda buat pihak yang telah membantu penulis menyelesa ikan
skripsi ini. Semoga Allah SWT memberikan hidayah, petunjuk,
rahmat dan diredhainya serta mengurniakan ganjaran syurga buat
kita semua. Amin ya Rabbal Alamin.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-buku
Anonim, Alquran dan Terjemahnya, Kuala Lumpur: Darul Iman, 2014,
2014.
A. Rahman I. Doi, Orang Bukan Islam di bawah Undang-Undang Syariah, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1992.
Asep Saepul Hamdi, Metode Penelitian Kuantitatif Aplikasi Dalam Pendidikan, Yogyakarta: Deepublish, 2014.
Akasyah Ismail,Sejarah (Kuala Lumpur: Visual Pelangi), 1984.
Baharudin Ahmad, dan Illy Yanti, Eksistensi dan Implementasi Hukum Islam di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Pustaka Pelajar, 2005.
H. Ishaq, Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Skripsi, Tesis, Serta Disertasi, Cetakan ke-4, Kerinci: Stain Kerinci Press, 2015.
Jasser Auda, Memahami Maqasid Syariah, cetakan ke-2, Malaysia: PTS Publications.
Kamus Dewan Edisi Keempat , Kuala Lumpur: Terbitan Dewan Bahasa dan Pustaka, 2007.
Kamus Za’ba, Kuala Lumpur: Terbitan Pustaka Antara Books Sdn. Bhd, 2000.
Komaruddin Hidayat, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani, Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2000.
Peter Mahmud Rezeki dalam H. Ishaq, Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Skripsi, Tesis, Serta Disertasi, Cetakan ke-4, Kerinci:
Stain Kerinci Press, 2015.
Sayuti Una, MH, Pedoman Penulisan Skripsi, Jambi: Syariah press, 2012.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta, 2012.
Yusuf al-Qardhawi, Fiqh Daulah Dari Perspektif Islam, Terjemahan dari Ustaz Hj Juanda Hj Jaya, Selangor: Maktabah al-Qardhawi.
B. Jurnal, Skripsi, Surat Khabar
Abdul Karm Ali, Raihanah Hj Azhari, “Hukum Islam Semasa Bagi Masyarakat Malaysia Yang Membangun”, (Kuala Lumpur, Akademi Pengajian Islam) Universiti Malaya.
Alias Osman, “Asas-Asas Pemikiran Politik Islam”, Kuala Lumpur: Pustaka Salam.
Farahwahida Mohd Yusof, Azmi Shah Suratman, “Cabaran Pertukaran Agama Dalam Kalangan Masyarakat Islam di Malaysia” Fakulti Tamadun Islam, Universiti Teknologi Malaysia.
Muhammad Salihin Abdul Ghani, “Prosedur Faraq Perkawinan di
Malaysia”, Fakultas Syariah, UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
Nor Ashikin Md Nasir, Mahasiswa Fakultas Undang-Undang Syariah, Universiti Malaya.
Ramadhan Syahmedi Siregar, Pensyarah Fakultas Syariah, IAIN North Sumatera, JI. Willem Iskandar Pasar V Medan Estate, 20371.
Siti Zaleha Ibrahim, Nur Sarah Tajul Urus & Dr Mohd Faisal Mohamed, 3 November 2016 “Perpindahan agama dan kesannya terhadap komuniti : satu sorotan terhadap kasus kasus murtad dan masuk
islam di Malaysia” Journal Sciences and Humanities. Siti Zubaidah Binti Ismail, “Amalan Mahkamah Syariah Mengisytiharkan
Status Agama Dalam Kasus Permohonan Keluar Islam”, University of Malaya.
Sinar Harian, 23 Ogos 2011.
Zanariah Dimon, Zaini Yusnita Mat Jusoh, “018 Pengesahan Status
Agama di Mahkamah Syariah: Satu Sorotan.” Kertas kerja mahasiswa dari Kolej Universiti Islam Selangor.
Zamali Tarmudi, Razizi Tarmuji, Nor Alhana Abd Malik, Malaysian Journal of Mathematical Sciences, “Pemilihan Pasangan Hidup
Bercirikan Nilai-Nilai Islam” Pendekatan Kabur, Kota Kinabalu Sabah, Malaysia.
Zaini Yusnita Mat Jusoh, Sharifah Hana Abd Rahman, “Pembubaran Perkahwinan Kerana Pertukaran Agama: Satu Tinjauan Perundangan”, Kolej Universiti Islam Selangor.
Zuliza Mohd Kusrin, “Pemelukan Islam Pasangan Berkahwinan Sivil: Isu Berbangkit dan Cadangan Penambahbaikan menurut Undang Undang Malaysia” Fakulti Pengajian Islam, Universiti Kebangsaan Malaysia.
C. Undang-Undang
Akta Undang-Undang Keluarga Islam Wilayah Persekutuan 1984.
Lina Joy lwn Majlis Agama Islam Wilayah Persekutuan dan yang lain
(2007).
Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam Negeri Johor 2003.
D. Internet
https://www.malaysiakini.com/news/414764 diakses tanggal 12 Juli 2019.
https://akarimomar.wordpress.com/.2017/12/30/10000-melayu-kristian
diakses tanggal 12 Juli 2019.
https://my.usembassy.gov/ms/irf2017_my-053018-ms/ diakses tanggal 12
Juli 2019.
http://www.kehakiman.gov.my/ms/mengenai-kami/visi-misi-dan-moto
diakses tanggal 3 Desember 2019
http://www.kehakiman.gov.my/johor/ms/node/234 diakses 3 Desember 2019.
https://ms.m.wikipedia.org/wiki/Mahkamah_Syariah_di_Malaysia diakses
1 Januari 2020.
http://syariah.johor.gov.my/profil-kantor/maklumat-kantor/sejarah/
diakses 1 Januari 2020.
https://kbbi.web.id/akibat diakses tanggal 5 Januari 2020.
CURRICULUM VITAE
Nama : Nor Nazatul Azira Binti Mohd Ridzuan
NIM : SHK 101180019
Fakultas : Syariah
Jurusan : Hukum Keluarga (HK)
Tempat/Tanggal Lahir : Malaysia / 13 Juli 1997
Alamat Asal : No 6, Jalan Bunga Raya 8, Taman Sri Lalang, 86000 Kluang, Johor Malaysia
Alamat Sekarang : Mess Pelajar Malaysia, No. 44, RT. 24,
RW. 08, Jalan Melur 2, Kelurahan Simpang IV Sipin, Telanaipura, 36124,
Jambi, Indonesia.
Pekerjaan : Mahasiswa
Pendidikan :
No Jenis Pendidikan Tempat Tahun Tamat
1 2
3
4
Sekolah Ren. Sri Lalang Sekolah Men. Sri Lalang
Kolej Pengajian Islam Johor (MARSAH)
UIN Sulthan Thaha Saifuddin
Johor, Malaysia Johor, Malaysia
Johor, Malaysia
Jambi, Indonesia
2009 2014
2018
2020
LAMPIRAN
Peneliti bersama Ibu Azlina Binti Yatin.
Peneliti bersama Ibu Masrita Binti Misbah.
Peneliti bersama beberapa masyarakat Johor.