skripsi kinerja satuan polisi pamong praja dalam
TRANSCRIPT
SKRIPSI
KINERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM PENERTIBAN
PEDAGANG KAKI LIMA DI KABUPATEN GOWA
NURUL FADILA
Nomor Stambuk: 1056 10537315
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
i
KINERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM PENERTIBAN
PEDAGANG KAKI LIMA DI KABUPATEN GOWA
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Ilmu Administrasi Negara
Disusun dan Diajukan Oleh
NURUL FADILA
Nomor Stambuk : 105610537315
Kepada
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITASMUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
ii
HALAMAN PERSETUJUAN
Judul Skipsi : Kinerja Satuan Polisi Pamong Praja Dalam
Penertiban Pedagang Kaki Lima Di
Kabupaten Gowa
Nama Mahasiswa : Nurul Fadila
Nomor Stambuk : 1056 1053 7315
Program Studi : Ilmu Administrasi Negara
Menyetujui :
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. H. Mappamiring, M. Si Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos., M.Si
Mengetahui:
Dekan Ketua Program Studi
Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos., M.Si Nasrul Haq, S.Sos., M. PA
NBM: 730727 NBM: 1067463
iii
HALAMAN PENERIMAAN TIM
Telah diterima oleh Tim Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Makassar berdasarkan Surat Keputusan Dekan Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar Nomor
0135/FSP/A.4-II/XI/42/2020 sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan
memperoleh gelar sarjana dalam Program Studi Ilmu Administrasi Negara yang
dilaksanakan di Makassar pada hari Rabu, tanggal 02, bulan Desember tahun 2020.
TIM PENILAI
Ketua
Dr. Hj. Ihyani Malik. S.Sos, M.Si
NBM: 730727
Sekretaris
Dr. Burhanuddin, S.Sos, M.Si
NBM: 1084366
PENGUJI:
1. Dr. H. Mappamiring, M.Si ( )
2. Dr. Andi Rosdianti Razak, M.Si ( )
3. Dr. Hj. Fatmawati, M.Si ( )
4. Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos., M.Si ( )
iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama Mahasiswa : Nurul Fadila
Nomor Stambuk : 105610537315
Program Studi : Ilmu Administrasi Negara
Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul : Kinerja Satuan Polisi Pamong
Praja Dalam Penertiban Pedagang Kaki Lima Di Kabupaten Gowa adalah benar
merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Makassar, 26 September 2020
Yang Menyatakan
Nurul Fadila
v
ABSTRAK
NURUL FADILA (105610537315), “Kinerja Satuan Polisi Pamong Praja
Dalam Penertiban Pedagang Kaki Lima Di Kabupaten Gowa” (dibimbing oleh
Mappamiring dan Ihyani Malik).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah kinerja satuan
polisi pamong praja dalam penertiban pedagang kaki lima di kabupaten Gowa.
Metode penelitian dengan lokasi penelitian ini dilaksanakan di kantor satuan
polisi pamong praja di kabupaten Gowa. Jenis penelitian kualitatif dengan sumber
data terdiri atas data primer dan data sekuder. Informan penelitian terdiri atas
sekertaris satuan polisi pamong praja, pegawai dan pedagang kaki lima. Teknik
pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dokumentasi. Teknik analisi
data meliputi redukasi data, penyajian data dan verifikasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Kualitas kerja dari penertiban
pedagang kaki lima yang dilakukan oleh kepala bidang satpol pp dan anggotanya
cukup baik (2) Kuantitas kerja satuan polisi pamong praja dalam penertiban pedagang
kaki lima sudah baik karena anggota satpol pp bekerja berdasarkan tugas dan
instruksi yang di berikan, hampir seluruh anggota juga menaati peraturan yang ada
seperti tidak bertindak kasar kepada pedagang kaki lima (3) Pelaksanaan tugas satuna
polisi pamong praja sudah terbilang baik, karena saat penertiban anggota satpol pp
mampu melaksanakan tugasnya dengan baik (4) Tanggung jawab satuan polisi
pamong praja dalam menertibkan pedagang kaki lima sudah berusaha disiplin dalam
melakukan tugasnya dengan cara menyampaikan dan menghimbau kepada anggota
agar selama pelaksanaan tugas harus bertanggung jawab serta tidak mengambil
gerakan tambahan yang dapat merugikan orang lain.
Kata Kunci: Kinerja, Satpol PP, Pemerintah, Pedagang Kaki Lima.
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Kinerja Satuan Polisi Pamong Dalam Penertiban Pedagang Kaki
Lima di Kabupaten Gowa”.
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat
dalam memperoleh gelar sarjana Ilmu Administrasi Negara pada Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar. Dalam lembar ini penulis
hendak menyampaikan terimah kasih yang sedalam-dalamnya kepada kedua orang
tua saya, ayahanda Andi Raba S.P dan ibunda Marlang atas segala kasih sayang,
cinta, pengorbanan serta do’a yang tulus dan ikhlas yang senantiasa beliau panjatkan
kepada Allah SWT sehingga menjadi pelita terang dan semangat yang luar biasa bagi
penulis dalam menggapai cita-cita.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa
adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan
ini penulis menyampaikan ucapan terimah kasih kepada yang terhormat:
1. Bapak Dr. H. Mappamiring, M.Si selaku Pembimbing I dan Ibu Dr. H. Ihyani
Malik, S.Sos., M.Si selaku Pembimbing II yang senantiasa meluangkan waktunya
membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
2. Ibu Dr. H. Ihyani Malik, S.Sos., M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
vii
Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
3. Bapak Nasrul Haq, S.Sos., M. PA selaku Ketua Prodi Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
4. Ibu Nurbiah Tahir, S.Sos, M. AP selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Administrai
Negara.
5. Bapak dan Ibu dosen Ilmu Administrasi Negara dan seluruh staf Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
6. Para pihak Dinas/Instansi yang ada pada lingkup Pemerintah Satuan Polisi
Pamong Praja Kabupaten Gowa yang telah memberikan ruang dan kesempatan
serta informasi pada saat melakukan penelitian.
7. Ucapan terimakasih kepada kakak tercinta Auliah Mutmainnah S.P yang telah
membantu penulis dengan material
8. Para sepupu dan sahabat Rahmat, Yuniza, Bintang, Jamia, Afrida, Aura, Febrilia,
Elvira, Vikra, Justika, Sintia dan Fatimah yang selalu senantiasa memberikan
inspirasi, motivasi dan tawa dalam mendorong penyusunan skripsi.
Demi kesempurnaan skripsi ini, saran dan kritik yang sifatnya membangun
sangat penulis harapkan. Semoga karya skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan
sumbangan yang berarti bagi pihak yang membutuhkan.
Makassar, 26 September 2020
Nurul Fadila
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGAJUAN SKRIPSI ........................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ ii
HALAMAN PENERIMAAN TIM ................................................................ iii
HALAMAN PERNYATAAN ......................................................................... iv
ABSTRAK .......................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xi
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 8
D. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 9
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu ................................................................................... 10
B. Teori Manajemen Kinerja ........................................................................... 11
C. Konsep Kinerja............................................................................................ 13
D. Definisi Satuan Polisi Pamong Praja........................................................... 17
E. Sejarah Munculnya PKL ............................................................................. 23
F. Pengertian Pedagang Kaki Lima ................................................................ 26
G. Jenis dan Tempat Usaha PKL ..................................................................... 29
H. Kerangka Pikir ............................................................................................ 31
I. Fokus Penelitian .......................................................................................... 32
J. Deskripsi Fokus Penelitian .......................................................................... 32
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian ..................................................................... 34
B. Jenis dan Tipe Penelitian ............................................................................ 34
C. Sumber Data ............................................................................................... 35
D. Informan Penelitian .................................................................................... 35
D. Teknik PengumpulanData .......................................................................... 37
ix
E. Teknik Analisis Data .................................................................................. 37
G. Pengabsahan Data ..................................................................................... 39
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Objek Penelitian ......................................................................... 41
B. Hasil Penelitian .......................................................................................... 48
C. Pembahasan ................................................................................................ 68
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................ 72
B. Saran ........................................................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 75
LAMPIRAN ............................................................................................................................................. 77
• Dokumentasi Penelitian ...................................................................... 78
• Jumlah PKL Yang Di Tertibkan Tahun 2019 ..................................... 85
• Riwayat Hidup .................................................................................... 86
SURAT PENELITIAN
x
DAFTAR TABEL
1. Informan Penelitia ..................................................................................... 36
2. Jumlah Pegawai Satpol PP Tingkat Pendidikan ........................................ 46
3. Jumlah Pegawai Satpol PP Berdasarkan Jenis Kelamin ........................... 46
xi
DAFTAR GAMBAR
1.1 Bagan Struktur Satpol PP Kab. Gowa ................................................. 30
1.2 Bagan Kerangka Pikir .......................................................................... 31
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemerintah adalah organisasi yang memiliki kewenangan untuk membuat dan
menerapkan hukum serta Undang-Undang di wilayah tertentu. Dalam hal ini
pemerintah adalah suatu lembaga yang memiliki tugas untuk mewujudkan tujuan
Negara di mana lembaga tersebut diberikan kewenangan untuk melaksanakan
kepemimpinan dan koordinasi pemerintah serta pembangunan masyarakat dari
berbagai lembaga di mana mereka ditempatkan.
Dalam arti sempit, pemerintah adalah hanya Badan Eksekutif saja. Dalam
pemerintahan terdapat beberapa struktur organisasi di tiap–tiap tingkatan pemerintah
daerah, sedangkan pengertian pemerintah dalam arti luas adalah pemerintah adalah
semua aparatur Negara (Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif) yang bertugas untuk
menjalankan sistem pemerintahan.
Organisasi pemerintah daerah merupakan lembaga yang menjalankan seluruh
kegiatan pemerintah yang sumber legitimasinya berasal dari masyarakat di suatu
daerah. Untuk membantu melancarkan kegiatan dan mengatur masyarakat,
pemerintah daerah mengeluarkan peraturan daerah (PERDA) Nomor 05 Tahun 2009
tentang Pembinaan dan Penataan Pedagang Kaki Lima. Salah satu tujuan Peraturan
daerah adalah meningkatkan kualitas lingkungan menjaga kelestarian fungsi
2
lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat. Dalam pelaksanaanya diperlukan suatu
kemampuan untuk menangani berbagai pelanggaran-pelanggaran yang menyangkut
ketertiban daerah.
Keamanan dan ketertiban masyarakat merupakan salah satu kebutuhan
manusia. Masyarakat itu sesungguhnya manusia yang baik sebagai perorangan atau
kelompok-kelompok manusia yang telah berhimpun untuk memenuhi berbagai
keperluan atau tujuan dalam hubungan bermsyarakat atau pergaulan sehingga perlu
berinteraksi antara individu dan kelompok yang saling membutuhkan satu sama lain.
Agar hubungan ini berjalan dengan baik dibutuhkan aturan atau kaidah-kaidah yang
mengikat untuk melindungi, menghormati dan hak orang lain serta memberikan rasa
aman, dan tertib dalam kehidupan bermasyarakat.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur
Sipil Negara dimana pada Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 angka 2 berbunyi
“Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut Pegawai ASN adalah
pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat
oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan
pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan
pendung-undangan”.
Kinerja merupakan prestasi kerja, yaitu perbandingan antara hasil kerja
dengan standar yang ditetapkan (Dessler, 2004: 41) kinerja adalah hasil kerja baik
secara kualitas maupun kuantitas yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan
tugas sesuai tanggung jawab yang diberikan (mangkunegara, 2002: 22). Kinerja
3
adalah hasil atau tingkat keberhasilan sesorang secara keseluruhan selama periode
tertentu dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan,
seperti standar hasil kerja, target atau sasaran maupun kriteria yang telah ditentukan
terlebih dahulu telah disepakati bersama (Rivai dan Basri, 2005: 50).
Jadi kinerja adalah kualitas dan kuantitas yang harus dicapai sesorang serta
melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawabnya, target atau sasaran adapun
tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu.
Moeheriono (2012:95) kinerja atau performance merupakan gambaran
mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan
dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misi organisasi yang dituangkan melalui
perencanaan strategis suatau organisasi.
Widodo (2006:78), mengatakan bahwa kinerja adalah melakukan suatu
kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil
seperti yang diharapkan. Sedangkat menurut Mahsun (2006: 78) kinerja
(performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu
kegiatan atau program maupun kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi
dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatau organisasi.
Berdasarkan definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja
merupakan hasil kerja organisasi ataupun gambaran mengenai apakah suatu
organisasi telah dapat melaksanakan kegiatan atau kebijakan sesuai dengan visi dan
misi yang telah dibuat atau ditentukan sebelumnya oleh organisasi tersebut.
4
Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan bagian terpenting dari pencapaian
tujuan sebuah organisasi. Manusia sebagai sumber daya utama yang terampil sangat
dibutuhkan dalam berbagai bidang karena sudah merupakan tuntutan dunia global.
Dalam sebuah organisasi sumber daya manusia tersebut ditujukan untuk mencapai
tujuan organisasi dan pengembangan individu yang bersangkutan dalam lingkup
pekerjaan. Sumber daya manusia memiliki kedudukan sentral karena berperan dalam
menentukan tingkat keefektifan dan keefisienan organisasi.
Sumber daya manusia diperlukan di semua instansi salah satunya termasuk
instansi pemerintahan. Dalam mencapai tujuan, dibutuhkan kinerja yang baik dari
semua komponen yang mempunyai peranan penting. Polisi adalah suatu bagian yang
berperan penting dalam mengntrol kehidupan bermasyarakat yang di perlukan untuk
menunjang tercapainya tujuan keamanan. Aparat kepolisian juga berperan aktif dalam
memberikan layanan kepada seluruh pihak yang berkepentingan terutama dalam hal
layanan keamanan. Polisi dituntut untuk dapat memberikan layanan yang bermutu
untuk menunjang segala kelancaran aktifitas masyarakat.
Menurut Malayu S.P Hasibuan (2012: 10), menyatakan bahwa Manajemen
Sumber Daya Manusia (MSDM) adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peran
tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan,
karyawan dan masyarakat.
Sedangkan menurut serdamayanti (2014: 25) menyatakan bahwa Manajemen
Sumber Daya Manusia (MSDM) yaitu rancangan sistem formal dalam organisasi
5
untuk memastikan secara penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna
mencapai tujuan organisasi.
Berdasarkan pengertian dari manajemen sumber daya manusia (MSDM)
menurut beberapa ahli di atas, maka dapat dikatakan bahwa manajemen sumber daya
manusia adalah salah satu bidang manajemen yang secara khusus mengatur peranan
manusia dalam mewujudkan tujuan organisasi maupun perusahaan.
Terbitnya Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan
daerah, dalam Pasal 148 ayat 1 disebutkan bahwa polisi pamong praja ditetapkan
sebagai perangkat pemerintah daerah dengan tugas pokok menegakkan peraturan
daerah, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat, sebagai
pelaksana tugas desentralisasi. Desentralisasi sendiri adalah suatu cara pemerintah di
mana sebagian dari kekuasaan mengatur dan mengurus dari pemerintah pusat
diserahkan kepada kekuasaan - kekuasaan bawahan.
Satuan polisi pamong praja dapat berkedudukan di daerah provinsi dan daerah
kabupaten atau kota. Di daerah provinsi, satuan polisi pamong praja dipimpin oleh
kepala yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada gubernur melalui
sekertaris daerah. Di daerah kabupaten atau kota, satuan polisi pamong praja
dipimpin oleh kepala yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada bupati
atau walikota melalui sekertaris daerah.
Keberadaan satuan polisi pamong praja dalam pemerintah daerah mempunyai
arti khusus yang cukup stategis karena Satuan polisi pamong praja mempunyai tugas
membantu kepala daerah untuk menciptakan suatu kondisi daerah yang tentram,
6
tertib, dan teratur sehingga penyelenggaraan roda pemerintahan dapat berjalan sesuai
dengan harapan dan masyarakat mampu melakukan rutinitasnya atau kegiatannya
dengan aman tanpa tekanan. Untuk mewujudkan suatu keadaan tersebut maka aparat
pemerintahan perlu lebih intens dalam melakukan pengawasan kinerja para aparat
yang bertugas menjalankan yang seharusnya dilakukan.
Demikian pula, satuan polisi pamong praja di lingkup pemerintah Kabupaten
Gowa, dalam hal sikap dan perilaku pegawai satuan polisi pamong praja dituntut
untuk selalu siaga dan cekatan dalam menyelesaikan setiap masalah yang ada di
lapangan. Namun pada kenyataannya sikap dan perilaku yang dimiliki oleh beberapa
pegawai masih dinilai kurang dari yang diharapkan, hal ini terbukti dari hasil evaluasi
penulis di kantor satuan polisi pamong praja kabupaten Gowa bahwa ada beberapa
pegawai yang datang terlambat pada saat menangani masalah di lapangan, padahal
tugas di lapangan harus cekatan dan tepat waktu dalam menyelesaikannya.
Selanjutnya, tingkat tanggung jawab yang dimiliki beberapa pegawai dapat dikatakan
masih rendah. Pegawai seharusnya bekerja sesuai dengan jam yang sudah ditentukan
oleh kantor. Namun pada kenyataannya banyak pegawai yang meninggalkan tugas
pada saat mendapatkan giliran piket atau memilih pulang lebih awal dari waktu yang
telah ditentukan.
Untuk memenuhi harapan masyarakat atas upaya perlindungan dan ketertiban,
merupakan tantangan tersendiri bagi kelembagaan, khususnya satuan polisi pamong
praja itu sendiri dalam memenuhi tugas pokok dan fungsinya. Di mana perlu
didukung oleh kualitas sumber daya manusia, anggaran operasional, dan sarana
7
prasarana satuan polisi pamong praja yang memadai. Sumber daya manusia, anggaran
operasional, dan sarana prasarana aparat memiliki sisi lemah terutama berkenaan
dengan kemampuan skill dan manajerial, khususnya pemahaman pendalaman
pengetahuan indikator aspek hukum dalam menjalankan tugas-tugas di lapangan.
Ketersediaan sumber daya manusia yang maksimal belum dapat dipenuhi dalam
sistem perekrutan aparat. Sistem tata kerja kelembagaan yang ada masih belum
sinergis dari hulu hingga hilir, di mana menempatkan petugas satuan polisi pamong
praja sebagai ujung tombak dalam menyelesaikan suatu permasalahan pada sisi
hilirnya, tanpa perlibatan proses sejak awal.
Melihat masalah di atas mengenai kurangnya kesadaran dari polisi pamong
praja maka penulis mengambil judul “Kinerja Satuan Polisi Pamong Praja Dalam
Penertiban Pedagang Kaki Lima di Kabupaten Gowa”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah
dalam peneltiian ini yaitu:
1. Bagaimanakah kualitas kinerja satuan polisi pamong praja dalam menangani
pedagang kaki lima?
2. Bagaimanakah kuantitas kinerja satuan polisi pamong praja dalam menangani
pedagang kaki lima?
8
3. Bagaimanakah pelaksanaan tugas satuan polisi pamong praja dalam
menangani pedagang kaki lima?
4. Bagaimanakah tanggung jawab satuan polisi pamong praja dalam menangani
pedagang kaki lima?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan sebelumnya, maka tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Bagaimana kualitas kinerja satuan polisi pamong praja dalam
menangani pedagang kaki lima
2. Bagaimana kuantitas kinerja satuan polisi pamong praja dalam
menangani pedagang kaki lima
3. Bagaimana pelaksanaan tugas satuan polisi pamong praja dalam
menangani pedagang kaki lima
4. Bagaimana tanggung jawab satuan polisi pamong praja dalam
menangani pedagang kaki lima
9
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki kegunaan:
1. Manfaat praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi
peningkatan kinerja aparatur dari satuan polisi pamong praja kabupaten
Gowa dalam melayani masyarakat, yaitu pelayanan di bidang ketentraman
dan ketertiban umum.
b. Sebagai bahan kajian atau studi banding bagi yang ingin melakukan
penelitian.
2. Manfaat teoritis
a. Sebagai salah satu bahan bacaan atau sumber referensi yang dimiliki oleh
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Makassar.
b. Sebagai salah satu sumber data dan informasi atau bahan referensi dasar
bagi para mahasiswa dan peneliti yang berminat untuk melakukan
penelitian.
c. Sebagai salah satu sumber referensi dalam diskusi, seminar, maupun
pengkajian terkait kinerja satuan polisi pamong praja.
d. Sebagai salah satu sumber data, informasi, dan referensi tambahan dalam
Ilmu Administrasi Publik.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENELITIAN TERDAHULU
Adapun penelitian-penelitian terdahulu yang relevan dalam mendukung
penelitian ini, di antaranya:
a. Penelitian Wahida Ardiantiana Rasyid (2018) dengan judul “ Kinerja Satuan
Polisi Pamong Praja dalam pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun
2001 tentang Larangan Mengonsumsi Minuman Keras di Kabupaten Maros”
yang menyimpulkan bahwa dilihat dari sisi kualitas Satpol PP belum optimal
dalam menangani larangan mengonsusmsi minuman keras namun aparat
telah menunjukkan usahanya dengan berpatroli dan bersosialisasi.
b. Penelitian Andi Muhammad Ardan (2016) dengan judul “Kinerja Pegawai
Satuan Polisi Pamong Prja dalam menertibkan Pedagang Kaki Lima di
Kecamatan Samarinda Ilir Kota Samarinda” yang menyimpulakan bahwa
kualitas kerja dari penertiban pedagang kaki lima yang di lakukan oleh
anggota Satpol PP cukup baik. Akan tetapi belum terlalu optimal karena
masih banyak terdapat pedagang kaki lima yang beraktifitas di Kecamatan
Samarinda Ilir Kota Samarinda.
11
B. TEORI MANAJEMEN KINERJA
Manajemen kinerja adalah manajemen tentang menciptakan hubungan dan
memastikan komunikasi yang efektif. Manajemen kinerja memfokuskan pada apa
yang diperlukan oleh organisasi, manajer, dan pekerja untuk berhasil. Manajemen
kinerja adalah tentang bagaimana kinerja dikelola untuk memperoleh sukses. Definisi
dari manajemen kinerja terdapat beberapa pandangan para pakar tentang pengertian
manajemen kinerja.
Fahmi (2014:128) berpendapat bahwa manajemen kinerja adalah suatu ilmu
yang memadukan seni di dalamnya untuk menerapkan suatu konsep manajemen yang
memiliki tingkat fleksibilitas yang representatif dan aspiratif guna mewujudkan visi
dan misi perusahaan dengan cara mempergunakan orang yang ada di organisasi
tersebut secara maksimal. Jadi memanajemen kinerja itu harus memiliki beberapa visi
dan misi secara baik dan benar. Didalam suatu kantor atau perusahaan biasanya
memiliki visi dan misi untuk menunjang tercapainya tujuan dalam suatu pekerjaan
dan juga, diperlukan beberapa organisasi yang harus mengontrol tiap–tiap pekerjaan
yang harus selesai tepat pada waktunya.
Bacal (2012:4) mengemukakan bahwa manajemen kinerja adalah proses
komunikasi yang sedang berjalan, dilakukan dengan kemitraan antara pekerja dengan
atasan langsung mereka, yang menyangkut menciptakan harapan yang jelas dan
saling pengertian tentang pekerjaan yang harus dilakukan, Sedangkan Wibowo
(2007:9) berpendapat bahwa manajemen kinerja merupakan gaya manajemen dalam
12
mengelola sumber daya yang berorientasi pada kinerja yang melakukan proses
komunikasi secara terbuka dan berkelanjutan dengan menciptakan visi bersama dan
pendekatan strategis serta terpadu sebagai kekuatan pendorong untuk mencapai
tujuan organisasi.
Armstrong (2004:29) lebih melihat manajemen kinerja sebagai sarana untuk
mendapatkan hasil yang lebih dari organisasi, tim, dan individu dengan cara
memahami dan mengelola kinerja dalam suatu kerangka tujuan, standar, dan
persyaratan-persyaratan atribut atau kompetensi terencana yang telah disepakati.
Sedangkan menurut Kreitner dan Anggelo kinicki (2014:246) manajemen kinerja
(Performance Management) adalah sistem perusahaan di mana manajer
mengintegrasikan aktivitas penentuan tujuan, pengawasan dan evaluasi, penyediaan
umpan balik dan pelatihan, dan penghargaan karyawan secara kontinu.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli diatas dapat disimpulkan, bahwa
manajemen kinerja adalah tata kelola kinerja individu ataupun suatu kelompok dalam
sebuah organisasi agar tujuan dan sasaran yang ingin di capai suatu organisasi dapat
tercapai dengan baik, dan manajemen kinerja memerlukan proses yang cukup lama.
Menurut Dessler (2003:322) manajemen kinerja adalah suatu proses
manajemen yang dirancang untuk menghubungkan tujuan organisasi dengan tujuan
individu sedemikian rupa, sehingga baik tujuan indviidu maupun tujuan perusahaan
dapat bertemu. Berdasarkan pendapat ahli diatas kesimpulan saya bahwa dalam hal
ini bagi pekerja bukan hanya tujuan individunya yang tercapai tetapi juga ikut
13
berperan dalam pencapaian tujuan organisasi, yang membuat dirinya termotivasi serta
mendapa kepuasan yang lebih besar.
C. KONSEP KINERJA
Konsep kinerja pada dasarnya dapat diilihat dari dua segi yaitu kinerja pegawai
(perindividu) dan kinerja organisasi. Kinerja pegawai adalah hasil kerja perseorangan
dalam suatu organisasi. Sedangkan kinerja organisasi adalah totalitas hasil kerja yang
dicapai suatu organisasi. Kinerja pegawai dan kinerja organisasi memiliki keterkaitan
yang sangat erat. Tercapainya tujuan organisasi tidak bisa dilepaskan dari sumber
daya yang dimiliki oleh organisasi yang digerakkan atau dijalankan pegawai yang
berperan aktif sebagai upaya perilaku dalam upaya mencapai tujuan organisasi.
Kinerja artinya sama dengan prestasi kerja atau dalam Bahasa Inggrisnya
disebut Performance. Abdullah (2013;331) dilihat dari asal katanya, kinerja itu
adalah terjemahan dari performance yang berarti hasil kerja atau prestasi kerja. Dan
dalam pengertian yang simpel kinerja adalah hasil dari pekerjaan organisasi, yang
dikerjakan oleh karyawan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan petunjuk (manual),
arahan yang diberikan oleh pimpinan (manajer) kompetensi dan kemampuan
karyawan mengembangkan nalarnya dalam bekerja.
Moeheriono (2012:95) kinerja atau performance merupakan gambaran
mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan
14
dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misi organisasi yang di tuangkan
melalui perencanaan strategis suatau organisasi.
Menurut Dharma (2003 : 55) dalam pengukuran kinerja seseorang dapat dilihat
sebagai berikut :
1. Kuantitas, yaitu melibatkan perhitungan keluaran dari proses atau pelaksanaan
kegiatan. Hal ini berkaitan dengan jumlah keluaran yang dihasilkan.
2. Kualitas, yaitu mencerminkan seberapa baik penyelesaian atau mutu yang
dihasilkan. Hal ini berkaitan dengan bentuk keluaran.
3. Ketepatan waktu, yaitu sesuai tidaknya penyelesaian pekerjaan dengan waktu
yang direncanakan.
Wirawan (2009:5), kinerja merupakan singkatan dari kinetika energy kerja
yang pandangannya dalam bahasa inggeris adalah performance. kinerja adalah
keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi ataupun indikator-indikator suatu
pekerjaan dan suatu profesi dalam waktu tertentu. Saya dapat menarik kesipulan
bahwasanya kinerja adalah kinetika energy kerja yang pandangannya mengarah ke
performance. Kinerja juga ialah keluaran performance yang dihasilkan dari fungsi-
fungsi atau indikator suatu pekerjaan dalam waktu tertentu.
Colquitt, LePine, dan Wesson, (2011:35) mengemukakan bahwa kinerja adalah
nilai serangkaian perilaku pekerja yang memberikan konstribusi, baik secara positif
maupun negatif, pada penyelesaian tujuan organisasi. Pendapat lain memandang
kinerja sebagai cara untuk memastikan bahwa pekerja individual atau tim tahu apa
yang di harapkan dari mereka dan mereka tetap fokus pada kinerja efektif dengan
15
memberikan perhatian pada tujuan, ukuran dan penilaian (cascio, 2013:693).
Pendapat lain juga menyatakan bahwa kinerja adalah hasil dari pekerjaan yang
berkaitan dengan tujuan organisasi seperti kualitas, efisiensi dan criteria lain dari
efektivitas (Gibson, Ivancevich, Donnelly, dan Konopaske, 2012:374).
Sedarmayanti (2011:260) mengungkapkan bahwa kinerja merupakan
terjemahan dari performance yang berarti hasil kerja seorang pekerja, sebuah proses
manajemen atau suatu organisasi secara keseluruhan, di mana hasil kerja tersebut
harus dapat ditunjukkan buktinya secara kongkrit dan dapat di ukur (dibandingkan
dengan standar yang telah ditentukan).
Berdasarkan beberapa definisi mengenai kinerja di atas, dapat di tarik
kesimpulan bahwa kinerja merupakan hasil kerja organisasi ataupun gambaran
mengenai apakah suatu organisasi telah dapat melaksanakan kegiatan atau kebijakan
sesuai dengan visi dan misi yang telah dibuat atau di tentukan sebelumnya oleh
organisasi tersebut.
Wibowo (2006:3) kinerja merupakan implementasi dari rencana yang telah
disusun tersebut. Implementasi kinerja dilakukan oleh sumberdaya manusia yang
memiliki kemampuan, kompetensi, motivasi dan kepentingan. Bagaimana organisasi
menghagai dan memperlakukan sumber daya manusianya akan memengaruhi sikap
dan perilakunya dalam menjalankan kinerjanya.
Umar (2004: 76) dalam Dwi Jatmiko mengatakan bahwa pengertian kinerja
sebagai berikut: “kinerja adalah keseluruhan kemampuan seseorang untuk bekerja
sedemikian rupa sehingga mencapai tujuan kerja secara optimal dan berbagai sasaran
16
yang telah diciptakan dengan pengorbanan rasio kecil dibandingkan dengan hasil
yang dicapai”.
Rivai (2010: 548) dalam Wahyudi (2014: 28) mengungkapkan bahwa kinerja
karyawan tersebut merupakan hal yang sangat penting dalam upaya perusahaan untuk
mencapai tujuannya. Adapun salah satu cara yang dapat digunakan untuk melihat
perkembangan perusahaan adalah dengan cara melihat hasil penilaian kinerja. Dari
hasil penilaian tersebut dapat dilihat kinerja karyawan atau dengan kata lain bahwa
kinerja adalah hasil kerja konkret yang dapat diamati dan diukur.
Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya. Dengan kata lain bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dicapai
oleh seseorang dalam melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya sesuai dengan
kriteria yang ditetapkan. Terdapat tiga faktor utama yang berpengaruh pada kinerja,
yaitu individu (kemampuan kerja), usaha kerja (keinginan untuk bekerja), dan
dukungan organisasional (kesempatan untuk bekerja). Terdapat empat unsur dalam
kinerja, yaitu hasil-hasil fungsi pekerjaan, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
prestasi karyawan, pencapaian tujuna organisasi, dan periode waktu tertentu (tika,
2006L: 121). Dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan di atas, bahwa pada
dasarnya kinerja merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh individu untuk
diselesaikan dalam kurun waktu tertentu sehingga dapat diukur dan diamati.
Anwar Prabu Mangkunegara (2009:75) mengemukakan bahwa indikator kerja,
yaitu:
17
a. Kualitas, kualitas kerja adalah seberapa baik seorang karyawan mengerjakan
apa yang seharusnya dikerjakan.
b. Kuantitas, kuantitas kerja adalah seberapa lama seorang pegawai bekerja
dalam satu harinya kuantitas kerja ini dapat dilihat dari kecepatan kerja
setiap pegawai itu masing-masing
c. Pelaksanaan tugas, pelaksanaan tugas kerja adalah seberapa jauh karyawan
mampu melakukan pekerjaannya dengan akurat atau tidak ada kesalahan
d. Tanggung jawab, tanggung jawab terhadap pekerjaan adalah kesadaran akan
kewajiban karyawan untuk melaksanakan pekerjaan yang diberikan
perusahaan
D. DEFINISI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA (SATPOL PP)
Polisi Pamong Praja sebelumnya disebut pangreh praja sampai awal
kemerdekaan dalam sejarah pemerintahan daerah di Indionesia memeliki peran yang
srategis, karena pamong praja tidak saja memainkan peran sebagai abdi negara dan
abdi masyarakat yang menyelenggarakan pelayanan masyarakat tapi juga peran
strategis dalam menjaga keutuhan Negara Republik Indonesia. Pamong praja
berperan dalam mengelolah berbagai keragaman dan mengukuhkan keutuhan negara.
Pangreh praja sebagaimana pengertian secara etimologis masih relevan pada
saat jaman kolonial dan awal kemerdekaan di mana pemerintah masih sangat
dominan, sistem pemerintahan yang sangat sentralistik serta paradigma pemerintah
18
dan sentralistik serta desentralistik, kewenangan untuk mengurus juga ada pada
rakyat, rakyat lebih mandiri, maka dengan kondisi ini tentunya pengertian pamong
praja sebagai mana awal berkembangnya sudah berbeda dengan kondisi saat ini,
definisi pamong praja sesuai dengan konteks dan jamannya perlu dinjau ulang.
Apabila dilihat dari sejarahnya, keberadaan pamong praja sudah ada sejak
jaman hindia belanda sebagai korp binnenlands bestuur, yakni korp pejabat bumi
putera yang bertugas menjaga kepentingan kerajaan Belanda di tanah Nusantara. Pada
masa awal kemerdekaan, kemudian diganti menjadi korps pamong praja, karena
istilah pangreh mengandung makna memerintah dengan paksaan
Satuan polisi pamong praja, disingkat Satpol PP adalah perangkat pemerintah
daerah dalam memelihara ketentraman dan ketertiban umum serta menegakkan
peraturan daerah. Organisasi dan tata kerja satuan polisi pamong praja di tetapkan
dengan peraturan daerah. Satuan polisi pamong praja dapat berkedudukan di daerah
provinsi dan daerah kabupaten atau kota.
Di Daerah Provinsi, satuan polisi pamong praja dipimpin oleh kepala yang
berada dibawah dan bertanggung jawab kepada gubernur melalui sekretaris daerah
sedangkan di daerah kabupaten atau kota, satuan polisi pamong praja dipimpin oleh
kepala yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada bupati atau wali kota
melalui sekretaris daerah.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 6 tahun 2010
tentang satuan polisi pamong praja, dalam Bab I (1) tentang ketentuan umum di
sebutkan satuan polisi pamong praja, yang selanjutnya di singkat Satpol PP, adalah
19
bagian perangkat daerah dalam penegakan peraturan daerah (Perda) dan
penyelenggaraan ketertiban umum serta ketenteraman masyarakat. Polisi pamong
praja adalah anggota Satpol PP sebagai aparat pemerintah daerah dalam penegakan
Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat, di mana
ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat adalah suatu keadaan dinamis yang
memungkinkan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dapat melakukan
kegiatannya dengan tenteram, tertib, dan teratur. Defenisi ini juga disebutkan dalam
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia nomor 40 tahun 2011 tentang
Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2010,
Satuan polisi pamong praja dibentuk untuk membantu kepala daerah dalam
menegakkan perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman
masyarakat, di setiap provinsi dan kabupaten atau kota dibentuk satuan polisi pamong
praja. Pembentukan organisasi satuan polisi pamong praja berpedoman pada
peraturan pemerintah tersebut.
Ndaraha (2005) mengatakan pamong praja adalah mereka yang mengelola
kebhinekaan dan mengukuhkan ketunggalikaan. Pamong praja kembali menjadi
perbincangan di tengah masyarakat, bahkan petinggi negeri, pengamat pemerintahan
termasuk penggiat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) mencurahkan perhatian dan
pikirannya untuk beberapa saat setelah kejadian “Kota Berdarah” bentrok antara
polisi pamong praja dengan warga di makam Mbah Priuk Jakarta tanggal 14 April
2010 dan penertiban Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 26 tahun 2010 tentang
20
Penggunaan Senjata Bagi Satuan Polisi Pamong Praja. Bagi sebagian besar
masyarakat keberadaan pamong praja identik dengan satuan polisi pamong praja, hal
ini bisa dipahami karena dalam Undang-Undang yang mengatur tentang pemerintah
daerah sebutan “Pamong Praja” di temukan dalam pasal yang mengatur polisi
pamong praja (pasal 148 UU32/2004 dibentuk untuk membantu kepala daerah dalam
penegakan peraturan daerah dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat). Di lingkungan Kementrian Dalam Negeri sebutan “Pamong Praja”
terkait dengan satuan polisi pamong praja (UU 32/2004 dan PP 6 tahun 2010) dan
lembaga pendidikan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) sebagai
“Pendidikan Tinggi Pamong praja” sebagaimana dalam Peraturan Presiden Nomor 1
Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 2004
tentang Perubahan Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri ke Dalam Institut
Ilmu Pemerintahan. Peserta didik atau mahasiswa Institut Pemerintahan Dalam
Negeri (IPDN) di sebut “Praja” dan lulusan sebagai “Pamong Praja Muda”
1. Wewenang Satuan Polisi Pamong Praja
Satuan polisi pamong praja memiliki wewenang dalam penegakan hukum
peraturan daerah karena satuan polisi pamong praja adalah pejabat pemerintah
pusat yang ada di daerah melaksanakan tugas pemerintahan umum. Dengan
adanya kedudukan di atas maka dapat disimpulkan bahwa satuan polisi pamong
praja berwenang :
21
a. Melakukan tindakan penertiban non yustial terhadap warga masyarakat,
aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas peraturan
daerah atau peraturan kepala daerah.
b. Menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang
mengganggu ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.
c. Fasilitas dan pemberdayaan kapasitas penyelenggaraan perlindungan
masyarakat.
d. Melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat, aparatur,
atau badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran atas peraturan
daerah dan atau peraturan kepala daerah.
e. Melakukan tindakan administratif terhadap warga masyarakat, aparatur,
atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas peraturan daerah atau
peraturan kepala daerah.
2. Tugas Pokok
Satuan polisi pamong praja mempunyai tugas pokok menegakkan peraturan
daerah dan menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat
serta perlindungan masyarakat dan pengamanan asset daerah.
3. Fungsi
Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, satuan polisi pamong praja
mempunyai fungsi:
22
1. Penyusunan program dan pelaksanaan ketentraman dan ketertiban umum,
menegakkan Peraturan Daerah, Peraturan Bupati dan Keputusan Bupati
sebagai pelaksanaan Peraturan Daerah.
2. Pelaksanaan kebijakan pemeliharaan dan penyelenggaraan ketentraman dan
ketertiban umum di Daerah.
3. Pelaksanaan kebijakan penegakkan Peraturan Daerah, Keputusan Bupati
dan Keputusan Bupati sebagai pelaksanaan Peraturan Daerah.
4. Perlaksanaan kebijakan perlindungan masyarakat dan pengamanan asset
Daerah.
5. Pelaksanaan koordinasi Penegakan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala
Daerah, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat
dengan Kepala Kepolisian Negara RI, Penyidik Pegawai Negeri Sipil
Daerah (PPNS) dan/atau aparatur lainnya.
6. Pengawasan terhadap masyarakat agar memenuhi dan mentaati Peraturan
Daerah, Peraturan Bupati dan Keputusan Bupati sebagai pelaksanaan
Peraturan Daerah.
7. Pelaksanaan tugas lainnya yang diberikan oleh Kepala Daerah.
4. Indikator Kinerja Satuan Polisi Pamong Praja
a. Pegawai negeri sipil
b. Berijazah sekurang-kurangnya sekolah lanjutan tingkat atas atau yang
setingkat
23
c. Tinggi badan sekurang-kurangnya 160 cm (seratus enam puluh sentimeter)
untuk laki-laki dan 155 cm (seratus lima puluh lima sentimeter) untuk
perempuan
d. Berusia sekurang-kurangnya 21 (dua puluh satu) tahun
e. Sehat jasmani dan rohani; dan
f. Lulus pendidikan dan pelatihan dasar polisi pamong praja
E. SEJARAH MUNCULNYA PEDAGANG KAKI LIMA
Pedagang kaki lima atau yang sering di sebut PKL merupakan sebuah
komunitas pedagang, yang kebanyakan berjualan dengan memanfaatkan area pinggir
jalan raya. Meraka menggelar dagangannya, atau gerobaknya, di pinggir perlintasan
jalan raya. Sebenarnya istilah pedagang berasal dari masa penjajahan kolonial
Belanda peratutan pemerintahan waktu itu menetapkan bahwa setiap jalan raya yang
dibangun hendaknya menyediakan sarana untuk pejalan kaki. Lebar ruas untuk
pejalan adalah lima kaki atau sekitar satu setengah meter. Di beberapa tempat,
pedagang kaki lima dipermasalahkan karena mengganggu para pengendara kendaraan
bermotor, menggunakan badan jalan dan trotoar. Selain itu ada pedagang kaki lima
yang menggunakan sungai dan saluran air terdekat untuk membuang sampah dan air
cuci. Sampah dan air sabun dapat merusak sungai yang ada dengan mematikan ikan
dan menyebabkan pencemaran lingkungan. Tetapi pedagang kaki lima kerap
menyediakan makanan atau barang lain dengan harga yang lebih, bahkan sangat
murah dari pada membeli di pedagang yang hendak memulai bisnis dengan modal
24
yang kecil atau orang kalangan ekonomi lemah yang biasanya mendirikan bisninya di
sekitar rumah mereka.
Istilah pedagang kaki lima berasal dari masa kolonial Belanda. Tepatnya pada
saat Gubernur Jendral Stanford Raffles berkuasa (1811-1816). Jauh sebelum
Indonesia merdeka, pemerintah Belanda membuat sebuah peraturan yakni setiap
jalanan yang dibangun harus memiliki sarana untuk para pedestrian atau pejalan kaki
yang dinamakan trotoar. Trotoar ini memiliki lebar 5 feet way (Kaki: satuan panjang
yang digunakan oleh mayoritas bangsa Eropa). Kebijakan ini juga diterapkan oleh
Raffles pada saat ia bertugas di Singapore pada tahun 1819, tepatnya di Chinatown.
Kemudian setelah Indonesia merdeka, trotoar untuk pejalan kaki itu sering
dimanfaatkan untuk tempat berjualan. Kata 5 feet sering disalah artikan ke dalam
bahasa Melayu yakni kaki lima karena penerjemahan Bahasa Inggris kedalam bahasa
Melayu menggunakan hukum Diterangkan. Dari istilah trotoar kaki lima inilah
pedagang yang berjualan di wilayah tersebut sering dijuluki dengan nama pedagang
kaki lima istilah ini menjalar ke Medan, kemudian dari Medan menjalar sampai ke
Jakarta dan kota-kota lainnya Indonesia. Kemudian setelah Indonesia merdeka,
trotoar yang tadinya berfungsi sebagai jalur pedestrian atau pejalan kaki sering di
salah gunaka oleh pedagang untuk tempat berjualan atau sekedar untuk tempat
beristirahat meletakkan gerobak dagangan mereka. Sehingga masyarakat Indonesia
menyebutnya dengan pedagang kaki lima.
Menurut susan Blackburn dalam Jakarta sejarah 400 tahun, pada akhir abad ke
19 jumlah pedagang kaki lima di batavia suka berteriak untuk menarik pembeli. Tapi
25
pemerintah pada saat itu tidak menyukai kehadiran mereka. Menurut salah satu
Bumiputera yang duduk di Dewan Kota yaitu Abdoel Moeis menyatakan bahwa
pedagang kaki lima itu di usir karena banyak orang belanda yang mau melihat adanya
pedagang kaki lima yang kotor di kawasan tersebut.
1. Penyebab Kemunculan Pedagang Kaki Liam
Sejak terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1998, banyak sekali kegiatan ekonomi
yang bergerak di sektor formal beralih ke sektor informal. Faktor utama beralihnya
kegiatan ekonomi dari sektor formal ke sektor informal adalah sifat dari sektor
informal yang tidak memerlukan tingkat keteramilan yang tinggi, modal usaha yang
besar, dan sarana yang sederhana sehingga mudah dijangkau oleh semua lapisan
masyarakat atau mereka yang belum memiliki pekerjaan yang tetap. Menurut
jayadinata (2001: 46) karakteristik sektor informal antara lain:
a. Bentuknya tidak terorganisir
b. Kebanyakan kerja sendiri
c. Cara kerja tidak teratur
d. Biaya diri sendiri atau sumber tidak resmi
Terutama sejak terjadinya krisis moneter yang menyebabkan banyak
perusahaan di Indonesia tidak bisa menutupi biaya operasionalnya lagi sehingga
harus ditutup. Hal ini menyebabkan terjadinya Pemecatan Hubungan Kerja (PHK)
besar-besaran. Sehingga angka pengangguran di Indonesai saat itu meningkat dengan
pesat.
26
Salah satu kegiatan usaha yang bergerak di sektor informal adalah Pedagang
Kaki Lima. Kesulitan untuk mencari pekerjaan serta keterbatasan kemampuan modal
untuk mendirikan usaha bagi masyarakat golongan ekonomi lemah mendorong
mereka untuk melakukan suatu usaha dalam mempertahankan hidupnya. Untuk
mempertahankan hidupnya mereka mencari nafkah yang sesuai dengan kekuatan
serta kemampuan yang dimilikinya serta serba terbatas. Wujud keterbatasan ini
adalah keterbatasan tingkat pendidikan, keterbatasan kemampuan ekonomi atau
keterbatasan modal, keterbatasan tentang pengetahuan dalam tatanan atau peraturan
yang berlaku, membuat mereka para masyarakat ekonimo lemah untuk berusaha
dalam bentuk usaha dagangan berupa pedagang kaki lima (PKL) yang mereka
laksanakan di kota-kota besar untuk memenuhi kebutuhan hidup.
F. PENGERTIAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL)
Pedagang kaki lima atau yang sering di sebut PKL merupakan sebuah
komunitas pedagang, yang kebanyakan berjualan dengan memanfaatkan area pinggir
jalan raya. Meraka menggelar dagangannya, atau gerobaknya, di pinggir perlintasan
jalan raya.
Pada masa penjajahan kolonial, peraturan pemerintah menetapkan bahwa setiap
jalan raya yang dibangun hendaknya menyediakan sarana untuk para pendestrian atau
pejalan kaki (sekarang ini disebut dengan trotoar). Lebar ruas untuk sarana bagi para
pejalan kaki atau trotoar ini adalah lima kaki. Pemerintah pada waktu itu juga
27
menghimbau agar sebelah luar dari trotoar diberi ruang yang agak lebar atau agak
jauh dari pemukiman penduduk. Ruang ini untuk dijadikan taman sebagai
penghijauan dan resapan air. Dengan adanya tempat atau ruang yang agak lebar itu
kemudian para pedagang mulai banyak menempatkan gerobaknya untuk sekedar
beristirahat sambil menunggu adanya para pembeli yang membeli dagangannya.
Seiring perjalanan waktu banyak pedagang yang memanfaatkan lokasi tersebut
sebagai tempat untuk berjualan, sehingga mengundang para pejalan kaki yang
kebetulan lewat untuk membeli makanan, minuman sekaligus beristirahat. Berawal
dari situ maka Pemerintahan Kolonial Belanda menyebut mereka sebagai Pedagang
Kaki Lima yang berasal dari buah pikiran pedagang yang berjualan di area pinggir
perlintasan para pejalan kaki atau trotoar yang mempunyai lebar lima kaki.
Pedagang kaki lima, yang selanjutnya disingkat PKL, adalah pelaku usaha yang
melakukan usaha perdagangan dengan menggunakan saran usaha bergerak maupun
tidak bergerak, menggunakan prasarana kota, fasilitas sosial, fasilitas umum, lahan
dan bangunan milik pemerintah atau swasta yang bersifat sementara atau tidak
menetap.
Pedagang kaki lima merupakan salah satu jenis perdagangan dalam sektor
informal, yakni operator usaha kecil yang menjual makanan, barang dan jasa yang
melibatkan ekonomi uang dan transaksi pasar, hal ini sering disebut dengan sektor
informal perkotaan.
Ciri-ciri umum pedagang kaki lima lebih lanjut dijelaskan oleh Kartono dkk
sebagai berikut :
28
a. Kelompok pedagang yang kadang sekaligus menjadi produsen, yaitu
pedagang makanan dan minuman yang memasaknya sendiri.
b. Pedagang kaki lima memberikan konotasi bahwa mereka umumnya menjual
dagangannya di atas tikar di pinggil jalan, di depan tokoh, maupun dengan
menggunakan grobak dorongan kecil dan kios kecil.
c. Pedagang kaki lima umumnya menjual dagangannya secara eceran.
d. Pedagang kaki lima umumnya bermodal kecil.
e. Kualitas dagangan yang dijual relatif renda, bahkan ada pedagang yang
khusus menjual barang cacat dengan harga sangat rendah.
f. Omzet penjualan pedagang kaki lima tidak besar dan cenderung tidak
menentu.
g. Para pembeli umumnya berdaya beli rendah.
h. Umumnya pedagang kaki lima merupakan usaha “familt enterprise” artinya
anggota keluarga juga turut membantu dalam usaha tersebut
i. Mempunyai sifat “one man enterprise” yaitu usaha yang hanya dijalankan
oleh satu orang.
j. Memiliki ciri khas yaitu terdapat sistem tawar-menawar antara pembeli dan
pedagang.
k. Sebagian pedagang kaki lima melakukan usahanya secara musiman, sering
kali jenis dagangannya berubah-ubah.
l. Pedagang kaki lima umumnya menjual barang yang umum, jarang menjual
barang yang khusus.
29
m. Anggapan bahwa para pedagang kaki lima ini merupkan kelompok yang
menduduki status sosial terendah dalam masyarakat.
n. Pedagang kaki lima tidak memiliki jam kerja yang tetap
o. Pedagang kaki lima memiliki jiwa “entrepeneurship” yaitu kewiraswataan
atau kewirausahaan yang tinggi.
G. JENIS DAN TEMPAT USAHA PEDAGANG KAKI LIMA
Penjelasan mengenai jenis tempat usaha pedagang kaki lima sebagai berikut :
a. Gelar/Alas, pedagang menggunakan alas tikar, kain atau sejenisnya untuk
menjajakan dagangannya.
b. Lesehan, pedagang menggunakan tikar atau lantai untuk memperjualbelikan
dagangannya dan konsumen juga ikut menggunakan tikar untuk duduk.
c. Tenda, pedagang menggunakan tempa berlindung dari kain atau bahan
lainnya untuk menutupi yang melekat pada kerangka tiang atau dengan tali
pendukung.
d. Selter, bentuk sarana ini menggunakan papan-papan yang diatur sedemikian
rupa sehingga menjadi sebuah bilik, yang mana pedagang tersebut juga
tinggal didalamnya.
e. Tidak bermotro, biasanya pedagang menggunakan gerobak/kereta dorong
yang digunakan untuk berjualan makanan, minuman atau rokok.
f. Bermotor, pedagang menggunakan kendaraan baik beroda dua, tiga atau
empat untuk menggunakan barang dagangan
30
STRUKTUR ORGANISASI
SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN GOWA
31
H. KERANGKA PIKIR
Berdasarkan tinjauan pustaka, dari uraian kerangka pikir di atas maka
adapun skema penelitian ini:
Kerangka Pikir
I.
Gambar 1 (Kerangka Pikir)
Satuan Polisi Pamong
Praja Kabupaten Gowa
Indikator Kerja
Kualitas
a. Ketepatan
b. Kelengkapan
Kuantitas
Tanggung Jawab
Pelaksanaan Tugas
a. Orientasi Pelayanan
b. Integritas
c. Komitmen
Peningkatan Kinerja Satuan Polisi
Pamong Praja Kabupaten Gowa
32
I. FOKUS PENELITIAN
Ada 4 indikator fokus penelitian kinerja satuan polisi pamong praja di
Kabupaten Gowa, yang menekankan pada pembahasan kualitas, kuantitas,
pelaksanaan tugas dan tanggung jawab
J. DESKRIPSI FOKUS PENELITIAN
Deskripsi fokus penelitian merupakan penjelasan atau uraian masing-masing
dari fokus yang di amati untuk memberikan kemudahan dan kejelasan tentang
pengamatan.
1. Kualitas kinerja satuan polisi pamong praja, kualitas menunjukkan sejauh
mana mutu seorang pegawai dalam melaksanakan tugas-tugasnya meliputi
ketepatan, kelengkapan, dan kerapian.
a. Yang dimaksud ketepatan adalah ketepatan dalam melaksanakan tugas
dan pekerjaan polisi pamong praja di kabupaten Gowa, artinya terdapat
kesesuaian antara rencana kegiatan dengan sasaran atau tujuan yang telah
di tetapkan.
b. Yang dimaksud kelengkapan satuan polisi pamong praja adalah
kelengkapan ketelitian (seragam, pentungan, helm, peluit dan tameng)
dalam melaksanakan tugasnya.
33
2. Kuantitas kerja adalah seberapa lama seorang pegawai satuan polisi pamong
praja bekerja dalam satu harinya. Kuantitas kerja ini dapat dilihat dari
kecepatan kerja setiap pegawai itu masing-masing.
3. Pelaksanaan tugas, selain dengan sasaran kinerja pegawai (SKP), prestasi
kerja pegawai juga diukur dengan indikator perilaku kerja. Parameter yang
digunakan untuk mengukur perilaku kerja adalah orientasi pelayanan,
integritas, disiplin dan komitmen.
a. Orientasi pelayanan adalah keinginan untuk membantu atau melayani
orang lain untuk memenuhi kebutuhan mereka, artinya berusaha untuk
mengetahui dan memenuhi kebutuhan masyarakat
b. Integritas adalah suatu kepribadian seseorang yang bertindak secara
konsisten dan utuh, baik dalam perkataan maupun perbuatan, sesuai
dengan nilai-nilai dan kode etik.
c. Komitmen adalah suatu bentuk kewajiban yang mengikat seseorang
dengan sesuatu, baik itu diri sendiri maupun orang lain.
4. Tanggung jawab, kesanggupan pegawai negeri sipil untuk menaati kewajiban
dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-
undangan dan peraturan kedinasan yang apabila tidak ditaati atau dilanggar
dijatuhi hukuman disiplin.
Adapun disiplin kerja merupakan kebijakan yang menuju kepada rasa
tanggung jawab dan kewajiban bagi karyawan untuk menaati peraturan-
peraturan yang telah ditetapkan perusahaan di tempat karyawan itu bekerja.
34
BAB III
METODE PENELITIAN
A. WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN
Waktu yang dibutuhkan penulis dalam penelitian ini kurang lebih selama 2
(dua) bulan, setelah peneliti melakukan seminar proposal dan mendapatkan izin
penelitian. Lokasi penelitian berada di kantor satuan polisi pamong praja Kabupaten
Gowa karena peneliti melihat sikap dan perilaku yang dimiliki oleh beberapa
pegawai masih dinilai kurang dari yang diharapkan masyarakat. Bukan hanya itu,
peneliti melihat beberapa pegawai yang datang tidak tepat waktu di kantor dan di
lapangan.
B. JENIS DAN TIPE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Berkaitan dengan tujuan penelitian adalah untuk memberikan gambaran
mengenai kinerja satuan polisi pamong praja di Kabupaten Gowa. Secara
obyektif, maka jenis penelitian ini adalah kualitatif, yaitu suatu penelitian yang
mendeskripsikan tentang kinerja satuan polisi pamong praja di Kabupaten
Gowa.
35
2. Tipe Penelitian
Tipe penelitian ini adalah fenomenologi dimaksudkan untuk member gambaran
secara jelas mengenai masalah-masalah yang diteliti berdasarkan
pengalamayang dialami oleh informan. Adapun masalah-masalah yang diteliti
adalah mengenai bagaiamana kinerja satuan pilisi pamong dalam penertiban
pedagang kaki lima di Kabupaten Gowa.
C. SUMBER DATA
Sumber data dalam penelitian ini ada 2 (dua), yaitu:
1. Data primer, yaitu data yang dikumpulkan peneliti untuk memperkaya dan
mempertajam analisis bagi penarikan kesimpulan yang meliputi, pengamatan
langsung (observasi), dan wawancara yang dilakukan penulis tentang
bagaimana kinerja polisi pamong praja di Kabupaten Gowa.
2. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari berbagai laporan-laporan,
catatan-catatan, atau dokumen-dokumen yang bersifat informasi tertulis yang
digunakan dalam penelitian.
D. INFORMAN PENELITIAN
Informan penelitian yang peneliti wawancarai adalah sesuai dengan teknik
pengumpulan informan yaitu melalui observasi langsung, wawancara mendalam dan
dokumentasi. Informan dalam penelitian ini sebagai berikut :
36
Tabel 1
Informan Penelitia
No. Nama Informan Jabatan Ket
1. Mardhani Hamdan Sekretaris Polisi Pamong Praja MH
2. A. Moh. Rizky Junianto Abe Kepala Bidang Ketertiban umum
dan ketentraman masyarakat
Polisi Pamong Praja
MR
3. Mursalim Seksi Operasi dan Pengendalian
Polisi Pamong Praja
MS
4. Andi Afriady Kepala Bidang Perlindungan
Masyarakat Polisi Pamong Praja
AA
5. Zulfikar Adijana Kepala Sumber Daya Aparatur
Polisi Pamong Praja
ZA
6. Syamsul Bahri Anggota Pleton Raksi Cepat
(PRC)
SB
7. Syarif Dg. Tammu Masyarakat Pedagang Kaki
Lima
SR
8. Rahmawati Masyarakat Pedagang Kaki
Lima
RW
Total 8
37
E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Guna memperoleh data yang relevan dengan tujuan penelitian maka digunakan
teknik pengumpulan data menggunakan:
1. Observasi (pengamatan) adalah pengamatan data yang dilakukan melalui
pengamatan penulis secara langsung di lapangan mengenai bagaimana kinerja
satuan polisi pamong praja di Kabupaten Gowa.
2. Wawancara adalah di mana peneliti melakukan interview terhadap pipinan
(atasan) atau sekertaris (wakil atasan) serta beberapa pegawai-pegawai yang
bekerja pada kantor satuan polisi pamong praja di Kabupaten Gowa.
3. Dokumentasi merupakan teknik pengambilan data yang diperoleh melalui
dokumen-dokumen, arsip-arsip, peraturan-peraturan dan catatan resmi.
F. TEKNIK ANALISIS DATA
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan aktivitas
yang difokuskan untuk mengelola data-data yang telah didapatkan oleh peneliti
melalui kegiatan observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Aktivitas dalam analisis data yaitu, data reduction, deskriptif dan verifikatif.
1. Reduksi Data (data reduction)
Semakin lama peneliti kelapangan, maka jumlah data akan semakin
banyak, kompleks dan rumit. Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data
melalui redukasi data. Meredukasi data berarti merangkum atau memilih hal-
38
hal yang pokok dan difokuskan pada permasalahan yang ingin dikaji oleh
peneliti dengan berdasarkan pada indikator yang terkait dengan kinerja polisi
pamong praja di kabupaten Gowa.
2. Penyajian Data (deskriptif)
Setelah meredukasi data dengan sesuai hal-hal pokok yang di fokuskan
pada permasalahan, langkah selanjutnya adalah peneliti menyajikan data yang
dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, dan sejenisnya. Deskriptif
dilakukan agar data hasil reduksi terorganisir serta memberikan pemahaman
kepada peneliti mengenai fenomena-fenomena yang terjadi, setelah itu
peneliti merencanakan tindakan selanjutnya yang harus diambil berdasarkan
fenomena tersebut. Pada langkah ini peneliti berusaha menyusun data sesuai
dengan keadaan yang sebenarnya terjadi pada kinerja satuan polisi pamong
praja dalam penertiban pedagang kaki lima di kabupaten Gowa.
3. Penarikan Kesimpulan (verifikatif)
Langkah selanjutnya adalah penarikan kesimpulan (verificatif), seperti
yang dijelaskan di atas bahwa kesimpulan awal yang dikemukakan masih
bersifat sementara dan akan berubah bila ditemukan bukti-bukti yang
mendukung tahap pengumpulan selanjutnya. Peneliti berusaha untuk
menganalisis lebih lanjut dan mencari makna dari data ulang yang di
kumpulkan.
Setelah disajikan dalam bentuk uraian berdasarkan pemaknaan terhadap
fenomena-fenomena yang terjadi di lapangan, langkah peneliti selanjutnya
39
adalah menarik kesimpulan berdasarkan pemaparan data tersebut kemudian
penyimpulan data sesuai dengan fokus masalah.
G. PENGABSAHAN DATA
Pengabsahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan:
1. Perpanjangan pengamatan
Peneliti kembali ke lapangan, melakukan pengamatan, mewawancara
kembali sumber data, baik yang pernah di temui maupun yang baru. Hal ini
dilakukan guna menguatkan hubungan peneliti dengan narasumber agar
terbangun kondisi yang akrab, terbuka, dan saling memercayai, sehingga
dapat menggali dan mendapatkan informasi yang tepat.
2. Peningkatan ketekunan peneliti
Melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan,
sehingga kepastian data dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti
dan sistematis.
3. Triangulasi
Memeriksa keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain di
luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data
tersebut. Triangulasi dilakukan dengan 3 (tiga) cara, yaitu: (1) Triangulasi
sumber, dengan menguji kredibilitas data melalui pengecekan data yang telah
diperoleh dari beberapa sumber; (2) Triangulasi teknik, dengan menguji
40
kredibilitas data melalui pengecekan data kepada sumber yang sama dengan
teknik yang berbeda; dan (3) Triangulasi waktu, dengan menguji kredibilitas
data melalui pengecekan dengan wawancara, observasi, atau teknik lain dalam
waktu atau situasi berbeda.
41
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN
1. Profil Singkat Satuan Polisi Pamong Praja Di Kabupaten Gowa
Satuan polisi pamong praja Kabupaten Gowa merupakan salah satu
organisasi perangkat daerah yang dibuat berdasarkan peraturan daerah Nomor
24 Tahun 2011 tentang Susunan Organisa dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong
Praja. Dimana pada dasarnya satuan polisi pamong praja dibentuk sebagai
perpanjangan tangan Bupati didalam penciptaan ketentraman dan ketertiban
umum, penegakan peraturan daerah dan peraturan kepala daerah.
Visi “Terwujudnya Kabupaten Gowa yang aman, tertib dan Taat Aturan”.
Misi: 1) Optimalisasi pengawasan, pengamanan dan sosialisasi pelaksanaan
Peraturan Daerah dan Perundang-undangan lainnya. 2) Meningkatkan kualitas
sumber daya manusia melalui pendidikan dan latihan dalam upaya peningkatan
wibawa, keterampilan dan profesionalisme Polisi Pamong Praja. 3) Pemantapan
pelaksanaan koordinasi, integritas, implementasi dan sinkronisasi (KIIS).
42
2. Struktur Organisasi
Struktur organisasi satuan polisi pamong praja Kabupaten Gowa adalah
sebagi berikut:
a. Kepala Satuan
Bertugas memimpin dan melaksanakan kebijakan teknis penyusunan dan
pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik dibidang
penyelenggaraan ketertiban umum, ketenteraman masyarakat, perlindungan
masyarakat, penegakan peraturan daerah dan peraturan Bupati, serta
peningkatan sumber daya aparatur berdasarkan peraturan agar semua
kegiatan dapat terlaksana sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-
masing.
b. Sekretaris
Bertugas melaksanakan urusan tata usaha, penyusunan program,
perencanaan, pelaporan, kepegawaian, perlengkapan dan keuangan
berdasarkan peraturan agar semua kegiatan terlaksana dengan baik dan
menghasilkan laporan yang dapat dipertanggung jawabkan.
c. Sub Bagian Program
Mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan penyusunan dan
pengendalian rencana atau program kerja, evaluasi dan pelaporan
berdasarkan petunjuk agar menghasilkan program kerja dan kegiatan yang
43
sesuai dengan perencanaan serta hasil laporan yang bisa dijadikan sebagai
bahan informasi.
d. Sub Bagian Keuangan
Mempunyai tugas pengelolaan administrasi dan pertanggung jawaban
pengelolaan keuangan Badan berdasarkan pedoman agar pelaksanaan
pengelolaan keuangan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan.
e. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian
Mempunyai tugas melaksanakan urusan umum, rumah tangga dan
kepegawaian berdasarkan petunjuk agar terlaksana dengan baik urusan
kesekretariatan dan kepegawaian.
f. Bidang Penegakan Peraturan Perundang-Undangan Daerah
Mempunyai tugas melaksanakan koordinasi, pengendalian dan
mempertanggungjawabkan tugas-tugas di bidang penegakan peraturan
perundang-undangan daerah yang meliputi pembinaan, pengawasan,
penyuluhan, penyilidikan dan penyidikan berdasarkan peraturan agar
terlaksana penegakan peraturan perundang-undangan daerah dan masyarakat
yang taat aturan.
g. Seksi Pembinaan, Pengawasan dan Penyuluhan
Bertugas melaksanakan urusan pembinaan, pengawasan dan penyuluhan
penegakan peraturan perundang-undangan daerah berdasarkan peraturan
untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap peraturan perundang-
undangan daerah.
44
h. Seksi Penyelidikan dan Penyidikan
Bertugas melaksanakan urusan bidang penyelidikan dan penyidikan terhadap
pelanggaran Perda, Perbub dan peraturan perundang-undangan lainnya
berdasarkan pedoman atau peraturan agar penanganan proses pelanggaran
Perda tertangani sesuai dengan peraturan dan standar operasional prosedur.
i. Bidang Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat
Mempunyai tugas urusan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat
yang meliputi operasi, pengendalian dan kerjasama berdasarkan pedoman
atau petunjuk untuk menciptakan ketenteraman masyarakat dan ketertiban
umum.
j. Seksi Operasi dan Pengendalian
Mempunyai tugas urusan operasi dan pengendalian berdasarkan pedoman
agar tercipta ketenteraman masyarakat dan ketertiban umum.
k. Seksi Kerjasama
Mempunyai tugas kerjasama lintas sektor terkait pelaksanaan ketenteraman
dan ketertiban umum masyarakat berdasarkan petunjuk agar terjalin
kerjasama dan koordinasi baik intern maupun ekstern.
l. Bidang Sumber Daya Aparatur
Mempunyai tugas di bidang sumber daya aparatur yang meliputi pelatihan
dasar dan teknis fungsional berdasarkan petunjuk untuk peningkatan kualitas
dan kuantitas sumber daya aparatur.
45
m. Seksi Pelatihan Dasar
Mempunyai tugas pelatihan dasar berdasarkan pedoman/peraturan untuk
peningkatan kemampuan dan keterampilan dasar Satpol. PP serta
pengembangan sumber daya manusia.
n. Seksi Teknis Fungsional
Mempunyai tugas teknis fungsional berdasarkan peraturan untuk
peningkatan kemampuan profesionalisme satuan polisi pamong praja serta
pengembangan sumber daya manusia aparatur.
o. Bidang Perlindungan Masyarakat
Bertugas di bidang perlindungan masyarakat dan bina potensi masyarakat
berdasarkan pedoman atau peraturan untuk memberikan perlindungan,
keamanan dan kenyamanan masyarakat.
p. Seksi Perlindungan Masyarakat
Mempunyai tugas pembinaan satuan perlindungan masyarakat berdasarkan
peraturan ataupun petunjuk untuk menciptakan rasa aman dalam masyarakat
q. Seksi Bina Potensi Masyarakat
Mempunyai tugas yaitu urusan bidang bina potensi masyarakat berdasarkan
pedoman maupun peraturan untuk pembinaan dan peningkatan ketahanan
masyarakat.
46
Tabel 2
Jumlah Pegawai Satpol PP Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No.
TINGKAT
PENDIDIKAN
JUMLAH
LAKI-LAKI PEREMPPUAN JUMLAH
1 STRATA-3 - - -
2 STRATA-2 5 - 5
3 STRATA-1 20 3 23
4 DIPLOMA-IV - - -
5 DIPLOMA-III - - -
6 SMA 27 - 27
7 SMP 5 - 5
8 SD - - -
JUMLAH 57 3 60
Sumber: Satuan polisi pamong praja Kab. Gowa
Tabel 3
Jumlah Pegawai Satpol PP Berdasarkan Jenis Kelamin
No. JENIS KELAMIN JUMLAH
1 LAKI-LAKI 722
2 PEREMPUAN 10
TOTAL 732
Sumber: Satuan polisi pamong praja Kabupaten Gowa
47
Tabel 3
Jumlah Pedagang Kaki Lima di Kabupaten Gowa
No Kecamatan 2018 2019
1. Bajeng 13 10
2. Bajeng Barat 15 12
3. Barombong 16 12
4. Biringbulu - -
5. Bontolempangan 13 10
6. Bontomarannu 19 16
7. Bontonompo 10 8
8. Bontonompo Selatan 14 9
9. Bungaya - -
10. Parangloe - -
11. Parigi - -
12. Pattallassang 15 11
13. Somba Opu 19 16
14. Tinggimoncong - -
15. Tompobulu - -
16. Tombolo Pao - -
17. Manuju - -
18. Pallangga 18 16
Sumber: Satuan polisi pamong praja Kabupaten Gowa
Upaya yang dilakukan pemerintah berdasarkan pada Perda nomor 05 tahun
2009 telah dilakukan sepenuhnya, hal ini dapat dilihat dari data julmah pedagang kaki
lima yang telah direlokasikan sebanyak 62 pedagang kaki lima dengan berbagai jenis
48
dagangan dan di taman Sultan Hasanuddin itu telah disiapkan sebanyak 18 stan
sedangkan jumlah pedagang kaki lima sebanyak 62.
B. HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian mengenai kinerja satuan polisi pamong praja di Kabupaten
Gowa. Peningkatan kerja satuan polisi pamong praja Kabupaten Gowa dilihat dari
empat komponen yaitu kualitas, kuantitas, pelaksanaan tugas dan tanggung jawab.
Adapun kualitas meliputi ketepan, dan kelengkapan, selanjutnya kuantitas satuan
polisi pamong praja bekerja dalam satu harinya, selanjutnya pelaksanaan tugas
meliputi orientasi pelayanan, integritas, dan komitmen, adapun tanggung jawab yang
meliputi disiplin kerja.
1. Kualitas Kinerja Satpol PP dalam menangani PKL
Kualitas kinerja merupakan suatu hasil yang dapat diukur dengan efektifitas
dan efisiensi. Berikut di uraikan hasil penelitian mengenai kualitas kinerja satuan
polisi pamong praja.
Berikut peneliti melakukan wawancara dengan informan MH selaku
Sekretaris satuan polisi pamong praja Kabupaten Gowa untuk menanyakan
bagaimana kualitas kinerja satuan polisi pamong praja dalam penanganan
pedagang kaki lima. Jawaban dari informan:
49
“Bagi satuan polisi pamong praja sudah maksimal dengan adanya patroli
rutin, serta fasilitas pendukung seperti kendaraan dan biaya operasional
cukup tersedia, satuan polisi pamong praja juga bertindak berdasarkan
tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, memberikan sansi dan
tindakan non yudisial, dan melakukan tindakan santun terhadap pedagang
kaki lima ataupun dengan orang yang melanggar di area perindustrian di
sepanjang jalan” (MH; 03 Desember 2019)
Berdasarkan hasil wawancara di atas sejalan dengan observasi yang saya
lakukan di mana satuan polisi pamong praja sudah melakukan patroli rutin dan
tepat waktu saat melaksanakan tugasnya, serta adanya fasilitas yang mendukung
seperti kendaraan serta perlengkapan yang dibutuhkan dan satuan polisi pamong
praja juga bertindak sesuai dengan surat perintah dari atasan. Akan tetapi, masih
ada saja kendala yang di dapatkan di lapangan seperti pedagang kaki lima yang
tidak ingin di pindahkan karena kurangnya konsumen atau pembeli di tempat
yang di sediakan oleh pemerintah, apabila ada pedagang kaki lima yang
melanggar atau ditegur berulang kali makan barang dagangan akan di angkut dan
maka akan di kenakan sanksi dari pihak satuan polisi pamong praja.
a. Ketepatan dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan artinya terdapat kesesuaian
antara rencana kegiatan dengan sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan.
Berikut hasil wawancara peneliti dengan informan MR selaku Kepala
Bidang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat berpendapat bahwa:
“Satuan polisi pamong praja hanya turun apabila ada surat tugas (surat
perintah) dari Pimpinan atau sesuai dengan jadwal, target sasaran dan
waktu berdasarkan surat perintah dari pimpinan” (Hasil wawancara MR;
04 Desember 2019)
50
Berdasarkan hasil wawancara di atas sejalan dengan observasi yang penulis
lakukan di mana satuan polisi pamong praja hanya turun apabila ada arahan dari
atasan bahwasannya ada pedagang kaki lima yang melanggar. Jadi, apabila
satuan polisi pamong praja tidak mendapat suarat perintah maka pedagang kaki
lima tidak akan di tindak lanjuti. Selanjutnya peneliti mewawancarai bapak MS
selaku Seksi Operasi dan Pengendalian. Petikan wawancara dengan informan:
“Kami dari pihak satuan polisi pamong praja memberikan sosialisasi
kepada masyarakat yang melakukan pelanggaran-pelanggaran peraturan
daerah utamanya masalah pedagang kaki lima (PKL) sebelum diberikan
tindakan” (Hasil wawancara Bapak MS; 04 Desember 2019)
Hasil wawancara di atas sejalan dengan observasi yang penulis lakukan
yaitu satuan polisi pamong praja memberikan sosialisasi kepada masyarakat
yang melakukan pelanggaran Peraturan Daerah (PERDA) Nomor 5 Tahun 2019
tentang Pembinaan dan Penataan Pedagang Kaki Lima. Selanjutnya peneliti
mewawancarai Bapak SR selaku masyarakat pedagang kaki lima di Kabupaten
Gowa berpendapat bahwa:
“Kami dari masyarakat yang terkait bahwa ada sosialisai yang diberikan
yang kadang dilaksanakan di kantor satuan polisi pamong praja atau
kadang di berikan sosialisasi di tempat secara langsung” (Hasil wawancara
bapak SR; 21 Desember 2019)
Hasil wawancara di atas sejalan dengan hasil observasi penulis bahwa
satuan polisi pamong praja memberikan sosialisasi secara langsung dan juga
mengundang para pedagang kaki lima datang di kantor satuan polisi pamong
praja untuk mendengarkan penyuluhan dan himbauan dari satuan polisi pamong
51
praja tersebut, seharusnya sosialisasi di lakukan jauh sebelum pedagang kaki
lima berdagang di tempat tersebut agar mengurangi pelanggaran yang di
lakukan oleh pedagang kaki lima. Pendapat yang berbeda di ungkapkan oleh ibu
RW tentang ketepatan satuan polisi pamong praja dalam menangani pedagang
kaki lima.
“Tidak ada sosialisasi yang di beritahukan untuk para pedagang kaki lima
seperti kami, jadi kami tidak tahu kalau tempat yang sekarang kami pakai
itu di larang untuk berjualan di sepanjang jalan ini” ( Hasil wawancara,
Ibu RW, 21 Desember 2019)
Hasil wawancara di atas sejalan dengan hasil observasi penulis bahwa
satuan polisi pamong praja tidak memberikan sosialisasi secara merata kepada
masyarakat yang melanggar atau pkl yang berjualan di area trotoar yang bisa
menyebabkan jalanan macet.
b. Kelengkapan adalah mengacu kepada perlengkapan yang umumnya digunakan
di kantor, perusahaan dan organisasi lainnya mulai dari perorangan sampai
pemerintah. Kelengkapan satuan polisi pamong praja yaitu kelengkapan
ketelitian dalam melaksanakan tugasnya.
Berikut hasil wawancara peneliti dengan informan MR selaku Kepala
Bidang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat untuk menanyakan
kelengkapan apa saja yang di butuhkan saat menangani pedagang kaki lima.
Petikan wawancara dengan informan:
“Tidak ada kelengkapan yang dibawah karena kita turun tidak pakai
kekerasan, cukup datang ke lokasi para pedagang kaki lima lalu diberikan
himbauan untuk tidak berdagang di lokasi. Untuk pedagang kaki lima
52
yang ngotot atau bandel bahkan melawan, barang dagangannya akan di
angkut atau di sita” (Hasil wawancara MR; 04 Desember 2019)
Berdasarkan hasil wawancara di atas sejalan dengan observasi yang penulis
lakukan yakni tidak membawa kelengkapan apapun karena yang akan di
tertibkan adalah bukan pendemo. Satuan polisi pamong praja hanya
menertibkan dengan cara mendatangi tempat yang di perintahkan oleh pimpinan
dan memberikan himbauan untuk tidak berdagang di lokasi tersebut. Pendapat
yang sama diungkapkan oleh Bapak MS selaku Seksi Operasi dan
Pengendalian. Petikan wawancara dengan informan:
”Tidak ada perlengkapan yang kita bawah, kita hanya memberitahukan
kepada para pedagang untuk tidak berjualan di tempat tersebut karena ini
termasuk zona merah yang di mana area ini dilarang berjualan atau
berdagang sepanjang jalan tersebut” (Hasil wawancara MS; 04 Desember
2019)
Hasil wawancara di atas sejalan dengan observasi yang penulis lakukan
bahwa satuan polisi pamong praja tidak membawa kelengkapan pada saat
melakukan penertiban mereka hanya memberikan himbauan atau peringatan
kepada pedagang kaki lima untuk tidak berjualan di lokasi tersebut karena yang
mereka tempati yaitu area di larang berjualan. Selanjutnya peneliti
mewawancarai bapak SR selaku masyarakat pedagang kaki lima berpendapat
bahwa:
“Tidak adaji kelengkapan yang dia bawa cuman pakaian yang dia pakai
sama semua, dia hanya menyuruh kita untuk pindah sedangkan tidak ada
tempat yang di sediakan oleh pemerintah jadi kita sebagai pedagang kaki
lima juga merasa bingung” (Hasil wawancara bapak SR; 21 Desember
2019)
53
Berdasarkan hasil wawancara di atas sejalan dengan observasi yang penulis
lakukan di mana pamong praja hanya memerintahkan untuk tidak berjualan di
bahu jalan akan tetapi tidak dapat memberi solusi dan harusanya pemerintah
menyediakan tempat terlebih dahulu untuk para pedagang kaki lima lalu di
pindahkan, kalaupun ada lokasi yang di sediakan tidak seramai dengan lokasi
sebelumnya.
2. Kuantitas Kinerja Satuan Polisi Pamong Praja Dalam Menangani PKL
Kuantitas kinerja adalah seberapa lama seorang pegawai bekerja dalam satu
harinya. Kuantitas kinerja ini dilihat dari kecepatan kerja setiap pegawai itu
masing-masing. Kecepatan dalam mengambil tindakan dengan pelanggaran yang
tertentu masing-masing anggota dengan masyarakat terkait. Waktu yang
digunakan dalam bekerja harus sesuai dengan aturan yang ada serta tidak
mengambil gerakan lain atau gerakan tambahan.
Peneliti kemudian menyanyakan tentang bagaimana kuantitas satuan polisi
pamong praja dalam penanganan pedagang kaki lima. Petikan wawancara dengan
informan:
“Jumlah pegawai satuan polisi pamong praja Kabupaten Gowa 732 dan
Idealnya jumlah personil yang harus ada pada saat patroli penataan
pedagang kaki lima ialah satu pleton berjumlah 30 orang, yang menurut
saya jumlah patroli sudah maksimal.” (Hasil wawancara MH; 03
Desember 2019)
54
Hasil wawancara di atas sejalan dengan observasi yang penulis lakukan yaitu
jumlah pegawai satuan polisi pamong praja dalam keseluruhan yaitu 732 dan
jumlah pada saat penertiban pedagang kaki lima ada 30 orang dalam satu pleton.
Berikut hasil wawacara peneliti dengan informan MR selaku Kepala Bidang
Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat yang menanyakan bagaimana
pembagian jam kerja pada satuan polisi pamong praja karna yang biasanya saya
dapati masih satuan polisi pamong praja yang berkeliaran di tengah malam.
Petikan wawancara dengan informan:
“Satuan polisi pamong praja bekerja dalam 1 hari ada 12 jam perhari, di
dalam kinerja satuan polisi pamong praja juga ada penambahan jam
kerjanya dan kadang juga lembur pada saat ada arahan dari pimpinan
untuk melakukan penertiban.” (Hasil wawancara MR; 04 Desember
2019)
Hasil wawancara di atas sejalan dengan observasi yang penulis lakukan yaitu
satuan polisi pamong praja bekerja sesuai dengan jam kerjanya adapun
penambahan jam kerja yang biasa diberikan kepada satuan polisi pamong praja
untuk melakukan penanganan pedagang kaki lima. Pendapat yang sama
diungkapkan oleh bapak MS selaku Seksi Operasi dan Pengendalian. Petikan
wawancara dengan informan:
“Satuan polisi pamong praja bekerja dalam 12 jam dan kadang juga 24
jam seperti adanya sidak tengah malam untuk para pedagang kaki lima,
berjaga di Kantor Bupati, pendestrian jika ada arahan dari atasan.” (Hasil
wawancara MS; 04 Desember 2019)
Berdasarkan hasil wawancara di atas sejalan dengan observasi yang penulis
lakukan yaitu Satuan polisi pamong praja bekerja 24 jam jika ada arahan dari
55
pimpinan untuk melakukan sidak kepada pedagang kaki lima, penjagaan
pendestrian, dan berjaga di Kator Bupati.
Hal serupa diungkapkan oleh bapak AA selaku kepala bidang perlindungan
masyarakat mengungkapkan pendapat bahwa:
“Jam kerja satuan polisi pamong praja itu berbeda dengan laki-laki dan
perempuan, kalau perempuan dia bekerja selama 12 jam dalam 1 harinya
sedangkan laki-laki yaitu biasa 24 jam dan 2 hari libur tetapi kadang tidak
menentu, biasanya lembur tugas malam jika ada arahan dari atasan untuk
penertiban ataupun razia harus siap” (Hasil wawancara bapak AA, 04
Desember 2019)
Berdasarkan hasil wawancara di atas sejalan dengan observasi yang penulis
lakukan yaitu satuan polisi pamong praja bagian perempuan bekerja selama 12
jam sedangkan satuan polisi pamong praja laki-laki bekerja selama 24 jam tetapi
mendapatkan libur 2 hari. Tetapi jika satpol pp mendapatkan perintah dari atasan
untuk melakukan penertiban harus siap siaga.
Ditambahkan oleh bapak SB selaku anggota RPC (Pleton Reaksi Cepat)
mengatakan bahwa:
“Satuan polisi pamong praja bagian perempuan bekerja dalam 1 harinya
sebanyak 9 jam tetapi jika di penjagaan dan PRC (Pleton Reaksi Cepat)
1x24 jam dan terbagi atas 3 regu” (Hasil wawancara bapak SB, 04
Desember 2019)
Berdasarkan hasil wawancara di atas sejalan dengan observasi yang penulis
lakukan yaitu satuan polisi pamong praja bagian perempuan bekerja selama 9 jam
dalam 1 harinya, tetapi satuan polisi pamong praja memiliki pasukan Pleton
Reaksi Cepat yang menunjang kegiatan 1x24 jam di Kabupaten Gowa.
56
3. Pelaksanaan Tugas Kinerja Satpol PP Dalam Menangani PKL
Pelaksanaan tugas, selain dengan sasaran kinerja pegawai (SKP), prestasi
kerja pegawai juga diukur dengan indikator perilaku kerja. Parameter yang
digunakan untuk mengukur perilaku kerja adalah orientasi pelayanan, integritas,
disiplin dan komitmen.
Peneliti kemudian menyanyakan tentang bagaimana pelaksaan tugas satuan
polisi pamong praja dalam penanganan pedagang kaki lima. Petikan wawancara
dengan informan:
“Satuan polisi pamong praja tepat waktu dalam melakukan tugasnya dan
sikap petugas dalam penertiban pedagang kaki lima yaitu baik dan tidak
mengutamakan kekerasan” (Hasil wawancara MH; 03 Desember 2019)
Hasil wawancara di atas sejalan dengan observasi yang penulis lakukan
bahwa tepat waktu saat melakukan penertiban pedagang kaki lima dan mereka
juga tidak melakukan kekerasan pada saat penertiban.
a. Orientasi pelayanan adalah keinginan untuk membantu atau melayani orang lain
dalam memenuhi kebutuhan mereka. Berikut hasil wawancara peneliti dengan
informan MR selaku Kepala Bidang Ketertiban Umum dan Ketentraman
Masyarakat yang menanyakan bagaimana orientasi pelayanan satuan polisi
pamong praja yang diberikan kepada pedagang kaki lima. Petikan wawancara
dengan informan:
“Satuan polisi pamong praja sebelum turun melakukan penertiban
pedagang kaki lima kami menyediakan lahan untuk para pedagang kaki
lima, tetapi pada dasarnya masih ada pedagang yang tidak mendengar jadi
kita paksa untuk pindah” (Hasil wawancara MR; 04 Desember 2019)
57
Berikut hasil wawancara di atas sejalan dengan hasil observasi yang penulis
lakukan bahwa adanya pedagang kaki lima yang tidak mendengar terhadap
arahan satuan polisi pamong praja walaupun sudah ada lahan untuk para
pedagang tetapi selalu ada alasan bahwa kurangnya konsumen yang berkunjung
pada lokasi yang di sedikan oleh pemerintah. Pendapat yang sama diungkapkan
oleh bapak MS selaku Seksi Operasi dan Pengendalian. Petikan wawancara
dengan informan:
“Satuan polisi pamong praja telah menyediakan tempat atau lahan untuk
para pedagang kaki lima tetapi masih banyak pedagang yang tidak bisa
diatur bahkan tidak ingin dipindahkan oleh satuan polisi pamong praja”
(Hasil wawancara MS; 04 Desember 2019)
Hasil wawancara di atas sejalan dengan observasi yang penulis lakukan
yaitu satuan polisi pamong praja telah menyediakan tempat untuk pedagang
kaki lima tetapi pada dasarnya pedagang yang tidak ingin meninggalkan tempat
jualannya dengan alasan tempat yang di sediakan oleh satuan polisi pamong
praja kurangnya pengunjung yang datang berbelanja. Adapun pendapat dari
bapak SB selaku anggota RPC yang mengungkapkan zona wilayah yang
terjaring razia pedagang kaki lima bahwa:
“Ada zona merah yang berada di kecamatan Pandang-Pandang, kecamatan
Somba Opu dan kecamatan Pallangga, zona kuning itu berada di
kecamatan Bajeng, dan selebihnya adalah sudah termasuk rana dari zona
hijau” (Hasil wawancara SB; 04 desember 2019)
Berikut hasil wawancara dengan informan, pendapat penulis bahwa zona-
zona yang termasuk zona merah itu berada di kecamatan Pallangga, Somba
58
Opu, dan kecamatan Bajeng itu termasuk zona kuning di luar dari kecamatan
tersebut sudah termasuk zona hijau. Berikut hasil wawancara bapak AA selaku
bidang perlindungan masyarakat tentang pelaksanaan tugas yang berjalan
dengan efektif dan efisien yaitu:
“Mengenai dengan pelaksanaan tugas sejauh ini kami terus meningkatkan
kemampuan dan berusaha mencari solusi atau cara dalam menyelesaikan
masalah yang kerap timbul dan tidak memiliki titik terang termasuk
masalah pedagang kaki lima ini yang sudah menjamur di mana-mana
meski selama dalam pelaksanaan tugas kami tidak pernah ada masalah
karena apa yang kami lakukan sudah sesuai dengan peraturan yang ada”
(Hasil wawancara oleh bapak AA; 04 Desember 2019)
Hasil wawancara di atas sejalan dengan observasi yang penulis lakukan
bahwa para anggota satuan polisi pamong praja terus berusaha meningkatkan
kemampuan dan pelaksanaan tugas tidak ada masalah karena semua tindakan
yang dilakukan sudah sesuai dengan peraturan yang ada. Pimpinan yang
memegang kendali dalam berjalannya pelaksanaan kegiatan harus mampu
menyusun, memiliki, dan berfikir jauh untuk menangani dan menindak lanjuti
masalah yang akan terjadi kedepannya.
Meskipun pelaksanaan tugas sudah sesuai dengan aturan dan proses
pelaksanaan akan tetapi kenyataannya belum dijumpai titik terang dari
lingkungan Kabupaten Gowa. Selanjutnya peneliti mewawancarai bapak SR
selaku masyarakat pedagang kaki lima. Petikan wawancara dengan informan:
“Jika Pemerintah atau Satuan polisi pamong praja hendak memindahkan
tempat usaha kami, maka harus ada jaminan bahwa tempat usaha yang
baru memiliki pembeli yang bagus, jangan sampai kami dipindahkan
tetapi tidak ada pembelinya nanti dan harus ada kepastian bahwa kami
dapat bekerja dan berusaha dengan tenang tanpa khawatir di gusur atau di
59
bongkar paksa oleh petugas ketika ada tempat baru” (Hasil wawancara
SR; 21 Desember 2019)
Berdasarkan hasil wawancara di atas sejalan dengan observasi yang penulis
lakukan Satuan polisi pamong praja harus menjamin tempat usaha pedagang
kaki lima yang memliki lokasi strategis dengan pengunjung yang banyak dan
harus ada kepastian juga bahwa mereka tidak akan dibongkar paksa oleh
petugas jika ada pemindahan lahan baru. Selanjutnya peneliti melakukan
wawancara dengan ibu RW selaku masyarakat pedagang kaki lima. Petikan
wawancara informan:
“Sebaiknya pemerintah menyediakan lahan atau tempat untuk para
pedagang kaki lima sebelum menggusur tempat yang kami tempati
berjualan dan barang dagangan kami jangan di bawah ke kantor karena
kami tidak punya modal lagi jika barang dagangan disita, biasa ada satuan
polisi pamong praja yang langsung mengangkut barang dagangan kami”
(Hasil wawancara Ibu RW, 21 Desember 2019)
Berdasarkan hasil wawancara di atas sejalan dengan observasi yang penulis
lakukan Pemerintah harus menyediakan tempat terlebih dahulu untuk para
pedagang kaki lima sebelum meggusur atau mengangkut barang dagangan
mereka, karena barang yang mereka jual hari ini itu sudah termasuk modal
mereka jadi jika di angkut begitu saja maka tidak ada da lagi yang mereka jual.
b. Integritas berkaitan dengan konsistensi dalam tindakan-tindakan, nilai-nilai, dan
prinsip-prinsip. Jadi integritas yaitu suatu kepribadian seseorang yang bertindak
secara konsisten atau utuh, baik dalam perkataan maupun perbuatan.
Berikut hasil wawancara peneliti dengan informan MR selaku Kepala
Bidang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat yang menanyakan
60
apakah satuan polisi pamong praja bertindak secara integritas atau konsisten
saat menangani pedagang kaki lima. Petikan wawancara dengan infroman:
“Saat kami menangani peadagang kaki lima selalu tegas dalam bertindak,
jika kami tidak tegas tidak ada pedagang kaki lima yang akan mendengar,
kita tegas saja masih banyak yang melanggar” (Hasil wawancara bapak
MR; 04 Desember 2019)
Berdasarkan hasil wawancara di atas tidak sejalan dengan observasi yang
penulis lakukan di mana Satuan polisi pamong praja sudah tegas dalam
memberikan arahan kepada pedagang kaki lima akan tetapi masih banyak
pedagang kaki lima yang menghiraukan arahan tersebut seperti masih adanya
aktifitar berdagang di lokasi tersebut. Pendapat yang sama diungkapkan oleh
bapak MS selaku Seksi Operasi dan Pengendalian. Petikan wawancara dengan
informan:
“Kami tegas dalam bertindak santun dalam berucap karena sebelum turun
kelapangan kita diberikan arahan terlebih dahulu agar tidak terjadi sesuatu
yang tidak diinginkan dan dalam menangani pedagang kaki lima satuan
polisi pamong praja tidak dapat melakukannya dalam waktu yang singkat
untuk menertibkan ataupun menyelesaikannya” (Hasil wawancara MS; 04
Desember 2019)
Berdasarkan hasil wawancara di atas sejalan dengan observasi yang penulis
lakukan satuan polisi pamong praja sebelum turun ke lapangan di berikan
arahan atau bekal untuk menangani pedagang kaki limaagar tidak asal
bertindak. Sebesar apapun usaha para aparat untuk menertibkan pelanggaran
pedagang kaki lima akan tetapi jika masyarakat tidak merespon dengan baik
maka yang di dapat adalah kegagalan dalam Perda tersebut. Selanjutnya peneliti
61
mewawancarai bapak SR selaku masyarakat pedagang kaki lima. Petikan
wawancara dengan informan:
“Kalau satuan polisi pamong praja hendak melakukan penertiban,
sebaiknya didahului oleh adanya surat teguran atau peringatan secara lisan
maupun tulisan kepada pedagang kaki lima yang dianggap melanggar, jadi
jangan langsung main gusur dan angkut saja” (Hasil wawancara SR; 21
Desember 2019)
Berdasarkan hasil wawancara di atas tidak sejalan dengan observasi yang
penulis lakukan karena satuan polisi pamong praja sebaiknya memberikan
teguran terlebih dahulu atau memberikan peringatan secara tertulis jika sudah
diberi peringatan berkali-kali tetap melakukan baru barang dangan bisa disita.
Pendapat yang sama di ungkap oleh ibu RW selaku masyarakat pedagang kaki
lima, petikan wawancara dengan informan:
“Sebelum melakukan penertiban hendaknya satuan polisi pamong praja
memberikan arahan terlebih dahulu bahwa kawasan yang kami tempati
sekarang adalah kawasan dilarang berjualan, karena ini area untuk pejalan
kaki (trotoar)” (Hasil wawancara ibu RW; 21 Desember 2019)
Berdasarkan hasil wawancara di atas tidak sesuai dengan observasi yang
penulis lakukan karena satuan polisi pamong praja pada saat melakukan
penertiban, langsung memberikan sanksi ke pedagang kaki lima atau barang
dagangan langsung dibawa ke kantor. Jadi pedagang kaki lima yang barang
dagangannya di ambil tidak dapat berjualan lagi karena modal mereka telah di
angkut oleh satuan polisi pamong praja.
c. Komitmen adalah suatu bentuk kewajiban yang mengikat seseorang dengan
sesuatu, baik itu diri sendiri maupun orang lain. Komitmen juga berhubungan
62
dengan kata konsekuen, di mana artinya apa yang telah dijanjikan atau
direncanakan , harus dilakukan atau diselesaikan. Sehingga, seseorang yang
memiliki komitmen akan bertanggung jawab terhadap sesuatu yang telah
direncanakan atau dijanjikan.
Berikut hasil wawancara peneliti dengan informan MR selaku Kepala
Bidang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat untuk menanyakan
bagaimana komitmen Satuan polisi pamong praja dalam menangani pedagang
kaki lima. Petikan wawancara dengan informan:
“Kami selalu mengedepankan aturan, yang namanya aturan tetap aturan
dan masyrakat yang melanggar Peraturan Daerah akan diberikan tindakan
tegas sesuai dengan hukum atau aturan yang berlaku” (Hasil wawancara
MR; 04 Desember 2019)
Pendapat hasil wawancara dengan infroman di atas, sejalan dengan
observasi yang penulis lakukan yaitu satuan polisi pamong praja selalu
mengutamakan aturan atau perda yang berlaku untuk bertindak tegas kepada
para pedangang kaki lima yang melanggar aturan. Sedangkan pendapat Bapak
MS tentang komitmen Satpol PP saat menangani pedagang kaki lima yaitu:
“Komitmen Satuan polisi pamong praja yaitu melaksanakan Penegakan
Peraturan Daerah terhadap pihak-pihak yang melanggar Peraturan
Daerah tersebut, jadi sebenarnya kami ini hanya pelaksana di lapangan
dan menjalankan tugas sesuai dengan aturan yang ada” (Hasil
wawancara MS; 04 Desember 2019)
Berdasarkan hasil wawancara di atas sejalan dengan observasi yang
penulis lakukan satuan polisi pamong praja bahwa setiap yang melanggar
Peraturan Daerah maka diberikan sanksi tegas dan satuan polisi pamong praja
63
menjalankan tugasnya sesuai dengan aturannya. Berikut wawancara peneliti
dengan bapak ZA yaitu:
“Jumlah pedagang kaki lima yang tertibkan oleh satuan polisi pamong
praja itu setiap bulannya ada sekitaran 15 sampai 20 pedagang yang di
tertibkan perbulannya” (hasil wawancara ZA; 04 Desember 2019)
Berdasarkan hasil wawancara di atas bahwa jumlah pedagang kaki lima
yang diteribkan oleh satuan polisi pamong praja itu ada sekitar 15 sampai 20
pedagang yang ditertibkan perbulannya. Selanjutnya menurut Bapak SR selaku
masyarakat pedagang kaki lima tentang komitmen satuan polisi pamong praja
saat menertibkan yaitu:
“Sebaiknya para satuan polisi pamong praja itu menertibkan pedagang
kaki lima dengan cara-cara yang tidak merusak, sehingga tidak
menyebabkan kerugian, kami sebagai pedagang kaki lima yang mencari
nafka demi anak istri” (Hasil wawancara SR; 21 Desember 2019)
Berdasarkan hasil wawancara di atas tidak sejalan dengan observasi yang
penulis lakukan karena adanya komitmen yang dipegang oleh satuan polisi
pamong praja yang mengacu kepada peraturan daerah saat menertibkan
seharusnya sudah tidak ada lagi perusakan barang dagangan yang akan
merugikan pedagang kaki lima karena pada dasarnya ia bekerja untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya demi anak istri mereka. Selanjutnya
menurut ibu RW selaku masyarakat pedagang kaki lima. Petikan wawancara
dengan informan:
“Satuan polisi pamong praja pada saat menertibkan kami caranya itu tidak
merata kadang di area jalan tompobalang terkena penertiban tetapi di jalan
poros pallangga tidak terkena penertiban padahal jalan tersebut satu arah”.
(Hasil wawancara ibu RW, 21 Desember 2019)
64
Berdasarkan hasil wawancara di atas sejalan dengan observasi yang penulis
lakukan karena satuan polisi pamong praja saat melakukan penertiban pedagang
kaki lima tidak merata dan kadang pedagang kaki lima jengkel dengan tingkah
satuan polisi pamong praja yang seperti itu karena di nilai tidak baik.
4. Tanggung Jawab Kinerja Satpol PP Dalam Menangani PKL
Disiplin kerja merupakan kebijakan yang menuju kepada rasa tanggung jawab
dan kewajiban bagi karyawan untuk menaati peraturan-peraturan yang telah
ditetapkan perusahaan di tempat karyawan itu bekerja.
Berikut pertanyaan peneliti mengenai bagaiman tanggung jawab satuan polisi
pamong praja dalam penanganan pedagang kaki lima. Petikan wawancara dengan
informan:
“Satuan polisi pamong praja yaitu memberikan pemahaman kepada para
pedagang kaki lima (PKL) untuk tidak berjualan di tempat yang terlarang
dan mengarahkan ketempat yang telah disediakan oleh pemerintah” (Hasil
wawancara bapak MH; 03 Desember 2019)
Berdasarkan hasil wawancara di atas sejalan dengan observasi yang penulis
lakukan bahwa satuan polisi pamong praja memberikan pemahaman terlebih
dahulu kepada pedagang kaki lima bahwa di tempat yang mereka pakai itu
terlarang dan sudah ada tempat yang telah di sediakan.
Berikut hasil wawancara peneliti dengan informan MR selaku Kepala Bidang
Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat untuk menanyakan bagaimana
65
disiplin kerja satuan polisi pamong praja dalam menangani pedagang kaki lima.
Petikan wawancara dengan informan:
“Sejauh ini selama saya bertugas sampai saat ini ketika kami turun
menertibkan atau berpatroli kami selalu berusaha disiplin dalam
melaksanakan tugas, kami sudah menyampaikan dan menghimbau kepada
anggota agar selama pelaksanaan tugas harus bertanggung jawab, disiplin
dan tidak mengambil gerakan tambahan” (Hasil wawancara bapak MR; 04
Desember 2019)
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan selama penelitian bahwa satuan
polisi pamong praja sudah berusaha disiplin dalam melakukan tugas dengan cara
menyampaikan dan menghimbau kepada anggota agar selama pelaksanaan tugas
harus bertanggung jawab serta tidak mengambil gerakan tambahan yang dapat
merugikan orang lain. Sedangkan pendapat Bapak MS tentang disiplin kerja
satuan polisipamong praja saat menangani pedagang kaki lima yaitu
“Sejauh ini satuan polisi pamong praja melakukan pekerjaan secara
disiplin dan itu selalu disampaikan ketika melakukan apel pagi sebagai
mengingatkan dan menekankan bahwa begitu pentingnya disiplin dan
teratur dalam bekerja” (Hasil wawancara bapak MS; 04 Desember 2019)
Berdasarkan hasil wawancara di atas sejalan dengan observasi yang penulis
lakukan yakni selama bertugas para satuan polisi pamong praja disiplin dalam
melaksanakan tugas karna sudah menjadi tanggung jawab dari pemerintah
Kabupaten Gowa dan satuan polisi pamong praja selalu di himbau agar disiplin
dan teratur dalam melaksanakan tugas.
Selanjutnya peneliti mewawancarai bapak SB selaku anggota pleton reaksi
cepat yang menanyakan apakah ada kerjasama yang dilakukan dengan dinas tata
66
ruang dan kesulitan apa yang di alami satuan polisi pamong praja saat menangani
pedagang kaki lima.
“Ada kerja sama yang di lakukan dengan dinas tata ruang yaitu dengan
mengatur IMB, kesulitan yang di alami satuan polisi pamong praja yaitu
pedagang kaki lima yang tidak bisa di atur, pedagang kaki lima yang
membandel” (Hasil penelitian SB; 04 Desember 2019)
Berdasarkan hasil wawancara di atas, menurut penulis ada kerja sama yang di
lakukan satuan polisi pamong praja dengan dinas tata ruang dengan cara mengatur
izin membangun (IMB) adapun kesulitan yang di alami oleh satuan polisi pamong
praja dalam menangani pedagang kaki lima yaitu susah di atur dan membandel.
Adapun soslusi yang diberikan oleh penulis yaitu kestrategisan lokasi yang di
mana konsumen mudah menjangkau lokasi usaha pedagang kaki lima,
memberikan kesan harmonis dan asri sehingga mudah menarik minat konsumen,
sewa atau penjualan tanah yang murah sehingga tidak memberatkan pedagang.
Adapun pendapat dari bapak AA selaku kepala bidang perlindungan masyarakat,
yaitu:
“Sebagai anggota satuan polisi pamong praja yang berada dibawah
naungan pemerintah maka wajib bagi kami menjalankan apa yang telah
telah diperintahkan oleh atasan terkait masalah pekerjaan dan tanggung
jawab kami memang sudah seharusnya disiplin dalam melaksanakan tugas
terkhususnya penertiban pedagang kaki lima.”(Hasil wawancara bapak
AA; 04 Desember 2019)
Berdasarkan hasil wawancara di atas sejalan dengan observasi yang penulis
lakukan bahwa anggota satuan polisi pamong praja yang berada dibawah naungan
pemerintah maka wajib menjalankan apa yang telah dikatakan atasan telah terkait
67
masalah pekerjaan dan tanggung jawab sudah seharusnya disiplin dalam
pelaksanaan tugas.
Segala sesuatu yang dilakukan memang harus disiplin agar mampu
menghindari resiko yang akan di tanggung. Polisi pamong praja yang merupakan
aparat pemerintah yang bergerak dalam mengayomi dan melindungi masyarakat
jelas harus memiliki sikap yang disiplin agar dapat di contoh dan tidak melakukan
pekerjaan secara semau-maunya. Ketika satuan polisi pamong praja
melaksanakan pekerjaannya secara disiplin dan terarah maka dapat dilihat
bagaimana kualitas kinerja dan cara pelaksanaan tugasnya di nilai. Masyarakat
pun harus memiliki dan menumbuhkan sikap disiplin dalam menaati peraturan
yang telah ada di Kabupaten Gowa.
Selanjutnya menurut Bapak SR selaku masyarakat pedagang kaki lima
tentang bagaiaman disiplin kerja Satuan polisi pamong praja saat melakukan
penertiban yaitu:
“Satuan polisi pamong praja disiplin saat bekerja tetapi memang dasarnya
kita sebagai pedagang terkadang tidak menaati peraturan yang sudah di
buat oleh pemerintah dan yang saya lihat juga jumlah satuan polisi
pamong praja yang datang menertibkan hanya sedikit berkisar 10 sampai
15, terus cara menertibkannya tidak menyuluh biasanya di ada beberapa
pedagang yang tidak diberikan teguran” (Hasil wawancara bapak SR; 21
Desember 2019)
Berdasarkan hasil wawancara di atas sejalan dengan observasi yang penulis
lakukan bahwa para pedagang tidak menaati peraturan karena tidak adanya
relokasi yang disediakan terlebih dahulu sebelum memberlakukan peraturan
larangan bagi pedagang kaki lima. Pemerintah dan sataun polisi pamong praja
68
disiplin saat melakukan tugas atau pada saat diberi perintah dari atasan, adapun
jumlah personil satuan polisi pamong praja yang turun saat patroli hanya berkisar
10 sampai dengan 15 orang saja, otomatis penataan pedagang kaki lima belum
dapat terlaksana secara tertib. Jumlah personil yang tidak seimbang dengan
jumlah pedagang kaki lima yang ada di Kabupaten Gowa yang menyebabkan
kinerja satuan polisi pamong praja dalam penertiban pedagang kaki lima belum
dapat maksimal.
C. PEMBAHASAN
Sesuai dengan hasil penelitian yang telah digambarkan pada bagian
sebelumnya. Maka peneliti akan membahas data-data yang diperoleh di lokasi
penelitian dan akan dipaparkan, dikaitkan dengan kajian keputusan atau referensi
dalam penelitian ini. Berikut akan dipaparkan lebih jelas dari hasil penelitian yang di
dapatkan oleh peneliti.
Berdasarkan kualitas kinerja satuan polisi pamong praja dapat dilihat dari
penjelasan salah satu infroman yang mengatakan sudah cukup maksimal dengan
adanya patrol rutin yang di lakukan tiga kali sehari, serta fasilitas pendukung seperti
kendaraan dan biaya operasional cukup tersedia namun masih ada kendala yang
didapatkan oleh satuan polisi pamong praja yaitu para pelanggar Perda yang tidak
bisa diatur. Kurangnya jumlah personil pada saat melakukan patroli penertiban
pedagang kaki lima. Idealnya jumlah personil yang harus ada pada saat patroli
69
penataan pedagang kaki lima ialah satu pleton sejumlah 30 orang, sedangkan di
satuan polisi pamong praja Kabupaten Gowa jumlah personil yang turun saat patroli
hanya berkisar 10 sampai dengan 15 orang saja, otomatis penataan pedagang kaki
lima belum dapat terlaksana secara tertib. Jumlah personil yang tidak seimbang
dengan jumlah pedagang kaki lima yang ada di Kabupaten Gowa yang menyebabkan
kinerja satuan polisi pamong praja belum dapat maksimal. Kendala di atas dapat
diselesaikan dengan penambahan jumlah personil satuan polisi pamong praja agar
penataan pedagang kaki lima dapat terlaksana dengan maksimal. Seperti yang
dikemukakan oleh Anwar Prabu Mangkunegara (2009:75) Kualitas kerja yaitu
seberapa baik seorang karyawan mengerjakan apa yang seharusnya dikerjakan.
Berdasarkan kuantitas kinerja satuan polisi pamong praja dapat dilihat dari
penjelasan salah satu infroman yang mengatakan satuan polisi pamong praja bekerja
dalam 1 hari ada 12 jam perhari, di dalam kinerja satuan polisi pamong praja juga ada
penambahan jam kerjanya dan kadang juga lembur pada saat ada arahan dari
pimpinan untuk melakukan penertiban pedagang kaki lima. Seperti yang
dikemukakan oleh Anwar Prabu Mangkunegara (2009:75) Kuantitas kerja adalah
seberapa lama seorang pegawai bekerja dalam satu harinya, kuantitas kinerja ini
dapat dilihat dari kecepatan kerja setiap pegawai itu masing-masing.
Berdasarkan pelaksanaan tugas satuan polisi pamong praja dapat dilihat dari
penjelasan salah satu infroman yang mengatakan bahwa satuan polisi pamong praja
tepat waktu dalam melakukan tugasnya dan sikap petugas dalam penertiban pedagang
kaki lima yaitu baik dan tidak mengutamakan kekerasan. Kurangnya pemahaman
70
pedagang kaki lima terhadap zona-zona untuk berjualan atau berdagang. Banyak
pedagang kaki lima yang belum memahami kawasan atau zona-zona tertentu yang
dilarang untuk berjualan di Kabupaten Gowa. Pedagang kaki lima belum mengetahui
bahwa ada tiga zona tentang jalan. Zona merah, merupakan zona yang harus steril
selama 24 jam. Zona kuning, merupakan kawasan yang diperbolehkan untuk
berjualan para pedagang kaki lima dengan mematuhi jam-jam tertentu. Zona hijau,
merupakan kawasan yang boleh digunakan untuk berjualan dengan bebas tanpa
adanya peraturan jam-jam tertentu. Disitulah terkadang para pedagang kaki lima
belum tahu kawasan mana saja yang boleh digunakan untuk berjualan. Solusi yang
dapat saya kemukakan pada kendala ini yaitu adanya penyuluhan secara langsung dan
bukan penyuluhan pada saat pedagang kaki lima melakukan pelanngaran agar para
pedagang kaki lima mengetahui aturan-aturan yang harus ditaati pada saat berjualan
atau berdagang, sehingga tindak pelanggaran dapat diminimalkan. Seperti yang
dikemukakan oleh Anwar Prabu Mangkunegara (2009:75) Pelaksanaan Tugas adalah
seberapa jauh karyawan mampu melakukan pekerjaannya dengan akurat atau tidak
ada kesalahan.
Berdasarkan tanggung jawab satuan polisi pamong praja dapat dilihat dari
penjelasan salah satu infroman yang mengatakan bahwa satuan polisi pamong praja
memberikan pemahaman kepada para pedagang kaki lima (PKL) untuk tidak
berjualan di tempat yang terlarang dan mengarahkan ketempat yang telah disedikan
oleh pemerintah. Belum ada tempat relokasi untuk pedagang kaki lima. Satuan polisi
pamong praja Kabupaten Gowa belum mampu menyediakan tempat relokasi untuk
71
pedagang kaki lima (PKL) yang semula berjualan di bahu jalan poros Pallangga dan
pasar Sungguminasa. Sehingga jika pagi hari jalan sekitar poros Pallangga dan pasar
Sungguminasa sangat sulit dilalui kendaraan bermotor karena bahu jalan dan trotoar
digunakan untuk berjualan, maka sering menjadi penyebab kemacetan jalan. Solusi
pada kendala diatas yaitu seharusnya pemerintah menyediakan terlebih dahulu tempat
relokasi untuk pedagang kaki lima agar pedagang kaki lima lebih bisa menerima
larangan serta tidak lagi melakukan pelanggaran peraturan daerah kabupaten Gowa.
Seperti yang dikemukakan oleh Anwar Prabu Mangkunegara (2009:75) Tanggung
Jawab adalah kesadaran akan kewajiban karyawan untuk melakukan pekerjaan yang
diberikan perusahaan.
72
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah penulis paparkan pada sebagaimana
tersebut di atas, maka penulis menarik beberapa kesimpulan sebagai hasil akhir dari
penelitian ini, yakni sebagai berikut:
a. Kualitas kinerja dari penertiban pedagang kaki lima yang dilakukan oleh kepala
bidang satuan polisi pamong praja dan anggotanya cukup baik. Akan tetapi
belum terlalu optimal karena masih banyak terdapat pedagang kaki lima yang
beraktifitas.
b. Kuantitas kinerja satuan polisi pamong praja dalam penertiban pedagang kaki
lima sudah baik karena anggota satuan polisi pamong praja bekerja berdasarkan
tugas dan instruksi yang diberikan, hampir seluruh anggota juga menaati
peraturan yang ada seperti tidak bertindak kasar kepada pedagang kaki lima.
c. Pelaksanaan tugas satuna polisi pamong praja sudah terbilang baik, karena saat
penertiban anggota satuan polisi pamong praja mampu melaksanakan tugasnya
dengan baik. Dan apabila ada insiden yang terjadi dilapangan , anggota mampu
menghadapi para pedangang agar mengerti mengenai pelanggaran yang telah di
langgar oleh pedagang kaki lima.
d. Tanggung jawab satuan polisi pamong praja dalam menertibkan pedagang kaki
lima sudah berusaha disiplin dalam melakukan tugasnya dengan cara
73
menyampaikan dan menghimbau kepada anggota agar selama pelaksanaan
tugas harus bertanggung jawab serta tidak mengambil gerakan tambahan yang
dapat merugikan orang lain.
B. SARAN
Adapun saran yang dapat penulis kemukakan sebagai bahan masukan untuk
lebih meningkakan mutu dan manfaat dari penelitian serta bagi Satuan Polisi Pamong
Praja di Kabupaten Gowa.
1. Adanya sanksi tegas dari satuan polisi pamong praja apabila terjadi pelanggaran
yang di lakukan oleh pedagang kaki lima
2. Penambahan jumlah anggota satuan polisi pamong praja wanita yang siap untuk
ditugaskan di lapangan, hal ini bertujuan agar pendekatan terhadap pedagang
kaki lima. Karena mayoritas dari pedagang adalah wanita atau ibu-ibu.
3. Satuan polisi pamong praja lebih teliti lagi mengawasi tempat-tempat yang
rawan dengan hal-hal yang menyangkut tentang pedagang kaki lima.
4. Satuan polisi pamong praja sebelum melakukan penertiban harusnya
menyediakan tempat terlebih dahulu agar masyarakat tidak bingung akan
kemana jika di tertibkan atau dipindahkan.
5. Satuan polisi pamong praja agar lebih sering melakukan sosialisasi tentang
penertiban pedagang kaki lima bisa maksimal dirasakan masyarakat dan
instansi-instansi tersebut.
74
6. Satuan polisi pamong praja lebih maksimal lagi dalam melakukan kerjasama
dengan masyarakat dengan cara keliling mengontrol sehingga dapat dirasakan
oleh semua lapisan masyarakat yang berada di kabupaten Gowa.
75
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Ma’ruf. 2016. Manajemen Dan Evaluasi Kinerja Karyawan. Aswaja
Pressindo. Yogyakarta.
Fahmi, Irham, 2010. Manajemen Kinerja Teori Dan Aplikasi. Alfabeta. Bandung.
Wibowo, 2007.Manajemen Kinerja. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Dessler, Gary, 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi 9, jilid 1, Kelompok
Gramedia, Jakara.
Armstrong, Michael, 2004. Performance Management. Tugu. Jogjakarta.
Wirawan, 2009.Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia. Salemba Empat Jakarta.
Denim, Sudarwan. 2008. Kinerja Staf dan Organisasi. Pustaka Setia. Bandung.
Kreitner, Robert dan Kiniki, Angelo, 2014.Perilaku Organisasi. Selemba Empa.
Jakara.
Moeheriono, 2012. Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi. Grafindo Persada
Jakarta.
Arhaeda. 2016. Kinerja Satuan Polisi Pamong Praja Dalam Penertiban Papan
Reklame Di Kota Makassar. Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik.
Universitas Muhammadiah Makassar. Makassar.
Sedarmayanti, 2011.Tata Kerja dan Produktivitas Kerja :Suatu Tinjauan Dari Aspek
Ekonomi Atau Kaitan Antara Manusia dengan lingkungan kerjanya. Cetakan
Ketiga. Bandung: Mandar Maju.
Mathis, R.L, & J.H. Jackson. 2006. Human Resource Management: Manajemen
Sumber Daya Manusia. Terjemahan Dian Angelia. Jakarta: Salemba Empat.
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D. Alfabeta.
Bandung.
Moleong, Lexy J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
76
Robbins, Stephen P. 2006. Perilaku Organisasi, PT Indeks. Kelompok Gramedia.
Jakarta.
Rivai, Vethzal & Basri. 2005. Performance Appraisal: Sistem yang tempat untuk
Menilai Kinerja Karyawan dan Meningkatkan Daya saing Perusahaan. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada
Mahmudi. 2013. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen
YKPN. Yogyakata.
Alisjahbana. 2006. Marginalisasi Sektor Informal Perkotaan. Surabaya.
Mangkunegara, Anwar Prabu. 2003. Perencanaan Dan pengembangan sumber daya
manusia. Jakarta: Refika Aditama.
Pertiwi, Eka Novianti. 2014. Wewenang Satuan Polisi Pamong Praja (satpol pp)
Dalam Penegakan Peraturan Daerah Di Kota Makassar. Skripsi. Fakultas
Hukum. Universitas Hasanuddin Makassar. Makassar.
B. Uno, Hamzah, Lamatenggo, Nina. 2014. Teori Kinerja Dan Pengukurannya. Bumi
Aksara. Jakarta.
Rasyid, Wahida Ardintiana. 2018. Kinerja Satuan Polisi Pamong Praja Dalam
Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2001 tentang Larangan
Mengonsumsi Minumsn Keras Di Kabupaten Maros. Skripsi. Fakultas Ilmu
Sosial Dan Ilmu Politik. Universitas Muhammadiah Makassar. Makassar.
Dokumen
Perda Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pembinaan dan Penataan Pedagang Kaki Lima
Perda Nomor 1 Tahun 2017 tentang Kebersihan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Sumber
http://gowakab.go.id/
77
L
A
M
P
I
R
A
N
78
Wawancara dengan Bapak Andi Afriady
Wawancara dengan Bapak A. Moh. Rizky Junianto
79
Wawancara dengan Bapak Zulfikar Adijana
Wawancara dengan Bapak Mursalim
80
Wawancara dengan salah satu pedagang kaki lima oleh bapak Syarif
Wawancara dengan salah satu pedagang kaki lima oleh ibu Rahmawati
81
Penertiban pedagang kaki lima di jalan poros Pallangga
Penertiban yang di lakukan di jalan Tun Abdul Razak
82
Penertiban di jalan poros Pallangga
Penertiban pedagang yang berada di jalan Poros Bajeng
83
Pendataan pedagang kaki lima yang membangun jualannya secara permanen
Pendataan pedagang kaki lima di jalan Tumanurung Raya
84
Foto bersama anggota pleton reaksi cepat (PRC)
Lokasi Pedagang yang Telah Dipindahkan di Taman Sultan Hasanuddin
85
86
RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap Nurul Fadila, dipanggil Nurul, Lahir pada
tanggal 26 September 1996, di Ujung Pandang, Provinsi
Sulawesi Selatan. Anak kedua dari dua bersaudara yang
merupakan anak dari pasangan suami istri Andi Raba S.P
dan Marlang. Penulis menempuh jalur pendidikan pertama
pada tahun 2002 selama enam tahun di SDN Centre
Mangalli dan selesai pada tahun 2009. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan
pendidikan ditingkat menengah pertama di SMP Negeri 01 Pallangga dan selesai
pada tahun 2012. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ditingkat
Menengah atas di SMA Negeri 01 Palangga dan selesai pada tahun 2015. Kemudian
penulis melanjutkan pendidikan ke Jenjang Perguruan Tinggi di Universitas
Muhammadiyah Makassar (Unismuh Makassar) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik dengan Program Studi Ilmu Administrasi Negara pada tahun 2015. Penulis
sangat bersyukur karena telah diberikan kesempatan menimba ilmu pengetahuan yang
In shaa Allah nantinya dapat diamalkan dan memberikan manfaat.