sistem informasi manajemen perencanaan …
TRANSCRIPT
SISTEM INFORMASI MANAJEMEN PERENCANAAN
PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKOLAH BERBASIS SKALA PRIORITAS
DI KOTA SALATIGA
DISERTASI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor Pendidikan
Disusun oleh:
Nama : SUCIPTO
Nim : 0101615016
PROGRAM STUDI MANAJEMEN KEPENDIDIKAN
PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2018
PENGEMBANGAN MODEL PERENCANAAN PEMBANGUNAN
INFRASTRUKTUR SEKOLAH MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI
MANAJEMEN BERBASIS SKALA PRIORITAS DI KOTA SALATIGA
DISERTASI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor Pendidikan
Oleh:
SUCIPTO
0101615016
PROGRAM STUDI MANAJEMEN KEPENDIDIKAN
PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2018
ii
iiiiiiiii
Semarang, 2018
Yang membuat pernyataan,
Sucipto
NIM. 0101615016
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya
Nama : Sucipto
Nim : 0101615016
Program studi : S3 Manajemen Kependidikan
menyatakan bahwa yang tertulis dalam disertasi yang berjudul “Pengembangan
Model Perencanaan Pembangunan Infrastruktur Sekolah Menggunakan Sistem
Informasi Manajemen Berbasis Skala Prioritas Di Kota Salatiga” ini benar-benar
karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya orang lain atau pengutipan dengan cara-
cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku, baik sebagian atau
seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam disertasi ini dikutip
atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Atas pernyataan ini saya secara pribadi
siap menanggung resiko/sanksi hukum yang dijatuhkan apabila ditemukan adanya
pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya ini.
iviviv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto:
“Model perencanaan pembangunan infrastruktur sekolah menggunakan Sistem
Informasi Manajemen berbasis skala prioritas dapat menentukan pengambilan
keputusan dalam proses perencanaan pembangunan infrastruktur sekolah”
Persembahan:
1. Pascasarjana Universitas Negeri Semarang
v
ABSTRAK
Sucipto, 2018. “Pengembangan Model Perencanaan Pembangunan Infrastruktur
Sekolah Menggunakan Sistem Informasi Manajemen Berbasis Skala Prioritas
di Kota Salatiga”. Disertasi. Program Studi Manajemen Kependidikan.
Pascasarjana. Universitas Negeri Semarang. Promotor Prof. Dr. Tri Joko
Raharjo, M.Pd., Kopromotor Dr. S Martono, M.Si., Anggota Promotor Prof.
Dr. DYP Sugiharto, M.Pd., Kons.
Kata Kunci: SIM, Manajemen Perencanaan, Infrastruktur, skala prioritas
Pembangunan infrastruktur yang belum optimalnya menghambat
perkembangan sekolah dan mempengaruhi hasil belajar siswa. Proses perencanaan
pembangunan infrastruktur sekolah yang masih konvensional yaitu melalui pengajuan
melalui proposal tertulis kemudian dikumpulkan ke dinas pendidikan, hal tersebut
dapat memperlambat proses pengajuan dan banyak terjadi kesalahan selama proses
pengajuan. Belum adanya skala prioritas dalam penentuan perencanaan
pembangunan. Oleh sebab itu rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu (1)
Bagaimana model faktual pengusulan kegiatan perencanaan pembangunan
infrastruktur sekolah di Kota Salatiga. (2) Bagaimana model hipotetik yang sesuai
dengan kebutuhan sekolah berbasis skala prioritas di Kota Salatiga dan (3)
Bagaimana model final perencanaan pembangunan infrastruktur sekolah
menggunakan sistem informasi manajemen berbasis skala prioritas di Kota Salatiga.
Tujuan penelitian ini yaitu mengembangkan model perencanaan
pembangunan infrastruktur sekolah menggunakan sistem informasi manajemen
berbasis skala prioritas di Kota Salatiga. Penelitian ini menggunakan pendekatan
research and development. Metode Penelitian yang dipakai yaitu mixed method
dengan penggabungan antara pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pengembangan
model hipotetik ini berdasarkan pada model faktual, kajian teoritik dan kajian
pustaka. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, dokumen dan angket.
Subjek penelitian ini yaitu SD dan SMP di Kota Salatiga, Bappeda bagian sarpras,
Dinas Pendidikan, dan Setda Bagian Anggaran.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) pada model faktual belum adanya
basis dalam penetuan perencanaan pembangunan infrastruktur sekolah, dalam
pengambilan keputusan masih secara konvensional. (2) Pengembangan model
hipotetik dalam penelitian ini disusun berdasarkan hasil FGD dan Delphi Exercise
dengan ahli dan praktisi. Pengembangan model hipotetik memunculkan K-Prove
sebagai sebuah tim gabungan dari dinas pendidikan, setda bagian anggaran dan
Bappeda. K-Prove yang bertugas memfinalisasi keputusan melalui SIMPPIS yang
sudah tersusun sesuai dengan skala prioritas yang telah ditentukan. K-Prove berperan
penting dalam pengambilan keputusan didalam SIMPPIS. (3) Model final yang
didapatkan merupakan hasil dari uji kelayakan model yang menunjukan bahwa model
yang dihasilkan merupakan model yang layak dan valid untuk digunakan sebagai alat
vi
bantu penentu kebijakan dalam menyusun program perencanaan pembangunan
infrastruktur sekolah. untuk diuji coba terbatas maupun diperluas.
Kesimpulannya,, pengembangan model perencanaan pembangunan
infrastruktur sekolah menggunakan sistem informasi manajemen berbasis skala
prioritas dapat memudahkan penentu kebijakan dalam menetukan perencanaan
pembangunan infrastruktur sekolah dengan tepat sesuai dengan kebutuhan sekolah.
Saran untuk Pemerintah Daerah agar menetapkan SIMPPIS sebagai alat bantu dalam
menentukan skala prioritas untuk perencanaan pembangunan infrastruktur sekolah di
Kota Salatiga. Dinas Pendidikan untuk kedepannya agar SIMPPIS dapat digunakan
sebagai acuan penentu kebijakan dalam pengambilan keputusan perencanaan
pembangunan infrastruktur sekolah di Kota Salatiga.
ABSTRACT
Sucipto, 2018. “Development of School Infrastructure Development Model Planning
Using Management Information System Based on Priority Scale in Salatiga”.
Dissertation. Educational Management. Postgraduate. Universitas Negeri
Semarang. The promoters are Prof. Dr. Tri Joko Raharjo, M.Pd., Dr. S
Martono, M.Si., and Prof. Dr. DYP Sugiharto, M.Pd.,Kons.
Keywords: Development Planning, School Infrastructure, SIM, Priority Scale
The infrastructure development can obstruct the school development and
student achievement. School infrastructure development planning process still
conventional, it is through submission of a written proposal then collected to the
education office, it make the slow in submission process and there found many errors
occur during the submission process. There is no priority scale used in determining
development planning. Therefore, it needs to be an effective and innovative
management plan for infrastructure development. Otherwise, the problems of
research are (1) How is the factual model in development school infrastructure
planning in Salatiga. (2) How is the hypothetic mode which is suitable for the needs
of school with priority scale based in Salatiga. (3) How is the final model of
development school infrastructure planning used manage ment information with
priority scale based in Salatiga.
The aim of the research is develop the model of development school
infrastructure planning used management information system based on priority scale
in Salatiga. The research used research and development approach. The method of
this research is mixed method that combines the qualitative and quantitative
approach. This development hypothetic model is taken from factual model, theoretic
study and research study. This research used interview, document and questionnaire.
The Subject of this research is elementary school and junior high school in Salataiga,
Bappeda, Education department, and Setda.
The results of this research are (1) Factual model shows that there was no
basis used to determine the development school infrastructure planning and decision
making method was still conventional. (2) Hypothetic model is taken by the result of
expert and practitioners validation through FGD and Delphi Exercise. Hypothetic
model resulted to K-Prove which is consists from Education department, Setda and
Bappeda. The duty of K-Prove is as an executor of the last decision based priority
scale in SIMPPIS. (3) The final model is a result from feasibility test model which
shows that the resulted model was a proper model and valid to apply in limited and
expanded trial. The model is worthy as a tools for decision makers to arrange the
development of school infrastructure planning.
The conclusion is that the model development of development school infrastructure
planning which use management information system based on priority scale helps
vii
viiiviiiviii
the decision maker to take decision easier. It suggests the Government to assign the SIMPPIS as a tool to determine the development of school infrastructure planning.
ix
PRAKATA
Segala Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
Rahmat-Nya. Berkat karunia-Nya Peneliti dapat menyelesaiakan disertasi yang
berjudul “Pengembangan Model Perencanaan Pembangunan Infrastruktur Sekolah
Menggunakan Sistem Informasi Manajemen Berbasis Skala Prioritas di Kota
Salatiga”. Disertasi ini disusun sebagai salah satu persyaratan meraih gelar Doktor
Kependidikan pada Program Studi Manajemen Kependidikan Pascasarjana
Universitas Negeri Semarang.
Penghargaan dan terima kasih yang sangat dalam saya sampaikan kepada
Bapak Prof. Dr. Tri Joko Raharjo, M.Pd.,sebagai promotor, Bapak Dr. S Martono,
M.Si.,sebagai Ko-promotor, Bapak Prof. Dr. DYP Sugiharto, M.Pd., Kons. Sebagai
Anggota Promotor, atas kesediaan beliau semua dalam meluangkan waktu beliau
yang sangat berharga untuk dapat membimbing saya dengan sabar, penuh perhatian
dan selalu memotivasi saya untuk dapat menyelesaikan tulisan ini.
Ucapan terima kasih sampaikan pula kepada semua pihak yang telah
membantu selama proses penyelesaian studi, diantaranya:
1. Rektor Universitas Negeri Semarang atas kesempatan yang diberikan kepada
penulis untuk menempuh studi di Universitas Negeri Semarang.
2. Bapak Direktur dan segenap jajaran Direksi serta Karyawan Pascasarjana
Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan fasilitas pelayanan dalam
studi saya.
3. Bapak Dekan fakultas Teknik di Universitas Negeri Semarang yang telah
merekomendasikan saya untuk dapat mengikuti studi lanjut.
4. Semua Dosen Pascasarjana Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan
dan mengajarkan ilmu kepada saya.
5. Rekan-rekan Kepala SD dan SMP di Kota Salatiga yang telah membantu
memberikan informasi dan menjadi sumber data.
x
6. Rekan-rekan Dinas Pendidikan dan Bappeda di Kota Salatiga yang telah
membantu memberikan informasi dan menjadi sumber data.
7. Istri dan anak-anakku yang senantiasa selalu memberikan motivasi dan dukungan
sehingga penulisan Disertasi ini bisa terselesaikan dengan lancar.
8. Rekan-rekan S3 Manajemen Kependidikan angkatan 2015 yang telah
memberikan bantuan dan motivasi sehingga penulisan Disertasi ini selesai.
9. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan secara rinci di sini yang telah
membantu dan memperlancar studi saya.
Semoga segala kebaikan dan bantuan dari semua pihak kepada saya,
mendapatkan imbalan anugerah yang sebesar-besarnya dari Allah SWT.
Saya yakin Disertasi ini tidak sempurna, walaupun saya sudah berusaha
mengupayakan yang terbaik sesuai kemampuan saya. Keyakinan saya adalah
Disertasi ini dapat bermanfaat bagi Pemerintah Kota Salatiga dalam menentukan
perencanaan pembangunan infrastruktur Sekolah dengan tepat.
Semarang, 2018
Penulis,
Sucipto
xi
2.1 Kajian Pustaka ................................................................................ 16
2.2 KerangkaTeoritis ............................................................................ 23
2.2.1 Manajemen .................................................................................. 23
2.2.2 Sistem Informasi ......................................................................... 31
2.2.3 Infrastruktur ................................................................................. 39
2.2.4 Teori Kelangkaan ........................................................................ 45
2.2.5 Teori Keputusan .......................................................................... 49
2.2.6 Sistem Informasi Manajemen Perencanaan pembangunan
Infrastruktur sekolah berbasis skala prioritas ............................. 58
2.3 Kerangka Berpikir .......................................................................... 63
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN................................................................................. iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .................................................................. iv
ABSTRAK ....................................................................................................... v
ABSTRACT .................................................................................................... vii
PRAKATA ....................................................................................................... ix
DAFTAR ISI .................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
1.2 Identifikasi masalah........................................................................ 11
1.3 Cakupan Masalah ........................................................................... 12
1.4 Rumusan Masalah .......................................................................... 12
1.5 Tujuan Penelitian............................................................................ 12
1.6 Manfaat Penelitian.......................................................................... 13
1.7 Spesifikasi produk .......................................................................... 14
1.8 Asumsi dan Keterbatan pengembangan ......................................... 14
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORITIS DAN KERANGKA
BERPIKIR
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian ........................................................................... 66
3.2 Prosedur Penelitian......................................................................... 66
3.2.1 Studi Pendahuluan ...................................................................... 68
3.2.2 Tahap Pengembangan ................................................................. 69
3.2.3 Tahap Validasi ............................................................................ 71
3.3 Sumber data dan Subyek Penelitian ............................................... 72
3.4 Populasi dan Sampel ..................................................................... 72
3.5 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ..................................... 72
3.5.1 Wawancara ................................................................................. 72
3.5.2 Angket/Kuesioner ....................................................................... 73
3.5.3 Dokumen .................................................................................... 73
3.6 Uji Keabsahan Data ........................................................................ 73
3.6.1 Validitas dan Reliabilitas instrumen ........................................... 74
3.6.2 Validitas Model ........................................................................... 74
3.7. Teknik Analisis Data .................................................................... 74
3.7.1 Analisis Data Kualitatif .............................................................. 74
3.7.2 Analisis Data Kuantitatif ............................................................ 75
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian .............................................................................. 77
4.1.1 Deskripsi Model Faktual ............................................................ 77
4.1.2 Pengembangan Model Hipotetik ............................................... 88
4.1.3 Model Final ................................................................................ 123
4.2 Pembahasan ................................................................................... 128
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
5.1 Simpulan......................................................................................... 141
5.2 Implikasi Penelitian ........................................................................ 143
5.3 Saran ............................................................................................... 143
Daftar Pustaka .................................................................................................. 144
Lampiran
xii
xiiixiiixiiixiii
DAFTAR GAMBAR
2.1 Kerangka berpikir....................................................................................... 69
3.1 Prosedur Peneitian...................................................................................... 71
4.1 Hasil Angket Pemahaman Perencanaan Pembangunan Infrastruktur
Sekolah ..................................................................................................... 83
4.2 Hasil Angket Pemahaman Pengorganisasian Pembangunan Infrastruktur
Sekolah ..................................................................................................... 86
4.3 Hasil Angket Pemahaman Pelaksanaan Pembangunan Infrastruktur
Sekolah ..................................................................................................... 88
4.4 Hasil Angket Pemahaman Pengawasan dan evaluasi Pembangunan
Infrastruktur Sekolah ................................................................................ 90
4.5 Gambar model faktual................................................................................ 92
4.6 Gambar model hipotetik ............................................................................ 96
4.7 Metode Waterfall ....................................................................................... 97
4.8 Login sistem .............................................................................................. 99
4.9 Pilihan Tahun Aktif .................................................................................... 100
4.10 Sign out aplikasi ....................................................................................... 100
4.11 Data Identitas Sekolah.............................................................................. 101
4.12 Data Pelengkap ........................................................................................ 102
4.13 Data Rinci................................................................................................. 102
4.14 Kontak Utama ......................................................................................... 102
4.15 Kontak yang bisa dihubungi..................................................................... 103
4.16 program yang diusulkan ........................................................................... 103
4.17 Form tambah usulan program ................................................................. 104
4.18 Usulan program yang baru ditambahkan ................................................. 105
4.19 Tombol finalisasi Usulan ........................................................................ ̀ 105
4.20 Peringatan finalisasi usulan ...................................................................... 106
4.21 Manajemen operator................................................................................. 107
4.22 Form tambah operator .............................................................................. 108
4.23 Form ubah data operator .......................................................................... 109
4.24 Manajemen Info Dashboard ..................................................................... 109
4.25 Forum tambah menu baru ........................................................................ 110
4.26 Data Identitas Sekolah.............................................................................. 111
xivxivxiv
4.27 Program yang disusulkan oleh operator sekolah..................................... 112
4.28 Verifikasi oleh Dinas pendidikan............................................................. 113
4.29 Daftar skala prioritas ............................................................................... 114
4.30 Program yang diusulkan oleh operator Dinas Pendidikan ...................... 116
4.31 Daftar usulan sekolah ............................................................................... 117
4.32 Daftar skala prioritas ................................................................................ 118
4.33 Desain Model final SIMPPIS di Kota Salatiga ........................................ 129
xv
DAFTAR TABEL
1.1 Jumlah SD di Kota Salatiga ....................................................................... 10
1.2 Jumlah SMP di Kota Salatiga .................................................................... 10
4.1 Komponen Perencanaan Pembangunan Infrastruktur Sekolah
(faktual) ..................................................................................................... 82
4.2 Komponen Pengorganisasian Pembangunan Infrastruktur Sekolah
(faktual) ..................................................................................................... 85
4.3 Komponen Pelaksanaan Pembangunan Infrastruktur Sekolah
(faktual) ..................................................................................................... 88
4.4 Komponen Pengawasan dan evaluasi Pembangunan Infrastruktur Sekolah
(faktual) ..................................................................................................... 90
4.5 Indikator Skala Prioritas Usulan Program ( kondisi sekolah) .................... 100
4.6 Indikator Skala prioritas program (Dikorfirmasi terhadap usulan program
Sekolah ..................................................................................................... 101
4.7 Hasil FGD ................................................................................................. 123
4.8 Tabel rekapitulasi hasil validasi ahli buku panduan SIMPPIS ................. 126
4.9 Tabel rekapitulasi hasil validasi ahli buku panduan SIMPPIS .................. 128
4.10 Tabel rekapitulasi uji kelayakan model menggunakan TAM ................. 131
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Pedoman Wawancara (faktual)
Lampiran 2 Angket untuk data faktual
Lampiran 3 Angket Validasi Tahap 1 (FGD)
Lampiran 4 Angket Validasi Tahap 2 (Delphi Exercise)
Lampiran 5 Tabel rekapitulasi hasil validasi ahli buku panduan
SIMPPIS
Lampiran 6 Tabel rekapitulasi hasil validasi ahli buku pedoman
SIMPPIS
Lampiran 7 Angket Uji Kelayakan Model
Lampiran 8 Tabel rekapitulasi uji kelayakan model menggunakan
TAM
Lampiran 8 Foto penelitian
Lampiran 9 Panduan SIMMPIS untuk pengguna (Sekolah)
Lampiran 10 Pedoman SIMPPIS untuk Dinas Pendidikan
Lampiran 11 pedoman SIMPPIS untuk Bappeda
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Keberhasilan pembangunan menjadi tujuan Pemerintah Daerah, untuk
mewujudkannya perlu ditunjang oleh sektor-sektor pendukungnya, salah satunya
adalah sektor pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu kunci pendorong
pertumbuhan ekonomi suatu daerah (Pal, 2010). Menjadi konsekuensi logis dari
posisi di atas maka keberadaan infrastruktur pendidikan harus mampu menghasilkan
jasa pelayanan yang handal di suatu wilayah, dengan tetap mengikuti perkembangan
baik sistem internal maupun eksternal yang terus berkembang dan harus disikapi
secara komprehensif untuk memberikan solusi pelayanan pendidikan yang terbaik.
Infrastruktur pendidikan diperkirakan 10 juta kelas dan dana 100 milyar dollar
untuk membangun infrastruktur sekolah di seluruh dunia untuk realisasi Millenium
Development Goals (Gershberg, 2014). Infrastruktur pendidikan yang tidak layak
berujung pada rendahnya pula hasil belajar siswa (Gershberg, 2014). Menurut
Council for Scientific and Industrial Research (2011) infrastruktur yang tidak layak
tidak berarti menyebabkan rendahnya prestasi peserta didik. Branham (2004)
menemukan bahwa peserta didik cenderung kurang suka untuk datang ke sekolah
yang kondisinya kurang layak, sekolah yang menggunakan bangunan sementara,dan
sekolah yang kekurangan staf kebersihan sehingga kemampuan peserta didik belum
terasah secara maksimal. Infrastruktur sekolah yang baik dapat meningkatkan
keinginan peserta didik untuk mendapatkan pendidikan. Infrastruktur sekolah
2
terkadang menjadi permainan politik oleh Pemerintah (Marshall, 2011),
pembangunan infrastruktur sekolah memerlukan pengambil keputusan yang bijak
agar tidak terjadi kesenjangan (Marshall ,2013)
Sejalan dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi
pendidikan, kualitas penyelenggaraan pendidikan harus sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan dan memenuhi harapan masyarakat serta mengantisipasi penyebaran
mutu yang tidak seimbang antar daerah.
Guna memenuhi harapan tersebut maka Pemerintah melalui Permendiknas No.
24 tahun 2007 tentang standar sarana prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah
Ibtidaiyah(SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/ Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTS)
dan Sekolah Menengah Atas/ Madrasah Aliyah (SMA/ MA) . Permendiknas No. 19
Tahun 2007 (tentang Standar Kualifikasi Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah), dan No. 50 Tahun 2007 (tentang Standar
Pengelolaan Pendidikan oleh Pemerintah Daerah.
Keputusan Menteri Pendidikan nasional Republik Indonesia Nomor 129a
/U/2004 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pendidikan menjelaskan tetang
Standar nasional pendidikan terdiri atas komponen standar, isi, proses, kompetensi
lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan
penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. Standar
nasional pendidikan digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga
kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan. Pengembangan
standar nasional pendidikan serta pemantauan dan pelaporan pencapaiannya secara
3
nasional dilaksanakan oleh suatu badan standardisasi, penjaminan, dan pengendalian
mutu pendidikan, yaitu Badan Standarisasi Nasional Pendidikan (BSNP).
Berkaitan dengan sarana prasarana, banyak hal yang terkait dengan
infrastruktur sekolah. Setiap satuan pendidikan termasuk pendidikan dasar (SD dan
SMP) harus menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan
sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual,
sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik. Standar prasarana pendidikan
mencakup persyaratan minimal tentang lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan
pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang
laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat
berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan tempat/ruang
lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan
berkelanjutan. Standar sarana pendidikan mencakup persyaratan minimal tentang
perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku, bahan habis pakai, dan
perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang
teratur dan berkelanjutan.
Lahan pada satuan pendidikan meliputi sekurang-kurangnya lahan untuk
bangunan satuan pendidikan, lahan praktek, lahan untuk prasarana penunjang, dan
lahan pertamanan untuk menjadikan satuan pendidikan suatu lingkungan yang secara
ekologis nyaman dan sehat. Standar lahan satuan pendidikan dinyatakan dalam rasio
luas lahan per peserta didik, yaitu untuk SD rasio luas ruang kelas per peserta didik
adalah satu peserta didik sekurang-kurangnya membutuhkan 12.7 m2 dan untuk SMP
sebesar 22.9 m2.
4
Standar keragaman buku perpustakaan dinyatakan dalam jumlah minimal judul
buku di perpustakaan satuan pendidikan, dengan standar jumlah buku teks pelajaran
di perpustakaan dinyatakan dalam rasio minimal jumlah buku teks pelajaran untuk
masing-masing mata pelajaran di perpustakaan satuan pendidikan per peserta didik
(selanjutnya akan diatur oleh BSNP). Standar keragaman jenis peralatan laboratorium
IPA, bahasa, komputer, dan peralatan pembelajaran lain pada satuan pendidikan
dinyatakan dalam daftar yang berisi jenis minimal peralatan yang harus tersedia, yang
dinyatakan dalam rasio minimal jumlah peralatan per peserta didik (akan diatur oleh
BSNP).
Berpijak pada dasar tersebut maka segala hal yang berkait dengan
penyelenggara pendidikan harus mengacu pada standar yang telah ditetapkan. Dari
kebijakan tersebut di atas, dana yang ada sangatlah terbatas dibanding dengan
kondisi, permasalahan dan kebutuhan masing-masing Pemerintah Kabupaten/Kota,
sehingga penanganannya harus memperhatikan konsep Skala Prioritas. Ironisnya
sebagian besar Pemerintah Kabupaten/Kota belum memiliki Daftar Skala Prioritas,
sekolah mana yang segera mendapat penanganan. Hal ini bisa dimaklumi karena
Pemerintah Kabupaten/Kota belum mempunyai kajian secara komprehensif (sarana
dan prasarana) semua sekolah yang ada, sehingga masalah akan muncul manakala
ada dana untuk pembangunan sekolah yang terbatas, sekolah mana yang akan
didahulukan penanganannya.
Administrasi keuangan adalah sebagai tata penyelenggaraaan keuangan dalam
pelaksanaan anggaran belanja Negara. Untuk mencapai tingkat efisiensi yang
maksimal dalam penyediaan dan penggunaan keuangan bagi kegiatan pendidikan
5
yang diselenggarakan pemerintah ditempuh proses penyusun anggaran. Anggaran
adalah suatu rencana keuangan yang disusun untuk penyelenggaraan suatu kegiatan
dalam jangka waktu tertentu, biasanya untuk satu tahun berdasar atas skala prioritas.
(Maharani Keseey, 2014).
Kenayathulla (2010) menunjukkan bahwa akurasi analisis manfaat biaya
memiliki implikasi penting untuk mengembangkan kebijakan pendidikan yang
realistis. Sumber daya yang terbatas menjadikan pemerintah mengalami kesulitan
dalam membuat keputusan.
Shafique dan Mahmood (2012) bertujuan untuk mengusulkan sebuah sistem
informasi nasional untuk administrator pendidikan di Pakistan. Penelitian ini hanya
bertujuan untuk mengidentifikasi apa itu sistem informasi. Menentukan informasi
infrastruktur (yaitu pusat / jaringan informasi dan jaringan perpustakaan) yang
diperlukan untuk pengembangan sistem informasi pendidikan nasional;
Mengidentifikasi sifat dan desain informasi infrastruktur di Pakistan; memastikan
masalah dan kesenjangan yang terlihat pada informasi infrastruktur di Pakistan.
Sumber informasi penelitian ini baik yang dipublikasikan maupun tidak
dipublikasikan seperti halnya (yaitu buku, artikel jurnal, laporan, proses konferensi /
lokakarya, tesis dan disertasi).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar perpustakaan pusat/
informasi dan jaringan informasi pendidikan yang bekerja di wilayah Pakistan,
terdapat kelemahan yang mendasar yaitu infrastruktur perpustakaan / pusat informasi
dan informasi jaringan dan disintegrasi sumber informasi yang ada. Informasi itu ada
di perpustakaan / pusat informasi dan jaringan informasi, namun masalahnya pada
6
administrator pendidikan dalam menyediakan informasi ini. Akibatnya, informasi
yang tersedia tidak dimanfaatkan dengan benar dalam perencanaan dan
pengembangan pendidikan di Pakistan. Kebutuhan untuk mengumpulkan sumber
informasi, layanan dan jaringan yang ada di satu tempat untuk membentuk sistem
informasi terpadu yang dapat memberikan gambaran holistik dan menyeluruh tentang
usaha pendidikan dalam perencanaan dan alokasi sumber daya yang realistis.
Commonwealth of Australia (2014b) menunjukkan bahwa manfaat dari efisien
penyediaan perencanaan infrastruktur, program untuk perencanaan infrastruktur
sering menghadapi tantangan serius.secara kritis tantangan perencanaan infrastruktur
meliputi: pendanaan yang tidak memadai; perencanaan yang kurang baik; proyek
buruk; kurangnya koordinasi; dan kurangnya integrasi yang kuat. Program
perencanaan pembangunan infrastruktur juga terhambat oleh fragmentasi
kelembagaan, kapasitas kendala (Smith & Da Lomba, 2008).
Hasil research di atas menunjukkan adanya gap tentang penggunaan sebuah
program untuk perencanaan infrastruktur suatu lembaga. Sebuah program seharusnya
dapat membantu untuk mempercepat sebuah pelaksanaan suatu kegiatan, akan tetapi
ada beberapa hambatan yang menyebabkan suatu kegiatan menjadi terhambat dengan
sebuah program. Penyebabnya bukanlah program itu sendiri, akan tetapi banyak
faktor yang mempengaruhi diantaranya adalah administrator pendidikan dalam
mengimplementasikannya. Akibatnya, informasi yang tersedia tidak dimanfaatkan
dengan benar dalam perencanaan dan pengembangan pendidikan di Pakistan.
Kebutuhan untuk mengumpulkan sumber informasi, layanan dan jaringan yang ada di
satu tempat untuk membentuk sistem informasi terpadu sehingga memberikan
7
gambaran holistik dan menyeluruh agar dapat membuat perencanaan untuk
pembangunan infrastruktur yang realistis. Berdasarkan hal tersebut maka perlu
dibenahi manajemen sistem informasinya agar sistem bisa berjalan dengan baik.
Infrastruktur sekolah harus memenuhi standar nasional agar pembelajaran bisa
berjalan lancar.Di Indonesia sendiri masih banyak ditemukan sekolah yang jauh dari
layak.Alasan mengapa prestasi siswa yang baik tidak mungkin dari sekolah-sekolah
dengan infrastruktur buruk, tanpa listrik, tidak ada air yang mengalir dan tidak ada
toilet,tidak ada fasilitas yang mendukung proses pembelajaran.Keadaan ini umumnya
mempengaruhi prestasi siswa secara signifikan (Van den Berg, 2008).Hal tersebut
juga terjadi di Afrika Selatan, pada Agenda Pembangunan Pasca-2015 disyaratkan
tidak ada lagi sekolah yang tertinggal. Ketidaksetaraan antara lingkungan belajar
yang ditawarkan oleh sekolah tertinggal dan sekolah umum lainnya di Afrika Selatan
tidak dapat diterima (Spaull, 2013a).
Infrastruktur memiliki beragam konseptualisasi meskipun, pada dasarnya,
digunakan untuk merujuk pada instalasi dasar dan fasilitas yang membentuk dasar
untuk setiap operasi, pemerintah, kawasan, industri atau sebuah sistem (Tan et al,
2000). Lemer (1992) berpendapat bahwa Infrastruktur keras berkaitan dengan
struktur fisik besar yang penting bagi fungsi masyarakat, sedangkan infrastruktur
lunak mengacu pada lembaga-lembaga yang penting bagi keberlangsungan standar
ekonomi, kesehatan, budaya dan sosial,tetapi tidak terbatas pada sistem keuangan,
sistem pendidikan, kesehatan, sistem perawatan, sistem pemerintahan, penegakan
hukum, dan layanan darurat (Niskanen, 1991). Regionalisasi infrastruktur, Kessides
(2012) berpendapat bahwa secara signifikan berkontribusi terhadap pembangunan
8
ekonomi regional melalui efisiensi sumber daya manusia dan pemanfaatan sumber
daya fisik dan peningkatan konektivitas. Ketidakkonsistenan ini menunjukkan
perlunya adanya strategi dalam pembangunan infrastruktur sekolah dengan faktor-
faktor lain yang memengaruhi prestasi akademik (Crampton, 2001). Strategi yang
dihasilkan yaitu menghubungkan antara investasi di infrastruktur sekolah dengan
investasi modal manusia dan sosial. Investasi dalam infrastruktur sekolah merupakan
modal fisik yang bekerja bersama dengan investasi modal manusia dan sosial untuk
membangun kapasitas untuk peningkatan prestasi siswa.
Penelitian terbaru tentang pengembangan kapasitas pendidikan untuk
reformasi dan keberhasilan siswa yang lebih besar cocok secara teoretis dengan
pengembangan modal manusia, sosial, dan fisik. Strategi untuk mendukung reformasi
pendidikan yang menargetkan pencapaian siswa melalui pembentukan standar di
seluruh negara bagian (Firestone dan Pennell , 1997; Gilley, 2000; Massell, 1998).
Meskipun penelitian awal tentang peningkatan kapasitas pendidikan cenderung
berfokus pada kegiatan pengembangan profesional untuk guru kelas (Corcoran dan
Goertz, 1995; Spillane dan Thompson, 1997; Massell, 1998).
Infrastruktur sekolah, seperti situs, bangunan, perabotan dan peralatan
berkontribusi pada lingkungan belajar. Ruang kelas di sebagian besar sekolah tidak
memadai dalam hal kepatutan, ruang, ventilasi dan isolasi dari panas; insinerator dan
urinoir tidak ditempatkan dengan baik, dan sekolah tidak dirawat dengan baik;
kekurangan gabungan ini merupakan kesenjangan besar dalam kualitas lingkungan
belajar. Oleh karena itu, manajemen dan perencanaan infrastruktur sekolah
memerlukan lembaga perencanaan daerah untuk meningkatkan fasilitas pendidikan
9
(Ayeni & Adelabu: 2012). Keadaan letak demografi suatu tempat juga menentukan
tingkat kebutuhan pembangunan infrastruktur yang berbeda (MacEachren dkk:1998).
Perbaikan infrastruktur sekolah sangat diperlukan disemua sisi bangunan
sekolah. Terutama kamar mandi, berdasarkan hasil riset kamar mandi masih dalam
keadaan kurang layak dan terabaikan (Simon, Evans dan Maxwell: 2007).
infrastruktur sekolah atau fasilitas di Amerika Serikat sebagian besar terfokus pada
kondisi fasilitas yang buruk dengan analisis yang sangat sedikit tentang kontribusi
terhadap keberhasilan pendidik dan siswa. Infrastruktur sekolah memberikan
kontribusi dalam kesuksesan belajar mengajar (Evan, 2010).
Kota Salatiga merupakan salah satu kota di Jawa Tengah yang mempunyai 4
kecamatan dengan jumlah Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama
(SMP) sebagai berikut:
Tabel 1.1 Jumlah SD di Kota Salatiga
Kecamatan Sekolah Murid Guru
Argomulyo 223.439 234
Tingkir 264.530 319
Sidomukti 163.056 192
Sidorejo 296.259 327
Jumlah total 947.284 1.072
Sumber : Dinas Pendidikan Kota Salatiga
Tabel 1.2 Jumlah SMP di Kota Salatiga
Kecamatan Sekolah Murid Guru
Argomulyo 31.382 99
Tingkir 41.169 94
Sidomukti 41.099 143
Sidorejo 134.932 341
Jumlah total 248.582 677
Sumber : Dinas Pendidikan Kota Salatiga
10
Banyaknya jumlah sekolah dan jumlah murid, sekolah membutuhkan
komponen penunjang infrastruktur sekolah, akan tetapi dengan adanya keterbatasan
dana yang ada maka pembangunan infrastruktur sekolah tidaklah bisa dilakukan
secara serentak. Pelaksanaan pembangunan hendaknya berdasarkan skala prioritas
sesuai kebutuhan yang ada. Penanganan pembangunan infrastruktur sekolah di
Indonesia pada umumnya atau di Kota Salatiga khususnya saat ini kurang tepat
sasaran karena perencanaan pembangunan tidak atas dasar kebutuhan tetapi lebih atas
dasar kepentingan-kepentingan tertentu atau terjadi penyimpangan kebijakan.
Disamping itu seperti yang kita ketahui bahwa banyaknya jumlah sekolah (terutama
pendidikan dasar), kondisi fisik infrastruktur yang jauh dari standar pelayanan
minimal dan keterbatasan dana pembangunan infrastruktur menjadikan penanganan
pembangunan infrastruktur sekolah tidak optimal.
Pemerintah Kota tidak mempunyai perangkat baku yang digunakan pada
mekanisme pengusulan kegiatan pembangunan infrastruktur sekolah. Mekanisme
pengusulan yang dilakukan masih bersifat manual sehingga pada skala kota tidak bisa
dilihat secara komprehensif dan muncul skala prioritas usulan penanganan
pembangunan infrastruktur sekolah. Hal ini akan besar kemungkinan timbul
penyimpangan kebijakan pada level pengambil kebijakan. Keterbatasan anggaran
menjadi hal yang sangat perlu diperhatikan, karena menurut ilmu administrasi
keuangan dalam arti luas, bahwa kebijakan dalam pengadaan dan penggunaan
keuangan untuk mewujudkan kegiatan organisasi kerja yang berupa kegiatan
perencanaan, pengaturan pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan.
11
Berdasarkan uraian diatas, diperlukan sebuah manajemen program
perencanaan pembangunan infrastruktur yang baik sehingga dapat mendukung
sebuah kegiatan dengan maksimal. Berdasarkan permasalahan tersebut maka peneliti
tertarik untuk mengembangkan model sistem informasi manajemen perencanaan
pembangunan infrastruktur berbasis skala prioritas terutama ditingkat pendidikan
dasar yaitu SD dan SMP di kota Salatiga.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan kesenjangan atau gap pada fenomena dan temuan empiris yang
telah dijelaskan. Dari latar belakang tersebut dapat diidentifikasi beberapa masalah
yaitu sebagai berikut:
1.2.1 Banyaknya jumlah sekolah terutama SD dan SMP yang membutuhkan
pembangunan infrasruktur akan tetapi dana yang tersedia terbatas.
1.2.2 Kondisi sekolah yang memiliki sarana dan prasarana yang kurang memenuhi
standar yang telah ditetapkan.
1.2.3 Keterbatasan anggaran biaya untuk pembangunan sarana dan prasarana satuan
pendidikan dasar dan menengah.
1.2.4 Belum ada dokumen studi yang komprehenship tentang identifikasi kondisi dan
kebutuhan sarana dan prasarana satuan pendidikan dasar dan menengah
sehingga belum terdapat daftar skala prioritas.
1.2.5 Proses pengajuan anggaran pembangunan yang masih konvensional, sehingga
memungkinkan untuk terjadi penyimpangan.
12
1.3 Cakupan Masalah
Usulan-usulan dari sekolah–sekolah yang ada menimbulkan ketidaktepatan
pemberian dana untuk pengadaan infrastruktur sekolah. Produk yang akan dihasilkan
dalam penelitian adalah sebuah sistem informasi manajemen perencanaan
pembangunan infrastruktur berbasis skala prioritas.
1.4 Rumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.4.1 Bagaimana model faktual pengusulan kegiatan perencanaan pembangunan
infrastruktur sekolah di Kota Salatiga?
1.4.2 Bagaimana model hipotetik yang sesuai dengan kebutuhan sekolah berbasis
skala prioritas di Kota Salatiga?
1.4.3 Bagaimana model final perencanaan pembangunan infrastruktur sekolah
menggunakan sistem informasi manajemen berbasis skala prioritas di Kota
Salatiga?
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan maka
tujuan penelitian ini yaitu:
1.5.1 Menganalisis model faktual pengusulan kegiatan pembangunan infrastruktur
sekolah yang saat ini dilakukan di Kota Salatiga.
13
1.5.2 Menganalisis model hipotetik perencanaan pembangunan infrastruktur sekolah
menggunakan sistem informasi manajemen berbasis skala prioritas yang valid
dan layak di Kota salatiga.
1.5.3 Menganalisis model final sistem perencanaan pembangunan infrastruktur
menggunakan sistem informasi manajemen berbasis skala prioritas yang valid
dan layak di Kota Salatiga.
1.6 Manfaat Penelitian
1.6.1 Manfaat teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan menghasilkan sintesis mengenai
perencanaan pembangunan infrastruktur sekolah menggunakan sistem informasi
manajemen berbasis skala prioritas di Kota Salatiga.
1.6.2 Manfaat Praktis
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
1.6.2.1 Sekolah
Dengan penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam
pengembangan sistem perencanaan infrastruktur sekolah melalui sistem
informasi perencanaan infrastruktur sekolah.
1.6.2.2 Dinas Pendidikan Kota Salatiga
Penelitian ini diharapkan dapat membantu memecahkan masalah sistem
pengembangan infrastruktur sekolah yang belum optimal
14
1.6.2.3 Bappeda dan Bagian Anggaran Setda
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam menentukan kebijakan
terkait perencanaan pembangunan infrastruktur sekolah di Kota Salatiga
1.7 Spesifikasi produk
Produk yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah sebuah model
perencanaan pembangunan infrastruktur sekolah menggunakan sistem informasi
manajemen berbasis skala prioritas (SIMPPIS) di Kota Salatiga. SIMPPIS di Kota
Salatiga meliputi dimensi produk (model manajemen), sistem, panduan SIMPPIS,
pedoman SIMPPIS untuk sekolah, Dinas Pendidikan dan
1.8 Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan
1.8.1 Asumsi peneliti
Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perencanaan
pembangunan infrastruktur sekolah menggunakan sistem informasi manajemen
berbasis skala prioritas di Kota Salatiga akan:
1.8.1.1 Memberikan kemudahan sekolah dalam mengidentifikasi kebutuhan
pembangunan infrastruktur sekolah dengan tepat dan rinci.
1.8.1.2 Memberikan kemudahan kepala Dinas Pendidikan dalam mengalokasikan
anggaran dengan tepat sesuai dengan yang dibutuhkan sekolah .
1.8.1.3 Bappeda, Dinas Pendidikan dan Setda bagian anggaran yang berfungsi
sebagai K-Prove Team) dapat dengan mudah mengeksekusi dan mengawasi
tentang perencanaan pembangunan infrastruktur sekolah melalui sistem.
15
1.8.2 Keterbatasan Pengembangan
Keterbatasan model sistem informasi manajemen perencanaan pembangunan
infrastruktur sekolah berbasis skala prioritas yaitu dalam proses uji coba model secara
luas memerlukan waktu yang panjang setidaknya dalam jangka waktu tiga bulan.
Waktu yang tidak pasti dikarenakan menyesuaikan dengan periode waktu tertentu
dari Dinas Pendidikan dalam pemberian anggaran kepada tiap-tiap sekolah.
16
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORITIS,
DAN KERANGKA BERPIKIR
2.1 Kajian Pustaka
Beberapa penelitian terkait sangat penting juga mendasari secara teoritis
penelitian ini dilakukan yang diambil dari jurnal internasional sebagai berikut:
Penelitian yang dilakukan oleh Prasojo (2010) menunjukkan bahwa Masalah sumber
daya keuangan sebagai faktor strategis dalam pelaksanaan kebijakan pendidikan
biasanya menyebabkan penyediaan dana atau anggaran pendidikan yang umumnya
diperlukan dalam jumlah nominal yang besar. Konteks pelaksanaan ilmiah dan
sumber daya keuangan tidak hanya menyebabkan penyediaan dana atau anggaran,
tetapi mencakup faktor-faktor lain, seperti Sumber Daya Manusia (SDM), fasilitas,
dan lain-lain. Sumber keuangan yang terdiri dari sumber daya, sumber daya manusia
dan stakeholder adalah tiga faktor yang sangat penting dan berkaitan langsung
dengan pelaksanaan kebijakan pendidikan.Implementasi kebijakan pendidikan
merupakan salah satu kebijakan publik sehingga stakeholder harus menjadi bagian
dari studi analisis kebijakan.
Upaya koordinasi dan pengembangan infrastruktur perlu didukung oleh
infrastruktur pendidikan di tingkat nasional, negara bagian, dan lokal.Infrastruktur
sering dianggap sebagai perancah atau jaringan yang memfasilitasi fungsi (Star dan
Ruhleder 1996). Mengingat hubungan dinamis antara infrastruktur dan praktik ini
bahwa setiap pemeriksaan infrastruktur pendidikan memerlukan perhatian pada kedua
17
(1) struktur dan alat yang digunakan oleh pembuat kebijakan untuk melaksanakan
reformasi berskala besar (misalnya, standar, kurikulum, pengembangan profesional),
dan (2) bagaimana struktur dan alat ini diambil dan dibentuk kembali oleh para
pemimpin dan guru dalam konteks lokal tertentu mereka (Pipek dan Wulf 2009).
Pendekatan top-down maupun pendekatan reformasi bottom-up cukup untuk
mengisolasi pembangunan infrastruktur yang memfasilitasi perubahan pendidikan
dan peningkatan instruksional (Fullan 2000, 2007). Secara khusus, sementara upaya
reformasi top-down yang ditujukan untuk mendukung peningkatan sistem secara luas
sering tidak cukup memperhitungkan variasi dalam praktik di tingkat lokal (Elmore
1996), pendekatanbottom-up yang secara langsung melibatkan aktor lokal dan fokus
pada praktik kontekstual sering berhenti pendek memfasilitasi perubahan organisasi
(yaitu, tingkat sistem) (Honig 2004).
Penelitian Kenayathulla (2010) menunjukkan bahwa akurasi analisis manfaat
biaya memiliki implikasi penting untuk mengembangkan kebijakan pendidikan yang
realistis, berdasarkan fakta dan realita mempunyai manfaat jangka panjang untuk
bangsa dan negara. Karena sumber daya yang terbatas, pemerintah di banyak negara
dipaksa untuk membuat keputusan sulit tentang yang tingkat pendidikan primer,
sekunder, atau lebih tinggi harus menjadi penerima dana investasi yang langka. Untuk
mengalokasikan sumber daya ini di seluruh tingkat pendidikan, orang bisa
membandingkan biaya dan manfaat dari masing-masing tiga alternatif. Investasi yang
menghasilkan keuntungan bersih tertinggi akan menghasilkan manfaat yang relatif
lebih besar untuk biaya tertentu.
18
Malaysia, seperti negara-negara lain di Asia Tenggara, menghadapi tantangan
yang sama dalam memastikan alokasi dana yang tepat untuk layanan pendidikan yang
efisien dan adil. Makalah ini memberikan kerangka konseptual untuk analisis biaya-
manfaat investasi dalam pendidikan dasar, menengah dan tinggi di Malaysia.Dampak
distribusi pada pemangku kepentingan yang berbeda telah dianalisis dengan
menggunakan Kaldor-Hicks Tableau dengan domain akuntansi nasional. Analisis
sensitivitas akan dilakukan dengan menggunakan tingkat diskonto yang berbeda.
Studi ini juga termasuk manfaat sosial dan biaya dalam kerangka konseptual untuk
memberikan analisis biaya manfaat yang luas dalam sistem pendidikan Malaysia.
Ernawati dan Zulfiaji (2013) menunjukkan bahwa Efisiensi dalam
penggunaan cloud computing menjadi alasan mendasar pengguna memanfaatkan
teknologi cloud computing. Penelitian ini menganalisis dan membangun infrastruktur
cloud computing pada studi kasus di sektor pendidikan. Infrastruktur yang dibangun
adalah layanan Server as a Service yang ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan
kegiatan praktikum siswa.Infrastruktur dibangun berdasarkan kebutuhan pengguna
(user requirements) yang diperoleh melalui metode wawancara.
Metode penelitian yang digunakan yaitu eksperimen yang terdiri dari
sembilan tahapan.Hasil pengujian menunjukkan prototype IaaS yang dibangun sudah
berhasil memenuhi kebutuhan untuk kegiatan praktikum siswa dengan kinerja yang
lebih baik dibandingkan sistem yang sedang berjalan.Kinerja tersebut ditunjukkan
pada efisiensi dalam setup time, ability dan access area. Kekurangan prototype IaaS
terdapat pada respon time dan package install.
19
Sistem informasi nasional untuk administrator pendidikan di
Pakistan.bertujuan untuk memperkenalkan apa itu sistem informasi. Menentukan
informasi infrastruktur (yaitu pusat / jaringan informasi dan jaringan perpustakaan)
yang diperlukan untuk mengembangkan sistem informasi pendidikan nasional;
Mengidentifikasi sifat dan desain informasi infrastruktur di Pakistan; memastikan
masalah dan perubahan yang terlihat pada informasi infrastruktur di
Pakistan.Penelitian ini menggunakan metode yang digunakan pada literatur yang
tersedia. Untuk melakukan penelusuran literatur, misalnya, informasi mengenai hal-
hal yang digunakan untuk hal yang sama (yaitu buku, artikel jurnal, laporan, proses
konferensi, tesis dan disertasi). Karena kebutuhan akan informasi beragam dan
menjadi semakin kompleks, sistem informasi yang solid harus selengkap mungkin.
SIM harus mencakup semua kebutuhan dan area untuk informasi dan tidak hanya
bertujuan untuk mengumpulkan, menyimpan data dan memproses informasi tetapi
juga harus membantu dalam perumusan kebijakan pendidikan, manajemen mereka
dan evaluasi mereka (Shafique, 2009).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak pusat perpustakaan / informasi
dan jaringan informasi di wilayah pendidikan Pakistan, terdiri dari perpustakaan
akademik, nasional dan khusus. Kelemahan yang mendasar adalah infrastruktur
perpustakaan / pusat informasi dan informasi jaringan dan disintegrasi sumber
informasi yang ada. Informasi itu ada di perpustakaan / pusat informasi dan jaringan
informasi, namun administrator pendidikan memiliki masalah dalam melacak
informasi ini. Akibatnya, informasi yang tersedia tidak dimanfaatkan dengan benar
dalam perencanaan dan pengembangan pendidikan di Pakistan. Kebutuhan untuk
20
mengumpulkan sumber informasi, layanan dan jaringan yang ada di satu tempat
untuk membentuk sistem informasi terpadu yang dapat memberikan gambaran
holistik dan menyeluruh tentang usaha pendidikan untuk perencanaan dan alokasi
sumber daya yang realistis.
Crampton (2009) mengembangkan lebih jauh dari sebuah thread baru dari
penelitian kuantitatif yang mendasari investasi pada infrastruktur sekolah dimana
secara kerangka teoritis investasi tidak menjadi satu dalam modal manusia, sosial,
dan fisik. Tiga database nasional digunakan: Biro Sensus Amerika Serikat, data hasil
uji Penilaian Kemajuan Pendidikan Departemen Luar Negeri AS, dan Data Inti Data
Departemen Pendidikan AS. Tahun yang dianalisis adalah 2003, 2005, dan 2007.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis kanonik cukup kuat, signifikan secara
statistik, dan konsisten dari waktu ke waktu. Investasi pada modal manusia, sosial,
dan fisik menyumbang antara 55,8 dan 77,2 persen variasi dalam prestasi belajar
siswa ada kelas empat dan delapan pada mata pelajaran membaca dan matematika.
Investasi pada modal manusia secara konsisten mempunyai pengaruh terbesar pada
prestasi belajar siswa yang diikuti oleh modal sosial dan fisik.
Hirano, Kayumba, Grafweg dan Kelwan (2011). Penelitian ini berbagi
pengalaman tentang mereka yang terlibat langsung dalam penyusunan standar dan
pedoman nasional infrastruktur sekolah yang baru untuk Rwanda. Desain penelitian
ini adalah studi kasus. Hasil penelitian ini menunjukkan meskipun terjadi genosida
yang menghancurkan pada tahun 1994 dan menghadapi tantangan keterbaharuan dan
sumber daya yang terus berlanjut, komitmen warga Rwanda terhadap pendidikan
yang aman dan berkualitas menggambarkan seberapa banyak yang dapat dicapai.
21
Implikasi penelitian ini berfokus pada pekerjaan di Rwanda adalah praktis, namun
penelitian ini menunjukkan data fundamental dari bidang yang dianalisis dalam
konteks yang lebih luas. Implikasi praktis Rwanda membuat kemajuan menuju tujuan
pendidikan jangka menengahnya, berdasarkan pada standar dan kesepakatan
internasional. Pelajaran dapat diterapkan ke lokasi lain untuk menghindari beberapa
perangkap yang dialami Rwanda. Implikasi sosial, jika kemajuan menuju pendidikan
yang aman dan berkualitas di Rwanda dilanjutkan dengan kecepatan yang sama untuk
beberapa tahun ke depan, maka negara tersebut akan memiliki populasi terdidik untuk
melanjutkan usaha menuju pembangunan.
Infrastruktur pendidikan merupakan sumber daya dasar yang mendukung guru
dan kepala sekolah dalam kegiatan pendidikan di sekolah.Peningkatan pengetahuan
dan keterampilan siswa melalui pembangunan infrastruktur yang sesuai standart
nasional. Meskipun hal itu seringkali menjadi acuan, namun infrastruktur sekolah
sesuai standart nasional belum banyak berkembang. Pembangunan infrastruktur
sekolah sesuai dengan standar nasional dapat meningkatkan prestasi siswa (Cohen
dkk. 2014).
Berdasarkan National Centre on Education Statistics ‘NCES’ (2003)perbaikan
fasilitas sekolah mempengaruhi secara fisik, pendidikan, keuangan sebuah sekolah.
Perbaikan sekolah harus fokus pada perbaikan jangka panjang dan hal tersebut
menjadi sebuah prioritas.Bangunan sekolah merupakan bagian dari asset masyarakat
dan infrastruktur, karena bangunan tersebut digunakan dalam jangka
panjang.Bangunan yang sudah berusia 40 tahun hampir sebagian besar bangunan
mengalami kerusakan secara cepat, meskipun semua bantuk bangunan asli sudah
22
diganti (Lyons, 2001).Usia bangunan sekolah sering menjadi indikator yang reliaber
buruknya prestasi siswa. Hal ini juga disetujui oleh Olagunju (2011) bahwa
kurangnya alat yang sesuai untuk memprediksi perawatan sebuah bangunan dan
infrastruktur memiliki dampak yang merugikan dimasa depan. Hal itu membutuhkan
perbaikan bangunan yang terencana dengan baik.Meskipun bangunan tersebut masih
dapat digunakan.Penggunaan standar operasional nasional dapat menjadi acuan alat
ukur perbaikan gedung pada sekolah menengah pertama. Bangunan-bangunan
sekolah yang membutuhkan perbaikan sekolah menjadi isu utama penyebab turunnya
prestasi siswa.
Hubungan antara infrastruktur dan aplikasi komputer telah diuji dalam
beberapa penelitian.Pengukuran infrastruktur melalui komputer tentang ketersediaan
dan kesesuaian alat-alat TIK seperti perangkat keras, perangkat lunak dan peralatan
periferal yang disediakan di sekolah (Vanderlinde & Van Braak, 2010). Hal ini juga
mengacu pada ketersediaan peralatan, perangkat lunak, akses internet dan sumber
daya serupa lainnya di sekolah (Pelgrum, 2001). Suatu model telah dibangun dan
disesuaikan dengan karakteristik sekolah umum di negara berkembang (Solar,
Sabattin, & Parada, 2013).
Tujuan utama dari MIS adalah untuk memberikan informasi yang tepat
kepadaorang tepat pada waktu yang tepat. Ide-ide sistem informasi manajemen
dibangun untuk mengikuti perkembangan yang tidak efisien dan penggunaan
komputer yang produktif.Konsep-konsep SIM sangat penting untuk penggunaan
komputer yang efisien dalam sebuah organisasi (Gray, 2000).
23
2.2 Kerangka Teoretis
2.2.1 Manajemen
Pengertian manajemen secara terminologi sebagai mana dikemukakan oleh
Taylor (1974:02) adalah: Management, the art of management is defined as knowing
exactly what you want to do, and then seing that they do in the best and cheapest
way.”Manajement adalah seni yang ditentukan untuk mengetahui dengan sungguh-
sungguh apa yang ingin kamu lakukan , dan mengawasi bahwamereka mengerjakan
sesuatudengan sebaik- baiknya dan dengan cara semudah-mudahnya”.
Follet yang dikutip oleh Wijayanti (2008: 1) mengartikan manajemen sebagai
seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Menurut Stoner yang dikutip
oleh Wijayanti (2008: 1) manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan
sumber daya-sumber daya manusia organisasi lainnya agar mencapai tujuan
organisasi yang telah ditetapkan.
Gulick dalam Wijayanti (2008: 1) mendefinisikan manajemen sebagai suatu
bidang ilmu pengetahuan (science) yang berusaha secara sistematis untuk memahami
mengapa dan bagaimana manusia bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan dan
membuat sistem ini lebih bermanfaat bagi kemanusiaan.Schein (2008: 2) memberi
definisi manajemen sebagai profesi.Menurutnya manajemen merupakan suatu profesi
yang dituntut untuk bekerja secara profesional, karakteristiknya adalah para
professional membuat keputusan berdsarkan prinsip-prinsip umum, para profesional
mendapatkan status mereka karena mereka mencapai standar prestasi kerja tertentu,
dan para profesional harus ditentukan suatu kode etik yang kuat.
24
Terry (2014: 1) memberi pengertian manajemen yaitu suatu proses atau
kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-
orang kearah tujuan-tujuan organisasional atau maksud-maksud yang nyata. Hal
tersebut meliputi pengetahuan tentang apa yang harus dilakukan, menetapkan cara
bagaimana melakukannya, memahami bagaimana mereka harus melakukannya dan
mengukur efektivitas dari usaha-usaha yang telah dilakukan. Dari beberapa definisi
yang tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa manajemen merupakan usaha yang
dilakukan secara bersama-sama untuk menentukan dan mencapai tujuan-tujuan
organisasi dengan pelaksanaan fungsi-fungsi perencanaan (planning),
pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), dan pengawasan
(controlling).
Manajemen merupakan sebuah kegiatan pelaksanaannya disebut manajing dan
orang yang melakukannya disebut Manajer.Manajemen dibutuhkan setidaknya untuk
mencapai tujuan, menjaga keseimbangan di antara tujuan-tujuan yang saling
bertentangan, dan untuk mencapai efisiensi dan efektivitas.Manajemen terdiri dari
berbagai unsur, yakni man, money, method, machine, market, material dan
information.
Fungsi-fungsi manajerial Menurut Terry (2010: 9), fungsi manajemen dapat
dibagi menjadi empat bagian, yakni planning (perencanaan), organizing
(pengorganisasian), actuating (pelaksanaan), dan controlling (pengawasan).
1. Planning (Perencanaan)
25
Planning (perencanaan) ialah penetapan pekerjaan yang harus dilaksanakan
oleh kelompok untuk mencapai tujuan yang digariskan. Planning mencakup kegiatan
pengambilan keputusan, karena termasuk dalam pemilihan alternatif-alternatif
keputusan. Diperlukan kemampuan untuk mengadakan visualisasi dan melihat ke
depan guna merumuskan suatu pola dari himpunan tindakan untuk masa mendatang.
Proses perencanaan berisi langkah-langkah yaitu menentukan tujuan
perencanaan; Menentukan tindakan untuk mencapai tujuan; Mengembangkan dasar
pemikiran kondisi mendatang; Mengidentifikasi cara untuk mencapai tujuan; dan
Mengimplementasi rencana tindakan dan mengevaluasi hasilnya.
Elemen Perencanaan Perencanaan terdiri atas dua elemen penting, yaitu
sasaran (goals) dan rencana (plan).Sasaran yaitu hal yang ingin dicapai oleh individu,
kelompok, atau seluruh organisasi dan sasaran sering pula disebut tujuan.Sasaran
memandu manajemen membuat keputusan dan membuat kriteria untuk mengukur
suatu pekerjaan.Rencana adalah dokumen yang digunakan sebagai skema untuk
mencapai tujuan.Rencana biasanya mencakup alokasi sumber daya, jadwal, dan
tindakan-tindakan penting lainnya.Rencana dibagi berdasarkan cakupan, jangka
waktu, kekhususan, dan frekuensi penggunaanya.
Suatu perencanaan yang baik harus menjawab enam pertanyaan yang tercakup
dalam unsur-unsur perencanaan yaitu: (1) Tindakan apa yang harus dikerjakan, yaitu
mengidentifikasi segala sesuatu yang akan dilakukan, (2) Apa sebabnya tindakan
tersebut harus dilakukan, yaitu merumuskan faktor-faktor penyebab dalam melakukan
tindakan; (3) Tindakan tersebut dilakukan, yaitu menentukan tempat atau lokasi; (3)
Kapan tindakan tersebut dilakukan, yaitu menentukan waktu pelaksanaan tindakan;
26
(4) Siapa yang akan melakukan tindakan tersebut, yaitu menentukan pelaku yang
akan melakukan tindakan; dan (5) Bagaimana cara melaksanakan tindakan tersebut,
yaitu menentukan metode pelaksanaan tindakan (Terry, 1993: 61).
Rencana-rencana dapat diklasifikasikan menjadi (1) rencana
pengembangan.Rencana-rencana tersebut menunjukkan arah (secara grafis) tujuan
dari lembaga atau perusahaan; (2) rencana laba.Jenis rencana ini biasanya difokuskan
kepada laba per produk atau sekelompok produk yang diarahkan oleh manajer. Maka
seluruh rencana berusaha menekan pengeluaran supaya dapat mencapai laba secara
maksimal; (3) rencana pemakai, Rencana tersebut dapat menjawab pertanyaan sekitar
cara memasarkan suatu produk tertentu atau memasuki pasaran dengan cara yang
lebih baik; dan (4) rencana anggota-anggota manajemen. Rencana yang dirumuskan
untuk menarik, mengembangkan, dan mempertahankan anggota-anggota manajemen
menjadi lebih unggul (Terry, 1993: 60).
Dasar-dasar perencanaan yang baik meliputi: (1) forecasting, proses
pembuatan asumsi-asumsi tentang apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang;
(2) penggunaan skenario, meliputi penentuan beberapa alternatif skenario masa yang
akan datang atau peristiwa yang mungkin terjadi; (3) benchmarking, perbandingan
eksternal untuk mengevaluasi secara lebih baik suatu arus kinerja dan menentukan
kemungkinan tindakan yang dilakukan untuk masa yang akan datang; (4) partisipan
dan keterlibatan, perencanaan semua orang yang mungkin akan mempengaruhi hasil
dari perencanaan dan atau akan membantu mengimplementasikan perencanaan-
perencanaan tersebut; dan (5) penggunaan staf perencana, bertanggung jawab dalam
27
mengarahkan dan mengkoordinasi sistem perencanaan untuk organisasi secara
keseluruhan atau untuk salah satu komponen perencanaan yang utama.
Tujuan Perencanaan yaitu (1) untuk memberikan pengarahan baik untuk
manajer maupun karyawan non-manajerial; (2) untuk mengurangi ketidakpastian; (3)
untuk meminimalisasi pemborosan; dan (4) untuk menetapkan tujuan dan standar
yang digunakan dalam fungsi selanjutnya.
Rencana dikatakan baik jika memiliki sifat sifat-sifat sebagai berikut: (1)
pemakaian kata-kata yang sederhana dan jelas; (2) fleksibel, suatu rencana harus
dapat menyesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya; (3) stabilitas, setiap rencana
tidak setiap kali mengalami perubahan, sehingga harus dijaga stabilitasnya; (4) ada
dalam pertimbangan; dan (5) meliputi seluruh tindakan yang dibutuhkan, meliputi
fungsi-fungsi yang ada dalam organisasi.
2. Organizing (Pengorganisasian)
Organisasi yaitu proses pengelompokan kegiatan-kegiatan untuk mencapai
tujuan-tujuan dan penugasan setiap kelompok kepada seorang manajer (Terry & Rue,
2010: 82). Pengorganisasian dilakukan untuk menghimpun dan mengatur semua
sumber-sumber yang diperlukan, termasuk manusia, sehingga pekerjaan yang
dikehendaki dapat dilaksanakan dengan berhasil.
Ciri-ciri organisasi adalah sebagai berikut: (1) mempunyai tujuan dan sasaran;
(2) mempunyai keterikatan format dan tata tertib yang harus ditaati; (3) adanya
28
kerjasama dari sekelompok orang; dan (4) mempunyai koordinasi tugas dan
wewenang.
Ada empat komponen dari organisasi yang dapat diingat dengan kata “WERE”
(Work, Employees, Relationship dan Environment).
1) Work (pekerjaan) adalah fungsi yang harus dilaksanakan berasal dari sasaran-
sasaran yang telah ditetapkan.
2) Employees (pegawai-pegawai) adalah setiap orang yang ditugaskan untuk
melaksanakan bagian tertentu dari seluruh pekerjaan.
3) Relationship (hubungan) merupakan hal penting di dalam organisasi.
Hubungan antara pegawai dengan pekerjaannya, interaksi antara satupegawai
dengan pegawai lainnya dan unit kerja lainnya dan unit kerja pegawai
dengan unit kerja lainnya merupakan hal-hal yang peka.
4) Environment (lingkungan) adalah komponen terakhir yang mencakup
sarana fisik dan sasaran umum di dalam lingkungan dimana para
pegawai melaksanakan tugas-tugas mereka,lokasi, mesin, alat tulis kantor,
dan sikap mental yang merupakan faktor-faktor yang membentuk
lingkungan.
Tujuan organisasi merupakan pernyataan tentang keadaan atau situasi yang
tidak terdapat sekarang, tetapi dimaksudkan untuk dicapai pada waktu yang akan
dating melalui kegiatan-kegiatan organisasi (Handoko, 1995: 109).
Pengorganisasian bermanfaat sebagai berikut: (1) dapat lebih mempertegas
hubungan antara anggota satu dengan yang lain; (2) setiap anggota dapat mengetahui
kepada siapa ia harus bertanggung jawab; (3) setiap anggota organisasi dapat
29
mengetahui apa yang menjadi tugas dan tanggung jawab masing-masing sesuai
dengan posisinya dalam struktur organisasi; (4) dapat dilaksanakan pendelegasian
wewenang dalam organisasi secara tegas, sehingga setiap anggota mempunyai
kesempatan yang sama untuk berkembang; dan (5) akan tercipta pola hubungan yang
baik antar anggota organisasi, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan dengan
mudah.
3. Actuating (Pelaksanaan)
Pelaksanaan merupakan usaha menggerakkan anggota-anggota kelompok
sedemikian rupa, hingga mereka berkeinginan dan berusaha untuk mencapai tujuan
yang telah direncanakan bersama Terry (1993:62).Menurut Terry sebagimana
diungkap Torang (2014:173), bahwa actuating atau menggerakkan adalah
merangsang anggota- anggota kelompok untuk melaksanakan tugas- tugas dengan
antusias dan kemauan yang baik. Actuating dimaksudkan untuk menggerakkan orang-
orang agar mau bekerja dengan sendirinya atau dengan kesadaran secara bersama-
saama untuk mencapai tujuan yang dikehendaki secara efektif. Dalam hal ini
dibutuhkan kepemimpinan.
4. Controlling (Pengawasan)
Controlling atau pengawasan adalah penemuan dan penerapan cara dan alat
utk menjamin bahwa rencana telah dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan. Tahap-tahap pengawasan terdiri atas: (1) penentuan standar;
30
(2) penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan; (3) pengukuran pelaksanaan
kegiatan; (4) pembanding pelaksanaan dengan standar dan analisa penyimpangan;
dan (5) pengambilan tindakan koreksi bila diperlukan.
Tipe-tipe Pengawasan adalah sebagai berikut: (1) Feedforward Control,
dirancang untuk mengantisipasi masalah-masalah dan penyimpangan dari standar
tujuan dan memungkinkan koreksi sebelum suatu kegiatan tertentu diselesaikan.
(2) Concurrent Control merupakan proses dalam aspek tertentu dari suatu prosedur
harus disetujui dulu sebelum suatu kegiatan dilanjutkan atau untuk menjamin
ketepatan pelaksanaan suatu kegiatan. (3) Feedback Control mengukur hasil-hasil
dari suatu kegiatan yang telah dilaksanakan.
Menurut Siswanto (2011: 70) Dalam manajemen terdapat unsur-unsur atau
komponen-komponen yang membuatnya menjadi suatu proses yang berifat mengatur
dan mengontrol, unsur tersebut seperti: planning, organizing, actuating, dan
controlling.
(1) Planning (Perencanaan): adalah suatu aktivitas integratif yang berusaha
memaksimumkan efektivitas seluruhnya dari suatu organisasi sebagai suatu
sistem, sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai Planningmenentukan tujuan-
tujuan yang hendak dicapai selama suatu masa yang akan datang dan apa yang
harus diperbuat agar dapat mencapai tujuan-tujuan itu.
(2) Organizing (Pengorganisasian): membuat penggunaan maksimal dari
sumberdaya yang dibutuhkan untuk melaksanakan rencana dengan baik.
Organizing berarti menciptakan suatu struktur organisasi dengan bagian-
bagian yang terintegrasi sedemikian rupa sehingga hubungan antarbagian-
31
bagian satu sama lain dipengaruhi oleh hubungan mereka dengan keseluruhan
struktur tersebut. Pengorganisasian bertujuan membagi suatu kegiatan besar
menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih kecil. Selain itu, mempermudah
manajer dalam melakukan pengawasan dan menentukan orang yang
dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas.
(3) Actuating (tindakan) adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua
anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan
perencanaan manajerial dan usaha-usaha organisasi. Jadi actuating artinya
adalah menggerakkan orang-orang agar mau bekerja dengan sendirinya atau
penuh kesadaran secara bersama-sama untuk mencapai tujuan yang
dikehendaki secara efektif. Dalam hal ini yang dibutuhkan adalah
kepemimpinan (leadership).
(4) Controlling (Pengendalian): monitoring memantau kemajuan rencana, yang
mungkin membutuhkan perubahan tergantung apa yang
terjadi.Controlling adalah proses pengawasan performa perusahaan untuk
memastikan bahwa jalannya perusahaan sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan. Seorang manajer dituntut untuk menemukan masalah yang ada
dalam operasional perusahaan, kemudian memecahkannya sebelum masalah
itu menjadi semakin besar mengevaluasinya.
2.2.2 Sistem Informasi
Menurut Romney dan Steinbart (2015:3), sistem adalah suatu rangkaian yang
terdiri dari dua atau lebih komponen yang saling berhubungan dan saling berinteraksi
32
satu sama lain untuk mencapai tujuan dimana sistem biasa nya terbagi dalam sub
system yang lebih kecil yang mendukung system yang lebih besar.
Sistem Informasi Manajemen (SIM) merupakanSistem Informasi dan
Keputusan yang berbasis Komputer (Tripathi, 2011). SIM berkaitan dengan proses
pengumpulan, pengolahan, penyimpanan dan transmisi informasi yang relevan untuk
mendukung operasi manajemen dalam organisasi (Ajayi, 2007). SIM adalah jenis
sistem informasi komputer sebuah organisasi yang mengambil informasi internal dari
sistem operasi operasi dan meringkasnya menjadi bentuk yang bermakna dan berguna
seperti laporan manajemen untuk digunakan dalam menjalankan tugas manajemen
(Heidarkhani dkk, 2013). Sistem informasi manajemen adalah salah satu sistem
informasi berbasis komputer (Asemi, Safari & Zavareh, 2011).
SIM bertujuan untuk memenuhi kebutuhan informasi umum dari semua
manajer di perusahaan atau di beberapa subunit organisasi perusahaan. SIM adalah
kumpulan orang, alat, prosedur dan perangkat lunak untuk melakukan berbagai tugas
bisnis di berbagai tingkatan dalam organisasi (Babu & Sekhar, 2012). SIM adalah
sistem informasi berbasis komputer yang menyediakan pelaporan berorientasi
manajemen berdasarkan pemrosesan transaksi dan operasi bisnis organisasi
(Nowduril & Al-Dossary, 2012). SIM adalah jenis sistem informasi yang mengambil
data internal dari sistem dan meringkasnya menjadi bentuk yang bermakna dan
berguna sebagai laporan manajemen untuk menggunakannya untuk mendukung
kegiatan manajemen dan pengambilan keputusan manajerial (Hasan dkk, 2013). SIM
pada dasarnya berkaitan dengan pengubahan data dari sumber internal menjadi
informasi yang kemudian dikomunikasikan kepada manajer di semua tingkatan,
33
dalam semua fungsi untuk membuat keputusan yang tepat waktu dan efektif untuk
perencanaan, mengarahkan dan mengendalikan kegiatan yang menjadi tanggung
jawab mereka (Al-Mamary dkk, 2014).
Menurut Gelinas dan Dull (2012:11), Sistem merupakan seperangkat elemen
yang saling bergantung yang bersama-sama mencapai tujuan tertentu.Dimana sistem
harus memiliki organisasi, hubungan timbal balik, integrasi dan tujuan pokok.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sistem merupakan seperangkat elemen
yang saling berhubungan yang bersama-sama mencapai suatu tujuan tertentu dalam
proses yang teratur yang dapat mendukung sistem yang lebih besar dan saling
memiliki ketergantungan untuk mencapai tujuan tertentu.
Sistem menurut McLeod yang dikutip (2008:34) dalam bukunya yang
berjudul “Management Information System” adalah sekelompok elemen-elemen yang
terintegrasi dengan maksud yang sama untuk mencapai tujuan. Menurut Satzinger,
Jackson, dan Burd (2010:6) sistem merupakan sekumpulan komponen yang saling
berhubungan dan bekerja bersama untuk mencapai suatu tujuan. Berdasarkan kedua
pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian sebuah sistem adalah
sekumpulan elemen yang terintegasi dan bekerja bersama guna mencapai suatu tujuan
tertentu.
Sistem Informasi dalam sebuah perusahaan atau organisasi merupakan
kombinasi antara manusia dan materi (teknologi) yang menangani suatu proses
informasi bisnis. Sistem Informasi menggunakan perangkat komputer, basis data,
perangkat lunak, prosedur, model analisis dan 15 proses administratif pengambilan
keputusan, sehingga dapat disimpulkan bahwa Sistem Informasi adalah kombinasi
34
antara aktivitas manusia dan teknologi informasi yang terdiri dari perangkat
komputer, basis data, perangkat lunak, prosedur, model analisis, dan proses
administratif pengambil keputusan yang dikemas menjadi informasi yang berguna
bagi penggunanya (Almazan, dkk, 2017).
Sistem adalah sekumpulan elemen yang saling terkait atau terpadu yang
dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan. Sebagai gambaran jika dalam sebuah
sistem terdapat sebuah elemen yang tidak memberikan manfaat dalam mencapai
tujuan yang sama maka elemen tersebut dapat dipastikan bukanlah bagian dari sistem.
(Kadir, 2014:61), Ada 3 elemen yang membentuk sebuah sistem yaitu: input, proses
dan output.
1. Input
Segala sesuatu yang masuk ke dalam sistem dan selanjutnya menjadi bahan
untuk di proses.
2. Proses
Bagian yang melakukan perubahan dari input menjadi output yang berguna,
misalnya berupda informasi dan produk, tetapi juga bisa berupa hal-hal yang
tidak berguna, misalnya sisa pembuangan atau limbah.
3. Output
Hasil dari pemrosesan, misalnya berupa suatu informasi, saran, cetakan
laporan, dll.Menurut Gellinas and Dull (2012:12) informasi merupakan data
yang disajikan dalam suatu bentuk yang berguna terhadap aktifitas
pengambilan keputusan. Menurut Rommey dan Steinbart (2015:4), informasi
35
adalah data yang telah dikelola dan di proses untuk memberikan arti dan
memperbaiki proses pengambilan keputusan.
Menurut Gelinas dan Dull (2012:19), Ada beberapa karakteristik informasi
yang berkualitas, yaitu:
1. Effectiveness, berkaitan dengan informasi yang relevan dan berkaitan dengan
proses bisnis yang di sampaikan dengan tepat waktu, benar, konsistem dan
dapat digunakan.
2. Efficiency, informasi yang berkaitan melalui penyediaan informasi secara
optimal terhadap penggunaan sumber daya.
3. Confidentiality, karakteristik informasi yang berkaitan dengan keakuratan dan
kelengkapan informasi serta validitas nya sesuai dengan nilai-nilai bisnis dan
harapan.
4. Integrity, karakteristik informasi yang berkaitan dengan perlindungan
terhadap informasi yang sensitif dari pengungkapan yang tidak sah.
5. Availability, suatu karakteristik informasi yang berkaitan dengan informasi
yang tersedia pada saat diperlukan oleh proses bisnis baik sekarang, maupun
di masa mendatang, hal ini juga menyangkut perlindungan sumber daya yang
diperlukan dan kemampuan yang terkait.
6. Compliance yaitu karakteristik informasi yang berkaitan dengan mematuhi
peraturan dan perjanjian kontrak dimana proses bisnis merupakan subjek nya
berupa kriteria bisnis secara internal maupun eksternal.
36
7. Reliability, karakteristik informasi yang berkaitan dengan penyediaan
informasi yang tepat bagi manajemen untuk mengoperasikan entitas dan
menjalankan tanggung jawab serta tata kelola pemerintahan Informasi
Karakteristik penting yang harus dimiliki oleh informasi, seperti: relevansi,
akurat, ketepatan waktu, dan kelengkapan (McLeod, 2010: 35). Sistem informasi
adalah komponen-komponen yang saling berkaitan yang bekerja bersama-sama untuk
mengumpulkan, mengolah, menyimpan, dan menampilkan informasi untuk
mendukung pengambilan keputusan, koordinasi, pengaturan, analisa, dan visualisasi
pada sebuah organisasi (Laudon, 2012: 16).
Sistem informasi merupakan kumpulan dari komponen-komponen yang
mengumpulkan, memproses, menyimpan, dan menyediakan output dari setiap
informasi yang dibutuhkan dalam proses bisnis serta aplikasi yang digunakan melalui
perangkat lunak, database dan bahkan proses manual (Satzinger, Jackson, dan Burd,
2012: 4). Sistem Informasi adalah suatu sekumpulan elemen atau komponen berupa
orang, prosedur, database dan alat yang saling terkait untuk memproses, menyimpan
serta menghasilkan informasi untuk mencapai suatu tujuan (goal) (Stair and
Reynolds, 2012:415). Sistem Informasi adalah sistem yang di buat secara umum
berdasarkan seperangkat komputer dan komponen manual yang dapat dikumpulkan,
disimpan dan diolah untuk menyediakan output kepada user. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa sistem informasi adalah suatu kombinasi modul yang terorganisir
yang berasal dari komponen-komponen yang terkait dengan hardware, software,
people dan network berdasarkan seperangkat komputer dan menghasilkan informasi
untuk mencapai tujuan (Gelinas dan Dull, 2012:12).
37
Sistem informasi adalah pengaturan orang, data, proses, dan informasi (TI)
atau teknologi informasi yang berinteraksi untuk mengumpulkan, memproses,
menyimpan, dan menyediakan sebagai output informasi yang diperlukan untuk
mendukung sebuah intansi atau organisasi (Whitten, Bentley, dan Ditman, 2009:10).
Komponen Sistem Informasi terbagi atas beberapa hal, yaitu: (1) Sumber daya data
(sebagai data dan pengetahuan); (2) Sumber daya Manusia (sebagai pemakai akhir
dan ahli SI); (3) Sumber daya software (sebagai program dan prosedur); (4) Sumber
daya hardware (mesin dan media); (5) Sumber daya jaringan (sebagai media
komunikasi dan dukungan jaringan) (O’Brien, 2010:34).
Bedasarkan dari pernyataan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Sistem
informasi merupakan suatu sistem yang mempunyai kemampuan untuk
mengumpulkan informasi dari semua sumber dan menggunakan berbagai media
untuk menampilkan informasi.
Ruang lingkup sistem informasi manajemen terletak pada tiga kata
penyusunnya, yaitu “sistem”, “informasi”, dan “manajemen”. Sistem dapat diartikan
sebagai kumpulan elemen yang saling berhubungan satu sama lain yang membentuk
satu kesatuan dalam usaha mencapai suatu tujuan. Sedangkan, definisi informasi
adalah hasil pemrosesan data yang diperoleh dari setiap elemen sistem tersebut
menjadi bentuk yang mudah dipahami dan merupakan pengetahuan yang relevan
yang dibutuhkan oleh orang untuk menambah pemahamannya terhadap fakta-fakta
yang ada.
Informasi bagi setiap elemen akan berbeda satu sama lain sesuai dengan
kebutuhannya masing-masing. Manajemen terdiri dari proses atau kegiatan yang
38
dilakukan oleh pengelola perusahaan seperti merencanakan (menetapkan strategi,
tujuan dan arah tindakan), mengorganisasikan, memprakarsai, mengkoordinir dan
mengendalikan operasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sehingga SIM
sebagai sistem informasi yang menghasilkan hasil keluaran (output) dengan
menggunakan masukan (input) dan berbagai proses yang diperlukan untuk memenuhi
tujuan tertentu dalam suatu kegiatan manajemen.
Pelayanan pendidikan di institusi pendidikan khususnya atau pelayanan dalam
organisasi pada umumnya dapat lebih tepat sasaran dan lebih cepat bila menggunakan
fasilitas teknologi informasi. Penggunaan teknologi informasi dalam organisasi dapat
menimbulkan perubahan terhadap struktur organisasi dan proses kerja (Turban,
2004). Turban (2004) menyatakan bahwa penerapan teknologi informasi membawa
dampak perubahan yang mendasar pada organisasi termasuk di dalamnya struktur
pelaporan, supervisi, substansi pekerjaan, dan pembagian kerja. Penggunaan
teknologi informasi dapat meningkatkan produktivitas dari para manajer,
meningkatkan supervisi, dan menurunkan jumlah manajer level menengah sehingga
didapatkan struktur organisasi yang lebih rata (flatter organizational hierarchi).
Struktur organisasi ini lebih bersifat horizontal, lebih desentralistik, lebih koordinatif,
sifat tugas lebih sempit, serta rasio staf profesional lebih besar.
Tugas para manajer mengalami perubahan secara fundamental dengan
pengaplikasian teknologi informasi. Hal tersebut lebih memungkinkan manajer untuk
bekerja dengan jumlah staf yang lebih besar yang berpartisipasi dalam proses
pengambilan keputusan tanpa menggunakan komunikasi tradisional seperti rapat
kerja dalam satu ruang dan satu waktu. Hal ini didukung oleh Laodan & Laodon
39
(2004) yang menyatakan bahwa dengan digunakannya sistem informasi
memungkinkan para manajer lebih terbuka terhadap perubahan. Para manajer juga
dapat mengindentifikasikan permasalahan dan kesempatan lebih awal dan lebih tepat
sehingga dapat membuat keputusan yang lebih baik.Turban juga menyatakan bahwa
dengan penerapan teknologi informasi membuat para manajer terbebas dari rutinitas
dan dapat lebih terfokus pada kegiatan perencanaan (Turban, 2004).
SIM berkaitan dengan informasi yang dikumpulkan secara sistematis dan
rutin sesuai dengan seperangkat aturan yang terdefinisi dengan baik (Spathis et al.,
2007).Sistem informasi Manajemen adalah bagian dari jaringan informasi formal
dalam suatu organisasi.Informasi yang memiliki kepentingan perencanaan manajerial
Setiap perusahaan atau organisasi harus mempunyai SIM yang baik (Wu dan Lee,
2007). Setiap organisasi harus membuat perencanaan yang baik untuk jangka panjang
agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai (Gray, 2000). Sebuah organisasi harus
membuat keputusan untuk memperbaiki penyimpangan atau merevisi rencananya.
(Wu dan Lee, 2007).Sistem informasi manajemen memiliki pengaruh padakinerja
strategis berbasis fleksibilitas dan kinerja strategis berbasis biaya (Naranjo-Gil 2009).
2.2.3 Infrastruktur
Infrastruktur adalah sebuah sistem fasilitas publik, yang bersifat fundamental
di tujukan kepada masyarakt/khalayak ramai untuk melayani dan memudahkan
masyarakat (Hudson, et al:1997). Secara umum, Infrastruktur adalah istilah yang
berhubungan maknanya dengan struktur di bawah struktural (structure beneath a
structureal). Definisi ini mengimplikasikan adanya perbedaan layer (lapisan) dari
40
stuktur yang ada, ibaratnya menyediakan support atau layanan (service). Dalam dunia
fisik, terminologi infrastruktur kadang merujuk kepada keperluan-keperluan publik,
seperti air, listrik, gas, pembuangan air, dan layanan telepon.di infrastruktur memiliki
beberapa karakteristik tertentu, termasuk:
1. Digunakan bersama-sama (shared) oleh pengguna yang lebih luas, ketimbang
struktur-struktur yang didukungnya.
2. Lebih statis dan permanen ketimbang struktur-struktur yang didukungnya.
3. Lebih dipandang sebagai sebuah service (considered a service), termasuk orang-
orang dan proses yang dilibatkan dalam support, lebih dari sekedar sebuah struktur
atau perlengkapan (device) fisik.
4. Terkadang terhubung secara fisik ke struktur yang didukungnya.
5. Terpisah (distinct) dari strktur-struktur yang didukungnya dalam hal
kepemilikannya dan orang-orang.
Infrastruktur mengacu pada sistem fisik yang menyediakan transportasi, air,
bangunan, dan fasilitas publik lain yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar
manusia secara ekonomi dan sosial (Socrates: 2001:20).The Routledge Dictionary of
Economics (1995) menambahkan pengertian tersebut menjadi pelayan utama dari
suatu Negara yang mendukung kegiatan ekonomi dan masyarakat melalui penyediaan
transportasi juga fasilitas pendukung lainnya.
Infrastruktur merupakan sistem fisik yang menyediakan transportasi,
pengairan, drainase, bangunan gedung dan fasilitas publik lainnya, yang dibutuhkan
untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia baik kebutuhan sosial maupun kebutuhan
ekonomi(Grigg, 1988).Pengertian ini merujuk pada infrastruktur sebagai suatu
41
sistem. Dimana infrastruktur dalam sebuah sistem adalah bagian-bagian berupa
sarana dan prasarana (jaringan) yang tidak terpisahkan satu sama lain. Infrastruktur
sendiri dalam sebuah system menopang sistem sosial dan sistem ekonomi sekaligus
menjadi penghubung dengan sistem lingkungan.Ketersediaan infrastruktur
memberikan dampak terhadap sistem sosial dan sistem ekonomi yang ada di
masyarakat. Oleh karenanya, infrastruktur perlu dipahami sebagai dasar-dasar dalam
mengambil kebijakan (Kodoatie, 2003).
Mankiw (2003) menyatakan pekerja akan lebih produktif jika mereka
mempunyai alat-alat untuk bekerja. Peralatan dan infrastruktur yang digunakan untuk
menghasilkan barang dan jasa disebut modal fisik. Hal serupa juga dijelaskan dalam
Todaro (2006) bahwa tingkat ketersediaan infrastruktur disuatu negara adalah faktor
penting dan menentukan bagi tingkat kecepatan dan perluasan pembangunan
ekonomi.
Infrastruktur merupakan suatu wadah untuk menopang kegiatan- kegiatan
dalam satu ruang. Ketersediaan infrastruktur memberikan akses mudah bagi
masyarakat terhadap sumber daya sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan
produktivitas dalam melakukan kegiatan sosial maupun ekonomi. Dengan
meningkatnya efisiensi otomatis secara tidak langsung meningkatkan perkembangan
ekonomi dalam suatu wilayah.Sehingga menjadi sangat penting peran infrastruktur
dalam perkembangan ekonomi.
Infrastruktur mengacu pada fasilitas kapital fisik dan termasuk pula dalam
kerangka kerja organisasional, pengetahuan dan teknologi yang penting untuk
organisasi masyarakat dan pembangunan ekonomi mereka. Infrastruktur meliputi
42
undang-undang, sistem pendidikan dan kesehatan publik, sistem distribusi dan
perawatan air, pengumpulan sampah dan limbah, pengelolaan dan pembuangannya,
system keselamatan publik, seperti pemadam kebakaran dan keamanan, sistem
komunikasi, sistem transportasi, dan utilitas publik (Tatom, 1993).
The World Bank (1994) memberikan batasan definisi infrastruktur yang terdiri
dari tiga bagian. Infrastruktur ekonomi berupa public utilities (utilitas umum) seperti
listrik, sarana komunikasi, air, sanitasi dan lain – lain, public work (pekerjaan umum)
seperti jalan, jembatan, drainasi, bendulan dan lain – lain, dan sector transportasi, dan
sector transportasi. Kedua, infrastruktur sosial seperti kesehatan, pendidikan, rekreasi,
dan perumahan, terakhir yaitu infrastruktur administrasi seperti penegakan hokum,
kontrol administrasi, dan koordinasi.
Infrastruktur memiliki sifat eksternalitas, sesuai dengan sifatnya dimana
infrastruktur disediakan oleh pemerintah dan bagi setiap pihak yang menggunakan
infrastruktur tidak memberikan bayaran langsung atas penggunaan
infrastruktur.Infrastruktur seperti jalan, pendidikan, kesehatan, memiliki sifat
eksternalitas positif. Dengan memberikan dukungan kepada fasilitas tersebut dapat
meningkatkan produktivitas semua input dalam proses produksi (Canning dan
Pedroni, 2004). Eksternalitas positif dalam infrastruktur berupa peningkatan produksi
perusahaan-perusahaan dan sector pertanian tanpa harus meningkatkan modal input
dan tenaga kerja/juga meningkatkan level teknologi.
Kategori-Kategori Infrastruktur Berdasarkan definisi infrastruktur oleh Grigg
(1988), maka infrastruktur dapat dibagi menjadi 13 kategori yang meliputi : (1)
Sistem penyediaan air : waduk, penampungan air, transmisi dan distribusi, fasilitas
43
pengolahan air; (2) Sistem pengelolaan limbah : pengumpul, pengolahan,
pembuangan daur ulang; (3) Fasilitas pengelolaan limbah (padat); (4) Fasilitas
pengendalian banjir, drainase, dan irigasi; (5) Fasilitas lintas air dan navigasi;
(6) Fasilitas transportasi : jalan, rel, bandar udara. Termasuk didalamnya adalah
tanda-tanda lalu lintas, fasilitas pengontrol; (7) Sistem transit public; (8) Sistem
kelistrikan : produksi dan distribusi; (9) Fasilitas gas alam; (10) Gedung publik :
sekolah, rumah sakit; (11) Fasilitas perumahan public; (12) Taman kota sebagai
daerah resapan, tempat bermain termasuk stadion; (13) Komunikasi.
Rekayasa pembangunan pada dasarnya merupakan suatu kegiatan yang
berdasarkan analisis dari berbagai aspek untuk mencapai sasaran dan tujuan dengan
hasil seoptimal mungkin.Sistem infrastruktur terbagi menjadi bermacam-macam sub-
sistem.Tahapan mulai dari studi, perencanaan, pembangunan, dan pemanfaatan
sekaligus pemeliharaan.Infrastruktur sendiri dalam sebuah sistem menopang sistem
sosial dan sistem ekonomi sekaligus menjadi penghubung dengan sistem
lingkungan.Ketersediaan infrastruktur memberikan dampak terhadap sistem sosial
dan sistem ekonomi yang ada di masyarakat.Oleh karenanya, infrastruktur perlu
dipahami sebagai dasar-dasar dalam mengambil kebijakan (Kodoatie, 2005:102).
Infrastruktur adalah sebuah fleksibilitas, dalam hal ini digunakan untuk
berbagai kegiatan (Nijkamp, 1986). infrastruktur berperan sebagai barang publik dan
barang modal berarti selalu dikaitkan dengan pengembangan 'wilayah, komunikasi,
transportasi dan hubungan langsung '(Zanon, 2011, 327) di seluruh kota dan dunia
yang lebih luas (Neuman dan Smith, 2010). Kota-kota modern dan kota mewujudkan
proses yang dinamis, di mana infrastruktur memainkan peran mediasi penting dalam
44
gerakan, dan pertukaran (Graham, 2000a). Neuman (2006, 6) mendefinisikan
infrastruktur sebagai 'jaringan yang tahan lama yang menghubungkan produsen dan
penyedia layanan dengansejumlah besar pengguna melalui standar (sementara
variabel) teknologi, harga, dankontrol yang direncanakan dan dikelola oleh organisasi
koordinatif ’.
Menurut Rajaram et al (2010) terdapat 6 fase pengadaan infrastruktur sekolah
yaitu 1) Guidance and screening, 2) Formal Project appraisal, 3) Appraisal review,
4) Project selection and budgeting, 5) Implementation, 6) Project changes, 7) Service
deliver, 8) Project evaluation.
Banyak peneliti yang melakukan investigasi mengenai pengaruh infrastruktur
sekolah terhadap kelancaran kegiatan pembelajaran. Spaull (2013) yang melakukan
penelitian mengenai pengaruh infrastruktur sekolah di Afrika Selatan terhadap
outputnya menemukan bahwa selain guru, kelayakan infrastruktur penunjang
kegiatan pendidikan di sekolah mempengaruhi kualitas output sekolah tersebut. Oleh
karena itu, setiap tahun atau semester sekolah melakukan pengadaan infrastruktur
sekolah untuk selalu melakukan update terhadap infrastruktur penunjang yang sudah
tidak layak pakai ataupun melengkapi infrastruktur yang belum ada.
Berdasarkan Permendiknas No. 24 tahun 2007 tentang standar sarana
prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah(SD/MI), Sekolah Menengah
Pertama/ Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTS) dan Sekolah Menengah Atas/ Madrasah
Aliyah (SMA/ MA), infrastruktur sekolah merupakan sarana dan prasarana sekolah
yang terdiri dari : Ruang Kelas; Ruang Pendukung Akademik (Ruang Perpustakaan
dan Ruang Laboratorium); Ruang Administrasi (Ruang Pimpinan, Ruang Guru,
45
Ruang Tata Usaha); Ruang Pendukung Lainnya ( Ruang Ibadah, Ruang Konseling,
Ruang UKS, Ruang OSIS, Jamban, Gudang, Ruang Sirkulsi, Tempat Parkir, Ruang
Bermain/Olah Raga).
2.2.4 Teori Kelangkaan
Kelangkaan adalah sebuah prinsip bahwa sebagian besar barang yang
diinginkan orang hanya bersedia dalam jumlah yang terbatas, kecuali barang bebas
seperti udara. Dengan demikian, barang umumnya dalam keadaan langka dan harus
dijatah, baik melalui mekanisme harga maupun cara lainnya (Samuelson dan
Nordhaus: 1990: 535).
Kelangkaan adalah kondisi di mana kita tidak mempunyai cukup sumber daya
untuk memuaskan semua kebutuhan kita. Dengan singkat kata kelangkaan terjadi
karena jumlah kebutuhan lebih banyak dari jumlah barang dan jasa yang tersedia.
Kelangkaan bukan berarti segalanya sulit diperoleh atau ditemukan. Kelangkaan juga
dapat diartikan alat yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan jumlahnya tidak
seimbang dengan kebutuhan yang harus dipenuhi.
Masalah kelangkaan selalu dihadapi merupakan masalah bagaimana seseorang
dapat memenuhi kebutuhan yang banyak dan beraneka ragam dengan alat pemuas
yang terbatas. Dalam menghadapi masalah kelangkaan, ilmu ekonomi berperan
penting karena masal ekonomi yang sebenarnya adalah bagaimana kita mampu
menyeimbangkan antara keinginan yang tidak terbatas dan alat pemuas kebutuhan
yang terbatas. Apabila suatu sumber daya dapat digunakan untuk menghasilkan suatu
46
alat pemuas kebutuhan dalam jumlah tidak terbatas, maka sumber daya tersebut
dikatakan tidak mengalami kelangkaan.
Dalam kaitannya dengan masalah-masalah sosial lainnya, kelangkaan pun
melahirkan teori stratifikasi sosial dalam sejarah perkembangan manusia.Teori
skartisitas (kelangkaan) merupakan temuan pemikiran Michael Harner (1970),
Morton Fried (1967). Teori ini beranggapan bahwa penyebab utama timbul dan
semakin intensnya stratifikasi sosial disebabkan oleh tekanan jumlah penduduk.
Tekanan jumlah penduduk tersebut sangat berpengaruh terhadap sumber daya yang
menyebabkan masyarakat pemburu dan peramu memiliki pola subsistensi pertanian.
Pertanian akhirnya menggantikan pola subsistensi pertanian. Pertanian akhirnya
menggantikan pola subsistensi pemburu dan peramu. Sebut saja, komunisme primitif
dalam masyarakat pemburu dan peramu merupakan cikal bakal pemilikan tanah oleh
keluarga besar, namun pemilikannya masih bersifat komunal daripada pribadi.
Makin meningkatnya tekanan jumlah penduduk, mengakibatkan masyarakat
holikultura makin memerhatikan pemilikan tanah serta makin kokohnya jiwa egoisme
pribadi sehingga menghilangkan apa yang disebut sebagai "pemilikan bersama". Di
samping itu, perbedaan akses terhadap sumber daya muncul dari suatu individu
maupun kelompok, memaksa individu ataupun kelompok lainnya bekerja lebih keras
untuk menghasilkan surplus ekonomi melalui apa yang dibutuhkan sampai
terbentuknya kelompok yang bersenang-senang leisure class (Sanderson, 1995: 161).
Dengan demikian, dalam teori kelangkaan tertanam kebiasaan persaingan maupun
konflik materialistik.
47
Sumber daya dialami setiap orang, bangsa, dan negara. Meskipun kondisinya
berbeda-beda, pokok permasalahan ekonominya sama, yaitu cara manusia memenuhi
kebutuhan hidup yang beragam dihadapkan dengan ketersediaan alat pemenuhan
kebutuhan yang terbatas. Masalah kelangkaan timbul disebabkan faktor-faktor
sebagai berikut.
1. Kelangkaan Sumber Daya Alam, kelangkaan sumber daya alam dapat diartikan
terbatasnya persediaan sumber daya yang terkandung di alam, baik sumber daya
biotik (hewan dan tumbuhan) maupun sumber daya abiotik (tanah, udara, barang
tambang, air, dan iklim).
2. Kelangkaan Sumber Daya Manusia, dalam menjalankan roda perekonomian
diperlukan manusia yang memiliki keahlian dan pengetahuan tinggi.
3. Kelangkaan Sumber Daya Modal, sumber daya modal sangat diperlukan dalam
proses produksi barang atau jasa. Indonesia sebagai negara berkembang masih
banyak menemukan berbagai kendala terutama masalah permodalan. Modal tidak
hanya dalam bentuk uang, tetapi juga bahan baku, gedung, dan mesin-mesin.
4. Kelangkaan Sumber Daya Kewirausahaan, seorang wirausaha adalah orang yang
memiliki sikap mental kewirausahaan. Sedikitnya orang yang berpikir kreatif dan
inovatif akan mengakibatnya langkanya sumber daya kewirausahaan. Sehingga
sumber daya ekonomi yang ada tidak dapat dikelola secara maksimal karena
kurangnya kemampuan menjalankan gagasan kreatif tersebut.
5. Bencana Alam, ulah manusia yang kurang menjaga keseimbangan alam dapat
menyebabkan terjadinya bencana alam. Bencana alam menyebabkan rusaknya
sumber daya yang ada, baik korban jiwa maupun rusaknya berbagai sumber daya
48
ekonomi. Untuk mengadakan kembali sumber daya yang rusak akibat bencana
alam dibutuhkan waktu yang lama dan uang yang tidak sedikit. Semua faktor
produksi ini terbatas jumlahnya, dan keterbatasan faktor-faktor produksi ini
dinamakan dengan kelangkaan (scarcity). Tahukah anda apa yang menyebabkan
benda pemuas kebutuhan itu langka? Kelangkaan benda pemuas.
6. Keterbatasan sumber daya alam, keterbatasan kemampuan manusia untuk
mengolah alam, keserakahan manusia seperti penebangan hutan secara liar,
meningkatnya kebutuhan manusia yang lebih cepat dari kemampuan untuk
menghasilkan, dan belum ditemukannya sumber-sumber baru. Perlu diketahui
bahwa kelangkaan terjadi disebabkan karena terbatasnya sumber daya yang ada
untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tidak terbatas.
Usaha dalam mengatasi kelangkaan sumber daya dikelompokkan menjadi 2 cara
yaitu:
1. Menyusun Skala Prioritas Kebutuhan
Skala prioritas kebutuhan adalah suatu daftar tentang berbagai macam kebutuhan
hidup yang disusun berdasarkan kepentingannya, dari yang paling penting dan
mendesak, dapat ditunda pemenuhannya hingga tidak perlu dipenuhi. Dalam
menyusun skala prioritas kebutuhan terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan antara lain:
a. Membuat urutan kebutuhan harus didasarkan pada tingkat kepentingan atau
tidaknya kebutuhan tersebut. Ini dilakukan agar dapat menentukan
kebutuhan apa saja yang segera dipenuhi dan yang masih bisa ditunda
pemenuhannya.
49
b. Bersikap rasional dalam memilih. Sikap rasional perlu dilakukan dengan
selalu menggunakan akal sehat. Selalu mempertimbangkan sebaik-baiknya
antara pengorbanan yang diberikan dengan manfaat yang diperoleh.
2. Berlaku arif dan bijaksana dalam memanfaatkan sumber daya. Dalam
memanfaatkan sumber daya bisa diterapkan dengan melakukan usaha – usaha
sebagai berikut :
a. Memanfaatkan sumber daya alam secara efisien dan efektif serta menggali
yang belum terangkat. Kegiatan ini perlu dilakukan agar sumber daya yang
ada tidak cepat rusak atau punah dan yang baru dapat dimanfaatkan secara
optimal.
b. Mengelola dan mendayagunakan sumber modal secara tepat guna.
Pengelolaan sumber daya modal secara tepat guna akan membuat seseorang
mampu mengatur penghasilannya dengan benar. Bagi pengusaha, ia bisa
mengefisienkan biaya operasional sehingga keuntungan yang diperoleh pun
maksimal.
c. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan ketrampilan untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sehingga terbentuk tenaga –
tenaga terampil di bidangnya dan dapat memaksimalkan kegunaan sumber.
2.2.5. Teori Keputusan
Teori keputusan adalah teori mengenai cara manusia memilih pilihan diantara
pilihan-pilihan yang tersedia secara acak guna mencapai tujuan yang hendak diraih
(Hansson, 2005). Teori keputusan dibagi menjadi dua, yaitu : (1) teori keputusan
50
normatif yaitu teori tentang bagaimana keputusan seharusnya dibuat berdasarkan
prinsip rasionalitas, dan (2) teori keputusan deskriptif yaitu teori tentang bagaimana
keputusan secara faktual dibuat. Keputusan tidaklah secara tiba-tiba terjadi,
melainkan melalui beberapa tahapan proses. Condorcet membagi proses pembuatan
keputusan menjadi tiga tahap yang antara lain: proses mengusulkan prinsip dasar bagi
pengambilan keputusan; proses mengeliminasi pilihan-pilihan yang tersedia menjadi
pilihan yang paling memungkinkan; serta proses pemilihan pilihan dan
mengimplementasikan pilihan (Hansson 2005). Teori mengenai tahapan pembuatan
keputusan berkembang menjadi dua golongan besar, yakni model pembuatan
keputusan secara runtut (sequential models) dan model pembuatan keputusan secara
tidak runtut (non-sequential models). Model pembuatan keputusan secara runtut
(sequential model) mengasumsikan bahwa tahapan pembuatan keputusan terjadi
secara runtut dan linear, sedangkan model pembuatan keputusan secara tidak runtut
(non-sequential model) mengasumsikan bahwa tahapan pembuatan keputusan
tidaklah terjadi secara linear tetapi sirkuler (Hansson, 2005). Pada setiap pembuatan
keputusan, seorang individu dapat bersifat terbuka maupun bersifat tertutup dalam
menentukan pilihan keputusan. Seorang individu yang bersifat terbuka, tidak akan
membatasi pilihan dan seringkali menambahkan pilihan baru diluar pilihan yang telah
ada. Disisi lain,seorang individu yang bersifat tertutup tidak akan menambah pilihan
yang telah ada. Di kehidupan nyata kemungkinan pilihan terbuka lebih sering terjadi.
Sistem Pendukung Keputusan (SPK) atau dikenal dengan Decision Support
System (DSS), pada tahun 1970-an sebagai pengganti istilah Management
Information System (MIS). Tetapi pada dasarnya Sistem Pendukung Keputusan
51
merupakan pengembangan lebih lanjut dari MIS yang dirancang sedemikian rupa
sehingga bersifat interaktif dengan pemakainya. Sistem Pendukung Keputusan , yaitu
untuk mendukung pengambil keputusan memilih alternatif keputusan yang
merupakan hasil pengolahan informasi-informasi yang diperoleh/tersedia dengan
menggunakan model–model pengambil keputusan serta untuk menyelesaikan
masalah–masalah bersifat terstruktur, semi terstruktur dan tidak terstruktur.
Sistem Pendukung Keputusan (SPK) adalah sistem berbasis komputer
interaktif, yang membantu para pengambil keputusan untuk menggunakan data dan
berbagai model untuk memecahkan masalah-masalah tidak terstruktur (Scott Morton,
1971 dalam Turban et al, 2005).Menurut (Keen et al, 1978 dalam Turban et al, 2005)
sistem pendukung keputusan memadukan sumber daya intelektual dari individu
dengan kapabilitas komputer untuk meningkatkan kualitas keputusan.SPK adalah
sistem pendukung berbasis komputer bagi para pengambil keputusan manajemen
yang menangani masalah-masalah tidak terstruktur. Hal penting yang dibutuhkan
oleh pengambil kebijakan yaitu memilih kebijakan yan tepat agar membantu sebuha
organisasi dalam mencapai tujuan (Chao dkk, 2006).
Menurut Azhar (1995), dari pengertian SPK maka dapat ditentukan
karakteristiknya antara lain: (1) Mendukung proses pengambilan keputusan,
menitikberatkan pada management by perception; (2) Adanya interface manusia atau
mesin dimana manusia (User) tetap memegang kontrol proses pengambilan
keputusan; (3) Mendukung pengambilan keputusan untuk membahas masalah
terstruktur, semi terstruktur dan tak struktur; (4) Memiliki kapasitas dialog untuk
memperoleh informasi sesuai dengan kebutuhan; (5) Memiliki subsistem-subsistem
52
yang terintegrasi sedemikian rupa sehingga dapat berfungsi sebagai kesatuan item;
(6) Membutuhkan struktur data komprehensif yang dapat melayani kebutuhan
informasi seluruh tingkatan manajemen.
Tujuan yang harus dicapai oleh sistem pendukung keputusan, yaitu (1) Sistem
harus dapat membantu manajer dalam membuat keputusan guna memecahkan
masalah semi terstruktur; (2) Sistem harus dapat mendukung manajer, bukan
mencoba menggantikannya; (3) Sistem harus dapat meningkatkan efektivitas
pengambilan keputusan manajer.Tujuan-tujuan tersebut mengacu pada tiga
prinsip dasar sistem pendukung keputusan (Kadarsah, 1998 dalam Oetomo,
2002), yaitu:
1. Struktur masalah, untuk masalah yang terstruktur, penyelesaian dapat
dilakukan dengan menggunakan rumus-rumus yang sesuai, sedangkan untuk
masalah terstruktur tidak dapat dikomputerisasi. Sementara itu, sistem
pendukung keputusan dikembangkan khususnya untuk menyelesaikan
masalah yang semi-terstruktur.
2. Dukungan keputusan, sistem pendukung keputusan tidak dimaksudkan
untuk menggantikanmanajer, karena komputer berada di bagian
terstruktur, sementara manajer berada dibagian tak terstruktur untuk
memberikan penilaian dan melakukan analisis. Manajer dan komputer
bekerja sama sebagai sebuah tim pemecah masalah semi terstruktur.
3. Efektivitas keputusan, tujuan utama dari sistem pendukung keputusan
bukanlah mempersingkat waktu pengambilan keputusan, tetapi agar keputusan
yang dihasilkan dapat lebih baik.
53
Menurut Oetomo (2002), ada beberapa karakteristik sistem pendukung
keputusan, yaitu:
1. Interaktif
SPK memiliki user interface yang komunikatif sehingga pemakai dapat
melakukan akses secara cepat ke data dan memperoleh informasi yang
dibutuhkan.
2. Fleksibel
SPK memiliki sebanyak mungkin variabel masukkan, kemampuan untuk
mengolah dan memberikan keluaran yang menyajikan alternatif-alternatif
keputusan kepada pemakai.
3. Data kualitas
SPK memiliki kemampuan menerima data kualitas yang dikuantitaskan yang
sifatnya subyektif dari pemakainya, sebagai data masukkan untuk pengolahan
data. Misalnya: penilaian terhadap kecantikan yang bersifat kualitas, dapat
dikuantitaskan dengan pemberian bobot nilai seperti 75 atau 90.
4. Prosedur Pakar
SPK mengandung suatu prosedur yang dirancang berdasarkan rumusan formal
atau juga beberapa prosedur kepakaran seseorang atau kelompok dalam
menyelesaikan suatu bidang masalah dengan fenomena tertentu.
Menurut Surbakti (2002), komponen-komponen dari SPK adalah sebagai
berikut:
1. Data Management
54
Termasuk database, yang mengandung data yang relevan untuk berbagai
situasi dan diatur oleh software yang disebut Database Management System
(DBMS).
2. Model Management
Melibatkan model finansial, statistikal, management science, atau berbagai
model kualitatif lainnya, sehingga dapat memberikan ke sistem suatu
kemampuan analitis, dan manajemen software yang dibutuhkan.
3. Communication
User dapat berkomunikasi dan memberikan perintah pada DSS melalui
subsistem ini.Ini berarti menyediakan antarmuka.
4. Knowledge
Management subsistem optional ini dapat mendukung subsistem lain atau
bertindak atau bertindak sebagai komponen yang berdiri sendiri.
Pada dasarnya pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan sistematis
pada suatu masalah, pengumpulan fakta dan informasi, penentuan yang baik untuk
alternatif yang dihadapi, dan pengambilan tindakan yang menurut analisis merupakan
tindakan yang paling tepat.Tetapi pada sisi yang berbeda, pembuat keputusan kerap
kali dihadapkan pada kerumitan dan lingkup keputusan dengan data yang cukup
banyak.Untuk kepentingan itu, sebagian besar pembuat keputusan dengan
mempertimbangkan rasio manfaat/biaya, dihadapkan pada suatu keharusan untuk
mengandalkan sistem yang mampu memecahkan suatu masalah secara efisien dan
efektif, yang kemudian disebut dengan Sistem Pendukung Keputusan (SPK).
55
Dengan memperhatikan tinjauan relatif atas peranan manusia dan komputer
untuk mengetahui bidang fungsi masing-masing, keunggulan serta kelemahannya,
maka memahami SPK dan pemanfaatannya sebagai sistem yang menunjang dan
mendukung pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan baik.Tujuan
pembentukan Sistem Pendukung Keputusan yang efektif adalah memanfaatkan
keunggulan kedua unsur, yaitu manusia dan perangkat elektronik. Terlalu banyak
menggunakan komputer akan menghasilkan pemecahan suatu masalah yang bersifat
mekanis, reaksi yang tidak fleksibel, dan keputusan yang dangkal. Sedangkan terlalu
banyak manusia akan memunculkan reaksi yang lamban, pemanfaatan data yang
serba terbatas, dan kelambanan dalam mengkaji alternatif yang relevan.
Persoalan pengambilan keputusan, pada dasarnya adalah bentuk pemilihan
dari berbagai alternatif tindakan yang mungkin dipilih yang prosesnya melalui sebuah
mekanisme. Alternatif tindakan yang mungkin terjadi akan disesuaikan dengan
kondisi persoalan yang dihadapi. Walaupun keputusan biasa dikatakan sama dengan
pilihan, ada perbedaan penting diantara keduanya. Sementara para pakar melihat
bahwa keputusan adalah “pilihan nyata” karena pilihan diartikan sebagai pilihan
tentang tujuan termasuk pilihan tentang cara untuk mencapai tujuan itu, baik pada
tingkat perorangan atau pada tingkat kolektif. Selain itu, keputusan dapat dilihat pada
kaitannya dengan proses, yaitu bahwa suatu keputusan ialah keadaan akhir dari suatu
proses yang dinamis yang diberi label pengambilan keputusan.
Keputusan dipandang sebagai proses karena terdiri atas satu seri aktivitas
yang berkaitan dan tidak hanya dianggap sebagai tindakan bijaksana. Dengan kata
lain, keputusan merupakan sebuah kesimpulan yang dicapai sesudah dilakukan
56
pertimbangan, yang terjadi setelah satu kemungkinan dipilih, sementara yang lain
dikesampingkan.Dalam hal ini, yang dimaksud dengan pertimbangan ialah
menganalisis beberapa kemungkinan atau alternatif, lalu memilih satu diantaranya.
Little (1970) mendefinisikan Sistem Pendukung Keputusan sebagai
“sekumpulan prosedur berbasis model untuk data pemrosesan dan penilaian guna
membantu para manajer mengambil keputusan”.Dia menyatakan bahwa untuk sukses,
sistem tersebut haruslah sederhana, cepat, mudah dikontrol, adaptif, lengkap dengan
isu-isu penting, dan mudah berkombinasi.Pengambilan keputusan berdasar pada
perencanaan dan strategi perencanaan dalam sistem informasi manajemen (Ajayi et.
al, 2007).
Turban (2005) mengemukakan karakteristik dan kapabilitas kunci dari Sistem
Pendukung Keputusan adalah sebagai berikut:
1. Dukungan untuk pengambil keputusan, terutama pada situasi semiterstruktur
dan tak terstruktur.
2. Dukungan untuk semua level manajerial, dari eksekutif puncak sampai manajer
lini.
3. Dukungan untuk individu dan kelompok.
4. Dukungan untuk semua keputusan independen dan atau sekuensial.
5. Dukungan di semua fase proses pengambilan keputusan: inteligensi, desain,
pilihan, dan implementasi.
6. Dukungan pada berbagai proses dan gaya pengambilan keputusan.
7. Kemampuan sistem beradaptasi dengan cepat dimana pengambil keputusan
dapat menghadapi masalah-masalah baru dan pada saat yang sama dapat
57
menanganinya dengan cara mengadaptasikan sistem terhadap kondisi-kondisi
perubahan yang terjadi. Pengguna merasa seperti di rumah.
8. User-friendly, kapabilitas grafis yang kuat, dan sebuah bahasa interaktif yang
alami.
9. Peningkatan terhadap keefektifan pengambilan keputusan (akurasi, timelines,
kualitas) dari pada efisiensi (biaya).
10. Pengambil keputusan mengontrol penuh semua langkah proses pengambilan
keputusan dalam memecahkan masalah.
11. Pengguna akhir dapat mengembangkan dan memodifikasi sistem sederhana.
12. Menggunakan model-model dalam penganalisisan situasi pengambilan
keputusan.
13. Disediakannya akses untuk berbagai sumber data, format, dan tipe, mulai dari
sistem informasi geografi (GIS) sampai sistem berorientasi objek.
14. Dapat dilakukan sebagai alat standalone yang digunakan oleh seorang
pengambil keputusan pada satu lokasi atau didistribusikan di satu
organisasi keseluruhan dan di beberapa organisasi sepanjang rantai persediaan.
Komponen-Komponen Sistem Pendukung Keputusan Menurut Turban (2005),
Sistem Pendukung Keputusan terdiri dari empat subsistem, yaitu:
1. Manajemen data, meliputi basis data yang berisi data- data yang relevan dengan
keadaan dan dikelola oleh perangkat lunak yang disebut dengan Database
Management System (DBMS).
2. Manajemen Model berupa sebuah paket perangkat lunak yang berisi model-
model finansial, statistik.
58
3. Managemen science, atau model kuantitatif, yang menyediakan kemampuan
analisa dan perangkat lunak manajemen yang sesuai.
4. Subsistem dialog atau komunikasi, merupakan subsistem yang dipakai oleh
user untuk berkomunikasi dan memberi perintah (menyediakan user interface).
5. Manajemen Knowledgeyang mendukung subsistem lain atau berlaku sebagai
komponen yang berdiri sendiri.
2.2.6 Sistem Informasi Manajemen Perencanaan Pembangunan Infrastruktur
Sekolah berbasis Skala Prioritas (SIMPPIS)
Manajemen pada suatu organisasi dapat berfungsi dengan baik dalam
mencapai tujuan oragnisasi secara efektif, maka seluruh sumber daya manusia dalam
organisasi tersebut harus mampu melaksanakan fungsi- fungsi manajemen secar
baik.Dengan demikian seluruh komponen dalam organisasi harus memahami fungsi-
fungsi-fungsi manajemen.
Sistem informasi manajemen perencanaan pembangunan infrastruktur sekolah
berbasis skala proioritas merupakan rangkaian proses kegiatan yang terdiri dari
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan.
1. Planning (Perencanaan)
Perencanaan menurut pendapat Torang (2014:166) adalah kegiatan yang
pertama-tama harus dilakukan sebelum aktivitas lainnya dilakukan.Perencanaan yang
baik adalah perencanaan yang berorientasi pada tujuan.Perencanaan dalam
manajemen sistem informasi pembangunan infrastruktur berbasis skala prioritas
59
adalah proses penyusunan berbagai keputusan yang akan dilaksanakan dalam
pencapaian suatu tujuan yang telah ditetapkan suatu sistem.
Dalam perencanaan tersebut dilakukan kegiatan-kegiatan seperti merumuskan
anggaran untuk pelaksanaan system informasi, merancang lama waktu
penyelenggaraan, menyusun struktur program sistem informasi, menyusun panduan,
mempertimbangkan ketersediaan sumber daya, dan merumuskan rencana tindak
lanjut system informasi.
Perencanaan diawali dengan melakukan penilaian kebutuhan. Menurut Miller
(2002:1),penilaian kebutuhan program sistem informasi merupakan kegiatan penting.
Penilaian dimulai dengan “kebutuhan” yang dapat diidentifikasi dalam beberapa cara,
tetapi umumnya digambarkan sebagai kesenjangan antara apa yang saat ini
dibutuhkan dan apa yang dipenuhi, sekarang dan dimasa yang akan depan.
Kesenjangan dapat mencakup perbedaan/ perbedaan antara: tujuan organisasi yang
diharapkan terjadi dan apa yang sebenarnya terjadi, prestasi kerja yang diinginkan,
kompetensi dan keterampilan yang diinginkan.
Beberapa manfaat dari kegiatan penilaian kebutuhan program system informasi
menurut Walkins (2011:22) adalah (1) dapat menjadi proses yang sistematis untuk
memandu pengambilan keputusan, (2) dapat memberikan pembenaran untuk
keputusan yang dibuat, (3) dapat sebagai indikator untuk setiap proyek, kerangka
waktu atau anggaran, (4) dapat menawarkan model yang dapat diterapkan oleh
pemula atau ahli, (5) dapat memberikan perspektif sistemik bagi para pengambil
keputusan kekuasaan untuk melaksanakan kegiatan- kegiatan tersebut.
60
2. Organizing (pengorganisasian)
Menurut pendapat Torang (2014:170), pengorganisasian adalah suatu proses
mendistribusikan pekerjaan dan tugas- tugas serta mengkoordinasikannya untuk
mencapai tujuan organisasi. Berdasarkan uraian di atas, maka pengorganisasian
program system informasi adalah suatu tindakan atau kegiatan menggabungkan
seluruh potensi yang ada dalam sebuah sistem dan melakukan pendistribusian tugas
untuk mencapai tujuan organisasi. Adapun langkah-langkah dalam pengorganisasian
menurut Terry sebagaimana diungkap kembali oleh Torang (2014:171) adalah
sebagai berikut: (1) mengetahui tujuan sistem (2) menyusun prosedur kegiatan/
pekerjaan yang akan dilaksanakan, (3) mengelompokkan kegiatan pada unit/ bagian/
bidangnya masing- masing. (4) mendefinisikan dengan jelas tugas yang harus
dilaksanakan dan mencatat orang yang diindikasikan sesuai dikerjakan oleh orang
tersebut. (5) menentukan orang yang akan melaksanakan kegiatan, (6)
mendelegasikan kewenangan atau kekuasaan kepada orang yang telah ditunjuk untuk
melaksanakan tugas atau pekerjaan.
Berdasarkan pendapat Terry di atas, maka pengorganisasian program system
informasi pembangunan infrastruktur berbasis skala prioritas dapat dilakukan dengan
langkah- langkah sebagai berikut:
(1) Menentukan tujuan
Pada tahap ini harus ditetapkan tujuan program system informasi secara
jelas.Menetapkan tujuan program adalah langkah yang sangat penting karena
tujuan program harus tercapai.
61
(2) Menyusun prosedur program system informasi
Pada tahap ini dilakukan penyusunan langkah-langkah program system
informasi yang menggambarkan proses program system informasi. Kegiatan ini
dimulai dari perencanaan program system informasi, pelaksanaan program
system infirmasi, sampai pada evaluasi program system informasi.
(3) Mengelompokkan kegiatan pada unit/ bidangnya masing- masing.
Pada tahap ini dilakukan pengelompokkan kegiatan seperti kegiatan perekrutan
peserta, penggandaan modul program, penyiapan sarana dan prasarana
program, bagian akomodasi peserta program system informasi.
(4) Mendefinisikan dengan jelas tugas yang harus dilaksanakan dalam program
system informasi. Pada tahap ini diuraikan secara jelas langkah- langkah
pelaksanaan program system informasi (job description) yang harus dilakukan
oleh setiap orang sesuai dengan tanggungjawabnya masing- masing. Dengan
cara ini maka dapat dihindari tumpang tindih wewenang dari masing- masing
petugas.
(5) Menentukan orang yang akan melaksankan program atau pembagian tugas
untuk melaksanakan program.Pada tahap ini dilakukan pembagian tugas
pelaksanaan program sesuai dengan kompetensi yang dimiliki masing- masing
petugas. Dengan cara ini diharapkan program dapat dilaksanakan sesuai dengan
tujuan yang akan dicapai.
(6) Melakukan pendelegasian wewenang melaksanakan program.
Pada tahap ini dilakukan pendelegasian wewenang untuk melaksanakan
program.Agar pendelegasian wewenang dapat bekerja secara efektif maka
62
setiap orang-orang yang diberi wewenang tersebut harus memahami struktur
program.Dengan demikian masing-masing pihak sangat paham sejauh mana
wewenang yang dapat dijalankan dalam melaksanakan program.
3. Actuating (menggerakkan)
Menurut Terry sebagimana diungkap Torang (2014:173), bahwa actuating atau
menggerakkan adalah merangsang anggota- anggota kelompok untuk melaksanakan
tugas-tugas dengan antusias dan kemauan yang baik.Actuating dimaksudkan untuk
menggerakkan orang- orang agar mau bekerja dengan sendirinya atau dengan
kesadaran secara bersama- saama untuk mencapai tujuan yang dikehendaki secara
efektif.Dalam hal ini trainer harus kompeten dibidangnya meliputi pengetahuan,
keterampilan dan sikap memberikan perintah dengan jelas kepada pihak terkait
sehingga dapat memahami hal yang harus dilakukannya dalam upaya peningkatan
pengetahuan dan keterampilannya. Seorang trainer juga harus mampu melakukan
komunikasi dengan baik terhadap peserta maupun tehadap unsur- unsur lain yang
terlibat dalam program.
4. Controlling (pengawasan)
Menurut pendapat Torang (2014: 176), bahwa controlling dimaksudkan untuk
melaksanakan penilaian dan koreksi terhadap proses pekerjaan yang sedang
berlangsung. Lebih lanjut dijelaskan bahwa tujuan dari penilaian dan koreksi dalam
aktivitas controlling dimaksudkan agar proses pekerjaan yang ditemukan
menyimpang dapat diperbaiki. Berdasarkan uraian diatas, maka pengawasan program
63
system informasi adalah suatu kegiatan untuk melakukan pemantauan, membuktikan,
dan memastikan apakah seluruh kegiatan pelatihan yang telah direncanakan,
diorganisasikan, diperintahkan, dan dikondisikan sebelumnya dapat dilaksanakan
sesuai target atau tujuan yang telah ditetapkan. Dengan adanya pengawasan, maka
penyimpangan pelaksanaan program dapat dideteksi sedini mungkin sehingga
menghindari kesalahan yang fatal dalam pelaksanaan program.
Menurut Terry sebagaimana diungkap Torang (2014:177), Terdapat empat
langkah proses pengawasan. Keempat langkah tersebut adalah: (1) menetapkan
standar atau dasar pengawasan, (2) mengukur kompetensi, (3) membandingkan
kompetensi dengan standar kompetensi, menetapkan perbandingan/ perbedaannya.
(4) mengoreksi penyimpangan yang terjadi sebagai langkah perbaikan.
2.3 Kerangka Berpikir
Pemerintah kota tidak mempunyai perangkat baku yang digunakan pada
mekanisme pengusulan kegiatan pembangunan infrastruktur sekolah. Mekanisme
pengusulan yang dilakukan masih bersifat manual sehingga pada skala kota tidak bisa
dilihat secara komprehensif dan muncul skala prioritas usulan penanganan
pembangunan infrastruktur sekolah. Hal ini akan besar kemungkinan timbul
penyimpangan kebijakan pada level pengambil kebijakan. Keterbatasan anggaran
menjadi hal yang sangat perlu diperhatikan, karena menurut ilmu administrasi
keuangan dalam arti luas, bahwa kebijakan dalam pengadaan dan penggunaan
keuangan untuk mewujudkan kegiatan organisasi kerja yang berupa kegiatan
perencanaan, pengaturan pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan. Proses
64
perencanaan pembangunan infrastruktur sekolah dimulai dengan pihak sekolah
melakukan identifikasi kebutuhan pembangunan kemudian perencanaan
pembangunan tersebut diusulkan melalui SIMPPIS di verifikasi oleh pihak Dinas
Pendidikan. Selanjutnya usulan yang telah diverifikasi oleh Dinas Pendidikan di
validasi oleh K-Prove team yang terdiri dari Bappeda sebagai ketua tim, Dinas
Pendidikan, Setda bagian anggaran. K- Prove Team berfungsi sebagai penentu atau
finalisasi usulan sekolah sesuai dengan skala prioritas yang telah ditetapkan melalui
SIMPPIS. Berdasarkan uraian diatas, diperlukan sebuah manajemen sistem informasi
perencanaan infrastruktur yang baik akan sebuah program mampu mendukung sebuah
kegiatan dengan maksimal. Berikut ini adalah kerangka berpikir dalam penelitian ini:
65
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
Banyaknya jumlah SD dan
SMP yang membutuhkan
pembangunan infrasruktur
akan tetapi dana yang
tersedia terbatas.
Kondisi sekolah yang
memiliki sarana dan
prasarana yang kurang
memenuhi standar yang
telah ditetapkan Belum ada dokumen studi
yang komprehensif tentang
identifikasi kondisi dan
kebutuhan sarana dan
prasarana belum terdapat
daftar skala prioritas
Model faktual
Manajemen
pembangunan
infrastruktur di Kota
Salatiga
KAJIAN
TEORETIS
- Permendiknas
No 24 tahun
2007
- kelangkaan
- Manajemen
- Sistem Informasi
Manajemen
- Skala prioritas
Proses pengajuan anggaran
pembangunan yang masih
konvensional
Hasil Penelitian /
Jurnal
Planning
Organizing
Actuating
Controliing
Pengembangan Model Perencanaan
Pembangunan Infrastruktur Sekolah
Menggunakan Sistem Informasi
Manajemen Berbasis Skala Prioritas
Finalisasi oleh K-Prove team
Model Hipotetik
Validasi Model melalui FGD
dan Delphi Exercise
Uji kelayakan
Model Final yang layak dan
valid
Stu
di
Pen
dah
ulu
an
P
engem
ban
gan
V
ali
dasi
Perencanaan pembangunan infrastruktur sekolah tepat
sasaran
141
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Hasil Penelitian tentang model sistem informasi manajemen perencanaan
pembangunan infrastruktur sekolah berbasis skala prioritas di Kota Salatiga dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Studi lapangan (faktual) mengenai perencanaan pembangunan infrastruktur
sekolah mengalami berbagai banyak permasalahan yaitu banyaknya jumlah
sekolah terutama SD dan SMP yang membutuhkan pembangunan infrasruktur
akan tetapi dana yang tersedia terbatas. Kondisi sekolah yang memiliki sarana
dan prasarana yang kurang memenuhi standar yang telah ditetapkan.
Keterbatasan anggaran biaya untuk pembangunan sarana dan prasarana satuan
pendidikan dasar dan menengah. Belum ada dokumen studi yang komprehenship
tentang identifikasi kondisi dan kebutuhan sarana dan prasarana satuan
pendidikan dasar dan menengah sehingga belum terdapat daftar skala prioritas.
Proses pengajuan anggaran pembangunan yang masih konvensional, sehingga
memungkinkan untuk terjadi penyimpangan.
2. Pengembangan model SIMPPIS di Kota Salatiga dikembangkan berdasarkan
data kondisi faktual, kajian literatur dan kajian pustaka. Berdasarkan ketiga hal
tersebut maka disusun model SIMPPIS. Sesuai dengan fungsi manajemen
pengembangan tersebut meliputi perencanaan yaitu (a) identifikasi kondisi;
(b) identifikasi kebutuhan; (c) membuat usulan program; (d) membuat
142
kesepakatan usulan program antara Kepala Sekolah, dewan guru dan Komite
Sekolah; (e) melatih tenaga khusus untuk menginputkan data didalam SIMPPIS;
(f) inputing data kondisi sekolah dan usulan program pembangunan infrastruktur
ke SIMPPIS. Pengorganisasian meliputi (1) Mengkomunikasikan kebutuhan
pembangunan infrastruktur melalui rapat komite dan sekolah; (2) menunjuk
dewan guru yang menampung laporan-laporan dari warga sekolah tentang
kebutuhan pembangunan infrastruktur sekolah kemudian mengkomunikasikan
dengan tim pembangunan dan pengembang sekolah atau ke waka sarpras;
(3) mengkomunikasikan tugas tim pembangunan dan pengembang sekolah;
(4) Pembagian kerja kepada dewan guru dan komite sekolah dalam proses
pengajuan usulan pembangunan infrrastruktur. Pelaksanaan meliputi
(1) menginputkan data sesuai dengan item-item dalam sistem; (2) mengajukan
proposal dari pihak sekolah ke dalam SIMPIS: (3) menunggu proses validasi atau
follow up dari Dinas pendidikan; (4) pengusulan sesuai dengan restra awal
pembelajaran; (5) memberikan keterangan tambahan apabila ada kebutuhan yang
mendesak. Evaluasi meliputi (1) Pengawasan periodik oleh Dinas Pendidikan
melalui SIMPIS; (2) proses melibatkan Bappeda bagian sarpras dan Setda bagian
anggaran; (3) evaluasi menggunakan SIMPIS.
3. Model final SIMPPIS adalah sebuah model yang telah divalidasi melalui FGD
dan Delphi Exercise oleh ahli dan praktisi. Berdasarkan hasil tersebut
menunjukkan bahwa model final yang dihasilkan adalah model yang layak dan
efektif untuk diterapkan baik dalam lingkup terbatas maupun luas.
143
5.2 Implikasi Penelitian
Model sistem informasi manajemen perencanaan pembangunan infrastruktur
sekolah berbasis skala prioritas dapat diimplikasikan dalam hal model perencanaan
pembangunan infrastruktur sekolah di Kota Salatiga baik di Sekolah Dasar maupun
Sekolah Menengah Pertama sehingga proses perencanaan dapat terintegrasi dengan
baik diseluruh sekolah baik negeri maupun swasta.
5.3 Saran
Berdasarkan hasil temuan hasil penelitian, pembahasan dan simpulan
sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, maka saran dan rekomendasi untuk
berbagai pihak terkait adalah sebagai berikut:
1. Untuk Pemerintah Daerah menetapkan SIMPPIS sebagai alat bantu dalam
menentukan skala prioritas untuk perencanaan pembangunan infrastruktur
sekolah di Kota Salatiga.
2. Keluaran dari SIMPPIS dapat digunakan sebagai acuan penentu kebijakan
dalam pengambilan keputusan perencanaan pembangunan infrastruktur
sekolah di Kota Salatiga.
144
DAFTAR PUSTAKA
Abdel, N., & Mahmoud, Z. 2009. The role of Management InformationSystems in
the quality of administrative decision-making. TishreenUniversity Journal
for Research and Scientific Studies -Economic and LegalSciences Series, 31
(1), 73-93.
Abdul Kadir. 2014. Pengenalan Sistem Informasi Edisi Revisi. Andi.Yogyakarta
Ajayi, I. A., & Omirin,, Fadekemi F. 2007. The Use of Management Information
Systems ( MIS ) In Decision Making In The South-West Nigerian
Universities, Educational Research and Review, Vol. 2, No. 5, pp. 109-116.
Ayeni and M. A. Adelabu, 2012. ―Improving Learning Infrastructure and
Environment for Sustainable Quality Assurance Practice in Secondary
Schools in Ondo State, South-West, Nigeria,‖ International Journal of
Research Studies in Education, Vol. 1, No. 1, 2012, pp. 61-68.
doi:10.5861/ijrse.2012.v1i1.20
A. M. MacEachren, F. P. Boscoe, D. Haug and L. W. Pickle, 1998. ―Geographic
Visualization: Designing Manipi-lable Maps for Exploring Temporally
Varying Georefer-enced Statistics,‖ Proceedings of the IEEE Symposium on
Information Visualization, 1998, pp. 87-94.
Al-Mamary, Y.H., & Shamsuddin, A., & Aziati, N. 2014, The Role of Different
Types of Information Systems in Business Organizations: A Review,
International Journal of Research, Vol. 1, Issue. 7, pp. 333-339.
Al-Mamary, Y.H., & Shamsuddin, A., & Nor Aziati, A.H. 2014 Key factors
enhancing acceptance of management information systems in Yemeni
companies, Journal of Business and Management Research, Volume. 5, pp.
108-111.
Aremu, A.O. 2000. Impact of Home, School and Government on Primary School
Pupils’Academic Performance. Journal of Exceptional Child, 5(1), 106-110.
Armitt, j. 2013, ‗The Armitt Review: An Independent Review of Long Term
InfrastructurePlanning (review commissioned for Labour‘s Policy Review),
London, Labour Party.aschuer, d. a. (1989), ‗Is public expenditure
productive?‘, Journal of Monetary Economics, 23,177–200.
Asemi, A.,& Safari, A., & Zavareh, A.A. 2011. The Role of Management
Information System (MIS) and Decision Support System (DSS) for
Manager‘s Decision Making Process. International Journal of Business and
Management, Vol. 6, No. 7; pp 164-173.
145
Ayres, s. and pearce, g. 2013, ‗A Whitehall perspective on decentralisation in
England‘semerging territories‘, Local Economy, 28, 801–16.83–103.
Azhar, Kasim. 1995. Teori Pembuatan Keputusan. Jakarta : Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia
Babu, K.V.S.N.J., & Sekhar, B.M.R 2012. MIS. Vs. DSSS in Decision Making,
Global Journal of Management and Business Research, Volume 12 Issue 16
Version 1.0.
Badan Pusat Statistik. 2015. Education Service of Salatiga Municipality. Dinas
Pendidikan Kota Salatiga.
Baccarini, D. 1999. The logical framework method for defining project success.
Project management journal, (Volume 30), 25-32.
Baker, m. and wong, c. 2013. ‗The delusion of strategic spatial planning: what‘s
left afterthe Labour government‘s English regional experiment?‘ Planning
Practice and Research, 28
Barnett, c. 2008, ‗Political affects in public space: normative blind-spots in non-
representationalontologies‘, Transactions of the Institute of British
Geographers, 33, 186–200.
Branham, D. 2004. The wise man builds hishouse upon the rock: The effects of
inadequateschool building infrastructure on studentattendance. Social
Science Quarterly(85)5.
Bristow, g. 2010, ‗Resilient regions: re-‗place‘ing regional competitiveness‘,
Cambridge Journalof Regions, Economy and Society, 3, 153–67
Bruinsma, f. r. and rietveld, p. 1993. ‗Urban agglomerations in European
infrastructurenetworks‘, Urban Studies, 30, 919–34.
Canning, D & P. Pedroni. 1999. Infrastructure and Long Run Economic
Growth.The World Bank, Discussion Paper No. 57
Caniëls, M. C., & Bakens, R. J. 2012. The effects of Project
ManagementInformation Systems on decision making in a multi project
environment. International Journal of Project Management, 30 (2), 162-175
Chao, C., Y., Huang, and Wang, M., 2006An application of the Analytic
HierarchyProcess (AHP) for a competence analysisof technology managers
from themanufacturing industry in Taiwan, WorldTransactions on
Engineering andTechnology Education, Vol.5, No.1.Journal of
Management.
146
Chenhall, R. H., & Langfield-Smith, K. 1998. The relationship between strategic
priorities, management techniques, and management accounting: an
empirical investigation using a systemsapproach. Accounting, Organizations
and Society, 23(3), 243-264.
Commonwealth of Australia. 2014a. Budget 2014-15: Building Australia‘s
infrastructure. The Commonwealth of Australia.
Commonwealth of Australia. 2014b. Public Infrastructure: Productivity
Commission Inquiry Report, Volume 1. Melbourne: The Commonwealth of
Australia.
Corcoran, T. and Goertz, M. 1995, ―Instructional capacity and high performance
schools‖,Educational Researcher, Vol. 24, pp. 27-31.
Crampton, F.E., Thompson, D.C. and Hagey, J.M. 2001). ―Creating and
sustaining schoolcapacity in the twenty-first century: funding a physical
environment conducive to studentlearning‖, Journal of Education Finance,
Vol. 27 No. 1, pp. 633-52.
Davenport, T. H., & Short, J. E. 1990. The new industrial engineering:
Information technologyand business process redesign. MIT Sloan
Management Review.http://sloanreview.mit.edu/the-
magazine/articles/1990/summer/3141/the-newindustrial-engineering-
information-technology-and-business-processredesign/2/
Deen, A. 2010. PIDA – The programme for Infrastructure development in Africa.
Presentation delivered at the NEPAD Transport & Infrastructure Summit,
Midrand, South Africa, 14 October 2010
Djamasbi, S., Strong, D. M., & Dishaw, M. (2010). Affect and acceptance:
Examining the effects of positive mood on the technology acceptancemodel.
Decision Support Systems, 48 (2), 383–394.
Ernawati dan Zulfiaji, 2013, Analisis dan Pembangunan Infrastruktur Cloud
Computing; Jurnal Cybermatika, Vol. 1 No. 2, Artikel 4
Elmore, R. F. 1996. Getting to scale with good educational practice. Harvard
Educational Review,66(1), 1–26.
Evans, G. W., Yoo, M. J. and Sipple, J. 2010. The ecological context of student
achievement: Schoolbuilding quality effects are exacerbated by high levels
of student mobility. Journal ofEnvironmentalPsychology (2010)
Feser, e. 2014, ‗Planning local economic development in the emerging world
order‘, TownPlanning Review, 85, 19–38.
147
Firestone, W.A. and Pennell, J.R. 1997, ―Designing state-sponsored teacher
networks:a comparison of two cases‖, American Educational Research
Journal, Vol. 34, pp. 237-66.
Fowowe, S.O. 1988. Finding Academic Libraries In Nigeria: A survey of some
NigerianUniversity libraries.Ilorin Journal of Education, Vol. 8, (21-16).
Fullan, M. 2000. The return of large-scale reform. Journal of Educational Change,
1(1), 5–2
Gilley, J.W. 2000, ―Understanding and building capacity for change: a key to
schooltransformation‖, International Journal of Educational Reform, Vol. 9,
pp. 109-19.
Gauteng Provincial Government. 2012. Infrastructure development in South
Africa and Gauteng. Gauteng Provincial Government. Economic Analysis
Unit of SRM
Gardiner, b., martin, r. and tyler, p. 2010, ‗Does spatial agglomeration increase
nationalgrowth? Some evidence from Europe‘, Journal of Economic
Geography, 11, 979–1006.
Gelinas,J.U., Dull, Richard B., Wheeler, Patrick R. 2012. Accounting Information
Systems. SouthWestern: Cengage Learning
Gonzalez, s. 2011, ‗The north/south divide in Italy and England: discursive
construction ofregional inequality‘, European Urban and Regional Studies,
18, 62–76.
Graham, s. 2000a, ‗Introduction: cities and infrastructure‘, International Journal
of Urban andRegional Research, 24, 114–19.
Graham, s. 2000, ‗Constructing premium network spaces: reflections on
infrastructurenetworks and contemporary urban development‘, International
Journal of Urban and RegionalResearch, 24, 183–200
Gray, P. H. 2000. The effects of knowledge management systems on emergent
teams: towards a researchmodel. The journal of strategic information
systems, 9(2), 175-191
Grigg, Neil, 1988. Infrastructure Engineering And Management. John Wiley and
Sons.
Guy, s., graham, s. and marvin, s. 1997, ‗Splintering networks: cities and technical
networksin 1990s Britain‘, Urban Studies, 34, 191–216.
Handoko, T. Hani. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia, Bandung : Salemba
Empat p.243
148
Hansson, Sven Ove 2005, Departement of Philosophy and the History of
Technology Royal Institute of Technology (KHT), ―Decision Theory‖,
Minor Revisions 2005-08-23
Hasan,Y.,& Shamsuddin,A., & Aziati, N. 2013, The Impact of Management
Information Systems adoption in Managerial Decision Making : A Review,
The International Scientific Journal of Management Information Systems,
Vol. 8, No. 4, pp. 010-017.
Heidarkhani, A., & khomami, A.A, & Jahanbazi, Q.,& Alipoor, H. 2013. The
Role of Management Information Systems ( MIS ) in Decision-Making and
Problems of its Implementation, Universal Journal of Management and
Social Sciences, Vol. 3, No. 3, pp. 78-89.
Hincks, s., webb, b. and wong, c. 2014. ‗Fragility and recovery: housing, localities
and unevenspatial development in the UK‘, Regional Studies, 48, 1842–62.
Hjelt, M., & Björk, B. C. 2007. End-user attitudes toward EDM use in
construction project work: Casestudy. Journal of computing in civil
engineering, 21(4), 289-300.
Honig, M. I. 2004. Where‘s the ‗‗up‘‘ in bottom-up reform? Educational Policy,
18(4), 527–5
Isyaku, K. 2002. The status of higher education in Nigeria. The college of
education perspective. A lead paperpresented at the National summit on
Higher Education organized by the federal Government of Nigeria at
Abuja,March, 10th – 16th
Jahangir, K. 2005. Improving organizational best practice with information
systems.Knowledge Management
Review.http://findarticles.com/p/articles/mi_qa5362/is_200501/ai_n2137113
2/
Jarboe, K. P. 2005. Reporting intangibles: A hard look at improving business
information in theU.S. Athena Alliance.
http://www.athenaalliance.org/apapers/ReportingIntangibles.htm
Kaika, m. and swyngedouw, e. 2000, ‗Fetishizing the modern city: the
phantasmagoria ofurban technological networks‘, International Journal of
Urban and Regional Research, 24, 120–38.
Kamps, c. 2006, ‗New estimates of government net capital stocks for 22 OECD
countries,1960–2001‘, IMF Staff Papers, 53, 120–50.
Kenayathulla, Husaina Banu. 2010, Cost Benefit Analysis In Malaysian
Education, Journal International Manajemen Pendidikan, UNY, Vol 4, No
02,Yogyakarta.
149
Kessides, I.N. 1993.The contributions of infrastructure to economic development.
A review of experience and policy implications. World Bank Discussion
Papers. Washington DC: The World Bank.
Kessides, I. N. 2010. Regionalizing infrastructure der deepening market
integration: The case of East Africa.Journal of Infrastructure Development,
Vol. 4 (2): 115-138.
Keputusan Menteri Pendidikan nasional Republik Indonesia Nomor 129a /U/2004
tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pendidikan
Kirsch, L. S. 1997. Portfolios of control modes and IS project management.
Information Systems Research,8(3), 215-239.
Kodoatie, J. Robert. 2003. Pengantar Manajemen Infrastruktur. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar
Kumar, P. K. 2006. Information System—Decision Making. IndianMBA.
http://www.indianmba.com/Faculty_Column/FC307/fc307.html
Laodon, Kenneth.C and Laodon Jane P. 2004. Management Information System:
Managing The Digital Firm. 10 th Edition. Pearson Education Inc. Pearson
Prentice Hall.
Lakshmanan, t. r. 2011, ‗The broader economic consequences of transport
infrastructureinvestments‘, Journal of Transport Geography, 19, 1–12.
Lingham, L. 2006. Managing a business/ Management information system. All
Experts.http://en.allexperts.com/q/Managing-Business-1088/management-
information-system.htm
Lyons, J. 2001. Do school facilities really impact a child‘s education?Scottsdale,
AZ: Council of EducationalFacility Planners, International Maintenance
Management. Organization, Technology and management inConstruction,
an International Journal. 1 (2), 72 – 79.
Lemer, A. C. 1992. We cannot afford to have national infrastructure policy?
Journal of the AmericanPlanning Association, Vol. LVIII (3).
Lewis, K. 2004. Knowledge and performance in knowledge-worker teams: A
longitudinal study oftransactive memory systems. Management science,
50(11), 1519-1533.
Mankiw, N. Greorgy. 2000. Teori Makor Ekonomi. Edisi Keempat. Alih Bahasa :
Imam Nurmawam. Jakarta : Erlangga
Marsh, d. 2008, ‗Understanding British Government: analysing competing
models‘, BritishJournal of Politics and International Relations, 10, 251–68.
150
Marshall, t. 2011, ‗Reforming the process for infrastructure planning in the
UK/England1990–2010‘, Town Planning Review, 82, 441–67.
Marshall, t. 2013, Planning Major Infrastructure: A Critical Analysis, Abingdon,
Routledge
Martinez, h. s. and givoni, m. 2012, ‗The accessibility impact of a new high-speed
rail link in the UK – a preliminary analysis of winners and losers‘, Journal
of Transport Geography,25, 105–14.
Mcfarlane, c. and rutherford, j. 2008, ‗Political infrastructures: governing and
experiencingthe fabric of the city‘, International Journal of Urban and
Regional Research, 32, 363–74.
Morgan, k. 2006, ‗Devolution and development: territorial justice and the north
south divide‘,Publius, 36, 189–206
Moulton, J. C., Curcio, J. L., & Fortune, J. C. 1999. Structurally sound? American
School Board Journal, 186, 38-40.
Musamba. 2015.Approaches to Infrastructure Planning and Roll-Out: A
Comparative Analysis. South Africa. International Journal of Arts &
Sciences.CD-ROM. ISSN: 1944-6934: 08(04):527–53
McLeod Pearson. 2008. Sistem Informasi Manajemen. Salemba. Jakarta
McLeod, R. 1990. Management information system. New York:Macmillan.
Namani, M. B. 2010. The role of information systems in managementdecision
making-a theoretical approach. Information management, 109-116.
Naranjo-Gil, D. 2009. The influence of environmental and organizational factors
on innovation adoptions:Consequences for performance in public sector
organizations. Technovation, 29(12), 810-818.
Nath, R. P., & Badgujar, M. 2013. Use of Management InformationSystem in an
Organization for Decision Making. ASM's International Ejournalof Ongoing
Research in Management And IT, 2 (6), 160-171.
Neuman, m. 2006, ‗Infiltrating infrastructures: on the nature of networked
infrastructure‘,Journal of Urban Technology, 13, 3–31.
Neuman, m. and smith, s. 2010, ‗City planning and infrastructure: once and future
partners‘,Journal of Planning History, 9, 21–42
Nijkamp, p. 1986, ‗Infrastructure and regional development: a multidimensional
policyanalysis‘, Empirical Economics, 11, 1–21.
151
Niskanen, W.A. 1991. The soft infrastructure of a market economy. Cato Journal,
Vol. 11 (2): 233-238.
Nowduri1, S., & Al-Dossary, S. 2012. Management Information Systems and Its
Support to Sustainable Small and Medium Enterprises International Journal
of Business and Management; Vol. 7, No. 19, pp. 125-131.
O‘Brien dan Marakas. 2010. Management Information System: Managing
Informastion Technology In The Bussiness Enterprise.15th
Ed. New York:
McGraw-Hill
Oetomo,Budi Sutedjo Dharma. 2002. Perencanaan dan Pengembangan Sistem
Informasi. Edisi I. ANDI Yogyakarta
Olagunju, R. E. 2011. Development of Mathematical Models for the Maintenance
of Residential Buildings inNiger State, Ph. D Thesis, Federal University of
Technology, Minna, Nigeria.
Ornstein, A. C., & Cienkus, R. C. 1990. The nation‘s school repair bill. American
School Board Journal, 177, 38-42.
Ong, C. S., Lai, J. Y., & Wang, Y. S. 2004. Factors affecting engineers‘
acceptance of asynchronous elearningsystems in high-tech companies.
Information & management, 41(6), 795-804.
Pal, S. 2010. Public infrastructure, location of private schools and primary school
attainment in an emerging economy. Economics of Education Review,
29(5), 783-794.
Pelgrum, W. J. 2001. Obstacles to the integration of ICT in education: Results
from a worldwide educational assessment.Computers & Education, 37(2),
163-178.
Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 3 Tahun 2005 tentang Standar
Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan TK/RA, SD/MI, SMP/MTs,
SMA/MA, SMK, SLB, Pendidikan Non Formal, UKS, Kepemudaan,
Olahraga dan Kebudayaan Propinsi Jawa Tengah.
Permendiknas No. 19 Tahun 2007, tentang Standar Kualifikasi Pengelolaan
Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
Permendiknas No. 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana Untuk
SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA
Permendiknas No. 50 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh
Pemerintah Daerah.
152
Pipek, V., & Wulf, V. 2009. Infrastructuring: Toward an integrated perspective on
the design and use ofinformation technology. Journal of the Association for
Information Systems, 10(5). http://aisel.aisnet.org/jais/vol10/iss5/1.
Prasojo, 2010, Financial Resources Sebagai Faktor Penentu Dalam Implementasi
Kebijakan Pendidikan, Journal InternationalManajemen Pendidikan, UNY,
Vol4, No 02, Yogyakarta.
Priem, R. L., & Butler, J. E. 2001. Is the resource-based ―view‖ a useful
perspective for strategicmanagement research?. Academy of management
review, 26(1), 22-40.
Rhodes, J. 2010. The Role of Management Information Systems in Decision
Making. eHow.http://www.ehow.com/facts_7147006_role-
informationsystems-decision-making.html
Romney, Marshall B., dan Paul John Steinbart.2015.Accounting Information
Systems, 13th
ed.England: Pearson Educational Limited
Russell, J. L., Knutson, K., & Crowley, K. 2013. Informal learning organizations
as part of aneducational ecology: Lessons from collaboration across the
formal-informal divide. Journal ofEducational Change, 14(3), 259–281.
Satzinger, Jackson, Burd. 2010. ―System Analisis and Design with the Unified
Process‖. USA: Course Technology, Cengage Learning
.
Schein, E. H. 2008. Organizational Culture and Leadership. San Francisco:
Jossey-Bass
Simon, N.S., Evans, G.W., and Maxwell, L.E. 2007. Building quality, academic
quality, and selfcompetencyin New York City public schools. In E. Knapp,
K. Noschis, & C. Pasalar (Eds.), Schoolbuilding design and learning
performance (pp. 41-50). Lausanne, Switzerland: Comportements.
Siswanto. 2011. Pengantar Manajemen. Jakarta : PT. Bumi Aksara p 70
Smith, G. L., & Da Lomba, F. A. C. 2008. The challenges of infrastructure
development in the eastern limb of the Bushveld Complex of South Africa.
The Southern African Institute of Mining & Metallurgy.
Spillane, J.P. and Thompson, C.L. 1997, ―Reconstructing conceptions of local
capacity: the localeducation agency‘s capacity for ambitious instructional
reform‖, Educational Evaluationand Policy Analysis, Vol. 19, pp. 185-203.
Star, S. L., & Ruhleder, K. 1996. Steps toward an ecology of infrastructure:
Design and access for largeinformation spaces. Information Systems
Research, 7(1), 111–134.
153
Surbakti, Irfan. 2002. Sistem Pendukung Keputusan (Decision Support System).
Surabaya: Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknologi Informasi Institut
Teknologi Sepuluh November.
Solar, M., Sabattin, J., & Parada, V. 2013. A maturity model for assessing the Use
of ICT in school education. Journal ofEducational Technology & Society,
16(1), 206-218.
Spaull, N., 2013a. Poverty and privilege: primary school inequality in South
Africa. International Journal of Educational Development 33, 436–447.
Tanner, C. K. (2009 a). Effects of school design on student outcomes. Journal of
EducationalAdministration. 47(3), 376-394
Taylor, Frederick Winslow. 1974.Scientific Management .New York Harper
Tatom, J.A. 1993.Paved with Good Intentions; the Mythical National
Infrastructure Crisis Policy Analysis. Cato Institute
Tan, T., Tan, W., & Young, J. E. 2000. Entrepreneurial infrastructure in
Singapore: Developing a model andmapping participation. The Journal of
Entrepreneurship, Vol. 9(1).
Terry, George, 1993, Prinsip-prinsip Manajemen, terj. J. Smith, Jakarta: Bumi
Aksara
Terry, George dan Leslie W. Rue. 2010. Dasar-Dasar Manajemen. Cetakan
kesebelas. Jakarta: PT Bumi Aksara.p.9
Terry, George, R dan Rue, Leslie, W.2014. dasar-dasar Manajemen. Terjemahan
G.A. Tcoalu.Jakarta: Bumi Aksara
The obald, P. 2006. Urban and rural schools: Lingering obstacles. Phi Delta
Kappan, 87, 116-122.
Todaro, Michael P. 2003. Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga. Alih Bahasa:
Aminuddin dan Drs.Mursid. Jakarta: Ghalia Indonesia
Tripathi, K.P. 2011, Role of Management Information System (MIS) in Human
Resource,International Journal of Computer Science and Technology, Vol.
2, Issue 1, March, pp-5862. [online] available
fromhttp://www.ijcst.com/vol21/tripathi.pdf
Turban, E., Rainner R.K., dan Potter, Richard E.. 2010. ―Introduction to
Information Technology‖. 3rd
Edition. USA: Wiley
Turban, E. & Rainer, R.K & Potter, R.E. 2004. Introduction to Information
Technology. New Jersey: John Wiley &Sons. Inc.
154
Turban. E. 2005 . Decision Support System and Intelligent Systems Edisi 7. Jilid
2 . Penerbit : Andi Offset, Yogyakarta
Vanderlinde, R., & Van Braak, J. 2010. The e-capacity of primary schools:
Development of a conceptual model and scaleconstruction from a school
improvement perspective. Computers & Education, 55(2), 541-553.
Van den Berg, S., 2008. How effective are poor schools? Poverty and educational
outcomes. Studies in Educational Evaluation 34, 145–154.
Weinstein C S. 1979. The physical environment of the school: A review of the
research. Review ofEducational Research, 49(4), 577-610.
Whitten, Jeffrey L., Lonnie D., dan Bentley. 2009. ―Systems Analysis and Design
for The Global Enterprise Seventh Edition‖. New York: Mc. Graw-Hill.
Wu, W. W., & Lee, Y. T. 2007. Selecting knowledge management strategies by
using the analytic networkprocess. Expert systems with Applications, 32(3),
841-847.
Young, d. and keil, r. 2010, ‗Reconnecting the disconnected: the politics of
infrastructure inthe in-between city‘, Cities, 27, 87–95.
Zanon, b. 2011 ‗Infrastructure network development, re-territorialization
processes and multilevelterritorial governance: a case study in Northern
Italy‘, Planning Practice & Research, 26, 325–47
Zubairu, S. N. 2010. The National Building Maintenance Policy for Nigeria: The
Architects' Perspective.Compilation of Seminar Papers presented at The
2010 Architects Colloquium - Architecture and the NationalDevelopment
Agenda III. Architects Registration Council of Nigeria, Lagos, 1-12.
http://www.un.org/millenniumgoals/2014%20MDG%20report/MDG%202014%2
0English%20web.pdf