sindrom brugada
TRANSCRIPT
SINDROM BRUGADA
Begoña Benito, Ramon Brugada, Josep Brugada and Pedro Brugada
Sindrom Brugada digambarkan pada tahun 1992 sebagai kasus klinis baru yang
ditandai dengan gambaran EKG yang khas (RBBB dan ST elevasi persisten di lead precordial
kanan) dan kematian mendadak akibat jantung. Deskripsi pertama didapat dari 8 pasien dan
diikuti oleh laporan kasus lainnya, dan kemudian, muncul berbagai pendapat baik yang
berfokus pada gejala klinis dari kebanyakan pasien maupun dari aspek genetik, molekuler,
dan selular penyakit. Kenyataannya, jumlah publikasi ilmiah tentang sindrom ini telah
meningkat secara signifikan pada akhir tahun dan terus berlanjut hingga sekarang. Kemajuan
pengetahuan klinis dan mekanis telah memberikan informasi yang penting dalam kasus ini,
namun masih banyak pertanyaan yang mendorong dilakukannya penelitian lebih lanjut
tentang sindrom ini. Artikel ini membahas tentang pengetahuan terbaru berdasar aspek
klinis, genetic, dan molekuler dari Sindrom Brugada, dan memberikan informasi yang
didapatkan dari studi klinis dan dasar terbaru.
Gambar 1. Publikasi ilmiah tentang Sindrom Brugada sejak penemuan pertama sampai saat ini. Artikel
didapatkan dalam database PubMed menggunakan kata kunci “RBBB DAN ST elevasi DAN kematian
mendadak” atau “Sindrom Brugada”. Area berwarna terang menunjukkan artikel review.
Kriteria Diagnosis dan Gejala Umum
Setelah penemuan awal sindrom ini, beberapa kebingungan muncul pada tahun
pertama mengenai diagnosis dan kriteria EKG yang spesifik untuk sinrom ini. Tiga pola
repolarisasi segera didapatkan: (a) gambaran EKG tipe 1, yang telah dilaporkan sebelumnya
pada yahun 1992, yaitu berupa ST elevasi yang lebih dari sama dengan 2 mm dan diikuti
dengan gelombang T yang negative, dengan atau tanpaisoelektris yang terpisah, gambaran ini
muncul lebih dari sekali di lead prekordial kanan (V1 sampai V3); (b) Gambaran EKG tipe 2,
juga ditandai dengan ST elevasi, namun diikuti oleh gelombang T yang positif atau bifasik
yang menunjukkan konfigurasi saddle back; (c) Gambaran EKG tipe 3, ST elevasi pada lead
prekordial kanan kurang dari sama dengan 1 mm baik tipe coved maupun bentuk saddle back.
Gambar 2. Tiga gambaran EKG pada lead prekordial kanan yang biasa muncul pada penderita Sindrom
Brugada. Tipe 1 atau yang biasa disebut coved-type, berupa ST elevasi yang diikuti gelombang T yang
negative. Tipe 2 atau gambaran saddle-back, berupa ST elevasi yang diikuti gelombang T yang positif
atau bigasik. Tipe 3, dengan gambaran coved-type maupun saddle-back dengan ST elevasi kurang dari
1mm. Gambaran EKG tipe 1 digunakan dalam diagnosis Sindrom Brugada.
Walaupun semua gambaran EKG tersebut dapat muncul pada penderita Sindrom
Brugada, namun hanya tiper 1 lah yang digunakan untuk diagnosis sindrom ini, seperti yang
dinyatakan dalam laporan konsensus pertama Arrhythmia Working Group of the European
Society of Cardiology dan kemudian dilaporkan dalam konferensi konsensus kedua yang
diterbitkan pada tahun 2005. Kedua laporan ini membantu memperjelas kebingungan
sebelumnya dan mengarahkan kriteria diagnosis terbaru untuk sindrom ini yang disebutkan
pada tabel 1. Sindrom Brugada dapat langsung didiagnosis ketika terdapat gambaran EKG
tipe 1 yang muncul lebih dari sekali pada lead prekordial kanan (V1-V3), dengan atau tanpa
pemberian agen natrium channel blocker, dan berhubungan dengan salah satu berikut:
riwayat ventricular fibrillation (VF), polymorphic ventricular tachycardia (VT), riwayat
keluarga dengan kematian mendadak saat usia kurang dari 45 tahun, terdapat gambaran EKG
coved-type pada keluarga, kemampuan induksi pada aritmia ventrikel dengan stimulasi
elektrik, sinkop, atau respirasi nocturnal agonal. Perhatikan bahwa pasien dengan gambaran
EKG tipe 1 tanpa gejala klinis harus disebut memiliki gambaran EKG Brugada idiopatik dan
bukan Sindrom Brugada.
Sindrom Brugada saat ini disebut sebagai penyakit channel, yaitu, penyakit yang
diakibatkan oleh disfungsi dari kanal jantung membentuk potensial aksi, perubahan listrik
yang menimbulkan terjadinya aritmia. Gangguan listrik menjadi sebab primer, tanpa diikuti
penyakit jantung dasar yang bertanggung jawab terjadinya komplikasi aritmia.
Kenyataannya, Sindrom Brugada diperkirakan bertanggung jawab atas 4-12% dari semua
kematian mendadak dan sekitar 20% kematian mendadak tanpa disertai penyakit jantung.
Prevalensinya diperkirakan 5 dari 10000 orang, namun perkiraan ini harus lebih diperhatikan,
pertama, karena banyak pasien memiliki penyakit yang tersembunyi, sehingga dimungkinkan
prevalensi nyatanya lebih tinggi, dan kedua, karena perbedaan penting etnik dan geografis
telah dijelaskan. Contohnya, dalam studi Jepang, gambaran EKG tipe 1 telah diamati pada 12
dari 10000 peserta, dan beberapa data yang tersedia di Amerika Utara dan Eropa
menunjukkan populasi dengan prevalensi lebih rendah. Kenyataannya Asia Tenggara telah
lama menyadari adanya sindrom kematian mendadak yang tidak dapat dijelaskan (SUDS),
disebut juga bangungot (di Filipina), pokkuri (di Jepang), atau Lai Tai (di Thailand), yang
sekarang dikenal sebagai fenotip, genetik, dan fungsional gangguan yang sama dengan
Sindrom Brugada. SUDS ini dianggap sebagai endemic di Negara-negara tersebut dan
merupakan salah satu penyebab utama kematian pada lak-laki dengan usia kurang dari 50
tahun.
Tabel 1. Kriteria Diagnosis Sindrom Brugada
Terdapat ST elevasi tipe 1 (coved-type) ≥2 mm pada lebih dari 1 lead prekordial kanan
(V1-V3), baik secara spontan maupun setelah pemberian natrium blocker
AND
Salah satu berikut:
Riwayat Ventricullar Fibrillation,
Polymorphic Ventriculan tachycardia, Riwayat aritmia ventrikel
Kemampuan induksi pada aritmia ventrikel
dengan stimulasi elektrik,
Riwayat keluarga dengan kematian mendadak
saat usia kurang dari 45 tahun, Riwayat Keluarga
Terdapat gambaran EKG coved-type pada keluarga,
Sinkop Gejala akibat aritmia
Respirasi nocturnal agonal
Faktor lain meliputi kelainan EKG harus dikesampingkan
Faktor Genetik Sindrom Brugada
Sindrom Brugada diturunkam melalui transmisi autosomal dominan, walaupun pada
beberapa pasien, penyakit ini dapat menjadi sporadic, yaitu, tidak ada orang tua atau kerabat
lainnya yang mederita penyakit serupa. Mutasi pertama yang berhubungan dengan sindrom
ini di sebutkan pada 1998 oleh Chen dkk, dan diidentifikasi di SCN5A, gen yang mengkode
subunit α dari kanal natrium jantung (lokus 3p21, akson 28). Sampai saat ini lebih dari 80
mutasi berbeda yang dihubungkan dengan sindrom ini telah ditemukan pada gen yang sama.
Studi fungsional yang dilakukan dengan system ekspresi telah menunjukkan, untuk sebagian
besar mutasi, hilangnya fungsi kanal natrium (INa), yanb dicapai melalui mekanisme yang
berbeda (gambar 3):
- Penurunan kuantitatif pada kanal natrium dikarenakan kegagalan ekspresi
(gambar 3A)
- Disfungsi kualitatif pada kanal natrium dikarenakan gangguan kinetic
(pergeseran tegangan dan aktivasi, inaktivasi, atau reaktivasi yang tergantung
waktu; menjadi entri untuk inaktivasi intermediate atau percepatan inaktivasi
(gambar 3B)
Gambar 3. Contoh dari 2 mutasi berbeda pada SCN5A menyebabkan hilangnya fungsi kanal natrium
(Na). A, mutasi 1660V, menghasilkan defek pada pertukaran kanal Na, dan menyebabkan penurunan
kanal Na di sarcolemma. Mutan dan WT kanal Na telah diekspresikan pada sel TSA201 dan dan
ditandai dengan protein fluorescent hijau. A-I, kanal WT diproduksi di inti sel dan dipindahkan ke
membran sel. A-II, distribusi fluoresensi dari kanal I1660V berlokasi di organel intraseluler, yang
menunjukkan bahwa kanal mutan diproduksi namun tetap terjebak didalam sel. A-III, Penyelamatan
dari kanal mutan dengan inkubasi di RT. Dimodifikasi dari Cordeiro et al25 dengan izin. B, mutasi
G1319V, yang memodifikasi kinetic kanal natrium. Studi fungsional dilakukan pada sel HEK-293. B-I,
amplitudo maksimal tampak mirip pada WT san sel mutan, yang mengindikasikan adanya persamaan
beberapa fungsi kanal pada WT dan mutan. B-II, tegangan yang bergantung pada aktivasi menunjukkan
depolarisasi yang kecil pada kanal mutan dibandingkan dengan kanal WT, tanpa adanya perubahan
bentuk. B-III, tegangan yang bergantung pada inaktivasi terus-menerus mencerminkan aktivasi yang
tinggi pada kanal mutan dibandingkan kanal WT. B-IV, pemulihan dari inaktivasi, yang memperlambat
kanal G1319V. dimodifikasi dari Casini et al dengan izin. Singkatan: RT, temperatur ruang; WT, tipe
ganas
Bagaimanapun mutasi pada gen SCN5A saat ini hanya ditemukan pada 18 % sampai
30% pasien dengan Sindrom Brugada. Dalam sebuah studi oleh Schulze Bahr dkk, kejadian
mutasi SCN5A bervariasi menurut apakah pasien merupakan kasus Sindrom Brugada
keturunan atau sporadic. Walaupun mutasi SCN5A ditemukan pada 38% penyakit keturunan,
penulis belum dapan mengidentifikasi mutasi SCN5A pada 27 kasus sporadic (P=0,01).
Secara keseluruhan, insiden mutasi SCN5A rendah yang teridentifikasi pada pasien Sindrom
Brugada keturunan dan sporadic menunjukkan heterogenitas genetik penyakit ini.
Menurut hipotesis ini, lokus yang berbeda pada kromoso 3 (3p22-p24), tidak
berhubungandengan SCN5A, diidentifikasi dengan cloning posisi pada keluarga dengan
Sindrom Brugada pada tahun 2002. Gen yang terlibat telah dijelaskan baru-baru ini, glycerol-
3-phosphate dehydrogenase 1-like (GPD-1L), yang tampaknya mempengaruhi pertukaran
kanal natrium jantung di permukaan sel. Sebenarnya, mutasi (A280V) bertanggung jawab
mengurangi masuknya natrium sekitar 50% dan mutasi permukaan sel SCN5A sekitar 31%.
Yang juga sangat menarik, laporan terbaru menunjukkan bahwa bukan hanya mutasi
yang menyebabkan hilangnya fungsi kanal natrium (baik melalui SCN5A maupun GPD-1L)
dapat menyebabkan Sindrom Brugada, tetapi juga mutasi yang menyebabkan hilangnya
fungsi pada kanal kalsium CACNA1c jantung (CAv1.2) dan subunit β CACNB2b dapat
bertanggung jawab pada sindrom QT pendek yang tumpang tindih dan gambaran EKG
Brugada. Penemuan ini membuka jalur baru penelitian, dimana konsep Sindrom Brugada
sebagai gangguan kanal natrium murni membuka jalan untuk konsep sindrom sebagai akibat
ketidakseimbangan antara arus masuk dan arus keluar selama 1 potensial aksi (lihat
mekanisme selular dan ionik)
Pada tahun-tahun terakhir, polimorfisme berperan penting dalam menjelaskan fenotip
tertentu pada penyakit genetic. Pada lokus SCN5A, polimorfisme H558R telah ditunjukkan
untuk mengembalikan (setidaknya sebagian) kanal natrium yang terganggu dengan mutasi
simultan lain yang menyebabkan baik gangguan konduksi jantung (T5121) maupun Sindrom
Brugada (R282H). karena itu, polimorfisme ini tampaknya menimbulkan fenotip yang kurang
parah dengan mengurangi efek mutasi di dekatnya. Menurut ini, data klinis kami mengenai
polimorfisme H558R diantara genotip pasien-pasien Sindrom Brugada menunjukkan bahwa
mereka yang membawa polimorfisme H558R dan R558R mempunyai gambaran EKG
patologis yang lebih sedikit (artikel disertakan).
Gambar 4. Potensial aksi miosit ventrikel dan arus utama yang mendasarinya. Daerah yang diarsir
menunjukkan fase 1, sebagian besar ditentukan oleh keseimbangan antara Ina, Ica, dan Ito. Ketika arus
masuk positif terganggu oleh arus keluar positif, sel mencapai tingkat repolarisasi yang lebih besar, dan
bentuk potensial aksi normal menghilang, mengarah ke pengembangan takik pada akhir fase 1 (garis
putus-putus). Ini adalah dasar dari gangguan kanal hilangnya fungsi natrium seperti Sindrom Brugada.
Singkatan: Ica, kalsium yang masuk; Ina, natrium yang masuk; Ito, Kalium yang keluar sementara.
Mekanisme Selular dan Ionik
Studi eksperimental telah menjelaskan dasar selular dan molecular untuk 2 kriteria
utama diagnosis klinis Sindrom Brugada: Gambaram EKG yang khas (ST elevasi pada lead
precordial kanan) dan kecenderungan untuk VF dan SD.\
Gambar 4 merupakan potensial aksi miosit ventrikel yang normal dan arus ion utama
yang terlibat dalam masing-masing fase. Kondisi hilangnya fungsi natrium, gangguan yang
paling sering ditemui pada mutasi SCN5A yang terkait dengan Sindrom Brugada,
menyebabkan ketidakseimbangan antara arus masuk dan arus keluar positif selama fase 1,
mendukung repolarisasi dan munculnya takik tertentu pada potensial aksi yang diperantarai
oleh arus keluar transien kalium (Ito) (garis putus-putus). Meskipun beberapa tahapan
potensial aksi fase 1 dapat muncul di epikardium (terutama di ventrikel kanan) pada kondisi
normal, takik ditekankan muncul pada pasien Sindrom Brugada menimbulkan tegangan
gradient transmural antara epicardium dan endocardium, yang menimbulkan ST elevasi yang
khas pada EKG (gambar 5). Hipotesis ini telah dikonfirmasi dengan studi eksperimental
menggunakan arterially perfused canine wedge preparations dan juga pada studi
menggunakan manusia dengan merekam potensial aksi monofasik di epikardium dan
emdokardium saluran keluar ventrikel kanan.
Gambar 5. Mekanisme yang diusulkan mendasari adanya ST elevasi pada Sindrom Brugada. Takik
muncul di epikardium tapi tidak di endokardium menimbulkan gradient tegangan transmural dan
elevasi titik J (Brugada saddle-back). Aksentuasi lebih lanjut takik dapat disertai dengan pemanjangan
potensial aksi di epikardium, menjadi lebih panjang daripada di endokardium, sehingga mengarah ke
pengembangan gelombang T yang negative setelah ST elevasi (coved-type Brugada). Dimodifikasi dari
Antzelevitch16 dengan izin.
Aritmia ventrikel pada Sindrom Brugada dapat juga dijelaskan sebagai akibat dari
ketidakseimbangan antara arus masuk dan arus keluar positif selama potensial aksi fase 1.
Mekanisme yang diusulkan menjadi re-entry fase 2 ditunjukkan dalam gambar 6. Ketika
takik sedemikian rupa sehingga fase 1 mencapai sekitar -30 mV, semua atau tidak ada
repolarisasi menyebabkan hilangnya kubah potensial aksi. Heterogenitas dari hilangnya
bentuk kubah antara arus yang berbeda dalam epicardium, dan diantara epicardium dan
endokardium menghasilkan masing-masing repolarisasi di epikardial dan disperse transmural
(gambar 6A). substrat ini dapat mempengaruhi pengembangan denyut premature, dengan cara
mengkonduksi kubah potensial aksi dari jalur dimana potensial aksi dipertahankan tetap
hilang (gambar 6B). studi dengan menggunakan high resolution optical mapping pada
persiapan perfusi arteri RV anjing menyatakan adanya gradient antara bagian kubah yang
hilang dan bagian terbentuknya kembali kubah di epicardium, dan perkembangan selanjutnya
dari jalur reentran yang berputar di dalam epicardium dan secara bertahap melibatkan
miokardium transmural (gambar 6C).
Pemahaman tentang ketidakseimbangan antara arus ionik yang masuk dan arus keluar
pada fase 1 menunjukkan substrat patologi pada Sindrom Brugada (gambar 4) yang telah
membantu mengembangkan model penelitian untuk penyakit ini, dan menjelaskan efek dari
modulator tertentu dan ciri khas sindrom ini. Hal ini juga menjadi informasi penting untuk
pengembangan terapi yang adekuat. Dalam hal ini, model penelitian untuk sindrom ini telang
dikembangkan menggunakan perfusi arteri berdinding utuh pada jantung anjing ang
dipersiapkan dengan menambahkan potassium opener pinacidil atau kombinasi natrium
channel blocker (flecainide) dan asetilkolin. Intervensi ini membuat dominansi relatif pada
arus keluar positif pada akhir fase 1, sehingga menimbulkan takik. Baru-baru ini, efek
kombinasi penghambat kanal natrium dan calcium yaitu terfenadine terbukti lebih efektif
daripada penghambat kanal natrium sendiri dalam mencetuskan Sindrom Brugada pada
model penelitian. Bahkan kombinasi terfenadin dan pilsicainidin (penghambat kanal natrium
yang lain) telah digunakan untuk reentry fase 2.
Modulator otonom tampaknya memainkan peran dalam Sindrom Brugada melalui
efek langsung pada arus ionik. Asetilkolin telah terbukti menurunkan kalsium (ICa), dimana
agonis β-adrenergik dapat meningkatkan kalsium. Dengan penemuan tersebut, pasien dengan
Sindrom Brugada telah dilaporkan untuk meningkatkan ST elevasi setalah maneuver vagal
dan untuk melemahkan gambaran EKG setelah pemberian agen β-adrenergik. Dengan dasar
ini, dapat dilihat bahwa intervensi yang menurunkan arus masuk positif (seperti penghambah
kanal natrium atau kalsium) dapat meningkatkan ST elevasi dan dapat membahayakan pasien
dengan Sindrom Brugada, walaupun dapat digunakan untuk memperlihatkan bentuk
tersembunyi dari penyakit ini. Sebaliknya, penghambat Ito seperti quinidin dapat menjadi
pilihan terapi yang bagus dengan mengurangi takik pada akhir fase 1 (lihat terapi).
Selain itu, perbedaan konstitusi dalam kepadatan arus ionic dapat memberikan
penjelasan tentang beberapa karakteristik sindrom ini. Contoh yang diberikan model
penelitian adalah kepadatan yang lebih besar dari ito terdapat di epikardium ventrikel kanan
dibandingkan ventrikel kiri dan juga kepadatan Ito yang lebih besar didapatkan pada RV laki-
laki dibandingkan dengan RV perempuan, penemuan ini memberikan penjelasan yang masuk
akal kenapa Sindrom Brugada adalah penyakit yang utamanya terjadi di RV dan kenapa
manifestasi fenotip lebih sering pada laki-laki dibandig perempuan (lihat manifestasi klinis).
Gambar 6. Mekanisme yang diusulkan mendasari aritmia ventrikel pada Sindrom Brugada. A. dengan
pergeseran keseimbangan arus pada akhir fase 1, semua atau tidak ada reporalisasi yang timbul dan
menyebabkan hilangnya kubah potensial aksi secara komplit (gambar perak). Bahan aritmogenik
diperkirakan berkembang ketika kubah yang hilang muncul pada jalur epikardial tapi tidak muncul di
tempat lain, menimbulkan baik repolarisasi dispersi transmural dan repolarisasi disperse epikardial
(panah biru). Pada titik ini, impuls premature atau ekstrasistole dapat menginduksi aritmia reentran. B.
potensial aksi transmembran yang simultan pada 2 jalur epikardial dan 1 jalur endokardial bersama
dengan (dimodifikasi dari Antzelevitch et al1 dengan izin) EKG transmural yang terekam dari perfusi
arteri ventrikel kanan pada anjing. Pemberian terfenadin (5 µM), natrium kuat dan calcium channel
blocker, menonjolkan takik potensial aksi epikardial (panah putus-putus). Ketika dilakukan kombinasi
terus-menerus pada BCL 400 milidetik, semua atau tidak ada repolarisasi terjadi secara heterogen pada
akhir fase 1, menimbulkasn repolarisasi pada transmural epikardial local (EDR) dan repolarisasi pada
disperse transmural (TDR) (panah solid). Propagasi dari jalur dimana kubah dipertahankan (jalur 1
epikardial) ke jalur dimana kubah menghilang (jalur 2 epicardial) menunjukkan pengembangan denyut
prematur yang diinduksi oleh reentri fase 2, memicu polymorphic ventricular tachycardia yang spontan.
Dimodifikasi dari Shimizu et al dengan izin. C, mapping optikal resolusi tinggi dengan potensial aksi
transmembran dari jalur 256 secara simultan (permukaan epikardial dan endokardial) dari arterially
perfused canine wedge preparations. Rekaman pada awal polimorfi ventricular takikardi. Propagasi dari
reentri fase 2 terjadi dari bagian merah (dimana kubah dipertahankan) sampai ke bagian biru (dimana
kubah hilang). Awal jalur reentri terutama berputar di epikardium dan secara bertahap melibatkan
miokardium transmural, menyebabkan polimorfi ventricular takkardi yang tidak terus-menerus.
Dimodifikasi dari Shimizu et al dengan izin
Gambar 7. Kejadian VF atau SD spontan pada kehidupan pasien dengan Sindrom
Brugada. Data didapat dari 370 pasien yang diperbarui oleh register international. SD atau VF
terjadi pada 120 (32,4%) pasien. Singkatan: SD, kematian mendadak; VF, Fibrilasi ventrikel
Manifestasi Klinis pada Sindrom Brugada
Pasien dengan Sindrom Brugada biasanya asimptomatis. Bagaimanapun juga, sinkop
atau henti jantung, komplikasi dari aritmia seperti VT atau VF yang polimorfik, telah
ditemukan pada 17% hingga 42% dari pasien yang terdiagnosis. Angka ini mungkin lebih
banyak dibandingkan prevalensi yang sesungguhnya dari gejala Sindrom Brugada, mengingat
bahwa sebagian besar pasien yang terdiagnosis tanpa gejala. Umur dimana gejala mulai
timbul (terutama henti jantung) biasanya pada dekade ke 4 kehidupan (gambar 7), tanpa
penjelasan yang jelas dari penelitian ini hingga saat ini. Sinkop sebelumnya mungkin bisa
muncul pada 23% pasien dengan henti jantung.
Sekitar 20% pasien dengan Sindrom Brugada mungkin mengalami aritmia
supraventrikuller dan mengeluh gelisah dan/atau pusing. Peningkatan kerentanan atrium pada
fibrilasi atrium baik spontan maupun induksi telah dilaporkan pada pasien dengan Sindrom
Brugada. Dasar elektrofisiologi dapat menjadi konduksi atrial yang abnormal. Apakah
kerentanan atrium berhubungan dengan peningkatan aritmia ventrikuller sejauh ini belum
diketahui. Gejala lain seperti sinkop juga telah dihubungkan dengan Sindrom Brugada, tetapi
implikasi terhadap prognosis belum diketahui.
Seperti pada kasus gangguan kanal natrium yang lain yang disebut sebagai sindrom
QT panjang tipe 3, aritmia ventrikuler pada Sindrom Brugada mempunyai cirri khas muncul
saat istirahat, terutama saat malam hari atau ketika tidur. Pada penelitian Matsuo et al, 26 dari
30 episode VF didokumentasikan dalam implantable cordoverter defibrillator (ICD) yang
merekam pasien Sindrom Brugada ketika tidur, menunjukkan bahwa aktivitas vagal mungkin
berperan penting dalam terjadinya aritmia pada Sindrom Brugada. Data terbaru mengenai
system saraf otonom jantung dinilai dengan tomografi emisi positron menunjukkan bahwa
pasien Sindrom Brugada memperlihatkan adanya disfungsi otonom simpatis, dengan
peningkatan norepinefrin presinaps dan menurunkan konsentrasi norepinefrin pada celah
sinaptik, ketidakseimbangan ini memfasilitasi terjadinya aritmia dengan menurunkan level
intraseluler dari 3’-5’-cyclic adenosine monophosphate.