simulasi intan
DESCRIPTION
farmaTRANSCRIPT
Laporan Simulasi Kasus
TINEA PEDIS ET KRURIS
Disusun Guna Memenuhi Sebagian Syarat Untuk Mengikuti Ujian Ilmu Farmasi Kedokteran
Oleh :
INTAN PERMINASARI I1A000082ADI SUCIATMA I1A099075
Pembimbing :
JOHARMAN, S.Si, Apt
Universitas Lambung MangkuratFakultas Kedokteran
Laboratorium FarmasiBanjarbaru
September 2006
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada dasawarsa terakhir, di seluruh dunia disinyalir adanya peningkatan
luar biasa kasus infeksi oleh jamur. Kasus yang utama adalah mycosis oleh
dermatofit.1
Jamur atau fungi merupakan tumbuhan yang tidak memiliki klorofil,
sehingga tidak mampu melakukan fotosintesis untuk memelihara kehidupannya,
untuk itu ia memerlukan organisme hidup atau benda organis mati untuk
kehidupannya. Jamur sebenarnya merupakan organisme yang tidak begitu patogen
terhadap manusia, tetapi akan menimbulkan penyakit bila keadaan
memungkinkan untuk menginfeksi manusia. Beberapa jenis jamur bahkan normal
berada di tubuh manusia. Terjadinya infeksi ini dipermudah dengan adanya faktor
predisposisi dan faktor pencetus. 1,2
Dermatomikosis adalah suatu penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur.,
dibedakan atas dermatofitosis dan nondermatofitosis. Tinea pedis dan kruris
temasuk dalam golongan dermatofitosis yaitu penyakit pada jaringan yang
mengandung zat tanduk, misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan
kuku, yang disebabkan oleh golongan jamur dermatofita 2,3.
Definisi
Tinea pedis (Athlete’s foot, ringworm of the foot, kutu air) adalah
dermatofitosis pada kaki, terutama pada sela-sela jari dan telapak kaki terutama
yang memakai kaus dan sepatu yang tertutup 2,3
Tinea kruris (eczema marginatum, dhobie itch, jockey itch, ringworm of
the groin) adalah dermatofitosis pada lipatan paha, daerah perineum dan sekitar
anus 3.
Etiologi
Dermatofitosis disebabkan oleh golongan jamur dermatofita yang
merupakan jamur berfilamen dan bersifat mencernakan keratin. Dermatofita
terbagi dalam 3 genus, yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton.
Tinea pedis sendiri lebih sering disebabkan oleh T. rubrum. Sedangkan tinea
kruris sering disebabkan oleh T. Rubrum, T. Mentagrophytes, atau E. Floccsum.2,3
Klasifikasi
Para spesialis kulit membagi dermatofitosis berdasarkan lokasi. Dengan
demikian dikenal bentuk- bentuk : 3
- Tinea kapitis, dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala
- Tinea barbe, dermatofitosis pada dagu dan jenggot
- Tinea kruris, dermatofitosis pada daerah genitokrural, sekitar anus,
bokong dan kadang-kadang sampai perut bagian bawah
- Tinea pedis et manum, dermatofitosis pada kaki dan tangan
- Tinea unguium, dermatofitosis pada kuku jari tangan dan kaki
- Tinea korporis, dermatofitosis pada bagian lain yang tidak termasuk
bentuk 5 tinea di atas.
Untuk tinea pedis, biasanya dikenal tiga bentuk kelainan, yaitu : 3
- Bentuk interdigitalis
- Bentuk moccasin foot
- Bentuk sub-akut
Gejala Klinis
1. Tinea Pedis
Infeksi oleh jamur ini terutama terdapat di sela jari dan telapak kaki,
terutama pada orang yang memakai sepatu tertutup dengan perawatan kaki
yang buruk dan para pekerja dengan kaki yang selalu atau sering basah.
Keadaan lembab dan panas merangsang pertumbuhan jamur.2,3
Tinea pedis yang sering terlihat adalah bentuk interdigitalis. Di antara
jari IV dan V terlihat fisura yang dilingkari sisik halus dan tipis. Kelainan ini
dapat meluas ke bawah jari dan juga ke sela- sela jari yang lain. Karena daerah
ini lembab, maka sering dilihat laserasi. Aspek klinis maserasi berupa kulit
putih dan rapuh. Bila bagian kulit yang mati ini dibersihkan, maka akan
terlihat kulit baru, yang pada umumnya juga telah diserang jamur. Bentuk ini
dapat berlangsung bertahun-tahun dengan menimbulkan sedikit keluhan atau
tanpa keluhan sama sekali. Pada suatu ketika kelainan ini dapat disertai infeksi
sekunder oleh bakteri sehingga terjadi selulitis, limfangitis, limfadenitis dan
dapat pula terjadi erysipelas, yang disertai gejala-gejala umum.3
Bentuk lain yang sering terjadi adalah moccasin foot, tempat
terbentuknya pada seluruh kaki, dari telapak kaki tepi sampai punggung kaki
terlihat kulit menebal dan bersisik, eritema biasanya ringan dan terutama
terlihat pada bagian tepi lesi. Di bagian tepi lesi dapat pula dilihat papul dan
kadang-kadang vesikel.3
Pada bentuk subakut terlihat vesikel, vesikulo-pustul dan kadang-kadang
bula yang agak dalam di bawah kulit dan sangat gatal. Kelaian ini dapat mulai
pada daerah sela jari, kemudian meluas ke punggung kaki atau telapak kaki.
Isi vesikel berupa cairan jernih yang kental. Setelah pecah, vesikel tersebut
meninggalkan sisik yang berbentuk lingkaran yang disebut kaleret. Infeksi
sekunder dapat terjadi pada bentuk ini, sehingga dapat menyebabkan selulitis,
limfangitis dan kadang-kadang menyerupai erysipelas. Jamur terdapat pada
bagian atap vesikel. 3
2. Tinea Kruris
Kelainan kulit yang tampak pada sela paha merupakan lesi yang berbatas
tegas. Peradangan pada tepi lesi lebih nyata daripada daerah tengahnya.
Efloresensi terdiri atas macam-macam bentuk yang primer dan sekunder
(polimorfi). Bila penyakit ini menjadi menahun, dapat berupa bercak hitam
disertai sedikit sisik. Erosi dan keluarnya cairan biasanya akibat garukan. Tinea
kruris merupakan salah satu bentuk klinis yang sering ditemukan di Indonesia 3
Pembantu Diagnosa
Pemeriksaan mikologik untuk membantu menegakkan diagnosis terdiri atas
pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan. Pada pemeriksaan mikologik
untuk mendapatkan jamur diperlukan bahan klinis, yang dapat berupa kerokan
kulit, rambut, dan kuku. Bahan untuk pemeriksaan mikologik diambil dan
dikumpulkan, terlebih dahulu tempat kelainan dibersihkan dengan spiritus 70%,
kemudian untuk kulit tidak berambut dari bagian tepi kelainan sampai dengan
bagian diluar kelainan sisi kulit dan kulit dikerok dengan pisau tumpul steril. 2,3
Pemeriksaan langsung sediaan basah dilakukan dengan mikroskop, mula-
mula dengan pembesaran 10 X 10, kemudian dengan pembesaran 10 X 45.
Sediaan basah dibuat dengan meletakkan bahan diatas gelas alas, kemudian
ditambah 1-2 tetes larutan KOH. Konsentrasi larutan KOH untuk sediaan kulit
adalah 20%. Setelah sediaan dicampur dengan larutan KOH, ditunggu 15-20
menit untuk melarutkan jaringan. Untuk mempercepat proses pelarutan dapat
dilakukan pemanasan sediaan basah di atas api kecil. 2,3
Pada sediaan kulit yang terlihat adalah hifa, sebagai dua garis sejajar,
terbagi oleh sekat dan bercabang, maupun spora berderet (artospora). Pemeriksaan
dengan pembiakan diperlukan untuk menyokong pemeriksaan langsung sediaan
basah dan untuk menentukan spesies jamur. Pemeriksaan ini dilakukan dengan
menanamkan bahan klinis pada media buatan. Yang dianggap paling baik saat ini
adalah medium agar dekstrosa Sabouraud. 3,4
Diagnosa Banding
Tinea pedis harus dibedakan dengan dermatitis, yang biasanya batasnya
tidak jelas, bagian tepi tidak lebih aktif dari bagian tengah. Penyakit lain yang
harus mendapat perhatian adalah kandidosis, untuk membedakannya dengan tinea
pedis murni kadang-kadang agak sulit.Pemeriksaan sediaan langsung dengan
KOH dan pembiakan dapat membantu diagnosis. Sifilis stadium II juga dapat
berupa kelainan kulit pada telapak kaki. Lesi yang merah dan basah dapat
merupakan petunjuk. Dalam hal ini tanda-tanda lain sifilis akan terdapat
misalnya : kondiloma lata, pembesaran kelenjar getah bening yang menyeluruh,
anamnesis tentang afek primer, dan pemeriksaan serologi serta lapangan gelap
dapat menolong. 3i
Psoriasis pada sela paha dapat menyerupai tinea kruris. Lesi-lesi pada
psoriasi biasanya lebih merah, skuama lebih banyak dan lamelar. Adanya lesi
psoriasis pada tempat lain dapat membantu menentukan diagnosis. Kandidosis
pada lipat paha mempunyai konfigurasi hen dan chicken. Kelainan ini biasanya
basah dan berkrusta. Pada wanita ada tidaknya flor albus dapat membantu
pengarahan diagnosis. Eritrasma merupakan penyakit tersering berlokalisasi di
sela paha. Edloresensi yang sama, yaitu eritema dan skuama, pada seluruh lesi
merupakan tanda-tanda khas penyakit ini. Pemeriksaan dengan lampu wood dapat
menolong dengan adanya fluoresensi merah (coral red). 3
Pengobatan
1. Sistemik
a. Griseofulvin
Griseofulvin bekerja dengan menghambat mitosis jamur dengan mengikat
protein mikrotubuler dalam sel. Bagan dosis pengobatan griseofulvin berbeda-
beda. Secara umum, griseofulvin dalam bentuk fine particle dapat diberikan
dengan dosis 0,5-1 gram untuk dewasa dan 0,25-0,5 gram untuk anak-anak sehari
atau 10-25 mg/kgbb. Lama pengobatan tergantung pada lokasi penyakit, penyebab
penyakit dan keadaan imunitas penderita. Setelah sembuh klinis dilanjutkan agar
tidak residif, dosis harian obat dapat dibagi menjadi 4x sehari. Namun dengan
pemberian dosis tunggal harian juga dapat memberikan hasil yang cukup baik
pada sebagian besar penderita. Untuk mempertinggi absorbsi obat dalam usus,
sebaiknya obat dimakan bersama-sama dengan makanan yang banyak
mengandung lemak. Untuk mempercepat waktu penyembuhan, kadang-kadang
diperlukan tindakan khusus atau pemberian obat topikal tambahan.5
Efek samping yang berat jarang timbul akibat pemakaian griseofulvin.
Sakit kepala merupakan keluhan utama, terjadi pada kira-kira 15% penderita,
yang biasanya hilang sendiri sekalipun pemakaian obat dilanjutkan 5
b. Ketokonazol
Ketokonazol bersifat fungistatik. Penyerapan melalui saluran cerna akan
berkurang pada penderita dengan pH lambung yang tinggi, pada pemberian
bersama antagonis H2 atau bersama antasida. Efek samping ketokonazol yang
paling sering dijumpai adalah mual dan pruritus, keadaan ini akan lebih ringan
bila ditelan bersamaan dengan makanan, sebelum tidur atau dibagi dalam
beberapa dosis .Pada kasus-kasus yang resisten terhadap griseofulvin dapat
diberikan obat tersebut sebanyak 200 mg perhari selama 10 ampai 14 hari. Jika
setelah 14 hari tidak memberi respon yang memadai, lanjutkan setidaknya 1
minggu setelah gejala hilang dan kultur menjadi negatif.2,5,6
c. Terbinafin
Terbinafin bersifat fungisidal dengan cara menghambat squalene
epoxidase, enzim yang berperan dalam sintesis ergosterol, sehinga terjadi
penurunan sintesis ergosterol, mengakibatkan kematian sel- sel jamur. Efek
samping yang ditimbulkan umumnya berupa gangguan gastrointestinal. Diberikan
dalam dosis 250 mg per hari biasanya selama 2-6 minggu untuk tinea pedis, 2-4
minggu untuk tinea kruris.2,6
2. Topikal
Pada saat ini, selain obat topikal konvensional misalnya asam salisil 2-
4%, asam benzoat 6-12%, sulfur 4-6%, vioform 3%, asam undesilinat 2-5%
dan zat warna dikenal banyak obat topikal baru. Obat-obat baru ini
diantaranya tolnaftat 2%, talsiklat, haloprogin, derivat-derivat imidazol,
siklopiroksilamin dan naftifine masing-masing 1%. 3
Clotrimazole 1% sebagai first line drug dalam pengobatan tinea pedis dan
tinea kruris, merupakan anti jamur spektrum luas yang bekerja menghambat
pertumbuhan dengan mengubah permeabilitas membran sehingga menyebabkan
kematian sel- sel jamur 7
Miconazole bekerja merusak membran dinding sel jamur dengan
menghambat biosintesis ergosterol. Permeabilitas membran meningkat,
menyebabkan kebocoran nutrisi yang berakhir dengan kematian sel jamur 8
BAB II
SIMULASI KASUS
1. Kasus
Anamnesa
Seorang laki-laki berumur 40 tahun pekerjaan penjaga air keliling, datang
ke RSU Ulin dengan keluhan gatal-gatal pada sela-sela jari kaki sejak 1 bulan
yang lalu. Pasien juga mengeluhkan adanya gatal-gatal di daerah selangkangan.
Pemeriksaan
Ditemukan Ujud Kelainan Kulit (UKK) berupa makula eritematosus
dengan batas tegas, tepi aktif dan bagian tengah yang sudah mengalami
penyembuhan. Lesi ini terlihat diseluruh daerah lipatan paha kanan dan kiri.
Kemudian juga ditemukan UKK disela-sela jari kanan dan kiri. Laserasi berwarna
keputihan, terbelah, dengan bagian tengah berwarna kemerahan.
Diagnosis :
Tinea Pedis et Kruris
2. Tujuan Pengobatan
a. Pengobatan kausatif, dengan pemberian antijamur untuk mengatasi jamur
penyebab tinea pedis et kruris.
b. Mencegah kekambuhan dengan mengatasi dan menghilangkan faktor
predisposisi, yaitu dengan menjaga tempat infeksi selalu bersih dan kering,
menggunakan pakaian yang menyerap keringat dan tidak sempit,
menghindari memakai sepatu tertutup atau sepatu yang sempit sepanjang
hari.
3. Daftar Kelompok Obat beserta Jenisnya untuk Kasus Di atas
No. Kelompok Obat Obat
1 Antijamur sistemikGriseofulvinKetokonazol
2 Antijamur topikalClortimazol krim 1%Mikonazol krim 2%
4. Perbandingan Obat Menurut Khasiat, Keamanan, dan Kecocokannya
Kelompok/Jenis Obat
Khasiat (Efek)
Keamanan BSO (Efek Samping Obat)
Kontraindikasi
Griseofulvin Antijamur sistemik
Sakit kepala, mual, muntah , lelah, agranulositosis, leukopenia, neuropati perifer, gangguan koordinasi
Gangguan hati, hipersensitif, wanita hamil dan menyusui
Ketokonazol Antijamur sistemik
Mual, muntah, nyeri perut, sakit kepala
Gangguan fungsi hati, hipersensitif, wanita hamil
Clotrimazol krim 1%
Antijamur topikal
Eritema, edem, pruritus, urtikaria, sensasi panas, dan iritasi kulit
Hipersensitif, hamil trimester pertama
Mikonazol krim 2 %
Antijamur topikal
Iritasi, rasa terbakar, dan maserasi
Hipersensitif
5. Pilihan Dan Alternatif Obat Yang Digunakan
a. Antijamur Sistemik
Uraian Obat Pilihan Obat AlternatifAntijamur Sistemik Griseofulvin KetokonazolBSO (Generik, Paten,
Kekuatan)Tablet 125 mg, 500 mg Tablet 200 mg
BSO yang diberikan dan alasan
Tablet 125 mgKarena lebih praktis dan ekonomis
Tablet 200 mgKarena lebih praktis dan ekonomis
Dosis Referensi Dewasa : 0,5-1 gram/hari Dewasa : 200 mg/hariDosis dalam kasus 500 mg/hari 200 mg/hari
Karena sesuai dengan dosis dewasa
Karena sesuai dengan dosis dewasa
Frekuensi Pemberian dan alasan
Diberikan 4 kali sehari, karena hasil akan lebih memuaskan bila dosis yang dibutuhkan dibagi empat dan diberikan setiap 6 jam
Diberikan 1 kali sehari, karena sudah mencukupi dosis
Cara Pemberian dan alasan
Per Oral, karena penderita masih dapat makan dan minum
Per Oral, karena diserap baik melalui saluran cerna dan penderita masih dapat makan dan minum
Saat Pemberian dan alasannya
Bersama-sama dengan makanan, karena penyerapannya akan menjadi lebih baik
Bersama-sama dengan makanan, karena dapat mengurangi efek samping mual dan pruritus
Lama Pemberian
2 minggu, setelah sembuh klinis dilanjutkan selama 2 minggu karena penyembuhan sempurna (biakan jamur menjadi negatif) terjadi dalam 1-2 minggu
10-14 hari, agar terjadi penyembuhan sempurna
b. Antijamur Topikal
Uraian Obat Pilihan Obat AlternatifAntijamur Topikal Clotrimazol krim 1% Mikonazol krim 2%
BSO (Generik, Paten, Kekuatan)
Krim 1%, Larutan 1%, Krim vaginal 1%, Tablet vaginal
Krim 2%, Bedak tabur 2%, Gel 2%, Krim vaginal 2%
BSO yang diberikan dan alasan
Krim 1%Karena sesuai untuk lesi pada tinea dan dapat mempercepat proses penyembuhan
Krim 2%Karena sesuai untuk lesi pada tinea dan dapat mempercepat proses penyembuhan
Dosis Referensi Dioleskan 2 kali sehari Dioleskan 2 kali sehari
Dosis dalam kasusDioleskan 2 kali sehariKarena sesuai dengan dosis untuk dewasa
Dioleskan 2 kali sehariKarena sesuai dengan dosis untuk dewasa
Frekuensi Pemberian dan alasan
Diberikan 2 kali sehari, karena sudah mencukupi dosis
Diberikan 2 kali sehari, karena sudah mencukupi dosis
Cara Pemberian dan alasan
Dioleskan pada lesi, karena dapat mempercepat proses
Dioleskan pada lesi, karena dapat mempercepat proses
penyembuhan penyembuhan
Saat Pemberian dan alasannya
Tidak ada aturan khusus, sebaiknya dioleskan pada pagi dan malam hari
Tidak ada aturan khusus, sebaiknya dioleskan pada pagi dan malam hari
Lama Pemberian2-3 minggu, agar terjadi penyembuhan yang sempurna
2-3 minggu, agar terjadi penyembuhan yang sempurna
Resep Pilihan
dr. Intan PerminasariSIP No. 082/SPD/16/09/2006
Praktek Umum
Alamat Praktek Alamat Rumah Jl. A.Yani No. 16 Jl. A Dharma Budi I. 60 Banjarmasin Banjarmasin
Banjarmasin, 16 September 2006
R/ Griseofulvin tab. 125 mg No. LVI
S 4 d.d. tab. I d.c. (o.6.h)
R/ Clotrimazol krim 1% 20 gram S 2 d.d m et v.u.e
Pro : Tn. Anto Umur : 40 tahun Alamat : Jl. Pramuka No.20 Banjarmasin
Resep Alternatif
dr. Intan PerminasariSIP No. 082/SPD/16/09/2006
Praktek Umum
Alamat Praktek Alamat Rumah Jl. A. Yani No.16 Jl. Dharma Budi I. 60 Banjarmasin Banjarmasin
Banjarmasin,16 September 2006
R/ Ketokonazol tab. 200 mg No. XIV
S 1 d.d. tab. I d.c.v
R/ Mikonazol krim 2% 20 gram S 2 d.d m et v.u.e
Pro : Tn. Anto Umur : 40 tahun Alamat : Jl. Pramuka No.20 Banjarmasin
Pembahasan
Diagnosis pada kasus ini adalah Tinea Pedis et Kruris yaitu suatu infeksi
jamur (dermatofitosis) pada daerah kaki, sela- sela jari dan daerah selangkangan,
lipatan paha. Pada anamnesa didapatkan penderita mengeluh gatal- gatal pada
sela- sela jari kaki sejak kurang lebih satu bulan yang lalu, disertai dengan adanya
gatal di daerah selangkangan. Pengobatan dilakukan dengan menggunakan obat
yang sesuai dengan dosis, cara pemberian dan lama pemberian akan sangat
mendukung dalam kesembuhan kasus ini.
Pengobatan pada.tinea pedis dan tinea kruris umumnya meliputi
pengobatan kausatif untuk menghilangkan jamur penyebab penyakit, baik
pengobatan secara sistemik maupun secara topikal karena pada penderita terdapat
lesi yang sudah cukup luas. Juga dengan memperhatikan dan menjaga kebersihan
tempat- tempat yang memungkinkan terjadinya infeksi oleh jamur.
Untuk pengobatan antijamur secara sistemik dipilih griseofulvin yang
bersifat fungistatik dan spesifik bekerja terhadap infeksi- infeksi oleh dermatofit.
Bagan dosis pengobatan griseofulvin berbeda- beda. Secara umum, griseofulvin
diberikan dengan dosis 0,5- 1 gram untuk orang dewasa. Beare dkk (1972)
menganjurkan dosis harian dibagi menjadi 4 kali sehari, karena memberikan hasil
yang baik secara klinik. Sebagai obat alternatifnya dipilih Ketokonazol, yang
efektif untuk dermatofitosis. Namun pemberian ketokonazol harus berhati- hati
pada penderita dengan kelainan hati, karena obat ini bersifat hepatotoksik.
Pengobatan antijamur secara topikal diberikan golongan azol yaitu
clortrimazol dalam bentuk krim yang dioleskan pada daerah lesi, diharapkan
dengan pemberian krim ini akan mempercepat penyembuhan. Sebagai obat
alternatifnya diberikan mikonazol krim 2 %.
Pengendalian obat dilakukan dengan memperhatikan dosis, lama
pemberian, dan efek samping. Bila timbul efek samping, obat harus segera
dihentikan dan dapat diganti dengan obat lain. Penggunaan antijamur harus habis
dan tidak boleh terputus untuk mencegah resistensi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Tjay dan Kirana. Obat-Obat Penting. Elex Media Komputindo. Jakarta, 1991.
2. Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Edisi Ketiga. Media Aesculapius FKUI, Jakarta. 2000
3. Budimulja, Unandar. Mikosis. Dalam : Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI, Jakarta. 1999
4. Madani, Fattah. Infeksi Jamur Kulit. Dalam : Ilmu Penyakit Kulit. Penerbit Hipokrates, Jakarta. 1998
5. Bahry, Bahroelim dan R. Setiabudy. Obat Jamur. Dalam : Farmakologi dan Trapi, Edisi 4. Bagian Farmakologi FKUI. Jakarta. 1995
6. Departemen kesehatan Republik Indonesia. 2000. Obat yang Digunakan untuk Pengobatan Infeksi. Dalam: Informatorium Obat nasional Indonesia 2000 (IONI). Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan makanan
7. Robbins, Courtney. Tinea Pedis Article. Available at http://www.emedicine.com diakses 11 September 2006
8. Wiederkehr, Michael. Tinea Cruris Article. Available at http://www.emedicine.com diakses 11 September 2006
9. Hardjasaputra, S.L.P dkk. Data Obat di Indonesia edisi 10. Grafidian Medipress. Jakarta, 2002.