simposium guru
TRANSCRIPT
1
MAKALAH
INTEGRITAS GURU
(Upaya Menumbuhkan Integritas Guru Untuk Menanamkan Nilai-NilaiPada Peserta Didik)
Disajikan Pada Simposium Guru Dan Tenaga Kependidikan Tingkat Nasional
OLEH: SUTIKNO, S.Si, S.Pd., M.Pd.
NIP. 19820712 200804 1 003
GURU MATA PELAJARAN MATEMATIKA
DI SMK NEGERI 1 RRANGAS MAMUJU
KABUPATEN MAMUJU
DIREKTORAT PEMBINAAN PENDIDIK DAN TENAGAKEPENDIDIKAN PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT
JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH KEMENTERIANPENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
TAHUN 2015
2
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama : SUTIKNO, S.Si., S.Pd., M.Pd.
Jabatan : Guru Matematika
Instansi : SMKN 1 Rangas Mamuju
Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa karya tulis yang berjudul
”INTEGRITAS GURU (Upaya Menumbuhkan Integritas Guru UntukMenanamkan Nilai-Nilai Pada Peserta Didik)”
adalah karya tulis asli asli bukan hasil plagiarisme. Apabila di kemudian hariterbukti bahwa karya ini merupakan plagiasi maka saya bersedia menerimasanksi atas perbuatan tersebut.
Mamuju, 06 November 2015
Sutikno, S.Si., S.Pd., M.Pd.
3
ABSTRAK
Degradasi nilai-nilai saat ini telah terjadi dalam masyarakat, baikumum maupun masyarakat pendidikan, secara khusus dalam lingkup sekolahpeserta didik telah mulai kehilangan jati diri sebagai bangsa Indonesia yangterkenal dengan nilai dan budayanya, sehingga diperlukan upaya untukmengembalikan jati diri peserta didik. Tulisan ini memberikan satupandangan bahwa perubahan karakter peserta didik memerlukan teladan dariguru, dan guru yang patut diteladani adalah guru yang berintegritas.
Integritas guru bukanlah bawaan lahir, tetapi sesuatu yang dapatdibangun, dengan demikian setiap guru dapat menjadikan/menumbuhkanintegritas dalam dirinya. Beberapa langkah yang dapat dilakukan adalahmenyadari bahwa tugas guru sebagai pendidik, menumbuhkan rasabertanggung jawab, menjadikan pribadi yang dapat dipercaya. , menjadikonsisten, mendisiplinkan diri, dan mengkualitaskan diri
Kata kunci: Integritas, keteladanan
4
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL 1
PERNYATAAN KEASLIAN 2
ABSTRAK 3
DAFTAR ISI 4
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 5
B. Rumusan Masalah 6
C. Tujuan Penelitian 6
D. Manfaat Penulisan 6
BAB II KAJIAN TEORI 7
BAB III PEMBAHASAN DAN HASIL 10
BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Simpulan 12
B. Rekomendasi 12
DAFTAR PUSTAKA 13
5
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Secara makro salah satu tujuan pendidikan nasional adalah
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang betaqwa,
berahlak mulia, berilmu dan mandiri. Namun demikian hingga saat ini,
kondisi masyarakat menunjukkan gejala menurunnya nilai-nilai luhur bangsa,
fakta ini tak perlu data riset sebab sudah nampak masif didepan mata.
Meskipun jika dilihat dari indikator tingkat pendidikan telah banyak Profesor,
Doktor, Master, Sarjana sudah bukan barang langka, artinya sudah banyak
orang pintar dinegeri ini, yang menjadi pertanyaan adalah mengapa disana
sini masih santer kita dengar isu korupsi, perkelahian antara pelajar,
peyalahgunaan narkoba, bahkah praktek anomali sering terjadi disekolah.
Kenyataan tersebut memberikan indikasi bahwa pendidikan di
Indonesia saat ini sedang dalam kondisi sakit. Sehingga dipandang perlu
untuk melakukan kajian bagaimana mengembalikan suatu pendidikan yang
tidak hanya mencerdaskan tetapi juga memanusiakan atau pendidikan yang
memiliki karakter. Kementrian Pendidikan Nasional sangat menyadari
kondisi ini sehingga lahirlah surat edaran Nomor:384/MPN/LL/2011 tentang
pelaksanaan pendidikan karakter diseluruh satuan pendidikan.
Persoalannya kemudian adalah pembelajaran karakter sangat berbeda
dengan pembelajaran teori bilangan dalam ilmu Matematika atau cara
membuat cerpen dalam pelajaran Bahasa Indonesia. Pembelajaran karakter
mewajibkan tenaga pendidik yang berintegritas. Dapat dibayangkan
bagaimana seorang guru akan mengajarkan kedisiplinan kepada peserta didik,
sementara guru tersebut tidak disiplin, bagaimana seorang guru mengajarkan
bagaimana pentingnya menghormati hak orang lain untuk hidup sehat
sementara guru tersebut merokok dilingkungan sekolah. Intergritas adalah
satunya kata dengan perbuatan, seorang guru yang memiliki integritas akan
terlihat dari selarasnya pikiran, kata dan perbuatan, guru seperti inilah yang
6
dapat menjadi “tuladha” sebagai mana filosofi Ingarso Sung Tulodho yang
digagas oleh Kihajar Dewantara. Kenyataanya dalam lingkungan terdekat
kita atau bahkan kita sendiri belum menjadi seorang guru yang berintegritas.
Boleh jadi masih banyaknya guru yang belum berintegritas disebabkan
karena belum menyadari betapa seorang guru merupakan“perwakilan Tuhan”
yang memiliki peran signifikan dalam memanusiakan peserta didik, dimana
perilakunya sangat berpengaruh terhadap perilaku peserta didik. Hal inilah
yang menjadi motivasi penulis untuk melakukan kajian pustaka tentang
upaya-upaya membentuk integritas guru.
B. Rumusan Masalah
Berdasarka uraian latar belakang masalah diatas maka dirumuskan
suatu masalah yaitu:
Bagaimanakah upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk membentuk
guru yang berintegritas?
C. Tujuan Penulisan
Sejalan dengan rumusan masalah tersebut pada dasarnya tulisan ini
bertujuan untuk mengetahui upaya-upaya membentuk integritas guru.
D. Manfaat penulisan
Diaharapkan tulisan ini memberi manfaat kepada:
1. Guru, sebagai literatur bagi guru untuk introsepeksi dan menjadikan
pribadi yang berintegriti.
2. Stakeholder pendidikan, sebagai referensi tentang pentingnya sebuah
integritas
7
BAB II
KAJIAN TEORI
Integritas berarti mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan
kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang
memancarkan kewibawaan. Jika dipandang dari segi bahasa integritas berasal
dari kata integrity, yang berarti menyeluruh, lengkap atau segalanya, Suparno
(2015) menyatakan Integritas sebagai keterpaduan, kebulatan, keutuhan, jujur
dan dapat dipercaya. Dengan demikian pribadi yang berintegritas adalah
pribadi yang dapat dipercaya sebab memiliki kesatuan antara yang dipikirkan,
diucapkan dan dilakukan.
Guru yang berintegritas berarti guru yang dapat percaya. Guru yang
berintegritas merupakan suatu garansi bahwa guru tersebut akan
melaksanakan tugas dan tangung jawabnya sebagai pendidik. Suparno (2015)
merangkum beberapa indikator guru yang berintegritas antara lain;
(1)Tanggungjawab dengan tugasnya sebagai pendidik, (2) Memberikan yang
menjadi hak dan kewajibannya, (3) Terus belajar mengembangkan diri (4)
mencintai siswa untuk maju,(5) tanggungjawab pada perkembangan anak
didik, (6) Jujur, terus terang, terbuka, apa adanya, (7) Mau kerjasama dengan
sesama guru dalam pengembangan sekolah, (8) tidak menipu dalam proses
laporan, pengembangan, dan sertifikasi, (9) Konsisten omongan dan
tindakannya sama. Sementara Gunawan (2015) memaknai integritas kedalam
enam bagian, pertama integritas berarti komitmen dan loyalitas. Kedua,
integritas berarti tanggung jawab. Ketiga, integritas berarti dapat dipercaya,
jujur dan setia. Keempat, integritas berarti konsisten. Kelima, berintegritas
berarti menguasai dan mendisiplin diri. Keenam berintegritas berarti
berkualitas.
Dalam lingkup pendidikan keberadaan seorang guru sebagai tenaga
pendidik memiliki peran yang signifikan dalam mengelola dan menjadikan
apa peserta didik. Menurut Prasetya (2013) setidaknya profesi guru
8
meyangkut tiga hal yaitu mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik berarti
meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup, mengajar bermakna
meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan
melatih mengandung pengertian mengembangkan keterampilan pada peserta
didik. Akan tetapi kesalahan yang terjadi saat ini adalah masih banyak yang
memaknai tugas guru hanya mengajar dan melatih, sehingga dalam proses
pembelajarannya cuma beorientasi pada bagaimana mengembangkan
kemampuan akademik peserta didik, dengan indikator keberhasilan satuan
pendidikan hanya dilihat dari faktor keterserapan alumni pada dunia kerja
atau seberapa banyak yang melanjutkan pendidikan pada universitas
terkemuka. Faktor inilah yang penulis duga menjadi salah satu sebab sakitnya
pendidikan saat ini. Menurut Rudien (2010) kesadaran akan tugas guru
sebagai pendidik mesti dibangun, pembelajaran yang hanya beorientasi pada
penggembangan pengetahuan dan skill harus diselaraskan dengan
pengembangan nilai-nilai dari pengetahuan, demi efektifnya proses
pembelajaran nilai-nilai, diperlukan pembiasaan dan keteladanan dari guru.
Keteladanan guru berarti menuntut seorang guru konsisten tentang
apa yang dipikirkan, diucapkan dan dilakukan. Kekonsistenan inilah yang
disebut dengan integritas. Mewujudkan integritas saat ini menjadi tantangan
tersendiri bagi guru dimana lembaga pendidikan telah terjerat pada
fragmentasi dan perpecahan dalam menghayati kinerja pendidikannya.
Palmer (1998) dalam Kusuma (2015) menyebutkan ada empat fragmentasi
yang terjadi dalam lembaga pendidikan. Pertama, telah terjadi pemisahan
kepala dengan hati, dampaknya akal tidak tahu bagaimana merasakan dan hati
tidak tahu bagaimana berfikir. Kedua, kita memisahkan fakta-fakta dari
perasaan. Ketiga, kita memisahkan antara toeri dan praktik, akibatnya yang
diajarkan disekolah adalah teori yang tidak ada hubungannya dengan
kehidupan. Keempat, kita memisahkan antara pengajaran dan pembelajaran.
. Kusuma (2015) berpendapat setiap guru yang menyadari kelemahan dan
kekurangan akibat fragmentasi ini akan dapat menjadikan guru berintegritas.
Hutson (2005) dalam carlz (2015) berpendapat bahwa orang-orang yang
9
memiliki integritas memiliki kemampuan di antaranya: Pertama,
mempertahankan keyakinannya secara terbuka dan berani. Kedua,
mendengarkan kata hati dan menjalani prinsip-prinsip hidup. Ketiga,
bertindak secara terhormat dan benar. Keempat, terus membangun dan
menjaga reputasi baik.
10
BAB III
PEMBAHASAN
Kondisi masyarakat saat ini sedang mengalami degradasi nilai-nilai,
tak terkecuali dalam lingkup masyarakat sekolah, sering kita disuguhi
pemandangan pelanggaran pesrta didik, bolos, mencontek, datang terlambat,
perkelahian, narkoba, pergaulan antara remaja putra dan putri sering
melampaui batas, bahkan penghormatan kepada guru juga terkesan kamuflase
tunduk didepan tetapi membangkang dibelakang. Sifat-sifat kejujuran,
santun, pantang menyerah semakin hari semakin menjadi “barang antik”.
Kenyataan ini tentu menjadi keprihatinan tersendiri bagi guru yang memiliki
jiwa pendidik, tentu guru tidak boleh larut dalam keprihatinan belaka
melainkan harus memikirkan bagaimana cara mengubah perilaku masyarakat
dengan cara mengubah perilaku peserta didik. Karena bagaimanapun juga
perilaku peserta didik adalah bagian dari tugas pokok guru. Hal ini selaras
dengan yang dimaksud Makmun (2003) yang berpendapat bahwa tugas guru
antara lain sebagai pengubah perilaku peserta didik (behavioral changes).
Untuk melakukan perubahan pada perilaku peserta didik tersebut langkah
yang paling awal adalah dengan mengubah cara pandang pada individu guru
terhadap posisinya sebagai guru. Para ahli psikologi sepakat bahwa masa-
masa sekolah adalah masa-masa rentan, dimana peserta didik cenderung
berpikir menggunakan mata ketimbang menggunakan otak, ini berarti faktor
keteladanan menjadi faktor utama dalam mengubah perilaku peserta didik.
Sebagai guru kita mesti mengakhiri praktek-praktek anomali disekolah.
Faktor keteladanan dalam mengubah perilaku peserta didik, berarti menuntut
perubahan pada diri guru, sebagai guru kita harus kembali menemukan atau
bahkan membangun integritas diri. Integritas yang dimaknai sebagai
kekonsistenan tentang apa yang dipikirkan, diucapkan dan dilakukan harus
dimiliki guru dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai pendidik. Jika
semua guru telah menjadi guru yang berintegritas maka praktek praktek
11
anomali disekolah akan hilang dengan sendirinya, para peserta didik juga
menemukan satu model karakter yang bisa dijadikan teladan, sehingga lambat
laun akan terwujud suatu kondisi masyarakat yang penuh dengan nilai-nilai.
Berdasarkan kajian dari beberapa teori yang telah diuraikan pada bab 2
penulis menemukan beberapa cara untuk mengembalikan atau membangun
integritas pada guru antara lain:
1. Menyadari bahwa tugas guru sebagai pendidik.
2. Menumbuhkan rasa bertanggung jawab
3. Menjadikan pribadi yang dapat dipercaya
4. Menjadi konsisten
5. Mendisiplinkan diri.
6. Mengkualitaskan diri.
Menyadari tugas guru sebagai pendidik adalah suatu langkah awal
bagi guru untuk menjadi guru yang berintegritas, dengan menyadari ini maka
guru akan mengubah perilakunya sebab mendidik berarti menanamkan nilai-
nilai dari pengetahuan, dan menanamkan nilai-nilai ini diperlukan suatu
keteladanan dari pribadi guru. Menumbuhkan rasa tanggung jawab, rasa
tanngung jawab akan menjadikan guru pribadi yang melakukan tugas dan
keawajiban dengan kemampuan terbaik yang dimilikinya. Menjadi dipercaya
, akan menumbuhkan kejujuran, kesetiaan dan senantiasa guru akan menjaga
konsistensi antara ucapan dan tindakan. Menjadi konsisten, akan menjadikan
guru senantiasa teguh pada pendirian yang benar dan teguh pada janji.
Mendisiplinkan diri berarti melakukan dengan tepat apa yang telah diyakini
dan direncanakan untuk dilakukan. Mengkualitaskan diri mengandung makna
bahwa guru senantiasa bermuhasabah/merenungkan tentang kekurangan dan
kelabihannya dan terus berupaya memperbaiki diri.
12
BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
1. Membentuk perilaku/karakter peserta didik dibutuhkan keteladan dari
guru, tanpa keteladanan pendidikan karakter tidak akan pernah
membumi.
2. Keteladanan membutuhkan guru yang memiliki integritas.
3. Integritas guru dapat diwujudkan dengan langkah-langkah berikut;
Pertama, Menyadari bahwa tugas guru sebagai pendidik. Kedua,
Menumbuhkan rasa bertanggung jawab. Ketiga, Menjadikan pribadi
yang dapat dipercaya. Keempat, Menjadi konsisten. Kelima,
Mendisiplinkan diri, dan Keenam, Mengkualitaskan diri.
B. Rekomendasi
Mewujudkan masyarakat yang memiliki nilai-nilai dapat dilakukan
melalui pendidikan, tetapi bukan pendidikan yang hanya mengukur
keberhasilan dari segi kognitif dan psikomotorik saja, yang disinyalir hanya
membesarkan kepala tetapi mengerdilkan hati. Melainkan pendidikan yang
menyelaraskan ranah afektif, kognitif dan psikomotorik, dan mengukur
keberhasilan suatu institusi pendidikan dari tiga ranah tersebut. Pemerintah
dalam hal ini Kementerian Pendidikan Nasional mungkin sudah saatnya
mengambil langkah berani dengan menjadikan Nilai Integritas Ujian
Nasional sebagai syarat sahnya pelaksanaan Ujian Nasional. Bukan yang
terjadi selama ini dimana menjadikan nilai-nilai ujian nasional sebagai syarat
kelulusan peserta didik dengan mengabaikan bagaimana proses perolehan
nilai ujian nasional itu sendiri.
Ada baiknya UKG diiringi dengan penilaian terhadap integritas guru.
Dan pencairan sertifikasi guru, tidak hanya mensyaratkan pemenuhan beban
mengajar dan melatih tetapi mengabaikan faktor apakah guru telah
melakukan fungsinya sebagai pendidik.
13
DAFTAR PUSTAKA
A Kusuma, Doni. Pendidikan karakter di zaman keblinger. Darihttps://books.google.co.id/books?id=071g3Z5jnagC&printsec=frontcover&hl=id#v=onepage&q&f=false
Gunawan, Samuel. Makna Sebuah Integritas. Internet. Diunduh 1 Oktober2015.
Hutson. Dalam https://carlz185fr.wordpress.com/2013/04/26/pengertian-integritas/ . Internet. Diunduh 1 Oktber 205
Kementrian Pendidikan Nasional. Surat Edaran Nomor:384/MPN/LL/2011Tentang Pelaksanaan Pendidikan Karakter Diseluruh SatuanPendidikan.
Praseyta, Beny. Urgensi kepribadian guru dalam membentuk kepribadiansiswa. Internet. Diunduh 2 0kteber 2015
Rudien. Kompetensi kepribadian. Internet. Diunduh 20 okteber 2015
Suparno, Paul, S.J. Integritas Pendidikan: Sekolah, Guru, Dan Siswa Ursula,BSD, 23-25 Juli 2015.Internet. Diunduh 1 oktober 2015