sensorineural hearing loss
DESCRIPTION
Sensorineural Hearing Loss. Tuli SensorineuralTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Kelainan telinga dapat menyebabkan tuli konduktif dan tuli sensorineural.
Dari semua kasus kehilangan pendengaran, 90 % merupakan tuli sensorineural. Tuli
sensorineural adalah tuli yang terjadi karena adanya gangguan pada telinga dalam
atau pada jalur saraf dari telinga dalam ke otak. Tuli sensorineural merupakan
masalah bagi jutaan orang. Kehilangan pendengaran ini dibagi dalam beberapa
derajat, yaitu ringan, sedang,dan berat.Tuli ini dapat mengenai segala usia dengan
etiologi yang berbeda-beda.Sekitar 50% kasus merupakan faktor genetik dan 50 %
lagi didapat (acquired).1,2
Tuli sensorineural dibagi dalam tuli sensorineural koklea dan retrokoklea. Tuli
sensorineural koklea disebabkan oleh kelainan kongenital, labirintitis (oleh
bakteri/virus), intoksikasi obat, selain itu juga dapat disebabkan oleh tuli mendadak,
trauma kapitis, trauma akustik dan pajanan bising.Sedangkan tuli sensorineural
retrokoklea disebabkan oleh neuroma akustik, tumor sudut pons serebelum, mieloma
multipel, cedera otak, perdarahan otak dan kelainan otak lainnya.2,3
Tuli akibat bising merupakan tuli sensorineural yang paling sering dijumpai..
Lebih dari 28 juta orang Amerika mengalami ketulian dengan berbagai macam
derajat, dimana 10 juta orang diantaranya mengalami ketulian.4
Oetomo, A dkk ( Semarang, 1993 ) dalam penelitiannya terhadap 105 karyawan
pabrik dengan intensitas bising antara 79 s/d 100 dB didapati bahwa sebanyak 74
telinga belum terjadi pergeseran nilai ambang, sedangkan sebanyak 136 telinga telah
mengalami pergeseran nilai ambang dengar, derajat ringan sebanyak 116 telinga
( 55,3% ), derajat sedang 17 ( 8% ) dan derajat berat 3 (1,4% ). 3
Kamal, A ( 1991 ) melakukan penelitian terhadap pandai besi yang berada di sekitar
kota Medan. Ia mendapatkan sebanyak 92,30 % dari pandai besi tersebut yang diduga
menderita NIHL. (google). Sedangkan Harnita, N ( 1995 ) dalam suatu penelitian
1
terhadap karyawan pabrik gula mendapati sebanyak 32,2% menderita sangkaan
NIHL.3
1.2 Batasan Masalah
Hal- hal yang dibahas pada referat ini terbatas pada patogenesis, diagnosis dan
penatalaksaan tuli syaraf
1.3 Metode penulisan
Referat ini merupakan tinjauan kepustakaan yang dirujuk dari berbagai sumber
1.4 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk menambah pengetahuan penulis tentang
patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan tuli syaraf
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Telinga dan Fisiologi Pendengaran
2.1.1. Anatomi Telinga
Telinga terdiri atas telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam2.
Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani.
Daun telinga
Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Bagian daun telinga berfungsi
untuk membantu mengarahkan suara ke dalam liang telinga dan akhirnya menuju
membran timpani.2,5,6
Liang telinga
Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian
luar, sedangkan dua pertiga bagian dalamnya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira
2, 5 – 3 cm.2. Rancangan yang begitu kompleks pada telinga luar berfungsi untuk
menangkap suara dan bagian terpenting adalah liang telinga. Saluran ini merupakan
hasil susunan tulang dan rawan yang dilapisi kulit tipis. 6 Pada sepertiga bagian luar
kulit liang telinga terdapat banyak kelenjer serumen dan rambut. Kelenjer keringat
terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada duapertiga bagaian dalamnya hanya
sedikit dijumpai kelenjer serumen. 2
Membran Timpani
Membran timpani merupakan suatu bangunan berbentuk kerucut dengan puncaknya
umbo, mengarah ke medial. Membran timpani tersusun oleh suatu lapisan epidermis
di bagian luar, lapisan fibrosa di bagian tengah dimana tangkai maleus dilekatkan,
dan lapiasan mukosa bagian dalam. Lapisan Fibrosa tidak terdapat di atas prosesus
lateralis maleus dan ini menyebabkan bagian membrana timpani yang disebut
membran Shrapnell menjadi lemas ( flaksid ). 2,5
Membran timpani terlihat bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan
terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida
3
(membran shaphrnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran propria). Pars
Flaksida terdiri dari 2 lapis: epitel kulit liang telinga dan sel kubus bersilia seperti
epitel mukosa saluran nafas. Pars Tensa mempunyai satu lapis bagian tengahya yaitu
lapisan yang terdii dari serat kolagen yang berjaln secara radier di bagian luar dan
sirkuler pada bagian dalam.2
Gambar 2.1 : Anatomi Telinga
Telinga Tengah
Bagian ini merupakan rongga yang berisi udara untuk menjaga tekanan udara agar
seimbang. Di dalamnya terdapat saluran Eustachio yang menghubungkan telinga
tengah dengan faring. Rongga telinga tengah berhubungan dengan telinga luar
melalui membran timpani. Hubungan telinga tengah dengan bagian telinga dalam
melalui jendela oval dan jendela bundar yang keduanya dilapisi dengan membran
yang transparan.2,5,6
Selain itu terdapat pula tiga tulang pendengaran yang tersusun seperti rantai yang
menghubungkan gendang telinga dengan jendela oval. Ketiga tulang tersebut adalah
4
tulang martil (maleus) menempel pada gendang telinga dan tulang landasan (inkus).
Kedua tulang ini terikat erat oleh ligamentum sehingga mereka bergerak sebagai satu
tulang. Tulang yang ketiga adalah tulang sanggurdi (stapes) yang berhubungan
dengan jendela oval. Antara tulang landasan dan tulang sanggurdi terdapat sendi yang
memungkinkan gerakan bebas. Fungsi rangkaian tulang dengar adalah untuk
mengirimkan getaran suara dari membran timpani menyeberangi rongga telinga
tengah ke tingkap lonjong.2,5,7
Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibule yang terdiri dari 3 kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak
koklea disebut helikotrema,menghubungkan perilimfe skala timpani dan skala
vestibuli.2
Bentuk telinga dalam sedemikian kompleksnya sehingga disebut
labirin .Derivat vesikel otika membentuk suatu rongga tertutup yaitu labirin membran
yang terisi endolimfe, satu-satunya cairan ekstraseluler dalam tubuh yang tinggi
kalium dan rendah natrium. Labirin membran dikelilingi oleh cairan perilimfe ( tinggi
natrium dan rendah kalium) yang terdapat dalam kapsula otika bertulang. Labirin
membran dikelilimgi oleh cairan perilimfe ( tinggi natrium, rendah kalium ) yang
terdapat dalam kapsula otika bertulang.2
Rongga koklea bertulang dibagi menjadi tiga bagian :,2,5,7
Skala vestibuli ( bagian atas), Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran
timpani (Reissner ‘ s membrane). Pada skala ini berisi cairan perilimfe
Skala media (duktus koklearis) yang panjangnya 35 mm dan berisi endolimfe.
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran
tektoria.Membran tektoria disekresi dan disokong oleh suatu panggung yang
terletak di media; disebut sebagai limbus
Skala timpani ( bagian bawah ) juga mengandung cairan perilimfe dan
dipisahkan oleh lamina spiralis oseus dan membrana basilaris. Pada
membrana basilaris terletak organ corti yang terdapat 4 lapisan sel rambut
yang penting untuk mekanisme pendengaran, di mana 1 lapisan sel rambut
5
terletak pada sisi dalam dari terowong Corti (Tunnel of Corti) dan dikenal
sebagai sel rambut dalam sedangkan 3 lapisan sel rambut luar terletak pada
sisi luar terowong tersebut
Gambar 2.2 Organ Corti2
Perilimfe pada kedua skala berhubungan pada apeks koklea spiralis tepat setelah
ujung buntu duktus kolearis melalui suatu celah yang dikenal sebagai
helikotrem.Bagian vestibulum telinga dalam dibentuk oleh sakulus, utikulus dan
kanalis semisirkularis.2
2.1.2. Fisiologi Pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam
bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea.Suara sebagai
suatu gelombang getaran akan diterima oleh membrana timpani dan getaran ini akan
diteruskan oleh tulang-tulang pendengaran (maleus, incus, dan stapes) di rongga
telinga tengah. Selanjutnya akan diterima oleh tingkap lonjong dan diteruskan ke
rongga koklea serta dikeluarkan lagi melalui tingkap bundar. Getaran suara tadi akan
menggerakkan membrana basilaris, dimana nada tinggi diterima di bagian basal dan
nada rendah diterima di bagian apeks. Akibat gerakan membran basilaris maka akan
menggerakkan sel-sel rambut dan terjadi perubahan dari energi mekanik ke potensial
kemolistrik dan akan dibawa oleh serabut aferen nervus cochlearis ke inti dorsal dan
6
ventral. Kemudian menginhibisi input, bagian kontralateral bersifat mengeksitasi
input.Tetapi ada juga yang langsung ke nukleus lemniskus lateral. Dari kompleks
olivari superior serabutnya berjalan ke nukleus lemniskus lateralis dan sebagaian
langsung ke colliculus inferior. Serabut-serabut ini membentuk lemniskus lateralis.
Dari colliculus inferior serabutnya berlanjut lagi ke corpus genikulatum medial
sebagai brachium colliculus inferior. Dari corpus genikulatum medial ini serabutnya
berjalan ke korteks serebri di area acustikus (area Broadmann, 41,42) dan disadari
sebagai rangsang.2,5
2.2. Tuli Sensorineural
2.2.1. Definisi
Tuli sensorineural adalah tuli yang terjadi karena terdapatnya gangguan jalur
hantaran suara pada sel rambut koklea (telinga tengah), nervus VIII
(vestibulokoklearis), atau pada pusat pendengaran di lobus temporalis otak.1
Tuli sensorineural disebut juga dengan tuli saraf atau tuli perseptif. Tuli sensorineural
ini dibagi 2: 8
Tuli koklea, yaitu apabila gangguan terdapat pada reseptor atau mekanisme
penghantar pada koklea (Dorland, ed 29). Pada tuli koklea ini terjadi suatu fenomena
rekrutmen dimana terjadi peningkatan sensitifitas pendengaran yang berlebihan di
atas ambang dengar. Pada kelainan koklea pasien dapat membedakan bunyi 1 dB,
sedangkan orang normal baru dapat membedakan bunyi 5 dB8.
Tuli retrokoklea, yaitu apabila terdapat gangguan pada nervus
vestibulokoklearis atau satu dari area pendengaran di lobus temporalis otak. Pada tuli
retrokoklea terjadi kelelahan (fatigue) yang merupakan adaptasi abnormal, dimana
saraf pendengaran cepat lelah bila dirangsang terus menerus. Bila diberi istirahat,
maka akan pulih kembali.
Untuk membedakan tuli koklea dan tuli retrokoklea diperlukan pemeriksaan
audiologi khusus.
7
2.2.2 Epidemiologi
Sebagian besar orang yang menderita kehilangan pendengaran, sekitar
sembilan puluh (90) persen dari mereka merupakan tuli sensorineural. Tuli
sensorineural merupakan masalah bagi jutaan orang. Tuli ini dapat mengenai segala
usia dengan etiologi yang berbeda-beda. Sekitar 50% kasus merupakan faktor genetik
dan 50 % lagi didapat (acquired)1.
Tuli akibat bising merupakan tuli sensorineural yang paling sering dijumpai.
Lebih dari 28 juta orang Amerika mengalami ketulian dengan berbagai macam
derajat, dimana 10 juta orang diantaranya mengalami ketulian. Oetomo, A dkk
( Semarang, 1993 ) dalam penelitiannya terhadap 105 karyawan pabrik dengan
intensitas bising antara 79 s/d 100 dB didapati bahwa sebanyak 74 telinga belum
terjadi pergeseran nilai ambang, sedangkan sebanyak 136 telinga telah mengalami
pergeseran nilai ambang dengar, derajat ringan sebanyak 116 telinga ( 55,3% ),
derajat sedang 17 ( 8% ) dan derajat berat 3 (1,4% ).10
Kamal, A ( 1991 ) melakukan penelitian terhadap pandai besi yang berada di
sekitar kota Medan. Ia mendapatkan sebanyak 92,30 % dari pandai besi tersebut
menderita sangkaan NIHL. Sedangkan Harnita, N ( 1995 ) dalam suatu penelitian
terhadap karyawan pabrik gula mendapati sebanyak 32,2% menderita sangkaan
NIHL.10
Salah satu literature memperlihatkan persentase dari penyebab tuli sensorineural pada
orang dewasa.4
8
EPIDEMIOLOGI TULI SENSORINEURAL PADA ORANG DEWASA
Examples are and .
2.3 Etiopatogenesis
Penyebab tuli sensorineural dibagi menjadi:
2.3.1 Koklea
Penyebab tuli sensorineural yang berasal dari koklea terdiri dari:
1. Labirinitis (oleh bakteri/ virus)
Merupakan suatu proses radang yang melibatkan telinga dalam, paling sering
disebabkan oleh otitis media kronik dan berat. Penyebab lainnya bisa disebabkan oleh
meningitis dan infeksi virus. Pada otitis, kolesteatom paling sering menyebabkan
labirinitis, yang mengakibatkan kehilangan pendengaran mulai dari yang ringan
sampai yang berat. 9
Pada labirintitis virus, terjadi kerusakan pada organ Corti, membrana tektoria
dan selubung myelin saraf akustik. Labirinitis serosa terjadi ketika toksin bakteri dan
mediator inflamasi host misalnya sitokin, enzim dan komplemen melewati membran
tingkap bundar dan menyebabkan inflamasi labirin. Kondisi ini dihubungkan dengan
penyakit telinga tengah akut atau kronis. Toksin, enzim dan produk inflamasi lainnya
menginfiltrasi skala timpani dan membentuk suatu presipitat halus di bagian medial
9
dari membran tingkap bundar. Penetrasi agen inflamasi ke endolimfe pada membran
basilaris koklea mengakibatkan tuli sensorineural frekuensi sedang-tinggi.9
2. Obat ototoksik
Obat ototoksik merupakan obat yang dapat menimbulkan gangguan fungsi
dan degenerasi seluler telinga dalam dan saraf vestibuler. Gejala utama yang dapat
timbul akibat ototoksisitas ini adalah tinnitus, vertigo, dan gangguan pendengaran
yang bersifat sensorineural.11,12
Ada beberapa obat yang tergolong ototoksik, diantaranya:
Antibiotik
- Aminogliksida : streptomisin, neomisin, kanamisin, gentamisin, Tobramisin,
Amikasin dan yang baru adalah Netilmisin dan Sisomisin.
- Golongan macrolide: Eritromisin
- Antibiotic lain: kloramfenikol
Loop diuretic : Furosemid, Ethyrynic acid, dan Bumetanides
Obat anti inflamasi: salisilat seperti aspirin
Obat anti malaria: kina dan klorokuin
Obat anti tumor : bleomisin, cisplatin
Kerusakan yang ditimbulkan oleh preparat ototoksik tersebut antara lain:
1. Degenerasi stria vaskularis. Kelainan patologi ini terjadi pada penggunaan semua
jenis obat ototoksik
2. Degenerasi sel epitel sensori. Kelainan patologi ini terjadi pada organ korti dan
labirin vestibular, akibat penggunaan antibiotika aminoglikosida sel rambut luar
lebih terpengaruh daripada sel rambut dalam, dan perubahan degeneratif ini terjadi
dimulai dari basal koklea dan berlanjut terus hingga akhirnya sampai ke bagian
apeks
3. Degenerasi sel ganglion. Kelainan ini terjadi sekunder akibat adanya degenerasi
dari sel epitel sensori
10
Umumnya efek yang ditimbulkan bersifat irreversible, kendatipun bila
dideteksi cukup dini dan pemberian obat dihentikan, sebagian ketulian dapat
dipulihkan.
3. Presbiakusis
Merupakan tuli sensorineural frekuensi tinggi yang terjadi pada orang tua, akibat
mekanisme penuaan pada telinga dalam. Umumnya terjadi mulai usia 65 tahun,
simetris pada kedua telinga, dan bersifat progresif.
Pada presbikusis terjadi beberapa keadaan patologik yaitu hilangnya sel-sel
rambut dan gangguan pada neuron-neuron koklea. Secara kilnis ditandai dengan
terjadinya kesulitan untuk memahami pembicaraan terutama pada tempat yang ribut/
bising.5,13,14,15
Presbikusis ini terjadi akibat dari proses degenerasi yang terjadi secara bertahap
oleh karena efek kumulatif terhadap pajanan yang berulang. Presbikusis dipengaruhi
oleh banyak faktor, terutama faktor lingkungan, dan diperburuk oleh penyakit yang
menyertainya. Adapun faktor- faktor tersebut diantaranya adalah adanya suara bising
yang berasal dari lingkungan kerja, lalu lintas, alat-alat yang menghasilkan bunyi,
termasuk musik yang keras. Selain itu, presbikusis juga bisa dipengaruhi oleh faktor
herediter, dan penyakit-penyakit seperti aterosklerosis, diabetes, hipertensi, obat
ototoksik, dan kebiasaan makan yang tinggi lemak. 13,14,15
Proses degenerasi yang terjadi secara bertahap ini akan menyebabkan perubahan
struktur koklea dan n.VIII. Pada koklea perubahan yang mencolok ialah atrofi dan
degenerasi sel-sel rambut penunjang pada organ Corti. Proses atrofi disertai dengan
perubahan vascular juga terjadi pada stria vaskularis, pada dinding lateral koklea.
Selain itu terdapat pula perubahan, berupa berkurangnya jumlah dan ukuran sel-sel
ganglion dan saraf. Hal yang sama terjadi juga pada myelin akson saraf. 13,14,15
Ada 4 tipe presbikusis berdasarkan patologi tempat terjadinya perubahan/ degenerasi
di koklea, yaitu: 14
3.1 Presbikusis sensorik
11
Pada tipe ini terjadi atrofi epitel yang disertai dengan hilangnya sel rambut
sensoris pada organ korti. Proses ini dimulai dari basal koklea dan secara
perlahan berlanjut sampai ke bagian apeks lapisan epitel koklea. Perubahan pada
epitel ini menyababkan ketulian pada nada tinggi.
3.2 Presbikusis neural
Terjadi atrofi pada sel-sel saraf di koklea dan pada jalur hantaran suara ke saraf
pusat. Jadi gangguan primer terdapat pada sel-sel saraf, sementara sel-sel rambut
di koklea masih dipertahankan. Pada tipe ini, diskriminasi kata-kata relatif lebih
terganggu dengan hanya sedikit gangguan sel rambut.
3.3 Presbikusis metabolik (strial presbikusis)
Terjadinya atrofi pada stria vaskularis, dimana stria vaskularis tampak menciut
akan tetapi masih memberi skor diskriminasi yang bagus terhadap suara
walaupun proses degenerasi menyebabkan ketulian sedang hingga berat.
3.4 Presbikusis mekanik (presbikusis konduktif koklear)
Terjadi oleh karena penebalan dan pengerasan membran basalis koklea.
4. Tuli mendadak
Tuli mendadak merupakan tuli sensorineural berat yang terjadi tiba-tiba tanpa
diketahui pasti penyebabnya.Tuli mendadak didefinisikan sebagai penurunan
pendengaran sensorineural 30 dB atau lebih paling sedikit tiga frekuensi berturut-
turut pada pemeriksaan audiometri dan berlangsung dalam waktu kurang dari tiga
hari. Iskemia koklea merupakan penyebab utama tuli mendadak, keadaan ini dapt
disebabkan oleh karena spasme, trombosis atau perdarahan arteri auditiva interna.
Pembuluh darah ini merupakan suatu end artery sehingga bila terjadi gangguan pada
pembuluh darah ini koklea sangat mudah mengalami kerusakan. Iskemia
mengakibatkan degenerasi luas pada sel-sel ganglion stria vaskularis dan ligamen
spiralis, kemudian diikuti dengan pembentukan jaringan ikat dan penulangan.
Kerusakan sel-sel rambut tidak luas dan membrana basilaris jarang terkena.3,16
12
5. Kongenital
Menurut Konigsmark, pada tuli kongenital atau onset-awal yang disebabkan oleh
faktor keturunan, ditemukan bahwa 60-70 % bersifat otosom resesif, 20-30% bersifat
otosom dominan sedangkan 2% bersifat X-linked. Tuli sensorineural kongenital dapat
berdiri sendiri atau sebagai salah satu gejala dari suatu sindrom, antara lain Sindrom
Usher (retinitis pigmentosa dan tuli sensorineural kongenital) , Sindrom
Waardenburg (tuli sensorineural kongenital dan canthus medial yang bergeser ke
lateral, pangkal hidung yang melebar, rambut putih bagian depan kepala dan
heterokromia iridis) dan Sindrom Alport (tuli sensorineural kongenital dan nefritis).3,5
6. Trauma
Trauma pada telinga dapat dibagi menjadi dua bentuk yaitu trauma akustik dan
trauma mekanis. Trauma tertutup ataupun langsung pada tulang temporal bisa
mengakibatkan terjadinya tuli sensorineural. Diantara semua trauma, trauma akustik
merupakan trauma paling umum penyabab tuli sensorineural.
Fraktur tulang temporal dapat menyebabkan tuli sensorineural unilateral dan tuli
konduksi. Tuli sensorineural terjadi jika fraktur tersebut melibatkan labirin. Trauma
dapat menimbulkan perpecahan pada foramen ovale sehingga perilymph bocor ke
telinga. Pasien tiba-tiba mengalami kehilangan pendengaran, bersama dengan
tinnitus dan vertigo. 17
7. Tuli akibat bising
Bising adalah suara atau bunyi yang mengganggu dan tidak dikehendaki. Hal ini
menunjukkan bahwa sebenarnya bising itu sangat subyektif, tergantung dari masing-
masing individu, waktu dan tempat terjadinya bising. Sedangkan secara audiologi,
bising adalah campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekwensi.1
Bising dengan intensitas 80 dB atau lebih dapat mengakibatkan kerusakan reseptor
pendengaran corti pada telinga dalam. Hilangnya pendengaran sementara akibat
pemaparan bising biasanya sembuh setelah istirahat beberapa jam ( 1 – 2 jam ).
Bising dengan intensitas tinggi dalam waktu yang cukup lama ( 10 – 15 tahun ) akan
13
menyebabkan robeknya sel-sel rambut organ Corti sampai terjadi destruksi total
organ Corti.
Hal yang mempermudah seseorang menjadi tuli akibat terpapar bising antara
lain intensitas bising yang lebih tinggi, berfrekwensi tinggi, lebih lama terpapar
bising, kepekaan individu dan faktor lain yang dapat menimbulkan ketulian.
Tuli akibat bising mempengaruhi organ Corti di koklea terutama sel-sel
rambut. Daerah yang pertama terkena adalah sel-sel rambut luar yang menunjukkan
adanya degenerasi yang meningkat sesuai dengan intensitas dan lama paparan.
Stereosilia pada sel-sel rambut luar menjadi kurang kaku sehingga mengurangi
respon terhadap stimulasi. Dengan bertambahnya intensitas dan durasi paparan akan
dijumpai lebih banyak kerusakan seperti hilangnya stereosilia. Daerah yang pertama
kali terkena adalah daerah basal. Dengan hilangnya stereosilia, sel-sel rambut mati
dan digantikan oleh jaringan parut. Semakin tinggi intensitas paparan bunyi, sel-sel
rambut dalam dan sel-sel penunjang juga rusak. Dengan semakin luasnya kerusakan
pada sel-sel rambut, dapat timbul degenerasi pada saraf yang juga dapat dijumpai di
nukleus pendengaran pada batang otak. 10,19
2.3.2 Retrokoklea
1.Penyakit Meniere
Penyakit Meniere merupakan penyakit yang terdiri dari trias atau sindrom
Meniere yaitu vertigo, tinnitus dan tuli sensorineural.
Penyebab pasti dari penyakit meniere belum diketahui, tapi dipercaya
penyebab dari penyakit ini berhubungan dengan hidrops endolimfe atau kelebihan
cairan di telinga dalam.Ini disebabkan cairan endolimfe keluar dari saluran yang
normal mengalir ke area lain yang menyebabkan terjadinya gangguan.Ini mungkin
dihubungkan dengan pembengkakan sakus endolimfatik atau jaringan di system
vestibuler dari telinga dalam yang merangsang organ keseimbangan20
Gejala klinis penyakit ini disebabkan adanya hidrops endolimfe pada koklea
dan vestibulum. Hidrops yang terjadi mendadak dan hilang timbul diduga disebabkan
oleh:
1. Meningkatnya tekanan hidrostatik pada ujung arteri
14
2. Meningkatnya tekanan osmotik ruang kapiler
3. Berkurangnya tekanan osmotik di dalam kapiler
4. Tersumbatnya jalan keluar sakus endolimfatikus sehingga terjadi penimbunan
cairan endolimfe
Hal-hal di atas pada awalnya menyebabkan pelebaran skala media dimulai dari
daerah apeks koklea kemudian dapat meluas mengenai bagian tengah dan basal
koklea. Hal inilah yang menjelaskan terjadinya tuli sensorineural nada rendah
penyakit Meniere.21
2. Neuroma Akustik 22
Neuroma akustik adalah tumor intrakrania yang berasal dari selubung sel
Schwann nervus vestibuler atau nervus koklearis. Lokasi tersering berada di
cerebellopontin angel.
Neuroma akustik berasal dari saraf vestibularis dengan gambaran
makroskopis berkapsul, konsistensi keras, bewarna kuning kadang putih atau
translusen dan bisa disertai komponen kistik maupun perdarahan. Neuroma akustik
ini diduga berasal dari titik dimana glia (central) nerve sheats bertransisi menjadi sel
Schwann dan fibroblast. Lokasi transisi ini biasanya terletak di dalam kanalis
auditoris internus. Tumor akan tumbuh dalam kanalis auditoris internus dan
menyebabkan pelebaran diameter dan kerusakan dari bibir bawah porus. Selanjutnya
akan tumbuh dan masuk ke cerebellopontin angel mendorong batang otak dan
cerebellum.
Tuli akibat neuroma akustik ini terjadi akibat:
a. trauma langsung terhadap nervus koklearis
b. gangguan suplai darah ke koklea
Trauma langsung yang progresif menyebabkan tuli sensorineural yang berjalan
progresif lambat sedangkan pada gangguan suplai darah koklea ditemukan tuli
sensorineural mendadak dan berfluktuasi.22
2.4 Diagnosis
2.4.1 Anamnesis
15
Anamnesis menunjukkan gejala penurunan pendengaran, baik yang terjadi
secara mendadak maupun yang terjadi secara progresif.Gejala klinis sesuai dengan
etiologi masing-masing penyakit.
2.4.2. Pemeriksaan Fisik
Penderita tuli sensorineural cenderung berbicara lebih keras dan mengalami
gangguan pemahaman kata sehingga pemeriksa sudah dapat menduga adanya suatu
gangguan pendengaran sebelum dilakukan pemeriksaan yang lebih lanjut. Pada
pemeriksaan otoskop, liang telinga dan membrana timpani tidak ada kelainan.
Pemeriksaan lain yang biasa digunakan adalah :
Tes Penala
Pemeriksaan ini merupakan tes kualitatif dengan menggunakan garpu tala 512
Hz. Terdapat beberapa macam tes penala, seperti tes Rinne, tes Weber dan tes
Schwabach.
Tes Rinne
Tujuan : membandingkan hantaran melalui udara dengan hantaran melalui
tulang pada satu telinga penderita.
Cara kerja : garpu tala digetarkan, letakkan tangkainya tegak lurus pada prosesus
mastoid penderita sampai penderita tidak mendengar, kemudian cepat pindahkan ke
depan liang telinga penderita kira-kira 2,5 cm.
Interpretasi : * Bila penderita masih mendengar disebut Rinne positif
* Bila penderita tidak mendengar disebut Rinne negatif
Pada tuli sensorineural, Tes Rinne positif.
Tes Weber
Tujuan : Membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga penderita.
Cara kerja : Garpu tala digetarkan, letakkan di garis tengah kepala (verteks, dahi,
pangkal hidung, di tengah-tengah gigi seri atau di dagu).
Interpretasi :
16
* Apabila bunyi garpu tala terdengar keras padasalah satu telinga disebut weber
lateralisasi ke telinga tersebut.
* Bila tidak dapat dibedakan, kearah mana bunyi terdengar lebih keras disebut weber
tidak ada leteralisasi.
Pada tuli sensorineural, lateralisasi kearah telinga yang sehat.
Tes Schwabach
Tujuan : Membandingkan hantaran tulang penderita dengan pemeriksa yang
pendengarannya normal.
Cara kerja : Garpu tala digetarkan, letakkan garpu tala pada prosesus mastoideus
penderita sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala segera dipindahkan
pada prosesus mastoideus pemeriksa.
Interpretasi :
* Bila pemeriksa masih mendengar getaran garpu tala, disebut schwabach memendek.
Ini mempunyai arti klinis tuli semsorineural.
* Bila pemeriksa tidak mendengar getaran garpu tala, maka pemeriksaan diulangi
dengan garpu tala diletakkan terlebih dahulu di prosesus mastoideus pemeriksa.
Jika penderita masih dapat mendengar disebut schwabach memanjang (tuli
konduktif) dan jika penderita tidak mendengar disebut schwabach normal.
Audiometri2
Pada pemeriksaan audiometri, dibuat grafik (audigram) yang merupakan
ambang pendengaran penderita lewat hantaran tulang (bone conduction = BC) dan
hantaran udara (air condation = AC) dan pemeriksaan audiometri ini bersifat
kuantitatif dengan frekuensi suara 125, 500, 1000, 2000, 4000, dan 8000 Hz.
Pada Tuli sensorineural, dari penilaian audiogram didapatkan :
- AC dan BC lebih dari 25 Db
- AC dan BC tidak terdapat gap
Selain dapat menentukan jenis tuli yang diderita, dengan audiogram kita juga
menentukan derajat ketulian, yang dihitung hanya dengan ambang dengar (AD)
hantaran udaranya (AC) saja.
17
Ambang dengar (AD) : AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz + AD 4000 Hz
4
Interpretasi derajat ketulian menurut ISO :
0 – 25 dB : normal
>25 – 40 dB : tuli ringan
>40 – 55 dB : tuli sedang
>55 – 70 dB : tuli sedang berat
>70 – 90 dB : tuli berat
>90 dB : tuli sangat berat
Brainstem Evoked Respone Audiometry (BERA)
BERA merupakan suatu pemeriksaaan untuk menilai fungsi pendengaran dan
fungsi N.VIII. Cara pemeriksaan ini bersifat objektif, tidak invasif. Pemeriksaan ini
bermanfaat terutama pada keadaan dimana tidak memungkinkannya dilakukan
pemeriksaan pendengaran biasa, misalnya pada bayi, anak dengan gangguan sifat dan
tingkah laku, intelegensi rendahdan kesadaran menurun. Pada orang dewasa juga bisa
digunakan pada orang yang berpura-pura tuli (malingering) atau pada kecurigaan tuli
sensorineural retrokoklea.2
Prinsip pemeriksaan BERA adalah menilai perubahan potensial listrik di otak
setelah pemberian rangsangsensoris berupa bunyi. Rangsang bunyi yang diberikan
melalui headphone akan menempuh perjalanan melalui N.VIII di koklea (gelombang
I), nucleus koklearis (gelombang II), nucleus olivarius superior (gelombang III),
lemnikus lateralis (gelombang IV), kolikulus inferior (gelombang V) kemudian
menuju ke korteks auditorius di lobus temporal otak. Perubahan potensial listrik di
otak akan diterima oleh elektroda di kulit kepala, dari gelombang yang timbul di
setiap nucleus saraf sepanjang jalur saraf pendengaran tersebut dapt dinilai bentuk
gelombang dan waktu yang diperlukan dari saat pemberian rangsang suara sampai
mencapai nucleus-nukleus saraf tersebut. Dengan demikian setiap keterlambatan
18
waktu untuk mencapai masing-masing nucleus saraf dapat memeri arti klinis keadaan
saraf pendengara, maaupu jaringan otak disekitarnya.2
Penilaian BERA :
- Masa laten absolute gelombang I, III, V
- Beda masing-masing masa laten absolute (interwave latency I – V, I – III, III
– V)
- Beda masa laten absolute telinga kanan dan kiri (interneural latency)
- Beda masa laten pada penurunan intensitas bunyi (latency intensity function)
- Rasio amplitudo gelombang V/I yaitu rasio antara nilai puncak gelombang V
ke puncak gelombang I yang akan meningkat dengan menurunnya intensitas.
OTOACUSTIC EMITTION / OAE (Emisi Otoakustik)2
Emisi otoakustik merupakan respon koklea yang dihasilkan oleh sel-sel
rambut luar yang dipancarkan dalam bentuk energi akustik. Sel-sel rambut luar
dipersarafi oleh serabut eferen yang mempunyai elektromobilitas, sehingga
pergerakan sel-sel rambut akan menginduksi depolarisasi sel. Pergerakan mekanik
yang besar diinduksi menjadi besar, akibatnya suara yang kecil diubah menjadi lebih
besar. Hal inilah yang menunjukkan bahwa emisi otoakustik adalah gerakan sel
rambut luar dan merefleksikan fungsi koklea. Sedangkan sel rambut dalam dipersarafi
serabut aferan yang berfungsi mengubah suara menjadi bangkitan listrik dan tidak
ada gerakan dari sel rambut sendiri.
Emisi Otoakustik dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
a. Emisi Otoakustik Spontan (Spontaneus Otoacustic Emission / SOAE)
SOAE merupakan emisi otoakustik yang dihasilkan koklea tanpa stimulus dari
luar, didapatkan pada 60% telinga sehat, bernada rendah dan mempunyai nilai
klinis rendah.
b. Evoked Otoacustic Emissin / EOAE
EOAE merupakan respon koklea yang timbul dengan adanya stimulus suara, ada
tiga jenis :
19
Stimulus Frequency Otoacustic Emission (SFOAE), adalah respon yang dibangkitkan
oleh nada murni secara terus-menerus, jenis ini tidak mempunyai arti klinis dan
jarang digunakan
Transiently-evoked Otoacustic Emission (TEOAE), merupakan respon stimulus klik
dengan waktu cepat yang timbul 2 – 2,5 ms setelah pemberian stimulus, TEOAE
tidak dapat dideteksi dengan ambang dengar lebih dari 40 dB.
Distortion-product Otoacustic Emission (DPAOE), terjadi karena stimulus dua nada
murni dengan frekuansi tertentu. Nada murni yang diberikan akan merangsang daerah
koklea secara terus menerus.
2.5 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tuli sensorineural disesuaikan dengan penyebab ketulian. Tuli karena
pemakaian obat-obatan yang bersifat ototoksik, diatasi dengan penghentian obat. Jika
diakibatkan oleh bising, penderita sebaiknya dipindahkan kerjanya dari lingkungan
bising. Bila tidak memungkinkan dapat menggunakan alat pelindung telinga terhadap
bising, seperti sumbat telinga (ear plug), tutup teling (iear muff) dan pelindung
kepala (helmet). Apabila gangguan pendengaran sudah mengakibatkan kesulitan
berkomunikasi bisa menggunakan alat bantu dengar.2
Alat Bantu Dengar (ABD)
Rehabilitasi sebagai upaya untuk mengembalikan fungsi pendengaran dilakukan
dengan pemasangan alat bantu dengar (hearing aid). Memasang suatu alat bantu
dengar merupakan suatu proses yang rumit yang tidak hanya melibatkan derajat dan
tipe ketulian, namun juga perbedaan antar telinga, kecakapan diskriinasi dan
psikoakustik lainnya. Selain itu pertimbangan kosmetik, tekanan sosial dan keluarga.
Peraturan dari Food and Drug Administration mengharuskan masa uji coba selam 30
hari untuk alat bantu dengr yang baru, suatu masa untuk mengetahui apakah alat
tersebut cocok dan efektif bagi pemakai.5
Alat bantu dengar merupakan miniatur dari sistem pengeras untuk suara umum. Alat
ini memiliki mikrofon, suatu amplifier, pengeras suara dan baterei sebagai sumber
tenaga. Selanjutnya dilengkapi kontrol penerimaan, kontrol nada dan tenaga
20
maksimum. Akhir-akhir ini dilengkapi pula dengan alat pemproses sinyal otomatis
dalam rangka memperbaiki rasio sinyal bising pada latar belakang.
Komponen-komponen ini dikemas agar dapat dipakai dalam telinga (DT), atau
dibelakang telinga (BT) dan pada tubuh. ABD dibedakan menjadi beberapa jenis :
- Jenis saku (pocket type, body worrn type)
- Jenis belakang telinga (BTE = behind the ear)
- Jenis ITE (In The Ear)
- Jenis ITC (In The Canal)
- Jenis CIC (Completely In the Canal)
Tipe dalam telinga yang terkecil adalah alat bantu dengar ’kanalis’ dengan beberapa
komponen dipasang lebih jauh didalam kanalis dan lebih dekat dengan membrana
timpani. Alat bantu tipe kanalis ini sangat populer karena daya tarik kosmetiknya.
Alat ini dapat membantu pada gangguan pendengaran ringan sampai sedang. Akan
tetai alat ini kurang fleksibel dalam respon frekuansi dan penerimaannya dibanding
alat bantu DT dan BT. Kanalis juga tidak cocok untuk telingan yang kecil karena
ventilasi menjadi sulit.2,5
Implan Koklea2,9
Implan koklea merupakan perangkat elektronik yang memepunyai kemampuan
menggantikan fungsi koklea untuk meningkatkan kemampuan mendengar dan
berkomunikasi pada pasien tuli sensorineural berat dan total bilateral.
Indikasi pemasangan implan koklea adalah :
- Tuli sensorineural berat bilateral atau tuli total bilateral (anak maupun
dewasa) yang tidak / sedikit mendapat manfaat dari ABD.
- Usia 12 bulan – 17 tahun
- Tidak ada kontra indikasi medis
- Calon pengguna mempunyai perkembangan kognitif yang baik
Kontra Indikasi pemasangan implan koklea antara lain :
- Tuli akibat kelainan pada jalur pusat (tuli sentral)
- Proses penulangan koklea
- Koklea tidak berkembang
21
Adapun cara kerja Implan koklea adalah, impuls suara ditangkap oleh mikrofon dan
diteruskan menuju speech processor melalui kabel penghubung. speech processor
akan seleksi informasi suara yang sesuai dan mengubahnya menajdi kode suara yang
akan disampaikan ke transmiter. Kode suara akan dipancarkan menembus kulit
menuju stimulator. Pada bagian ini kode suara akan dirubah menjadi sinyal listrik dan
akan dikirim menuju elektrode-elektrode yang sesuai di dalam koklea sehingga
menimbulkan stimulasi serabut-serabut saraf. Pada speech processor terdapat sirkuit
khusus yang berfungsi untuk meredam bising lingkungan.
Keberhasilan implan koklea ditentukan denga menilai kemampuan
mendengar, pertambahan kosa kata dan pemahaman bahasa.
Dewasa ini, dilaporkan beberapa penemuan baru tentang regenerasi sel
rambut antara lain, proses pengkodean faktor transkripsi Math1 oleh vektor
adenovirus yang ditanam pada telinga kelinci percobaan yang tuli berhasil di mana
ditemukan perbaikan ambang pendengaran kelinci tersebut. Ini karena transkripsi
faktor Math1 ini penting bagi regenerasi sel rambut. Selain itu, sedang dijalankan
penelitian 'stem cell' dimana diharapkan sel-sel ini dapat berdiferensiasi ke sel-sel
rambut dan neuron akustik dan selanjutnya dipakai untuk menggantikan sel-sel
rambut maupun neuron koklea yang sudah mengalami degenerasi atau rusak.23
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
22
1. Tuli sensorineural adalah tuli yang terjadi karena adanya gangguan pada
telinga dalam atau pada jalur saraf dari telinga dalam ke otak.
2. Tuli sensorineural dibagi menjadi tuli koklea dan tuli retrokoklea.
3. Etiologi tuli sensorineural yang berasal dari koklea yaitu presbikusis,
labirintitis, tuli mendadak, trauma dan bising. Sedangkan tyang berasal dari
retrokoklea disebabkan karena gangguan pada Nervus VIII, tumor pada pons
dan cerebellum, neuroma akustik dan perdarahan otak.
4. Diagnosis tuli sensorineural ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang.
5. Penatalaksanaan tuli sensorineural tergantung etiologi dan dengan
menggunakan alat bantu dengar atau implan koklea.
3.2 Saran
Diharapkan kepada para dokter agar dapat meningkatkan pengetahuan mengenai tuli
sensorineural secara umum.
DAFTAR PUSTAKA
1. Laughlin, ME. Sensorineural Hearing Loss. Diakses: www.hearing-loss –
review.com
23
2. Soetirto, I, et al. Gangguan Pendengaran (Tuli). Dalam Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi 6. Jakarta. FKUI.
2007
3. Dobie, RA. Hearing Loss (Determining Eligibility for Social Security
Benefits). The National Academies Press. Washington, DC. 2005
4. Joseph, A. The Epidemiology of Occupational Hearing Loss. Volume 5, no.3,
2002. Diakses dari www.oem.msu.edu/news/Hv5n3.pdf
5. Adam GL, Boies LR, Higler PA. 1997. Boies. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi
6. Jakarta: EGC, 1997.
6. Telinga. Diakses dari: http://www.encyclopedia.es/
7. Indera Pendengar. Diakses dari: http://free.vism.org/
8. Sjafruddin, et al. Tuli Koklea dan Tuli Retrokoklea. Dalam Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi 6. Jakarta. FKUI.
2007
9. Suzuki J, et al. Hearing Impairment An Invisible Disability. Springer, Tokyo.
2004
10. Rambe, AY. Gangguan Pendengaran Akibat Bising. Fakultas Kedokteran
Bagian Ilmu Penyakit THT. USU.
11. Roland PS, et al. Ototoxicity. Hamilton. London. 2004
12. Soetirto I, et al. Gangguan Pendengaran Akibat Obat Ototoksik. Dalam Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi 6.
Jakarta. FKUI. 2007
13. Suwento R, et al. Gangguan Pendengaran Pada Geriatri. Dalam Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi 6. Jakarta.
FKUI. 2007
14. Rolland PS. Inner Ear, Presbycusis. Diakses dari www.emedicine.com. 2008
15. Wales J. Presbycusis. Diakses dari www.wikipedia.com. 2007
16. Bashiruddin J, et l. Tuli Mendadak. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi 6. Jakarta. FKUI. 2007
24
17. Isaacson JE, et al. Differential Diagnosis dan perlakuan Terhadap Hearing
Loss. American Family Physician. 2003
18. Nadol.J. Review article : Hearing Loss. The New England Journal of
medicine 1993
19. Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran Akibat Bising (Noise Induced Hearing
Loss). Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
Leher. Edisi 6. Jakarta. FKUI. 2007
20. Wales J. Meniere’ Disease. Dalam : www. Wikipedia.com.2007
21. Hadjar. E,et al. Penyakit Meniere. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi 6. Jakarta. FKUI. 2007
22. Roland SP.Acoustic Neuroma.diakses dari www.emedicine.com
23. Sataloff J, et al. Occupational Hearing Loss. Third Edition. CRC Press
25