seminar s1 ilmu administrasi negara

58
P E N E R A P A N PRINSIP GOOD GOVERNANCE DALAM PEMERINTAHAN LOKAL 1

Upload: liana-styawindari

Post on 25-Jun-2015

1.232 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

PENERAPAN PRINSIP GOOD GOVERNANCE DALAM PEMERINTAHAN LOKAL1DAFTAR ISIHALAMAN JUDUL ………………………………………………….. DAFTAR ISI …………………………………………………………… ABSTRAK ……………………………………………………………. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah …………………………………………. B. Rumusan Masalah ………………………………………………… C. Tujuan Penelitian …………..……………………….…………….. D. Metode Penelitian …………..……………………….……………. BAB II TINJAUAN TEORI A. Good Governance ………………………………………………… B. Perwujudan “Tata Pemerintahan Lokal yang Baik” ……………… BAB III PEMB

TRANSCRIPT

Page 1: SEMINAR S1 ILMU ADMINISTRASI NEGARA

P E N E R A P A N

PRINSIP GOOD

GOVERNANCE

DALAM

PEMERINTAHAN LOKAL

1

Page 2: SEMINAR S1 ILMU ADMINISTRASI NEGARA

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………………………….. 1

DAFTAR ISI …………………………………………………………… 2

ABSTRAK ……………………………………………………………. 3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah …………………………………………. 4

B. Rumusan Masalah ………………………………………………… 6

C. Tujuan Penelitian …………..……………………….…………….. 6

D. Metode Penelitian …………..……………………….……………. 6

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Good Governance ………………………………………………… 8

B. Perwujudan “Tata Pemerintahan Lokal yang Baik” ……………… 21

BAB III PEMBAHASAN ………………………………….…………. 24

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ……………………………………………………….. 33

B. Saran ………………………………………………………………. 34

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………... 36

2

Page 3: SEMINAR S1 ILMU ADMINISTRASI NEGARA

A B S T R A K

Pemerintah menyadari bahwa terpuruknya Indonesia dalam krisis ini disebabkan oleh berbagai faktor, yang salah satunya adalah penyelenggaraan negara yang buruk (poor governance) atau populer dengan sebutan KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme). Oleh karena itu, hal ini menyadarkan kita akan pentingnya reorientasi terhadap tata kehidupan bernegara yang baik (good governance) untuk mewujudkan kehidupan yang demokratis, yaitu yang menjamin berlakunya mekanisme check and balance, distribusi kekuasaan secara sehat dan fair, adanya akuntabilitas pemerintahan, tegaknya supremasi hukum dan hak asasi manusia (HAM), serta struktur ekonomi yang adil dan berorientasi kepada masyarakat luas. Konsep good governance tentunya tidak hanya perlu diaplikasikan di tingkat nasional, tetapi bahkan lebih penting lagi adalah di tingkat lokal. Undang-undang (UU) nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah merupakan perwujudan salah satu prasyarat yang dibutuhkan (necessary), tetapi bukan berarti bahwa regulasi ini sudah mencukupi (sufficient) bagi terwujudnya tata pemerintahan yang baik. Sehingga, banyak pihak mengkhawatirkan bahwa desentralisasi kewenangan kepada pemerintah daerah hanya akan menciptakan raja-raja kecil dan memindahkan praktek KKN ke daerah, jika tidak ditempatkan dalam kerangka demokratisasi. Dengan kata lain, otonomi daerah belum tentu menjanjikan keadilan dan kesejahteraan yang lebih baik bagi masyarakat, apabila agenda demokratisasi diabaikan di dalamnya.

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui sejauh mana penerapan prinsip Good Governance dalam pemerintahan lokal dan apa saja yg menjadi masalah dalam proses penerapannya.

Sumber data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder, yaing mana data diperoleh peneliti tidak secara langsung dari objeknya, tetapi melalui sumber lain, baik lisan maupun tulis. Teknik pengumpulan data dengan cara melakukan studi kepustakaan dan studi dokumenter yaitu pengumpulan data berdasarkan pada buku-buku literatur. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif yaitu analisis yang dilakukan dengan memahami dan merangkai data yang telah dikumpulkan dan disusun secara sistematis, kemudian ditarik kesimpulan.

Untuk mengetahui bagaimana penerapan prinsip good governace dalam pemerintahan lokal, penulis mengutip beberapa teori mengenai prinsip good governance, antara lain: (1) partisipasi masyarakat, (2) supermasi hukun, (3) transparansi, (4) kesetaraan, (5) daya tanggap, (6) wawasan kedepan, (7) akuntabilitas, (8) pengawasan, (9) efisiensi dan efektifitas, serta (10) kompetensi dan profesionalisme. Namun, dari beberapa prinsip good governance menurut para ahli tersebut, yang paling berpengaruh dalam terciptanya pemerintahan yang baik khususnya di lingkup pemerintahan lokal hanya 3 prinsip. Ketiga prinsip tersebut saling berkesinambungan dan merupakan faktor pendukung satu sama lain. Karenanya, seringkali tata pemerintahan yang baik dipandang sebagai “sebuah bangunan dengan 3 tiang”. Ketiga tiang penyangga itu adalah transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi. Oleh karena itu, dalam laporan seminar ini penulis hanya akan membahas dan menganalisis secara mendalam ketiga prinsip tersebut.

Dari hasil analisis penulis dapat diketahui bahwa hanya partisipasi masyarakat-lah yang dapat “menjaga” agar otonomi daerah ini dapat memberikan manfaat (benefits) yang besar bagi masyarakat itu sendiri. Sebaliknya, tanpa adanya pemerintah lokal yang transparan, akuntabel (bertanggunggugat), dan responsif terhadap keluhan atau masukan masyarakatnya, sulit diharapkan sistem ini dapat berjalan. Sebaliknya, tanpa adanya partisipasi dan kontrol publik, pemerintah juga sulit diharapkan dapat menjadi accountable dengan sendirinya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ketiga pilar good governance tersebut saling berkaitan, bersifat mutualistik, dan saling mendukung.

Kata kunci : Prinsip Good Governance, Pemerintahan Lokal

3

Page 4: SEMINAR S1 ILMU ADMINISTRASI NEGARA

BAB I

P E N D A H U L U A N

A. Latar Belakang Masalah

Krisis multidimensi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 yang lalu

memiliki dampak yang sangat besar terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pemerintah menyadari bahwa terpuruknya Indonesia dalam krisis ini disebabkan

oleh berbagai faktor, yang salah satunya adalah penyelenggaraan negara yang

buruk (poor governance) atau populer dengan sebutan KKN (korupsi, kolusi, dan

nepotisme). Akses pada sumberdaya ekonomi yang tersedia hanya terbatas pada

segelintir komponen masyarakat, sehingga pertumbuhan ekonomi yang tinggi

(sebelum krisis) pada kenyataannya hanya dinikmati sebagian kecil penduduk.

Mekanisme kontrol dan partisipasi publik untuk “menjaga” pembangunan

agar selalu berpihak kepada kepentingan rakyat banyak lagi-lagi mengalami

distorsi. Pertama, lemahnya posisi lembaga legislatif terhadap eksekutif, baik “by

design” seperti posisi DPRD yang menjadi subordinasi dari kepala daerah,

maupun dalam implementasinya yang diwarnai dengan berbagai bentuk intervensi

kekuasaan eksekutif. Kedua, kesempatan masyarakat untuk mengorganisasikan

dirinya di luar “pakem” yang telah ditetapkan pemerintah membuat apa yang

dinamakan civil society tidak pernah sepenuhnya terbentuk. Ketiga, proses

pembangunan yang sentralistis dan top-down mengakibatkan partisipasi

masyarakat dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan tidak dapat

berjalan. Seluruh kondisi ini diperparah dengan lemahnya penegakan hukum (law

enforcement) yang mengakibatkan berbagai upaya pemantauan dan pengawasan

yang dilakukan tidak berguna, sehingga sedikit banyak berkontribusi pada

ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Semua ini menyadarkan kita akan pentingnya reorientasi terhadap tata

kehidupan bernegara (governance) untuk mewujudkan kehidupan yang

demokratis, yaitu yang menjamin berlakunya mekanisme check and balance,

distribusi kekuasaan secara sehat dan fair, adanya akuntabilitas pemerintahan,

tegaknya supremasi hukum dan hak asasi manusia (HAM), serta struktur ekonomi

yang adil dan berorientasi kepada masyarakat luas.

4

Page 5: SEMINAR S1 ILMU ADMINISTRASI NEGARA

Definisi umum governance adalah tradisi dan institusi yang menjalankan

kekuasaan di dalam suatu negara, termasuk (1) proses pemerintah dipilih,

dipantau, dan digantikan, (2) kapasitas pemerintah untuk memformulasikan dan

melaksanakan kebijakan secara efektif, dan (3) pengakuan masyarakat dan negara

terhadap berbagai institusi yang mengatur interaksi antara mereka. Unsur yang

terakhir dapat dilakukan melalui tiga struktur komunikasi, yaitu kewenangan,

legitimasi, dan representasi Kewenangan adalah hak pemerintah untuk membuat

keputusan dalam bidang tertentu. Walaupun ini merupakan hak dari suatu

pemerintah modern, namun yang terpenting adalah bagaimana melibatkan

persepsi rakyat tentang tindakan yang perlu dilakukan pemerintah. Legitimasi

diperoleh karena masyarakat mengakui bahwa pemerintah telah menjalankan

peranannya dengan baik, atau kinerja dalam menjalankan kewenangan itu tinggi.

Representasi diartikan sebagai hak untuk mewakili pengambilan keputusan bagi

kepentingan golongan lain dalam kaitannya dengan alokasi sumber daya.

Dari sini terlihat bahwa good governance tidaklah terbatas pada bagaimana

pemerintah menjalankan wewenangya dengan baik semata, tetapi lebih penting

lagi adalah bagaimana masyarakat dapat berpartisipasi dan mengontrol pemerintah

untuk menjalankan wewenang tersebut dengan baik (accountable). Karenanya,

seringkali tata pemerintahan yang baik dipandang sebagai “sebuah bangunan

dengan 3 tiang”. Ketiga tiang penyangga itu adalah transparansi, akuntabilitas,

dan partisipasi.

Selain bukan menjadi monopoli pemerintah, konsep good governance

tentunya tidak hanya perlu diaplikasikan di tingkat nasional, tetapi bahkan lebih

penting lagi adalah di tingkat lokal. Undang-undang (UU) nomor 22 tahun 1999

tentang Pemerintahan Daerah dan UU nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pusat dan Daerah merupakan perwujudan salah satu prasyarat

yang dibutuhkan (necessary), tetapi bukan berarti bahwa regulasi ini sudah

mencukupi (sufficient) bagi terwujudnya tata pemerintahan yang baik.

Banyak pihak mengkhawatirkan bahwa desentralisasi kewenangan kepada

pemerintah daerah akan menciptakan raja-raja kecil dan memindahkan praktek

KKN ke daerah, jika tidak ditempatkan dalam kerangka demokratisasi. Dengan

kata lain, otonomi daerah belum tentu menjanjikan keadilan dan kesejahteraan

yang lebih baik bagi masyarakat, apabila agenda demokratisasi diabaikan di

dalamnya.

5

Page 6: SEMINAR S1 ILMU ADMINISTRASI NEGARA

Untuk mengaplikasikan pemberdayaan masyarakat yang sesungguhnya,

dibutuhkan pengembangan kelembagaan secara menyeluruh yang mencakup

beberapa aspek berikut: (a) proses pembangunan, yang meliputi formulasi

kebijakan (policy formulation), perencanaan (planning), penganggaran

(budgeting), dan penetapan peraturan (legislation); (b) peranan dan tanggung

jawab lembaga negara, pemerintah, dan masyarakat; (c) sistem organisasi, yang

meliputi lembaga pemerintah di berbagai sektor dan daerah, lembaga negara, dan

lembaga masyarakat; (d) insentif dalam pembangunan, yang mampu

meningkatkan inovasi masyarakat dalam pembangunan; (e) kerangka legal, yang

lebih memperhatikan kondisi masyarakat yang beranekaragam.

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk mengangkat

seminar dengan tema : “Penerapan Prinsip Good Governance dalam Pemerintahan

Lokal“.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut di atas penulis membuat rumusan masalah

ke dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimana penerapan prinsip Good Governance dalam pemerintahan

lokal ?

C. Tujuan

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui sejauh mana penerapan

prinsip Good Governance dalam pemerintahan lokal dan apa saja yg menjadi

masalah dalam proses penerapannya.

D. Metode Penelitian

1. Sumber Data

Sumber data yang digunakan adalah Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh

dari penelitian kepustakaan dan dokumentasi. Data yang diperoleh peneliti tidak

secara langsung dari objeknya, tetapi melalui sumber lain, baik lisan maupun tulis.

2. Teknik Pengambilan Data

Dalam penulisan ini data sekunder dikumpulkan dengan cara melakukan studi

kepustakaan dan studi dokumen yaitu pengumpulan data yang berdasarkan pada

6

Page 7: SEMINAR S1 ILMU ADMINISTRASI NEGARA

buku-buku literatur. Studi dokumenter atau studi kepustakaan merupakan suatu

teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-

dokumen, baik dokumen tertulis, gambar maupun elektronik. Informasi itu dapat

diperoleh dari buku-buku ilmiah, laporan penelitian, karangan-karangan ilmiah,

tesis dan disertasi, peraturan-peraturan, ketetapan-ketetapan, buku tahunan,

ensiklopedia, dan sumber-sumber tertulis baik tercetak maupun elektronik lain.

Informasi yang dihimpun harus relevan dengan topik atau masalah yang akan atau

sedang diteliti. Dokumen yang telah diperoleh kemudian dianalisis (diurai),

dibandingkan dan dipadukan (sintesis) membentuk satu hasil kajian yang

sistematis, padu dan utuh. Jadi studi dokumenter tidak sekedar mengumpulkan

dan menuliskan atau melaporkan dalam bentuk kutipan-kutipan tentang sejumlah

dokumuen yang dilaporkan dalam penelitian adalah hasil analisis terhadap

dokumen-dokumen tersebut.

3. Teknik Analisis Data

Sesuai dengan tipe penulisan ini, maka data yang diperoleh akan dianalisis

secara kualitatif yaitu analisis yang dilakukan dengan memahami dan merangkai

data yang telah dikumpulkan dan disusun secara sistematis, kemudian ditarik

kesimpulan. Kesimpulan yang diambil dengan menggunakan cara berpikir

deduktif yaitu cara berpikir yang mendasar kepada hal-hal yang bersifat umum

dan kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat khusus.

7

Page 8: SEMINAR S1 ILMU ADMINISTRASI NEGARA

BAB II

T I N J A U A N T E O R I

A. Good Governance

Good governance adalah sebuah bentuk ideal mekanisme, praktik dan tata

cara pemerintah dalam mengatur dan memecahkan masalah-masalah publik.

Adapun beberapa pengertian lain mengenai Good Governance, antara lain :

Suatu konsepsi tentang penyelenggaraan pemerintahan yang bersih,

demokratis, dan efektif.

Suatu gagasan dan nilai untuk mengatur pola hubungan antara pemerintah,

dunia usaha swasta, dan masyarakat.

Good governace hanya bermakna bila keberadaannya ditopang oleh

lembaga yang melibatkan kepentingan publik. Jenis lembaga tersebut adalah

sebagai berikut:

1. Negara

menciptakan kondisi politik, ekonomi, dan sosial yang stabil;

membuat peraturan yang efektif dan berkeadilan;

menyediakan public service yang efektif dan accountable;

menegakkan HAM;

melindungi lingkungan hidup;

mengurus standar kesehatan dan standar keselamatan publik

2. Sektor swasta:

Menjalankan industri;

Menciptakan lapangan kerja;

Menyediakan insentif bagi karyawan;

Meningkatkan standar kehidupan masyarakat;

Memelihara lingkungan hidup;

Menaati peraturan;

Melakukan transfer ilmu pengetahuan dan teknologi pada masyarakat;

Menyediakan kredit bagi pengembangan UKM

3. Masyarakat madani:

Manjaga agar hak-hak masyarakat terlindungi;

Mempengaruhi kebijakan;

8

Page 9: SEMINAR S1 ILMU ADMINISTRASI NEGARA

STAKEHOLDERS

B U S I N E S S

Small / medium / large enterprises

Multinational CorporationsFinancial institutions

Stock exchange

C I T I Z E N S

organized into:Community-based

organizationsNon-governmental

organizationsProfessional Associations

Religious groupsWomen’s groups

Media

S T A T E

ExecutiveJudiciary

LegislaturePublic serviceMilitaryPolice

Berfungsi sebagai sarana checks and balances pemerintah;

Mengawasi penyalahgunaan kewenangan sosial pemerintah;

Mengembangkan SDM;

Berfungsi sebagai sarana berkomunikasi antar anggota masyarakat.

Akan didapat beberapa manfaat apabila Good Governace diterapkan

secara baik, yakni antara lain:

1. Berkurangnya secara nyata praktik KKN di birokrasi yang antara lain

ditunjukkan hal-hal berikut ini:

Tidak adanya manipulasi pajak;

Tidak adanya pungutan liar;

Tidak adanya manipulasi tanah;

Tidak adanya manipulasi kredit ;

Tidak adanya penggelapan uang negara;

Tidak adanya pemalsuan dokumen;

Tidak adanya pembayaran fiktif;

Proses pelelangan (tender) berjalan dengan fair;

9

Page 10: SEMINAR S1 ILMU ADMINISTRASI NEGARA

Tidak adanya penggelembungan nilai kontrak (mark-up);

Tidak adanya uang komisi;

Tidak adanya penundaan pembayaran kepada rekanan;

Tidak adanya kelebihan pembayaran;

Tidak adanya ketekoran biaya.

2. Terciptanya sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan pemerintahan yang

bersih, efisien, efektif, transparan, profesional dan akuntabel.

Sistem kelembagaan lebih efektif, ramping, fleksibel;

Kualitas tata laksana dan hubungan kerja antarlembaga di pusat

dan antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota lebih baik;

Sistem administrasi pendukung dan kearsipan lebih efektif dan

efisien;

Dokumen/arsip negara dapat diselamatkan, dilestarikan, dan

terpelihara.

3. Terhapusnya peraturan perUU-an dan tindakan yang bersifat diskriminatif

terhadap warga negara, kelompok, atau golongan masyarakat.

Kualitas pelayanan kepada masyarakat dan dunia usaha swasta

meningkat;

SDM, prasarana dan fasilitas pelayanan menjadi lebih baik;

Berkurangnya hambatan terhadap penyelenggaraan pelayanan

publik;

Prosedur dan mekanisme serta biaya yang diperlukan dalam

pelayanan publik lebih baku dan jelas;

Penerapan sistem merit dalam pelayanan;

Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam pelayanan

publik;

Penanganan pengaduan masyarakat lebih intensif.

4. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan

publik.

Berjalannya mekanisme dialog dan musyawarah terbuka dengan

masyarakat dalam perumusan program dan kebijakan layanan publik

(seperti forum konsultasi publik).

5. Terjaminnya konsistensi dan kepastian hukum seluruh peraturan

perundang-undangan, baik di tingkat pusat maupun daerah.

10

Page 11: SEMINAR S1 ILMU ADMINISTRASI NEGARA

Hukum menjadi landasan bertindak bagi aparatur pemerintahan

dan masyarakat untuk mewujudkan pelayanan publik yang baik.

Kalangan dunia usaha swasta akan merasa lebih aman dan terjamin

ketika menanamkan modal dan menjalankan usahanya karena ada aturan

main (rule of the game) yang tegas, jelas, dan mudah dipahami oleh

masyarakat.

Tidak akan ada kebingungan di kalangan pemerintah daerah dalam

melaksanakan tugasnya serta berkurangnya konflik antarpemerintah

daerah serta antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Kunci utama memahami good governance, menurut Masyarakat

Transparansi Indonesia (MTI), adalah pemahaman atas prinsip-prinsip yang

mendasarinya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini didapat tolak ukur kinerja suatu

pemerintah. Prinsip-prinsip tersebut meliputi:

1. Partisipasi Masyarakat (Participation)

Mendorong setiap warga untuk mempergunakan hak dalam

menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut

kepentingan masyarakat. Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam

pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga

perwakilan yang sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh

tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan

pendapat, serta kepastian untuk berpartisipasi secara konstruktif.

Penjelasan

Partisipasi bermaksud untuk menjamin agar setiap kebijakan yang diambil

mencerminkan aspirasi masyarakat. Dalam rangka mengantisipasi berbagai isu

yang ada, pemerintah daerah menyediakan saluran komunikasi agar masyarakat

dapat mengutarakan pendapatnya. Jalur komunikasi ini meliputi pertemuan

umum, temu wicara, konsultasi dan penyampaian pendapat secara tertulis. Bentuk

lain untuk merangsang keterlibatan masyarakat adalah melalui perencanaan

partisipatif untuk menyiapkan agenda pembangunan, pemantauan, evaluasi dan

pengawasan secara partisipatif dan mekanisme konsultasi untuk menyelesaikan

isu sektoral.

Instrumen

11

Page 12: SEMINAR S1 ILMU ADMINISTRASI NEGARA

Instrumen dasar partisipasi adalah peraturan yang menjamin hak untuk

menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan, sedangkan

instrumen-instrumen pendukung adalah pedoman-pedoman pemerintahan

partisipatif yang mengakomodasi hak penyampaian pendapat dalam segala proses

perumusan kebijakan dan peraturan, proses penyusunan strategi pembangunan,

tata-ruang, program pembangunan, penganggaran, pengadaan dan pemantauan.

Indikator

Adanya pemahaman penyelenggara negara tentang proses/metode

partisipatif

Adanya pengambilan keputusan yang didasarkan atas konsensus bersama.

Meningkatnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah

Meningkatnya jumlah masyarakat yang berpartisipasi dalam pembangunan

daerah

Meningkatnya kuantitas dan kualitas masukan (kritik dan saran) untuk

pembangunan daerah dan terjadinya perubahan sikap masyarakat menjadi

lebih peduli terhadap setiap langkah pembangunan.

Perangkat pendukung indikator

Pedoman pelaksanaan proses partisipatif;

Forum konsultasi dan temu publik, termasuk forum stakeholders;

Media massa nasional maupun media lokal sebagai sarana

penyaluran aspirasi masyarakat;

Mekanisme/peraturan untuk mengakomodasi kepentingan yang

beragam.

2. Supremasi Hukum (Rule of Law)

Mewujudkan adanya penegakan hukum yang adil bagi semua pihak tanpa

pengecualian, menjunjung tinggi HAM dan memperhatikan nilai-nilai yang hidup

dalam masyarakat. Kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang

bulu, termasuk didalamnya hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia.

Penjelasan

Berdasarkan kewenangannya, pemerintah daerah harus mendukung

tegaknya supremasi hukum dengan melakukan berbagai penyuluhan peraturan

perundang-undangan dan menghidupkan kembali nilai-nilai dan norma-norma

12

Page 13: SEMINAR S1 ILMU ADMINISTRASI NEGARA

yang berlaku di masyarakat. Di samping itu pemerintah daerah perlu

mengupayakan adanya peraturan daerah yang bijaksana dan efektif, serta

didukung penegakan hukum yang adil dan tepat. Pemerintah daerah, DRPD

maupun masyarakat perlu menghilangkan kebiasaan yang dapat menimbulkan

KKN.

Instrumen

Instrumen dasar penegakan hukum adalah peraturan perundang-undangan

yang ada, dengan komitmen politik terhadap penegakan hukum maupun

keterpaduan dari sistem yuridis (kepolisian, pengadilan dan kejaksaan), sedangkan

instrumen-instrumen pendukung adalah penyuluhan dan fasilitas ombudsman.

Indikator

Adanya kepastian dan penegakan hukum

Adanya penindakan terhadap setiap pelanggar hukum

Adanya pemahaman mengenai pentingnya kepatuhan terhadap hukum dan

peraturan

Berkurangnya praktek KKN dan pelanggaran hukum

Meningkatnya (kecepatan dan kepastian) proses penegakan hukum

Berlakunya nilai/norma di masyarakat (living law)

Adanya kepercayaan masyarakat pada aparat penegak hukum sebagai pembela

kebenaran.

Perangkat pendukung indikator

Peraturan perundang-undangan;

Sistem yuridis yang terpadu/terintegrasi (kepolisian, kejaksaan,

pengadilan);

Reward and punishment yang jelas bagi aparat penegak hukum

(kepolisian,kehakiman, kejaksaan);

Sistem pemantauan lembaga peradilan yang obyektif, independen,

dan mudah diakses publik (ombudsman);

Sosialisasi mengenai kesadaran hukum.

3. Keterbukaan & Transparansi (Openness & Transparency)

Menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat

melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan didalam memperoleh

informasi yang akurat dan memadai. Transparansi dibangun atas dasar informasi

13

Page 14: SEMINAR S1 ILMU ADMINISTRASI NEGARA

yang bebas. Seluruh proses pemerintah, lembaga-lembaga, dan informasi perlu

dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia

harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau.

Penjelasan

Informasi adalah suatu kebutuhan penting masyarakat untuk berpartisipasi

dalam pengelolaan daerah. Berkaitan dengan hal tersebut pemerintah daerah perlu

proaktif memberikan informasi lengkap tentang kebijakan dan layanan yang

disediakannya kepada masyarakat. Pemerintah daerah perlu mendayagunakan

berbagai jalur komunikasi seperti melalui brosur, leaflet, pengumuman melalui

koran, radio serta televisi lokal. Pemerintah daerah perlu menyiapkan kebijakan

yang jelas tentang cara mendapatkan informasi. Kebijakan ini akan memperjelas

bentuk informasi yang dapat diakses masyarakat ataupun bentuk informasi yang

bersifat rahasia, bagaimana cara mendapatkan informasi, lama waktu

mendapatkan informasi serta prosedur pengaduan apabila informasi tidak sampai

kepada masyarakat.

Instrumen

Instrumen dasar dari transparansi adalah peraturan yang menjamin hak

untuk mendapatkan informasi, sedangkan instrumen-instrumen pendukung adalah

fasilitas database dan sarana informasi dan komunikasi dan petunjuk

penyebarluasan produk-produk dan informasi yang ada di penyelenggara

pemerintah, maupun prosedur pengaduan.

Indikator

Tersedianya informasi yang memadai pada setiap proses penyusunan dan

implementasi kebijakan publik

Adanya akses pada informasi yang siap, mudah dijangkau, bebas diperoleh,

dan tepat waktu.

Bertambahnya wawasan dan pengetahuan masyarakat terhadap

penyelenggaraan pemerintahan

Meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan

Meningkatnya jumlah masyarakat yang berpartisipasi dalam pembangunan

daerahnya

Berkurangnya pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan.

Perangkat pendukung indikator

Peraturan yang menjamin hak untuk mendapatkan informasi;

14

Page 15: SEMINAR S1 ILMU ADMINISTRASI NEGARA

Pusat/balai informasi;

Website (e-government, e-procurement, dsb);

Iklan layanan masyarakat;

Media cetak;

Papan pengumuman.

4. Komitmen pada Kesetaraan dan Pengurangan Kesenjangan (Commitment

to Reduce Inequality)

Memberi peluang yang sama bagi setiap anggota masyarakat untuk

memperbaiki, mempertahankan, dan meningkatkan kesejahteraannya.

Penjelasan

Tujuan dari prinsip ini adalah untuk menjamin agar kepentingan pihak-

pihak yang kurang beruntung, seperti mereka yang miskin dan lemah, tetap

terakomodasi dalam proses pengambilan keputusan. Perhatian khusus perlu

diberikan kepada kaum minoritas agar mereka tidak tersingkir. Selanjutnya

kebijakan khusus akan disusun untuk menjamin adanya kesetaraan terhadap

wanita dan kaum minoritas baik dalam lembaga eksekutif dan legislatif.

Instrumen

Instrumen dasar kesetaraan adalah peraturan perundang-undangan yang

menjamin kesetaraan, dengan komitmen politik terhadap penegakan dan

perlindungan HAM, sedangkan instrumen-instrumen pendukung adalah

penyuluhan dan fasilitas ombudsman.

Indikator

Adanya langkah-langkah atau kebijakan yang berorientasi pada pemenuhan

kebutuhan dasar bagi masyarakat yang kurang mampu (subsidi silang,

affirmative action, dsb);

Tersedianya layanan-layanan/fasilitas-fasilitas khusus bagi masyarakat tidak

mampu;

Adanya kesataraan dan keadilan gender;

Adanya pemberdayaan kawasan tertinggal.

Berkurangnya kasus diskriminasi, adanya kesetaraan jender, dan

meningkatnya pengisian jabatan sesuai ketentuan.

15

Page 16: SEMINAR S1 ILMU ADMINISTRASI NEGARA

Perangkat pendukung indikator

Peraturan-peraturan yang berpihak pada pemberdayaan gender, masyarakat

kurang mampu, dan kawasan tertinggal;

Program-program pemberdayaan gender, masyarakat kurang mampu, dan

kawasan tertinggal.

5. Daya tanggap (Responsiveness)

Meningkatkan kepekaan para penyelenggara pemerintahan terhadap

aspirasi masyarakat, tanpa kecuali. Lembaga-lembaga dan seluruh proses

pemerintah harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan.

Penjelasan

Pemerintah daerah perlu membangun jalur komunikasi untuk menampung

aspirasi masyarakat dalam hal penyusunan kebijakan. Ini dapat berupa forum

masyarakat, talk show, layanan hotline, prosedur komplain. Sebagai fungsi

pelayan masyarakat, pemerintah daerah akan mengoptimalkan pendekatan

kemasyarakatan dan secara periodik mengumpulkan pendapat masyarakat.

Instrumen

Instrumen dasar adalah komitmen politik untuk menerima aspirasi dan

mengakomodasi kepentingan masyarakat, sedangkan instrumen-instrumen

pendukungnya adalah penyediaan fasilitas komunikasi, kotak saran dan layanan

hotline, prosedur dan fasilitas pengaduan dan prosedur banding pada pengadilan.

Indikator

Tersedianya layanan pengaduan dengan prosedur yang mudah dipahami oleh

masyarakat

Adanya tindak lanjut yang cepat dari laporan dan pengaduan.

Meningkatnya kepercayaan masyarakat pada pemerintah

Tumbuhnya kesadaraan masyarakat

Meningkatnya jumlah masyarakat yang berpartisipasi dalam pembangunan

daerah

Berkurangnya jumlah pengaduan.

Perangkat pendukung indikator

Standar pelayanan publik;

16

Page 17: SEMINAR S1 ILMU ADMINISTRASI NEGARA

Prosedur dan layanan pengaduan, hotline;

Fasilitas komunikasi.

6. Wawasan ke depan (Visionary)

Membangun daerah berdasarkan visi dan strategi yang jelas dan

mengikutsertakan warga dalam seluruh proses pembangunan, sehingga warga

merasa memiliki dan ikut bertanggungjawab terhadap kemajuan daerahnya. Para

pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas

tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa

saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu

mereka juga harus memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya,

dan sosial yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut.

Penjelasan

Tujuan penyusunan visi dan strategi adalah untuk memberikan arah

pembangunan secara umun sehingga dapat membantu dalam penggunaan

sumberdaya secara lebih efektif. Untuk menjadi visi yang dapat diterima secara

luas, visi tersebut perlu disusun secara terbuka dan transparan, dengan didukung

dengan partisipasi masyarakat, kelompok-kelompok masyarakat yang peduli, serta

kalangan dunia usaha. Pemerintah daerah perlu proaktif mempromosikan

pembentukan forum konsultasi masyarakat, serta membuat berbagai produk yang

dapat digunakan oleh masyarakat

Instrumen

Instrumen dasarnya adalah komitmen politik pada masa depan Indonesia

secara umum dan masa depan dearah secara khusus, sedangkan instrumen-

instrumen pendukungnya adalah proses perencanaan partisipatif, peraturan-

peraturan yang memberikan kekuatan hukum pada visi, strategi dan rencana

pembangunan.

Indikator

Adanya visi dan strategi yang jelas dan mapan dengan kekuatan hukum yang

sesuai

Adanya dukungan dari pelaku dalam pelaksanaan visi dan strategi

Adanya kesesuaian dan konsistensi antara perencanaan dan anggaran.

Adanya kejelasan setiap tujuan kebijakan dan program;

Perangkat pendukung indikator:

17

Page 18: SEMINAR S1 ILMU ADMINISTRASI NEGARA

Peraturan/kebijakan yang memberikan kekuatan hukum pada visi dan strategi;

Proses penentuan visi dan strategi secara partisipatif.

7. Akuntabilitas (Accountability)

Meningkatkan akuntabilitas para pengambil keputusan dalam segala

bidang yang menyangkut kepentingan masyarakat luas. Para pengambil keputusan

di pemerintah, sektor swasta, dan organisasi masyarakat bertanggungjawab, baik

kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan.

Penjelasan

Seluruh pembuat kebijakan pada semua tingkatan harus memahami bahwa

mereka harus mempertanggungjawabkan hasil kerja kepada masyarakat. Untuk

mengukur kinerja mereka secara obyektif perlu adanya indikator yang jelas.

Sistem pengawasan perlu diperkuat dan hasil audit harus dipublikasikan, dan

apabila terdapat kesalahan harus diberi sanksi.

Instrumen

Instrumen dasar akuntabilitas adalah peraturan perundang-undangan yang

ada, dengan komitmen politik akan akuntabilitas maupun mekanisme

pertanggungjawan, sedangkan instrumen-instrumen pendukungnya adalah

pedoman tingkah laku dan sistem pemantauan kinerja penyelenggara

pemerintahan dan sistem pengawasan dengan sanksi yang jelas dan tegas.

Indikator

Adanya kesesuaian antara pelaksanaan dengan standar prosedur pelaksanaan;

Adanya sanksi yang ditetapkan atas kesalahan atau kelalaian dalam

pelaksanaan kegiatan.

Meningkatnya kepercayaan dan kepuasan masyarakat terhadap pemerintah

Tumbuhnya kesadaran masyarakat

Meningkatnya keterwakilan berdasarkan pilihan dan kepentingan masyarakat

Berkurangnya kasus-kasus KKN.

Perangkat pendukung indikator

Mekanisme pertanggungjawaban;

Laporan tahunan;

Laporan pertanggungjawaban;

Sistem pemantauan kinerja penyelenggara negara;

Sistem pengawasan;

18

Page 19: SEMINAR S1 ILMU ADMINISTRASI NEGARA

Mekanisme reward and punishment.

8. Efesiensi & Efektifitas (Efficiency & Effectiveness)

Menjamin terselenggaranya pelayanan kepada masyarakat dengan

mengunakan sumber daya yang tersedia secara optimal dan bertanggungjawab.

Proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil sesuai

kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya

yang ada seoptimal mungkin.

Penjelasan

Pelayanan masyarakat harus mengutamakan kepuasan masyarakat, dan

didukung mekanisme penganggaran serta pengawasan yang rasional dan

transparan. Lembaga-lembaga yang bergerak di bidang jasa pelayanan umum

harus menginformasikan tentang biaya dan jenis pelayananya. Untuk menciptakan

efisiensi harus digunakan teknik manajemen modern untuk administrasi

kecamatan dan perlu ada desentralisasi kewenangan layanan masyarakat sampai

tingkat keluruhan/desa.

Instrumen

Instrumen dasar dari efisiensi dan efektivitas adalah komitmen politik

sedangkan instrumen pendukungnya adalah struktur pemerintahan yang sesuai

kepentingan pelayanan masyarakat, adanya standar-standar dan indikator kinerja

untuk menilai efektivitas pelayanan, pembukuan keuangan yang memungkinkan

diketahuinya satuan biaya, dan adanya survei-survei kepuasaan konsumen.

Indikator

Terlaksananya administrasi penyelenggaraan negara yang berkualitas dan

tepat sasaran dengan penggunaan sumberdaya yang optimal

Adanya perbaikan berkelanjutan

Berkurangnya tumpang tindih penyelenggaraan fungsi organisasi/unit kerja

Meningkatnya kesejahteraan dan nilai tambah dari pelayanan masyarakat

Berkurangnya penyimpangan pembelanjaan

Berkurangnya biaya operasional pelayanan dan mendapatkan ISO pelayanan

Dilakukannya swastanisasi dari pelayanan masyarakat

Perangkat pendukung indikator

Standar dan indikator kinerja untuk menilai efisiensi dan efektivitas pelayanan

Survei-survei kepuasan stakeholders.

19

Page 20: SEMINAR S1 ILMU ADMINISTRASI NEGARA

9. Pengawasan (Controlling)

Meningkatkan upaya pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan

dan pembangunan dengan mengusahakan keterlibatan swasta dan masyarakat

luas.

Penjelasan

Pengawasan yang dilakukan oleh lembaga berwenang perlu memberi

peluang bagi masyarakat dan organisasi masyarakat untuk berpartisipasi aktif

dalam pemantauan, evaluasi, dan pengawasan kerja, sesuai bidangnya. Walaupun

demikian tetap diperlukan adanya auditor independen dari luar dan hasil audit

perlu dipublikasikan kepada masyarakat.

Instrumen

Instrumen dasar dari pengawasan adalah peraturan perundangan-undangan

yang ada dengan disertai komitmen politik, sedangkan instrumen-instrumen

pendukungnya adalah sistem pengawasan dan fasilitas atau lembaga pengawasan

(ombudsman dan/atau watchdog).

Indikator

Meningkatnya masukan dari masyarakat terhadap penyimpangan (kebocoran,

pemborosan, penyalahgunaan wewenang, dll.) melalui media massa

Berkurangnya penyimpangan.

10. Profesionalisme & Kompetensi (Profesionalism & Competency)

Meningkatkan kemampuan dan moral penyelenggara pemerintahan agar

mampu memberi pelayanan yang mudah, cepat, tepat dengan biaya yang

terjangkau.

Penjelasan

Tujuannya adalah menciptakan birokrasi profesional yang dapat efektif

memenuhi kebutuhan masyarakat. Ini perlu didukung dengan mekanisme

penerimaan staf yang efektif, sistem pengembangan karir dan pengembangan staf

yang efektif, penilaian, promosi, dan penggajian staf yang wajar.

Instrumen

Instrumen dasar profesionalisme adalah komitmen politik sedangkan

instrumen-instrumen pendukungnya adalah sistem pendidikan birokrat, maupun

penerimaan, penempatan, evaluasi dan pola karir pegawai yang baik, standar-

20

Page 21: SEMINAR S1 ILMU ADMINISTRASI NEGARA

standar dan indikator kinerja, sistem penghargaan, sistem sanksi dan sistem

pembangunan sumber daya manusia.

Indikator

Meningkatnya kesejahteraan dan nilai tambah dari pelayanan masyarakat

Berkurangnya pengaduan masyarakat

Berkurang KKN

Mendapatkan ISO pelayanan

Dilakukannya “fit and proper” test terhadap PNS

Berkinerja tinggi

Taat asas

Kreatif dan inovatif

Memiliki kualifikasi di bidangnya.

Perangkat pendukung indikator

Standar kompetensi yang sesuai dengan fungsinya;

Kode etik profesi;

Sistem reward and punishment yang jelas;

Sistem pengembangan sumber daya manusia (SDM);

Standar dan indikator kinerja.

B. Perwujudan “Tata Pemerintahan Lokal Yang Baik”

Konsep good governance tidak hanya perlu diaplikasikan di tingkat

nasional, tetapi juga di tingkat lokal. Undang-undang (UU) nomor 22 tahun 1999

tentang Pemerintahan Daerah dan UU nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pusat dan Daerah merupakan perwujudan salah satu prasyarat

yang dibutuhkan (necessary), tetapi bukan berarti bahwa regulasi ini sudah

mencukupi (sufficient) bagi terwujudnya tata pemerintahan yang baik.

Banyak pihak mengkhawatirkan bahwa desentralisasi kewenangan kepada

pemerintah daerah akan menciptakan raja-raja kecil dan memindahkan praktek

KKN ke daerah, jika tidak ditempatkan dalam kerangka demokratisasi (lihat

misalnya "Otonomi Daerah Ciptakan Raja Kecil", KOMPAS, 19 Februari 2000). Dengan kata

lain, otonomi daerah belum tentu menjanjikan keadilan dan kesejahteraan yang

lebih baik bagi masyarakat, apabila agenda demokratisasi diabaikan di dalamnya.

21

Page 22: SEMINAR S1 ILMU ADMINISTRASI NEGARA

Untuk mengaplikasikan pemberdayaan masyarakat yang sesungguhnya,

dibutuhkan pengembangan kelembagaan secara menyeluruh yang mencakup

beberapa aspek berikut:

proses pembangunan, yang meliputi formulasi kebijakan (policy formulation),

perencanaan (planning), penganggaran (budgeting), dan penetapan peraturan

(legislation);

peranan dan tanggung jawab lembaga negara, pemerintah, dan masyarakat;

sistem organisasi, yang meliputi lembaga pemerintah di berbagai sektor dan

daerah, lembaga negara, dan lembaga masyarakat;

insentif dalam pembangunan, yang mampu meningkatkan inovasi masyarakat

dalam pembangunan;

kerangka legal, yang lebih memperhatikan kondisi masyarakat yang

beranekaragam.

Kelembagaan di Tingkat Desa

Di tingkat desa, UU nomor 22 tahun 1999 dapat dianggap sebagai

instrumen yang mendukung proses demokratisasi ini. Desa merupakan satuan

administratif dengan otonomi yang sangat luas. Kepala desa (sampai saat ini)

merupakan satu-satunya jabatan eksekutif yang dipilih langsung oleh rakyat. Dan,

sebagai salah satu upaya untuk membatasi kekuasaan kepala desa, masa

jabatannya dibatasi hanya untuk 2 periode saja (maksimum 10 tahun).

Upaya instalasi nilai-nilai demokratis di tingkat desa ini juga dilakukan

melalui pembentukan Badan Perwakilan Desa (atau nama yang lain yang dipilih

masyarakat setempat) yang merupakan lembaga yang dipisahkan dari eksekutif

(pemerintah desa) dan merupakan perwakilan masyarakat yang dipilih langsung

oleh masyarakat desa.

Hubungan yang hierarkis antara desa dan kabupaten juga dihilangkan.

Aspek penting lain dari jiwa regulasi yang baru ini adalah hilangnya

penyeragaman yang menjiwai UU nomor 5 tahun 1974 dan nomor 5 tahun 1979.

Ruang bagi implementasi budaya lokal dalam pemerintahan desa kembali dibuka,

dengan bebasnya masyarakat desa untuk menentukan sendiri wewenang,

perangkat pemerintahan desa, dan penggunaan istilah. Implikasi lain dari UU

nomor 22/1999 dan UU nomor 25/1999– adalah lebih dekatnya masyarakat desa

dengan salah satu alat produksi terpenting, dana. Alokasi dana yang lebih besar di

22

Page 23: SEMINAR S1 ILMU ADMINISTRASI NEGARA

tingkat kabupaten/kota akan meningkatkan kecepatan penyaluran dan ketepatan

penggunaan dana sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat. Selama ini,

proses perencanaan dari bawah (bottom-up) tidak dapat berjalan dengan baik

antara lain diakibatkan oleh besarnya sumberdana yang masih dikelola oleh pusat.

Hasil-hasil perencanaan yang dirumuskan melalui Musyawarah

Pembangunan Desa (Musbangdes) implementasinya baru diterima masyarakat

paling tidak satu tahun sejak ia direncanakan. Belum lagi, proyek yang

dilaksanakan di suatu desa seringkali sangat jauh dari yang direncanakan

Musbangdes akibat aplikasi pendekatan sektoral selama ini.

Kelembagaan di Tingkat Kabupaten/Kota

Jiwa dari UU 22/1999 ini adalah perubahan titik pandang dari central-

governmentcentered looking menjadi local-government-centered looking. Setiap

wilayah bebas untuk menentukan kewenangannya sendiri, di luar beberapa hal

yang menjadi kewenangan pemerintah pusat dan beberapa bidang lain yang wajib

diurusi oleh suatu wilayah. Wilayah yang lebih luas (misalnya propinsi)

mengambil “sisa” kewenangan yang tidak diambil oleh wilayah yang tercakup di

dalamnya (misalnya kabupaten/kota).

Untuk mencegah pemindahan budaya otoriter dan top-down dari pusat ke

daerah, UU 22/1999 ini juga dilengkapi dengan upaya demokratisasi lokal.

Pertama, lembaga legislatif lokal (DPRD Kabupaten/Kota dan Badan Perwakilan

Desa) merupakan lembaga kontrol dengan posisi sejajar dengan eksekutif. Kedua,

kewenangan DPRD Kabupaten/Kota untuk memilih kepala daerah tanpa

persetujuan pusat, mengkaji pertanggungjawaban kepala daerah, dan

memberhentikan kepala daerah merupakan beberapa bentuk upaya pembentukan

loyalitas yang lebih pada rakyat daripada kepada pemerintah pusat. Ketiga, di

kawasan perkotaan diharapkan pemerintah daerah dapat memfasilitasi

pembentukan “forum perkotaan” sebagai wadah bagi pemda, masyarakat, dan

pihak swasta untuk berinteraksi dan bersinergi untuk kepentingan kotanya.

Khusus mengenai yang terakhir, pengalaman di banyak negara

menunjukkan bahwa parlemen lokal belum mencukupi untuk menjamin

teridentifikasinya kebutuhan masyarakat luas dan terwujudnya mekanisme kontrol

terhadap pemerintah, sehingga dibutuhkan adanya partisipasi langsung masyarakat

23

Page 24: SEMINAR S1 ILMU ADMINISTRASI NEGARA

luas (voice mechanism) yang seringkali “dihubungkan” oleh masyarakat sipil

(civil society) terutama di tingkat lokal.

24

Page 25: SEMINAR S1 ILMU ADMINISTRASI NEGARA

BAB III

P E M B A H A S A N

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa baik buruknya tata pemerintahan

dijalankan mempunyai hubungan kausualitas yang erat dengan hasil-hasil

pembangunan.

Misalnya, penelitian Kaufmann, Kraay, dan Zoido-Lobaton (1999)

menunjukkan bahwa kenaikan satu standar deviasi salah satu indikator pemerintahan

menyebabkan kenaikan antara 2,5 sampai 4 kali pendapatan per kapita (range yang

sama juga berlaku untuk penurunan angka kematian bayi), dan kenaikan tingkat

melek huruf huruf antara 15 sampai 25 persen. Beberapa penelitian lainnya juga

menunjukkan hubungan kausalitas positif antara efisiensi birokrasi dan menurunnya

tingkat korupsi dengan pertumbuhan ekonomi dan investasi asing. Bagi Indonesia,

relevansi konsep ini menjadi sangat tinggi setelah banyak pihak menyalahkan

‘bad/poor governance’ sebagai faktor penyebab utama negara ini menjadi yang

kondisi sosial ekonominya paling buruk di antara sekian banyak negara Asia yang

terkena krisis moneter 1997.

Definisi umum governance adalah tradisi dan institusi yang menjalankan

kekuasaan di dalam suatu negara, termasuk :

1. Proses pemerintah dipilih, dipantau, dan digantikan, misalnya Osborne dan

Gaebler, Reinventing Government: How the Entrepreneurial Spirit is

Transforming the Public Sector, New York: Plume (1993) World Bank,

Governance and Development, Washington D.C. (1992). Amartya Zen,

Development as Freedom, New York:Alfred A. Knopf, Inc. (1999). Mereka

meneliti hubungan antara enam indikator pemerintahan agregat sebagai berikut:

Proses politik, kebebasan dan hak-hak politik masyarakat (voice

and accountability);

Tingkat ketidakstabilan pemerintah (political instability and

violence);

Efektivitas pemerintah, yang juga mencakup kebebasan birokrasi

dari tekanan politik (government effectiveness)

Kebijakan perdagangan dan bis nis yang eksesif dan “market

unfriendly” “regulatory burden);

25

Page 26: SEMINAR S1 ILMU ADMINISTRASI NEGARA

Bagaimana hukum ditegakkan (rule of law); dan

Derajat korupsi (graft). Misalnya pada Asian Development Bank

(ADB), Good Governance and Anticorruption: The Road Forward for

Indoneisa, makalah yang disajikan pada pertemuan CGI VIII di Paris, Juli

1999.

2. Kapasitas pemerintah untuk memformulasikan dan melaksanakan

kebijakan secara efektif,

3. Pengakuan masyarakat dan negara terhadap berbagai institusi yang

mengatur interaksi antara mereka. Unsur yang terakhir dapat dilakukan melalui

tiga struktur komunikasi, yaitu kewenangan, legitimasi, dan representasi.

Kewenangan adalah hak pemerintah untuk membuat keputusan dalam bidang

tertentu. Walaupun ini merupakan hak dari suatu pemerintah modern, namun yang

terpenting adalah bagaimana melibatkan persepsi rakyat tentang tindakan yang

perlu dilakukan pemerintah. Legitimasi diperoleh karena masyarakat mengakui

bahwa pemerintah telah menjalankan peranannya dengan baik, atau kinerja dalam

menjalankan kewenangan itu tinggi. Representasi diartikan sebagai hak untuk

mewakili pengambilan keputusan bagi kepentingan golongan lain dalam kaitannya

dengan alokasi sumber daya.

Dari sini terlihat bahwa good governance tidaklah terbatas pada bagaimana

pemerintah menjalankan wewenangya dengan baik semata, tetapi juga bagaimana

masyarakat dapat berpartisipasi dan mengontrol pemerintah untuk menjalankan

wewenang tersebut dengan baik (accountable).

Dalam beberapa wacana dan teori menyebutkan bahwa terdapat banyak

prinsip-prinsip yang mendasari terciptanya Good Governance (seperti yang sudah

dijelaskan di BAB II Tinjauan Teori), yakni antara lain seperti:

1. Partisipasi Masyarakat (Participation)

2. Supremasi Hukum (Rule of Law)

3. Keterbukaan & Transparansi (Openness & Transparency)

4. Komitmen pada Kesetaraan dan Pengurangan Kesenjangan (Commitment to

Reduce Inequality)

5. Daya tanggap (Responsiveness)

6. Wawasan ke depan (Visionary)

7. Akuntabilitas (Accountability)

8. Pengawasan (Controlling)

26

Page 27: SEMINAR S1 ILMU ADMINISTRASI NEGARA

9. Efesiensi & Efektifitas (Efficiency & Effectiveness)

10. Profesionalisme & Kompetensi (Profesionalism & Competency)

Bahkan terdapat juga sumber lain (Dadang Solihin, 2006) yang menambahkan

beberapa prinsip tambahan yang mendasari dalam pelaksanaan Good Governance,

yaitu:

11. Demokrasi (Democracy)

12. Desentralisasi (Decentralization)

13. Kemitraan dengan Dunia Usaha Swasta dan Masyarakat (Private Sector & Civil

Society Partnership)

14. Komitmen pada Lingkungan Hidup(Commitment to Environmental Protection)

15. Komitmen pada Pasar yang Fair (Commitment to Fair Market)

Namun, dari beberapa prinsip good governance menurut para ahli tersebut

diatas, yang paling penting dan paling berpengaruh dalam terciptanya pemerintahan

yang baik khususnya di lingkup pemerintahan lokal hanya 3 prinsip, yang mana

ketiga prinsip tersebut dapat dikatakan prinsip pokok yang menjadi tolak ukur yang

mendasari good governance dan juga sudah dapat mewakili seluruh prinsip-prinsip

lain yang disebutkan diatas. Oleh karena itu, dalam laporan seminar ini penulis hanya

akan membahas dan menganalisis secara mendalam ketiga prinsip tersebut.

Ketiga prinsip tersebut saling berkesinambungan dan merupakan faktor

pendukung satu sama lain. Karenanya, seringkali tata pemerintahan yang baik

dipandang sebagai “sebuah bangunan dengan 3 tiang”. Ketiga tiang penyangga itu

adalah transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi.

A. Transparansi

Transparansi berarti terbukanya akses bagi semua pihak yang berkepentingan

terhadap setiap informasi terkait (seperti berbagai peraturan dan perundang-

undangan, serta kebijakan pemerintah) dengan biaya yang minimal. Informasi

sosial, ekonomi, dan politik yang andal (reliable) dan berkala haruslah tersedia

dan dapat diakses oleh publik (biasanya melalui filter media massa yang

bertanggung jawab). Artinya, transparansi dibangun atas pijakan kebebasan arus

informasi yang memadai disediakan untuk dipahami dan (untuk kemudian) dapat

dipantau.

Transparansi jelas mengurangi tingkat ketidakpastian dalam proses

pengambilan keputusan dan implementasi kebijakan publik. Sebab,

27

Page 28: SEMINAR S1 ILMU ADMINISTRASI NEGARA

penyebarluasan berbagai informasi yang selama ini aksesnya hanya dimiliki

pemerintah dapat memberikan kesempatan kepada berbagai komponen

masyarakat untuk turut mengambil keputusan.

Oleh karenanya, perlu dicatat bahwa informasi ini bukan sekedar tersedia, tapi

juga relevan dan bisa dipahami publik. Selain itu, transparansi ini dapat membantu

untuk mempersempit peluang korupsi di kalangan para pejabat publik dengan

“terlihatnya” segala proses pengambilan keputusan oleh masyarakat luas.

Implementasi Transparansi

Seringkali kita terjebak dalam “paradigma produksi” dalam hal

penyebarluasan informasi ini, seakan-akan transparansi sudah dilaksanakan

dengan mencetak leaflet suatu program dan menyebarluaskannya ke setiap kantor

kepala desa, atau memasang iklan di surat kabar yang tidak dibaca oleh sebagian

besar komponen masyarakat. Pola pikir ini perlu berubah menjadi “paradigma

pemasaran”, yaitu bagaimana masyarakat menerima informasi dan

memahaminya.

Untuk mewujudkannya dalam pelaksanaan administrasi publik sehari-hari,

terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan di sini.

Pertama, kondisi masyarakat yang apatis terhadap program-program

pembangunan selama ini membutuhkan adanya upaya-upaya khusus untuk

mendorong keingintahuan mereka terhadap data/informasi ini. Untuk itu,

dibutuhkan adanya penyebarluasan (diseminasi) informasi secara aktif kepada

seluruh komponen masyarakat, tidak bisa hanya dengan membuka akses

masyarakat terhadap informasi belaka.

Kedua, pemilihan media yang digunakan untuk menyebarluaskan informasi

dan substansi/materi informasi yang disebarluaskan sangat bergantung pada

segmen sasaran yang dituju. Informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat

awam sangat berbeda dengan yang dibutuhkan oleh organisasi nonpemerintah,

akademisi, dan anggota DPRD, misalnya. Selain itu, seringkali cara-cara dan

media yang sesuai dengan budaya lokal jauh lebih efektif dalam mencapai

sasaran daripada “media modern” seperti televisi dan surat kabar.

Ketiga, seringkali berbagai unsur nonpemerintah (misalnya pers, lembaga

keagamaan, LSM) lebih efektif untuk menyebarluaskan informasi daripada

28

Page 29: SEMINAR S1 ILMU ADMINISTRASI NEGARA

dilakukan pemerintah sendiri. Untuk itu, penginformasian kepada berbagai

komponen strategis ini menjadi sangat penting.

B. Akuntabilitas

Akuntabilitas atau accountability adalah kapasitas suatu instansi pemerintahan

untuk bertanggung gugat atas keberhasilan maupun kegagalannya dalam

melaksanakan misinya dalam mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan secara

periodik. Artinya, setiap instansi pemerintah mempunyai kewajiban untuk

mempertanggungjawabkan pencapaian organisasinya dalam pengelolaan sumber

daya yang dipercayakan kepadanya, mulai dari tahap perencanaan, implementasi,

sampai pada pemantauan dan evaluasi. (Rochman, Meuthia Ganie, Good Governance dan

Tiga Struktur Komunikasi Rakyat dan Pemerintah, makalah yang disajikan pada Seminar “Good

Governance dan Reformasi Hukum” di Jakarta, Agustus 1998)

Akuntabilitas merupakan kunci untuk memastikan bahwa kekuasaan itu

dijalankan dengan baik dan sesuai dengan kepentingan publik. Untuk itu,

akuntabilitas mensyaratkan kejelasan tentang siapa yang bertanggunggugat,

kepada siapa, dan apa yang dipertanggunggugatkan. Karenanya, akuntabilitas bisa

berarti pula penetapan sejumlah kriteria dan indikator untuk mengukur kinerja

instansi pemerintah, serta mekanisme yang dapat mengontrol dan memastikan

tercapainya berbagai standar tersebut.

Berbeda dengan akuntabilitas dalam sektor swasta yang bersifat dual-

accountability structure (kepada pemegang saham dan konsumen), akuntabilitas

pada sektor public bersifat multiple-accountability structure. Ia dimintai

pertanggungjawaban oleh lebih banyak pihak yang mewakili pluralisme

masyarakat. Rincinya, kinerja suatu instansi pemerintah harus dapat

dipertanggungjawabkan terhadap atasan, anggota DPRD, organisasi

nonpemerintah, lembaga donor, dan komponen masyarakat lainnya. Semua itu

berarti pula, akuntabilitas internal (administratif) dan eksternal ini menjadi sama

pentingnya.

Akhirnya, akuntabilitas menuntut adanya kepastian hukum yang merupakan

resultan dari hukum dan perundangan-undangan yang jelas, tegas, diketahui

publik di satu pihak, serta upaya penegakan hukum yang efektif , konsisten, dan

tanpa pandang bulu di pihak lain. Kepastian hukum juga merupakan indikator

29

Page 30: SEMINAR S1 ILMU ADMINISTRASI NEGARA

penting dalam menimbang tingkat kewibawaan suatu pemerintahan, legitimasinya

di hadapan rakyatnya, dan dunia internasional.

Implementasi Akuntabilitas

Pertama, perlunya penetapan target kuantitatif atas pencapaian suatu

program. Selama ini, disadari maupun tidak, kita seringkali berorientasi pada

indikator input seperti alokasi anggaran dan penyerapannya, dan melupakan

pencapaian (output) program tersebut. Untuk menjaga efektivitas suatu

pengeluaran, diperlukan pemantauan yang berdasarkan pada pencapaian target

berbagai indikator kinerja (performance indicators) yang ditetapkan

sebelumnya dan menunjukkan tingkat keberhasilan suatu program secara

menyeluruh.

Kedua, dibutuhkan adanya mekanisme pertanggungjawaban publik secara

reguler. Dalam pelaksanaan program-program pemerintah selama ini, praktis

pertanggungjawaban keuangan di akhir tahun anggaran merupakan satu-

satunya mekanisme yang berjalan. Untuk dapat memberikan masukan (feed-

back) di tengah perjalanan suatu program, diperlukan adanya mekanisme

pelaporan reguler (misalnya bulanan) yang disebarluaskan kepada masyarakat

luas. Selain itu, dibutuhkan adanya mekanisme verifikasi oleh pihak yang

independen atas laporan tersebut. Hanya dengan adanya mekanisme

pelaporan, pertanggungjawaban publik, dan verifikasi inilah tingkat keandalan

laporan pengelola program dapat ditingkatkan dan tingkat pencapaian suatu

program dapat terukur dengan mudah, sehingga diharapkan dapat

meningkatkan efektivitas dan efisiensinya.

Ketiga, adalah diterapkannya mekanisme penanganan pengaduan dan

keluhan. Walaupun berbagai upaya tersebut di atas telah dilaksanakan,

tentunya masih ada kemungkinan terjadinya suatu masalah dan

penyelewengan yang timbul dalam pelaksanaan program ataupun pelayanan

publik. Untuk menanganinya, diperlukan suatu bagian khusus dalam pengelola

program atau instansi pelayanan masyarakat (misalnya air minum, listrik,

puskesmas, dan sebagainya) yang bertugas untuk menangani pengaduan

masyarakat yang masuk, baik secara langsung ataupun melalui pemberitaan di

media massa. Tentunya, juga dibutuhkan kerjasama dengan berbagai lembaga

pemeriksa dan penyidik yang sudah ada (inspektorat, kepolisian, kejaksaan,

30

Page 31: SEMINAR S1 ILMU ADMINISTRASI NEGARA

dan sebagainya), sehingga setiap pengaduan yang berindikasi penyelewengan

dan tindak pidana dapat segera ditindaklanjuti. Karakteristik yang terpenting

dalam mekanisme ini adalah perlunya kepastian bagi masyarakat bahwa

pengaduan mereka akan ditangani dalam jangka waktu tertentu dan si

pengadu berhak menerima laporan atas tindak lanjut pengaduannya itu.

C. Partisipasi

Partisipasi merupakan perwujudan dari berubahnya paradigma mengenai

peran masyarakat dalam pembangunan. Masyarakat bukanlah sekedar penerima

manfaat (beneficiaries) atau objek belaka, melainkan agen pembangunan (subjek)

yang mempunyai porsi yang penting. Dengan prinsip “dari dan untuk rakyat”,

mereka harus memiliki akses pada pelbagai institusi yang mempromosikan

pembangunan. Karenanya, kualitas hubungan antara pemerintah dengan warga

yang dilayani dan dilindunginya menjadi penting di sini.

Hubungan yang pertama mewujud lewat proses suatu pemerintahan dipilih.

Pemilihan anggota legislatif dan pimpinan eksekutif yang bebas dan jujur

merupakan kondisi inisial yang dibutuhkan untuk memastikan bahwa hubungan

antara pemerintah dengan masyarakat (yang diwakili legislatif) dapat berlangsung

dengan baik.

Pola hubungan yang kedua adalah keterlibatan masyarakat dalam proses

pengambilan keputusan. Kehadiran tiga domain pemerintah, sektor swasta, dan

masyarakat sipil dalam proses ini amat penting untuk memastikan bahwa proses

“pembangunan” tersebut dapat memberikan manfaat yang terbesar atau

“kebebasan” (mengutip Amartya Zen) bagi masyarakatnya.

Pemerintah menciptakan lingkungan politik, ekonomi, dan hukum yang

kondusif. Sektor s wasta menciptakan kesempatan kerja yang implikasinya

meningkatkan peluang untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. Akan halnya

masyarakat sipil (lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat, organisasi

keagamaan, koperasi, serikat pekerja, dan sebagainya) memfasilitasi interaksi

sosial-politik untuk berpartisipasi dalam berbagai aktivitas ekonomi, sosial, dan

politik.

Sementara itu, di tingkat praktis, partisipasi dibutuhkan untuk mendapatkan

informasi yang andal dari sumber pertama, serta untuk mengimplementasikan

pemantauan atas atas implementasi kebijakan pemerintah, yang akan

31

Page 32: SEMINAR S1 ILMU ADMINISTRASI NEGARA

meningkatkan “rasa memiliki” dan kualitas implementasi kebijakan tersebut. Di

tingkatan yang berbeda, efektivitas suatu kebijakan dalam pembangunan

mensyaratkan adanya dukungan yang luas dan kerja sama dari semua pelaku

(stakeholders) yang terlibat dan memiliki kepentingan.

Implementasi Partisipasi Publik

Keterlibatan masyarakat diperlukan mulai dari tahap perencanaan,

pelaksanaan, dan pemantauan suatu program. Mekanisme kontrol dapat langsung

dilakukan tanpa perlu menunggu suatu kesalahan atau penyelewengan terjadi.

Selain itu, rasa memiliki masyarakat akan meningkat karena mereka terlibat dalam

setiap proses pengelolaan program; suatu perubahan peran masyarakat dari

“konsumen” (objek terakhir) semata menjadi bagian dari “produsen” (salah satu

pelaku utama). Satu hal yang penting untuk diperhatikan di sini adalah sifat

keterlibatan itu. Pelibatan masyarakat yang bersifat mobilisasi (tidak partisipatif)

dan tidak diikuti dengan pemberian wewenang tidak akan bermanfaat dalam

peningkatan kinerja suatu program. Pembangunan daerah harus dilakukan

bersama dengan masyarakat, bukan untuk masyarakat.

Dalam pengelolaan program-program JPS, mulai tahun anggaran 1999/2000

diperkenalkan Forum Lintas Pelaku (FLP) atau stakeholders’ forum yang

merupakan ruang publik tempat masyarakat dan pemerintah dapat berinteraksi,

berdiskusi, dan mencari pemecahan berbagai masalah yang dihadapi dalam

pelaksanaan berbagai program JPS di masing-masing kabupaten/kota. Dalam

implementasinya, masih cukup banyak masalah yang dihadapi. Di beberapa

wilayah, dominasi pemerintah daerah masih sangat tinggi dan FLP hanyalah

menjadi alat legitimasi (bahwa berbagai komponen masyarakat telah dilibatkan).

Situasi sebaliknya juga terjadi di banyak daerah; organisasi non-pemerintah

mendominasi FLP dan mengalienasi pemerintah daerah, sehingga FLP menjadi

forum pemantauan semata.

Walaupun demikian, diharapkan bahwa masing-masing FLP dapat

merumuskan fungsi, wewenang, dan mekanisme kerjanya, sesuai dengan

karakteristik masing-masing daerah. Di masa mendatang, FLP diharapkan dapat

berkelanjutan (sustainable) dan mampu bertransformasi menjadi sebuah ruang

publik ( public sphere) yang bukan hanya tertentu pada program-program JPS,

melainkan tempat seluruh unsur masyarakat dan pemerintah daerah dapat

32

Page 33: SEMINAR S1 ILMU ADMINISTRASI NEGARA

berdialog, merumuskan visi, mengidentifikasi kebutuhan dan prioritas, serta

memecahkan berbagai masalah setempat (sebagai misal Forum Perkotaan atau

sejenisnya).

Hubungan antar Komponen Good Governance

Secara konseptual, hubungan antara ketiga komponen tata pemerintahan yang

baik itu mutualistik dan saling mendukung. Efektivitas dan efisiensi sumber daya

dalam mencapai tujuannya mensejahterakan bangsa menuntut tingkat akuntabilitas

penyelenggara negara (pemerintah) yang relatif tinggi. Tanpa adanya partisipasi

publik untuk mengamankan (safeguard) proses penyelenggaraan negara, sulit

diharapkan akuntabilitas dan penegakan hukum dapat berjalan dengan baik.

Di lain pihak, partisipasi publik tidak mungkin dapat berjalan dengan efektif

tanpa adanya hak publik untuk mengakses informasi yang dimilik oleh pemerintah.

Sebaliknya, transparansi sendiri tidak mungkin tercipta jika pemerintah tidak

bertanggung gugat dan tidak ada jaminan hukum atas hak publik untuk mengakses

berbagai informasi tersebut. Jadi, ketiganya saling mengkait dan sulit untuk dapat

berjalan sendiri tanpa adanya dukungan dari komponen lainnya.

Satu hal penting lainnya, untuk negara yang secara geografis luas dengan

jumlah penduduk yang besar seperti Indonesia dibutuhkan adanya otonomi yang

demokratis di tingkat pemerintah daerah yang memastikan bahwa interaksi antara

pemerintah dan masyarakat ini dapat terjadi secara langsung dan intensif di lingkup

yang kecil.

33

Page 34: SEMINAR S1 ILMU ADMINISTRASI NEGARA

BAB IV

P E N U T U P

A. Kesimpulan

Untuk suatu negara yang secara geografis besar seperti Indonesia, otonomi

daerah merupakan suatu hal yang tidak dapat ditolak lagi untuk mewujudkan

kesejahteraan (atau kebebasan) masyarakat secara efektif. Namun demikian,

diperlukan adanya berbagai upaya agar desentralisasi ini tidaklah berimplikasi

pemindahan kekuasaan yang otoriter (disertai korupsi, kolusi, nepotisme - KKN)

dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.

Untuk mencegah agar kekuasaan politik, ekonomi, sosial dan budaya tidak

dipegang oleh sekelompok elit daerah saja, maka dibutuhkan peranan media

massa, lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat, dan masyarakat

pada umumnya untuk memantau proses pengambilan keputusan, mempedulikan

pekerjaan serta kinerja DPRD, menuntut adanya transparansi, dan meminta aparat

pemerintah daerah untuk dapat mempertanggungjawabkan amanat yang

diembannya. Penulis memandang bahwa hanya partisipasi masyarakat-lah yang

dapat “menjaga” agar otonomi daerah ini dapat memberikan manfaat (benefits)

yang besar bagi masyarakat itu sendiri. Sebaliknya, tanpa adanya pemerintah lokal

yang transparan, akuntabel (bertanggunggugat), dan responsif terhadap

keluhan/masukan masyarakatnya, sulit diharapkan sistem ini dapat berjalan.

Sebaliknya, tanpa adanya partisipasi dan kontrol publik, pemerintah juga sulit

diharapkan dapat menjadi accountable dengan sendirinya.

Undang-undang nomor 22 tahun 1999 telah membuka ruang bagi partisipasi

masyarakat dalam pengelolaan daerah. Untuk mengisi ruang yang masih kosong

ini, diperlukan upaya bersama (pemerintah, masyarakat sipil, dan komunitas

sendiri) untuk memberdayakan masyarakat dalam arti yang luas. Dari

meningkatkan tingkat pengetahuan dan kepedulian komunitas (sebagai bagian dari

masyarakat) atas seluruh tahapan pembangunan; meningkatkan kapasitas

organisasi komunitas dan masyarakat; melibatkan komunitas dan masyarakat

dalam proses pengambilan keputusan; sehingga alokasi sumber daya yang adil dan

tingkat pelayanan publik yang baik dapat tercipta.

34

Page 35: SEMINAR S1 ILMU ADMINISTRASI NEGARA

Dalam kaitan ini, otonomi daerah bukan merupakan tujuan, melainkan cara

demokratis untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi semua unsur

bangsa tanpa kecuali.

B. Saran

1. Untuk dapat mewujudkan Good Governance, maka :

Membutuhkan komitmen kuat, daya tahan dan

waktu yang tidak singkat, diperlukan pembelajaran, pemahaman, serta

implementasi nilai kepemerintahan yang baik pada seluruh stakeholder.

Perlu adanya kesepakatan bersama serta rasa

optimistik yang tinggi dari seluruh komponen bangsa bahwa

kepemerintahan yang baik dapat diwujudkan demi mencapai masa depan

bangsa dan negara yang lebih baik.

2. Dengan memperhatikan berbagai kriteria yang

dikaitkan dengan pelaksanaan good governance dan telah ditetapkannya

berbagai kebijakan pembangunan berkelanjutan pada tingkat global, regional,

nasional, dan lokal, yang perlu dilaksanakan adalah evaluasi dari berbagai

peraturan yang ada dengan disandingkannya dengan kriteria good governance

dan kebijakan pembangunan berkelanjutan.

3. Setiap perubahan sebagai tindak lanjut dari evaluasi

perlu melalui konsultasi publik seluas mungkin, baik dari sudut banyaknya

unsur yang dilibatkan maupun dari sudut jangkau daerah, sehingga perubahan

tersebut akan benar-benar dipahami. Selain daripada itu, sosialisasi setelah

menjadi peraturan sangat diperlukan untuk memantapkan penegakan

hukumnya. Dalam hubungan ini, peran media massa, baik cetak maupun

elektronik, sangatlah penting.

4. Pada kenyataannya program-program tata

pemerintahan yang baik sering terpisah dari program pemerintah lainnya.

Sudah waktunya tata pemerintahan yang baik ditempatkan pada struktur

pemerintahan secara utuh. Pencegahan dan promosi tata pemerintahan yang

baik harus terintegrasi dengan promosi program yang lain pada umumnya.

5. Mengingat luasnya dampak tata pemerintahan yang

baik terhadap kualitas hidup, disarankan agar para praktisi tata pemerintahan

yang baik menyosialisasikannya pada kelompok profesi lainnya agar ikut

35

Page 36: SEMINAR S1 ILMU ADMINISTRASI NEGARA

berperan meningkatkan kualitas hidup melalui tindakan pencegahan dan

memotivasi masyarakat melakukan pemeliharaan tata pemerintahan yang baik

secara teratur sebagai kontribusi nyata bagi masyarakat Indonesia.

36

Page 37: SEMINAR S1 ILMU ADMINISTRASI NEGARA

D A F T A R P U S T A K A

Hardjasoemantri, Koesnadi (Guru Besar Hukum Lingkungan Fakultas Hukum UGM).

Good Governance Dalam Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia. Makalah

untuk Lokakarya Pembangunan Hukum Nasional ke VIII di Bali, 15 Juli 2003.

Pohan, Max H. Makalah: Mewujudkan Tata Pemerintahan Lokal yang Baik (Local

Good Governance) dalam Era Otonomi Daerah. Sekayu, 29 September 2000.

Rochman, Meuthia Ganie. Good Governance dan Tiga Struktur Komunikasi Rakyat

dan Pemerintah. Makalah yang disajikan pada Seminar “Good Governance dan

Reformasi Hukum” di Jakarta, Agustus 1998.

Solihin, Dadang. Penerapan Prinsip-Prinsip Good Governance dalam Pembangunan

Daerah. Disampaikan Drs. H. Dadang Solihin, MA pada kuliah umum Sekolah

Tinggi Ilmu Administrasi Kawula Indonesia (STIAKIN). Cirebon, 15 April 2006.

Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

"Otonomi Daerah Ciptakan Raja Kecil". KOMPAS, 19 Februari 2000.

www.dadangsolihin.com

http://www.goodgovernance.or.id/

http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2052189-studi-kepustakaan/

37

Page 38: SEMINAR S1 ILMU ADMINISTRASI NEGARA

S E M I N A R

PENERAPAN PRINSIP GOOD GOVERNANCE

DALAM PEMERINTAHAN LOKAL

Disusun Oleh :

Liana Styawindari (074674038)

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYAFAKULTAS ILMU SOSIAL

JURUSAN PMP-KNS1 ADMINISTRASI NEGARA

38

Page 39: SEMINAR S1 ILMU ADMINISTRASI NEGARA

2010

39