sejarah hadits

20
1 HADITS PADA MASA NABI MUHAMMAD SAW, DAN PADA MASA SAHABAT I. PENDAHULUAN Islam mengenal dua sumber primer dalam perundang- undangan. Pertama, Al-Qur’an dan kedua al-Hadits. Terdapat perbedaan yang signifikan pada sistem inventarisasi sumber tersebut. Al-Qur’an sejak awal diturunkan sudah ada perintah pembukuannya secara resmi, sehingga terpelihara dari kemungkinan pemalsuan. Berbeda dengan hadits, tak ada perlakuan khusus yang baku padanya, sehingga pemeliharaannya lebih merupakan spontanitas dan inisiatif para sahabat. Periode pertama sejarah pertumbuhan dan perkembangan hadits terjadi pada masa Rasul SAW Para sahabat hidup bersama Rasul SAW mereka dapat berinteraksi secara langsung, melihat, mendengar ataupun menyaksikan segala gerak-gerik yang dilakukan, diucapkan, bahkan taqrirnya Rasul SAW. Keberadaan sahabat memiliki peranan penting dalam proses yang berkesinambungan, mereka seperti jembatan menuju perubahan dan peradaban. Mereka adalah generasi pertama yang mengukir sejarah yang telah berjalan ribuan tahun dan mereka adalah lulusan terbaik dari madrasah yang diasuh Rasul SAW Dalam menerima, menyampaikan, memelihara, sampai menyebarkan Alquran dan hadits. Para sahabat menggunakan kehati-hatian di tingkat level tertinggi. Para sahabat memiliki dasar pijakan dalam mengambil keputusan terutama dalam masalah menuliskan hadits, walaupun secara pribadi mereka memiliki catatan sendiri terhadap hadits-hadits yang mereka terima dari Rasul SAW

Upload: imam-santoso

Post on 14-Apr-2017

496 views

Category:

Education


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Sejarah  hadits

1

HADITS PADA MASA NABI MUHAMMAD SAW, DAN PADA MASA SAHABAT

I. PENDAHULUAN

Islam mengenal dua sumber primer dalam perundang-undangan. Pertama, Al-

Qur’an dan kedua al-Hadits. Terdapat perbedaan yang signifikan pada sistem

inventarisasi sumber tersebut. Al-Qur’an sejak awal diturunkan sudah ada perintah

pembukuannya secara resmi, sehingga terpelihara dari kemungkinan pemalsuan. Berbeda

dengan hadits, tak ada perlakuan khusus yang baku padanya, sehingga pemeliharaannya

lebih merupakan spontanitas dan inisiatif para sahabat.

Periode pertama sejarah pertumbuhan dan perkembangan hadits terjadi pada masa

Rasul SAW Para sahabat hidup bersama Rasul SAW mereka dapat berinteraksi secara

langsung, melihat, mendengar ataupun menyaksikan segala gerak-gerik yang dilakukan,

diucapkan, bahkan taqrirnya Rasul SAW.

Keberadaan sahabat memiliki peranan penting dalam proses yang

berkesinambungan, mereka seperti jembatan menuju perubahan dan peradaban. Mereka

adalah generasi pertama yang mengukir sejarah yang telah berjalan ribuan tahun dan

mereka adalah lulusan terbaik dari madrasah yang diasuh Rasul SAW Dalam menerima,

menyampaikan, memelihara, sampai menyebarkan Alquran dan hadits. Para sahabat

menggunakan kehati-hatian di tingkat level tertinggi. Para sahabat memiliki dasar pijakan

dalam mengambil keputusan terutama dalam masalah menuliskan hadits, walaupun secara

pribadi mereka memiliki catatan sendiri terhadap hadits-hadits yang mereka terima dari

Rasul SAW

Tidak diragukan lagi bahwa hadits bagi umat Islam merupakan pedoman hidup

pertama setelah al-Qur’an. Hadits haruslah dijadikan sebagai tuntunan hidup dalam

bertingkah laku dan bersikap, disampingal-Qur’an, baik sebagai pribadi, anggota

masyarakat dan Negara,maupun sebagai anggota tatanan hidup dialam semesta ini.1

Artinya: Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang

dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah (QS.al-Hasyr(59) :7)

1 Noor Achmad, Metode Takhrij Hadits: Cara Mudah Meneliti Hadits, (Kudus: Maseifa Jendela Ilmu 2010) ,h.105

Page 2: Sejarah  hadits

2

Semua ulama dalam Islam sepakat akan pentingnya peranan Hadits dalam berbagai

disiplin   Ilmu   dan   menjadi   rujukan   kedua   setelah   Al-Qur’an. Untuk memahami

Hadits dengan baik kita perlu mengetahui Sejarah pertumbuhan dan perkembangan

Hadits agar kita dapat memahami sejauh mana pertumbuhan dan perkembangannya

dari masa ke masa. Diantara ulama tidak seragam dalam menyusun periodesasi

pertumbuhandan perkembangan hadits. Ada yang membaginya pada tiga periode saja,

yaitumasa rasulullah SAW Sahabat dan Tabi’in, masa pentadwinan dan masa setelah

tadwin.2

Sedangkan menurut Prof. Dr. T. M Hasbi ash Shiddieqy, dalam bukunya Sejarah

dan Pengantar Ilmu hadits, bahwa apabila kita pelajari dengan seksama suasana dan

keadaan yang telah dilalui hadist sejak dari zaman tumbuhnya hingga dewasa ini,

dapatlah kita menarik sebuah garis, bahwa hadits Rasul sebagai dasar Tasyri’ yang

kedua telah melalui enam masa dan sekarang sedang menempuh periode ketujuh.3  

Sejarah dan Periodisasi penghimpunan Hadis mengalami masa yang lebih panjang

dibandingkan dengan dialami oleh Al-Quran, yang hanya memerlukan waktu relatife

pendek, yaitu sekitar 15 tahun saja. Penghimpunan dan pengkodifikasian Hadis

memerlukan waktu sekitar tiga abad.Yang dimaksud dengan Periodisasi penghimpunan

Hadis disini adalah fase-fase yang telah ditempuh dan dialami dalam sejarah pembinaan

dan perkembangan Hadis, sejak Rasulullah SAW masih hidup sampai terwujudnya

kitab-kitab yang dapat disaksikan dewasa ini.

Para Ulama dan ahli Hadis, secara bervariasi membagi periodisasi penghimpunan

dan pengkodifikasian Hadis tersebut berdasarkan perbedaan pengelompokan data sejarah

yang mereka miliki serta tujuan yang hendak mereka capai. Penyusunan kitab Hadis atau

penulisan Hadis di dalam sebuah kitab belum terjadi pada masa Rasul SAW dan

demikian juga belum ada pada masa Sahabat. Pada masa Rasul SAW memang ada

riwayat yang berasal dari Rasul SAW yang membolehkan untuk menuliskan Hadis,

namun penulisan Hadis pada masa Rasul masih dilakukan oleh orang perorang yang

sifatnya pribadi dan tertentu pada orang-orang yang membutuhkan menuliskannya atau

diizinkan oleh Rasul untuk menuliskannya.

Penulisan Hadis pada masa Rasul SAW dan demikian juga pada masa Sahabat

belumlah bersifat resmi. Para Sahabat di masa pemerintahan Khulafa’ al-Rasyidin, pada

umumnya, menahan diri dari melakukan penulisan Hadis. Hal tersebut di antaranya

2 Munzier Supartam Ilmu Hadits,(Cet..3 : Jakarta, PT. Raja grafindo Persada, 2002) h.702M.3 Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, (Cet 6 : Jakarta, Bulan Bintang, 1980),  h. 46

Page 3: Sejarah  hadits

3

karena adanya larangan Rasul SAW dari menuliskan Hadis-hadis beliau. Namun

demikian, di samping adanya larangan, di sisi lain Rasul SAW juga memberi peluang

kepada para Sahabat untuk menuliskan Hadis-hadis beliau. Hal tersebut mengakibatkan

terjadinya kontroversi dalam hal penulisan Hadis antara adanya larangan dan kebolehan

dalam menuliskan Hadis.

Apabila kita menggunakan kata sejarah, kita secara naluri berfikir masa lampau, ini

adalah sebuah kekeliruan. Sebab sejarah sebenarnya adalah sebuah jembatan yang

menghubungkan masa lampau dan masa kini dan sekaligus menunjukan arah masa

depan.

Hadist adalah Segala ucapan perbuatan dan perilaku Rasulullah SAW ,4 yang 

merupakan salah satu pedoman hidup umat islam dimana kedudukan hadits disini adalah

sebagai sumber hukum islam yang ke-2 setelah al-Quran. Didalam ilmu hadits pun

terdapat pula sejarah dan perkembangan hadits pada masa prakodifikasi. Mudah-

mudahan dengan mengetahui sejarah prakodifikasi hadits kita menjadi bijak dan arif

dalam menghadapi zaman yang serba instan dan bisa membawa misi islam Rahmatan

lil’alamin.

Dari beberapa masa perkembangan hadis yang dikemukakan banyak ulama tersebut

penulis akan mencoba membahas pada dua masa saja yaitu pada perkembangan hadis

pada masa Rasulullah SAW dan pada masa sahabat, semoga tulisan ini dapat

memberikan pengetahuan yang mendalam tentang bagaimana keradaan hadis pada masa

Rasulullah SAW.

II. PEMBAHASAN

A. HADIS PADA MASA RASULULLAH SAW

Nabi  Muhammad  SAW  menjadi  pusat perhatian parasahabat Apa pun  yang

didatangkan  oleh  Nabi Muhammad SAW  baik  berupa ucapan,  perbuatan 

maupun ketetapan merupakan referensi yang dibuat pedoman dalam kehidupan para

sahabat.5

Setiap  sahabat  mempunyai  kedudukan  tersendiri  dihadapan  rasulullah.

Adakalanya yang disebut dengan “al-sabiqun al-awwalun” yakni para sahabat yang

pertama-tama masuk Islam, seperti Khulafaurrasyidin dan Abdullah Ibnu

Mas’ud. Ada  juga  sahabat  yang  sungguh- sungguh  menghafal hadis rasul,

4 A. Qadir Hasan, Ilmu Musthalah Hadits, Bandung: Dipenegoro, 2007. hlm. 17.5 Prof.Dr.Muhaimin,MA, Dr.Abdul Mujib,M.Ag, Dr.Jusuf Mudzakkir,M.Si,  Kawasandan wawasan studi Islam (Cet 1 : Jakarta, Kencana, 2005) h. 147

Page 4: Sejarah  hadits

4

misalnya Abu Hurairah. Dan ada juga sahabat yang usianya lebih panjang darisahabat

lain, sehingga mereka lebih banyak menghafalkan Hadits, seperi Anas bin Malik, 

Abdullah  bin Abbas.  Demikian  juga  ada  sahabat yang mempunyai hubungan

erat dengan Nabi SAW,  seperti Aisyah,  Ummu Salamah dan Khulafaurrasyidin.

Semakin erat dan lama bergaul semakin banyak pula Hadits yang diriwayatkan dan

validitasnya tidak diragukan.6

Namun  demikian  sahabat  juga adalah  manusia  biasa,  harus mengurus rumah

tangga, bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, maka tidak setiap kali lahir

sebuah hadis disaksikan  langsung  oleh  seluruh sahabat. Sehingga sebagian sahabat

menerima hadits dari sahabat lain yang mendengar langsung ucapan  Nabi  atau 

melihat langsung tindakannya. Apalagi sahabat yang  berdomisili didaerah yang jauh

dari Madinah seringkali hanya memperoleh hadits dari sesama sahabat.7

Rasul membina umatnya selama 23 tahun. Masa ini merupakan kurun waktu

turunnya wahyu dan sekaligus diwurudkannya hadist. Keadaan ini sangat menuntut

keseriusan dan kehati-hatian para sahabat sebagai pewaris pertama ajaran islam.

Untuk lebih memahami kondisi/ keadaan hadist pada zaman Nabi SAW berikut ini

penulis akan diuraikan beberapa hal yang berkaitan:

1.   Cara Rasulullah menyampaikan hadist

Rasulullah dan para sahabat hidup bersama tanpa penghalang apapun, mereka

selalu berkumpul untuk belajar kepada Nabi Saw. di masjid, pasar, rumah,dalam

perjalanan dan di majelis ta’lim. Ucapan dan perilaku beliau  selalu direkam dan

dijadikan uswah (suri tauladan) bagi para sahabat dalam urusan agama dan dunia.8

Selain para sahabat yang tidak berkumpul dalam majelis Nabi Saw. untuk

memperoleh patuah-patuah Rasulullah, karena tempat tingal mereka berjauhan,

ada di kota dan di desa begitu juga profesi mereka berbeda, sebagai pedagang,

buruh dll. Kecuali mereka berkumpul bersama Nabi Saw. pada saat-saat tertentu

seperti hari jumat dan hari raya. Cara rasulullah menyampaikan tausiahnya kepada

sahabat kemudian sahabat menyampaikan tausiah tersebut kepada sahabat lain

yang tidak bisa hadir (ikhadz).9 

6 Ibid hal. 14847 Muh.Zuhri, Hadits Nabi Telaah Historis dan Metodelogis, (Cet 11, Yogyakarta: Tiara wacana Yogya, 2003) h. 298 Mushtafa al-Suba’i. Assunnah. Kairo: Dar-Assalam. 2003. Hlm. 66.9 Ibid.

Page 5: Sejarah  hadits

5

2.    Keadaan para sahabat dalam menerima dan menguasai hadist

Kebiasaan para sahabat dalam menerima hadits  bertanya langsung kepada

Nabi Saw. dalam problematika yang dihadapi oleh mereka, Seperti masalah

hukum syara’ dan teologi. Diriwayatkan oleh imam Bukhari dalam kitabnya dari

‘Uqbah bin al-Harits tentang masalah pernikahan satu saudara

karena  radla’ (sepersusuan). Tapi perlu diketahui, tidak selamanya para sahabat

bertanya langsung. Apa bila masalah biologis dan rumah tangga, mereka bertanya

kepada istri-istri beliau melalui utusan istri mereka, seperti masalah suami

mencium istrinya dalam keadaan puasa.10

Telah kita ketahui, bahwa kebanyakan sahabat untuk menguasai hadist Nabi

Saw., melalui hafalan tidak melalui tulisan, karena difokuskan untuk

mengumpulkan al-Quran dan dikhawatirkan apabila hadist ditulis maka timbul

kesamaran dengan al-Quran.11 

3.    Larangan menulis hadis dimasa nabi Muhammad SAW

Hadis pada zaman nabi Muhammad saw belum ditulis secara umum

sebagaimana al-Quran. Hal ini disebabkan oleh dua faktor :

1. para sahabat mengandalkan kekuatan hafalan dan kecerdasan otaknya,

disamping alat-alat tulis masih kuarang.

2. karena adanya larangan menulis hadis nabi.

Abu sa’id al-khudri berkata bahwa rosululloh saw bersabda:

فليمحه شيُا كتب ومن القران اال شيٌا عني تكتبوا ال

Artinya: Janganlah menulis sesuatu dariku selain al-Qua’an, dan barang siapa yang menulis dariku hendaklah ia menghapusnya. ( H.R Muslim )

Larangan tersebut disebabkan karena adanya kekawatiran bercampur

aduknya hadis dengan al-Qur’an, atau mereka bisa melalaikan al-Qua’an,

atau larangan khusus bagi orang yang dipercaya hafalannya. Tetapi bagi

orang yang tidak lagi dikawatirkan, seperti yang pandai baca tulis, atau

mereka kawatir akan lupa, maka penulisan hadis bagi sahabat tertentu

diperbolehkan.

10 Ibid.hlm. 67.11 Mana’ al-Qathan. Tarikh al-Tasyri’ al-Islami. Kairo: Maktabah Wahbah. 1989. hlm. 106

Page 6: Sejarah  hadits

6

4.    Aktifitas menulis hadist

Bahwasanya sebagian sahabat telah menulis hadist pada masa Rasulullah, ada yang mendapatkan izin khusus dari Nabi Saw.,hanya saja kebanyakan dari mereka yang senang dan kompeten menulis hadist menjelang akhir kehidupan Rasulullah.12 

Keadaan Sunnah pada masa Nabi SAW belum ditulis (dibukukan) secara resmi, walaupun ada beberapa sahabat yang menulisnya. Hal ini dikarenakan ada larangan penulisan hadist dari Nabi Saw. penulis akan mengutip satu hadist hadist yang lebih shahih dari hadist tentang larangan menulis. Rasulullah Saw. bersabda:

. فليمحه ان القر غير شيئا عنّى كتب فمن القران غير شيئا اعنّى التكتبو

” jangan menulis apa-apa selain Al-Qur’an dari saya, barang siapa yang menulis dari saya selain Al-Qur’an hendaklah menghapusnya”.(HR. Muslim dari Abu Sa;id Al-Khudry)

Tetapi disamping ada hadist yang melarang penulisan ada juga hadist yang membolehkan penulisan hadist, hadist yang diceritakan oleh Abdullah bin Amr, Nabi Saw. bersabda

االالحق منه خرج ما بيده نفسى الذى فو اكتب

” tulislah!, demi Dzat yang diriku didalam kekuasaan-Nya, tidak keluar dariku kecuali yang hak”.(Sunan al-Darimi)

Dua hadist diatas tampaknya bertentangan, maka para ulama mengkompromikannya sebagai berikut:

Bahwa larangan menulis hadist itu terjadi pada awal-awal Islam untuk

memelihara agar hadist tidak tercampur dengan al-Quran. Tetapi setelah itu

jumlah kaum muslimin semakin banyak dan telah banyak yang mengenal

Al-Quran, maka hukum larangan menulisnya telah dinaskhkan dengan

perintah yang membolehkannya.

Bahwa larangan menulis hadist itu bersifat umum, sedang perizinan

menulisnya bersifat khusus bagi orang yang memiliki keahlian tulis menulis.

Hingga terjaga dari kekeliruan dalam menulisnya, dan tidak akan

dikhawatirkan salah seperti Abdullah bin Amr bin Ash.

12 Ulum al-hadist wa Mushtalahuhu.Beirut: Dar al-Ilmi Li al-malayin. 1997. hlm. 23-30.

Page 7: Sejarah  hadits

7

Bahwa larangan menulis hadist ditujukan pada orang yang kuat hafalannya

dari pada menulis, sedangkan perizinan menulisnya diberikan kepada orang

yang tidak kuat hafalannya.13 

B. HADIS PADA MASA SAHABAT

a.   Perkembangan Hadis

Ada tiga pengertian Sahabat yaitu :

1. Orang yang pernah berjumpa dengan Nabi Muhammad saw.  dengan beriman

Kepadanya dan mati sebagai orang Islam.

2. Orang yang lama menemani Nabi Muhammad saw. dan berulang kali

mengadakan pertemuan dengan beliau dalam rangka mengikuti dan

mengambil pelajaran dari beliau.

3. Orang Islam yang pernah menemani Nabi Muhammad dan pernah melihat

beliau.

Dari uraian di atas dapat disederahanakan dan diketahui bahwa sahabat

merupakan yang mempunyai unsur bertemu bergaul dan dekat dengan Nabi,

beragama Islam, serta meninggal dalam keadaan Islam. Periode Rosul adalah

periode ketika Rosul masih hidup yang lazim disebut periode wahyu dan

pembentukan tata aturan Islam. Sedangkan pada periode sahabat merupakan

periode di mana merupakan periode setelah Rosul wafat hingga munculnya

periode setelahnya atau disebut periode tabi’in.14 Di periode sahabat, daerah

kekuasaan Islam semakin meluas dan penyiaran hadis sebagai bagian dari

penyiaran Islam menyertainya.Setelah wafatnya Nabi saw, Abu Bakar diangkat

menjadi khalifah.

Komitmen Abu Bakar untuk menegakkan hukum Allah dan sunnah Rasul saw.

dibuktikan dengan kebijakannya memerangi kaum munafik. Pada masa ini hal

yang sudah muncul dan harus dihadapi oleh umat Islam adalah persoalan orang-

orang murtad dan orang-orang yang memalsukan hadis.15 Beliau bersumpah

bahwa orang yang tidak mau membayar zakat akan diperanginya karena tindakan

itu berseberangan dengan Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw. Kepengikutan

13 Muhammad Ajjaj al-Khatib. Al-Sunnah Qabla al-Tadwin. Kairo: Maktabah wahbah. 1998.hlm. 303-309.14 Muh. Zuhri, Hadis Nabi, Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta, 1997. Hal. 3715 Ibid hal. 38

Page 8: Sejarah  hadits

8

sahabat terhadap Sunnah setelah khalifah ini terus berlanjut, misalnya di dalam

pemerintah Umar, Usman, dan Ali.

Periwayatan hadis pada masa Abu Bakar dan Umar bin Khattab masih terbatas

disampaikan kepada yang memerlukan saja, belum bersifat pengajaran resmi.

Demikian juga dengan penulisan hadis. Periwayatan hadis begitu sedikit dan

lamban. Hal ini disebabkan kecenderungan mereka untuk membatasi atau

menyedikitkan riwayat (Taqlil al-Riwâyah), di samping sikap hati-hati dan teliti

para sahabat dalam menerima hadis.

Abu Bakar sangat hati-hati dalam meriwayatkan hadis, jika terdapat masalah

akan dicarikan ketentuannya dalam Alquran maupun hadis, jika tidak ditemukan

maka akan dicarikan pengukuhan atau saksi dari para sahabat lain.16

Ali bahkan hanya mau menerima hadis perorangan jika orang tersebut

bersedia disumpah karena pada masa itu muncul pemalsuan hadis. Hal ini

dimaksudkan agar umat Islam tidak begitu saja mempermudah urusannya agar

tidak terjadi penipuan, kebohongan maupun mendapatkan hadis palsu tersebut. 

Selain Alquran sebagai sumber pertama hukum Islam, Sunnah Rasulullah saw.

menempati urutan kedua. Ketika menjelang wafatnya Rasul saw. beliau bersabda,

“Aku meninggalkan bagi kamu dua hal, jika kamu berpegang kepadanya, kamu

tidak akan tersesat, yaitu kitab Allah dan sunnahku”. Para sahabat berpegang

teguh dengan wasiat Rasul saw. tersebut, yang dimaksud dengan berpegang

kepada kitab Allah adalah menjadikan Alqur’an sebagai way of life. Ini berarti

para sahabat mengamalkan perintah yang terdapat di dalamnya dan menjauhi

laranganNya. Berpegang pada Sunnah Nabi saw. berarti mengikuti petunjuk Nabi

saw. dan memelihara kemurniannya. Oleh sebab itu, sebagaimana yang akan

dijelaskan lebih lanjut, sahabat sangat hati-hati sekali meriwayatkan sunnah Nabi

SAW

b. Pemeliharaan Hadis Pada Masa Sahabat Dimasa kekhalifahan Khulafaurrasyidin, periwayatan sangat sedikit

dan agak lamban, terutama masa Abu Bakar dan Umar. Pada periode ini

periwayatkan hadis-hadis dilakukan dengan sangat hati-hati, beliau tidak

sembarangan menerima. Menerima hadis sebagaimana yang terjadi pada suatu

hari, Abu Musa Al-‘Asyari mendatangi rumah Umar, setibanya di rumah Umar,

16 Ibid hal.37.

Page 9: Sejarah  hadits

9

beliau memberikan salam sebanyak tiga kali, Umar tidak menjawab sekalipun.

Abu Musa pun tidak jadi masuk kerumah Umar. Ketika melihat Abu Musa

sudah tidak ada lagi, lalu Umar mengejarnya sampai ketemu dan bertanya pada

Abu Musa, kenapa anda berbalik ?, Abu Musa menjawab, bahwa kata

Rasulullah barang siapa mengucapkan salam sampai tiga kali tidak dijawab

maka tidak dibenarkan masuk ke dalam rumah tersebut. Lalu Umar

mengatakan, Saya belum percaya apa yang kamu sampaikan sebelum kamu

menghadirkan seorang saksi, yang mau menjadi saksi apa yang kamu

sampaikan itu. 17

Terhadap kasus tersebut dapat kita pahami bahwa Umar tidak

percaya apa yang disampaikan Abu Musa, bukan apa-apa, beliau menyuruh

pada Abu Musa untuk menghadirkan saksi agar tidak sembarangan mengada-

ada apa yang disampaikan oleh Nabi. Dan juga Umar Ibnu Khattab adalah

termasuk orang yang paling menentang dan tidak suka terhadap orang-orang

yang memperbanyak periwayatan hadis.18

Dalam ketelitian meriwayatkan hadis tidak hanya Umar Ibnu Khattab,

Abu Bakar, Usman Ibnu Affan pun termasuk sahabat yang sangat teliti dalam

meriwayatkan hadis, bahkan ia pernah mengatakan dalam suatu khotbahnya

agar para sahabat tidak banyak meriwayatkan hadis yang mereka tidak

mendengar di masa Abu Bakar dan Umar.19 Begitu juga dengan Ali Ibnu Abi

Thalib yang tidak dengan mudah menerima hadis dari orang lain.

Sejarah mencatat bahwa dimasa Khulafaurrasyidin, khususnya masa Abu Bakar dan

Umar, periwayatan hadis sangat sedikit dan lambat. Hal ini disebabkan

kecendrungan mereka secara umum untuk menyedikitkan riwayat, disamping sikap

ketelitian para sahabat dalam menerima hadis, bertujuan supaya terpelihara dari

berbagai kekeliruan

c. Masa Penyebarluasan Periwayatan Hadis Para sahabat selalu berusaha agar periwayatan hadis bisa tersebar luas

keberbagai pelosok daerah. Hal ini terwujud setelah Rasulullah wafat. Yang

nampak sekali terjadi pada masa Usman Ibnu Affan, karena mereka

memberikan kelonggaran-kelonggaran kepada para sahabat untuk

17 Muhammad Ajaj Al-Kharib, Assunnah Dablat-Tadwin (Beirut : Dar al-Fikr ,th.1981), h.111-112.18 Nawir Yuslem, Ulumul Hadist (Jakarta : PT.Mutiara Sumber Widya, 2001), h.113.19 Ibid, h.114.

Page 10: Sejarah  hadits

10

menyebarluaskan periwayatan hadis ke daerah-daerah lain yang dimulai

dengan penyebaran syiar agama Islam mengikuti pula dengan penyebaran hadis-

hadis.20

Sejalan dengan kondisi diatas, dan dengan dalamnya tuntutan untuk

mengajarkan ilmu agama kepada masyarakat yang baru memeluk agama Islam,

maka khalifah Usman Ibnu Affan serta Ali Ibnu Abi Thalib, mulai memberikan

kelonggaran-kelonggaran kepada sahabat dalam rangka menyebarluaskan

periwayatan hadis, sehingga terjadilah penukaran informasi, mereka memberi

dan

menerima satu sama lain, sehingga terjadilah ikhtisar riwayat Al-hadis

peningkatan kualitas periwayatan hadis.21

Diantara beberapa kota yang banyak terdapat para sahabat dan aktifitas

periwayatan hadis, antaranya :

1. Madinah.

Dikota ini banyak terdapat para sahabat yang mempunyai ilmu agama

yang mendalam, terutama bidang hadis diantaranya, Disyar r.a, Abdullah

Ibnu Sabid dan banyak sahabat-sahabat lainnya.22

2. Mekkah

Dikota ini perkembangan hadis juga mengalami kemajuan hampir

sama dengan kota Madinah. Disana ditunjuk Muaz Jabal sebagai guru

yang mengajar penduduk setempat tentang halal dan haram.

Peranan kota Mekkah dalam hal penyebaran hadis pada masa

selanjutnya adalah sangat signifikan terutama pada musim-musim haji,

dimana pada waktu itu merupakan sangat tepat. Dimana para sahabat

saling bertemu satu sama lainnya, terutama para tabi’in. Waktu itu terjadi

penukaran informasi tentang hadis yang kemudian mereka bawa

pulang ke daerah masing-masing.23

3. Kuffah dan Basrah

Setelah Irak ditaklukkan pada masa Khalifah Umar Ibnu Al-

Khattab dikota Kuffah tinggallah sejumlah para sahabat yang terkenal

seperti Ali Ibnu Abi Thalib, Sa’ad Zaid Amru Ibnu Nufail dan sahabat-20 Daniel Djuned, Paradigma Baru Study Ilmu Hadis, (B.Aceh : Citra Karya) h. 16.21 Ibid, h.23.22 Subhi As-Shalih, Ulumul Al-Hadis Wamustalah (Beirut : Darul Ilmi Cul Malay) h.121.23 Nawir Yuslem, Op.Cit., h.17

Page 11: Sejarah  hadits

11

sahabat yang lain.24 Begitu juga di kota Basrah banyak terdapat sahabat-

sahabat, seperti Anas Ibnu Malik yang dikenal sebagai Imam Fi Al-Hadis di

Basrah, Abu Musa Al-Asyari, Abdullah Ibnu Abbas dan sahabat-sahabat yang

lain.

III. PENUTUP

Dapat disimpulkan bahwa Sejarah hadist pra kodifikasi terbagi menjadi beberapa

bagian, untuk lebih mudah memahaminya, berikut uraiannya.

I. Hadist Pada Masa Rasul SAW

Dalam masa ini ada beberapa hal penting yang berkaitan dengan masa itu:

1. Cara rasul menyampaikan hadist, melalui jamaah pada majlis-majlis, ceramah dan

pidato di tempat-tempat terbuka seperti pasar, dan lain-lain.

2. Pemeliharaan hadist melalui hafalan dan tulisan.

II. Hadist Pada Masa Sahabat

Kehati-hatian para sahabat dalam hal pembukuan hadist dan pada masa itu belum ada

pembukuan secara resmi, dikarenakan beberapa hal yang diantaranya adalah :

1) Agar tidak memalingkan perhatian umat Islam dalam mempelajari Al-Qur’an.

2) Para sahabat yang banyak menerima hadist dari Rasul SAW sudah tersebar ke

berbagai daerah kekuasaan Islam.

3) Soal membukukan hadist, dikalangan sahabat sendiri terjadi perselisihan

pendapat.

DAFTAR PUSTAKA24 Muhammad Ajaj Al-Khatib, Op.Cit., h.169.

Page 12: Sejarah  hadits

12

Noor Achmad, Metode Takhrij Hadits: Cara Mudah Meneliti Hadits, Kudus: Maseifa

Jendela Ilmu 2010Ash-Shiddieqy Hasbi, Sejarah Perkembagan Hadis, Jakarta : Bulan Bintang.tt.

Ash-Shiddieqy, M.Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, Jakarta : Bulan Bintang, Cet.Kesepuluh, 1991.

Al-Hajjaj Al-Naisaburi Muslem, Sahih Muslim,Beirut : Dar Al-Fikr 1414 / 1993, Juz.2.

Al-Khatib, M.’Ajjaj. Al-Sunnah Qabla al-Tadwin. Beirut : Dar al-Fikr, 1981.

Al-Asqalani, Ibn Hajar. Kitab Al-Isabah Fi Tamyiz al-Shahabah, Beirut : Dar al-Fikr, 1978.

Al-Din al-Qasimi, Muhammad Jamal, Qawaid al-Tahdits Min Funun al-Mushthalat al- Hadist. Beirut : Dar al-Kutub al-‘Ilmiah, 1979.

Djuned Daniel, Paradigma Baru Study Ilmu Hadis, Banda Aceh : Citra Karya, Thn.2002.

Ensiklopedi Islam, Dewan Redaksi Jakarta PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Cet. Kesepuluh, 2002.

Khudri Bek. Tarikh Tasyai’Al-Islam, Kairo : Dar al-Fikr, 1962.

Nata, Abudin. Al-Quran dan Hadist, Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 1996.

Ilmu 2010

Utang, Ranuwijaya, Ilmu Hadis, Jakarta : Gaya Media Pratama, Cet.Pertama.

Yuslem Nawir, Ulumul Hadist, Jakarta : PT.Mutiara Sumber Widya, 2001.

HADITS PADA MASA NABI MUHAMMAD SAW

Page 13: Sejarah  hadits

13

DAN PADA MASA SAHABAT

Disusun Sebagai Tugas Pada Mata Kuliah :

Studi Al-qur’an dan Hadits

Dosen Pengampu:

Dr. H. Noor Achmad, M.A

Disusun oleh:

Imam Santoso

NIM : A.14.2.1133

SEMESTER I

PROGDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS WAHID HASYIM

SEMARANG

2015