sarah stemi

25
 Presentasi Kasus Penyakit Jantung Koroner Disusun oleh: Sarah Rafika Nursyirwan (0806363956) Pembimbing : Prof.Dr.dr. Idris Idham, Sp.JP(K) Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Mei 2009

Upload: wardy-aceh

Post on 08-Jul-2015

459 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Sarah Stemi

5/10/2018 Sarah Stemi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sarah-stemi 1/25

Presentasi Kasus

Penyakit Jantung Koroner

Disusun oleh:

Sarah Rafika Nursyirwan (0806363956)

Pembimbing :

Prof.Dr.dr.Idris Idham, Sp.JP(K)

Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Mei 2009

Page 2: Sarah Stemi

5/10/2018 Sarah Stemi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sarah-stemi 2/25

BAB I

ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS

 Nama : Ny.L

Usia : 62 tahun

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Agama : Islam

Status : Menikah

Alamat : Ciputat, Jakarta

 No. RM : 2009270367

Tanggal masuk RSJP Harapan Kita 5 Mei 2009.

ANAMNESIS

 Keluhan Utama

 Nyeri dada sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS).

 Riwayat Penyakit Sekarang 

Sejak 4 jam SMRS, pasien merasakan nyeri dada yang mulai dirasakan saat hendak tidur.

 Nyari dada sebelah kiri menjalar ke leher dan punggung. Nyeri dada terasa seperti ditimpa

 beban berat. Nyeri dada seperti ini sering hilang timbul sejak 1 tahun SMRS dan mereda bila

 beristirahat. Nyeri saat ini dirasa memberat sejak 4 jam SMRS. Pasien merasa sesak nafas.

Terdapat keringat dingin. Terdapat mual. Dada dirasakan berdebar-debar. Pasien pingsan saat

dibawa ke RS.

2

Page 3: Sarah Stemi

5/10/2018 Sarah Stemi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sarah-stemi 3/25

Sejak 2 tahun SMRS, pasien dikatakan mempunyai hipertensi dan tidak teratur minum obat.

Pasien kontrol ke RS Bhineka Bakti Husada. Pasien sudah 2 kali dirawat di RS Bhineka, saat

itu pasien sedang tidak teratur minum obat, dirawat karena muka bengkak dan sesak napas,

diberikan obat Captopril 3x25 mg, Simart 2 1x1, Aldecto 1x25 mg, Lasix 1x1, Ascardia 1x1.

Pasien tidak sesak bila berbaring, dapat tidur dengan 1 bantal. Pasien tidak pernah terbangun

 pada malam hari karena sesak. Pasien semakin membatasi aktivitas fisik karena bila banyak 

 bergerak pasien merasa sesak dan sakit dada yang hilang jika beristirahat. Nyeri dada juga

muncul jika banyak pikiran. Pasien juga merasa keluhan muncul bila berjalan jauh. Pasien

tidak ada kebiasaan merokok. Pasien tidak merasa cepat haus/lapar ataupun terbangun untuk 

BAK di malam hari. Saat ini pasien sudah tidak menstruasi lagi. Pasien belum pernah operasi

 jantung sebelumnya. Makanan belum dijaga.

 Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat asma, alergi, gastritis, stroke, dan Diabetes mellitus disangkal

 Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat darah tinggi, Diabetes mellitus, penyakit jantung, asma disangkal

 Riwayat Pekerjaan,Sosial Ekonomi, Kejiwaan dan Kebiasaan

Pembiayaan RS secara pribadi.

PEMERIKSAAN FISIK (3 Mei 2009, IGD RSPJNHK)

• Keadaan umum : Pasien tampak sakit sedang, tampak sesak 

• Kesadaran : Compos mentis

•   Nadi : 100x/menit, reguler, isi kurang, equal

•  Nafas : 40x/menit, reguler, kedalaman cukup, pernafasan

abdominotorakal

3

Page 4: Sarah Stemi

5/10/2018 Sarah Stemi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sarah-stemi 4/25

• Suhu : 36,5 oC (aksila)

• Tekanan Darah : 117/82 mmHg

• Kesan gizi baik 

• Kepala : deformitas

(-). Rambut hitam, tidak mudah dicabut, dan tersebar merata. Nyeri tekan

sinus (-)

• Mata : deformitas

(-), ptosis (-), eksoftalmus (-), enoftalmus (-), xanthelasma

-/-, pupil isokor, refleks pupil langsung (+ /+ ), refleks pupil tidak 

langsung (+/+), konjungtiva anemis (-/-). sklera ikterik (-/-).

• Hidung : deformitas (-), sekret (-), deviasi septum nasal (-), pernafasan cuping

hidung (-)

• Mulut : lidah basah, tidak hiperemis. Stomatitis (-). T1-T1. caries

dentis (-)

• Telinga : deformitas (-), serumen (-/-)

• Leher : Trakea di tengah. JVP 5-2 cmH2O , KGB leher tidak teraba

• KGB : KGB supraklavikula tidak teraba

KGB intraklavikula tidak teraba

KGB axila tidak teraba

KGB inguinal tidak diperiksa

• Kulit :

kecoklatan.

• Toraks

Paru

Simetris statis-dinamis, spider nevi (-), retraksi iga (-), sikatriks (-), massa (-). Bunyi

napas vesikuler, rhonki basah halus basal paru (+/+), wheezing (-/-)

Jantung

Iktus kordis tidak terlihat. Iktus kordis teraba pada sela iga 5 linea midklavikula kiri,

 batas jantung kanan pada sela iga 4 pada linea sternalis kanan, batas jantung kiri

4

Page 5: Sarah Stemi

5/10/2018 Sarah Stemi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sarah-stemi 5/25

 pada sela iga 5 pada 2 jari lateral linea mid klavikula kiri. Bunyi jantung I/II normal,

murmur (-), gallop (-)

• Abdomen

Simetris, datar, lemas. Tidak ada nyeri tekan, massa (-), hati tidak teraba, limpa tidak 

teraba, ballottement (-/-), shifting dullness (-), bising usus (+) normal

• Alat Genitalia : tidak  

diperiksa

• Anus : tidak

diperiksa

• Ekstremitas : Edema

(-/-), akral hangat, sianosis -/-, clubbing finger -/-, atrofi otot (-/-), turgor baik.

TIMI 3 Mei 2009

Usia >65 tahun : 0

Tekanan darah sistolik <100 mmHg : 0

Frekuensi nadi >100x/menit : 2

Killip kelas II-IV : 2

ST elevasi anterior atau LBBB : 1

Riwayat diabetes, hipertensi, atau angina : 1

Berat badan <67 kg : 1

Waktu sampai mendapat pengobatan >4 jam : 1

TOTAL : 8/14

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Lab 3 Mei 2009

 Hematologi 

Hb : 8,9 g/dL (N: 12-14)

Ht : 28 % (N: 40-48)

Leukosit : 8400/ul (N:5000-10.000)

5

Page 6: Sarah Stemi

5/10/2018 Sarah Stemi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sarah-stemi 6/25

Cardiac Enzymes

CKMB : 50 U/l (N: 0-24)

Troponin T : 0,1 ng/ml (MCI: 0,1-2)

 Renal Prostat 

Ureum : 43 mg/dl (N: 13-43)

Kreatinin : 0,8 mg/dl (N: 0-1,4)

BUN : 20,09 mg/dl (N: 6-20)

Glukosa

GDS : 171 mg/dl (N:<180 mg/dl)

 Analisa Gas Darah

 Na : 142 mmol/l (N: 135-147)

K : 3,6 mmol/l (N: 3,5-5,5)

Cl : 110 mmol/l (N: 95-111)

EKG 3 Mei 2009

QRS rate 103x/menit

Aksis LADGelombang P morfologi normal, durasi 0,08 detik 

PR interval 0,16’’

Kompleks QRS durasi 0,06’’

ST elevasi V2-V5

Q patologis V3-V4

Foto Rontgen Torax 3 Mei 2009

CTR 60%

Segmen aorta elongasi

Segmen pulmonal normal

Pinggang jantung datar 

Apex lateral downward

6

Page 7: Sarah Stemi

5/10/2018 Sarah Stemi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sarah-stemi 7/25

Kongesti (-), infiltrat (-)

RESUME

Pasien wanita, 62 tahun, datang dengan keluhan nyeri dada sejak 4 jam SMRS. Nyeri dada

sebelah kiri menjalar ke leher dan punggung, terasa seperti ditimpa beban berat. Nyeri dada

seperti ini sering hilang timbul sejak 1 tahun SMRS dan mereda bila beristirahat. Nyeri saat

ini dirasa memberat sejak 4 jam SMRS. Sesak nafas +. Keringat dingin +. Mual +. Dada

 berdebar-debar +. Pingsan/sinkop +. Sejak 2 tahun SMRS, pasien mempunyai hipertensi dan

tidak teratur minum obat. Pasien sudah 2 kali dirawat di RS Bhineka, saat itu pasien sedang

tidak teratur minum obat, dirawat karena muka bengkak dan sesak napas, diberikan obat

Captopril 3x25 mg, Simart 2 1x1, Aldecto 1x25 mg, Lasix 1x1, Ascardia 1x1. Orthopnea -.

PND -. DOE +. Kebiasaan merokok -. Menopause +. Riwayat Diabetes mellitus disangkal.

Riwayat darah tinggi, Diabetes mellitus, penyakit jantung dalam keluarga disangkal.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan pasien tampak sesak, pernapasan 40x/menit, auskultasi

 paru terdapat rhonki basah halus basal paru (+/+).

Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Hb: 8,9 g/dL, Ht: 28 %, CKMB: 50 U/l, Troponin T:0,1 ng/ml, BUN: 20,09 mg/dl; EKG didapatkan QRS rate 103x/menit, aksis LAD, gelombang

P morfologi normal, durasi 0,08 detik, PR interval 0,16’’, kompleks QRS durasi 0,06’’, ST

elevasi V2-V5, Q patologis V3-V4; pada foto torax didapatkan CTR 60%, segmen aorta

elongasi, apex lateral downward.

DAFTAR MASALAH

• STEMI onset 4 jam Killip II TIMI 5/14

• Hipertensi terkontrol

• Anemia

7

Page 8: Sarah Stemi

5/10/2018 Sarah Stemi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sarah-stemi 8/25

TATALAKSANA

• Tirah baring

O2 nasal kanul 3 L• Pemeriksaan EKG, foto torax, lab

• Plavix loading 600 mg dilanjutkan besok 1x75 mg

• Aspillet kunyah 160 mg dilanjutkan besok 1x80 mg

• ISDN 3x5 mg

• Simvastatin 1x20 mg

• D2P 1x5 mg

• Laxadin 1xCI

• Bisoprolol 1x2,5 mg

• Rawat CVCU (pasien dipuasakan sebelum primary PCI)

• Total cairan 1500 cc

• Total kalori 1000

8

Page 9: Sarah Stemi

5/10/2018 Sarah Stemi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sarah-stemi 9/25

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) merupakan bagian dari spektrum

sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pektoris tidak stabil, IMA tanpa elevasi

ST (NSTEMI) dan IMA dengan elevasi ST (STEMI).

A. Patofisiologi

STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah

oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner 

 berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya

 banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara

cepat pada lesi vaskuler, di mana lesi ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok,

hipertensi dan akumulasi lipid.

Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisura,

ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis sehingga

terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian

histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai  fibrous

cap yang tipis dan inti kaya lipid. Pada STEMI gambaran patologik klasik terdiri dari trombus

9

Page 10: Sarah Stemi

5/10/2018 Sarah Stemi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sarah-stemi 10/25

merah kaya fibrin, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberi respons terhadap

terapi trombolitik.

Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, serotonin,

epinefrin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan

Tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu

 perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIa. Setelah mengalami konversi fungsinya,

reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuens asam amino pada protein adesi yang

larut (integrin) seperti vWF dan fibrinogen, di mana keduanya adalah molekul multivalen

yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang

 platelet dan agregasi.

Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak.

Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi thrombin, yang

kemudian mengonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat (culprit )

kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri dari agregat trombosit dan fibrin.

Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner 

oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan berbagai penyakit

inflamasi sistemik.

B. Diagnosis

Diagnosis STEMI ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas dan

gambaran EKG adanya elevasi ST ≥1 mm, minimal pada 2 sandapan yang berdampingan.

Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat, memperkuat diagnosis,

namun keputusan memberikan terapi revaskularisasi tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan

enzim.

 B.1. Anamnesis 

Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis secara

cermat apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau luar jantung. Selanjutnya perlu

dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner atau bukan. Perlu dianamnesis pula apakah

10

Page 11: Sarah Stemi

5/10/2018 Sarah Stemi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sarah-stemi 11/25

ada riwayat infark miokard sebelumnya, serta faktor-faktor risiko antara lain hipertensi, DM,

dislipidemia, merokok, stres, serta riwayat sakit jantung koroner pada keluarga,

Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti

aktivitas fisik berat, stres emosi atau penyakit medis atau bedah. Walaupun STEMI dapat

terjadi sepanjang hari atau malam, variasi sirkadian dilaporkan pada pagi hari dalam beberapa

 jam setelah bangun tidur.

Nyeri dada. Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien IMA. Sifat

nyeri dada angina sbb:

• Lokasi: sub/retrosternal, prekordial

• Sifat: rasa sakit seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, ditusuk,

diperas, dan dipelintir 

• Penjalaran: biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi,

 punggung/interskapula, perut, dan dapat juga ke lengan kanan

•  Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau nitrat

• Faktor pencetus: latihan fisik, stres emosi, udara dingin dan sesudah makan

• Gejala penyerta: mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas dan lemas

 B.2. Pemeriksaan fisis

Sebagian besar pasien cemas dan gelisah. Sering kali ekstremitas pucat disertai

keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit dan banyak keringat dicurigai

kuat adanya STEMI. Seperempat pasien infark anterior memiliki manifestasi hiperaktivitas

saraf simpatis (takikardia dan/atau hipertensi) dan hampir setengah pasien infark inferior 

menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis (bradikardia dan/atau hipotensi).

Tanda fisis lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan

intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan

murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara karena disfungsi aparatuskatup mitral dan pericardial friction rub. Peningkatan suhu sampai 38 0C dapat dijumpai pada

minggu pertama pasca STEMI.

 B.3. Elektrokardiografi (EKG)

11

Page 12: Sarah Stemi

5/10/2018 Sarah Stemi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sarah-stemi 12/25

Pemeriksaan EKG di IGD merupakan landasan dalam menentukan terapi karena bukti

kuat menunjukkan gambaran elevasi ST dapat mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk 

dilakukan terapi reperfusi. Jika EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tapi pasien tetap

simtomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-10 menit atau

  pemantauan EKG 12 sandapan secara kontinu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi

 perkembangan elevasi segmen ST. Pada pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan harus

diambil untuk mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel kanan.

Sebagian besar pasien dengan presentasi awal STEMI mengalami evolusi menjadi

gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis sebagai infark miokard gelombang Q.

sebagian kecil menetap menjadi infark miokard non-gelombang Q. jika obstruksi trombus

tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak 

ditemukan elevasi segmen ST. pasien tersebut biasanya mengalami angina tidak stabil atau

non-STEMI.

 B.4. Laboratorium

Petanda (biomarker) kerusakan jantung. Pemeriksaan yang dianjurkan adalah

creatinine kinase (CK)MB dan cardiac specific troponin (cTn) T atau cTn I dan dilakukan

secara serial. cTn harus digunakan sebagai penanda optimal untuk pasien STEMI yang

disertai kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatanCKMB. Pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA, terapi reperfusi diberikan sesegera

mungkin dan tidak tergantung pemeriksaan biomarker.

Peningkatan enzim dua kali di atas nilai batas atas normal menunjukkan ada nekrosis

 jantung (infark miokard).

• CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam

10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis dan

kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB

• cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. enzim ini meningkat setelah 2 jam bila infark 

miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi

setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari

• Pemeriksaan lainnya: mioglobin, creatinine kinase (CK) dan lactic dehidrogenase

(LDH)

12

Page 13: Sarah Stemi

5/10/2018 Sarah Stemi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sarah-stemi 13/25

Reaksi nonspesifik terhadap lesi miokard adalah leukositosis PMN yang dapat terjadi

dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari. Leukosit dapat

mencapai 12.000-15.000/uL.

C. Penatalaksanaan

Tujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada,

  penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, pemberian

antitrombotik dan terapi antiplatelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana komplikasi

IMA.

C.1. Tatalaksana awal 

Tatalaksana pra-rumah sakit. Prognosis STEMI sebagian besar tergantung adanya 2

kelompok komplikasi umum yaitu komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik 

( pump failure).

Sebagian besar kematian di luar RS pada STEMI disebabkan adanya fibrilasi ventrikel

mendadak, yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala. Dan lebih dari

separuhnya terjadi pada jam pertama. Sehingga elemen utama tatalaksana pra-RS pada pasien

yang dicurigai STEMI a.l:• Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis

• Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan resusitasi

• Transportasi pasien ke RS yang memiliki fasilitas ICCU/ICU serta staf medis dokter 

dan perawat yang terlatih

• Melakukan terapi reperfusi

Tatalaksana di IGD. Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI

mencakup mengurangi/menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang merupakankandidat terapi reperfusi segera, triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di RS dan

menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.

C.2. Tatalaksana umum

13

Page 14: Sarah Stemi

5/10/2018 Sarah Stemi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sarah-stemi 14/25

Oksigen. Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen

arteri <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6

 jam pertama.

Nitrogliserin (NTG).  Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan

dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi

nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen dengan menurunkan  preload dan

meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh darah koroner yang

terkena infark atau pembuluh darah kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat

diberikan NTG intravena. NTG IV juga dapat diberikan untuk mengendalikan hipertensi dan

edema paru. Terapi nitrat harus dihindarkan pada pasien dengan tensi sistolik <90 mmHg atau

 pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan. Nitrat juga harus dihindari pada

 pasien yang menggunakan fosfodiesterase-5 inhibitor sildenafil dalam 24 jam sebelumnya

karena dapat memicu efek hipotensi nitrat.

Mengurangi/menghilangkan nyeri dada. Mengurangi/menghilangkan nyeri dada

sangat penting, karena nyeri dikaitkan dengan aktivasi simpatis yang menyebabkan

vasokonstriksi dan meningkatkan beban jantung.

• Morfin. Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan

dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg dan

dapat diulangi dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek sampingyang perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arteriolar 

melalui penurunan, sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah jantung

dan tekanan arteri. Efek hemodinamik ini dapat diatasi dengan elevasi tungkai dan

 pada kondisi tertentu diperlukan penambahan cairan IV dengan NaCl 0,9%. Morfin

  juga dapat menyebabkan efek vagotonik yang menyebabkan bradikardia atau blok 

 jantung derajat tinggi, terutama pasien dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat

diatasi dengan pemberian atropine 0,5 mg IV.

• Aspirin. Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan

efektif pada spektrum SKA. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan

reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukkal dengan dosis

160-325 mg di UGD. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.

14

Page 15: Sarah Stemi

5/10/2018 Sarah Stemi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sarah-stemi 15/25

• Penyekat beta. Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat

  beta IV, selain nitrat, mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah

metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung

>60 kali/menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg, interval PR <0,24 detik dan

rhonki <10 cm dari diafragma. 15 menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan

metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam, dan dilanjutkan 100 mg

tiap 12 jam.

• Terapi reperfusi. Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner,

meminimalkan derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan

 pasien STEMI berkembang menjadi  pump failure atau takiaritmia ventrikular yang

maligna. Sasaran terapi reperfusi adalah door-to-needle time untuk memulai terapi

fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit atau door-to-balloon time untuk PCI dapat

dicapai dalam 90 menit.

D. Seleksi strategi reperfusi

Beberapa hal harus dipertimbangkan dalam seleksi jenis terapi reperfusi, antara lain:

 D.1. Waktu onset gejalaWaktu onset untuk terapi fibrinolitik merupakan prediktor penting luas infark dan

outcome pasien. Efektivitas obat fibrinolisis dalam menghancurkan trombus sangat tergantung

waktu. Terapi fibrinolisis yang diberikan dalam 2 jam pertama (terutama dalam jam pertama)

terkadang menghentikan infark miokard dan secara dramatis menurunkan angka kematian.

Sebaliknya, kemampuan memperbaiki arteri yang mengalami infark menjadi paten,

kurang lebih tergantung pada lama gejala pasien yang menjalani PCI. Beberapa laporan

menunjukkan tidak ada pengaruh keterlambatan waktu terhadap laju mortalitas jika PCI

dikerjakan setelah 2-3 jam setelah gejala.

 D.2. Risiko STEMI 

Beberapa model telah dikembangkan yang membantu dokter dalam menilai risiko

mortalitas pada pasien STEMI. Jika estimasi mortalitas dengan fibrinolisis sangat tinggi,

15

Page 16: Sarah Stemi

5/10/2018 Sarah Stemi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sarah-stemi 16/25

seperti pada pasien dengan syok kardiogenik, bukti klinis menunjukkan strategi PCI lebih

 baik.

 D.3. Risiko perdarahan

Pemilihan terapi reperfusi juga melibatkan risiko perdarahan pada pasien. Jika tersedia

PCI dan fibrinolisis, semakin tinggi risiko perdarahan dengan terapi fibrinolisis, semakin kuat

keputusan untuk memilih PCI. Jika PCI tidak tersedia, manfaat terapi reperfusi farmakologis

harus mempertimbangkan manfaat dan risiko.

 D.4. Waktu yang dibutuhkan untuk transportasi ke laboratorium PCI 

Adanya fasilitas kardiologi intervensi merupakan penentu utama apakah PCI dapat

dikerjakan. Untuk fasilitas yang dapat mengerjakan PCI, penelitian menunjukkan PCI lebih

superior dari reperfusi farmakologis. Jika composite end point  kematian, infark miokard

rekuren nonfatal atau stroke dianalisis, superioritas PCI terutama dalam hal penurunan laju

infark miokard nonfatal berulang.

 Percutaneous Coronary Intervention (PCI)

Intervensi koroner perkutan, biasanya angioplasti dan/atau stenting tanpa didahului

fibrinolisis disebut PCI primer. PCI ini efektif dalam mengembalikan perfusi pada STEMI  jika dilakukan dalam beberapa jam pertama IMA. PCI primer lebih efektif daripada

fibrinolisis dalam membuka arteri koroner yang tersumbat dan dikaitkan dengan outcome

klinis jangka pendek dan panjang yang lebih baik. Dibandingkan fibrinolisis, PCI lebih dipilih

 jika terdapat syok kardiogenik (terutama pasien <75 tahun), risiko perdarahan meningkat, atau

gejala sudah ada minimal 2 atau 3 jam jika bekuan darah lebih matur dan kurang mudah

hancur dengan obat fibrinolisis. Namun demikian PCI lebih mahal dan aplikasinya terbatas

 berdasarkan tersedianya sarana, hanya di beberapa RS.

 Fibrinolisis

Tujuan utama fibrinolisis adalah restorasi cepat patensi arteri koroner. Terdapat

 beberapa macam obat fibrinolitik a.l: tissue plasminogen activator  (tPA), streptokinase,

tenekteplase (TNK) dan reteplase (rpA). Semua obat ini bekerja dengan cara memicu konversi

16

Page 17: Sarah Stemi

5/10/2018 Sarah Stemi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sarah-stemi 17/25

  plasminogen menjadi plasmin, yang selanjutnya melisiskan trombus fibrin. Terdapat 2

kelompok, yaitu: golongan spesifik fibrin seperti tPA dan nonspesifik fibrin seperti

streptokinase.

Target terapi reperfusi adalah aliran TIMI grade 3 (menunjukkan perfusi pembuluh

yang mengalami infark dengan aliran normal), karena perfusi penuh pada arteri koroner yang

terkena infark menunjukkan hasil yang lebih baik dalam membatasi luasnya infark,

mempertahankan fungsi ventrikel kiri dan menurunkan laju mortalitas jangka pendek dan

 panjang.

tPA dan aktivator plasminogen spesifik fibrin lain sepeti rPA dan TNK lebih efektif 

daripada streptokinase dalam mengembalikan perfusi penuh, aliran koroner TIMI grade 3 dan

memperbaiki survival sedikit lebih baik.

 D.5. Obat fibrinolitik 

Streptokinase (SK). Merupakan fibrinolitik nonspesifik fibrin. Pasien yang pernah

terpajan dengan SK tidak boleh diberikan pajanan selanjutnya karena terbentuknya antibodi.

Reaksi alergi sering ditemukan. Manfaat mencakup harganya yang murah dan insidens

 perdarahan intrakkkranial yang rendah.

Tissue plasminogen activator  (tPA, alteplase). GUSTO-1 trial menunjukkan

 penurunan mortalitas 30 hari sebesar 15% pada pasien yang mendapat tPA disbanding SK. Namun harganya lebih mahal dari SK dan risiko perdarahan intrakranial sedikit lebih tinggi.

Reteplase (retavase). INJECT trial menunjukkan efikasi dan keamanan sebanding SK 

dan sebanding tPA pada GUSTO trial III, dengan dosis bolus lebih mudah karena waktu paruh

yang lebih panjang.

Tenekteplase (TNKase). Keuntungannya mencakup memperbaiki spesifisitas fibrin

dan resistensi tinggi terhadap PAI-1. Laporan awal dari TIMI 10 B menunjukkan TNKase

memiliki laju TIMI 3 flow dan komplikasi perdarahan yang sama dibandingkan dengan tPA.

E. Terapi Farmakologis

 E.1. Antitrombotik 

17

Page 18: Sarah Stemi

5/10/2018 Sarah Stemi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sarah-stemi 18/25

Tujuan primer pengobatan adalah untuk memantapkan dan mempertahankan patensi

arteri koroner yang terkait infark. Tujuan sekunder adalah menurunkan tendensi pasien

menjadi trombosis. Aspirin merupakan antiplatelet standar pada STEMI. Obat anti trombin

standar yang digunakan dalam praktik klinis adalah unfractionated heparin. Pemberian UFH

IV segera sebagai tambahan terapi regimen aspirin dan obat trombolitik spesifik fibrin

membantu trombolisis dan memantapkan dan mempertahankan patensi arteri yang terkait

infark. Dosis yang direkomendasikan adalah bolus 60 U/kg (maksimum 4000 U) dilanjutkan

infus inisial 12 U/kg perjam (maksimum 1000 U/jam). APTT selama terapi pemeliharaan

harus mencapai 1,5-2 kali. Antikoagulan alternatif pada pasien STEMI adalah low-molecular-

weight heparin (LMWH). Pada penelitian ASSENT-3 enoksaparin dengan tenekteplase dosis

 penuh memperbaiki mortalitas, reinfark di RS dan iskemia refrakter di RS.

 E.2. Penyekat beta (Beta-blocker)

Manfaat penyekat beta pada pasien STEMI dapat dibagi menjadi: yang terjadi segera

 bila obat diberikan secara akut dan yang diberikan dalam jangka panjang jika obat diberikan

untuk pencegahan sekunder setelah infark. Pemberian penyekat beta akut IV memperbaiki

keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen miokard, mengurangi nyeri, mengurangi luasnya

infark, dan menurunkan risiko kejadian aritmia ventrikel yang serius.

Terapi penyekat beta pasca STEMI bermanfaat untuk sebagian besar pasien termasuk yang mendapat terapi inhibitor ACE, kecuali pada pasien dengan kontraindikasi (pasien

dengan gagal jantung atau fungsi sistolik ventrikel kiri sangat menurun, blok jantung,

hipotensi ortostatik atau riwayat asma).

 E.3. Inhibitor ACE 

Inhibitor ACE menurunkan mortalitas pasca STEMI dan manfaat terhadap mortalitas

 bertambah dengan penambahan aspirin dan penyekat beta. Penelitian SAVE, AIRE, dan

TRACE menunjukkan manfaat inhibitor ACE yang jelas. Manfaat maksimal tampak pada

 pasien dengan risiko tinggi (pasien usia lanjut atau infark inferior, riwayat infark sebelumnya

dan/atau fungsi ventrikel kiri menurun global), namun bukti menunjukkan manfaat jangka

 pendek terjadi jika inhibitor ACE diberikan pada semua pasien dengan hemodinamik stabil

 pada STEMI (pasien dengan tekanan darah sistolik >100 mmHg). Mekanismenya melibatkan

18

Page 19: Sarah Stemi

5/10/2018 Sarah Stemi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sarah-stemi 19/25

 penurunan remodeling ventrikel pasca infark dengan penurunan risiko gagal jantung. Kejadian

infark berulang juga lebih rendah pada pasien yang mendapat inhibitor ACE menahun pasca

infark.

Inhibitor ACE harus diberikan dalam 24 jam pertama pasien STEMI. Pemberian

inhibitor ACE harus dilanjutkan tanpa batas pada pasien dengan bukti klinis gagal jantung,

 pada pasien dengan dengan pemeriksaan pencitraan menunjukkan penurunan fungsi ventrikel

kiri secara global atau terdapat abnormalitas gerakan dinding global, atau pasien hipertensif.

Penelitian klinis dalam tatalaksana pasien gagal jantung termasuk data dari penelitian pada

 pasien STEMI menunjukkan bahwa ARB mungkin bermanfaat pada pasien dengan fungsi

ventrikel kiri menuru

F. Komplikasi dan Prognosis

IMA dapat memberikan komplikasi seperti aritmia (takiaritmia, bradiaritmia), disfungsi

ventrikel kiri, hipotensi, gagal jantung, syok kardiogenik, perikarditis dan lain-lain.

Terdapat beberapa sistem dalam menentukan prognosis pasca IMA. Prognosis IMA dengan

melihat derajat disfungsi ventrikel kiri secara klinis dinilai menggunakan klasifikasi Killip:

Kelas Definisi Proporsi pasien Mortalitas(%)

I Tidak ada tanda gagal jantung kongestif 40-50% 6

II + S3 dan/atau ronki basah di basal paru 30-40% 17

III Edema paru akut 10-15% 30-40

IV Syok kardiogenik 5-10% 60-80

Klasifikasi Killip pada IMA

19

Page 20: Sarah Stemi

5/10/2018 Sarah Stemi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sarah-stemi 20/25

Skor risiko TIMI merupakan salah satu dari beberapa stratifikasi risiko pasien infark dengan

ST elevasi, yakni:

  Risk score untuk 

STEMIFaktor risiko (bobot) Skor risiko/mortalitas 30 hari (%)

Usia 65-74 (2) atau usia >75 (3)

DM/HT/angina (1)

SBP<100 (3)

HR >100 (2)

Klasifikasi killip II-IV (2)

Berat <67 kg (1)

ST elevasi anterior atau LBBB (1)

Waktu ke reperfusi >4jam (1)

(skor maksimum 14 poin)

0(0,8) / 1(1,6)

2(2,2)

3(4,4)

4(7,3)

5(12,4)

6(16,1)

7(23,4)

8(26,8)

>8(35,9)

20

Page 21: Sarah Stemi

5/10/2018 Sarah Stemi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sarah-stemi 21/25

BAB III

PEMBAHASAN

Seorang wanita, berusia 62 tahun, datang dengan keluhan nyeri dada sejak 4 jam sebelum

masuk rumah sakit. Dekskripsi nyeri tersebut yakni lokasi nyeri dada di sebelah kiri, menjalar 

ke leher dan punggung, terasa seperti ditimpa beban berat. Dapat disimpulkan nyeri dada pada

 pasien ini termasuk dalam nyeri dada tipikal. Didapatkan juga gejala otonom pada pasien ini

 berupa keringat dingin, mual-mual serta pingsan, yang menyertai nyeri tersebut.

 Nyeri dada pasien saat diperiksa dirasakan memberat sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit

dan tidak mereda dengan istirahat. Disimpulkan terdapat perburukan pada penyakit pasien ini,

karena gejala nyeri dada seperti ini sudah dirasakan sejak satu tahun lalu, hilang timbul,

namun dapat hilang dengan istirahat.

Faktor risiko pasien ini, diketahui pasien memiliki hipertensi yang diketahui sejak dua tahun

sebelum masuk rumah sakit, serta tidak teratur minum obat hipertensinya. Faktor risiko yang

lain pada pasien ini adalah usia yang lanjut. Pasien tidak merokok, dan pasien tidak ada penyakit diabetes. Sedangkan, faktor predisposisi pada pasien ini adalah kurangnya kebiasaan

aktivitas fisik, lalu juga terdapat stressor psikososial pada pasien ini yang memicu timbulnya

gejala. Tidak ada riwayat keluarga yang menderita penyakit jantung koroner pada usia muda.

21

Page 22: Sarah Stemi

5/10/2018 Sarah Stemi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sarah-stemi 22/25

Pada pemeriksaan fisik ditemukan pasien tampak sesak dengan laju pernapasan 40x/menit,

 pada auskultasi paru terdapat rhonki basah halus di kedua basal paru.

Pemeriksaan EKG didapatkan QRS rate 103x/menit, aksis LAD, gelombang P morfologi

normal, durasi 0,08 detik, PR interval 0,16’’, kompleks QRS durasi 0,06’’, ST elevasi V2-V5,

Q patologis V3-V4. Disimpulkan EKG pasien ini sinus takikardi, dengan terjadi infark pada

daerah anterior, dan kemungkinan terdapat infark lama pada`daerah anterior.

Pemeriksaan enzim jantung didapatkan CKMB meningkat yakni 50 U/l (>24 U/l), dan

Troponin T meningkat yakni 0,1 ng/ml (termasuk rentang 0,1-2,0: MCI). Disimpulkan

terdapat kerusakan miokardium.

Pada pemeriksaan radiografi jantung didapatkan jantung membesar yakni CTR 60% (lebih

dari 50%), segmen aorta elongasi, serta pembesaran ventrikel kiri yang ditandai dengan apex

lateral jantung downward . Disarankan pemeriksaan ekokardiografi untuk menilai fungsi

 pemompaan ventrikel dan menilai komplikasi dari IMA.

Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan hemoglobin rendah yakni 8,9 g/dL dan hematokrit

rendah yakni 28%, sehingga disimpulkan pada pasien ini terdapat anemia dan perlu ditelusurilebih lanjut penyebab anemia teresebut. Untuk jenis anemia berdasarkan morfologi diperlukan

 pemeriksaan hitung jumlah eritrosit, agar dapat diketahui MCV, MCH dan MCHC.

Jadi, berdasarkan adanya gejala nyeri dada tipikal, tidak menghilang dengan istirahat, gejala

otonom, sesak napas, pemeriksaan fisik berupa rhonki basah halus pada basal kedua paru, dan

gambaran EKG yang menunjukkan ST elevasi daerah anterior, serta kenaikan eznim jantung

 baik CKMB maupun troponin T. Disimpulkan diagnosis pada pasien ini adalah STEMI

anterior.

Tindakan dan penanganan dini pada pasien ini adalah:

• Tirah baring

22

Page 23: Sarah Stemi

5/10/2018 Sarah Stemi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sarah-stemi 23/25

o Sebagai usaha untuk menurunkan demand kerja jantung sehingga mismatch

 supply-demand tidak terjadi

• Penilaian dan stabilisasi hemodinamik 

• Monitoring EKG

• Aspillet kunyah 1x160 mg dan 1x80 mg keesokan harinya

o Digunakan sebagai antiplatelet untuk menghindari pembentukan trombus baru

melalui penghambatan pembentukan tromboksan A2.

• Plavix (klopidogrel) loading 600 mg dilanjutkan besok 1x75 mg

• Oksigen nasal kanul 3 l/menit

• ISDN 3x5 mg

o

Digunakan untuk mengatasi nyeri dada.• Bisoprolol 1x2.5 mg

o Bermanfaat pada pasien dengan hipertensi dan takikardia.

• Simvastatin 1x20 mg

• Laxadine 1xCI

o Sebagai pencahar untuk menjaga BAB pasien mudah dikeluarkan sehingga

 pasien tidak mengedan yang menyebabkan gangguan hemodinamik dan

elektrokardiografik yang berbahaya.

Tatalaksana STEMI pada pasien ini adalah terapi reperfusi, dapat menggunakan PCI atau

fibrinolisis. Namun karena onset gejala lebih dari 3 jam, dipilih PCI.

Rencana edukasi

- Hindari diet tinggi lemak dan kolesterol

- Kontrol dan minum obat teratur 

- Kendalikan emosi (jangan sering cemas atau gelisah)

Klasifikasi IMA pasien ini berdasarkan klasifikasi Killip adalah kelas II, di mana ditemukan

rhonki basah halus di bagian basal kedua paru. Untuk prognosis pasien ini berdasrkan skoring

TIMI adalah 8/14 (usia = 0, tekanan darah sistolik <100 mmHg = 0, laju jantung >100x/menit

23

Page 24: Sarah Stemi

5/10/2018 Sarah Stemi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sarah-stemi 24/25

= 2, Killip kelas II-IV = 2, elevasi ST anterior atau BBB = 1, riwayat DM/HT /angina = 1,

 berat badan <67 kg = 1, waktu perawatan >4 jam = 1).

 

Daftar Pustaka

1. Alwi I. Infark miokard akut dengan elevasi ST. Dalam: Sudoyo Aru W, dkk (editor),

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV: 1615-25.

2. Thomas A. Pearson, MD, PhD; Steven N. Blair, PED; Stephen R. Daniels, MD, PhD;

Robert H. Eckel, MD; Joan M. Fair, RN, PhD; Stephen P. Fortmann, MD; Consensus

Panel Guide to Comprehensive Risk Reduction for Adult Patients Without Coronary

or Other Atherosclerotic Vascular Diseases in AHA Guidelines for Primary Prevention

of Cardiovascular Disease and Stroke: 2002 Update.

3. Cannon Christopher P, Braunwald Eugene. ST-Elevation Myocardial Infarction.In

Kasper DL, Braunwald E, Fauchi AS et. Al (editor). Harrison’s Principle of Internal

Medicine 17 ed,Mc GrawHill: 2008. 1527-32.

24

Page 25: Sarah Stemi

5/10/2018 Sarah Stemi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/sarah-stemi 25/25

LAMPIRAN

25