sak etap-based agricultural (sugarcane) accounting …

16
1 SAK ETAP-BASED AGRICULTURAL (SUGARCANE) ACCOUNTING A DESCRIPTIVE ANALYSIS STUDY By: Emir Faishal Baihaqi Advisor: Dr. Bambang Hariadi, M.Ec., CPA., Ak. ABSTRACT This study aims at identifying costs paid by sugarcane farmers in running their business process, identifying their assets, and helping them by providing samples of financial report appropriate to their business. The report is based on SAK ETAP since their business is not the major one and the report is not for publication. This qualitative descriptive study was held from May to October 2015 around Tjandi Baru sugar factory in Sidoarjo and around Krebet sugar factory, in which the farmers of the surrounding factories are the object. The data are collected through in-depth interviews, observations, and documentation. Keywords: qualitative descriptive, SAK ETAP, sugarcane farmers, agricultural accounting, cost accounting 1. Pendahuluan Dalam menjalankan usaha perkebunan tebunya, petani tentunya membutuhkan dana yang tidak sedikit. Sutrisno (2009) menyatakan biaya pengeluaran petani dalam pertanian dan perkebunan merupakan seluruh pengorbanan, meliputi nilai input yang dipergunakan selama proses usaha tani, yang dikelompokkan menjadi tiga, yaitu biaya sarana produksi, biaya tenaga kerja, dan biaya modal. Terdapat biaya-biaya yang harus dikeluarkan oleh para petani, yang muncul sejak akan dimulainya penanaman, hingga proses akhir masa panen. Rossano (2016) menjelaskan, biaya-biaya yang harus dikeluarkan oleh petani berpengaruh kepada baik atau buruknya kualitas budidaya tebu selama berada di lapangan. Biaya-biaya tersebut diatas dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian sesuai dengan akuntansi biaya. Bagian pertama adalah biaya bahan baku, yaitu pembelian bibit dan pupuk. Biaya tenaga kerja langsung, yaitu biaya pemotongan dan penanaman bibit, biaya pemupukan, pembubutan, roges, dan aktivitas pemeliharaan tanaman lainnya serta tebang angkut. Biaya overhead, yaitu pengairan. Mulawarman (2012) menjelaskan, akuntansi pertanian membantu merubah pandangan pertanian menuju pandangan bisnis. Menurut Fitriani, et al (2013), tingkat keberhasilan proses produksi tebu oleh para petani

Upload: others

Post on 27-Oct-2021

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SAK ETAP-BASED AGRICULTURAL (SUGARCANE) ACCOUNTING …

1

SAK ETAP-BASED AGRICULTURAL (SUGARCANE) ACCOUNTING

A DESCRIPTIVE ANALYSIS STUDY

By:

Emir Faishal Baihaqi

Advisor:

Dr. Bambang Hariadi, M.Ec., CPA., Ak.

ABSTRACT

This study aims at identifying costs paid by sugarcane farmers in running their

business process, identifying their assets, and helping them by providing samples of

financial report appropriate to their business. The report is based on SAK ETAP since

their business is not the major one and the report is not for publication. This qualitative

descriptive study was held from May to October 2015 around Tjandi Baru sugar factory

in Sidoarjo and around Krebet sugar factory, in which the farmers of the surrounding

factories are the object. The data are collected through in-depth interviews, observations,

and documentation.

Keywords: qualitative descriptive, SAK ETAP, sugarcane farmers, agricultural

accounting, cost accounting

1. Pendahuluan

Dalam menjalankan usaha perkebunan tebunya, petani tentunya membutuhkan dana

yang tidak sedikit. Sutrisno (2009) menyatakan biaya pengeluaran petani dalam pertanian

dan perkebunan merupakan seluruh pengorbanan, meliputi nilai input yang dipergunakan

selama proses usaha tani, yang dikelompokkan menjadi tiga, yaitu biaya sarana produksi,

biaya tenaga kerja, dan biaya modal. Terdapat biaya-biaya yang harus dikeluarkan oleh

para petani, yang muncul sejak akan dimulainya penanaman, hingga proses akhir masa

panen. Rossano (2016) menjelaskan, biaya-biaya yang harus dikeluarkan oleh petani

berpengaruh kepada baik atau buruknya kualitas budidaya tebu selama berada di

lapangan.

Biaya-biaya tersebut diatas dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian sesuai dengan

akuntansi biaya. Bagian pertama adalah biaya bahan baku, yaitu pembelian bibit dan

pupuk. Biaya tenaga kerja langsung, yaitu biaya pemotongan dan penanaman bibit, biaya

pemupukan, pembubutan, roges, dan aktivitas pemeliharaan tanaman lainnya serta tebang

angkut. Biaya overhead, yaitu pengairan. Mulawarman (2012) menjelaskan, akuntansi

pertanian membantu merubah pandangan pertanian menuju pandangan bisnis. Menurut

Fitriani, et al (2013), tingkat keberhasilan proses produksi tebu oleh para petani

Page 2: SAK ETAP-BASED AGRICULTURAL (SUGARCANE) ACCOUNTING …

2

ditunjukkan melalui tingkat produktivitasnya. Hal ini kemudian ditambahkan oleh Purina

(2010) yang menyatakan, kriteria tebu yang bermutu tinggi dan layak giling harus

memenuhi standar bersih, segar, dan manis, memiliki tingkat rendemensasi yang tinggi

pula sehingga dapat menghasilkan harga pokok gula yang tinggi pula. Peneliti lain,

Indrawanto, et.al (2010), memaparkan bahwa kualitas rendemen tebu akan

mempengaruhi prosentase bagi hasil gula petani dengan pabrik gula.

Nurmanaf (2007) menjelaskan bahwa, lembaga formal pembiayaan mikro di

pedesaan lebih mudah diakses oleh petani dengan kepemilikan lahan yang luas. Kondisi

ini tentunya disebabkan oleh penilaian akan kepemilikan aset yang dijadikan sebagai

jaminan. Masalah urgensi pendanaan ini diperkuat oleh Nanda (2013) yang

mengungkapkan bahwa, keterbatasan dana yang dialami petani telah berkontribusi dalam

menciptakan kemerosotan jumlah produksi gula nasional.

Dalam hal pembiayaan, petani hanya melakukan pembelian kebutuhan dalam bertani

sejumlah yang petani butuhkan dengan modal perhitungan kasar. Biaya-biaya tersebut

biasanya merupakan biaya yang wajib petani keluarkan, seperti biaya pembelian pupuk,

bibit, tenaga kerja, dan lain sebagainya. Apabila petani melakukan pencatatan dengan

benar, terdapat manfaat-manfaat yang sangat mungkin petani dapatkan dari adanya

pencatatan yang dilakukan dengan baik. Manfaat-manfaat tersebut antara lain mudahnya

petani melakukan kontrol biaya yang harus petani keluarkan untuk melakukan kegiatan

usaha taninya, serta dapat dijadikan sebagai alat pengajuan dana pinjaman.

Dalam melakukan pencatatan laporan keuangan, terdapat standar yang mengatur

tentang tata cara pencatatan laporan keuangan. Standar yang sesuai dengan petani adalah

SAK ETAP. Standar ini memberikan panduan tentang tata cara pencatatan laporan

keuangan yang baik, sehingga laporan keuangan yang disusun dapat lebih mudah untuk

dipahami, baik untuk diri pemilik catatan maupun untuk pemberi pinjaman modal,

apabila memang diperlukan nantinya, ataupun pengguna catatan lainnya, apabila

dibutuhkan.

Dari latar belakang yang telah dijabarkan diatas, maka peneliti mengambil judul

Akuntansi Pertanian (Tebu) Berbasis SAK ETAP Studi Analisis Deskriptif dengan lokasi

penelitian di daerah PG. Tjandi, kabupaten Sidoarjo, dan PG. Krebet, kabupaten Malang,

dengan menggunakan analisis deskriptif sebagai metode penelitian, serta menggunakan

SAK ETAP sebagai landasan akuntansi dalam kajian pustaka. Rumusan masalah yang

diangkat adalah mengenai bagaimana bentuk pencatatan akuntansi yang disusun oleh para

petani dan bagaimana pencatatan akuntansi yang seharusnya disusun sesuai dengan SAK

ETAP. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan memahami pencatatan transaksi yang

dilakukan oleh petani, kemudian dikaitkan dengan SAK ETAP. Pencatatan tersebut

kemudian disusun menjadi laporan keuangan berdasarkan SAK ETAP, sehingga laporan

tersebut dapat digunakan oleh petani dalam kegiatan usahanya.

2. Tinjauan Pustaka

2.1. Pertanian dalam Sudut Pandang Ekonomi

Page 3: SAK ETAP-BASED AGRICULTURAL (SUGARCANE) ACCOUNTING …

3

Pertanian dalam sudut pandang ekonomi yang dijelaskan dalam buku Mubyarto

(1972:4) mengungkapkan, ilmu ekonomi pertanian telah muncul di Indonesia pertama

kalinya sejak awal tahun 1950. Pada saat itu, ilmu ekonomi pertanian belum mendapat

dukungan yang kuat didalamnya. Dukungan tersebut baru dirasakan pada tahun 1969

ketika ilmu ini diakui sebagai sebuah cabang profesi sendiri, dan kemudian melahirkan

perhimpunan tersendiri, yaitu Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia. Terdapat dua

sifat yang dimiliki oleh ilmu ekonomi pertanian ini. Sifat yang pertama yaitu berkaitan

dengan aspek sosial-ekonominya, dan sifat kedua, ilmu ini tidak berbeda jauh dengan

ilmu ekonomi pada umumnya.

Pertanian di Indonesia tetap memiliki permasalahan tersendiri. Salah satu masalah

terbesarnya adalah masa penanaman yang identik dengan pengeluaran dalam jumlah

besar, dan selisih waktu yang sangat jauh dengan masa panen, yang kemudian

mempengaruhi penerimaan pendapatan. Hal ini membuat para petani harus memutar otak

agar dana yang petani miliki tidak habis pakai terlebih dahulu sebelum masa tanam

dimulai kembali.

Dalam ilmu ekonomi pertanian, fungsi produksi digunakan untuk menunjukkan

adanya hubungan antara hasil produksi, yang biasa juga dikenal sebagai output, dengan

faktor-faktor produksi, yang dikenal sebagai input. Input-input ini digunakan untuk

mendapatkan hasil produksi, atau yang dikenal sebagai output. Semakin tinggi output

yang dihasilkan dengan jumlah input yang sama, maka dapat dikatakan juga semakin

tinggi efisiensi produksi yang dicapai. Dalam ilmu ekonomi pertanian, hasil produksi

tidak dapat seluruhnya diterima, akibat adanya biaya-biaya yang diperlukan yang

berkaitan dengan faktor-faktor produksi selama masa produksinya. Biaya-biaya tersebut

terbagi menjadi dua macam, yaitu biaya produksi atau biaya variable dan biaya tetap.

2.2. Laporan Keuangan berdasarkan SAK ETAP

Standar Akuntansi Keuangan (SAK) untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik

(ETAP) memiliki ruang lingkupnya sendiri. Standar ini dikhususkan untuk digunakan

oleh entitas tanpa akuntabilitas publik, yaitu suatu entitas yang tidak memiliki

akuntabilitas publik signifikan. Entitas yang memiliki akuntabilitas publik yang

signifikan dapat menggunakan standar ini, apabila otoritas berwenang membuat regulasi

untuk mengizinkan penggunaan SAK ETAP.

Tujuan penyusunan laporan keuangan adalah menyediakan informasi mengenai

posisi keuangan, kinerja keuangan, dan laporan arus kas suatu entitas yang bermanfaat

bagi sebagian pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi. Perlu diketahui bahwa

SAK ETAP diterbitkan oleh IAI pada tanggal 17 Juli 2009, dan mulai efektif per tanggal

1 Januari 2011. Laporan keuangan juga menyertakan apa yang telah dilakukan oleh

manajemen (stewardship) atau pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang

dipercayakan kepada manajer. Hal tersebut dilakukan guna membantu dalam tercapainya

tujuan dari penyusunan laporan keuangan.

Posisi keuangan dalam laporan keuangan suatu entitas terdiri dari unsur-unsur aset,

kewajiban, dan ekuitas pada satu periode tertentu. Unsur-unsur tersebut memiliki

Page 4: SAK ETAP-BASED AGRICULTURAL (SUGARCANE) ACCOUNTING …

4

definisinya masing-masing. Aset merupakan sumber daya yang dikuasai oleh entitas

sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan manfaat ekonomi yang diharapkan di masa

depan dapat diperoleh entitas pemilik aset. Manfaat ekonomi masa depan yang terwujud

dalam aset adalah potensi dari aset tersebut. Manfaat yang diharapkan dapat berupa

sumbangan baik langsung maupun tidak langsung terhadap arus kas dan setara kas kepada

entitas. Wujud dari aset dapat berupa aset berwujud dan aset tidak berwujud.

Unsur kewajiban merupakan kewajiban masa kini entitas yang timbul akibat dari

peristiwa masa lalu. Penyelesaian dari kewajiban ini mengakibatkan adanya arus keluar

dari sumber daya entitas yang mengandung manfaat ekonomi. Karakteristik esensial dari

kewajiban atau liability adalah entitas mempunyai kewajiban (obligation) masa kini

untuk bertindak atau untuk melaksanakan sesuatu dengan cara tertentu. Unsur ketiga yaitu

ekuitas. Ekuitas adalah hak residual atas aset entitas setelah aset-aset tersebut dikurangi

dengan semua kewajiban.

Laporan keuangan yang disusun oleh suatu entitas haruslah disusun secara lengkap,

berisikan elemen-elemen laporan keuangan yang telah diatur dalam SAK ETAP. Elemen-

elemen tersebut adalah neraca, laporan laba-rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan arus

kas, dan catatan atas laporan keuangan (CALK). Dalam penyajian neraca, terdapat

beberapa poin penting yang termasuk dalam neraca. Poin-poin penting tersebut adalah

kas dan setara kas, piutang usaha, persediaan, property investasi, aset tetap, aset tidak

berwujud, utang usaha, kewajiban pajak, kewajiban diestimasi, dan ekuitas. Dalam

penyajiannya, aset dan kewajiban haruslah terpisah, berdasarkan tingkat likuiditas. Aset

dibagi menjadi dua, yaitu aset lancar dan aset tidak lancar atau aset tetap, sedangkan

kewajiban juga dibagi menjadi dua, yaitu kewajiban jangka pendek dan kewajiban jangka

panjang.

Penyajian laporan laba-rugi dibutuhkan karena laporan ini berisikan mengenai

kinerja keuangan suatu entitas dalam satu periode laporan keuangan yang sama. Laporan

perubahan ekuitas merupakan elemen penting lainnya yang harus termasuk ke dalam

laporan keuangan. Tujuan disajikannya laporan perubahan ekuitas adalah untuk

mengetahui perubahan-perubahan jumlah ekuitas akibat adanya laba atau rugi bersih

usaha yang telah dilaporkan sebelumnya ke dalam laporan laba-rugi. Laporan arus kas

merupakan laporan yang menyajikan informasi mengenai perubahan historis kas dan

setara kas yang dimiliki suatu entitas, akibat adanya aktivitas usaha yang dilakukan oleh

entitas tersebut baik itu akibat dari aktivitas operasi, investasi, maupun pendanaan, dalam

satu periode yang sama. Elemen terakhir yang terdapat dalam laporan keuangan adalah

catatan atas laporan keuangan (CALK). Catatan ini berisikan tentang informasi tambahan

yang disajikan dalam laporan keuangan.

3. Metode Penelitian

Menurut Sekaran (2007:7), penelitian merupakan suatu bentuk investigasi atau

keingintahuan ilmiah yang terorganisir, terstruktur, dan berbasiskan suatu data dan

bersifat kritis terhadap suatu masalah dengan tujuan menemukan jawaban atau solusi.

Dalam penelitian Gunawan (2012), mengungkapkan, penelitian adalah suatu kegiatan

Page 5: SAK ETAP-BASED AGRICULTURAL (SUGARCANE) ACCOUNTING …

5

atau aktivitas yang dilakukan untuk mendapatkan suatu informasi dan kemudian

informasi tersebut dianalisis untuk meningkatkan pemahaman akan suatu masalah,

dengan tiga alasan penting dilakukannya suatu penelitian, yaitu untuk menambah

pengetahuan, meningkatkan praktik, dan menginformasikan perdebatan kebijakan.

Metode penelitian dalam ilmu sosial terbagi menjadi dua jenis pendekatan, yaitu

pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Jenis penelitian ini adalah penelitian

deskriptif kualitatif, karena dalam penelitian ini memiliki tujuan untuk menggali

transaksi-transaksi apa saja yang dilakukan oleh petani dan bagaimana petani melakukan

pencatatan transaksi dalam kegiatan usahanya. Pengkajian didalamnya juga tentang

analisis deskriptif, yang dijelaskan dalam buku Metodologi penelitian Moleong (2011:11)

bahwa penelitian kualitatif deskriptif digunakan untuk memahami tentang fenomena-

fenomena yang terjadi di suatu lokasi. Fenomena yang diteliti ini adalah fenomena

mengenai tata cara pencatatan biaya yang dilakukan oleh para petani, bagaimana petani

melakukan pencatatan biaya yang dikeluarkan dalam kegiatannya melakukan usaha tani,

serta transaksi-transaksi lainnya yang dilakukan petani dalam menjalankan usahanya,

mulai dari masa tanam, baik itu tanam awal maupun tanam berkelanjutan, hingga masa

panen. Selain mengkaji fenomena-fenomena yang terjadi, penelitian ini juga mengkaji

atau menganalisis temuan berupa teks, dalam hal ini adalah laporan keuangan milik

narasumber, baik yang tercatat rapi maupun yang bersifat sederhana.

Penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai penelitian yang menghasilkan data

deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun tertulis, dan tingkah laku yang dapat diamati

dari orang-orang yang diteliti (Taylor dan Bogdan, 1992). Dalam buku metodologi

penelitian Moleong (2011:6) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian

yang bermaksud untuk memahami fenomena apa yang terjadi yang sedang atau telah

dialami oleh subjek penelitian secara holistik dan dideskripsikan dalam bentuk kata-kata

dan bahasa, dengan memanfaatkan metode ilmiah.

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti mengambil petani tebu yang berada di lokasi sekitar

pabrik gula Tjandi Baru, Sidoarjo, dan sekitar pabrik gula Krebet, Malang. Hal ini

dikarenakan pabrik gula Krebet merupakan salah satu pabrik gula dengan penghasil

rendemen tebu tertinggi di Jawa Timur, bahkan di Indonesia, sedangkan pabrik gula

Tjandi Baru merupakan induk dari pabrik gula Krebet itu sendiri.

Petani yang kami jadikan narasumber adalah Bapak As’ari, petani tebu yang

berdomisili di Sidoarjo, sebagai petani pemilik lahan, dan memberikan hasil panen

tebunya untuk diolah oleh pabrik gula Tjandi Baru. Perlu diketahui pula bahwa sudah

tidak terdapat petani buruh yang berdomisili di Sidoarjo, sehingga untuk pengolahan

lahan miliknya, narasumber mendatangkan petani buruh dari luar kota. Petani yang

berdomisili di Malang adalah Bapak Seniman, Muslimin, Saduki, dan Solikhin. keempat

narasumber tersebut adalah pemilik sekaligus buruh tani di lahan petani masing-masing,

dan menyerahkan seluruh hasil panennya kepada pabrik gula Krebet, Malang.

Page 6: SAK ETAP-BASED AGRICULTURAL (SUGARCANE) ACCOUNTING …

6

Wawancara kepada para narasumber tersebut dilkukan secara berkelompok atau

Focussed Group Discussion.

Penelitian ini menggunakan cara wawancara kepada para petani dan dilaksanakan

dalam kurun waktu kurang lebih sekitar enam bulan, yaitu bulan Mei sampai bulan

Oktober 2015. Wawancara dilakukan secara langsung menemui narasumber-narasumber

dilokasi yang telah disetujui sebelumnya.

3.2. Data Penelitian

3.2.1. Jenis dan Sumber Data

Berdasarkan buku Moleong (2011:157), sumber data utama pada data kualitatif

adalah kata-kata dan tindakan, selain itu seperti dokumen, foto-foto, dan lain sebagainya

merupakan data tambahan.

a. Data Primer

Data primer yang digunakan dalam penulisan ini adalah hasil dari wawancara

dengan para petani tebu yang menyerahkan hasil panennya kepada dua perusahaan gula,

yaitu perusahaan pabrik gula Krebet yang berlokasi di Kabupaten Malang serta pabrik

gula Tjandi Baru yang berlokasi di Candi, Sidoarjo.

b. Data Sekunder

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini merujuk SAK ETAP, karena

standar akuntansi tersebut sesuai dengan penelitian ini, yaitu petani sebagai pelaku usaha

kecil.

3.2.2. Metode Pengumpulan Data

a. Wawancara

Pengertian dari metode wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data yang

dilakukan dengan cara tanya-jawab secara langsung kepada pihak terkait, guna

mendapatkan data yang relevan dan sesuai dengan permasalahan yang sedang diteliti.

Dalam metode ini, wawancara yang dilakukan bukan wawancara dengan kaku yang

terstruktur menggunakan teks, namun wawancara yang mendalam (in depth interview),

dengan tanpa teks terhadap para responden atau informan, yang dalam hal ini lebih di

khususkan kepada para petani, baik petani kecil maupun petani dengan skala besar.

b. Observasi

Pengertian dari observasi adalah teknik pengumpulan data dengan cara melakukan

pengamatan langsung pada situasi serta kondisi disuatu lingkungan tertentu dengan tujuan

untuk memahami aktivitas-aktivitas yang berlangsung, yang kemudian menjelaskan siapa

saja yang terlibat didalam suatu aktivitas tersebut, serta memahami makna dari suatu

kejadian guna mendeskripsikan setting yang terjadi pada suatu aktivitas.

c. Dokumentasi

Pengertian dari dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan cara melihat,

mengumpulkan, dan kemudian menggunakan laporan-laporan, catatan-catatan, dan

formulir yang mendukung penelitian.

Page 7: SAK ETAP-BASED AGRICULTURAL (SUGARCANE) ACCOUNTING …

7

3.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Dalam penelitian ini, data yang diterima dalam penelitian ini adalah berupa data

kualitatif, dikarenakan penelitian ini juga menggunakan jenis kualitatif. Untuk mengolah

data tersebut, peneliti menggunakan metode analisis data deskriptif. Seperti penjelasan

pada sub-bab sebelumnya, sesuai dengan apa yang dijelaskan dalam buku metodologi

penelitian Moleong (2011:11), dijelaskan bahwa penelitian kualitatif deskriptif

digunakan untuk memahami tentang fenomena-fenomena yang terjadi.

3.4. Pengujian Kredibilitas Data

Dalam Moleong (2011:330), triangulasi atau keabsahan data membantu tercapainya

kredibilitas (kepercayaan) dalam penelitian kualitatif. Terdapat beberapa cara yang dapat

dilakukan untuk melakukan uji kredibilitas data, yaitu :

a. Triangulasi Teknik

Triangulasi teknik dilakukan untuk menguji kredibilitas data, dengan cara

mengecek data kepada sumber yang sama namun dengan teknik yang berbeda.

Pencocokan hasil wawancara dengan hasil dokumentasi sangat sesuai untuk

membuktikan keabsahan data yang didapatkan penulis.

b. Triangulasi Waktu

Penulis melakukan triangulasi waktu dengan cara melakukan wawancara dengan

narasumber pada waktu dan situasi yang berbeda. Wawancara dilakukan pertama dengan

cara mendatangi rumah milik petani, dan wawancara kedua dilakukan dengan cara

menelpon narasumber ketika narasumber sedang melakukan usaha taninya.

c. Menggunakan Bahan Referensi

Bahan referensi yang digunakan sebagai bahan pendukung atau untuk pembuktian

kredibilitas data adalah rekaman suara hasil wawancara secara langsung, serta hasil

wawancara melalui telepon ketika petani sedang melakukan usaha taninya.

4. Hasil Penelitian

4.1. Gambaran Umum Petani Wilayah Pabrik Gula Krebet

Tekstur tanah dan kandungan-kandungan tanah, baik biologi, kimia, dan fisika di

wilayah malang selatan, khususnya di wilayah Bululawang, krebet, sangat mendukung

untuk komoditas pertanian tebu. Dikarenakan hal tersebut, sebagian besar para petani di

daerah Bululawang rata-rata bercocok tanam tebu untuk mencukupi kehidupan sehari-

hari. Namun, hal tersebut berbalik dengan apa yang ada di Sidoarjo. Tekstur tanah tidak

mendukung seperti apa yang ada di wilayah Bululawang, sehingga menyebabkan banyak

perbedaan, termasuk mengenai penanaman ulang tebu. Di wilayah Bululawang, petani

melakukan tanam ulang setelah melewati delapan hingga dua belas kali masa panen. Di

Sidoarjo, petani melakukan tanam ulang tidak lebih dari lima hingga enam kali masa

panen. Tingkat rendemen juga dapat dilihat, bahwa di Bululawang merupakan penghasil

rendemen tebu tertinggi, sedangkan Sidoarjo cukup rendah.

Para petani membutuhkan modal cukup besar untuk melakukan usahanya. Hal ini

tampak dalam penjelasan para petani, mengenai harga-harga pupuk, biaya tebang angkut,

Page 8: SAK ETAP-BASED AGRICULTURAL (SUGARCANE) ACCOUNTING …

8

biaya perawatan, pengairan, yang intinya adalah biaya-biaya yang dibutuhkan selama

masa tanam hingga masa panen. Namun petani di wilayah Bululawang kesulitan

mendapatkan dana usaha, meskipun itu dari koperasi. Kejadian tersebut tidak terjadi

sekali dua kali, namun sering kali terdapat kejadian yang sama. Pihak koperasi

mengatakan tidak ada dana untuk menunjang aktivitas yang dibutuhkan para petani untuk

melakukan usaha taninya. Berbeda dengan koperasi di wilayah Candi, Sidoarjo. Koperasi

di wilayah tersebut cukup kooperatif dalam membantu kegiatan usaha tani.

Sebagian petani untuk menutupi kekurangan modal tersebut dengan cara

membagi lahan taninya dengan mengusahakan bercocok tanam komoditas yang lain

selain tebu, seperti menanam padi. Kemudian hasil dari menanam padi digunakan untuk

keperluan merawat dan membudidayakan komoditas tebu milik petani, dan begitu pula

sebaliknya.

Dalam hal akuntansi, petani di kedua wilayah tidak mengenal apa itu akuntansi

dan bagaimana akuntansi itu sendiri. Petani hanya mengetahui tentang pencatatan

mengenai beban-beban apa saja yang petani keluarkan. Namun, petani di Sidoarjo

melakukan pencatatan dengan lebih baik dan lebih rapi, mengenai waktu panen di setiap

lahan dan menyimpan perhitungan-perhitungan penting seperti struk pendapatan yang

diterima dari pabrik, bukti timbang dari pabrik, dan lain sebagainya. Tingkat pendidikan

yang rendah sangat memungkinkan menjadi penyebab para petani tersebut hanya

melakukan pencatatan-pencatatan sederhana, dan lebih banyak menggunakan

penghitungan dan pencatatan dengan modal ingatan semata. Namun, petani di wilayah

Sidoarjo lebih beruntung karena memiliki lahan yang sangat luas dan kehidupan sosial

ekonomi di Sidoarjo yang lebih baik, serta pengetahuan umum tentang bisnis yang lebih

baik.

Peneliti mendapatkan fakta bahwa di wilayah Candi, Sidoarjo, sudah susah,

bahkan mungkin hampir tidak terdapat petani buruh lagi, sehingga petani yang diteliti

adalah petani yang sangat sejahtera, dan mempekerjakan para petani buruh yang berasal

dari luar kota Sidoarjo dengan biaya secukupnya dan dianggap layak. Sedangkan petani

di wilayah Bululawang masih banyak terdapat petani pemilik sekaligus buruh tani. Hal

ini karena lahan yang dimiliki tidak cukup besar sehingga dapat dikerjakan sendiri.

4.2. Pencatatan Transaksi Petani Tebu

Pencatatan yang dilakukan oleh para petani tebu di wilayah Bululawang adalah

pencatatan yang sederhana. Pencatatan tersebut dilakukan dengan mengandalkan ingatan

dan disertai dengan catatan-catatan kecil, yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa

catatan-catatan tersebut dapat dibuang sewaktu-waktu, yang dapat diartikan catatan-

catatan tersebut tidak dibutuhkan kembali. Berbeda dengan petani di wilayah Candi,

Sidoarjo, yang telah melakukan pencatatan yang lebih kompleks mengenai masa panen

lahan miliknya dengan sangat teratur dan rapi, menggunakan computer, serta menyimpan

catatan-catatan penting dari pihak pabrik, seperti struk pendapatan, bukti timbang pabrik,

dan lain sebagainya. Namun perlu diketahui bahwa pencatatan tersebut tidak dilakukan

sendiri, melainkan dilakukan oleh pegawainya yang merupakan keponakan sendiri.

Page 9: SAK ETAP-BASED AGRICULTURAL (SUGARCANE) ACCOUNTING …

9

Mengenai pendapatan, petani tidaklah melakukan pencatatannya sendiri. Para

petani menggantungkan perhitungan pendapatan yang diberikan oleh pihak pabrik, yang

telah tersusun dan tercatat rapi dalam secarik kertas, bagi setiap petani. Namun, petani di

sekitar pabrik gula Krebet tidak menyimpan bukti pendapatan tersebut dengan baik. Hal

ini bertolak belakang dengan apa yang dilakukan oleh petani di daerah Candi, Sidoarjo.

Para petani yang diteliti dari kedua wilayah penelitian dapat menjelaskan unsur-

unsur “laporan keuangan” milik petani, sesuai dengan apa yang diingat dengan hanya

sebagian catatan kecil yang petani miliki. Pada saat kondisi lahan belum diolah sama

sekali dan belum terdapat tanaman tebu, Bapak Seniman selaku narasumber menjelaskan

terdapat pengeluaran tersendiri. Dalam satu kali siklus tanam hingga panen, pengeluaran-

pengeluaran yang wajib petani lakukan adalah biaya untuk membajak sawah, pembuatan

barisan tebu, pembelian bibit, penanaman bibit, pembuatan saluran air, pengairan,

pembelian pupuk, pencabutan gulma, pencangkulan, pengelentekan atau pengupasan

daun tebu dari batang, hingga biaya tebang angkut.

Tebu yang sudah ditebangpun tidak perlu ditanam kembali dari awal, karena saat

panen, tebu-tebu tersebut tidak ditebang hingga akar, sehingga dapat tumbuh kembali.

Para narasumber mengatakan bahwa pada masa-masa ini, biaya-biaya yang dikeluarkan

tidak sebanyak ketika awal-awal masa tanam tebu. Lahan tersebut diistilahkan sebagai

lahan “tonggak”, yang berarti lahan yang telah ditanami dan telah dipanen, namun masih

terdapat tanamannya, sehingga petani tinggal menumbuhkannya kembali. Biaya yang

dibutukan petani dalam mengolah lahan tonggak ini tidak sebesar ketika mengolah lahan

kosong. Biaya-biaya tersebut antara lain biaya pemaparan, “pengowakan” atau

pemotongan akar, biaya cangkul, pengelentekan, pengairan, dan biaya tebang angkut.

Terdapat opsi lain yang lebih praktis, namun juga perlu biaya, yaitu membajak sawah

menggunakan kerbau. Perlu diketahui pula, kerbau-kerbau yang digunakan adalah kerbau

yang disewa.

4.3. Keuntungan Penyusunan Laporan Keuangan Bagi Pelaku Usaha Tani

Laporan keuangan memiliki banyak keuntungan bagi pelaku usaha, baik itu bagi

pemilik, maupun selain pemilik. Laporan keuangan berfungsi untuk melakukan kontrol

terhadap aktivitas keuangan pelaku usaha. Dengan adanya laporan keuangan, maka

pelaku usaha dapat melakukan batasan-batasan tertentu yang dibutuhkan, sehingga

kondisi keuangan yang dimiliki tetap sehat.

Menurut PSAK no 1 (2004), laporan keuangan merupakan bagian dari proses

pelaporan keuangan lengkap yang berisikan laporan laba rugi, neraca, laporan arus kas,

laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara), catatan

dan laporan serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dalam laporan

keuangan. Laporan keuangan memiliki karakteristik yang menandakan bahwa laporan

tersebut merupakan laporan keuangan, yaitu :

a. Relevan

Laporan keuangan yang disusun haruslah relevan, yang berarti harus memiliki

keterkaitan dengan situasi dan kondisi yang ada dilapangan.

Page 10: SAK ETAP-BASED AGRICULTURAL (SUGARCANE) ACCOUNTING …

10

b. Berkompeten

Laporan keuangan yang disusun haruslah berkompeten, yang berarti pembuatan

laporan serta penyusunannya dilaksanakan sejujur-jujurnya tanpa ada yang ditutupi, dapat

diferifikasi, dan juga netral.

c. Dapat dibandingkan

Laporan keuangan yang baik haruslah dapat dibandingkan. Hal ini bertujuan untuk

menemukan kesalahan atau kekurangan yang nantinya dapat diperbaiki, sehingga

selanjutnya tidak ada lagi kesalahan. Perbandingan ini terbagi menjadi dua, yaitu bersifat

internal maupun eksternal.

d. Mudah dipahami

Laporan keuangan yang baik haruslah laporan yang mudah dipahami bagi pengguna

atau pembacanya. Hal ini dikarenakan laporan keuangan memang ditujukan kepada para

pengguna dan pembacanya, guna membantu pemilik dalam menentukan langkah-langkah

berikutnya dalam menjalankan usahanya.

Pada bidang pertanian, penyusunan laporan keuangan yang dapat disusun oleh

petani tidak perlu laporan yang rumit. Laporan yang disusun cukup dengan berdasarkan

pada SAK ETAP, yang telah dijelaskan dalam bab-bab sebelumnya. Hal ini dikarenakan

pertanian di Indonesia masih dapat dikategorikan sebagai bisnis kecil.

Penyusunan laporan keuangan dapat memberikan beberapa dampak positif bagi para

pelaku usaha. Laporan keuangan yang baik akan membantu petani, untuk mendapatkan

informasi-informasi yang relevan. Keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh petani

dengan disusunnya laporan keuangan, adalah sebagai berikut:

a. Sebagai bahan evaluasi

Laporan keuangan dapat membantu pelaku usaha, dalam hal ini petani, untuk

mengevaluasi kinerja mereka dalam satu periode tertentu. Sebagai contoh, selama ini,

petani hanya mengetahui jumlah pengeluaran mereka dengan cara perkiraan dan ingatan.

Apabila petani melakukan penyusunan laporan keuangan, petani dengan mudah

mengetahui jumlah secara rinci pengeluaran-pengeluaran yang petani lakukan guna

menggerakkan usaha mereka.

b. Sebagai alat untuk pengajuan dana usaha

Laporan keuangan dapat dijadikan acuan oleh kreditur, apakah akan memberikan

pinjaman dana atau tidak kepada pelaku usaha, dengan jumlah yang sesuai.

c. Sebagai acuan pengambilan keputusan

Laporan keuangan merupakan salah satu alat yang dapat digunakan sebagai acuan

untuk pengambilan keputusan. Dalam hal pertanian, dengan adanya laporan keuangan,

maka dapat membantu petani tebu dalam mengambil keputusan-keputusan yang penting

dan tepat, untuk keberlangsungan usaha taninya, seperti apakah tetap melanjutkan usaha

tani tebu, atau beralih pada komoditas lainnya.

d. Sebagai laporan pertanggungjawaban

Pada bagian ini, hanya berlaku apabila petani, sebagai pelaku usaha, menjalankan

usaha taninya dengan menggunakan pinjaman modal. Laporan keuangan yang disusun

Page 11: SAK ETAP-BASED AGRICULTURAL (SUGARCANE) ACCOUNTING …

11

dapat digunakan sebagai pertanggungjawaban kepada kreditur, sebagai bukti bahwa dana

yang dipinjamkan kepada petani memang benar digunakan untuk usaha tani.

4.4. Saran Model Laporan Keuangan Bagi Pelaku Usaha Tani

Petani dalam lingkup penelitian tidak melakukan pencatatan laporan keuangan.

Petani hanya melakukan pencatatan-pencatatan kecil tentang beban-beban usaha, namun

tidak secara keseluruhan. Peneliti memberikan saran penyusunan laporan keuangan

berdasarkan pada Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK

ETAP), disusun sesuai dengan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh petani dalam

menjalankan usahanya, seperti pembelian bibit, beban buruh, dan lain sebagainya.

Transaksi yang dilakukan oleh para pelaku usaha tani di kedua lokasi penelitian

tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Transaksi-transaksi yang dilakukan hanya

dibedakan berdasar pada apakah lahan usaha mereka merupakan tahun awal penanaman,

atau lahan berkelanjutan, dalam hal ini lahan yang baru panen namun tidak memerlukan

penggantian bibit.

Pada masa lahan kosong atau lahan tahun awal penanaman, kegiatan-kegiatan yang

dilakukan oleh petani adalah pembongkaran lahan apabila telah masuk masa penggantian

bibit, pembajakan sawah, pembuatan barisan tebu, pembelian bibit, penanaman bibit,

pengairan, pencabutan gulma, pengelentekan, pencangkulan, pembelian dan pemberian

pupuk, serta biaya tebang angkut ketika masa panen. Seluruh aktivitas yang telah

disebutkan diatas dapat dikategorikan dalam beberapa kategori biaya. Kategori biaya atau

beban pertama adalah beban pengolahan lahan, yang berisikan dengan kegiatan

pembongkaran lahan, pembuatan saluran air, pembajakan sawah, pembuatan barisan

tebu, dan penanaman bibit. Biaya berikutnya merupakan pembelian bibit dan pembelian

pupuk. Kemudian, pengairan merupakan beban pengairan. Kegiatan pencabutan gulma,

pengelentekan, dan pencangkulan termasuk ke dalam beban perawatan.

Kegiatan yang dilakukan petani pada masa lahan bertonggak, atau lahan yang telah

dipanen, berbeda dengan ketika lahan kosong. Kegiatan-kegiatan usaha tersebut yaitu

pemaparan, pengowakan atau pemotongan akar, pencangkulan, pengelentekan, dan

pemberian pupuk, dikategorikan sebagai beban perawatan lanjutan. Hal ini bertujuan agar

membedakan antara biaya perawatan ketika masa awal tanam, dengan biaya perawatan

ketika masa lahan tonggak. Berikutnya adalah kegiatan pengairan, termasuk ke dalam

beban pengairan. Pengairan merupakan komponen penting, sehingga tidak bisa dijadikan

sebagai beban overhead. Komponen biaya berikutnya adalah pembelian pupuk.

Komponen biaya terakhir adalah beban tebang angkut.

Aset dibagi menjadi dua, yaitu aset lancar dan aset tetap. Aset lancar yang dimiliki

petani adalah kas. Selama ini kas yang dimiliki tidak terpisah dengan uang milik pribadi

untuk hidup sehari-hari petani. Hal ini tentu saja harus dirubah, sehingga petani akan

mengetahui dengan lebih detail mengenai kondisi keuangan petani dalam menjalankan

usaha taninya. Aset lancar lainnya adalah persediaan, yaitu persediaan pupuk, apabila

petani membeli pupuk dan disimpan untuk penggunaan periode berikutnya. Aset lancar

Page 12: SAK ETAP-BASED AGRICULTURAL (SUGARCANE) ACCOUNTING …

12

lain adalah beban penyusutan kendaraan atau truk dan sewa dibayar dimuka, untuk

menyewa kerbau dalam pembajakan sawah.

Aset tidak lancar atau aset tetap yang dimiliki petani adalah lahan usaha tani mereka

sendiri, sehingga dianggap sebagai aset tetap yang berupa tanah. Aset tetap lainnya adalah

kendaraan atau truk. Bibit tebu merupakan bagian atau komponen dari harga pokok

penjualan.

Passiva yang dimiliki oleh petani adalah utang usaha, dan utang sewa, apabila petani

meminjam kerbau atau alat bajak sawah lain dan dibayar setelah pemakaian. Dalam hal

ekuitas, yang dimiliki oleh petani adalah modal usaha. Sesuai dengan apa yang telah

dijelaskan pada tinjauan pustaka, laporan keuangan yang diatur dalam SAK ETAP

berisikan laporan neraca, laporan laba-rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas,

dan catatan atas laporan keuangan. Namun, cukup tiga komponen saja dalam laporan

keuangan petani. Tiga komponen tersebut adalah laporan neraca, laporan laba rugi, dan

laporan perubahan ekuitas, karena kegiatan usaha tani bukanlah kegiatan usaha yang

cukup rumit, dan laporan keuangan tidak dipublikasikan. Berikut adalah saran atas

penyusunan laporan keuangan yang dapat digunakan oleh para pelaku usaha tani :

4.4.1. Neraca

Tabel 1

Contoh Laporan Neraca

LAPORAN NERACA

PETANI TEBU A

Per Tanggal 31 Desember 20xx

NAMA AKUN Debet Kredit

1. Aset

1.1. Aset Lancar

1.1.1. Kas Rp. xxx

1.1.2. Sewa Dibayar Dimuka* Rp. xxx

Total Aset Lancar Rp. xxx

1.2. Aset Tetap

1.2.1. Tanah Rp. xxx

1.2.2. Kendaraan Rp. xxx

1.2.3. Akumulasi Penyusutan Kendaraan (Rp. xxx)

Total Aset Tetap Rp. xxx

Total Aset Rp. xxx

2. Kewajiban dan Modal

2.1. Kewajiban

2.1.1. Utang Usaha Rp. xxx

2.1.2. Utang Sewa* Rp. xxx

Page 13: SAK ETAP-BASED AGRICULTURAL (SUGARCANE) ACCOUNTING …

13

Total Kewajiban Rp. xxx

2.2. Modal

2.2.1. Modal Usaha Petani Tebu A Rp. xxx

Total Kewajiban dan Modal Rp. xxx

*Tidak dapat muncul dalam satu periode pencatatan yang sama.

Pada laporan neraca diatas, telah dijelaskan mengenai aset-aset yang dimiliki oleh

petani, serta kewajiban dan modalnya. Terdapat dua poin yang diberi tanda (*), yaitu sewa

dibayar dimuka dan utang sewa. Kedua akun tersebut tidak muncul dalam satu periode

laporan keuangan yang sama. Hal ini dikarenakan pembayaran sewa yang terkadang

dibayarkan di awal sebelum pemakaian, atau setelah pemakaian. Perlu diketahui pula

bahwa umur ekonomis truk berkurang setiap tahunnya, sehingga perlu adanya pencatatan

akumulasi penyusutan truk atau kendaraan dalam neraca.

4.4.2. Laporan Laba Rugi

Tabel 2

Contoh Laporan Laba Rugi

LAPORAN LABA RUGI

PETANI TEBU A

Per Tanggal 31 Desember 20xx

1. Penjualan

Penjualan Tebu Rp. xxx

Penjualan Kotor Rp. xxx

2. Harga Pokok Penjualan

Persediaan Pupuk Rp. xxx

Pembelian Bibit* Rp. xxx

Pembelian Pupuk Rp. xxx

Beban Angkut Pembelian Rp. xxx

Beban Sewa Rp. xxx

Beban Pengolahan Lahan* Rp. xxx

Beban Perawatan* Rp. xxx

Beban Perawatan Lanjutan** Rp. xxx

Total Harga Pokok Penjualan (HPP) (Rp. xxx)

Penjualan Bersih Rp. xxx

3. Beban-Beban

Beban Tebang Angkut Rp. xxx

Beban Pengairan Rp. xxx

Beban Penyusutan Kendaraan Rp. xxx

Page 14: SAK ETAP-BASED AGRICULTURAL (SUGARCANE) ACCOUNTING …

14

Total Beban-Beban (Rp. xxx)

Laba/Rugi Bersih Rp. xxx

*Dilakukan pada masa awal penanaman.

**Dilakukan pada masa setelah penanaman.

Pada laporan laba rugi, penyusunan antara tahun awal penanaman atau lahan

kosong dengan lahan bertonggak memiliki komponen harga pokok penjualan (HPP) dan

beban-beban yang berbeda. Pada tahun awal penanaman, terdapat komponen pembelian

bibit dalam harga pokok penjualan. Komponen persediaan pupuk bisa terdapat ke dalam

kedua laporan laba rugi, bergantung apakah petani memiliki persediaan pupuk atau tidak.

Selain itu, terdapat pula komponen beban yang berpengaruh pada harga pokok

penjualan yang berbeda dari kedua laporan laba rugi. Perbedaan beban tersebut yaitu pada

lahan kosong, terdapat komponen beban pengolahan dan beban perawatan, yang

klasifikasinya telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya. Pada masa lahan bertonggak,

tidak terdapat komponen pembelian bibit, beban pengolahan lahan dan beban perawatan.

Pada masa lahan tonggak ini yang ada adalah beban perawatan lanjutan, yang

klasifikasinya juga telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya. Hal ini menyebabkan laba

yang diterima petani akan lebih tinggi pada saat lahan telah menjadi lahan tonggak.

4.4.3. Laporan Perubahan Ekuitas

Tabel 3

Contoh Laporan Perubahan Ekuitas

LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS

PETANI TEBU A

Per Tanggal 31 Desember 20xx

Modal Petani Rp. xxx

2. Penambahan/Pengurangan

Laba/Rugi Bersih Rp. xxx

Prive

(Rp.

xxx)

Jumlah Penambahan/Pengurangan Rp. xxx

Modal Akhir Rp. xxx

Pada laporan perubahan ekuitas, tidak ada pembeda seperti pada laporan laba rugi.

Pada komponen laporan perubahan ekuitas, hanya terdapat komponen modal pemilik

usaha atau dalam hal ini adalah petani, dan komponen penambahan/pengurangan yang

berisikan laba/rugi bersih dan prive pemilik.

5. Simpulan, Batasan dan Saran

5.1. Kesimpulan

Page 15: SAK ETAP-BASED AGRICULTURAL (SUGARCANE) ACCOUNTING …

15

Petani dari kedua wilayah memiliki model pencatatan yang berbeda. Narasumber

yang berasal dari daerah Candi, Sidoarjo, melakukan pencatatan dengan menggunakan

komputer mengenai kapan masa panen dari lahan-lahan tebu yang dimilikinya. Namun,

narasumber tidak melakukan pencatatan secara detail mengenai pengeluaran-pengeluaran

kebutuhan dalam menjalankan usaha taninya. Petani yang berasal dari Bululawang,

Malang, melakukan pencatatan secara tertulis dan sederhana. Tidak terdapat pencatatan

modern, menggunakan komputer yang tersusun dan tertata rapi, meskipun hanya sekedar

pencatatan masa panen, seperti yang dilakukan oleh petani di daerah Candi, Sidoarjo.

Komponen-komponen yang terdapat di dalam pencatatan tertulis tidaklah lengkap.

Petani akan dimudahkan apabila mereka melakukan pencatatan akuntansi dengan

lebih baik. Pencatatan yang dilakukan cukup dengan SAK ETAP, sehingga pencatatan

yang dilakukan tidaklah rumit. Selain dimudahkan, dengan adanya laporan keuangan,

banyak keuntungan lain yang dapat diperoleh petani. Laporan keuangan yang disusun

cukup berisikan laporan laba-rugi, laporan neraca, dan laporan perubahan modal.

5.2. Keterbatasan Penelitian

Sulitnya mencara petani sebagai narasumber di daerah Candi, Sidoarjo. Hal ini

dikarenakan sedikitnya petani di wilayah tersebut. Batasan lain adalah penggunaan

bahasa Jawa halus yang digunakan oleh petani di wilayah PG Krebet, Bululawang.

Peneliti memahami bahasa yang digunakan oleh narasumber, namun peneliti tidak dapat

membalas percakapan menggunakan bahasa Jawa halus, sehingga menghambat

percakapan antara peneliti dengan narasumber.

5.3. Saran

Penelitian selanjutnya diharapkan merubah, atau menambah jangkauan wilayah

penelitian. Hal ini diharapkan agar penelitian selanjutnya bisa mendapatkan narasumber

yang lebih banyak, sehingga hasil penelitian yang didapatkan lebih bervariasi pula.

Peneliti juga hendaknya memahami penggunaan bahasa lokal atau bahasa daerah tempat

tinggal narasumber berada. Hal ini berguna ketika sedang melakukan wawancara,

sehingga wawancara yang dilakukan dapat berjalan dengan lancar. Apabila tidak

memahami bahasa lokal narasumber, maka sebaiknya membawa translator, guna

membantu mendapatkan informasi yang jelas bagi peneliti.

DAFTAR PUSTAKA

Amir, Vaisal. 2014. Gugurnya Petani Rakyat : Episode Perang Laba Pertanian Nasional.

Malang: Universitas Brawijaya Press.

Bachri, Bachtiar S. 2010. Meyakinkan Validitas Data Melalui Triangulasi Pada Penelitian

Kualitatif. Jurnal Teknologi Pendidikan. Volume 10 No. 1 (2010).

Bogdan, Robert & Steven J. Taylor. 1992. Introduction To Qualitative Research Methods

(terjemahan Arief Furchan). Surabaya : Usaha Offset Printing.

Direktorat Jenderal Pertanian. 2014. Kebutuhan Gula Nasional Mencapai 5700 Juta Ton

Tahun 2014. Kementrian Pertanian. (Online).

Page 16: SAK ETAP-BASED AGRICULTURAL (SUGARCANE) ACCOUNTING …

16

(http://ditjenbun.pertanian.go.id/setditjenbun/berita-172-dirjenbun--kebutuhangula-

nasional-mencapai-5700-juta-ton-tahun-2014.html), diakses 10 Oktober 2015.

Fitriani, sutarni, dan luluk irawati. 2013. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi,

Curahan Kerja dan Konsumsi Petani Tebu Rakyat di Provinsi Lampung. ESAI.

Volume 7 (2013).

Gunawan, Rendra. 2012. Valuasi Aset Biologis: Kajian Kritis Atas IAS 41 Mengenai

Akuntansi Pertanian. Skripsi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

Universitas Brawijaya, Malang.

IAI. 2009. Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik. Dewan

Standar Akuntansi Keuangan: Jakarta.

Indrawanto, Chandra, et.al. 2010. Budidaya dan Pasca Panen Tebu. Jakarta: ESKA

Media.

Moleong, L.J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Mubyarto. 1972. Pengantar Ekonomi Pertanian. Lembaga Penelitian, Pendidikan dan

Penerangan Ekonomi dan Sosial : Jakarta.

Mulawarman, Aji Dedi. 2012. Accounting in the Madness Vortex of Neoliberal IFRS-

IPSAS: A Criticism of IAS 41 and IPSAS 27 on Agriculture.

Nanda U.D, Ardhitya. 2013. Pola Dan Kepercayaan Yang Terbentuk Pada Kontrak

Kemitraan Antara Pabrik Gula Dengan Petani Tebu (Studi Kasus: Pabrik Gula

Kebon Agung Kecamatan Pakisaji Kabupaten Malang). Jurnal. Fakultas Ekonomi

dan Bisnis Universitas Brawijaya.

Nurmanaf, A. Rozany. 2007. Lembaga Informal Pembiayaan Mikro Lebih Dekat Dengan

Petani. Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 5 (2007)

Purina, Luthiakirana Tri. 2010. Manajemen Pengendalian Mutu Tebu Rakyat Kerjasama

Usaha di PT. Pabrik Gula Candi Baru – Sidoarjo. Skripsi S1. Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran”, Surabaya.

Rossano, Gracias Sheilla Gloria. 2016. Sustainabilitas Petani Tebu Gondanglegi Malang.

Skripsi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Universitas Brawijaya,

Malang.

Sekaran, Uma. 2007. Metodologi Penelitian untuk Bisnis. Jakarta: Salemba Empat.

Sugiyono. (2012). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung. Penerbit : ALFABETA

Sutrisno, Bambang. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat

Pendapatan Petani Tebu Pabrik Gula Mojo Sragen. Daya Saing Jurnal Ekonomi

Manajemen Sumber Daya. Vol. 10 No. 2 (2009)

www.kompas.com edisi tahun 2010, diakses tanggal 7 Juli 2015.