rona awal lingkungan calon tapak pltn studi …digilib.batan.go.id/e-prosiding/file...
TRANSCRIPT
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086
Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
311
RONA AWAL LINGKUNGAN CALON TAPAK PLTN
STUDI KASUS MUNTOK, KAB. BANGKA BARAT
Lilin Indrayani Direktorat Inspeksi Instalasi dan Bahan Nuklir -BAPETEN
ABSTRAK
RONA AWAL LINGKUNGAN CALON TAPAK PLTN STUDI KASUS MUNTOK, KAB.
BANGKA BARAT. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2006 tentang Perizinan Reaktor
Nuklir menyatakan bahwa persyaratan teknis yang harus dipenuhi oleh pemegang izin baik pada tahap tapak,
konstruksi, komisioning, operasi sampai dekomisioning instalasi nuklir termasuk PLTN adalah hasil studi
tapak dan program pemantauan lingkungan pada setiap tahapan perizinan instalasi nuklir. Salah satu
komponen lingkungan yang digunakan sebagai dasar dalam program pemantauan lingkungan adalah data
rona awal lingkungan. Data rona awal lingkungan pada tahap tapak dapat dipergunakan sebagai dasar dalam
mengendalikan dan memverifikasi seluruh aktivitas yang kemungkinan berdampak terhadap lingkungan
akibat adanya kegiatan pada setiap tahapan pembangunan dan pengoperasian PLTN baik pada kondisi normal
maupun kondisi kecelakaan. Oleh karena itu BAPETEN sebagai Badan Pengawas yang memiliki tujuan
untuk menjamin keselamatan pekerja, masyarakat serta perlindungan terhadap lingkungan hidup yang
memiliki beberapa perangkat pengawasan dalam rangka antisipasi pembangunan PLTN di Indonesia penting
untuk memperhatikan data rona awal lingkungan pada calon tapak PLTN. Dalam makalah ini dijelaskan
beberapa data rona awal lingkungan studi kasus Muntok, Kab. Bangka barat yang berguna untuk
menggambarkan status dan kondisi lingkungan pada calon tapak PLTN dimasa mendatang.
ABSTACT
THE ENVIROMENTAL BASELINE OF FUTURE NUCLEAR POWER PLAT SITING ON
CASE STUDIES OF MUNTOK, WEST BANGKA. Based on Government Regulation Number 43 Year 2006
on Nuclear Reactor Licensing stated that the technical requirements to be met by either licences at the stage
of siting, construction, commissioning, operation to decommissioning of nuclear installations including
Nuclear Power Plants (NPP) are the results of the site studies and environmental monitoring programs at
each stage of the installation nuclear permiting. One of the environmental components that are used as
environmental monitoring program is the environment baseline data. Environmental baseline data on the
siting stage can be used as a basis to control and verify all the activities that may impact on the environment
resulting from activities at each stage of development and operation of Nuclear Power Plants (NPP) either
under normal conditions and accident conditions. Therefore BAPETEN as Regulatory Body which has the
aim to guarantee the safety of workers, communities and the protection of the environment that has several
monitoring tools in order to anticipate the development of nuclear power plant (NPP) in Indonesia is
important to pay attention to the environment baseline data at potensially site of nuclear plants. In this paper
described some of environment baseline data study case on Muntok, Bangka west that is useful to describe
the environmental status and conditions on the prospective future nuclear power plant (NPP) siting.
LATAR BELAKANG
Undang-undang nomor 30 tahun 2007
tentang energi memasukkan nuklir sebagai
sumber energi nasional dalam kelompok
energi baru dan terbarukan. Undang-
undang nomor 17 tahun 2007 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional (RPJPN) mengamanatkan bahwa
rencana pemanfaatan PLTN di Indonesia.
Terkait dengan rencana tersebut di atas,
BAPETEN sebagai badan pengawas yang
memiliki tujuan untuk menjamin
keselamatan pekerja, masyarakat serta
perlindungan terhadap lingkungan hidup
memiliki beberapa perangkat pengawasan
dalam rangka antisipasi pembangunan PLTN
di Indonesia salah satunya adalah
pemantauan rona awal lingkungan pada
calon tapak PLTN.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah 43
tahun 2006 tentang Perizinan Reaktor Nuklir
menyatakan bahwa persyaratan teknis yang
harus dipenuhi untuk mendapatkan izin dari
BAPETEN adalah hasil studi tapak dan
program pemantauan lingkungan pada tapak
dan pada instalasi PLTN baik pada tahap
tapak, konstruksi, komisioning, operasi dan
dekomisioning. Salah satu komponen
lingkungan yang digunakan dasar dalam
program pemantauan lingkungan adalah data
rona awal lingkungan. Data rona awal
lingkungan pada tahap tapak dapat
dipergunakan sebagai dasar dalam
mengendalikan dan memverifikasi seluruh
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086
Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
312
aktivitas yang kemungkinan berdampak
terhadap lingkungan akibat adanya kegiatan
pada tahapan pembangunan, pengoperasian
sampai dekomisioning instalasi PLTN baik
pada kondisi normal maupun kondisi
kecelakaan.
Rona awal lingkungan adalah data yang
dikumpulkan yang merupakan komponen
lingkungan yang menggambarkan kondisi
dan kualitas lingkungan pada calon tapak.
Kegiatan pengumpulan data rona awal
lingkungan bertujuan untuk:
a. Menentukan Status Kualitas
Lingkungan.
• Merupakan tugas dan tanggung
jawab Badan Pengawas untuk
menentukan status kualitas
lingkungan pada daerah tertentu dan
waktu tertentu khususnya pada
calon tapak PLTN.
• Memberi informasi kepada pihak
yang berkepentingan misalnya
publik tentang kualitas lingkungan
pada daerah dan waktu tertentu.
• Mengevaluasi kecenderungan
kualitas atau perubahan lingkungan
pada tahapan kegiatan
pembangunan dan pengoperasian
pada calon tapak PLTN.
• Sebagai panduan atau acuan dalam
pemulihan kondisi lingkungan pada
tahap dekomisioning.
• Sebagai panduan atau acuan dalam
pemulihan lingkungan akibat
terjadinya kecelakaan yang
berpotensi mengakibatkan
kontaminasi lingkungan.
b. Menentukan kebijakan pengelolaan
lingkungan
Data yang diperoleh dapat
digunakan dasar pertimbangan,
penyusunan dan evaluasi kebijakan
terhadap kegiatan pengelolaan
lingkungan yang akan dilakukan,
misalnya penetapan tingkat radiasi,
pengendalian teknologi yang akan
dipakai, pengendalian limbah
radioaktif,dll.
c. Menegakkan Hukum Lingkungan
Dalam mengawasi penerapan
peraturan perundang-undangan atau
untuk membuktikan indikasi terjadinya
dampak lingkungan akibat
pembangunan dan pengoperasian
instalasi nuklir di kemudian hari. Salah
satu alat bukti indikasi kontaminasi
lingkungan adalah perlu dilakukan
pengambilan sampel lingkungan yang
akan dibandingkan dengan data rona
awal lingkungan.
II. RONA AWAL LINGKUNGAN KAB.
BANGKA BARAT
Perhatian masyarakat nuklir baik
pihak pemerintah, LSM maupun masyarakat
umum pemerhati nuklir akhir-akhir ini
perhatiannya tertuju pada Kabupaten Bangka
barat yang selalu disebut-sebut sebagai calon
tapak PLTN. Kabupaten Bangka barat secara
geografis terletak diantara 105°.00’-
106°.00’BT dan 01°.00’- 02°.10’ LS.
Adapun secara administrasi mempunyai
batas-batas wilayah sebagai berikut :
• Sebelah Utara : Laut Natuna
• Sebelah Timur : Kabupaten Bangka
• Sebelah Selatan : Selat Bangka dan
kabupaten Bangka
• Sebelah Barat : Selat Bangka
Menurut data BPS Kab. Bangka
Barat terakhir (November 2008), luas
wilayah total Kab. Bangka Barat adalah.
yang 2.820,61 km2 terdiri dari 5 (lima)
kecamatan yaitu Muntok, Simpang Teritip,
Kelapa, Jebus dan Tempilang. Luas daratan
kurang lebih 2.820,61 km2. Sedangkan untuk
luas wilayah laut kewenangan yaitu selebar
4 (empat) mil laut ditarik dari garis pantai/
batas terluar pantai sekitar 202.758 Ha.
TOPOGRAFI DAN MORFOLOGI
WILAYAH
Ketinggian daerah yang paling
dominan di kabupaten bangka barat 0 – 25
meter dpl (diatas permukaan laut) sehingga
menunjukkan seolah ada lahan rendah yang
memisahkan antara wilayah Kecamatan
Jebus dengan wilayah lainnya di Bangka
Barat. Bagian lahan rendah tersebut adalah
persambungan antara komplek sungai
Kampak dan Komplek sungai Antam.
Puncak tertinggi di bangka barat adalah
Gunung Menumbing dikecamatan Muntok
dengan ketinggian sekitar 445 meter diatas
permukaan laut. Adapun bukit yang
termasuk dataran rendah tersebut adalah
bukit Kelumpang, Bukit Kukus, Bukit
Mayang, Bukit Penyambung, Bukit Kebon
Kapit, Bukit Pasukan, Bukit Penyambung,
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086
Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
313
Bukit Telimpung yang ketinngiannya
bervariasi antara 150 m sampai 200 m.
SIFAT TANAH
A. Jenis tanah
Jenis tanah kabupaten bangka barat
yang terletak di ujung barat pulau Bangka
didominasi oleh jenis tanah asosiasi podsolik
coklat ke kuning-kuningan dengan bentuk
wilayah berombak dan bergelombang.
Kondisi tanah di Kab. Bangka Barat
mempunyai PH rata-rata dibawah 5, yang
didalamnya mengandung mineral biji timah
dan bahan galian lainnya seperti pasir
kwarsa, kaolin, batu gunung dan lain-lain.
Bentuk dan Keadaan tanah di Kab. Bangka
Barat adalah sebagai berikut (Sumber BPS
Kab. Bangka barat Tahun 2007) :
• 4 % berbukit seperti bukit Menumbing,
dengan jenis tanahnya adalah kompleks
podsolik coklat kekuning-kuningan dan
litosol dari batu plutonik masam.
• 51% berombak dan bergelombang
dengan jenis tanah asosiasi podsolik
coklat kekuning-kuningan dengan
bahan induk komplek batu pasir kwarsit
dan batuan plutonik masam
• 20% lembah/ datar dengan jenis tanah
asosiasi podsolik , berasal dari komplek
batu pasir dan kwarsit.
• 25 % rawa dan bencah datar engan jenis
tanah asosiasi alluvial hidromotif
dengan Glei humus serta Regosol
kelabu muda berasal dari endapan pasir
dan tanah liat.
B. Tekstur Tanah
Tektur tanah merupakan alat ukur
yang dapat menunjukkan perbandingan
relatif antara partikel-partikel tanah pasir,
tanah liat dan debu. Tingkat kehalusan
partikel tanah adalah tekstur halus, sedang
dan kasar. Berdasarkan klasifikasi tersebut,
Tekstur tanah di Kab. Bangka Barat
didominasi tekstur sedang.
IKLIM
Kabupaten Bangka Barat memiliki
iklim tropis type A. Berdasarkan data dari
stasiun Meteorologi Pangkal Pinang Tahun
2007, suhu udara maksimal Kab. Bangka
Barat adalah 28,3 Celsius dan minimal 26,2
derajat Celcius. Sedangkan kelembaban
udara bervariasi antara 71- 88%.
Berdasarkan catatan tahun 2007 curah hujan
total 1,760,64 mm,atau rara-rata sebesar
146,72 mm/bulan dan banyaknya hari hujan
rata-rata sebesar 9,75 hari. Musim
penghujan rata-rata terjadi pada bulan
Oktober sampai Mei. Intensitas penyinaran
matahari rata-rata bervariasi antara 30,0-
70,41 % dan tekanan udara antara 1.008,1
MB – 1.010,8 MB.
Gambar 1. sifat tanah coklat kekuning-kuningan terdiri dari pasir, kerikil dan bebatuan
dengan kontur yang bergelombang
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086
Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
314
HIDROLOGI
Pola Hidrologi diidentifikasi
menurut daerah aliran Sungai (DAS) di
wilayah Kab, Bangka barat yang mempunyai
arah aliran masing-masing ke laut Natuna,
Selat Bangka dan Teluk Kelabat.
Keberadaan sungai di kab. Bangka Barat
sering berubah-ubah seriring banyaknya
penambangan liar disekitar DAS. Beberapa
sungai yang relatif besar jika dibandingkan
sungai lainnya yaitu :
• Sungai kampak yang mengalir ke arah
barat yaitu ke Teluk Kampak (Laut
Natuna) yang terletak di kecamatan
Jebus.
• Sungai Mancong/Sungai Jering yang
mengalir kearah selatan yaitu ke selat
Bangka yang terletak di Kecamatan
Kelapa
• Sungai Antan yang mengalir kearah
timur yaitu keteluk Kelabat yang
terletak di Kecamatan Jebus.
Selain Sungai, badan air yang
merupakan air pemukaan yang banyak
terdapat di kabupaten Bangka barat adalah
Kolong yaitu air yang tertampung dalam
lubang bekas galian tambang timah.
Sejumlah kolong yang terdapat kab. Bangka
barat yaitu Kolong Terabek , Kolong
Berang, Kolong sekar Biru, Kolong Ketap,
Kolong Hijau dan Kolong Panca. Selain itu
terdapat juga rawa-rawa yang merupakan
tampungan air permukaan.
Sistem penyediaan air minum
PDAM kecamatan Muntok ( Sumber :
Kajian Potensi Air untuk kabupaten Bangka
Barat, Bappeda Kabupaten Bagka Barat
Tahun 2007) berasal dari sumber air bersih
perpipaan yang dikelola oleh PDAM
Muntok diambil dari tiga buah sumber air
yaitu Kolong Menjelang, Sungai Daeng
(sungai Babi) dan Mata air Gunung
Menumbing. Saat ini PDAM kecamatan
Muntok hanya mengandalkan sumber air
dari Kolong Menjelang yang mempuyai luas
3 ha dengan debit 15 l/dt, mengingat debit
air yang dihasilkan mata air Gunung
Menumbing relatif kecil sekitar 5 l/dt.
DRAINASE
Dengan karakter topografi wilayah
dengan pola aliran sungai, ada permasalahan
dalam drainase wilayah ini terutama kota
Muntok, berupa adanya banjir periodik pada
musim penghujan dan pada saat air laut
pasang. Banjir periodik tersebut terjadi
sebagai limpasan/luasan air sungai, terutama
yang perbedaan tinggi dengan muara
(permukaan laut) tidak terlalu besar, seperti
pada sungai Muntok asin
GEOLOGI
Sebaran karakter geologi di
Kabupaten Bangka Barat didasarkan pada
batuan penyusunnya. Jenis batuan terdiri
dari batuan Aluvial, batuan Bintan, batuan
Filit, Formasi Bintan, dan Granit.
1. Batuan Granit merupakan batuan beku
atau malihan (igneous atau
metamorphic rocks) batuan ini
mempunyai potensi dan prospek ait
tanah sangat rendah.
2. Batuan aluvial terdapat sebagian besar
disebelah selatan kecamatan Muntok,
bagian selatan kecamatan dan bagian
timur kecamatan Jebus. Batuan aluvial
ini merupakan sedimen lepas atau
setengah padu seperti kerikil, pasir,
lanau, lempung. Sebaran jenis batuan
aluvial ini terdapat pada catchment area
Sungai Kampak, Sungai Jering/
Mancung, Sungai Menduyung, dan
Sungai Sukai. Batuan ini mempunyai
potensi dan prospek air tanah sedang.
3. Batuan Bintan, tersebar dibagian timur
Kab. Bangka barat yaitu bagian timur
kecamatan Jebus, Bagian Timur
kecamatan Kelapa, dan Bagian Timur
kecamatan tempilang.
4. Batuan Filit, terdapat di bagian selatan
kecamatan Jebus, bagian timur
kecamatan Kelapa.
STATUS DAN FUNGSI HUTAN.
Dominan Wilayah Kab. Bangka
Barat adalah hutan. Kajian penetapan pola
ruang yang terkait dengan fungsi hutan
yang ada terutama ditetapkan untuk kawasan
lindung yang berupa hutan maupun
budidaya yang berupa hutan, maka terlebih
perlu dilakukan kajian terhadap penetapan
fungsi hutan yang ada di kabupaten bangka
barat. Dari data Dinas Pertanian dan
Kehutanan Kabupaten Bangka barat
diperoleh data kawasan hutan di Kab.
Bangka Barat yang terdiri dari Hutan
Konservasi (HK), Hutan Lindung/ Hutan
Lindung Pantai, dan Hutan Produksi yang
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086
Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
315
2.8 PENGGUNAAN LAHAN
Status Penggunaan Lahan di
kawasan kab. Bangka barat Tahun 2007
(data Badan Perencanaan Daerah Kab.
Bangka Barat) adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Tata guna Lahan Kab. Bangka
Barat
No JENIS
PENGGUNAAN LUAS (ha)
1 Hutan 17.351,65
2 Hutan Rawa 26.859,26
3 Rawa 10.255,76
4 Semak Belukar 59.669,33
5 Bekas Galian
Tambang
878,49
6 Tambang 11.070,07
7 Tegalan-Ladang 93.747,40
8 Perkebunan 61.355,50
9 Sawah 134,73
10 Pemukiman 3.185,71
11 Pasir Darat 247,56
12 Tanah Kosong 640,63
13 Sungai 1.909,55
JUMLAH DAN DISTRIBUSI
PENDUDUK
Jumlah Penduduk Kabupaten
Bangka Barat Tahun 2007 adalah sebesar
142.574 jiwa (Sumber Dinas Kependudukan
dan Catatan Sipil Kab. Bangka Barat Tahun
2008) yang terdiri dari jumlah penduduk
laki-laki 73.292 jiwa dan jumlah penduduk
perempuan 69.282 jiwa . Kalau dilihat dari
tabel diatas Untuk selang waktu tahun 2001
– 2007 Kabupaten Bangka Barat
Mempunyai angka laju pertumbuhan
penduduk (LPP) sebesar 2,38 %. Sementara
bila dilihat dinamikanya pertumbuhan
penduduk tiap tahun pada selang waktu
antara 2001 sampai 2007 ada beberapa
kecamatan yang mengalami pertumbuhan
sangat tinggi dan ada juga yang malahan
negatif pertumbuhannya atau berkurang
jumlah penduduknya
PRASARANA TRANSPORTASI
a. Prasarana Transportasi Darat
Jaringan jalan yang ada di kab.
Bangka barat terdiri dari Jalan Negara, Jalan
Provinsi dan jalan Kabupaten. Berdasarkan
Tahun 2007 Jalan Negara sepanjang 81,00
km, Jalan Propinsi sepanjang 46, 80 km dan
Jalan Kabupaten sepanjang 421, 42 km.
Jalan Negara merupakan jaringan jalan yang
membentuk sumbu utama di wilayah
Kabupaten bangka barat yang
menghubungkan tanjung kalian –Muntok-
Simpang Teritip –Kelapa- batas Kabupaten
Ke Pangkal Pinang. Jalan Kabupaten dan
Jalan Propinsi serta jalan lokal dominan
merupakan cabang dari jalan negara. Oleh
karena itu pola jaringan jalan yang ada pada
dasarnya merupakan pola “tulang ikan” .
Beberapa titik pertemuan atau persimpangan
antara jalan negara dengan jalan-jalan
lainnya muntok, air limau, mayang,
pelangas, simpang teritip, ibul, kacung,
dendang, simpang bulin, kelapa, dan
simpang tempilang. Sebagai kelengkapan
dari pergerakan transportasi jalan raya,
dewasa ini ada 3 terminal dikab. Bangka
barat, yaitu:
• Terminal Muntok yang merupakan
terminal utama di kab.bangka barat
yang melayani trayek antar propinsi ke
palempang antar kabupaten di pulau
bangka antar kecamatan di bangka barat
dan lokal sekitar kota dan kecamatan
muntok.
• Terminal Parit Tiga Jebus yang lebih
merupakan sub-terminal yang melayani
trayek antar kabupaten (ke sungailiat)
antar kecamatan (ke muntok,
tempilang)dan lokal di kecamatan jebus
• Terminal Kelapa yang lebih merupakan
terminal perlintasan ataupun sub
terminal yaitu melayani perlintasan
Muntok- Kelapa- Pangkal pinang.
b. Prasarana Pelabuhan Laut dan
Penyebrangan
Pada saat ini Kab. Bangka Barat memiliki 5
pelabuhan penyebrangan yaitu:
• Pelabuhan Muntok yang terletak di
Simpul perkotaan Muntok (Kel.
Tanjung Kec.Muntok) yang melayani
pergerakan barang dan penumpang
• Pelabuhan Tanjung Kelian diujung
barat Pulau Bangka yang terletak di
desa Air Putih Kecamatan Muntok,
yang melayani angkutan penyeberangan
Muntok- Palembang.
• Pelabuhan Tanjung Ru, di Desa Bukit
Kecamatan Jebus yang melayani
penyebrangan ke Belinyu dengan
menggunakan perahu rakyat dan
bahkan perahu nelayan, untuk
menyebrangkan orang dan barang.
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086
Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
316
• Pelabuhan Kayu arang terletak di desa
kayu arang Kecamatan Kelapa yang
dahulu merupakan pelabuhan
penyebrangan Palembang-Katu arang
yang dewasa ini tidak dimanfaatkan
lagi untuk itu, sehingga pada lokasi
pelabuhan ini lebih banyak dipakai
sebagai tambatan perahu nelayan.
SEKTOR EKONOMI
Masyarakat Muntok dari zaman
belanda hingga kini terkenal dengan timah
dan perkebunan lada. Timah Muntok
merupakan sumber tambang timah terbesar
di Indonesia. Penambangan timah oleh kapal
hisap diperairan laut merupakan bentuk
ekspansi pertambangan timah yang
dilakukan di darat, akhir-akhir ini disoroti
sebagai bentuk kegiatan perusakan
lingkungan. Usaha industri yang banyak di
kab.bangka barat adalah industri yang
mendukung pertambangan timah misalnya
industri pengolahan biji timah (smelter).
Sesuai dengan kondisi geografisnya yang
terletak diperairan dekat laut yang kaya akan
keanekaragaman hayati laut, penduduk
sekitar pesisir pada umumnya memiliki mata
pencaharian sebagai nelayan. Daerah
Teresterial yang didominasi dengan hutan
sekarang ini banyak berubah menjadi lahan
tanaman hutan industri seperti karet, kelapa
sawit, dan lahan hutan yang diubah menjadi
perkebunan antara lain perkebunan lada.
Selain bekerja pada pemerintahan, hanya
sebagian kecil masyarakat bergerak dibidang
jasa misalnya jasa untuk mendukung
pariwisata yang terkenal dengan pantainya
yang indah.
KESIMPULAN
BAPETEN sebagai badan pengawas
yang memiliki tujuan untuk menjamin
keselamatan pekerja, masyarakat serta
perlindungan terhadap lingkungan hidup
memiliki beberapa perangkat pengawasan
dalam rangka antisipasi pembangunan PLTN
di Indonesia salah satunya adalah
pemantauan rona awal lingkungan pada
calon tapak PLTN. Rona awal merupakan
pedoman/acuan untuk menentukan kualitas
lingkungan calon tapak PLTN khususnya
tapak Muntok, Kab. Bangka Barat pada
tahap pembangunan dan pengoperasian
sampai dekomisioning PLTN dimasa
mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
1 Data Kependudukan, Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil Kab.
Bangka Barat, Tahun 2008 .
2 Data Dinas Pertanian dan Kehutanan
Kabupaten Bangka barat tentang
penggunaan lahan Kab. Bangka Barat.
3 Data Meteorologi dari stasiun
Meteorologi Pangkal Pinang Tahun
2007
4 Data dari BPS Kab. Bangka barat
Tahun 2007.
5 Kajian Potensi Air untuk kabupaten
Bangka Barat, Bappeda Kabupaten
Bagka Barat Tahun 2007.
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086
Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
317
PENGOLAHAN LIMBAH BORON-10 DARI OPERASI PLTN TIPE PWR
DENGAN TEKNIK SOLIDIFIKASI HYPER CEMENT
Subiarto, Cahyo Hari Utomo Pusat Teknologi Limbah Radioaktif- BATAN
ABSTRAK
PENGOLAHAN LIMBAH BORON-10 DARI OPERASI PLTN TIPE PWR DENGAN TEKNIK SOLIDIFIKASI HYPER CEMENT. Telah dilakukan pengkajian pengolahan limbah boron-10
dari operasi PLTN tipe PWR. Pada sistem air pendingin primer untuk PLTN tipe reaktor air ringan
bertekanan (pressurized water reactor, PWR), penanganan jumlah neutron yang terbentuk dari reaksi fisi di
dalam reaktor selain dengan menggunakan batang kendali saat siklus awal juga dilakukan dengan
penambahan boron dalam bentuk asam borat. Asam borat ini ditambahkan kedalam air pendingin primer pada
kadar 4000 ppm untuk menyerap neutron. Asam borat dalam limbah cair (air pendingin bekas) akan
memberikan kesulitan dalam proses sementasi untuk isolasi dan pengungkungan unsur radioaktif, karena
beton hasil pemadatan akan menjadi sulit untuk mengeras. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu dilakukan
pengurangan kadar boron dengan teknik pengenceran tapi ini akan menambah volume limbah solidifikasi
yang dihasilkan. Sebagai jalan keluar limbah asam borat dikelola dengan teknik solidifikasi (hyper-cement)
yang menggunakan material semen yang menambah kandungan borat dalam produknya.
Kata kunci : Limbah boron-10, PWR, Tehnik solidifikasi
ABSTRACT
THE TREATMENT OF BORON -10 WASTE GENERATED FROM PWR'S TYPE OF
NUCLEAR POWER PLANT OPERATION USING HYPERCEMENT SOLIDIFICATION . The
assesment of treatment of boron – 10 waste generated from PWR's type of Nuclear Power Plant have been
carried out. On the primary coolant water system for PWR's type of NPP, the handling of amount of neutron
formed from fission reaction within reactor besides using control rod at the starting up of the reactor, it was
also done by adding boron in boric acid form. Boric acid was added into primary coolant water at the
content cementation product of 4000 ppm to absorb neutron. Boric acid in liquid waste (spent coolant water)
would give difficulties in solidification process for radioactive elements isolation since it would hinder the
hardening process of the concrete of solidification product materials. To overcome this problem , it is
necessary to reduce the amount of boric by dilution technique, but this will increase the waste volume of the
solidification products of waste solidification. Therefore there is a need to develop a solidification technique
using cement materials that increases the borate content in products.
Keywords : Boron-10 waste, PWR, solidification
PENDAHULUAN
Penggunaan boron-10 dalam bentuk
asam borat diperlukan untuk menyerap
neutron yang dihasilkan selama reaksi fisi di
dalam reaktor tipe pwr , karena penggunaan
batang kendali saja tidak memadai. Boron
dalam bentuk asam borat ditambahkan ke
dalam sistem air pendingin primer pada
kandungan 4000 ppm [1,2]. Penambahan
boron ini di dalam reaktor menjalankan
fungsi :
Mengendalikan reaktivitas teras.
Meratakan fluks neutron agar bahan
bakar mengalami pembakaran yang
sama.
Reaksi penyerapan neutron oleh boron
adalah [2] :
5
B
10
+
0
n
1
→
3
Li
7
+
2
α
4
Selain harganya mahal, keberadaan elemen
boron di dalam limbah tidak dikehendaki
karena akan mencemari lingkungan,
karenanya diupayakan pengambilan kembali
boron ini di dalam sistem air pendingin
primer reaktor tipe PWR. Pengambilan
kembali ini bisa dilakukan baik dengan
menggunakan metoda evaporasi ataupun
dengan menggunakan resin penukar ion.
Berdasarkan pertimbangan
ekonomi dan keselamatan, asam borat yang
terdapat dalam air pendingin bekas diambil
kembali melalui proses evaporasi sehingga
diperoleh asam borat sebagai pekatan yang
digunakan kembali dan kondensat yang
dipakai sebagai air make-up. Jika air
berkadar boron cukup tinggi mengalami
pendinginan, maka akan ada resiko
penyumbatan saluran pipa karena
terbentuknya kristal. Telah diketahui pula
kondisi proses yang optimal agar pada
proses evaporasi belum terdapat resiko
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086
Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
318
penyumbatan oleh terjadinya kristal asam
borat, yaitu pada kadar asam borat
maksimum 6 % [1]
Asam borat dapat pula diambil
kembali dengan metode penukar ion. Resin
yang dipergunakan adalah resin penukar
anion basa lemah. Larutan asam borat
dialirkan melalui kolom penukar ion berisi
resin penukar anion berukuran 20 – 50 mesh,
sehingga ion-ion borat terkonsentrasi pada
resin. Kemudian resin dielusi dengan air dan
dalam fraksi efluen , kandungan isotop B10
akan meningkat pada akhir tahap elusi.
Faktor pemisahan terbaik yang diperoleh
adalah sebesar 1,03 pada temperatur operasi
25°C, kecepatan umpan boron dalam bentuk
larutan asam borat 0,101 M adalah 50
ml/jam/cm2 dan kecepatan elusi sebesar 38
ml/jam/cm2 dalam kolom uji berukuran 0,8
cm x 48 cm Dapat pula diketahui bahwa
temperatur operasi yang lebih tinggi dan laju
alir umpan boron yang lebih besar akan
mengakibatkan kecenderungan pengurangan
faktor pemisahan. Larutan yang
mengandung banyak isotop B10
akan
terkumpul terpisah di bagian belakang dari
proses elusi. Ada metoda lain, juga secara
catu, untuk meningkatkan kandungan isotop
B10
dalam larutan asam borat dari 19,78 %
menjadi 91 % dengan mengalirkan larutan
umpan melewati resin penukar anion basa
lemah berukuran 80 – 100 mesh di dalam
kolom penukar ion sepanjang 256 cm
dengan menggunakan air sebagai eluen.
Konsentrasi umpan asam borat adalah 0,1
mol/dm3dan kecepatan elusi sebesar 20
cm3/jam/cm
2 pada temperatur operasi 40°C.
Faktor pemisahan yang diperoleh konstan
sepanjang kolom, yakni sebesar 1,0100 ±
0,0005 per 100 cm.[1,2]
Setelah unsur boronnya diambil
kembali, baik dengan cara evaporasi maupun
dengan penukar ion, maka limbah radioaktif
yang tersisa dapat diproses lebih lanjut agar
tidak mengancam keselamatan manusia dan
mengganggu keseimbangan lingkungan.
Dalam makalh ini akan dilakukan
pengkajian teknik solidifikasi untuk
digunakan dalam menangani limbah boron
dari operasi PLTN tipe PWR. Teknik
solidifikasi yang dipilih adalah solidifikasi
hyper – cement yang dapat mengurangi
volume limbah cair boron-10 dari PLTN
tipe PWR dengan cara solidifikasi semen
stabil.
KARAKTERISTIK LIMBAH BORON
DARI OPERASI PLTN TIPE PWR
Dari operasi PLTN tipe PWR akan
ditimbulkan limbah radioaktif cair
terkonsentrasi boron dengan karakteristik
sebagai berikut : [3]
1. Tipe limbah : limbah aktivitas rendah
2. Kerapatan jenis : 1,2 g/cm3
3. Karakteristik fisik : gambaran umum
berupa lumpur dimana mayoritas air limbah
telah diolah baik dengan cara evaporasi
maupun dengan resin penukar ion.
4. Komponen fisik : konsentrat boron 90 %
dan air 10 %.
Konsentrat boron didisposal jika
tidak bisa digunakan kembali, karena
terkontaminasi secara kimia sehingga
menghalangi penggunaannya kembali.
Bentuknya secara fisik berupa lumpur yang
densitasnya lebih besar daripada air. Setelah
diolah maka limbah disolidifikasi ke dalam
drum 200 l dan kemudian ditempatkan di
dalam kontainer yang memenuhi standar
ISO. Radioaktivitas dari limbah terdiri dari
pemancar alfa, beta dan gamma.
SOLIDIFIKASI LIMBAH
KONSENTRAT BORON
Limbah radioaktif cair yang
mengandung boron setelah diambil
boronnya baik dengan cara evaporasi
maupun penukar ion, maka limbah
konsentratnya kemudian disolidifikasi agar
dapat dengan aman disimpan di fasilitas
penyimpanan. Dalam makalah ini akan
ditampilkan satu teknik solidifikasi yang
menghasilkan tidak begitu banyak limbah
untuk dibuang di fasilitas penyimpanan
lestari, jauh lebih sedikit dibandingkan cara
solidifikasi konvensional, yang dinamakan
teknik solidifikasi hyper-cement. Dengan
menggunakan teknik ini, rasio reduksi
volume limbah yang dihasilkan lebih besar
dibandingkan dengan cara teknik bitumen,
yang secara konvensional digunakan dalam
solidifikasi limbah cair terkonsentrasi dari
PLTN tipe PWR.
Material semen diketahui sangat
bagus untuk solidifikasi limbah radioaktif
karena sifat tak tembus airnya setelah
pengerasan dan sifat penyerapannya yang
tinggi terhadap elemen radioaktif ke dalam
material yang mengeras. Sejalan dengan
kesederhanaan proses solidifikasi
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086
Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
319
menggunakan bahan- bahan ini, sistem
solidifikasi semen telah beroperasi di banyak
fasilitas nuklir. Tetapi proses pengerasan
kadang-kadang terhambat oleh kehadiran
komponen-komponen tertentu seperti asam
borat dan asam fosfat sebab unsur-unsur
tersebut mengganggu reaksi hidrasi semen.
Gangguan ini menjadi titik perhatian khusus
dalam hal solidifikasi limbah cair
terkonsentrasi dari reaktor tipe air
bertekanan (PWR) karena komponen
utamanya adalah asam borat. Untuk
menghindari gangguan ini, adalah perlu
untuk mengurangi kandungan komponen ini
pada solidifikasi semen, tetapi ini
mengakibatkan bertambahnya volume
produk solidifikasi limbah. Untuk alasan ini
diperkenalkanlah teknik bitumen dimana
garam- garam dari campuran borat dan
elemen-elemen radioaktif dicampurkan
kedalam aspal molten. Teknik ini dapat
mengurangi timbulnya produk solidifikasi
limbah di PLTN tipe PWR. Tapi proses
solidifikasi ini rumit dan kadang-kadang
diperlukan perbaikan peralatan akibat
aktivasi aspal molten pada temperatur tinggi
yang berujung pada korosi logam. Jadi perlu
dikembangkan teknik solidifikasi
menggunakan bahan semen yang menambah
kandungan borat dalam produknya.
DATA DAN PEMBAHASAN
a, Proses Solidifikasi Hyper - Cement
Telah dikembangkan teknik
solidifikasi semen yang baru, yang dikenal
dengan nama teknik solidifikasi hyper-
cement yang menghasilkan reduksi volume
limbah yang tinggi. Teknik ini terdiri dari 2
proses : proses pengeringan untuk
mengurangi volume limbah radioaktif dan
proses sementasi untuk solidifikasi sejumlah
besar produk pengeringan dengan semen.
Menggunakan teknik ini, rasio reduksi
volume limbah lebih besar daripada jika kita
menggunakan teknik bitumen.
Gambar 1 menunjukkan proses
solidifikasi (pemadatan) yang dikembangkan
untuk limbah radioaktif terkonsentrasi dari
PLTN tipe PWR .
Mula-mula teknik pra-pengolahan
diterapkan untuk mengubah borat yang larut
menjadi borat yang tak larut dengan
menambahkan bahan kimia Ca (OH)2 ke
dalam larutan sebelum pengeringan. Dengan
menambahkan Ca (OH)2 ke dalam limbah
cair, kristal kalsium dan campuran boron
akan mengendap dalam limbah cair. Ca dan
boron (B) ini tidak akan berpengaruh
terhadap reaksi hidrasi semen karena
keduanya tidak larut dalam air [4].
Dalam proses kedua, dengan tujuan untuk
mengurangi volume limbah cair dari PLTN
tipe PWR , limbah cair pra pengolahan
direduksi menjadi bentuk bubukan padat
dengan metode pengeringan. Telah
dikembangkan peralatan evaporasi untuk
lmbah cair dan resin bekas. yang dinamakan
“wiped film evaporator”. Kondisi optimum
untuk proses pengeringan limbah cair
terkonsentrasi dari PWR adalah pada rasio
mol Ca/B antara 0,4 – 0,6. Faktor
dekontaminasi (DF) dari “wiped film
evaporator” pada kondisi ini adalah 300 –
400, dan nilai ini sudah cukup tinggi
dibandingkan dengan yang diharapkan.[4]
Dalam proses selanjutnya, limbah
bubuk ini disolidikasi dengan semen. Semen
ini mengandung campuran khusus yang
mendispersi partikel-partikel semen dan
limbah bubuk dalam air pencampur, dan
hasil campuran ini viskositasnya rendah.
Konsekwensinya, sejumlah besar limbah
bubuk dapat dicampurkan secara homogen
dan rasio reduksi volumenya 6 – 7 kali lebih
besar dibandingkan dengan proses
solidifikasi semen konvensional.[4]
b. Kandungan Asam Borat dalam
Solidifikasi Semen
Rasio mol Ca/B dari limbah bubuk
dipilih sebesar 0,5 – 0,6 dan bahan semen
yang digunakan untuk solidifikasi bubuk ini
adalah campuran dari semen portland biasa
dan kerak sisa pembakaran. Dalam rangka
menambah jumlah limbah bubuk yang
disolidifikasi dalam drum 200 l (untuk
dibandingkan dengan solidifikasi dengan
bitumen), akan dipelajari hubungan antara
jumlah asam borat yang disolidifikasi
dengan dua sifat, yakni viskositas campuran
dan kuat tekan setelah proses pengerasan.
Dipilih pula kondisi optimum untuk proses
solidifikasi semen, yakni viskositas
campuran yang rendah ( < 50 dPa.s ) dengan
tujuan untuk memperoleh kuat tekan yang
tinggi ( > 5 MPa ).
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086
Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
320
Gambar 1. Proses solidifikasi limbah dengan bahan matriks semen
Gambar 2. Hubungan antara kadar asam borat dalam pemadatan dengan semen dan viskositas
campuran.
Gambar 2 menunjukkan hubungan
antara kandungan asam borat dalam
solidifikasi semen untuk drum berukuran
200 l dengan viskositas campuran. Diperoleh
bahwa viskositas campuran itu terjaga tetap
rendah meskipun campuran berisi sekitar
delapan kali lipat lebih banyak asam borat
(sebanyak 110 kg dalam drum 200 liter )
dibanding dengan proses sementasi
konvensional. Karena campuran menambah
potensial zeta dari bubukan dalam air, maka
partikel-partikel saling tolak-menolak satu
sama lain sehingga mengurangi viskositas
campuran.
Tabel 1 memperlihatkan kuat tekan
dari produk solidifikasi setelah 28 hari.
Diperoleh bahwa kuat tekan campuran
terjaga tetap tinggi, di atas lebih dari 5 Mpa
sekalipun mengandung sekitar 8 kali lebih
banyak asam borat (sekitar 110 kg dalam
drum 200 liter) daripada semen
konvensional.
Hasil ini menguatkan kemungkinan
untuk menambah kandungan asam borat
dalam produk solidifikasi. Dibandingkan
dengan teknik solidifikasi semen
konvensional, teknik solidifikasi hyper
cement yang baru ini memberikan sekitar 8
Vis
cosi
tas
(dP
a’s)
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086
Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
321
kali lipat penambahan jumlah kandungan
asam borat dalam produk solidifikasi.
Tabel 1. Kuat Tekan Produk Solidifikasi
setelah 28 Hari [4]
Jumlah Asam
Borat
Kuat Tekan ( MPa )
Semen
Solidifikasi
Baru
Kondisi
Optimum
100 kg 10,0 > 5
110 kg 6,7 > 5
c. Pelindian Produk Solidifikasi
Studi pelindian radionuklida-
radionuklida dari produk solidifikasi
penting dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui kemampuan pengungkungan
kandungan radionuklida dari produk
solidifikasi . Pelindian limbah radioaktif
aktivitas rendah tersolidifikasi diukur
dengan sebuah prosedur uji jangka pendek
(metoda American National Laboratory).
Radionuklida yang digunakan adalah Cs-137
dan Co-60. Spesimen sampel untuk uji
pelindian adalah sebuah silinder sirkuler
dengan diameter 1,8 cm dan panjang 1,4 cm.
Indeks pelindian dihitung berdasarkan
difusivitasnya.
Gambar 3 menunjukkan hubungan
antara waktu pelindian dengan difusivitas
Cs-137 dan Co-60, sedangkan tabel II
menunjukkan indeks pelindian yang
diperoleh.
Tabel 2 . Indeks Pelindihan untuk Cs-137
dan Co-60 [4]
Jumlah
Asam Borat
Indeks Pelindihan
Cs-137 Co-60
100 kg
9,2 12,6
9,3 12,7
110 kg
9,6 12,6
9,3 12,5
Indeks pelindihan nuklida-nuklida
penting yang dioeroleh dengan metoda ANL
adalah sekitar 9 untuk Cs-137 dan sekitar 12
untuk Co-60. Hasil ini menunjukkan bahwa
produk yang dihasilkan dengan teknik ini
telah memenuhi regulasi disposal limbah
aktivitas rendah Amerika Serikat.
Limbah cair simulasi yang
mengandung campuran natrium dan boron
(21.000 ppm boron) dan bubuk Ca (OH)2
(ratio mol Ca/B adalah 0,5) dicampurkan
pada suhu 80 °C , dan campuran lalu
dikeringkan dengan “wiped film
evaporator”.
Campuran mengandung asam borat
sebanyak 100 kg dalam drum 200 l. Volume
limbah tersolidifikasi direduksi hingga
seperdelapan volume limbah menggunakan
teknik solidifikasi semen konvensional.
Gambar 4 (a) menunjukkan peralatan skala
penuh.dan Gambar 4 (b) menunjukkan hasil
solidifikasi dalam drum 200 liter dengan
teknik baru sementasi.
Gambar 3. Hubungan antara waktu lindi dengan difusifitas Cs-137 dn C0-60
Dif
usi
fita
s (c
m2/s
)
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086
Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
322
Gambar 4.Peralatan Solidifikasi dan drum 200 l hasil olahan
Perubahan konsumsi daya motor
diukur selama operasi proses solidifikasi.
Nilai rata-rata konsumsi daya motor selama
operasi adalah 2 kWh, nilai puncak adalah
sekitar 2,5 kWh. Fluktuasi konsumsi daya
motor yang relatif kecil selama operasi
disebabkan oleh gerakan ke bawah yang
halus dari film tipis yang terbentuk pada
permukaan dalam dari dinding yang dipanasi
ke dasar “wiped film evaporator”. Bubukan
diketahui mempunyai kurang daripada 10 %
berat campuran. Hasil ini memenuhi nilai
yang ditargetkan (50 dPa.s), juga
dikonfirmasikan bahwa tidak ada benda-
benda padat di peralatan solidifikasi semen.
Temperatur puncak di inti produk adalah
sekitar 60 °C setelah 6 jam pencampuran.
Gambar 4 (b) menunjukkan foto dari produk
drum berukuran 200 liter yang diproduksi
menggunakan peralatan solidifikasi semen
skala penuh. Pada hasil solidifikasi tidak
ditemukan adanya cacat, retakan, rongga
ataupun kandungan sedimentasi. Hasil ini
mengkonfirmasi bahwa limbah cair boron-
10 terkonsentrasi dari PLTN tipe PWR
telah dapat disolidifikasi dengan baik
memakai teknik solidifikasi hyper cement
ini. Volume limbah yang dihasilkan dari
teknik solidifikasi hyper cement ini adalah
seperdelapan dibandingkan dengan jika
menggunakan solidifikasi konvensional.
KESIMPULAN
Telah dikembangkan sebuah teknik
solidifikasi semen yang baru ( teknik
solidifikasi hyper cement ) untuk limbah cair
boron-10 terkonsentrasi yang ditimbulkan
oleh PLTN tipe PWR. Volume limbah
berkurang hingga seperdelapan
dibandingkan jika menggunakan teknik
solidifikasi konvensional. Produk
solidifikasi mempunyai sifat yang bagus dan
memenuhi standar regulasi disposal limbah
aktivitas rendah di Amerika Serikat.
DAFTAR PUSTAKA
1. ZAINUS SALIMIN, Pengambilan
Kembali Asam Borat dari Limbah Cair
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir
Jenis Reaktor Air Ringan Bertekanan,
PTPLR – BATAN, Serpong, 2003.
2. MULYONO DARYOKO,
Prarancangan Alat Pengambilan Asam
Borat dari Sistem Air Pendingin Primer
PLTN – Reaktor Air Ringan
Bertekanan, 1000 MW, Pusat
Teknologi Limbah Radioaktif,
BATAN, Serpong, 2006.
3. Devenport Management Limited,
Waste Stream 7D 38 Low Level Waste
– PWR 1&2 Boron Concentrate, USA,
2007.
4. M. KANEKO, M. TOYOHARA, T.
SATOH, Development of High
Volume Reduction and Cement
Solidification Technique for PWR
Concentrated Waste, WM '01
Conference, Tucson, AZ, 2001.