roda gigi mesin bubut ( hanafi ahmar)
TRANSCRIPT
BAB I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pemilihan Roda Gigi
Roda Gigi merupakan salah satu elemen mesin yang berfungsi untuk
mentransmisikan daya dan putaran, mereduksi dan mempercepat putaran.
Dibandingkan dengan elemen mesin yang lainnya yang juga dapat dipergunakan
untuk mentransmisikan daya dan putaran seperti sabuk dan rantai, maka roda gigi
memiliki kelebihan dan keunggulan tersendiri.
Roda gigi lebih ringkas dalam hal pemindahan daya dan putaran tinggi.
Konstruksinya sederhana jika dibandingkan dengan rantai yang dalam
pengoperasiannya relatif bising. Selain itu, akurasi pemindahan daya dan putaran
pada roda gigi lebih tinggi dibandingkan dengan sabuk dan rantai. Berdasarkan hal
tersebut, maka dapat dipahami jika roda gigi yang dipilih sebagai alat transmisi pada
mesin bubut ini.
Dari sekian banyak jenis roda gigi, roda gigi yang dipakai adalah jenis roda
gigi yang porosnya sejajar dan dipilih roda gigi lurus karena jalur roda gigi lurus
tidak akan menimbulkan reaksi yang sejajar poros. Tetapi roda gigi juga memiliki
kekurangan yang umumnya dijumpai pada saat operasionalnya, antara lain :
memerlukan ketelitian yang besar dalam hal pembuatan (produksi), pemasangan dan
pemeliharaan, dapat terjadi kerusakan pada salah satu giginya jika terjadi
pembebanan yang cukup besar, kurang efisien digunakan untuk transmisi daya
dengan jarak poros yang relatif jauh. Disamping roda gigi dapat mengalami
kerusakan yang berupa patah gigi ataupun permukaan tergores disebabkan pecahnya
selaput minyak pelumas. Biasanya kekuatan gigi terhadap lenturan dan tekanan
permukaan merupakan hal yang sangat penting dalam hal ini.
1
1.2 Tujuan
Adapun penulisan laporan ini bertujuan agar mahasiswa tahu dan
memahami cara kerja roda gigi serta mampu merancang roda gigi, mengetahui
elemen-elemen atau aksesoris sebuah roda gigi transmisi beserta fungsinya. Jenis
tegangan yang dialami oleh roda gigi, poros dan bantalan dan hal-hal lain yang
nantinya berhubungan dengan laporan roda gigi ini. Dengan merancang roda gigi ini
mahasiswa sudah biasa menerapkan teori-teori yang diperoleh dari mata kuliah
Elemen Mesin I & II.
1.3 Batasan Masalah
Lingkup dari perencanaan tulisan ini adalah perhitungan dan perencanaan
roda gigi transmisi pada mesin bubut type LN-1840 (Engine Lathe machine) yang
meliputi : mekanisme sistim tranmisi roda gigi, perancangan poros, perancangan roda
gigi, perancangan spline dan naaf serta perancangan bantalan.
Spesifikasi dari perancangan ini adalah :
Daya : 4,5 PS
Putaran : 1600 rpm
1.4 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan tugas rancang roda gigi ini adalah :
a. Agar mahasiswa dapat merancang roda gigi.
b. Agar mahasiwa dapat memahami prinsip roda gigi.
c. Agar mahasiswa dapat menghitung ukuran – ukuran utama roda gigi dan rasio roda
gigi.
d. Agar mahasiswa memahami hubungan karakteristik bahan dan sifat yang
dibutuhkan dalam merancang suatu roda gigi.
2
1.5 Metodologi Perancangan
Perancangan roda gigi yang digunakan untuk mentransmisikan daya sebesar
4,5 PS dengan putaran 1600 rpm, dilakukan dengan urutan :
a. Perencanaan poros
b. Perencanaan roda gigi
c. Perencanaan spline dan naaf
d. Perencanaan bantalan
e. Penentuan temperatur kerja dan pelumasan.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fungsi Roda Gigi
Roda gigi merupakan salah satu elemen mesin yang berfungsi untuk
menstransmisikan daya dan putaran, mereduksi dan mempercepat putaran. Dalam
dinamika permesinan roda gigi mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki alat
transmisi lain, yakni : lebih ringkas, kemungkinan terjadi slip kecil, efisiensi mekanis
tinggi dan umur lebih panjang.
2.2 Klasifikasi Roda Gigi
Berdasarkan letaknya pada poros, roda gigi dapat dikelompokkan atas tiga bagian,
yaitu :
1. Roda gigi dengan poros sejajar
2. roda gigi dengan poros berpotongan
3. Roda gigi dengan poros silang
Klasifikasi roda gigi dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut :
Letak Poros Roda Gigi Keterangan
Roda Gigi dengan poros
sejajar
Roda gigi lurus
Roda gigi miring
Roda gigi miring ganda
Klasifikasi atras dasar
bentuk alur gigi.
Roda gigi luar
Roda gigi dalam dan
pinion
Batang gigi dan pinion
Klasifikasi atas dasar
bentuk dan gigi.
Roda gigi dengan poros Roda gigi kerucut lurus Klasifikasi atas dasar
4
berpotongan
Roda gigi kerucut spiral
Roda gigi kerucut tedol
Roda gigi kerucut miring
Roda gigi kerucut miring
ganda
bentuk jalur gigi.
Roda gigi permukaan
dengan poros berpotongan
Roda gigi dengan poros
berpotongan berbentuk
istimewa.
Roda dengan poros silang
Roda gigi miring silang
Batang gigi miring silang
Kontak tiitk
Gerakan lurus dan
berputar
Roda gigi cacing slindris
Roda gigi cacing selubung
ganda (globoid)
Roda gigi cacing
sampingan
Roda dengan poros silang
Roda gigi hyperboloid
Roda gigi hipoid
Roda gigi permukaan
silang
(Sumber : Sularso, hiyotetsu Suga “Dasar Perancangan dan Pemilihan Elemen
Mesin”)
2.2.1 Roda Gigi dengan Poros Sejajar
Roda gigi dengan poros sejajar memiliki gigi-gigi yang sejajar pada dua
bidang silinder dan dua bidang silinder tersebut bersinggungan yaitu satu
menggelinding pada ujung yang lain dengan sumbu tetap sejajar.
5
Roda Gigi Lurus ( Spurs Gear )
Merupakan roda gigi paling dasar dengan jalur roda gigi sejajar poros.
Gambar 2.1 Roda Gigi Lurus
Roda Gigi Miring ( Helical Gear )
Roda gigi miring mempunyai jalur gigi yang membentuk ulir pada silinder
jarak bagi. Pada roda gigi miring ini, jumlah pasangan gigi yang saling
membuat kontak serentak (disebut perbandingan kontak) adalah lebig besar
daripada roda gigi lurus, sehingga perpindahan momen atau putaran melalui
gigi-gigi tersebut dapat berlansung dengan halus. Sifat ini sangat baik untuk
menstransmisikan putaran tinggi dan beban besar. Namun, roda gigi miring
memerlukan bantalan aksial dan kotak roda gigi yang besar dan kokoh, karena
jalur gigi yang berbentuk ulir tersebut menimbulkan gaya reaksi yang sejajar
dengan poros.
Gambar 2.2 Roda Gigi Miring
6
Roda Gigi Miring Ganda
Gaya aksial yang ditimbulkan pada gigi membentuk alur berbentuk V tersebut
akan saling meniadakan. Dengan roda gigi ini, perbandingan reduksi,
kecepatan keliling dan daya yang diteruskan dapat diperbesar tetapi
pembuatannya sukar.
Gambar 2.3 Roda Gigi Miring Ganda
Roda Gigi Dalam dan Pinion
Roda gigi ini dipakai jika diingini alat transmisi dengan ukuran kecil dengan
perbandingan reduksi besar karena pinyon terletak di dalam roda gigi.
Gambar 2.4 Roda Gigi Dalam
7
Batang Gigi dan Pinion
Merupakan dasar profil pahat pembuat gigi. Pasangan antara batang gigi dan
pinyon digunakan untuk mengubah gerakan putar menjadi lurus atau
sebaliknya.
Gambar 2.5 Roda Gigi Pinyon dan Batang Gigi
2.2.2 Roda Gigi dengan Poros Berpotongan
Pada roda gigi ini, bidang jarak bagi merupakan bidang kerucut yang
puncaknya terletak di titik potong sumbu poros.
1. Roda Gigi Kerucut Lurus
Dengan gigi lurus adalah yang paling mudah dibuat dan paling sering dipakai.
Tetapi roda gigi ini sangat berisik karena perbandingan kontaknya yang kecil
juga konstruksinya tidak memungkinkan pemasangan bantalan pada kedua
ujung porosnya.
8
Gambar 2.6 Roda Gigi Kerucut Lurus
2. Roda Gigi Kerucut Spiral
Karena mempunyai perbandingan kontak yang besar, maka roda gigi ini dapat
meneruskan putaran tinggi dan beban besar. Sudut poros kedua roda gigi ini
biasanya dibuat 900.
Gambar 2.7 Roda Gigi Kerucut Spiral
9
3. Roda Gigi Permukaan
Roda gigi ini sama halnya dengan roda gigi lurus yakni berisik karena
perbandingan kontak yang kecil. Roda gigi ini tidak cocok dipakai pada
putaran dan daya yang tinggi.
Gambar 2.8 Roda Gigi Permukaan
2.2.3 Roda Gigi dengan Poros Silang
1. Roda Gigi Cacing Slindris
Roda gigi ini mempunyai gigi cacing berbentuk silinder.
Gambar 2.9 Roda Gigi Cacing Slindris
10
2. Roda Gigi Gobloid (Cacing Gobloid)
Digunakan untukl gaya yang lebih besar karena perbandingan kontak yang
lebih besar.
Gambar 2.10 Roda Gigi Cacing Gobloid
3. Roda Gigi Hipoid
Roda gigi ini mempunyai jalur berbentuk spiral pada bidang jerucut yang
sumbunya bersilang. Pemindahan gaya pada permukaan gigi berlangsung
secara meluncur dan menggelinding.
Gambar 2.11 Roda Gigi Hipoid
11
2.3 Nama-nama Bagian Roda Gigi dan Ukurannya.
Nama-nama bagian utama dari sebuah roda gigi terlihat dalam gambar berikut
:
Gambar 2.13 Nama-nama Bagian Roda Gigi
Adapun nama-nama bagian roda gigi lurus, antara lain :
- Lingkaran puncak (pitch circle) adalah suatu lingkaran teoritis terhadap mana
semua perhitungan biasa didasarkan. Lingkaran puncak atau lingkaran jaeak
bagi dari sepasang roda gigi saling bersinggungan satu sama lain. Pinion
adalah roda gigi terkecil yang diantara dua roda gigi yang berpasangan. Yang
lebih besar disebut roda gigi (gear).
- Jarak lengkung puncak (circular pitch) p, adalah jarak ddiukur pada lingkaran
puncak, dari satu titik pada sebuah gigi ke suatu titik yang berkaitan pada roda
gigi di sebelahnya. Jadi jarak lengkung puncak adalah sama dengan jumlah
tebal gigi (tooth thickness) dan lebar antara (width of space).
12
- Modul (module) m adalah perbandingan antara diameter puncak dengan
jumlah gigi. Satuan panjang yang biasa dipakai adalah milimeter. Modul
adalah indeks dari ukuran gigi pada standar SI.
- Diametral pitch (puncak diametral) P adalah perbandingan antara jumlah gigi
pada roda gigi dengan diameter puncak atau kebalikan dari modul. Karena
puncak diametral hanya menggunakan satuan Inggeris, dinyatakan dalam
jumlah gigi per inci.
- Addendum a adalah jarak radial antara bidang atas (top land) dengan
lingkaran puncak. Dedendum b adalah jarak radial dari bidang bawah (bottom
land) ke lingkaran puncak. Tinggi keseluruhan (whole depth) ht adalah jumlah
dedendum dan addendum.
- Lingkaran kebebasan (clearance circle) adalah lingkaran yang bersinggungan
dengan lingkaran addendum dari pasangan roda gigi tersebut. Kebebasan
(clearance) c adalah besaran yang disediakan dedendum bagi addendum dari
roda gigi pasangannya. Kibasan-punggung (back-lash) adalah besaran yang
diberikan oleh lebar antara dari satu roda gigi kepada tebal gigi dari roda gigi
pasangannya diukur pada lingkaran puncak.
13
2.4 Assembling
Gambar 2.14. Assembling
Keterangan Gambar :
1. Rotary head motor
2. Spline
3. Input Pinion
4. Roda Gigi Input
5. Roda Gigi Perantara Input
6. Roda Gigi Perantara Output
7. Roda Gigi Output
8. Spindel (Rod Drill)
9. Bantalan bola baris tunggal
10. Bantalan bola baris tunggal
14
2.4 Mekanisme Transmisi Roda Gigi
Dalam perencanaan ini, jenis roda gigi yang dipakai pada mesin bubut type
“LN-1840”, spesifikasi daya 4,5 PS dan putaran 1600 rpm dengan reduksi 1 : 0,9375
adalah roda gigi lurus.
Tidak seperti pada kendaraan otomotif, dimana variasi putaran diatur dengan
cara menggerakkan tuas untuk memutus atau menyambung putaran roda gigi yang
diinginkan, pada mesin bubut ini variasi putaran hanya dilakukan pada elektromotor
dan rotary head motor, sehingga keempat roda gigi selalu dalam keadaan tetap.
Putaran yang dihasilkan dari elektromotor diteruskan ke input pinion melalui
spline. Pada input pinion terdapat roda gigi input yang meneruskan putaran ke roda
gigi perantar input yang menyebabkan momen puntir bertambah. Putaran Roda gigi
perantara input menyebabkan roda gigi perantara output ikut berputar karena berada
dalam poros yang sama dengan roda gigi perantara input, yaitu pada poros perantara.
Kemudian putaran diteruskan ke roda gigi output yang menyebabkan momen puntir
bertambah lagi.
Roda gigi output yang berada tegak lurus poros kemudian memutar poros
output (spindel) melalui hubungan spline dan naaf. Roda diikatkan ke dalam spindle
sehingga roda ikut berputar. Karena pada ujung roda diberi mata pahat, maka proses
penakanan spesimen berlangsung dengan sendirinya serta dapat diatur dengan
menggunakan excapator oleh operator.
15
BAB III
PERENCANAAN POROS
Poros merupakan salah satu komponen terpenting dalam mesin yaitu suatu
bagian stasioner yang berputar, biasanya berpenampang bulat, dimana terpasang
elemen-elemen pemindah daya, seperti : Roda gigi, Pulley, Flywheel dan sebagainya.
Hampir setip mesin meneruskan daya dan putaran melalui poros.
3.1. Jenis-Jenis Poros.
Poros dapat dibedakan atas beberapa bagian menurut pembebanannya, yaitu:
a. Poros Transmisi.
Digunakan untuk memindahkan daya melalui; Kopling, Roda gigi, Pulley,
Sabuk atau Sproket dan Rantai. Poros ini menerima beban puntir dan beban
lentur.
b. Poros Spindel
Merupakan poros transmisi yang pendek dan digunakan memindahkan gaya
pada poros utama mesin perkakas. Beban utama berupa puntiran dan
deformasi yang terjadi pada poros harus kecil.
c.Poros Gandar
Poros Gandar ini tidak berputar dan beban utamanya adalah lenturan atau
lendutan.
Adapun jenis poros yang akan dirancang meliputi: perancangan poros pernggerak
atau poros input, poros perantara, dan poros spindle atau poros output.
16
3.2. Perencanaan Poros Input
Jenis poros yang direncanakan adalah poros yang digunakan pada Mesin
Bubut dengan daya yang ditransmisikan adalah : P = 4,5 PS dan Putaran : n = 1600
rpm.
Sehingga :
N = 4,5 x 0,735
= 3,31 kW
Perencanaan Daya rencana diperoleh dari rumus :
Pd = P.fc ………………………………………….………..(3.1)
Dimana :
Pd = Daya rencana (kW)
P = Daya keluaran motor penggerak (kW)
fc = Faktor koreksi
Ada beberapa jenis faktor koreksi sesuai dengan daya yang akan ditransmisikan sesuai dengan Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Jenis – jenis faktor koreksi berdasarkan daya yang akan ditransmisikan
Daya yang akan ditransmisikan factor koreksi (fc)
Daya rata-rata yang diperlukan 1,2 - 2.0
Daya maksimum yang diperlukan 0,8 - 1,2
Daya normal 1,0 - 1,5
Sumber: Dasar Pemilihan dan Perancangan Elemen Mesin, Sularso & Kiyokatsu Suga,
Hal. 7
17
Untuk momen torsi yang aman terhadap puntiran, maka factor koreksi yang dipilih
adalah daya maksimum yang diperlukan, dalam hal ini dipilih fc = 1
Sehingga daya rencana (Pd) adalah :
Pd = P . fc
= 1,0 x 3,31 kW
= 3,31 kW
Akibat daya dan putaran akan menimbulkan Momen puntir/Torsi sebesar :
Mt = 9,74.10 ………………………………………… (3.2)
= 9,74.10
= 2014,9625 Kg.mm
3.2.1. Bahan Poros
Dalam perancangan ini, poros input dibuat bersatu dengan roda gigi input (input pinion). Sehingga dalam memilih bahan untuk poros ini kita ambil dari tabel bahan roda gigi sebagai berikut:
Tabel 3.2. Tegangan lentur diijinkan pada bahan roda gigi
Kelompok bahan
Lambang bahan
Kekuatan tarikσB (kg/mm2)
Kekerasan (Brinnel)HB
Tegangan lentur yang dijinkanσa (kg/mm2)
Besi cor
FC 15 15 140 ÷ 160 7FC 20 20 160 ÷ 180 9FC 25 25 180 ÷ 240 11FC 30 30 190 ÷ 240 13
Baja corSC 42 42 140 12SC 46 46 160 19SC 49 49 190 20
Baja karbon untuk konstruksi
S 25 C 45 123 ÷ 183 21S 35 C 52 149 ÷ 207 26S 45 C 58 167 ÷ 229 30
18
mesin
Baja paduan dengan pengerasan kulit
S 15 CK 50400 (dicelup dingin dalam minyak)
30
SNC 21 80 600 (dicelup dingin dalam air)
35 ÷ 40
SNC 22 100 40 ÷ 55
Baja khrom nikel
SNC 1 75 212 ÷ 255 35 ÷ 40SNC 2 85 248 ÷ 302 40 ÷ 60SNC 3 95 269 ÷ 321 40 ÷ 60
Perunggu 18 85 5Logam delta 35 ÷ 60 - 10 ÷ 20Perunggu fosfor (coran)
19 ÷ 30 80 ÷ 100 5 ÷ 7
Perunggu nikel (coran)
64 ÷ 90 180 ÷ 260 20 ÷ 30
Damar phenol, dll
3 ÷ 5
Sumber : Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin, Sularso dan Kiyokatsu Suga, halaman 241
Dari tabel 3.2. kita pilih bahan poros input dari baja khrom nikel SNC 2 dengan kekuatan tarik b = 85 kg/mm2. Tegangan geser ijin untuk bahan ini dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
……………………………………………………………
(3.3)
Dimana:
τa = tegangan geser ijin bahan (kg/mm2)σB = kekuatan tarik bahan (kg/mm2)Sf1 = faktor keamanan untuk batas kelelahan puntir yang harganya 5,6
untuk bahan S-F dan 6,0 untuk bahan S-CSf2 = faktor keamanan akibat pengaruh konsentrasi tegangan seperti
adanya alur pasak pada poros, harganya 1,3÷3,0
19
Dari data di atas untuk bahan S-C dipilih harga Sf1 = 6,0 dan harga Sf2 = 2,0 karena terdapat alur spline pada poros dan pada poros dibentuk roda gigi input. Maka diperoleh:
= = 7,0833
Untuk menghitung diameter poros , ditentukan dengan persamaan :
dp = ( ) ……………………………………… (3.4)
Dimana :
dp = diameter poros (mm)Kt = faktor koreksi terhadap momen puntir yang besarnya:
1,0 jika beban dikenakan halus1,0 – 1,5 jika terjadi sedikit kejutan atau tumbukan1,5 – 3,0 jika beban dikenakan dengan kejutan atau tumbukan
Cb = faktor koreksi untuk kemungkinan terjadinya beban lentur atau tidak yang harganya:1,0 jika tidak terjadi beban lentur 1,2-2,3 jika terjadi beban lentur
Mt = momen puntir yang ditransmisikan (kg.mm).
Karena diperkirakan terjadi beban lentur akibat pembebanan roda gigi,
diambil harga Cb = 1,7. Untuk harga Kt diambil harganya 1 karena diperkirakan tidak
terjadi beban kejut pada poros, sehingga :
dp = ( )
= 13,96 mm
= 14 mm
20
3.2.2. Kekuatan Poros Penggerak
Untuk memeriksa apakah poros yang dipilih aman, maka dihitung tegangan
geser yang timbul, yang besarnya :
τg = ……………………………………………………………(3.5)
= = 3,7417
Dari hasil perhitungan di atas, dapat dilihat bahwa tegangan puntir yang terjadi lebih
kecil dari tegangan puntir yang diijinkan (7,0833 kg/mm2) sehingga dapat
disimpulkan bahwa poros input yang direncanakan cukup aman.
3.3. Perencanaan Poros Perantara
Poros perantara mempunyai putaran yang lebih lambat dibandingkan dengan
poros input. Dalam hal ini perbandingan putaran poros input dengan poros perantara
yang direncanakan ( i ) adalah 1,5
Maka momen torsi yang dialami poros perantara adalah :
Mt = 9,74.10 i ………………………………(3.6)
Mt = 9,74 . 10
= 3022,4437 Kg.mm
3.3.1 Bahan Poros
21
Poros perantara dibuat bersatu dengan roda gigi perantara sehingga dalam memilih bahan untuk poros ini kita ambil dari tabel bahan roda gigi sebelumnya. Dari tabel 3.2. kita pilih bahan poros perantara dari baja khrom nikel SNC 2 dengan kekuatan tarik b = 85 kg/mm2. Dari data sebelumnya untuk bahan S-C dipilih faktor keamanan Sf1 = 6,0 dan Sf2= 2,0 karena roda gigi perantara dibentuk pada poros perantara ini. Maka tegangan geser izin poros (τg ) adalah :
= ……………………………………………(3.7)
= = 7,0833
Diameter poros perantara dapat dihitung berdasarkan persamaan:
dp = ( ) ………………………………………(3.8)
dimana:
dp = diameter poros (mm) Kt = faktor koreksi terhadap momen puntir diambil sebesar 1,0 Cb = faktor koreksi untuk kemungkinan terjadinya beban lentur
harganya diambil sebesar 1, 7 Mt = momen puntir yang ditransmisikan (kg.mm).
Maka:
dp = ( )
= 15,86 mm ( diambil dp =16 mm).
3.3.2. Pemeriksaan Kekuatan Poros Perantara.
22
Tegangan geser yang timbul (τg ) adalah :
τg = = =3,7600
Sehingga diperoleh > τg, maka poros perantara cukup aman terhadap tegangan
geser.
3.4. Perencanaan Poros Spindel
Poros spindel mempunyai putaran yang lebih besar dibandingkan dengan
poros perantara yaitu 1600 rpm.
Maka momen torsi yang dialami poros spindel adalah :
Mt = 9,74.10 ………………………………………………..(3.9)
Mt = 9,74 . 10
= 2014,9625 Kg.mm
3.4.1 Bahan Poros Spindel
Karena momen torsi yang terjadi lebih besar, maka poros spindel dibuat dari
bahan yang mempunyai kekuatan tarik yang lebih besar dari bahan poros perantara.
Maka dipilih bahan poros spindel adalah baja khrom nikel SNC 3 dengan kekuatan
tarik: b = 95 kg/mm2. Dengan mengambil harga factor keamanan : Sf1 = 6,0 dan
Sf2 = 2,0. Maka tegangan geser izin poros (τg ) adalah :
=
= = 7,9167
23
Diameter poros spindel adalah :
dp = ( ) ……………… ( 3.10 )
dimana:
dp = diameter poros (mm)Kt = faktor koreksi terhadap momen puntir diambil sebesar 2,0Cb = faktor koreksi untuk kemungkinan terjadinya beban lentur
harganya diambil sebesar 2,0 Mt = momen puntir yang ditransmisikan (kg.mm).
= ( )
= 17,84 mm ( diambil dp =18 mm).
3.4.2. Pemeriksaan Kekuatan Poros Spindel
Tegangan geser yang timbul (τg ) adalah :
τg = = =1,7605
Sehingga diperoleh > τg, maka poros spindel cukup aman terhadap tegangan geser.
BAB IV
PERENCANAAN RODA GIGI
Roda gigi pada tugas rancang ini terdiri dari roda gigi yang terdapat pada
poros input (dengan memperhatikan assembly roda gigi) yaitu roda gigi input, roda
gigi yang berada poros perantara yang terdiri dari roda gigi perantara input, roda gigi
24
perantara output, dan roda gigi output. Semua roda gigi dalam perancangan ini
merupakan roda gigi lurus dengan bentuk gigi standar yaitu tipe roda gigi involut
dengan sudut kemiringan gigi 200.
Perancangan roda gigi ini akan meliputi perancangan ukuran – ukuran utama
dari roda gigi input, roda gigi perantara input, roda gigi perantara output, dan roda
gigi output dan pemeriksaan kekuatannya.
4.1. Pemilihan Bahan Roda Gigi
Bahan roda gigi input dan perantara dibuat sama dengan bahan poros input
dan perantara karena roda gigi tersebut bersatu dengan kedua poros tersebut, yaitu
dari bahan baja khrom nikel SNC 2 dengan kekuatan tarik σb = 85 kg/mm2. Kekuatan
lentur ijin σa = 50 kg/mm2 dan kekerasan 300 BHN (sesuai dengan tabel 3.2.).
Sedangkan roda gigi pada poros output terdiri dari bahan yang sama dengan bahan
roda gigi input dan perantara ini agar ketika bekerja dengan tegangan kerja terbagi
merata pada kedua roda gigi yang melakukan kontak sehingga dapat dihindari
terjadinya konsentrasi tegangan.
4.2. Perancangan Roda Gigi Input dan Roda Gigi Perantara Input
4.2.1. Ukuran Utama Roda Gigi Input dan Gigi Perantara Input
Pada perencanaan roda gigi input dan perantara input ini ditetapkan jarak
antar sumbu utama (poros utama dan poros perantara) sebesar a = 80 mm. Jarak ini
25
juga akan dipakai pada perancangan roda gigi berikutnya. Selain itu juga ditetapkan
reduksi putaran input ke roda gigi perantara input sebesar i = 1,5.
Diameter jarak bagi sementara untuk roda gigi input dapat dicari dengan
menggunakan persamaan:
………………………………………………………..( 4.1 )
dimana :
D = diameter roda gigi input (mm)
a = jarak poros (mm)
i = perbandingan jumlah gigi
maka diameter roda gigi input :
Karena reduksi putaran input ke roda gigi perantara = 1.5, maka diameter
lingkaran jarak bagi roda gigi perantara input adalah:
Pemilihan modul pada rancangan ini didasarkan pada putaran poros input dan
juga daya rencana poros input . Dimana untuk putaran poros input 1600 rpm dan daya
rencana 3,31 kW, diperoleh modul m = 1,5. Jadi, modul yang diambil adalah m = 1,5.
Berdasarkan nilai modul tersebut, dapat diperoleh jumlah gigi masing –
masing roda gigi menggunakan persamaan :
…………………………………………………………( 4.2 )
26
Dimana :
z = jumlah gigi
D = Diameter roda gigi (mm)
m = modul roda gigi
maka jumlah gigi untuk roda gigi input:
Jumlah gigi untuk roda gigi perantara
Selanjutnya akan dihitung kecepatan keliling dari roda gigi dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut:
……………………………………………………( 4.3 )
dimana :
V = kecepatan keliling (m/s)
Di = diameter pinyon, dalam hal ini diameter roda gigi input (mm)
ni = putaran pinyon, dalam hal ini putaran poros input (rpm)
Maka diperoleh kecepatan keliling sebagai berikut:
27
Besarnya gaya tangensial yang dialami roda gigi adalah:
…………...………………………………………..( 4.4 )
dimana:
Ft = gaya tangensial roda gigi (kg)
Pd = daya perencanaan (kW)
V = kecepatan keliling (m/s)
Sehingga diperoleh gaya tangensial sebagai berikut:
Besarnya beban lentur per satuan lebar sisi dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut:
……………………………………………( 4.5 )
dimana:
Fb’ = beban lentur per satuan lebar sisi (kg/mm)
σa = kekuatan lentur ijin bahan, dari tabel 3.2. sebesar 50 kg/mm2
m = modul roda gigi (mm)
Y = faktor bentuk gigi, yang dapat dilihat pada tabel 4.1.
fV = faktor dinamis, yang besarnya tergantung besar kecepatan, dapat
dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.1. Faktor bentuk gigi
Jumlah gigiY
Jumlah gigiY
Z Z
10 0,201 27 0,349
11 0,226 30 0,358
12 0,245 34 0,371
28
13 0,261 38 0,383
14 0,276 40 0,3882
15 0,289 43 0,396
16 0,295 50 0,408
17 0,302 60 0,421
18 0,308 64 0,424
19 0,314 75 0,434
20 0,320 100 0,446
21 0,327 150 0,459
23 0,333 300 0,471
25 0,339 Batang gigi 0,484
Sumber : Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin,
Sularso dan Kiyokatsu Suga. Halaman 240
Tabel 4.2. Faktor dinamis fV
Kecepatan rendah V = 0,5 ÷ 10 m/sV
fV
3
3
Kecepatan sedang V = 5 ÷ 20 m/sV6
6fV
Kecepatan tinggi V = 20 ÷ 50 m/sV5,5
5,5fV
Sumber : Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin, Sularso dan Kiyokatsu
Suga. Halaman 240
Dari interpolasi tabel 4.1, tampak bahwa faktor bentuk gigi untuk roda gigi
input (zi = 43) adalah sebesar Y = 0,396 sedangkan untuk jumlah gigi untuk roda gigi
perantara (zpi = 64), faktor bentuk gigi adalah sebesar Y =0,424.
Sedangkan faktor dinamis fV dipilih untuk kecepatan V di antara 0,5÷10 m/s
maka diperoleh:
29
Sehingga diperoleh beban lentur per satuan lebar sisi untuk masing – masing
roda gigi input dan roda gigi perantara input adalah sebagai berikut:
Untuk roda gigi input:
Untuk roda gigi perantara input:
Jika tekanan antara sesama permukaan gigi terlalu besar, gigi akan mengalami
keasusan dengan cepat. Selain itu, permukaan gigi juga akan mengalami kerusakan
karena keletihan oleh beban berulang. Dengan demikian maka tekanan yang
dikenakan pada permukaan gigi, atau kapasitas pembebanan permukaan harus
dibatasi. Cara yang digunakan untuk membatasi yakni dengan menghitung beban
permukaan yang diijinkan per satuan lebar permukaan gigi (FH’) dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut:
………………………………………( 4.6 )
dimana:
FH’ = beban permukaan yang diijinkan per satuan lebar (kg/mm)
fV = faktor dinamis
d01 = diameter jarak bagi roda gigi penggerak (mm)
z1,z2 = jumlah gigi roda gigi penggerak dan yang digerakkan
30
kH = faktor tegangan kontak, yang dapat dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.3. Faktor tegangan kontak pada bahan roda gigi
Bahan roda gigi (Kekerasan HB) kH
(kg/
mm2)
Bahan roda gigi (Kekerasan
HB) kH
(kg/mm2)Pinyon Roda gigi besar Pinyon
Roda gigi
besar
Baja ( 150 ) Baja ( 150) 0,027 Baja ( 400 ) Baja ( 400 ) 0,311
Baja ( 200 ) Baja ( 150) 0,039 Baja ( 500 ) Baja ( 400 ) 0,329
Baja ( 250 ) Baja ( 150) 0,053 Baja ( 600 ) Baja ( 400 ) 0,348
Baja ( 200 ) Baja ( 200) 0,053 Baja ( 500 ) Baja ( 500 ) 0,389
Baja ( 250 ) Baja ( 200) 0,069 Baja ( 600 ) Baja ( 600 ) 0,569
Baja ( 300 ) Baja ( 200) 0,086 Baja ( 150 ) Besi cor 0,039
Baja ( 250 ) Baja ( 250) 0,086 Baja ( 200 ) Besi cor 0,079
Baja ( 300 ) Baja ( 250) 0,107 Baja ( 250 ) Besi cor 0,130
Baja ( 350 ) Baja ( 250) 0,130 Baja ( 300 ) Besi Cor 0,139
Baja ( 300 ) Baja ( 300) 0,130 Baja ( 150 )Perunggu
fosfor0,041
Baja ( 350 ) Baja ( 300) 0,154 Baja ( 200 )Perunggu
fosfor0,082
Baja ( 400 ) Baja ( 300) 0,168 Baja ( 250 )Perunggu
fosfor0,135
Baja ( 350 ) Baja ( 350) 0,182 Besi cor Besi cor 0,188
Baja ( 400 ) Baja ( 350) 0,210 Besi cor nikel Besi cor nikel 0,186
Baja ( 500 ) Baja ( 350) 0,226 Besi cor nikelPerunggu
fosfor0,155
31
Sumber: Dasar Pemilihan dan Perancangan Elemen Mesin, Sularso & Kiyokatsu
Suga, Hal. 243
Dari tabel 4.3. di atas tampak bahwa untuk bahan roda gigi pinyon dan roda
gigi besar dari baja dengan kekerasan 300 BHN untuk masing – masing roda gigi,
sesuai dengan bahan roda gigi yang telah kita pilih pada bagian sebelumnya, maka
diperoleh harga faktor tegangan kontak sebesar kH = 0,13. Maka beban permukaan
yang diijinkan per satuan lebar diperoleh sebagai berikut:
Untuk menghitung lebar sisi roda gigi, kita perhatikan dua macam
perhitungan yang telah dilakukan yaitu perhitungan lenturan (Fbi’ dan Fbpi’) dan
perhitungan tekanan permukaan (FH’). Lebar sisi yang diperlukan dihitung atas dasar
per satuan lebar yang terkecil. Dari perhitungan sebelumnya diperoleh Fbpi’ > Fbi’ >
FH’. Sehingga beban per satuan lebar yang dipakai adalah beban permukaan per
satuan lebar sisi (FH’) maka diperoleh lebar sisi sementara sebagai berikut:
Kemudian pemeriksaan dilakukan dengan membandingkan lebar sisi
sementara ini dengan modul sehingga diperoleh harga yang besarnya harus
diantara 6 – 10. Jika tidak perhitungan di atas semuanya diulang kembali dengan
mengganti modul, atau bahan dan perlakuan panasnya yang digunakan. Maka
dilakukan pemeriksaan sebagai berikut:
32
= 12 maka nilai perbandingan sesuai, yaitu diantara 8-14
Karena harga (6 < 12 < 14 ) maka lebar sisi 14 mm dapat diterima.
Maka spesifikasi roda gigi input dan perantara input sebagai berikut:
a. Modul : m = 1,5
b. Jumlah gigi roda gigi input : zi = 43
c. Jumlah gigi roda gigi perantara input : zpi = 64
d. Diameter jarak bagi roda gigi input : Di = 64 mm
e. Diameter jarak bagi roda gigi perantara input : Dpi = 96 mm
f. Lebar sisi roda gigi : b = 18 mm
g. Kelonggaran puncak : Ck=0,25 x m= 0,25×1,5= 0,375 mm
h. Tinggi kepala gigi (Adendum) : hk = m = 1,5 mm
i. Tinggi kaki gigi (Dedendum) : hf =m + Ck= 1,5+0,375 = 1,87 mm
j. Tinggi gigi : h =hk + hf= 1,5+1,87 =3,375 mm
k. Diameter lingkar kepala roda gigi input : Doi = (zi+2)m= (43+2)1,5= 67,5 mm
l. Diameter lingkar kepala roda gigi perantara input : Dopi=(zpi+2)m=(64+2)1,5= 99 mm
m. Diameter lingkar dasar roda gigi input : Dii = zi.m.cosαo=(43.1,5.cos20)
= 60,6 mm
n. Diameter lingkar dasar roda gigi perantara input : Dipi= z pi.m.cosαo=(64.1,5.cos20)
= 90,2 mm
o. Tebal gigi : t = = =2,355mm
4.2.2 Pemeriksaan Kekuatan
Pada saat beroperasi, roda gigi akan mengalami tegangan lentur akibat gaya
tangensial. Gigi merupakan bagian yang mengalami pembebanan paling kritis
sehingga pemeriksaan kekuatan didasarkan pada kekuatan gigi. Yaitu dengan
membandingkan tegangan lentur yang terjadi tidak boleh melebihi tegangan lentur
33
ijin bahan. Tegangan lentur ijin bahan roda gigi yaitu SNC 2 adalah σa = 50 kg/mm2.
Sedangkan tegangan lentur yang terjadi adalah :
…………………………………………………….( 4.7 )
Dimana :
σt = tegangan lentur yang terjadi (kg/mm2)
Ft = gaya tangensial pada roda gigi (kg)
h = tinggi gigi (mm) = 3,375 mm
b = lebar sisi roda gigi = 12 (mm)
t = tebal gigi = 2,355 mm
Maka tegangan lentur yang terjadi adalah :
Jadi tampak bahwa tegangan lentur yang terjadi lebih kecil dari tegangan lentur ijin
bahan (σt < σa) sehingga rancangan telah aman.
4.3. Perancangan Roda Gigi Output dan Roda Gigi Perantara Output
4.3.1. Ukuran Utama Roda Gigi Output dan Roda Gigi Perantara Output
a) Putaran roda gigi output (putaran spindel) : 1600 rpm
b) Putaran roda gigi perantara output
34
Maka perbandingan reduksi putaran roda gigi perantara ouput dan output
adalah:
Pada perencanaan roda gigi output dan perantara output ini ditetapkan jarak
antar sumbu utama (poros output dan poros perantara) sebesar a = 70 mm. Diameter
jarak bagi sementara untuk roda gigi perantara output dapat dicari dengan
menggunakan persamaan:
……………………………………..( 4.8 )
Maka diameter lingkaran jarak bagi roda gigi output adalah:
Berdasarkan nilai modul pada rancangan sebelumnya yaitu m = 1,5 ,
diperoleh jumlah gigi masing – masing roda gigi sebagai berikut:
35
Maka diameter roda gigi output yang sebenarnya adalah:
Selanjutnya akan dihitung kecepatan keliling dari roda gigi dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut:
…………………………………………………( 4.9 )
dimana :
V = kecepatan keliling (m/s)
Dpo = diameter pinyon, dalam hal ini diameter roda gigi perantara output
(mm)
npo = putaran pinyon, dalam hal ini putaran poros perantara (rpm)
Maka diperoleh kecepatan keliling sebagai berikut:
Besarnya gaya tangensial yang dialami roda gigi adalah:
dimana:
Ft = gaya tangensial roda gigi (kg)
Pd = daya perencanaan (kW)
V = kecepatan keliling (m/s)
Sehingga diperoleh gaya tangensial sebagai berikut:
36
Besarnya beban lentur per satuan lebar sisi dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut:
……………………………………………( 4.10 )
dimana:
Fb’ = beban lentur per satuan lebar sisi (kg/mm)
σa = kekuatan lentur ijin bahan, dari tabel 3.2. sebesar 50 kg/mm2
m = modul roda gigi (mm)
Y = faktor bentuk gigi, yang dapat dilihat pada tabel 4.1.
fV = faktor dinamis, yang besarnya tergantung besar kecepatan, dapat
dilihat pada tabel 4.2.
Dari tabel tampak bahwa faktor bentuk gigi untuk zpo = 56 adalah sebesar Y =
0,416 sedangkan untuk jumlah gigi zo = 36, faktor bentuk gigi adalah sebesar Y
=0,377.
Sedangkan faktor dinamis fV dipilih untuk kecepatan V di antara 0,5÷10 m/s
maka diperoleh:
Sehingga diperoleh beban lentur per satuan lebar sisi untuk masing – masing
roda gigi output dan roda gigi perantara output adalah sebagai berikut:
Untuk roda gigi perantara output:
Untuk roda gigi output:
37
Jika tekanan antara sesama permukaan gigi terlalu besar, gigi akan mengalami
keasusan dengan cepat. Selain itu, permukaan gigi juga akan mengalami kerusakan
karena keletihan oleh beban berulang. Dengan demikian maka tekanan yang
dikenakan pada permukaan gigi, atau kapasitas pembebanan permukaan harus
dibatasi. Cara yang digunakan untuk membatasi yakni dengan menghitung beban
permukaan yang diijinkan per satuan lebar permukaan gigi (FH’) dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut:
……………………………………….( 4.11 )
dimana:
FH’ = beban permukaan yang diijinkan per satuan lebar (kg/mm)
fV = faktor dinamis
d01 = diameter jarak bagi roda gigi penggerak (mm)
z1,z2 = jumlah gigi roda gigi penggerak dan yang digerakkan
kH = faktor tegangan kontak, yang dapat dilihat pada tabel 4.3.
Dari tabel 4.3. di atas tampak bahwa untuk bahan roda gigi pinyon dan roda
gigi besar dari baja dengan kekerasan 300 – 300 BHN masing – masing, sesuai
dengan bahan roda gigi yang telah kita pilih pada bagian sebelumnya, maka diperoleh
harga faktor tegangan kontak sebesar kH = 0,130. Maka beban permukaan yang
diijinkan per satuan lebar diperoleh sebagai berikut:
Untuk menghitung lebar sisi roda gigi, kita perhatikan dua macam
perhitungan yang telah dilakukan yaitu perhitungan lenturan (Fbo’ dan Fbpo’) dan
perhitungan tekanan permukaan (FH’). Lebar sisi yang diperlukan dihitung atas dasar
per satuan lebar yang terkecil. Dari perhitungan sebelumnya diperoleh Fbo’ > Fbpo’ >
FH’.
38
Sehingga beban per satuan lebar yang dipakai adalah beban permukaan per
satuan lebar sisi (FH’) maka diperoleh lebar sisi sementara sebagai berikut:
Kemudian pemeriksaan dilakukan dengan membandingkan lebar sisi
sementara ini dengan modul sehingga diperoleh harga yang besarnya harus
diantara 6 – 10. Jika tidak perhitungan di atas semuanya diulang kembali dengan
mengganti modul, atau bahan dan perlakuan panasnya yang digunakan. Maka
dilakukan pemeriksaan sebagai berikut:
Karena harga (6 < 9,33 < 10 ) ,maka lebar sisi 10 mm dapat
diterima.
Maka spesifikasi roda gigi perantara output dan output sebagai berikut:
a. Modul : m = 1,5
b. Jumlah gigi roda gigi output : zo = 36
c. Jumlah gigi roda gigi perantara output : zpo = 56
d. Diameter jarak bagi roda gigi output : Do = 53 mm
e. Diameter jarak bagi roda gigi perantara output : Dpo = 84 mm
f. Lebar sisi roda gigi : b = 14 mm
g. Kelonggaran puncak : Ck =0,25 m = 0,25 × 1,5
= 0,375 mm
h. Tinggi kepala gigi (Adendum) : hk = m = 1,5 mm
39
i. Tinggi kaki gigi (Dedendum) : hf = m + Ck= 1,5 + 0,375
= 1,875 mm
j. Tinggi gigi : h =hk + hf = 1,5 + 1,875
= 3,375 mm
k. Diameter lingkar kepala roda gigi output : Doo = (zo+2)m= (36+2)x1,5
= 57 mm
l. Diameter lingkar kepala roda gigi perantara output: Dopo = (zpo+2)m = (56 + 2)x1,5
= 87 mm
m. Diameter lingkar dasar roda gigi output : Dio = zo.m.cosαo= 36.1,5.cos20
= 50,7 mm
n. Diameter lingkar dasar roda gigi perantara output: Dipo=zpo.m.cosαo= 56.1,5.cos20
= 78,93 mm
o. Tebal gigi : t = = =2,35 mm
4.3.2.Pemeriksaan Kekuatan
Pada saat beroperasi, roda gigi akan mengalami tegangan lentur akibat gaya
tangensial. Gigi merupakan bagian yang mengalami pembebanan paling kritis
sehingga pemeriksaan kekuatan didasarkan pada kekuatan gigi. Yaitu dengan
membandingkan tegangan lentur yang terjadi tidak boleh melebihi tegangan lentur
ijin bahan. Tegangan lentur ijin bahan roda gigi yaitu SNC 2 adalah σa = 50 kg/mm2.
Sedangkan tegangan lentur yang terjadi adalah :
……………………………………………………( 4.12 )
Dimana :
σt = tegangan lentur yang terjadi (kg/mm2)
Ft = gaya tangensial pada roda gigi (kg)
h = tinggi gigi (mm) = 3,375 mm
40
b = lebar sisi roda gigi = 10 (mm)
t = tebal gigi = 2,35 mm
Maka tegangan lentur yang terjadi adalah :
Jadi tampak bahwa tegangan lentur yang terjadi lebih kecil dari tegangan
lentur ijin bahan (σt < σa) yaitu 18,71 kg/mm2 < 50 kg/mm2sehingga rancangan telah
aman. .
BAB V
PERANCANGAN SPLINE DAN NAAF
5.1. PERANCANGAN SPLINE
Pada dasarnya fungsi spline adalah sama dengan pasak, yaitu meneruskan daya
dan putaran dari poros ke kompone-komponen lain yang terhubung dengannya,
ataupun sebaliknya. Perbedaannya adalah spline menyatu atau menjadi bagian dari
poros sedangkan pasak merupakan komponen yang terpisah dari poros dan
memerlukan alur pada poros untuk pemasangannya. Selain itu jumlah spline pada
suatu konstruksi telah tertentu berdasarkan standar SAE, sedangkan jumlah pasak
ditentukan sendiri oleh perancangnya. Hal ini menyebabkan pemakaian spline lebih
41
menguntungkan dilihat dari segi penggunaannya karena sambungannya lebih kuat
dan beban puntirnya merata di seluruh bagian poros dibandingkan dengan pasak yang
akan menimbulkan konsentrasi tegangan pada daerah di mana pasak dipasang.
Untuk pemakaian spline pada kenderaan bermotor, mesin perkakas dan mesin
produksi, perhitungannya dilakukan berdasarkan standar dari SAE (Society of
Automotive Engineering). Simbol – simbol yang digunakan dalam standarisasi ini
adalah sebagai berikut:
Gambar 5.1. Spline
Dimana: D = diameter luar spline (mm)
d = diameter dalam spline (mm)
h = tinggi spline (mm)
w = lebar spline (mm)
L = panjang spline (mm)
Ukuran spline untuk berbagai kondisi operasi telah ditetapkan dalam standar
SAE dan dapat dilihat pada Tabel 5.1 berikut ini.
Tabel 5.1. Spesifikasi spline untuk berbagai kondisi operasi (standar SAE)
Number
of
Splines
Permanent FitTo Slide When not
Under Load
To Slide When
Under LoadAll Fits
H D H D h d w
42
4 0,075D 0,850D 0,125D 0,750D - - 0,241D
6 0,050D 0,900D 0,075D 0,850D 0,100D 0,800D 0,250D
10 0,045D 0,910D 0,070D 0,860D 0,095D 0,810D 0,156D
16 0,045D 0,910D 0,070D 0,860D 0,095D 0,810D 0,098D
Sumber : Kent’s, Mechanical Engineering Handbook, Halaman 15-15
Pada rancangan roda gigi ini spline terdapat pada poros input (input pinion)
dan poros output. Spline ini merupakan spline alur dalam. Pada poros input, spline
berfungsi menghubungkan dan meneruskan putaran dari poros input elektromotor ke
input pinion. Sedangkan pada poros output, spline menghubungkan atau meneruskan
putaran dari roda gigi output ke poros output.
5.1.1. PEMILIHAN BAHAN SPLINE
Karena spline menyatu dengan poros maka bahan spline sama dengan bahan
poros. Sehingga spline pada poros input juga terbuat dari bahan baja khrom nikel
SNC 2 dengan tegangan geser ijin 7,0833 kg/mm2 sedangkan spline pada poros
output juga terbuat dari baja karbon SNC 3 dengan tegangan geser ijin 7,9167
kg/mm2.
5.1.2. PERANCANGAN SPLINE PADA POROS INPUT
Spline pada poros input menghubungkan poros input elektromotor dengan
input pinion. Pada saat beroperasi tidak ada pergeseran (slide) yang terjadi pada
spline. Untuk itu dari tabel 5.1. dpilih spline jenis “permanent fit” , dengan jumlah
spline 10 buah. Berikut ini adalah ukuran – ukuran utama spline pada poros ini.
Karena spline disini merupakan alur dalam maka diameter luar spline adalah
diameter poros input atau di = 14 mm. Maka diameter luar spline adalah:
43
Tinggi spline adalah:
Lebar spline adalah:
Maka jari – jari rata – rata spline adalah:
Sedangkan panjang spline diperoleh dari
Besarnya gaya yang bekerja pada spline diperoleh dari:
di mana:
T = momen puntir yang bekerja pada poros, dari perhitungan pada Bab 3
diperoleh sebesar 2014,9625 kg-mm
F = gaya yang bekerja pada spline (kg)
44
rm = jari-jari rata-rata spline (mm).
Maka diperoleh:
5.1.3. PERANCANGAN SPLINE PADA POROS OUTPUT
Spline pada poros output ini meneruskan putaran dari roda gigi output ke
poros output. Pada saat beroperasi tidak ada pergeseran (slide) yang terjadi pada
spline. Untuk itu dari tabel 5.1. dipilih spline jenis “permanent fit” dengan jumlah
spline 10 buah.
Karena spline di sini merupakan alur luar maka diameter dalam spline adalah
diameter poros output. Pada bagian spline ini, poros mengalami pembesaran di mana
ukuran diameter dalam yang digunakan sebesar do = 17 mm. Sehingga diperoleh
ukuran – ukuran utama sebagai berikut:
Maka jari – jari rata – rata spline adalah:
Sedangkan panjang spline diperoleh dari
45
Besarnya gaya yang bekerja pada spline:
5.1.4. PEMERIKSAAN KEKUATAN SPLINE
Pada bagian ini, pemeriksaan kekuatan spline dilakukan pemeriksaan terhadap
tegangan geser dan tegangan tumbuk. Pemeriksaan dilakukan dengan
membandingkan tegangan yang terjadi dengan tegangan ijin bahan. Dimana tegangan
geser atau tumbuk yang timbul pada spline tidak boleh melebihi tegangan geser dan
tegangan tumbuk ijin bahan spline.
Pemeriksaan kekuatan spline pada poros input dilakukan sebagai berikut.
Tegangan geser yang timbul pada spline:
Tegangan tumbuk yang timbul pada spline dapat diperoleh dari:
Sedangkan tegangan tumbuk ijin bahan spline yaitu baja khrom nikel SNC 2
diperoleh dengan:
46
Jadi tampak bahwa tegangan geser dan tumbuk yang timbul, jauh lebih kecil
dari tegangan geser dan tegangan tumbuk ijin bahan spline ( dan ).
Maka spline yang dirancang pada poros input cukup aman terhadap tegangan yang
terjadi.
Pemeriksaan kekuatan spline pada poros output dilakukan sebagai berikut.
Tegangan geser yang timbul pada spline:
Tegangan tumbuk yang timbul pada spline dapat diperoleh dari:
Sedangkan tegangan tumbuk ijin bahan spline yaitu baja khrom nikel SNC 3
dapat diperoleh dengan:
Jadi tampak bahwa tegangan geser dan tumbuk yang timbul, jauh lebih kecil
dari tegangan geser dan tegangan tumbuk ijin bahan spline ( dan ).
Maka spline yang dirancang pada poros output cukup aman terhadap tegangan yang
terjadi.
5.2 PERANCANGAN NAAF
47
Naaf dan spline merupakan bagian yang saling berkecocokan tetapi berbeda
bagian. Spline berupa tonjolan atau bukit pada sisi poros dan naaf merupakan
pasangan dari bentuk tonjolan atau bukit tersebut. Sama seperti spline, naaf juga ada
pada poros input dan pada poros output. Pada poros input, naaf terletak pada poros
input elektromotor. Sedangkan pada poros output naaf terletak pada roda gigi output.
Adapun simbol – simbol yang dipakai dalam perencanaan naaf ini adalah:
Gambar 5.2. Naaf
Dimana: D = diameter luar naaf (mm)
d = diameter dalam naaf (mm)
w = lebar gigi naaf (mm)
h = tinggi gigi naaf (mm)
L = panjang naaf (mm)
5.2.1 PEMILIHAN BAHAN NAAF
Pada poros input, naaf dibentuk pada poros input elektromotor. Maka bahan
naaf sama dengan bahan dari poros input elektromotor yang sama dengan input
pinion yaitu baja khrom nikel SNC 2 dengan tegangan geser izin sebesar 7,0833
kg/mm2 dan tegangan tumbuk ijin (telah dihitung pada bagian 5.1.4.) sebesar 8,5
kg/mm2. Naaf pada poros output dibentuk pada roda gigi output maka bahannya juga
dari bahan yang sama dengan roda gigi output yakni baja paduan SNC 2.
48
5.2.2 PERANCANGAN NAAF PADA POROS INPUT
Karena naaf bercocokan dengan spline, maka ukuran – ukuran utama spline
langsung dipakai sebagai ukuran naaf. Maka:
Jumlah naaf : i = 10 buah
Diameter luar naaf : D = 16 mm
Diameter dalam naaf : d = 14 mm
Tinggi naaf : h = 0,63 mm
Jari – jari rata – rata naaf : rm = 7,5 mm
Panjang naaf : L = 20,68 mm
Gaya yang bekerja pada naaf : F = 268,66 kg
Sedangkan lebar naaf dapat diperoleh dari:
dimana:
w = lebar naaf (mm)
D = diameter luar spline atau naaf (mm)
wspline = lebar spline (mm)
i = jumlah gigi spline atau naaf
Maka diperoleh:
5.2.3 PERANCANGAN NAAF PADA POROS OUTPUT
49
Pada poros output ini, naaf berkecocokan dengan spline sehingga ukuran –
ukuran utama naaf diambil dari ukuran – ukuran spline, maka:
Jumlah naaf : i = 10 buah
Diameter luar naaf : D = 19 mm
Diameter dalam naaf : d = 17 mm
Tinggi naaf : h = 0,81mm
Jari – jari rata – rata naaf : rm = 9 mm
Panjang naaf : L = 23,73 mm
Gaya yang bekerja pada naaf : F = 223,88 kg
Sedangkan lebar naaf dapat diperoleh sebagai berikut:
5.2.4 PEMERIKSAAN KEKUATAN NAAF
Pemeriksaan kekuatan naaf dilakukan pemeriksaan terhadap tegangan geser
dan tegangan tumbuk. Pemeriksaan dilakukan dengan membandingkan tegangan
yang timbul dengan tegangan ijin bahan dimana tegangan geser atau tumbuk yang
timbul pada naaf tidak boleh melebihi tegangan geser dan tumbuk ijin bahan naaf.
Pemeriksaan kekuatan naaf pada poros input elektromotor dilakukan sebagai
berikut. Tegangan geser yang timbul pada naaf adalah:
Tegangan tumbuk yang timbul pada naaf sama dengan tegangan tumbuk yang
timbul pada spline yaitu σt = 2,04 kg/mm2.
Tampak bahwa tegangan geser dan tumbuk yang timbul, jauh lebih kecil dari
tegangan geser dan tegangan tumbuk ijin bahan naaf ( dan
50
). Maka naaf yang dirancang pada poros input elektromotor
cukup aman terhadap tegangan yang terjadi.
Pemeriksaan kekuatan naaf pada roda gigi output dilakukan sebagai berikut.
Tegangan geser yang timbul pada naaf:
Tegangan tumbuk yang timbul pada naaf sama dengan tegangan tumbuk yang
timbul pada spline yaitu σt = 1,12 kg/mm2.
Tampak bahwa tegangan geser dan tumbuk yang timbul, jauh lebih kecil dari
tegangan geser dan tegangan tumbuk ijin bahan naaf ( dan
). Maka naaf yang dirancang pada poros output cukup aman
terhadap tegangan yang terjadi.
BAB VI
PERENCANAAN BANTALAN
Bantalan adalah elemen mesin yang menumpu poros sehingga putaran dan
gerak bolak – baliknya berlangsung dengan halus, aman dan tahan lama. Bantalan
51
yang akan dirancang pada perencanaan ini adalah bantalan yang terpasang pada poros
input, poros perantara, dan poros output
6.1. Perencanaan Bantalan pada Poros Input
Bantalan yang digunakan untuk mendukung poros input adalah bantalan bola
radial beralur dalam baris tunggal (single row deep groove radial ball bearing),
sebanyak dua buah yang diletakkan pada kedua ujung poros input (dapat dilihat pada
gambar assembly roda gigi).Bantalan bola radial ini dipilih karena ketahanan bantalan
ini dalam menahan beban radial dan putaran tinggi.
Pada poros input ini bantalan hanya menerima beban radial dan beban
aksialnya dapat dikatakan nol. Pada poros input terdapat beban berupa massa dari
roda gigi input yang terpasang pada poros ini. Massa dari roda gigi input dapat
dihitung denganpersamaan:
dimana:
M = beban massa roda gigi (kg)
D = diameter jarak bagi roda gigi (mm)
d = diameter poros input (mm)
b = tebal roda gigi (mm)
ρ = massa jenis roda gigi dimana untuk bahan baja harganya adalah
7,65×10-6 kg/mm3
Maka:
a. Massa roda gigi input
52
Beban akibat gaya tangensial diperoleh dengan persamaan sebagai berikut:
dimana:
Ft = beban akibat gaya tangensial (kg)
F = gaya tangensial yang terjadi pada roda gigi input yang diperoleh pada
Bab IV sebesar 63,00kg
Φ = sudut tekan roda gigi yakni sebesar 20°
Maka diperoleh:
Maka beban radial total dapat diperoleh dengan persamaan sebagai berikut:
Beban ekivalen diperoleh dengan:
dimana:
P = beban ekivalen (kg)
X = faktor radial, untuk bantalan bola radial beralur dalam baris tunggal
besarnya adalah 0,6
Fr = gaya radial total yaitu sebesar 22,93 kg
Y = faktor aksial, untuk bantalan bola radial beralur dalam baris tunggal
besarnya adalah 0,5
Fa = gaya aksial, untuk bantalan pendukung poros ini besarnya adalah 0
karena tidak ada gaya aksial yang dibebankan pada bantalan ini
Maka diperoleh:
53
Besar basic static load rating adalah sebanding dengan beban ekivalen,
sehingga diperoleh:
Tabel 6.1. Bantalan Untuk Permesinan serta umurnya.
Umur Lh
Faktor Beban
2000-4000 (jam) 5000-15.000(jam) 20.000-30.000 (jam) 40.000-60.000 (jam)
Pemakaian Jarang Pemakaian Sebentar-
sebentar (tidak
continiu)
Pemakaian terus-menerus Pemakaian terus-menerus
dengan keandalan tinggi
1-1.1 Kerja halus
tanpa
tumbukan
Alat listrik rumah
tangga, sepeda
Konveyor, mesin
pengangkat,lift
Pompa, poros transmisi,
separator, pengayak mesin
perkakas, pres putar
Poros transmisi utama yang
memgang peranan penting.
Motor-motor listrik yang
penting
1.1-1.3 Kerja biasa Mesin pertanian Otomobil, mesin jahit Motor kecil, roda meja,
pemegang, pinion
Pompa penguras, mesin pabrik
kertas, rol kalender
1.2-1.5 Kerja
dengan
getaran atau
tumbukan
Alat-alat besar, unit
roda gigi dengan
getaran besar, roling
mill
Penggetar/penghancur
Sumber: Dasar Pemilihan dan Perancangan Elemen Mesin, Sularso & Kiyokatsu
Suga, Hal. 137
Besar basic dynamic load rating dapat diperoleh dari persamaan:
dimana:
C = basic dynamic load rating (kg)
P = beban ekivalen yaitu sebesar 9,75 kg
L = umur bantalan yang dinyatakan dalam juta putaran. Dalam tabel 6.1
untuk rancangan roda gigi umur bantalan 5000 juta putaran
Maka diperoleh:
54
Jadi dari perhitungan di atas diperoleh data sebagai berikut:
Diameter lubang = diameter poros : d = 14 mm
Basic static load rating : C0 ≥ 13,75 kg
Dynamic load rating : C ≥ 235,12 kg
Bantalan yang sesuai dengan kriteria di atas dapat dipilih dari tabel 6.2. berikut ini.
Tabel 6.2. Bantalan bola alur dalam
Nomor bantalan Ukuran luarKapasitas
nominal
dinamis
spesifik C
(kg)
Kapasitas
nominal
statis
spesifik
C0 (kg)
Jenis
terbuka
Dua
sekat
Dua sekat
tanpa
kontak
d D B R
6000 10 26 8 0,5 360 196
6001 6001ZZ 6001V V 14 28 8 0,5 400 229
6002 6002ZZ 6002V V 15 32 9 0,5 440 263
6003 6003ZZ 6003V V 17 35 10 0,5 470 296
6004 6004ZZ 6004V V 20 42 12 1 735 465
6005 6005ZZ 6005V V 25 47 12 1 790 530
6006 6006ZZ 6006V V 30 55 13 1,5 1030 740
6007 6007ZZ 6007V V 35 62 14 1,5 1250 915
6008 6008ZZ 6008V V 40 68 15 1,5 1310 1010
C0/Fa 5 10 15 20 25
Fa/VFr ≤
e
X 1
Y 0
Fa/VFr >
e
X 0,56
Y 1,26 1,49 1,64 1,76 1,85
E 0,35 0,29 0,27 0,25 0,24
55
6009 6009ZZ 6009V V 45 75 16 1,5 1640 1320
6010 6010ZZ 6010V V 50 80 16 1,5 1710 1430
6200 6200ZZ 6200V V 10 30 9 1 400 236
6201 6201ZZ 6201V V 14 32 10 1 535 305
6202 6202ZZ 6202V V 15 35 11 1 600 360
6203 6203ZZ 6203V V 17 40 12 1 750 460
6204 6204ZZ 6204V V 20 47 14 1,5 1000 635
6205 6205ZZ 6205V V 25 52 15 1,5 1100 730
6206 6206ZZ 6206V V 30 62 16 1,5 1530 1050
6207 6207ZZ 6207V V 35 72 17 2 2010 1430
6208 6208ZZ 6208V V 40 80 18 2 2380 1650
6209 6209ZZ 6209V V 45 85 19 2 2570 1880
6210 6210ZZ 6210V V 50 90 20 2 2750 2100
6300 6300ZZ 6300V V 10 35 11 1 635 365
6301 6301ZZ 6301V V 14 37 12 1,5 760 450
6302 6302ZZ 6302V V 15 42 13 1,5 895 545
6303 6303ZZ 6303V V 17 47 14 1,5 1070 660
6304 6304ZZ 6304V V 20 52 15 2 1250 785
6305 6305ZZ 6305V V 25 62 17 2 1610 1080
6306 6306ZZ 6306V V 30 72 19 2 2090 1440
6307 6307ZZ 6307V V 35 80 20 2,5 2620 1840
6308 6308ZZ 6308V V 40 90 23 2,5 3200 2300
6309 6309ZZ 6309V V 45 100 25 2,5 4150 3100
6310 6310ZZ 6310V V 50 110 27 3 4850 3650
Sumber: Dasar Pemilihan dan Perancangan Elemen Mesin, Sularso & Kiyokatsu
Suga, Hal. 212
Dari tabel 6.2. dipilih bantalan bola radial beralur dalam baris tunggal jenis
terbuka dengan nomor bantalan 6001 yang mempunyai karakteristik sebagai berikut:
Diameter luar : D = 28 mm
Diameter lubang : d = 14 mm
Lebar : b = 8 mm
56
Basic static load rating : C0 = 229 kg
Basic dynamic load rating : C = 400 kg
6.2. Perencanaan Bantalan pada Poros Perantara
Bantalan yang digunakan untuk mendukung poros perantara dipilih bantalan
bola radial beralur dalam baris tunggal sebanyak dua buah yang diletakkan pada
kedua ujung poros perantara (dapat dilihat pada assembly roda gigi)
Pada poros perantara ini terdapat beban berupa massa dari roda gigi perantara
yang terdapat pada poros perantara. Beban massa roda gigi perantara masing-masing
dapat dihitung sebagai berikut:
a. Massa roda gigi perantara input
b. Massa roda gigi perantara output
Massa total roda gigi adalah:
Beban akibat gaya tangensial pada poros perantara ini yang maksimum adalah
pada roda gigi perantara output yang diperoleh pada Bab IV yaitu sebesar 76,80 kg.
Ft = 76,80 (kg) x tan 20o
= 27,95 kg
Maka beban radial total diperoleh dengan persamaan:
57
Beban ekivalen diperoleh dengan persamaan:
dimana tidak ada gaya aksial yang bekerja pada bantalan sehingga Fa = 0. Maka
diperoleh:
Besar basic static load rating adalah sebanding dengan beban ekivalen,
sehingga diperoleh:
Besar basic dynamic load rating dapat diperoleh sebagai berikut:
Jadi dari perhitungan di atas diperoleh data sebagai berikut:
Diameter lubang = diameter poros : d = 14 mm
Basic static load rating : C0 ≥ 16,77 kg
Dynamic load rating : C ≥ 286,76 kg
Dari tabel 6.2. dipilih bantalan bola radial beralur dalam baris tunggal jenis
terbuka dengan nomor bantalan 6002 yang mempunyai karakteristik sebagai berikut:
Diameter luar : D = 32 mm
Diameter lubang : d = 14 mm
Lebar : b = 9 mm
Basic static load rating : C0 = 263 kg
58
Basic dynamic load rating : C = 440 kg
6.3. Perencanaan Bantalan pada Poros Output
Bantalan yang digunakan untuk mendukung poros output dipilih bantalan bola
radial beralur dalam baris tunggal sebanyak dua buah yang diletakkan pada kedua
ujung poros output (dapat dilihat pada assembly roda gigi)
Pada poros output ini terdapat beban berupa massa dari roda gigi output.
Beban massa roda gigi output dapat dihitung sebagai berikut:
Beban akibat gaya tangensial pada poros output ini sama dengan gaya
tangensial pada roda gigi perantara output yang diperoleh pada Bab IV yaitu sebesar
78,80 kg.
Ft = 76,80 (kg) x tan 20o
= 27,95 kg
Maka beban radial total diperoleh dengan persamaan:
Beban ekivalen diperoleh dengan persamaan:
dimana tidak ada gaya aksial yang bekerja pada bantalan sehingga Fa = 0. Maka
diperoleh:
Besar basic static load rating adalah sebanding dengan beban ekivalen,
sehingga diperoleh:
59
Besar basic dynamic load rating dapat diperoleh sebagai berikut:
Jadi dari perhitungan di atas diperoleh data sebagai berikut:
Diameter lubang = diameter poros : d = 14 mm
Basic static load rating : C0 ≥ 16,77 kg
Dynamic load rating : C ≥ 286,76 kg
Dari tabel 6.2. dipilih bantalan bantalan bola radial beralur dalam baris
tunggal dengan nomor bantalan 6303 yang mempunyai karakteristik sebagai berikut:
Diameter luar : D = 35 mm
Diameter lubang : d = 14 mm
Lebar : b = 10 mm
Basic static load rating : C0 = 296 kg
Basic dynamic load rating : C = 470 kg
BAB VII
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari perancangan roda gigi mesin bubut Harrison M300 ini adalah:
1. Daya : N = 4,5 kW
60
Putaran : ni = 1600 rpm
2. POROS
Bahan poros input pinion : Baja khrom nikel SNC 2 Diameter poros input : dp = 14 mmBahan poros perantara : Baja khrom nikel SNC 2 Diameter poros perantara : dp = 16 mmBahan poros output : Baja khrom nikel SNC 3 Diameter poros output : dp = 17 mm
3. RODA GIGI
Perbandingan reduksi ditetapkan sebesar 1,5 sehingga putaran poros perantara 1000 rpm.Modul : m = 1,5 mmTinggi kepala gigi (Adendum) : hk = 1,5 mmTinggi kaki gigi (Dedendum) : hf = 1,87 mmTinggi gigi : h = 3,37 mmKelonggaran puncak : Ck = 0,375 mmTebal gigi : t = 2,35 mmBahan roda gigi : Baja khrom nikel SNC 2
a. Roda Gigi Input dan Perantara Input
Jumlah gigi roda gigi input : zi = 43Jumlah gigi roda gigi perantara input : zpi = 64Jarak antara poros input dan perantara : a = 80 mmLebar sisi roda gigi : b = 18 mmDiameter jarak bagi roda gigi input : Di = 64 mmDiameter jarak bagi roda gigi perantara input : Dpi = 96 mmDiameter lingkar kepala roda gigi input : Doi = 67,5 mmDiameter lingkar kepala roda gigi perantara : Dopi= 99 mmDiameter lingkar dasar roda gigi input : Dii = 60,6 mmDiameter lingkar dasar roda gigi perantara : Dipi= 90,2 mm
b. Roda Gigi Output dan Perantara Output
61
Jumlah gigi roda gigi output : zo = 36Jumlah gigi roda gigi perantara output : zpo = 56Jarak antara poros output dan perantara : a = 70 mmLebar sisi roda gigi : b = 14 mmDiameter jarak bagi roda gigi output : Do = 53 mmDiameter jarak bagi roda gigi perantara : Dpo = 84 mmDiameter lingkar kepala roda gigi output : Doo= 57 mmDiameter lingkar kepala roda gigi perantara : Dopo= 87 mmDiameter lingkar dasar roda gigi output : Dio = 50,7 mmDiameter lingkar dasar roda gigi perantara : Dipo= 78,93 mm
4. SPLINE DAN NAAF PADA POROS INPUT
Jumlah spline / naaf : i = 10 buahDiameter dalam : d = 14 mmDiameter luar : D = 16 mmTinggi : h = 0,72 mmLebar spline : ws = 2,5 mmLebar naaf : wn = 2,5 mmPanjang : L = 20,68 mmJari-jari rata-rata spline /naaf : rm= 7,5 mmBahan : Baja khrom nikel SNC 2
5. SPLINE DAN NAAF PADA POROS OUTPUT
Jumlah spline / naaf : i = 10 buahDiameter dalam : d = 17 mmDiameter luar : D = 19 mmTinggi : h = 0,856 mmLebar spline : ws = 3 mmLebar naaf : wn = 3 mmJari-jari rata-rata spline /naaf : rm =9 mmPanjang : L = 23,73 mmBahan spline : Baja khrom nikel SNC 3 Bahan naaf : Baja khrom nikel SNC 2
62
6. BANTALAN PADA POROS INPUT
Nomor bantalan : 6001Diameter luar : D = 28 mmDiameter lubang : d = 14 mmLebar bantalan : b = 8 mmBasic static load rating : C0 = 229 kgBasic dynamic load rating : C = 400 kg
7. BANTALAN PADA POROS PERANTARA
Nomor bantalan : 6002Diameter luar : D = 32 mmDiameter lubang : d = 14 mmLebar bantalan : b = 9 mmBasic static load rating : C0 = 263 kgBasic dynamic load rating : C = 440 kg
8. BANTALAN PADA POROS OUTPUT
Nomor bantalan : 6003Diameter luar : D = 35 mmDiameter lubang : d = 14 mmLebar bantalan : b = 10 mmBasic static load rating : C0 = 296 kgBasic dynamic load rating : C = 470 kg
DAFTAR PUSTAKA
1. Ferdinand P. Beer dan E. Russell Johnston, Jr., Mekanika untuk Insinyur: Statika,
Edisi Keempat. Erlangga: Jakarta, 1996.
2. Heinz Heisler,Vehicle and Engin Tehnology,Volume I, Edward Arnold (Publisher)
Ltd : London, 1985.
63
3. Joseph E. Shigley, Larry D. Mitchell, dan Gandhi Harahap (penerjemah),
Perencanaan Teknik Mesin, Edisi Keempat, Jilid 1. Erlangga: Jakarta, 1991.
4. Joseph E. Shigley, Larry D. Mitchell, dan Gandhi Harahap (penerjemah),
Perencanaan Teknik Mesin, Edisi Keempat, Jilid 2. Erlangga: Jakarta, 1991.
5. Joseph E.Shigley, Charles R.Mischke, Richard G.Budynas, Mechanical
Engineering Design, Seventh Edition, Mc-Graw Hill;New York, 2003.
6. M.F.Spotts, Design of Machine Elemens,Fifth Edition. Prentice Hall:engle wood
cliffs.N.J, 1978
7 Sularso dan Kiyokatsu Suga, Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen
Mesin. Pradnya Paramitha: Jakarta, 1994.
64