rjp

31
REFERAT JURNAL READING QUANTIFYING THE EFFECT OF CARDIOPULMONARY RESUSCITATION QUALITY ON CARDIAC ARREST OUTCOME: A SYSTEMATIC REVIEW AND META-ANALISIS Pembimbing : dr. Mukhlis Rudi P, Sp. An-KNA Disusun oleh : Aras Nurbarich Agustin G4A013063 Titiyan Herbiyanto N G4A013064

Upload: aras-nurbarich-agustin

Post on 20-Dec-2015

7 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

resusitasi jantung paru

TRANSCRIPT

Page 1: rjp

REFERAT JURNAL READING

QUANTIFYING THE EFFECT OF CARDIOPULMONARY RESUSCITATION QUALITY ON CARDIAC ARREST OUTCOME: A SYSTEMATIC REVIEW

AND META-ANALISIS

Pembimbing :

dr. Mukhlis Rudi P, Sp. An-KNA

Disusun oleh :

Aras Nurbarich Agustin G4A013063

Titiyan Herbiyanto N G4A013064

Page 2: rjp

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PENDIDIKAN PROFESI KEDOKTERAN

SMF ANESTESIOLOGI

RSUD PROF. DR MARGONO SOEKARJO

PURWOKERTO

2013

LEMBAR PENGESAHAN

QUANTIFYING THE EFFECT OF CARDIOPULMONARY RESUSCITATION QUALITY ON CARDIAC ARREST OUTCOME: A SYSTEMATIC REVIEW

AND META-ANALISIS

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepanitraan Klinik

Di bagian SMF Anestesiologi

RSUD Prof. Margono Soekardjo Purwokerto

Page 3: rjp

Disusun Oleh :

Aras Nurbarich Agustin G4A013063

Titiyan Herbiyanto N G4A013064

Purwokerto, Oktober 2013

Mengetahui,

Pembimbing

dr. Mukhlis Rudi P, Sp. An-KNA

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan

rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat jurnal reading dengan

Page 4: rjp

judul Quantifying The Effect Of Cardiopulmonary Resuscitation Quality On

Cardiac Arrest Outcome: A Systematic Review And Meta-Analisis.

Tujuan penulisan presus ini ialah untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti

Kepaniteraan Klinik di bagian Anestesiologi RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo,

Purwokerto

Dalam kesempatan ini perkenakanlah penulis untuk menyampaikan ucapan

terima kasih kepada :

1. dr. Mukhlis Rudi P, Sp. An-KNA. selaku pembimbing yang telah memberikan

arahan pada tugas-tugas kami.

2. Teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan

presus ini.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan presus ini masih jauh

dari kesempurnaan serta masih banyak terdapat kekurangan. Kami berharap semoga

presus ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca serta perkembangan ilmu

pengetahuan khususnya dalam bidang kedokteran.

Purwokerto, Oktober 2013

Penyusun

Page 5: rjp

DAFTAR ISI

HalamanHALAMAN JUDUL .......................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... ii

KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR........................................................................................... v

DAFTAR TABEL ............................................................................................... vi

DAFTAR ISTILAH

………………………………………………………………………………………

.. vii

I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 2

A. Kuretase ..................................................................................................... 2

B. Blighted Ovum .......................................................................................... 5

C. Anestesi Spinal

……………………………............................................................. 8

III. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 15

IV. KESIMPULAN ............................................................................................ 20

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 24

Page 6: rjp

I. PENDAHULUAN

Resusitasi jantung paru adalah serangkaian usaha penyelamatan hidup

padahenti jantung. Walaupun pendekatan yang dilakukan dapat berbeda-beda,

tergantung penyelamat, korban dan keadaan sekitar, tantangan mendasar tetap

ada, yaitu bagaimana melakukan RJP yang lebih dini, lebih cepat dan lebih

efektif. Untuk menjawabnya, pengenalan akan adanya henti jantung dan tindakan

segera yang harusdilakukan menjadi prioritas dari tulisan ini.

Henti jantung menjadi penyebab utama kematian di beberapa negara. Terjadi

baik di luar rumah sakit maupun di dalam rumah sakit. Diperkirakan sekitar

350.000 orang meninggal per tahunnya akibat henti jantung di Amerika dan

Kanada. Perkiraan ini tidak termasuk mereka yang diperkirakan meninggal akibat

henti jantung dan tidak sempat diresusitasi. Walaupun usaha untuk melakukan

resusitasi tidak selalu berhasil, lebih banyak nyawa yang hilang akibat tidak

dilakukannya resusitasi.

Bantuan Hidup Dasar (BHD) atau yang lebih dikenal dengan Resusitasi

Jantung Paru (RJP) adalah suatu usaha kedokteran gawat darurat untuk

memulihkan fungsirespirasi dan/atau sirkulasi yang mengalami kegagalan

mendadak pada pasien yang masihmempunyai harapan hidup.

Tindakan bantuan hidup dasar umumnya dilakukan oleh paramedik, namun

di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Kanada, serta Inggris,dapat

dilakukan oleh kaum awam yang telah mendapat pelatihan sebelumnya. Tindakan

Page 7: rjp

pemberian RJP ini sangat berpengaruh terhadap angka survival korban, bahkan

darisurvey yang dilakukan American Heart Association menemukan 50% korban

mengalami angka survival yang mencapai 80% dengan pemberian RJP oleh orang

awam di luar rumah sakit.

Tindakan RJP bukan merupakan suatu jenis keterampilan tindakan

tunggalsemata, melainkan suatu usaha berkesinambungan antara pengamatan serta

intervensiyang dilakukan dalam memberikan pertolongan. Keberhasilan

pertolongan yangdilakukan ditentukan oleh kecepatan dalam memberikan

tindakan awal RJP, hal inimenjadi pencetus ide untuk membuat alur tindakan

melakukan RJP yang efektif sertamelatih sebanyak mungkin orang awam dan

paramedik untuk dapat melakukan RJP secara baik dan benar. Secara umum,

pengamatan serta intervensi yang dilakukan dalam RJP merupakan satu rantai tak

terputus, disebut sebagai rantai kelangsungan hidup (chain of survival).

Pengiriman cepat pada resusitasi jantung paru (RJP) dengan kompresi dada

yang baik telah lama dianggap penting bagi kelangsungan hidup pada pasien

cardiac arrest. Sehingga, American Heart Association dan Dewan Resusitasi

Eropa telah menerbitkan pedoman yang mengatur tingkat konsensus dan

kedalaman kompresi dada selama pengiriman. Namun, pengaruh pengukuran

kualitas resusitasi jantung paru pada kelangsungan hidup belum pernah dinilai

secara prospektif dalam uji randomized trial. Sementara itu, studi nonrandomized

menilai pengaruh kualitas RJP pada hasil klinis telah menghasilkan hasil yang

bertentangan.

Sejauh mana kualitas RJP mempengaruhi kelangsungan hidup dari jantung

penangkapan masih kurang dipahami. Sebuah badan tumbuh investigasi telah

Page 8: rjp

dihitung metrik kinerja RJP dan hasil klinis dari serangan jantung, belum ada

penelitian hingga saat ini ketat menganalisis bukti yang tersedia pada kualitas RJP

untuk menentukan estimasi terbaik dari efeknya terhadap kelangsungan hidup.

Kami berusaha untuk mengukur hubungan antara parameter kualitas RJP

(kecepatan kompresi dada, kedalaman, tidak adanya jeda saat kompresi, dan

kecepatan ventilasi) dengan hasil klinis. Penelitian ini menggunakan pendekatan

formal review sistematis dan meta-analisis.

Page 9: rjp

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Cardiac Arrest

1. Pengertian.

Cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba dan

mendadak, bisa terjadi pada seseorang yang memang didiagnosa dengan

penyakit jantung ataupun tidak. Waktu kejadiannya tidak bisa

diperkirakan, terjadi dengan sangat cepat begitu gejala dan tanda tampak

(American Heart Association,2010). Jameson, dkk (2005), menyatakan

bahwa cardiac arrest adalah penghentian sirkulasi normal darah akibat

kegagalan jantung untuk berkontraksi secara efektif. Berdasarkan

pengertian di atas maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa henti

jantung atau cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara

mendadak untuk mempertahankan sirkulasi normal darah untuk memberi

kebutuhan oksigen ke otak dan organ vital lainnya akibat kegagalan

jantung untuk berkontraksi secara efektif.

2. Faktor predisposisi

Iskandar (2008), mengatakan bahwa faktor risiko cardiac arrest

adalah:

a. Laki-laki usia 40 tahun atau lebih, memiliki kemungkinan untuk

terkena cardiac arrest satu berbanding delapan orang, sedangkan pada

wanita adalah satu berbanding 24 orang.

Page 10: rjp

b. Semakin tua seseorang, semakin rendah risiko henti jantung

mendadak. Orang dengan faktor risiko untuk penyakit jantung, seperti

hipertensi, hiperkholesterolemia dan merokok memiliki peningkatan

risiko terjadinya cardiac arrest (Iskandar,2008).

Menurut American Heart Association (2010), seseorang dikatakan

mempunyai risiko tinggi untuk terkena cardiac arrest dengan kondisi:

a. Adanya jejas di jantung karena serangan jantung terdahulu atau oleh

sebab lain; jantung yang terjejas atau mengalami pembesaran karena

sebab tertentu cenderung untuk mengalami aritmia ventrikel yang

mengancam jiwa. Enam bulan pertama setelah seseorang mengalami

serangan jantung adalah periode risiko tinggi untuk terjadinya cardiac

arrest pada pasien dengan penyakit jantung atherosclerotic.

b. Penebalan otot jantung (cardiomyopathy) karena berbagai sebab

(umumnya karena tekanan darah tinggi, kelainan katub jantung)

membuat seseorang cenderung untuk terkena cardiac arrest.

c. Seseorang sedang menggunakan obat-obatan untuk jantung;

karenabeberapa kondisi tertentu, beberapa obat-obatan untuk jantung

(anti aritmia) justru merangsang timbulnya aritmia ventrikel dan

berakibat cardiac arrest. Kondisi seperti ini disebut proarrythmic

effect. Pemakaian obat-obatan yang bisa mempengaruhi perubahan

kadar potasium dan magnesium dalam darah (misalnya penggunaan

diuretik) juga dapat menyebabkan aritmia yang mengancam jiwa dan

cardiac arrest.

Page 11: rjp

d. Kelistrikan yang tidak normal; beberapa kelistrikan jantung yang tidak

normal seperti Wolff-Parkinson-White-Syndrome dan sindroma

gelombang QT yang memanjang bisa menyebabkan cardiac arrest pada

anak dan dewasa muda.

e. Pembuluh darah yang tidak normal, jarang dijumpai (khususnya di

arteri kor onari dan aorta) sering menyebabkan kematian mendadak

pada dewasa muda. Pelepasan adrenalin ketika berolah raga atau

melakukan aktifitas fisik yang berat, bisa menjadi pemicu terjadinya

cardiac arrest apabila dijumpai kelainan tadi.

f. Penyalahgunaan obat; penyalahgunaan obat adalah faktor utama

terjadinya cardiac arrest pada penderita yang sebenarnya tidak

mempunyai kelainan pada organ jantung.

3. Tanda- tanda cardiac arrest.

Tanda-tanda cardiac arrest menurut Diklat Ambulans Gawat Darurat

118 (2010), yaitu:

a. Ketiadaan respon; pasien tidak berespon terhadap rangsangan suara,

tepukan di pundak ataupun cubitan.

b. Ketiadaan pernafasan normal; tidak terdapat pernafasan normal ketika

jalan pernafasan dibuka.

c. Tidak teraba denyut nadi di arteri besar (karotis, femoralis, radialis).

4. Proses terjadinya cardiac arrest.

Kebanyakan korban henti jantung diakibatkan oleh timbulnya

aritmia: fibrilasi ventrikel (VF), takhikardi ventrikel (VT), aktifitas listrik

tanpa nadi (PEA),dan asistol (Diklat Ambulans Gawat Darurat 118, 2010).

Page 12: rjp

B. Resusitasi Jantung Paru

1. Definisi

Resusitasi Jantung Paru (RJP) atau Cardiopulmonary Resuscitation

(CPR)adalah suatu tindakan darurat sebagai suatu usaha untuk

mengembalikan keadaanhenti nafas atau henti jantung (kematian klinis) ke

fungsi optimal, guna mencegahkematian biologis. Kematian klinis ditandai

dengan hilangnya nadi arteri carotisdan arteri femoralis, terhentinya

denyut jantung dan pembuluh darah atau pernafasan dan terjadinya

penurunan atau kehilangan kesadaran. Kematian biologis dimana

kerusakan otak tak dapat diperbaiki lagi, dapat terjadi dalam 4menit

setelah kematian klinis. Oleh Karena itu, berhasil atau tidaknya

tindakanRJP tergantung cepatnya dilakukan tindakan dan tepatnya teknik

yang dilakukan.

2. Indikasi

a. Henti napas primer (respiratory arrest) dapat disebabkan oleh banyak

hal, misalnya serangan stroke, keracunan obat, tenggelam, inhalasi

asap/uap/gas,obstruksi jalan napas oleh benda asing, tesengat listrik,

tersambar petir,serangan infark jantung, radang epiglotis, tercekik

(suffocation), trauma danlain-lainnya

Pada awal henti napas, jantung masih berdenyut, masih teraba nadi,

pemberian O2 ke otak dan organ vital lainnya masih cukup sampai

beberapamenit. Kalau henti napas mendapat pertolongan segera maka

pasien akan teselamatkan hidupnya dan sebaliknya kalau terlambat

akan berakibat henti jantung

Page 13: rjp

b. Henti Jantung Henti jantung primer (cardiac arrest) ialah

ketidaksanggupan curah jantung untuk memberi kebutuhan oksigen ke

otak dan organ vital lainnya secara mendadak dan dapat balik normal,

kalau dilakukan tindakan yang tepat atau akan menyebabkan kematian

atau kerusakan otak. Henti jantung terminal akibat usia lanjut atau

penyakit kronis tentu tidak termasuk henti jantung

c. Sebagian besar henti jantung disebabkan oleh fibrilasi ventrikel atau

takikardi tanpa denyut (80-90%), kemudian disusul oleh ventrikel

asistol(+10%) dan terakhir oleh disosiasi elektro-mekanik (+5%). Dua

jenis henti jantung yang terakhir lebih sulit ditanggulangi karena akibat

gangguan pacemaker jantung. Fibirilasi ventrikel terjadi karena

koordinasi aktivitas jantung menghilang. Henti jantung ditandai oleh

denyut nadi besar tak teraba (karotis femoralis,radialis) disertai

kebiruan (sianosis) atau pucat sekali, pernapasan berhenti atau satu-

satu (gasping, apnu), dilatasi pupil tak bereaksi terhadap

rangsangcahaya dan pasien tidak sadar.Pengiriman O2ke otak

tergantung pada curah jantung, kadar hemoglobin(Hb), saturasi Hb

terhadap O2 dan fungsi pernapasan. Iskemi melebih 3-4menit pada

suhu normal akan menyebabkan kortek serebri rusak

menetap,walaupun setelah itu dapat membuat jantung berdenyut

kembali

3. Pembaharuan Pada Bls Guidelines 2010

Terdapat beberapa pembaharuan pada RJP 2010, berbanding dengan

2005. Beberapa perubahan yang telah dilakukan adalah seperti berikut:

Page 14: rjp

1. Mengenali sudden cardiac arrest (SCA) dari menganalisa respon dan

pernafasan. (ie korban tidak bernafas)

2. “Look,listen and feel” tidak digunakan dalam algortima BLS

3. Hands-only chest compression RJP digalakkan pada siapa yang tidak

terlatih

4. Urutan ABC diubah ke urutan CAB, chest compression sebelum

breathing.

5. Health care providers memberi chest compression yang efektif

sehingga terdapat sirkulasi spontan.

6. Lebih terfokus kepada kualiti RJP.

7. Kurangkan penekanan untuk memeriksa nadi untuk health care

providers.

8. Algoritma BLS yang lebih mudah diperkenalkan.

9. Rekomendasi untuk mempunyai pasukan yang serentak mengandali

chestcompression, airway management,rescue breathing, rhythm

detection danshock.

Untuk mengenali terjadinya SCA ( sudden cardiac arrest) adalah hal yang

tidak mudah. Jika terjadi kekeliruan dan keterlambatan untuk bertindak dan

memulakan CPR, ini akan mengurangi survival rate korban tersebut.Chest

compression merupakan antara tindakan yang sangat penting dalam CPR

kerana perfusi tergantung kepada kompresi. Oleh karena itu, chest

compression merupakan tindakan yang terpenting jika terdapat korban yang

mempunyai SCA.

Page 15: rjp

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Total abstrak yang masuk sejumlah 603 dan hanya 10 penelitian yang

diikutsertakan.

Gambar 1. Proses seleksi dan screening penelitian yang akan diikutsertakan

Dari 10 penelitian yang masuk, 8 diantaranya adalah penelitian kohort

retrospektif dan 2 sisanya adalah . tujuh penelitian dilakukan di Amerika Utara dan 3 di

Eropa.

Page 16: rjp

Mean diff 95% CI P

Kedalaman kompresi dada 2,44 mm 1,19-3,69 <0,001

Kecepatan kompresi dada 85 x/m -4,81 x/m -8,19 s.d -1,43 <0,005

100 x/m -5,04 x/m -8,44 s.d -1,65 <0,004

Tidak ada jeda saat kompresi 1,34% -1,50-4,18 =0,36

Kecepatan ventilasi 0,18 x/m -1,60-1,96 =0,84

Hasil yang didapat pada penelitian ini adalah:

Page 17: rjp

Kompresi dada yang lebih dalam dan kecepatan kompresi hingga 85-100 kali

permenit sangat berhubungan signifikan dengan keberlangsungan hidup pasien cardiac

arrest pada penelitian meta analisis ini, hal ini konsisten dengan pedoman rekomendasi

hasil consensus saat ini dan diperkirakan kelangsungan hidup pasien cardiac arrest sangat

bergantung pada kualitas RJP. Penelitian ini merupakan penelitian jenis sistematik review

dan meta analisis pertama yang menilai hubungan kejadian cardiac arrest secara

internasional dan menggunakan berbagai macam metode. pengumpulan database

membutuhkan pencarian yang panjang sehingga peneliti harus menghubungi ketua

penulis dari 10 penelitian yang masuk untuk mengidentifikasi dan menggali data-data.

Hasil terpenting kami dari kedalaman kompresi dada adalah penelitian ini sesuai

dengan hasil penelitian laboratorium sebelumnya, yaitu penelitian pada anjing yang

menunjukkan bahwa cardiac output dan aliran darah dipengaruhi oleh kedalaman

kompresi. Penelitian lain menunjukkan bahwa semakin dalam kompresi dada maka

kemungkinan keberhasilan resusitasi semakin besar dibandingkan mendahulukan

defibrilasi dan kecepatan kompresi dada 100+5 kali permenit dengan kedalaman 50+1

mm lebih unggul dibandingkan dengan yang berkecepatan kompresi 80+5 kali permenit

dengan kedalaman 37+1 mm, angka keberhasilannya lebih tinggi untuk ROSC dan

mempertahankan keutuhan neurologi.

Pada penelitian-penelitian saat ini, kecepatan kompresi dada antara 85-100 kali

permenit sangat berhubungan signifikan dengan kelangsungan hidup pasien cardiac

arrest, meskipun kecepatan kompresi >105 kali permenit tidak secara jelas berhubungan

dengan peningkatan angka kelangsungan hidup. Hal ini sesuai dengan penelitian pada

hewan yang menyatakan bahwa aliran darah pada anjing yang mendapat RJP tidak ada

peningkatan ataupun penurunan jika kecepatan kompresi dadanya >120 kali permenit.

Terlalu cepatnya kompresi dada juga bisa menimbulkan penurunan perfusi diastolic yang

menyebabkan kurang optimalnya aliran darah ke arteri coronaria.

Page 18: rjp

Meskipun kecepatan kompresi dada 85-100 kali permenit memiliki hubungan

yang signifikan dengan kelangsungan hidup pasien cardiac arrest tanpa memperhatikan

lokasi dimana terjadinya, kami menemukan bahwa kelangsungan hidup IHCA lebih

ditentukan oleh kecepatan kompresi dada dibandingkan kelangsungan hidup OHCA. Hal

ini dapat dijelaskan perbedaan dari 2 kondisi tersebut. Secara umum, OHCA lebih

disebabkan karena adanya perubahan ritme yang tiba-tiba; 40% pasien pada 1

metaanalisis yang terdiri dari 142.740 OHCA disebabkan karena adanya fibrilasi

ventrikel/ventrikel takikardi sehingga waktu untuk defibrilasi lebih penting untuk

mempertahanka kelangsungan hidup pasien dibandingkan kompresi dada. IHCA lebih

disebabkan karena kurangnya aktivitas aliran listrik atau asistol dan sangat jarang

penyebabnya karena fibrilasi ventrikel/ ventrikel takikardi; hanya 23% pasien pada 1

penelitian kohort yang terdiri dari 36902 orang dewasa IHCA yang mengalami perubahan

ritme yang tiba-tiba. Hal ini masuk akal bahwa kualitas kompresi dada selama resusitasi

IHCA lebih penting dibandingkan defibrilasi untuk mempercepat ROSC.

Pada penelitian ini, tidak adanya jeda saat kompresi tidak berhubungan dengan

kelangsungan hidup pada pasien cardiac arrest. Data dari laboratory menunjukkan bahwa

terhentinya RJP dapat mengganggu kelangsungan hidup. Bagaimanapun, terhentinya

kompresi dada biasanya terjadi karena keadaan klinis pasien itu sendiri dan terjadi karena

beberapa alasan, termasuk terhenti karena untuk defibrilasi. Sangat memungkinkan

bahwa tidak ada jeda saat kompresi menjadi hal yang penting, tergantung dari

karakteristik arrest yang tidak dipertimbangkan pada meta analisis ini; sebagai contoh,

penelitian pada populasi yang sama dapat mengungkap hubungan yang berbeda antara

jeda kompresi dada dan kelangsungan hidup, tergantung dari ritme awal.

Kami juga menemukan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada

kecepatan ventilasi antara pasien cardiac arrest yang bisa survive dengan yang tidak

survive. Penelitian saat ini menjelaskan bahwa assisted ventilation selama OHCA tidak

terlalu dibutuhkan dan bermanfaat bagi pasien. Pada beberapa kasus, hal ini bahkan

Page 19: rjp

menyebabkan hasil yang semakin memburuk karena memutuskan durasi saat kompresi

dada yang berfungsi untuk menjaga perfusi darah ke organ vital.

Page 20: rjp

IV. KESIMPULAN

1. Cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba dan mendadak,

bisa terjadi pada seseorang yang memang didiagnosa dengan penyakit jantung

ataupun tidak. Waktu kejadiannya tidak bisa diperkirakan, terjadi dengan

sangat cepat begitu gejala dan tanda tampak.

2. Resusitasi Jantung Paru (RJP) atau Cardiopulmonary Resuscitation (CPR)

adalah suatu tindakan darurat sebagai suatu usaha untuk mengembalikan

keadaanhenti nafas atau henti jantung (kematian klinis) ke fungsi optimal,

guna mencegahkematian biologis.

3. Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain systemic review dan meta

analisis.

4. Terdapat hubungan yang signifikan antara kedalaman kompresi dada dengan

survival dari cardiac arrest.

5. Terdapat hubungan yang signifikan antara kecepatan kompresi dada dengan

survival dari cardiac arrest.

6. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tidak adanya jeda saat

kompresi dengan survival dari cardiac arrest.

7. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kecepatan ventilasi dengan

survival dari cardiac arrest.

Page 21: rjp

DAFTAR PUSTAKA

Andrew H. Travers, et al. 2010. Part 4: CPR Overview: 2010 American Heart

Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency

Cardiovascular Care.Circulation 2010;122;S676-S684

Diana M. Cave, et al. 2010. Part 7: CPR Techniques and Devices: 2010 American

Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and

Emergency Cardiovascular Care. Circulation 2010;122;S720-S728

John M. Field. 2010. Part 1: Executive Summary: 2010 American Heart

Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency

Cardiovascular Care. Circulation 2010;122;S640-S656.

Robert A. Berg, et al. 2010. Part 5: Adult Basic Life Support: 2010 American

Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and

Emergency Cardiovascular Care. Circulation 2010;122;S685-S705.

Wallace, Sarah K., Benjamin S.A dan Lance B.B. 2013. Quantifying The Effect

Of Cardiopulmonary Resuscitation Quality On Cardiac Arrest Outcome: A

Systematic Review And Meta-Analisis. Circ Cardiovasc Qual Outcome.

Vol.6: 148-156