rinore mukoid dan mukopurulen
DESCRIPTION
Referat Etiologi dan penatalaksanaan Rinore Mukoid dan Mukopurulen -Koas THT- Pembimbing dr.Roy David S,SpTHT-KLTRANSCRIPT
RINORE MUKOID
I. Definisi
Rinore berasal dari bahasa yunani “rhinos” yaitu hidung dan “-rrhea” yang
berarti cairan. Rinore atau hidung berair secara umum dapat diartikan sebagai
keluarnya cairan dari hidung yang salah satunya disebabkan oleh adanya suatu
proses inflamasi atau iritasi. Cairan yang keluar dapat bewarna jernih, hijau ataupun
coklat.1
II. Etiologi dan Penatalaksanaan Rinore Mukoid
1. Mukoid
Rinitis Vasomotor
Rinitis vasomotor merupakan istilah yang digunakan untuk gangguan pada
mukosa hidung yang ditandai dengan adanya edema yang persisten dan hipersekresi
kelenjar pada mukosa hidung apabila terpapar oleh beberapa rangsangan seperti
perubahan kelembapan dan suhu atau iritasi di alam yang tidak spesifik. Hal ini dapat
terjadi akibat ketidakseimbangan vasomotor dan juga pengaruh faktor endokrin.2,3
Pada umumnya pasien dengan rinitis vasomotor mengeluhkan gejala yang
dominan seperti hidung tersumbat, bergantian kiri dan kanan, tergantung dengan
posisi pasien. Selain itu juga terdapat rinore yang mukoid atau serosa.4 Gejala ini
akan dicetus dan diperparah oleh pengaruh wangi-wangian (seperti parfum, asap
rokok, bau cat, tinta), alkohol, makanan pedas, emosi dan faktor lingkungan seperti
suhu, perubahan tekanan barometrik dan cahaya terang.3,5
Etiologi
Penyebab pasti terjadinya rinitis vasomotor masih belum diketahui.2 Mayoritas
75-80% dari faktor individual.6 Etiologi rinitis vasomotor diduga akibat adanya
gangguan keseimbangan sistem saraf otonom yaitu bertambahnya aktivitas
parasimpatis dimana terjadi gangguan vasomotor atau gangguan fisiologik lapisan
mukosa hidung yang dipicu oleh zat-zat tertentu.2,4
Faktor presiposisi terjadinya rinitis vasomotor yaitu :6,7
a. Herediter
b. Infeksi yaitu riwayat infeksi bakteri dan virus sebelumnya
c. Psikologi dan emosional
d. Obat-obatan yang menginduksi gejala dari rinitis seperti aspirin dan obat
nonsteroidal anti-inflammatory (NSAID), reserpin, hidralazin, guanetidin,
pentolamin, metildopa, penghambat angiotensin-converting enzyme (ACE),
β-blocker, antagonis α-adrenoceptor, klorpromazin, kontrasepsi oral, nasal
dekongestan topikal dan agen psikotropik.6
e. Pengaruh endokrin, rinitis vasomotor terjadi saat usia muda, pubertas,
selama menstruasi, kehamilan serta rangsangan seksual.
Faktor pesipitasi dari rinitis vasomotor yaitu:6,7
a. Keadaan cuaca, perubahan kelembapan dam suhu
b. Asap, asap rokok, debu, wangi-wangian dan alkohol
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada rinitis vasomotor sangat bervariasi, tergantung pada
faktor penyebab dan gejala yang menonjol.4 Menghindari faktor presipitasi yang
diketahui merupakan langkah awal yang tepat dalam pencegahan terjadinya
vasomotor rinitis. Pemberian antihistamin topikal pada pasien yang menujukkan
gejala seperti rinore dengan bersin, post nasal drip dan hidung tersumbat.3 Pada
pasien yang mengeluhkan rinore semata, pemberian antikolinergik topikal dapat
menjadi langkah awal.8
Pemberian kortikosteroid topikal dapat diberikan pada pasien yang
mengeluhkan hidung tersumbat dan mengalami obstruksi. Saat ini terdapat
kortikosteroid topikal baru dalam larutan aqua seperti flutikason propionate dan
mometason furoat dengan pemakaian cukup satu kali sehari dengan dosis 200 mcg.4
Selain itu dikenal juga operasi bedah beku, elektrokauter, diatermi submukosal, laser-
turbinectomy, krioterapi dan turbinektomi pembedahan sebagai penatalaksanaan
rinitis vasomotor yang bersifat invasif.4 Pilihan terapi ini tidak memberikan 100%
efek perubahan untuk semua gejala.9
Adapun algoritme pendekatan yang disarankan dalam melakukan tatalaksana
dari rinitis vasomotor dijelaskan pada gambar 1.
Gambar 1. Algoritme untuk penatalaksanaan farmakologik dari rinitis vasomotor3
2. Mukopurulen
Rinosinusitis
Rinosinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal.10
Rinosinusitis yang terjadi pada orang dewasa diartikan sebagai inflamasi dari hidung
dan sinus paranasal yang ditandai dengan dua atau lebih gejala, satu diantaranya
harus ada penyumbatan pada hidung/obstruksi/kongesti atau discaj nasal
(anterior/posterior/post nasal drip) ditambah dengan ada atau tidak nyeri tekan pada
muka. Pada dewasa dapat ditandai dengan ada atau tidaknya gangguan penciuman,
namun pada anak-anak ditandai dengan ada atau tidaknya batuk.11 Pada saat ini,
nomenklatur untuk panggilan “sinusitis” telah berubah menjadi “rinosinusitis”.
Hal ini didasarkan pada kedekatan secara anatomi dan fakta bahwa patofisiologi
inflamasi yang terjadi biasanya memberikan pengaruh pada kedua sinus dan jalan
masuk rongga hidung.12
Etiologi
a. Infeksi
Infeksi yang tersering pada rongga hidung adalah infeksi virus, kemudian
diikuti oleh infeksi bakteri yang sekunder. Virus sangat mudah menempel pada
mukosa hidung yang menganggu sistem mukosiliar rongga hidung dan virus
melakukan penetrasi ke selaput lendir dan masuk ke sel tubuh dan menginfeksi secara
cepat. Akibat dari infeksi virus dapat terjadi edema dan hilangnya fungsi silia yang
normal, maka akan terjadi suatu lingkungan ideal untuk perkembangan bakteri.
Bakteri aerob yang paling sering ditemukan, antara lain Staphylococcus aureus,
Streptococcus viridians, Haemophilis influenze, Neisseria flavus, Staphylococcus
epidermidis. Bakteri anaerob termasuk Corynebacterium, Peptostreptococcus dan
Vellonela.13
b. Alergi
Alergi juga dapat merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya
rinosinusitis karena alergi dapat menyebabkan mukosa udem dan hipersekresi.
Mukosa sinus yang udem dapat menyumbat muara sinus dan menganggu drainase
sehingga menyebabkan timbulnya infeksi, selanjutnya dapat menghancurkan epitel
permukaan dan siklus seterusnya berulang yang mengarah pada rinosinusitis kronis.13
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dilakukan tergantung penyebabnya. Pada rinosinusitis viral
dapat dilakukan dengan menghilangkan gejala dari hidung tersumbat dan rinore yang
diderita, sedangkan untuk rinosinusitis yang disebabkan oleh infeksi bakteri dapat
dilakukan penatalaksanaan dengan pemberian antibiotik untuk mngeradikasi infeksi,
mencegah komplikasi dan mencegah penyakit agar tidak menjadi kronis.
Adapun algoritme pendekatan yang disarankan dalam melakukan tatalaksana
dari rinosinusitis dapat dijelaskan pada gambar 2.
Gambar 2. Algoritme pendekatan dalam tatalaksana rinosinusitis akut11
Menurut The European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps
(EPOS) 2012 merekomendasikan pemberian antibiotik harus diberikan pada pasien
dengan gejala yang berat seperti discaj yang bewarna, nyeri local (VAS >7), demam
(>380C), peningkatan laju endap darah (LED) atau C-reactive protein (CRP) serta
gejala yang timbul lebih berat dari gejala sebelumnya.11 Adapun pengobatan
antibiotik seperti golongan cephalosporin (cefpodoxime, cefuroxime, cefdinir,
ceftriaxone) dan amoxicillin/clavulanate potassium dapat direkomendasikan sebagai
pengobatan inisial.13 Pasien dilakukan perujukan jika ditemukan beberapa kondisi
sebagai berikut periorbital edema,eritema, globe dysplaced, penglihatan ganda,
oftalmoplegia, pengurangan lapangan penglihatan, nyeri kepala yang hebat unilateral
atau bilateral, bengkak pada bagian frontal, tanda-tanda meningitis dan tanda-tanda
neurologis lainnya.11
Korpus Alienum
Etiologi
Benda asing adalah benda yang berasal dari luar (eksogen) atau dalam
(endogen) tubuh yang dalam keadaan normal tidak ada pada tubuh. Benda asing dapat
masuk melalui hidung atau mulut. Benda asing eksogen terdiri dari benda padat, cair
atau gas. Benda asing endogen dapat berupa sekret kental, darah, bekuan darah,
nanah, krusta, membrane difteri atau cairan amnion.14
Pembagian lain juga membagi benda asing menjadi benda asing hidup dan
benda asing mati. Benda asing hidup yang pernah ditemukan yaitu larva lalat, lintah
dan cacing sedangkan benda asing mati yang tersering yaitu manik-manik, baterai
logam dan kancing baju.14
Faktor yang mempermudah terjadinya aspirasi benda asing kedalam saluran
nafas antara lain faktor personal (umur, jenis kelamin, pekerjaan, kondisi sosial,
tempat tinggal), kegagalan mekanisme proteksi yang normal, faktor fisik, faktor
dental, faktor medikal dan surgikal, faktor kejiwaan, ukuran dan bentuk benda asing
serta faktor kecerobohan. Benda asing dapat masuk melalui hidung dan dapat
tersangkut di hidung, nasofaring, laring, trakea dan bronkus. 14
Penatalaksanaan
Secara prinsip benda asing yang berada pada saluran nafas diatasi dengan
pengangkatan segera secara endoskopik dalam kondisi yang paling aman dan dengan
trauma yang minimum. Benda asing yang berada dalam hidung dapat dilakukan
pengangkatan dengan menggunakan pengait (haak) yang dimasukkan kedalam bagian
hidung bagian atas, menyusuri atap kavum nasi sampai menyentuh nasofaring.Setelah
itu pengait diturunkan sedikit dan ditarik kedepan. Dengan cara ini benda asing itu
akan terbawa keluar. Cara lain yang dapat digunakan dengan alat cunam Nortman
atau wire loop.14
Rinitis Atrofi (Ozaena)
Rinitis atrofi didefinisikan sebagai penyakit infeksi pada hidung yang kronik.
Penyakit ini ditandai dengan adanya atrofi progresif pada mukosa dan tulang konka
serta terdapat adanya pembentukan krusta. Secara klinis, mukosa hidung
menghasilkan sekret yang kental dan cepat mongering, sehingga terbentuk krusta
yang berbau busuk.15
Etiologi
Penyebab rinitis atrofi belum dapat diketahui sampai sekarang. Adapun
beberapa keadaan yang menjadi faktor predisposisi yang dianggap berhubungan
dengan terjadinya rinitis atrofi yaitu :15
- Infeksi setempat atau kronik spesifik. Paling banyak disebabkan oleh
Klebsiella ozaena. Kuman spesifik lainnya antara lain Stafilokokkus,
Streptokokus, Pseudomonas dan Kokobasil.
- Defisiensi Fe dan vitamin A
- Infeksi sekunder seperti sinusitis kronis
- Kelainan hormon
- Penyakit kolagen termasuk penyakit autoimun
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan rinitis atrofi lebih ditujukan dalam mengatasi etiologi dan
menghilangkan gejala. Pengobatan rinitis atrofi bersifat konservatif yaitu diberikan
antibiotik bersprektrum luas yang sesuai dengan uji resistensi kuman yang dikultur.
Pemberian antibiotik dianjurkan harus adekuat dan lama pemberian bervariasi
tergantung dari hilangnya tanda klinis berupa sekret yang kehijauan.15
Selain itu untuk membantu dalam menghilangkan bau busuk yang dihasilkan
dari proses infeksinya, dapat diberikan obat cuci hidung yang sering diberikan yaitu
larutan garam hipertonik. Larutan ini dimasukkan kedalam rongga hidungdan
dikeluarkan lagi dengan menghembuskan sekuat-kuatnya atau yang masuk ke
nasofaring dikeluarkan melalui mulut. Pencucian ini dilakukan dua kali dalam sehari.
Jika dengan menggunakan pengobatan konservatif tidak memberikan
perbaikan, maka dilanjutkan dengan melakukan pengobatan operatif. Teknik operasi
yang akan dilakukan dengan menutup lubang hidung atau penyempitan lubang
hidung dengan implantasi atau dengan jabir osteoperiosteal. Tindakan ini diharapkan
dapat mengurangi turbulensi udara dan pengeringan sekret serta inflamasi dari
mukosa juga berkurang.15
Akhir-akhir ini dilakukan bedah endoskopik fungsional (BSEF) untuk
mengatasi rinitis atrofi. Dilakukannya pengangkatan sekat-sekat tulang yang
mengalami osteomyelitis dengan harapan infeksi tereradikasi, fungsi ventilasi dan
drainase sinus kembali menjadi normal.15
Rinitis Hipertrofi
Etiologi
Rinitis hipertrofi terjadi dikarenakan adanya proses inflamasi yang disebabkan
oleh infeksi berulang dalam hidung dan sinus, kelanjutan dari rinitis alergi dan rinitis
vasomotor serta akibat paparan bahan iritan kimiawi dan udara kotor.15
Penatalaksanaan
Pada penatalaksanaan rinitis hipertrofi ditujukan untuk mengatasi faktor-
faktor yang menyebabkan terjadinya rinitis hipertrofi. Terapi simtomatis hanya dapat
meredakan sumbatan hidung akibat terjadinya hipertrofi konka, antara lain dapat
menggunakan nitras argenti atau dengan kauter listrik . Bila tidak ada perbaikan dapat
dilakukan dengan luksasi konka, frakturisasi konka multipel, konkoplasti ataupun
konkotomi parsial.15
Rinitis Tuberkulosa
Etiologi
Rinitis tuberkulosa merupakan kejadian infeksi tuberkulosa ekstra pulmoner.
Penyakit ini meningkat seiring dengan meningkatnya kasus tuberculosis. Penyakit
yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis ini berbentuk noduler atau ulkus
pada hidung dan dapat mengenai tulang rawan septum bahkan dapat menyebabkan
perforasi septum.15
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan rinitis tuberkulosa seiiring dengan etiologinya yaitu
melakukan pengobatan antituberkulosis dan diberikan obat cuci hidung untuk
menghilangkan sekret dan bau yang berada pada hidung.15
Rinitis Jamur
Etiologi
Rinitis akibat jamur dapat terjadi bersama dengan sinusitis dan bersifat
invasive atau non invasif. Rinitis jamur non invasif dapat menyerupai rinolith dengan
inflamasi mukosa yang lebih berat, sedangkan rinitis jamur tipe invasive ditandai
dengan ditemukannya hifa jamur pada lamina propria. Adapun jamur penyebab rinitis
jamur yaitu Aspergillus, Candida, Histoplasma, Fussarium dan Mucor.
Aspergilosis merupakan infeksi jamur paling sering yang menyebabkan rinitis
kronik spesifik dengan koloni jamur yang terdapat dalam sinus paranasal.15
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan rinitis jamur non invasif dapat dilakukan dengan mengangkat
bola jamur (fungus ball). Pemberian obat anti jamur untuk non invasif tidak begitu
diperlukan, sedangkan untuk pengobatan rinitis jamur invasif dapat diberikan anti
jamur oral dan topikal yang bertujuan untuk mengeradikasi agen penyebabnya. Obat
cuci hidung dapat diberikan untuk pembersihan hidung dari krusta-krusta yang
lengket. Khusus untuk rinitis jamur invasif perlu dilakukannya tindakan debridement
sebelumnya untuk mengangkat seluruh jaringan yang nekrotik dan tidak sehat
sehingga tidak akan terjadi proses destruksi tulang yang lebih lanjut.15
DAFTAR PUSTAKA
1. Kamus Kedokteran Dorland.EGC.edisi ke 31. 2010:19912. Adam, Boies, Higler. Rinitis vasomotorik. Dalam Boies Buku Ajar Penyakit
THT. Edisi 6.Jakarta: EGC. 1997:218-193. Patricia W, Wheeler MD, Stephen F. Vasomotor rhinitis. Kentucky :
American Academy of Family Physicians Publishing. 2005.
4. Irawati N, Poerbonegoro NL, Kasakeyan E. Rinitis vasomotor. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Editor: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Edisi ke 6. Jakarta:Balai Penerbit FK UI. 2007:135-37
5. Druce HM. Allergic and nonallergic rhinitis. Dalam : Middleton E jr, Ellis EF, Yunginger JW, Reed CE, Adkinson NF, Busse WW,edisi Allergy principles and practices.Edisi ke 5. St.Louis:Mosby.1998:1005-16
6. Garay G. Mechanism of vasomotor rhinitis.France:Journal of Allergy.2004:4-10
7. Downtown D, Blau JN. Vasomotor rhinitis in a synopsis of otolaryngology. Edisi ke4. Bristol:Wright.1985:230-31.
8. Dolovich J, Kennedy L, Vickerson F, Kazim F. Control of the hypersecretion of vasomotor rhinitis by topical ipratropium bromide. J Allergy Clin Immunol.1987;274-8.
9. Ellen A, Jaatun, Claude L. Radio-wave therapy of inferior turbinates for treatment of intractable vasomotor rhinitis-a clinical study of the subjective long term outcome. Clinical Medicine and Diagnostics. Norway.2012;1-5.
10. Endang M,Damajanti S. Sinusitis. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Editor: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Edisi ke 6. Jakarta:Balai Penerbit FK UI. 2007: 150-4
11. Fokkens WJ, Lund VJ, Mullol, Bachert C, Alobid I, Baroody F, et al. European Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps 2012. Rhinol Suppl.2012 Mar(23):1-298.
12. Paul C, Potter MD, Ruby P. Indication, efficacy and safety of intranasal corticosteroids in rhinosinusitis. WAO Journal.Tokyo.2012:14-17.
13. Dewey C, Sched MD, Robert M. Acute bacterial rhinosinusitis in adults: part II.treatment. American Academy Family Physician.Oklahoma.2004:1711-12.
14. Junizaf MH. Benda asing di saluran nafas. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Editor: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Edisi ke 6. Jakarta:Balai Penerbit FK UI. 2007: 259-265
15. Wardani RS, Mangunkusumo E. Rinorea, infeksi hidung dan sinus. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Editor: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Edisi ke 6. Jakarta:Balai Penerbit FK UI. 2007:139-143.