ringkasan wsbb 01

6
Nama : Hans Jonni NIM : E 211 09 255 Jurusan : Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Ringkasan Materi Bab IV FAKTA SEJARAH A. Munculnya Negara/Kerajaan Bahari di Nusantara Negara dan bangsa Indonesia dengan karakteristik sosial budaya kebahariannya. Fakta sejarah menunjukkan kepada kita bahwa fenomena kehidupan kebaharian kekinian, khususnya bidang birokrasi/pemerintahan, pelayaran, dan perikanan meruapakan kontinyuitas dari proses perkembangan fluktuatif kehidupan kebaharian masa lalu. Munculnya kerajaan-kerajaan maritim di Nusantara masa lalu yang berdaulat dangan sistem pertahanan keamanan yang ampuh, tumbuhnya sektor-sektor ekonomi kebaharian terutama pelayaran dan perikanan, aplikasi pengetahuan dan teknologi kelautan, dan diadakan serta diberlakukannya kebijakan dan hokum/perundang-undangan laut banyak merupakan hasil kreativitas-inovatif internal. Semua ini merupakan bukti prestasi masyarakat bahari masa lalu yang semestinya diberi apresiasi setinggi-tingginya oleh anak bangsa Indonesia sekarang. Pendayagunaan potensi lokal yang optimal dan eksternal secara selektif sebagaimana diterapkan di masa lalu kiranya lebih meningkatkan keberdayaan dan wibawa bangsa bahari ini daripada 1

Upload: hans-jonni

Post on 19-Jun-2015

443 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Ringkasan WSBB 01

Nama : Hans JonniNIM : E 211 09 255Jurusan : Ilmu Administrasi NegaraFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Ringkasan Materi Bab IV

FAKTA SEJARAH

A. Munculnya Negara/Kerajaan Bahari di Nusantara

Negara dan bangsa Indonesia dengan karakteristik sosial budaya

kebahariannya. Fakta sejarah menunjukkan kepada kita bahwa fenomena

kehidupan kebaharian kekinian, khususnya bidang birokrasi/pemerintahan,

pelayaran, dan perikanan meruapakan kontinyuitas dari proses

perkembangan fluktuatif kehidupan kebaharian masa lalu. Munculnya

kerajaan-kerajaan maritim di Nusantara masa lalu yang berdaulat dangan

sistem pertahanan keamanan yang ampuh, tumbuhnya sektor-sektor

ekonomi kebaharian terutama pelayaran dan perikanan, aplikasi

pengetahuan dan teknologi kelautan, dan diadakan serta diberlakukannya

kebijakan dan hokum/perundang-undangan laut banyak merupakan hasil

kreativitas-inovatif internal. Semua ini merupakan bukti prestasi masyarakat

bahari masa lalu yang semestinya diberi apresiasi setinggi-tingginya oleh

anak bangsa Indonesia sekarang. Pendayagunaan potensi lokal yang optimal

dan eksternal secara selektif sebagaimana diterapkan di masa lalu kiranya

lebih meningkatkan keberdayaan dan wibawa bangsa bahari ini daripada

bergantung sepenuhnya pada kekuatan-kekuatan eksternal semata seperti

cenderung diterapkan bangsa Indonesia, terutama masa orde baru hingga

sekarang ini.

Dalam buku “Sejarah Maritm Indonsia” karya Hakim Benardie SP

(2003) mengandung catatan dan gambaran sejarah perkembangan

infrastukutr kemaritiman berupa rute pelayaran, perdagangan, serta

1

Page 2: Ringkasan WSBB 01

kegiatan pembangunan galangan kapal dari kerajaan-kerajaan besar

Nusantara yang menitikberatkan pada pembangunan kekuatan maritim. Di

antara kerajaan-kerajaan maritime Nusantara yang pernah tumbuh dan

berjaya, terdapat tujuh di antaranya yang mencolok, yakni

Kerajaan Tarumanegara di Tanjung Priuk Jakarta abad ke-3 hingga 690

M,

Dinasti Sanjayawanka dan Syailendrawamka yang menguasai Jawa

Tengah dari abad ke-7 hingga abad ke-10,

Kerajaan Dharmawangsa Jawa Timur tahun 991—1016 M,

Kerajaan Melayu Srivijaya (Sriwijaya) masa pemerintahan Balaputra

Dewa dan Dharmapala di Sumatra Selatan abad ke-8 dan ke-9,

Kerajaan Samudra Pasai tahun 1225—1524 M,

Kerajaan Banten tahun 1481—1531 M, dan

Kerajaan-kerajaan bagian timur Nusantara abad ke-17.

Setiap kerajaan atau Negara maritime di Nusantara ini, terutama

kerajaan-kerajaan maritime termasyhur, tentu saja mempunyai strategi

pembangunan kekuatan sosial ekonomi, politik pertahanan keamanan, dan

infrastuktur kebaharian (terutama industry kapal/perahu, pelabuhan, dan

kota pantai) masing-masing. Langkah-langkah penting ditempuh Raja Gowa

untuk membangun Negara kerajaan maritim ini, ialah

1. Mengatur dan menguasai produksi pertanian dan hasil-hasil hutan di

pedalaman untuk komoditas perdagangan maritim,

2. Penguasaan jalur pelayaran di bagian timur Nusantara dan menjadikan

Somba Opu sebagai tempat pelabuhan transito utama bagi

perdagangan rempah-rempah dari Maluku,

3. Menjalin hubungan kerjasama dan diplomatik dengan kerajaan-kerajaan

maritim lainnya dan menjadikan Somba Opu sebagai kota internasional,

4. Membangun angakatan perang dan benteng-benteng pertahanan pantai

– hingga abad ke-17 terdapat 12 buah benteng dari Tallo hingga ke

Sanrobone sejauh 45 mil laut, tidak ada satu kerajaan di Nusantara bisa

menandinginya pada masa itu – yang dilengkapi dengan industri kapal

2

Page 3: Ringkasan WSBB 01

dan perahu layar untuk kepentingan militer dan dagang, astrologi,

persenjataan berat “badili’ lompoa”,

5. Meningkatkan penghasilan Negara melalui perdagangan, kontak-kontak

dagang dilakukan dengan banyak Negara kerajaan, jaringan-jaringan

perdagangan dikontrol dengan sangat ketat, undang-undang/hukum

Amanna Gappa diberlakukan, sistem cukai, izin tinggal orang asing, dan

6. Membangun sistem birokrasi yang menunjang bagi kegiatan social

ekonomi dan politiknya.

Ada dua tipe tradisi yang berkembang pada peradaban kebaharian

Nusantara, yaitu tradisi maritim besar (maritime great tradition) dan tradisi

maritim kecil (little maritime tradition). Tradisi maritim besar mengandung

aspek-aspek politik pemerintahan, ideologi dan hukum, perdagangan, ilmu

pengetahuan dan teknologi, astrologi, fisafat, seni dan arsitekrut kebaharian.

Tradisi maritim besar dibedakan dari tradisi maritim kecil yang diacukan

pada aktivitas penangkapan ikan di laut, perikanan tambak, pengolahan

hasil laut, dan sistem pemasarannya.

B. Catatan Sejarah Perikanan Laut di Nusantara

Mengagas laut dan isinya, rekayasa sarana perhubungan

(perahu/kapal) untuk akses ke laut dan teknologi pemanfaatan sumberdaya

perikanan yang kaya dengan tipenya, dan dinamika pengetahuan sebagai

pedoman aktivitas pelayaran dan perilaku eksploitasi sumberdaya laut,

justru menjadikan kadar kebaharian kaum nelayan dalam berbagai unsur

melebihi kadar budaya kebaharian para pelayar dan saudagar yang

memanfaatkan lingkungan laut sebagai prasarana pelayaran

(pelabuhan/dermaga dan rute-rute pelayaran) semata.

Dari catatan kolonial diperoleh keterangan tentang kegiatan-kegiatan

nelayan pesisir dan pulau-pulau di Nusantara awal abad ke-20, abad ke-19,

dan sebelumnya. Meskipun kondisi tangkapan pada waktu itu cukup

melimpah, namun hasil produksi ikan belum juga mampu memenuhi

3

Page 4: Ringkasan WSBB 01

kebutuhan konsumen penduduk pantai dan pedalaman Jawa yang sangat

besar jumlahnya di abad ke-19 dan awal abad ke-20.

Di Sumatera, Bagan Siapi-api (Riau) merupakan pudsat penangkapan

ikan-ikan pantai terutama mairo atau lure. Alat tangkap utama ialah pukat

halus berbentuk empat persegi dengan ukuran lubang rapat yang dipasang

pada pondok tancap. Di bagian timur Nusantara, Sulawesi Selatan di masa

lalu dikenal juga sebagai pusat produksi ikan hasil laut lainnya. Dalam

catatan kolonial disebutkan jenis-jenbis komuditas hasil laut tua selain ikan

yang diusahakan oleh nelayan Sulawesi Selatan seperti teripang, kerang

mutiara, penyu, sirip hiu, telur ikan, agar-agar, akar bahar dan rotan laut,

juga ikan bandeng (budidaya di tambak).

Perkembangan sektor perikanan yang cukup berarti di beberapa

daerah di Indonesia akhir-akhir ini ialah usaha budidaya rumput laut, ikan

kerapu dan lobster, dan kerang mutiara yang dipraktikkan nelayan yang

cukup kraetif & inovatif. Perkembangan berbagai usaha perikanan rakyat

tersebut tentu sangat dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan eksternal,

terutama situasi dan kondisi pasar dab konsumen dalam dan luar negri.

C. Catatan Sejarah Pengembaraan Pelayar dan Nelayan

Dalam melakukan aktivitasnya, penduduk bahari, terutama nelayan

dan pelayar, mempunyai mobilitas pengambaraan yang tinggi. Berbeda

dengan pelayar yang tujuannya ialah pelabuhan-pelabuhan di kota-kota

pantai, nelayan yang memanfaatkan sumberdaya hayati (ikan dan spesies-

spesies biota lainnya) tujuannya ialah daerah-daerah penangkapan (fishing

grounds) di perairan pesisir dan laut dalam.

Kelompok-kelompok nelayan paling berani mengarungi dan tinggal di

lautan selama berbulan-bulan ialah nelayan Bugis dan Bajo (Pulau Sembilan,

Teluk Bone), Nelayan Makassar (Barranglompo, Kodingarang) mencari

teripang dan kerang-kerangan ke seluruh perairan Nusantara.

4

Page 5: Ringkasan WSBB 01

Berbeda dengan nelayan yang tujuan pengembaraannya terpusat ke

daerah-daerah penangkapan (fishing grounds), kemudian ke pelebuhan atau

pelelangan ikan untuk tangkapan, dan membeli perbekalan, pelayar dengan

armadanya justru menjadikan pelabuhan kota-kota pantai dimana-mana

sebagai pusat bongkar muat barang dan penumpang. Bagi mereka, lautan

hanyalah merupakan prasarana dan rute-rute transportasi antarkota pantai,

antarpulau, antarnegara, dan bahkan antarbenua.

5