revitalisasi peran dan fungsi penghulu dan kua: upaya mewujudkan layanan nikah yang profesional,...

32
i REVITALISAS I PERAN DAN FUNGS I PENGHULU DAN KUA: UPAYA MEWUJUDKAN LAYANAN NIKAH YANG PROFESIONAL, BERSIH DAN AKUNTABEL KERTAS KERJA DIAJUKAN DALAM LOMBA KARYA TULIS ILMIAH PENGHULU TINGKAT PROPINSI BANTEN TAHUN 2014 DISUSUN OLEH: ASEP SIHABUL MILLAH, S.H.I. NIP. 19790103 200501 1 006 (PENGHULU MUDA PADA KUA KEC. JAYANTI TANGERANG) KEMENTERIAN AGAMA KANTOR WILAYAH PROPINSI BANTEN TAHUN 2014

Upload: asep-sihabul-millah

Post on 14-Oct-2015

2.159 views

Category:

Documents


58 download

DESCRIPTION

KERTAS KERJA

TRANSCRIPT

  • iREVITALISASI PERAN DAN FUNGSI PENGHULU DANKUA: UPAYA MEWUJUDKAN LAYANAN NIKAH

    YANG PROFESIONAL, BERSIH DAN AKUNTABEL

    KERTAS KERJA

    DIAJUKAN DALAMLOMBA KARYA TULIS ILMIAH PENGHULUTINGKAT PROPINSI BANTEN TAHUN 2014

    DISUSUN OLEH:

    ASEP SIHABUL MILLAH, S.H.I.NIP. 19790103 200501 1 006

    (PENGHULU MUDA PADA KUA KEC. JAYANTI TANGERANG)

    KEMENTERIAN AGAMAKANTOR WILAYAH PROPINSI BANTEN

    TAHUN 2014

  • ii

    ABSTRAK

    Asep Sihabul Millah, 2014. Revitalisasi Peran dan Fungsi Penghulu dan KUA:Upaya Mewujudkan Layanan Nikah yang Profesional, Bersih danAkuntabel, kertas kerja.

    Kata Kunci/Keywords : Penghulu, KUA, Undang-undang Perkawinan, layananpublik, administrasi pencatatan nikah, layanan yang profesional,bersih, dan akuntabel.

    Bla bla bla ......... (dst)

  • iii

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur senantiasa terpanjatkan ke hadhirat Allah S.W.T. yangatas berkat rahmat dan hidayah-Nya tulisan ini dapat selesai disusun dengan baik.Shalawat teriring salam semoga selalu tercurahkan ke haribaan Nabi BesarMuhammad S.A.W. yang diutus sebagai teladan dan rahmat bagi sekalian alam.

    Tulisan ini berjudul Revitalisasi Peran dan Fungsi Penghulu dan

    KUA: Upaya Mewujudkan Layanan Nikah yang Profesional, Bersih danAkuntabel, disusun dalam rangka Lomba Kaya Tulis Ilmiah Penghulu dilingkungan Kementerian Agama Kantor Wilayah Propinsi Banten tahun 2014.

    Tulisan ini dapat terselesaikan berkat arahan dan bimbingan berbagai pihak.Untuk itu Penulis sampaikan ungkapan terima kasih yang tak terhingga kepadamereka semua yang telah membantu dan memfasilitasi sehingga tulisan ini dapatdiselesaikan dengan baik.

    Tulisan ini bertujuan ikut sumbang saran dan diskusi ilmiah dalam rangkaperbaikan Kementerian Agama di masa mendatang, terlebih lagi sebagai otokritikdalm rangka perbaikan diri sendiri. Harapan yang lebih luas, tulisan ini dapatmenjadi informasi ilmiah dalam memperkaya khazanah keilmuan pada umumnya.

    Penulis sepenuhnya menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kelemahandan kekurangan. Untuk itu, tegur sapa dan kritik yang membangun sangat Penulisharapkan demi kesempurnaan dan perbaikan di masa mendatang.

    Akhirnya, hanya kepada Allah-lah penulis memohon petunjuk danpertolongan. Semoga sekelumit tulisan ini dapat bermanfaat bagi segenappembaca, terutama demi perbaikan Kementerian Agama tercinta sebagai tempatPenulis mengabdi dan mencitra diri.

    Tangerang, 27 April 2014

    Penyusun,

    ASEP SIHABUL MILLAH, S.H.I.NIP. 19790103 200501 1006

  • iv

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ..................................................................................... iABSTRAK ..................................................................................................... ii

    KATA PENGANTAR .................................................................................. iiiDAFTAR ISI ................................................................................................. ivDAFTAR BAGAN ........................................................................................ v

    BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1

    A. Latar Belakang Masalah .................................................... 1

    B. Perumusan Masalah ........................................................... 5

    C. Tujuan dan Manfaat Penulisan .......................................... 6i. Tujuan Penulisan ........................................................ 6ii. Manfaat Penulisan ...................................................... 7

    D. Sistematika Penulisan ........................................................ 8

    BAB II KAJIAN TEORETIS DAN METODOLOGI PENULISAN 9A. Kajian Teoretis .................................................................. 9B. Kerangka Berpikir ............................................................. 11

    C. Metodologi Penulisan ........................................................ 13

    BAB III REVITALISASI PERAN DAN FUNGSI PENGHULUDAN KUA: UPAYA MEWUJUDKAN LAYANAN NIKAHYANG PROFESIONAL, BERSIH DAN AKUNTABEL ..... 14

    A. Deskripsi Masalah ............................................................. 14

    B. Analisis Masalah ............................................................... 19

    BAB IV PENUTUP ................................................................................. 25

    A. Kesimpulan ........................................................................ 25

    B. Saran .................................................................................. 26

    DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 27LAMPIRAN-LAMPIRAN ........................................................................... I

    DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS .................................................. II

  • vDAFTAR BAGAN

    Bagan I : Kerangka Berpikir Tulisan ............................................................. 12

  • 1BAB IPENDAHULUAN

    A. Latar Belakang MasalahNegara dalam upaya mencapai tujuannya, pastilah memerlukan

    perangkat negara yang disebut dengan pemerintah dan pemerintahannya.Dalam hal ini pemerintah pada hakekatnya adalah pelayanan kepadamasyarakat. Ia tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapimelayani masyarakat serta menciptakan kondisi agar setiap anggotamasyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya.1

    Pelaksanaan reformasi birokrasi yang dilakukan saat ini melaluiberbagai kegiatan yang rasional dan realistis dirasakan kurang memadai danmasih memerlukan berbagai penyempurnaan. Hal tersebut terkait dengantingginya kompleksitas permasalahan dalam upaya mencari solusi perbaikan.Masih banyaknya tingkat penyalahgunaan wewenang, praktek Kolusi Korupsidan Nepotisme (KKN), dan masih lemahnya pengawasan terhadap kinerjaaparatur negara merupakan cerminan dari kondisi kinerja birokrasi yangmasih jauh dari harapan. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu upaya yang lebihkomprehensif dan terintegrasi dalam upaya mendorong peningkatan kinerjabirokrasi aparatur negara. Tuntutan untuk menciptakan pemerintahan yangprofesional, bersih dan akuntabel merupakan amanah reformasi dan tuntutanseluruh rakyat Indonesia.

    Landasan utama pelayanan publik mengacu pada Undang-undang No.25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang berasaskan pada: kepentinganumum, adanya kepastian hukum, adanya kesamaan hak, adanyakeseimbangan hak dan kewajiban, profesional, partisipatif, persamaan dalamperlakuan/tidak diskriminatif, keterbukaan, akuntabilitas, fasilitas danperlakuan khusus bagi kelompok rentan, ketepatan waktu dan kecepatan,

    1 Ryaas Rasyid, Desentralisasi Dalam Menunjang Pembangunan Daerah Dalam PembangunanAdministrasi di Indonesia (Jakarta: LP3ES, 1998), hlm. 139.

  • 2kemudahan dan keterjangkauan. Tujuannya agar supaya ada batasan danhubungan yang jelas tentang hak, tanggung jawab, kewajiban, dankewenangan seluruh pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pelayananpublik dan memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakatdalam mendapatkan penyelenggaraan pelayanan publik.

    Dalam prakteknya, pelayanan publik ini masih sering terjadikesenjangan yang muncul antara penilaian masyarakat terhadap mutupelayanan.

    Kementerian Agama sebagai penyedia jasa layanan publik berusahamemenuhi tuntutan tersebut dengan sebutan Program Penyempurnaan ProsesBisnis. Melalui KMA Nomor 153 tahun 2009 tentang Reformasi Birokrasi diDepartemen Agama menyebutkan bahwa program penyempurnaan prosesbirokrasi bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja melaluipenyederhanaan dan pembakuan proses bisnis; Prinsip Program Proses Bisnisadalah berbasis pada akuntabilitas jabatan/pekerjaan; dan Penyempurnaanproses kerja untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi melaluipenyederhanaan, transparansi, pemberian janji layanan serta orientasi padapemangku kepentingan (stakeholders). Dalam KMA Nomor 118 Tahun 2010tentang Percepatan Layanan Unggulan (Quick Wins) Kementerian Agamadinyatakan bahwa maksud dari layanan unggulan tersebut untuk mewujudkanlayanan yang berkualitas dan memenuhi hak-hak dasar masyarakat yangmemerlukannya dengan cara lebih baik, cepat, mudah, baru dan murah(better, faster, easier, newer, and cheaper), sedangkan tujuannya membangunkepercayaan masyarakat dalam waktu singkat terhadap citra KementerianAgama. Jenis layanan unggulan ini yaitu: Pendaftaran Haji, PenerimaanCalon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), Pencatatan Nikah, Sertifikasi Guru danDosen dan Pemberian Beasiswa.

    Sebagai layanan unggulan, layanan atau pencatatan nikah menjadinilai utama penjamin mutu dari sasaran strategi nasional yang diberikanKementerian Agama. Dukungan manajemen dan pelaksanaan tugasteknisnya, serta peningkatan sarana dan prasarana harus menjadi perhatian

  • 3penting dalam program yang diselenggarakan Bimbingan Masyarakat Islamdi Kementerian Agama. Maka, Penghulu sebagai Pegawai Pencatat Nikah daninstitusi Kantor Urusan Agama sebagai garda terdepan Kementerian Agamayang berhadapan langsung dengan masyarakat harus mendapat perhatianterpenting, sehingga outcome sebagai kualitas yang dihasilkan dapat tercapaidan mengenai sasaran.

    Kantor Urusan Agama (KUA) yang berkedudukan dikecamatan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugasKementerian Agama di bidang Urusan Agama dalam Kecamatan.Hal ini seperti yang tertuang dalam Keputusan Menteri Agama RINomor 517 Tahun 2001 pasal 2. Dalam Pasal 3 dinyatakan bahwaKantor Urusan Agama menyelenggarakan fungsi sebagai berikut :

    1. Menyelenggarakan statistik dan dokumentasi2. Menyelenggarakan surat menyurat, pengurusan surat, kearsipan,

    pengetikan dan rumah tangga KUA.3. Melaksanakan pencatatan nikah dan rujuk, mengurus dan

    membina masjid, zakat, wakaf, baitul mal, ibadah sosial,kependudukan dan pengembangan keluarga sakinah.

    Sebagai output dari layanan perkawinan atau pernikahan ini,memberikan legitimasi seorang pria dan wanita untuk bisa hidup danberkumpul bersama dalam sebuah keluarga. Ketenangan atau ketenteramansebuah keluarga ditentukan salah satunya adalah bahwa pernikahan itu, selainsesuai dengan dengan tuntutan syariat Islam (bagi orang Islam), jugamendapatkan kekuatan dan jaminan hukum. Maka, pencatatan perkawinanpada prinsipnya merupakan hak dasar warga negara, terutama sebagai upayaperlindungan terhadap isteri maupun anak dalam memperoleh hak-hakkeluarga seperti hak pengakuan keluarga, hak tumbuh kembang, hak warisdan lain-lain.

    Penghulu sebagai pelaksana tugas teknis pencatatan nikah yangberkedudukan di KUA, juga harus mendapat perhatian terpenting dalamdukungan teknis, kompetensi dan performance-nya sebagai pejabat

  • 4fungsional yang langsung melayani langsung masyarakat. Untuk tujuan inilahtulisan ini diarahkan, dengan harapan dapat dijelaskan betapa vital peran danfungsi Penghulu sebagai pejabat fungsional, dan KUA sebagai institusi ataulembaga Kementerian Agama terdepan dalam upaya mewujudkan layanannikah yang profesional, bersih dan akuntabel.

    B. Perumusan Masalah

    Dari latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahansebagai berikut:1. Bagaimana gambaran layanan publik, khususnya yang dilakukan KUA

    dan penghulu dalam layanan pernikahan?2. Upaya apa saja yang harus dilakukan bagi KUA dan penghulu dalam

    rangka mewujudkan layanan nikah yang profesional, bersih danakuntabel?

    C. Tujuan dan Manfaat Penulisani. Tujuan Penulisan

    Dari paparan rumusan masalah di atas, maka tulisan ini bertujuan untuk:1. Menjelaskan gambaran umum layanan publik, khususnya yang

    dilakukan KUA dan penghulu dalam layanan pernikahan.2. Menjelakan upaya apa saja yang perlu dan harus dilakukan Penghulu

    dan KUA dalam rangka mewujudkan layanan nikah yang profesional,bersih dan akuntabel.

    ii. Manfaat Penulisan

    Tulisan ini mengangkat sekaligus mengapresiasi peran penghulu

    KUA dalam upaya mewujudkan layanan nikah yang profesional, bersihdan akuntabel. Oleh karena itu, tulisan ini diharapkan dapat bermanfaatuntuk:

    1. Sumbangan informasi ilmiah terutama dalam kajian pelaksanaantugas-tugas aparatur negara dalam melayani kebutuhan dan aspirasi

  • 5warga negara sehingga menambah khazanah ilmu pengetahuan padaumumnya;

    2. Sebagai bahan informasi dalam penyempurnaan perumusankebijakan negara, baik aspek kebutuhan layanan masyarakat maupunkebutuhan struktur dan sarana bagi pegawai negara;

    3. Sebagai otokritik bagi segenap pejabat negara, khususnyaKementerian Agama, dalam rangka dialektika ilmiah dan praksis dilapangan untuk memperbaiki performance-nya dalam melayanimasyarakat.

    D. Sistematika PenulisanTulisan ini terdiri atas empat tahap pembahasan yang terkait secara

    sistematis antara satu dengan yang lainnya. Bab pertama adalah pendahuluanyang berisi uraian latar belakang tulisan ini dilakukan, pokok masalah yangberupa pertanyaan-pertanyaan inti, tujuan dan manfaat tulisan, sertasistematika pembahasan urut logis dari tulisan ini.

    Bab kedua menjelaskan tentang kajian teori-teori yang mendukung,terutama konsep-konsep layanan publik yang didefinisikan sebagaiprofesional, bersih dan akuntabel, kerangka berpikir yang digunakan danmetodologi penulisan.

    Bab ketiga membahas inti permasalahan, yaitu upaya mewujudkanlayanan nikah yang profesional, bersih dan akuntabel. Diawali dari deskripsimasalah yang menjelaskan realitas penghulu dan KUA serta layanannya dilapangan, terutama layanan nikah sebagai layanan pokok, dan dilanjutkandengan analisis masalah kenapa fakta-fakta itu bisa terjadi diiringi denganmenjembatani dengan nilai-nilai ideal yang seharusnya dalam layanan nikahdan kebutuhan teknis bagi penghulu sebagai pelaksananya.

    Bab keempat sebagai penutup, berisi tentang kesimpulan tulisan,disertai saran dan usulan sebagi temuan dan rekomendasi bagi berbagai pihakyang berkepentingan.

  • 6BAB IIKAJIAN TEORETIS DAN METODOLOGI PENULISAN

    A. Kajian TeoretisDalam teori negara demokrasi, warga negara menjadi unsur terpenting

    dalam pembentukan negara, sehingga penyelenggaraan negara harusdigunakan sebesar-besar untuk kepentingan dan kemakmuran rakyatnya.Pemerintah sebagai penyelenggara negara mempunyai kewajiban memenuhidan menyejahterakan kehidupan warga negaranya melalui berbagai layananpublik berdasarkan kesepakatan-kesepakatan yang berbentuk peraturan danperundang-undangan yang dibuat secara demokratis.

    Dalam layanan publik modern, birokrasi negara bertujuan untukmengembangkan manajemen dan penyelenggaraan pelayanan publik kepadamasyarakat secara bermutu, akuntabel, mudah, murah, cepat, patut dan adilkepada seluruh masyarakat guna menujang kepentingan masyarakat dankemudahan kegiatan usaha, serta mendorong partisipasi dan pemberdayaanmasyarakat. Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain meliputi:

    1. Meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat dengan berdasarkanpada prinsip cepat, pasti, mudah, murah, patut dan adil;

    2. Mendorong pelaksanaan prinsip-prinsip good governance dalam setiapproses pemberian pelayanan publik khususnya dalam rangka mendukungpenerimaan keuangan negara seperti perpajakan, kepabeanan, danpenanaman modal;

    3. Meningkatkan upaya untuk menghilangkan hambatan terhadappenyelenggaraan pelayanan publik melalui deregulasi, debirokratisasi, danprivatisasi;

    4. Meningkatkan penerapan sistem terpadu dalam pelayanan;5. Melaksanakan pemantapan koordinasi pembinaan pelayanan publik dan

    pengembangan kualitas aparat pelayanan publik;

  • 76. Meningkatkan optimalisasi pemanfaatan teknologi informasi dalampelayanan publik;

    7. Mengintensifkan penanganan pengaduan masyarakat;8. Mengembangkan partisipasi masyarakat di wilayah kabupaten dan kota

    dalam perumusan program dan kebijakan layanan publik melaluimekanisme dialog dan musyawarah terbuka dengan komunitas pendudukdi masing-masing wilayah; serta mengembangkan mekanisme pelaporanberkala capaian kinerja, baik penyelenggaraan pemerintah pusat ataupunpemerintah daerah kepada publik.

    Secara umum, penilaian kualitas layanan menurut konsumen

    (masyarakat) didasarkan pada indikator-indikator berikut:1. Tangibles, yaitu kualitas layanan berupa sarana fisik seperti

    perkantoran, kualitas bahan dokumen-dokumen, ruang tunggu,komputerisasi, dan lain-lain;

    2. Reliability, yaitu kemampuan dan keandalan untuk menyediakanpelayanan yang terpercaya;

    3. Responsiveness, yaitu kesanggupan untuk membantu dan menyediakanpelayanan secara cepat dan tepat, serta tanggap terhadap keinginankonsumen;

    4. Assurance, yaitu kemampuan dan keramahan, serta sopan santunpegawai dalam meyakinkan kepercayaan konsumen;

    5. Empathy, yaitu sikap tegas tetapi penuh perhatian dari pegawaiterhadap konsumen. (Berry, 1990: 23).2

    Maka pelayanan prima menjadi nilai ideal dalam perbaikan di bidangadministrasi negara sebagai wujud pemenuhan hak-hak warga negara yangdiberikan pemerintah sebagai penyelenggara negara. Untuk itu, upayareformasi birokrasi dan tata kelola penyelenggaraan negara terus diupayakan,bahkan menjadi prioritas utama dalam program kerja Kabinet IndonesiaBersatu II.

    2 Dalam Sutopo dan Adi Suryanto, Pelayanan Prima (Jakarta: LAN, 2003), hlm. 67

  • 8Reformasi birokrasi adalah suatu proses dan prosedur birokrasi publik,dan sikap serta tingkah laku birokrat untuk mencapai efektivitas birokrasi dantujuan pembangunan nasional. Sasaran perubahan tersebut adalah proses danprosedur, lembaga, serta sikap dan tingkah laku. Visinya adalahmemantapkan birokrasi yang profesional dan memiliki integritas tinggi yangmampu menyediakan pelayanan yang bermutu dan mendukung manajemenpemerintahan yang demokratis untuk mewujudkan good governance. Aspekperubahan di dalamnya antara lain mencakup (8) delapan area, yaitu cultureset dan mind set, birokrasi yang berintegritas dan berkinerja tinggi; organisasiyang tepat ukuran dan fungsi; proses kerja yang jelas, efektif, efisien terukur,yang menunjang prinsip good governance; sumber daya manusia, aparaturyang memiliki integritas, netral, kompeten, capable, professional, kinerjatinggi dan sejahtera; regulasi yang kondusif, tepat dan tidak tumpang tindih;pengawasan untuk mewujudkan pemerintahan yang bebas KKN;akuntabilitas untuk meningkatkan akuntabilitas kinerja birokrasi; danpelayanan publik untuk memberikan pelayanan yang excellent. Programpercepatan layanan unggulan (quick wins) ini ditujukan untuk membangunkepercayaan masyarakat dalam waktu singkat, terutama terhadap citraKementerian Agama melalui penyelenggaraan layanan yang berkualitas.

    Kultur baru yang dikehendaki dari pelayanan birokrasi negara adalahyang memenuhi kriteria: profesional, bersih dan akuntabel. Ketiganyamenjadi kata kunci perbaikan layanan publik modern di berbagai bidang.

    Profesional berasal dari Bahasa Inggris (profession) berartipencaharian. Profesional berarti bermata pencaharian dari suat keahlian.Dalam kamus besar bahasa Indonesia profesional diartikan sebagai hal-halyang berkaitan dengan profesi dan atau memerlukan kepandaian khusus untukmenjalankannya; sedangkan profesionalisme adalah mutu, kualitas dan tidaktanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau orang yang profesional.Profesional artinya menurut pada keahlian jabatannya. Menurut Robert G.Murdick dan Joel Ross, profesionalisme didasarkan pada kriteria: knowledge(pengetahuan), competent application (aplikasi kecakapan), social

  • 9resposibility (tanggung jawab sosial), self-control (pengendalian diri) dancommunity sanction (sanksi masyarakat atau sosial).3 Dengan demikian,profesionalisme berarti kemampuan, keahlian dan keterampilan sertapengetahuan seseorang yang cukup tinggi untuk keberhasilan bidang tugasdan kegiatan tertentu.

    Dalam Islam, sikap dan sifat profesional didasarkan pada prinsip dannorma-norma kenabian (prophetic mission values) yang dicontohkanRasulullah S.A.W. dalam menunjukkan integritas seseorang, yaitu: shiddiq(keyakinan dan kepercaayaan diri), amanah (terpercaya, kredibel), tablig(komunikatif dan informatif), serta fathanah (kompetensi dan intelegensi).

    Predikat profesional dilekatkan kepada seseorang apabila ia memilikipengetahuan, kemampuan dan keterampilan yang lebih tinggi dalammelaksanakan profesinya. Untuk menjadi profesional, seseorang harusmempersiapkan diri terlebih dahulu melalui pendidikan yang tepat,pengalaman yang cukup dan penggemblengan mental yang memadai.Padanya harus ada watak kerja sebagai pemberi jasa profesi yangmencitrakan dan merefleksikan integritas diri yang berkarakter, memilikikompetensi dan pemahaman yang luas serta kesadaran akan pengabdianprofesi untuk melayani sebaik-baiknya. Dalam administrasi negara, pegawaiberdasarkan profesi ini diangkat dalam jabatan-jabatan fungsional, salahsatunya adalah Jabatan Fungsional Penghulu.

    Konsep pemerintahan yang bersih dan berwibawa identik dengankonsep good governance (pemerintahan yang baik), yaitu pelayanan publikyang berasaskan pada kepentingan umum, adanya kepastian hukum, adanyakesamaan hak, adanya keseimbangan hak dan kewajiban, keprofesionalan,partisipatif, persamaan dalam perlakuan/tidak diskriminatif, keterbukaan,akuntabilitas, fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan, ketepatanwaktu dan kecepatan, kemudahan dan keterjangkauan. Konsep bersih sangatterkait dengan penetapan tarif/biaya layanan yang tanggung masyarakat,

    3 Robert G. Murdick dan Joel E. Ross, Sistem Informasi Untuk Manajemen Modern (Jakarta:Erlangga, 2005), hlm. 10.

  • 10

    pelaporan keuangan, ketepatan penggunaan dana dengan sasaran, dantransparansi penganggaran.

    Akuntabilitas adalah ukuran yang menunjukan apakah aktivitasbirokrasi publik atau pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah sudah

    sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat dan apakah

    pelayanan publik tersebut mampu mengakomodasi kebutuhan masyarakatyang sesungguhnya. Dengan demikian akuntabilitas birokrasi terkaitdengan falsafah bahwa lembaga eksekutif pemerintah yang tugas utamanyaadalah melayani masyarakat harus dipertanggungjawabkan secara langsungmaupun tidak langsung kepada masyarakat.4

    Akuntabilitas pelayanan publik menunjukkan seberapa besar tingkatkesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran nilai-nilai atau norma-norma eksternal yang ada di masyarakat. Faktor yang mempengaruhiakuntabilitas pelayanan publik adalah faktor-faktor yang bisa menghambatatau menggagalkan terciptanya akuntabilitas dalam penyelenggaraanpelayanan publik. Faktor-faktor tersebut meliputi: etika pelayanan, budayapaternalisme, dan kontrol publik. Dengan memfokuskan pada kasuspelayanan pernikahan dan akta nikah ditemukan fakta bahwa akuntabilitaspenyelenggaraan pelayanan publik pada umumnya masih jauh dari harapandan banyak yang harus disempurnakan di sana sini. Hal ini terlihat dariakuntabilitas hukum di mana pelayanan tidak sepenuhnya mengikutiperaturan yang berlaku, jika terkait dengan tarif/biaya petugas cenderungmengabaikan peraturan yang ada. Penarikan biaya administrasi yang lebihtinggi dari yang seharusnya dan belum berfungsinya kontrol publik terhadappenyelenggaraan pelayanan publik. Adapun pemberian solusi semata-mataharus melengkapi persyaratan yang kurang dan tidak menggunakan kebijakanlain seperti jika terdapat kekurangan persyaratan maka dapat disusulkemudian hari. Sedangkan akuntabilitas profesional sudah cukup bagus dimana sumber daya organisasi harus dikonsentrasikan untuk kegiatan

    4 Wahyudi Kumorotomo, Akuntabilitas Birokrasi Publik: Sketsa Pada Masa Transisi, cet. 1(Yogyakarta: Magister Administrasi Publik (MAP) UGM dengan Pustaka Belajar, 2005), hlm. 2.

  • 11

    pelayanan. Jika petugas yang bersangkutan tidak ada maka akan dibantu olehpetugas yang lain.

    Secara umum, ada tiga dimensi akuntabilitas: Akuntabilitas Politik,biasanya dihubungkan dengan proses dan mandat pemilu, yaitu mandat yangdiberikan masyarakat kepada para politisi yang menduduki posisi legislatifdan eksekutif dalam suatu pemerintahan. Mandat elektoral yang kuatmemberikan legitimasi kepada pemerintah dan membantu menjaminkredibilitasnya, di samping stabilitas dan prediktibilitas kebijakan yangdiformulasikannya. Akuntabilitas Finansial, fokus utamanya adalah pelaporanyang akurat dan tepat waktu tentang penggunaan dana publik, yang biasanyadilakukan melalui laporan yang telah diaudit secara profesional. Tujuanutamanya adalah untuk memastikan bahwa dana publik telah digunakanuntuk tujuan-tujuan yang telah ditetapkan secara efisien dan efektif. Masalahpokoknya adalah ketepatan waktu dalam menyiapkan laporan, proses audit,serta kualitas audit. Hasil dari akuntabilitas finansial yang baik akandigunakan untuk membuat keputusan yang berkaitan dengan mobilisasi danalokasi sumber daya serta mengevaluasi tingkat efisiensi penggunan dana.Hasil tersebut juga dapat digunakan oleh masyarakat umum dan stakeholdersuntuk menilai kinerja pemerintah berdasarkan sasaran tertentu yang telahdisepakati sebelumnya. Akuntabilitas Administratif, merujuk pada kewajibanuntuk menjalankan tugas yang telah diberikan dan diterima dalam kerangkakerja otoritas dan sumber daya yang tersedia. Dalam konsepsi yang demikian,akuntabilitas administratif umumnya berkaitan dengan pelayan publik.Mereka adalah yang tidak dipilih melalui pemilu tetapi ditunjuk berdasarkankompetensi teknis. Kepada mereka dipercayakan sejumlah sumber daya yangdiharapkan dapat digunakan untuk menghasilkan barang atau jasa tertentu.5

    Reformasi birokrasi ini tentu saja menjadi misi penting di lingkunganKementerian Agama dalam segala layanannya. Layanan nikah sebagailayanan utama di Kementerian Agama dilaksanakan melalui BimbinganMasyarakat Islam yang pelaksana teknisnya adalah KUA secara institusi dan

    5 Ibid., hlm. 12.

  • 12

    Penghulu sebagai person-nya. Keduanya sangat berperan dalam keberhasilanlayanan Kementerian Agama terutama dalam layanan nikah. Untukkepentingan ini tulisan ini diarahkan, untuk mengetahui seberapa vitalPenghulu dan KUA dalam layanan nikah.

    B. Kerangka BerpikirKemenag Bimas Islam-Renstra-Program

    Layanan Pencatatan Nikah

    KUA

    PenghuluBagan I

    Kerangka Berpikir Tulisan

    C. Metodologi PenulisanTulisan ini bersifat deskriptif analitis, yaitu berusaha memberikan

    gambaran yang jelas tentang pokok persoalan dan menganalisisnya secarametodologis. Penulis mencoba menganalisis isi (content analysis) darisumber-sumber tulisan dan kajian yang ada dengan diolah secara filosofis danreflektif.6 Metodenya lebih bersifat studi pustaka yang bahan utamanyatulisan-tulisan yang berkaitan langsung dengan masalah yang diteliti, baik

    6 Noeng Muhadjir, Metode Penelitian Kualitatif, ed. 3, cet. 7 (Yogyakarta: Rakesarasin, 1996),hlm. 159.

    LAYANANNIKAH:

    - PROFESIONAL- BERSIH- AKUNTABEL

    MASYARAKAT(PENGGUNA):

    - AGAMA- TRADISI- PRESTISE

    PENGHULU KUA

  • 13

    buku, dokumen, koran, jurnal, maupun tulisan elektronik yang tersebar diinternet dalam berbagai website yang dapat dipercaya.

    Data-data yang terkumpul dianalisis dengan dua cara berpikir, yaituinduktif dan deduktif sekaligus. Berpikir induktif dengan cara menganalisisdata-data tentang pelayanan publik di bidang pernikahan, peraturanperundang-undangan, dan hasil pengamatan sehingga dapat dikemukakansuatu gambaran umum. Berpikir deduktif dengan cara menganalisis data-datatentang realitas pelayanan nikah apa adanya menjadi kesimpulan dankarakteristik khusus yang tidak bisa dipersamakan dengan yang lain, baikkarena sifatnya maupun karena tempatnya.7

    7 Sutrisno Hadi, Metodologi Research (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1982), hlm.36.

  • 14

    BAB IIIREVITALISASI PERAN DAN FUNGSI PENGHULU DAN KUA:

    UPAYA MEWUJUDKAN LAYANAN NIKAH YANG PROFESIONAL,BERSIH DAN AKUNTABEL

    A. Deskripsi MasalahAda dua elemen penting dalam layanan nikah di Kementerian Agama:

    penghulu dan KUA, penghulu sebagai person pegawai negara dan KUAsebagai institusi pelayan negara.

    Secara normatif, Penghulu adalah jabatan fungsional dalam RumpunKeagamaan, berkedudukan sebagai pelaksana teknis dalam melakukankegiatan kepenghuluan pada Kementerian Agama. Diberi kuasa olehpemerintah untuk mengawasi pelaksanaan Undang-undang perkawinan, sertamencatat perkawinan menurut perundang-undangan yang berlaku,mempunyai tanggung jawab dan peranan khususnya dalam pelayanan kepadamasyarakat di bidang munakahat. Lebih lanjut, profesionalisme penghuluseperti yang dijabarkan dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan AparaturNegara Nomor PER/62/M.PAN/6/2005 yang di antara tugasnya: melakukanperencanaan kegiatan kepenghuluan,pengawasan pencatatan nikah/rujuk,penasehatan dan konsultasi nikah/masalah rumah tangga, pelayanan fatwahukum munakahat, bimbingan hukum muamalah dan evaluasi kegiatankepenghuluan.8

    Peningkatan mutu profesionalisme penghulu harus berorientasi kepadamutu kerja. Sebagai Pegawai Pencatat Nikah (PPN) yang diberi tugas,tanggung jawab, wewenang dah hak secara penuh berdasarkan peraturanperundang-undangan yang berlaku terutama melakukan pengawasan nikahdan rujuk menurut Agama Islam. Perhatian khusus pada kompetensi dankecakapan ini meliputi:

    8 Pasal 4 Permenpan Nomor PER/62/M.PAN/6/2005 tentang Petunjuk Jabatan FungsionalPenghulu dan Angka Kreditnya.

  • 15

    1. Latar belakang pendidikan dalam rekrutmen pegawai;2. Pemahaman peraturan perundang-undangan tentang tugas pokok dan

    fungsinya;

    3. Bimbingan dan peningkatan kemampuan teknis penghulu;4. Pembinaan karir penghulu5. Biaya operasional dan kesejahteraan penghulu.

    Peran yang dilakukan penghulu dalam layanan nikah ini bila dirinciadalah sebagai berikut:a. Sebagai administrator pencatat nikah dan rujuk;b. Sebagai pelaksana layanan nikah berdasarkan Agama Islam;c. Sebagai penasihat dan konsultan nikah, hukum keluarga dan masalah

    rumah tangga;

    d. Sebagai pemantau pelanggaran ketentuan nikah dan Undang-undangPerkawinan;

    e. Sebagai pemberi fatwa hukum munakahat dan bimbingan muamalah;f. Sebagai pembina keluarga sakinah; dang. Sebagai pihak yang berperan dalam sosialisasi keberadaan Pengadilan

    Agama sebagai yang berwenang dalam masalah cerai dan rujuk sertapelanggaran ketentuan nikah lainnya.

    Kantor Urusan Agama (KUA) adalah unit kerja terdepan (avantgarde) Kementerian Agama yang melaksanakan sebagian tugas pemerintah dibidang Urusan Agama Islam, berkedudukan di wilayah Kecamatan.9

    Dikatakan sebagai unit kerja terdepan, karena KUA secara langsungberhadapan dengan masyarakat. Fakta sejarah juga menunjukan kelahiranKUA hanya berselang sepuluh bulan dari kelahiran Kementerian Agama,tepatnya tanggal 21 Nopember 1946. Konsekuensi dari peran itu, secaraotomatis aparat KUA harus mampu mengurus rumah tangga sendiri denganmenyelenggarakan manajemen kearsipan, administrasi surat-menyurat danstatistik serta dokumentasi yang mandiri.

    9 KMA No. 517 Tahun 2001 tentang Penataan Organisasi KUA Kecamatan Pasal 2, dan PMA No.11 Tahun 2007 tentang Pencatatan Nikah Pasal 1 ayat (1).

  • 16

    Fungsi dan tugas KUA adalah Pencatatan Nikah dan Rujuk, mengurusdan membina Masjid, Zakat, Wakaf, Ibadah Sosial, Pengembangan KeluargaSakinah, Kependudukan sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh DirjenBimas Islam dan peraturan yang berlaku.10 Seiring dengan perkembanganzaman dan kebutuhan masyarakat akan pelayanan administratif terkait dengantugas dan fungsi Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan, maka menjadikebutuhan mendesak adanya pengembangan kompetensi petugas dan payunghukum yang jelas agar dalam pelaksanaan tugas tidak menyimpang dari tataaturan hukum dan pelayanan prima terhadap masyarakat dapat tercapai.

    Di lapangan, pelayanan pencatatan pernikahan yang diselenggarakanKUA banyak menghadapi berbagai kendala, terutama KUA yang berada didaerah yang menghadapi tantangan demografis dan nilai-nilai tradisi yang adadi masyarakat. Secara umum, kendala yang dihadapi KUA tersebut secarasubstantif adalah sebagai berikut:

    1. Demografi wilayah tugas dalam kecamatan yang relatif lebih luasdengan kondisi alam yang sangat bervariasi antara satu daerah dengandaerah lain sementara jumlah penduduk masih sedikit.

    2. Kondisi kantor yang masih jauh dari laik bahkan masih banyak didapatimasih menyewa sehingga belum mempunyai kedudukan kantor tetap.Selain itu kondisi sarana dan prasarana penunjang juga masih sangatminim sehingga menjadi kendala dalam pelaksanaan pelayananmasyarakat, seperti pada pelaksanaan kursus calon pengantin yangdilaksanakan oleh KUA.

    3. Jumlah pegawai pelaksana yang ada di tiap KUA belum ideal, masihsering dijumpai banyak KUA yang berisi komposisi jumlah pegawaisangat terbatas, bahkan ada KUA yang pegawainya hanya satu orang.

    4. Terbatasnya sarana teknologi dan sistem informasi yang ada di KUA.Semakin cepatnya perkembangan teknologi dan kebutuhan informasiyang cepat di masyarakat belum dapat diimbangi KUA dalam

    10 KMA No. 517 Tahun 2001 tentang Penataan Organisasi KUA Kecamatan Pasal 3.

  • 17

    memenuhi kebutuhan itu. Masyarakat modern yang serba cepat daninstan, efisiensi biaya dan kepraktisan, seperti pendaftaran nikah onlinebelum dapat dapat KUA berikan, termasuk juga di dalamnya dalamlayanan keterbukaan informasi yang bersifat elektronik.

    5. Keberadaan Pembantu Pegawai Pencatat Nikah (P3N) di satu sisisangat membantu tugas pelayanan masyarakat, di lain pihak merekaadalah pihak ke-3 yang menjadi alasan mahalnya biaya pernikahan.Bagi KUA yang jumlah pegawainya belum memadai memangmembantu terlayaninya pengawasan nikah, apalagi jika jarak antar desadi kecamatan tersebut yang relatif berjauhan. Di sisi lain, belum adanyahonor/upah/gaji yang diterima P3N sehingga dengan sangat terpaksadiambil dari biaya perkawinan yang dibayar oleh calon pengantin.

    6. Terbatasnya biaya operasional KUA. Harus diakui bahwa adapenambahan anggaran untuk KUA pada setiap tahunnya. Pada tahun2013, sudah mencapai Rp. 24.000.000,- (dua puluh empat juta rupiah)pertahun. Biaya ini digunakan untuk belanja ATK, cetak blanko,perawatan kantor atau sewa kantor bagi yang belum memiliki dankegiatan lainnya termasuk transportasi dan listrik. Jika melihat begitubanyaknya tugas yang diemban KUA sebagaimana termaktub dalamPMA Nomor 39 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja KantorUrusan Agama, maka dana yang ada dirasakan tidak dapat memenuhikebutuhan operasional kantor, seperti pada tugas verifikasi tanah wakaf,pengukuran arah kiblat dan pendataan rumah ibadah, sosialisasi,pembinaan kelompok keluarga sakinah serta kegiatan lintas sektoralyang semuanya itu mengharuskan adanya perjalanan dinas, akan terasasekali kurangnya anggaran yang dialokasikan tersebut.

    Penghulu sebagai Pegawai Negeri Sipil, terikat pada aturan main yangtelah ditentukan oleh Pemerintah yang tertuang dalam berbagai produkhukum yang ada. Sebagai PNS tentunya berlaku ketentuan yang sama denganPNS pada dinas instansi lain baik dalam hal pelaksanaan tugas, hak dankewajiban dan pertanggungjawaban serta sanksi jika melakukan pelanggaran,

  • 18

    sebagaimana secara umum tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil dan Peraturan MenteriAgama Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2013 tentang Disiplin PegawaiNegeri Sipil di Lingkungan Kementerian Agama. Dalam keduanya, diaturtentang hari kerja senin sampai dengan jumat dengan ketentuan wajibmemenuhi jam kerja 7,5 (tujuh koma lima) jam per-hari. Di lapangan,Penghulu tidak sama dengan guru, dosen atau jabatan fungsional lain dalampelaksanaan tugasnya. Hal ini sering terjadi karena masyarakat menghendakipelayanan di luar dari waktu yang sudah ditentukan mereka sendiri.Permintaan pelaksanaan pelayanan dalam hal pencatatan perkawinan seringkali pada hari Sabtu dan Minggu dan jam yang sudah mereka tentukanbahkan sering terjadi pelaksanaan pencatatan dilaksanakan pada malam haridi kediaman mempelai. Kondisi tersebut dimungkinkan terjadi karenamemang terdapat ketentuan yang mengatur sebagaimana termaktub dalamPMA Nomor 11 Tahun 2007 Pasal 21 ayat (2) yang berbunyi : ataspermintaan calon pengantin dan persetujuan PPN, akad nikah dapatdilaksanakan di luar KUA.

    Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2004 yang menentukan tarif

    atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada KementerianAgama sebesar Rp. 30.000,- (tiga puluh ribu rupiah) dan dipertegas denganedaran Irjen Kemenag RI Nomor : IJ/1261/2012 tanggal 13 Desember 2012butir (3) yang berbunyi agar tidak menerima biaya pencatatan nikah lebih dariRp. 30.000,- sebagai tindak lanjut dari Undang-undang Nomor 20 Tahun2001 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pasal 12 B ayat (1)yang membahas tentang gratifikasi semakin mempersempit ruang gerakKUA. Apalagi, mayoritas pelaksanaan pelayanan pencatatan pernikahan

    terjadi di luar kantor dan di luar jam kerja. Hampir dipastikan, KUA tidaksanggup menganggarkan dari dana yang ada untuk pelayanan pencatatannikah di luar. Kondisi ini menimbulkan wilayah abu-abu yang dapat berakibatpelanggaran hukum seperti pungutan liar dan gratifikasi, sebagaimana terjadi

  • 19

    di berbagai daerah yang menjadikan sorotan publik terhadap kinerja KUAmenjadi sangat tidak baik, tingkat kepercayaan publik menurun dikarenakanbanyaknya biaya yang tidak resmi untuk menutupi kekurangan biayaoperasional ini.

    Tradisi pernikahan di masyarakat sebagai peristiwa sakral dan pentingdalam siklus kehidupan manusia, tidak hanya terkait peristiwa keagamaanbiasa, tapi juga menyangkut nilai-nilai tradisi dan budaya yang hidup dandilestarikan. Peristiwa nikah juga cermin dari prestise dan status sosial. Untukitu, peristiwa nikah dipersiapkan dengan seksama, dengan upacara-upacaraadat tertentu bahkan di tempat tertentu yang dihadiri keluarga besar, tokoh-tokoh sosial, dan relasi-relasi terpenting dalam pergaulan. Kompleksitasgambaran tersebut harus dihadapi Penghulu dan KUA dengan segala pelayanprimanya demi memenuhi tuntutan masyarakat (users dan stakeholders).

    B. Analisis MasalahDari deskripsi masalah di atas, banyak upaya yang harus dilakukan

    dalam upaya mewujudkan layanan nikah yang profesional, bersih danakuntabel, terutama pada sosok penghulu sebagai pelaksana langsung, danKUA sebagai institusi yang berhadapan langsung dengan masyarakat.Vitalnya kedua unsur tersebut sangat menentukan kualitas layanan yangprima dan memuaskan.

    Peningkatan mutu profesionalisme penghulu harus berorientasi padamutu kerja. Sebagai Pegawai Pencatat Nikah, penghulu harus memilikikeahlian dan keterampilan khusus kepenghuluan dan memiliki sifat mandiri.Ketaatannya pada hukum dan prosedur, ditentukan oleh pemahamannyatentang peraturan perundangan-undangan, baik yang bersifat materiil, jugayang bersifat teknis yang berkaitan dengan tugas pokok dan fungsinya. Latarbelakang dalam disiplin ilmu yang dimiliki jelas menjadi dasar rekrutmenpegawai penghulu di tingkat kebijakan. Bimbingan dan peningkatankemampuan teknis melalui Diklat dan Bimtek menjadi kebutuhan yangsimultan dalam pembinaan karir penghulu.

  • 20

    Sebagai profesi, penampilan (performance) penghulu dituntut memilikikemampuan sebagai berikut:1. Kemampuan keahlian (spesialisasi) berbasis pendidikan yang sistematis

    dalam penanaman nilai-nilainya yang panjang;2. Kemampuan konseptual, yaitu keterampilan penghulu dalam memadukan

    seluruh kegiatan kepenghuluan agar kegiatannya mencapai sasaran yang

    ditetapkan;3. Kemampuan teknis dan prosedur, berkaitan dengan tata cara penerimaan

    pemberitahun kehendak nikah, pemeriksaan kelengkapan dan kebenarandata, penetapan dan pengumuman kehendak nikah, analisis danmengelola tanggapan masyarakat tentang nikah, administrasi danpengarsipan dokumen nikah, pemilihan dan penetapan metode dalampenasihatan nikah dan konseling, analisis kasus dan problematika rumahtangga.

    4. Kemampuan sosialisasi (human relation) yang berhadapan denganmasyarakat yang majemuk, seperti: kerja sama, kepedulian dalammemakai pandangan, pemikiran dan perasaan orang lain, kemampuanefektif dalam komunikasi dengan stakeholders layanannya.

    5. Kemampuan manajerial. Walaupun bukan sebagai pengambil kebijakan,fungsi manajemen dan administrasi harus dimiliki, terutama karenaberkaitan dengan tugasnya dalam penetapan tujuan (objective setting),koordinasi (coordinating), perencanaan kegiatan (planning), pelaksanaankegiatan (executing), perorganisasian (organizing), pemberian dorongan(pursuading), penilaian pekerjaan (evaluating) serta pengendalian danpengelolaan sumber-sumber (managing).11

    6. Kemampuan kreasi dan inovasi. Penghulu dituntut mencipta danmengembangkan ide-ide baru, baik yang bersifat ilmu pengetahuan yangberkaitan dengan tugas pokoknya, sampai kepada metode-metode danpendekatan dalam melayani masyarakat pengguna (users).

    11 Dann S. Sugandha, Pengantar Administrasi Negara (Jakarta: C.V. Intermedia, 1992), hlm. 38.

  • 21

    Penghulu yang bersih dicerminkan dari pelayanan nikah yang sesuaiundang-undang tanpa pelanggaran, tanpa tekanan dan bebas suap, gratifikasi,tarif biaya sesuai ketentuan, dan pelaporan yang transparan. Tujuan ini sulittercapai jika tidak ada tunjangan biaya operasional yang memadai, tunjanganjabatan, tunjangan jasa dan sarana pendukung seperti kendaraan operasional.Dalam pelaporan, dukungan teknis bagi penghulu seperti sistem administrasiyang berbasis teknologi informasi (IT) menjadi keharusan dalam modellayanan nikah terkini.

    Kementerian Agama sebagai bagian dari Pemerintah selalumendapatkan penilaian dalam layanannya. Tingkat kepuasan layananKementerian Agama yang disurvei Badan Pusat Statistik (BPS) misalnyadalam Indeks Kepuasan Layanan Haji tahun 2012 dan 2013 menunjukkannilai kenaikan dari 81,32% menjadi 82,69% dengan predikat memuaskan.12Bagaimana dengan layanan nikah KUA?

    Dalam menilai pelayanan publik tersebut, terdapat beberapa ukuranatau dimensi dalam menyelenggarakan suatu pelayanan publik antara lain:

    1. Tampak nyata ( fasilitas fisik, peralatan, tenaga kerja)2. Daya uji (dapat diandalkan dan akurat)3. Daya tanggap (kemauan untuk membantu)4. Keterampilan ( keahlian dan pengetahuan yang sesuai)5. Keramahan (sopan santun, perhatian dan persahabatan)6. Kredibilitas (ketulusan, kepercayaan dan kejujuran)7. Keamanan (bebas dari resiko, bahaya)8. Akses (kemudahan dihubungi dan didekati)9. Komunikasi (memberikan pengetahuan kepada pelanggan dan mau

    mendengarkan)10. Pengertian (mau mengenal kebutuhan pelanggan).Ukuran-ukuran inilah yang harus dipakai oleh KUA dalam melayani publikdan menjadi prosedur operasi yang terstandarkan.

    12 http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/umroh-haji/14/01/29/n05kyz-survei-bps-indeks-kepuasan-jamaah-haji-meningkat, diakses tanggal 24 April 2014 pukul 22:49:02 WIB.

  • 22

    Luasnya lingkup kerja dan kompleksitas permasalahan yang dihadapiKUA memang menjadi problem laten pemerintah, seperti minimnyaketersediaan SDM yang mumpuni, sarana pra-sarana yang kurang memadai,tingkat kesejahteraan yang belum ideal, akses lokasi dengan jarak tugas yangtidak semuanya ideal, dan lain-lain. Namun demikian, keterbatasan kondisiitu, saat ini telah dimulai membuka kepada ruang perbaikan untukpeningkatan pelayanan publik melalui penggunaaan teknologi informasi,seperti layanan administrasi nikah berbasis IT yang dikenal dengan SIMKAH(Sistem Informasi dan Manajemen Nikah), dalam pengadministrasianperwakafan dengan SIWAK (Sistem Informasi Wakaf), SIMAS (SistemInformasi Masjid), dan yang terbaru adalah SIMBI (Sistem Informasi BimasIslam) serta aplikasi lain yang dibutuhkan.

    Dengan upaya yang terus menerus dibangun ini, maka stereotype yangsudah lama disematkan pada KUA akan berkurang atau bahkan hilang. Initentu menjadi tantangan bagi seluruh aparatur Kementerian Agama,khususnya KUA, untuk bisa menjawab tuntutan publik. Satu hal palingfundamental adalah bagaimana agar publik tahu dan tertarik untuk melihatberbagai kebijakan strategis Kementerian Agama yang mulai menggunakanteknologi informasi untuk meningkatkan pelayanan publik semakin baik,khususnya pelayanan administrasi nikah.

    Dengan demikian, upaya yang harus dilakukan KUA dalam layananyang profesional, bersih dan berwibawa, beberapa usulan solusi yangimplementatif di antaranya:1. Penyempurnaan di tingkat kebijakan, terutama dalam hukum materiil

    perundang-undangan, peraturan pelaksana, petunjuk pelaksanaan danpetunjuk teknisnya, kepegawaian, penganggaran dan sebagainya;

    2. Pemenuhan kebutuhan pegawai berdasarkan analisis beban kerja;3. Bekerja berdasarkan Standard Operational Procedure (SOP);4. Peningkatan dana operasional yang memadai;5. Peningkatan sarana prasarana, termasuk kendaraan operasional kantor

    dan penghulu;

  • 23

    6. Pembinaan administrasi yang simultan dan berkelanjutan;7. Standardisasi pelaporan data dan keuangan;8. Aplikasi sistem pelaporan data dan keuangan;9. Penyediaan sarana dan sistem informasi, seperti telepon dan internet;10. Optimalisasi Sistem Informasi dan Manajemen Nikah (SIMKAH);11. Penyediaan layanan pendaftaran dan pengumuman nikah online;12. Mengkaji ulang peraturan tentang biaya pencatatan nikah;13. Penyediaan balai nikah yang memadai dan representatif.14. Integrasi sistem informasi nikah dan kependudukan dengan stakeholders

    lain terutama dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil danPengadilan Agama.

    Secara keseluruhan, seluruh elemen Kementerian Agama harus

    mengoptimalkan peran hubungan masyarakat serta pengelola informasi dandokumentasi di setiap satuan kerja agar memahami terhadap setiap perubahansosial dan publik yang sedang berlangsung. Hal ini akan merubah pandanganmasyarakat secara timbal balik terhadap Kementerian Agama. Denganmemanfaatkan dan mengoptimalkan semua lini informasi yang dimiliki disemua level, Kementerian Agama pasti bisa dengan mudah membagiinformasi untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat. Semakin massifupaya image building dilakukan, maka akan membawa dampak langsung dantidak langsung bagi terwujudnya Kementerian Agama yang profesional,bersih dan akuntabel.

  • 24

    BAB IVPENUTUP

    A. KesimpulanDeskripsi dan analisis pada bab-bab terdahulu telah memberi

    gambaran peran dan fungsi KUA dan Penghulu dalam upaya mewujudkanlayanan nikah yang profesional, bersih dn akuntabel. Dari paparanpembahasannya di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut:

    1. Keberhasilan layanan nikah sebagai layanan publik yang profesional,bersih dan akuntabel sangat tergantung pada dua pelaksanalangsungnya yaitu: Penghulu dan KUA. Penghulu yang profesional danbersih, ditunjang dengan KUA yang dikelola dengan transparan danakuntabel, akan menjadikan layanan nikah sebagai produk layananunggulan di Kementerian Agama yang menjadi citra dan kepuasanmasyarakat sebagai penggunanya. Apalagi peristiwa nikah mengandungnilai yang sakral dan tradisi yang menjadi prestise masyarakat dalamhubungan sosial dan keagamaan.

    2. Revitalisasi peran dan fungsi penghulu dan KUA sebagai gardaterdepan (avant garde) Kementerian Agama harus dilakukan denganberbagai upaya. Peningkatan mutu profesionalitas penghulu denganberbagai pendidikan yang berjenjang dan terstruktur, baik jangkapendek (Diklat) dan jangka panjang (pendidikan formal, beasiswa studilanjutan) harus dilakukan. Bimbingan teknis yang meningkatkanperforma penghulu juga menjadi kebutuhan dasar dalam menjagaintegritas penghulu yang bersih dan berwibawa. Penghargaan yangcukup dengan peningkatan kesejahteraan, tunjangan dana operasionaldan jasa juga menjadi kebutuhan asasi dalam peningkatan kinerjapenghulu. Peningkatan mutu manajemen KUA juga menjadi kuncikeberhasilan layanan nikah di masyarakat. Dukungan sarana prasarana,biaya operasional, dukungan kepegawaian dan administrasi yang baik

  • 25

    dan terencana, penyempurnaan tingkat kebijakan, dukungan sistem danteknologi informasi serta koordinasi di berbagai lini menentukan wajahKUA dan Kementerian Agama pada umumnya dalam layanan publikyang profesional, bersih dan akuntabel.

    B. SaranTulisan kecil ini tentu saja hanya menggunakan data-data dan waktu

    yang terbatas. Diperlukan kajian yang lebih komprehensif dan mendalamterutama yang bersifat lapangan (grounded research) yang lebih intensifuntuk menemukan fakta-fakta dan solusi yang lebih baik. Kajian lanjutandalam rangka koreksi dan kritik yang konstruktif sangat diharapkan. Namundemikian, dari tulisan ini Penulis menyampaikan beberapa saran di antaranya:

    1.

  • 26

    DAFTAR PUSTAKA

    Hadi, Sutrisno, 1982. Metodologi Research, Yogyakarta: Gadjah Mada UniversityPress.

    Kumorotomo, Wahyudi, 2005. Akuntabilitas Birokrasi Publik: Sketsa Pada MasaTransisi, cet. 1, Yogyakarta: Magister Administrasi Publik (MAP)UGM dengan Pustaka Belajar.

    Muhadjir, Noeng, 1996. Metode Penelitian Kualitatif, ed. 3, cet. 7, Yogyakarta:Rakesarasin.

    Murdick, Robert G. dan Joel E. Ross, 2005. Sistem Informasi Untuk ManajemenModern, Jakarta: Erlangga.

    Sugandha, Dann S., 1992. Pengantar Administrasi Negara, Jakarta: C.V.Intermedia.

    Sutopo, dan Adi Suryanto, 2003. Pelayanan Prima, cet. 2, Jakarta: LembagaAdministrasi Negara.

    Rasyid, Ryaas, 1998. Desentralisasi Dalam Menunjang Pembangunan DaerahDalam Pembangunan Administrasi di Indonesia. Jakarta: LP3ES.

  • ILAMPIRAN-LAMPIRAN