review dipiro farmakoterapi

Upload: ummu-faurikhah

Post on 05-Oct-2015

66 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

review dipiro

TRANSCRIPT

ReviewPHARMACOTERAPY A PHISIOLOGICAL APPROACH

SECTION 1BAB 1

Farmakoekonomik : Prinsip, Metode dan AplikasiFarmakoekonomik adalah ilmu yang mengidentifikasi, menghitung dan membandingkan harga serta konsekuensi dari suatu terapi obat dalam pelayanan kesehatan di masyarakat. Adapun metode yang digunakan untuk membandingkan dan mengevaluasi berbagai pilihan pelayanan yang dikaitakan dengan nilai ekonominya yaitu cost-minimization, cost-benefit, cost-effectiveness, and cost-utility analyses. Metode-metode tersebut menyediakan sarana untuk membandingkan perbedaan dan persamaan berbagai pemilihan pengobatan dilihat dari sudut pandang harga yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan. Farmakoekonomi diperlukan karena adanya sumber daya yang terbatas, dimana hal yang terpenting adalah bagaimana memberikan obat yang efektif dengan dana yang tersedia, pengalokasian sumber daya yang tersedia secara efisien, kebutuhan pasien dimana dari sudut pandang pasien adalah biaya yang seminimal mungkin.BAB 2

Hasil dari Tindakan Kesehatan dan Kualitas Hidup

Evaluasi pelayanan kesehatan saat ini berfokus pada tingkat pencapaian hasil yang diharapkan dari tindakan medis. Tujuan utamanya adalah untuk memaksimalkan keuntungan dari suatu tindakan medis. Tetapi sejauh ini pendekatan evaluasi pelayanan kesehatan ditekankan pada struktur dan proses yang berkaitan pelayana kesehatan dibandingkan sengan evaluasi terhadap hasil tindakan medis. Tipe dari hasil yang terjadi setelah tindakan medis diklasifikasikan sebagai five-Ds yaitu Death, Diasease, Disability, Discomfort and Dissatisfication. Kelima klasifikasi tersebut tidak menggambarkan hasil positif terhadap tindakan medis.

Patient-reported hasil (PROs) menggambarkan jumlah dari hasil tindakan medis seperti status kesehatan, gejala yang dirasakan, kepuasan. PROs biasa digunakan sebagai data dan dokumentasi dari tindakan medis.BAB 3

Evidence-Based Medicine ( EBM )EBM adalah pendekatan praktik kesehatan menggunakan hasil dari data pasien dan bukti yang lainnya yang digunakan sebagai komponen untuk membuat suatu keputusan terhadap tindakan medis. Prinsip EBM merupakan salah satu cara untuk menemukan informasi yang valid yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi tindakan medis yang paling tepat diberikan kepada pasien.

4 Tahap proses pelaksanaan evidence based medicine pada praktiknya adalah sebagai berikut :1. Menyusun pertanyaan yang jelas terhadap masalah pasien

2. Mengidentifikasi informasi yang diterima

3. Secara kritis memahami segala kemungkinan

4. Mengimplementasikan dalam partik klinik

BAB 4

Dokumentasi Pelayanan KefarmasianPada proses pelayanan kefarmasian, dokumentasi dari setiap tindakan yang dilakukan oleh seorang apoteker dan bagaimana pengaruhnya terhadap hasil terapi pasien adalah proses yang paling utama. Proses pelayanan kefarmasian menyediakan suatu sistem umpan balik sebagai bagian dari monitoring. Sistem ini memiliki banyak keuntungan yaitu terciptanya suatu komunikasi antara tenanga keshatan dan pasien. pelayanan kefarmasian bertanggung jawab terhadap proses identifikasi DRPs, rencana monitoring terapi dan memastikan pasien menerima pelayanan kesehatan yang terbaik guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.Untuk memberikan pelayanan kefarmasian, apoteker, pasien, danlainnya memiliki hubungan saling menguntungkan bagi semua pihak. Pasien memberikan apoteker kesempatan untuk memberikan perawatan, dan apoteker pada gilirannya, harus bertanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukan. Dokumentasi memaksimalkan model pelayanan farmasi.

BAB 5

Farmakokinetik dan Farmakodinamik5.1. Farmakokinetik

Farmakokinetik klinik adalah bidang ilmu kefaramasian yang mempelajari mengenai proses adsorbsi, distribusi, metabolisme dan eliminasi obat dalam tubuh. Proses adsorbsi obat terjadi pada pemakaian obat jalur ekstravaskular seperti jalur peroral dan transdermal. Obat-obat tersebut harus diadsorbsi masuk kedalam peredaran darah. Sistem sirkulasi darah membantu mendistribusikan obat ke target kerja obat.

Metabolisme obat biasanya terjadi didalam hati dan memiliki 2 tipe metabolism yaitu Fase 1 dan Fase 2. Pada reaksi metabolism fase 1, secara umum obat dirubah kedalam bentuk yang lebih polar agar dapat dieksresi melalui ginjal. Reaksi pada fase 1 meliputi oksidasi, hidrolisis dan reduksi. Reaksi pada fase 2 meliputi konjugasi.

Eliminasi obat dan metabolitnya dari dalam tubuh dilakukan melalui ginjal, hati dan paru-paru melalui udara .5.1.1 Bioavailability And Bioequivalence

Obat yang terliberasi melalu jalur ekstravaskular harus dapat terdisolusi dari sedian obat yang kemudian harus mampu diadsorbsi kedalam peredaran darah. Banyaknya obat yang diadsorbsi kedalam peredaran darah dikenal dengan sebutan bioavaibilitas atau ketersediaan hayati.

Ketika obat teradministrasi melalui ekstravaskular tidak menutup kemungkinan terjadinya proses metabolism yang terjadi oleh hati dan saluran pencernaan sebelum obat diadsorbsi kedalam peredaran darah, salah satu nya adalah proses first pass effect obat oleh hati. Oleh karenanya perlu dilakukan suatu treatment khusus untuk obat-obat yang mengalami first pass effect didalam hati. Studi bioekuivalensi dilakukan untuk mengetahui kesamaan biovaibiltas dua obat yang memiliki zat aktif yang sama. 5.1.2 Klirens

Klirens merupakan parameter farmakokinetik yang sangat penting karena parameter ini menujukan konsentrasi steady-state suatu obat. 5.1.3 Volume DistribusiVolume distribusi (VD) adalah proporsionalitas konstan yang berhubungan dengan jumlah obat dalam tubuh untuk konsentrasi serum (jumlah dalam tubuh = CVD). VD digunakan untuk menghitung loading. VD pasien sendiri tidak diketahui pada saat dosis awal diberikan. Dalam hal ini, rata-rata VD diasumsikan dan digunakan untuk menghitung dosis muatan.. 5.1.4. Waktu Paruh

Waktu paruh Didefinisikan sebagai periode waktu yang diperlukan untuk setengah dari jumlah tertentu dari suatu zat untuk mengalami perubahan. Waktu paruh menjadi sangat penting karena menunjukan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai keadaan steady state dan interval dosis. Kurang lebih 3 5 kali dari waktu paruh menjadi waktu yang diperkiran tercapainya steady state. Waktu paruh juga digunakan untuk menentukan interval waktu pemberian obat.5.2. Farmakodinamik Farmakodinamik adalah ilmu yang mempelajari efek biokimiawi dan fisiologi obat serta mekanisme kerjanya. Selanjutnya akan kita bicarakan lebih mendalam tentang farmakodinamik obat. Tujuan mempelajari mekanisme kerja obat adalah Meneliti efek utama obat, Mengetahui inteRaksi obat dengan sel, Mengetahui urutan peristiwa serta spektrum efek dan respon yang terjadi. Efek obat umumnya timbul karena interaksi obat dengan reseptor pada sel suatu organisme. Interaksi obat dengan reseptornya ini mencetuskan perubahan biokimia dan fisiologi yang merupakan respons yang khas untuk obat tersebut.

BAB 6

Farmakogenetik

Farmakogenetik adalah ilmu yang mempelajari obat dan hubungannya dengan faktor genetik seseorang. Tujuan utama dari bidang ilmu ini adalah meningkatkan optimasi terapi obat dan menurunkan tingkat toksisitas obat yang didasarkan pada perbedaan profil genetik seseorang. Profil genetik digunakan sebagai informasi dalam pemilihan obat, penentuan dosis obat dan penetuan lamanya waktu pengobatan. Farmakogenetik dikembangkan oleh para tenaga kesehatan selain untuk mengefektifkan pengobatan yang didasarkan pada profil DNA pasien tetapi juga sebagai tindakan pencegahan penyakit yang terkait oleh faktor genetik.

Dalam mempelajari ilmu farmakogenetik tentunya perlu pemahaman mengenai biologi molekuler makhluk hidup. Perbedaan susunan basa nitrogen yang terdapat dalam DNA seseorang hanya sebesar 0,1% yang berkontribusi terhadap variasi genetik. Susunan basa nitrogen juga berguna sebagai gen pengkode senyawa yang dibutuhkan oleh tubuh seperti asam amino. Setiap susunan gen akan mengkode protein khusus sesuai dengan susunannya.

Variasi genetik yang terjadi pada seseorang dinamakan polimorfisme. Sebagai contoh adalah gen pengkode enzim hati CYP450, pada enzim ini terdapat polimorfisme yang dapat etrjadi pada etnik yang berbeda yang menyebabkan terjadi variasi pada enzim CYP2A6, CYP2C9, CYP2C19, CYP2D6, dan CYP3A4.Single nucleotide polymorphisms (SNPs) adalah variasi genetic yang sering terjadi pada DNA manusia. SNPs terjadi ketika salah satu basa nukelotida susunannya berubah.

6.1. Polimorfisme Genetik pada Enzim Metabolisme

Enzim CYP450 merupakan enzim pemetabolisme obat yang paling banyak dihasilkan oleh hati. Sebanyak lebih dari 50 isoenzim CYP450 sudah dapat diidentifikasi. Polimorfisme dari izoenzim CYP450 seperti pada enzim CYP2A6, CYP2C9, CYP2C19, CYP2D6, CYP3A4/5 sudah diteliti dan terjadinya polimorfisme tersebut mempengaruhi proses metabolism dari beberapa obat. Variasi alel pada enzim-enzim tersebut pada seseorang dapat mempengaruhi kemampuan metabolism obat yang dapat diabagi menjadi dua kategori yaitu Extensive Metabolizer (EM) dan Poor Metabolizer (PM). Akibatnya akan terjadi perbedaan kecepatan metabolism obat pada setiap individu yang mengalami polimorfisme genetik.

Pada dasarnya prinsip pengaruh polimorfisme genetik (heterozigot atau homozigot) pada setiap enzim adalah sama. Polimorfisme genetik dapat mempengaruhi baik meningkatkan atau mereduksi aktivitas enzim yang dibutuhkan untuk metabolism obat, sehingga waktu kontak antara obat dengan tubuh dapat lebih lama atau lebih cepat dibandingkan dengan individu normal.

Selain pada enzim pemetabolisme obat, polimorfisme gen juga dapat terjadi pada target kerja obat seperti reseptor, ion chanel dan transporter obat.6.2. Terapi Gen

Terapi gen merupakan salah satu pendekatan yang paling memungkinkan pada pengobatan dan penyembukan penyakit yang disebabkan oleh kelainan gen. Tujuan dari terapi gen ini adalah untuk memperbaiki kelainan gen secara permanen sehingga fungsi sel dapat berjalan dengan baik. Kebanyakan tekhnik terapi gen dilakukan dengan mengganti gen yang mengalami kelainan dengan gen yang normal.

Farmakogenetik membuka peluang pengobatan yang dilakukan berdasarkan profil farmakokinetik. Walaupun begitu, pengobatan berdasarkan genetic tentunya akan meningkatkan kekompleksan proses peresepan. Sebagai faramasis tentunya diperlakukan kemampuan untuk dapat melihat berbagai factor yang dapat mempengaruhi terapi obat. Selain itu profil genetic juga dapat memberikan informasi manajemen penyakit.

BAB 7

Pediatrik

Anak-anak bukanlah little adults. Terdapat perbedaan perkembangan fungsi organ bukan hanya jika dibandingkan dengan orang dewasa tetapi juga pada anak-anak lain dengan kelompok usia yang berbeda. Efektifitas dan keamanan obat tentunya sangat bervariasi pada anak-anak dan berbeda dengan pengobatan pada orang dewasa. Banyak obat yang tidak mungkin diberikan kepana anak-anak pada dosis dan formulasi standar, perlu adanya modifikasi terahadap pengobatan yang dilakukan kepada anak-anak. Perhatian utama pada pedriatic adalah mengidentifikasi dosis optimal. Pemilihan regimen dosis tidak bisa dilakukam berdasarkan berat badan dan luas permukaan tubuh. Bioavailabilitas, farmakokinetik, farmakodinamik, khasiat, dan informasi efek samping obat dapat sangat berbeda antara anak dan pasien dewasa, serta di antara pasien anak, karena perbedaan usia, fungsi organ, dan keadaan penyakit yang berbeda. Banyak factor yang dapat mempengaruhi terapi obat pada anak-anak. Kebanyakan obat yang diberikan kepada bayi dan anak-anak tidak sesuai dengan kondisinya.7.2. Absorpsi

7.2.1 Sistem Pencernaan

Dua factor yang sangat mempengaruhi proses absorpsi obat di system pencernaan adalah pH dan waktu pengosongan organ pencernaan. Kedua factor tersebut berbeda keadaannya pada bayi dengan anak yang lebih dewasa dan juga orang dewasa. Pada bayi yang baru lahir, pH lambung berkisar anatara 6 8 tapi langsung berubah menjadi 1-3 selama 24 jam. Kebalikannya pH lambung pada bayi yang premature akan tetap tinggi karena belum sempurnanya proses fisiologis yang terjadi. Sementara itu pengosongan lambung pada bayi yang premature akan berjalan lambat. Akibatnya obat-obat yang mungkin diabsorpsi lambat pada orang dewasa akan diabsorbsi secara baik dan efisien pada kondisi lambung bayi karena waktu kontak dengan mukosa lambung lebih panjang.

7.2.2. Intramuskular

Perbedaan pada massa otot relatif akan menyebabkan perfusi buruk ke berbagai otot, ketidakstabilan perifer vasomotor, dan tidak cukup kontraksi otot pada bayi prematur dibandingkan dengan anak-anak dan orang dewasa dapat mempengaruhi penyerapan obat dari situs intramuskular.

7.2.3. Kulit

Absorpsi perkutan dapat meningkat secara substansial pada bayi baru lahir karena belum berkembangnya epidermal barrier (stratum korneum) dan tingginya tingkat hidrasi kulit sehingga paparan obat topikal digunakan ,seperti kortikosteroid, mungkin lebih tinggi pada bayi dan anak anak-anak jika dibandingkan pada orang dewasa. Peningkatan paparan dapat menghasilkan efek toksik seperti setelah penggunaan topikal heksaklorofen sabun dan bubuk, salep asam salisilat, dan alkohol.7.2.4. Distribusi

Distribusi obat ditentukan oleh sifat fisikokimia dari obat itu sendiri (pKa, berat molekul, koefisien partisi) dan faktor-faktor fisiologis pasien. Meskipun sifat fisikokimia obat konstan, fungsi fisiologis sering bervariasi dalam populasi pasien yang berbeda. Beberapa factor fisiologis pasien yang penting yaitu cairan ekstraseluler dan cairan tubuh total, protein yang bertugas mengikat dengan obat dalam plasma, dan adanya kondisi patologis tertentu. Volume cairan ekstraseluler juga sangat berbeda pada prematur bayi dibandingkan dengan anak-anak dan orang dewasa.Protein pengikat obat pada plasma menurun pada bayi baru lahir bayi karena penurunan konsentrasi protein plasma, maka terjadi penurunan afinitas protein untuk mengikat obat, Pengikatan protein terhadap obat seperti fenobarbital, salisilat, dan fenitoin, berkurang secara signifikan pada neonatus dibandingkan pada orang dewasa. Begitupun jumlah dari lemak tubuh pada bayi yang lebih rendah dibandingkan dengan orang dewasa akan berakibat pada terapi obat.7.3. Metabolisme

Metabolisme obat pada bayi secara substansial lebih lambat daripada yang anak-anak lebih tua dan orang dewasa. Perbedaan tersebut terjadi karena berbagai jalur metabolisme dalam bayi yang masih prematur. Sebagai contoh metabolisme obat-obatan seperti teofilin, fenobarbital, dan fenitoin dengan jalur oksidasi juga terganggu pada bayi baru lahir. Akan Tetapi, laju metabolisme fenobarbital dan fenitoin lebih cepat dengan dibandingkan dengan teofilin, mungkin karena keterlibatan isozim yang berbeda pada sitokrom P450.7.4. Eliminasi

Obat-obatan dan metabolitnya dieliminasi oleh ginjal. Laju filtrasi pada bayi prematur dan pada bayi cukup bulan akan berbeda. Proses filtrasi glomerulus, sekresi tubular, dan tubular reabsorpsi menentukan efisiensiekskresi ginjal. Proses ini mungkin tidak berkembang sepenuhnya selama beberapa minggu sampai 1 tahun setelah kelahiran.7.5. Efektifitas dan Toksisitas Obat

Selain perbedaan farmakokinetik yang sebelumnya telah diidentifikasi antara pasien anak-anak dan dewasa, faktor yang berhubungan dengan khasiat oba dan toksisitas juga harus dipertimbangkan dalam perencanaan farmakoterapi anak.Perubahan patofisiologis sering terjadi pada pasien anak. Efek samping obat umumnya terjadi pada bayi baru lahir, sedangkan efek toksik lain mungkin terus bermunculan bagi bertahun-tahun masa kanak-kanak.

Faktor-faktor yang mempengharuhi terapi pada pediatric1. Penyakit

Karena kebanyakan obat dimetabolisme oleh hati dan dieliminasi oleh ginjal maka adanya penyakit hati dan ginjal pada pasien dapat mempengaruhi terapi dan pemilihan dosis pasien

a. Penyakit hati

Karena hati adalah organ metabolism obat yang paling utama, maka klirens obat sering menurun pada pasien dengan gangguan hati. Pada hati kemampuan untuk mengekstraksi obat dibagi menjadi 2 tipe yaitu tipe dengan tingkat ekstraksi tinggi dan rendah. Klirens obat dipengaruhi oleh laju alir darah di hati. Penurunan laju alir darah pada penyakit hati akan menurunkan klirens obat dengan tipe ekstraksi tingkat tinggi.b. Penyakit Ginjal

Kegagalan ginjal akan menurunkan jumlah dosis obat yang dieliminasi oleh ginjal. c. Penyakit lain

Walaupun pendosisan spesifik untuk anak-anak belum memungkinkan, pasien anak dengan gangguan pada saluran pencernaan, tetapi sebisa mungkin pengaturan pembeda dosis antara pasien anak dengan dewasa tetap diperhatikan

Permasalahan pada Terapi Obat Pediatrik

1. Managemen Nyeri

Meknaisme persepsi nyeri pada bayi dan orang dewasa pada dasarnya adalah sama kecuali pada transmisi impuls pada bayi terjadi secara lambat proses konduksinya serta kurang tepatnya sinyal transmisi pada sumsum tulang belakang. Sehingga akibatnya, bayi dan anak-anak akan merasakan rasa sakit yang lebih intense dibandingkan dengan orang dewasa.2. Jalur Pemberian Obat

3. Bentuk Sediaan ObatBanyak obat yang digunakan pada pasien pediatric tidak sesuai bentuk sediaan obatnya. Dibutuhkan proses pengenceran konsentrasi tinggi obat ditujukan untuk pasien dewasa jika akan digunakan untuk pasien pediatrik

4. Dosis Obat

Pendosis obat sering didasarkan pada berat badan neonatus,bayi, dan anak-anak, misalnya, miligram per kilogram tubuhberat badan per hari untuk diberikan dalam satu atau lebih bagian sehari-hari. Akan Tetapi, obat-obatan tertentu, termasuk agen antineoplastik, dapat diberikan berdasarkan pada luas permukaan tubuh, misalnya, miligram per meter persegi di satu atau lebih dosis harian5. Kepatuhan Pengobatan

Masalah kepatuhan pengobatan lebih kompleks pada pasien pediatric dibandingkan pada orang dewasa. Pengasuh pasien pediatric harus memahami dan mengikuti informasi pengobatan. 6. Interaksi Obat

Studi interaksi obat pada anak umumnya masih kurang. Data sering diekstrapolasi dari studi pada data populasi orang dewasa. 7. Pelengkap dan Terapi Alternatif

8. Keamanan Pengobatan

Kesalahan pengobatan pediatrik sering terjadi pada tahap pengobatan karena beberapa perhitungan yang diperlukan penyesuaian dosis berdasarkan berat badan yang diperlukan untuk terapi pasien pediatric. Akhirnya, harus dilakukan upaya untuk menjalankan farmakoterapi berbasis bukti. Hal ini sering sulit pada populasi pediatrik ketika obatharus digunakan di luar pedoman dan indikasi yang disetujui olehFDA. Lembaga terkait harus mengembangkan pedoman penggunaan obat dipenyakit tertentu..BAB 8

Geriatrik

Tujuan penting dalam perawatan orang lanjut usia adalah berusaha agar mereka dapat mandiri dalam menjalankan segala perawatan dan pengobatan yang diberikan. Kemandirian tersebut didasarkan pada kesulitan pasien lanjut usia untuk melakukan segala kegiatan sehari-hari secara mandiri. Disabilitas pada pasien lanjut usia tersebut kebanyakan terjadi pada pasien yang mengalami penyakit yang kronis seperti penyakit jantung, stroke dan diabetes. Penyakit kronis juga menjadi salah satu penyebab kematian terbesar pada pasien geriatric.

Perubahan fisiologis yang terkait dengan usia dapat menyebabkan penurunan fungsional kapasitas cadangan (yaitu, kemampuan untuk merespon masalah fisiologis atau tekanan) dan kemampuan untuk mempertahankan homeostasis, sehingga membuat pasien geriatri rentan terhadap dekompensasi dalam situasi stres. Sejumlah perubahan fisiologis yang berkaitan dengan usia dapat mempengaruhi farmakokinetik dan farmakodinamik obat.Sayangnya, data farmakokinetik dan farmakodinamik obat individu yang biasa digunakan pada pasien geriatic terbatas Pada tabel dibawah ini ditunjukan perubahan fungsi fisiologis akibat penuaan.

8.1. Perubahan Farmakokinetik

Pada tabel dibawah ini dirangkum perubahan yang terjadi pada farmakokinetik seseorang terkait dengan masalah penuaan

A. Absorpsi

Kebanyakan obat diminum melalui jalur peroral; dengan demikian, sejumlah perubahan fisiologi saluran pencernaan yang berkaitan dengan usia dapat mempengaruhi penyerapan obat. Untungnya, sebagian besar obat yang diserap melalui difusi pasif, dan perubahan fisiologis yang berkaitan dengan usia tampaknya memiliki sedikit pengaruh pada bioavaibilitas oabt. Beberapa obat memerlukan transportasi aktif untuk penyerapan, sehingga bioavailabilitas mereka dapat tereduksi (misalnya, kalsium dalam pengaturan hypochlorhydria).B. Distribusi

Distribusi obat dalam tubuh tergantung pada faktor-faktor sepertiseperti aliran darah, protein pengikat dalam plasma, dan komposisi tubuh, yang dapat berubah karena penuaan Misalnya, volume distribusi obat yang larut dalam air menurun, sedangkan obat lipofilik menunjukkan peningkatan volume distribution. Perubahan volume distribusi dapat memiliki dampak langsung pada jumlah obat yang harus diberikan.

C. Metabolisme

Hati adalah organ utama yang bertanggung jawab untuk metabolisme obat, termasuk Meabolisme fase I (oksidatif) dan fase II (conjugative). Akibat penuaan terjadi penurunan kerja hati yang dapat mempengaruhi metabolism obat, waktu paruh obat dan klirens obat. 8.2. Perubahan Farmakodinamik

Terdapat beberapa bukti bahwa terjadi perubahan sensitivitas pada pasien lanjut usia. Empat perubahan yang mungkin terjadi adalah perubahan pada jumlah reseptor, perubahan pada afinitas reseptor, perubahan postreseptor dan mekanisme homeostatis tubuh. Pada usia lanjut kemungkinan DRPs terjadi cukup . Walaupun pengobatan yang digunakan pada usia lanjut dapat memberikan peningkatan pada tingkat kesehatan tetapi efek negative pengobatan yang berakitan dengan masalah pada obat masih dapat terjadi. Tiga resiko yang mungkin terjadi adalah terjadinya efek samping obat, kegagalan terapi dan resiko yang terjadi setelah pemberhentian pemakaian obat.Faktor Resiko :

1. Penggunaan yang berlebihan

2. Peresepan yang tidak tepat

3. Underused

4. Ketidakpatuhan pengobatan

BAB 9

FarmakoepidemiologiFarmakoepidemiologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang penggunaan obat dan efek sampingnya pada sejumlah besar manusia serta menerapkan ilmu tersebut untuk memecahkan masalah tersebut. Farmakoepidemiologi juga di gunakan sebagai aplikasi, metoda, latar belakang dan pengetahuan epidemiologik untuk mempelajari penggunaan dan efek samping obat dalam suatu populasi manusia.

BAB 10

Clinical Toxicology

Keracunan adalah efek yang tidak diharapkan dari suatu konsumsi senyawa kimia. Tubuh kita masih dapat mentoleransi pada batas ukuran tertentu. Keracunan dapat menghasilkan efek lokal yang masih dapat diobati dengan mudah dengan rawat jalan atau efek sistemik yang mengancam jiwa yang memerlukan tindakan medis yang intensif.10.1. Strategi mengurangi keracunan

Angka kematian pada anak-anak meningkat secara drastic selama tiga decade terakhir. Banyak cara yang dilakukan untuk mengurangi tingkat kematian pada pasien yaitu dengan PPA (Prevention Packaging Act) seperti meningkatkan kecepatan pertolongan pertama, mengembangkan pelayanan kritis, mengembangkan formulasi obat dengan minimal toksisitas, pengemasan dan pelabelan yang jelas serta melakukan edukasi kepada masyarakat mengenai resiko keracunan dan upaya pencegahannya. Pencegahan keracunan membutuhkan kewaspadaan di mana orang tua dan kakek-nenek harus dididik tentang risiko keracunan dan strategi pencegahan. Produk baru dan perubahan formulasi produk hadir dengan bahaya yang berbeda dan harus dipelajari lebih lanjut manajemen penyakit yang optimal. Strategi untuk mencegah keracunan harus mempertimbangkan keadaan psikososial, memprioritaskan risiko kelompok dan perilaku, dan menyesuaikan tindakan untuk situasi tertentu

10.2 Treatment pada pasien yang mengalami keracunan1. Perawatan Pra-Rumah Sakit

a. Pertolongan pertama

b. Ipecac Syrup

Sirup ipecac, obat nonprescription, telah digunakan di AmerikaAmerika selama 50 tahun terakhir sebagai sarana untuk menginduksi muntah untuk pengobatan racun.

2. Perawatan di Rumah sakit

a. Pengecekan secara keseluruhan

b. Pencucian Lambung

c. Single-Dose Activated Charcoal

d. Cathartics

e. Whole-Bowel Irrigation

f. Antidotes

Keracunan dan overdosis obat acetaminophen, antikolinesterasi insektisida,calcium channel blockers, antidepresan, dan trisiklik adalah fokus dari sisa bab ini. Agen ini juga dipilih karena mereka merupakan contoh umum dengan mekanisme toksisitas yang berbeda, dan mereka menggambarkan penerapan pendekatan pengobatan umum serta beberapa intervensi-agen tertentu.ObatMekanisme ToksisitasManagemen ToksisitasMonitoring dan preventing

AcetaminofenPada dosis terapi, salah satu metabolit Parasetamol bersifat hepatotoksik,

didetoksifikasi oleh glutation membentuk asam merkapturi yang bersifat non toksik

dan diekskresikan melalui urin, tetapi pada dosis berlebih produksi metabolit

hepatotoksik meningkat melebihi kemampuan glutation untuk mendetoksifikasi,

se

hingga metabolit tersebut bereaksi dengan sel-sel hepar dan timbulah nekrosis

sentro-lobuler.

Pemberian karbon aktif dan antiotumMelakukan uji lab hati seperti AST, ALT, Bilirubin dll. Melakukan pengawasan dosis terapi yang digunakan

Antikolinesteraseantikolinesterasi memfosforilasi aktif site cholinesterasedi semua bagian tubuh. Penghambatan enzim inimenyebabkan akumulasi asetilkolin pada reseptor yang terkena dampak danHasil toksisitas luas.Orang yang menangani pasien harus memakai sarung tangan dan celemek untuk melindungidiri terhadap kontaminasi pada pakaian kulit, atau cairan lambung. Melakukan pencucian lambung, mencuci racun jika terkena kulit. Diberikan atropine dan pralidoxime yang memblok aktif site dari kolinesterase