resume skenario 1 tutor e

88
RESUME TUTORIAL SKENARIO 1 BENCANA ALAM Oleh Tutorial E: 122010101009 Ayu Dilia Novita Sari 122010101012 Defriyana Suwandi Nyoman 122010101013 Ardhina Mahadica Nugroho 122010101014 Galih Putri Wahyuningati 122010101025 Ongky Dyah Anggraini 122010101026 Wildan Triana 122010101038 Komang Dewi Fridayanti 122010101049 Aditha Fitrina A. 122010101062 Nugroho Priyo Utomo 122010101065 Irania Ayunani 122010101071 M. Nadzir A.A. 122010101073 Aditya Widya Pramana 122010101084 Hanif Nur Riestyanto 122010101087 Elisa Ratnasari FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER

Upload: farmitalia-n-tristianti

Post on 22-Sep-2015

92 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

Resume Skenario 1 Tutor e

TRANSCRIPT

RESUME TUTORIALSKENARIO 1BENCANA ALAMOleh Tutorial E:

122010101009Ayu Dilia Novita Sari122010101012Defriyana Suwandi Nyoman122010101013Ardhina Mahadica Nugroho122010101014Galih Putri Wahyuningati122010101025Ongky Dyah Anggraini122010101026Wildan Triana122010101038Komang Dewi Fridayanti122010101049Aditha Fitrina A.122010101062Nugroho Priyo Utomo122010101065Irania Ayunani122010101071M. Nadzir A.A.122010101073Aditya Widya Pramana122010101084Hanif Nur Riestyanto122010101087Elisa Ratnasari

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS JEMBER2015

SKENARIO 1

Bencana longsor kembali terjadi dan menimbulkan korban jiwa di Jawa Barat pada tanggal 5/5 2015. Longsor menimbun 8 rumah dan material longsor menghantam pipa gas energi Geothermal dan menimbulkan ledakan. Team BPBD segera bergerak cepat dan dalam perjalanannya berkoordinasi dengan pusat pelayanan kesehatan terdekat baik puskesmas maupun rumah sakit serta berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait. Tim segera mengaktifkan SPDGT-B, dan dibantu dengan para relawan, tim segera menyisir beberapa lokasi untuk mencari korban, memberi pertolongan awal dan merujuk ke RS terdekat. Korban yang dirujuk masuk ke Triage-UGD RS sebuah RS tipe C. Diantara korban tampak beberapa orang kritis. Adapun rincian korban bencana ini sebagai berikut: 1. seorang warga keturunan Iran yang terluka pada kaki dan kepalanya dan berkali-kali berteriak memanggil petugas kesehatan, 2. seorang korban usia lanjut tampak nafas yang tersengal sengal dengan jejas di dinding dadanya disertai ketertinggalan gerak salah satu dinding dadanya, 3. seorang ibu muda dengan bayi menderita luka di kepala dan wajah penuh dengan abu disertai adanya memar pada beberapa bagian tubuh dengan keadaan tidak menangis, 4. seorang wanita hamil yang tampak lemah dengan perdarahan, 5. seorang laki-laki muda dengan tubuh penuh debu dengan pakaian seperti terbakar disertai kondisi lemah, 6. Seorang laki-laki yang terbaring lemah dan tampak pucat dengan perut yang distended dan nadi yang lemah, 7. seorang korban wanita muda terbaring tidak sadar dengan luka berat di kepala dan 8. puluhan korban dengan luka-luka ringan di bagian tubuhnya.Para petugas UGD RS tampak sibuk ada yang mengindentifikasi kondisi pasien, yang meninggal, ada yang melakukan pewatan luka, dan ada melakukan resusitasi. Tampak beberapa petugas menggunakan sarung tangan, pakaian pelindung bahkan ada yang menggunakan masker dan kaca mata sebagai proteksi diri sesuai prinsip patient safety . Jumlah korban yang terus bertambah membuat beberapa petugas yang terlihat kebingungan harus menyelamatkan pasien yang mana dulu karena keterbatasan alat yang ada. .

LEARNING OBJECT

DISASTER MANAGEMENT:1. TriageA. Makna dari kegawatdaruratan (emergency dan non emergency)B. Pemeriksaan dalam kegawatdaruratanC. Jenis triage (baik dilapangan maupun di IGD)2. PPGD3. SPGDT-S4. SPGDT-B5. Pasien safety6. Aspek etik dan hukumA. UUD tentang penanggulangan bencana dan tanggap daruratB. Peran dari ahli forensik

TRIAGE

A. MAKNA KEGAWATDARURATAN

Gawat darurat adalah suatu keadaan yang menimpa seseorang yang dapat mengancam jiwanya dalam arti memerlukan pertolongan tepat, cermat dan cepat bila tidak maka seseorang tersebut dapat mati atau menderita cacat.Prioritas utama penyebab kegawatan :1. Jalan nafas dan fungsi nafas1. Fungsi sirkulasi1. Fungsi otak dan kesadaranPenyebab Medik kegawatdaruratan :1. Penyakit 1. Infeksi otak: gangguan kesadaran dan gangguan pusat pusat vital1. Diabetes: koma diabetikum1. Hepar: koma hepatikum1. Ginjal: koma uremikum1. Jantung: serangan jantung1. Tek. Darah tinggi: serangan otak1. Kelemahan otot: tidak dapat bernafas1. Obat-obatan1. Narkotika: tidak dapat bernafas1. Anafilaksis: shock berat henti jantung1. Penyebab trauma1. Trauma kepala: gangguan kesadaran 1. Trauma wajah: gangguan jalan nafas1. Trauma dada: perdarahan syok1. Pneumothorax: sesak1. Patah tulang dada: sesak , nyeri1. Trauma perut: perdarahan syok1. Trauma ekstremitas: perdarahan , nyeri , syok 1. Trauma pd kahamilan: bahaya untuk ibu dan bay1. Terbakar: sesak , syokContoh Kegawatdaruratan dalam bidang bedah terdiri atas :1.Perdarahan2.Obstruksi3.Infeksi4.Stranggulasi5.Kombinasi dari beberapa kegawatan diatas

Perdarahanadalah suatu kejadian dimana terdapatnya saluran pembuluhdarah yang putus atau pecah (arteri,vena atau kapiler) akibat suatu trauma,dapatterjadi pada pembuluh darah bagian luar maupun bagian dalam.(1)Klasifikasi PendarahanATLS membuat klasifikasi pendarahan berdasarkan persentase volumekehilangan darah, sebagai berikut (2): Kelas I : Dengan kehilangan volume darah hingga maksimal 15% of bloodvolume. Kelas II : Dengan kehilangan volume darah antara 15-30% dari total volume. Kelas III : Dengan kehilangan darah antara 30-40% dari volume pada sirkulasidarah. Kelas IV : Dengan kehilangan yang lebih besar daripada 40% volume sirkulasidarah.WHO menetapkan skala gradasi ukuran risiko yang dapat diakibatkan olehpendarahan sebagai berikut: Grade 0 : tidak terjadi pendarahan Grade 1 : pendarahan petekial Grade 2 : pendarahan sedang dengan gejala klinis yang signifikan Grade 3 : pendarahan gross, yang memerlukan transfusi darah Grade 4 : pendarahan debilitatingyang fatal, retinal maupun cerebralPerdarahan terbagi atas:1.Perdarahan ThoraxPenatalaksanaanPengelolaan penderita terdiri dari:1. Primary survey, yaitu dilakukan pada trauma yang mengancam jiwa,pertolongan ini dimulai dengan airway, breathing, dan circulation.1. Resusitasi fungsi vital.1. Secondary survey yang terinci.1. Perawatan definitif.2.Perdarahan AbdomenPenatalaksanaanSurvei PrimerSurvei ABCDE (Airway,Breathing, Circulation,Disability, Exposure). Survei ini dikerjakan secara serentak dan harus selesai dalam 2-5 menit.AirwayMenilai jalan nafas bebas. Jika ada obstruksi, lakukan : Chin lift/ Jaw thrust Suction Guedel Airway Intubasi trakeaBreathingBila jalan nafas tidak memadai, lakukan : Beri oksigenCirculationMenilai sirkulasi/peredaran darah Hentikan perdarahan external bila ada Segera pasang dua jalur infus dgn jarum besar (14-16G) Beri infus cairan Penilaian ulang ABC diperlukan bila kondisi pasien tidak stabil.

B. Pemeriksaan dalam gawat daruratTindakan awal di tempat kejadian:a. Scene Survey1. Periksa keadaan sekitarnya apakah ada keadaan yang membahayakan.2. Perhatikan jumlah pasien. Jika jumlah pasien lebih dari 1 segera panggil bantuan ambulans lain. Apakah semua pasien sudah diberi penjelasan ? Jika ada pasien yang tidak sadar dan tidak ada saksi di tempat kejadian.cari identitas dan informasi lain yang ada.3. Catat mekanisme cedera4. Apakah pasien membutuhkan extrikasi? Apakah diperlukan alat khusus untuk extrikasi?b. Primary SurveyAdalah pemeriksaan cepat untuk menentukan kondisimyang mengancam nyawa. Hal ini dipakai untuk membuat keputusan kondisi kritis,tindakan dan kecepatan transpor. Pemeriksaan ini harus diselesaikan dalam waktu 2 menit atau kurang dan tidak boleh ada yang menghentikan primary survey kecuali sumbatan jalan napas dan henti jantung. Gangguan jalan napas selain sumbatan bukan indikasi untuk menunda primary survey. Perdarahan besar perlu untuk segera dikontrol.Urutan pemeriksaan yang harus diingat dalam melakukan primary survey:1. Lihat situasi keseluruhan pasien pada waktu mendekati pasien2. Periksa airway,kontrol C spine,dan tingkat kesadaran awal.3. Periksa pernapasan4. Periksa sirkulasi5. Periksa abdomen,pelvis dan ekstremitas.c. Resusitasi dan Keputusan TransporitalDengan selesainya primary survey maka sudah cukup informasi untuk menentukan kondisi pasien. Pasien dalam kondisi kritis segera ditranspor . Umumnya tindakan dilakukan selama transpor. Tindakan yang dikerjakan di tempat adalah menghilangkan sumbatan jalan napas,menghentikan perdarahan besar,menutup luka terbuka dinding thorax,hiperventilasi dan dekompresi "tension pneumothorax".Umumnya tindakan lain dapat ditunda sampai pasien di dalam ambulan segera ditranspor. Waktu "Golden hour" harus dapat dimanfaatkan secara bijaksana pada pasien kritis.Untuk menetapkan apakah pasien termasuk dalam kriteria Load & Go:1. Trauma kepala dengan gangguan kesadaran2. Sumbatan jalan napas yang tidak dapat diatasi secara mekanik (suction,forceps)3. Keadaan yang membuat pernapasan tidak adekuat (luka terbuka dinding dada,flail chest,tension pneumothorax,trauma tumpul dada yang luas)d. Secondary Trauma SurveyTindakan ini dilakukan secara cepat untuk memeriksa cedera seutuhnya,yang terlihat maupun yang tersembunyi. Pemeriksaan ini berguna untuk menetukan tindakan-tindakan yang perlu dikerjakan. Semua penemuan dicatat. Pada penderita kritis,secondary survey dikerjakan selama transportasi. Jika pada primary survey tidak ditemukan kondisi kritis,secondary survey langsung dikerjakan di tempat kejadian. Walaupun pasien dalam keadaan stabil,secondary survey di tempat kejadian sebisanya jangan lebih dari 3 menit.Prioritas pemeriksaan pada secondary survey:1.Periksa tanda vital,nadi,pernapasan,tekanan darah2.Riwayat cedera atas dasar: Observasi personal Saksi/orang lain di tempat kejadian Paien,lakukan S (Sympton) A (Alergy) M (Medication) P (Penyakit yang diderita) L (Last Meal) E (Event)3.Lakukan pemeriksaan lengkap dari kepala sampai kaki (inspeksi,auskultasi,palpasi,perkusi) Pemeriksaan kepala : Racoon eyes,Battle sign,darah dan cairan dari hidung dan mulut,periksa ulang jalan napas. Periksa leher: distensi vena leher,deviasi trakea,imobilisasi servikal. Periksa ulang dada bahwa suara napas terdengar sama kanan dan kiri. Periksa luka terbuka dada telah tertutup atau tidak,flail chest telah distabilisasi. Periksa abdomen: likat tanda luka tumpul atau tusuk,nyeri tekan. Jangan membuang waktu untuk mendengarkan bising usus. Jika ada nyeri tekan hati-hati terhadap kemungkinan internal bleeding. Jika nyeri disertai distensi kemungkinan terjadi syok hemorhagi. Periksa pelbis dan ekstremitas. Angulasi ekstremitas atas dipasang bidai sesuai dengan keadaan yang ditemukan. Ekstremitas bawah boleh di traksi dan di bidai. Pada penderita kritis semua bidai dipasang selama transpor.4.Pemeriksaan neurologi-Tingkat kesadaran (AVPU)Alert (sadar penuh)Verbal (menjawab rangsangan)Pain (bereaksi atas rangsangan nyeri)Unresponsive (tidak memberi reaksi)-Motorik: Tidak dapat menggerakan jari tangan dan kaki.-Sensorik : dapat merasa sentuhan/cubitan-Pupil (Ada tidaknya refleks pupil terhadap cahaya) e. Penanganan Kritis dan Penilaian Ulang (Reassesment)Terdiri dari tindakan yang dikerjakan di tempat kejadian atau selama transportasi,reassesment survey disertai komunikasi dengan pusat pengendali medik. Reassesment survey adalah pemeriksaan untuk mengetahui perubahan kondisi pasien.Pemeriksaan pada reassesment survey:1. Tindakan kesadaran2. Jalan napas3. Breathing4. Nadi,tekanan darah,warna kulit,suhu5. Pemeriksaan abdomen6. Pemeriksaan yang berhubungan dengan cideranya.7. Periksa hasil tindakan

C. JENIS TRIAGE TujuanTujuan dari triage adalah untuk mengidentifikasi pasien yang membutuhkan tindakan resusitasi segera, menetapkan pasien ke area perawatan untuk memprioritaskan dalam perawatan dan untuk memulai tindakan diagnostik atau terapi. Berbagai macam sistem triage telah digunakan diseluruh dunia yaitu The Australian Triage Scale (ATS), The Manchester Triage Scale, The Canadian Triage and Acuity Scale (CTAS) dan Emergency Severity Index (ESI). CTAS (Canadian Triage and Acuity Scale) diakui sebagai sistem triage yang handal dalam penilaian pasien dengan cepat. Saat ini untuk mass casualty incident ada dua protokol triase paling umum diterima adalah START dan SALT. Model SALT Triage Untuk Insiden Korban Masal (Mass Casualty Incident)SALT Triage singkatan (sort assess lifesaving interventions treatment/transport). SALT terdiri dari dua langkah ketika menangani korban. Hal ini termasuk triase awal korban menggunakan perintah suara, perawatan awal yang cepat, penilaian masing-masing korban dan prioritas, dan inisiasi pengobatan dan transportasi. Pendekatan Triase SALT memiliki beberapa karakteristik tambahan. Pertama, SALT mengidentifikasi kategori expectant (hamil) yang fleksibel dan dapat diubah berdasarkan faktor-faktor tertentu. Kedua, SALT Triage awalnya mengkategorikan luka, tapi memberikan evaluasi sekunder untuk mengidentifikasi korban langsung

Step 1 : SORTSALT dimulai dengan menyortir pasien secara global melalui penilaian korban secara individu. Pasien yang bisa berjalan diminta untuk berjalan ke suatu area tertentu dan dikaji pada prioritas terakhir untuk penilaian individu. Penilaian kedua dilakukan pada korban yang diminta untuk tetap mengikuti perintah atau di kaji kemampuan gerakan secara terarah / gerakan bertujuan. Pada korban yang tetap diam tidak bergerak dari tempatnya dan dengan kondisi yang mengancam nyawa yang jelas harus dinilai pertama karena pada korban tersebut yang paling membutuhkan intervensi untuk penyelamatan nyawa. Step 2 : ASSESPrioritas pertama selama penilaian individu adalah untuk memberikan intervensi menyelamatkan nyawa. Termasuk mengendalikan perdarahan utama; membuka jalan napas pasien, dekompresi dada pasien dengan pneumotoraks, dan menyediakan penangkal untuk eksposur kimia. Intervensi ini diidentifikasi karena injury tersebut dapat dilakukan dengan cepat dan dapat memiliki dampak yang signifikan pada kelangsungan hidup pasien. Intervensi live saving yang harus diselesaikan sebelum menetapkan kategori triase dan hanya boleh dilakukan dalam praktek lingkup responder dan jika peralatan sudah tersedia. Setelah intervensi menyelamatkan nyawa disediakan, pasien diprioritaskan untuk pengobatan berdasarkan ke salah satu dari lima warna-kode kategori. Pasien yang mengalami luka ringan yang self-limited jika tidak diobati dan dapat mentolerir penundaan dalam perawatan tanpa meningkatkan risiko kematian harus diprioritaskan sebagai minimal dan harus ditunjuk dengan warna hijau. Pasien yang tidak bernapas bahkan setelah intervensi live saving yang diprioritaskan sebagai mati dan harus diberi warna hitam. Pasien yang tidak mematuhi perintah, atau tidak memiliki pulsa perifer, atau dalam gangguan pernapasan, atau perdarahan besar yang tidak terkendali harus diprioritaskan immediate dan harus ditunjuk dengan warna merah. Penyedia harus mempertimbangkan apakah pasien ini memiliki cedera yang mungkin tidak sesuai dengan kehidupan yang diberikan sumber daya yang tersedia, jika ada, maka provider harus triase pasien sebagai expectant /hamil dan harus ditunjuk dengan warna abu-abu. Para pasien yang tersisa harus diprioritaskan sebagai delayed dan harus ditunjuk dengan warna kuning.

Model START/ JUMPSTART Triage Untuk Insiden Korban Masal (Mass CasualtyIncident) Model STARTSistem START tidak harus dilakukan oleh penyedia layanan kesehatan yang sangat terampil. Bahkan, dapat dilakukan oleh penyedia dengan tingkat pertolongan pertama pelatihan. Tujuannya adalah untuk dengan cepat mengidentifikasi individu yang membutuhkan perawatan, waktu yang dibutuhkan untuktriase setiap korban kurang dari 60 detik. START membagi korban menjadi 4 kelompok dan masing-masing memberikan mengelompokkan warna. START triase memiliki tag empat warna untuk mengidentifikasi status korban. Langkah pertama adalah meminta semua korban yang membutuhkan perhatian untuk pindah ke daerah perawatan. Ini mengidentifikasi semua korban dengan luka ringan yang mampu merespon perintah dan berjalan singkat jarak ke area pengobatan. Ini adalah GREEN kelompok dan diidentifikasiuntuk pengobatan delayed, mereka memang membutuhkan perhatian. Jika anggota kelompok ini tidak merasa bahwa mereka yang menerima pengobatan mereka sendiri akan menyebarkan ke rumah sakit pilihan mereka. Langkah selanjutnya menilai pernapasan. Jika respirasi lebih besar dari 30 tag korban sebagai RED (Immediate), jika tidak adareposisi respirasi jalan napas. Jika tidak ada respirasi setelah reposisi untuk membuka jalan napas, tag korban BLACK (mati). Jika tingkat pernapasan kurang dari 30 bpm, periksa denyut nadi radial dan refill kapiler. Jika tidak ada pulsa radial teraba atau jika kapiler isi ulang lebih besar dari 2 detik, menandai korban RED (Immediate). Jika ada perdarahan yang jelas, maka kontrol perdarahan dengan tekanan. Minta orang lain, bahkan korban GREEN untuk menerapkan tekanan dan melanjutkan untuk triase dan tag individu. Jika ada nadi radial, nilai status mental korban dengan meminta mereka untuk mengikuti perintah sederhana seperti meremas tangan. Jika mereka tidak bisa mengikuti perintah sederhana, maka tag mereka RED (Immediate) dan jika mereka dapat mengikuti perintah sederhana, maka tag mereka YELLOW (delayed). Algoritma dibawah ini membuat lebih mudah untuk mengikuti. Pemeriksaan tiga parameter, pernapasan, perfusi dan status mental kelompok dapat dengan cepat diprioritaskan atau disortir menjadi 4 kelompok warna berdasarkan apakah mereka membutuhkan intervensi langsung yang kelompok RED, intervensi tertunda (sampai satu jam) yang merupakan kelompok YELLOW, luka ringan dimana intervensi dapat ditunda hingga tiga jam yang adalah kelompok GREEN dan mereka yang mati yang kelompok BLACK. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi dan menghapus mereka yang membutuhkan perhatian yang paling mendesak. Pada kelompok YELLOW dan GREEN perlu dinilai kembali untuk menentukan apakah status mereka berubah. JUMPSTARTAnak-anak memiliki nilai rentang normal yang berbeda dari yang pernapasan tergantung pada usia mereka, sehingga metode START berdasarkan tingkat pernapasan 30 tidak akan sesuai untuk anak-anak. Selain itu, anak-anak lebih cenderung memiliki masalah pernapasan utama sebagai lawan masalah kardiovaskular dan anak-anak yang tidak bernapas mungkin hanya memerlukan pernapasan buatan untuk diresusitasi. Selain itu, anak-anak mungkin tidak mudah dibagi sesuai dengan yang dapat berjalan kaki ke lokasi yang ditunjuk karena perkembangan, keterampilan, kesediaan mereka untuk meninggalkan orangtua terluka dan kecenderungan orang tua untuk membawa anak. Hal ini digunakan secara luas di Amerika Serikat dan Kanada dan merupakan modifikasi sistem START.. Alat ini digunakan untuk anak-anak usia 1 dan 8 tahun. Mungkin tidak mudah untuk menentukan usia anak sehingga korban tampak masih anakanak maka menggunakan JUMPSTART dan jika korban terlihat seperti orang dewasa muda menggunakan START. Modifikasi dan penilaian tambahan akan diperlukan untuk anakanak kurang dari usia 1 tahun, denganketerlambatan perkembangan, cacat kronis atau cedera terjadi sebelum kejadian.

PPGD

Pendahuluan Pertolongan Pertama pada Gawat Darurat (PPGD) adalah serangkaian usaha-usaha pertama yang dapat dilakukan pada kondisi gawat darurat dalam rangka menyelamatkan pasien dari kematian. PENOLONG PERTAMA adalah masyarakat awam yang sudah dibekali pengetahuan teori dan praktek bagaimana merespon dan melakukan pertolongan pertama di lokasi kejadian. Kita tidak dapat selalu mengandalkan layanan ambulan atau para medik segera tiba dilokasi kejadian Alat dan waktu yang kita miliki terbatas Tujuan PERTOLONGAN PERTAMA adalah: 1. Menyelamatkan nyawa korban 2. Meringankan penderitaan korban 3. Mencegah cedera/penyakitmenjadi lebih parah 4. Mempertahankan daya tahan korban 5. Mencarikan pertolongan yang lebih lanjut RANTAI PENYELAMATAN RANTAI PENYELAMATAN adalah konsep yang menjelaskan tahapan secara prioritas untuk memastikan korban memiliki kesempatan terbaik untuk bertahan hidup Realita menunjukkan bahwa bila kita dapat segera mengidentifikasi masalah, akses dini ke Unit Gawat Darurat dan memberikan bantuan dengan benar dan baik kepada korban maka besar pula kesempatan korban terselamatkan AKSES DINI (Rantai Pertama), Keadaan Darurat diketahui dan melaksanakan prosedur keadaan darurat. Saksi mata yang mengetahui kejadian menghubungi pihak yang berwenang (bila di tempat kerja sesuai dengan prosedur keadaan darurat yang sudah ditetapkan) Pelaporan berisi : - Nama Pelapor - Lokasi Kejadian - Kondisi korban (sadar/tidak sadar) - Cidera yang dialami - Jumlah korban, dst BANTUAN HIDUP DASAR DINI (Rantai Kedua), adalah cara mempertahankan jalan napas, memberikan bantuan napas dan mempertahankan sirkulasi yang merupakan dasar kehidupan tanpa menggunakan peralatan medis. Henti jantung mendadak adalah penyebab utama kematian di seluruh dunia (700.000 orang/tahun). Kasus henti jantung mendadak di luar rumah sakit menunjukkan Ventricular Fibrillation (Jantung kehilangan kemampuan untuk berkoordinasi dan berhenti memompakan darah secara efektif)DEFIBRILASI DINI (Rantai Ketiga), adalah upaya agar mengembalikan agar irama/fungsi jantung kembali normal dengan Defibrillator. Penolong Pertama dan Petugas Medis harus sudah terlatih dalam penggunaan Defibrillator. Defibrillator yang digunakan sebaiknya defibrillator ekternal otomatis (operator/petugas hanya menempelkan elektroda ke dada korban dan diaktifkan dengan satu tombol) BANTUAN HIDUP LANJUT DINI (Rantai Keempat), Adalah tindakan khusus lanjutan yang diperlukan untuk meningkatkan kemungkinan korban bertahan hidup. Tim bantuan hidup lanjut adalah tim dokter dan para medik yang kompeten

Prinsip Utama Prinsip utama PPGD adalah menyelamatkan pasien dari kematian pada kondisi gawat darurat. Kemudian filosofi dalam PPGD adalah Time Saving is Life Saving, dalam artian bahwa seluruh tindakan yang dilakukan pada saat kondisi gawat darurat haruslah benar-benar efektif dan efisien, karena pada kondisi tersebut pasien dapat kehilangan nyawa dalam hitungan menit saja (henti nafas 2-3 menit dapat mengakibatkan kematian)

Langkah-langkah Dasar Langkah-langkah dasar dalam PPGD dikenal dengan singkatan A-B-C-D (Airway Breathing Circulation Disability). Keempat poin-poin tersebut adalah poin-poin yang harus sangat diperhatikan dalam penanggulangan pasien dalam kondisi gawat Darurat.

Alogaritma Dasar PPGD 1. ada pasien tidak sadar 2. pasikan kondisi tempat pertolongan aman bagi pasien dan penolong 3. beritahukan kepada lingkungan kalau anda akan berusaha menolong 4. cek kesadaran pasien lakukan dengan metode AVPU A : Alert => Korban sadar, jika tidak sadar lanjut ke poin V V : Verbal => cobalah memanggil-manggil korban dengan dengan berbicara keras di telinga korban (pada tahap ini jangan sertakan dengan menggoyang atau menyentuh pasien), jika tidak merespon lanjut ke poin P P : Pain => cobalah beri rangsang nyeri pada pasien, yang paling mudah adalah menekan bagian putih dari kuku tangan (di pangkal kuku, selain itu dapat juga dengan menekan bagian tengah tulang dada (sternum) dan juga areal di atas mata (supra orbital) U : Unresponsive => setelah diberi rangsang nyeri tapi pasien masih tidak bereaksi maka pasien berada dalam keadaan unresponsive 5. Call for Help, mintalah bantuan kepada masyarakat di sekitar untuk menelepon ambulans dengan memberitahukan : jumlah korban Kesadaran korban (sadar atau tidak sadar) Perkiraan usia dan jenis kelamin Tempat terjadi kegawatan 6. Bebaskan korban dari pakaian di daerah dada (buka kancing baju bagian atas korban) 7. posisikan diri di sebelah korban, usahakan posisi kaki yang mendekati kepala sejajar dengan bahu pasien 8. cek apakah ada tanda-tanda berikut : a. luka-luka dari bagian bawah dagu ke atas (supra calvicula) b. pasien mengalami tumbukan di berbagai tempat c. mempunyai cedera di tulang belakang bagian leher 9. tanda-tanda cedera pada bagian leher sangat berbahaya karena pada bagian ini terdapat syaraf-syaraf yang mengatur fungsi vital manusia (pernapasan, denyut jantung) a. jika tidak ada tanda-tanda tersebut maka lakukanlah Head Tilt and Chin Lift Chin Lift dilakukan dengan cara menggunakan dua jari lalu mengangkat tulang dagu (bagian dagu yang keras) ke atas. Ini disertai dengan melakukan Head Tilt yaitu menahan kepala dan mempertahankan posisinya. Hal ini dilakukan untuk membenaskan jalan napas korban. b. jika ada tanda-tanda tersebut, maka beralihlah ke bagian atas pasien, jepit kepala pasien dengan paha, usahakan agar kepalanya tidak bergerak-gerak lagi (imobilisasi) dan lakukanlah JawThrust gerakan ini dilakukan untuk menghindari adanya cedera lebih lanjut pada tulang belakang bagian leher korban 10. sambil melakukan a atau b diatas, lakukanlah pemeriksaan kondisi Airway (jalan napas) dan Breathing (Pernapasan) korban. 11. metode pengecekan menggunakan metode Look, Listen, and Feel Look : Lihat apakah ada gerakan dada (gerakan bernapas), apakah gerakan tersebut simetris ? Listen : Dengarkan apakah ada suara nafas normal, dan apakah ada suara nafas tambahan yang abnormal (bisa timbul karena ada hambatan sebagian) Jenis-jenis suara nafas karena hambatan sebagian jalan napas : Snoring : suara seperti dengkur, kondisiini menandakan adanya kebuntuan jalan nafas bagian atas oleh benda padat, jika ada suara ini maka lakukanlah pengecekan langsung dengan cara cross finger untuk membuka mulut (menggunakan dua jari yaitu ibu jari dan jari telunjuk kanan yang digunakan untuk chin lift tadi, ibu jari mendorong rahang atas ke atas, telunjuk menekan rahang bawah ke bawah). Lihatlah apakah ada benda yang menyangkut di tenggorokan (contoh, gigi palsu) pindahkan benda tersebut Gargling : suara seperti berkumur, kondisi ini terjadi karena ada kebuntuan yang disebabkan oleh cairan (contoh darah), maka lakukan cross-finger, lalu lakukanlah finger-sweep (gunakan 2 jari yang telah dibalut dengan kain untuk menyapu rongga mulut dari cairan-cairan) Crowing : suara dengan nada tinggi, biasanya disebabkan karena pembengkakan (edema) pada trakea, untuk pertolongan pertama tetap lakukan maneuver head tilt and chin lift atau jaw thrust saja Jika suara nafas tidak terdengar karena ada hambatan total pada jalannya nafas maka dapat dilakukan : Black Bow sebanyak 5 kali, yaitu dengan memukul menggunakan telapak tangan daerah antara tulang scapula di punggung Heimlich Maneuver, dengan cara memposisikan diri seperti gambar, lalu menarik tangan ke arah belakang atas. Chest Thrust, dilakukan pada ibu hamil, bayi atau obesitas dengan cara memposisikan diri seperti gambar lalu mendorong tangan kearah dalam atas. Feel : Rasakan dengan pipi apakah ada hawa nafas dari korban. 12. jika ternyata pasien masih bernapas, maka hitunglah berapa frekuensi pernapasan korban dalam 1 menit (normalnya 12-20 kali permenit) 13. jika frekuensi nafas normal, pantau terus kondisi korban dengan tetap melakukan Look Listen and Feel. 14. jika frekuensi nafas 15. jika korban mengalami henti nafas berikan nafas buatan (detail tentang nafas buatan dibawah) 16. setelah diberikan nafas buatan maka lakukan pengecekan nadi carotis yang terletak di leher, ceklah dengan 2 jari, letakkan jari di tonjolan di tengah tenggorokan, lalu gerakanlah jari ke samping sampai terhambat oleh otot leher (sternocleidomastoideus), rasakan denyut nadi carotis selama 10 detik. 17. jika tidak ada denyut nadi lakukanlah Pijat Jantung, diikuti dengan nafas buatan, ulang sampai 6 kali siklus pijat jantung-napas buatan yang diakhiri dengan pijat jantung 18. cek lagi nadi karotis selama 10 detik, jika teraba lakukan Look Listen and Feel (kembali ke poin 11) lagi. Jika tidak teraba ulangi poin nomor 17. 19. pijat jantung dan nafas buatan dihentikan jika : penolong kelelahan dan sudah tidak kuat lagi pasien sudah menunjukkan tanda-tanda kematian (kaku mayat) bantuan sudah datang teraba denyut nadi karotis 20. setelah berhasil mengamankan kondisi di atas, periksalah tanda-tanda shock pada korban denyut nadi > 100 kali permenit telapak tangan basah dingin dan pucat Capilarry Refill Time > 2 detik (CRT dapat diperiksa dengan cara menekan ujung kuku pasien dengan kuku pemeriksa selama 5 detik, lalu lepaskan, cek berapa lama waktu yang dibutuhkan agar warna ujung kuku merah lagi) 21. jika korban shock, lakukan Shock Position pada pasienm yaitu dengan mengangkat kaki korban setinggi 45 derajat dengan harapan sirkulasi darah akan lebih banyak ke jantung. 22. pertahankan posisi shock sampai bantuan datang atau tanda-tanda shock menghilang 23. jika ada pendarahan pada korban, cobalah menghentikan pendarahan dengan menekan atau membebat luka (membebat jangan terlalu erat karena dapat menyebabkan jaringan yang dibebat mati) 24. setelah kondisi pasien stabil, tetap monitor selalu kondisi korban dengan Look Listen and Feel, karena korban sewaktu-waktu dapat memburuk secara tiba-tiba

Nafas Bantuan Nafas Bantuan adalah nafas yang diberikan kepada pasien untuk menormalkan frekuensi nafas pasien yang di bawah normal. Misal frekuensi napas : 6 kali per menit, maka harus diberi nafas bantuan di sela setiap nafas spontan dia sehingga total nafas permenitnya menjadi normal (12 kali). Prosedurnya : 1. Posisikan diri di samping korban 2. Jangan lakukan pernapasan mouth to mouth langsung, tapi gunakanlah kain sebagai pembatas antara mulut anda dan korban untuk mencegah penularan penyakit. 3. sambil tetap melakukan Chin lift, gunakan tangan yang digunakan untuk Head Tilt untuk menutup hidung pasien (agar udara yang diberikan tidak keluar lewat hidung) 4. mata memperhatikan dada korban, kemudian tutuplah seluruh mulut korban dengan mulut penolong hembuskanlah nafas satu kali (tanda jika nafas yang diberikan masuk adalah dada korban mengembang) lepaskan penutup hidung dan jauhkan mulut sesaat untuk membiarkan korban menghembuskan nafas keluar (ekspirasi) lakukan lagi pemberian nafas sesuai dengan perhitungan agar nafas kembali normal. Cara melakukan nafas buatan sama dengan nafas bantuan, bedanya nafas buatan diberikan pada korban yang mengalami henti nafas. Diberikan 2 kali efektif (dada mengembang) Pijat Jantung Pijat Jantung adalah usaha untuk memaksa jantung memompakan darah ke seluruh tubuh, pijat jantung dilakukan pada korban dengan nadi karotis yang tidak teraba. Pijat jantung biasanya dipasangkan dengan nafas buatan (seperti yang dijelaskan pada alogaritma diatas). Prosedur Pijat Jantung : 1. posisikan diri di samping pasien 2. posisikan tangan seperti gambar di center of chest (tepat di tengah-tengah dada) 3. posisikan tangan tegak lurus korban seperti gambar 4. tekanlah dada korban menggunakan tenaga yang diperoleh dari sendi panggul (hip joint) 5. tekanlah dada kira-kira 4-5 cm (seperti gambar kiri bawah) 6. setelah menekan, tarik sedikit tangan ke atas agar posisi dada kembali normal (seperti gambar kanan atas) 7. satu set pijat jantung dilakukan sejumlah 30 kali tekanan, untuk memudahkan menghitung dapat dihitung dengan cara sebagai berikut : satu dua tiga empat SATU satu dua tiga empat DUA satu dua tiga empat TIGA satu dua tiga empat EMPAT satu dua tiga empat LIMA satu dua tiga empat ENAM 8. Prinsip pijat jantung adalah : push deep push hard push fast maximum recoil (berikan waktu jantung relaksasi) minimum interruption (pada saat melakukan prosedur ini penolong tidak boleh diinterupsi) Memindahkan KorbanSebisa mungkin, jangan memindahkan korban yang terluka kecuali ada bahaya api, lalu-lintas, asap beracun atau hal lain yang membahayakan korban maupun penolong. Sebaiknya berikan pertolongan pertama di tempat korban berada sambil menunggu bantuan datang. Jika terpaksa memindahkan korban, perhatikan hal-hal berikut: 1. Apabila korban dicurigai menderita cedera tulang belakang, jangan dipindahkan kecuali memang benar-benar diperlukan. 2. Tangani korban dengan hati-hati untuk menghindari cedera lebih parah. Pegang korban erat-erat tapi lembut. Perhatikan bagian kepala, leher dan tulang belakang terutama jika korban pingsan. 3. Angkat korban secara perlahan-lahan tanpa merenggutnya. CATATAN PENTING: Menyeret korban dapat dilakukan jika korban pingsan atau luka parah dan tidak cukup orang yang menolong untuk memindahkan korban. Lihat bagian selanjutnya. Tentang tandu, Jika tidak ada tandu yang tersedia, gunakan papan meja, pintu atau 2 batang kayu yang kuat dengan selimut atau kain sarung. Gunakan tandu dengan bagian tengah yang keras untuk membawa korban yang dicurigai menderita cedera di kepala atau tulang belakang. Jika tidak ada tandu : 1. Jika kaki korban tidak terluka, membungkuk dan berjongkoklah di kaki korban; pegang pergelangan kakinya dengan erat; seret korban perlahan-lahan menjauhi dari bahaya. 2. Jika kaki korban terluka, pegang siku atau pergelangan tangan korban dengan erat. Membungkuk dan seret korban perlahan-lahan. Jangan menyeret korban dengan memegang pakaiannya CATATAN PENTING: Ketika Anda menyeret korban, usahakan tubuhkorban tetap rata dengan tanah. Memindahkan korban dengan merangkul : Dapat dilakukan untuk orang dewasa yang terluka yang masih bisa berjalan dengan sedikit bantuan. 1. Berdirilah di samping korban; di sisi tubuh yang terluka. Namun, jika tangan atau bahu yang terluka, berdirilah disisi tubuhyang lain 2. Rangkulkan tangan Anda ke belakang korban dan pegang pinggulnya . Rangkulkan tangan korban ke pundak Anda dan sanggalah korban dengan bahu Anda. Pegang tangannya. 3. Pindahkan korban perlahanlahan. Melangkah dengan kaki bagian dalam terlebih dahulu. Cara Merawat Luka 1. Menggunakan perban sebelum dibalut Perban bisa digunakan sebagai penutup pelindung luka sebelum dibalut untuk mengendalikan, menyerap, menghentikan pendarahan, mengurangi rasa perih, mencegah infeksi dan luka lebih lanjut. Usahakan untuk menggunakan perban yang steril dan tidak lengket. Jika tidak ada, gunakan kain yang menyerap, bersih dan tidak lengket, seperti kain katun (sarung, seprai dll) atau pembalut wanita. Jangan menggunakan kain yang terbuat dari serat langsung pada luka, sebab seratnya akan menempel. 2. Mengisi bantalan. Bantalan bisa dibuat dari beberapa lapis kain atau perban; diletakkan diatas perban agar menekan, menambah daya serap cairan serta melindungi luka. Bantalan dapat mencegah pembalut menyentuh luka jika ada benda atau tulang retak yang menonjol diluka. 3. Pembalut pembungkus luka Luka perlu dibalut untuk mengendalikan pendarahan. Mengencangkan perban dan bantalan, dapat mengurangi atau mencegah pembengkakan. Menyangga kaki atau sendi dapat meredakan nyeri dan mencegah pergeseran pada kaki atau sendi. Dalam keadaan darurat, bisa menggunakan kain, sarung bantal atau kain bersih untuk membalut. Jangan membalut terlalu ketat. Pembengkakan, pucat atau biru pada jari tangan dan kaki, juga rasa kaku, terjepit, nyeri dan nadi tidak lancar di bagian bawah perban menandakan bahwa pembalut harus dilonggarkan. 4. Penggunaan belat atau bidai. Belat atau bidai digunakan untuk melindungi luka agar tidak bertambah parah. Belat atau bidai juga digunakan sebagai penopang atau pencegah bagian badan yang retak dari gerakan sembari menunggu bantuan medis datang. 5. Cara membuat penyangga. Penyangga digunakan jika tempurung lutut, lengan atas, lengan bawah, pergelangan atau jari mengalami retak. Dalam keadaan darurat, Anda dapat menggunakan payung yang dilipat, koran yang digulung atau bahan seperti tongkat yang keras. Bahkan kaki yang tidak luka pun dapat digunakan sebagai penyangga .Ikat erat kaki yang terluka dengan kaki yang tidak luka. Usahakan bagian yang terluka tidak bergeser saat memasang penyangga. Penyangga harus cukup panjang sampai kedua ujungnya menjangkau bagian yang retak. Periksa pengikat penyangga setiap 15 menit untuk memastikan bahwa sirkulasi darah tidak terganggu. PendarahanPendarahan berat maupun ringan jika tidak segera dirawat bisa berakibat fatal. Bila pendarahan terjadi, penting bagi penolong untuk menghentikannya secepat mungkin. Ada dua jenis pendarahan; pendarahan luar (pendarahan dari luka) dan pendarahan dalam (pendarahan di dalam tubuh). Pendarahan dalam lebih berbahaya dan lebih sulit untuk diketahui daripada pendarahan luar. Oleh karena itu tanda-tanda berikut harus diperhatikan.

Cara penanganan pendarahan dalam : 1. Baringkan korban dengan nyaman dan longgarkan pakaiannya yang ketat. 2. Angkat dan tekuk kakinya, kecuali ada bagian yang retak. 3. Segera cari bantuan medis. 4. Jangan memberi makanan atau minuman. 5. Periksa korban setiap saat kalau dia mengalami syok (shock). Cara penanganan pendarahan luar (pendarahan dari luka) : 1. Baringkan korban dalam posisi pemulihan, kecuali bila ada luka di dada. 2. Periksa apakah luka berisi benda asing atau tulang yang menonjol. Jika ada, jangan sentuh luka; gunakanlah bantalan pengikat. Untuk keterangan lebih lanjut lihat bagian sebelumnya, Merawat luka. 3. Jika luka tidak disertai tulang yang menonjol, segera tekan bagian tubuh yang terluka. Jika tidak ada pembalut yang steril, gunakan gumpalan kain atau baju bersih atau tangan untuk mengontrol pendarahan sampai menemukan pembalut dan bantalan yang steril. Jika korban dapat menekan sendiri, suruh korban menekan lukanya, untuk mengurangi risiko infeksi silang. 4. Balut luka dengan erat. 5. Angkat bagian tubuh yang terluka, lebih tinggi dari posisi jantung korban. 6. Jika darah membasahi pembalut, lepaskanpembalut dan gantilah bantalan. Walaupun pendarahan telah berhenti, jangan terburuburu melepaskan pembalut, bantalan atau perban untuk menghindari terjadinya hal yang tak terduga. 7. Jangan memberi makanan atau minuman kepada korban yang mengalami pendarahan. 8. Periksa korban setiap saat kalau-kalau dia mengalami syok (shock). 9. SEGERA cari bantuan medis. Cara menghentikan pendarahan : 1. Angkat bagian tubuh yang terluka. 2. Tekan bagian yang terluka dengan kain bersih. Jika tidak ada, gunakan tangan Anda. 3. Tetap tekan bagian tubuh yang terluka sampai pendarahan terhenti. 4. Jika pendarahan tidak bisa diatasi dengan menekan bagian tubuh yang terluka, dan korban telah kehilangan banyak darah, maka dianjurkan untuk: Tetap menekan dengan kuat bagian tubuh yang terluka Mengangkat bagian tubuh yang terluka setinggi-tingginya Mengikat bagian lengan atau kaki yang dekat dengan luka, sedekat-dekatnya .ikat di antara bagian yang terluka dengan badan korban. Kencangkan ikatan sampai pendarahan terhenti Perlindungan Diri Penolong Dalam melakukan pertolongan pada kondisi gawat darurat, penolong tetap harus senantiasa memastikan keselamatan dirinya sendiri, baik dari bahaya yang disebabkan karena lingkungan, maupun karena bahaya yang disebabkan karena pemberian pertolongan. Poin-poin penting dalam perlindungan diri penolong : 1. Pastikan kondisi tempat memberi pertolongan tidak akan membahayakan penolong dan korban 2. minimalisasi kontak langsung dengan pasien, dalam memberikan nafas bantuan sedapat mungkin digunakan sapu tangan atau kain lainnya untuk melindungi penolong dari penyakit yang mungkin dapat ditularkan oleh korban 3. selalu perhatikan kesehatan diri penolong, sebab pemberian pertolongan pertama adalah tindakan yang memakan energi. Jika dilakukan dengan kondisi tidak fit, justru akan membahayakan penolong sendiri.

SPGDT-S

SPGDT adalah suatu sistem penanggulangan gawat darurat yang melibatkan lintas sektor terkait untyuk menjamin kecepatan, kecermatan, dan ketepatan untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan. Komponen-komponen penting dalam SPGDT : Komponen Pra RS, komponen RS dan komponen Antar RS. Komponen Penunjang : Komunikasi dan Transportasi. Komponen SDM : Petugas Kesehatan (dokter, perawat) dan Non Kesehatan (awam umum, awam khusus, polisi, PMK, PMI). Komponen sektor-sektor terkait (sektor kesehatan dan non kesehatan).SPGDT S (Sehari-hari) adalah rangkaian upaya pelayanan gawat darurat yang saling terkait yang dilaksanakan ditingkat pra-rumah sakit, di rumah sakit, dan antar rumah sakit. Bertujuan agar korban/pasien tetap hidup.

Adanya penderita gawat darurat oleh masyarakatPenderita gawat darurat itu dilaporkan ke organisasi pelayanan penderita gawat darurat untuk mendapatkan pertolongan medikPertolongan di tempat kejadian oleh anggota masyarakat awam atau awam khusus (satpam, pramuka, polisi, dll)Pengangkutan penderita gawat darurat untuk pertolongan lanjutandari tempat kejadian ke rumah sakit (sistim pelayanan ambulans)Pra Rumah Sakit

Pertolongan di unit gawat darurat rumah sakitPertolongan di kamar bedah (jika diperlukan)Pertolongan di ICU/ICCUDalam rumah sakit

Rujukan kerumah sakit lain (jika diperlukan)Organisasi dan komunikasi Antar Rumah Sakit

Transfer pasien Antar RS dilakukan bila manfaat bagi pasien melebihi risiko transfer.Keputusan transfer pasien adalah tanggung-jawab dokter pengirim di fasilitas yang merujuk.Koordinasi dan Komunikasi Pra-transport Dokter pengirim menentukan dan menghubungi dokter penerima pada RS tujuan untuk menerima pasien dan memastikan sebelum mengirim bahwa sumber yang lebih memadai tersedia. Dokter penerima diberikan keterangan lengkap keadaan pasien. Pada saat tsb, anjuran dapat dimintakan terkait tindakan dan stabilisasi sebelum transport. Kelayakan pemindahan pasien dari/ke rawat inap (ICU-UGD) pada RS penerima harus diketahui benar. Bila dokter tidak menyertai pasien saat transport, dokter yang merujuk dan menerima harus memastikan ada dokter pemberi komando bagi tim transport yang bertanggung-jawab atas tindakan medis dikala transport. Ia juga mungkin layak untuk menerima Laporan Medik sebelum tim berangkat. Dalam keadaan tertentu, bila RS penerima mengirimkan tim transport, dokter penerima mungkin menentukan jenis transport. Namun jenis transport, darat atau udara, biasanya ditentukan dokter pengirim dengan berkonsultasi dengan dokter penerima berdasar urgensi kondisi medis pasien (stabilitas pasien), perkiraan penyingkatan waktu dengan tansport udara, cuaca, intervensi medis yang diperlukan untuk dukungan hidup saat transport, dan ketersediaan tenaga dan alat. Penyedia ambulans lalu dihubungi untuk memastikan kemampuannya, untuk menyiapkan perkiraan kebutuhan pasien saat transport, dan koordinasi waktu keberangkatan. Laporan antar perawat diberikan oleh fasilitas pengirim pada unit perawat yang terkait di RS penerima. Pilihan lain, laporan dapat diberikan oleh anggota tim transport pada saat kedatangan. Kopi Rekam Medik, termasuk resume tindakan pada pasien dan semua pemeriksaan laboratorium dan radiografik, dilampirkan bersama pasien. Penyiapan Rekam Medik tidak boleh memperlambat ransport pasien karena dapat dikirim terpisah melalui kurir atau faksimili dll, ketika dan bila urgensi transfer merubah keputusan sebelumnya. Pada keadaan ini, informasi paling kritis dikomunikasikan secara verbal. Sangat dianjurkan bahwa kebijaksanaan ditentukan oleh masing-masing institusi dengan memperhatikan isi dokumentasidan komunikasi antara petugas yang bertugas saat transfer.SPGDT-B

SPGDT-B adalah kerja sama antar unit pelayanan Pra Rumah Sakit dan Rumah Sakit dalam bentuk pelayananan gawat darurat terpadu sebagai khususnya pada terjadinya korban massal yg memerlukan peningkatan (eskalasi) kegiatan pelayanan sehari-hari. Bertujuan umum untuk menyelamatkan korban sebanyak banyaknya.Tujuan Khusus :1. Mencegah kematian dan cacat, hingga dapat hidup dan berfungsi kembali dalam masyarakat sebagaimana mestinya.2. Merujuk melalui sistem rujukan untuk memperoleh penanganan yang lebih memadai.3. Menanggulangi korban bencana.Prinsip mencegah kematian dan kecacatan :1. Kecepatan menemukan penderita.2. Kecepatan meminta pertolongan.Kecepatan dan kualitas pertolongan yang diberikan :1. Ditempat kejadian.2. Dalam perjalanan kepuskesmas atau rumah-sakit.3. Pertolongan dipuskesmas atau rumah-sakit.TIM YANG DIPERLUKAN PADA PENANGANAN KORBAN MASALA. Tim medis di lapangan (Emergency mobile team)1. Tim untuk penanganan di area musibah,2. Tim untuk penanganan di area triase, 3. Tim untuk penanganan di area rawat sementara.B. Tim medis evakuasi (ambulance crew)C. Tim medis di rumah sakit 1. Tim pelayanan medis (UGD,OK, HCU/ICU, R.Rawat, R.Jenazah)2. Tim penunjang (farmasi, lab, rontgen, gizi, adminkeu, keamanan, humas) PEMBAGIAN AREA BENCANA DILAPANGAN

RED ZONE (area penyelamatan)Lokasi bencana, lokasi kerja tim rescue, polisi, tim medis tergantung aman /tdk utk melakukan pertolongan pertama Rescue, keluarkan korban dari daerah berbahaya. Tugas tim rescue khusus (misal tim pemadam kebakaran) dgn peralatan khusus proteksi diri Tim medis (bila lokasi tdk membahayakan) pertolongan pertama dan triase awal di lapangan.Tim pengamanan, melokalisasi area untuk menghindarkan korban lebih banyak, untuk kepentingan penyidikan, memudahkan tim rescue dan tim medis bekerjaYELLOW ZONE (area pertolongan medis)Lokasi pos lapangan dan tim pendukung Pos medis lapangan pengaturan korban di-area musibah, triase dan rawat stabilisasi, kom dgn pos medis lanjutan (RS rujukan)Triase medik (pemberian label/tag),Area penampungan korban dan area rawat sementara : terbagi rawat merah, kuning, hijau dan hitam Transportasi pasien GD (dgn triase evakuasi)GREEN ZONE (area penunjang)Lokasi utk media masa, lokasi menunggu bagi keluarga korban, lokasi utk pemberian penjelasan / info, utk tim relawan Tim pendukung, logistik, pemberian layanan informasi (media masa, keluarga korban, masyarakat)Relawan yg membantu korban/ keluarga korban Penampungan sementara korban tidak GD (tdk perlu RS) sampai dapat dipindahkan.TRANSPORTASI PASIEN G.D. PRA RUMAH SAKIT Memprioritaskan pasien G.D yg memerlukan pelayanan RS dengan segera Awak (kru) ambulans terampil dalam pertolongan GD (mampu melakukan life support, mengawasi stabilisasi korban)Dilengkapi fasilitas life support (A,B,C problem)Dilengkapi alat komunikasi (sbl sampai RS tujuan berikan info kedatangan dan kasusnya, melaporkan perkembangan keadaan pasien bl perlu)TRANSPORTASI PASIEN TIDAK G.D.Pasien tdk dalam keadaan G.D / tidak perlu pertolongan segera, dapat dievakuasi tanpa menggunakan ambulans, digunakan kendaraan tergantung fasilitas transport tersedia. Tujuan ke tempat penampungan yg ditentukan Korban meninggal dievakuasi ke R.S dgn fasilitas forensik, sebaiknya menggunakan dgn kendaraan jenazah atau bila tdk memungkinkan dapat diguanakan kendaraan yg tersedia (sebaiknya menggunakan ktg jenasah) KOMUNIKASI PADA PENANGANAN BENCANAJaring komunikasi,1. Komunikasi penyampaian informasi 2. Komunikasi pendukung (admin-log)3. Komunikasi pengendalian operasi / pelayanan medis

PERENCANAAN RUMAH SAKIT PADA PENANGANAN KORBAN MASALMobilisasi SDM (petugas medis: dokter/ perawat , nonmedis: keamanan, staf penunjang komunikasi/ farmasi/ gizi/ lab dll)Mobilisasi sarana prasarana ( ambulans, peralatan medis, bahan medis habis pakai, obat dll)Perluasan area kegiatan di rumah sakit (ruang tindakan di UGD/IRD, penambahan daya tampung ruang rawat, penambahan daya tampung ruang jenazah

PATIENT SAFETY

Latar belakangKeselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety) di rumah sakit yaitu : keselamatan pasien (patient safety), keselamatan pekerja atau petugas kesehatan, keselamatan bangunan dan peralatan di rumah sakit yang bias berdampak terhadap keselamatan pasien dan petugas, keselamatan lingkungan (green productivity) yang berdampak terhadap pencemaran lingkungan dan keselamatan bisnis rumah sakit yang terkait dengan kelangsungan hidup rumah sakit. Ke lima aspek keselamatan tersebut sangatlah penting untuk dilaksanakan di setiap rumah sakit. Namun harus diakui kegiatan institusi rumah sakit dapat berjalan apabila ada pasien. Karena itu keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan dan hal tersebut terkait dengan isu mutu dan citra perumahsakitan. Harus diakui, pelayanan kesehatan pada dasarnya adalah untuk menyelamatkan pasien sesuai dengan yang diucapkan Hiprocrates kira-kira 2400 tahun yang lalu yaitu Primum, non nocere (First, do no harm). Namun diakui dengan semakin berkembangnya ilmu dan teknologi pelayanan kesehatan khususnya di rumah sakit menjadi semakin kompleks dan berpotensi terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan - KTD (Adverse event) apabila tidak dilakukan dengan hati-hati.Di rumah sakit terdapat ratusan macam obat, ratusan tes dan prosedur, banyak alat dengan teknologinya, bermacam jenis tenaga profesi dan non profesi yang siap memberikan pelayanan pasien 24 jam terus menerus. Keberagaman dan kerutinan pelayanan tersebut apabila tidak dikelola dengan baik dapat terjadi KTD.Pada tahun 2000 Institute of Medicine di Amerika Serikat menerbitkan laporan yang mengagetkan banyak pihak: TO ERR IS HUMAN, Building a Safer Health System. Laporan itu mengemukakan penelitian di rumah sakit di Utah dan Colorado serta New York. Di Utah dan Colorado ditemukan KTD (Adverse Event) sebesar 2,9 %, dimana 6,6 % diantaranya meninggal. Sedangkan di New York KTD adalah sebesar 3,7 % dengan angka kematian 13,6 %. Angka kematian akibat KTD pada pasien rawat inap di seluruh Amerika yang berjumlah 33,6 juta per tahun berkisar 44.000 98.000 per tahun. Publikasi WHO pada tahun 2004, mengumpulkan angka-angka penelitian rumah sakit di berbagai Negara : Amerika, Inggris, Denmark, dan Australia, ditemukan KTD dengan rentang 3,2 16,6 %. Dengan data-data tersebut, berbagai negara segera melakukan penelitian dan mengembangkan Sistem Keselamatan Pasien.Di Indonesia data tentang KTD apalagi Kejadian Nyaris Cedera (Near miss) masih langka, namun dilain pihak terjadi peningkatan tuduhan mal praktek, yang belum tentu sesuai dengan pembuktian akhir. Dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit maka Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia telah mengambil inisiatif membentuk Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS). Komite tersebut telah aktif melaksanakan langkah langkah persiapan pelaksanaan keselamatan pasien rumah sakit denganmengembangkan laboratorium program keselamatan pasien rumah sakit.Mengingat keselamatan pasien sudah menjadi tuntutan masyarakat maka pelaksanaan program keselamatan pasien rumah sakit perlu dilakukan. Karena itu diperlukan acuan yang jelas untuk melaksanakan keselamatan pasien tersebut. Buku Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang terutama berisi Standar Keselamatan Pasien Rumah Sakit dan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit diharapkan dapat membantu rumah sakit dalam melaksanakan kegiatannya. Buku Panduan ini rencananya akan dilengkapi dengan Instrumen Penilaian yang akan dimasukkan di dalam program akreditasi rumah sakit. Tujuan disusunnya Buku Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah A. Tujuan Umum:Memberikan informasi dan acuan bagi pusat, propinsi dan rumah sakit dalam melaksanakan program keselamatan pasien rumah sakit.B. Tujuan Khusus:1. Terlaksananya program keselamatan pasien rumah sakit secara sistematis dan terarah.2. Terlaksananya pencatatan insiden di rumah sakit dan pelaporannya.3. Sebagai acuan penyusunan instrumen akreditasi rumah sakit.4. Sebagai acuan bagi pusat, propinsi dan kabupaten/kota dalam melakukan pembinaan rumah sakit

KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKITMengapa Keselamatan Pasien ?Sejak awal tahun 1900 Institusi rumah sakit selalu meningkatkan mutu pada 3 (tiga) elemen yaitu struktur, proses dan outcome dengan bermacam-macam konsep dasar, program regulasi yang berwenang misalnya antara lain penerapan Standar Pelayanan Rumah Sakit, penerapan Quality Assurance, Total Quality Management, Countinuos Quality Improvement, Perizinan, Akreditasi, Kredensialing, Audit Medis, Indikator Klinis, Clinical Governance, ISO, dan lain sebagainya. Harus diakui program-program tersebut telah meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit baik pada aspek struktur, proses maupun output dan outcome.Namun harus diakui, pada pelayanan yang telah berkualitas tersebut masih terjadi KTD yang tidak jarang berakhir dengan tuntutan hukum. Oleh sebab itu perlu program untuk lebih memperbaiki proses pelayanan, karena KTD sebagian dapat merupakan kesalahan dalam proses pelayanan yang sebetulnya dapat dicegah melalui rencana pelayanan yang komprehensif dengan melibatkan pasien berdasarkan hak-nya. Program tersebut yang kemudian dikenal dengan istilah keselamatan pasien (patient safety). Dengan meningkatnya keselamatan pasien rumah sakit diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan rumah sakit dapat meningkat. Selain itu keselamatan pasien juga dapat mengurangi KTD, yang selain berdampak terhadap peningkatan biaya pelayanan juga dapat membawa rumah sakit ke arena blamming, menimbulkan konflik antara dokter/petugas kesehatan dan pasien, menimbulkan sengketa medis, tuntutan dan proses hukum, tuduhan malpraktek, blow-up ke mass media yang akhirnya menimbulkan opini negatif terhadap pelayanan rumah sakit, selain itu rumah sakit dan dokter bersusah payah melindungi dirinya dengan asuransi, pengacara dsb. Tetapi pada akhirnya tidak ada pihak yang menang, bahkan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan rumah sakit. PengertianKeselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi : assessmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan. Tujuan :1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit2. Meningkatnya akutanbilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit.4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian tidak

STANDAR KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKITMengingat masalah keselamatan pasien merupakan masalah yang perlu ditangani segera di rumah sakit di Indonesia maka diperlukan standar keselamatan pasien rumah sakit yang merupakan acuan bagi rumah sakit di Indonesia untuk melaksanakan kegiatannya. Standar keselamatan pasien rumah sakit yang disusun ini mengacu pada Hospital Patient Safety Standards yang dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA, tahun 2002, yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi perumahsakitan di Indonesia.Standar keselamatan pasien tersebut terdiri dari tujuh standar yaitu :1. Hak pasien2. Mendidik pasien dan keluarga3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan programpeningkatan keselamatan pasien5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasienUraian tujuh standar tersebut diatas adalah sebagai berikut :

Standar I. Hak pasienStandar :Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan.Kriteria :1.1. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.1.2. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan1.3. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara jelas dan benarkepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan.

Standar II. Mendidik pasien dan keluargaStandar :Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasienKriteria :Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan pasien yangmerupakan partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di rumah sakit harus ada sistem dan mekanisme mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga dapat :1). Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur.2). Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga.3). Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti4). Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.5). Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit.6). Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa.7). Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.

Standar III. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayananStandar :Rumah Sakit menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.Kriteria :3.1. Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari rumah sakit.3.2. Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan kelayakansumber daya secara berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar.3.3. Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi untuk memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya.3.4. Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga dapat tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan efektif.

Standar IV. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasienStandar :Rumah sakit harus mendesign proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor danmengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif Kejadian TidakDiharapkan, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.Kriteria :4.1. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang baik, mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit.4.2. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja yang antara lain terkait dengan : pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu pelayanan, keuangan.4.3. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan semua Kejadian Tidak Diharapkan, dan secara proaktif melakukan evaluasi satu proses kasus risiko tinggi.4.4. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis untuk menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja dan keselamatan pasien terjamin.

Standar V. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasienStandar :1. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit .2. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi Kejadian Tidak Diharapkan.3. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang keselamatan pasien.4. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta meningkatkan keselamatan pasien.5. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien.Kriteria :5.1. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.5.2. Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program meminimalkan insiden, yang mencakup jenis-jenis Kejadian yang memerlukan perhatian, mulai dari Kejadian Nyaris Cedera (Near miss) sampai dengan Kejadian Tidak Diharapkan ( Adverse event).5.3. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi dalam program keselamatan pasien.5.4. Tersedia prosedur cepat-tanggap terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien yangterkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.5.5. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang Analisis Akar Masalah (RCA) Kejadian Nyaris Cedera (Near miss) dan Kejadian Sentinel pada saat program keselamatan pasien mulai dilaksanakan.5.6. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden, misalnya menangani Kejadian Sentinel (Sentinel Event) atau kegiatan proaktif untuk memperkecil risiko, termasuk mekanisme untuk mendukung staf dalam kaitan dengan Kejadian Sentinel.5.7. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar pengelola pelayanan di dalam rumah sakit dengan pendekatan antar disiplin.5.8. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan perbaikan kinerja rumah sakit dan perbaikan keselamatan pasien, termasuk evaluasi berkala terhadap kecukupan sumber daya tersebut.5.9. Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien, termasuk rencana tindak lanjut dan implementasinya.

Standar VI. Mendidik staf tentang keselamatan pasienStandar :1. Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas2. Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien.Kriteria :6.1. Setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai dengan tugasnya masing-masing.6.2. Setiap rumah sakit harus mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan inservice training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.6.3. Setiap rumah sakit harus menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien.

Standar VII. Komunikasi merupakan kunci bagi staff untuk mencapai keselamatan pasienStandar :1. Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal.2. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.Kriteria :7.1. Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan keselamatan pasien.7.2. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang ada

TUJUH LANGKAH MENUJU KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKITMengacu kepada standar keselamatan pasien pada bab III, maka rumah sakit harus mendesign (merancang) proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif Kejadian Tidak Diharapkan, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien. Proses perancangan tersebut harus mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan Tujuh Langkah Keselamatan Pasien Rumah Sakit Berkaitan hal tersebut diatas maka perlu ada kejelasan perihal tujuh langkah keselamatan pasien rumah sakit tersebut.Uraian Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah sebagai berikut :

1. BANGUN KESADARAN AKAN NILAI KESELAMATAN PASIENCiptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil.Langkah penerapan:A. Bagi Rumah Sakit :- Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang mejabarkan apa yang harus dilakukan staf segera setelah terjadi insiden, bagaimana langkah-langkah pengumpulan fakta harus dilakukan dan dukungan apa yang harus diberikan kepada staf, pasien dan keluarga.- Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang menjabarkan peran dan akuntabilitas individual bilamana ada insiden- Tumbuhkan budaya pelaporan dan belajar dari insiden yang terjadi di rumah sakit.- Lakukan asesmen dengan menggunakan survei penilaian keselamatan pasien.B. Bagi Unit/Tim :- Pastikan rekan sekerja anda merasa mampu untuk berbicara mengenai kepedulian mereka dan berani melaporkan bilamana ada insiden- Demonstrasikan kepada tim anda ukuran-ukuran yang dipakai di rumah sakit anda untuk memastikan semua laporan dibuat secara terbuka dan terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan tindakan/solusi yang tepat.

2. PIMPIN DAN DUKUNG STAF ANDABangunlah komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang Keselamatan Pasien di rumah sakit anda.Langkah penerapan:A. Untuk Rumah Sakit :- Pastikan ada anggota Direksi atau Pimpinan yang bertanggung jawab atas Keselamatan Pasien- Identifikasi di tiap bagian rumah sakit, orang-orang yang dapat diandalkan untuk menjadi penggerak dalam gerakan Keselamatan Pasien- Prioritaskan Keselamatan Pasien dalam agenda rapat Direksi/Pimpinan maupun rapat-rapat manajemen rumah sakit- Masukkan Keselamatan Pasien dalam semua program latihan staf rumah sakit anda dan pastikan pelatihan ini diikuti dan diukur efektivitasnya.B. Untuk Unit/Tim :- Nominasikan penggerak dalam tim anda sendiri untuk memimpin Gerakan Keselamatan Pasien- Jelaskan kepada tim anda relevansi dan pentingnya serta manfaat bagi mereka dengan menjalankan gerakan Keselamatan Pasien- Tumbuhkan sikap kesatria yang menghargai pelaporan insiden.

3. INTEGRASIKAN AKTIVITAS PENGELOLAAN RISIKOKembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi dan asesmen hal yang potensial bermasalah.Langkah penerapan:A. Untuk Rumah Sakit :- Telaah kembali struktur dan proses yang ada dalam manajemen risiko klinis dan non klinis, serta pastikan hal tersebut mencakup dan terintegrasi dengan Keselamatan Pasien dan Staf- Kembangkan indikator-indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko yang dapat dimonitor oleh Direksi/Pimpinan rumah sakit- Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem pelaporan insiden danasesmen risiko untuk dapat secara proaktif meningkatkan kepedulian terhadap pasien.B. Untuk Unit/Tim :- Bentuk forum-forum dalam rumah sakit untuk mendiskusikan isu-isu Keselamatan Pasien guna memberikan umpan balik kepada manajemen yang terkait- Pastikan ada penilaian risiko pada individu pasien dalam proses asesmen risiko rumah sakit- Lakukan proses asesmen risiko secara teratur, untuk menentukan akseptabilitas setiap risiko, dan ambillah langkah-langkah yang tepat untuk memperkecil risiko tersebut- Pastikan penilaian risiko tersebut disampaikan sebagai masukan ke proses asesmen dan pencatatan risiko rumah sakit.

4. KEMBANGKAN SISTEM PELAPORANPastikan staf Anda agar dengan mudah dapat melaporkan kejadian/ insiden, serta rumah sakit mengatur pelaporan kepada Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS).Langkah penerapan :A. Untuk Rumah Sakit :- Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden ke dalam maupun ke luar, yang harus dilaporkan ke KPPRS - PERSI.B. Untuk Unit/Tim :- Berikan semangat kepada rekan sekerja anda untuk secara aktif melaporkan setiap insiden yang terjadi dan insiden yang telah dicegah tetapi tetap terjadi juga, karena mengandung bahan pelajaran yang penting.

5. LIBATKAN DAN BERKOMUNIKASI DENGAN PASIENKembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka dengan pasien.Langkah penerapan :A. Untuk Rumah Sakit :- Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang secara jelas menjabarkan cara-cara komunikasi terbuka tentang insiden dengan para pasien dan keluarganya- Pastikan pasien dan keluarga mereka mendapat informasi yang benar dan jelas bilamana terjadi insiden- Berikan dukungan, pelatihan dan dorongan semangat kepada staf agar selalu terbuka kepadapasien dan keluarganya.B. Untuk Unit/Tim :- Pastikan tim anda menghargai dan mendukung keterlibatan pasien dan keluarganya bila telah terjadi insiden- Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien dan keluarga bilamana terjadi insiden, dan segera berikan kepada mereka informasi yang jelas dan benar secara tepat- Pastikan, segera setelah kejadian, tim menunjukkan empati kepada pasien dan keluarganya.

6. BELAJAR DAN BERBAGI PENGALAMAN TENTANG KESELAMATAN PASIENDorong staf anda untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa kejadian itu timbul.Langkah penerapan:A. Untuk Rumah Sakit :- Pastikan staf yang terkait telah terlatih untuk melakukan kajian insiden secara tepat, yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyebab- Kembangkan kebijakan yang menjabarkan dengan jelas kriteria pelaksanaan Analisis Akar Masalah (Root Cause Analysis/RCA) atau Failure Modes and Effects Analysis (FMEA) atau metoda analisis lain, yang harus mencakup semua insiden yang telah terjadi dan minimum satu kali per tahun untuk proses risiko tinggi.B. Untuk Unit/Tim :- Diskusikan dalam tim anda pengalaman dari hasil analisis insiden- Identifikasi unit atau bagian lain yang mungkin terkena dampak di masa depan dan bagilah pengalaman tersebut secara lebih luas.7. CEGAH CEDERA MELALUI IMPLEMENTASI SISTEM KESELAMATANPASIENGunakan informasi yang ada tentang kejadian / masalah untuk melakukan perubahan pada system pelayanan.Langkah penerapan:A. Untuk Rumah Sakit :- Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden, dan audit serta analisis, untuk menentukan solusi setempat- Solusi tersebut dapat mencakup penjabaran ulang sistem (struktur dan proses), penyesuaian pelatihan staf dan/atau kegiatan klinis, termasuk penggunaan instrumen yang menjamin keselamatan pasien.- Lakukan asesmen risiko untuk setiap perubahan yang direncanakan- Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh KKPRS - PERSI- Beri umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil atas insiden yang dilaporkanB. Untuk Unit/Tim :- Libatkan tim anda dalam mengembangkan berbagai cara untuk membuat asuhan pasien menjadi lebih baik dan lebih aman.- Telaah kembali perubahan-perubahan yang dibuat tim anda dan pastikan pelaksanaannya.- Pastikan tim anda menerima umpan balik atas setiap tindak lanjut tentang insiden yang dilaporkan.Tujuh langkah keselamatan pasien rumah sakit merupakan panduan yang komprehensif untuk menuju keselamatan pasien, sehingga tujuh langkah tersebut secara menyeluruh harus dilaksanakan oleh setiap rumah sakit. Dalam pelaksanaan, tujuh langkah tersebut tidak harus berurutan dan tidak harus serentak. Pilih langkah-langkah yang paling strategis dan paling mudah dilaksanakan di rumah sakit. Bila langkah-langkah ini berhasil maka kembangkan langkah-langkah yang belum dilaksanakan. Bila tujuh langkah ini telah dilaksanakan dengan baik rumah sakit dapat menambah penggunaan metoda-metoda lainnya.

LANGKAH-LANGKAH KEGIATANA. Di Rumah Sakit1. Rumah sakit agar membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit, dengan susunan organisasi sebagai berikut : Ketua : dokter, Anggota : dokter, dokter gigi, perawat, tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya2. Rumah sakit agar mengembangkan sistem informasi pencatatan dan pelaporan internal tentang insiden3. Rumah sakit agar melakukan pelaporan insiden ke Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) secara rahasia4. Rumah sakit agar memenuhi standar keselamatan pasien rumah sakit dan menerapkan tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit.5. Rumah sakit pendidikan mengembangkan standar pelayanan medis berdasarkan hasil dari analisis akar masalah dan sebagai tempat pelatihan standar-standar yang baru dikembangkan.

B. Di Propinsi/Kabupaten/kota1. Melakukan advokasi program keselamatan pasien ke rumah sakit - rumah sakit di wilayahnya2. Melakukan advokasi ke pemerintah daerah agar tersedianya dukungan anggaran terkait dengan program keselamatan pasien rumah sakit3. Melakukan pembinaan pelaksanaan program keselamatan pasien rumah sakit..

C. Di Pusat1. Membentuk Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit dibawah Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia.2. Menyusun panduan nasional tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit3. Melakukan sosialisasi dan advokasi program keselamatan pasien ke Dinas Kesehatan Propinsi/Kabupaten/Kota, PERSI Daerah dan rumah sakit pendidikan dengan jejaring pendidikan4. Mengembangkan laboratorium uji coba program keselamatan pasien.

PENCATATAN DAN PELAPORANA. Di Rumah Sakit1. Setiap unit kerja di rumah sakit mencatat semua kejadian terkait dengan keselamatan pasien (Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Diharapkan dan Kejadian Sentinel) pada formulir yang sudah disediakan oleh rumah sakit.2.Setiap unit kerja di rumah sakit melaporkan semua kejadian terkait dengan keselamatan pasien (Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Diharapkan dan Kejadian Sentinel) kepada Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit pada formulir yang sudah disediakan oleh rumah sakit.3.Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit menganalisis akar penyebab masalah semua kejadian yang dilaporkan oleh unit kerja.4.Berdasarkan hasil analisis akar masalah maka Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit merekomendasikan solusi pemecahan dan mengirimkan hasil solusi pemecahan masalah kepada Pimpinan rumah sakit5.Pimpinan rumah sakit melaporkan insiden dan hasil solusi masalah ke Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) setiap terjadinya insiden dan setelah melakukan analisis akar masalah yang bersifat rahasia.

B. Di PropinsiDinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah menerima produk-produk dari Komite Keselamatan RumahSakitC. Di Pusat1. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) merekapitulasi laporan dari rumah sakit dan menjaga kerahasiannya.2. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit melakukan analisis hasil analisis yang telah dilakukan oleh rumah sakit.3. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit melakukan analisis laporan insiden.bekerja sama dengan rumah sakit pendidikan dan rumah sakit yang ditunjuk sebagai laboratorium uji coba keselamatan pasien rumah sakit.4. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit melakukan sosialisasi hasil analisis dan solusi masalah ke Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah, rumah sakit terkait dan rumah sakit lainnya.

MONITORING DAN EVALUASIA. Di Rumah SakitPimpinan rumah sakit melakukan monitoring dan evaluasi pada unit kerja-unit kerja di rumah sakit, terkait dengan pelaksanaan keselamatan pasien di unit kerjaB. Di PropinsiDnas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan Program Keselamatan Pasien Rumah Sakit di wilayah kerjanya.C. Di Pusat1. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan Keselamatan Pasien Rumah Sakit di rumah sakit - rumah sakit2. Monitoring dan evaluasi dilaksanakan minimal satu tahun satu kali.

UU NO 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN

Bagian KesepuluhPelayanan Kesehatan Pada BencanaPasal 82(1) Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat bertanggung jawab atas ketersediaansumber daya, fasilitas, dan pelaksanaan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan berkesinambungan pada bencana.(2) Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pelayanan kesehatan pada tanggap darurat dan pascabencana.(3) Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup pelayanan kegawatdaruratan yang bertujuan untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan lebih lanjut.(4) Pemerintah menjamin pembiayaan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).(5) Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN), anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), atau bantuan masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.Pasal 83(1) Setiap orang yang memberikan pelayanan kesehatan pada bencana harus ditujukanuntuk penyelamatan nyawa, pencegahan kecacatan lebih lanjut, dan kepentingan terbaikbagi pasien.(2) Pemerintah menjamin perlindungan hukum bagi setiap orang sebagaimana dimaksudpada ayat (1) sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.Pasal 84Ketentuan lebih lanjut tentang penyelenggaraan pelayanan kesehatan pada bencana diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 85(1) Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swastawajib memberikan pelayanan kesehatan pada bencana bagi penyelamatan nyawapasien dan pencegahan kecacatan.(2) Fasilitas pelayanan kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencanasebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang menolak pasien dan/atau meminta uangmuka terlebih dahulu

UU NO 24 TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANABadan Nasional Penanggulangan BencanaPasal 10(1) Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 membentuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana.(2) Badan Nasional Penanggulangan Bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Lembaga Pemerintah Nondepartemen setingkat menteri.Pasal 11Badan Nasional Penanggulangan Bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) terdiri atas unsur:a. pengarah penanggulangan bencana; danb. pelaksana penanggulangan bencana.Pasal 12Badan Nasional Penanggulangan Bencana mempunyai tugas:a. memberikan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi secara adil dan setara;b. menetapkan standardisasi dan kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan peraturan perundang-undangan;c. menyampaikan informasi kegiatan kepada masyarakat;d. melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada Presiden setiap sebulan sekali dalam kondisi normal dan pada setiap saat dalam kondisi darurat bencana;e. menggunakan dan mempertanggungjawabkan sumbangan/bantuan nasional dan internasional;f. mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari anggaran pendapatan dan belanja negara;g. melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan; danh. menyusun pedoman pembentukan badan penanggulangan bencana daerah.

Badan Penanggulangan Bencana DaerahPasal 18(1) Pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 membentuk badan penanggulangan bencana daerah.(2) Badan penanggulangan bencana daerah sebagaimanadimaksud pada ayat (1) terdiri atas:a. badan pada tingkat provinsi dipimpin oleh seorang pejabat setingkat di bawah gubernur atau setingkat eselon Ib; danb. badan pada tingkat kabupaten/kota dipimpin oleh seorang pejabat setingkat di bawah bupati/walikota atau setingkat eselon IIa.Pasal 19(1) Badan penanggulangan bencana daerah terdiri atas unsur:a. pengarah penanggulangan bencana; danb. pelaksana penanggulangan bencana.(2) Pembentukan badan penanggulangan bencana daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui koordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana.Pasal 20Badan penanggulangan bencana daerah mempunyai fungsi:a. perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat, efektif dan efisien; sertab. pengoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, dan menyeluruh.Pasal 21Badan penanggulangan bencana daerah mempunyai tugas:a. menetapkan pedoman dan pengarahan sesuai dengan kebijakan pemerintah daerah dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan darurat, rehabilitasi, serta rekonstruksi secara adil dan setara;b. menetapkan standardisasi serta kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan peraturan perundang-undangan;c. menyusun, menetapkan, dan menginformasikan peta rawan bencana;d. menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan bencana;e. melaksanakan penyelenggaraan penanggulangan bencana pada wilayahnya;f. melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada kepala daerah setiap sebulan sekali dalam kondisi normal dan setiap saat dalam kondisi darurat bencana;g. mengendalikan pengumpulan dan penyaluran uang dan barang;h. mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari anggaran pendapatan belanja daerah; dani. melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Tanggap DaruratPasal 48Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggapdarurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf bmeliputi:a. pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi,kerusakan, dan sumber daya;b. penentuan status keadaan darurat bencana;c. penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;d. pemenuhan kebutuhan dasar;e. pelindungan terhadap kelompok rentan; danf. pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.Pasal 49Pengkajian secara cepat dan tepat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf a dilakukan untuk mengidentifikasi:a. cakupan lokasi bencana;b. jumlah korban;c. kerusakan prasarana dan sarana;d. gangguan terhadap fungsi pelayanan umum serta pemerintahan; dane. kemampuan sumber daya alam maupun buatan.Pasal 50(1) Dalam hal status keadaan darurat bencana ditetapkan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan badan penanggulangan bencana daerah mempunyai kemudahan akses yang meliputi:a. pengerahan sumber daya manusia;b. pengerahan peralatan;c. pengerahan logistik;d. imigrasi, cukai, dan karantina;e. perizinan;f. pengadaan barang/jasa;g. pengelolaan dan pertanggungjawaban uang dan/atau barang;h. penyelamatan; dani. komando untuk memerintahkan sektor/lembaga.(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kemudahan akses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.

Pasal 51(1) Penetapan status darurat bencana dilaksanakan oleh pemerintah sesuai dengan skala bencana.(2) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk skala nasional dilakukan oleh Presiden, skala provinsi dilakukan oleh gubernur, dan skala kabupaten/kota dilakukan oleh bupati/walikota.Pasal 52Penyelamatan dan evakuasi korban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf c dilakukan dengan memberikan pelayanan kemanusiaan yang timbul akibat bencana yang terjadi pada suatu daerah melalui upaya:a. pencarian dan penyelamatan korban;b. pertolongan darurat; dan/atauc. evakuasi korban.Pasal 53Pemenuhan kebutuhan dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf d meliputi bantuan penyediaan:a. kebutuhan air bersih dan sanitasi;b. pangan;c. sandang;d. pelayanan kesehatan;e. pelayanan psikososial; danf. penampungan dan tempat hunian.Pasal 54Penanganan masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana dilakukan dengan kegiatan meliputi pendataan, penempatan pada lokasi yang aman, dan pemenuhan kebutuhan dasar.

DISASTER VICTIM IDENTIFICATION (DVI)

Pendahuluan Bencana merupakan suatu kejadian yang mendadak yang tidak terduga, dapat terjadi pada siapa saja, kapan saja dan di mana saja. Bencana mengakibatkan kerusakan dan kerugian harta benda, korban manusia baik itu cedera maupun meninggal. Masih jelas dalam ingatan kita, bencana tsunami di Banda Aceh yang memakan korban meninggal ratusan ribu jiwa, banjir bandang di Jember, gempa bumi di Yogyakarta dan bencana-bencana lainnya. Disamping bencana alam, kecelakaan alat transportasi juga akan membawa dampak besar jumlah korban baik meninggal maupun masih hidup. Di akhir tahun 2006, terjadi tenggelamnya KM Senopati Nusantara di Laut Jawa dengan jumlah korban ratusan orang yang hilang, serta terakhir hilangnya pesawat Adam Air tujuan Surabaya-Menado. Serta di akhir tahun 2011 terjadi tenggelamnya kapal yang mengangkut imigran gelap dari Timur Tengah di Samudra Hindia, dengan korban meninggal 103 orang sedangkan yang hilang masih puluhan sehingga korban-korban meninggal dalam kasuskasus tersebut di atas perlu diidentifikasi. Oleh karena identifikasi ini penting sekali karena akan menjelaskan secara hukum masih hidup atau sudah matinya seseorang dan merupakan hak dari ahli waris korban, disamping itu juga berkaitan dengan klaim asuransi, pensiunan dan lainlainnya. Dalam penanganan identifikasi korban mati tersebut merupakan hal yang perlu dapat perhatian khusus dan memerlukan dana, sarana dan prasarana yang cukup mahal serta dibutuhkan profesionalisme dari petugas yang menangani hal tersebut.

Dasar Hukum Identifikasi Korban Bencana Pada setiap bencana tentunya ada korban baik hidup maupun meninggal, penanggulangannya akan bersifat kegawatdaruratan. Identifikasi korban meninggal dianggap masih bagian dari pelayanan kesehatan mengingat korban meninggal adalah korban juga. Dalam aspek hukum nasional kita, Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) :

Pasal 120 ayat 1 KUHAP :Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat seorang ahli atau orang memiliki keahlian khusus.

Pasal 133 ayat 1 KUHAP :Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan atau mati yang diduga karena peristiwa pidana, ia berhak mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.

Karena pada dasarnya identifikasi korban bencana massal baik itu meninggal masih merupakan bagian dari pelayanan kesehatan mengingat korban meninggal adalah korban juga. Hal ini sesuai pada pasal 53 UU Kesehatan Nomor 23 tahun 1992 dan PP Nomor 32 tahun 1996, disamping itu juga proses identifikasi tidak memerlukan/ menunggu surat permintaan dari pihak penyidik (SPVR). Sesuai dengan pasal-pasal pada KUHAP apabila pihak penyidik ingin mendapatkan pemeriksaan identifikasi berupa visum et repertum dapat dimintakan pada Dinas Kesehatan/Rumah Sakit setempat sesuai dengan prosedur yang berlaku, sedangkan informasi dan surat-surat resmi yang berkaitan dengan hasil identifikasi akan dikeluarkan oleh tim identifikasi yang ditandatangani oleh ahli-ahli terkait.

Identifikasi Korban Meninggal Identifikasi merupakan upaya pengenalan kembali jati diri seseorang manusia baik yang sudah mati maupu yang sudah meninggal. Sedangkan identifikasi massal merupakan proses pengenalan jati diri korban massal yang terjadi akibat bencana. Dalam identifikasi bencana massal menggunakan metode Disaster Victi Identification (DVI) yang telah direkomendasikan oleh Interpol. Keterlibatan Interpol dalam DVI dimulai pada tahun 1978 ketika terjadi ledakan di Spanyol yang menewaskan 150 orang. DVI merupakan prosedur yang telah ditentukan untuk mengidentifikasi korban dalam sebuah insiden atau bencana yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat serta merupakan bagian dari investigasi, rekonstruksi tentang sebab bencana. Adapun proses DVI meliputi 5 fase, di mana setiap fasenya mempunyai keterkaitan satu dengan yang lainnya, yang terdiri dari The Scene, The Mortuary, Ante Mortem Information Retrieval, Reconciliation dan Debriefing. The Scene atau tempat kejadian perkara (TKP) merupakan tempat terjadinya peristiwa dan akibat yang ditimbulkan peristiwa tersebut, atau tempat-tempat lain ditemukannya korban dan barang-barang bukti yang berkaitan dengan peristiwa tersebut. The Mortuary merupakan pengumpalan data-data post mortem yang data-data hasil pemeriksaan forensik yang ditemukan pada jenazah korban. Tahapan ini merupakan pemeriksaan bagi korban meninggal, semua ciri yang khas dicatat dan difoto serta difile dengan baik sehingga memudahkan proses selanjutnya. Dalam pelaksanaan pemeriksaan dikerjakan secara tim kerja yang meliputi berbagai disiplin ilmu, yakni : Ahli Kedokteran Forensik Ahli Odontologi Forensik Ahli Antropologi fisik Ahli Fotografi Ahli Sidik Jari Ante mortem information merupakan pengumpalan data-data yang penting dari korban sebelum kejadian atau pada waktu korban masih hidup, termasuk di sini data vital tubuh, data gigi, data sidik jari dan data kepemilikan yang dipakai/dibawa. Reconciliation merupakan pencocokan data-data dengan berbagai metode identifikasi melalui tahap sebagai berikut:Identifikasi Primer Sidik Jari Catatan gigi DNA

Identifikasi Sekunder Ilmu kedokteran (medis) dan fotografi Harta benda milik korban (property) Sedangkan tahap debrief merupakan evaluasi dari pelakksanaan DVI.

Gambar: Alur Kerja

Tata Laksana Disaster Victim Identification (DVI)Struktur Operasional DVIPenanganan di TKP (Fase1):Kegiatan :1. Memberi tanda dan label di TKP Membuat sektor-sektor/zona pada TKP dengan ukuran 5 x 5 m yang sesuai dengan situasi dan kondisi geografis Memberikan tanda pada setiap sector Memberikan label orange pada jenazah dan potongan jenazah, label diikat pada tubuh/ibu jari kanan jenazah Menentukan label putih pada barang-barang pemilih yang tercecer Membuat sketsa dan foto tiap sektor2. Evakuasi dan tranasportasi jenazah dan barang Memasukkan jenazah dan potongan jenazah dalam kantong jenazah dan diberi label sesuai label jenazah Memasukkan barang-barang yang terlepas dari tubuh korban dan diberi label sesuai nama jenazah Diangkut ke tempat pemeriksaan dan penyimpanan jenazah dan dibuat berita acara penyerahan kolektif.

Penanganan di unit post mortem (Fase 2) :Fungsi Menampung dan menyimpan sisa tubuh Mencatat dan menyimpan properti Tempat melaksanakan pengujian terhadap sisa tubuh Tempat kordinasi untuk pemisahan sisa tubuhKegiatan Menerima jenazah/potongan dan barang dari unit TKP Registrasi ulang dan megelompokkan kiriman tersebut berdasarkan jenazah utuh, tidak utuh, potongan jenazah dan barang-barang Membuat foto jenazah Mencatat ciri-ciri korban sesuai formulir yang tersedia Mengambil sidik jari korban dan golongan darah Mencatat gigi-geligi korban Mebuat roentgen jika perlu Melakukan otopsi Mengambil data-data ke unit pembanding data

Penanganan Unit Ante Mortem (Fase 3):Fungsi Mendapatkan, menganalisa serta mencocokkan data orang Mengetahui data orang hilang Mendapatka informasi DNA Mendapatkan informasi properti dalam formulir Ante MortemKegiatan Mengumpulkan data-data korban semasa hidup seperti foto dan lain-lainnya dikumpulkan dari instansi tempat korban bekerja, keluarga/kenalan, dokter-dokter gigi pribadi, polisi (sidik jari). Memasukkan data-data yang ada/masuk dalam formulir yang tersedia Megelompokkan data-data ante mortem berdasarkan : jenis kelamin dan umur Mengirimkan data-data yang telah diperoleh ke unit pembanding data.Data-data ante mortem : Umum: Nama, umur, BB-TB, pakaian, perhiasan serta kepemilikan lainnya Medis: warna kulit, warna-jenis rambut, mata, cacat, tattoo, tanda khusus lainnya, gol