respon masyarakat pesisir terhadap pendidikan di …
TRANSCRIPT
1
RESPON MASYARAKAT PESISIR TERHADAP PENDIDIKAN DI DESA LATAWE KECAMATAN NAPANO KUSAMBI
KABUPATEN MUNA BARAT
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Sosiologi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar
Oleh :
Mitra Sumantri
10538330615
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
OKTOBER 2019
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Bisa jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan bisa
jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah
mengetahui sedang kamu tidak mengetahui. ( QS. Al Baqarahh : 216 )
Kupersembahkan karya ini
Kepada kedua orang tuaku, saudara-saudaraku,
sahabat-sahabatku atas doa dan keikhlasan dalam mendukungku
hingga dapat menyelesaikan semua ini
ABSTRAK
MITRA SUMANTRI. 2019. Respon Masyarakat Pesisir terhadap Pendidikan di Desa Latawe Kecamatan Napano Kusambi Kabupaten Muna Barat. Skripsi. Jurusan Pendidikan Sosiologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar. Di bimbing oleh Jaelan Usman dan Siti Fatimah Tola.
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana respon masyarakat pesisir terhadap pendidikan di Desa Latawe Kecamatan Napano Kusambi Kabupaten Muna Barat dan untuk mengetahui bagaimana partisipasi masyarakat pesisir terhadap dunia pendidikan. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif depskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu observasi, wawancara dan dokumentasi. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara Reduksi data, Penyajian data dan Penarikan Kesimpulan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara argumentasi mayoritas masyarakat pesisir merespon baik pendidikan, terlihat dari pemaparannya tentang pentingnya pendidikan bagi anak-anak. Namun melihat angka partisipasinya tentu berbanding terbalik dengan argumentasi yang ditunjukkan. Rendahnya angka partisipasi masyarakat tentu berbanding terbalik dengan pandangannya terhadap dunia pendidikan yang menganggap pendidikan itu penting bagi anak-anak. Namun secara aktuialisasinya masioh jauh dari harapan.
Kata Kunci : Respon, Masyarakat Pesisir, Pendidikan
ABSTRACT
MITRA SUMANTRI. 2019.Coastal Community Response to Education in Latawe Village, Napano Kusambi District, West Muna Regency. Thesis. Department of Sociology Education Faculty of Teacher Training and Education Muhammadiyah University Makassar. Guided by Jaelan Usman and Siti Fatimah Tola.
The purpose of this study was to see how the response of coastal communities to education in Latawe Village, Napano Kusambi District, West Muna Regency and to find out how the participation of coastal communities in the world of education. This type of research used in this study uses descriptive qualitative method. Data collection techniques used are observation, interviews and documentation. Data analysis in this study was carried out by means of data reduction, data presentation and conclusion drawing.
The results of this study indicate that arguably the majority of coastal communities respond well to education, seen from his presentation of the importance of education for children. But seeing the number of participation is certainly inversely proportional to the arguments shown. The low number of community participation is certainly inversely proportional to his view of the world of education which considers education important for children. But the actualization was still far from expectations.
Keywords: Response, Coastal Society, Education
KATA PENGANTAR
Assalamu Alaikum Wr. Wb
Allah Maha Penyayang dan Pengasih, demikian kata untuk mewakili atas
segala karunia dan nikmat-Nya. Jiwa ini takkan genti bertahmid atas anugrah pada
detik waktu, denyut jantung, gerak langkah, serta rasa dan rasio pada-Mu, Sang
Khalik. Skripsi ini adalah setitik dari sederetan berkah-Mu. Setiap orang dalam
berkarya selalu mencari kesempurnaan, tetapi terkadang kesempurnaan itu terasa
jauh dari kehidupan seseorang. Kesempurna bagai fatamorgana yang semakin
dikejar semakin menghilang dari pandangan, bagai pelangi yang terlihat indah
dari kejauhan, tapi menghilang seketika saat didekati.
Terimakasih yang tak terhingga penulis ucapkan kepada pembimbing Bpk
Dr. Jaelan Usman, M.Si selaku pembimbing I dan Ibu Dra. Hj. Sitti Fatimah Tola,
M.Si selaku pembimbing II karena segala bimbingan dan arahannya sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
Ungkapan terimakasih penulis ucapkan kepada Rektor Universitas
Muhammadiyah Makassar Bapak Dr. H. Abd. Rahman Rahim, S.E, MM. Dekan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bapak Erwin Akib, M.Pd, Ph.D , Ketua
Program Studi Pendidikan Sosiologi Bapak Drs. H. Nurdin, M.Pd dan Sekretaris
Prodi Pendidikan Sosiologi Bapak Kaharuddin, S.Pd, M.Pd, Ph.D serta seluruh
dosen dan staf pegawai dalam lingkungan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah membekali penulis
dengan banyaknya ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat.
Ucapan terimakasih kepada pemerintah Desa Latawe, Bpk Daerah S.Pd
selaku Kepala Desa Latawe, Bpk Tayeb Kepala Seksi Pelayanan Desa Latawe,
keluarga besar masyarakat Desa Latawe yang telah bersedia memberikan
informasi-informasi yang dibutuhkan penulis sebagai data yang di gunakan untuk
menyelesaikan skripsi ini.
Ungkapan terimakasih dan penghargaan yang teristimewa kepada kedua
orang tua penulis Ayahanda tercinta Majid Dega dan Ibunda tercinta Rahmawati
juga adik-adik kesayangan saya yang semua telah menjadi sosok terhebat sejagad
raya yang selalu memotivasi, menasehati, mencintai, perhatian, kasih saying dan
doa yang selalu mereka kirimkan untuk penulis. Ucapan terimakasih juga penulis
ucapkan kepada teman-teman seperjuangan, sependeritaan, seperantauan kelas
Sosiologi D 15 yang selalu menemani dalam suka dan duka dan seolah telah
menjadi pelangi yang turut mewarnai kehidupan penulis, serta seluruh rekan
mahasiswa jurusan pendidikan sosiologi atas kebersamaan, motivasi saran dan
bantuan yang diberikan kepada penulis.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis senantiasa kritik dan
saran dari berbagai pihak, selama saran dan kritik tersebut sifatnya membangun
sebab suatu persolan akan cepat terselesaikan dengan adanya kritik dan saran dari
orang lain. Semoga dapat memberikan manfaat bagi pembaca terutama bagi diri
penulis pribadi. Serta memberi manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan
pendidikan.
Amin, Ya Rabbil Alamin
Wassalamu Alaikum Wr. Wb
Makassar, September 2019
Penulis
Mitra Sumantri
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................ iv
SURAT PERNYATAAN ............................................................................... v
SURAT PERJANJIAN .................................................................................. vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................. vii
ABSTRAK BAHASA INDONESIA ............................................................. viii
ABSTRAK BAHASA INGGRIS .................................................................. ix
KATA PENGANTAR .................................................................................... x
DAFTAR ISI ................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 8
C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 8
D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 9
E. Definisi Operasional............................................................................. 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Teori dan Konsep ................................................................................. 12
1. Konsep Respon .............................................................................. 12
2. Konsep Masyarakat Pesisir ............................................................ 13
3. Hakikat Pendidikan ........................................................................ 15
B. Landasan Teori ..................................................................................... 22
1. Teori SOR ...................................................................................... 22
2. Teori Struktur Fungsional .............................................................. 23
3. Teori Tindakan Sosial .................................................................... 24
4. Pemetaan Landasan Teori .............................................................. 24
C. Kerangka Pikir ..................................................................................... 27
D. Penelitian Relevan ................................................................................ 30
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian........................................................... 34
B. Fokus dan Waktu Penelitian................................................................. 36
C. Informan Penelitian .............................................................................. 37
D. Fokus Penelitian ................................................................................... 39
E. Jenis dan Sumber Data ......................................................................... 39
F. Instrument Penelitian ........................................................................... 41
G. Teknik pengumpulan data .................................................................... 44
H. Teknik Analisi Data ............................................................................. 45
I. Teknik Keabsahan Data ....................................................................... 46
BAB IV GAMBARAN HISTORIS LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Lokasi Penelitian ..................................................................... 48
B. Letak Geografis .................................................................................... 48
C. Keadaan Penduduk ............................................................................... 50
D. Keadaan Pendidikan ............................................................................. 55
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian .................................................................................... 57
1. Respon Masyarakat Pesisir terhadap Pendidikan ........................... 58
2. Partisipasi Masyarakat Pesisir terhadap Pendidikan ...................... 66
B. Pembahasan .......................................................................................... 70
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................... 83
B. Saran ..................................................................................................... 84
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 86
LAMPIRAN ....................................................................................................
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Tabel 4.1 Jumlah penduduk Desa Latawe berdasarkan jenis kelamin ............. 50
Tabel 4.2 Klasifikasi jenis pekerjaan masyarakat Desa Latawe ...................... 51
Tabel 4.3 Tingkatan pendidikan masyarakat Desa Latawe berdasarkan usia.. 55
Tabel 4.4 Jumlah sekolah, guru dan siswa yang ada di Desa Latawe .............. 56
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan sumber daya laut yang
melimpah, sehingga banyak masyarakat yang memanfaatkan wilayah pesisir
sebagai mata pencaharian utama.Namun, dengan kondisi sumber daya laut
yang melimpah dikawasan pesisir nyatanya belum mampu mensejahterakan
masyarakat, wilayah pesisir merupakan salah satu kawasan yang identiik
dengan kemiskinan.
Kualitas sumber daya manusia yang rendah merupakan ciri umum
masyarakat pesisir diberbagai wilayah di Indonesia.Kesulitas ekonomi tidak
memberikan kesempatan pada anak-anak pesisir untuk berpartisipasi aktif
dalam dunia pendidikan.Banyak anak yang dituntut untuk harus bekerja
sebagai nelayan disaat mereka masih berada pada usia-usia sekolah, bekerja
membantu orang tua untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Cara pandang dan anggapan masyarakat pesisir pantai terhadap dunia
pendidikan, hal-hal yang berkenaanmengenai pendidikan formal masyarakat
pesisir tradisional Indonesia,yang masih rendah tingkat kesadaran terhadap
pentingnya pendidikan formal bagi masa depan. Masyarakat pesisir juga
memandang pendidikan formal tidaklah begitu penting bagi kehidupan, hal
ini diperparah lagi dengan banyaknya orang tua dengan berbagi macam
alasan baik karena masalah ketidakmampuan ekonomi, maupun alasan lainya,
sehingga tidak bersedia menfasilitasi anak-anaknya menuntut ilmu ketingkat
pendidikan formal yang lebih tinggi.
1
Karakteristik masyarakat pesisir yang ditentukan oleh polainteraksi
social, faktor-faktor sosial, ekonomi, lingkungan, agama, bahasa, budaya,
adat istiadat, yang tumbuh dan berkembang serta memberikan ciri khusus
yang membedakan antara masyarakat yang tinggal di daerahpesisir dengan
masyarakat yang tinggal di daerah pengunungan ataumasyarakat yang tinggal
di daerah dataran rendah.
Salah satu hal mendasar yang dimiliki adalah ketergantungan
masyarakat pesisir terhadap iklim atau musim, pada musim penangkapan (
musim teduh ) para nelayan sangat sibuk melaut dan pada musim paceklik
kegiatan melautmenjadi berkurang sehingga banyakpara nelayan yang
terpaksa tidak melaut,hal ini menyebabkan tidak adanya pemasukan untuk
memenuhi kebutuhan., sehingga berpengaruh terhadap masalah-masalah
sosial masyarakat.
Kondisi kesejahteraan masyarakat pesisir yang agak sulit tentu sangat
dirasakan oleh nelayan-nelayan tradisional, apalagi disaat angin musiman
yang berhembus kencang sehingga memaksa mereka untuk tidak melaut
bahkan berhari-hari. Dalam situasi demikian masyarakat pesisir akan
diperhadapkan dengan tiga persolana yang cukup krusial bagi mereka, yaitu :
(1) pergulatan untuk memenuhi kehidupan sehari-hari, (2) tersendatnya
kebutuhan pendidikan anak-anaknya, (3) terbatasnya akses mereka terhadap
jaminan kesehatan.
Hal ini yang menjadi salah satu penyebabrendahnya sumber daya
manusia di daerah pesisir dan menimbulkanpermasalahan-permasalahan
sosial masyarakat yang terjadi akibatrendahnya kesadaran warga masyarakat
pesisir terhadap pentingnyapendidikan formal, ditambah lagi dengan adanya
anggapan bahwakeahlian dalam melaut tidak ditemukandalam pendidikan
formal melainkan melalui pengalaman langsung ( terjun langsung kelapangan
), pemikiran inilah yang seolah menjerumuskan masyarakat pesisir kedalam
jurang kemiskinan. Padahal pendidikan merupakan modal social yang sangat
berharga untuk meningkatkan status sosaial.
Salah satu fenomena yang sering terjadi pada daerah pesisir adalah
tercemarnya laut oleh sampah-sampah dan limbah industri disekitar pantai
dan kerusakan terumbu karang akibat penggunaan bom ikan yang merusak
terumbu karang, permasalah laut dan pesisir ini terjadi akibat rendahnya
tingkat pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai lingkungan tempat
hidupnya yaitu pesisir pantai yang seharusnya pengetahuan itu dapat mereka
peroleh dari bangku pendidikan.
Di Indonesia, pendidikan yang diwajibkan bagi seluruh warganya
adalahpendidikan dasar 9 tahun atau dinamakan wajar dikdas 9 tahun.
Kesempatanmemperoleh pendidikan dasar yang layak merupakan hak bagi
warga negara,tanpa terkecuali. Hak yang sama dalam memperoleh pendidikan
berarti tidakadanya latar belakang sosial, ekonomi, budaya yang membedakan
dalammemperoleh pendidikan bagi setiap siswa.Hal tersebut sesuai dengan
Undang-Undang Dasar tahun 1945 pasal 31 ayat (1) dan ayat (2) yang
berbunyi bahwa:
1. setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan,
2. setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemeritah
wajib membiayainya.
Terselenggaranya pendidikan dasar 9 Tahun di Indonesia ini
nampaknya masih banyak siswa yang belum dapat menikmatinya, selain itu
adanya pendidikan dasar ini diberikan agar siswa mampu untuk
mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan dasar yang perlu
dimiliki warga negara sebagai bekal untuk dapat hidup dengan layak di
masyarakat serta, dapat melanjutkan pendidikannya ke tingkat yang lebih
tinggi.
Pelaksanaan wajib belajar 9 tahuntidak serta-merta berjalan dengan
mulus, namun banyak kendala yang dihadapi oleh pemerintah. Salah satu
masalah yang timbul dalam pencapaian wajib belajar 9 tahun adalah siswa
yang putus sekolah dan yang tidak dapat melanjutkan pendidikan ke tingkat
yang lebih tinggi.Pemerintah telah memberikan progam yang baik untuk
penuntasan wajib belajar 9 tahun, namun dalam implementasinya masih
banyak siswa yang putus sekolah pada usia wajib belajar 9 tahun.
Program wajib belajar 9 tahun tidak sepenuhnya berjalan bukan karena
kesalahan pemerintah, ada hal-hal lain yang membuat program ini tidak
berjalan sepenuhnya.Salah satunya adalah akibat respon masyarakat terhadapa
pendidikan itu sendiri, khusunya masyarakat pesisir yang kebanyakan
tidakberpartisipasi aktif dalam pendidikan formal.Tentu ini menjadi sebuah
problematika tersendiri di dalam dunia pendidikan.
Permasalahan lain yang juga terjadi adalah kebanyakan daerah di
Indonesia khusunya daerah pesisir belum mendapatkan fasilitas yang setara
dengan daerah-daerah lain, fasilitas pendidikan di daerah pesisir sangat kurang
memadai salah satu factor utama yaitu akses yang sulit untuk dijangkau.
Misalnya pada masyarakat pesisir yang tinggal di pulau-pulau terpencil. Hal
ini tentu juga berdampak pada menurunnya motivasi siswa untuk bersekolah.
Dari berbagai penelitian sebelumnya yang pernah dibaca dibahwa pada
dasarnya permasalahan sosial yang dihadapi masyarakat pesisir tentu amat
beragam dalam dunia pendidikan. Setiap masyarakat diperhadapkan oleh
permasalahan yang berbeda-beda dalam upaya mengenyam bangku
persekolahan.Banyak masyarakat yang menganggap bahwa pendidikan itu
baik, urgen dan sangat perlu bagi generasi muda, tapi banyak juga masyarakat
yang apatis tentang pendidikan. Respon masyarakat baik dan buruknya dapat
dilihat dari angka partisipasi masyarakatnya akan pendidikan, jika masyarakat
merepon baik pendidikan maka tentu angka partisipasi pendidikan sangat
tinggi. Tapi jika masyarakat tidak merespon dengan baik tentu angka putus
sekolah, angka buta huruf, dan pengangguran di daerah tersebuh akan tinggi.
Pada dasarnya setiap masyarakat memiliki permasalahan yang
berbeda-beda dan begitu sangat kompleks. Terkhusus pada masyarakat pesisir
begitu banyak problematika yang dihadapi dalam proses pelaksanaan
pendidikan salah satunya yaitu masyarakat pesisir masih berada pada
perekonomian garis menengah kebawah, sehingga berpengaruh kepada
kehidupan social ekonomi dan pendidikan. Pendidikan merupakan sebauh
modal social yang dapat menjadi sarana untuk keluar dari garis kemiskinan,
sehingga perlunya pendidikan harus dirasakan oleh semua kalangan
masyarakat berdasarkan prinsip keadilan social.
Pemerintah telah berusaha untuk menjadikan pendidikan lebih merata
dan dirasakan oleh semua kalangan masyarakat, namun pendidikan di
Indonesia yang dianggap oleh masyarakat merupaka kebutuhan yang begitu
mahal saat memasuki jenjang yang lebih tinggi dan menyebabkan persepsi
mereka terhadap pendidikan menjadi sedikit berbeda.
Di saat seorang anak sudah memasuki jenjang pendidikan meneengah
atas atau bahkan tingkat perguruan tinggi, difase inilah masyarakat pesisir
mengalami kesulitan untuk menfasilitasi/membiayai, di akibatkan kebutuhan
dan pendapatan yang belum saling menutupi akibat penghasilan yang tidak
menentu yang menyebabkan mereka menutup peluang anak-anaknya untuk
menuntut ilmu ke jenjang yang lebih tinggi. Hal lain yang berpengaruh
terhadap pendidikan masyarakat pesisir adalah budaya konservatif orang tua,
dimana orang tua yang dulunya memang tak mengenyam bangku pendidikan
sangat berpengaruh terhadap kebijakan untuk memberikan fasilitas pendidikan
kepada anaknya atau tidak.
Realitas sosial yang kebanyakan terlihat bahwa pada prosesnya
masyarakat pesisir memang tidak terlalu pro aktif dalam dunia pendidikan,
banyak masyarakat berfikir bahwa sekolah merupakan kebutuhan yang amat
mahal dengan biaya yang besar, kemudian masyarakat berfikir bahwa dengan
selesainya bersekolah seorang anak tidak akan di jamin apakah akan
mendapatkan kehidupan yang sejahtera, layak atau tidak di kemudian hari. Hal
lain juga di pengaruhi oleh fasilitas yang belum sepenuhnya merata di bidang
pendidikan terkhusus daerah pesisir terpencil, ini tentu mengurangi minat dan
motivasi siswa dan orang tua untuk aktif dalam dunia pendidikan.
Permasalahan yang dihadapi masyarakat pesisir dewasa ini adalah
kebanyakan masyarakat yang tidak mengenyam bangku sekolah menjadi acuh
terhadap masa depan anaknya. Kemudian permasalahan lain yang juga dihdapi
adalah pada usia sekolah seorang anak dipaksa untuk membantu orang tua
bekerja sebagai nelayan. Seorang anak yang kemudian pendidikanya
terganggu akibat harus membagi waktu untuk sekolah dan mencari uang
membuat sekolahnya terbengkalai bahkan berhenti untuk sekolah. Tak adanya
inisiatif orang tua untuk bagaimana caranya agar bisa menyeimbangkan
pendidikan anaknya dengan tanggung jawab seorang anak untuk membantu
orang tuanya. Hal ini dilatar belakangi oleh kurangnya pemahaman orang tua
untuk bertanggung jawab terhadap masa depen anaknya.
Permasalahan ini tentu menarik untuk diteliti lebih jauh, untuk melihat
sebenanya bagaimana masyarakat merespon pendidikan itu sendiri. Dari
fenomena di atas bahwa masyarakat seolah tak merespon baik pendidikan itu
sendiri terlihat dari minimnya angka partisipasi pendidikan masyarakat pesisir.
Berbagai permasalahan yang dihadapi masyarakat pesisir mulai dari
permasalahan fasilitas pendidikan, permasalahan ekonomi, rendahnya
pendidikan orang tua serta rendah minat seorang anak untuk menuntut ilmu,
permasalhan-permasalahan inilah yang menjadi faktor penyebabkan
masyarakat kurang merespon positif pendidikan. Pendidikan seolah tidak
memberikan dampak apa-apa bagi masyarakt pesisir. Padahal tujuan
pendidikan sebenarnya adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, untuk
meningkatkan sumber daya manusia, meningkatkan skill dan ilmu
pengetahuan yang tentu berguna bagi masyarakat untuk keluar dari jurang
kemiskinan.
Berdasarkan permasalahan dan fenomena di atas maka peneliti
berinisiatif untuk melakukan penelitian dengan judul Respon Masyarakat
Pesisir terhapat Pendidikan di Desa Latawe Kecamatan Napanokusambi
Kabupaten Muna Barat. Peneliti ingin melihat bagaimana sebenarnya
respon masyarakat terhadap pendidikan, penelitian ini akan menggali lebih
jauh bagaimana sebenarnya pemahaman masyarakat tentang pendidikan dan
sejauh mana mereka merespon pendidikan itu seendiri dan mencoba untuk
memecahkan permasalahan yang terjadi disana.
B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan permasalahan di atas, maka penulis menyimpulkan
beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah respon masyarakat pesisir terhadap pendidikan di Desa
Latawe Kecamatan Napanokusambi Kabupaten Muna Barat ?
2. Bagaimanakah bentuk partisipasi masyarakat pesisir terhadap dunia
pendidikan di Desa Latawe Kecamatan Napanokusambi Kabupaten Muna
Barat ?
C. Tujuan Penelitian
Dari permasalahn yang di paparkan, maka tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui :
1. Untuk mengetahui respon masyarakat terhadap pendidikan di Kecamatan
Napanokusambi.
2. Untuk mengetahui bentuk partisipasi masyarakat pesisisr terhadap dunia
pendidikan.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Untuk menambah pengalaman peneliti tentang potret kehidupan
masyarakat pesisir yang lebih mendalam.
b. Hasil penelitian ini di harapkan dapat menambah pengetahuan dan
wawasan peneliti tentang bagaimana respon masyarakat pesisir
terhadap pendidikan.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Masyarakat
1. Memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya
dunia pendidikan bagi generasi muda.
2. Menambah edukasi masyarakat bahwa untuk keluar dari jurang
kemiskinan salah satu upayanya adalah dengan bersekolah.
3. Diharapkan dengan proses ini minset berfikir masyarakat yang
konservatif akan berubah menjadi pemikiran yang evolusioner dan
paham betul dampak buruk dari kebodohan dan buta huruf.
b. Bagi Dinas Pendidikan
Diharapkan agar pemerintah melalui dinas pendidikan dapat
memberikan perhatian khusus terhadap masyarakat pesisir terutama
sector pendidikannya. Mensosialisasikan tentang pentingnya
pendidikan bagi anak-anak pesisir, selain sebagai peningkatan sumber
daya manusia juga sebagai peningkatan taraf kehidupan masyarakat
melalui jalur pendidikan.
E. Definisi Operasional
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa istilah yang
menjadi kunci, yaitu :
1. Definisi Respon
Respon adalah suatu istilah untuk menamakan suatu reaksi
terhadap rangsangan yang diterima.Respon seseorang dapat dalam bentuk
baik atau buruk, positif atau negatif.Apabila respon positif maka orang
yang bersangkutan cenderung untuk menyukai atau mendekati objek,
sedangkan respon negatif cenderung untuk menjauhi objek tersebut.
Perubahan sikap dapat menggambarkan bagaimana respon
seseorang atau sekelompok orang terhadap objek-objek tertentu seperti
perubahan lingkungan atau situasi lain. Sikap yang muncul dapat positif
yakni cenderung menyenangi, mendekati dan mengharapkan suatu objek,
seseorang disebut mempunyai respon positif dilihat dari tahap kognisi,
afeksi, dan psikomotiorik.Sebaliknya seseorang mempunyai respon
negatif apabila informasi yang didengarkan atau perubahan suatu objek
tidak mempengaruhi tindakan atau malah menghindar dan membenci
objek tertentu.
Respon respon tertentu terikat dengan kata-kata.Dan oleh karna itu
ucapan dapat berfungsi sebagai mediator atau menentukan hierarki mana
yang bekerja.Artinya sosialisasi yang mempergunakan bahasa, baik lisan
maupun tulisan merupakan media strategis dalam pembentukan respon
masyarakat. Apakah respon tersebut terbentuk respon positif mauapun
negatif, sangat tergantung pada sosialisasi dari objek yang akan direspon.
Respon dalam penelitian ini akan diukur dalam tiga aspek, yaitu persepsi,
sikap, dan partisipasi.
2. Masyarakat Pesisir
Masyarakat pesisir merupakan kelompok orang yang tinggal di
daerah pesisir dan sumber kehidupan perekonomiannya bergantung secara
langsung pada pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir.Golongan
masyarakat pesisir yang dianggap paling memanfaatkan hasil laut dan
potensi lingkungan perairan dan pesisir untuk kelangsungan hidupnya
adalah nelayan (Kusnadi, 2006: 26).
3. Pendidikan
Dalam UU Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003
disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
negara (UU sisdiknas no 20 th 2003:3). Pendidikan juga bisa dikatakan
sebagai proses belajar untuk mengetahui dari yang tidak tahu menjadi
tahu, artinya, dalam pendidikan biasanya bertujuan untuk
mentransformasikan ilmu pengetahuan dari guru kepada muridnya.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Teori dan Konsep
1. Konsep Respon
Sarlito, 1995 mendefinisikan respon adalah setiap tingkah laku
pada hakikatnya merupakan tanggapan atau balasan( respon ) terhadap
rangsangan atau stimulus. Hal senada yang di definisikan oleh Gulo, 1996
di mana dia menyatakan bahwa respon adalah suatu reaksi atau jawaban
yang bergantung pada stimulus atau merupakan hasil stimulus tersebut.
Pernyataan para ahli di atas memang memiliki kesamaan meski ada
redaksi kata yang sedikit berbeda, tetapai pada dasarnya definisi di atas
memiliki makna yang sama yaitu respon merupakan tanggapan atau
reaksi atas stimulus yang telah di berikan, jadi respon merupakan jawaban
dari stimulus yang telah diberikan.
Menurut Astrid S. Susanto Respon adalah reaksi penolakan
atau pengiyaan ataupun sikap acuh tak acuh yang terjadi dalam diri
seseorang setelah menerima pesan. Menurut definisi yang di sampaikan
oleh Astrid bahwa respon merupaksan jawaban terhadap sebuah pesan,
jawabannya baik mengiyakan sesatu, menolak atau bahwan acuh atau
tidak memperdulikan pesan tersebut . Setidaknya ada jawaban yang di
sampaikan untuk merespon stimulus tadi entah ia berbau positif atapun
negative. Sedangkan Menurut Jalaluddin Rahmat di dalam ( Mutiara,
2011 : 225 ) respon diartikan sebagai suatu kegiatan dari organism itu
bukanlah semata mata suatu gerakan yang positif, setiap jenis kegiatan
12
yang ditimbulkan oleh suatu perangsang dapat juga di sebut respon. Jadi
apa yang di sampaikan oleh Jalaluddin juga hampir sama dengan yang si
sampaikan oleh Gulo dan Sarlito , respon itu adalah sesatu yang timbul
dari sebuah rangsangan.
Berdasarkan teori yang dikutip dari psikologi komunikasi
karangan Jalaludin Rahmat maka respon dapat diklasifikasikan dalam tiga
kategori :
1. Respon Kognitif
Respon ini timbul dengan adanya perubahan terhadap apa yang
dipahami oleh khalayak. Respon ini juga berkaitan dengan
pengetahuan, kecerdasan, dan informasi seseorang mengenai suatu hal.
2. Respon Afektif
Respon ini berkaitan dengan emosi, sikap, dan nilai seseorang
terhadap sesuatu.Respon ini timbul apabila ada perubahan pada
apa yang disenangi khalayak terhadap sesuatu.
3. Respon Konatif
Respon ini berkaitan dengan prilaku nyata yang meliputi
tindakan, kegiatan, atau kebiasan berprilaku. Dalam hal ini yang
merupakn tindakan, kegiatan atau kebiasaan pendengar Program Kelas
Malam terhadap prilaku dan tindakan sehari-hari.
2. Konsep Masyarakat Pesisir
Menurut Satria, 2004 masyarakat pesisir adalah sekumpulan
masyarakat yang hidup bersama-sama mendiami wilayah pesisir
membentuk dan memiliki kebudayaan yang khas yang terkait dengan
ketergantungannya pada pemanfaatan sumberdaya pesisir. Hal senada
dengan yang diungkapkan oleh Iron dalam Mulyadi 2005, masyarakat
pesisir adalah masyarakat yang hidup, tumbuh dan berkembang di
kawasan pesisir, yakni suatu kawasan transisi antara wilayah darat
dan laut.
Satria menyatakan bahwa masyarakat pesisir merupakan
masyarakat yang juga memiliki kebudayaan yang khas dan berbeda
dengan masyarakat lain, karena pada dasarnya kebudayaan setiap
masyarakat itu berbeda tergantung dari letak geografis wilayah tempat
mereka tinggal. Misalnya masyarakat yang tinggal di daerah pegunungan
tentu berbeda kebudayaannya dengan masyarakat pesisir, misalnya dari
segi mata pencaharian masyarakat pesisir lebih dominan sebagai seorang
nelayan, sedangkan masyarakat pegunungan tentu dominan menjadi
seorang petani.Masyarakat pesisir menurut Satria juga sangat
menggantungkan hidupnya kepada sumber daya laut, masyarakat pesisir
lebih memanksimalkan potensi laut untuk memenuhi kebutuhan mereka
sehari hari, misalnya menangkap ikan dengan menggunakan jaring,
pancing, jala dan masih banyak lagi ragam alat-alat nelayan yang
digunakan.
Sedangkan menurut Iron bahwa masyarakat pesisir itu merupakan
masyarakat yang tinggal di daerah transisi antara wilayah darat dan laut.
Tempat tinggal masyaarakat pesisir yang berada di daerah transisi ini
tentu memberikan keuntungan tersendiri pada masyarakat pesisir, dengan
keuntungan itu tentu bias di manfaatkan masyarakat pesisir untuk
memiliki beragam profesi misalnya menjadi seorang nelayan, juga
menjadi seorang petani. Daerah transisi ini juga terkadang menjadi tempat
di dirikannnya pelabuhan pelabuhan yang tentu bisa mengangkat
perekonomian masyarakat pesisir.
3. Hakikat Pendidikan
KI. Hajar Dewantara ( Bapak Pendidikan Nasional ) menjelaskan
tentang pengertian pendidikan yaitu, Pendidikan umumnya berarti daya
upaya untuk memajukan budi pakerti ( karakter, kekuatan batin ), pikiran
( intellect ) dan jasmani anak-anak selaras dengan alam dan
masyarakatnya. Pendidikan menurut KI Hajar Dewantara merupakan
upaya untuk memajukan budi pakerti, akhlak dan moral atau karakter
seorang anak. Di dalam dunia pendidikan seorang anak akan memperoleh
ilmu pengetahuan dan keagamaan serta bimbingan dari seorang guru,
untuk membentuk moral dan karakter seorang siswa. Selain karakter
siswa yang terbentuk dengan berpendidikan seorang anak akan
mendapatkan ilmu pengetahuan yang akan meningkatkan kecerdasan
intelektual, spiritual dan juga emosionalnya.
Menurut Paulo Freire pendidikan merupakan jalan menuju
pembebasan yang permanen dan diri dari dua tahap. Tahap pertama
adalah masa di mana manusia menjadi sadar akan pembebasan mereka
yang melalui praksis mengubah keadaan itu. Tahap kedua di bangun atas
tahap yang pertama dan merupakan sebuah proses tindakan kultural yang
membebaskan.
Pendidikan yang akan membebaskan berarti bahwa dengan menempuh
jalur pendidikan, seseorang akan terbebas dari kebodohan, buta huruf dan
kemiskinan. Dengan berpendidikan seseorang akan bisa mengubah
kehidupan keluarganya, misalnya seorang anak dari keluarga miskin yang
kemudian bersekolah ke jenjang yang lebih tinggi yakni sarjana, doctor
ataupun profesor. Dengan gelar yang dimiliki tentu saja akan lebih mudah
untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan kehidupan yang layak. Hal
ini akan terlihat bahwa pendidikan merupakan jalan untuk terbebas dari
jurang kemiskinan dan kebodohan. Di dalam kajian stratifiksi sosial bahwa
salah satu jalan untuk meningkatkan atau naik ke stratifikasi atas adalah
dengan jalur pendidikan.
Konsep pendidikan menurut Ibnu Khaldun, pendidikan adalah
mentransformasikan nilai-nilai pengalaman untuk mempertahankan
eksistensi manusia dalam masyarakat yang berkebudayaan serta zaman
yang terus berkembang, maka pendidikan sebagai suatu proses untuk
mewujudkan suatu masyarakat yang berkebudayaan serta masyarakaat
yang seutuhnya.
Dari sini dapat di simpulkan bahwa pendidikan menurut Ibnu
Khaldun merupakan suatu konsep yang akan menanamkan nilai-nilai
kebudayaan, nilai-0nilai kemanusiaan. Karena pada hakikatnya manusia
merupakan mahluk yang berbudaya, dengan menanamkan nilai-nilai
budaya di dalam dunia pendidikan, tentu akan semakin melestarikan
kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat di tengah perkembangan zaman
yang sangat cepat. Tetaoi tidak boleh lupa bahwa nilai-nilai kemanusiaan
merupakan hal yang fundamental juga untuk kita pelajari, sebab deengan
memahami nilai kemanusiaan tentu manusia akan bias menmpatkan diri
sebagai manusai yang sebenarnya. Sebagaimana pendidikan merupakan
upaya untuk memanusiakan manusia.
Definisi pendidikan menurut UU NO. 20 Tahun 2003 tentang
SISDIKNAS yaitu :
“ Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktid
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, serta keterampilan yang di perlukan dirinya masyarakat,
bangsa dan negara “
Pendidikan menjadi sebuah wadah bagi seorang siswa untuk biasa
mengembangkan potensi dan mengasah bakatnya agar memiliki keahlian,
sikap religious dan bertanggung jawab kepada masyarakat dan Negara. Ini
berarti bahwa menjadi seorang yang terpelajar ada beban moral / tanggung
jawab yang di emban, bukan hanya sekadar menjadi seorang siswa atau
mahasiswa, tapi di saat di butuhkan masyarakat seorang pelajar harus bisa
menunjukkan rasa tanggung jawab tersebut. Dengan pendidikan yang
berkualitas akan melahirkan SDM yang baik, yang akan berguna bagi
negara sebagai kebutuhan tenaga kerja. Sudah sepatutnya pemerintah
menigkatkan kualitas pendidikan, karena dengan kualitas pendidikan yang
baik maka akan melahirkan SDM yang berkualitas.
Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan pancasila
dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang
berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan
tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.Sitem pendidikan nasional
adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara
terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Adapun fungsi dari pendidikan nasional yang tertuang dalam
Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional
yaitu “ Mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.Adapun
prinsip penyelenggaraan pendidikan yang terdapat dalam Undang-undang
No. 20 Tahun 2003 tentang system pendidikan nasional adalah sebagai
berikut :
1. Pendidikan di selenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta
tidak diskriminasi dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai
keagamaan, nilai cultural dan kemajemukan bangsa.
2. Pendekatan diselenggarakan sebagai suatu kesatuan yang sistematik
dengan system terbuka dan multi makna.
3. Pendidikan di selenggarakan sebagai suatu proses penbudayaan dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
4. Pendidikan diselenggarakan dengan member keteladanan, membangun,
kemauan dan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.
5. Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca,
menulis dan menghitung bagi segenap warga masyarakat.
6. Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen
masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan
pengendalian mutu pelayanan pendidikan.
Selain itu pendidikan nasional mempunyai visi yaitu terwujudnya
system pendidikan sebagai pranata social yang kuat dan berwibawa untuk
memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi
manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab
tantangan zaman yang selalu berubah. Dengan visi pendidikan tersebut,
pendidikan nasional mempunyai misi sebagai berikut :
1. Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh
pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Membantu dan menfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara
utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan
masyarakat belajar.
3. Meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk
mengoptimalkan pembentuan kepribadian yang bermoral.
4. Meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaha pendidikan
sebagai pusat penbudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan
pengalaman, sikap dan nilai berdasarkan standar nasional dan global.
5. Memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan berdasrkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 Pasal 13 ayat 1
dinyatakan bahwa jalur pendidikan terdiri dari pendidikan formal, non-
formal dan informal.
1. Pendidikan Formal
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan
berjenjang yang terdiri atas pendidikan anak usia dini ( TK/RA ),
pendidikan dasar ( SD/MI ), prndidikan menengah ( SMP/MTs dan
SMA/MA ), dan pendidikan tinggi ( Universitas ). Pendidikan formal
terdiri dari pendidikan formal berstatus negri dan pendidikan formal
berstatus swasta.
Ciri-ciri Pendidikan Formal antara lain :
a. Tempat pembelajarannya di gedung sekolah
b. Ada persyaratan khusus untuk menjadi peserta didik
c. Kurikulumnya jelas
d. Materi pelajaran bersifat akademis
e. Proses pendidikannya memakan waktu yang lama
f. Ada ujian formal
g. Penyelenggara pendidikan adalah pemerintah atau swasta
h. Tenaga pengajar memiliki klasifikasi tertentu
i. Diselenggarakan dengan administrasi yang seragam
2. Pendidikan Non-Formal
Pendidikan non formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan
formal yang dapat dilaksanakan secara berstruktur dan berjenjang.
Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil
program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian
penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah atau
pemerintah daerah dengan mengacu kepada standar nasional
pendidikan. Seperti lembaga kursus dan pelatihan, kelompok belajar,
sanggar dll.
Ciri-ciri pendidikan nonformal antara lain :
a. Tempat pembelajarannya bisa diluar gedung
b. Kadang tidak ada persyaratan khusus
c. Umumnya tidak memiliki jenjang yang jelas
d. Ada program tertentu yang khusus hendak ditangani
e. Bersifat praktis dan khusus
f. Pendidikannya berlangsung singkat
g. Terkadang ada ujian
h. Dapat dilakukan oleh pemerintah atau swasta
3. Pendidikan Informal
Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan
yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Hasil pendidikan
informal diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal
setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional
pendidikan. Seperti : Pendidikan agama, budi pakerti, etika, sopan
santun, moral dan sosialisasi.
Ciri-ciri pendidikan informal antara lain :
a. Tempat pembelajarannya bisa dimana saja
b. Tidak ada persyaratan
c. Tidak berjenjang
d. Tidak ada program yang direncanakan secara formal.
e. Tidak ada materi tertentu yang harus tersaji secara formal
f. Tidak ada ujian
g. Tidak ada lembaga sebagai penyelenggara
B. Landasan Teori
1. Teori S-O-R ( Carl Iver Hovland, 1930)
Model ini menunjukkan bahwa komunikasi merupakan proses aksi-
reaksi. Artinya model ini mengasumsikan bahwa kata-kata verbal, isyarat
non verbal, simbol-simbol tertentu akan merangsang orang lain
memberikan respon dengan cara tertentu.
Teori ini mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya
perubahan prilaku tergantung kepada kualitas rangsangan (stimulus) yang
berkomunikasi dengan organism. Artinya kualitas dari sumber komunikasi
(sources) misalnya kredibilitas, kepemimpinan, gaya berbicara sangat
menentukan keberhasilah perubahan prilaku seseorang, kelompok atau
masyarakat.
Teori S-O-R ( Stimulus – Organisme – Respons ) ini lahir karena
adanya pengaruh dari ilmu psikologi, hal ini karena objek kajian psikologi
terutama yang berhubungan dengan behavioristik dan komunikasi adalah
sama, yaitu jiwa manusia yang meliputi sikap, opini, perilaku, kognisi
afeksi dan konasi.
Komponen dalam model S-O-R : ( Effendy, 2013 : 254 )
a. Stimulus, yaitu berupa rangsangan yang di dalamnya mengandung
pesan-pesan atau gagasan.
b. Organism, yaitu individu atau komunikan yang akan menjadi objek
proses komunikasi persuasive.
c. Respons, yaitu berupa efek yang akan terjadi sebagai sebuah akibat dari
adanya stimulus.
Dalam teori kita akan melhat sejauh mana masyarakat merespon
pendidikan. Pemerintah telah menfasilitasi masyarakat untuk
berpartisipasi dalam dunia pendidikan. Tapi yang menjadi
permasalahan adalah motivasi masyarakat yang rendah untuk
berpendidikan tentu menjadi bukti bahwa masyarakat pesisir
takmerespon baik pendidikan, apakah disebabkan karena faktor
ekonomi maupun di sebabkan karena faktor fasilitas yang kurang
memadai.
2. Teori Struktur Fungsional ( Talcot Parson )
Didalam teori struktur dan fungsional Talcot Parson, di dalam
(Ritzer & Goodman, 2003:121) dengan sistim AGIL memandang sistim
dalam masyarakat sebagai satu kesatuan, dan semua sistim harus
berfungsi sesuai dengan fungsinya agar sistim sosial dapat berlangsung
sesuai dengan tujuannya.
Teori ini selalu berbasis masalah, terkait permasalahan pendidikan
yang ada di daerah pesisir tentu teori ini relevan untuk di angkat. Bahwa
problem yang terjadi masyarakat pesisir tentu akibat dari salah satu unsur
sistem yang tidak berjalan dengan baik. Misalnya fenomena masyarakat
pesisir yang kurang merespon baik pendidikan, tentu ini terjadi akibat
beberapa faktor entah di akibatkan fasilitas yang kurang baik, motivasi
yang rendah atau akibat intervensi orang tua yang buruk terhadap masa
depana anak.
3. Teori Tindakan Sosial ( Max Weber )
Tindakan rasional instrumental ( Zwerk Rational ) merupakan suatu
tindakan yang dilakukan seseorang didasarkan atas pertimbangan dan
pilihan sadar yang berhubungan dengan tujuan tindakan itu dan
ketersediaan alat yang dipergunakan untuk mencapainya.
Sesuai dengan teori diatas bahwa peneliti akan melihat bagaimana
tindakan masyarakat terhadap pendidikan anak-anaknya. Tentu ini
merupakan tindakan sadar masyarakat, sebuah keputusan yang tentu
berdampak pada masa depen anaknya. Tindakan masyarakat untuk peduli
akan pendidikan anaknya juga harus di tunjang dengan adanya alat yang
digunakan misalnya infrastruktur sekolah, biaya pendidikan yang harus
dipersiapkan orang tua dan lain sebagainya.
4. Pemetaan Landasan Teori
Korelasi antara teori SOR dengan penelitian Respon Masyarakat
Pesisir terhadap Pendidikan, di dalam teori SOR ada beberapa elemen
yaitu stimulus, organism dan respon.Sedangankan di dalam pebelitian juga
kita ingin mencari tau respon masyarakat.
a. Stimulus, yaitu berupa rangsangan yang di dalamnya mengandung
pesan-pesan atau gagasan.Didalam teori ini stimulus merupakan pesan
dan gagasan jika kita kaitkan gagasan ini dengan objek penelitian maka
stimulus merupakan pendidikan yang pemerintah tawarkan atau berikan
kepada masyarakat, pendidikan yang kemudian di sosialisasikan dan
difasilitasi oleh pemerintah untuk masyarakat. Masyarakat kemudian di
wajibkan untuk pro aktif dalam berpendidikan dengan program
pemerintah wajib belajar 9 tahun, sebab pendidikan yang pemerintah
tawarkan merupakan sebuah ide yang akan mengubah masyarakat dari
pemikiran primitive ke pemikiran yang jauh lebih baik, dan
pendidikana kan menjadi jembatan untuk meningkatkan SDM sebagai
aset dan modal untk mencapai kesejahteraan hidup.
Pemerintah bertanggung jawab unutk mensosialisasikan akan
pentingnya pendidikan itu, sebab pendidikanlah yang memberantas
kebodohan, ketertinggalan di dalam masyarakat. Ssalah satu tolak ukur
keberhasilan suatu negara adalah dengan melihat kualitas sumber daya
manusianya.Sebuah negara di katakana maju apabila angka buta huruf
dan peningkatan kualitas pendidikan jauh lebih baik.
Stimulus inilah yang kemudian hadir di dalam masyrakat, dan dalam
penelitian ini kita akan melihat bagaimana respon masyarakat terhadap
stimulus yang di berikan pemerintah. Pemerintah harus pro aktif dalam
membuka mindset masyarakat agar masyarakat berpartisipasi aktif
didalam dunia pendidikan.
b. Organism, yaitu individu atau komunikan yang akan menjadi objek
proses komunikasi persuasive.
Organisme merupakan masyarakat pesisir yang akan menjadi objek
tujuan stimulus, masyarakatlah yang akan di lihat sejauh mana mereka
mengaplikasikan stimulus yang di berikan oleh pemerintah yaitu berupa
pendidikan yang di sediakan pemerintah untuk masyrakat.
c. Respons, yaitu berupa efek yang akan terjadi sebagai sebuah akibat dari
adanya stimulus.
Dari stimulus yang di berikan kepda organism atau dari pendidikan
yang di berikan kepada masyarakat pesisir kita akan melihat bagaimana
efek, bagaimana respon atau tanggapan masyarakat dari pendidikan
yang telah di berikan. Apakah masyarakat merespon pendidikan ini
dengan baik atau tidak.Respon masyarakat dapat kita lihat dari bentuk
partisipasinnya dalam dunia pendidikan.Jika masyarakat pesisir
merespon baik pendidikan, maka akanterlihat dalam bentuk
partisipasinya, misalnya para orang tua memotivasi dan mendukung
anak-anaknya untuk bersekolah.Sebab mereka sadar bahwa pendidikan
merupakan sebuah hal yang penting untuk generasi mereka. Tetapi
apabila tidak terlihat adanya keinginan dan respon baik masyarakat
pesisir terhadap pendidikan, maka mereka tentu akan lebih memilih
untuk tidak memberikan pendidikan formal kepada anaknya.
Sebagaimana di katakana sebelumnya bahwa respon yang baik
tergantung dari kualitas stimulus.
Respon inilah yang kemudian ingin peneliti cari tau secara mendalam
terhadap orgenisme atau masyarakat pesisir berdasarkan stimulus yang
di berikan pemerintah berupa pendidikan.
Teori Struktur Parson selalu berbasis masalah, terkait
permasalahan pendidikan yang ada di daerah pesisir tentu teori ini
relevan untuk di angkat. Bahwa problem yang terjadi masyarakat pesisir
tentu akibat dari salah satu unsur sistem yang tidak berjalan dengan
baik. Misalnya fenomena masyarakat pesisir yang kurang merespon
baik pendidikan, tentu ini terjadi akibat beberapa faktor entah di
akibatkan fasilitas yang kurang baik, motivasi yang rendah atau akibat
intervensi orang tua yang buruk terhadap masa depana anak.
Sesuai dengan teori tindakan sosial diatas bahwa peneliti akan
melihat bagaimana tindakan masyarakat terhadap pendidikan anak-
anaknya. Tentu ini merupakan tindakan sadar masyarakat, sebuah
keputusan yang tentu berdampak pada masa depen anaknya. Tindakan
masyarakat untuk peduli akan pendidikan anaknya juga harus di tunjang
dengan adanya alat yang digunakan misalnya infrastruktur sekolah,
biaya pendidikan yang harus dipersiapkan orang tua dan lain
sebagainya.
C. Kerangka Pikir
Respon adalah reaksi penolakan atau pengiyaan ataupun sikap acuh
tak acuh yang terjadi dalam diri seseorang setelah menerima pesan. Respon
merupakan sebuah reaksi yang diperlihatkan oleh masyarakatterhadap sebuah
stimulus yang diberikan. Stimulus yang dimaksud adalah pendidikan. Pada
penelitian ini peneliti ingin melihat bagaimana respon masyarakat pesisir
terhadap pendidikan yang disediakan oleh pemerintah. Masyarakat pesisir
pada dasarnya masyarakat yang apatis terhadap pendidikan, terlihat dari
angka pastisipasi pendidikan yang rendah di daerah pesisir. Sebagai bukti
bahwa banyak masyarakat pesiisr yang buta huruf, kemudian tingginya angka
putus sekolah dan banyaknya anak-anak yang sama sekali tak pernah
mengenyam bangku sekolah.
Kurangnya minat masyarakat pesisir untuk pro aktif di dunia
pendidikan tentu menjadi sebuah problematika.Masyarakat pesisir yang di
harapkan juga untuk bisa berpartisipasi dengan baik di dalam dunia
pendidikan agar memangkas generasi yang apatis terhadap pendidikan yang
tentu menjadi salah satu akar penyebab rendahnya partisipasti pendidikan
masyarakat yang berimbas pada anak tak bersekolah dan anak putus sekolah.
Berdasarkan problematika yang begitu kompleks dihadapi masyarakat
pesisir tentu akan lahir sebuh reaksi atau tanggapan masyarakat pesisir
terhadap beberapa fenomena yang telah dijelaskan. Respon inilah yang akan
dilihat dan digali oleh peneliti. Tentu dengan fenomena kurangnya partisipasi
pendidikan masyarakat memiliki sebuah alasan. Alasan inilah yang akan
menjawab apakah masyarakat merespon baik pendidikan atau masalah
sebaliknya. Ataukah masyarakat merespon baik tapi tak bisa
mengimplementasikan dalam wujud hal-hal baik ( berpendidikan ).
Berikut merupakan bagan kerangka pikir dengan judul penelitian
Respon Masyarakat Pesisir terhdapa Pendidikan di Desa Latawe Kecamatan
Napanokusambi Kabupaten Muna Barat
Bagan Kerangka Pikir
.
Penelitian ini akan mengupas dua hal pokok sesuai dengan rumusan
masalah bahwa penelitian ini akan fokus melihat bagaimana respon
masyarakat pesisir terhadap pendidikan. Dilihat dari bagaimana mereka
memahami hakikat pendidikan itu, seberapa penting pendidikan bagi generasi
muda dan melihat tindakan apa yang harus mereka lakukan untuk pendidikan
anak-anaknya. Kemudian untuk membuktikan respon masyarakat baik atau
tidaknya kita perlu melihat angka pasrtisipasinya, jika pasrtisipasinya baik
tentu dapat dikatakan respon masyarakat baik dan aktif, tapi jika
partisipasinya rendah maka dapat disimpulkan bahwa masyarakat pesisir
masih pasif akan dunia pendidikan.
Respon Masyarakat Pesisir Terhadap Pendidkan
Respon Masyarakat Pesisir
Partisipasi Masyarakat Pesisir
Hasil dan Temuan
D. Penelitian Relevan
Ada beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang akan
dilakukan yaitu :
1. Himayatun Nisa‟ 2016, Persepsi Masyarakat Nelayan Terhadap
Pendidikan Tinggi, penelitian di lakukan di Desa Legung Timur yang
berada di kecamatan Batang-Batang Kota Sumenep Kota Madura.
Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan jenis
penelitian study kasus, Informan terdiri dari beberapa orang yaitu kepala
Desa Legung Timur, Masyarakat nelayan Desa Kegung Timur dan anak
masyarakat Desa Legung timur, peneliti tidak menyebutkan secara jelas
jumlah informannya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1). Keadaaan keluarga masyarakat
nelayan di Desa Legung Timur Kecamatan Batang-batang Kabupaten
Sumenep Madura adalah sudah lebih dari cukup, ada juga yang masih
kekurangan dalam memenuhi kebutuhannya, (2). Persepsi masyarakat
nelayan terhadap pendidikan tinggi ditinjau dari stratifikasi sosialnya
adalah pendidikan tinggi itu hampir semua responden mengatakan penting,
agar anaknya tidak bernasib seperti orang tuanya, akan tetapi sebagian
juga megatakan tidak perlu asal bisa baca tulis itu sudah cukup. (3).
Persentase dana pendidikan yang dikeluarkan oleh rumah tangga nelayan
untuk dana pendidikan anaknya adalah bagi nelayan juragan hasil
pendapatan melaut untuk biaya pendidikan masih tersisa banyak dan
bahkan masih bisa disimpan, sedangkan nelayan perorangan sisanya hanya
bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok, dan bagi nelayan buruh
tidak cukup bahkan harus harus hutang demi membiayai pendidikan anak.
2. Aminul Khoir 2015, Persepsi Masyarakat Nelayan terhadap Pendidikan
Formal Anak di Desa Kedawang Kecamatan Nguling Kabupaten
Pasuruan, Jenis penelitian ini yaitu penelitian kualitatif dengan pendekatan
studi kasus. Lokasi penelitian berada di Desa Kedawang. Informan dalam
penelitian ini, yaitu Kepala Desa Kedawang, tokoh masyarakat, serta
beberapa masyarakat nelayan yang mempuyai anak usia sekolah.
Hasil penelitian ini menunjukan kondisi sosial masyarakat nelayan
meliputi meliputi cara berinteraksi dan karakteristik masyarakat seperti
suka berkelompok, pekerja keras, kurang sadar lingkungan, solidaritas
yang tinggi, memiliki sistem kekerabatan yang tinggi, dan tingkat
ketergantungan tinggi terhadap alam dan orang lain. Adapun hasil
penelitian mengenai alasan masyarakat nelayan pendidikan formal anak
menunjukkan respon positif yang ditunjukan oleh informan.
3. Neng Risma 2016, Respon Masyarakat terhadap Pendidikan di Perguruan
Tinggi (Mendeskripsikan tentang Masyarakat di Desa Tanjungjaya
Pakenjeng-Garut). Penelitian ini di lakukan dengan menggunakan metode
deskripsi yang menggambarkan dan menjelaskan penelitian berdasarkan
hasil temuan di lapangan, dengan jenis data kualitatif. Teknik
pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara dan
kepustakaan
Hasil temuan di lapangan, memperlihatkan bahwa masyarakat Desa
Tanjungjaya memiliki keinginan untuk melanjutkan anak-anaknya ke
perguruan tinggi. Karena alasan tertentu yaitu ingin anaknya memiliki masa
depan yang lebih baik ketimbang dengan orang tuanya. Selain itu ditemukan
sebagian masyarakat berpandangan negatif yang menganggap bahwa
pendidikan di perguruan tinggi hanya membuang-buang waktu dan uang saja,
belum tentu yang melanjutkan ke perguruan tinggi bisa sukses.Tanpa
melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi kita bisa mempertahankan
hidup.Adapun faktor yang mempengaruhi respon masyarakat yaitu fakor
pendorong dan faktor penghambat. Faktor pendorong di antaranya: faktor
intern dan faktor ekstern, faktor intern yaitu keluarga dan minat diri sendiri,
adapun faktor ekstern yaitu lingkungan. Sedangkan faktor penghambat di
antaranya yaitu keterbatasan ekonomi dan masih terkungkung dengan budaya
lama.
Dari hasil penelitian terdahulu di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa
penelitian sebelumnya ada kesamaan dan ada perbedaan-perbedaan dengan
dengan penelitian yang akan di lakukan. Penelitian pertama ingin melihat
bagaimana respon masyarakat nelayan terhadap pendidikan tinggi dan telah di
uraikan tentang hasil penelitiannya di atas. Persamaan tentu terletak pada
focus penelitiannya yaitu masyarakat nelayan yang tentu hamper sama
dengan masyarakat pesisir, kemudian persamaan kedua terletak pada metode
yang di gunakan yaitu metode kualitatif deskriftif, sedangkan perbedaannya
yaitu penelitian yang di lakukan peneliti pertama menfokuskan pada
pendidikan / perguruan tinggi, kemudia perbedaan kedua terletak pada lokasi
yang tentun berbeda dengan penelitian yang akan di lakukan.
Penelitian kedua juga ingin melihat persepsi masyarakat nelayan
tentang pendidikan formal, letak perbedaan yaitu pada fous penelitiiannya
yang menitik fokuskan pada pendidikan formal anak.Sedangkan persamaan
tentu pada masyarakatnya yakni masyarakat nelayan yang tentu sudah
menjadi bagian dari masyarakat pesisir, kemudia yang kedua penelitian di
atas juga menggunakan metode kualitatif deskriftif.
Penelitian ketiga mengangkat judul tentang respon masyarakat
terhadap pendidikan tinggi, darisegi perbedaan terlihat bahwa peneliti
sebelumnya menfokuskan pada masyarakat secara umum sedangkan
penelitian yang akan di lakukan menfokuskan pada masyarakat peisir yang
tentu lebih spesifik, perbedaan kedua terletak pada objek penelitian yaitu
pendidikan di perguruan tinggi yang hamper sama dengan peneliti pertama.
Metodenya juga menggunakan metode kualitatif dan lokasi penelitian juga
berbeda.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Ada tiga jenis metodologi penelitian yaitu kuantitatif, kualitatif dan
campuran kuantitatif dengan kualitatif. Dalam penelitian ini digunakan jenis
penelitian kualitatif deskriptif. Menurut Creswell(2010:4), penelitian
kualitatif merupakan metode metode untuk mengeksplorasi dan memahami
makna yang oleh sejumlah individu atau sekelompok orang dianggap berasal
dari masalah sosial atau kemanusiaan.
Selain itu menurut Sugiono ( 2012 : 9 ) juga mengemukakan
penelitian kualitatif sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada
filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek
alamiah, di mana peneliti adalah sebagai instrument kunci, teknik
pengumpulan data dengan triangulasi, analisis data bersifat induktif atau
kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada
generalisasi.
Menurut Nana Syaodih Sukmadinata ( 2011 : 73 ) penelitian deskriptif
kualitatif ditujukan untuk mendeskripsikan dan menggambarkan fenomena-
fenomena yang ada, baik bersifat alamiah maupun rekayasa manusia, yang
lebih memperhatikan mengenai karakteristik, kualitas, keterkaitan antar
kegiatan. Selain itu penelitian deskriptif tidak memberikan perlakuan,
manipulasi atau pengubahan pada variable-variabel yang diteliti, melaikan
menggambarkan suatu kondisi yang apa adanya.
Noor (2009: 34), penelitian kualitatif digunakan jika masalah belum
34
jelas, mengetahui makna yang tersembunyi, memahami interaksi sosial,
mengembangkan teori, memastikan kebenaran data, dan meneliti sejarah
perkembangan. Proses penelitian kualitatif ini melibatkan upaya-upaya
penting, seperti mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan prosedur-prosedur,
mengumpulkan data yang spesifik dari partisipan, dan menganalisis datas
ecara induktifmulai dari tema-tema yang khusus ke tema-tema umum,
danmenafsirkanmaknadata.
Creswell (2010: 20) menerangkan bahwa metodologi kualitatif dapat
dilakukan dengan berbagai pendekatan antaralain: penelitian partisipatoris,
analisis wacana, etnografi, grounde theory, studi kasus,fenomenologi, dan
naratif.
Dalam penelitian inidigunakan pendekatan studi kasus sebagai bagian
daripenelitiankualitatif. Pemilihan pendekatan studi kasus karena peneliti
ingin mengkaji secara mendalam tentang masyarakat pesisir, bagaimana
respon masyarakat pesisir tentang pendidikan dan membaca fenomena-
fenomena yang terjadi serta mencoba memecahkan permasalahan yang ada di
lokas penelitian.
Creswell (2010:20) mengatakan bahwa studi kasus merupakan strategi
penelitian dimana didalamnya peneliti menyelidiki secara cermat suatu
program, peristiwa, aktivitas, proses, atau sekelompok individu. Yin (2011:
1) mengatakan studi kasus adalah sebuah penyelidikan empiris yang
menginvestigasi fenomena kontemporer dalam kontek skehidupan nyata,
khususnya ketika batas antara fenomena dan konteks tidak begitu jelas. Ary
dalam Idrus(2009:57), studi kasus adalah suatu penyelidikan intensif tentang
seorang individu, namun studi kasus terkadang dapat juga di pergunakan
untuk menyelidiki unit sosial yang kecil sepertikeluarga, sekolah, kelompok-
kelompok “geng” anak muda.Pendekatan penelitian studi kasus berfokus
pada spesifikasi kasus dalam suatukejadian baik itu yangmencakup
individu,kelompokbudaya, ataupun suatupotret kehidupan.
Tujuan penggunaan penelitian studi kasus menurut Yin (2011: 2)
adalah untuk menjelaskan bagaimana keberadaan dan mengapa kasus tersebut
terjadi. Penelitian studi kasus bukan sekedar menjawab pertanyaan penelitian
tentang„apa‟(what) obyek yang diteliti, tetapi lebih menyeluruh dan
komprehensif lagi adalah tentang „bagaimana‟ (how) dan „mengapa‟ (why).
Studi kasus digunakan dalam penelitian ini karena studi kasus
merupakan salah satu metode penelitian ilmu-ilmu sosial. Dengan
menggunakan studi kasus peneliti berharap bisa mendapatkan informasi dan
pengetahuan secara ilmiah.
B. Lokus dan Waktu Penelitian
1. Lokus Penelitian
Lokus / lokasi penelitian bertempat di Desa Latawe, Kecamatan
Napanokusambi, Kabupaten Muna Barat, Sulawesi Tenggara.Masyarakat
Desa Latawe merupakan masyarakat yang mayoritas bekerja di sektor
perikanan / nelayan. Masyarakat di sana memiliki angka buta huruf yang
cukup tinggi. Kurangnya pendidikan masyarakat memang di sana terlihat
dari jenis pekerjaan yang homogen tentu tidak membutuhkan background
akademik yaitu nelayan.Selain isu tersebut isu yang paling menarik
adalah kurangnya minat masyarakat untuk pro aktif di dalam dunia
pendidikan.Terlihat bagaimana minimnya minat orang tua
untukmenfasilitasi anak-anaknya menempuh pendidikan tinggi, meskipun
keadaan ekonomi mendukung. Issue inilah yang akan peneliti angkat
sebagai topik utama untuk meneliti tentang Respon Masyarakat Pesisir
terhadap Pendidikan di Desa Latawe Kecamatan Napanokusambi
Kabupaten Muna Barat.
2. Waktu Penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian dilaksanakan sejak tanggal 6 Agustus – 27
Agustus 2019 menliputi tahap observasi, pengambilan data dll.
C. Informan Penelitian
Informan penelitian adalah subjek yang memahami dan mampu
memberikan informasi pada penelitian sebagai pelaku maupun orang lain
yangmemahami objek penelitian. Terdapat kriteria-kriteria untuk menentukan
informan penelitian menurut para ahli.
Menurut Spradley ( Moleong, 2014 : 165 ) informan harus memiliki
beberapa kriteria yang harsu dipertimbangkan, yaitu :
1. Informan yang intensif menyatu dengan suatu kegiatan atau medah
aktifitas yang menjadi sasaran atau perhatian penelitian dan ini biasanya
ditandai oleh kemampuan memberikan informasi diluar kepala tentang
sesuatu yang ditanyakan.
2. Informan masih terikat secara penuh serta aktif pada lingkungan dan
kegiatan yang menjadi sasaran penelitian
3. Informan mempunyai cukup banyak waktu dan kesempatan untuk dimintai
informasi.
4. Informan yang dalam memberikan informasi tidak cenderung diolah atau
dikemas terlebih dahulu dan mereka relatif masih lugu dalam memberikan
informasi.
Hendarso dalam Suryanto ( 2009 ) mengemukakan ada tiga macam
sumber informasi yaitu :
1. Informan kunci ( key informan ) yaitu mereka mengetahui dan dapat
memberikan data yang diperlukan oleh peneliti dalam hal ini adalah
masyarakat pesisir di Desa Latawe, Kecamatan Napanokusambi,
Kabupaten Muna Barat.
2. Informan utama yaitu mereka yang terlibat secara langsung dalam
interaksi sosial yang diteliti. Informan utama dalam penelitian ini adalah
anak-anak usia sekolah dan anak-anak yang tidak bersekolah dikalangan
masyarakat pesisir yang terlibat maupun tidak terlibat dalam aktifitas
pendidikan masyarakat di Desa Latawe Kecamatan Napanokusambi
Kabupaten Muna Barat.
3. Informan tambahan, yaitu mereka yang dapat memberikan informasi
walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang diteliti.
Informan tambahan adalah kepala Desa Latawe ataupun aparat desa
lainnya yang tentu mereka sedikit mengetahui karakter masyarakatnya.
Pemilihan informan ini melalui pertimbangan bahwa orang yang
dipilih dapat memberikan informasi yang jelas sesuai dengan tujuan dan
permasalahan yang sedang diteliti. Teknik penentuan informan dapat
dilakukan dengan teknik Purposive sampling atau judgmental sampling, yaitu
penarikan informan secara purposive merupakan cara penarikan informan
yang dilakukan memilih subjek berdasarkan kriteria spesifik yang ditetapkan
peneliti.
D. Fokus Penelian
Dalam penelitian ini dapat difokuskan masalah terlebih dahulu supaya
tidak terjadi perluasan permasalahan yang nanti akan tidak sesuai dengan
tujuan penelitian ini. Tanpa adanya fokus penelitian ini, peneliti akan terjebak
oleh banyaknya datayangdiperoleh ketika terjun ke lapangan,sehinggadalam
penelitianiniyangmenjadifokuspenelitian dari peneliti masyarakat Desa
Lataweyangnotabanenya merupakan masyarakatpesisir.Peneliti akan
menginterview masyarakat mulai dari orang tua, anak hingga aparat desa.
Fokus peneliti tentu ingin melihat bagaimana sebenarnya respon masyarakat
pesisir akan dunia pendidikan serta sejauh mana masyarakat peisisr
berpartisipasi dalam dunia pendidikan.
E. Jenis dan Sumber Data
Dalam penelitian ini digunakan data primer dan data sekunder.
1. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber asalnya, data
primer di peroleh melalui.
a. Observasi yaitu pengumpulan data dalam kegiatan penelitian yang
dilakukan dengan mengamati kondisi yang berkaitan dengan obyek
penelitian.
b. Interview yaitu wawancara mendalam ( in dept interview ) yaitu
mengadakan wawancara dengan informan yang bertujuan untuk
mendapatkan informasi yang lebih mendalam tentang berbagai aspek
yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.
2. Data sekunder adalah data yang telah diolah sebelumnya yang diperoleh
dari dokumentasi maupun studi pustaka. Adapun data sekunder diperoleh
melalui :
a. Dokumentasi yang dapat diasumsikan sebagai sumber data tertulis yang
terbagi dalam dua kategori yaitu sumber resmi dan sumber tidak resmi.
Sumber resmi merupakan dokumen yang dibuat/dikeluarkan oleh
lembaga atau perorangan atas nama lembaga. Sumber tidak resmi
adalah merupakan dokumen yang di buat atau dikeluarkan oleh individu
bukan atas nama lembaga. Dokumen yang akan di jadikan sebagai
sumber refrensi dapat berupa hasil rapat, laporan pertanggung jawaban,
surat dan catatan harian.
b. Studi pustaka merupakan langkah yang sangat penting dalam metode
ilmiah untuk mencari sumber data sekunder yang akan mendukung
penelitian dan untuk mengetahui sampai kemana ilmu yang
berhubungan dengan penelitian telah berkembang, sampai kemana
terdapat kesimpulan dan degeneralisasi yang pernah dibuat. Cara yang
dilakukan dengan mencari data-data pendukung ( data sekunder ) pada
berbagai literatur baik berupa buku-buku, dokumen-dokumen, makalah-
makalah hasil penelitian, serta bahan-bahan referensi lainnya yang
berkaitan dengan penelitian.
F. Instrumen Penelitian
Arikunto ( 2006 : 160 ) instrumen penelitian adalah alat yang
digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaan lebih
mudah dan hasilnya lebih baik. Instrumen penelitian adalah sebuah alat bantu
untuk memperoleh data dalam penelitian. Instrumen penelitian merupakan
salah satu unsur penelitian yang sangat penting karena berfungsi sebagai
sarana pengumpulan data yang banyak menentukan keberhasilan suatu
peneliti. Instrumen penelitian adalah peneliti sendiri, oleh karena itu peneliti
sebagai instrumen juga harus divalidasi sejauh mana peneliti siap melakukan
penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan.
Dalam proses pengumpulan data instrumen penelitian yang disediakan
berupa :
1. Lembar Observasi
Instrumen ( alat ukur ) yang digunakan pada teknik observasi yaitu berupa
lembar observasi ( pedoman observasi ). Lembar observasi adalah daftar
kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan.
2. Pedoman Wawancara
Pedoman adalah panduan, petunjuk atau acuan. Sedangkan wawancara
adalah percakapan yang berupa tanya jawab yang dilakukan oleh
narasumber dan peneliti yang terdiri dari dua orang bahkan lebih dan
dalam waktu yang telah ditentukan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
pedoman wawncara yakni panduan dalam melakukan kegiatan wawancara
yang terstruktur dan telah ditetapkan oleh pewawancara dalam
mengumpulkan data-data penelitiian baik itu tugas akhir, skripsi dan lain
sebagainya. Pedoman wawancara terdiri dari sejumlah pertanyaan tertulis
yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden/informan.
3. Dokumentasi
Secara umum dokumentasi adalah aktifitas atau proses sistematis dalam
melakukan pengumpulan, pencarian, penyelidikan, pemakaian dan
penyediaan dokumen untuk mendapatkan keterangan, penerangan
pengetahuan dan bukti serta menyebarkannya kepada pengguna. Ada juga
yang mendefinisikan dokumen sebagai aktivitas atau proses penyediaan
dokumen-dokumen dengan menggunakan bukti yang akurat berdasarkan
pencatatan sebagai sumber informasi.
G. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, pengumpulan data peneliti menggunakan data
teknik sebagai penggalian data, diantaranya dalam bentuk:
1. Observasi
Observasi atau pengamatan adalah proses pengambilan data dalam
penelitian ini dimana penliti atau pengamat melihat situasi penelitian.
Teknik ini digunakan untuk mengamati dari dekat dalam upaya mencari
dan menggali data melalui pengamatan secara langsung dan mendalam
terhdap objek yang diteliti. Menurut James dan Dean dalam Paizaluddin
dan Ermalinda(2013:113), obervasi adalah mengamati (watching) dan
mendengar (listening) prilaku seseorang selama beberapa waktu tanpa
melakukan manipulasi atau pengendalian.
Namun yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi partisifasi
pasif, moderat dan aktif yang penjelasanya adalah sebagai berikut:
a. observasi partisipasi pasif, peneliti datang dilokasi penelitian tetapi
tidak ikut terlibat dalam kegiatan yang dilaksanakan di lokasi hanya
melakukan pengamatan dari jauh.
b. Observasi partisipasi moderat, dalam observasi ini peneliti dalam
mengumpulkan data ikut observasi partisipatif dalam beberapa
kegiatan, tetapi tidak semuanya.
c. Observasi partisipasi aktif, dalam observasi ini peneliti ikut
melaksanakan apa yang dilakukan oleh informan penelitian, tetapi
belum sepenuhnya lengkap.
2. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara
(interviewee) yang memberikan atas pertanyaan itu.
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data oleh
peneliti untuk menentukan permasalahan yang lebih mendalam dari
responden. Teknik wawancara yang dilakukan peneliti ada 2 yaitu
wawancara tidak terstruktur dan wawancara terstruktur.
a. Wawancara tidak terstruktur
Wawancara tidak terstruktur digunakan dalam penelitian
pendahuluan untuk mendapatkan informasi awal tentang berbagai isu
atau permasalahan terhadap apa yang akan diteliti. Wawancara tidak
terstruktur maksudnya adalah wawancara yang bebas dimana peneliti
tidak memiliki pedoman wawancara yang telah tersusun secara
lengkap.
b. Wawancara terstruktur
Wawancara terstruktur digunakan untuk mendapatkan
gambaran permasalahan yang lebih lengkap. Beberapa ciri dari
wawancara terstruktur meliputi daftar pertanyaan dan kategori
jawaban yang telah disiapkan, kecepatan wawancara terkendali dan
tidak ada fleksibilitas.
Peneliti melakukan wawancara terhadap mahasiswa baru
mengenai regenerasi bullying yang dilakukan oleh para senior. Mula-
mula peneliti memperkenalkan diri serta menyampaikan maksud dan
tujuan melaksanakan penelitian dengan bahsa yang mudah dipahami.
3. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan suatu pengumpulan data dengan
menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen
tertulis, gambar, maupun elektronik. Dokumentasi adalah sebuah cara
yang dilakukan untuk menyediakan bukti yang akurat dari pencatatan dari
sumber-sumber informasi khusus.
Penggunaan dokumentasi ini didasarkan atas:
a. Dokumentasi dan rekaman merupakan sumber informasi yang stabil,
akurat, dan dapat dianalisis kembali.
b. Berguna sebagai bukti untuk suatu penguji
c. Dokumentasi dan rekaman merupakan sumber informasi yang kaya,
secara kontekstual relevan dan bersandar pada konteksnya.
H. Hasil Analisis Data
Data yang diperoleh akan dianalisis secara kualitatif yang mana di
paparkan secara deskriptif. Dengan menggambarkan masalah secara jelas dan
mendalam. Karakteristik penelitian kualitatif menurut Lexi J Moleong (2017)
adalah deskripsi yang dikumpulkan berupa kata-kata gambaran bukan berupa
angka-angka.
Data yang diperoleh dilapangan kemudian diolah secara kualitatif
dengan melalui tiga tahap reduksi data, yaitu:
1. Reduksi Data
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan
pada hal penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu.
Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran
yang lebih jelas untuk mempermudah peneliti untuk melakukan
pengumpulan data, dan mencarinya jika diperlukan.
2. Penyajian data
Setelah data diresuksi maka langkah selanjutnya adalah penyajian data.
Melalui penyajian data maka terorganisasikan, tersusun dalam pola
hubungan, sehingga akan semakin mudah dipahami. Dalam penelitian
kualitatif, penyajian data biasa dilakukan dalam bentuk uraian singkat,
bagan, hubungan antar kategori, flowcheart atau sejenisnya.
3. Penarikan kesimpulan
Penarikan kesimpulan ini dilakukan secara konduktif, kesimpulan yang
diambil kemudian diferifikasi dengan jalan meninjau ulang catatan
lapangan dan mendiskusikanya guna mendapatkan kesepakatan
intersubjektif, hingga dapat diperoleh kesimpulan yang kokoh.
I. Teknik Keabsahan Data
Pengabsahan data atau vasilitas data ini diterapkan dalam rangka
membuktikan kebenaran temuan hasil penelitian dengan kenyataan
dilapangan. Dalam pengujian keabsahan data menggunakan triangulasi yaitu
teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain.
Diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding
terhadap data itu. Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan adalah
pemeriksaan melalui sumber Iainnya.Untuk memperkuat keabsahan data,
maka peneliti mengadakan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap
data yang telah dikumpulkan. Ada empat trianggulasi yang dilakukan dalam
pengabsahan data yaitu trianggulasi sumber, trianggulasi teknik,trianggulasi
peneliti dan trianggulasi waktu.
1. Trianggulasi sumber adalah data yang diperoleh oleh beberapa sumber
dengan menggunakan cara wawancara, observasi dan dokumentasi. Data
tersebut diperoleh daribeberapa informan yang telah ditentukan, lalu data
yang diperolah peneliti kemudian diinterpretasikan ke setiap bab.
Kemudian peneliti menyimpulkan dari berbagai hasil yang telah diperoleh
dari beberapa informan tersebut. Wawancara yang dilakukan peneliti
adalah wawancara dari sumber pertama sampai sumber selanjutnya.
2. Trianggulasi teknik adalah penelitimenggunakan teknik yang berbeda-beda
dengan sumber yang sama. yaitu awalnya mcnggunakan teknik wawancara
kemudian peneliti menggunakan teknik observasi kepada sumber yang
sama. Dan peneliti juga menggunakan teknik dukumemasi kepada sumber
yang sama. Hal ini untuk lebih memudahkan peneliti mendapatkan basil
yang akurat dan terpercaya.
3. Trianggulasi peneliti adalah peneliti melihat atau memeriksa kembali hasil
data yang telah didapatkan atau diperoleh di lapangan dengan cara
mencocokkan hasil wawancara, observasi dan dokumentasi yang telah
didapatkan dari beberapa sumber yang terkait dalam masalah yang
diangkat oleh peneliti. Dengan melakukan cara seperti itu maka hasil yang
diperoleh peneliti dapat lebih dipercaya.
4. Trianggulasi waktu adalah data yang telah dikumpulkan dengan cara
memveriflkasi kembali data melalui informasi yang sama pada waktu yang
berbeda. Peneliti. menggunakan wawancara dengan waktu yang berbeda
dengan sumber lainnya, dengan mendapatkan hasil tersebut dilakukan
dengan waktu beberapa minggu untuk merangkum semua hasil yang telah
didapatkanoleh peneliti, baik itu hasil wawancara, observasi dan
dokumentasi
BAB IV
GAMBARAN HISTORIS LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Lokasi Penelitian
Desa Latawe merupakan desa yang terletak disebelah utara Kabupaten
Muna Barat, karena lokasinya yang berada di sepanjang pesisir pantai utara
Kabupaten Muna Barat menjadikan masyarakat Desa Latawe mayoritas
bekerja sebagai nelayan
Desa Latawe memiliki keindahan tersendiri di banding desa-desa
lainnya di kecamatan Napanokusambi, karena wilayahnya yang strategis
berada di pesisir pantai utara Pulau Muna. Laut yang biru dan pemandangan-
pemandangan lalu lintas perahu-perahu nelayan yang melalu lalang menjadi
keindahan tersendiri.
B. Keadaan Geografis
1. Letak Geogafis Kecamatan Napano Kusambi
Desa Latawe merupakan wilayah yang berada di kecamatan
napanokusambi. Kecamatan Napanokusambi merupakan sebuah
kecamatan baru hasil pemekaran dari kecamatan Napabalano dan
kecamatan Kusambi, sehingga lahirlah nama Kecamatan Napano
Kusambi. Kecamatan Napano Kusambi terletak di bagian utara pulau
muna barat. Secara geografis, Napano Kusambi terletak di bagian selatan
garis khatulistiwa. Memanjang dari utara keselatan di antara 4o38 – 4o46
Lintang selatan dan membentang dari barat ke timur di antara 122.35o -
122.39o Bujur Timur.
48
Batas wilayah administrasi kecamatan Napano Kusambi sebagai berikut :
- Sebelah utara berbatasan dengan dengan selat tiworo
- Sebelah timur berbatasan dengan kecamatan napabalano
- Sebelah selatan berbatasan dengan kecamatan kusambi
- Sebelah utara berbatasan dengan selat tiworo
Luas daratan kecamatan Napano Kusambi yaitu sekitar 77,19 KM2 yang
terletak di bagian utara Pulau Muna Barat. Kecamatan Napano Kusambi
terdiri atas 6 desa yaitu Masara, Lahaji, Umba, Kombikuno, Tangkumaho
dan Latawe.
2. Letak Geografis Desa Latawe
Luas wilayah Desa Latawe adalah 13,14 Km2. Batas-batas Desa
Latawe , dibagian barat berbatasan dengan selat tiworo, sebelah timur
berbatasan dengan Desa Tangkumaho, sebelah selatan berbatasan dengan
Desa Kombikuno dan sebelah utara berhadapan dengan selat tiworo.
Letak Desa Latawe yang berpusat pada daerah pesisir pantai
menyebabkan pemukiman yang tergolong padat. Hal ini di karenakan
masyarakat pesisir Desa Latawe yang mayoritas bekerja sebagai nelayan
lebih senang membangun pemukiman di sepanjang garis pantai, agar lebih
dekat dengan laut yang notabennya menjadi ladang rezeki bagi
masyarakat. Pemukiman yang berputas pada garis pantai tentu memiliki
beberapa potensi yang juga membahayakan bagi masyarakat, misalnya
saat musim angin tiba, tentu berdampak pada ketinggian gelombang air
laut yang juga mengancam pemukiman masyarakat.
3. Keadaan Iklim
Desa Latawe pada umumnya beriklim tropis dengan suhu antara
rata-rata antara 25`C - 27`C. Seperti halnya daerah lain di Kabupaten
Muna Barat pada bulan November sampai juni angin telah bertiup dari
benua asia dan samudra pasifik mengandung banyak uang air yang
menyebabkan terjadinya hujan di sebagian besar wilayah Indonesia
termasuk Desa Latawe. Sedangkan musim kemarau terjadi antara bulan
Juli dan Oktober, dimana pada bulan ini angin bertiup dari benua Australia
yang sifatnya kering dan sedikit mengandung uap air.
C. Keadaan Penduduk
1. Jumlah Penduduk
Jika kita melihat data statistic jumlah penduduk Desa Latawe di
bandingkan dengan desa-desa lain yang ada di kecamatan napanokusambi,
jumlah penduduk desa latawe merupakan jumlah penduduk terbanyak.
Table 4.1 Klasifikasi jumlah penduduk Desa Latawe berdasarkan jenis
kelamin.
Penduduk / Populasi
NO Desa Laki-laki Perempuan Rumah Tangga/
KK
Jumlah
1 Latawe 762 729 279 1491
Sumber: Data Proyeksi Penduduk 2017
2. Jenis Pekerjaan
Masyarakat Desa Latawe merupakan masyarakat yang cukup
heterogen jenis pekerjaannya, namun berdasarkan letak geografis yang
berada di daerah pesisir tentu juga berpengaruh terhadap jenis pekerjaan
masyarakat. Alhasil masyarakat Desa Latawe mayoritas bekerja di sektor
kelautan yakni menjadi seorang nelaayan.
Tabel 4.2 Klasifikasi jenis pekerjaan masyarakat Desa Latawe.
No Jenis Pekerjaan Laki-laki Perempuan Jumlah
1 Nelayan 196 3 199
2 Petani 63 7 70
3 Pedagang Keliling 0 3 3
4 Buruh Tani 3 3 6
5 Peternak 1 1 2
6 Pegawai Negeri Sipil
3 2 5
258
Sumber : Prodeskel
Jenis pekerjaan masyarakat yang mayoritas sebagai nelayan tentu juga
berpengaruh terhdap pendidikan anak-anak. Masyarakat nelayan dalam
mengerjakan pekerjaan selalu melibatkan anak-anak mereka. Banyak
anak-anak yang harus membantu orang tuanya saat ada waktu libur atau
pada saat sore hari. Hal ini sedikit demi sedikit menghambat waktu anak
untuk fokus sekolah.
3. Sarana dan Prasarana Desa Latawe
Desa Latawe merupakan sebuah desa yang cukup padat
penduduknya, selain itu wilayahnya yang terletak di daerah pesisir pantai
tentu saja menjadikan sulitnya akses air bersih. Air bersih yang di alirkan
dari daerah ketinggian ke daerah pesisir tentu membuat semakin berharga
air bersih sehingga berdampak pada biaya pengeluaran masyarakat pesisir
akan air bersih cukup besar. Terlihat dari jumlah sumur gali yang hanya
berjumlah 16 dan 6 buah tangki air. Kesulitan air memang sering terjadi di
daerah Desa Latawe, apalagi di saat adanya gangguan pada mesin air
ataupun kebocoran pipa yang tentu membuat masyarakat harus menunggu
perbaikan.
Fasilitas kesehatan masyarakat Desa Latawe masih bergantung
pada Puskesmas yang ada di desa lain, karena belum adanya puskesmas
yang ada di Desa Latawe. Sedangkan fasilitas pendidikan sudah cukup
baik, dari bbrpa jenjang pendidikan hanya SMA yang belum ada di Desa
Latawe. Pelajar-pelajar di Desa Latawe jika melanjutkan Sekolah
menengah harus menyebrang di desa lain yang berjarak 8-15 Km.
STRUKTUR ORGANISASI PEMERINTAHAN DESA LATAWE
KEPALA DESA Daerah, S.Pd
KAUR UMUM Patahangi
SEKRTARIS DESA Jalil Aswak
KASI PEMERINTAHAN La Ode Habili
KASI PELAYANAN Tayeb
KAUR KEUANGAN Asma, S.Pd
KEPALA DUSUN II La Ode Tutu
KEPALA DUSUN I Tarring
D. Keadaan Pendidikan
Pendidikan merupakan modal berharga bagi anak-anak untuk meraih
masa depannya, sehingga orang tua sepatutnya membekali anak-anaknya
untuk menuntut ilmu setinggi-tingginya. Selain untuk merubah masa depan
pendidikan juga menjadi wadah untuk meningkankan status sosial
masyarakat. Alangkah bahagianya jikalau seorang anak pesisir yang
notabennya merupakan daerah terpencil bisa sukses dan mengangkat derajat
orang tuanya.
Keadaan pendidikan masyarakat Desa Latawe tergolong baik dari segi
infrastruktur, hal ini di karenakan jenjang pendidikan yang sudah ada dan
hampir semua tersedia di desa. Hanya jenjang Sekolah menegah atas yang
masih agak jauh dari Desa Latawe. Kualitas pendidikan masyarakat pada
umumnya masih minim, terbukti banyaknya orang-orang tua yang pendidikan
masih rendah, misalnya tidak tamat sekolah bahkan tidak pernah sama
sekolah merasakan pendidikan. Hal ini tentu juga dapat berpengaruh terhadap
perhatian orang tua akan pendidikan anak-anaknya. Masih terdapat orang-
orang tua yang tidak memberikan dukungan penuh untuk menfasil;itasi
anaknya untuk bersekolah. Entah karena factor ekonomi, factor minat anak
yang kurang bahkan diakibatkan karena orang tua yang sama sekolai kurang
memotivasi anak.
Tabel 4.3 Tingkatan pendidikan masyarakat Desa Latawe berdasarkan usia :
NO Tingkat Pendidikan Laki-laki Perempuan Jumlah
1 Usia 3-6 tahun yang belum masuk TK 36 21 57
2 Usia 7 – 18 tahun yang tidak pernah
sekolah
63 65 128
3 Usia 18 – 56 tahun yang tidak pernah
sekolah
89 70 159
4 Tamat SD / Sederajat 53 55 108
5 Usia 18-56 yang tidak tamat SLTA 43 47 90
6 Tamat SMA / Sederajat 42 57 99
7 Tamat S1 / Sederajat 11 5 16
8 Usia 3-6 tahun yang sedang TK/Play
Group
23 31 54
9 Usia 7-18 tahun yang sedang sekolah 164 161 325
10 Usia 18-56 tahun pernah SD tetapi tidak
tamat
53 57 110
11 Usia 12-56 tahun tidak tmat SLTP 30 40 70
12 Tamat SMP/Sederajat 45 48 93
13 Tamat D1/Sederajat 0 2 2
14 Tamat S2 / Sederajat 0 1 1
Prodeskel 2014
Dari data diatas terlihat bahwa pada usia sekolah masih banyak
anak-anak yang tidak bersekolah bahkan berhenti sekolah. Padahal jika
melihat fasilitas pendidikan di Desa Latawe yang sudah dapat dikatakan
baik, tentu hanya niat saja yang dibutuhkan serta dukungan orang tua
untuk berpartisipasi dalam pendidikan di sekolah. Problem ini tentu
menjadi menarik untuk kita lihat, bahwa apakah masyarakat Desa Latawe
benar-benar merespon baik pendidikan itu atau malah tidak. Tentu
problem ini sedikit demi sedikit dapat terjawab.
Setelah diatas membahas tentang tingkat pendidikan masyarakat
berdasarkan usia, maka kita jugaa akaan melihat sejauh mana
pembangunan fasilitas pendidikan yang ada di Desa Latawe.
Tabel 4.4 Jumlah sekolah, guru dan siswa yang ada di Desa Latawe :
NO Jenjang sekolah Sekolah Guru Siswa
1 TK 2 10 37
2 SD 1 12 249
3 SMP 1 15 170
4 SMA - - -
Jumlah 4 37 356
BPS 2017
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Masyarakat pesisir merupakan masyarakat yang mendiami wilayah
garis pantai dan bermukin di sekitaran pantai. Masyarakat pesisir yang selalu
berpusat dan membuat pemukiman di sekitaran garis pantai tentu menarik
untuk kita kaji. Masyarakat pesisir yang selalu identik dengan ketertingglan,
keterbelakangan dan keterbatasan sumber daya manusia. Terkhusus di Desa
Latawe berbicara tentang fasilitas pendidikan sudah dapat dikatakan baik,
hanya saja yang menjadi problem ialah masih banyak anak-anak yang putus
sekolah dan tidak bersekolah sama sekali. Di tengah fasilitas yang sudah ada
tentu menjadi anomaly jika masyarakat tidak berpartisipasi aktif di dalam
dunia pendidikna.
Hal menarik yang tentu harus kita cari tau ialah sejauh mana upaya
orang tua dalam mendukung dan memotivas anak-anaknya untuk menuntut
ilmu. Kualitas pendidikan masyarakat tentu juga berpengaruh terhadap setiap
keputusannya apakah akan menfasilitasi anaknya untuk bersekolah atau
masalh mengajak anak-anaknya untuk terjun menjadi seorang nelayan seperti
mereka. Menjadi seorang nelayan terkhusus di Desa Latawe memang
membutuhkan 2-3 orang tenaga agar efektif dalam menangkap ikan, sehingga
bnyak orang tua yang mengajak anak-anaknya melaut untuk memenuhi
kebutuhan mereka sehari-hari. Hal ini sedikit demi sedikit akan berpengaruh
terhadap pendidikan anak. Waktu yang bisa mereka gunakan untuk belajar
juga terpakai untuk membantu orang tuanya.
57
Berdasarkan problem di atas maka peneliti akan memecahkan dan menggali
informasi tentang bagaimana sebenarnya respon masyarakat terhadap dunia
pendidikan.
1. Respon Masyarakat Pesisir terhadap Pendidikan
Masyarakat pesisir Desa Latawe merupakan masyarakat yang
mayoritas suku bajo. Suku yang tentu di kenal dengan keahlian dalam
memanfaatkan laut sebagai sumber kehidupan. Masyarakat suku bajo
merupakan masyarakat yang sebagian hidupnya di laut. Bagaimana di
dalam sehari masyarakat suku bajo tak pernah absen untuk menangkap
ikan dan dijual untuk kebutuhan sehari-hari. Kesibukan masyarakat pesisir
Desa Latawe dalam melaksanakan aktifitasnya di laut bukan berarti
membuat mereka sibuk dalam memikirkan masa depan anak-anaknya.
Banyak masyarakat pesisir Desa Latawe yang masih peduli terhadap
pendidikan anak-anaknya. Tetapi banyak juga masyarakat yang tidak
peduli terhadap pendidikan anaknya, terlihat dari tidak adanya penekanan
kepada anak saat anak akan berhenti sekolah.
a. Pandangan Masyarakat Pesisir tentang Pendidikan
Definisi pendidikan juga dapat kita lihat pada berbagai literatur
dan gagasan yang disampaikan oleh banyak ahli. Misalnya Ki Hajar
Dewantara (1889 – 1959) mempunyai pendapat mengenai definisi
pendidikan. Menurut Bapak Pendidikan Nasional Indonesia ini
pendidikan adalah “Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk
memajukan budi pekerti ( karakter, kekuatan bathin), pikiran (intellect)
dan jasmani anak-anak selaras dengan alam dan masyarakatnya”.
Istilah Pendidikan berkenaan dengan fungsi yang luas dari
pemeliharaan dan perbaikan kehidupan suatu masyarakat terutama
membawa warga masyarakat yang baru (generasi baru) bagi penuaian
kewajiban dan tanggung jawabnya di dalam masyarakat. Gagasan ini
dikemukakan oleh Prof. Richey dalam bukunya „Planning for teaching,
an Introduction to Education‟.
Masyarakat pesisir merupakan masyarakat yang belum
sepenuhnya baik dalam segi pendidikannya, sebab dahulu banyak
masyarakat yang tidak tersentuh pendidikan. Adapun yang sempat
bersekolah hanya sebatas sekolah dasar, bahkan tak lulus sekolah dasar.
Hal ini tentu berdampak pada jenis pekerjaan yang di geluti, akibat
minimnya pendidikan masyarakat pesisir menyebabkan mereka harus
memilih pekerjaan yang tidak membutuhkan jalur akademik misalnya
menjadi seorang nelayan dan petani.
Dalam observasi yang dilakukan bahwa masyarakat sedikit demi
sedikit sudah sadar bahwa keputusan mereka yang tidak bersekolah
tentu berimbas pada kehidupan mereka. Keinginan masyarakat untuk
menyekolahkan anaknya tentu terkadang juga di perhadapkan dengan
permasalahan lain yang dapat mnghambat keinginan mereka,
permasalahan itu akibat faktor ekonomi, motivasi anak yang rendah
untuk bersekolah bahkan akibat pengaruh lingkungan yang kurang
mendukung.
Peneliti berusaha untuk melihat sejauh mana masyarakat
memahami pendidikan itu, sejauh mana masyarakat menafsirkan
pendidikan dan bagaimana mereka merespon pendidikan itu. Seperti
kutipan wawancara yang pernah peneliti lakukan kepada salah satu
masyarakat Desa Latawe yakni Bpk Nursang, dimana peneliti menggali
informasi tentang apa sebananrnya yang mereka pahami tentang
pendidikan itu sejauh mana mereka memaknai pendidikan itu. Beliau
menyatakan bahwa :
“Pendidikan itu selalu identik dengan sekolah, dan dalam kehidupan pendidikan itu sangat penting, bagi saya hidup tanpa pendidikan itu akan terasa sia-sia. Saya harap anak-anak nanti bisa sekolah tinggi, supaya bisa mereka dapat cita-citanya. (Wawancara 21 Agustus 2019 )
Dari pernyataan bapak Nursang bahwa pada umumnya
pendidikan bagi dia merupakan sesuatu yang amat urgen, di mana
pendidikan haruslah kita enyam sebagai bekal agar kehidupan akan
lebih terasa dan tak terdapat kesia-siaan.
Sedangkan menurut Bpk. Yustinus tentang argumennya tentang
pendidikan ;
“ Pendidikan yang sa pahami itu adalah tempat kita di didik dan
juga ada aturan-aturan yang harus kita patuhi dengan aturan itu mi yang bikin kita disiplin. Kita jadi rajin, pintar, dan kalau kita sekolah tinggi pasti bagus kehidupan” ( Wawancara 22 Juli 2019 ) Menurut Bpk Musnading saat peneliti mewawancarai beliau di
teras rumahnya tentang pandangannya mengenai pendidikan.
“Pendidikan itu sekolah. Tempat anak-anak belajar supaya mereka bisa membaca, menghitung. kalau anak-anak sekolah kan bagus juga di lihat apalagi kalau sudah selesai sekolah baru adami dia kerja. ( Wawancara 22 Juli 2019 )
Dari beberapa pernyataan dari informan di nyatakan bahwa
pada dasarnya masyarakat pesisir cukup memahami makna
pendidikan, pendidikan bagi mereka merupakan sebuah jembatan dan
bekal agar anak-anak bisa meraih apa yang mereka cita-citakan.
Masyarakat pada dasarnya memahami arti penting pendidikan itu,
dimana dari pernyataan di atas terlihat bahwa masyarakat pesisir tidak
ada yang merasa terbebani dengan pendidikan. Masyarakat pesisir
malah antusias untuk memberikan pendidikan pada anak-anaknya. Hal
ini tentu merupakan sinyal positif bagi masyarakat besar harapan
peneliti untuk melihat masyarakat pesisir dipenuhi sarjana-sarjana dan
cendekiawan yang bisa membangun desa dan berguna bagi masyarakat
banyak.
b. Pentingnya Pendidikan bagi Anak-anak Pesisir
Masyarakat pesisir dapat di definisikan sebagai masyarakat
yang tinggal dan melakukan aktifitas social ekonomi yang terkait
dengan sumber daya wilayah pesisir dan lautan . secara sederhana
bahwa masyarakat pesisir merupakan masyarakat yang
menggantungkan hidupnya pada pemanfaatan sumber daya laut.
Beberapa pekerjaan yang sering dilakukan oleh masyarakat pesisir
adalah menjadi seorang nelayan.
Menjadi seorang nelayan tentu bukanlah pekerjaan yang hanya
dapat dikerjaan sendirian, perlunya tenaga tambahan membuat para
nelayan terkadang melibatkan anak-anaknya dalam menagkap ikan.
Pekerjaan sebagai nelayan yang dilakukan masyarakat pesisir antara
pukul 4 pagi hingga pukul 8 pagi, kemudian pukul 5 sore sampai pukul
10 malam. Kegiatan ini sedikit demi sedikita dapat berpengaruh
kepada waktu anak untuk belajar. Kebanyakan para nelayan
melibatkan anak-anaknya pada waktu sore hari agar pagi anak-anak
bisa bersekolah.
Masyarakat pesisir terkhusus nelayan sebagian masih
memikirkan pendidikan anak-anaknya, dimana masih banyak orang tua
yang masih peduli bahwa pendidikan itu tetap harus menjadi prioritas
bagi anak-anaknya. Bukan hanya itu terdapat juga tipikal masyarakat
yang acuh terhadap pendidikana anak-anak. Terlihat masih maraknya
siswa-siswa yang berhenti sekolah dan terjun menjadi seorang nelayan.
Kutipan wawancara dibawah ini sedikit menggambarkan
tentang pandangan masyarakat tentang ugensi pendidikan itu bagi
anak-anak pesisir.
Hasil wawancara dengan pak Nursang tentsng seberapa
penting pendidikan bagi anak-anak dimana beliau menjawab :
“ Pendidikan itu sangat perlu buat anak karena dengan
pendidikan mereka bisa berilmu dan meraih cita-citanya. Saya juga tidak mau kalau anak-anak nantinya jadi nelayan seperti saya. Bagus sekali juga dirasa kalau saarjana itu anak-anak jadi biar mereka mudah cari kerja” (Wawancara 21 Agustus 2019)
Pak Nursang hanyalah seorang tamatan SD, beliau berhenti di
karenakan telah menjadi tulang punggung keluarga bersama bapak dan
saudara laki-laki lainnya untuk membiayai saudara-saudaranya yang
berjumlah 9 orang. Tentu penyesalan ada didalam dirinya. Oleh sebab
itulah ia berujar bahwa ia sangat ingin melihat anak-anaknya kelak`
menjadi seorang sarjana.
Kutipan wawancara dengan Bpk Awaludin tentang pentingnya
pendidikan bagi anak-anak, dimana beliau berpendapat bahwa :
“Sekolah itu sangatlah penting sekali untuk anak-anak, karena kita orang tua tidak ada sekolahnya kita kasian. Jadi harus anak-anak ada yang sekolah supaya bagus kehidupannya, nda kaya kita ini. Tangkap iakn juga sudah setengah mati bela” (Wawancara 24 Agustus 2019 )
Senada dengan pernyataan sebelumnya, menurut Bpk Dergam bahwa :
“Anak-anak harus di kasi sekolah karena kalau mereka tidak sekolah mau jadi apa dia kalau besar. Anak-anak saya 2 orang sa kasi sekolah di pesantren supaya mereka dapat ilmu agama juga. Bangga juga kita orang tua kalau ada anak yang hafal Al-quran. Kan kalau dia sekolah di pesantren juga dia dapat pelajaran sekolah dia dapat juga ilmu agama. Kita kasian orang tua tinggal berusaha saja mudah-mudahan mi ada rejeki baru bisa mereka selesaikan kuliah nanti” ( Wawancara 24 Agustus 2019 )
Dari hasil wawancara diatas bahwa pada dasarnya masyarakat
pesisir memandang bahwa pendidikan sangatlah penting bagi anak-
anak, karena pendidikan adalah ibarat jembatan yang bisa mereka lalui
untuk meraih apa yang anak-anak cita-citakan. Masyarakat pesisir juga
sangat berharap besar untuk anak-anaknya tidak mengikuti jejak mereka
yang tidak bersekolah. menggapai cita-citanya.
Itulah sedikit gambaran tentang realitas yang terjadi dalam
masyarakat pesisir. Seorang anak yang berhenti sekolah otomatis akan
menjadi seorang nelayan. Memang terkesan miris tetapi itu adalah
konsekuensi yang harus di jalani saat seorang anak memutuskan untuk
berhenti bersekolah.
c. Keadaan Infrastruktur Sekolah di Desa Latawe
Kualitas infrastruktur pendidikan merupakan aspek utama dalam
mendukung pelaksanaan pendidikan yang baik dan berkualitas. Kualitas
infrastruktur yang baik akan menunjang pelaksanaan pendidikan yang
maksimal. Infrastruktur pendidikan inilah yang nantinya akan berperan
untuk menfasilitasi pelaksanaan kegiatan pendidikan. Fasilitas
pendidikan inalah yang akan di manfaatkan oleh siswa dalam
melaksanakan pembelajaran sehingga tujuan yang akan dicapai akan
terlaksanan dengan baik dan juga di dukung oleh kurikulum yang ada.
Namun sebaliknya jika kualitas infrastruktur pendidikan yang
buruk akan menjadi kendala utama dalam proses kegiatan pendidikan di
Indonesia selama ini. Kurangnya sarana prasarana pendidikan yang
tidak dapat menjangkau semua daerah di Indonesia tentu akan
memperburuk kondisi pendidikan di Indonesia, terutama di daerah luar
jawa dan daerah Indonesia timur.
Wilayah peesisir merupakan wilayah yang selalu di identikkan
dengan daerah terpencil, wilayah yang terkadang tak terjangkau oleh
pemerintah pusat perihal pembangunan utamanya pendidikan. Apatah
lagi wailayah-wilayah pesisir di pulau-pulau terpencil. Desa Latawe
menjadi salah satu wilayah pesisir yang agak baik fasilitassnya sesuai
dengan penuturan beberapa masyarakat yang ada di Desa Latawe,
melalui kegiatan wawncara dengan salah satu masyarakat pesisir Desa
Latawe Bpk Nursang , demikian petikan wawncara dengan Bpk
Nursang :
“ Infrastruktur pendidikan di Desa Latawe sudah cukup bagus,
adaji semua skolah di Latawe mulai TK, SD sama SMP. Baru anak-anak juga kalau ke sekolah bisa jalan kaki karena nda jauh. Kan SD sama SMP berdekatan jadi bisa mereka sama-sama pergi. Tapi kalau ini anak-anak sudah masuk SMA, harus mereka di usahakan beli motor karena SMA itu jauh sekitar 8-15 KM” ( Wawancara 24 Agustus 2019 )
Sejalan dengan penuturan Bpk Dodi bahwa
“Sekolah-sekolah di Latawe sini kalau dari segi fasilitasnya bagusmi, apalagi nda jauh ji juga dari rumah, hanya jalan-jalan saja anak-anak. Itu SMP juga saya dengar di renovasi lagi bagian atapnya. Mudah-mudahanmi tambah nyama anak-anak belajar. Tapi saya juga tidak bisa kasi sekolah semua anak-anak karna harus ada yang bantu saya kerja di laut untuk biayai sekolah anak-anak yang lain” ( Wawancara 24 Agustus 2019 ) Dari beberapa statemen yang di kumpulkan dari beberapa
informan terlihat bahwa masyarakat senang dengan kualitas
infrastruktur sekolah yang ada di desa. Namun yang menurut mereka
menjadi problem ialah bahwa masih banyak anak-anak yang masih
bermalas-malasan untuk menuntut ilmu bahkan lebih senang untuk
membantu orang tuanya melaut ketimbang harus bersekolah.
Infrastruktur yang baik bukanlah jaminan untuk anak-anak bisa
bersekolah dengan baik, banyak anak-anak saat memasuki jenjang SMP
mereka harus berhenti karena sudah merasa bahwa dengan melaut
mereka sudah bisa mendapatkan penghasilan. Jadi tak perlu sekolah
untuk mendapatkan uang, padahal pemikiran dangkal yang seperti
inilah yang membuat masa depan anak-anak pesisir menjadi suram.
Disini tentu perlunya peran orang tua dalam memotivasi anak-anak,
bukan malah menerima saja keputusan anak-anak jikalau mereka
memilih untuk berhenti untuk bersekolah.
2. Partisipasi Masyarakat Pesisir terhadap Pendidikan
Partisipasi masyarakat merupakan wujud kepedulian masyarakat
terhadap sesuatu dan akan memberikan bentuk perubahan-perubahan,
menurut Mulyasa ( 2014:194) bahwa partisipasi masyarakat mengacu
pada adanya keikut sertaan secara nyata dalam sesuatu kegiatan, bisa
berupa gagasan, kritik membangun, dukungan dan pelaksanaan
pendidikan.
Beberapa perananan yang bisa di jalankan masyarakat pesisir
dalam proses kegiatan pendidikan dapat berupa menjaga dan mendukung
keberadaan fasilitas sekolah yang ada di desa, memotivasi dan
mendukung anak-anak untuk menuntut ilmu disekolah dan juga
bekerjasama dengan baik dengan pihak sekolah agar terjalin relasi antara
sekolah dan orang-orang tua siswa. Kemudian membantu sekolah
menurunkan angka siswa putus sekolah yang tentu saja menjadi salah satu
problem bagi dunia pendidikan.
Masyarakat pesisir Desa Latawe jika melihat antusiasmenya
dalam berpendidikan dapat di katakana kurang. Hal ini terlihat dari
beberapa informan yang tidak menfasilitasi anak-anaknya untuk
melanjutkan studinya. Hal ini tentu menjadi misteri apakah problem ini
lahir dari tidak adanya dukungan orang tua, permasalahan ekonomi,
motivasi anak yang rendah dan factor-faktor lainnya.
Petikan wawancara dengan Bpk Yustinus mengenai keadaan
pendidikan keluarganya :
“ Saya punya 7 orang anak dan yang sekolah Cuma 1 orang
sekarang sudah SMP. 6 orang anak berhenti sekolah. Ada yang kelur sekolah waktu SMP, ada juga waktu SD berhenti. Anak yang sekolah tinggal perempuan saja 1 orang sekarang sudah SMP, mudah-mudahan dia nda keluar. Saya tidak kasi sekolah karna selain karna masalah ekonomi baru mereka juga memang tidak mau sekolah. 3 orang saya punya anak laki-laki lebih senang disuruh pergi melaut dari pada sekolah. Apalagi saya orangnya tidak bisa melaut jadi anak-anakmi yang tangkap ikan baru dijual sama mamanya” ( Wawancara 22 Agustus 2019 )
Orang tua tidak sepenuhnya tidak mendukung anak-anaknya untuk
bersekolah, melainkan ada faktor lain yang berasal dari anak itu sendiri
untuk berhenti. Permasalahan ekonomi juga tentu tidak bisa di pungkiri di
mana masyarakat seolah hanya mampu menbiayai anak 1-2 orang saja.
Seperti ungkapan pak Yustinus yang berencana jikalau anak
perempuannya benar-benar ingin melanjutkan studi ke perguruan tinggi,
ia akan berusaha untuk menfasilitasi.
“ Anak ada 5 orang, 3 orang sekolah 1 orang baru mau masuk
TK dan 1 orang putus sekolah anak pertama. Anak yang pertama keluar sekolah waktu dia SMP, dia keluar karna tidak ada keinginan mau sekolah. Jadi dia mi yang bantu kasian saya ini tangkap ikan setiap hari, dia mi juga yang bantu saya ini kasi sekolah adik-adiknya. Alhamdulillah adiknya sudah ada mau kuliah tahun depan. Kalau tidak ada kasian dia ini bantu saya setengah mati saya kerja “
( Wawancara 24 Agustus 2019 ) Anak-anak pesisir yang berhenti sekolah sebagian besar bekerja
sebagai nelayan membantu orang tua dalam menopang ekonomi keluarga.
Banyak masyarakat pesisir yang kemudian mengajarkan anaknya menjadi
seorang nelayan agar pada saat berhenti sekolah mereka bisa bekerja
meskipun hanya sebatas nelayan.
Hasil wawancara dengan Bpk Nursang yang sangat bersemangat
untuk menyekolahkan anaknya :
“Jumlah anak ada 4 orang, Alhamdulillah 3 orang sekolah semua.
1 orang masih 4 tahun. Saya kasi sekolah mereka supaya bisa berguna untuk orang tuanya untuk orang lain juga. Saya harap juga mereka bisa sekolah tinggi-tinggi sampai sarjana. Kan untuk kebaikannya juga ini di kasi sekolah. Setidaknya adami sekolahnya mereka dulu kalau mau jadi apa nanti mereka biar mereka sendiri yang tentukan. Jadi kalau waktu-waktunya mereka nda sekolah, biasa sore-sore saya biasa bawa mereka ke laut bantu-bantu saya, jarring ikan, pasang serong juga. Yang penting sekolahnya mereka nda terganggu” ( Wawancara 21 Agustus 2019 ) Masyarakat pesisir tidak sepenuhnya berfikir sempit tentang masa
depan anak-anaknya. Ada juga sebagian yang memiliki sikap visioner
seperti pak Nursang yang bersedia menfasilitasi anak-anaknya untuk
menuntut ilmu setinggi-tingginya selagi anak-anaknya mau untuk
bersekolah. Tentu pemikiran-pemikiran seperti ini harus selalu di
tanamkan oleh masyarakat pesisir, karena melalui pendidikanlah anak-
anak bisa menaikkan derajat orang tuanya. Meskipun orang tua hanya
bekerja sebagai nelayan, tapi tidak menutup kemungkinan kelak anak-
anaknya menjadi orang-orang besar yang bisa berguna bagi bangsa dan
negara. Sangat di sayangkan bisa sebuah wialayh di penuhi anak-anak
yang tidak bersekolah, salah satu dampak negative anak putus
sekolah/tidak bersekolah adalah pengangguran dan kejahatan. Minimnya
pekerjaan dan keterdesakan ekonomi tentu dapat membuat seseorang
melakukan segala cara untuk memenuhi kebutuhan salah satunya adalah
kejahatan. Kemudia hal lain yang dapat dilakukan adalah dengan
merantau. Banyak masyarakat Desa Latawe yang harus merantau ke
Papua dan Kalimantan untuk mencari pekerjaan.
Petikan wawancara dengan salah seorang mantan siswa yang
berhenti sekolah bernama Fajar.
“Saya berhenti sekolah waktu SMP kelas 2 karena saya anak
laki-laki pertama, bapak tidak kerja karena tidak bisa melaut. Jadi saya yang kerja sama adik laki-laki yang berhenti sekolah juga. Tiap hari tangkap ikan bahkan kalau tidak naik ikan di kampung bisa kita melaut sampai di kampung sebelah. Hasil tangkapannya kita dia jual mamaku ke pasar untuk biaya kebutuhan setiap hari, apalagi kita 7 orang bersaudara”. ( Wawancara 23 Agustus 2019 )
Dari pernyataan Pak Tayeb selaku Seksi Pelayanan Desa Latawe
mengenai keadaan pendidikan masyarakat pesisir bahwa menurut
beliau ;
“Pendidikannya masyarakat disini agak rendah, banyak
masyarakat hanya tamatan SD saja bahkan banyak yg tidak selesai. Bahkan lebih mirisnya lagi banyak sekali masyarakat yang buta huruf karena memang tidak pernah sekolah. Karena tidak ada sekolahnya akhirnya mereka hanya kerja jadi nelayan saja sama ambil kayu bakar di hutan baru dijual. Hanya itu saja kasian pekerjaannya orang yang tidak sekolah. Kalau yang bagus penghasilannya jadi nelayan biasa mereka kasi sekolah ji anaknya. Tapi kalau yang nelayan yang biasa, yang agak sedikit penghasilannya biasa dia tidak kasi sekolah anaknya. Banyak juga orang tua yang cari ikan sama-sama anaknya, apalagi kalau sudah keluar sekolah itu anak-anak. Kasian juga kalau kita lihat biasa kasian anak-anak masih SMP baru pergimi tangkap ikan” (Wawancara 23 Agustus 2019 ) Salah seorang informan yang merupakan mantan siswa juga
mengutarakan alasannya berhenti sekolah, dimana menurutnya ia
berhenti di karena telah menjadi tulang punggung keluarga. Banyaknya
anggota keluarga dan bapaknya yang tidak bisa bekerja menyebabkan ia
harus mengambil tanggung jawab menjadi seorang nelayan untuk
memenihi kebutuhan keluarga. Anomaly memang jika kita melihat
seorang anak yang harus menjadi tulang punggung keluarga semenjak
SMP hingga saat ini.
Hal cukup di sayangkan oleh pemerintah desa yang melihat
keadaan masyarakat yang angka putus sekolahnya cukup tinggi. Tetapi
ia juga memahami bahwa keadaan ekonomi masyarakat tak bisa di
paksakan jika memang tidak memungkinkan untuk anaknya
bersekolah.
B. Pembahasan
Pendidikan pada masyarakat pesisir tentu menarik untuk diteliti.
Masayarakat pesisir yang kesehariannya selalu berada di laut sebab
pekerjaan yang digeluti mengharuskan mereka untuk setiap waktu harus
melaut. Kebutuhan ekonomi tentu mendesak mereka untuk terus bekerja
tanpa mengenal panas terik matarai, hujan, angin dan gelombang harus
dihadapi demi mencari nafkah keluarga. menarik untuk kita gali mengenai
pendidikan masyarakat pesisir, sejauh mana mereka merespon pendidikan
di tengan kesibukannya dalam bekerja sebagai nelayan. Yang akan
difokuskan ialah melihat sejauh mana perhatian masyarakat pesisir akan
pendidikan anak-anaknya.
Dari hasil penelitian yang di lakukan bahwa pada dasarnya
masyarakat memahami apa makna pendidikan itu. Terlihat dari jawaban-
jawaban mereka tentang makna pendidikan itu. Merekanpun menjelaskan
secara sederhana urgensi pendidikan, kemudian mereka pun melihat
bahwa pendidikan memangb benar-benar sebuh keharusan, keputusan
mereka yang tak bersekolah mereka anggap sebagai sebuah kesalahan.
Kemudian hasil wawancara dengan beberapa informan tentang
pentingnya pendidikan anak, masyarakat dengan yakin mengatakan bahwa
pendidikan amatlah penting bagi anak-anak, sebab pendidikan merupakan
jembatan yang bisa mereka lalui untuk menggapai cita-cita anak-anaknya.
Dari sektor infrastruktur sekolah berdasarkan hasil observasi
peneliti dan wawancara terlihat bahwa fasilitas sekolah di desa Latawe
sudah cukup baik. Selain tersedianya beberapa jenjang sekolah juga
fasilitas sudah cukup mendukung, kemudian jarak tempuh yang juga agak
dekat dari pusat pemukiman sehingga anak-anak bisa mengakses sekolah
dengan berjalan kaki.
Melihat infrastruktur yang sudah cukup memadai dan pandangan
masyarakat yang baik tentang pendidikan ternyata berbanding terbalik
dengan tingkat partisipasinya. Masih banyak anak-anak yang tidak
bersekolah seolah menjawab bahwa masyarakat hanya memandang baik
pendidikan dari segi argumentasi tapi untuk memanifestasikan
peryataannya masih jauh dari kata terealisasi. Hal ini tentu disebabkan
oleh beberapa faktor misalnya faktor ekonomi, motivasi anak, lingkungan
dan juga di sebabkan karena masih banyaknya masyarakat yang
memegang budaya konservastif yang tak peduli dengan pendidikan.
1. Respon Masyarakat Pesisir terhadap Pendidikan di Desa Latawe
Secara sederhana respon merupakan reaksi atas stimulus yang
telah di berikan oleh organism atau orang lain. Peneliti akan melihat
sejauh mana masyarakat merepon pendidikan itu yang telah di sediakan
dan di fasilitasi oleh pemerintah. Tentu menarik untuk melihat lebih
jauh tentang pendidikan masyarakat pesisir karena yang telah diketahui
bahwa masyarakat pesisir selalu di cirikan dengan masyarakat yang
termargilkan, masyarakat yang tidak sepenuhnya mendapatkan
perhatian pemerintah.
Fenomena tentang pendidikan pada daerah pesisir memang
selalu menarik untuk di gali lebih dalam, masyarakat pesisir yang
memang selalu di gambarkan jauh dari yang namanya pendidikan,
terlebih lagi masyarakat pesisir yang memang wilayahnya terpencil dan
jauh dan sulit untuk di akses. Menjadi nelayan tentu sudah pekerjaan
paling mnjanjikan di wilayah pesisir, apalagi kebutuhan ikan yang
begitu besar dari daerah-daerah lain tentu menjadi keuntungan bagi
masyarakat untuk memasarkan penghasilan ke daerah-daerah lain. Para
nelayan selalu melibatkan anak-anaknya untuk membantu dalam
pekerjaannya sebagai nelayan. Menjadi seorang anak pesisir dengan
peran ganda tentu selalu kita temukan di daerah pesisir. Di satu sisi
mereka harus bersekolah sembari di sore harinya membantu orang tua
melaut.
a. Pandangan Masyarakat Pesisir tentang Pendidikan
Ditengah kesibukan dalam bekerja sebagai nelayan, tentu
para orang tua juga harus dan wajib untuk memperhatikan
pendidikan anak-anaknya. Karena tentu motivasi orang tua dalam
menfasilitasi anaknya sangat di butuhkan sang anak sebagai
jembatan mereka menggapai mimpi. Selain sebagai jalan untuk
mereka meraih cita-citanya tentu dengan pendidikan tinggi juga
dapat meningkatkan status sosial orang tua dalam masyarakat.
Seperti di dalam kajian sosiologi tentang stratifikasi sosial bahwa
salah satu jalan untuk meningkatkan status sosial adalah dengan
pendidikan.
Masyarakat pada umumnya terbagi menjadi dua pandangan
dalam melihat pendidikan. Pertama bahwa ada sebagian masyarakat
yang memang kurang aktif dalam dunia pendidikan terlihat dari
rendahnya minat untuk menfasilitasi anak-anaknya bersekolah,
kurang memotivasi anak-anak dan juga tidak adanya tindakan-
tindakan tegas kepada sang anak saat anak berusaha untuk berhenti
sekolah.
Kemudian terdapat pula golongan masyarakat yang memang
sadar akan urgensi pendidikan. Selalu berusaha bagaimana caranya
agar anak-anaknya bisa bersekolah. Selain agar anak-anak bisa
hidup dengan baik dan memilki pekerjaan salah satu alasan lain
tentu untuk meningkatkan status sosial. Menjadi sebuah kebanggan
juga seorang anak pesisir yang hidup dengan perekonomian
sederhana namun bisa membiayai anaknya sampai ke perguruan
tinggi.
Fakta lain yang terlihatat bahwa banyak anak-anak pesisir
yang berhenti sekolah memang di karenakan tidak adanya minat
untuk bersekolah. Lebih senang ikut orang tua melaut ketimbang
harus kesekolah. Akhinya saat seoranga anak meraasa sudah bisa
mencari uang seperti orang tuanya, maka keluar sekolah adalah
tindakan yang selalu mereka pilih.
Perlu adanya edukasi khusus untuk masyarakat pesisir
misalnya sosialisasi pendidikan di daerah pesisir agar para orang tua
lebih memperhatikan pendidikan anak-anaknya. Karena salah satu
jalan untuk keluar dari kemiskinan dan ketertinggalan adalah
dengan berpendidikan. Peningkatan sumber daya manusia
masyarakat pesisir menjadi perlu agar kelak tak banyak lagi anak-
anak pesisir yang mengikuti jejak orang tuanya yang mengais rezeki
di lautan, gelombang, angin, hujan, panas dan dingin harus dilalui.
b. Pentingnya Pendidikan bagi Anak-anak Pesisir
Kualitas sumber daya manusia menjadi problem bagi
masyarakat Indonesia, tak terkecuali masyarakat pesisir yang
terkadang jauh dari pusat keramaian kota, jauh dari perhatian
pemerintah. Upaya pemberdayaan masyarakat pesisir menjadi perlu
dilakukan agar kelak generasi-generasi/anak-anak pesisir tidak
merasakan apa yang orang-orang tua mereka rasakan. Kualitas
pendidikan dan kesehatan haruslah selalu diperhatikan, sebab dua
unsur pokok ini terkadang menjadi problem bagi masyarakat pesisir.
Secara umum dilihat dari argumentasi mereka bahwa pada
dasarnya pendidikan memang perlu bagi generasi-generasi muda.
Ditengah kehidupan yang problemya semakin-hari semkin
kompleks tentu menjadi amat penting pendidikan dewasa ini, selain
sebagai jalan untuk meraih masa depan yang cerah, juga sebagai
antisipasi agar anak-anak kelak tidak bekerja seperti mereka.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa meyarakat pesisir
memiliki ekspektasi yang besar terhadap pendidikan. Harapan yang
besar di ungkapkan masyarakat pesisir tentu membuat kita merasa
bahwa ternyata masyarakat peduli pada pendidikan. Tetapi dibalik
harapan itu ada saja hal-hal yang membuat harapan itu tak
terealisasikan. Banyak masyarakat yang memang berkeinginan
untuk menyekolahkan anak-anaknya, namun akibat faktor ekonomi
dan faktor lingkungan dan juga motivasi anak-anak untuk menuntut
ilmu yang rendah tentu membuat harapan-harapan mereka hanya
menjadi sebatas angan-angan belaka.
c. Keadaan Infrastruktur Sekolah di Desa Latawe
Infrastruktur merupakan salah satu penunjang bagi
bergeraknya pendidikan itu. Infrastruktur haruslah selalu baik agar
tercipta suasana belajar yang baik dan kondusif. Selain itu
infrastruktur juga dapat membangkitkan motivasi anak-anak untuk
lebih giat dalam menuntut ilmu. Di saat fasilitas pendidikan kurang
baik, tentu minat bersekolahpun akan menurun, misalnya sekolah-
sekolah dengan bangunan usang, jaraknya yang jauh dari pusat
pemukiman, fasilitas belajar mengajar yang rusak tentu akan
mempengaruhi minat anak bersekolah.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan
informan dapat disimpulkan bahwa infrastruktur sekolah di Desa
Latawe tergolong baik, ini di karenakan dari berbagai jenjang
sekolah sudah tersedia di desa mulai dari TK, Sekolah Dasar sampai
SMP. Tentu sebuah kesyukuran di daerah pesisir seperti desa
Latawe bisa merasakan fasilitas sekolah yang lumayan baik walau
untuk melanjutkan ke jenjang sekolah menengah harus
menggunakan kendaraan, karena berjarah 8-15 Km. ditambah lagi
adanya sekolah baru di kecamatan SMK Pelayaran yang baru
beberapa tahun dibuka. Sekolah ini tentu relevan dengan
background masyarakat pesisir yang tentu laut adalah dunianya.
2. Partisipasi Masyarakat Pesisir terhadap Pendidikan
Partisipasi adalah proses aktif dan inisiatif yang muncul dari
masyarakat serta akan terwujud sebagai suatu kegiatan nyata apabila
terpenuhi oleh 3 faktor pendukung yaitu ; adanya kemauan,
kemampuan, dan kesempatan untuk berpartisipasi ( Slamet : 1992 ).
Kemauan dan kemampuan tentu lahir dari pribadi atau masyarakat
sendiri sedangkan kesempatan berpartisipasi dating dari pihak yang
memberikan peluang.
Demikian halnya dengan partisipasi masyarakat dalam dunia
pendidikan, untuk berpartisipasi tentu dibutuhkan niat dari masyarakat
apakah masyarakat pesisir bersedia atau berniat untuk mendukung
anaknya bersekolah atau malah sebaliknya. Kemudian hal lain adalah
sebesar apapun niat orang tua untuk menyekolahkan anaknya apabila
ia tidak mampu dari segi ekonomi ( tidak memiliki kemampuan
ekionomi ) tentu ini juga tidak bisa terealisasi. Komponen-kompenen
lain ialah peluang untuk bersekolah, apakah sekolah itu tersedia atau
tidak di lingkungan masyarakat.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa pada dasarnya masyarakat
pesisir terbagi atas dua pandangan dalam melihat pendidikan, yang
pertama bahwa masih banyak masyarakat pesisir yang masih apatis
akan masa depan anak-anaknya. Masih banyak masyarakat yang tidak
bisa memberikan dukungan kepada anak-anaknya entah itu dukungan
moral atau motivasi maupun dukungan ekonomi. Kemudian golongan
yang kedua ada juga tipikal masyarakat yang memang sangat
memperhatikan pendidikan anak-anaknya. Tidak ingin anak-anaknya
mengikuti jejaknya menjadi seorang nelayan sehingga orang tua
berusaha untuk bagaimana caranya agar anak-anaknya bisa bersekolah
dengan baik agar bisa menggapai cita-citanya dan ilmunya bisa
berguna bagi anak pribadi, orang tuanya dan masyarakat banyak.
Banyaknya anak-anak pesisir berhenti sekolah di sebebkan oleh
beberapa faktor ;
a. Faktor Ekonomi
Rendahnya sumber daya manusia masyarakat pesisir membuat
mereka tak bebas dalam memilih pekerjaan. Sehingga masyarakat
pesisir mayoritas bekerja sebagai seorang nelayan, jenis pekerjaan
yang tentu saja tidak membutuhkan background akademik.
Menjadi seorang nelayan tidak lantas menjadi mereka hidup
sejahtera dan menjanjikan ekonominya. Apalagi jikalau dalam satu
keluarga memiliki banyak anak tentu beban akan semakinberat.
Kebutuhan sehari-hari akan tinggi akibat banyak tanggungan. Jadi
bukan sesuatu yang mustahil jika banyak anak berhenti sekolah
selain karena akan membantu orang tuanya juga karena masalah
ekonomi yang membuat mereka tidak bisa melanjutkan studi ke
jenjang yang lebih tinggi.
b. Faktor Motivasi
Motivasi anak tentu juga menjadi amat perlu, untuk apa orang tua
bercita-cita menyekolahkan anaknya jika anak-anak tidak memiliki
keinginan untuk bersekolah. Disini perlunya dukungan orang tua
dalam memberikan dorongan motivasi kepada anak-anak saat
mulai jenuh dan merasa kesulitan di sekolah. Orang tua harus
pandai-pandai dalam memberikan masukan nasehat agar anak-anak
bisa yakin bahwa jalan pendidikan akan merubah masa depannya
kelak. Hal seperti ini yang kurang dimiliki masyarakat pesisir.
c. Faktor Lingkungan
Salah satu hal yang menjadi faktor penyebab banyaknya anak-anak
pesisir yang berhenti sekolah, lingkungan yang membuat anak-
anak menjadikan mereka bekerja keras. Di usia mereka yang
semestinya fokus pada pendidikan malah berbanding terbalik yang
di alami anak-anak pesisir. Dilingkungannya mereka di ajarkan
untuk bekerja dan mencari uang dengan mudah, terlibat langsung
dalam mencari nafkah menjadikan mereka sosok yang pekerja
keras. Hal ini membuat pandangan mereka bahwa di usia seperti
inipun merek sudah bisa menghasilkan uang, jadi bagi mereka tak
perlu sekolah tinggi-tinggi untuk bisa mendapat penghasilan.
Kebiasaan dalam melaut membuat mereka seolah menjadi sosok
yang dewasa yang cenderung pekerja keras dan mandiri, pada
akhirnya merekapun disibukkan dengan aktifitas melaut yang lebih
menjanjikan menurut mereka ketimbang harus bersekolah.
d. Budaya Konservatif
Yang menjadi problem masyarakat pesisir ialah rendahnya tingkat
pendidikannya, hal ini sedikit-demi sedikit berpengaruh terhadap
pandangan masyarakat terhadap urgennya pendidikan itu.
Masyarakat seolah tidak begitu merasakan manisnya pendidikan
sehingga cenderung apatis terhadap pendidikan anak-anaknya.
Seperti di dalam teori stimulus-respon-organisme bahwa jika
seseorang merespon baik sesuatu, maka ia akan cenderung
mendekati sesuatu itu. Tentu dikalangan akademisi, pejabat,
pengusa dll berbeda pandangnya dalam merespon pendidikan,
seorang pejabat tentu berusaha agar semua anak-anaknya
bersekolah agar bisa mengikuti jejaknya. Berbeda halnya dengan
masyarakat pesisir, jika mereka tak merasakan nikmatnya buah dari
berpendidikan itu tentu mereka akan acuh tak acuh akan
pendidikan anak-anaknya.
Secara substantive bahwa masyarakat pesisir secara argumentasi
mereka cenderung merespon baik pendidikan itu, dimana masyarakat
seolah berfikir bahwa pendidikan merupakan sesautu yang harus di
dekatkan kepada anak-anak. Karena pendidikan merupakan jembatan
untuk anak-anak bisa meraih apa yang mereka cita-citakan. Dari beberapa
informan yang diwawancarai hampir semua informan mengatakan bahwa
pendidikan itu perlu bagi anak-anak, karena di tengah kompleksnya
permasalahan hidup pendidikan seolah menjadi wadah untuk anak-anak
bisa meningkatkan taraf ekonomi mereka.
Namun semangat masyarakat untuk menfasilitasi anak-anaknya
bersekolah seolah berbanding terbalik dengan tingkat partisipasinya.
Terlihat dari adanya ketimpangan antara jumlah anggota keluarga yang
bersekolah dengan yang tidak bersekolah amatlah jauh. Masih banyak saja
masyarakat yang hanya menfasilitasi 1-2 orang anak-anaknya untuk
bersekolah dan anak-anak lain hanya bisa bekrja bagi laki-laki.
Didalam teori Pertukaran Mikro dan Makro Peter M Blau di
katakana bahwa suatu usaha bergerak dari tingkat mikro ke tingka makro.
Pada tingka makro membedakan penghargaan intrinsik, di mana
pertukaran dengan penghargaan intriksik tunduk pada hambatan –
hambatan normative tertentu yang menghalangi terjadinya tawar menawar
mengenai biaya dan imbalan dan yang mengurangi perhatian terhadap apa
yang seharusnya di bayar oleh individu.
Artinya bahwa di dalam teori pertukaran ini di katakana suatu
usaha kecil bergerak ke usaha yang lebih besar. Jika dikaitkan dengan
masyarakat pesisir bahwa masyarakat semestinya melakukan pertukaran
social dari yang awal seharusnya membantu membiayai anak-anaknya
untuk bersekolah apabila mampu secara ekonomi, dan tentu proses ini
akan memberikan imbalan kelak dengan imbal;an yang lebih besar.
Misalnya anak-anak yang bersekolah kelak nantinya akan memiliki masa
depan yang cerah, membantu perekonomian orang tua, mengangkat derajat
orang tuanya bahkan bisa mewujudkan cita-cita orang tuanya misalnya
seorang anak yang mewujudkan harapa orang tuanya kebitullah,
memenuhi setiap kebutuhan orang tua dll.
Bukan hanya orang tua yang dituntut untuk mewujudkan harapan
ini tentu peran seorang anak juga di butuhkan di mana anak-anak harus
berusaha untuk tetap melanjutkan pendidikan serumit apapun itu. Cita-cita
harus tetap di tanamkan dalam diri agar apa yang menajdi harapan orang
tua dapat terwujud. Rela berkoraban demi pendidikan dan kelak seorang
anak yang bersunggung-sungguh akan memetik buah dari apa yang
mereka tanam, seperti ungkapan Man Jadda Wa Jada artinya barang siapa
yang bersungguh-sungguh pasti akan meendapatkan hasil.
Didalam teori struktur dan fungsional Talcot Parson, di dalam
(Ritzer & Goodman, 2003:121) dengan sistim AGIL memandang sistim
dalam masyarakat sebagai satu kesatuan, dan semua sistim harus berfungsi
sesuai dengan fungsinya agar sistim sosial dapat berlangsung sesuai
dengan tujuannya.
Dalam relasi antara pendidikan dan masyarakat tentu terdapat tiga
komponen pokok yang saling berkaitan dan saling membutuhkan antara
sekolah, siswa dan orang tua. Tiga komponen ini harus menjaga hubungan
dengan baik agar ketiga komponen ini bisa sejalan dalam mencapai tujuan.
Sekolah harus menjadi tempat yang nyaman bagi siswa, tempat siswa
belajar mendidik siswa agar bisa mengembangkan potensi yang ia miliki.
Bentuk dukungan yang diberikan sekolah ialah selalu menjaga
kualitas dan mutu pendidikan itu, mulai dari infrastruktur, kegiatan
pembelajaran dan juga iklim sekolah yang baik hingga membuat siswa
nyaman berada disekolah. Di sisi lain peran orang tua ialah menjadi
pembimbing dan pendidik bagi siswa di rumah, memotivasi siswa untuk
lebih giat dalam menuntut ilmu dan menjaga hubungan yang baik dengan
pihak sekolah ( melalui komite ). Saat hubungan ini dapat berjalan baik
tentu akan berdampak positif bagi semua, siswa akan mendapatkan haknya
yakni pendidikan dan orang tua akan merasa bangga saat anak-anaknya
bisa mendapatkan pendidikan yang baik di sekolah.
Namun apabila satu dari ketiga komponen di atas tidak berjalan
sebagaimana peranannya tentu akan terjadi kekacauan, misalnya seorang
anak menjadi malas ke sekolah akibat kurang lengkapnya fasilitas sekolah,
atau karena proses belajar mengajar yang tidak menarik / membosankan
hingga membuat siswa malas untuk kesekolah. Disisi lain juga orang tua
harus menjadi motivator untuk siswa, mendukung setiap kegiatan siswa
yang berkaitan dengan pendidikan, menfasilitasi anak dari segi materi dan
selalu mengontrol kegiatan-kegiatan siswa di rumah agar terhindar dari hal
negative yang merugikan siswa dan orang tua.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan deskripsi hasil penelitian dan pembahasan yang telah di
paparkan maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Respon Masyarakat Pesisir terhadap Pendidikan di Desa Latawe
Sebagian masyarakat pada umumnya masih ada yang peduli
terhadap pendidikan anak-anaknya, ini terlihat dari hasil hasil wawancara
dengan informan. Terdapat pula golongan masyarakat yang memang
benar-benar cuek terhadap pendidikan anaknya, wujudnya dapat terlihat
dari lebih banyaknya jumlah anak yang tidak bersekolah dari pada yang
bersekolah dalam satu kepala keluarga. Padahal jika kita melihat
infrastruktur pendidikan di Desa Latawe sudah memungkinkan, namun
bukan menjadi jaminan untuk masyarakat mendukung anak-anaknya
secara penuh untuk menuntut ilmu.
Maka dapat disimpukan bahwa masyarakat secara argumentasi
sangat merespon baik pendidikan anak-anaknya, urgennya pendidikan dan
pentinya pendidikan bagi anak-anak itu terlihat dari wawancara antara
masyarakat dengan informan. Namun dari aktualisasinya belum terlihat
antusias yang besar, ini tergambarkan dari banyaknya orang tua yang
belum menfasilitasi anaknya bersekolah.
83
2. Partisipasi Masyarakat Pesisir terhadap Pendidikan
Secara umum masyarakat Desa Latawe kurang aktif dalam
berpendidikan, hal ini terlihat dari tingginya angka putus sekolah pada
masyarakat pesisir. Putus sekolah bukanlah merupakan fenomena baru
dikalangan masyarakat tetapi telah menjadi budaya masyarakat pesisir
yang notabennya selalu apatis akan pendidikan. Banyak anak-anak yang
berhenti sekolah menurut hemat peneliti disebabkan oleh beberapa faktor,
yaitu : Faktor ekonomi, motivas anak yang rendah, faktor lingkungan,
hingga faktor pendidikan orang tua yang rendah.
B. Saran
Setelah serangkaian kegiatan penelitian maka penulis dapat memebrikan
beberapa saran yang semoga bisa berguna dan bahan pertimbangan :
1. Bagi Masyarakat Pesisir Desa Latawe
Masyarakat sedikit demi sedikit harus menumbuhkan rasa peduli
terhadap masa depan anak-anak, berupaya membantu anak-anak untuk
selalu menuntut ilmu. Mendukung dari segi motivasi dan ekonomi agar
anak-anak bisa berpendidikan dan memiliki masa depan yang baik.
Pendidikan harus di tanamkan sejak anak-anak kecil hingga ia dewasa
karena pendidikan merupakan jalan untuk keluar dari lingkaran
kemiskinan.
2. Bagi Dinas Pendidikan
Diharapkan agar pemerintah melalui dinas pendidikan dapat
memberikan perhatian khusus terhadap masyarakat pesisir terutama
sector pendidikannya. Mensosialisasikan tentang pentingnya
pendidikan bagi anak-anak pesisir, selain sebagai peningkatan sumber
daya manusia juga sebagai peningkatan taraf kehidupan masyarakat
melalui jalur pendidikan.
3. Saran untuk Peneliti Selanjutnya
Penelitian selanjutnya harus lebih baik dalam melakukan kegiatannya
dalam meneliti, agar mendapatkan data yang benar-benar otentik dan
factual. Jadikanlah penelitian ini sebagai rujukan untuk penelitian
selanjutnya tetapi dengan fokus, lokus atau metode yang berbeda.
Semoga penelitian kita yang menyangkut masyarakat pesisir dapat
meningkatkan motivasi dan semangat masyarakat untuk aktif dalam
dunia pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Kabupaten Muna. 2017. Kecamatan Napano Kusambi
dalam Angka. BPS Kabupaten Muna. Kabupaten Muna Creswall, John W.( 2016). Research Design. Pendekatan Metode Kualitatif,
kuantitatif dan campuran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Departemen Pendidikan Nasional.2003.Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas
Dewantara, Ki Hajar. 1997. Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Persatuan Taman Siswa
Effendi, Onchong Uchjana. 2005. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Freire, Paulo. 2001. Pendidikan yang Membebaskan. Jakarta. Melibas
Gulo, W. 2008. Metodologi Penelitian. Grasindo
Khaldun, Ibnu. 2014. Mukaddimah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar
Moleong, Lexy J. (2017). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Mulyadi, S. 2005. Ekonomi Kelautan. Jakarta. Raja Grafindo Persada
Nana, Syaodih Sukmadinata.( 2011 ). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Noor, Juliasnyah. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Nursalam, Suardi, & Syarifuddin. (2016). Teori Soiologi. Yogyakarta: Writing Revolution.
Rakhmad, Jalaluddin. 1985. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya
85
Satria, Arif. 2015. Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Sugiyono. (2017). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfa Beta.
Sugiyono. (2017). Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Research and Development. Bandung: Alfa Beta
Suharsimi, Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : PT Rineka Cipta
Susanto, S. Astrid. 1982. Komunikasi Massa. Jakarta: Bina Cipta
W Sarlito, Sarwono, dkk. 2012. Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Empat
Khoir, Aminul 2015, Persepsi Masyarakat Nelayan terhadap Pendidikan Formal Anak di Desa Kedawang Kecamtan Nguling Kabupaten Pasuruan. Skripsi. Malang: Universitas Negeri Malang
Nisa‟, Himayatun 2016. Persepsi Masyarakat Nelayan Terhadap Pendidikan Tinggi ( Studi Kasus Desa Legung Timur Kecamatan Batang-Batang Kabupaten Sumenep Kota Madura). Skripsi. Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Risma, Neng. 2016. Respon Masyarakat terhadap Pendidikan di Perguruan Tinggi (Mendeskripsikan tentang Masyarakat di Desa Tanjungjaya Pakenjeng-Garut). Skripsi. Bandung. UIN Sunan Gunung Jati Bandung
LAMPIRAN
DATA INFORMAN PENELITIAN
NO Nama Pendidikan Terakhir
Usia Pekerjaan
1
Tayeb
Tidak Tamat SD
. 52
Kepala Seksi
Pelayanan Desa Latawe
2 Tarring
Tidak Tamat SD
54
Nelayan
( Kepala Dusun 1 )
3
Nursang
Tidak Tamat SD
41
Nelayan
4
Awaluddin
SMP
39
Nelayan
5
Dergam
Tidak Tamat SMP
37
Pedagang Ikan
6
Dodi
Tidak Tamat SD
50
Nelayan
7
Yus
SMA
47
Serabutan
8
Fajar
Tidak Tamat SMP
23
Nelayan
9
Musnading
Tidak Tamat SD
39
Nelayan
HASIL WAWANCARA
NO Nama Waktu Keterangan
1 Nursang
( Masyarakat Pesisir )
21 Agustus
2019
Pendidikan itu selalu identik dengan sekolah, dan dalam kehidupan pendidikan itu sangat penting, bagi saya hidup tanpa pendidikan itu akan terasa sia-sia. Saya harap anak-anak nanti bisa sekolah tinggi, supaya bisa mereka dapat cita-citanya.
2 YUS
( Masyarakat Pesisir )
22 Agustus
2019
Pendidikan yang sa pahami itu adalah tempat kita di didik dan juga ada aturan-aturan yang harus kita patuhi dengan aturan itu mi yang bikin kita disiplin. Kita jadi rajin, pintar, dan kalau kita sekolah tinggi pasti bagus kehidupan.
3 Musnading
( Masyarakat Pesisir )
22 Agustus
2019
Pendidikan itu sekolah. Tempat anak-anak belajar supaya mereka bisa membaca, menghitung. kalau anak-anak sekolah kan bagus juga di lihat apalagi kalau sudah selesai sekolah baru adami dia kerja.
4 Nursang
( Masyarakat Pesisir )
22 Agustus
2019
Pendidikan itu sangat perlu buat anak karena dengan pendidikan mereka bisa berilmu dan meraih cita-citanya. Saya juga tidak mau kalau anak-anak nantinya jadi nelayan seperti saya. Bagus sekali juga dirasa kalau saarjana itu anak-anak jadi biar mereka mudah cari kerja
5 Awaluddin
( Masyarakat Pesisir )
24 Agustus
2019
Sekolah itu sangatlah penting sekali untuk anak-anak, karena kita orang tua tidak ada sekolahnya kita kasian. Jadi harus anak-anak ada yang sekolah supaya bagus kehidupannya, nda kaya kita ini. Tangkap iakn juga sudah setengah mati bela.
6 Dergam
( Masyarakat Pesisir )
24 Agustus
2019
Anak-anak harus di kasi sekolah karena kalau mereka tidak sekolah mau jadi apa dia kalau besar. Anak-anak saya 2 orang sa kasi sekolah di pesantren supaya mereka dapat ilmu agama juga. Bangga juga kita orang tua kalau ada anak yang hafal Al-quran. Kan kalau dia sekolah di pesantren juga dia dapat pelajaran sekolah dia dapat juga ilmu agama. Kita kasian orang tua tinggal berusaha saja mudah-mudahan mi ada rejeki baru bisa mereka selesaikan kuliah nanti.
7 Nusang
( Masyarakat Pesisir )
22 Agustus
2019
Infrastruktur pendidikan di Desa Latawe sudah cukup bagus, adaji semua skolah di Latawe mulai TK, SD sama SMP. Baru anak-anak juga kalau ke sekolah bisa jalan kaki karena nda jauh. Kan SD sama SMP berdekatan jadi bisa mereka sama-sama pergi. Tapi kalau ini anak-anak sudah masuk SMA, harus mereka di usahakan beli motor karena SMA itu jauh sekitar 8-15 KM.
8 Dodi
( Masyarakat Pesisir )
24 Agustus
2019
Sekolah-sekolah di Latawe sini kalau dari segi fasilitasnya bagusmi, apalagi nda jauh ji juga dari rumah, hanya jalan-jalan saja anak-anak. Itu SMP juga saya dengar di renovasi lagi bagian atapnya. Mudah-mudahanmi tambah nyama anak-anak belajar. Tapi saya juga tidak bisa kasi sekolah semua anak-anak karna harus ada yang bantu saya kerja di laut untuk biayai sekolah anak-anak yang lain
9 Yus
( Masyarakat
Pesisir )
22 Agustus
2019
Saya punya 7 orang anak dan yang sekolah Cuma 1 orang sekarang sudah SMP. 6 orang anak berhenti sekolah. Ada yang kelur sekolah waktu SMP, ada juga waktu SD berhenti. Anak yang sekolah tinggal perempuan saja 1 orang sekarang sudah SMP, mudah-mudahan dia nda keluar. Saya tidak kasi sekolah karna selain karna masalah ekonomi baru mereka juga memang tidak mau sekolah. 3 orang saya punya anak laki-
laki lebih senang disuruh pergi melaut dari pada sekolah. Apalagi saya orangnya tidak bisa melaut jadi anak-anakmi yang tangkap ikan baru dijual sama mamanya.
10 Dodi
( Masyarakat Pesisir )
24 Agustus
2019
Anak ada 5 orang, 3 orang sekolah 1 orang baru mau masuk TK dan 1 orang putus sekolah anak pertama. Anak yang pertama keluar sekolah waktu dia SMP, dia keluar karna tidak ada keinginan mau sekolah. Jadi dia mi yang bantu kasian saya ini tangkap ikan setiap hari, dia mi juga yang bantu saya ini kasi sekolah adik-adiknya. Alhamdulillah adiknya sudah ada mau kuliah tahun depan. Kalau tidak ada kasian dia ini bantu saya setengah mati saya kerja.
11 Nursang
( Masyarakat Pesisir )
21 Agustus
2019
Jumlah anak ada 4 orang, Alhamdulillah 3 orang sekolah semua. 1 orang masih 4 tahun. Saya kasi sekolah mereka supaya bisa berguna untuk orang tuanya untuk orang lain juga. Saya harap juga mereka bisa sekolah tinggi-tinggi sampai sarjana. Kan untuk kebaikannya juga ini di kasi sekolah. Setidaknya adami sekolahnya mereka dulu kalau mau jadi apa nanti mereka biar mereka sendiri yang tentukan. Jadi kalau waktu-waktunya mereka nda sekolah, biasa sore-sore saya biasa bawa mereka ke laut bantu-bantu saya, jarring ikan, pasang serong juga. Yang penting sekolahnya mereka nda terganggu.
12 Fajar
( Remaja Pesisir )
23 Agustus
2019
Saya berhenti sekolah waktu SMP kelas 2 karena saya anak laki-laki pertama, bapak tidak kerja karena tidak bisa melaut. Jadi saya yang kerja sama adik laki-laki yang berhenti sekolah juga. Tiap hari tangkap ikan bahkan kalau tidak naik ikan di kampung bisa kita melaut sampai di kampung sebelah. Hasil tangkapannya kita dia jual mamaku ke pasar untuk biaya kebutuhan setiap hari, apalagi kita 7 orang bersaudara.
13 Tayeb
( Pemerintah Desa
Latawe )
23 Agustus
2019
Pendidikannya masyarakat disini agak rendah, banyak masyarakat hanya tamatan SD saja bahkan banyak yg tidak selesai. Bahkan lebih mirisnya lagi banyak sekali masyarakat yang buta huruf karena memang tidak pernah sekolah. Karena tidak ada sekolahnya akhirnya mereka hanya kerja jadi nelayan saja sama ambil kayu bakar di hutan baru dijual. Hanya itu saja kasian pekerjaannya orang yang tidak sekolah. Kalau yang bagus penghasilannya jadi nelayan biasa mereka kasi sekolah ji anaknya. Tapi kalau yang nelayan yang biasa, yang agak sedikit penghasilannya biasa dia tidak kasi sekolah anaknya. Banyak juga orang tua yang cari ikan sama-sama anaknya, apalagi kalau sudah keluar sekolah itu anak-anak. Kasian juga kalau kita lihat biasa kasian anak-anak masih SMP baru pergimi tangkap ikan”(Wawancara 23 Agustus
2019 )
DOKUMENTASI
1. Keadaan Infrastruktur Sekolah
SMPN 1 Napano Kusambi
SDN 1 Napano Kusambi
TK Raudhatul Athfal Asy Syafiiyah Desa Latawe
Halaman Sekolah SDN 1 Napano Kusambi
2. Potret Lingkungan Desa Latawe
Desa Latawe tampak dari laut
Kegiatan Observasi di Desa Latawe
Wawancara bersama Bapak Nursang
Wawancara Bersama Bapak Yustinus
Wawancara Bersama Bapak Musnading
Wawancara bersama salah satu aparat Desa Latawe
Bersama Kepala Dusun 1
Panorama Desa Latawe saat air laut tengah surut
RIWAYAT HIDUP
Mitra Sumantri. Lahir pada tanggal 17 Maret 1996
di Latawe Kabupaten Muna Barat Provinsi Sulawesi
Tenggara. Penulis merupakan anak pertama dari lima
bersaudara dari pasangan ayah Majid Dega dan Ibu
Rahmawati.
Penulis pertama kali masuk pendidikan formal di TK PGRI Latawe lulus pada
tahun 2002, kemudian masuk di SD Negeri 10 Napabalano pada tahun 2002
dan tamat pada tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan
pendidikan ke SMP Negeri 4 Napabalano dan tamat pada tahun 2011. Setelah
tamat di SMP Penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Napano
Kusambi dan pindah ke Madrasah Aliyah Al-Hilaal Namlea salah satu sekolah
di Kabupaten Buru Privinsi Maluku dan tamat pada tahun 2015. Pada tahun
yang sama Penulis terdaftar sebagai Mahasiswa di Universitas Muhammadiyah
Makassar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Pendidikan
Sosiologi melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru.