kesetaraan gender pada masyarakat pesisir
TRANSCRIPT
Kesetaraan dan Keadilan Gender Pada Masyarakat Pesisir Di Desa Branta Pesisir Kabupaten Pamekasan Madura
Istiana, Zahri Nasution dan Tjahjo Tri Hartono
Pendahuluan
Gender pada dasarnya merupakan konsep yang membedakan antara laki-laki dan
perempuan bukan berdasarkan aspek biologisnya melainkan dikaitkan dengan peran,
fungsi, hak, sifat, perilaku yang direkayasa sosial (gender merupakan hasil konstruksi
sosial budaya). BKKBN (2001) menyatakan bahwa peran gender bersifat dinamis,
dipengaruhi oleh umur, ras, etnik, agama, lingkungan geografi, pendidikan, sosial,
budaya, ekonomi dan politik. Oleh karena itu, perubahan peran gender sering terjadi
sebagai respon terhadap perubahan kondisi sosial ekonomi, budaya, sumberdaya alam
dan politik termasuk perubahan yang diakibatkan oleh upaya-upaya pembangunan atau
penyesuaian program struktural (structural adjustment program) maupun pengaruh dari
kekuatan-kekuatan di tingkat nasional.
Pembangunan nasional ditujukan untuk seluruh penduduk tanpa membedakan
laki-laki maupun perempuan. Walaupun sampai saat ini telah banyak kemajuan
pembangunan yang di capai, namun kenyataan menunjukkan bahwa kesenjangan gender
masih terjadi di berbagai bidang pembangunan. Menurut Human Development Index
2005, Indonesia berada pada peringkat HDI ke-110 dari 170 negara di dunia dengan
indeks sebesar 0.697; sedangkan untuk Gender Development Index menduduki
peringkat ke-87 dari 140 negara di dunia dengan indeks sebesar 0.691. Perbedaan angka
HDI dan GDI ini merupakan indikasi adanya kesenjangan gender (Anonymous,2006a).
Kesetaraan gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk
memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan
berpartisipasi dalam berbagai kegiatan serta menikmati hasil pembangunan. Kesetaraan
gender juga meliputi penghapusan diskriminasi dan ketidakadilan terhadap laki-laki
maupun perempuan. Menurut Kusnadi (2001) peranan perempuan dalam kegiatan
perikanan menggambarkan suatu keadaan bahwa perempuan belum mendapatkan
keadilan dan kesetaraan gender. Salah satunya adalah beban pekerjaan ganda yang harus
dilakukan perempuan. Selain itu, salah satu indikator ketidakadilan adalah adanya
perbedaan pemberian upah antara laki-laki dan perempuan dengan jenis pekerjaan yang
sama. Berkenaan dengan hal tersebut, secara spesifik tulisan ini bertujuan untuk
mengetahui kesetaraan gender pada masyarakat pesisir di desa Branta Pesisir Kabupaten
Pamekasan Madura.
Profil Masyarakat Desa Branta Pesisir Kabupaten Pamekasan Madura
Desa Branta Pesisir termasuk dalam wilayah kecamatan Tlanakan yang memiliki
luas 48,10 km2. Kecamatan ini memiliki 17 desa dengan tingkat kepadatan penduduk
perdesa sebesar 3.309 orang/desa atau sebesar 1.170 orang/km2. Desa Branta Pesisir
memiliki luas 0,12 km2 dan merupakan luasan desa terkecil dibanding desa-desa yang
lain di Kecamatan Tlanakan. Jumlah penduduk desa Branta Pesisir 4.224 jiwa atau
1.068 KK dengan perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan yaitu 1 :
1,031 (2.079 laki-laki dan 2.144 perempuan). Sistem pemerintahan desa Branta Pesisir
adalah kategori desa swasembada yaitu desa yang mampu mencukupi kebutuhan desa
itu sendiri yang diperoleh dari hasil potensi yang dimiliki desa tersebut, desa ini
membawahi 11 dukuh/kampung.
Berdasarkan data statistik Perikanan Kab. Pamekasan (2006b), armada perikanan
tangkap laut Desa Branta Pesisir masih didominasi oleh perikanan tradisional.
Mayoritas nelayan menggunakan armada dengan motor tempel. Alat tangkap yang
dominan digunakan adalah payang, jaring insang dan pancing tonda. Terdiri dari 165
nelayan pemilik dan 653 nelayan pandega dengan 164 armada motor tempel dan 1
armada kapal motor. Jenis alat tangkap yang digunakan adalah purse seine (1 unit),
payang (75 unit) dan jaring insang (89 unit). Jenis ikan hasil tangkapan yaitu peperek,
kurisi, bloso, ekor kuning, bawal hitam, layang, selar, tembang, lemuru, kembung,
tenggiri, tongkol dan cakalang.
Nelayan di liat dari aspek gender adalah laki-laki yang memiliki mata pencarian
menangkap ikan sedangkan untuk aktivitas jual beli ikan dilakukan oleh istrinya selaku
bakul. Aktivitas bakul tidak berhenti saat selesai transaksi jual beli ikan, jika ada ikan
yang tidak laku di jual maka akan diolah menjadi ikan kering atau ikan tersebut di
masak kemudian dijual. Selain transaksi jual beli ikan dan pengolahan ikan, aktivitas
darat lainnya yaitu merawat mesin dan perahu (laki-laki dewasa), membersihkan perahu
(anak laki-laki) dan merapikan jaring (laki-laki dan perempuan dewasa). Aktivitas-
aktivitas ini merupakan aktivitas yang telah berlangsung turun menurun.
Budaya kerja yang dimiliki oleh masyarakat nelayan cukuplah besar, hal ini
ditandai dengan keinginan masing-masing individu nelayan untuk memiliki armada
penangkapan yang lebih besar ditujukan untuk mencari lokasi ikan yang lebih jauh
dengan harapan lokasi tersebut memiliki potensi ikan yang jauh lebih banyak.
Modal masyarakat nelayan sebagian besar tidak terlepas dari peranan preboss
(sebutan tengkulak di wilayah tersebut). Jasa preboss biasanya digunakan nelayan untuk
modal melaut yang nantinya akan dibayar dengan hasil tangkapan dengan harga lebih
rendah Rp 1.000 dari harga pasar lalu dipotong sebesar biaya operasional melaut serta
dipotong Rp 5.000 untuk bayar angsuran hutang. Di saat nelayan mendapatkan hasil
tangkapan sedikit atau tidak melaut, mereka tidak membayar angsuran hutangnya, hal
inilah yang menjadikan hutang nelayan sulit terlunasi.
Ikan hasil tangkapan disortir sesuai jenis dan ukuran ikan untuk menentukan
kelayakan harga. Aktivitas penyortiran dilakukan oleh nelayan dan dibantu oleh istri.
Pemasaran terhadap hasil tangkapan dilakukan langsung oleh nelayan dan atau istri
selaku bakul. Umumnya ikan dengan kualitas bagus yaitu kriteria sesuai permintaan
akan dijual pada preboss, sedangkan ikan-ikan yang tidak terjual akan dijual secara
eceran di pasar. Kemudian preboss menjual ikan dalam skala besar (kumpulan dari
pembelian ikan pada bakul-bakul) akan didistribusikan kepada pasar regional dan
perusahaan. Aktivitas bakul tidak berhenti saat selesai transaksi jual beli ikan, jika ada
ikan yang tidak laku dijual maka akan diolah menjadi ikan kering atau ikan tersebut di
masak kemudian dijual.
Pendapatan dalam satu keluarga tergantung hasil tangkapan ikan yang diperoleh.
Pada musim ikan hasil yang diperoleh antara 2-3 kali lipat dari modal ke laut sedangkan
pada tidak musim ikan hasil yang diperoleh hanya untuk kegiatan ekonomi harian atau
bahkan rugi, tidak dapat hasil apapun. Sistem bagi hasil yang berjalan di masyarakat
adalah umum seperti yang terjadi di daerah nelayan lainnya. Hasil penjualan dari
tangkapan akan dipotong sebesar biaya operasional yang dihabiskan. Sisanya kemudian
dibagi dua antara pemilik perahu dengan nelayan pandega. Bagian nelayan pandega
akan dibagi rata sesuai jumlah orang yang bekerja.
Profil Aktivitas Gender Dalam Keluarga dan Masyarakat
Profil kegiatan ini melihat pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan dalam
keluarga. Pembagian kerja dibedakan menjadi 3, yaitu kegiatan reproduksi atau rumah
tangga (domestik), kegiatan produksi dan kegiatan sosial. Pada profil kegiatan ini,
perempuan dan laki-laki dibedakan atas ibu, bapak, anak laki-laki dan anak perempuan
atau orang lain yang ikut dalam keluarga responden, seperti saudara dan pembantu
rumah tangga.
Tabel 1. Total alokasi waktu keluarga responden per kegiatan dalam 1 hari (jam).
Jenis kegiatanLaki-laki Perempuan
Bapak Anak Ibu AnakReproduktif 1,44 jam
(6,01%)0,36jam (1,48%)
6,30 jam (26,24%)
4,80 jam (19,99%)
Produktif 6,85 jam (28,54%)
3,50 jam (14,58%
5,98 jam (24,92%)
1,81 jam (7,56%)
Sosial Kemasyarakatan
0,44 jam (1,83%)
0,28 jam (1,15%)
0,14 jam (0,60%)
0,14 jam (0,58%)
Total (jam/hari) 8,73 4,13 12,42 6,75Total Prosentase 36,39 % 17,21 % 51,75 % 28,13 %Kegiatan lain-lain dan waktu luang
15,27 jam (63,61%)
19,87jam (82,79%)
11,58jam (48,25%)
17,25jam (71,87%)
Terlihat bahwa peran perempuan lebih besar daripada laki-laki. Dalam sehari
perempuan menghabiskan waktu sekitar 12,42 jam (51,75%) sedangkan laki-laki hanya
8,73 jam/hari (36,39%). Perbedaan waktu 3,69 jam/hari antara peran laki-laki dan
perempuan menunjukkan beban lebih yang diterima perempuan. Hal ini di sebabkan
perempuan terlibat aktif dalam kegiatan produktif (bekerja). Kondisi ini disebabkan
karena perekonomian keluarga yang belum bisa membawa keluarga pada taraf
kesejahteraan. Keterpaksaan perempuan memilih beban ganda karena dalam usaha
mencari tambahan penghasilan untuk membantu memenuhi kebutuhan dan
kesejahteraan hidup keluarga.
Ketidakadilan muncul ketika perempuan dibebankan dengan beban pekerjaan
yang lebih banyak dari laki-laki. Di lain pihak perempuan juga aktif dalam usaha
membantu menambah kebutuhan ekonomi keluarga dengan jalan menjadi pedagang
ikan hasil tangkapan suaminya serta menambah nilai jual hasil tangkapan dengan
melakukan pengolahan ikan jika ikan tidak laku terjual. Selain itu ada juga perempuan
memilih profesi sebagai buruh perikanan.
Pembagian peran berdasarkan jenis kelamin dianggap sebagai hal yang wajar
bagi para responden. Seluruh perempuan merasa pekerjaan rumah tangga yang
diidentikkan jenis kelamin mereka adalah hal yang wajar dan tidak merasa terbebani
apalagi tertindas dengan kewajibannya, walaupun mereka merasa kelelahan dengan
pekerjaan rumah. Perempuan sangat menghargai jika para suami ikut membantu
pekerjaan rumah tangga, apalagi bagi perempuan yang memiliki peran ganda.
Gambar 1. Peran Gender dalam Kegiatan Produktif di Desa Branta Pesisir, 2006a. Perempuan sebagai buruh perikanan (buruh angkat)b. Perempuan sebagai bakul atau penjual ikan di TPI
Profil Akses dan Kontrol Gender dalam Keluarga dan Masyarakat
Akses adalah peluang yang diperoleh untuk menggunakan atau memanfaatkan
sumberdaya. Memiliki kesempatan belum tentu berarti memiliki wewenang untuk
mengambil keputusan. Kontrol adalah wewenang dalam mengambil keputusan.
Pengambilan keputusan meliputi pengambilan keputusan di bidang domestik dan
publik. Pada jenis kegiatan domestik, dominasi istri tinggi yaitu 70% namun ada juga
pihak laki-laki yang ikut terlibat walaupun jumlahnya sedikit. Hal ini dapat dijelaskan
pada Tabel 2.
Tabel 2. Rekapitulasi pengambilan keputusan kegiatan domestik dalam keluarga.
Jenis KegiatanSI (%)
DI (%) S+I (%) SS (%)
DS (%)
Memasak 17 83Mencuci Pakaian 87 13Menyeterika 93 7Menyapu/mengepel 97 3Membantu anak belajar 40 33 27Berbelanja kebutuhan keluarga 90 10Mengelola Keuangan 70 30Menyiapkan bekal ke laut 67 27 7Memperbaiki rumah 30 40 30Rata-rata Prosentase 73 70 19 23 28
Keterangan:SI (Semua Istri) = pengambilan keputusan oleh istri sendiri tanpa melibatkan suami
a. b.
DI (Dominan Istri) = pengambilan keputusan oleh suami dan istri bersama dengan dominasi istriS+I (Seimbang) = pengambilan keputusan oleh suami dan istri bersama dengan setaraDS (Dominan Suami) = pengambilan keputusan oleh suami dan istri bersama dengan dominasi suami SS (Semua Suami) = pengambilan keputusan oleh suami sendiri tanpa melibatkan istri
Pada kegiatan publik, terlihat dominasi peran laki-laki untuk memutuskan
keterlibatan dalam sektor publik, hal ini dijelaskan pada Tabel 3 bahwa untuk aktivitas
melaut mutlak di dominasi oleh laki-laki (suami) karena pekerjaan ini memang
mebutuhkan kekuatan yang hanya dimiliki oleh laki-laki. Sedangkan dalam
menjalankan usaha perdagangan dan pengolahan ikan terlihat dominasi peran
perempuan. Dalam aktivitas pencarian nafkah tambahan pun peran perempuan terlihat
lebih banyak daripada laki-laki sedangkan peran laki-laki dan perempuan dalam
kegiatan kemasyarakatan terlihat hampir seimbang.
Tabel 3. Rekapitulasi pengambilan keputusan kegiatan publik dalam keluarga.
Jenis KegiatanSI (%) DI (%) S+I (%) SS (%)
DS (%)
Melakukan kegiatan penangkapan
87
Menjalankan usaha perdagangan ikan
40 40 20
Menjalankan usaha pengolahan ikan
70 23 7
Mengelola usaha warung 3Aktivitas pencarian nafkah tambahan
60 13 27
Mengikuti dan menghadiri kegiatan kemasyarakatan
43 57
Rata-rata Prosentase 70 42 16 87 34
Pada acuan gender klasik dengan sistem patriarki dan dominasi yang kuat oleh
suami sebagai kepala rumah tangga, pengambilan keputusan baik itu di sektor domestik
maupun publik, mutlak di tangan suami. Daulay (2001) menjelaskan bahwa disadari
maupun tidak, terjadi perubahan hubungan gender yang didasarkan pada perubahan
budaya, yang berakibat pada berubahnya pola pengambilan keputusan dalam keluarga
maupun masyarakat. Pola patriarki dalam keluarga responden menunjukkan bahwa laki-
laki tidak lagi menjadi sentral seluruh pengambilan keputusan sehingga dominasi laki-
laki tidak terjadi dalam semua sektor kehidupan.
Kesempatan yang diberikan kepada perempuan lebih besar. Hal ini terlihat
dengan banyaknya perempuan yang bekerja dan memiliki penghasilan sendiri sehingga
tidak perlu lagi bergantung pada suaminya. Selain itu perempuan juga diberikan
kesempatan untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya melalui kegiatan
kemasyarakatan yang diikuti sebagian masyarakat.
Pada sektor kegiatan produktif, sektor publik, akses dan kontrol peran laki-laki
terhadap sumberdaya lebih besar. Namun pada sektor domestik dan keuangan, akses
dan kontrol, peran perempuan lebih besar dibanding dengan laki-laki. Pengambilan
keputusan pada sektor domestik masih memperlihatkan kekuasaan dan tanggung jawab
perempuan. Akses dan kontrol perempuan sangat tinggi dalam sektor ini. Kekuasaan
dipegang oleh perempuan dalam menangani urusan domestik. Sebenarnya laki-laki pun
cukup memiliki akses dan kontrol yang sama dengan perempuan, namun sepertinya
laki-laki lebih mempercayakan urusan domestik kepada perempuan. Akses dan kontrol
atas sumberdaya keluarga berupa uang ada pada perempuan, walaupun dalam
pengelolaan keuangan perempuan sering meminta pendapat suaminya.
Pada sektor publik, pengambilan keputusan yang dilakukan laki-laki, biasanya
berhubungan dengan kegiatan atau usaha yang dimiliki oleh suami, seperti usaha
penangkapan dan perdagangan ikan. Kesempatan perempuan dalam pengambilan
keputusan di sektor publik biasanya juga berkaitan dengan usaha yang dijalankannya,
seperti perdagangan dan pengolahan ikan serta usaha warung. Dalam kegiatan sosial
kemasyarakatan, peran perempuan dan laki-laki terlihat hampir seimbang. Perempuan
mampu mengambil keputusannya sendiri tanpa harus berkonsultasi dengan laki-laki dan
laki-laki pun memberikan kebebasan kepada istrinya untuk memilih kegiatan
kemasyarakat yang ingin diikuti.
Kesetaraan dan Keadilan Gender
Walaupun perempuan telah memiliki akses kontrol terhadap beberapa
sumberdaya, namun tidak dapat dipungkiri bahwa masih terjadi ketidakadilan dalam
keluarga karena beban lebih yang diterima perempuan. Tetapi dalam kajian ini terdapat
upaya kesetaraan dan keadilan gender pada berbagai kegiatan serta akses dan kontrol
terhadap sumberdaya keluarga walaupun belum seimbang.
Dari profil kegiatan domestik masih terdapat stereotipe atau pelabelan
perempuan sebagai ibu rumah tangga memang masih ada, dan sepertinya sulit untuk
lepas dari pikiran mereka. Perempuan masih diidentikkan dengan jenis-jenis pekerjaan
tertentu, seperti pekerjaan reproduksi atau rumah tangga sehingga seolah-olah beberapa
laki-laki lepas tangan dari pekerjaan yang identik dengan perempuan. Dengan adanya
stereotipe ini juga tidak menjadikan perempuan kurang informasi dan pengetahuan.
Anggapan yang berkembang bahwa perempuan memiliki sifat telaten menyebabkan
akses dan kontrol terhadap pengelolaan keuangan keluarga dipercayakan kepada
perempuan. Selain itu peran perempuan telah memasuki sektor publik dan
kemasyarakatan. Peran perempuan tidak bisa lagi hanya diidentikkan dengan pekerjaan
rumah tangga saja, karena pada kenyataannya sektor produksi dan kemasyarakatan pun
telah aktif dimasuki oleh perempuan. Walaupun masih dalam jumlah sedikit, namun
perlu mendapat perhatian bahwa laki-laki telah banyak membantu pekerjaan perempuan
tanpa merasa risih mengerjakannya.
Beban ganda masih banyak terjadi pada responden walaupun secara pribadi
tidak merasa terbebankan, karena mereka merasa bahwa pekerjaan rumah tangga
merupakan tanggung jawab perempuan. Beban kerja ganda terjadi ketika perempuan
harus bertanggung jawab terhadap pekerjaan rumah tangga dan juga pencari nafkah.
Perempuan dalam kasus ini tidak mengalami subordinasi, hal ini ditunjukkan
dengan besarnya keterlibatan perempuan dalam berbagai jenis pekerjaan walaupun
masih ada nilai dalam masyarakat yang membatasi ruang gerak perempuan terutama
pada sektor domestik. Batasan ruang gerak ini tidak dipermasalahkan oleh perempuan.
Selain itu peluang perempuan dalam pengambilan keputusan dalam sektor domestik dan
publik tergolong cukup besar.
Perempuan dan laki-laki Desa Branta Pesisir tidak mengalami marjinalisasi /
peminggiran, adalah penutupan kesempatan kepada jenis kelamin tertentu (dalam hal ini
perempuan) untuk bekerja atau menguasai suatu bidang pekerjaan yang sebenarnya
dianggap mampu untuk mengerjakannya. Perempuan dan laki-laki diberikan kebebasan
untuk memilih pekerjaan yang dianggap mampu untuk dikerjakan, walaupun ada
pekerjaan antara alokasi waktu yang dicurahkan dengan jumlah penghasilan yang
diperoleh tidak seimbang (tenaga perempuan lebih murah). Walaupun dominasi laki-
laki terhadap perempuan masih ada, namun hal tersebut tidak sampai berakibat pada
terjadinya kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga.
Kesimpulan dan Saran
Peranan perempuan dalam keluarga lebih besar daripada laki-laki, terlihat selisih
alokasi waktu sebesar 3,69 jam/hari. Hal ini disebabkan oleh faktor ekonomi sehingga
perempuan harus terjun dalam kegiatan produktif untuk membantu pemenuhan
kebutuhan keluarga. Pengambilan keputusan terhadap akses dan kontrol dalam
reproduktif didominasi oleh peran perempuan. Peran perempuan juga seimbang dalam
pengambilan keputusan di sektor publik. Adanya kesenjangan gender yang ada dialami
perempuan karena norma-norma agama, sosial dan budaya tidaklah dirasa sebagai
perlakukan atau beban lebih, perempuan menerima perannya sebagai satu bagian dalam
mewujudkan kesejahteraan keluarga.
Adapun saran-saran untuk meningkatkan kesejahteraan gender pada masyarakat
pesisir adalah membentuk wadah atau kelembagaan formal untuk masyarakat pesisir.
Selain itu perlu juga meningkatkan peran lembaga masyarakat dalam pemberdayaan
perempuan serta pengingkatan kesejahteraannya. Adanya campur tangan Dinas
Kelautan dan Perikanan setempat untuk membina kelompok-kelompok masyarakat.
Disamping itu, adanya kebijakan dan program dari pemerintah pusat maupun daerah
yang responsif gender.
Daftar Pustaka
Anonymous, 2006a. Peningkatan Kualitas Kehidupan Dan Peran Perempuan Serta Kesejahteraan Dan Perlindungan Anak. www.bappenas.go.id. Diakses tanggal 1 September 2007.
Anonymous, 2006b. Statistik Perikanan Kabupaten Pamekasan. Dinas Kelautan dan Perikanan Pamekasan. Pamekasan.
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), 2000. Analisis Gender. Pusat Pelatihan Gender Dan Peningkatan Kualitas Perempuan. Jakarta.
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), 2001. Sejarah Perjuangan Dan Konsep Gender. Pusat Pelatihan Gender Dan Peningkatan Kualitas Perempuan.Jakarta.
Daulay,H. 2001. Pergeseran Pola Relasi Gender Di Keluarga Migran. Yogyakarta: Galang Press.
Kusnadi. 2001. Pengamba’ Kaum Perempuan Fenomenal. Humaniora Utama Press. Bandung.