regulasi perwakafan (nizar)

Upload: zainul-hakim

Post on 10-Feb-2018

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/22/2019 Regulasi Perwakafan (Nizar)

    1/18

    MAKALAH

    REGULASI HUKUM PERWAKAFAN

    (Kajian Terhadap UU No. 41 Th. 2004 tentang Wakaf

    dan PP No. 42 Th. 2006 tentang Pelaksanaan Wakaf)

    diajukan untuk memenuhi tugas kelompok

    pada mata kuliah Manajemen Zakat Dan Wakaf

    Dosen Pengampu: Dr. Mukhlisin Muzarie, M. Ag

    Oleh :

    M. C. Nizar (14126410015)

    PROGRAM PASCA SARJANA

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEH NUR JATI

    CIREBON

    2013

  • 7/22/2019 Regulasi Perwakafan (Nizar)

    2/18

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar BelakangPerwakafan merupakan salah satu bentuk ketentuan Islam dalam

    mengakomodir hubungan antar sesame manusia demi mencapai sebuahkesejahteraan bersama. Di samping juga merupakan sarana untuk menjaga

    hubungan baik dengan Allah SWT. Wakaf sebagai salah satu bentuk dari ibadah

    telah dikenal oleh manusia sejak zaman dahulu terbentuk dari tatanan kehidupan

    bermasyarakat di muka bumi. Wakaf juga sebagai konsep sosial yang memiliki

    dimensi ibadah, dan juga disebut sebagai amal jariyah. Dimana pahala yang

    didapat oleh wakif(orang yang mewakafkan) akan selalu mengalir selama harta

    tersebut masih ada dan bermanfaat. Seperti menyediakan pelayanan umum yang

    dibutuhkan oleh manusia secara keseluruhan atau kebanyakan anggota

    masyarakat.

    Di Indonesia, sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam,

    wakaf merupakan salah satu lembaga Islam yang erat kaitannya dengan

    kesejahteraan umat dan sudah lama melembaga di Indonesia. Sebagai suatu

    lembaga Islam, wakaf telah menjadi salah satu penunjang perkembangan

    masyarakat Islam. Sebagian besar tanah wakaf di Indonesia digunakan untuk

    rumah ibadah, perguruan tinggi Islam dan lembaga-lembaga keagamaan Islam

    lainnya.1 Mengingat manfaatnya yang sangat besar bagi kepentingan sosial,

    maka wakaf harus dikelola dan dikembangkan oleh orang-orang yang ahli di

    dalam menangani obyek wakaf serta mempunyai jaminan kepastian hukum.

    Berdasarkan kenyataan yang demikian, pemerintah memandang perlu diberikan

    landasan hukum yang kuat dalam bentuk peraturan perundang-undangan dalam

    pengelolaan dan pemanfaatan obyek wakaf.

    Dua dimensi yang dimiliki wakaf selain menjadi keistimewaan tersendiri

    bagi wakaf, juga menjadikan wakaf sebagai sebuah ketentuan yang fleksibel.

    Fleksibilitas yang dimiliki oleh perwakafan menjadikannya ketentuan yang

    menjadi obyek dalam perbedaan pendapat antar para Ulama sejak zaman dahulu.

    Sedang di Indonesia, fakta tersebut juga menjadikan wakaf sebagai lembaga yang

    1Departemen Agama RI, Lembaga Pengelola Wakaf (Nazhir),Jakarta, 2004, h. 1

  • 7/22/2019 Regulasi Perwakafan (Nizar)

    3/18

    2

    mengalami perkembangan inovatif. Itulah yang kemudian menjadi salah satu latar

    belakang pemerintah untuk membuat regulasi hukum dalam permasalahan wakaf

    di Indonesia. Makalah ini mencoba menyajikan informasi tentang regulasi hukum

    perwakafan terutama Undang Undang No. 41 Th. 2004 tentang Wakaf dan PP

    No. 42 Th. 2006 tentang Pelaksanaan Wakaf. Semoga bermanfaat.

    B. Rumusan MasalahDemi mendapatkan kejelasan dalam pembahasan makalah ini, dapat kita

    rumuskan permasalahan yang akan dibahas melalui makalah ini antara lain:

    1. Bagaimana regulasi hukum perwakafan yang ada di Indonesia?2. Bagaimana pula latar belakang ditetapkannya Undang-undang tentang

    perwakafan berikut peraturan pelaksanaannya?

  • 7/22/2019 Regulasi Perwakafan (Nizar)

    4/18

    3

    BAB II

    WAKAF DAN REGULASI HUKUMNYA

    A. Sekilas Tentang PerwakafanPranata wakaf merupakan sebuah pranata yang berasal dari hukum Islam.

    Oleh karena itu, apabila berbicara tentang masalah perwakafan, tidak mungkin

    melepaskan pembicaraan tentang konsepsi wakaf menurut hukum Islam. Akan

    tetapi, dalam Islam tidak ada konsep yang tunggal tentang wakaf, karena apabila

    mendalami tentang wakaf, akan dihadapkan pada pendapat.

    Perkataan waqf menjadi wakaf dalam bahasa Indonesia berasal dari kata

    kerja bahasa Arab waqafa yaqifu waqfan yang berarti ragu-ragu, berhenti,

    meletakkan, memahami, mencegah, menahan, mengatakan, memperlihatkan,

    meletakkan, memperhatikan, mengabdi dan tetap berdiri.2Sebagai kata benda,

    kata wakaf semakna dengan kata al-habs dengan arti menahan.3Pada intinya, kata

    wakaf nerarti menahan, mencegah atau melarang dan diam. Dikatakan menahan

    karena wakaf ditahan dari kerusakan, penjualan dan semua tindakan yang tidak

    sesuai dengan tujuan wakaf.

    Ulama banyak mengeluarkan pendapat seputar makna wakaf secara istilah.

    Terkadang antara satu makna dengan makna lain ada unsur perbedaan. Pada

    intinya, adanya berbagai perumusan pengertian wakaf yang dikemukakan oleh

    para ulama dan pakar keIslaman, menunjukkan kepada kita betapa besarnya

    keragaman tentang pengertian wakaf. Meskipun berbeda dalam redaksional,

    akan tetapi esensi dari pengertian wakaf tetaplah sama yakni wakaf adalah

    suatu tindakan atau penahanan terhadap harta kekayaan seseorang atau badan

    hukum dengan kekalnya benda tersebut untuk diambil manfaatnya guna

    kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.4

    Sedangkan unsur-unsur yang harus ada dalam harta wakaf antara lain:

    2Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al Munawwir, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h.

    15763 Abdul Ghofur Anshori, Hukum dan Praktik Perwakafan di Indonesia, Yogyakarta: Pilar

    Media, 2005, h. 7.4 Disimpulkan dari beberapa pendapat tentang makna istilah wakaf antara lain: Jumhur

    Ulama, golongan Malikiyyah, Hanafiyyah serta makna wakaf dalam Kompilasi Hukum Islam. Baca :

    Wahbah al-Zuhaili, Fiqh al-Islami wa Adilatuhu, Juz VIII , Beirut : Dar al-Fikr, t.th, h. 153-155

  • 7/22/2019 Regulasi Perwakafan (Nizar)

    5/18

    4

    a. Benda yang kekal zatnya (tahan lama wujudnya), tidak lekas musnahsetelah dimanfaatkan.

    b. Lepas dari kekuasaan orang-orang yang berwakaf.c. Tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, baik dengan jalan jual beli, hibah

    maupun dengan warisan.

    d. Untuk keperluan amal kebajikan sesuai dengan ajaran Islam.5Yang menjadi dasar hukum wakaf ialah antara lain surat Al Baqarah

    ayat 267 yang berbunyi:

    Artinya: Hai orang-orang yang beriman nafkahkanlah dijalan Allah

    sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa

    yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu

    memilih yang buruk-buruk lalu kamunafkahkan dari padanya, padahal

    kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan

    mata terhadapnya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha

    Terpuji.6

    Serta beberapa hadis Nabi yang menjadi dasar pijakan pelaksanaannya.Rukun wakaf antara lain keberadaan wakif atau orang yang

    mewakafkan hartanya, mauquf atau benda yang diwakafkan, mauquf alaih

    atau tujuan wakaf, shigat atau pernyataan wakaf, nadzir atau penyelenggara

    wakaf dan jangka waktu wakaf.7Sedangkan syarat wakaf sangat bervariatif.

    Seorang waqif disyaratkan harus merdeka, berakal sehat, dewasa (baligh), dan

    tidak berada di bawah pengampuan.8 Dalam mauquf dipersyaratkan antara

    lain :

    5Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam ; Zakat dan Wakaf, Jakarta : UI Press, 1998, h.

    846QS. Al Baqarah: 2677 Departemen Agama RI, Fikih Wakaf, Jakarta: Direktorat Jendral Pemberdayaan Wakaf,

    Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, 2006, h. 22 . rukun wakaf yang asli hanyalah 4,

    yakni wakif, mauquf, mauquf alaih dan shighat. Sedangkan dua rukun lain ialah yang ada dalam UU

    No. 41 tahun 2004.8Ibid.,h. 21-22.

  • 7/22/2019 Regulasi Perwakafan (Nizar)

    6/18

    5

    a. Benda wakaf dapat dimanfaatkan untuk jangka panjang, tidak habissekali pakai

    b. Benda wakaf dapat berupa milik kelompok atau badan hukumc. Benda wakaf merupakan benda milik yang sempurna. Ia terbebas dari

    segala pembebanan, ikatan, sitaan dan sengketa

    d. Benda itu tidak dapat diperjual belikan, dihibahkan atau dipergunakanselain wakaf.

    Tujuan wakaf harus disesuaikan dengan batas-batas yang diperbolehkan

    menurut syariat Islam. Shighatdalam wakaf hanya terdiri dari ijab saja tanpa

    kabul, karena wakaf merupakan tindakan yang bersifat sepihak.9 Sedangkan

    dalamshighat wakaf, disyaratkan antara lain :

    a. Shighat harus mengandung pernyataan bahwa wakaf itu bersifat kekal(tabid). Untuk itu wakaf yang dibatasi waktunya tidak sah. Lain halnya

    mazhab Maliki yang tidak mensyaratkan tabidsebagai syarat sah wakaf

    b. Shighat harus mengandung arti yang tegas dan tunai.c. Shighat harus mengandung kepastian, dalam arti suatu wakaf tidak boleh

    diikuti oleh syarat kebebasan memilih.

    d. Shighat tidak boleh dibarengi dengan syarat yang membatalkan, sepertimensyaratkan barang tersebut untuk keperluan maksiat.

    10

    Seorang nadzir dalam permasalahan wakaf disyaratkan oleh UU Nomor

    41/ 2004 haruslah WNI, beragama Islam, dewasa, amanah, mampu secara

    jasmani dan rohani serta tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.

    Sedangkan untuk nadzir berupa organisasi maka organisasi tersebut haruslah

    bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan dan /atau keagamaan

    Islam. Sedangkan jika berbentuk badan hukum, haruslah dibentuk sesuai

    dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan bergerak di bidang

    sosial, pendidikan, kemasyarakatan dan /atau keagamaan Islam.11

    9Baca : Abu Yahya Zakariya al-Anshori, Fath al-Wahab, Juz I, Semarang: Toha Putra, t.th., h,

    257.10Wahbah Zuhaili, Op. Cit., h. 19611Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf

  • 7/22/2019 Regulasi Perwakafan (Nizar)

    7/18

    6

    Dalam permasalahan jangka waktu wakaf, Ulama berbeda pendapat

    terutama mengenai syarat keabadian waktu dalam wakaf. Pada satu sisi

    mencantumkan sebagai syarat, dan disisi lain tidak mencantumkan. Sebagai

    konsekuensi dari ikhtilaf tersebut, terjadi pula perbedaan dalam hal wakaf

    muaqqat (sementara). Ada yang memperbolehkan, dan ada pula yang

    melarang.12

    B. Wakaf di IndonesiaSebagaimana telah disebutkan, bahwa wakaf di Indonesia merupakan

    sebuah ketentuan yang telah melembaga. Kelembagaan wakaf sangat berkaitan

    erat dengan masalah sosial dan adat yang ada di Indonesia. Sebab wakaf telah

    dikenal jauh sejak sebelum Indonesia merdeka, yakni sejak Islam masuk di

    Indonesia.

    Sejarah perwakafan di Indonesia telah dimulai sejak masa kesultanan.

    Banyak bukti ditemukan bahwa pada masa kesultanan telah dilakukan ibadah

    wakaf, khususnya terlihat pada beberapa bangunan seperti masjid, madrasah, dan

    juga komplek makam. Beberapa bukti sejarah yang dapat ditemukan antara lain:

    1. Masjid Al Falah Jambi yang merupakan tanah Sultan Thaha Saifuddin.2. Masjid Kauman Cirebon, wakaf dari Sunan Gunung Jati3. Masjid Demak, wakaf Sultan Fatah4. Masjid Menara Kudus, wakaf dari Sunan Muria5. Masjid Janik Pengkalan, wakaf Sultan Abdul Qadirun6. Masjid Agung Semarang wakaf dari Pangeran Pandanaran7. Masjid Ampel Surabaya wakaf dari Raden Rahmat Sunan Ampel

    serta masih banyak lagi.13

    Pada masa kolonial Belanda wakaf juga telah menjadi perhatian

    pemerintah Belanda. Buktinya ialah dikeluarkannya beberapa surat edaran yang

    12 Dalam hal ini, hanya madzhab Maliki yang berpendapat bahwa wakaf tidak harus

    berjangka waktu selamanya. Selain Malikiyyah, mempersyaratkannya. Artinya, hanya Ulama

    Malikiyah yang memperbolehkan operasional wakaf secara sementara (muaqqat). Baca: Muhammad

    Jawad Mughniyyah, al-Fiqh ala al-Madzahib al-Khamsah, Terj. Masykur, et al., Fiqih Lima Mazhab,

    Jakarta: Lentera, Cet. ke-5, 2000, h. 635-63613 M. Munir SA., Wakaf Tanah Menurut Islam dan Perkembangannya di Indonesia,

    (Pekanbaru: UIR Press, 1991), h. 140-143

  • 7/22/2019 Regulasi Perwakafan (Nizar)

    8/18

    7

    didalamnya berisi beberapa ketentuan baik yang berkaitan langsung dengan wakaf

    ataupun tidak. Pada intinya, Pemerintah Kolonial Belanda saat itu berupaya

    mencampuri aktivitas umat Islam, salah satunya melalui wakaf.

    Upaya campur tangan Belanda terhadap dunia perwakafan umat Islam

    menimbulkan reaksi penentangan dari umat Islam karena pada praktiknya, orang

    yang hendak berwakaf diharuskan untuk izin kepada Bupati. Mereka berpendapat

    bahwa perwakafan adalah suatu tindakan hukum privat sehingga sah atau tidaknya

    tidak perlu izin dari pemerintah bahkan pemerintah tidak perlu campur tangan.14

    Perwakafan pada masa kemerdekaan Indonesia belum juga diatur dalam

    bentuk perundang-undangan / hukum positif. Perwakafan kemudian dijadikan

    oleh pemerintah sebagai salah satu wewenang yang dimiliki Menteri Agama yang

    dalam pelaksanaanya dilimpahkan kepada Kepala Kantor Urusan Agama

    Kabupaten. Ketentuan ini berdasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun

    1949 jo. PP No. 8 Tahun 1980 serta peraturan Menteri Agama No 9 dan No. 10

    Tahun 1952.

    Dalam perkembangannya, perhatian pemerintah Indonesia terhadap dunia

    perwakafan terus meningkat menyusul diperbaikinya regulasi-regulasi tentang

    wakaf baik melalui peraturan pemerintah, maupun peraturan menteri agama, atau

    menteri yang lain. Hingga pada akhirnya, muncullah Kompilasi Hukum Islam

    yang dirumuskan oleh Ulama bersama pakar hukum Islam Indonesia. Sedangkan

    untuk penguatnyam diterbitkan pula Inpres No. 1 Tahun 1991. Khusus

    permasalahan wakaf dalam KHI difokuskan pada buku III yang isinya meliputi:

    1. BAB I berisi tentang pasal 215 yang memuat ketentuan umum, arti wakaf,ikrar wakaf, benda wakaf, nadzir, dan pejabat pembuat akte ikrar wakaf

    (PPAIW)

    2. BAB II berisi 7 pasal (pasal 216-222) yang memuat tentang ketentuanfungsim unsur-unsur dan syarat wakaf.

    3. BAB III berisi 2 pasal (pasal 223 dan 224) yang berisi tentang tata cara wakafdan pendaftaran benda wakaf.

    14Baca : Imam Suhadi, Hukum Wakaf di Indonesia, (Yogyakarta: Dua Dimensi, 1985), h. 6-7

  • 7/22/2019 Regulasi Perwakafan (Nizar)

    9/18

    8

    4. BAB IV 3 pasal (pasal 224-226) yang memuat tentang perubahan,penyelesaian perselisihan dan pengawasan benda wakaf.

    5. BAB V berisi pasal 228 dan 229 tentang ketentuan peralihan dan penutup.Pada intinya, paradigma wakaf di Indonesia sejak masa penjajahan sampai

    era reformasi hanyalah wakaf benda mati, tidak produktif dan menjadi

    tanggungan masyarakat. Wakaf dalam pemahaman umat Muslim Indonesia

    hanyalah seputar kuburan, masjid, dan madrasah yang tidak bernilai

    ekonomi. Hal ini tercermin dari beberapa ketentuan tentang perwakafan.

    C. Regulasi Hukum PerwakafanHal-hal yang melatarbelakangi disusunnya RUU tentang wakaf dapat

    dikelompokkan dalam tiga aspek meliputi aspek historis, aspek teologis atau

    aspek sosiologis. Lebih jelasnya, akan dijelaskan sebagai berikut:

    1. Aspek HistorisPeraturan perwakafan di Indonesia pertama kali dimulai sejak awal

    abad 20. Selanjutnya mengalami perkembangan sampai saat ini. Dari

    peraturan-peraturan yang dikeluarkan pemerintah RI, tampak adanya usaha-

    usaha untuk menjaga dan melestarikan tanah wakaf yang ada di Indonesia.15

    Sejak dulu sampai saat ini, obyek perwakafan di Indonesia berupa

    tanah. Maka tidak mengherankan apabila peraturan perundang-undangannya

    yang ada hanya mengatur hak milik saja. Hal ini dapat kita jumpai dalam

    UUPA No. 5 Tahun 1960 dan PP No. 28 Tahun 1977 tentang perwakafan

    tanah milik.

    Dalam UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria) No. 5 Tahun 1960,

    masalah wakaf dapat kita ketahui pada pasal 5, 14 ayat (1) dan pasal 49,

    dengan rumusan sebagai berikut :

    a. Pasal 5 UUPA No. 5 Tahun 1960, bahwa hukum adatlah yangmenjadi dasar hukum agraria Indonesia, yaitu hukum Indonesia asli

    15Farida Prihatini, et. al, Hukum Islam Zakat Dan Wakaf Teori Dan Prakteknya Di Indonesia ,

    Jakarta: Fakultas Hukum UI, 2005, h. 123

  • 7/22/2019 Regulasi Perwakafan (Nizar)

    10/18

    9

    yang tidak tertulis dalam bentuk perundang-undangan Republik

    Indonesia yang mengandung unsur agama khususnya lembaga wakaf.

    b. Pasal 14, tentang pengaturan tanah untuk keperluan peribadatan dankepentingan suci lainnya.

    c. Pasal 49 UUPA No. 5 Tahun 1960 berisikan ketegasan bahwa soal-soal yang bersangkutan dengan peribadatan dan keperluan suci

    lainnya dalam hukum agraria, dan ini terkait dengan perumusan PP

    No. 28 Tahun 1977.

    Dengan keluarnya Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977,

    dimaksudkan untuk memberi jaminan kepastian hukum mengenai wakaf

    tanah serta pemanfaatannya sesuai dengan tujuan wakaf dan urusan

    perwakafan menjadi lebih tertib, mudah dan aman dari kemungkinan

    perselisihan dan penyelewengan. Dengan demikian perwakafan tanah milik

    menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi kesejahteraan umat Islam dan rakyat

    Indonesia pada umumnya.16

    Kemudian tepatnya tanggal 10 Juni Tahun 1991, dengan keluarnya

    Inpres No. 1 Tahun 1991, dalam bentuk KHI (Kompilasi Hukum Islam),

    terjadi perkembangan dalam wakaf, baik dari segi definisi, dan objek wakaf

    yang tidak hanya berupa tanah milik sebagaimana disebutkan dalam PP No.

    28 Tahun 1977. Namun belum terperinci benda apa saja yang dapat

    diwakafkan dan berapa banyak benda miliknya yang boleh diwakafkan tidak

    diatur secara jelas, begitu pula dengan hak dan kewajiban nazhir.

    Perkembangan wakaf selain tanah milik sebagaimana diatur dalam

    peraturan perundang-undangan yang telah ada, dirasa sudah tidak lagi

    menampung perkembangan wakaf, dengan semakin sulit dan sedikitnya

    masyarakat yang memiliki tanah, tetapi semangat untuk mengerjakan ibadah

    wakaf ini semakin banyak. Maka keluarlah fatwa MUI tanggal 22 Mei

    Tahun 2002 tentang Wakaf Uang, dengan keluarnya fatwa ini, masyarakat

    yang tidak memiliki tanah dapat mengeluarkan wakafnya.

    2. Aspek Teologis16Abdul Ghofur Anshori, Op. Cit.h. 50

  • 7/22/2019 Regulasi Perwakafan (Nizar)

    11/18

    10

    Islam memandang umat manusia sebagai satu keluarga. Oleh karena

    itu, setiap manusia sama derajatnya dihadapan Allah SWT. Dan untuk

    merealisasikan kekeluargaan dan kebersamaan tersebut harus ada kerja

    sama dan tolong menolong satu sama lain. Konsep persaudaraan dan

    perlakuan yang sama terhadap seluruh anggota masyarakat di muka hukum

    tidaklah mempunyai arti kalau tidak disertai dengan keadilan ekonomi.

    Substansi yang terkandung dalam wakaf sangat tampak adanya.

    Semangat menegakkan keadilan sosial melalui pendermaan harta untuk

    kebajikan umum. Karena penegakkan keridloan sosial dalam Islam

    merupakan kemurnian dan realitas ajaran agama. Wakaf hanya sebatas

    amalan kebajikan yang bersifat anjuran, tetapi daya tarik yang menciptakan

    kesejahteraan sangat tinggi, yang mengakibatkan tidak sedikit masyarakat

    Indonesia yang mengerjakannya.

    3. Aspek SosiologisApabila memperhatikan secara seksama bahwa jumlah tanah wakaf

    di Indonesia cukup banyak jumlahnya, namun pemanfaatannya masih

    berkisar untuk kegiatan sosial (sarana dan prasarana) keagamaan saja.

    Kenyataan yang ada, bahwa wakaf yang ada di Indonesia dilihat dari segi

    sosial ekonomi belum dapat berperan dalam menanggulangi permasalahan

    umat khususnya masalah sosial ekonomi. Hal ini dapat dipahami karena

    pada umumnya tanah wakaf yang ada pengelolaannya kurang maksimal,

    karena pada umumnya nazhir hanya berperan sebagai juru kunci saja. Dan

    kondisi ini disebabkan pemanfaatan tanah wakaf hanya dipergunakan untuk

    tujuan wakaf yang diikrarkan wakif saja, seperti untuk mushala, masjid,

    madrasah atau sekolahan, dengan tanpa diiringi kegiatan yang mempunyai

    nilai ekonomis. Sebagaimana yang ditulis karangan Depertemen Agama RI

    dengan judul Perkembangan Pengelolaan Wakaf Di Indonesia,

    menyebutkan bahwa tradisi wakaf yang demikian, memunculkan fenomena

  • 7/22/2019 Regulasi Perwakafan (Nizar)

    12/18

    11

    yang mengakibatkan perwakafan di Indonesia tidak mengalami

    perkembangan dan tidak dapat mensejahterakan masyarakat banyak.17

    Pada tanggal 27 Oktober 2004, pemerintah mengeluarkan sebuah

    peraturan baru yaitu Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf yang

    terdiri dari 71 pasal. Undang-undang ini merupakan UU pertama yang

    mengatur secara khusus mengatur wakaf.18

    Dengan disahkannya UU No. 41

    Tahun 2004 tentang wakaf, diharapkan pemahaman masyarakat Indonesia lebih

    luas tentang wakaf. Karena selama ini wakaf yang kita jumpai di masyarakat pada

    umumnya lebih banyak bersifat konsumtif dan lebih terfokus untuk kepentingan

    pembangunan atau sarana untuk ibadah.

    UU wakaf ini dipersiapkan untuk menggerakkan seluruh potensi wakaf

    yang ada di tanah air secara produktif sejalan dengan laju perubahan struktur

    masyarakat modern yang bertumpu pada sektor industri. Dalam UU ini memiliki

    semangat pemberdayaan benda-benda wakaf secara produktif dan diharapkan

    dapat tercipta kehidupan masyarakat yang adil dan sejahtera.19

    Dengan cara

    dikembangkannya secara optimal pengelolaan professional produktif untuk

    mencapai hasil yang nyata dalam kehidupan masyarakat.

    Dengan berlakunya UU ini, semua peraturan mengenai perwakafan masih

    berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan

    yang baru berdasarkan UU No.41 Tahun 2004.

    a. Pengertian Wakaf dan Benda WakafUndang-undang wakaf No 41 Tahun 2004 Pasal 1 menjelaskan

    bahwa wakaf adalah perbuatan wakif untuk memisahkan dan/atau

    menyerahkan sebagian dari benda miliknya untuk dimanfaatkan

    selamanya atau jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingan ibadat

    dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.20

    Artinya, wakaf dalam

    UU ini memiliki jangka waktu wakaf sesuai dengan kepentingan, sehingga

    17Depag RI, Paradigma Baru Wakaf Di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Pengembangan Zakat

    Dan Wakaf), 2005, h. 9818Abdul Ghofur Ansori, Op. Cit., h. 5519 Achmad Djunaidi, Thobieb Al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif, Jakarta: Mitra Abadi

    Press, 2005, h. 8320Undang-Undang No. 41 Th. 2004 tentang Wakaf

  • 7/22/2019 Regulasi Perwakafan (Nizar)

    13/18

    12

    wakaf dapat kembali pada pemiliknya sesuai dengan waktu yang

    ditentukan.21

    Berbeda dengan yang ada pada KHI yang masih mendefinisikan

    wakaf sebagai perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau

    badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan

    melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau

    kerpeluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.22

    Secara umum UU No.41 Tahun 2004 banyak hal baru dari peraturan

    sebelumnya, diantaranya: UU ini membagi benda wakaf menjadi benda tidak

    bergerak dan benda bergerak dengan klasifikasi sebagai berikut :

    1) Benda tidak bergerak. meliputi:a) Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

    undangan yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum

    terdaftar,

    b) Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanahsebagaimana dimaksud pada huruf (a),

    c) Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah,d) Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan

    peraturan perundang.undangan yang berlaku,

    e) Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah danperaturan perundang.undangan yang berlaku.

    2) Benda bergerak dalah harta benda yang tidak bisa habis karenadikonsumsi yang meliputi :

    a) Uangb) Logam mulia,c) Surat berharga,d) Kendaraan,e) Hak atas kekayaan intelektual,f) hak Sewa, dan

    21Pasal 122KHI Buku III Pasal 215

  • 7/22/2019 Regulasi Perwakafan (Nizar)

    14/18

    13

    g) Benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturanperundang.undangan yang berlaku.

    Hal ini sejalan dengan fatwa Majlis Ulama Indonesia yang isinya

    membolehkan wakaf uang.23

    b. NadzirDalam Fiqh maupun UU wakaf ini, persyaratan nazhir adalah

    persyaratan umum. Karena nazhir adalah orang atau pihak (badan hukum atau

    organisasi) yang berhak bertindak terhadap harta wakaf, baik yang

    memelihara, mengerjakan berbagai hal yang memungkinkan harta itu tumbuh

    dengan baik, maupun mendistribusikan hasilnya kepada orang yang berhak

    menerimanya atau pihak yang menerima benda wakaf dari wakif untuk

    dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukkannya.

    Nazhir dapat menerima hak pengelolaan sebesar maximal 10% dari

    hasil bersih pengelolaan dan pengembangan benda wakaf. Supaya nazhir

    wakaf tidak sekedar dijadikan pekerjaan sambilan yang hanya dijalani

    seadanya, tapi benar-benar dan mampu menjalankan tugas-tugasnya sehingga

    mereka patut diberikan hak-hak yang pantas sebagimana dengan apa yang

    mereka kerjakan atau pertanggung jawabkan.24

    c. Perubahan harta benda wakafPada dasarnya harta benda wakaf tidak dapat diubah atau dialihkan

    menurut UU No. 41 Tahun 2004 Pasal 40. bahwa benda wakaf yang telah

    diwakafkan tidak dapat dilakukan Harta benda wakaf yang sudah diwakafkan

    dilarang:

    1) Dijadikan jaminan;2) Disita;3) Dihibahkan;4) Dijual;

    23Fatwa MUI tentang wakaf Uang yang ditetapkan tanggal 11 Mei 2002 M.24Pasal 9 pasal 14

  • 7/22/2019 Regulasi Perwakafan (Nizar)

    15/18

    14

    5) Diwariskan;6) Ditukar; atau7) Dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya.

    Perubahan status harta benda wakaf dalam bentuk penukaran dilarang

    kecuali dengan izin tertulis dari Menteri berdasarkan pertimbangan BWI.

    Ketentuan ini secara lengkap dimuat dalam UU Nomor 42 tahun 2006 tentang

    pelaksanaan undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf pasal 49.

    1) Izin tertulis dari Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanyadapat diberikan dengan pertimbangan sebagai berikut :

    a) Perubahan harta benda wakaf tersebut digunakan untukkepentingan umum `sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang

    (RUTR) berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan dan

    tidak bertentangan denganprinsip syariah;

    b) Harta benda wakaf tidak dapat dipergunakan sesuai dengan ikrarwakaf; atau;

    c) Pertukaran dilakukan untuk keperluan keagamaan secara langsung danmendesak.

    2) Selain dari pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),izin pertukaran harta benda wakaf hanya dapat diberikan jika :

    a) Harta benda penukar memiliki sertifikat atau bukti kepemilikansah sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan; dan

    b) Nilai dan manfaat harta benda penukar sekurang-kurangnya samadengan harta benda wakaf semula.

    3) Nilai dan Manfaat harta benda penukar sebagaimana dimaksud padaayat (3) huruf b ditetapkan oleh bupati/walikota berdasarkan

    rekomendasi tim penilai yang anggotanya terdiri dari unsur :

    a) Pemerintah daerah kabupaten/kota;b) Kantor pertanahan kabupaten/kota;c) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten/kota;d) Kantor Departemen Agama kabupaten/kota; dan

  • 7/22/2019 Regulasi Perwakafan (Nizar)

    16/18

    15

    e) Nazhir tanah wakaf yang bersangkutan25

    d. Badan Wakaf Indonesia (BWI)BWI (Badan Wakaf Indonesia) sebagai sebuah lembaga independen

    yang dibentuk pemerintah untuk memajukan dan mengembangkan

    perwakafan Nasional dimana dalam peraturan wakaf sebelumnya KHI

    maupun dalam PP No. 28 Tahun 1970 tidak tercantum. Sebagai lembaga

    wakaf nasional BWI bertujuan untuk mengelenggarakan administrasi

    pengelolaan secara nasional untuk membina para nazhir yang sudah ada agar

    lebih professional.26

    e. Penyelesaian SengketaUU ini memuat juga mengenai penyelesaian sengketa yang dapat

    diselesaikan dengan musyawarah mufakat maupun bantuan pihak ketiga

    melalui mediasi, arbitrase dan jalan terakhir melalui pengadilan.

    25Pasal 4926Pasal 49

  • 7/22/2019 Regulasi Perwakafan (Nizar)

    17/18

    16

    BAB III

    PENUTUP

    A. KesimpulanDari pemaparan penyusun mengenai regulasi hukum perwakafan yang telah

    dipaparkan dalam bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa:

    1. Regulasi hukum perwakafan di Indonesia telah ada semenjak zamankesultanan yang tertuang dalam beberapa surat edaran pemerintah kolonial

    Belanda yang memuat tentang aturan wakaf. Regulasi hukum wakaf di

    Indonesia pada masa setelah kemerdekaan hanya tertuang dalam beberapa

    peraturan pemerintah serta peraturan-peraturan menteri. Pada tahun 1991,

    wakaf menjadi salah satu pembahasan utama yang tertuang ketentuannya

    dalam Kompilasi Hukum Islam dan menjadi sumber hukum materiil bagi

    Pengadilan Agama. Hingga pada akhirnya, dalam rangka menyempurnaan

    dan optimalisasi pengembangan wakaf, dikeluarkanlah UU No. 41 tahun

    2004 tentang wakaf.

    2. Latar belakang ditetapkannya UU No. 41 tahun 2004 tentang wakaf terdiridari tiga aspek; aspek historis yakni dinamika perjalanan panjang regulasi

    hukum wakaf di Indonesia, aspek teologis yakni substansi yang terkandung

    dalam wakaf sangat tampak adanya. Semangat menegakkan keadilan sosial

    melalui pendermaan harta untuk kebajikan umum. Karena penegakkan

    keridloan sosial dalam Islam merupakan kemurnian dan realitas ajaran

    agama, dan aspek sosial yakni kenyataan bahwa wakaf yang ada di

    Indonesia dilihat dari segi sosial ekonomi belum dapat berperan dalam

    menanggulangi permasalahan umat khususnya masalah sosial ekonomi.

    B. PenutupPemaparan penulis dalam makalah di atas masih jauh dari kata sempurna.

    Saran dan masukan penulis harapkan demi perbaikan makalah ini. Akhir kata,

    semoga makalah ini dapat bermanfaat, khususnya untuk khazanah kajian hukum

    Islam baik dalam dunia akademisi maupun umum. Demikian, wallahu alam.

  • 7/22/2019 Regulasi Perwakafan (Nizar)

    18/18

    17

    DAFTAR PUSTAKAAlquran Al Karim

    Abdul Ghofur Anshori, Hukum Dan Praktek Perwakafan Di Indonesia, Yogyakarta:

    Pilar Media, 2005

    Abu Yahya Zakariya al-Anshori, Fath al-Wahab, Juz I, Semarang: Toha Putra, t.th.

    Achmad Djunaidi, Thobieb Al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif, Jakarta: Mitra

    Abadi Press, 2005

    Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al Munawwir, (Surabaya: Pustaka Progressif,

    1997)

    Departemen Agama RI, Paradigma Baru Wakaf Di Indonesia, (Jakarta: Direktorat

    Pengembangan Zakat Dan Wakaf), 2005

    ________________, Fikih Wakaf, Jakarta: Direktorat Jendral Pemberdayaan Wakaf,

    Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, 2006

    ________________, Lembaga Pengelola Wakaf (Nazhir), Jakarta, 2004

    Farida Prihatini, et. al, Hukum Islam Zakat Dan Wakaf Teori Dan Prakteknya Di

    Indonesia, Jakarta: Fakultas Hukum UI, 2005

    Fatwa MUI tentang wakaf Uang yang ditetapkan tanggal 11 Mei 2002 M.

    Imam Suhadi,Hukum Wakaf di Indonesia, (Yogyakarta: Dua Dimensi, 1985)

    M. Munir SA., Wakaf Tanah Menurut Islam dan Perkembangannya di Indonesia,

    (Pekanbaru: UIR Press, 1991)

    Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam ; Zakat dan Wakaf, Jakarta : UI Press,

    1998

    Muhammad Jawad Mughniyyah, al-Fiqh ala al-Madzahib al-Khamsah, Terj.

    Masykur, et al., Fiqih Lima Mazhab, Jakarta: Lentera, Cet. ke-5, 2000

    Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf

    Wahbah al-Zuhaili,Fiqh al-Islami wa Adilatuhu, Juz VIII , Beirut : Dar al-Fikr, t.th