regulasi perwakafan (nizar)
TRANSCRIPT
-
7/22/2019 Regulasi Perwakafan (Nizar)
1/18
MAKALAH
REGULASI HUKUM PERWAKAFAN
(Kajian Terhadap UU No. 41 Th. 2004 tentang Wakaf
dan PP No. 42 Th. 2006 tentang Pelaksanaan Wakaf)
diajukan untuk memenuhi tugas kelompok
pada mata kuliah Manajemen Zakat Dan Wakaf
Dosen Pengampu: Dr. Mukhlisin Muzarie, M. Ag
Oleh :
M. C. Nizar (14126410015)
PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEH NUR JATI
CIREBON
2013
-
7/22/2019 Regulasi Perwakafan (Nizar)
2/18
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar BelakangPerwakafan merupakan salah satu bentuk ketentuan Islam dalam
mengakomodir hubungan antar sesame manusia demi mencapai sebuahkesejahteraan bersama. Di samping juga merupakan sarana untuk menjaga
hubungan baik dengan Allah SWT. Wakaf sebagai salah satu bentuk dari ibadah
telah dikenal oleh manusia sejak zaman dahulu terbentuk dari tatanan kehidupan
bermasyarakat di muka bumi. Wakaf juga sebagai konsep sosial yang memiliki
dimensi ibadah, dan juga disebut sebagai amal jariyah. Dimana pahala yang
didapat oleh wakif(orang yang mewakafkan) akan selalu mengalir selama harta
tersebut masih ada dan bermanfaat. Seperti menyediakan pelayanan umum yang
dibutuhkan oleh manusia secara keseluruhan atau kebanyakan anggota
masyarakat.
Di Indonesia, sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam,
wakaf merupakan salah satu lembaga Islam yang erat kaitannya dengan
kesejahteraan umat dan sudah lama melembaga di Indonesia. Sebagai suatu
lembaga Islam, wakaf telah menjadi salah satu penunjang perkembangan
masyarakat Islam. Sebagian besar tanah wakaf di Indonesia digunakan untuk
rumah ibadah, perguruan tinggi Islam dan lembaga-lembaga keagamaan Islam
lainnya.1 Mengingat manfaatnya yang sangat besar bagi kepentingan sosial,
maka wakaf harus dikelola dan dikembangkan oleh orang-orang yang ahli di
dalam menangani obyek wakaf serta mempunyai jaminan kepastian hukum.
Berdasarkan kenyataan yang demikian, pemerintah memandang perlu diberikan
landasan hukum yang kuat dalam bentuk peraturan perundang-undangan dalam
pengelolaan dan pemanfaatan obyek wakaf.
Dua dimensi yang dimiliki wakaf selain menjadi keistimewaan tersendiri
bagi wakaf, juga menjadikan wakaf sebagai sebuah ketentuan yang fleksibel.
Fleksibilitas yang dimiliki oleh perwakafan menjadikannya ketentuan yang
menjadi obyek dalam perbedaan pendapat antar para Ulama sejak zaman dahulu.
Sedang di Indonesia, fakta tersebut juga menjadikan wakaf sebagai lembaga yang
1Departemen Agama RI, Lembaga Pengelola Wakaf (Nazhir),Jakarta, 2004, h. 1
-
7/22/2019 Regulasi Perwakafan (Nizar)
3/18
2
mengalami perkembangan inovatif. Itulah yang kemudian menjadi salah satu latar
belakang pemerintah untuk membuat regulasi hukum dalam permasalahan wakaf
di Indonesia. Makalah ini mencoba menyajikan informasi tentang regulasi hukum
perwakafan terutama Undang Undang No. 41 Th. 2004 tentang Wakaf dan PP
No. 42 Th. 2006 tentang Pelaksanaan Wakaf. Semoga bermanfaat.
B. Rumusan MasalahDemi mendapatkan kejelasan dalam pembahasan makalah ini, dapat kita
rumuskan permasalahan yang akan dibahas melalui makalah ini antara lain:
1. Bagaimana regulasi hukum perwakafan yang ada di Indonesia?2. Bagaimana pula latar belakang ditetapkannya Undang-undang tentang
perwakafan berikut peraturan pelaksanaannya?
-
7/22/2019 Regulasi Perwakafan (Nizar)
4/18
3
BAB II
WAKAF DAN REGULASI HUKUMNYA
A. Sekilas Tentang PerwakafanPranata wakaf merupakan sebuah pranata yang berasal dari hukum Islam.
Oleh karena itu, apabila berbicara tentang masalah perwakafan, tidak mungkin
melepaskan pembicaraan tentang konsepsi wakaf menurut hukum Islam. Akan
tetapi, dalam Islam tidak ada konsep yang tunggal tentang wakaf, karena apabila
mendalami tentang wakaf, akan dihadapkan pada pendapat.
Perkataan waqf menjadi wakaf dalam bahasa Indonesia berasal dari kata
kerja bahasa Arab waqafa yaqifu waqfan yang berarti ragu-ragu, berhenti,
meletakkan, memahami, mencegah, menahan, mengatakan, memperlihatkan,
meletakkan, memperhatikan, mengabdi dan tetap berdiri.2Sebagai kata benda,
kata wakaf semakna dengan kata al-habs dengan arti menahan.3Pada intinya, kata
wakaf nerarti menahan, mencegah atau melarang dan diam. Dikatakan menahan
karena wakaf ditahan dari kerusakan, penjualan dan semua tindakan yang tidak
sesuai dengan tujuan wakaf.
Ulama banyak mengeluarkan pendapat seputar makna wakaf secara istilah.
Terkadang antara satu makna dengan makna lain ada unsur perbedaan. Pada
intinya, adanya berbagai perumusan pengertian wakaf yang dikemukakan oleh
para ulama dan pakar keIslaman, menunjukkan kepada kita betapa besarnya
keragaman tentang pengertian wakaf. Meskipun berbeda dalam redaksional,
akan tetapi esensi dari pengertian wakaf tetaplah sama yakni wakaf adalah
suatu tindakan atau penahanan terhadap harta kekayaan seseorang atau badan
hukum dengan kekalnya benda tersebut untuk diambil manfaatnya guna
kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.4
Sedangkan unsur-unsur yang harus ada dalam harta wakaf antara lain:
2Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al Munawwir, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h.
15763 Abdul Ghofur Anshori, Hukum dan Praktik Perwakafan di Indonesia, Yogyakarta: Pilar
Media, 2005, h. 7.4 Disimpulkan dari beberapa pendapat tentang makna istilah wakaf antara lain: Jumhur
Ulama, golongan Malikiyyah, Hanafiyyah serta makna wakaf dalam Kompilasi Hukum Islam. Baca :
Wahbah al-Zuhaili, Fiqh al-Islami wa Adilatuhu, Juz VIII , Beirut : Dar al-Fikr, t.th, h. 153-155
-
7/22/2019 Regulasi Perwakafan (Nizar)
5/18
4
a. Benda yang kekal zatnya (tahan lama wujudnya), tidak lekas musnahsetelah dimanfaatkan.
b. Lepas dari kekuasaan orang-orang yang berwakaf.c. Tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, baik dengan jalan jual beli, hibah
maupun dengan warisan.
d. Untuk keperluan amal kebajikan sesuai dengan ajaran Islam.5Yang menjadi dasar hukum wakaf ialah antara lain surat Al Baqarah
ayat 267 yang berbunyi:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman nafkahkanlah dijalan Allah
sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa
yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu
memilih yang buruk-buruk lalu kamunafkahkan dari padanya, padahal
kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan
mata terhadapnya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha
Terpuji.6
Serta beberapa hadis Nabi yang menjadi dasar pijakan pelaksanaannya.Rukun wakaf antara lain keberadaan wakif atau orang yang
mewakafkan hartanya, mauquf atau benda yang diwakafkan, mauquf alaih
atau tujuan wakaf, shigat atau pernyataan wakaf, nadzir atau penyelenggara
wakaf dan jangka waktu wakaf.7Sedangkan syarat wakaf sangat bervariatif.
Seorang waqif disyaratkan harus merdeka, berakal sehat, dewasa (baligh), dan
tidak berada di bawah pengampuan.8 Dalam mauquf dipersyaratkan antara
lain :
5Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam ; Zakat dan Wakaf, Jakarta : UI Press, 1998, h.
846QS. Al Baqarah: 2677 Departemen Agama RI, Fikih Wakaf, Jakarta: Direktorat Jendral Pemberdayaan Wakaf,
Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, 2006, h. 22 . rukun wakaf yang asli hanyalah 4,
yakni wakif, mauquf, mauquf alaih dan shighat. Sedangkan dua rukun lain ialah yang ada dalam UU
No. 41 tahun 2004.8Ibid.,h. 21-22.
-
7/22/2019 Regulasi Perwakafan (Nizar)
6/18
5
a. Benda wakaf dapat dimanfaatkan untuk jangka panjang, tidak habissekali pakai
b. Benda wakaf dapat berupa milik kelompok atau badan hukumc. Benda wakaf merupakan benda milik yang sempurna. Ia terbebas dari
segala pembebanan, ikatan, sitaan dan sengketa
d. Benda itu tidak dapat diperjual belikan, dihibahkan atau dipergunakanselain wakaf.
Tujuan wakaf harus disesuaikan dengan batas-batas yang diperbolehkan
menurut syariat Islam. Shighatdalam wakaf hanya terdiri dari ijab saja tanpa
kabul, karena wakaf merupakan tindakan yang bersifat sepihak.9 Sedangkan
dalamshighat wakaf, disyaratkan antara lain :
a. Shighat harus mengandung pernyataan bahwa wakaf itu bersifat kekal(tabid). Untuk itu wakaf yang dibatasi waktunya tidak sah. Lain halnya
mazhab Maliki yang tidak mensyaratkan tabidsebagai syarat sah wakaf
b. Shighat harus mengandung arti yang tegas dan tunai.c. Shighat harus mengandung kepastian, dalam arti suatu wakaf tidak boleh
diikuti oleh syarat kebebasan memilih.
d. Shighat tidak boleh dibarengi dengan syarat yang membatalkan, sepertimensyaratkan barang tersebut untuk keperluan maksiat.
10
Seorang nadzir dalam permasalahan wakaf disyaratkan oleh UU Nomor
41/ 2004 haruslah WNI, beragama Islam, dewasa, amanah, mampu secara
jasmani dan rohani serta tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.
Sedangkan untuk nadzir berupa organisasi maka organisasi tersebut haruslah
bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan dan /atau keagamaan
Islam. Sedangkan jika berbentuk badan hukum, haruslah dibentuk sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan bergerak di bidang
sosial, pendidikan, kemasyarakatan dan /atau keagamaan Islam.11
9Baca : Abu Yahya Zakariya al-Anshori, Fath al-Wahab, Juz I, Semarang: Toha Putra, t.th., h,
257.10Wahbah Zuhaili, Op. Cit., h. 19611Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
-
7/22/2019 Regulasi Perwakafan (Nizar)
7/18
6
Dalam permasalahan jangka waktu wakaf, Ulama berbeda pendapat
terutama mengenai syarat keabadian waktu dalam wakaf. Pada satu sisi
mencantumkan sebagai syarat, dan disisi lain tidak mencantumkan. Sebagai
konsekuensi dari ikhtilaf tersebut, terjadi pula perbedaan dalam hal wakaf
muaqqat (sementara). Ada yang memperbolehkan, dan ada pula yang
melarang.12
B. Wakaf di IndonesiaSebagaimana telah disebutkan, bahwa wakaf di Indonesia merupakan
sebuah ketentuan yang telah melembaga. Kelembagaan wakaf sangat berkaitan
erat dengan masalah sosial dan adat yang ada di Indonesia. Sebab wakaf telah
dikenal jauh sejak sebelum Indonesia merdeka, yakni sejak Islam masuk di
Indonesia.
Sejarah perwakafan di Indonesia telah dimulai sejak masa kesultanan.
Banyak bukti ditemukan bahwa pada masa kesultanan telah dilakukan ibadah
wakaf, khususnya terlihat pada beberapa bangunan seperti masjid, madrasah, dan
juga komplek makam. Beberapa bukti sejarah yang dapat ditemukan antara lain:
1. Masjid Al Falah Jambi yang merupakan tanah Sultan Thaha Saifuddin.2. Masjid Kauman Cirebon, wakaf dari Sunan Gunung Jati3. Masjid Demak, wakaf Sultan Fatah4. Masjid Menara Kudus, wakaf dari Sunan Muria5. Masjid Janik Pengkalan, wakaf Sultan Abdul Qadirun6. Masjid Agung Semarang wakaf dari Pangeran Pandanaran7. Masjid Ampel Surabaya wakaf dari Raden Rahmat Sunan Ampel
serta masih banyak lagi.13
Pada masa kolonial Belanda wakaf juga telah menjadi perhatian
pemerintah Belanda. Buktinya ialah dikeluarkannya beberapa surat edaran yang
12 Dalam hal ini, hanya madzhab Maliki yang berpendapat bahwa wakaf tidak harus
berjangka waktu selamanya. Selain Malikiyyah, mempersyaratkannya. Artinya, hanya Ulama
Malikiyah yang memperbolehkan operasional wakaf secara sementara (muaqqat). Baca: Muhammad
Jawad Mughniyyah, al-Fiqh ala al-Madzahib al-Khamsah, Terj. Masykur, et al., Fiqih Lima Mazhab,
Jakarta: Lentera, Cet. ke-5, 2000, h. 635-63613 M. Munir SA., Wakaf Tanah Menurut Islam dan Perkembangannya di Indonesia,
(Pekanbaru: UIR Press, 1991), h. 140-143
-
7/22/2019 Regulasi Perwakafan (Nizar)
8/18
7
didalamnya berisi beberapa ketentuan baik yang berkaitan langsung dengan wakaf
ataupun tidak. Pada intinya, Pemerintah Kolonial Belanda saat itu berupaya
mencampuri aktivitas umat Islam, salah satunya melalui wakaf.
Upaya campur tangan Belanda terhadap dunia perwakafan umat Islam
menimbulkan reaksi penentangan dari umat Islam karena pada praktiknya, orang
yang hendak berwakaf diharuskan untuk izin kepada Bupati. Mereka berpendapat
bahwa perwakafan adalah suatu tindakan hukum privat sehingga sah atau tidaknya
tidak perlu izin dari pemerintah bahkan pemerintah tidak perlu campur tangan.14
Perwakafan pada masa kemerdekaan Indonesia belum juga diatur dalam
bentuk perundang-undangan / hukum positif. Perwakafan kemudian dijadikan
oleh pemerintah sebagai salah satu wewenang yang dimiliki Menteri Agama yang
dalam pelaksanaanya dilimpahkan kepada Kepala Kantor Urusan Agama
Kabupaten. Ketentuan ini berdasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun
1949 jo. PP No. 8 Tahun 1980 serta peraturan Menteri Agama No 9 dan No. 10
Tahun 1952.
Dalam perkembangannya, perhatian pemerintah Indonesia terhadap dunia
perwakafan terus meningkat menyusul diperbaikinya regulasi-regulasi tentang
wakaf baik melalui peraturan pemerintah, maupun peraturan menteri agama, atau
menteri yang lain. Hingga pada akhirnya, muncullah Kompilasi Hukum Islam
yang dirumuskan oleh Ulama bersama pakar hukum Islam Indonesia. Sedangkan
untuk penguatnyam diterbitkan pula Inpres No. 1 Tahun 1991. Khusus
permasalahan wakaf dalam KHI difokuskan pada buku III yang isinya meliputi:
1. BAB I berisi tentang pasal 215 yang memuat ketentuan umum, arti wakaf,ikrar wakaf, benda wakaf, nadzir, dan pejabat pembuat akte ikrar wakaf
(PPAIW)
2. BAB II berisi 7 pasal (pasal 216-222) yang memuat tentang ketentuanfungsim unsur-unsur dan syarat wakaf.
3. BAB III berisi 2 pasal (pasal 223 dan 224) yang berisi tentang tata cara wakafdan pendaftaran benda wakaf.
14Baca : Imam Suhadi, Hukum Wakaf di Indonesia, (Yogyakarta: Dua Dimensi, 1985), h. 6-7
-
7/22/2019 Regulasi Perwakafan (Nizar)
9/18
8
4. BAB IV 3 pasal (pasal 224-226) yang memuat tentang perubahan,penyelesaian perselisihan dan pengawasan benda wakaf.
5. BAB V berisi pasal 228 dan 229 tentang ketentuan peralihan dan penutup.Pada intinya, paradigma wakaf di Indonesia sejak masa penjajahan sampai
era reformasi hanyalah wakaf benda mati, tidak produktif dan menjadi
tanggungan masyarakat. Wakaf dalam pemahaman umat Muslim Indonesia
hanyalah seputar kuburan, masjid, dan madrasah yang tidak bernilai
ekonomi. Hal ini tercermin dari beberapa ketentuan tentang perwakafan.
C. Regulasi Hukum PerwakafanHal-hal yang melatarbelakangi disusunnya RUU tentang wakaf dapat
dikelompokkan dalam tiga aspek meliputi aspek historis, aspek teologis atau
aspek sosiologis. Lebih jelasnya, akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Aspek HistorisPeraturan perwakafan di Indonesia pertama kali dimulai sejak awal
abad 20. Selanjutnya mengalami perkembangan sampai saat ini. Dari
peraturan-peraturan yang dikeluarkan pemerintah RI, tampak adanya usaha-
usaha untuk menjaga dan melestarikan tanah wakaf yang ada di Indonesia.15
Sejak dulu sampai saat ini, obyek perwakafan di Indonesia berupa
tanah. Maka tidak mengherankan apabila peraturan perundang-undangannya
yang ada hanya mengatur hak milik saja. Hal ini dapat kita jumpai dalam
UUPA No. 5 Tahun 1960 dan PP No. 28 Tahun 1977 tentang perwakafan
tanah milik.
Dalam UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria) No. 5 Tahun 1960,
masalah wakaf dapat kita ketahui pada pasal 5, 14 ayat (1) dan pasal 49,
dengan rumusan sebagai berikut :
a. Pasal 5 UUPA No. 5 Tahun 1960, bahwa hukum adatlah yangmenjadi dasar hukum agraria Indonesia, yaitu hukum Indonesia asli
15Farida Prihatini, et. al, Hukum Islam Zakat Dan Wakaf Teori Dan Prakteknya Di Indonesia ,
Jakarta: Fakultas Hukum UI, 2005, h. 123
-
7/22/2019 Regulasi Perwakafan (Nizar)
10/18
9
yang tidak tertulis dalam bentuk perundang-undangan Republik
Indonesia yang mengandung unsur agama khususnya lembaga wakaf.
b. Pasal 14, tentang pengaturan tanah untuk keperluan peribadatan dankepentingan suci lainnya.
c. Pasal 49 UUPA No. 5 Tahun 1960 berisikan ketegasan bahwa soal-soal yang bersangkutan dengan peribadatan dan keperluan suci
lainnya dalam hukum agraria, dan ini terkait dengan perumusan PP
No. 28 Tahun 1977.
Dengan keluarnya Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977,
dimaksudkan untuk memberi jaminan kepastian hukum mengenai wakaf
tanah serta pemanfaatannya sesuai dengan tujuan wakaf dan urusan
perwakafan menjadi lebih tertib, mudah dan aman dari kemungkinan
perselisihan dan penyelewengan. Dengan demikian perwakafan tanah milik
menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi kesejahteraan umat Islam dan rakyat
Indonesia pada umumnya.16
Kemudian tepatnya tanggal 10 Juni Tahun 1991, dengan keluarnya
Inpres No. 1 Tahun 1991, dalam bentuk KHI (Kompilasi Hukum Islam),
terjadi perkembangan dalam wakaf, baik dari segi definisi, dan objek wakaf
yang tidak hanya berupa tanah milik sebagaimana disebutkan dalam PP No.
28 Tahun 1977. Namun belum terperinci benda apa saja yang dapat
diwakafkan dan berapa banyak benda miliknya yang boleh diwakafkan tidak
diatur secara jelas, begitu pula dengan hak dan kewajiban nazhir.
Perkembangan wakaf selain tanah milik sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan yang telah ada, dirasa sudah tidak lagi
menampung perkembangan wakaf, dengan semakin sulit dan sedikitnya
masyarakat yang memiliki tanah, tetapi semangat untuk mengerjakan ibadah
wakaf ini semakin banyak. Maka keluarlah fatwa MUI tanggal 22 Mei
Tahun 2002 tentang Wakaf Uang, dengan keluarnya fatwa ini, masyarakat
yang tidak memiliki tanah dapat mengeluarkan wakafnya.
2. Aspek Teologis16Abdul Ghofur Anshori, Op. Cit.h. 50
-
7/22/2019 Regulasi Perwakafan (Nizar)
11/18
10
Islam memandang umat manusia sebagai satu keluarga. Oleh karena
itu, setiap manusia sama derajatnya dihadapan Allah SWT. Dan untuk
merealisasikan kekeluargaan dan kebersamaan tersebut harus ada kerja
sama dan tolong menolong satu sama lain. Konsep persaudaraan dan
perlakuan yang sama terhadap seluruh anggota masyarakat di muka hukum
tidaklah mempunyai arti kalau tidak disertai dengan keadilan ekonomi.
Substansi yang terkandung dalam wakaf sangat tampak adanya.
Semangat menegakkan keadilan sosial melalui pendermaan harta untuk
kebajikan umum. Karena penegakkan keridloan sosial dalam Islam
merupakan kemurnian dan realitas ajaran agama. Wakaf hanya sebatas
amalan kebajikan yang bersifat anjuran, tetapi daya tarik yang menciptakan
kesejahteraan sangat tinggi, yang mengakibatkan tidak sedikit masyarakat
Indonesia yang mengerjakannya.
3. Aspek SosiologisApabila memperhatikan secara seksama bahwa jumlah tanah wakaf
di Indonesia cukup banyak jumlahnya, namun pemanfaatannya masih
berkisar untuk kegiatan sosial (sarana dan prasarana) keagamaan saja.
Kenyataan yang ada, bahwa wakaf yang ada di Indonesia dilihat dari segi
sosial ekonomi belum dapat berperan dalam menanggulangi permasalahan
umat khususnya masalah sosial ekonomi. Hal ini dapat dipahami karena
pada umumnya tanah wakaf yang ada pengelolaannya kurang maksimal,
karena pada umumnya nazhir hanya berperan sebagai juru kunci saja. Dan
kondisi ini disebabkan pemanfaatan tanah wakaf hanya dipergunakan untuk
tujuan wakaf yang diikrarkan wakif saja, seperti untuk mushala, masjid,
madrasah atau sekolahan, dengan tanpa diiringi kegiatan yang mempunyai
nilai ekonomis. Sebagaimana yang ditulis karangan Depertemen Agama RI
dengan judul Perkembangan Pengelolaan Wakaf Di Indonesia,
menyebutkan bahwa tradisi wakaf yang demikian, memunculkan fenomena
-
7/22/2019 Regulasi Perwakafan (Nizar)
12/18
11
yang mengakibatkan perwakafan di Indonesia tidak mengalami
perkembangan dan tidak dapat mensejahterakan masyarakat banyak.17
Pada tanggal 27 Oktober 2004, pemerintah mengeluarkan sebuah
peraturan baru yaitu Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf yang
terdiri dari 71 pasal. Undang-undang ini merupakan UU pertama yang
mengatur secara khusus mengatur wakaf.18
Dengan disahkannya UU No. 41
Tahun 2004 tentang wakaf, diharapkan pemahaman masyarakat Indonesia lebih
luas tentang wakaf. Karena selama ini wakaf yang kita jumpai di masyarakat pada
umumnya lebih banyak bersifat konsumtif dan lebih terfokus untuk kepentingan
pembangunan atau sarana untuk ibadah.
UU wakaf ini dipersiapkan untuk menggerakkan seluruh potensi wakaf
yang ada di tanah air secara produktif sejalan dengan laju perubahan struktur
masyarakat modern yang bertumpu pada sektor industri. Dalam UU ini memiliki
semangat pemberdayaan benda-benda wakaf secara produktif dan diharapkan
dapat tercipta kehidupan masyarakat yang adil dan sejahtera.19
Dengan cara
dikembangkannya secara optimal pengelolaan professional produktif untuk
mencapai hasil yang nyata dalam kehidupan masyarakat.
Dengan berlakunya UU ini, semua peraturan mengenai perwakafan masih
berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan
yang baru berdasarkan UU No.41 Tahun 2004.
a. Pengertian Wakaf dan Benda WakafUndang-undang wakaf No 41 Tahun 2004 Pasal 1 menjelaskan
bahwa wakaf adalah perbuatan wakif untuk memisahkan dan/atau
menyerahkan sebagian dari benda miliknya untuk dimanfaatkan
selamanya atau jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingan ibadat
dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.20
Artinya, wakaf dalam
UU ini memiliki jangka waktu wakaf sesuai dengan kepentingan, sehingga
17Depag RI, Paradigma Baru Wakaf Di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Pengembangan Zakat
Dan Wakaf), 2005, h. 9818Abdul Ghofur Ansori, Op. Cit., h. 5519 Achmad Djunaidi, Thobieb Al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif, Jakarta: Mitra Abadi
Press, 2005, h. 8320Undang-Undang No. 41 Th. 2004 tentang Wakaf
-
7/22/2019 Regulasi Perwakafan (Nizar)
13/18
12
wakaf dapat kembali pada pemiliknya sesuai dengan waktu yang
ditentukan.21
Berbeda dengan yang ada pada KHI yang masih mendefinisikan
wakaf sebagai perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau
badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan
melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau
kerpeluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.22
Secara umum UU No.41 Tahun 2004 banyak hal baru dari peraturan
sebelumnya, diantaranya: UU ini membagi benda wakaf menjadi benda tidak
bergerak dan benda bergerak dengan klasifikasi sebagai berikut :
1) Benda tidak bergerak. meliputi:a) Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum
terdaftar,
b) Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanahsebagaimana dimaksud pada huruf (a),
c) Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah,d) Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang.undangan yang berlaku,
e) Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah danperaturan perundang.undangan yang berlaku.
2) Benda bergerak dalah harta benda yang tidak bisa habis karenadikonsumsi yang meliputi :
a) Uangb) Logam mulia,c) Surat berharga,d) Kendaraan,e) Hak atas kekayaan intelektual,f) hak Sewa, dan
21Pasal 122KHI Buku III Pasal 215
-
7/22/2019 Regulasi Perwakafan (Nizar)
14/18
13
g) Benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturanperundang.undangan yang berlaku.
Hal ini sejalan dengan fatwa Majlis Ulama Indonesia yang isinya
membolehkan wakaf uang.23
b. NadzirDalam Fiqh maupun UU wakaf ini, persyaratan nazhir adalah
persyaratan umum. Karena nazhir adalah orang atau pihak (badan hukum atau
organisasi) yang berhak bertindak terhadap harta wakaf, baik yang
memelihara, mengerjakan berbagai hal yang memungkinkan harta itu tumbuh
dengan baik, maupun mendistribusikan hasilnya kepada orang yang berhak
menerimanya atau pihak yang menerima benda wakaf dari wakif untuk
dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukkannya.
Nazhir dapat menerima hak pengelolaan sebesar maximal 10% dari
hasil bersih pengelolaan dan pengembangan benda wakaf. Supaya nazhir
wakaf tidak sekedar dijadikan pekerjaan sambilan yang hanya dijalani
seadanya, tapi benar-benar dan mampu menjalankan tugas-tugasnya sehingga
mereka patut diberikan hak-hak yang pantas sebagimana dengan apa yang
mereka kerjakan atau pertanggung jawabkan.24
c. Perubahan harta benda wakafPada dasarnya harta benda wakaf tidak dapat diubah atau dialihkan
menurut UU No. 41 Tahun 2004 Pasal 40. bahwa benda wakaf yang telah
diwakafkan tidak dapat dilakukan Harta benda wakaf yang sudah diwakafkan
dilarang:
1) Dijadikan jaminan;2) Disita;3) Dihibahkan;4) Dijual;
23Fatwa MUI tentang wakaf Uang yang ditetapkan tanggal 11 Mei 2002 M.24Pasal 9 pasal 14
-
7/22/2019 Regulasi Perwakafan (Nizar)
15/18
14
5) Diwariskan;6) Ditukar; atau7) Dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya.
Perubahan status harta benda wakaf dalam bentuk penukaran dilarang
kecuali dengan izin tertulis dari Menteri berdasarkan pertimbangan BWI.
Ketentuan ini secara lengkap dimuat dalam UU Nomor 42 tahun 2006 tentang
pelaksanaan undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf pasal 49.
1) Izin tertulis dari Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanyadapat diberikan dengan pertimbangan sebagai berikut :
a) Perubahan harta benda wakaf tersebut digunakan untukkepentingan umum `sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang
(RUTR) berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan dan
tidak bertentangan denganprinsip syariah;
b) Harta benda wakaf tidak dapat dipergunakan sesuai dengan ikrarwakaf; atau;
c) Pertukaran dilakukan untuk keperluan keagamaan secara langsung danmendesak.
2) Selain dari pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),izin pertukaran harta benda wakaf hanya dapat diberikan jika :
a) Harta benda penukar memiliki sertifikat atau bukti kepemilikansah sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan; dan
b) Nilai dan manfaat harta benda penukar sekurang-kurangnya samadengan harta benda wakaf semula.
3) Nilai dan Manfaat harta benda penukar sebagaimana dimaksud padaayat (3) huruf b ditetapkan oleh bupati/walikota berdasarkan
rekomendasi tim penilai yang anggotanya terdiri dari unsur :
a) Pemerintah daerah kabupaten/kota;b) Kantor pertanahan kabupaten/kota;c) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten/kota;d) Kantor Departemen Agama kabupaten/kota; dan
-
7/22/2019 Regulasi Perwakafan (Nizar)
16/18
15
e) Nazhir tanah wakaf yang bersangkutan25
d. Badan Wakaf Indonesia (BWI)BWI (Badan Wakaf Indonesia) sebagai sebuah lembaga independen
yang dibentuk pemerintah untuk memajukan dan mengembangkan
perwakafan Nasional dimana dalam peraturan wakaf sebelumnya KHI
maupun dalam PP No. 28 Tahun 1970 tidak tercantum. Sebagai lembaga
wakaf nasional BWI bertujuan untuk mengelenggarakan administrasi
pengelolaan secara nasional untuk membina para nazhir yang sudah ada agar
lebih professional.26
e. Penyelesaian SengketaUU ini memuat juga mengenai penyelesaian sengketa yang dapat
diselesaikan dengan musyawarah mufakat maupun bantuan pihak ketiga
melalui mediasi, arbitrase dan jalan terakhir melalui pengadilan.
25Pasal 4926Pasal 49
-
7/22/2019 Regulasi Perwakafan (Nizar)
17/18
16
BAB III
PENUTUP
A. KesimpulanDari pemaparan penyusun mengenai regulasi hukum perwakafan yang telah
dipaparkan dalam bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa:
1. Regulasi hukum perwakafan di Indonesia telah ada semenjak zamankesultanan yang tertuang dalam beberapa surat edaran pemerintah kolonial
Belanda yang memuat tentang aturan wakaf. Regulasi hukum wakaf di
Indonesia pada masa setelah kemerdekaan hanya tertuang dalam beberapa
peraturan pemerintah serta peraturan-peraturan menteri. Pada tahun 1991,
wakaf menjadi salah satu pembahasan utama yang tertuang ketentuannya
dalam Kompilasi Hukum Islam dan menjadi sumber hukum materiil bagi
Pengadilan Agama. Hingga pada akhirnya, dalam rangka menyempurnaan
dan optimalisasi pengembangan wakaf, dikeluarkanlah UU No. 41 tahun
2004 tentang wakaf.
2. Latar belakang ditetapkannya UU No. 41 tahun 2004 tentang wakaf terdiridari tiga aspek; aspek historis yakni dinamika perjalanan panjang regulasi
hukum wakaf di Indonesia, aspek teologis yakni substansi yang terkandung
dalam wakaf sangat tampak adanya. Semangat menegakkan keadilan sosial
melalui pendermaan harta untuk kebajikan umum. Karena penegakkan
keridloan sosial dalam Islam merupakan kemurnian dan realitas ajaran
agama, dan aspek sosial yakni kenyataan bahwa wakaf yang ada di
Indonesia dilihat dari segi sosial ekonomi belum dapat berperan dalam
menanggulangi permasalahan umat khususnya masalah sosial ekonomi.
B. PenutupPemaparan penulis dalam makalah di atas masih jauh dari kata sempurna.
Saran dan masukan penulis harapkan demi perbaikan makalah ini. Akhir kata,
semoga makalah ini dapat bermanfaat, khususnya untuk khazanah kajian hukum
Islam baik dalam dunia akademisi maupun umum. Demikian, wallahu alam.
-
7/22/2019 Regulasi Perwakafan (Nizar)
18/18
17
DAFTAR PUSTAKAAlquran Al Karim
Abdul Ghofur Anshori, Hukum Dan Praktek Perwakafan Di Indonesia, Yogyakarta:
Pilar Media, 2005
Abu Yahya Zakariya al-Anshori, Fath al-Wahab, Juz I, Semarang: Toha Putra, t.th.
Achmad Djunaidi, Thobieb Al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif, Jakarta: Mitra
Abadi Press, 2005
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al Munawwir, (Surabaya: Pustaka Progressif,
1997)
Departemen Agama RI, Paradigma Baru Wakaf Di Indonesia, (Jakarta: Direktorat
Pengembangan Zakat Dan Wakaf), 2005
________________, Fikih Wakaf, Jakarta: Direktorat Jendral Pemberdayaan Wakaf,
Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, 2006
________________, Lembaga Pengelola Wakaf (Nazhir), Jakarta, 2004
Farida Prihatini, et. al, Hukum Islam Zakat Dan Wakaf Teori Dan Prakteknya Di
Indonesia, Jakarta: Fakultas Hukum UI, 2005
Fatwa MUI tentang wakaf Uang yang ditetapkan tanggal 11 Mei 2002 M.
Imam Suhadi,Hukum Wakaf di Indonesia, (Yogyakarta: Dua Dimensi, 1985)
M. Munir SA., Wakaf Tanah Menurut Islam dan Perkembangannya di Indonesia,
(Pekanbaru: UIR Press, 1991)
Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam ; Zakat dan Wakaf, Jakarta : UI Press,
1998
Muhammad Jawad Mughniyyah, al-Fiqh ala al-Madzahib al-Khamsah, Terj.
Masykur, et al., Fiqih Lima Mazhab, Jakarta: Lentera, Cet. ke-5, 2000
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
Wahbah al-Zuhaili,Fiqh al-Islami wa Adilatuhu, Juz VIII , Beirut : Dar al-Fikr, t.th