refrat besar dermatitis
DESCRIPTION
refarat kulitTRANSCRIPT
DERMATITIS KONTAK IRITAN
1. DEFINISI
Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan reaksi peradangan kulit non
imunologik yang menyebabkan kerusakan kulit terjadi langsung tanpa proses sensitasi.
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui
kerja kimiawi atau fisis.
2. EPIDEMIOLOGI
Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan
umur, ras, dan jenis kelamin. Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak, terutama
yang berhubungan erat dengan pekerjaan ( DKI akibat kerja), namun angkanya sangat
sulit diketahui. Hal ini disebbkan karena banyak penderita dengan keluhan yang ringan
tidak datang berobat, atau bahkan tidak mengeluh. (1)
Dermatitis kontak iritan adalah bentuk paling umum dari penyakit kulit akibat
kerja, yang diperkirakan 70% -80% diantaranya merupakan gangguan kulit akibat kerja.
US Bureau of Labor Statistics data yang menunjukkan bahwa penyakit kulit akibat kerja
terdapat 30% sampai 45% dari semua pasien yang mederita penyakit akibat kerja kerja
dari tahun 1970-an sampai pertengahan 1980-an. Namun, tingkat penyakit kulit akibat
kerja telah turun secara dramatis dan pada tahun 2004, penyakit kulit hanya terdapat
15,6% dari semua data penyakit kerja yang tidak fatal. Selain penurunan tingkat penyakit,
dari data dilaporkan kasus penyakit kulit akibat kerja menurun dari 89 400 di 1974-38
900 pada tahun 2004, dengan pertanian, kehutanan, perikanan dan manufaktur akuntansi
untuk tingkat tertinggi kulit kerja non-fatal penyakit. Meskipun demikian, karena
keterbatasan di Biro Statistik Tenaga Kerja survei tahunan sekitar 250.000 pengusaha AS,
telah diperkirakan bahwa jumlah sebenarnya pekerjaan kasus penyakit kulit mungkin
urutan 10-50 kali lebih tinggi dari yang dilaporkan oleh Biro . Di sisi lain, analisis
kompensasi pekerja retrospektif 'dari Oregon (1990-1997) menemukan tingkat klaim
hanya 5,73 per 100 000 karyawan, tapi rendah insiden ini mungkin mencerminkan
pelaporan di Oregon hanya orang-orang dinonaktifkan selama lebih dari 3 hari.
Insiden penyakit kulit akibat kerja di beberapa negara lain mirip dengan yang di
AS, dengan kisaran 50 sampai 70 kasus per 100 000 pekerja per tahun. 2000 Studi
Epiderm dari Inggris, menemukan tingkat yang sedikit lebih tinggi dari dermatitis kontak
akibat kerja dari 12,9 per 10 000. Pekerjaan berisiko tinggi yang sering terpapar iritan 1
termasuk katering, pekerja industri mebel, pekerja rumah sakit (perawat, pembersih,
pekerja dapur) , penata rambut, pekerja industri kimia, pembersih kering, pekerja logam,
toko bunga dan pekerja gudang. Dalam sebuah penelitian, tingkat insiden tertinggi ICD
terlihat pada penata rambut (46,9 per 10 000), tukang roti (23,5 per 10 000) dan koki
pastel (16,9 per 10 000).
3. ETIOLOGI
Penyebab munculnya dermatitis jenis ini ialah bahan yang bersifat iritan,
misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali, dan sebuk kayu.
Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi
bahan tersebut, dan vehikulum, juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud
yaitu : lama kontak, kekerapan, adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel
demikian pula trauma fisis dan gesekan. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut
berperan. (1,3)
Faktor individu juga ikut berpengaruh pada DKI misalnya perbedaan lipatan kulit
diberbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas; usia, ras (kulit hitam lebih
tahan daripada kulit putih), jenis kelamin lebih banyak mengenai wanita, penyakit kulit
atau sedang dialami.
Hilangnya fungsi polimerfisme pada gen filagrin,protein penting oleh
fungsi sawar kulit, setelah dikaitkan dengan peningkatan kerentanan terhadap ICD
kronis pada saat yang sama, hipotesis itu bahwa upregulation ceremide 1 sintesis
dalam epidermis memainkan peran utama dalam mendorong fenomena perigeraan
iritasi kulit. .
4. PATOMEKANISME
Kebanyakan bahan iritan merusak membran lemak keratinosit, tetapi sebagian
dapat menembus membrane sel dan merusak lisosom, mitokondria atau komponen inti.
Kerusakan membrane mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam Arakidonat (AA)
Diasilgliserida (DAG), Platelet Activating Factor (PAF), dan inositida (IP3). AA dirubah
menjadi prostaglandin dan leokotrien.PG dan LT menginduksi vasodilatasi, dan
meningkatkan permeabilitas vascular sehingga mempermudah transudasi komplemen dan
kinin. PG dan LT juga bertindak sebagai kemoatraktan kuat untuk limfosit dan netrofil
serta mengaktifasi sel mast melepaskan histamine, LT dan PG lain dan PAF sehingga
memperkuat perubahan vascular.
2
Diasilgliserida (DGA) dan second messanger lainnya menstimulasi ekspresi gen
dan sintesis protein, misalnya IL-1 dan Granulocyte Macrophage colony stimulatunt
factor (GMCSF). IL-1 mengaktifkan sel T penolong mengeluarkan IL-2 yang
menimbulkan stimulasi autokrin dan proliferasi sel tersebut.
Keratinosit juga membuat molekul permukaan HLA-DR dan adhesi intrasel-1
pada kontak dengan iritan, keratinosit juga melepaskan TNFa suatu sitokin pro inflamasi
yang dapat mengaktifasi sel T makrofhage dan granulocyte meginduksi ekspresi
molekul adhesi sel dan pelepasan sitokin.
Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik ditempat
terjadinya kontak dikulit berupa eritema, edema, panas, nyeri, bila iritan kuat. Bahan
iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit betupa eritema, edema, panas, nyeri, bila
iritan kua. Bahan iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit berulang kali kontak,
dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karenadelipidasi yang menyebabkan
desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya. Sehingga mempermudah kerusakan sel
dibawahnya oleh iritan.
5. DIAGNOSIS
Diagnosis DKI didasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran
klinis. DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat sehingga penderita
pada umumnya masih ingat apa yang menjadi penyebabnya. Sebaliknya DKI kronis
timbulnya lambat serta mempunyai gambaran klinis yang yang luas. Sehingga adakalanya
sulitdibedakan dengan dermatitis kontak alergi. Untuk ini diperlukan uji tempel dengan
bahan yang dicurigai.
Gejala Klinis
Kelainan kulit yang terjadi sangat beragam bergantung pada sifat iritan. Pasien
biasanya mengeluh sakit, iritasi, rasa terbakar, dan gatal-gatal. Gatal biasanya kurang
intens daripada gatal yang disebabkan DKA. Dua bentuk utama dari DKI adalah akut dan
kumulatif. DKI kumulatif lebih umum dari pada yang akut. DKI akut dapat memberi
gejala akut dalam beberapa menit setelah terpapar zat yang bersifat iritasi kuat seperti
asam kuat dan alkalis.Biasanya,paparan tersebut menghasilkan perkembangan yang cepat
seperti rasa terbakardan gatal disertai eritema, pedih , dan udem, bula, mungkin juga
nekrosis. Pinggiran kulit berbatas tegas, dan pada umunya berbatas asimetris biasanya hal
ini berlangsung dalam beberapa minggu. Sebaliknya, iritasi lemah menghasilkan DKI 3
kumulatif. Penyebab DKI kumulatif ialah kontak berulang –ulang iritan lemah ( faktor
fisik, misalnya gesekan, trauma mikro, kelembaban rendah, panas atau dingin, juga bahan
misalnya detergen, sabun pelarut, tanah bahkan juga air).
DKI kumulatif dapat memberikan gejala klasik seperti kulit kering, eritema,
skuama, muncul likenifikasi dengan fisur, hiperkeratosis, ekskoriasi. DKI kumulatif
sering berhubungan dengan pekerjaan, oleh karena itu lebih banyak ditemukan ditangan
dibandingkan dengan dibagian lain tubuh.
Gambar 1. Dermatitis iritan pustular yang diperoleh dari nikel
Dikutip dari kepustakaan
Gambar 2. Dermatitis kontak iritan diderita tukang las
Dikutip dari kepustakaan
Pemeriksaan penunjang
4
Uji tempel atau Patch Test memiliki sensitivitas dan spesifisitas 70% sampai 80%. Hal ini
berguna untuk mengkonfirmasi diagnosis dermatitis kontak diindikasikan hanya bila
peradangan dan menghindari dicurigai agen penyebab.
6.PENGOBATAN
Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan bahan iritan,
baik yang bersifat mekanik, fisis maupun kimiawi serta menyingkirkan faktor yang
memperberat. Bila hal ini dapat dilaksanaan dengan sempurna, dan tidak terjadi
komplikasi, maka DKI tersebut dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan topikal dan cukup
dengan pelembab atau emolien untuk memperbaiki kulit yang kering . Penggunaan teratur
emolien meningkatkan fungsi pelindung kulit dan merupakan bagian penting dari
manajemen dermatitis kontak. Emolien yang mengandung lipid, hidrokarbon, asam
lemak, ester kolesterol, dan trigliserida dapat digunakan tanpa efek samping untuk
jangka panjang pengobatan ringan sampai merangsang perbaikan.
Apabila diperlukan untuk mengatasi peradangan dapat diberikan kortikosteroid
topical, misalnya hidrokortison, atau untuk kelainan yang kronis dapat diawali dengan
kortikosteroid yang lebih kuat. Kortikosteroid topikal telah terbukti efektif untuk
pengobatan dermatitis kontak jika yang mendasari iritan dihindari. Tacrolimus topikal
atau pimecrolimus juga telah terbukti efektif untuk pengelolaan dermatitis.
Kortikosteroid sistemik mungkin diperlukan untuk jangka pendek , selama fase akut dari
kontak yang luas atau berat. Jika tidak diobati, dermatitis kontak dapat mengembangkan
menjadi dermatitis kronis. Pengobatan sistemik juga dengan imunomodulator (misalnya
metotreksat, siklosporin) dan terapi biologis yang ditargetkan dapat dipertimbangkan
untuk pasien dengan dermatitis kronis yang tidak responsif terhadap langkah-langkah
lain. Pengobatan kondisi kulit yang mendasari (misalnya, atopik dermatitis, psoriasis)
juga harus dioptimalkan.
Pasien dengan DKI harus diberikan informasi tentang bagaimana terbaik untuk
menghindari iritasi baik di rumah maupun ditempat kerja. Setelah iritasi telah
diidentifikasi, langkah-langkah harus diambil (misalnya, penggunaan alat pelindung diri
di tempat kerja) untuk mengurangi risiko eksposur kedepannya.
Dalam kasus parah atau kronis fototerapi (psorelens dengan UVA / UVB )
atau obat sistematik seperti dizathioprine dan sikolosporin mungkin efektif.
5
Superinfeksi bakteri dapat diobati dengan antibiotic topical / sistemik. Iritasi
sensorik, garam stratum bertindak dengan selektif menghalangi aktivasi dari jenis
kulit nociceptors.
7. PROGNOSIS
Bila bahan iritan penyebab dermatitis tersebut tidak dapat disingkirkan dengan
sempurna, maka pronosisnya kurang baik. Keadaan ini sering terjadi pada DKI kronis
penyebabnya multi faktor, juga pada penderita atopi.
Prognosis untuk ICD akut baik jika iritasi penyebab dapat diidentivasi dan
dieliminasi. Prognosis untuk akut komujatif DKI dijaga dan mungkin lebih buruk
daripada ACD latar belakang kurangnya atopic pengetahuan tentang penakit ini atau
tertunda dan pengobatan adalah faktor-faktor yang mengarah ke prognosis yang lebih
buruk. .
DAFTAR PUSTAKA
6
1. Sularsito SA, Djuanda S. Dermatitis. In: Djuanda A, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta2011. p. 129-38.
3. Yancey KB, Allen DM. Allergic Contact Dermatitis In: Jorizzo JL RJ, editor. Dermatology. 1. 2 ed: Mosby.
3. Eilkinson SM, M.H.Beck. Contact Dermatitis: Irritant. In: Tony B, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editors. Rook’s Textbook of Dermatology V. 8. Oxford: Blackwell Publishing Company; 2010. p. 25.1-.3.
4. Clark S. Management of Occupational Dermatitis. Dermatol Clin. 2009:366.5. Ferri F. Contact Dermatitis. EBM Evidance. 2011:291.6. Proksch E, Brasch J. Abnormal epidermal barrier in the pathogenesis of contact
dermatitis. Elsevier Clinics in Dermatology. 2012:341.7. Tan C-H, Rasool S, Johnston GA. Contact Dermatitis: Allergic and Irritant. Elsevier
Clinics in Dermatology. 2014:340-1.8. Amado A, Sood A, Taylor JS. Contact Dermatitis. In: Goldsmith LA, I.Katz S,
Gilcrest BA, Paller AS, Leffel DJ, editors. Fitzpatrick's Dermatology In Gerneral Medicine. 1: McGraw-Hill; 2012. p. 258.
7