referensi
DESCRIPTION
referensi berbaga materiTRANSCRIPT
REFERAT
GAGAL JANTUNG DAN SYOK KARDIOGENIK
Disusun untuk Memenuhi Tugas Sebagai Dokter Muda
SMF Ilmu Kesehatan Anak
PEMBIMBING :
dr. H. Ahmad Nuri, Sp. A
dr. Gebyar Tri Baskoro, Sp. A
dr. Ramzy Syamlan, Sp.A
dr. Saraswati Dewi, Sp.A
Disusun oleh :
ENDIVIA RIZKI MAGHFIROH
102011101046
SMF ILMU KESEHATAN ANAK
RSD dr. SOEBANDI
PENDAHULUAN
Gagal jantung terjadi saat jantung gagal menghantarkan cardiac output
yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan seluruh tubuh. Pada derajat
ringan gagal jantung, berbagai macam kompensasi dilakukan tubuh untuk
mempertahankan metabolisme tubuh tetap normal. Saat mekanisme ini tidak
efektif lagi, akan muncul manifestasi berat yang disebut dengan gagal jantung
(Kliegman et al., 2007). Menurut paradigma lama, gagal jantung merupakan
akibat dari berkurangnya kontraktilitas dan daya pompa sehingga diperlukan
inotropik untuk meningkatkan kontraktilitas dan diuretik serta vasodilator untuk
mengurangi beban ( un-load ). Sedangkan menurut paradigma baru, gagal jantung
dianggapa sebagai remodelling progresif akibat beban/penyakit yang mendasari
(Panggabean, 2009).
Syok kardiogenik adalah gangguan yang disebabkan oleh penurunan curah
jantung sistemik pada keadaan volume intravaskular yang cukup dan dapat
mengakibatkan hipoksia jaringan. Syok ini dapat disebabkan oleh disfungsi
ventrikel kiri yang berat. Syok kardiogenik didefinisikan sebagai tekanan darah
sistolik < 90 mmHg selama > 1 jam dimana :
a. Tidak ada respon terhadap pemberian cairan,
b. Sekunder terhadap disfungsi jantung atau
c. Ada tanda hipoperfusi atau
d. Indeks kardiak <2,2 l/menit per m2 dan tekanan baji kapiler paru
e. Pasien dengan peningkatan tekanan darah menjadi >90 mmHg setelah
pemberian inotropik positif
f. Pasien yang meninggal dalam 1 jam dan memenuhi kriteria lain syok
kardiogenik (Alwi dan Nasution, 2009).
Syok kardiogenik dapat ditandai dengan adanya cardiac output rendah dan
hipotensi sehingga perfusi jaringan tidak adekuat. Syok kardiogenik dapat terjadi
sebagai komplikasi dari :
1. Disfungsi jantung berat sebelum atau sesudah operasi jantung
2. Septikemia
3. Luka bakar berat
4. Anafilaksis
5. Kardiomyopati
6. Miokarditis
7. Infark miokard
Syok kardiogenik ditemui pada pasien Congenital Heart Disease,
miokarditis, kardiomiopati, atau pasien yang mengalami penolakan transplantasi
jantung (Kliegman, 2007).
Penyebab syok kardiogenik terbanyak adalah infark miokard akut. Kasus
ini terjadi pada 2,9% pasien angina pektoris tidak stabil (UAP) dan 2,1 % pasien
NSTEMI ( non ST elevasi infark miokard (Alwi dan Nasution, 2009).
2.1 Definisi
Gagal Jantung adalah sindroma klinis yang ditandai oleh sesak napas dan
fatik pada saat itirahat atau aktifitas yang disebabkan oleh kelainan anatomi atau
fungsi jantung (Panggabean, 2009). Gagal jantung terjadi saat jantung gagal
menghantarkan cardiac output yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan
seluruh tubuh. Pada derajat ringan gagal jantung, berbagai macam kompensasi
dilakukan tubuh untuk mempertahankan metabolisme tubuh tetap normal. Saat
mekanisme ini tidak efektif lagi, akan muncul manifestasi berat yang disebut
dengan gagal jantung (Kliegman et al., 2007).
Menurut paradigma lama, gagal jantung merupakan akibat dari
berkurangnya kontraktilitas dan daya pompa sehingga diperlukan inotropik untuk
meningkatkan kontraktilitas dan diuretik serta vasodilator untuk mengurangi
beban ( un-load ). Sedangkan menurut paradigma baru, gagal jantung dianggapa
sebagai remodelling progresif akibat beban/penyakit yang mendasari
(Panggabean, 2009).
2.2 Epidemiologi
Dari penelitian NCBI dari seluruh kejadian penyakit jantung pada anak,
10,4% terjadi gagal jantung, 6,2 % penyakit jantung bawaan, 13,5% gangguan
konduksi danirama jantung, 59,5% panyakit jantung didapat, serta sisanya
menderita kardiomiopati. Gagal jantung juga terjadi pada 58,1% pada tahun
pertama kahidupan. Kematian yang disebabkan oleh gagal jantung didasari
penyakit jantung bawaan sebesar 4,7% , 25% karena penyakit jantung bawaan,
serta sisanya karena penyakit jantung lain (Wiley, 2008)
2.3 Etiologi
Penyebab gagal jantung bervariasi sesuai dengan usia pasien, yakni :
FETAL
Anemia berat
Supra Ventrikular takikardi
Complete heart block
miokarditis
PREMATURE
NEONATUS
Genetic cardiomyopathy
Fluid overload
Patent ductus arteriosus
Ventricular septal defect
Cor pulmonale (bronchopulmonary dysplasia
Hypertension
Myocarditis
TERM NEONATUS
Asphyxial cardiomyopathy
Arteriovenous malformation (vein of Galen,
hepatic)
Left-sided obstructive lesions (coarctation of
aorta, hypoplastic left heart syndrome)
Large mixing cardiac defects (single
ventricle, truncus arteriosus)
Myocarditis
Genetic cardiomyopathy
ventricular septal defect
Hemangioma
INFANT-TODDLER
Anomalous left coronary artery
Genetic or metabolic cardiomyopathy
Acute hypertension (hemolytic-uremic
syndrome)
Kawasaki disease
CHILD-
ADOLESCENCE
Rheumatic fever
Glomerulonephritis
(hipertensi akut)
Sickle cell anemia
Genetic or metabolic cardiomyopathy
2.4 Patofisiologi
Jantung dapat diibaratkan sebuah pompa dengan output proporsional sesuai
dengan volume pengisianya dan sesuaidengan resistensi yang menahan volume
tersebut. Jika volume yang masuk dalam ventrikel pada akhir diastolik meningkat
maka cardiac outputnya akan meningkat juga pada jantung yang sehat dengan
meningkatkan kontraktilitasnya (hukum Frank starling). Mekanisme ini terjadi
dengan adanya perganganserabut otot jantung, peningkatan tekanan dinding
jantung, dan peningkatan konsumsi oksigen otot jantung.
Gambar 2.1 Kurva Frank Starling
Jantung yang kurang kontraktilitas ototnya, membutuhkan peningkatan
dilatasi dinding jantung untuk meningkatkan stroke volume yang sebenarnya tidak
akan menghasilkan stroke volume seperti biasa pada jantung yang biasa. Apabila
terjadi lesi jantung yang mengakibatkan peningkatan preload maka ruangan untuk
berdilatasi akan berkurang sehingga volume afterload akan meningkat pada
ventrikel, penurunanperforma jantung, sehingga terjadi depresi relasi frank –
starling. Kemampuan jantung imature untuk menkompensasi peningkatan
afterload lebihrendah dibanding jantung yang mature. Sehingga pada bayi
prematur kurang bisa mengkompensasi pirau kiri ke kanan dibanding bayi matur.
Transport oksigen sistemik dapat diketahui dengan mengalikan cardiac
output dengan saturasi oksigen sistemik. Cardiac output adalah frekuensi
jantung dikalikan dengan stroke volume. Stroke volume tergantung pada
afterload, preload, dan kontraktilitas jantung.
Abnormalitas pada frekuensi jantung akan menurunkan cardiac output dan
menghasilkan bradiaritmia atau takiaritmia, yang selanjutnya akan memperpendek
waktu pengisian ventrrikel oleh atrium, danterjadi perubahankapasitas
pengankutan oksigen ke seluruh tubuh serta menurunkantransport oksigen
sistemik. Apabila kompensasi gagal maka akan terjadi hipoperfusi jaringan.
Pada beberapa kasus gagal jantung, cardiac output normal atau meningkat,
karena penurunan oksigendalam tubuh atau peningkatan kebutuhan oksigen
tubuh, sehinggaoksigenyang dihantarkan ke jaringanakan berkurang tidak sesuai
kebutuhan jaringan. Kondisi ini disebut high output failure yang berakhir dengan
munculnya gejala gagal jantung tanpa abnormalitas fungsi miokard dan terdapat
peningkatan cardiac output. Pada saat itu juga akan mucul fistula arteriouvenous
sistemiksehingga terjadi penurunan resistensi vaskular perifer, afterload, dan
meningkatkan kontraktilitas miokard. “Gagal” jantung terjadi ketika kebutuhan
peningkatan cardiac output melebihi kemampuan jantung untuk merespon.
Terdapat mekanisme kompensasi sistemik multipel yang digunakan tubuh
untuk mengadaptasi gagal jantung kronik. Beberapa dari mekanisme tersebut
dimediasi pada level molekul/selular, misalnya up-down regulation untuk
mengefisiensikan penggonaan oksigen. Mekanisme lain dengan menggunakan
neurohormon seperti sistem renin angiotensin dan sympathoadrenal axis. Satu
prinsip mekanisme peningkatan cardiac output adalah meningkatkan sekresi
adrenalin untuk meninkatkan epinefrin sirkulasi dan mningkatkan rilis
norepinefrin (stimulasi simpatis) sehingga akan terjadi frekuensi jantung,
kontraktilitas jantung melalui reseptor cardiac β-adrenergic yang pada intinya
meningkatkan cardia output.
Sedangkan efek hormonal pada reseptor α-adrenergik arteri maka akan terjadi
vasokonstriksi terlokalisir yang nanti akan mengembalikan darah dari kulit, ginjal,
dan viseral menuju jantung dan otak, namun akan mengurangi aktifitas GIT dan
renal. Paparan kronik katekolamin pada sirkulasi akan menyebabkan penurunan
reseptor cardiac β-adrenergic (down regulation atau takifilaksis) sehingga terjadi
kerusakan miokard. Agen terapetik gagal jantung akan mengembalikan
keseimbangan sistem neuroendokrin tersebut.
2.5 Manifestasi Klinis
Gejala klinis gagal jantung tergantung pada derajat kerusakan jantung. Pada
sebagian anak akan mengalami simtom pada saat aktifitas bahkan pada saat
istirahat saja. Gejala akan mengalami perburukan bertahap yang awalnya tidak
terlihat hingga berat. Pada bayi dengan gagal jantung akan mengalami penurunan
asupan asi atau susu karena mengalami dyspnea saat menetek sehingga mudah
lelah dan berhenti minum. Selain itu juga ditemui fatigue.
Pada anak, tanda dan gejala gagal jantung mungkin akan mirip dengan orang
dewasa termasuk fatigue, intoleransi latihan, anoreksia, nyeri abdomen, dyspnea,
dan batuk. Kebanyakan keluhan adalah mengenai gangguan pernapasan dan
gangguan pada abdomen. Pada pemeriksaan penunjang dite,ukan kardiomegali,
peningkatan JVP serta hepatomegali. Ortopnea, rhonki basah, serta edema
anasarka kadang menyertai. Terdengar suara Gallop serta murmur.
Pada bayi sulit dikenali gejalanya. Penemuan yang mungkin ditemukan adalah
takipnea, kesulitan minum, berat badan yang rendah atau tidak ada peningkatan
berat badan, berkeringat berlebih, iritabilitas, tangis lemah, retraksi intercostal,
dan pernapasan cuping hidung. Kongesti paru dapat menyebabkan rhonki basah,
wheezing, bronkiolitis, dan pneumoniae. Atelektasis dapat terjadi karena adanya
penekanan lobus paru oleh jantung yang membesar. Biasanya hepatomegali
muncul dan kardiomegali. Peningkatan JVP, edema wajah, orbita, dan tungkai.
Klasifikasi gagal jantung menurut lokasi jantung yang mengalami gagal
jantung ada 2 yaitu, gagal jantung kanan dan gagal jantung kiri. Pada gagal
jantung kiri, dapat disebabkan oleh adanya gangguan kontraktilitas miokard
ventrikel kiri. Akibatnya terjadi penurunan cardiac output dan peningkatan end
systolic left ventricel volume. Sehingga jantung akan mengkompensasi dengan
meningkatkan kontraksi jantung dan frekuensi jantung agar kebutuhan jaringan
dapat tetap terpenuhi. Namun pada suatu titik puncak kemampuan jantung untuk
mengkompensasi, jantung gagal memenuhi kebutuhan jaringan karena payah
dalam bekerja keras. Sehingga terjadi peningkatan end systolic left ventricel
volume yang apabila dibiarkan dalam jangka waktu lama, suatu saat akan
mengakibatkan peningkatan tekanan arteri pulmonal kemudian
hipertensipulmonal. Kondisi ini jika dibiarkan akan menyebabkan terjadi
transudasi vaskular paru menuju alveoli, sehingga alveoli terisi cairan. Dalam
kondisi tersebut, ruangan untuk pertukaran gas O2 dan CO2 pada alveoli akan
berkurang.Tubuh mengkompensasi dengan meningkatkan usaha bernapas dan
frekuensi bernapas agar oksigen tetap terpenuhi, maka muncul suatu kondisi
sesak.Dari sekian patofisiologi gagal jantung kiri, pada pasien gagal jantung kiri
sering dijumpai keluhan sesak, jantung terasa berdebar, cepat lelah karena
perfusi jaringan berkurang. Selain itu, suara paru ter dengar rhonki akibat edema
paru.
Pada gagal jantung kanan, mekanisme kompensasi diakinatkan oleh adanya
volume preload ventrikel kanan yang meningkat yang diakibatkan oleh berbagai
macam faktor. Penumpukan cairan pada ventrikel kanan ini menyebabkan
kompensasi jantung untuk meningkatkan frekuensi jantung serta kualitas
kontraksi, namunpada suatu titik puncak, jantung kanan gagal untuk
mempertahankan suplai oksigen untuk jaringan, sehingga terjadi penumpukan
cairan pada ventrikel kanan, peningkatan tekanan atrium kanan yang berdampak
pada peningkatan vena kava. Peningkatan vena kava ini akan menyebabkan
akumulasi darah atau cairan intravaskuler pada bagian tubuh bawah sesuai hukum
gravitasi bumi misalnya tungkai bawah kanan dan kiri. Kemudian apabila kondisi
ini dibiarkan akan menyebabkan terjadinya transudasi cairan pada tungkai bawah
yang terlihat sebagai oedema tungkaibawah. Pasien akan mengalami takipnea
akibat turunya jumlah darah yang dipompakan jantng kanan ke paru paru agar
jumlah oksigen yang dibutuhkan dapat terkompensasi.
Derajat gagal jantung diklasifikasikan menjadi 4 sesuai derajat keparahanya,
yaitu :
• DERAJAT I : Sesak tidak muncul pada saat istirahat atau kegiatan sehari
hari
• DERAJAT II : Sesak muncul saat aktifitas berat, hilang saat istirahat.
• DERAJAT III : Sesak muncul ketika aktifitas ringan
• DERAJAT IV : Sesak muncul saat istirahat, aktifitas memperberat sesak.
2.6 Diagnosis Banding
Diagnosis banding gagal jantung adalah sebagai berikut :
a. Edema pulmo
b. Gagal ginjal akut
c. Acute Respiratory Distress Syndrome
d. Sirosis
e. Emfisema
f. Infark miokard
g. Sindrom nefrotik
h. Pneumoniae bakterial
i. Pneumothorax
j. Gagal napas
k. Emboli pulmo
l. Fibrosis pulmo
2.7 Diagnosis
2.7.1 Anamnesis
a. Keluhan sesak napas terutama saat latihan atau aktifitas sehingga dapat
terjadi kesulitan makan/minum dan dalam jangka waktu panjang gagal
tumbuh
b. Sering berkeringat (peningkatan saraf simpatis)
c. Ortopnea, sesak mereda dengan posisi duduk atau tegak.
d. Kadang muncul mengi
e. Edema perifer atau pada bayi di kelopak mata
2.7.2 Pemeriksaan fisik
1. Tanda gangguan miokard :
a. Takikardi
b. Kardiomegali pada perkusi
c. Peningkatan tonus simpatis: berkeringat, gangguan pertumbuhan,
d. Gallop (derap) , murmur, atau bising jantung lain.
2. Tanda kongesti vena paru :
a. Takipnea
b. Dyspnea de effort
c. Ortopnea
d. Mengi atau Rhonki
e. Batuk
3. Tanda kongesti vena sistemik :
a. Hepatomegali : kenyal dan tumpul
b. Peningkatan vena jugularis
c. Edema perifer
d. Kelopak mata bengkak
2.7.3 Pemeriksaan penunjang
1. Fotothorax : terdapat kardiomegali
2. EKG : Sesuai kelainan yang terjadipada jantung, misalnya
hipertofiventrikel kiri, SVT, atau yang lain.
3. Ekokardiograf : Untuk melihat kelainan anatomis jantung dan
kontraktilitas.
4. Darah rutin, immunoserologi,
5. Elektrolit
6. Analisis gas darah
7. Serum B-type natriuretic peptide (BNP), meningkat pada pasien
gagal jantung (respon terhadap peningkatan tekanan dinding
ventrikel)
2.8 Penatalaksanaan
2.8.1 Suportif
Penatalaksanaan pertama adalah menyembuhkan penyebab dasar gagal
jantung. Apabila disebabkan kelainan kongenital, bedah dan medikamentosa bisa
menjadi terapi pilihan. Namun untuk bayi dan anak, bedah harus menunggu
pasien sampai cukup umur agar dapat dibedah (grow big enough for surgery).
Penatalaksanaan umum adalah istirahat total dan pembatasan aktifitas sehari
hari. Posisi tidur adalah semiduduk dengan menggunakan beberapa bantal atau
pengganjal.
Diet untuk pasien gagal jantung meliputi diet tinggi kalori. Karena pada gagal
jantung intake kalori menurun sedangkan kebutuhan tetap tinggi atau semakin
meningkat. Pada bayi yang mengkonsumsi susu formula dapat dipilihsusu yang
tinggi kalori namun tidak melebihi 24 calories/oz karena mengakibatkan diare
osmotik. Diet rendah garam tidak dianjurka untuk bayi gagal jantung dengan
menggunakan susu rendah natrium, namun dapat mengkonsumsi ASI saja akan
jauh lebih baik.
Pada pasien gagal jantung, kondisiumum seringkali menurun, lemah, dan
lunglai serta apabila dengan kardiomegali, kadang terjadi gastroesofageal refluk,
sehingga pemasangan nasogastrik tube membantu pemberian makanan.
2.8.2 Medikamentosa
1. Digitalis
Digoxin adalah terapi gagal jantung baik pada anak maupun dewasa. Digoxin
adalah glikosida digitalis yang digunakan pada sebagian besar kasus gagal jantung
anak. Waktu paruhnya adalah 36 jam dan dapat diminum 1 sampai 2 kali sehari.
Diabsorbsi baik pada GIT dan sediaan elixir lebih baik absorbsinya daripada
tablet. Efek muncul pada 30 menit pertama dan bertahan 2 sampai 6 jam pada
pemberian oral. Pada pemberian intravena efek dapat dilihat pada 15-30 menit
bertahan 1-3 jam.
Digitalisasi dilakukan dengan ½ dosis total pada pemberian pertama dan ¼
lagi pemberian ke-2 dan ke-3 dengan interval 12 jam antar pemberian. Maintenen
digitalis dimulai dari 12 jam setelah digitalisasi total dan dosis maintenen ¼ dosis
total. Jika pemberian inisial berupa intravena, maintenen boleh oral. Dosis harian
anak >5 tahun adalah 0,2-0,5 mg/24 jam. Jika pasien tidak terlalu parah, beri
dogoksin oral sesiua dosis digitalisasi dalam 24 jam.
2. Diuretik
Diuretik adalah agen yang meninhibisi reabsorbsi air dan natrium oleh ginjal
yang pada akhirnya penurunan volume darah di sirkulasi, cairan paru, dan tekanan
pengisian ventrikel. Diuretik merupakan obat yang paling sering digunakan
bersama digitalis pada kasus gagal jantung.
Furosemide adalah diuretik yang paling sering dugunakan pada gagal jantung.
Furosemide menginhibisi reabsorbsi Na dan Cl pada tubulus distal ginjal dan
lengkung Henle. Pasien yang membutuhkan diuresis yang cepat harus melalui I.V
atau I.M. dengan dosis inisial 1- 2 mg/kg. Untuk terapi furosemid berkelanjutan
diberikan dosis 1-4 mg/kg/24jam diberikan 1 – 4 kali sehari. Selama terapi harus
selalu cek elektrolit karena berpotensi ekskersi Na berlebih.
Spironolakton adalah inhibitor aldosterone dan meningkatkan retensi Na. Obat
ini diberikan oral 2-3mb/kgBB/24 jam dibagi 2 – 3 dosis. Biasanya diberikan
kombinasi spironolakton dengan klorotiazid.
Chlorotiazid biasanya digunakan pada anak dengan gagal jantung ringan.
Kurang poten dibandingkan dengan furosemide. Dosis biasa adalah 20-40
mg.kgBB/ 24 jam dibagi 2 dosis. Jikaobat ini digunakan single drug maka boleh
menggunakan suplemen Na.
3. Obat Penurun Afterload dan ACE Inhibitor
Obat ini bekerja menurunkan afterload ventrikel dengan cara menurunkan
resistensi vaskular, meningkatkan kontraksi jantung.Obat penurun afterload yang
digunakan adalah nitroprussid intravena. Wktu paruhnya pendek sehingga dapat
dititrsi pada pasien kritis. Dapat menyebabkan hipotensi sehingga harus
monitoring tensi terus. Kontra indikasi pada pasien post hipotensi. Obat lain yang
dapat digunakan adalah phosphodiesterase.
ACE-I yang digunakan adalah captopril oral yang berefek dilatasi arteri
dengan menghambat produksi angiotensin II. Efek sampingnya adalah
venodilatasi penurunan preload. Obat ini juga dapat mengontrol retensi garam dan
air. Dosis oral 0,3-6 mg/kg/24 jam dibagi menjadi 2-3 dosis sehari. Efek
sampingnya adalah hipotensi dan pusing. Enalapril adalah ACE-I yang bersifat
long acting, diminum 1 sampai 2 kali sehari.
4. α- and β-Adrenergik Agonis
Obat ini digunakan untuk pengobatan yang lenih intensif dan harus diawasi secara
benar karena pengaruhnya terhadap respon hemodinamik.
a. Dopamine
Dopamin lebih dominan ke arah β-adrenergic receptor agonist, tetapi juga
memiliki sifat α-adrenergic pada dosis yang lebih tinggi. Dopamin memiliki efek
kronotropik dan aritmiogenik yang lebih rendah dari pada obar β-agonist murni
seperti isoproterenol. Pada kenyataanya, dopamin akan menyebabkan vasodilatasi
selektif pada renal karena ginjal memiliki reseptor dopamin renal, sehingga sangat
bermanfaat bagi pasien dengan gangguan ginjal yang biasanya terjadi penurunan
cardiac output. Pada dosis 2–10 μg/kg/menit, dopamin menyebabkan peningkatan
kontraktilitas dengan sedikit vasokonstriksi perifer. Jika dosisnya dinaikkan diatas
15 μg/kg/min kemungkinan efek α-adrenergic akan menyebabkan vasokonstriksi.
Fenoldopam adalah dopamine DA1 receptor agonist dan digunakan pada dosis
yang sangat rendah (0.03 mcg/kg/min) untuk meningkatkan aliran darah renal dan
meningkatkan produksi urin. Dapat menyebabkan hipotensi, sehingga harus
berhati hati dan dimonitoring tekanan darahnya.
b. Dobutamine
Dobutamin adalah derivat dari dopamin, yang menjadi terapi pasien cardiac
output rendah. Obat ini menyebabkan efek inotropik langsung dengan
menurunkan resistensivaskular perifer. Dobutamin dapat digunakan sebagai
lanjutan dari dopamin untuk mencegah efek vasokonstiksi pada dosis tinggi
dopamin. Dobutamin lebih kurang menyebabkan gangguan irama jantung
dibanding isoproterenol. Dosis sehari hari adalah 2–20 μg/kg/min.
c. Isoproterenol
Isoproterenol adalah β-adrenergic agonist murni yang menyebabkan efek
kronotropik pada jantung. Baik digunakan untuk pasien dengan frekuensi jantung
yang rendah. Untuk anak yang mendapat terapi ini harus selalu dimonitor tekanan
darah dan frekuensi jantungnya serta waspada terjadi aritmia.
d. Epinephrine
Epinephrine bersifat campuran sebagai α- dan β-adrenergik reseptor agonis
yang selalu diterima pasien syok kardiogenik dan tekanan darah arteri rendah.
Walaupun dapat meningkatkan tekanan darah dengan efektif, namun juga bisa
meningkatkan resistensi vaskular sertameningkatkan afterload (berlawanan
dengan kemampuan kerja jantung
5. Phosphodiesterase Inhibitors.
Milrinone sangat bergunauntuk pasien denga cardiac output rendah yang
bersifat refrakter setelah terapidengan obat lain serta baikuntuk pasien post
operasi jantung terbuka. Milrinon bekerja dengan cara menghambat
fosfodiesterase yang mencegah degradasi selular CAMP ( cyclic adenosine
monophosphate). Milrinone memiliki dua efek yakni inotropik positif jantung dan
vasodilatasi perifer.Dosis yang digunakan adalah secara infus intravena 0.25–1
μg/kg/min, kadang diberikan initial loading dose 50 μg/kg. Efek samping utama
adalah hipotensi sekunder akibat vasodilatasi perifer terutama setelah loading
dose. Hipotensi dapat diselesaikan dengan pemberian cairan intravena.
6. Chronic Treatment with β-Blockers.
β blocker biasanya digunakan untuk terapi pada pasien gagal jantung kronik,
sangat tidakboleh untuk pasien gagal jantung akut. Pada penelitian, telah diteliti
carvedilol dapat ditoleransidengan baik oleh anak anak.
Tabel 2.1 Daftar dan dosis obat untuk gagal jantung
OBAT DOSIS
DIGOXIN
DIGITALISASI
Inisial : ½ dosis
Lanjut : ¼ dosis x 2
selang 12 jam
PREMATUR : 20 μg/kg
BAYI CUKUB BULAN – 1 BLN : 20–30 g/kg
Infant or child: 25–40 g/kg
Adolescent or adult: 0.5–1 mg dosis terbagi
NB: Dosis Per Oral ; Dosis Intravena adalah 75% dosis
PO
DOGOXIN
MAINTENANCE
5–10 μg/kg/hari, dosis dibagi menjadi 2 kali sehari
selang 12 jam
NB: Dosis Per Oral ; Dosis Intravena adalah 75% dosis
PO
DIURETIK
FUROSEMIDE
(LASIX)
IV:1–2 mg/dosis prn (jika perlu)
PO:1–4 mg/kg/hari, dibagi 4dosis
BUMETANIDE
(BUMEX)
IV:0.01–0.1 mg/kg/dosis
PO:0.005–0.1 mg/kg/hari, dibagi 3-4 kali selang 6-8
jam
SPIRONOLACTONE
(ALDACTONE)
PO:1–3 mg/kg/hari, dibagi 2-3 dosis sehari
NESIRITIDE
(B-TYPE
NATRIURETIC
PEPTIDE)
IV:0.001–0.03 μg/kg/min
ADRENERGIC AGONISTS (ALL IV)
DOBUTAMINE 2–20 μg/kg/min
DOPAMINE 2–30 μg/kg/min
ISOPROTERENOL 0.01–0.5 μg/kg/min
EPINEPHRINE 0.1–1.0 μg/kg/min
NOREPINEPHRINE 0.1–2.0 μg/kg/min
PHOSPHODIESTERASE INHIBITORS (ALL IV)
AMRINONE 3–10 μg/kg/min
MILRINONE 0.25–1.0 μg/kg/min
AFTERLOAD-R+EDUCING AGENTS
CAPTOPRIL
(CAPOTEN), ALL PO
Prematures:start at 0.01 mg/kg/dosis
Infants: 0.1–0.5 mg/kg/dosis q8–12h (maksimal, 4
mg/kg/hari)
Children: 0.1–2 mg/kg/hari q8–12h (adult dosis is
6.25–25 mg/dosis)
ENALAPRIL
(VASOTEC), ALL PO
0.08–0.5 mg/kg/dosis q12–24h (maksimal, 0.5
mg/kg/hari
HYDRALAZINE
(APRESOLINE)
IV:0.1–0.5 mg/kg/dosis (maksimal, 20 mg)
NITROGLYCERIN IV:0.25–5 μg/kg/min
NITROPRUSSIDE
(NIPRIDE)
IV:0.5–8 μg/kg/min
PRAZOSIN PO:0.005–0.025 mg/kg/dosis dibagi setiap 8 jam sekali
(maksimal, 0.1 mg/kg/dosis)
β-ADRENERGIC BLOCKERS
CARVEDILOL
(COREG)
PO:initial dosis 0.1 mg/kg/hari (maksimal 6.5 mg)
dibagi menjadi 2 dosis ditingkatkan bertahap
(interval 2 minggu) hingga maksimal 0.5–1
mg/kg/hari maksimal 8–12 minggu.
Dosis maksimal dewasa, 50–100 mg/hari
METOPROLOL
(LOPRESSOR,
TOPROL-XL)
PO(non-extended): 0.2 mg/kg/hari dibagi 2 dosis
ditingkatkan bertahap (biasanya 2 minggua) hingga
dosis 1–2 mg/kg/hari
PO( extended ) (Toprol-X)dosis inisial 25 mg/hari ,
dosis maksimal adalah 200 mg/hari
2.9 Komplikasi
Gagal jantung dapat menyebabkan syok kardiogenik apabila terlambat
ditangani atau tidak ditangani secara adekuat. Syok kardiogenik yang terjadi lama
akan beresiko terjadi multisystem organ failure dan kematian.
2.10 Prognosis
Prognosis gagal jantung bergantung pada penyakit dasar,lama penyakit,
beratnya penyakit dan gagal jantung yang dialami serta pengobatan yang tepat dan
cepat. Kematian yang disebabkan oleh gagal jantung didasari penyakit jantung
bawaan sebesar 4,7% , 25% karena penyakit jantung bawaan, serta sisanya karena
penyakit jantung lain
SYOK KARDIOGENIK
1.1. DEFINISI
Syok kardiogenik adalah gangguan yang disebabkan oleh penurunan curah
jantung sistemik pada keadaan volume intravaskular yang cukup dan dapat
mengakibatkan hipoksia jaringan. Syok ini dapat disebabkan oleh disfungsi
ventrikel kiri yang berat. Syok kardiogenik didefinisikan sebagai tekanan darah
sistolik < 90 mmHg selama > 1 jam dimana :
a. Tidak ada respon terhadap pemberian cairan,
b. Sekunder terhadap disfungsi jantung atau
c. Ada tanda hipoperfusi atau
d. Indeks kardiak <2,2 l/menit per m2 dan tekanan baji kapiler paru
e. Pasien dengan peningkatan tekanan darah menjadi >90 mmHg setelah
pemberian inotropik positif
f. Pasien yang meninggal dalam 1 jam dan memenuhi kriteria lain syok
kardiogenik (Alwi dan Nasution, 2009).
Syok kardiogenik dapat ditandai dengan adanya cardiac output rendah dan
hipotensi sehingga perfusi jaringan tidak adekuat.
1.2. ETIOLOGI
Syok kardiogenik dapat terjadi sebagai komplikasi dari :
a. Disfungsi jantung berat sebelum atau sesudah operasi jantung
b. Septikemia
c. Luka bakar berat
d. Anafilaksis
e. Kardiomyopati
f. Miokarditis
g. Infark miokard
Syok kardiogenik ditemui pada pasien Congenital Heart Disease,
miokarditis, kardiomiopati, atau pasien yang mengalami penolakan transplantasi
jantung (Kliegman, 2007). Penyebab syok kardiogenik terbanyak adalah infark
miokard akut. Kasus ini terjadi pada 2,9% pasien angina pektoris tidak stabil
(UAP) dan 2,1 % pasien NSTEMI ( non ST elevasi infark miokard (Alwi dan
Nasution, 2009).
1.3. PATOFISIOLOGI
Pada kasus gagal jantung, jantung tidak dapat menyampaikan darah ke organ
seluruh tubuh sesuai kebutuhan, sehingga perfusi jaringan menurun. Kurangnya
perfusi inilah yang dinamakan syok. Apabila sebab utamanya berasal dari organ
jantung, maka disebut syok kardiogenik. Mekanisme kompensasi tubuh untuk
mempertahankan perfusi ke organ vital akan meyebabkan syok terkompensasi.
Apabila saat terjadi syokterkompensasi ini tidak segera ditangani dan dirawat,
maka akan menyebabkan syok dekompensasi yang berakibat kerusakan jaringan
hingga disfungsi organ multisistem bahkan kematian.
Pada awal fase syok, mekanisme kompensasi fisiologis multipel bekerja
dengan mempertahankan tekanan darah dan berusaha memenuhi perfusi jaringan.
Respon ini meliputi peningkatan frekuensi jantung, stroke volume, dan tonus otot
halus pembuluh darah melalui perubahan neurohormonal yaitu pengaktifan nervus
simpatis dan respon hormonal lain untuk memenuhi perfusi ke organ vital seperti,
otak, jantung, dan ginjal.
Frekuensi napas bertambah cepat agar meningkatkan ekspirasi CO2 sehingga
CO2 yang prodiksinya meningkat dapat dikeluarkan serta mencegah terjadi
asidosis metabolik. Meningkatnya ekskresi ion H+ ginjal dan retensi HCO- adalah
utuk menyeimbangkan pH. Untuk mempertahankan volume vaskular, respon
difasilitasi oleh renin – angiotensin - aldosterone dan atrial natriuretic factor ,
kortisol, dan sintesis katekolamin,serta sekresi antidiuretik hormon. Disela
mekanisme ini, cairan intravaskula bocor menuju ke interstisial ekstraselular
karena jejas sel endotel vaskular dan kehilangan kerekatan antar sel.
Gambar 3.1 patofisiologi syok kardiogenik
Semua jenis syok akan mempengaruhi frekuensi jantung yakni, preload,
afterload, atau kontraktilitas jantung, atau kombinasi dari ketiganya berakibat
menurunya perfusi jaringan. Proses tersebut dapat terjadi secara simultan.
Kehilangan cairan dapat disertai dengan diare, muntah, trauma perdarahan, atau
luka bakar yang parah, dan dapat berakibat meningkatnya resistensi vaskuler pada
tubuh untuk mempertahankan tekanan darah dan mengembalikan volume cairan
intravskular. Disamping itu, hipotensi yang terjadi dapat menyebabkan
iskemia.Perubahan elektrolit yang signifikan dapat menyertai kehilangan cairan.
Saat terjadi penurunan tekanan onkotik plasma (sindrom nefrotik, malnutrisi,
disfungsi hepar, luka bakar yang parah) maka dapat terjadi kebocoran plasma
yang lebih banyak, yang berakibat penurunan volume intravaskular yang
mengeksaserbasi syok, memperberat edema, dan berpotensial memperburuk status
pernapasan. Vasokonstriksi yang berkepanjangan karena syok kardiogenik
mengakibatkan kolaps vaskuler yang berakhir dengan syok vasodilatasi terminal.
Meski syok kardiogenik jarang terjadi pada anak, namun dapat disebabkan
kardiomiopati, penyakit jantung bawaan berat, disritmia signifikan, atau pasca
operasi PJB.
1.4. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding dari syok kardiogenik adalah :
a. Syok hypovolemik
b. Syok septik
c. Syok distributif
d. Syok obstruktif
e. Dengue syok syndrome
f. Syok hemoragik
1.5. DIAGNOSIS
Tabel 3.1 Tanda penurunan perfusi jaringan
SISTEM ORGAN ↓PERFUSI ↓↓ PERFUSI ↓↓↓ PERFUSI
SSP - Gelisah, apatis Agitasi, Stupor, Koma
RESPIRASI - ↑Ventilasi ↑↑Ventilasi
METABOLISME - Asidosis metabolik terkompensasi
Asidosis metabolik tidak terkompensasi
GIT - ↓ motilitas usus Ileus
GINJAL ↓ Urine OLIGOURI (<0,5mL/kg/hari)
Oligo/anuria
KULIT ↓CRT Akral dingin Akral dingin, cyanosis
CARDIOVASA ↑ HEART ↑↑HEART RATE ↑↑↑HEART RATE,
RATE ↑Tekanan darah, nadi tidak teraba
1.6. PENATALKSANAAN
Tabel 3.1. Tabel penatalaksanaan syok kardiogenik
TARGET STROKE VOLUME
Preload Contractility Afterload
PARAMETER CVP, PCWP, LAP, cardiac chamber size on echocardiography
CO, BP, fractional shortening on echocardiography, MV O2 saturation
BP, peripheral perfusion, SVR
MANIFESTASI ABNORMAL
↓CO ↓CO ↓CO
↓BP ↓BP ➙ or ↑ BP
TREATMENT Meningkatkan volume (crystalloid, colloid, blood)
β-Adrenergic agonists, phosphodiesterase inhibitors
Afterload-reducing agents: nitroprusside, ACE inhibitors
a. Tatalaksana Cardiovascular
Obat obat jantung bertujuan untuk meningkatkan cardiac output.
DRUG EFFECT(S) DOSE RANGE COMMENTS
Dopamine Meningkatkan kontraksi (sesuai dosis)
Idosis rata rata = 5–15 μg/kg/min
Disritmia pada dosis tinggi
Meningkatkan renal blood flow (dosis rendah dan sedang)
Dosis tinggi = 15–25 μg/kg/min
Diberikan pada vena sentral
Vasokonstriksi (dosis tinggi)
DRUG EFFECT(S) DOSE RANGE COMMENTS
Epinephrine Meningkatkan HR dan mengutakan kontraksi
0.05–3.0 μg/kg/min
Perfusi renal lebih rendah
Vasokonstriktor potensial
Meningktakan konsumsi O2 pada jantung
Resiko tinggi disritmia
Dobutamine Meningkatkan kontraksi jantung
1–20 μg/kg/min Vasokonstriksi lemah (dosis tinggi)
Sedikit efek terhadap HR
BAGUS UNTUK SYOK KARDIOGENIK; Meningkatkan kontraksi jantung dan menurunkan afterload
Norepinephrine Vasokonstriktor kuat
0.05–1.5 μg/kg/min
Resistensi vaskular sistemik tinggi
Tidak begitu bisa meningkatkan kontraksi jantung
Peningkatan konsumsi O2 dan potensial terjadi disritmia
Phenylephrine Vasokonstriktor kuat
0.5–2.0 μg/kg/min
Menyebabkan Hipertensi tiba tiba
Dapat digunakan untuk takikardi
Meningktakan konsumsi O2 pada jantung
Milrinone Inotropik potensial Load 50 μg/kg over 15 min
Phosphodiesterase inhibitor—slows cyclic adenosine monophosphate breakdown
Potent kronotropik 0.5–1 μg/kg/min
Vasodilator periver
b. Penurun afterload
Nitroprusside Vasodilator (terutama arteri)
0.5–4.0 μg/kg/min
Efek CEPAT
Penggunaan jangka panjang toksisitas sianida
Nitroglycerin Vasodilator (terutama vena)
1.0–20 μg/kg/min
Rapid CEPAT
Resiko peningkatan TIK
Prostaglandin E1
Vasodilator 0.01–0.2 μg/kg/min
Efek HIPOTENSI
Mempertahankan PDA pada PJB
Resiko apnea
c. Tatalaksana luar kardiovaskular
SISTEM KELAINAN TUJUAN TERAPI
Respiratory Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
Cegah/rawat :hipoksi and asidosis respiratori
Oksigen
Respiratory muscle fatigue
Mencegah Barotrauma Intubasi endotracheal lebih awal and ventilasi mekanik
Central apnea Menurunkan usaha napas PEEP
Permissive hypercapnia
High-frequency ventilation
ECMO
Renal
Prerenal failure
Renal failure
Cegah/tangani :hypovolemia, hypervolemia, hyperkalemia, metabolic acidosis, hyper-/hyponatremia, and hypertension
Menstabilkan jumlah urin dan tensi sesuai usia
Resusitasi cairan
Monitoring serum dan elektrolit
Dosis rendah Dopamin
Furosemide (Lasix)
Dialysis, ultrafiltration, hemofiltration
SISTEM KELAINAN TUJUAN TERAPI
Hematologic Coagulopathy (DIC)
Cegah perdarahan Vitamin K
Fresh frozen plasma
Platelets
Thrombosis Cegah/tangani clotting Heparinisasi
Activated protein C
GIT Stress ulcers Cegah/tangani perdarahan GIT H2-blocking agents or proton pump inhibitors
Cegah aspirasi dan distensi perut
Nasogastric tube
Ileus Cegah atrofi mukosa Pemberian diet enteral awal
Translokasi bakteri
Endocrine Adrenal insufficiency primary atau secondary to chronic steroid therapy
Cegah/rawat krisis adrenal Steroid
MetabolicAsidosis metabolik
Penyebab yang benar Tatalaksana hipotensi (cairan), Fungsi jantung turun (cairan+inotropik)
Normalize pH Meningkatkan ekskresi asam dari urun
DOSIS RENDAH (0.5–2 mEq/kg) sodium bicarbonate JIKA PASIEN TIDAK ADA RESPON dan pH < 7.1 and
SISTEM KELAINAN TUJUAN TERAPI
ventilation (CO2 elimination) is adequate
1.7. KOMPLIKASI
Komplikasi dari syok kardiogenik adalah kematian. Selain itu jika syok
berkepanjangan, akan menyebabkan gejala sisa atau sekuel berupa kecacatan
akibat perfusi yang rendah terlalu lama sehingga terjadi hipoksi jaringan lalu
mengakibatkan kerusakan jaringan.
1.8. PROGNOSIS
Prognosis dari syok kardiogenik ditentukan dengan lama syok, tindakan yang
doberikan tepat waktu atau tidak, serta ada atau tidaknya komplikasi organ lain.
DAFTAR PUSTAKA
Atlas, steven, MD. THE RENIN-ANGIOTENSIN ALDOSTERONE
SYSTEM: PATHOPHYSIOLOGICAL ROLE AND PHARMACOLOGIC
INHIBITION. 2007 .JMCP Supplement to Journal of Managed Care Pharmacy.
Hay, J. William., Levin, Miron., soundheimer, judith,. Deterding, Robin. Current Pediatric Diagnosis & Treatment 17th Ed.2005: New york. Lange medical books/McGraw Hill.
Kliegman, Behrman, Jenson, Stanton. NELSON TEXTBOOK OF PEDIATRICS 18th Ed. 2007:Philadelphia.Saunders,Elsevier Inc.
Mardjono,Mahar.Prof., Sidharta, Priguna.Prof..NEUROLOGI KLINIS DASAR.2010:Jakarta. Dian Rakyat.
NCBIjournal.gov
Pedoman Diagnosis dan Tata Laksana Ilmu Kesehatan Anak.2008:Surabaya. RSU dr. Soetomo
Rilantono,dkk. BUKU AJAR KARDIOLOGI. 2004: jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Standar Pelayanan MedisKesehatan Anak. 2004:Jakarta.Ikatan Dokter Anak Indonesia
Sudoyo,dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed. V Jilid II.2009:Jakarta.InternaPublishing.
World Health Organization.gov