referat tumor mammae 2013 pembimbing dr. dr. koernia swa oetomo, spb, finacs, k trauma
DESCRIPTION
Tumor Mammae, 2013Definition, Incidence, Etiology, Classification, Physical Examination, ManagementTRANSCRIPT
REFERAT ILMU BEDAH
TUMOR MAMMAE
Pembimbing
DR. dr. Koernia Swa Oetomo, SpB, FINACS, K Trauma
Disusun oleh :
Michael Poryono, S.Ked
2007.04.0.0107
Jadwal Presentasi : 2 April 2013
Dipresentasikan Tanggal : 2 April 2013
SMF BEDAH RSU HAJI
FAKULTAS KEDOKTERAN UMUM
UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2013
1
LEMBAR PENGESAHAN
Tumor Mammae
Referat dengan judul “Tumor Mammae”, telah diperiksa dan disetujui sebagai salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan Dokter Muda di bagian Ilmu Bedah
Surabaya, April 2013
Pembimbing
Dr. dr. Koernia Swa Oetomo, Sp B. FINACS(K) TRAUMA, FICS
2
KATA PENGANTAR
Penyusun memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat mengerjakan tugas referat yang berjudul “Tumor Mammae”, Referat ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat kepaniteraan klinik dokter muda bidang Ilmu Bedah di Rumah Sakit Umum Haji Surabaya.
Selama penyusunan tugas referat ini, penyusun telah banyak mendapatkan bantuan yang tidak sedikit dari beberapa pihak , sehingga dalam kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. dr. Koernia Swa Oetomo, Sp B. FINACS(K) TRAUMA, FICS sebagai dokter pembimbing penyusunan tugas referat ini dan semua pihak lain yang telah memberikan bantuan sehingga tugas ini dapat terselesaikan sebagaimana mestinya.
Penyusun menyadari bahwa selama dalam penyusunan tugas referat ini jauh dari sempurna dan banyak kekurangan dalam penyusunannya. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun guna kesempurnaan tugas referat ini.
Penyusun berharap tugas referat ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca pada umumnya dan penyusun pada khususnya
Surabaya
April, 2013
Penyusun,
Michael Poryono, S.Ked
3
DAFTAR ISI
Lembar pengesahan..............................................................................................i
Kata pengantar...................................................................................................... ii
Daftar isi................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
BAB II Kelenjar Mammae...................................................................................4
2.1 Anatomi .........................................................................................4
2.2 Fisiologi..........................................................................................7
2.3 Perkembangan dan Sistem Hormonal Payudara...........................7
BAB III Tumor Mammae.....................................................................................9
3.1 Pendahuluan..................................................................................9
3.2 Tumor Jinak Mammae...................................................................9
3.2.1 Definisi...........................................................................................9
3.2.2 Pembagian Tumor Jinak Mamma..................................................9
3.3 Lesi Jinak Non Neoplasma.............................................................13
3.4 Tumor Ganas Mamma ...................................................................16
3.4.1 Definisi ..........................................................................................16
3.4.2 Insidens dan Epidemiologi.............................................................16
3.4.3 Faktor Resiko.................................................................................17
3.4.4 Klasifikasi Histopatologi ................................................................22
3.4.5 Patogenesis...................................................................................23
4
3.4.6 Bentuk Klinis Karsinoma Mammae................................................24
3.4.7 Staging...........................................................................................29
BAB IV Diagnosa................................................................................................35
4.1 Prosedur Diagnostik.......................................................................35
4.2 Anamnesa......................................................................................35
4.3 Pemeriksaan Fisik..........................................................................36
4.4 Pemeriksaan Penunjang.................................................................43
4.5 Diagnosis .......................................................................................49
BAB V Penatalaksanaan....................................................................................51
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................58
5
BAB I
PENDAHULUAN
Dengan perubahan ekosistem yang terjadi begitu cepat, terjadi pula
transformasi pola penyakit di dunia. Di Negara berkembang, yang semula
menjadi masalah utama kesehatan adalah penyakit infeksi, kini mulai beralih ke
penyakit-penyakit degeneratif dan penyakit kanker. Di beberapa Negara maju,
perubahan gaya hidup telah berhasil menurunkan angka kematian penyakit
degeneratif di usia produktif. Tetapi insidensi penyakit kanker terus meningkat,
telah diantisipasi bahwa penyakit kanker akan menjadi masalah kesehatan
utama di dunia begitu pula di Indonesia.
Dengan kemajuan ilmu dan teknologi yang begitu pesat harapan hidup
penderita penyakit kanker semakin baik, tetapi di sisi lain prosedur pengobatan
penyakit kanker menjadi semakin rumit dan mahal. Sehingga diperlukan
informasi yang jelas dan bertanggung jawab mengenai prosedur penanganan
kanker yang benar dan sesuai standar. Kaidah dasar penanggulangan penyakit
kanker justru tidak di rumah sakit tetapi pada kegiatan anti kanker di tengah
masyarakat itu sendiri. Sesuai dengan misi pelayanan kesehatan dunia yang
dicanangkan who, declaration of alma alta (1978), Health for all by the year
2000 terjadi perubahan paradigm pelayanan kesehatan yang mendasar.
Sasaran pelayanan kesehatan tidak lagi terbatas pada pengobatan individu
yang sakit saja. Tetapi lebih luas lagi yaitu menjaga dan meningkatkan
kesehatan masyarakat secara keseluruhan1.
Tidak sedikit penderita yang datang dengan keluhan benjolan di
payudara. Pada satu penelitian disebutkan bahwa dalam kurun waktu 10 tahun
pengamatan, sedikitnya 16% wanita datang dengan keluhan benjolan di
payudaranya. Dari jumlah ini, ternyata 8% adalah kanker payudara, terutama
pada usia di atas 40 tahun. Gejala subjektif yang dikeluhkan bervariasi dari
hanya benjolan yang nyeri / tidak nyeri sampai keluarnya cairan dari putting
susu.
6
Pada usia muda sebagian besar (80-90%) benjolan di payudara adalah
jinak dan biasanya disertai keluhan. Justru bila tanpa ada keluhan, harus
dicurigai kemungkinan kanker payudara. Di antara berbagai jenis tumor jinak
payudara, yang tersering adalah kista dan fibroadenoma5).
Tumor payudara yang diidentikkan dengan adanya benjolan payudara
sering dijumpai dalam kasus bedah sehari-hari dirumah sakit. Penderita
bervariasi pada usia muda hingga tua.
Berdasarkan spektrum yang luas dari hasil pemeriksaan patologi
anatomi, maka diperlukan pemeriksaan klinis yang seksama dan teliti. Secara
garis besar dapat dibedakan apakah benjolan tersebut suatu jenis neoplasma
dibedakan jinak dan ganas.
Terapi pada tumor bisa meliputi konservatif, operatif hingga terapi
adjuvant. Pemilihan terapi tentunya didasarkan atas penemuan diagnosa yang
meliputi diagnosa klinis dan histopatologinya. Perlu diketahui juga tentang
indikasi dan kontra indikasi operasi pada tumor mamma, macam-macam
operasi serta komplikasi yang mungkin timbul akibat pembedahan. Monitor
serta follow up yang teliti perlu diperhatikan guna mengoptimalkan pengobatan.
Di seluruh dunia kanker payudara sekarang merupakan kanker paling
umum didiagnosa pada wanita dan merupakan penyebab utama kematian
akibat kanker di kalangan perempuan, dengan sekitar 1,3 juta kasus baru dan
458.000 kematian diperkirakan dilaporkan pada tahun 2008. Seorang wanita
yang lahir di Amerika Serikat saat ini memiliki 1 dari 8 kesempatan memiliki
kanker payudara invasif selama masa hidupnya . resiko peningkatan kanker
payudara dengan usia4).
7
Sumber : The New England Journal of Medicine, 2011
8
BAB II
KELENJAR MAMMA
2.1. ANATOMI
Kelenjar susu merupakan sekumpulan kelenjar kulit. Pada bagian lateral
atasnya, jaringan kelenjar ini keluar dari bulatannya kearah aksila, disebut
penonjolan Spence atau ekor payudara14).
Kelenjar mammae adalah struktur penghasil susu yang terdiri dari
sejumlah besar sel lemak. Timbunan lemak tersebut di bawah pengaruh
hormon estrogen. Saat usia remaja peningkatan hormon estrogen mendorong
proses tersebut, sedangkan testosteron mencegah hal tersebut12).
Payudara wanita terletak pada dinding anterior toraks dan membentang
ke bawah mulai dari tulang klavikula serta iga ke 2 hingga iga ke 6, dan dari
sternum melintasi linea midaksilaris. Umumnya daerah permukaan lebih
berbentuk persegi ketimbang berbentuk bundar 8). Payudara berada di atas
deep fascia pectoralis major. Di antara kelenjar mammae dengan deep fascia
pectoralis major terdapat retromammary space. Oleh karena itu kelenjar
payudara dapat bergerak bebas (tidak melekat terhadap deep fascia pectoralis) 12).
Untuk menguraikan hasil pemeriksaan klinis, payudara sering dibagi
menjadi empat kuadran menurut garis horisontal dan vertikal yang bersilangan
pada papilla mammae. Kauda aksilaris jaringan payudara membentang ke arah
lipatan aksilaris anterior.
Setiap payudara terdiri atas 15 sampai 20 lobus kelenjar yang masing-
masing mempunyai saluran ke papilla mammae yang disebut ductus lactiferous
(dejong). Di antara lobulus tersebut ada jaringan ikat yang disebut ligamentum
cooper yang memberi rangka untuk payudara13). Lobulus adalah kelenjar yang
dapat memproduksi ASI pada perempuan ketika mereka menerima stimulus
hormon yang cukup. Duktus lactiferous mentransport ASI dari lobulus ke
nipple14).
9
Roger A. Dashner,2012. Clinical Anatomy of the Breast.ppt
www.oucom.ohiou.edu.
Sumber : J. Dirk Iglehart, MD, 2007. Sabiston textbook of Surgery.18th Ed.Diseases of the Breast. Saunders Elsevier.
Pembagian Lokasi Kanker Mammae
10
Sumber : http://training.seer.cancer.gov/breast/abstract-code-stage/codes.html
Vaskularisasi payudara terutama berasal dari Arteri thoracic (mammary)
lateral dan medial, arteri intercostals dan arteri thoracoacromial. Arteri thoracic
lateral merupakan cabang dari arteri axilaris. arteri mammae interna cabang
dari arteri subclavia. Arteri intercostal merupakan cabang dari arteri mammae
interna. Arteri thoracoacromial cabang dari arteri axilaris.
Cabang dari perforantes v. Mammaria interna merupakan cabang
terbesar yang mengalirkan darah dari mammae. Muara vena ini pada v.
Mammaeria interna yang kemudian bermuara pada v. Innominata
Cabang dari v. Aksilaris yang terdiri dari v. Thorako akromialis, v.
Thorakalis lateralis dan v. thorakodorsalis
Vena interkostalis yang bermuara pada v. Vertebralis kemudian
bermuara pada v.Azygos (Melalui vena ini metastase dapat terjadi di Paru16).
Persarafan kulit payudara diurus oleh cabang plexus servikalis dan
Nerves interkostalis. Jaringan kelenjar payudara sendiri diurus oleh saraf
simpatik. Ada beberapa saraf lagi yang perlu diingat sehubungan dengan
penyulit paralisis dan mati rasa pasca bedah, yakni n interkostobrakialis dan n
kutaneus brakius medialis yang mengurus sensibilitas daerah aksila dan bagian
medial lateral atas. Pada diseksi aksila, saraf ini sedapat mungkin disingkirkan
sehingga tidak terjadi mati rasa di daerah tersebut.
Saraf N. pektoralis yang mengurus M. pektoralis mayor dan minor, N.
torakodorsalis yang mengurus M. Latissimus dorsi dan N torakalis longus yang
mengurus M serratus anterior sedapat mungkin dipertahankan pada
mastektomi dengan diseksi aksilla.
11
Aliran limfa dari payudara kurang lebih 75% ke aksilla, sebagian lagi ke
kelenjar parasternal, terutama dari bagian yang sentral dan medial dan ada
pula aliran dari yang kekelenjar interpektoralis.
Jalur limfe yang lainnya berasal dari daerah sentral dan medial yang
selain menuju ke kelenjar sepanjang pembuluh mammaria interna, juga menuju
ke aksilla kontralateral, ke M. rektus abdominis lewat ligamentum falciparum
hepatis ke hati, pleura, dan payudara kontralateral14).
2.2 FISIOLOGI
Payudara mengalami tiga macam perubahan yang dipengaruhi hormon.
Perubahan pertama ialah mulai dari masa hidup anak melalui masa pubertas,
masa fertilitas, sampai ke klimakterium, dan menopause. Sejak pubertas
pengaruh estrogen dan progesteron yang diproduksi ovarium dan juga hormon
hipofise, telah menyebabkan ductus berkembang dan timbulnya asinus.
Perubahan kedua adalah perubahan sesuai dengan daur haid. Sekitar
hari ke 8 haid, payudara menjadi lebih besar dan pada beberapa hari sebelum
haid berikutnya terjadi pembesaran maksimal. Kadang-kadang timbul benjolan
yang nyeri dan tidak rata. Selama beberapa hari menjelang haid, payudara
menjadi tegangdan nyeri sehingga pemeriksaan fisik, terutama palpasi, tidak
mungkin dilakukan. Pada waktu itu, pemeriksaan foto mammgrafi tidak berguna
karena kontras kelenjar terlalu besar. Begitu haid mulai, semuanya berkurang.
Perubahan ketiga terjadi pada masa hamil dan menyusul. Pada
kehamilan, payudara menjadi besar karena epitel duktus lobul dan duktus
alveolus berproliferasi, dan tumbuh duktus baru.
Sekresi hormon prolaktin dari hipofisis anterior memicu laktasi. Air susu
diproduksi oleh sel-sel alveolus, mengisi asinus, kemudian dikeluarkan melalui
duktus putting susu14).
2.3 Perkembangan dan Sistem Hormonal PayudaraTanner membagi evolusi payudara sejak masa kanak-kanak sampai
dewasa menjadi 5 fase yaitu :
Fase I (usia puber)
12
Elevasi putting payudara jaringan kelenjar yang teraba atau pigmentasi dari
areola
Fase II (usia 11 ± 1,1 tahun)
Timbulnya jaringan kelenjar di bawah areola. Putting susu dan payudara
muncul sebagai tonjolan pada dinding dada.
Fase III ( usia 12,1 ± 10,9 tahun)
Meningkatnya tonjolan pada jaringan kelenjar yang telah teraba dengan
pembesaran ukuran payudara dan membesarnya lingkaran areola. Kontour
payudara dan piuting susu serupa
Fase IV (usia 13,1 ± 1,15 tahun)
Membesar dan meningkatnya pigmentasi pada areola. Putting susu membentuk
tonjolan yang lebih tinggi dari payudara
Fase V ( usia 15,3 ± 1,7 tahun)
Terjadi perkembangan lengkap payudara dewasa dengan contour payudara
dan putting susu yang serupa.
Dalam berbagai penelitian secara in vitro, banyak hormon yang
berpengaruh dalam perkembangan payudara antara lain : perkembangan
duktus dipengaruhi oleh estrogen perkembangan lobulalalveolar diatur oleh
prolaktin serta progesteron dan proses laktasi dipengaruhi oleh hormon
prolaktin1).
13
BAB III
TUMOR MAMMA
3.1 Pendahuluan
Lesi jinak payudara adalah semua kelainan non neoplasma maupun
neoplasma tidak ganas. Tumor Payudara adalah benjolan pada payudara yang
terbentuk akibat sel-sel payudara yang membelah dan menggandakan diri
terlalu cepat. Tumor payudara dapat bersifat jinak dan ganas. Tumor jinak
payudara tidak menyebar ke jaringan sekitar maupun ke organ tubuh lain.
Tumor ganas payudara dapat menyebar ke jaringan sekitar maupun ke organ
tubuh lain. Tumor ganas payudara inilah yang disebut kanker payudara13).
3.2. Tumor Jinak Mamma
3.2.1 Definisi
Tumor jinak mamma adalah tumor jinak yang berasal dari parenkim,
stroma, areola dan papilla mamma.
3.2.2 Pembagian Tumor Jinak Mamma
Fibroadenoma
Fibroadenoma mammae (FAM) sering ditemukan pada usia yang
lebih muda, antara 20-40 tahun, dengan usia median 30 tahun.
Insidensinya tidak diketahui pasti, sekitar 50% hasil biopsi payudara
adalah FAM, berapapun usianya. Pada perabaan massanya berbatas
tegas, kenyal, dapat digoyang, tidak nyeri. Kadang sulit dibedakan
14
dengan kista payu-dara. FAM terjadi akibat proliferasi abnormal jaringan
periduktus ke dalam lobulus; dengan demikian sering ditemukan di
kuadran lateral atas karena di bagian ini distribusi kelenjar paling
banyak. Baik estrogen, progesteron, ke-hamilan, maupun laktasi dapat
merangsang pertumbuhan FAM 5).
Dahulu dilakukan biopsi ekstirpasi terhadap semua FAM. Kini,
dengan makin banyaknya data, ternyata pemeriksaan sonografi dapat
membedakannya secara akurat dari kanker payudara. Selain itu, USG
juga dapat digunakan untuk pe-mantauan berkala. Salah satu studi
prospektif pada 202 wanita berusia kurang dari 40 tahun membuktikan
bahwa pemeriksaan fisik, USG, dan biopsi jarum halus secara
bersamaan da-pat mendiagnosis 90% kasus, sehingga tidak
memerlukan tindakan bedah 5).
Setelah menopause, tumor tersebut sudah tidak ditemukan lagi.
Tumor ini tidak melekat ke jaringan sekitarnya dan amat mudah
digerakkan ke sana kemari. Kadang fibroadenoma tumbuh multipel.
Pada masa remaja, fibroadenoma dapat dijumpai dalam ukuran yang
besar. Fibroadenoma dapat sangat cepat bertumbuh, kadang ada yang
tumbuh banyak dan berpotensi kambuh saat rangsangan estrogen
meninggi.
Fibroadenoma harus dieksisi Karena tumor jinak akan terus
membesar14). Fibroadenoma dapat berukuran sangat besar (giant
fibroadenoma), atau mempunyai stroma yang hiperseluler. Studi
epidemiologi terakhir menyebutkan bahwa fibroadenoma yang dibiarkan
berlama-lama akan memicu resiko untuk menjadi karsinoma dan resiko
ini meningkat pada wanita dengan fibroadenoma kompleks, hiperplasia
duktal, atau mempunyai riwayat keluarga yang terkena kanker payudara. 1).
Ada beberapa bentuk fibroadenoma diantaranya adalah common
fibroadenoma, juvenile fibroadenoma, dan giant fibroadenoma. Disebut
giant fibroadenoma bila diameternya > 5 cm, sedang juvenile
15
fibroadenoma timbul pada wanita yang sedang dalam pertumbuhan
(adolescent) dan umumnya tumbuh lebih cepat.
Gejala klinis 1).
1) Usia biasanya muda (decade II-III atau bahkan lebih muda)
2) Benjolan yang lambat membesar
3) Lebih sering tidak disertai rasa nyeri, sedangkan hubungannya
dengan siklus menstruasi sangat variatif
4) Benjolan padat-kenyal, sangat mobile dengan batas yang tegas
5) Dapat single atau multipel, pada satu atau kedua payudara.
Pemeriksaan
Anamnesa :
1) Merasa ada benjolan di payudara yang sudah cukup lama diketahui
2) Benjolan sering tidak disertai rasa nyeri dan sering tidak ada
hubungan dengan menstruasi
3) Benjolan di payudara terasa mobile
4) Usia muda (akil balik-30 tahun)
Pemeriksaan Fisik
1) Biasanya benjolan tidak terlalu besar
2) Dapat tunggal atau multipel
3) Tumor teraba padat, kenyal, berbatas tegas, permukaan halus
meskipun kadang-kadang berdungkul-dungkul, sangat mobile, tidak
nyeri tekan, dapat tunggal atau multipel dan tidak teraba pembesaran
KGB aksila ipsilateral.
Pencitraan :
Pada pemeriksaan USG payudara akan terlihat masa yang
homogeny, berbatas tegas dengan hallo sign dan internal echo yang normo
atau hiper. 1).
Kistosarkom Filoides (Tumor Phyllodes)
Kistosarkoma filoides ini merupakan salah satu tipe dari
fibroadenoma yang tumbuh sangat cepat. Tumor ini dapat membesar
dan merusak sekitarnya, karena proses pendesakan tumor. Tumor ini
16
dapat menjadi tumor ganas, sehingga dikenal dengan tipe jinak dan
ganas14).
Secara histologi dan perjalanan klinisnya tumor ini dibagi menjadi
3 tipe yaitu :
1) Jinak
2) Borderline
3) Ganas
Gejala klinis
Merupakan 2-4 % dari angka kejadian FAM
Biasanya timbul pada usia yang lebih tua dari Fibroadenoma
mamma(dekade 3 atau lebih)
Benjolan dapat tumbuh lambat tetapi akhirnya tumbuh lebih cepat
Benjolan dapat sangat besar (5cm-40cm)
Anamnesa
1) Usia 30 tahun atau lebih
2) Benjolan sudah diderita lama dan dapat sangat besar tanpa
disertai rasa nyeri. Kadang-kadang terdapat anamnesa cepat
membesar dalam waktu-waktu terakhir dan disertai timbulnya
ulkus
Pemeriksaan fisik’
1) Benjolan besar atau sangat besar (5cm-40cm)
2) Kulit di atas tumor mengkilat, ada phleboectasi kadang-kadang
didapatkan ulkus
3) Benjolan berdungkul-dungkul dengan konsistensi yang
heterogen, ada bagian yang padat dan banyak bagian yang
kistik
4) Meskipun besar benjolan masih mobile (mudah digerakkan)
dari jaringan sekitar atau dengan kulit dan dasarnya (dinding
dada).
5) Tidak didapatkan adanya pembesaran KGB aksilla ipsilateral
walaupun benjolan sudah sangat besar dan terdapat ulkus.
17
Sumber : Greenfield Surgery,2006
Pencitraan
Tidak khas, dengan USG atau mammografi sukar dibedakan
dengan fibroadenoma mamae1).
Papiloma Intraduktal
Lesi jinak yang berasal dari duktus lactiferus dan 75% tumbuh di
bawah areola mamma ini memberikan gejala berupa sekresi cairan
berdarah dari putting susu Konfirmasi diagnosis papiloma intraduktus
dilakukan dengan duktografi. Terapinya eksisi 14.
Lesi dapat multipel dan atau bilateral 1).Biasanya terjadi pada usia
40 tahunan. Penanganannya berupa eksisi local. Pada kasus multipel
papilloma, frekuensi untuk menjadi karsinoma papilar meningkat.
3.3 Lesi Jinak Non Neoplasma
Ginekomastia10).
Ginekomastia adalah muncul payudara seperti wanita (female-tipe
mammary gland) pada laki-laki. Keadaan ini sering terjadi dan sering
dianggap biasa. Ginekomasti fisiologik paling sering pada tiga masa
kehidupan yaitu saat masa perinatal, masa akil balik, masa tua.
Patofisiologi dari ginekomastia adalah sebagai berikut :
1) Keadaan kelebihan estrogen
Misal : didapatkan pada true hemaphroditism- germ cell
tumor- non testicular tumor- kelainan endokrin- penyakit
liver-kelainan gizi.
2) Keadaan defisiensi androgen
Klinefelter syndrome, renal failure ,dll
18
3) Pengaruh obat-obat
4) Idiopatik
Gejala klinis
Biasanya berupa benjolan lunak pada subareoalar laki, sering
asimetri, kecuali pada ginekomasti yang terjadi pada lansia, sering
bilateral
Pemeriksaan dan diagnose
Cukup dengan pemeriksaan klinis. Ada tumpukan jaringan lunak
yang lebih dari biasa subareolar. (normal sekitar 2cm di bawah
subareolar)
Penatalaksaan Terapi
Terapi obat-obat sering tidak banyak gunanya kecuali bila telah
jelas penyebabnya karena defisiensi testosterone
Obat-obat yang pernah digunakan adalah Danazol (etil testisteron
sintetik) dan Tamoksifen
Terapi terbanyak yang diberikan terutama untuk ginekomasti yang
besar adalah Mastektomi transareolar.
Mastitis
Infeksi payudara dikenal mastitis yaitu radang pada jaringan
payudara. Keradangan ini dapat akut atau kronik (biasanya disebakan
oleh kausa spesifik). Mastitis dapat terjadi pada masa laktasi atau
puerpuerium (terbanyak), atau tidak ada hubungannya dengan masa
puerpuerium.
Gejala klinis Mastitis adalah nyeri spontan dan nyeri tekan kadang
disertai panas badan atau malaise, usia produktif-muda.
Patofisiologi
Mastitis yang paling sering didapatkan adalah jenis puerpueral
(lactational mastitis). Bisa didahului oleh stasis air susu atau tanpa
disertai stasis air susu. Biasanya disebabkan oleh kuman Staphylokokus
19
auerus yang ditransmisi melalui isapan bayi dengan strain yang tahan
terhadap penisilin
Pada jenis non puerpueralis, port de entry adalah secara sistemik
atau lewat kerusakan epitel sekitar nipple-areola complex. Pada masa
laktasi mudah terjadi infeksi karena duktus relative melebar sehingga
memudahkan kuman masuk lewat nipple dan adanya stasis air susu
merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan kuman.
Mastitis tuberkulosa dahulu diyakini sekitar 60% merupakan
kelainan tuberkulosa primer, namun saat ini harus dipikirkan bahwa
benar tidak ada hubungan dengna kelainan tuberkulosis di tempat lain.
Gejala klinis
Nyeri payudara saat menyusui, teraba benjolan kemerahan,
badan panas, keluar bila terjadi abses yang telah pecah. Massa batas
tidak tegas, nyeri tekan, tidak didapatkan pembesaran kelenjar getah
bening aksilla ipsilateral atau bila ada pembesaran saat diraba terasa
nyeri.
Pencitraan
USG atau mammografi akan tampak masa yang sedikit hiperdens
dengan batas yang undefined, tidak jarang didiagnosa banding dengan
proses keganasan
Diagnosa
Nyeri payudara saat menyusui, benjolan di payudara yang tak
terlalu padat disertai nyeri tekan, kadang-kadang ada fluktuasi, ada
kemerahan.
Penatalaksanaan
Bila belum ada fluktuasi (abses) diberi antibiotic amoxycillin 5-7
hari, analgetik, dan antipiretik.
Bila telah terbentuk abses, maka dilakukan insisi, yang jka sering
terjadi kekambuhan maka tindakan yang dikerjakan adalah eksisi
Pada mastitis tuberkulosa maka tindakan wedge excision atau
biopsy eksisional dilanjutkan dengan pengobatan obat-obat anti
20
tuberkulosa kombinasi, pada beberapa keadaan bahkan memerlukan
mastektomi.10).
Galaktocele
Galaktokel adalah kista retensi berisi air susu. Galaktokel
berbatas jelas dan mobil, dan biasanya timbul 6-10 bulan setelah
berhenti menyusui. Galaktokel biasanya terletak di tengah dalam
payudara atau di bawah putting. Tata laksana galaktokel adalah aspirasi
jarum untuk mengeluarkan secret susu dan pembedahan baru dilakukan
jika kista terlalu kental untuk bisa diaspirasi atau jika terjadi infeksi dalam
galaktokel tersebut14).
3.4 Tumor Ganas Mamma (Karsinoma Mamma)
3.4.1 Definisi
Adalah keganasan dari parenkim, stroma, areola dan papilla mamma
(termasuk tumor phyllodes maligna, tidak termasuk tumor ganas dari kulit
payudara)10).
3.4.2 Insidens dan epidemiologi
Kanker payudara merupakan kanker tersering pada perempuan (22%
dari semua kasus baru kanker pada perempuan) dan menjadi penyebab utama
kematian akibat kanker di dunia (14% dari semua kematian kanker
perempuan). Insidens tertinggi dijumpai di Negara-negara maju seperti amerika
utara, eropa Barat, dan Utara, dan Australia, kecuali jepang. Insidens tinggi
kanker payudara pada perempuan juga diamati di amerika selatan terutama
Uruguay dan argentina.
Saat ini terjadi peningkatan insidens kanker payudara di Negara-negara
yang sebelumnya memiliki insidens rendah, seperti jepang dan Cina. Selain
disebabkan oleh perubahan yang signifikan dalam gaya hidup masyarakat Asia,
peningkatan ini juga turut terjadi berkat kemajuan teknologi diagnosis tumor
ganas payudara14).
21
Pada tahun 2011, terdapat 230.480 wanita yang terdiagnosa kasus baru
kanker payudara invasif dan 57.650 kasus baru kanker payudara in situ. Sekitar
39.520 wanita meninggal dari kanker payudara10)
Sumber : American Cancer Society, 2011
3.4.3 Faktor Resiko10,14)
Sumber : New England Journal of
Medicine,2011.
22
Terdapat berbagai faktor yang diperkirakan meningkatkan risiko kanker
payudara, antara lain faktor usia, genetik, dan familial, hormonal, gaya hidup,
lingkungan, dan adanya riwayat tumor jinak.
Usia
Faktor usia paling berperan dalam menimbulkan kanker payudara
dengan semakin bertambahnya usia, insidensi kanker payudara meningkat.
Pada perempuan, besarnya insidensi akan berlipat ganda setiap 10 tahun,
tetapi kemudian akan menurun drastic setelah masa menopause. Usia >= 35
tahun meningkatkan angka kejadian tumor ganas payudara.
Genetik dan Familial
Selain faktor usia, faktor adanya riwayat kanker payudara dalam
keluarga juga turut andil. Sekitar 5-10% kanker payudara terjadi akibat adanya
predisposisi genetik terhadap kelainan ini.
Seseorang dicurigai mempunyai faktor predisposisi genetik herediter
sebagai penyebab kanker payudara yang dideritanya jika 1) menderita kanker
payudara sewaktu berusia kurang dari 40 tahun 2) menderita kanker payudara
sebelum berusia 50 tahun dan satu atau lebih kerabat tingkat pertamanya
menderita kanker payudara atau kanker ovarium 3) menderita kanker payudara
bilateral 4) menderita kanker payudara pada usia berapapun dan dua atau lebih
kerabat tingkat pertamnya menderita kanker payudara serta 5) laki-laki yang
menderita kanker payudara.
Resiko seseorang yang satu anggota keluarga tingkat pertamanya (ibu,
anak, kakak, atau adik kandung dan anak) menderita kanker payudara
meningkat 1,8x lipat, dan meningkat 3 kali lipat bila ada 2 orang anggota
keluarga tingkat pertama yang menderita kanker payudara, dan 4x bila ada
3/lebih anggota keluarga tingkat pertama yang menderita kanker payudara11).
23
Sumber : American Cancer Society,2011.
Reproduksi dan hormonal
Faktor reproduksi dan hormonal juga berperanan besar menimbulkan
kelainan ini. Usia menarche yang lebih dini yakni dibawah usia 12 tahun,
meningkatkan resiko kanker payudara sebanyak 3x, sedangkan usia
menopause yang lebih lambat, yakni di atas 55 tahun, meningkatkan resiko
kanker payudara sebanyak 2x.
Perempuan yang melahirkan bayi aterm lahir hidup pertama kalinya > 30
tahun meningkatkan faktor resiko kejadian tumor ganas payudara10), pada usia
di atas 35 tahun mempunyai resiko tertinggi mengidap terkena kanker
payudara. Selain itu, penggunaan kontrasepsi oral meningkatkan resikonya
sebesar 1,24 kali; penggunaan terapi sulih hormon pasca menopause
meningkatkan resiko sebesar 1,35 kali bila digunakan lebih dari 10 tahun dan
penggunaan estrogen penguat kandungan selama kehamilan meningkatkan
resiko sebesar dua kali lipat. Sebalinya, menyusui bayi menurunkan resiko
terkena kanker payudara terutama jika masa menyusui dilakukan selama 27-52
minggu. Penurunan resiko ini diperkirakan karena masa menyuusui mengurangi
masa menstruasi seseorang.
24
Gaya hidup
Obesitas pada masa pascamenopause meningkatkan resiko kanker
payudara, sebaliknya, obesitas pramenopause justru menurunkan resikonya.
Hal ini disebabkan oleh efek tiap obesitas yang berbeda terhadap kadar
hormon endogen. Walaupun menurunkan kadar hormon seks terikat globulin
dan menurunkan pajanan terhadap estrogen, obesitas pramenopause
meningkatkan kejadian anovulasi sehingga menurunkan pajanan payudara
terhadap progesteron. Pada masa pascamenopause, penurunan resiko kanker
payudara yang disebabkan oleh obesitas premenopause secara bertahap
menghilang, dan peningkatan bioavailabilitas estrogen yang terjadi pada masa
ini akan meningkatkan resiko kanker payudara.
Aktivitas fisik
Olahraga selama 4 jam setiap minggu menurunkan resiko sebesar 30%.
Olahraga rutin pada masa pascamenopause juga menurunkan resiko besar
sebesar 30-40%. Untuk mengurangi resiko terkena kanker payudara , American
cancer society merekomendasikan olahraga selama 45-60 menit setiap harinya.
Merokok
Merokok terbukti meningkatkan resiko kanker payudara.
Alkohol
Lebih dari 50 penelitian membutikan bahwa konsumsi alcohol secara
berlebihan meningkatkan resiko kanker payudara. Alkohol meningkatkan kadar
estrogen endogen sehingga mempengaruhi responsivitas tumor terhadap
hormon.
Lingkungan
Wanita yang semasa kecil atau dewasa mudanya pernah menjalani
terapi penyinaran pada daerah dada, biasanya keganasan limfoma Hodgkin
maupun non Hodgkin, mereka beresiko menderita keganasan payudara secara
signifikan. Resiko keganasan payudara terutama meningkta jika terapi
penyinaran dilakukan pada usia dewasa muda saat payudara sedang
berkembang
25
Pajanan eksogen dari lingkungan hidup dan tempat kerja juga beresiko
menginduksi timbulnya kanker payudara. Salah satu zat kimia tersebut yaitu
pestisida atau DDT yang sering kali mencemari bahan makanan sehari-hari.
Jenis pekerjaan lain yang beresiko mendapat pajanan kasinogenik terhadap
timbulnya kanker payudara antara lain, piñata kecantikan kuku yang tiap
harinya menghirup uap pewarna kuku, piñata radiologi, dan tukang cat yang
sering menghirup cadmium dari larutan catnya.
Mutasi BRCA1 dan BRCA2
BRCA1 dan BRCA2 adalah gen manusia yang terkenal sebagai tumor
suppresors. Mutasi dari gen ini dapat meningkatkan perkembangan kanker
payudara dan Ca ovarium.
Resiko wanita atau laki-laki terkena kanker payudara meningkat jika
mereka mewarisi mutasi / kerusakan gen BRCA1 dan BRCA2.
Dalam sel normal, BRCA1 / BRCA2 membantu memastikan stabilitas
material genetik (DNA) dan mencegah pertumbuhan sel tidak terkontrol.
BRCA1 / BRCA 2 singkatan dari Breast Cancer susceptibility gene 1 / 2.
Kerusakan BRCA1 juga meningkatkan resiko terkena kanker kolon,
kanker cervical, uterus, dan pancreas. Kerusakan BRCA2 meningkatkan resiko
terkena kanker pancreas, perut, gall bladder, bile duct dan melanoma.
Kerusakan BRCA1 dan BRCA2 pada laki-laki juga dapat meningkatkan terkena
Ca prostat dan Ca testis.
Beberapa data mutasi BRCA1 dan BRCA2 mungkin bermacam-macam
pada ras / grup ethnic di US, termasuk ethnic afrika amerika, Hispanic, non
Hispanic, asia amerika15).
26
Sumber : American Cancer Society,2011
Faktor Resiko lain yang erat meningkatkan angka kejadian tumor ganas
payudara :
Tidak menyusui bayinya atau menyusui bayi kurang dari 4 bulan
Tidak menikah
Tidak mempunyai anak
Menderita kanker payudara kolateral.
3.4.4 Klasifikasi Histopatologi
Classification of Primary Breast Cancer
Noninvasif Epithelial Cancers Lobular carcinoma in situ (LCIS)
Ductal carcinoma in situ (DCIS) or intraductal carcinoma Papillary, cribriform, solid, and comedo types
Invasif Epithelial Cancers (Percentage of Total) Invasif lobular carcinoma (10%-15%)
Invasif ductal carcinoma Invasif ductal carcinoma, NOS (50%-70%)
Tubular carcinoma (2%-3%)
27
Mucinous or colloid carcinoma (2%-3%)
Medullary carcinoma (5%)
Invasif cribriform carcinoma (1%-3%)
Invasif papillary carcinoma (1%-2%)
Adenoid cystic carcinoma (1%)
Metaplastic carcinoma (1%)
Mixed Connective and Epithelial Tumors
Phyllodes tumors, benign and malignant
Carcinosarcoma
Angiosarcoma NOS, not otherwise specified.
Sumber : Sabiston, ed 18 tahun 2008
3.4.5 Patogenesis
Tumorigenesis kanker payudara merupakan proses multitahap, tiap
tahapnya berkaitan dengan satu mutasi tertentu atau lebih di gen regulator
minor atau mayor. Terdapat dua jenis sel utama pada payudara orang dewasa;
sel mioepitel dan sel sekretorik lumen.
Secara klinis dan histopatologis, terjadi beragam tahap morfologis dalam
perjalan menuju keganasan. Hiperplasia duktal ditandai oleh proliferasi sel-sel
epitel poliklonal yang tersebar tidak rata yang pola kromatin dan bentuk inti-
intinya saling bertumpang tindih dan lumen duktus yang tidak teratur, sering
menjadi tanda awal kecenderungan keganasan. Sel-sel di atas relative memiliki
sedikit sitoplasma dan batas selnya tidak jelas dan secara sitologis jinak.
Perubahan dari hiperplasia ke hiperplasia atipik (klonal) yang sitoplasma selnya
lebih jelas dan tidak tumpang tindih, dan lumen duktus yang teratur, secara
klinis meningkatkan risiko kanker payudara.
Setelah hiperplasia atipik, tahap berikutnya adalah timbulnya karsinoma
in situ, baik karsinoma duktal dan lobular. Pada karsinoma in situ, terjadi
proliferasi sel yang memiliki gambaran sitologis sesuai dengan keganasan,
tetapi proliferasi sel tersebut belum menginvasi stroma dan menembus
membrane basal.
28
Karsinoma in situ lobular biasanya menyebar ke seluruh jaringan
payudara (bahkan bilateral) dan biasanya tidak teraba dan tidak terlihat pada
pencitraan. Sebaliknya, karsinoma in situ duktal merupakan lesi duktus
segmental yang dapat mengalami kalsifikasi sehingga memberi penampilan
yang beragam.
Setelah sel-sel tumopr menembur membrane basal dan menginvasi
stroma, tumor menjadi invasif, dapat menyebar secara hematogen dan limfogen
sehingga menimbulkan metastasis 14).
3.4.6 Bentuk Klinis Karsinoma Mamma:
Karsinoma in situ 1)
Karsinoma in situ berasal dari duktus atau lobular. Terdapat
beberapa gambaran morfologi dari karsinoma jenis ini, yang terpenting
adalah manifestasi kliniknya yang berupa lesi kalsifikasi mikro (hanya
terdeteksi dengan mammografi). Lesi ini biasanya tidak memberi keluhan
dan tidak teraba pada pemeriksaan fisik, sehingga dianggap sebagai
kanker yang sangat dini. Untuk memastikan jenisnya dilakukan
pembedahan dengan tuntunan radiologis (lokalisasi prosedur).
Pemeriksaan sediaan histopatologinya harus dilakukan seteliti mungkin,
juga dengan tuntunan radiologis. Bila ditangani segera, prognosa pasien
sangat baik. 1).
Ductal Carcinoma In situ18)
Istilah Intraductal carcinoma sering diistilahkan sebagai DCIS,
yang membawa Resiko tinggi berubah menjadi invasif. Karakteristik
histologi dari DCIS terjadi proliferasi epitel pada duktus minor
mengakibatkan pertumbuhan papilar sepanjang duktus lamina. Awal
perkembangan, sel kanker tidak menunjukan pleomorphism, mitosis atau
atypia, sehingga sulit untuk membedakan DCIS awal dari benign
hyperplasia. Pertumbuhan papillary akhirnya bergabung dan menigisi
duktus lumina, sisa ruangan yang bulat antara sel-sel kanker yang
atypical, yang menunjukkan hyperchromasia dan kehilangan
29
polaritasnya (cribriform growth pattern). akhirnya sel kanker pleomorphic
dengan mitosis yang sering melenyapkan lumina dan memanjang ke
ductus (solid growth pattern). Dengan pertumbuhan yang berlanjut
melampaui pembuluh darah dan menjadi nekrosis (comedo growth
pattern). Deposisi kalsium akan terjadi pada area yang nekrosis dan
akan sering tampak pada mammografi18).
Tanda klinisnya adalah terdapatnya massa yang biasanya
unilateral, dan terdapat nipple discharge. Pada pemeriksaan
mammografi didapatkan gambaran mikrokalsifikasi.
Gambar :Jenis DCIS (Schwartz SI, Shires GT, Spencer FC, Husser WC. 2007.
Principles Of Surgery. New York: Mcgraw Hill Inc)
Lobular Carcinoma In situ
Awalnya berasal dari TDLU (Terminal Ductal Lobular Unit) dan
hanya berkembang pada payudara wanita. Kelainan ini dikarakteristikkan
sebagai proses distensi dan distorsi dari ductus terminal unit lobular oleh
sel kanker yang besar tetapi dengan ratio nucleus dan sitoplasma yang
normal. Sitoplasmic mucoid globules adalah gambar selular yang khusus
untuk penyakit ini. Pada LCIS ini didapatkan mikrokalsifikasi pada
jaringan-jaringan yang berdekatan saja sehingga sulit terdeteksi pada
mammografi18).
30
Gambar 17. Perbandingan antara LCIS dan DCIS (Schwartz SI, Shires GT, Spencer
FC, Husser WC. 2007. Principles Of Surgery. New York: Mcgraw Hill Inc)
Karsinoma invasif.
Karsinoma dengan sel-sel anaplastik yang telah menginvasi
stroma. Beberapa peneliti mengatakan bahwa kanker ini dimulai dari
bentuk in situ. Tetapi banyak peneliti lain yang menemukan sel
anaplastik tanpa melalui fase in situ.
Terdapat beberapa varian morfologi sitoarsitektur yang mungkin
berhubungan dengan prognosa penyakit, tidak jarang terjadi campuran
dari berbagai jenis morfologi1).
Klasifikasi invasif cancer berdasarkan footed an stewart18).
I. Paget's disease of the nipple II. Invasive ductal carcinoma
A. Adenocarcinoma with productive fibrosis (scirrhous, simplex, NST) 80%
B. Medullary carcinoma 4% C. Mucinous (colloid) carcinoma 2% D. Papillary carcinoma 2% E. Tubular carcinoma (and ICC) 2%
III. Invasif lobular carcinoma 10% IV. Rare cancers (adenoid cystic, squamous cell, apocrine)
31
Carcinoma duktal Invasive / Classic (NOS = not otherwise
specification)1).
Karsinoma yang paling sering, sehingga bila disebutkan
karsinoma payudara tanpa keterangan apapun, maka hampir pasti
karsinoma tersebut termasuk dalam jenis ini. Ukuran, bentuk,
konsistensi, dan bentuk tepi tumor sangat bervariasi. Secara umum,
tumor teraba padat keras dengan tepi tidak tegas. Berwarna kuning
keabuan, tepi tumor menjulur-julur menginfiltrasi jaringan ikat dan lemak
di sekitarnya membentuk gambaran “kaki kepiting” yang terkenal sebagai
asal dari istilah cancer. Area-area nekrosis dan pendarahan tidak jarang
terdapat pada tumor yang berukuran besar. Tumor dapat menginvasif
kulit atau fascia di bawahnya.
Jumlah stroma tumor mempengaruhi konsistensinya. Pada tipe
desmoplastic di mana jumlah stromanya sangat banyak, sel-sel
anaplastik berderet-deret menginfiltrasi stroma dan membentuk
Carcinoma schirrous yang keras1).
Karsinoma Tubular1).
Biasanya terjadi pada pasien di atas usia 50 tahun. Tumor
berdiameter kecil, rata-rata 1 cm, dengan tepi tumor sangat tidak tegas
dan konsistensi tumor yang keras. Prognosa tubular karsinoma yang
murni (tidak bercampur dengan komponen lain) sangat baik, tetapi 10 %
ditemukan metastase pada kelenjar aksilla.
Karsinoma lobuler
Karsinoma lobuler mulai tumbuh di dalam kelenjar mamma
(lobulus), biasanya terjadi setelah menopause. Kanker ini tidak dapat
diraba dan tidak terlihat pada mammogram, tetapi biasanya ditemukan
secara tidak sengaja pada mammografi yang dilakukan untuk keperluan
lain. Sekitar 25-30 % penderita karsinoma lobuler pada akhirnya akan
menderita kanker invasif (pada mamma yang sama atau mamma lainnya
atau pada kedua mamma)
32
Karsinoma Papiler
Kebanyakan Karsinoma Papiler adalah in situ atau predominan in
situ. Kebanyakan terjadi pada pasien post menopause, sering kali
memberi gejala nipple discharge yang bercampur darah. Karsinoma ini
mempunyai prognosis yang baik.
Karsinoma medular
Secara makroskopis tampak massa lunak dan berdarah dan
sering tampak ekzematosa kronik pada puting yang dapat berkembang
menjadi ulkus basah . Biasanya lesinya sangat dalam dan mobile, serta
kulit tertarik tumor. Penyakit paget berkaitan erat dengan DCIS ekstensif
yang menjadi keganasan yang invasif. Progresivitasnya biasanya
lambat, meskipun dapat menjadi cepat pada tumor yang nekrosis.
Secara mikroskopis tampak sebagai infiltrat limforetikuler yang
tegas dan tersusun dari limfosit dan sel plasma yang bervariasi, inti
polimorfik yang besar yang poorly diferentiated dan disertai sel yang aktif
bermitosis. Dan juga akan tampak sel paget yakni sel yang besar, pucat,
dan bervakuol.(14)
Paget’s Disease 17).
Paget’s disease merupakan 1-3% dari seluruh kanker payudara.
Kelainan ini mempunyai karakteristik perubahan eczema dari nipple
terjadi selama 6 bulan atau lebih sebelum terdiagnosa, dan sering
memiliki gejala gatal, erytema, dan nipple discharge. Paget’s disease
didiagnosa secara histology adanya sel besar dengan sitoplasma pucat
dan nucleoli prominent (sel paget’s) pada epidermis nipple. Pada tahun
1874, Sir James Paget melaporkan kondisi ini selalu diikuti kanker
payudara, biasanya dalam 1 tahun dari diagnosa. Saat ini diakui
mayoritas perempuan dengan Paget’s disease terkait dengan kanker
infiltrative atau DCIS, secara klinis dapat teraba massa atau ditemukan
pada mammografi.
33
Sumber : GreenField,2006
Inflamatory Carcinoma
Merupakan karsinoma mamma dengan infiltrasi luas ke jaringan
sekitarnya, baik kedalam stroma maupun ke jaringan kulit
mamma.Keadaan ini menimbulkan gambaran seperti keradangan
mamma (infiltrate). Mempunyai prognosa yang buruk dengan angka
harapan hidup dalam 2 tahun hanya 5%.(11)
3.4.7 Staging
T : Tumor primer
- Tis : tumor in situ
- T0 : tidak teraba tubor
- T1 : tumor diameter ≤ 2 cm tanpa infiltrasi
- T2 : diameter 2-5 cm tanpa infiltrasi
- T3 : diameter > 5 cm tanpa infiltrasi
- T4 : infiltrasi ke jaringan mamma
T4a : infiltrasi ke kulit
T4b : infiltrasi ke dinding dada
T4c : infiltrasi ke kulit dan dinding dada
N : nodus regional
- N0 : tidak teraba kelenjar
- N1 : teraba kelenjar aksila yang mobile dan soliter
- N2 : teraba kelenjar aksila yang melekat, multipel dan padat
- N3 : teraba kelenjar supraklavikula, infraklavikula, aksila kontralateral
34
M : metastase jauh
- M0 : tidak ada metastase jauh
- M1 : ada metastase jauh
Staging klinis :
-
Sumber : Schwartz SI, Shires GT, Spencer FC, Husser WC. 2007. Principles Of Surgery. New York: Mcgraw Hill Inc. 227-236
35
Table 34-6 -- American Joint Committee on Cancer Stage Grouping
STAGE TNM 5-YEAR RELATIVE SURVIVAL RATE (%)[*]
0 Tis, N0, M0 100
I T1, N0, M0 100
IIA T0, N1, M0 92
T1, N1, M0
T2, N0, M0
IIB T2, N1, M0 81
T3, N0, M0
IIIA T0, N2, M0 67
T1, N2, M0
T2, N2, M0
T3, N1, M0
T3, N2, M0
IIIB T4, N0, M0 54
T4, N1, M0
T4, N2, M0
IIIC Any T, N3, M0 [†]
IV Any T, any N, M1 20* Breast Cancer Survival by Stage: American College of Surgeons National Cancer Data Base.
† These numbers are based on patients in whom cancer was diagnosed from 1995 to 1998. Five-year survival rates are not yet available for stage IIIC breast cancer because this stage was defined only recently.
Sumber : Sabiston,2008
3.4.8 Peran Patologi1).
Saat dokter bedah mengirimkan sediaan bahan operasi baik mastektomi
atau biopsy,mereka mengharapkan banyak informasi yang bisa didapatkan
yang dapat membantu langkah penanganan selanjutnya. Untuk sediaan biopsy
harus ditentukan jenis kelainannya, bila ganas, ditentukan pula diferensiasi dari
keganasan tersebut serta apakah tumor sudah radikal. Untuk sediaan
mastektomi selain informasi seperti pada sediaan biopsy, harus dilaporkan pula
faktor-faktor yang merupakan faktor prognosa dan prediktif.
36
Faktor prognosa mempunyai manfaat :
1) Membantu memilih terapi yang tepat
2) Memungkinkan komparasi berbagai terapi di antara sejumlah
pasien dengan resiko kekambuhan atau morbiditas serupa.
3) Meningkatkan pengetahuan tentang kanker payudara guna
mengembangkan strategi-strategi baru untuk penanganannya
Faktor prediktif membantu memberi indikasi apakah suatu tumor
akan memberi respons terhadap terapi hormonal atau kemoterapi
Faktor prognosa meliputi faktor kronologis (indikasi mengenai
berapa lama kanker telah berada dalam payudara serta berhubungan
dengan stadium tumor saat ditemukan) dan faktor biologis (berhubungan
dengan faktor intrinsic atau perilaku potensial tumor).
Faktor kronologis :
Ukuran tumor, secara langsung berhubungan dengan
keberhasilan hidup (survival). Semakin kecil ukuran tumor, semakin baik
harapan hidupnya. Status kelenjar getah bening aksilla, ada atau
tidaknya metastase pada kelenjar getah bening aksilla; berhubungan
langsung dengan ketahan hidup. Pasien dengan metastase pada organ
jauh mempunyai keberhasilan hidup yang sangat buruk.
Faktor biologis :
Jenis morfologi histopatologi; kanker dengan jenis tertentu
mempunyai keberhasilan hidup yang lebih baik daripada jenis NOS.
Grading Mikroskopik; menurut Nottingham Modified, meliputi
jumlah struktur tubular, inti pleiomorfisme, dan indeks mitosis. Tumor
dibedakan menjadi diferensiasi baik, sedang, dan buruk. Diferensiasi
tumor berhubungan langsung dengan keberhasilan hidup.
Adanya invasi ke pembuluh darah atau limfatik; berhubungan
dengan kemungkinan kekambuhan lokal terutama pada pembedahan
dengan eksisi luas. Pasien juga mempunyai resiko tinggi untuk
mengalami relaps dalam waktu singkat.
37
Faktor prediktif : meliputi : adanya reseptor estrogen, progesteron,
dan tumor marker lainnya pada permukaan sel. Reseptor ini diperiksa
dengan teknik imunohistokimia
Kadar Biokimia yang dapat dideteksi dengan imunohistokimia :
Reseptor terhadap Estrogen dan progesteron; merupakan faktor prediktif
yang paling kuat untuk menunjukan respons terhadp hormonal terapi, baik pada
kanker payudara dini ataupun yang lanjut.
Reseptor “epidermal growth faktor”, HER2/neu atau protooncogen erbB2
yang terdapat pada 15-30% kanker invasif, dan lebih dari 80% kanker non
invasif. Pasien dengan metastase kelenjar getah bening dimana sel tumornya
mengekspresikan erbB2 mempunyai prognosa yang sangat buruk. Tetapi pada
pasien tanpa metastase ke kelenjar getah bening, erbB2 kurang berarti dalam
meramalkan prognosa. Pada umunya tumor yang mengekspresikan erbB2,
kurang member respons terhadap kemoterapi dan terapi hormonal.
Reseptor HER-2/neu belakangan banyak dilaporkan merupakan faktor
prediktif untuk kemoterapi. Sel tumor yang hanya sedikit mengandung reseptor
ini akan berespons lebih baik terhadap kemoterapi daripada sel tumor yang
member ekspresi kuat terhadap reseptor HER-2/neu.
P53 merupakan produk gen yang ditemukan pada lengan pendek
kromosom no 17. Ekspresi p53 abnormal sangat sering ditemukan pada sel-sel
kanker payudara. Adanya p53 menunjukan adanya protein p53 mutasi yang
stabil; merupakan tanda prognosa yang buruk dan biasanya resisten terhadap
pengobatan.
Protease, cathepsin D; merupakan enzim protease yang mampu
menghancurkan membran basal. Adanya cathepsin D pada sel tumor
menunjukan prognosa yang buruk karena menunjukan kemampuan tumor
untuk menginvasi jaringan.
Laporan hasil pemeriksaan histopatologi yang memuat seluruh
keterangan di atas akan sangat membantu dokter dan pasien. Untuk dapat
melaporkan seluruh faktor tersebut, harus dibuat banyak irisan yang mewakili
38
seluruh gambaran yang ada, karenanya diperlukan standart pemeriksaan
tertentu1).
39
BAB IV
DIAGNOSA
4.1 Prosedur Diagnostik
Secara umum proses penegakan diagnosis suatu penyakit selalu
mempunyai tahapan sebagai berikut :
1. Data identitas penderita
2. Riwayat penyakit
3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum dan status penampilan
b. Status lokalis
c. Status organ lain
4. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan radiologi
b. Pemeriksaan patologi
c. Pemeriksaan lain
Perlakuan dalam prosedur diagnostic ini dapat dibedakan menjadi suatu
prosedur yang non invasif dan invasif :
Non Invasif
Pemeriksaan fisik
USG
Mammografi
Invasif
FNAB
Core Biopsy (paraffin block)
Open Biopsy (Frozen section dan paraffin block)
Metode pemeriksaan yang invasif selalu dilakukan setelah metode
pemeriksaan non invasif.
4.2 Anamnesa
Hal-hal yang harus ditanyakan kepada pen-derita adalah letak benjolan,
sejak kapan mu-lai timbul benjolan, dan kecepatan tumbuh-nya. Selain
40
itu, perlu juga ditanya berbagai gejala penyerta, seperti ada tidaknya
nyeri, jenis dan jumlah cairan yang keluar dari puting, perubahan bentuk
dan besar payudara, hubungannya dengan haid, perubahan pada kulit,
dan retraksi puting susu. Faktor risiko yang perlu diketahui antara lain:
riwayat keluarga yang terkena kanker payu-dara dan atau kanker
ovarium, riwayat obste-tri dan ginekologi, terapi hormonal (termasuk
kontrasepsi hormonal), riwayat operasi/aspi-rasi benjolan di payudara
sebelumnya5).
4.3 Pemeriksaan Fisik8)
Ketika memulai pemeriksaan payudara, kita harus menyadari
adanya kekhawatiran yang mungkin dirasakan oleh wanita dan remaja
putrid. Bertindaklah dengan sikap yang menentramkan peraasaan dan
mengadopsikan cara pendekatan yang sopan serta lemah lembut.
Inspeksi yang memadai memerlukan dada yang terbuka
seluruhnya, kendati belakangan anda mungkin menemukan bahwa
dalam pemeriksaan, sebaiknya salah satu payudara ditutup ketika anda
memeriksa payudara lainnya. Karena payudara cenderung membengkak
dan menjadi lebih nodular dalam masa prahaid sebagai akibat dari
peningkatan stimulasi estrogen, saat terbaik untuk melakukan
pemeriksaan adalah 5-7 hari sesudah permulaan haid. Nodulus yang
muncul selama fase prahaid harus dievaluasi kembali setelah dimulainya
haid tersebut.
1. Inspeksi
Lakukan inspeksi payudara ketika pasien berada dalam posisi
duduk dan setelah pakaiannya diturunkan hingga batas pinggang.
Pemeriksaan payudara yang seksama meliputi inspeksi yang
cermat terhadap perubahan kulit, kesimetrisan kontur, dan retraksi
dalam 4 pandangan- kedua lengan pada sisi tubuh, kedua lengan
di atas kepala, berkacak pinggangm dan mencodongkan tubuh ke
depan.
Kedua lengan pada sisi tubuh
41
Perhatikan gambaran klinis berikut
1) Penampakan kulit yang meliputi
Warna kulit
Penebalan kulit dan pori-pori yang tampak mencolok
secara abnormal, mungkin menyertai obstruksi limfatik8).
Penebalan seperti kulit jeruk, kemerahan. Atau
penampakan yang abnormal seperti adanya nodul atau tarikan
kulit1).
2) Ukuran dan kesimetrisan payudara.
Beberapa perbedaan pada ukuran payudara yang meliputi
ukuran areola merupakan keadaan yang sering ditemukan dan
biasanya normal
3) Kontur payudara.
Cari perubahan seperti massa, cekungan (dimpling), atau
pendataran. Bandingkan payuudara satu dengan lainnya.
4) Karakteristik putting
Meliputi ukuran dan bentuknya, arah putting itu menunjuk,
setiap ruam ruam atau ulserasi, ataupun setiap pengeluaran
secret8).
5) Perhatikan mobilitas payudara saat penderita menaikkan
lengannya ke atas 1).
Kedua lengan di atas kepala; berkocak pinggang;
mencondongkan tubuh ke depan.
Untuk membuat cekungan (dimpling) atau retraksi yang tadinya
tidak terlihat menjadi dapat dilihat, minta pasien untuk mengangkat
kedua belah tangannya di atas kepala, dan kemudian berkacak pinggang
untuk membuat muskulus pektoralis berkontraksi. Lakukan inspeksi
kontur payudara dengan cermat pada setiap posisi ini. Jika payudara
pasien berukuran besar atau menggantung, kita dapat meminta pasien
berdiri dan mencondongkan tubuhnya ke depan dengan berpegangan
pada kursi atau tangan pemeriksa untuk menyangga tubuhnya8).
42
2. Palpasi
Palpasi sebaiknya dilakukan ketika jaringan payudara diratakan.
Pasien harus berbaring terlentang. Rencanakan untuk melakukan
palpasi pada suatu daerah persegi yang membentang dari klavikula
hingga plika inframammilaris atau garis BH dan dari linea midsternalis
hingga linea aksilaris posterior serta di dalam rongga aksila untuk
menemukan bagian kauda payudara8).
Pemeriksaan yang seksama memerlukan waktu 3 menit untuk
setiap payudara. Gunakan permukaan ventral jari tangan ke 2, ke 3 ke 4
dengan mempertahankan agar ketiga jari tangan tersebut berada dalam
posisi sedikit menekuk. Pemeriksaan ini harus dilakukan secara
sistematik. Walaupun pada pemeriksaan dapat digunakan gerakan
dengan pola sirkuler atau pasak, kini pola garis-garis vertikal menjadi
teknik yang paling sahih untuk mendeteksi massa payudara. Lakukan
palpasi dengan gerakan melingkar kecil-kecil yang konsentris pada
setiap titik yang diperiksa, jika mungkin palpasi dilakukan dengan
tekanan yang ringan, sedang dan dalam. Anda akan perlu menekan
lebih dalam untuk menjangkau jaringan yang lebih dalam lagi pada
payudara yang berukuran besar. Pemeriksaan harus meliputi
keseluruhan payudara, termasuk bagian perifer, kauda dan aksilla.
Untuk memeriksa bagian lateral payudara, minta pasien memutar
tubuhnya pada sendi paha yang berlawanan dan meletakkan tangannya
pada dahi, namun kedua bahu tetap menempel pada tempat tidur atau
meja periksa. Posisi ini akan membuat rata jaringan payudara bagian
lateral. Mulai palpasi dari daerah aksilla dengan melakukan gerakan
mengikuti garis lurus ke bawah menuju garis BH, dan kemudian gerakan
jari-jari tangan kea rah medial serta lakukan palpasi mengikutri pola
garis-garis vertical yang saling tumpang tindih sampai mencapai daerah
putting susu, kemudian atur posisi tubuh pasien kembali untuk membuat
rata bagian medial penderita.
43
Untuk memeriksa bagian medial penderita, minta pasien
berbaring dengan kedua belah bahunya rata pada tempat tidur atau meja
periksa sementara tangannya diletakkan pada leher dan sikunya
diangkat hingga segaris dengan bahunya. Lakukan palpasi dengan
gerakan mengikuti garis lurus kebawah ulai dari putting susu hingga
garis BH, dan kemudian kembali ke daerah klavikuka dengan
melanjutkan pola garis-garis vertical ke arah midsternum.
Periksa payudara dengan cermat untuk mengetahui. Konsistensi
jaringan. Konsistensi yang normal bervariasi secara luas dan sebagian
bergantung pada proporsi relative jaringan payudara yang lebih kenyal
serta jaringan lemak yang lunak. Nodularitas fisiologik dapat ditemukan
dan meningkat dalam masa prahaid. Mungkin terdapat garis-garis
tonjolan transversal yang kenyal dari jaringan yang terkompresi di
sepanjang margo inferior payudara, khususnya pada payudara yang
berukuran besar. Garis-garis tonjolan ini bukan tumor, melainkan
tonjolan inframammilaris yang normal. Nyeri tekan seperti perasaan
penuh saat masa prahaid.
Nodulus.
Lakukan palpasi dengan cermat untuk menemukan setiap
benjolan lain atau lebih besar daripada jaringan payudara tersebut.
Keadaan ini kadang-kadang disebut massa dominan dan dapat
mencerminkan suatu perubahan patologik yang memerlukan evaluasi
melalui pemeriksaan mammografi, aspirasi, atau biopsy. Nilai dan
uraikan karakterisktik setiap nodulus :
Lokasi - dengan menyebutkan kuadaran
Ukuran – dalam sentimeter
Bentuk - memiliki kontur yang bundar atau kistik
Konsistensi – lunak , kenyal , keras
Delimitasi – batasnya tegas atau tidak.
44
Nyeri tekan.
Mobilitas – dalam hubungannya dengan kulit atau fasia pektoralis
dan dinding dada. Dengan hati-hati gerakan payudara mendekati massa
dan perhatikan apakah terjadi cekungan (dimpling).
Selanjutnya coba untuk menggerakan massa itu sendiri
sementara pasien melemaskan kedua belah tangannya dan kemudian
dalam posisi berkacak pinggang.
Putting susu
Lakukan palpasi setiap putting dengan memperhatikan
elatisitasnya.
AKSILLA8)
Meskipun aksilla dapat diperiksa saat pasien berbaring, posisi
duduk lebih disukai untuk pemeriksaan ini.
Inspeksi.
Lakukan inspeksi kulit setiap aksiilla dengan memperhatikan
gejala :
Ruam
Infeksi
Pigmentasi yang abnormal
Palpasi
Untuk memeriksa axilla sebelah kiri, minta pasien agar rileks
dengan lengan kiri tergantung. Berikan bantuan dengan menggunakan
tangan kiri anda untuk menahan pergelangan tangan kiri atau tangan kiri
pasien. Kuncupkan jari-jari tangan kanan anda dan coba menjangkau
bagian apeks aksilla setinggi-tingginya.Ingatkan pasien bahwa tindakan
ini mungkin terasa tidak menyenangkan.Jari-jari tangan anda harus
berada langsung di bawaah muskulus pektoralis dengan mengarah ke
daerah midklavikula. Sekarangm tekan jari-jari tangan anda ke arah
dinding dada dan kemudian gerakan ke bawah dengan mencoba meraba
nodus limfatikus sentral pada dinding dada.
45
Dari semua nodus limfatikus aksilaris, kelenjar limfe inilah yang
paling sering dapat diraba. Sering kali kita dapat merasakan satu atau
lebih nodus limfatikus yang lunak, berukuran kecil (kurang dari 1 cm) dan
tidak nyeri ketika ditekan.
Gunakan tangan kiri anda untuk memeriksa aksilla yang kanan.
Jika nodus limfatikus sentralnya teraba besar, keras, atau nyeri
tekan, atau jika terdapat kecurigaan lesi pada daerah drainase getah
bening untuk nodus limfatikus aksilaris, lakukan palpasi untuk meraba
kelompok nodus limfatikus aksilaris yang lain.
Nodus limfatikus pektoralis – pegang lipatan aksilaris anterior di
antara ibu jari dan jari-jari tangan anda, dan kemudian dengan jari-jari
tangan anda lakukan palpasi di sebelah dalam bagian tepi muskulus
pektoralis.
Nodus limfatikus lateralis – dari puncak aksilla lakukan palpasi
sepanjang humerus pars proksimal
Nodus limfatikus subskapularis – beralihlah ke belakang pasien
dan kemudian dengan jari–jari tangan anda, lakukan palpasi di sebelah
dalam otot lipatan aksilaris posterior.
Demikian pula, lakukan palpasi untuk meraba nodus limfatikus
infra klavikularis dan memeriksa kembali nodus limfatikus
supraklavikularis.
Pemeriksaan pengeluaran secret yang spontan dari putting
Jika terdapat riwayat pengeluaran secret yang spontan dari
putting, coba untuk menentukan asalnya dengan cara menekan areola
dengan jari telunjuk anda yang diletakan pada posisi radial sekitar
putting. Amati apakah terjadi pengeluaran secret melalui salah satu
orifisium duktus laktiferus pada permukaan putting. Perhatikan warna
sekrtet, konsistensinya, dan jumlah setiap secret yang mengalir keluar
serta lokasi sebenarnya yang menjadi tempat keluarnya secret tersebut.
46
Inspeksi
Penderita dapat diminta untuk duduk tegak atau berbaring atau
kedua-duanya. Kemudian diperhatikan bentuk kedua payudara, warna
kulit, tonjolan, lekukan, retraksi, adanya kulit berbintik seperti kulit jeruk,
ulkus dan benjolan. Dengan lengan terangkat lurus ke atas kelainan
terlihat lebih jelas. Bila warna kulit eritema, ada tonjolan, retraksi papilla
mammae, nodul yang luas, peague’s de orange, ulkus pada kulit
mamma, maka kita harus curiga adannyakarsinoma mamma.
Palpasi
- Palpasi lebih baik dilakukan pada pasien yang berbaring dengan
bantal tipis di punggung, sehingga terbentang rat. Palpasi dilakukan
dengan telapak tari tangan yang digerakan perlahan-lahan tanpa
tekanan pada tiap-tiap kuadran. Jika ditemukan suatu massa,
perhatikan letaknya di kuadran mana ukuran, bentuk
(simetris/asimetris) batas dan konsistensinya, juga tentukan
mobilitas, apakah mobile atau fixed pada kulit, otot pektoralis dan
dinding dada dengan menyuruh pasien meletakkan kedua tangan
pada panggulnya. Kemudian mengabduksikan lengannya sekuat
mungkin sehingga m.pektoralis meregang.
Tumor pada mamma harus dicurigai ganas bila ditemukan :
O konsistensi padat-keras
O fixed (melekat dinding dada)
O tanda-tanda infiltrasi kulit
- Pemijatan puting susu dapat mengetahui adanya cairan, darah atau
nanah dan harus dubandingkan antara kanan dan kiri. Perlu
diperhatikan pada cairan dari puting susu :
a. Sifat cairan
b. Ada / tidaknya sel tumor
c. Unilateral / bilateral
d. Dari satu / beberapa duktus
e. Keluar spontan setelah dipijat
47
f. Keluar bila seluruh mammae ditekan/ hanya segmen tertentu
g. Ada hubungan dengan siklus haid, pramenopause/
pascamenapause dan penggunaan obat hormon
Biasannya pada karsinoma mammae, pada pemeriksaan fisik
didapatkan :
O Nipple discharge.
O Massa dengan batas tidak tegas, bentuk tidak teratur, mobilitas
terbatas.
O Tumor dapat melekat pada kulit, m.pektoralis, dinding thoraks.
O Dan biasannya disertai dengan pembesaran KGB regional;,
terutama daerah aksila.
1. Pemeriksaan KGB regional
Harus diperiksa adakah pembesaran KGB supraclavikular,
infraclavicular dan axilla. Pemeriksaan KGb daerah axilla dilakukan
dengan cara tangan pasien diletakkaan di tangan / bahu pemeriksa
dan axilla diperiksa oleh tangan pemeriksa yang berlawanan dengan
tangan pasien.
4.4 Pemeriksaan penunjang
Untuk mendukung pemeriksaan klinis, mammografi dan
ultrasonografi dapat membantu deteksi kanker payudara. Pemeriksaan
radiodiagnostik untuk staging yaitu dengan rontgen toraks, USG
abdomen (hepar), dan bone scanning. Sedangkan pemeriksaan
radiodiagnostik yang bersifat opsional (atas indikasi) yaitu magnetic
resonansi imaging (MRI), CT scan, PET scan, dan bone survey14).
MAMOGRAFI
Sedapat mungkin dilakukan sebagai alat bantu diagnostik utama,
terutama pada usia di atas 30 tahun. Walaupun mamografi sebelumnya
normal, jika terdapat keluhan baru, maka harus dimamografi ulang.
Pada mamografi , lesi yang mencurigakan ganas menunjukkan salah
satu atau beberapa gambaran sebagai berikut: lesi asimetris, kalsifikasi
pleomorfik, tepi ireguler atau ber-spikula, terdapat peningkatan densitas
48
dibanding-kan sekitarnya. Pada salah satu penelitian terhadap 41.427
penderita, sensitivitasnya mencapai 82,3% dengan spesifisitas 91,2%.
Walaupun demikian, bila hasilnya negatif, harus tetap dilakukan
pemeriksaan lanjutan5).
Mammografi merupakan metode pilhan deteksi kanker payudara
pada kasus kecurigaan keganasan maupun kasus kanker payudara kecil
yang tidak terpalpasi (lesi samar). Indikasi mammografi antara lain
kecurigaan kinnis adanya kanker payudara, sebagai tindak lanjut pasca
mastektomi (deteksi tumor primer kedua dan rekurensi di payudara
kontralateral), dan pasca breast conserving therapy (BCT) untuk
mendeteksi kambunya tumor primer kedua (walaupun lebih sering
dengan MRI), adanya adenokarsinoma metastatic dari tumor primer
yang tidak diketahui asalnya, dan sebagai program skrining. Mammografi
perempuan berusia dibawah 35 tahun sering sulit diinterprasi karena
padatnya jaringan kelenjar payudara. Mammografi perempuan pasca
menopause lebih mudah diinterpretasi karena jaringan payudaranya
sudah mengalami regresi. Oleh karena itu, mammografi digunakan
sebagai metode deteksi dalam program skrining perempuan menopause.
Temuan mamografi yang menunjukan kelainan yang mengarah
keganasan antara lain tumor berbentuk spikula, distorsi, atau
irregularitas, mikro kalsifikasi (karsinoma intraduktal), kadang disertai
pembesaran kelenjar limfa.
Hasil mamografi dikonfirmasi lebih lanjut dengan FNAB,
corebiopsy atau biopsy bedah14).
Dengan Mammografi dapat dilihat kelainan dalam jaringan
payudara yang berupa :
Kalsifikasi
Architectural distortion
Massa dengan tanda-tanda keganasan atau bukan
Perubahan densitas yang tidak normal
49
Tanda-tanda keganasan pada mammografi adalah :
Massa dengan tepi yang irregular
Mikrokalsifikasi (clustered, terutama yang pleomorfik dan
yang tersebar sepanjang duktus)
Distorsi arsitektur kelenjar payudara setempat (focal architectural
distorsion) dan perubahan densitas fokal yang nyata.
American College of radiology (ACR) menentukan 6 kategori
dalam melaporkan diagnosis temuan dalam mammogram (BI-RADS =
Breast Imaging Reporting and Data System) yaitu :
CATEGORY DEFINITION
0 Incomplete assessment; need additional imaging evaluation
1 Negative; routine mammogram in 1 year recommended
2 Benign finding; routine mammogram in 1 year recommended
3 Probably benign finding; short-term follow-up suggested
4 Suspicious abnormality; biopsy should be considered
5 Highly suggestive of malignancy; appropriate action should be taken
Sumber : Sabiston ed 18 , 2008
Ultrasonografi.
Ultrasonografi berguna untuk menentukan ukuran lesi dan
membedakan kista dengan tumor solid. Sedangkan, diagnosis kelainan
payudaranya dapat dipastikan dengan melakukaan pemeriksaan sitologi
aspirasi jarum halus (FNAB), core biopsy, biopsy terbuka, atau sentinel
node biopsy.
MRI
MRI dilakukan pada
1) Pasien usia muda karena gambaran mammografi yang kurang jelas
pada payudara wanita muda
2) Untuk mendeteksi adanya rekurensi pasca BCT
50
3) Mendeteksi adanya rekurensi dini keganasan payudara yang dari
pemeriksaan fisik dan penunjang laninnya kurang jelas.
Imunohistokimia
Pemeriksaan imunohistokimia yang dilakukan untuk membantu
terapi target, antara lain pemeriksaan status ER (estrogen receptor), PR
(progesteron reseptor), c-ERB-2(HER-2 neu), cathepsin-D, p53
(bergantung situasi), Ki67, dan Bcl2
Biopsi
Setiap ada kecurigaan pada pemeriksaan fisik dan mammogram,
biopsy harus selalu dilakukan. Jenis biopsy dapat dilakukan yaitu biopsy
jarum halus (fine needle aspiration biopsy, FNAB), core biopsy (jarum
besar), dan biopsy bedah. FNAB hanya memungkinkan evaluasi sitologi,
sedangkan biopsyjarum besar dan biopsy bedah memungkinan analisis
arsitektur jaringan payudara sehingga ahli patologis dapat menentukan
apaakah tumor bersifat invasif atau tidak
FNAB
Dengan jarum halus sejumlah keil jaringan dari tumor diaspirasi
keluar lalu diperiksa di bawah mikroskop, jika lokasi tumor terpalpasi
dengan mudah , FNAB dapat dilakukan sambil mempalpasi tumor.
Namun jika benjolan tidak terpalpasi dengan jelas USG dapat digunakan
untuk memandu arah jarum, ada juga metode biopsy jarum stereostaktik.
Berdasarkan 2 mammogram dalam posisi yang berbeda, computer akan
menentukan letak tumor dengan tepat.
Walaupun paling mudah dilakukan, specimen FNAB kadang tidak
dapat menentukan grade tumor dan kadang tidak member diagnosis
yang jelas sehingga dibutuhkan biopsy lainnya.
Core Biopsy
Biopsi ini menggunakan jarum yang ukurannya cukup besar
sehingga dapat diperoleh specimen silinder jaringan tumor yang tentu
saaja lebih bermakna disbanding FNAB. Core biopsy dapat dilakukan
51
sambil memfiksasi massa dengan palpasi, ataupun dipandu dengan
ultrasonografi, mammografi, ataupun MRI. Core biopsy yang invasif serta
grade tumor, tetapi sekitar 10% core biopsy member hasil yang
inkonklusif oleh karenannya memerlukan biopsy terbuka untuk member
diagnosis definitfnya.
Core biopsy dapat digunakan untuk membiopsy kelainan yang
tidak dapat dipalpasi, tetapi terlihat pada kelainan mammografi.
Biospy terbuka
Biopsy terbuka dilakukan bila pada mammografi terlihat adanya
kelainan yang mengarah ke tumor maligna, hasil FNAB atau core biopsy
yang meragukan. Bila hasil mammografi positif tetapi FNAB negative
(hanya terlihat sel normal), biopsy terbuka perlu dilakukan. Bila hasil
mammografi negative (tidak terlihat adanya kelainan) namun manifestasi
klinis pasien mengarah ke kanker payudara, biopsy terbuka wajib
dilakukan.
Biopsy eksisional adalah mengangkat seluruh massa tumor dan
menyertakan sedikit jaringan sehat di sekitar massa tumor dan biopsy
insisional hanya mengambil sebagian massa tumor untuk kemudian
dilakukan periksaan patologi anatomi. Pada kanker payudara inflamatori,
biopsy insisional dapat menyertakan sedikit biopsy kulit (skin punch
biopsy)
Needle localization excisional biopsy (NLB) adalah biopsy
eksisional yang dilakukan dengan panduan jarum dan kawat yang
diletakan dalam jaringan payudara pada lokasi lesi berdasarkan hasil
mammografi.
Sentinel node biopsy
Biopsy ini dilakukan untuk menentukan status keterlibatan
kelenjar limfe aksilla dan parasternal (internal mammary chain dengan
cara pemetaan limfatik. Prosedur ii menggunakan kombinasi pelacak
radioaktif dan pewarna biru. Apabila tidak dijumpai adanya sentinel node,
diseksi kelenjar limf aksilla tidak perlu dilakukan, sebalinya jika sentinel
52
node positif sel tumor, diseksi kelenjar limf aksila harus dilakukan,
walaupun nodus yang ditemukan hanya berupa sel tumor terisolasi
dengan ukuran kurang dari 0,2 mm (dapat diartikan sebagai N0). Indikasi
prosedur ini terutam adalah yang klinisi N0
Prosedur pemetaan limfatik sentinel ini terdiri atas 3 pelacak, yaitu
1) pencitraan limfoskitigraf preoperative baik fase static maupun fase
dinamik 2) injeksi blue dye preoperative 5-10 menit (intratumor,
peritumor, periareolar, dan subkutan) pada sisi tumor; 3) pemetaan
dengan probe gamma detector intra operatif dan nilai konkordinasi
masing-masing pelacak.
Prosedur ini bermanfaat untuk staging nodus dan penentuan
terapi adjuvant sitemin dan penentuan tidakan diseksi regional14).
Pemeriksaan penunjang klinis
Bila ada pemeriksaan klinis jelas suatu tumor jinak, pemeriksaan
penunjang klinis dikerjakan sebelumnya.
1. Laboratorium
- Darah lengkap
- LFT
- Petanda tumor : CEA, MCA, AFP
- Hormon reseptor : ER, PR
2. Radiologi
- X-foto thoraks
- Ultra Sono Graphy (USG)
Dapat untuk membedakan padat atau kistik, memberikan sedikit
penunjang untuk mengethaui kecurigaan keganasan.
- Mammography
Kekuatan dari pemeriksaan ini 90%, tetapi pada wanita muda dimana
jaringan payudara masih padat keakuratanya menjadi sangat
berkurang.
- Bone Scan
53
3. Patologi
- Sitologi pada cairan puting susu
- Cairan kista
- Cairan pleura
- Biopsi eksisi terbuka
Sampel diambil langsung dari hasil operasi. Hasil pemeriksaan
dapat menyingkirkan false negative dan false positive.
- Biopsi dengan jarum halus (Fine Needle Aspiration Biopsy)
Menggunakan jarum ukuran 22 gauge. Teknik ini lebih mudah,
tidak berbahaya namun biayanya lebih mahal dan membutuhkan
keahlianmsitologi. Insiden false positive 1-2 % dan insiden false
negative 10 %. Akhir-akhir ini digunakan cara ini dengan dipandu
oleh imaging radiologi
4.5 DIAGNOSIS
Semua benjolan di payudara harus diuji dengan triple test yang terdiri
dari pemeriksaan fisik, mamografi , dan biopsy (FNAB). Karena fasilitas
mamografi tidak ada di semua daerah dan USG relatif lebih mudah, maka
sebagai alternatif dapat digunakan USG payu-dara. Alur diagnosis seperti pada
skema5). Ketiga modalitas diagnostic tersebut akurasinya 93-99%. Jadi false
negatifnya lebih rendah daripada pemeriksaan fisik saja (20-40%) atau
mammografi saja (10-15%). Sedangkan false positif untuk triple diagnostic
procedure adalah 0,07%1).
54
Sumber : CDK-192/vol.39 no.4, 2012
55
BAB V
PENATALAKSANAAN
Secara garis besar pelaksanaan tumor mamma, dibedakan menjadi :
Terapi lokoregional dengan operasi dan atau radioterapi
Terapi sistemik dengan kemoterapi atau hormonal terapi
Pada stadium dini (stadium I dan II, maka terapi utamanya adalah terapi
lokoregional dan terapi tambahan (adjuvant) dengan sistemik terapi. Sebaliknya
pada stadium lanjut terapi utamanya adalah terapi sistemik1). Tujuan operasi
adalah untuk membuang tumor dan menentukan stadium penyakit.
Pembedahan dan terapi radiasi pada nodus axilla dapat menyebabkan
lymphedema, dikarenakan ada penyumbatan aliran limfe.
Pembedahan tumor payudara
1. Mastektomi
Jenisnya ada beberapa macam :
Radical Mastektomi yaitu membuang seluruh jaringan payudara,
kelenjar aksila, muskulus pectoralis dan kadang-kadang kelenjar
getah bening mammaria interna.
Mastektomi radikal modifikasi adalah suatu modifikasi dari
mastektomi radikal dengan mempertahankan m.pectorales. Ada 2
cara yaitu pattey, memotong m.pectoralis minor dan Maden, tanpa
memotong pektoralis minor pada saat akan melakukan diseksi
aksila.
Simple mastectomy yaitu hanya mengangkat seluruh jaringan
payudara dapat juga disertai dengan pengambilan KGB axilla
yang terduga termetastase (toilet/sampling). Cara ini selalu
didahului atau dianjurkan dengan pengobatan local regional
seperti radiasi.(11)
Lumpektomi
56
Pengangkatan hanya pada jaringan yang mengandung sel
kanker, bukan seluruh jaringan mamma. Direkomendasikan pada
pasien yang besar tumornya kurang dari 2 cm dan letaknya di
pinggir mamma3). Lumpektomi biasanya diikuti terapi radiasi, memiliki
resiko kambuh kembali .
2. Breast conservating Surgery
Yaitu eksisi dari tumor dan jaringan disekitar normal disekitar
tumor (+ 1 cm disekitar tumor) atatu lebih luas lagi, dapat juga
dilakukan pengangkatan satu kuadran dimana tumor itu terletak
(quadrantektomi) Semakin luas eksisi, maka makin semakin rendah
kekambuhan, tetapi semakin jelek kosmetiknya, Jika tumor lebih dari
4 cm, maka secara kosmetik hasilnya sangat jelek.(1)
Syarat dilakukan BCT(1):
Lesi single, baik dari pemeriksaan fisik maupun mammography
Tidak ada tanda-tanda local yang luas (T1, T2<4cm), keterlibatan
KGB regional (N0, N1) atau metastase (M0).
Dijaminnya pemberian radioterapi eksterna dengan baik
Penderita dapat di follow up dengan baik
Operator mempunyai kemampuan untuk mengerjakan BCT
Tumor tidak terlalu dekat dengan nipple
Kriteria inoperable
Karsinoma mamma dianggap inoperabel bila :
1. Tumor melekat pada dinding thoraks
2. Ada oedema lengan
3. Ada nodul satelit yang luas,sampai melampui daerah payudara
4. Suatu mastitis karsinomatosa
5. Terdapat peau d’orange yang melebihi ½ luas payudara
Radioterapi
57
Radioterapi digunakan sebagai terapi tambahan setelah operasi,
atau pada kasus kanker payudara inoperable1). Radioterapi
merupakan terapi sinar radioaktif yang dihasilkan oleh suatu mesin
(cobalt 60 atau cesium 37).Dosisnya adalah 40-50 Gy setiap hari
selama 3-5 minggu. Dosis tambahan 10-20 Gy dapat diberikan pada
tumor bed atau axilla baik lewat radiasi eksternal maupun implant
radioaktif(10). Indikasi ajuvan terapi :
Stadium IIIa dan IIIb
Stadium I dan II dengan beberapa kriteria :
o Terletak dibagian medial atau sentral
o Bila operator merasa perlu ditambahkan radiasi externa
oleh karena kemungkinan seeding pada saat operasi
o Tumor sangat dekat dengan m.pectoralis mayor
o Patologi kelenjar limfe aksila mengandung metastase10).
Hormonal atau endokrin terapi pada kanker payudara
Hormonal terapi dapat digunakan sebagai terapi utama atau terapi
tambahan. Banyak cara yang digunakan untuk hormonal terapi antara lain:
pemberian antiestrogen, ablasi ovarium dan lain-lain.
Indikasi ajuvan Hormonal terapi(11):
Post Menopause dengan ER/PR (+)
Premenopause dengan perjalanan penyakit sangan
progresif, digabungkan dengan kemoterapi.
Tamoxifen efektif pada dosis 20 mg/hari, dosis yang lebih
tinggi akan memberikan efek yang sama dengan dosis 20 mg.
obat ini efektif untuk semua usia dan bermanfaat jika tumor itu
mengandung reseptor estrogen.(11)
Estrogen adalah hormon yang dihasilkan oleh ovarium, mendukung
pertumbuhan kanker payudara. Perempuan yang menderita kanker payudara,
mempunyai tes positif terhadap reseptor hormon (ER dan PR) dapat diberikan
obat yang disebut sebagai terapi hormonal agar kadar estrogen rendah atau
memblokir efek estrogen terhadap pertumbuhan sel kanker payudara.
58
Tamoxifen dan toremifene (Fareston) adalah obat yang mencegah
estrogen terikat pada sel kanker payudara dan efektif pada pasien
postmenopause dan pre menopause.
Fulvestrant (Faslodex) adalah obat baru (diberikan secara injeksi 1x per
bulan) untuk mengurangi jumlah reseptor estrogen pada tumor payudara.
Fulvestrant sering efektif pada perempuan postmenopause meskipun kanker
payudara tidak merespon tamoxifen
Aromatase Inhibitors (AIs) juga digunakan untuk pengobatan kanker
payudara dengan reseptor hormon positif. Contoh obat AIs adalah Letrozole,
anastrozole, dan examestane. Obat ini memblokir enzim yang bertanggung
jawab untuk menghasilkan sejumlah kecil estrogen pada wanita
postmenopause. AIs tidak efektif pada wanita premenopause karena tidak
dapat menghentikan ovarium dari produksi estrogen11).
Kemoterapi pada kanker payudara1)
Kemoterapi dapat digunakan sebagai terapi utama pada kanker
payudara stadium lanjut (stadium IIIB dan stadium IV). Pada stadium IIIB
terutama digunakan sebagai terapi neoadjuvant , untuk meningkatkan
operabilitas dan mengurangi kemungkinan kekambuhan. Pada stadium dini
kemoterapi digunakan sebagai terapi tambahan
Indikasi kemoterapi menurut konsesus St. Gallen 2001 adalah :
Usia < 35 tahun
Reseptor hormonal yang negative (ER dan PR negative)
Tumor > 2cm
Metastase kelenjar Axilla (N+)
Differensiasi sedang atau jelek
Bila ada angioinvasi (breast physician)
Beberapa jenis kemoterapi9) :
59
Sumber : CDK 194 vol 39 no 6, 2012
Follow up
Follow up pada penderita kanker membutuhkan waktu yang cukup
la,a,bahkan untuk sebagian penderita kanker diukur dari masa bebas penyakit
(disease free interval) dan harapan hidup (survival). Keberhasilan pengobatan
juga sangat tergantung pada faktor prognosa dan prediktif yang dimiliki oleh
penderita. Faktor tersebut diantaranya adalah : stadium, umur, adanya
metastase kelenjar, status reseptor hormonal, tipe histology, grading histology,
biologic marker, adanya invasi pada limfe dan atau angioinvasi dan masih
banyak lagi.
Jadwal follow up secara umum adalah (dengan beberapa modifikasi
tergantung dari jenis keganasan, stadium, dan terapi yang diberikan):
0-1tahun post operasi : tiap bulan sekali
1-3 tahun post operasi : tiap 3 bulan sekali
3-5 tahun post operasi : tiap 6 bulan sekali
>5 tahun post operasi : tiap tahun sekali.1)
Pencegahan5)
60
Melakukan Pemeriksaan Payudara sendiri
Berikut adalah langkah-langkah pemeriksaan payudara yang harus
diajarkan kepada semua wanita, terutama kelompok berisiko tinggi:
1. Berdiri didepan cermin, lalu perhatikan bentuknya, simetris atau tidak, ada
tidaknya kemerahan di payudara. Perhatikan pula puting susu dan sekitarnya,
adakah luka atau puting tertarik ke dalam
(gambar 1)
Sumber : CDK-192/vol.39 no.4, 2012
2. Lalu angkat kedua lengan ke atas dengan telapak tangan diletakkan di
daerah bela-kang kepala, sedikit di atas leher. Dengan gerakan ini,
seharusnya payudara akan terangkat ke atas secara simetris. Perhatikan
ada tidaknya daerah yang tertarik ke dalam. Perhatikan adakah kelainan
pada kulit payudara yang menyerupai kulit jeruk (gambar 2)
61
Sumber : CDK-192/vol.39 no.4, 2012
62
3. Turunkan salah satu lengan, lalu raba dengan telapak jari-jari tangan
seperti tampak pada gambar 3. Berhenti sebentar, lalu raba dengan
gerakan memutar dengan sedikit penekanan pada payu-dara. Lalu geser
ke daerah lain, berhenti lagi sambil diraba dengan gerakan memutar.
Lakukan hal ini berulang-ulang sampai seluruh bagian payudara selesai
diperiksa
4. Lakukan pemeriksaan pada daerah ke-tiak dengan gerakan memutar
seperti saat memeriksa payudara. Perhatikan ada tidaknya pembesaran
kelenjar getah be-ning.
5. Pemeriksaan terakhir adalah gerakan mengurut dari arah dasar
payudara ke arah puting, lalu beri sedikit penekanan di puting susu terus
ke depan (gambar 4). Tidak perlu khawatir bila dengan gerakan ini keluar
beberapa tetes cairan jernih.
Sumber : CDK-192/vol.39 no.4, 2012
63
Daftar Pustaka
1. Ario Djatmiko,dkk. 2003.Pelatihan Khusus Keterampilan Pemeriksaan Payudara Untuk Dokter Umum.Prosedur Diagnostik Keluhan Payudara.hal10-41.
2. Armando E Giuliano, MD. 2005. Current surgical diagnosis & treatment twelfth edition, McGrawHill chapter 17 benign breast disorders, p.513
3. Dixon j. Michael, 2006. ABC Of Breast Disease. 3rd Ed. London : BMJ publishing Groip. Page;1-15;21-30;38-42;55-56
4. Ellen Warner, M.D, 2011.The New England Journal of Medicine.Breast-Cancer Screening.Massachusetts Medical Society.p.1025-1032
5. Heri Fadjari, 2012. CDK-192/vol.39 no.4.Pendekatan Diagnosis Benjolan di Payudara.www.kalbemed.com.hal 308-310
6. http://training.seer.cancer.gov/breast/abstract-code-stage/codes.html diakses tanggal 29 Maret 2013
7. J. Dirk Iglehart, MD, 2007. Diseases of the Breast.Sabiston textbook of Surgery.18th Ed. Saunders Elsevier.p 380-390
8. Lynn S. Bickley, 2009.Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Kesehatan Bates.Edisi 8. Payudara.EGC.hal 303-318.
9. Nugroho Prayogo, 2012.CDK-194/vol. 39 no.6. Simposium HOMPEDIN .www.kalbemed.com.hal469-470
10. Ario Djatmiko, 2010.Pedoman Diagnosis dan Terapi LAB/UPF
IlmuBedah, Lesi Jinak Payudara.Surabaya: Rumah Skit dr. Soetomo.
11. Rick Alteri,MD, 2011.Breast CancerFacts & Figures 2011-2012. Breast Cancer Occurrence.Atlanta:American Cancer Society. Page.2
12. Roger A. Dashner, 2012. Clinical Anatomy of the Breast. http://www.oucom.ohiou.edu/dbms-witmer/Downloads/2012-04-24_Dashner_RPAC-BreastAnatomy.pdf
13. Walta Gautama, 2011.Tumor Payudara .http://www.mitrakeluarga.com diakses tanggal 27 Maret 2013
64
14. Wim de Jong, 2005. Buku ajar Ilmu Bedah. Payudara. Jakarta: EGC. hal 388-402
15. http://www.cancer.gov/cancertopics/factsheet diakses tanggal 27 Maret 2013
16. H.Muchlis Ramli, 2009. kumpulan kuliah bedah. Payudara. Jakarta: Bagian Bedah Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. hal : 322-340
17. Monica Morrrow, 2006. Breast Disease. Greenfield’s surgery,4thEd. lippincot Williams & Wilikins.p: 1252-1290.
18. Schwartz SI, Shires GT, Spencer FC, Husser WC, 2007. Principles Of Surgery. New York: Mcgraw Hill Inc. P.227-236.
65