referat tht vicaa

Upload: 24jan

Post on 03-Apr-2018

250 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/29/2019 Referat THT Vicaa

    1/27

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Di Indonesia infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) masih merupakan

    penyebab tersering morbiditas dan mortalitas pada anak. Pada tahun 1996/1997

    temuan penderita ISPA pada anak berkisar antara 30% - 40%, sedangkan temuan

    penderita ISPA pada tahun tersebut adalah 78% - 82%. Sebagai salah satu

    penyebab adalah rendahnya pengetahuan masyarakat. Di Amerika Serikat absensi

    sekolah sekitar 66% diduga disebabkan ISPA. 1

    Tonsilitis kronik pada anak mungkin disebabkan karena anak sering

    menderita ISPA atau karena tonsilitis akut yang tidak diterapi adekuat atau

    dibiarkan.2 Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi (Indonesia)

    pada tahun 1994-1996, prevalensi tonsilitis kronik tertinggi setelah nasofaringitis

    akut (4,6%) yaitu sebesar 3,8%.1

    Insiden tonsilitis kronik di RS Dr. Kariadi Semarang 23,36% dan 47% di

    antaranya pada usia 6-15 Tahun.3 Sedangkan di RSUP Dr. Hasan Sadikin pada

    periode April 1997 sampai dengan Maret 1998 ditemukan 1024 pasien tonsilitis

    kronik atau 6,75% dari seluruh jumlah kunjungan.1

    Secara klinis pada tonsilitis kronik didapatkan gejala berupa nyeri

    tenggorok atau nyeri telan ringan, mulut berbau, badan lesu, sering mengantuk,

    nafsu makan menurun, nyeri kepala dan badan terasa meriang.1

    Pada tonsilitis kronik hipertrofi dapat menyebabkan apnea obstruksi saat

    tidur; gejala yang umum pada anak adalah mendengkur, sering mengantuk,

    gelisah, perhatian berkurang dan prestasi belajar yang kurang baik.1

    Kualitas hidup anak dengan apnea obstruksi saat tidur dapat dinilai dari

    hasil/prestasi belajarnya.1 Indikasi tonsilektomi pada tonsilitis kronik adalah jika

    1

  • 7/29/2019 Referat THT Vicaa

    2/27

    sebagai fokus infeksi, kualitas hidup menurun dan menimbulkan rasa tidak

    nyaman.8

    2

  • 7/29/2019 Referat THT Vicaa

    3/27

    BAB II

    EMBRIOLOGI DAN ANATOMI TONSIL

    2. 1 EMBRIOLOGITONSIL

    Tonsila Palatina berasal dari proliferasi sel-sel epitel yang melapisi

    kantong faringeal kedua. Perluasan ke lateral dari kantong faringeal kedua diserap

    dan bagian dorsalnya tetap ada dan menjadi epitel tonsilla palatina. Pilar tonsil

    berasal dari arcus branchial kedua dan ketiga. Kripta tonsillar pertama terbentuk

    pada usia kehamilan 12 minggu dan kapsul terbentuk pada usia kehamilan 20

    minggu. Pada sekitar bulan ketiga, tonsil secara gradual akan diinfiltrasi oleh sel-

    sel limfatik.

    Secara histologis tonsil mengandung 3 unsur utama yaitu jaringan ikat atau

    trabekula (sebagai rangka penunjang pembuluh darah, saraf dan limfa), folikel

    germinativum (sebagai pusat pembentukan sel limfoid muda) serta jaringan

    interfolikel (jaringan limfoid dari berbagai stadium).9

    Gambar 1. Gambaran Histologi Tonsil

    2.2 ANATOMI TONSIL

    Tonsilla lingualis, tonsilla palatina, tonsilla faringeal dan tonsilla tubaria

    membentuk cincin jaringan limfe pada pintu masuk saluran nafas dan saluran

    3

  • 7/29/2019 Referat THT Vicaa

    4/27

    pencernaan. Cincin ini dikenal dengan nama cincin Waldeyer. Kumpulan jaringan

    ini melindungi anak terhadap infeksi melalui udara dan makanan. Jaringan limfe

    pada cincin Waldeyer menjadi hipertrofi fisiologis pada masa kanak-kanak,

    adenoid pada umur 3 tahun dan tonsil pada usia 5 tahun, dan kemudian menjadi

    atrofi pada masa pubertas.

    Tonsil palatina dan adenoid (tonsil faringeal) merupakan bagian

    terpenting dari cincin waldeyer.

    Gambar2 : Cincin Waldeyer

    Jaringan limfoid lainnya yaitu tonsil lingual, pita lateral faring dan

    kelenjar-kelenjar limfoid. Kelenjar ini tersebar dalam fossa Rossenmuler, dibawah

    mukosa dinding faring posterior faring dan dekat orificium tuba eustachius (tonsil

    Gerlachs). 9,10

    Tonsilla palatina adalah dua massa jaringan limfoid berbentuk ovoid yang

    terletak pada dinding lateral orofaring dalam fossa tonsillaris. Tiap tonsilla

    ditutupi membran mukosa dan permukaan medialnya yang bebas menonjol

    kedalam faring. Permukaannya tampak berlubang-lubang kecil yang berjalan ke

    dalam Cryptae Tonsillares yang berjumlah 6-20 kripta. Pada bagian atas

    permukaan medial tonsilla terdapat sebuah celah intratonsil dalam. Permukaan

    lateral tonsilla ditutupi selapis jaringan fibrosa yang disebut Capsula tonsilla

    palatina, terletak berdekatan dengan tonsilla lingualis.

    4

  • 7/29/2019 Referat THT Vicaa

    5/27

    Gambar 3. Tonsil Palatina

    Adapun struktur yang terdapat disekitar tonsilla palatina adalah :

    1. Anterior : arcus palatoglossus

    2. Posterior : arcus palatopharyngeus

    3. Superior : palatum mole

    4. Inferior : 1/3 posterior lidah

    5. Medial : ruang orofaring

    6. Lateral : kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis superior.

    A. carotis interna terletak 2,5 cm dibelakang dan lateral tonsilla.

    5

  • 7/29/2019 Referat THT Vicaa

    6/27

    Gambar 4. Anatomi normal Tonsil Palatina

    Adenoid atau tonsila faringea adalah jaringan limfoepitelial berbentuk

    triangular yang terletak pada aspek posterior. Adenoid berbatasan dengan kavum

    nasi dan sinus paranasalis pada bagian anterior, kompleks tuba eustachius- telingatengah- kavum mastoid pada bagian lateral.

    Terbentuk sejak bulan ketiga hingga ketujuh embriogenesis. Adenoid akan

    terus bertumbuh hingga usia kurang lebih 6 tahun, setelah itu akan mengalami

    regresi. Adenoid telah menjadi tempat kolonisasi kuman sejak lahir. Ukuran

    adenoid beragam antara anak yang satu dengan yang lain. Umumnya ukuran

    maximum adenoid tercapai pada usia antara 3-7 tahun. Pembesaran yang terjadi

    selama usia kanak-kanak muncul sebagai respon multi antigen seperti virus,

    bakteri, alergen, makanan dan iritasi lingkungan.

    6

  • 7/29/2019 Referat THT Vicaa

    7/27

    Gambar 5. Adenoid

    Fossa tonsil atau sinus tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas

    anterior adalah otot palatoglosus, batas lateral atau dinding luarnya adalah otot

    konstriktor faring superior. Pada bagian atas fossa tonsil terdapat ruangan yang

    disebut fossa supratonsil. Ruangan ini terjadi karena tonsil tidak mengisi penuh

    fossa tonsil.9

    Pada bagian permukaan lateral dari tonsil tertutup oleh suatu membran

    jaringan ikat, yang disebut kapsul. Kapsul tonsil terbentuk dari fasia faringobasilar

    yang kemudian membentuk septa. 9

    Plika anterior dan plika posterior bersatu di atas pada palatum mole. Ke

    arah bawah berpisah dan masuk ke jaringan di pangkal lidah dan dinding lateralfaring. Plika triangularis atau plika retrotonsilaris atau plika transversalis terletak

    diantara pangkal lidah dengan bagian anterior kutub bawah tonsil dan merupakan

    serabut yang berasal dari otot palatofaringeus. Serabut ini dapat menjadi penyebab

    kesukaran saat pengangkatan tonsil dengan jerat. Komplikasi yang sering terjadi

    adalah terdapatnya sisa tonsil atau terpotongnya pangkal lidah.9

    Vaskularisasi tonsil berasal dari cabang-cabang A. karotis eksterna yaitu

    A. maksilaris eksterna (A. fasialis) yang mempunyai cabang yaitu A. tonsilaris

    7

  • 7/29/2019 Referat THT Vicaa

    8/27

    dan A. palatina asenden, A. maksilaris interna dengan cabang A. palatina

    desenden, serta A. lingualis dengan cabang A. lingualis dorsal, dan A. faringeal

    asenden.

    Arteri tonsilaris berjalan ke atas pada bagian luar m. konstriktor superior

    dan memberikan cabang untuk tonsil dan palatum mole. Arteri palatina asenden,

    mengirimkan cabang-cabangnya melalui m. konstriktor posterior menuju tonsil.

    Arteri faringeal asenden juga memberikan cabangnya ke tonsil melalui bagian luar

    m. konstriktor superior. Arteri lingualis dorsal naik ke pangkal lidah dan

    mengirim cabangnya ke tonsil, plika anterior dan plika posterior. Arteri palatina

    desenden atau a. palatina posterior atau "lesser palatine artery" memberi

    vaskularisasi tonsil dan palatum mole dari atas dan membentuk anastomosis

    dengan a. palatina asenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang

    bergabung dengan pleksus dari faring. 9,10

    Gambar 6. Pendarahan Tonsil

    8

  • 7/29/2019 Referat THT Vicaa

    9/27

    Infeksi dapat menuju ke semua bagian tubuh melalui perjalanan aliran

    getah bening. Aliran limfa dari daerah tonsil akan mengalir ke rangkaian getah

    bening servikal profunda atau disebut juga deep jugular node. Aliran getah bening

    selanjutnya menuju ke kelenjar toraks dan pada akhirnya ke duktus torasikus.

    Innervasi tonsil bagian atas mendapat persarafan dari serabut saraf V

    melalui ganglion sphenopalatina dan bagian bawah tonsil berasal dari saraf

    glossofaringeus (N. IX). 9,10

    Gambar 7. Sistem Limfatik kepala dan leher

    Lokasi tonsil sangat memungkinkan mendapat paparan benda asing dan

    patogen, selanjutnya membawa mentranspor ke sel limfoid. Aktivitas imunologiterbesar dari tonsil ditemukan pada usia 3 10 tahun. Pada usia lebih dari 60

    tahun Ig-positif sel B dan sel T berkurang banyak sekali pada semua

    kompartemen tonsil.

    Secara sistematik proses imunologis di tonsil terbagi menjadi 3 kejadian

    yaitu respon imun tahap I, respon imun tahap II, dan migrasi limfosit. Pada

    respon imun tahap I terjadi ketika antigen memasuki orofaring mengenai epitel

    kripte yang merupakan kompartemen tonsil pertama sebagai barier imunologis.

    9

  • 7/29/2019 Referat THT Vicaa

    10/27

    Sel M tidak hanya berperan mentranspor antigen melalui barier epitel tapi juga

    membentuk komparten mikro intraepitel spesifik yang membawa bersamaan

    dalam konsentrasi tinggi material asing, limfosit dan APC seperti makrofag dan

    sel dendritik

    Respon imun tonsila palatina tahap kedua terjadi setelah antigen melalui

    epitel kripte dan mencapai daerah ekstrafolikular atau folikel limfoid. Adapun

    respon imun berikutnya berupa migrasi limfosit. Perjalanan limfosit dari

    penelitian didapat bahwa migrasi limfosit berlangsung terus menerus dari darah ke

    tonsil melalui HEV( high endothelial venules) dan kembali ke sirkulasi melalui

    limfe.

    Imunologi Tonsil

    Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit, 0,1-

    0,2% dari keseluruhan limfosit tubuh pada orang dewasa. Proporsi limfosit B dan

    T pada tonsil adalah 50%:50%, sedangkan di darah 55-75%:15-30%. Pada tonsil

    terdapat sistim imun kompleks yang terdiri atas sel M (sel membran), makrofag,

    sel dendrit dan APCs (antigen presenting cells) yang berperan dalam proses

    transportasi antigen ke sel limfosit sehingga terjadi sintesis imunoglobulin

    spesifik. Juga terdapat sel limfosit B, limfosit T, sel plasma dan sel pembawa IgG.

    Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi

    dan proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi

    utama yaitu 1) menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif; 2)

    sebagai organ utama produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan

    antigen spesifik.

    10

  • 7/29/2019 Referat THT Vicaa

    11/27

    Ukuran Tonsil

    T0 : Post Tonsilektomi

    T1 : Tonsil masih terbatas dalam Fossa Tonsilaris

    T2 : Sudah melewati pillar anterior belum melewati garis paramedian

    pillar post)

    T3 : Sudah melewati garis paramedian, belum melewati garis median

    T4 : Sudah melewati garis median

    Gambar 3. Pengukuran Tonsil

    11

    Garis medianGaris paramedian

    T2T3

    T4T1

  • 7/29/2019 Referat THT Vicaa

    12/27

    BAB III

    TONSILITIS KRONIS

    3.1 Definisi

    Tonsilitis Kronis adalah peradangan kronis Tonsil setelah serangan akut

    yang terjadi berulang-ulang atau infeksi subklinis. Tonsilitis berulang terutama

    terjadi pada anak-anak dan diantara serangan tidak jarang tonsil tampak sehat.

    Tetapi tidak jarang keadaan tonsil diluar serangan terlihat membesar disertai

    dengan hiperemi ringan yang mengenai pilar anterior dan apabila tonsil ditekan

    keluar detritus. 10

    Gambar 8. Tonsilitis

    3.2 Etiologi

    Etiologi berdasarkan Morrison yang mengutip hasil penyelidikan dari

    Commission on Acute Respiration Disease bekerja sama dengan Surgeon General

    of the Army America dimana dari 169 kasus didapatkan data sebagai berikut :

    25% disebabkan oleh Streptokokus hemolitikus yang pada

    masa penyembuhan tampak adanya kenaikan titer Streptokokus

    antibodi dalam serum penderita.

    12

  • 7/29/2019 Referat THT Vicaa

    13/27

    25% disebabkan oleh Streptokokus golongan lain yang tidak

    menunjukkan kenaikan titer Streptokokus antibodi dalam serum

    penderita. Sisanya adalah Pneumokokus, Stafilokokus, Hemofilus

    influenza.

    3.3 Faktor Predisposisi

    Beberapa faktor predisposisi timbulnya kejadian Tonsilitis Kronis, yaitu : 10

    Rangsangan kronis (rokok, makanan)

    Higiene mulut yang buruk

    Pengaruh cuaca (udara dingin, lembab, suhu yang berubah- ubah)

    Alergi (iritasi kronis dari allergen)

    Keadaan umum (kurang gizi, kelelahan fisik)

    Pengobatan Tonsilitis Akut yang tidak adekuat.

    3.4 Patologi

    Proses peradangan dimulai pada satu atau lebih kripta tonsil. Karena

    proses radang berulang, maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis,

    sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid akan diganti oleh jaringan

    parut. Jaringan ini akan mengerut sehingga kripta akan melebar.

    Secara klinis kripta ini akan tampak diisi oleh Detritus (akumulasi epitel

    yang mati, sel leukosit yang mati dan bakteri yang menutupi kripta berupa eksudat

    berwarna kekuning kuningan). Proses ini meluas hingga menembus kapsul dan

    akhirnya timbul perlekatan dengan jaringan sekitar fossa tonsilaris. Pada anak-

    anak, proses ini akan disertai dengan pembesaran kelenjar submandibula. 10

    3.5 Manifestasi Klinis

    13

  • 7/29/2019 Referat THT Vicaa

    14/27

    Pada umumnya penderita sering mengeluh oleh karena serangan tonsilitis

    akut yang berulang ulang, adanya rasa sakit (nyeri) yang terus-menerus pada

    tenggorokan (odinofagi), nyeri waktu menelan atau ada sesuatu yang mengganjal

    di kerongkongan bila menelan, terasa kering dan pernafasan berbau.

    Pada pemeriksaan, terdapat dua macam gambaran tonsil dari Tonsilitis Kronis

    yang mungkin tampak, yakni :

    1. Tampak pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi dan perlengketan ke

    jaringan sekitar, kripta yang melebar, tonsil ditutupi oleh eksudat yangpurulen atau seperti keju.

    2. Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengeriput, kadang-kadang

    seperti terpendam di dalam tonsil bed dengan tepi yang hiperemis, kripta

    yang melebar dan ditutupi eksudat yang purulen.

    Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur

    jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial

    kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi : 10

    T0 : Tonsil masuk di dalam fossa

    T1 : 75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

    3.6 Diagnosis

    Adapun tahapan menuju diagnosis tonsilitis kronis adalah sebagai berikut

    1. Anamnesa

    14

  • 7/29/2019 Referat THT Vicaa

    15/27

    Anamnesa ini merupakan hal yang sangat penting karena hampir 50%

    diagnosa dapat ditegakkan dari anamnesa saja. Penderita sering datang dengan

    keluhan rasa sakit pada tenggorok yang terus menerus, sakit waktu menelan,

    nafas bau busuk, malaise, sakit pada sendi, kadang-kadang ada demam dan

    nyeri pada leher.

    2. Pemeriksaan Fisik

    Tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut.

    Sebagian kripta mengalami stenosis, tapi eksudat (purulen) dapatdiperlihatkan dari kripta-kripta tersebut. Pada beberapa kasus, kripta

    membesar, dan suatu bahan seperti keju atau dempul amat banyak terlihat

    pada kripta. Gambaran klinis yang lain yang sering adalah dari tonsil yang

    kecil, biasanya membuat lekukan, tepinya hiperemis dan sejumlah kecil sekret

    purulen yang tipis terlihat pada kripta.

    3. Pemeriksaan Penunjang

    Dapat dilakukan kultur dan uji resistensi (sensitifitas) kuman dari sediaan

    apus tonsil. Biakan swab sering menghasilkan beberapa macam kuman dengan

    derajat keganasan yang rendah, seperti Streptokokus hemolitikus,

    Streptokokus viridans, Stafilokokus, atau Pneumokokus. 10

    3.7 Diagnosis Banding

    Diagnosis banding dari tonsillitis kronik adalah :

    1. Penyakit-penyakit yang disertai dengan pembentukan pseudomembran

    yang menutupi tonsil (tonsillitis membranosa)

    a. Tonsillitis difteri

    Disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae. Tidak semua

    orang yang terinfeksi oleh kuman ini akan sakit. Keadaan ini tergantung

    pada titer antitoksin dalam darah. Titer antitoksin sebesar 0,03 sat/cc darah

    15

  • 7/29/2019 Referat THT Vicaa

    16/27

    dapat dianggap cukup memberikan dasar imunitas. Gejalanya terbagi

    menjadi 3 golongan besar, umum, local dan gejala akibat eksotoksin.

    Gejala umum sama seperti gejala infeksi lain, yaitu demam subfebris,

    nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat dan keluhan

    nyeri menelan. Gejala local yang tampak berupa tonsi membengkak

    ditutupi bercak putih kotor yang makin lama makin meluas dan

    membentuk pseudomembran yang melekat erat pada dasarnya sehingga

    bila diangkat akan mudah berdarah. Gejala akibat eksotoksin dapat

    menimbulkan kerusakan jaringan tubuh, misalnya pada jantung dapat

    terjadi miokarditis sampai dekompensasi kordis, pada saraf cranial dapat

    menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot pernafasan serta pada

    ginjal dapat menimbulkan albuminuria.

    b. Angina Plaut Vincent (Stomatitis ulseromembranosa)

    Gejala yang timbul adalah demam tinggi (39C), nyeri di mulut, gigi

    dan kepala, sakit tenggorok, badan lemah, gusi mudah berdarah dan

    hipersalivasi. Pada pemeriksaan tampak membrane putih keabuan di tonsil,

    uvula, dinding faring, gusi dan prosesus alveolaris. Mukosa mulut dan

    faring hiperemis. Mulut berbau (foetor ex ore) dan kelenjar submandibula

    membesar.

    c. Mononucleosis infeksiosa

    Terjadi tonsilofaringitis ulseromembranosa bilateral. Membrane

    semu yang menutup ulkus mudah diangkat tanpa timbul perdarahan,

    terdapat pembesaran kelenjar limfe leher, ketiak dan region inguinal.

    Gambaran darah khas yaitu terdapat leukosit mononucleosis dalam jumlah

    besar. Tanda khas yang lain adalah kesanggupan serum pasien untuk

    beraglutinasi terhadap sel darah merah domba (Reaksi Paul Bunnel).

    2. Penyakit Kronik Faring Granulomatus

    16

  • 7/29/2019 Referat THT Vicaa

    17/27

    a. Faringitis Tuberkulosa

    Merupakan proses sekunder dari TBC paru. Keadaan umum pasien

    buruk karena anoreksi dan odinofagi. Pasien mengeluh nyeri hebat di

    tenggorok, nyeri di telinga (Otalgia) dan pembesaran kelenjar limfa

    leher.

    b. Faringitis Luetika

    Gambaran klinis tergantung dari stadium penyakit primer, sekunder

    atau tersier. Pada penyakit ini dapat terjadi ulserasi superficial yang

    sembuh disertai pembentukan jaringan ikat. Sekuele dari gumma

    bisa mengakibatkan perforasi palatum mole dan pilar tonsil.

    c. Aktinomikosis Faring

    Terjadi akibat pembengkakan mukosa yang tidak luas, tidak nyeri,

    bisa mengalami ulserasi dan proses supuratif. Blastomikosis dapat

    mengakibatkan ulserasi faring yang ireguler, superficial, dengandasar jaringan granulasi yang lunak.

    Penyakit-penyakit diatas, keluhan umumnya berhubungan dengan nyeri

    tenggorok dan kesulitan menelan. Diagnosa pasti berdasarkan pada pemeriksaan

    serologi, hapusan jaringan atau kultur, X-ray dan biopsy.

    3.8 Penatalaksanaan

    Pengobatan pasti untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan pengangkatan

    tonsil (Adenotonsilektomi). Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana

    penatalaksanaan medis atau terapi konservatif yang gagal untuk meringankan

    gejala-gejala.

    Penatalaksanaan medis termasuk pemberian antibiotika penisilin yang

    lama, irigasi tenggorokan sehari-hari dan usaha untuk membersihkan kripta

    17

  • 7/29/2019 Referat THT Vicaa

    18/27

    tonsilaris dengan alat irigasi gigi (oral). Ukuran jaringan tonsil tidak mempunyai

    hubungan dengan infeksi kronis atau berulang-ulang.

    Tonsilektomi merupakan suatu prosedur pembedahan yang diusulkan oleh

    Celsus dalam buku De Medicina (tahun 10 Masehi). Jenis tindakan ini juga

    merupakan tindakan pembedahan yang pertama kali didokumentasikan secara

    ilmiah oleh Lague dari Rheims (1757).

    Penatalaksanaan tonsilitis kronik

    Terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur / hisap. Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa atau terapi

    konservatif tidak berhasil.

    Indikasi Tonsilektomi

    Indikasi tonsilektomi dulu dan sekarang tidak berbeda, namun terdapat

    perbedaan prioritas relatif dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat ini.

    Dulu tonsilektomi diindikasikan untuk terapi tonsilitis kronik dan berulang. Saat

    ini indikasi utama adalah obstruksi saluran napas dan hipertrofi tonsil.

    Berdasarkan the American Academy of Otolaryngology- Head and Neck Surgery

    ( AAO-HNS) tahun 1995 indikasi tonsilektomi terbagi menjadi :

    Indikasi Absolut :

    - Tonsil yang besar hingga mengakibatkan gangguan pernafasan, nyeri telanyang berat, gangguan tidur atau komplikasi penyakit-penyakit

    kardiopulmonal.

    - Abses peritonsiler (Peritonsillar abscess) yang tidak menunjukkan perbaikan

    dengan pengobatan

    - Tonsillitis yang mengakibatkan kejang demam.

    - Tonsil yang diperkirakan memerlukan biopsi jaringan untuk menentukan

    gambaran patologis jaringan.

    18

  • 7/29/2019 Referat THT Vicaa

    19/27

    Indikasi Relatif :

    - Jika mengalami tonsilitis 3 kali atau lebih dalam satu tahun dan tidak

    menunjukkan respon sesuai harapan dengan pengobatan medikamentosa yang

    memadai.

    - Bau mulut atau bau nafas tak sedap yang menetap pada tonsillitis kronis yang

    tidak menunjukkan perbaikan dengan pengobatan.

    - Tonsillitis kronis atau tonsilitis berulang yang diduga sebagai carrier kuman

    Streptokokus yang tidak menunjukkan repon positif terhadap pengobatan

    dengan antibiotika.

    - Pembesaran tonsil di salah satu sisi (unilateral) yang dicurigai berhubungan

    dengan keganasan (neoplastik)

    Kontraindikasi Tonsilektomi :

    1. Radang akut tonsil.

    2. Demam, albuminuria.

    3. Penyakit paru-paru

    4. Penyakit darah.

    5. Hipertensi.

    6. Poliomielitis epidemic

    TEKNIK

    1) Cara Guillotine

    Diperkenalkan pertama kali oleh Philip Physick (1828) dari Philadelphia,

    sedangkan cara yang masih digunakan sampai sekarang adalah modifikasi Sluder.

    Di negara-negara maju cara ini sudah jarang digunakan dan di bagian THT

    FKUI/RSCM cara ini hanya digunakan pada anak-anak dalam anestesi umum.

    Teknik

    Posisi pasien telentang dalam anestesi umum. Operator di sisi kanan berhadapan

    dengan pasien.

    Setelah relaksasi sempurna otot faring dan mulut, mulut difiksasi dengan

    pembuka mulut. Lidah ditekan dengan spatula. Untuk tonsil kanan, alat guillotine

    dimasukkan ke dalam mulut melalui sudut kiri. Ujung alat diletakkan diantara

    tonsil dan pilar posterior, kemudian kutub bawah tonsil dimasukkan ke dalam

    19

  • 7/29/2019 Referat THT Vicaa

    20/27

    Iubang guillotine. Dengan jari telunjuk tangan kiri pilar anterior ditekan sehingga

    seluruh jaringan tonsil masuk ke dalam Iubang guillotine. Picu alat ditekan, pisau

    akan menutup lubang hingga tonsil terjepit. Setelah diyakini seluruh tonsil masuk

    dan terjepit dalam lubang guillotine, dengan bantuan jari, tonsil dilepaskan dari

    jaringan sekitarnya dan diangkat keluar. Perdarahan dirawat.

    2) Cara diseksi

    Cara ini diperkenalkan pertama kali oleh Waugh (1909). Di Bagian THT

    FKU1/RSCM cara ini digunakan pada pembedahan tonsil orang dewasa, baik

    dalam anestesi umum maupun lokal.

    Teknik :

    Bila menggunakan anestesi umum, posisi pasien terlentang dengan kepala sedikit

    ekstensi. Posisi operator di proksimal pasien. Dipasang alat pembuka mulut

    Boyle-Davis gag. Tonsil dijepit dengan cunam tonsil dan ditarik ke medial.

    Dengan menggunakan respatorium/enukleator tonsil, tonsil dilepaskan dari

    fosanya secara tumpul sampai kutub bawah dan selanjutnya dengan menggunakan

    jerat tonsil, tonsil diangkat. Perdarahan dirawat.

    3)Cryogenic tonsilectomy

    Tindakan pembedahan tonsil dapat menggunakan cara cryosurgery yaitu proses

    pendinginan jaringan tubuh sehingga terjadi nekrosis. Bahan pendingin yang

    dipakai adalah freon

    dan cairan nitrogen.

    4)Electrosterilization of tonsil

    Merupakan suatu pembedahan tonsil dengan cara koagulasi listrik pada jaringan

    tonsil.

    Koblasi merupakan metode yang digunakan oleh ahli THT untuk

    melakukan tonsilektomi, adenoidektomi dan prosedur bedah lainnya seperti

    reduksi spiral dan pengobatan mendengkur. Tidak seperti metode elektro cauter

    tradisional, metode koblasi menggunakan ablasi radio frekuensi untuk membuang

    jaringan. Radiofrekuensi merupakan salah satu bentuk energy seperti gelombang

    radio, tetapi dengan frekuensi tinggi. Prosedur pembedahan berdasar koblasi yang

    20

  • 7/29/2019 Referat THT Vicaa

    21/27

    menggunakan raduofrekuensi tepat dan mengontrol pada membuang jaringan

    yang diinginkan sehingga hanya sedikit merusak jaringan yang sehat,

    Tonsilektomi koblasi meliputi membuang seluruh tonsil (subcapsuler)

    melaui deseksi atau membuang sebagian tonsil (intracapsuler) melalui

    penghancuran jaringan tonsil.

    Studi klinik yang telah dipublikasikan menunjukkan bahwa tonsilektomi

    koblasi memberikan keuntungan pada pasien jika dibandingkan dengan

    tonsilektomi elektrocauter konvensional.

    - lebih sedikit merasakan nyeri dan lebih sedikit frekuensi penggunaan

    narkotik Secara signifikan

    - lebih cepat kembali ke diet normal secara signifikan

    - insidensi mual pasca operasi lebih sedikit

    - lebih cepat menyembuhkan fossa

    - lebih sedikit terjadi dehidrasi post operasi

    Sebuah penelitian di Belanda tentang keefektifan adenotonsilektomi pada

    anak dengan infeksi tenggorokan ringan atau hipertrofi adenoid menunjukkan

    bahwa adenotonsilektomi tidak mempunyai manfaat klinik lebih besar dari pada

    terapi konservatif pada anak dengan infeksi tenggorokan ringan atau hipertrofi

    adenoid.

    3.9 Komplikasi

    Komplikasi dari tonsilitis kronis dapat terjadi secara perkontinuitatum ke

    daerah sekitar atau secara hematogen atau limfogen ke organ yang jauh dari tonsil.

    Adapun berbagai komplikasi yang kerap ditemui adalah sebagai berikut : 10

    1. Komplikasi sekitar tonsila

    Peritonsilitis

    21

  • 7/29/2019 Referat THT Vicaa

    22/27

    Peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa adanya

    trismus dan abses.

    Abses Peritonsilar (Quinsy)

    Kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang peritonsil. Sumber

    infeksi berasal dari penjalaran tonsilitis akut yang mengalami supurasi,

    menembus kapsul tonsil dan penjalaran dari infeksi gigi.

    Abses Parafaringeal

    Infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui aliran getah

    bening atau pembuluh darah. Infeksi berasal dari daerah tonsil, faring,

    sinus paranasal, adenoid, kelenjar limfe faringeal, os mastoid dan os

    petrosus.

    Abses Retrofaring

    Merupakan pengumpulan pus dalam ruang retrofaring. Biasanya

    terjadi pada anak usia 3 bulan sampai 5 tahun karena ruang retrofaring

    masih berisi kelenjar limfe.

    Kista Tonsil

    Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh jaringan

    fibrosa dan ini menimbulkan kista berupa tonjolan pada tonsilberwarna putih dan berupa cekungan, biasanya kecil dan multipel.

    Tonsilolith (Kalkulus dari tonsil)

    Terjadinya deposit kalsium fosfat dan kalsium karbonat dalam jaringan

    tonsil yang membentuk bahan keras seperti kapur.

    2. Komplikasi Organ jauh

    22

  • 7/29/2019 Referat THT Vicaa

    23/27

    Demam rematik dan penyakit jantung rematik

    Glomerulonefritis

    Episkleritis, konjungtivitis berulang dan koroiditis

    Psoriasiseritema multiforme, kronik urtikaria dan purpura

    Artritis dan fibrositis.

    23

  • 7/29/2019 Referat THT Vicaa

    24/27

    KESIMPULAN

    Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyebab tersering

    morbiditas dan mortalitas pada anak. Tonsilitis kronik pada anak mungkin

    disebabkan karena anak sering menderita ISPA atau karena tonsilitis akut yang

    tidak diterapi adekuat atau dibiarkan.

    Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam

    fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot

    palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Bagian tonsil antara lain:

    fosa tonsil, kapsul tonsil, plika triangularis.

    Tonsil berfungsi sebagai filter/penyaring menyelimuti organisme yang

    berbahaya. Bila tonsil sudah tidak dapat menahan infeksi dari bakteri atau virus

    tersebut maka akan timbul tonsilitis.Tonsilitis adalah suatu proses inflamasi atau

    peradangan pada tonsil yang disebabkan oleh virus ataupun bakteri.

    Tonsilitis Kronis adalah peradangan kronis Tonsil setelah serangan akut

    yang terjadi berulang-ulang atau infeksi subklinis. Tonsilitis berulang terutama

    terjadi pada anak-anak dan diantara serangan tidak jarang tonsil tampak sehat.

    Tetapi tidak jarang keadaan tonsil diluar serangan terlihat membesar disertai

    dengan hiperemi ringan yang mengenai pilar anterior dan apabila tonsil ditekan

    keluar detritus.

    Secara klinis pada tonsilitis kronik didapatkan gejala berupa nyeri

    tenggorok atau nyeri telan ringan, mulut berbau, badan lesu, sering mengantuk,

    nafsu makan menurun, nyeri kepala dan badan terasa meriang.

    24

  • 7/29/2019 Referat THT Vicaa

    25/27

    Pengobatan pasti untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan pengangkatan

    tonsil (Adenotonsilektomi). Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana

    penatalaksanaan medis atau terapi konservatif yang gagal untuk meringankan

    gejala-gejala. Indikasi tonsilektomi pada tonsilitis kronik adalah jika sebagai

    fokus infeksi, kualitas hidup menurun dan menimbulkan rasa tidak nyaman

    25

  • 7/29/2019 Referat THT Vicaa

    26/27

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Farokah, Suprihati, Slamet Suyitno. Hubungan Tonsilitis Kronik dengan

    Prestasi Belajar pada Siswa Kelas II Sekolah Dasar di Kota Semarang. Cermin

    Dunia Kedokteran No. 155, 2007 87. diunduh dari

    http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/155_10TonsilitasKronikPrestasiBelajarK

    elas.pdf/155_10TonsilitasKronikPrestasiBelajarKelas.pdf diakses pada tanggal

    6 Desember 2011.

    2. Notosiswoyo M, Martomijoyo R, Supardi S, Riyadina W. Pengetahuan dan

    Perilaku Ibu / Anak Balita serta persepsi masyarakat dalam kaitannya dengan

    penyakit ISPA dan pnemonia. Bul. Penelit. Kes.

    2003; 31:60-71.

    3. Vetri RW, Sprinkle PM., Ballenger JJ. Etiologi Peradangan aluran Nafas

    Bagian Atas Dalam : Ballenger JJ. Ed. Penyakit telinga, hidung, tenggorok,

    kepala dan leher. Edisi 13. Bahasa Indonesia, jilid I. Jakarta: Binarupa Aksara;

    1994 : 194-224.

    4. Suwento R. Epidemiologi Penyakit THT di 7 Propinsi. Kumpulan makalah

    dan pedoman kesehatan telinga. Lokakarya THT Komunitas. PIT PERHATI-

    KL, Palembang, 2001: 8-12.

    5. Aritomoyo D. Insiden tonsilitis akuta dan kronika pada klinik THT RSUP Dr.

    Kariadi Semarang, Kumpulan naskah ilmiah KONAS VI PERHATI, Medan,

    1980: 249-55.

    6. Udaya R, Sabini TB. Pola kuman aerob dan uji kepekaannya pada apus tonsil

    dan jaringan tonsil pada tonsilitis kronis yang mengalami tonsilektomi.

    Kumpulan naskah ilmiah KONAS XII PERHATI, Semarang:BP Undip;1999:

    193-205.

    26

    http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/155_10TonsilitasKronikPrestasiBelajarKelas.pdf/155_10TonsilitasKronikPrestasiBelajarKelas.pdfhttp://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/155_10TonsilitasKronikPrestasiBelajarKelas.pdf/155_10TonsilitasKronikPrestasiBelajarKelas.pdfhttp://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/155_10TonsilitasKronikPrestasiBelajarKelas.pdf/155_10TonsilitasKronikPrestasiBelajarKelas.pdfhttp://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/155_10TonsilitasKronikPrestasiBelajarKelas.pdf/155_10TonsilitasKronikPrestasiBelajarKelas.pdf
  • 7/29/2019 Referat THT Vicaa

    27/27

    7. Jackson C, Jackson CL. Disease of the Nose, Throat and Ear, 2 Nd ed..

    Philadelphia: WB Saunders Co; 1959: 239-57.

    8.Lipton AJ. Obstructive sleep apnea syndrome

    :http://www.emedicine.com/ped/topic 1630.htm.2002.

    9. Franco RA, Rosenfeld RM. Quality of life for children with obstructive sleep

    apnea. Otolaryngol. Head and Neck Surgery. 2000; 123:9-16

    10. Adams LG, Boies RL, Higler AP, BOIES Fundamentals of Otolaryngology.

    6th Ed. Edisi Bahasa Indonesia, EGC, Jakarta, 2001; 263-368

    11. Soepardi AE.dr, Iskandar N.Dr.Prof, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga

    Hidung Tenggorok Kepala Leher, FKUI, Jakarta, 2001; 180-183