referat kolitis winda

37
Kolitis Infeksi Winda Nurmalasari (406148026) DAFTAR ISI DAFTAR ISI……………………………………………….…………………………..1 KATA PENGANTAR …………………………………………………………………2 BAB I PENDAHULUAN ..................................................... ........................................3 BAB II PEMBAHASAN ……….………………………………………………..... .....4 BAB III KESIMPULAN ……………………………………....................................24 BAB IV DAFTAR PUSTAKA ......................................................... ...........................25 Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Periode 31 Agustus-7 November 2015 1

Upload: winda-nurmala

Post on 30-Jan-2016

34 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

kolitis

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Kolitis WINDA

Kolitis Infeksi Winda Nurmalasari (406148026)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI……………………………………………….…………………………..1

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………2

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN ……….………………………………………………..... .....4

BAB III KESIMPULAN ……………………………………....................................24

BAB IV DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................25

KATA PENGANTAR

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Periode 31 Agustus-7 November 2015 1

Page 2: Referat Kolitis WINDA

Kolitis Infeksi Winda Nurmalasari (406148026)

Puji syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas kasih, karunia

dan rahmat-Nya Penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul Kolitis Infeksi dengan baik

serta tepat pada waktunya.

Adapun karya tulis ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu

Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara di RS Pelabuhan Jakarta

periode 31 Agustus-7 November 2015 dan juga bertujuan untuk menambah informasi bagi

penulis dan pembaca tentang Kolitis Nekrosis.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,

Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak. Akhir kata,

Penulis mengucapkan terimakasih dan semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat.

Jakarta, Oktober 2015

Penulis

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Periode 31 Agustus-7 November 2015 2

Page 3: Referat Kolitis WINDA

Kolitis Infeksi Winda Nurmalasari (406148026)

BAB I

PENDAHULUAN

Kolitis Infeksi merupakan suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada

kolon (usus besar). Kondisi ini biasanya menyebabkan nyeri perut bagian bawah dan diare.

Kolitis infeksi dapat disebabkan oleh berbagai bakteri, virus, dan parasit patogen. Di

negara berkembang dengan sanitasi yang relatif buruk, infeksi bakteri dan parasit patogen enterik

lebih umum dibandingkan dengan virus patogen. Banyak mikroba patogen yang menyebabkan

kolitis infeksi bersifat invasif dan menginfiltrasi mukosa, mengakibatkan reaksi inflamasi akut

dengan rusaknya barier epitelial; terdapat lendir, sel-sel darah merah, dan sel darah putih pada

tinja. Gejalanya dapat berupa diare dengan atau tanpa disentri, sakit perut, dan demam ringan.

Mikroba patogen penting yang menyebabkan kolitis infeksi termasuk Entamoeba histolytica,

Shigella, Escherichia coli patogen, Mycobacterium tuberculosa, dan Clostridium difficile.

Walaupun sejumlah patogen lain juga dapat menyebabkan kolitis infeksi, mikroba-mikroba yang

telah disebutkan di atas bersifat signifikan berdasarkan titik pandang epidemiologi dan lebih

umum terjadi.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Periode 31 Agustus-7 November 2015 3

Page 4: Referat Kolitis WINDA

Kolitis Infeksi Winda Nurmalasari (406148026)

BAB II

PEMBAHASAN

Kolitis adalah suatu peradangan akut atau kronik pada kolon, yang berdasarkan penyebab

dapat diklarifikasikan sebagai berikut:

a. Kolitis Infeksi, misalnya: Shigellosis, kolitis tuberkulosa, kolitis amebik, kolitis

pseudomembran, kolitis karena virus/bakteri/parasit.

b. Kolitis Non-Infeksi, misalnya: Kolitis ulseratif, penyakit Crohn's, kolitis radiasi, kolitis

iskemik, kolitis mikroskopik, kolitis non-spesifik (simple colitis).

Pembahasan ini difokuskan pada kolitis infeksi yang sering ditemukan di Indonesia sebagai

daerah tropik, yaitu kolitis amebik, shigellosis, infeksi E.coli patogen, kolitis tuberkulosa, serta

kolitis pseudomembran. Infeksi E.coli patogen dilaporkan sebagai penyebab utama diare kronik

di Indonesia.

2.1. KOLITIS AMEBIK (AMEBIASIS KOLON)

Batasan

Peradangan kolon yang disebabkan oleh protozoa Entamoeba histolytica.

Epidemiologi

Prevalensi amebiasis diberbagai tempat sangat bervariasi, diperkirakan 10%

populasi terinfeksi. Prevalensi tertinggi di daerah tropis (50-80%). Manusia merupakan

host sekaligus resevoir utama. Penularannya lewat kontaminasi tinja ke makanan dan

minuman, dengan perantara lalat, kecoak, kontak interpersonal atau lewat hubungan

seksual anal-oral. Sanitasi lingkungan yang jelek, penduduk yang padat dan kurangnya

sanitasi individual mempermudah penularannya.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Periode 31 Agustus-7 November 2015 4

Page 5: Referat Kolitis WINDA

Kolitis Infeksi Winda Nurmalasari (406148026)

Pasien yang asimtomatik tanpa adanya invasi jaringan, hanya mengeluarkan kista

pada tinjanya. Kista tersebut dapat bertahan hidup diluar tubuh manusia. Sedangkan pada

pasien dengan infeksi amuba akut/kronik yang invasif selain kista juga mengeluarkan

trofozoit, namun bentuk trofozoit tersebut tidak dapat bertahan lama diluar tubuh manusia.

Patofisiologi

E. histolytica memiliki bentuk pseudopod, merupakan parasit protozoa tidak

berflagel yang dapat menyebabkan proteolisis dan lisis jaringan, juga menginduksi

apoptosis sel host-nya. Manusia dan primata non-manusia merupakan satu-satunya host

bagi E. histolytica. Menelan kista E. histolytica yang berasal dari lingkungan akan diikuti

dengan eksistasi pada ileum terminal atau kolon, dan berubah bentuknya menjadi trofozoit

yang sangat motil. Saat kolonisasi di mukosa kolon, trofozoit dapat menghasilkan kista

yang kemudian dieksresikan melalui feces atau dapat pula menembus barrier mukosa usus

sehingga dapat masuk ke pembuluh darah dan menyebar ke hati, paru, serta bagian tubuh

lainnya. Kista yang dieksresikan akan mencapai lingkungan dan melengkapi siklus ini.

Berdasarkan pola isoenzimnya, E. histolytica dibagi menjadi golongan zymodeme

patogenik dan zymogene nonpatogenik. Walaupun mekanismenya belum seluruhnya jelas,

diperkirakan trofozoit menginvasi dinding usus dengan cara mengeluarkan enzim

proteolitik. Pasien dalam keadaan imunosupresi seperti pemakan steroid memudahkan

invasi parasit ini. Penglepasan bahan toksik menyebabkan reaksi inflamasi yang

menyebabkan destruksi mukosa. Bila proses ini berlanjut, timbul ulkus yang bentuknya

seperti botol undetermined, kedalaman ulkus mencapai submukosa atau lapisan

submuskularis. Tepi ulkus menebal dengan sedikit reaksi radang. Mukosa di antara ulkus

terlihat normal. Ulkus dapat terjadi di semua bagian kolon, tersering di sekum, kemudian

kolon asenden dan sigmoid, kadang-kadang apendiks dan ileum terminalis.

Akibat invasi amuba ke dinding usus, timbul reaksi imunitas humoral dan imunitas

cell-mediated amibisidal berupa makrofag lymphokine-activated setra limfosit sitotoksik

CD8. Invasi yang mencapai lapisan muskularis dinding kolon dapat menimbulkan jaringan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Periode 31 Agustus-7 November 2015 5

Page 6: Referat Kolitis WINDA

Kolitis Infeksi Winda Nurmalasari (406148026)

granulasi dan membentuk massa yang disebut ameboma, sering terjadi di sekum atau kolon

asenden.

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis pasien amebiasis sangat bervariasi, mulai dari asimtomatik

sampai berat dengan gejala klinis menyerupai kolitis ulseratif. Manifestasi klinis yang

sering dijumpai berupa diare berdarah dan nyeri abdominal. Hanya 10-30% pasien dengan

disentri amuba disertai dengan demam. Penurunan berat badan dan anoreksia dapat terjadi.

Kolitis fulminan atau nekrosis biasanya bermanifestasi sebagai diare berdarah yang berat,

nyeri abdominal yang luas disertai dengan adanya peritonitis dan demam. Faktor

predisposisi dari kolitis fulminan ini meliputi nutrisi yang kurang, kehamilan, penggunaan

kortikosteroid, dan usia yang sangat muda.

Selain itu, terdapat beberapa jenis keadaan klinis pasien amebiasis yaitu:

Carrier (cyst passer): Ameba tidak mengadakan invasi ke dinding usus, tanpa gejala

atau hanya keluhan ringan seperti kembung, flatulensi, obstipasi, kadang-kadang

diare. Sembilan puluh persen pasien sembuh sendiri dalam waktu 1 tahun, sisanya

(10%) berkembang menjadi kolitis ameba.

Disentri Ameba Ringan: Kembung, nyeri perut ringan, demam ringan, diare ringan

dengan tinja berbau busuk serta bercampur darah dan lendir, keadaan umum pasien

baik.

Disentri Ameba Sedang: Kram perut, demam, badan lemah, hepatomegali dengan

nyeri spontan.

Disentri Ameba Berat: Diare disertai banyak darah, demam tinggi, mual, anemia.

Disentri Ameba Kronik: Gejala menyerupai disentri ameba ringan diselingi dengan

periode normal tanpa gejala, berlangsung berbulan-bulan sampai bertahun-tahun,

neurasthenia, serangan diare biasanya timbul karena kelelahan, demam atau makanan

yang sukar dicerna.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Periode 31 Agustus-7 November 2015 6

Page 7: Referat Kolitis WINDA

Kolitis Infeksi Winda Nurmalasari (406148026)

Diagnosis

Pada pasien yang dicurigai mengidap amebiasis kolon, pertama kali diperiksa

adanya eritrosit dalam tinja, bila positif, pemeriksaan dilanjutkan. Pemeriksaan tinja segar

yang diberi larutan garam fisiologis, dilakukan minimal 3 spesimen tinja yang terpisah

untuk mencari adanya bentuk trofozoit. Untuk identifikasi kista dilakukan pemeriksaan

tinja dengan pengecatan trichrome, bila perlu dengan teknik konsentrasi tinja.

Pemeriksaan serologi untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap ameba, positif

pada 85-95% pasien dengan infeksi ameba yang invasif.

Pemeriksaan endoskopi bermanfaat untuk menegakkan diagnosis pada pasien

amebiasis akut. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan dini sebelum dilakukan terapi. Ulkus

yang terjadi bentuknya khas, berupa ulkus kecil, berbatas jelas, dengan dasar yang melebar

(undermined), dan dilapisi dengan eksudat putih kekuningan. Mukosa di sekitar ulkus

biasanya normal. Bentuk trofozoit biasanya dapat ditemukan pada dasar ulkus dengan cara

mengerok atau aspirasi kemudian diperiksa dengan mikroskop setelah diberi larutan garam

fisiologis.

Pemeriksaan radiologi tidak banyak membantu, karena gambaranya sangat

bervariasi dan tidak spesifik. Bila terbentuk ameboma tampak sebagai filling defect.

Diagnosis Banding

Kolitis amebik sangat perlu dibedakan dengan kolitis ulserosa atau kolitis Crohn

karena pemberian kortikosteroid pada klitis amebik menyebabkan penyebaran organism

dengan cepat dan dapat menimbulkan kematian pasien.

Diagnosis banding yang lain adalah kolitis karena infeksi Shigella, Salmonella,

Campylobacter, Yersenia, E. coli patogen, dan kolitis pseudomembran.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Periode 31 Agustus-7 November 2015 7

Page 8: Referat Kolitis WINDA

Kolitis Infeksi Winda Nurmalasari (406148026)

Komplikasi

Berupa perdarahan kolon, perforasi, peritonitis, ameboma, intususepsi, dan striktur.

Penatalaksanaan

Karier asimtomatik

Diberi obat yang bekerja, di lumen usus (luminal agents) antara lain : Iodoquinol

(diiodohidroxyquin) 650 mg 3 kali sehari selama 20 hari atau Paromomycine 500 mg

3 kali sehari selama 10 hari.

Kolitis ameba akut

Metronidazol 750 mg 3 kali sehari selama 5-10 hari, ditambah dengan obat luminal

tersebut diatas.

Amebiasis ekstra-intestinal (misalnya: abses hati ameba)

Metronidazol 750 mg 3 kali sehari selama 5-10 hari ditambah dengan obat luminal

tersebut diatas. Penggunaan 2 macam atau lebih amebisidal ekstra intestinal tidak

terbukti lebih efektif dari satu macam obat.

2.2. DISENTRI BASILER (SHIGELLOSIS)

Batasan

Infeksi akut ileum terminalis dan kolon yang disebabkan oleh bakteri genus

Shigella.

Epidemiologi

Infeksi Shigella mudah terjadi di tempat pemukiman padat, sanitasi jelek, kurang

air, dan tingkat kebersihan perorangan yang rendah. Di daerah endemik, infeksi Shigella

merupakan 10-15% penyebab diare pada anak. Sumber kuman Shigella yang alamiah

adalah manusia walaupun kera dan simpanse yang telah dipelihara dapat juga tertular.

Jumlah kuman untuk menimbulkan penyakit relatif sedikit, yaitu berkisar antara 10-100

kuman. Oleh karena itu sangat mudah terjadi penularan secara fekal oral, baik secara

kontak langsung maupun akibat makanan dan minuman yang terkontaminasi.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Periode 31 Agustus-7 November 2015 8

Page 9: Referat Kolitis WINDA

Kolitis Infeksi Winda Nurmalasari (406148026)

Di daerah tropis termasuk Indonesia, disentri biasanya meningkat pada musim

kemarau di mana S. flexnerii merupakan penyebab infeksi terbanyak. Sedangkan di negara-

negara Eropa dan Amerika Serikat prevalensinya meningkat dimusim dingin. Prevalensi

infeksi oleh S. flexnerii di negara tersebut telah menurun sehingga saat ini S. Sonnei adalah

yang terbanyak.

Mikrobiologi

Shigella termasuk kelompok enterobacteriaceae, yang bersifat gram negatif,

anaerob fakultatif dan sangat mirip dengan Eschericia coli. Beberapa sifat yang

membedakan kuman ini dengan E. coli adalah kuman ini tidak bergerak aktif, tidak

memproduksi gas dalam media glukosa dan pada umumnya laktosa negatif.

Dikenal 4 species Shigella dengan berbagai serotipenya yaitu: S. dysentriae (12

serotipe), S. flexnerii (14 serotipe), S. boydii (15 serotipe), dan S. sonnei (1 serotipe).

Keempat spesies Shigella itu secara berurutan disebut sebgai golongan A, B, C, dan D.

Penyebaran geografik dan kerentanan terhadap antimikroba bervariasi tergantung

dari speciesnya. S. dysentriae serotype 1 dapat menyebabkan epidemi yang mematikan, S.

boydii terbatas pada daerah India, sedangkan S.flexnerii serta S. sonnei memiliki prevalensi

pada negara berkembang. S. flexnerii merupakan bakteri gram negatif yang enteroinvasif,

yang bertanggung jawab terhadap endemi disentri basiler di seluruh dunia.

Patofisiologi

Semua strain kuman Shigella menyebabkan disentri, yaitu suatu keadaan yang

ditandai dengan diare, dengan konsistensi tinja biasanya lunak (tidak cair), disertai eksudat

inflamasi yang mengandung leukosit polymorphonuclear (PMN) dan darah.

Kolon merupakan tempat utama yang diserang Shigella namun ileum terminalis

dapat juga terserang. Pada kasus yang sangat berat dan mematikan kuman dapat ditemukan

juga pada lambung serta usus halus.

Setelah melewati lambung dan usus halus, kuman ini menginvasi sel epitel mukosa

kolon dan berkembang biak di dalamnya. Perluasan invasi kuman ke sel di sekitarnya

melalui mekanisme cell to cell transfer. Walaupun lesi awal terjadi di lapisan epitel, respon

inflamasi lokal yang menyertainya cukup berat, melibatkan leukosit PMN dan makrofag.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Periode 31 Agustus-7 November 2015 9

Page 10: Referat Kolitis WINDA

Kolitis Infeksi Winda Nurmalasari (406148026)

Hal tersebut menyebabkan edema, mikroabses, hilangnya sel goblet, kerusakan arsitektur

jaringan, dan ulserasi mukosa. Bila penyakit berlanjut terjadi penumpukan sel inflamasi

pada lamina propia, dengan abses pada kripta merupakan gambaran yang utama.

S. dysentriae, S. flexneri, dan S. sonnei menghasilkan eksotoksin antara lain ShET1,

ShET2, toksin Shiga, yang mempunyai sifat enterotoksik, sitotoksik, dan neurotoksik.

Enterotoksin tersebut merupakan salah satu faktor virulen sehingga kuman lebih mampu

menginvasi sel mukosa kolon dan memperberat gejala klinis.

Kuman Shigella jarang melakukan penetrasi ke jaringan di bawah mukosa sehingga

jarang menyebabkan bakteriemia. Walaupun demikian pada keadaan malnutrisi dan pasien

immuno-compromized dapat terjadi bakteriemia. Selain itu dapat pula terjadi kolitis

hemoragik.

Manifestasi Klinis

Masa tunas berkisar antara 7 jam sampai 7 hari. Pada dasarnya gejala klinis

Shigellosis bervariasi. Lama gejala rata-rata 7 hari pada orang dewasa, namun dapat

berlangsung sampai 4 minggu. Disentri basiler yang tidak diobati dengan baik dan

berlangsung lama gejalanya menyerupai kolitis ulserosa.

Populasi yang memiliki resiko tinggi terhadap shigellosis meliputi:

Anak-anak di pusat-pusat penitipan anak (<5 tahun) dan pengasuh mereka

Pria homoseksual

Wisatawan internasional

Orang yang hidup dalam kondisi yang penuh sesak dengan fasilitas sanitasi

yang buruk dan suplai air bersih yang tidak memadai (misalnya, kamp-kamp

pengungsian, tempat penampungan bagi pengungsi)

Orang dengan infeksi immunodeficiency virus (HIV)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Periode 31 Agustus-7 November 2015 10

Page 11: Referat Kolitis WINDA

Kolitis Infeksi Winda Nurmalasari (406148026)

Gejala-gejala shigellosis meliputi:

Onset yang mendadak dari kram perut, demam tinggi, muntah, anoreksia, dan

diare cairan dalam jumlah banyak. Kejang dapat merupakan manifestasi awal.

Nyeri abdominal, tenesmus, urgency, inkontinensia fekal, dan diare sedikit

berlendir dengan darah merah terang dapat terjadi.

Tanda-tanda shigellosis meliputi:

Peningkatan suhu (setinggi 1060 F) dilaporkan terdapat pada sepertiga kasus

dan didapatkan adanya tanda toksik umum.

Takikardi dan takipneu dapat merupakan sekunder dari demam dan dehidrasi.

Bergantung dari derajat dehidrasinya; membran mukosa yang kering, hipotensi,

capillary refill time yang memanjang, dan penurunan turgor kulit dapat terjadi.

Ketegangan perut biasanya terjadi di bagian tengah dan bawah, juga dapat

terjadi pada seluruh bagian perut.

Pada anak-anak mungkin didapatkan demam tinggi dengan atau tanpa kejang,

delirium, nyeri kepala, kaku kuduk dan letargi. Pengidap pasca infeksi pada umumnya

berlangsung kurang dari 4 minggu. Walaupun jarang terjadi telah dilaporkan adanya

pengidap Shigella yang mengeluarkan kuman bersama feses selama bertahun. Pengidap

kronik tersebut biasanya sembuh sendiri dan dapat mengalami gejala shigellosis yang

intermiten.

Diagnosis

Perlu dicurigai adanya Shigellosis pada pasien yang datang dengan keluhan nyeri

abdomen bawah, rasa panas rektal, dan diare. Pemeriksaan mikroskopik tinja menunjukkan

adanya eritrosit dan leukosit PMN. Untuk memastikan diagnosis dilakukan kultur dan

bahan tinja segar atau hapus rektal. Sigmoidoskopi dapat memastikan diagnosis adanya

kolitis, namun pemeriksaan tersebut umumnya tidak diperlukan, karena menyebabkan

pasien merasa sangat tidak nyaman. Indikasi untuk melakukan sigmoidoskopi adalah bila

segera dilakukan kepastian diagnosis apakah gejala yang terjadi merupakan disentri atau

manifestasi akut kolitis ulserosa idiopatik. Dalam keadaan tersebut, biopsi harus dikerjakan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Periode 31 Agustus-7 November 2015 11

Page 12: Referat Kolitis WINDA

Kolitis Infeksi Winda Nurmalasari (406148026)

dalam waktu 4 hari dari saat gejala. Pada fase akut infeksi Shigella, tes serologi tidak

bermanfaat.

Pada disentri subakut gejala klinisnya serupa dengan kolitis ulseratif. Demikian

pula pemeriksaan barium enema, sigmoidoskopi, dan histopatologi juga tidak dapat

membedakannya. Perbedaan utama adalah kultur Shigella yang positif dan perbaikan klinis

yang bermakna setelah pengobatan dengan antibiotik yang adekuat.

Diagnosis Banding

Salmonelosis, sindrom diare karena E. coli, kolera, kolitis ulserosa.

Penatalaksanaan

Mengatasi Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit

Sebagian besar pasien disentri dapat diatasi dengan rehidrasi oral. Pada pasien

dengan diare berat, disertai dehidrasi dan pasien yang muntah berlebihan sehingga

tidak dapat dilakukan rehidrasi oral harus dilakukan rehidrasi intravena.

Antibiotik

Keputusan penggunaan antibiotik sepenuhnya berdasarkan beratnya penyakit

yaitu pasien dengan gejala disentri sedang sampai berat, diare persisten serta perlu

diperhatikan pola sensitivitas kuman di daerah tersebut.

Beberapa jenis antibiotik yang dianjurkan adalah:

* Ampisilin 4 x500 mg per hari, atau

* Kontrimoksazol 2 x 2 tablet per hari, atau

* Tetrasiklin 4 x 500 mg per hari selama 5 hari.

Dilaporkan bahwa pada daerah tertentu di Indonesia kuman Shigella telah

banyak yang resisten dengan antibiotik tersebut diatas sehingga diperlukan antibiotik

lain seperti golongan kuinolon dan sefalosporin generasi III terutama pada pasien

dengan gejala klinik yang berat.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Periode 31 Agustus-7 November 2015 12

Page 13: Referat Kolitis WINDA

Kolitis Infeksi Winda Nurmalasari (406148026)

Pengobatan simptomatik

Hindari obat yang dapat menghambat motilitas usus seperti narkotika dan

derivatnya, karena dapat mengurangi eliminasi bakteri dan memprovokasi terjadinya

megakolon toksik. Obat simptomatik yang lain di berikan sesuai dengan keadaan

pasien antara lain analgetik-antipiretik dan antikonvulasi.

2.3. INFEKSI ESCHERICHIA COLI (PATOGEN)

Batasan

Infeksi kolon oleh serotipe Escherichia coli tertentu (O157:H7) yang menyebabkan diare

berdarah/tidak.

Epidemiologi

Karena pemeriksaan laboratorium untuk E.coli patogen jarang dilakukan, maka

angka kejadiannya tidak diketahui dengan pasti. Diperkirakan di Amerika Serikat sekitar

21.000 orang terinfeksi setiap tahunnya. Di Canada dan Amerika Serikat , E.coli

(O157:H7) lebih sering di isolasi pada pasien diare dibandingkan dengan Shigella

demikian juga pada pasien diare kronik di Jakarta.

E.coli patogen tersebut didapatkan pada usus ternak sehat (sekitar 1%), penularan

ke manusia sehingga menyebabkan KLB (kejadian luar biasa/outbreak) adalah lewat

daging  yang terkontaminasi pada saat penyembelihan, daging tersebut kemudian digiling

dan kurang baik dalam proses pemanasannya. Cara penularan lain adalah lewat air minum

yang tercemar, tempat berenang yang tercemar dan antar manusia.

Masa inkubasi rata-rata 3-4 hari, namun dapat terjadi antara 1-8 hari. E.coli patogen

dapat ditemukan pada pasien sampai 3 minggu setelah sembuh namun tidak pernah

ditemukan pada orang sehat (bukan flora normal pada manusia).

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Periode 31 Agustus-7 November 2015 13

Page 14: Referat Kolitis WINDA

Kolitis Infeksi Winda Nurmalasari (406148026)

Patofisiologi

Berbeda dengan peran penting dari kebanyakan E. coli pada usus manusia, E. coli

patogen bertanggung jawab terhadap spektrum yang luas dari penyakit manusia. E. coli

muncul sebagai penyebab penting dari diare, dengan fenotip serta mekanisme patogen

yang beragam. Hemolytic-uremic syndrome (HUS) merupakan komplikasi yang berbahaya

pada infeksi enterik strain spesifik E. coli.

Terdapat 5 fenotip dari E. coli diaregenik yang telah diketahui; setiap fenotip

memiliki patogenesis yang berbeda. Fenotipnya meliputi:

Enterotoxigenic E coli (ETEC)

Enterohemorrhagic E coli (EHEC)

Enteropathogenic E coli (EPEC)

Enteroinvasive E coli (EIEC)

Enteroaggregative E coli (EAEC)

ETEC menempel pada mukosa usus halus melalui beberapa fimbrial colonization

factor antigens (CFAs) yang berbeda. Sekali kolonisasi terjadi, satu atau dua dari

enterotoksin tersebut (heat labile toxin [LT] dan heat stable toxin [ST]) akan dilepaskan.

Toksin ini akan membawa cairan serta elektrolit keluar dari mukosa usus halus. ST

dilaporkan sebagai toksin yang lebih virulen. LT dekat hubungannya dengan struktur dan

fungsi enterotoksin yang diekspresikan oleh Vibrio cholerae.

EHEC, yang juga dikenal sebagai Shiga-toxin producing E. coli (STEC)

mencetuskan lesi attaching and effacing (AE) pada usus besar. Saat berada di dalam kolon,

EHEC melepaskan toksin yang dikenal sebagai Shiga-like toxin (Stx). Stx berhubungan

dengan toksin Shiga dari Shigella dysenteriae dan bersifat sitotoksik terhadap endotel

pembuluh darah. Sirkulasi sistemik dari Stx dapat berpotensial menyebabkan HUS namun

tidak menyebabkan kolitis hemoragik EHEC. E. coli O157:H7 merupakan EHEC yang

paling virulen.

HUS terdiri atas trias anemia hemolitik mikroangiopatik, trombositopenia, dan

insufisiensi renal. HUS biasanya berkembang pada minggu ke-2 (hari ke-2 sampai 14),

seringkali setelah diare teratasi. Pasien terlihat pucat, lemah, iritabilitas, oliguri, dan anuria.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Periode 31 Agustus-7 November 2015 14

Page 15: Referat Kolitis WINDA

Kolitis Infeksi Winda Nurmalasari (406148026)

EPEC juga menghasilkan lesi AE, namun juga dapat dihasilkan tanpa adanya Stx.

Patogenesisnya meliputi kolonisasi pada usus halus, diikuti dengan pembentukan lesi AE

dan sekret.

Patogenesis EIEC serupa dengan species Shigella. EIEC menginvasi sel epitel usus

besar, menghasilkan enterotoksin sekretogenik dan kematian sel epitel kolon. Enterotoksin

ini biasanya tidak memfermentasikan laktosa dan bertanggung jawab terhadap respon

inflamasi lokal di kolon.

EAEC menempel pada usus halus dan besar melalui aggregative adherence

fimbriae (AAFs) diikuti dengan kolonisasi. Kolonisasi ini menghasilkan enterotoksin dan

sitotoksin, yang kemudian merusak mukosa intestinal.

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis infeksi E.coli patogen sangat bervariasi, dapat berupa: infeksi

asimtomatik, diare tanpa darah, diare berdarah (hemorrhagic colitis), SHU, purpura

trombositopenik sampai kematian.

Gejala klinisnya berupa nyeri abdomen yang sangat (severe abdominal cramp),

diare yang kemudian diikuti diare berdarah dan sebagian dari pasien disertai nausea (mual)

dan vomiting (muntah). Pada umumnya suhu tubuh pasien sedikit meningkat atau normal,

sehingga dapat dikelirukan sebagai kolitis non infeksi.

Pemeriksaan tinja pasien biasanya penuh dengan darah, namun sebagian pasien

tidak mengandung darah sama sekali.

Pada pemeriksaan kolonoskopi didapatkan gambaran mukosa yang edematous dan

hiperemia, kadang-kadang ditemukan ulserasi superficial. Dapat dijumpai pula

pseudomembran sehingga menyerupai infeksi C. difficile.

Pemeriksaan patologi menunjukkan gambaran infeksi atau iskemik dengan pola

patchy kadang-kadang dijumpai mikrotrombi fibrin.

Gejala biasanya membaik dalam seminggu, namun dapat pula terjadi SHU (sekitar

6% dari pasien) antara 2-12 hari dari onset diare. SHU ditandai dengan anemia hemolitik

mikroangiopatik, trombositopenia, gagal ginjal, dan gejala saraf sentral. Komplikasi

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Periode 31 Agustus-7 November 2015 15

Page 16: Referat Kolitis WINDA

Kolitis Infeksi Winda Nurmalasari (406148026)

neurologik berupa kejang, koma, hemiparesis, terjadi pada sekitar seperempat dari pasien

SHU. Sedangkan hemodialisis diperlukan oleh sekitar setengah dari pasien. Faktor resiko

terjadinya SHU antara lain: balita/manula, diare berdarah, febris, leukosit yang meningkat,

pengobatan dengan obat anti motilitas. Prediktor keparahan SHU antara lain meningkatnya

jumlah leukosit, gejala gastrointestinal yang berat, cepat timbul anuria, usia dibawah 2

tahun, mortalitas antara 3-5%.

Purpura trombositopenik mempunyai gejala yang mirip dengan SHU namun

dengan gejala gagal ginjal dan kelainan neurologik yang lebih ringan. Biasanya ditemukan

pada dewasa.

Diagnosis

Setiap pasien dengan diare berdarah seyogyanya dicurigai sebagai infeksi E. coli

patogen. Demikian pula pada pasien dengan kemungkinan tertular E. coli patogen walupun

mengalami diare tanpa darah juga patut dicurigai. Kultur dengan agar sorbitol-MacConkey

dan aglutinasi dengan O157 anti serum merupakan sarana yang murah untuk memastikan

diagnose infeksi E. coli patogen.

Diagnosis Banding

Kolitis pseudomembranosa dan kolitis infeksi yang lain.

Penatalaksanaan

Pengobatan infeksi E.coli patogen tidak spesifik, terutama pengobatan suportif dan

simptomatik. Komplikasi SHU dilaporkan lebih banyak terjadi pada pasien yang mendapat

antibiotik dan obat yang menghambat motilitas.

Di samping itu pemberian kontrimoksazol di laporkan tidak mempunyai efek yang

signifikan terhadap perjalanan gejala gastrointestinal, ekskresi organisme dan komplikasi

SHU.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Periode 31 Agustus-7 November 2015 16

Page 17: Referat Kolitis WINDA

Kolitis Infeksi Winda Nurmalasari (406148026)

2.4. KOLITIS TUBERKULOSA

Batasan

Infeksi kolon oleh kuman Mycobacterium tuberculosae.

Epidemiologi

Lebih sering ditemukan di negara berkembang dengan penyakit tuberkulosis yang

masih menjadi masalah kesehatan masyarakat.

Patofisiologi

Penyebab terbanyak Mycobacterium tuberculosae, biasanya lewat tertelannya

sputum yang mengandung kuman. Kadang-kadang akibat minum susu yang tercemar

Mycobacterium bovis. Terdapat hubungan tingginya frekuensi tuberkulosis saluran cerna

dengan beratnya tuberkulosis paru.

Secara patologis, TB gastrointestinal ditandai oleh peradangan dan fibrosis dari

dinding usus dan kelenjar getah bening regional. Ulserasi mukosa merupakan hasil dari

nekrosis patch Peyer, folikel getah bening, dan trombosis pembuluh darah. Pada tahap ini,

masih dimungkinkan terjadi perubahan reversibel dan penyembuhan tanpa jaringan parut.

Saat penyakit ini berkembang, ulserasi berkonfluen, dan fibrosis yang luas menyebabkan

penebalan dinding usus, fibrosis, dan lesi massa pseudotumor. Pembentukan striktur dan

fistul dapat terjadi.

Permukaan serosa mungkin menunjukkan adanya massa nodular dari tuberkel.

Mukosa meradang dengan hiperemi dan edema yang serupa pada penyakit Crohn. Dalam

beberapa kasus, aphthous ulcer dapat dilihat dalam usus besar. Kaseasi mungkin tidak

selalu terlihat sebagai granuloma, terutama di mukosa, tapi hampir selalu terlihat pada

kelenjar getah bening regional.

Timbul 3 bentuk kelainan pada kolitis tuberkulosa, yaitu:

1. Ulseratif pada 60% kasus, lesi aktif berupa tukak superfisial.

2. Hipertrofik pada 10% kasus, bentuk lesinya parut fibrosis, dan massa yang

menonjol menyerupai karsinoma.

3. Ulserohipertrofik pada 30% kasus, terdapat ulserasi dengan fibrosis yang

merupakan bentuk penyembuhan.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Periode 31 Agustus-7 November 2015 17

Page 18: Referat Kolitis WINDA

Kolitis Infeksi Winda Nurmalasari (406148026)

Semua bagian saluran cerna dapat terinfeksi, namun lokasi yang tersering (85–90%

kasus) adalah di daerah ileosekal.

Manifestasi Klinis

Keluhan paling sering (pada 80-90% kasus) adalah nyeri perut kronik yang tidak

khas. Dapat terjadi diare ringan bercampur darah, kadang-kadang konstipasi, anoreksi,

demam ringan, penurunan berat badan atau teraba masa abdomen kanan bawah.

Pada sepertiga kasus ditemukan kuman pada tinja, tetapi pada pasien dengan

tuberkulosis paru aktif adanya kuman pada tinja mungkin hanya berasal dari kuman yang

tertelan bersama sputum.

Diagnosis

Diagnosis pasti ditegakkan dengan ditemukannya kuman tuberkulosis di jaringan,

baik dengan pemeriksaan mikroskopik langsung atau atas hasil kultur biopsi jaringan.

Sedangkan diagnosis dugaan adanya kolitis tuberkulosa adalah bila didapatkan

tuberkulosis paru aktif dengan penyakit ileosekal.

Pada pemeriksaan barium enema dapat ditemukan penebalan dinding, distorsi lekuk

mukosa, ulserasi, stenosis, pseudopolip, atau masa mirip keganasan di sekum. Mungkin

pula terbentuk fistula di usus halus.

Kolonoskopi merupakan pemeriksaan yang paling penting untuk membantu

menegakkan diagnosis kolitis tuberkulosa. Dengan kolonoskopi didapatkan visualisasi lesi

secara langsung, sekaligus ditemukan penyempitan lumen, dinding kolon yang kaku,

ulserasi dengan tepi iregular dan edematous.

Tes tuberkulin untuk menunjang diagnosis tuberkulosis paru di daerah endemik

kurang bernilai.

Diagnosis Banding

Penyakit Crohn, amebiasis, diverticulitis, dan karsinoma kolon.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Periode 31 Agustus-7 November 2015 18

Page 19: Referat Kolitis WINDA

Kolitis Infeksi Winda Nurmalasari (406148026)

Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi berupa perdarahan, perforasi, obstruksi intestinal,

terbentuknya fistula, dan sindrom malabsorpsi. Komplikasi yang sering terjadi adalah

obstruksi parsial yang kemudian berkembang menjadi obstruksi total.

Penatalaksanaan

Diperlukan kombinasi 3 macam atau lebih obat anti tuberkulosis seperti pada pengobatan

tuberkulosis paru, demikian pula lama pengobatan dan dosis obatnya. Kadang-kadang

perlu tindakan bedah untuk mengatasi komplikasi.

Beberapa obat anti tuberkulosis yang sering dipakai adalah:

* INH 5-10 mg/kgBB atau 400 mg sekali sehari.

* Etambutol 15-25 mg/kgBB atau 900-1200 mg sekali sehari.

* Rifampisin 10 mg/kgBB atau 400-600 mg sekali sehari.

* Pirazinaimid 25-3 mg/kgBB atau 1,5-2 g sekali sehari.

2.5. KOLITIS PSEUDO MEMBRAN

Batasan

Kolitis pseudomembran adalah peradangan kolon akibat toksin yang ditandai

dengan terbentuknya lapisan eksudatif (pseudomembran) yang melekat di permukaan

mukosa. Disebut pula sebagai kolitis terkait antibiotik sebab umumnya timbul setelah

menggunakan antibiotik.

Etiologi

Walaupun umumnya timbul sebagai komplikasi pemakainan antibiotik, namun

kolitis pseudomembran ini telah ditemukan sebelum era antibiotik. Yang dianggap sebagai

kuman penyebab adalah Clostridium difficile, toksin yang dikeluarkan mengakibatkan

kolitis. Mekanisme pasti antibiotik menjadikan usus lebih rentan terhadap C. difficile

belum jelas. Penjelasan yang paling mungkin adalah penekanan flora usus normal oleh

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Periode 31 Agustus-7 November 2015 19

Page 20: Referat Kolitis WINDA

Kolitis Infeksi Winda Nurmalasari (406148026)

antibiotik memberikan kesempatan tumbuh dan terbentuknya koloninsasi C. difficile

disertai pengeluaran toksin.

Epidemiologi

C. difficile ditemukan di tinja 3-5% orang dewasa sehat tanpa kelainan apapun di

kolonnya. Kolitis pseudomembran bisa mengenai semua tingkat umur. Kemungkinan tidak

dilaporkannya kolitis pseudomembran karena untuk menegakkan diagnosis perlu

kolonoskopi dan pemeriksaan toksin kuman di tinja. Penularan bisa secara kontak langsung

lewat tangan atau perantaraan makanan minuman yang tercemar. Semua jenis antibiotik

kecuali aminoglikosida intravena, potensial menimbulkan kolitis pseudomembran, namun

yang paling sering adalah ampisilin, klindamisin, dan sefalosporin.

Patofisiologis

C. difficile menimbulkan kolitis dengan cara toxin-mediated. Kuman mengeluarkan

dua toksin utama, yaitu toksin A dan toksin B. Toksin A merupakan enterotoksin yang

sangat berpengaruh terhadap semua kelainan yang terjadi, sedangkan toksin B adalah

sitotoksin dan tidak melekat pada mukosa yang masih utuh. Sebanyak 75% isolat C.

difficile menghasilkan kedua toksin tersebut. Kuman yang tidak menghasilkan toksin tidak

menyebabkan kolitis maupun diare. Pemeriksaan toksin A dan toksin B diambil dan

sediaan tinja, dengan metode ELISA masing-masing spesifitasnya 98.6% dan 100%.

Manifestasi Klinis

Kolitis mungkin sudah timbul sejak sehari setelah antibiotik digunakan, tetapi

mungkin pula baru muncul setelah antibiotik dihentikan. Gejala yang paling sering

dikeluhkan ialah diare cair disertai kram perut. Diare yang terjadi dapat ringan, tetapi

biasanya banyak, sampai 10-20 kali sehari. Mual dan muntah jarang ditemukan. Sebagian

pasien mengalami demam walaupun dapat terjadi hiperpireksia, umumnya suhu tidak

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Periode 31 Agustus-7 November 2015 20

Page 21: Referat Kolitis WINDA

Kolitis Infeksi Winda Nurmalasari (406148026)

melampaui 380C. Terdapat leukositosis, sering sampai 50.000/mm. Pada beberapa pasien

mungkin hanya diawali demam dan leukositosis, sedangkan diare baru muncul stelah

beberapa hari kemudian. Temuan lain meliputi nyeri tekan abdomen bawah, edema, dan

hipoalbuminemia. Yang lebih sering terjadi adalah kolitis ringan. Pada kasus yang berat

dapat terjadi komplikasi berupa dehidrasi, edema anasarka, gangguan elektrolit, megakolon

toksik, atau perforasi kolon. Penggunaan narkotik atau antiperistaltik dapat meningkatkan

resiko megakolon.

Diagnosis

Jika perlu ditemukan pasien diare selama atau setelah menggunakan antibiotik

perlu dipikirkan terjadinya kolitis pseudomembran. Diagnosis kolitis pseudomembran

dapat cepat dibuat dan akurat dengan melakukan pemeriksaan kolonoskopi. Sensitivitasnya

tinggi dan merupakan alat diagnosis definitif. Jika ditemukan lesi khas kolitis

pseudomembran, seyogyanya dilakukan biopsi untuk pemeriksaan histopatologi. Secara

tipikal, diawali dengan lesi kecil (2-5 mm) putih atau kekuningan, diskret, timbul, mukosa

di antaranya sering terlihat normal atau mungkin menunjukkan berbagai derajat eritema,

granularitas, dan kerapuhan. Jika lesi membesar, terbentuk pseudomembran yang luas

berwarna kuning keabu-abuan dan jika diambil dengan forsep biopsi terlihat mukosa di

bawahnya mengalami ulserasi.

C. difficile tumbuh pada 95% biakan tinja pasien kolitis pseudomembran yang

terdiagnosis secara kolonoskopi. Hasil biakan positif tidak diagnostik, karena pasien yang

berada di rumah sakit tanpa kolitis ditemukan biakan C. difficile positif sebesar 10-25%.

Sebagai standar baku adalah ditemukannya toksin B di tinja, sehubungan dengan efek

sitopatik pada kultur jaringan. Karena pemeriksaan ini memakan waktu dan mahal,

biasanya cukup memeriksa terdapatnya toksin A dengan metode ELISA.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Periode 31 Agustus-7 November 2015 21

Page 22: Referat Kolitis WINDA

Kolitis Infeksi Winda Nurmalasari (406148026)

Gambaran histopatologi kolitis pseudomembran bervariasi tergantung beratnya

penyakit dan saat kapan biopsi dikerjakan. Price dan Dvies membagi lesi menjadi 3 tipe

yaitu:

Tipe I, lesi vulkano, dengan gambaran nekrosis epithelial fokal disertai PMN dan

fibrin tersebar di dalam lumen.

Tipe II, lesi glandular, dengan pelebaran kelenjar disertai PMN dan musin, dilapisi

pseudomembran, mukosa sekitarnya tidak terkena.

Tipe III, lesi nekrosis, dengan nekrosis mukosa total disertai mukosa yang dilapisi

pseudomembran yang tebal.

Diagnosis Banding

Kolitis pseudomembranosa perlu dibedakan dengan kasus diare akibat kuman

patogen lain, efek samping penggunaan obat yang bukan antibiotik, kolitis non-infeksi, dan

sepsis intra abdominal.

Penatalaksanaan

Tindakan awal terpenting adalah menghentikan antibiotik yang diduga menjadi

penyebab, juga obat yang menggangu peristaltik, dan mencegah penyebaran nosokomial.

Pada kasus yang ringan keadaan sudah bisa teratasi dengan penghentian antibiotik disertai

pemberian cairan dan elektrolit. Pada kasus dengan gejala-gejala yang lebih berat

seyogyanya dilakukan pemeriksaan deteksi toksin C. difficile dan terapi spesifik per oral

menggunakan metronidazol atau vankomisin.

Kolitis ringan sampai sedang: metronidazol dengan dosis per oral 250-500 mg 4x sehari

selama 7-10 hari.

Kolitis berat: vankomisin dengan dosis per oral 125-500 mg 4x sehari selama 7-14 hari.

Alternatif pengobatan: kolestiramin dengan dosis per oral 4 gram 3x sehari selama 5-10

hari. Kolestiramin digunakan untuk mengikat toksin yang dihasilkan C. difficile, tetapi obat

ini juga mengikat vankomisin.

Pada kasus yang berhasil disembuhkan, ternyata dalam beberapa minggu atau bulan

kemudian sebanyak 15-35% kambuh. Dianjurkan setelah pengobatan spesifik diusahakan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Periode 31 Agustus-7 November 2015 22

Page 23: Referat Kolitis WINDA

Kolitis Infeksi Winda Nurmalasari (406148026)

kembalinya flora normal usus dengan memberikan kuman laktobasilus atau ragi

(Saccharomyces boulardii) selama beberapa minggu.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Periode 31 Agustus-7 November 2015 23

Page 24: Referat Kolitis WINDA

Kolitis Infeksi Winda Nurmalasari (406148026)

KESIMPULAN

Kolitis Infeksi merupakan suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada

kolon (usus besar). Kondisi ini biasanya menyebabkan nyeri perut bagian bawah dan

diare.

Kolitis adalah suatu peradangan akut atau kronik pada kolon, yang berdasarkan penyebab

dapat diklarifikasikan sebagai berikut:

o Kolitis Infeksi, misalnya: Shigellosis, kolitis tuberkulosa, kolitis amebik, kolitis

pseudomembran, kolitis karena virus/bakteri/parasit.

o Kolitis Non-Infeksi, misalnya: Kolitis ulseratif, penyakit Crohn's, kolitis radiasi,

kolitis iskemik, kolitis mikroskopik, kolitis non-spesifik (simple colitis).

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Periode 31 Agustus-7 November 2015 24

Page 25: Referat Kolitis WINDA

Kolitis Infeksi Winda Nurmalasari (406148026)

DAFTAR PUSTAKA

Aberra, Faten. Clostridium Difficile Colitis. Medscape Reference. 2011.

http://emedicine.medscape.com/article/186458-overview

Anand, Mahesh Kumar Neelala. Tuberculosis, Gastrointestinal. Medscape Reference. 2011.

http://emedicine.medscape.com/article/376015-overview

Kroser, Joyann. Shigellosis. Medscape Reference. 2011.

http://emedicine.medscape.com/article/182767-overview

Lacasse, Alexandre. Amebiasis. Medscape Reference. 2011.

http://emedicine.medscape.com/article/212029-overview

Madappa, Tarun. Escherichia Coli Infections. Medscape Reference. 2011.

http://emedicine.medscape.com/article/217485-overview

Navaneethan, Udayakumar; Ralph A. Giannella. Infectious Colitis. Medscape News. 2011.

http://www.medscape.com/viewarticle/737810

Oesman N. Kolitis Infeksi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Interna

Publishing, hlm. 213; 2001.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Periode 31 Agustus-7 November 2015 25