referat fitri winda sari kolelitiasis.docx

48
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di negara Barat, sedangkan di Indonesia baru mendapat perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas. 1 Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan. Resiko penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi relatif kecil. Walaupun demikian, sekali batu empedu mulai menimbulkan serangan nyeri kolik yang spesifik, maka resiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan terus meningkat. 1 Batu empedu umumnya ditemukan didalam kandung empedu, tetapi batu tersebut dapat bermigrasi melului duktus sistikus ke dalam saluran empedu menjadi batu saluran empedu dan disebut sebagai batu saluran empedu sekunder. 1 Di negara Barat 10-15% pasien dengan batu kandung empedu juga disertai batu saluran empedu. Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat terbentuk primer di dalam saluran empedu intra-atau-ekstra hepatik tanpa melibatkan kandung empedu. Batu saluran empedu primer lebih banyak ditemukan pada pasien di wilayah Asia dibandingkan dengan pasien di negara Barat. 1 1

Upload: fitriwindasari

Post on 16-Feb-2016

241 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Fitri Winda Sari kolelitiasis.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting

di negara Barat, sedangkan di Indonesia baru mendapat perhatian di klinis,

sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas.1

Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan.

Resiko penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi relatif

kecil. Walaupun demikian, sekali batu empedu mulai menimbulkan serangan

nyeri kolik yang spesifik, maka resiko untuk mengalami masalah dan penyulit

akan terus meningkat. 1

Batu empedu umumnya ditemukan didalam kandung empedu, tetapi batu

tersebut dapat bermigrasi melului duktus sistikus ke dalam saluran empedu

menjadi batu saluran empedu dan disebut sebagai batu saluran empedu sekunder. 1

Di negara Barat 10-15% pasien dengan batu kandung empedu juga disertai

batu saluran empedu. Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat

terbentuk primer di dalam saluran empedu intra-atau-ekstra hepatik tanpa

melibatkan kandung empedu. Batu saluran empedu primer lebih banyak

ditemukan pada pasien di wilayah Asia dibandingkan dengan pasien di negara

Barat. 1

Perjalanan batu saluran empedu sekunder belum jelas benar, tetapi

komplikasi akan lebih sering dan berat bila dibandingkan batu kandung empedu

asimtomatik. 1

1

Page 2: Referat Fitri Winda Sari kolelitiasis.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KOLELITIASIS

2.1.1 Anatomi Vesica Fellea1.2.3.4

Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear

yang terletak pada permukaan visceral hepar, panjangnya sekitar 4–6 cm.

Kapasitasnya sekitar 30-60cc dan dalam keadaan terobstruksi dapat

menggembung sampai 300 cc. Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan

collum. Bagian fundus umumnya menonjol sedikit keluar tepi hati, dibawah

lengkung iga kanan, ditepi lateral m.rectus abdominis. Sebagian besar korpus

menempel dan tertanam didalam jaringan hati. Kandung empedu tertutup

seluruhnya oleh peritoneum visceral, tetapi infundibulum kandung empedu tidak

terfiksasi kepermukaan hati oleh lapisan peritoneum. Apabila kandung empedu

mengalami distensi akibat bendungan oleh batu, bagian infundubulum menonjol

seperti kantong yang disebut kantong Hartmann.

Duktus sistikus panjangnya 1-2 cm dengan diameter 2-3 mm. dinding

lumennya mengandung katup berbentuk spiral disebut katup spiral Heister, yang

memudahkan cairan empedu mengalir masuk kedalam kandung empedu, tetapi

menahan aliran keluarnya.

Saluran empedu ekstrahepatik terletak didalam ligamentum

hepatoduodenale yang batas atasnya porta hepatis, sedangkan batas bawahnya

distal papilla Vater. Bagian hulu saluran empedu intrahepatik berpangkal dari

saluran paling kecil yang disebut kanalikulus empedu yang meneruskan curahan

sekresi empedu melalui duktus interlobaris keduktus lobaris, dan selanjutnya

keduktus hepatikus dihilus.

Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara 1-4 cm.

panjang duktus hepatikus komunis sangat bervariasi, bergantung pada letak muara

duktus sistikus. Duktus koledokus berjalan dibelakang duodenum menembus

jaringan pancreas dan dinding duodenum membentuk papilla Vater yang terletak

disebelah medial dinding duodenum. Ujung distalnya dikelilingi oleh otot sfingter

2

Page 3: Referat Fitri Winda Sari kolelitiasis.docx

Oddi, yang mengatur aliran empedu kedalam duodenum. Duktus pankreatikus

umumnya bermuara ditempat yang sama dengan duktus koledokus didalam

papilla Vater, tetapi dapat juga terpisah.

Pembuluh arteri kandung empedu adalah arteri cystica, cabang arteri

hepatica kanan. Vena cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta.

Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena–vena juga berjalan antara hati dan

kandung empedu.

Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak

dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi

lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan arteri hepatica menuju ke nodi

lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju kekandung empedu berasal dari plexus

coeliacus.

Sering ditemukan variasi kandung empedu, saluran empedu, dan

pembuluh arteri yang memperdarahi kandung empedu dan hati. Variasi yang

kadang ditemukan dalam bentuk luas ini, perlu diperhatikan para ahli bedah untuk

menghindari komplikasi pembedahan, seperti perdarahan atau cedera pada duktus

hepatikus atau duktus koledokus.

3

Page 4: Referat Fitri Winda Sari kolelitiasis.docx

Anatomi vesica fellea dan organ sekitarnya.

2. 1. 2 Fisiologi Saluran Empedu1.2.4

Vesica fellea berperan sebagai resevoir empedu dengan kapasitas sekitar

50 ml. Vesica fellea mempunya kemampuan memekatkan empedu. Dan untuk

membantu proses ini, mukosanya mempunyai lipatan-lipatan permanen yang satu

sama lain saling berhubungan. Sehingga permukaanya tampak seperti sarang

tawon. Sel- sel thorak yang membatasinya juga mempunyai banyak mikrovilli.

Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli.

Kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum

interlobaris. Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan

dan kiri. Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran

ini sebelum mencapai doudenum terdapat cabang ke kandung empedu yaitu

duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum

disalurkan ke duodenum.

4

Page 5: Referat Fitri Winda Sari kolelitiasis.docx

Posisi anatomis dari vesica fellea dan organ sekitarnya.

Pengosongan Kandung Empedu

Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung

empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak kedalam

duodenum. Lemak menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa

duodenum, hormon kemudian masuk kedalam darah, menyebabkan kandung

empedu berkontraksi. Pada saat yang sama, otot polos yang terletak pada ujung

distal duktus coledokus dan ampula relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya

empedu yang kental ke dalam duodenum. Garam–garam empedu dalam cairan

empedu penting untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu

pencernaan dan absorbsi lemak.Proses koordinasi kedua aktifitas ini disebabkan

oleh dua hal yaitu:

a. Hormonal

Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan

merangsang mukosa sehingga hormon Cholecystokinin akan terlepas.

5

Page 6: Referat Fitri Winda Sari kolelitiasis.docx

Hormon ini yang paling besar peranannya dalam kontraksi kandung

empedu.

b. Neurogen:

Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari

sekresi cairan lambung atau dengan refleks intestino-intestinal akan

menyebabkan kontraksi dari kandung empedu.

Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke

duodenum dan mengenai Sphincter Oddi. Sehingga pada keadaan

dimana kandung empedu lumpuh, cairan empedu akan tetap keluar

walaupun sedikit.

Pengosongan empedu yang lambat akibat gangguan neurologis

maupun hormonal memegang peran penting dalam perkembangan inti

batu.

6

Page 7: Referat Fitri Winda Sari kolelitiasis.docx

Sekresiliver dan pengosongan kandungempedu.

Komposisi Cairan Empedu

Komponen Dari hati Dari kandung emoedu

Air 97,5 gr/dl 92 gr/dl

Garam empedu 1,1 gr/dl 6 gr/dl

Bilirubin 0,04 gr/dl 0,3 gr/dl

Kolesterol 0,1 gr/dl 0,3-0,9 gr/dl

Asam-asam lemak 0,12 gr/dl 0,3-1,2 gr/dl

Lesitin 0,04 gr/dl 0,3 gr/dl

Na+ 145 mEq/liter 130 mEq/liter

K+ 5 mEq/liter 12 mEq/liter

Ca+ 5 mEq/liter 23 mEq/liter

Cl- 100 mEq/liter 25 mEq/liter

HCO3 28 mEq/liter 10 mEq/liter

a. Garam Empedu

Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada

dua macam yaitu : Asam Deoxycholat dan Asam Cholat.

Fungsi garam empedu adalah:

7

Page 8: Referat Fitri Winda Sari kolelitiasis.docx

Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat

dalam makanan, sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah

menjadi partikel-partikel kecil untuk dapat dicerna lebih lanjut.

Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol dan

vitamin yang larut dalam lemak.

Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-

kuman usus dirubah menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar

(90 %) garam empedu dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh

mukosa usus sedangkan sisanya akan dikeluarkan bersama feses dalam

bentuk lithocholat. Absorbsi garam empedu tersebut terjadi disegmen

distal dari ilium. Sehingga bila ada gangguan pada daerah tersebut

misalnya oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi garam empedu

akan terganggu.

b. Bilirubin

Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme

dan globin. Heme bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole

menjadi bilverdin yang segera berubah menjadi bilirubin bebas. Zat ini di

dalam plasma terikat erat oleh albumin. Sebagian bilirubin bebas diikat

oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80% oleh glukuronide. Bila terjadi

pemecahan sel darah merah berlebihan misalnya pada malaria maka

bilirubin yang terbentuk sangat banyak.

2.1.3Defenisi5.4

Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam

kandung empedu atau didalam duktus koledokus atau pada keduanya. Batu

kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk

suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.

8

Page 9: Referat Fitri Winda Sari kolelitiasis.docx

Batu yang terdapat dalam kandung empedu disebut kolelitiasis dan batu

yang terdapat dalam saluran empedu (ductus choledochus) disebut

koledokolitiasis.

Kolelitiasis memiliki ukuran,bentuk dan komposisi yang bervariasi.

Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun

terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor resiko,yaitu: obesitas, usia

lanjut, diet tinggi lemak dan genetik.

Sinonim kolelitiasis adalah batu empedu, gallstones, biliary calculus.

Namun istilah kolelitiasis lebih dimaksudkan untuk pembentukan batu di

dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan

beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di

dalam kandung empedu.

Batu dalam kandung empedu.

2.1.4 Epidemiologi1.5

Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% dan banyak menyerang

orang dewasa dan usia lanjut. Angka kejadian di Indonesia di duga tidak

9

Page 10: Referat Fitri Winda Sari kolelitiasis.docx

berbeda jauh dengan angka di negara lain di Asia Tenggara dan sejak tahu

1980-an agaknya berkaitan erat dengan cara diagnosis dengan ultrasonografi.

Dikenal tiga jenis batu empedu yaitu batu kolesterol , batu pigmen atau

batu bilirubin, yang terdiri dari kalsium bilirubnat dan batu campuran. Di

Negara barat 80% batu empedu adalah kolesterol, tetapi angka kejadian batu

pigmen semakin meningkat akhir- akhir ini. Sebaliknya di Asia timur , lebih

banyak batu pigmen dibanding dengan batu kolesterol. Di Negara barat batu

empedu banyak ditemukan mulai pada usia muda dibawah 30 tahun, meskipun

usia rata-rata tersering ialah 40-50 tahun. Jumlah penderita perempuan lebih

banyak dari laki-laki.

2.1.5 Faktor Resiko1.5.4

Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini.

Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar

kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain:

a. Jenis Kelamin

Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis

dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen

berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung

empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga

meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan

terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung

empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.

b. Usia

Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan

bertambahnya usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk

terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih

muda.

10

Page 11: Referat Fitri Winda Sari kolelitiasis.docx

c. Berat badan (BMI)

Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko

lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI

maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga

mengurasi garam empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan

kandung empedu.

d. Makanan

Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti

setelah operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur

kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung

empedu.

e. Riwayat keluarga

Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih

besar dibandingn dengan tanpa riwayat keluarga.

f. Aktifitas fisik

Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko

terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu

lebih sedikit berkontraksi.

g. Penyakit usus halus

Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah

crohn disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.

h. Nutrisi intravena jangka lama

Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak

terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang

melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi

meningkat dalam kandung empedu.

11

Page 12: Referat Fitri Winda Sari kolelitiasis.docx

2.1.6 Klasifikasi1.2.5

Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu

empedu di golongkankan atas 3 (tiga) golongan, yaitu:

a) Batu kolesterol

Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih

dari 70% kolesterol.

b) Batu kalsium bilirubinan (pigmen coklat)

Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan

mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama.

c) Batu pigmen hitam

Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti

bubuk dan kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi.

2.1.7Patofisiologi1.2.6.5

a. Patogenesis Bentukan Batu Empedu

Avni Sali tahun 1984 membagi batu empedu berdasarkan komponen

yang terbesar yang terkandung di dalamnya. Hal ini sesuai dengan

pembagian dari Tetsuo Maki tahun 1995 sebagai berikut:

a) Batu kolesterol dimana paling sedikit 50 % adalah kolesterol. Ini bisa

berupa sebagai:

Batu Kolesterol Murni

Batu Kombinasi

Batu Campuran (Mixed Stone)

b) Batu bilirubin dimana garam bilirubin kadarnya paling banyak, kadar

kolesterolnya paling banyak 25 %. Bisa berupa sebagai:

Batu Ca bilirubinat atau batu pigmen calcium

12

Page 13: Referat Fitri Winda Sari kolelitiasis.docx

Batu pigmen murni

c) Batu empedu lain yang jarang

Sebagian ahli lain membagi batu empedu menjadi:

Batu Kolesterol

Batu Campuran (Mixed Stone)

Batu Pigmen.

Batu Kolesterol

Pembentukan batu Kolesterol melalui tiga fase yaitu:

a. Fase Supersaturasi

Kolesterol, phospolipid (lecithin) dan garam empedu adalah

komponen yang tak larut dalam air. Ketiga zat ini dalam

perbandingan tertentu membentuk micelle yang mudah larut. Di

dalam kandung empedu ketiganya dikonsentrasikan menjadi lima

sampai tujuh kali lipat. Pelarutan kolesterol tergantung dari rasio

kolesterol terhadap lecithin dan garam empedu, dalam keadaan

normal antara 1 : 20 sampai 1 : 30. Pada keadaan supersaturasi

dimana kolesterol akan relatif tinggi rasio ini bisa mencapai 1 : 13.

Pada rasio seperti ini kolesterol akan mengendap.

Kadar kolesterol akan relatif tinggi pada keadaan sebagai berikut:

Peradangan dinding kandung empedu, absorbsi air, garam

empedu dan lecithin jauh lebih banyak.

Orang-orang gemuk dimana sekresi kolesterol lebih tinggi

sehingga terjadi supersaturasi.

Diet tinggi kalori dan tinggi kolesterol (western diet).

Pemakaian obat anti kolesterol sehingga mobilitas kolesterol

jaringan tinggi.

Pool asam empedu dan sekresi asam empedu turun misalnya

pada gangguan ileum terminale akibat peradangan atau

reseksi (gangguan sirkulasi enterohepatik).

13

Page 14: Referat Fitri Winda Sari kolelitiasis.docx

Pemakaian tablet KB (estrogen) sekresi kolesterol meningkat

dan kadar chenodeoxycholat rendah, padahal

chenodeoxycholat efeknya melarutkan batu kolesterol dan

menurunkan saturasi kolesterol. Penelitian lain menyatakan

bahwa tablet KB pengaruhnya hanya sampai tiga tahun.

b. Fase Pembentukan inti batu

Inti batu yang terjadi pada fase II bisa homogen atau

heterogen. Inti batu heterogen bisa berasal dari garam empedu,

calcium bilirubinat atau sel-sel yang lepas pada peradangan. Inti

batu yang homogen berasal dari kristal kolesterol sendiri yang

menghadap karena perubahan rasio dengan asam empedu.

c. Fase Pertumbuhan batu menjadi besar

Untuk menjadi batu, inti batu yang sudah terbentuk harus

cukup waktu untuk bisa berkembang menjadi besar. Pada keadaan

normal dimana kontraksi kandung empedu cukup kuat dan

sirkulasi empedu normal, inti batu yang sudah terbentuk akan

dipompa keluar ke dalam usus halus. Bila konstruksi kandung

empedu lemah, kristal kolesterol yang terjadi akibat supersaturasi

akan melekat pada inti batu tersebut.Hal ini mudah terjadi pada

penderita Diabetes Mellitus, kehamilan, pada pemberian total

parental nutrisi yang lama, setelah operasi trunkal vagotomi,

karena pada keadaan tersebut kontraksi kandung empedu kurang

baik. Sekresi mucus yang berlebihan dari mukosa kandung

empedu akan mengikat kristal kolesterol dan sukar dipompa

keluar. 

14

Page 15: Referat Fitri Winda Sari kolelitiasis.docx

Diagramfasetriangularterbentuknyabatu kolesterol

Batu bilirubin/Batu pigmen

Batu bilirubin dibagi menjadi dua kelompok yaitu:

a. Batu Calcium bilirubinat (batu infeksi).

b. Batu pigmen murni (batu non infeksi).

Pembentukan batu bilirubin terdiri dari 2 fase yaitu

a. Saturasi bilirubin

Pada keadaan non infeksi, saturasi bilirubin terjadi karena

pemecahan eritrosit yang berlebihan, misalnya pada malaria dan penyakit

Sicklecell. Pada keadaan infeksi saturasi bilirubin terjadi karena konversi

konjugasi bilirubin menjadi unkonjugasi yang sukar larut. Konversi terjadi

karena adanya enzim b glukuronidase yang dihasilkan oleh Escherichia

Coli. Pada keadaan normal cairan empedu mengandung glokaro 1,4 lakton

yang menghambat kerja glukuronidase.

b. Pembentukan inti batu

Pembentukan inti batu selain oleh garam-garam calcium dan sel

bisa juga oleh bakteri, bagian dari parasit dan telur cacing. Tatsuo Maki

melaporkan bahwa 55 % batu pigmen dengan inti telur atau bagian badan

15

Page 16: Referat Fitri Winda Sari kolelitiasis.docx

dari cacing ascaris lumbricoides. Sedangkan Tung dari Vietnam

mendapatkan 70 % inti batu adalah dari cacing tambang.

b. Patofisiologi Umum

Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan

berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigment dan batu

campuran. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung

> 50% kolesterol) atau batu campuran (batu yang mengandung 20-50%

kolesterol). Angka 10% sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana

mengandung < 20% kolesterol. Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu

antara lain adalah keadaan statis kandung empedu, pengosongan kandung empedu

yang tidak sempurna dan konsentrasi kalsium dalam kandung empedu.

Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu yang

terbentuk di dalam kandung empedu. Pada keadaan normal, asam empedu, lesitin

dan fosfolipid membantu dalam menjaga solubilitas empedu. Bila empedu

menjadi bersaturasi tinggi (supersaturated) oleh substansi berpengaruh

(kolesterol, kalsium, bilirubin), akan berkristalisasi dan membentuk nidus untuk

pembentukan batu. Kristal yang yang terbentuk dalam kandung empedu,

kemuadian lama-kelamaan kristal tersubut bertambah ukuran,beragregasi,

melebur dan membetuk batu. Faktor motilitas kandung empedu, biliary stasis, dan

kandungan empedu merupakan predisposisi pembentukan batu empedu.

2.1.8Manifestasi Klinis1.5

Penderita batu kandung empedu baru memberi keluhan bila batu tersebut

bermigrasi menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus, sehingga gambaran

klinisnya bervariasi dari yang tanpa gejala (asimptomatik), ringan sampai berat

karena adanya komplikasi.

Dijumpai nyeri di daerah hipokondrium kanan, yang kadang-kadang

disertai kolik bilier yang timbul menetap/konstan. Rasa nyeri kadang-kadang

dijalarkan sampai di daerah subkapula disertai nausea, vomitus dan dyspepsia,

16

Page 17: Referat Fitri Winda Sari kolelitiasis.docx

flatulen dan lain-lain. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan

hipokondrium kanan, dapat teraba pembesaran kandung empedu dan tanda

Murphy positif. Dapat juga timbul ikterus. Ikterus dijumpai pada 20 % kasus,

umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila kadar bilirubin tinggi,

perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra hepatic.

Kolik bilier merupakan keluhan utama pada sebagian besar pasien. Nyeri

viseral ini berasal dari spasmetonik akibat obstruksi transient duktus sistikus oleh

batu. Dengan istilah kolik bilier tersirat pengertian bahwa mukosa kandung

empedu tidak memperlihatkan inflamasi akut.

Kolik bilier biasanya timbul malam hari atau dini hari, berlangsung lama

antara 30–60 menit, menetap, dan nyeri terutama timbul di daerah epigastrium.

Nyeri dapat menjalar ke abdomen kanan, ke pundak, punggung, jarang ke

abdomen kiri dan dapat menyerupai angina pektoris. Kolik bilier harus dibedakan

dengan gejala dispepsia yang merupakan gejala umum pada banyak pasien dengan

atau tanpa kolelitiasis.

Diagnosis dan pengelolaan yang baik dan tepat dapat mencegah terjadinya

komplikasi yang berat. Komplikasi dari batu kandung empedu antara lain

kolesistitis akut, kolesistitis kronis, koledokolitiasis, pankreatitis, kolangitis,

sirosis bilier sekunder, ileus batu empedu, abses hepatik dan peritonitis karena

perforasi kandung empedu. Komplikasi tersebut akan mempersulit

penanganannya dan dapat berakibat fatal.

Sebagian besar (90–95%) kasus kolesititis akut disertai kolelitiasis dan

keadaan ini timbul akibat obstruksi duktus sistikus yang menyebabkan

peradangan organ tersebut. 

Pasien dengan kolesistitis kronik biasanya mempunyai kolelitiasis dan

telah sering mengalami serangan kolik bilier atau kolesistitis akut. Keadaan ini

menyebabkan penebalan dan fibrosis kandung empedu dan pada 15 % pasien

disertai penyakit lain seperti koledo kolitiasis, panleneatitis dan kolongitis. 

Batu kandung empedu dapat migrasi masuk ke duktus koledokus melalui

duktus sistikus (koledokolitiasis sekunder) atau batu empedu dapat juga terbentuk

di dalam saluran empedu (koledokolitiasis primer). Perjalanan penyakit

17

Page 18: Referat Fitri Winda Sari kolelitiasis.docx

koledokolitiasis sangat bervariasi dan sulit diramalkan yaitu mulai dari tanpa

gejala sampai dengan timbulnya ikterus obstruktif yang nyata. 

Batu saluran empedu (BSE) kecil dapat masuk ke duodenum spontan

tanpa menimbulkan gejala atau menyebabkan obstruksi temporer di ampula vateri

sehingga timbul pankreatitis akut dan lalu masuk ke duodenum (gallstone

pancreatitis). BSE yang tidak keluar spontan akan tetap berada dalam saluran

empedu dan dapat membesar. Gambaran klinis koledokolitiasis didominasi

penyulitnya seperti ikterus obstruktif, kolangitis dan pankreatitis.

Manifestasi klinis yang umum terjadi

3.1.9 Diagnosis1.5.7.4

a. Anamnesis

Setengah sampai dua pertiga penderita kolelitiasis adalah

asimtomatis. Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepdia yang kadang

disertai intoleran terhadap makanan berlemak. Pada yang simtomatis,

keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas

atau perikondrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin

berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa

18

Page 19: Referat Fitri Winda Sari kolelitiasis.docx

jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada

30% kasus timbul tiba-tiba.

Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke

puncak bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat

penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan

antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah

pada waktu menarik nafas dalam.

b. Pemeriksaan Fisik

Batu kandung empedu

Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan

komplikasi, seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau

umum, hidrop kandung empedu, empiema kandung empedu, atau

pangkretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan

punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda

Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita

menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang

tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik

nafas.

Batu saluran empedu

Baru saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase

tenang. Kadang teraba hati dan sklera ikterik. Perlu diktahui bahwa

bila kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl, gejal ikterik tidak jelas.

Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, akan timbul

ikterus klinis.

c. Pemeriksaan Penunjang

- Pemeriksaan laboratorium

Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak

menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi

19

Page 20: Referat Fitri Winda Sari kolelitiasis.docx

peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma

mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat

penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang

tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar

fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya

meningkat sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut.

a. Pemeriksaan radiologis

Foto polos Abdomen

Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran

yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang

bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung

cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto

polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang

membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai

massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran

udara dalam usus besar, di fleksura hepatica.

20

Page 21: Referat Fitri Winda Sari kolelitiasis.docx

Foto rontgen pada kolelitiasis

Ultrasonografi (USG)

Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan

sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu

dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik.

Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang

menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh

peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus

koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara

di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada

batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan

palpasi biasa.

21

Page 22: Referat Fitri Winda Sari kolelitiasis.docx

Hasil USG pada kolelitiasis

Kolesistografi

Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras

cukup baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat

untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan

ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus

paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi

pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut

22

Page 23: Referat Fitri Winda Sari kolelitiasis.docx

kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral

lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.

Endoscopic Retrograde Cholangiopnacreatography (ERCP)

Pemeriksaan ERCP memungkinkan visualisasi struktur secara

langsung yang hanya dapat dilihat pada saat melakukan

laparotomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat-optik

yang fleksibel ke dalam esophagus hingga mencapai duodenum

pasrs desenden.Sebuah kanula dimasukkan ke dalam duktus

koledokus dan duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras

disuntikkan ke dalam duktus tersebut untuk memungkinkan

visualisasi serta evaluasi percabangan bilier. ERCP juga

memungkinkan visualisasi langsung struktur ini dan memudahkan

akses ke dalam duktus koledokus bagian distal untuk mengambil

batu empedu.

ERCP Kolelithiasis

Computed Tomografi (CT)

CT scan juga merupakan metode pemeriksaan yang akurat untuk

menentukan adanya batu empedu, pelebaran saluran empedu dan

koledokolitiasis. Walaupun demikian, teknik ini jauh lebih mahal

dibanding S.

23

Page 24: Referat Fitri Winda Sari kolelitiasis.docx

Gambar 2.6. CT-Scan Kolelithiasis

Magnetic resonance imaging (MRI) with magnetic resonance

cholangiopancreatography (MRCP)

MRI-MRCP Kolelithiasis

3.1.10 Penatalaksanaan4.5.7.8

Non Bedah

Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan

pengobatan. Nyeri yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi

dengan menghindari atau mengurangi makanan berlemak.Selain

itutatalaksana non bedah terdiri dari atas lisis batu dan pengeluaran

secara endoskopik. Selain itu dapat dilakukan pencegahan kolelitiasis

pada orang yang cenderung memiliki empedu litogenik dengan

mencegah infeksi dan menurunkan kadar kolesterol serum dengan cara

mengurangi asupan atau menghambat sintesis kolesterol. Obat

24

Page 25: Referat Fitri Winda Sari kolelitiasis.docx

golongan statin dikenal dapat menghambat enzim HMG-CoA

reduktase.

Lisis batu

Disolusi batu dengan sediaan garam empedu kolelitolitik

mungkin berhasil pada batu kolesterol. Terapi berhasil pada

separuh penderita dengan pengobatan selama satu sampai dua

tahun. Lisis kontak melalui kateter perkutan kedalam kandung

empedu dengan metilbutir eter berhasil setelah beberapa jam.

Terapi ini merupakan terapi invasive tetapi kerap disertai penyulit.

Pembedahan memang dilakukan untuk batu kandung

empedu yang simtomatik. Masalahnya, perlu ditetapkan apakah

akan dilakukan kolesistektomi profilaksis secara efektif pada yang

asimtomatik. Indikasi kolesistektomi elektif konvensional maupun

laparoskopik adalah kolelitiasis asimtomatik pada penderita

diabetes mellitus karena serangan kolelitiasis akut dapat

menimbulkan komplikasi berat. Indikasi lain adalah kandung

empedu yang tidak terlihat pada kolesistografi oral, yang

menandakan stadium lanjut, atau kandung empedu dengan batu

besar, berdiameter lebih dari 2 cm karena batu yang besar lebih

sering menimbulkan kolesistitis akut disbanding dengan batu yang

lebih kecil. Indikasi lain asalah klasifikasi kandung empedu karena

dihubungkan dengan kejhadian karsinoma. Pada semua keadaan

tersebut dianjurkan kolesistektomi

.

Pengeluaran secara endoskopik.

Apabila setelah tindakan diatas keadaan umum tidak

membaik atau kondisi penderita malah semakin memburuk, dapat

dilakukan sfingterotomi endoskopik untuk menyalir empedu dan

25

Page 26: Referat Fitri Winda Sari kolelitiasis.docx

nanah dan membersihkan duktus koledokus dari batu. Kadang

dipasang pipa nasobilier.

Cara ini juga berhasil melalui sfingterotomisfingter Oddi di

papilla Vater, yang memungkinkan batu keluar secara spontan

atauu melalui kateter Fogarty atau kateter basket. Indikasi lain dari

sfingterotomi endoskopik ialah adanya riwayat kolesistektomi.

Apabila batu duktus koledokus besar, yaitu berdiameter lebih dari

2 cm, sfingterotomi endoskopik mungkin tidak dapat

mengeluarkan batu ini. Pada penderita ini dianjurkan litotripsi

lebih dahulu untuk mengeluarkan batu duktus koledokus secara

mekanik melalui papilla vater dengan alat ultrasonic atau laser.

Umumnya penghancuran ini dilakukan bersama-sama atau

dilengkapi dengan sfingterotomi endoskopik.

Penyaliran bilier transhepatik perkutan (percutaneous

transhepatic biliar drainage= PTBD) biasanya bersifat darurat dan

sementara sebagai salah satu alternative untuk mengatasi sepsis

pada kolangitis berat, atau mengurangi ikterus berat pada obstruksi

saluran empedu distal karena keganasan. Pada pasien dengan pipa

T pada saluran empedu dapat juga dimasukkan koledoskop dari

luar untuk membantu mengambil batu intrahepatik.

Pada Koledokolitiasis.

Penderita yang menunjukkan gejala kolangitis akut harus

dirawat dan dipuasakan. Apabila ada distensi perut, dipasang pipa

lambung. Dilakukan koreksi gangguan keseimbangan cairan dan

elektrolit, penanganan syok, pemberian antibiotika sistemik dan

pemberian vitamin K sistemik kalau ada koagulapati. Biasanya

keadaan umum dapat diperbaiki dalam waktu 24-48 jam.

Bedah

26

Page 27: Referat Fitri Winda Sari kolelitiasis.docx

Pilihan penatalaksanaan bedah antara lain:

a) Kolesistektomi terbuka

Operasi ini merupakan standar terbaik untuk

penanganan pasien denga kolelitiasis simtomatik. Komplikasi

yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus

biliar;is yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang

dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang

paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris

rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.

b) Kolesistektomi laparaskopi

Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik

tanpa adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya

pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada

pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus

koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan

prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di

rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat

kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah

yang belum terpecahkan adalah kemanan dari prosedur ini,

berhubungan dengan insiden komplikasi seperti cedera duktus

biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama

kolesistektomi laparaskopi.

27

Page 28: Referat Fitri Winda Sari kolelitiasis.docx

Tindakan kolesistektomi

c) Disolusi medis

Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah

digunakan adalah angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang

dikeluarkan. Zat disolusi hanya memperlihatkan manfaatnya untuk

batu empedu jenis kolesterol. Penelitian prospektif acak dari asam

xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa disolusi dan

hilangnnya batu secara lengkap terjadi sekitar 15%. Jika obat ini

dihentikan, kekambuhan batu tejadi pada 50% pasien.

d) Disolusi kontak

Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut

kolesterol yang poten (metil-ter-butil-eter (MTBE)) ke dalam

kandung empedu melalui kateter yang diletakkan per kutan telah

terlihat efektif dalam melarutkan batu empedu pada pasien-pasien

28

Page 29: Referat Fitri Winda Sari kolelitiasis.docx

tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka

kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5 tahun).

e) Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)

Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu,

analisis biaya-manfaat pad saat ini memperlihatkan bahwa

prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar

dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.

f) Kolesistotomi

Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia lokal

bahkan di samping tempat tidur pasien terus berlanjut sebagai

prosedur yang bermanfaat, terutama untuk pasien yang sakitnya

kritis.

Alternatif

Ada suatu terapi alternatif yang dinamakan “gallbladder flush”

atau “liver flush”. Jadi dalam terapi ini, kita minum 4 gelas “apple

cider” dan makan 5 buah apel per hari selama 5 hari, lalu segera

setelah itu mengonsumsi magnesium dan kemudian minum jus lemon

atau anggur yang dicampur minyak olive sebelum tidur. Paginya, kita

akan mengeluarkan kotoran berwarna hijau dan sesuatu yang berwarna

coklat (yang diyakini merupakan batunya) tanpa rasa sakit.

3.1.11 Komplikasi1.5.4

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis:

a. Asimtomatik

b. Obstruksi duktus sistikus

c. Kolik bilier

d. Kolesistitis akut

29

Page 30: Referat Fitri Winda Sari kolelitiasis.docx

Empiema

Perikolesistitis

Perforasi

e. Kolesistitis kronis

Hidrop kandung empedu

Empiema kandung empedu

Fistel kolesistoenterik

Ileus batu empedu (gallstone ileus)

Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya

makanan mengakibatkan/menghasilkan kontraksi kandung empedu,

sehingga batu yang tadi ada dalam kandung empedu terdorong dan dapat

menutupi duktus sistikus, batu dapat menetap ataupun dapat terlepas lagi.

Apabila batu menutupi duktus sitikus secara menetap maka mungkin akan

dapat terjadi mukokel, bila terjadi infeksi maka mukokel dapat menjadi

suatu empiema, biasanya kandung empedu dikelilingi dan ditutupi oleh

alat-alat perut (kolon,omentum), dan dapat juga membentuk suatu fistel

kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus dapat juga berakibat

terjadinya kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan

nekrosis sebagian dinding (dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan dapat

membentuk suatu fistel kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi perforasi

kandung empedu yang berakibat terjadinya peritonitis generalisata.

Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus

pada saat kontraksi dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju

sampai duktus koledokus kemudian menetap asimtomatis atau kadang

dapat menyebabkan kolik. Batu yang menyumbat di duktus koledokus

juga berakibat terjadinya ikterus obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan

pankretitis.

30

Page 31: Referat Fitri Winda Sari kolelitiasis.docx

Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui

terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar

dapat menyumbat pad bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan

menimbulkan ileus obstruksi.

3.1.12 Pencegahan1.5.4

Pada kasus kolelitiasis jumlah kolesterol dalam empedu ditentukan

oleh jumlah lemak yang dimakan karena sel-sel hepatik mensintesis

kolesterol dari metabolisme lemak, sehingga pasien dianjurkan atau

dibatasi dengan makanan cair rendah lemak. Menghindari kolesterol yang

tinggi terutama yang berasal dari lemak hewani. Suplemen bubuk tinggi

protein dan karbohidrat dapat diaduk ke dalam susu skim dan adapun

makanan tambahan seperti: buah yang dimasak, nasi ketela, daging tanpa

lemak, sayuran yang tidak membentuk gas, roti, kopi atau teh.

31

Page 32: Referat Fitri Winda Sari kolelitiasis.docx

BAB III

KESIMPULAN

Batu kolesterol merupakan yang tersering ditemukan dengan kandungan

kolesterol lebih dari70%.Wanita memiliki resiko lebih tinggi mengalami batu

empedu dibandingkan laki-laki, hal ini dipengaruhi oleh kadar estrogen pada

wanita. Batu empedu dapat ditemukan di dalam kandung empedu itu sendiri, atau

dapat juga ditemukan disaluran-saluran empedu, seperti duktus sistikus atau

duktus koleduktus. Sekitar 80% pasien dengan batu empedu, biasanya

asimptomatik.

Manifestasi dari batu empedu bervariasi, dua pertiga penderita batu

empedu asimtomatik dan selebihnya dapat berupa kolik bilier yang berlangsung

selama 30-60 menit dan kurang dari 12 jam, lokasi nyeri pada perut atas atau

epigastrium. Nyeri dapat menjalar ke abdomen kanan, ke pundak, punggung,

jarang ke abdomen kiri.

Gejala kolik terjadi apabila terjadi sumbatan pada duktus sistikus atau

duktus koledokus. Dan gejala akan semakin parah jika sudah terjadi komplikasi

seperti kolesistitis, hirops kandung empedu dan empiema.

32

Page 33: Referat Fitri Winda Sari kolelitiasis.docx

Daftar Pustaka

1. Lesmana, Layrentius A. Penyakit Batu Empedu. Dalam: Sudoyo, Aru W,

dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jilid 1. Jakarta: Pusat

Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI.Hal. 479-480

2. Guyton, Hall, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11, Jakarta :

EGC.2008. HAL : 908

3. Dharma Adji. Richard Snell AnatomiKlinik. Edisi ke-3. Jakarta :

EGC.1997.hal. 264-6

4. Hadi Sujono. Gastrienterologi.Edisi ke-7.Bandung : PT.Alumni

Bandung.2002, Hal.402

5. De Jong Wim. BukuAjarIlmuBedah. Edisi ke-2. Jakarta :

EGC.2004.hal.570-7

6. HartantoHuriawati, Susi Natalia, Wulansari Pita.

Patofisiologi :KonsepKlinis Proses-Proses Penyakit. Edisi Ke-6.

Vol.1.Jakarta: EGC.2003.hal.502-3

7. Vorcick Linda. Gallstones. Medline Plus (serial Online). 03-12-

2015Diunduhdari URL :

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000273.htm

8. Heuman M. Dauglass. Cholelithiasis. WebMed (serial online).03-12-

2015.Diunduhdari

URL :http://www.webmd.com/digestive-disorders/tc/gallstones-topic-

overview

9. Ekayuda, Iwan. RadiologiDiagnostik. Edisi ke-2.

Jakarta :balaiPenerbitFakultasKedokteran UI.2005.hal.279, 465-6.

10. Sjamsuhidayat R, de Jong W. Kolelitiasis. Dalam : Buku Ajar Ilmu Bedah.

Edisi 3. 2010. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 674-682.

33

Page 34: Referat Fitri Winda Sari kolelitiasis.docx

34