referat koleraaa

4
1. Faktor Resiko (Depkes RI, 2009). -. Sanitasi yang kurang baik (tidak memakai jamban saat buang air besar). -. Menggunakan air tidak bersih. -. Minum air mentah, makan sayuran, ikan, dan kerang yang tidak matang. -. Menggunakan perabotan rumah dengan orang yang terinfeksi kolera. 2. Tanda dan Gejala (Depkes RI, 2009). -. Gejala dimulai 1-3 hari setelah infeksi bakteri. -. Diare encer tanpa didahului rasa mulas atau tenesmus. -. Diare seperti air cucian beras. -. Pada kasus yang berat dapat kehilangan cairan, yang mengakibatkan dehidrasi, lemah, penurunan produksi urine, mata cekung, dan kulit jari tangan keriput. 3. Penegakan Diagnosis 1. Gejala Klinik Kolera yang tipik dan berat dapat dikenali dengan berak yang sering tanpa mulas, diikuti dengan muntah-muntah tanpa mual, cairan tinja seperti air cucian beras, suhu tubuh yang tetap normal atau menurun dan cepat bertambah buruknya keadaan

Upload: david-santoso

Post on 27-Oct-2015

18 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: referat koleraaa

1. Faktor Resiko (Depkes RI, 2009).

-. Sanitasi yang kurang baik (tidak memakai jamban saat buang air besar).

-. Menggunakan air tidak bersih.

-. Minum air mentah, makan sayuran, ikan, dan kerang yang tidak matang.

-. Menggunakan perabotan rumah dengan orang yang terinfeksi kolera.

2. Tanda dan Gejala (Depkes RI, 2009).

-. Gejala dimulai 1-3 hari setelah infeksi bakteri.

-. Diare encer tanpa didahului rasa mulas atau tenesmus.

-. Diare seperti air cucian beras.

-. Pada kasus yang berat dapat kehilangan cairan, yang mengakibatkan dehidrasi, lemah,

penurunan produksi urine, mata cekung, dan kulit jari tangan keriput.

3. Penegakan Diagnosis

1. Gejala Klinik

Kolera yang tipik dan berat dapat dikenali dengan berak yang sering tanpa mulas, diikuti

dengan muntah-muntah tanpa mual, cairan tinja seperti air cucian beras, suhu tubuh yang

tetap normal atau menurun dan cepat bertambah buruknya keadaan pasien dengan gejala-

gejala akibat dehidrasi, renjatan sirkulasi dan asidosis yang jelas (Soemarsono, 2009).

2. Pemeriksaan Fisik

Adanya tanda-tanda dehidrasi yaitu keadaan turgor kulit menurun, mata cekung, mulut

kering, denyut nadi lemah, takikardi, kulit dingin, sianosis, dan kehilangan berat badan

(Soemarsono, 2009).

3. Kultus Bakteri

Page 2: referat koleraaa

Diagnosis pasti kolera dengan cara mengisolasi Vibrio cholera dari tinja penderita

(Soemarsono, 2009).

4. Pemeriksaan Darah

Pada darah lengkap, angka leukosit meningkat, bikarbonat didalam plasma menurun, dan

pemeriksaan elektrolit untuk menentukan gangguan keseimbangan asam basa (Soemarsono,

2009).

4. Patogenesis

Setelah Vibrio tertelan, harus melewati asam lambung, apabila berhasil Vibrio akan membentuk

koloni di usus kecil dibagian epitel dalam lapisan mukosa. Perlekatan diperantarai oleh Toxin

Coregulated Pilus (TCP) (Gomez, 1992).

Toksin kolera merupakan toksin protein yang terutama menimbulkan diare cair. Toksin kolera

tersusun atas enzimatikmonomerik (subunit A) dan sebagian ikatan pentamerik (subunit B)

(Gomez, 1992).

Pentamer B berikatan pada ganglioside G M1, suatu reseptor glikolipid pada permukaan sel

epitel jejenum, dan kemudian mengirim sub unit A ke target. Sub unit A aktif dan memindahkan

secara ireversibel ribose ADP dan Nikotinamid Adenin Dinukleotida (NAD) ke target protein

spesifiknya. Komponen pengaturan ikatan GTP dari adenilat siklase dalam sel epitel usus. Ketika

rebosilasi ADP yang disebut protein G menaikan pengaturan sub unit katalitik siklase, hasilnya

adalah tingginya kadar CAMP dalam akumulasi intraseluler (Gomez, 1992).

CAMP sebaliknya akan menghambat sistem transport ekskresi florida dalam sel kriptus sehingga

menimbulkan akumulasi natrium klorida dalam lumen usus. Sejak air bergerak pasif untuk

mempertahankan osmolitas, cairan isotonic terakumulasi dalam lumen. Ketika volume cairan

melebihi kapasitas penyerapan usus, maka akan terjadi diare cair. Cairan diare yang hilang

bersifat isotonis terhadap plasma dan relative mengandung konsentrasi tinggi bikarbonat dan

kalium. Kehilangan cairan dengan cara demikian akan mengakibatkan deficit isotonis natrium

dalam air, asidosis terjadi karena deficit biasa dan pengosongan kalium. Jika cairan dan elektrolit

yang keluar tidak diganti secara adekuat, maka dapat terjadi syok karena dehidrasi berat dan

asidosis karena kehilangan bikarbonat (Gomez, 1992).

Page 3: referat koleraaa

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Buku Pedoman Pengendalian Penyakit Diare.

Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Gomez, H., Cleary, T. 1992. Kolera. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : EGC.

Soemarsono, 2009. Kolera. In : Sudoyo, AW., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, MK.,

Setiati, S., ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu

Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia.