referat jun
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Telinga adalah salah satu alat indra yang memiliki fungsi untuk mendengar
suara yang ada di sekitar kita sehingga kita dapat mengetahui / mengidentifikasi apa
yang terjadi di sekitar kita tanpa harus melihatnya dengan mata kepala kita sendiri.
Dalam praktek sehari-hari banyak pasien mengeluhkan masalah pada bagian telinga,
oleh sebab itu diperlukan pengetahuan akan anatomi serta fisiologi telinga. Anatomi
dan fisiologi ini perlu dipahami untuk dapat menjelaskan secara detail posisi atau
letak terjadinya kelainan, maupun fungsi dari organ-organ yang terkait didalamnya.
Salah satu fungsi dari telinga adalah fungsi pendengaran, apabila pendengaran itu
terganggu maka akan mengakibatkan gangguan dengar atau tuli. 1, 2
Audiometri adalah pengukuran pendengaran yang meliputi besar gangguan
pendengaran (derajat gangguan dengar) dan lokalisasi gangguan dengar yaitu
membedakan antara kelainan di telinga tengah, kohlea atau retrokohlear.
Terdapat tiga tujuan dalam penilaian klinis pendengaran yaitu : perkiraan
ambang dengar, diferensiasi gangguan pendengaran konduktif dengan
gangguan pendengaran sensorineural, dan identifikasi gangguan pendengaran non
organik.
Pada referat ini akan dibahas mengenai pemeriksaan pendengaran sederhana,
subjektif, dan pemeriksaan pendengaran objektif. Hasil pemeriksaan pendengaran ini
akan menghasilkan pendengaran normal, gangguan dengar konduktif dan gangguan
dengar sensorineural (kohlear dan retrokohlear).
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI TELINGA
Telinga adalah alat indra yang memiliki fungsi untuk mendengar suara yang
ada di sekitar kita sehingga kita dapat mengetahui / mengidentifikasi apa yang terjadi
di sekitar kita tanpa harus melihatnya dengan mata kepala kita sendiri. Orang yang
tidak bisa mendengar disebut tuli. Telinga kita terdiri atas tiga bagian yaitu bagian
luar, bagian tengah dan bagian dalam. 1, 2
Gambar Telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam
1. Telinga Luar
Telinga luar terdiri atas auricula dan meatus akustikus eksternus. Auricula
mempunyai bentuk yang khas dan berfungsi mengumpulkan getaran udara, auricula
terdiri atas lempeng tulang rawan elastis tipis yang ditutupi kulit. Auricula juga
mempunyai otot intrinsic dan ekstrinsik, yang keduanya dipersarafi oleh N.facialis.4, 5
2
Gambar Bagian-bagian dari auricula telinga luar.
Yang kedua adalah meatus akustikus eksternus atau dikenal juga dengan liang
telinga luar. Meatus akustikus eksternus merupakan sebuah tabung berkelok yang
menghubungkan auricula dengan membran timpani. Pada orang dewasa panjangnya
lebih kurang 1 inchi atau kurang lebih 2,5 cm, dan dapat diluruskan untuk
memasukkan otoskop dengan cara menarik auricula ke atas dan belakang. Pada anak
kecil auricula ditarik lurus ke belakang, atau ke bawah dan belakang. Bagian meatus
yang paling sempit adalah kira-kira 5 mm dari membran timpani.1, 4, 5
Rangka sepertiga bagian luar meatus adalah kartilago elastis, dan dua pertiga
bagian dalam adalah tulang yang dibentuk oleh lempeng timpani. Meatus dilapisi
oleh kulit, dan sepertiga luarnya mempunyai rambut, kelenjar sebasea, dan glandula
seruminosa. Glandula seruminosa ini adalah modifikasi kelenjar keringat yang
menghasilkan sekret lilin berwarna coklat kekuningan. Rambut dan lilin ini
merupakan barier yang lengket, untuk mencegah masuknya benda asing.1, 2, 4, 5
2. Telinga Tengah
Telinga tengah adalah ruang berisi udara di dalam pars petrosa ossis
temporalis yang dilapisi oleh membrana mukosa. Ruang ini berisi tulang-tulang
3
pendengaran yang berfungsi meneruskan getaran membran timpani (gendang telinga)
ke perilympha telinga dalam. Kavum timpani berbentuk celah sempit yang miring,
dengan sumbu panjang terletak lebih kurang sejajar dengan bidang membran timpani.
Di depan, ruang ini berhubungan dengan nasopharing melalui tuba auditiva dan di
belakang dengan antrum mastoid.4,5
Membran timpani adalah membrana fibrosa tipis yang berwarna kelabu
mutiara. Membran ini terletak miring, menghadap ke bawah, depan, dan lateral.
Permukaannya konkaf ke lateral. Pada dasar cekungannya terdapat lekukan kecil,
yaitu umbo, yang terbentuk oleh ujung manubrium mallei. Bila membran terkena
cahaya otoskop, bagian cekung ini menghasilkan "refleks cahaya", yang memancar
ke anterior dan inferior dari umbo.4, 5
Gambar Membran Timpani
Di bagian dalam rongga ini terdapat 3 jenis tulang pendengaran yaitu tulang
maleus, inkus dan stapes. Ketiga tulang ini merupakan tulang kompak tanpa rongga
sumsum tulang.5
Ada 2 otot kecil yang berhubungan dengan ketiga tulang pendengaran. Otot
tensor timpani terletak dalam saluran di atas tuba auditiva, tendonya berjalan mula-mula
ke arah posterior kemudian mengait sekeliling sebuah tonjol tulang kecil untuk melintasi
rongga timpani dari dinding medial ke lateral untuk berinsersi ke dalam gagang maleus.
4
Tendo otot stapedius berjalan dari tonjolan tulang berbentuk piramid dalam dinding
posterior dan berjalan anterior untuk berinsersi ke dalam leher stapes. Otot-otot ini
berfungsi protektif dengan cara meredam getaran-getaran berfrekuensi tinggi.2,4,5
Tuba eustachius terbentang dart dinding anterior kavum timpani ke bawah,
depan, dan medial sampai ke nasopharynx. Sepertiga bagian posteriornya adalah
tulang dan dua pertiga bagian anteriornya adalah cartilago. Tuba berhubungan dengan
nasopharynx dengan berjalan melalui pinggir atas m. constrictor pharynges superior.
Tuba berfungsi menyeimbangkan tekanan udara di dalam cavum timpani dengan
nasopharing.4,5
3. Telinga Dalam
Telinga dalam terletak di dalam pars petrosa ossis temporalis, medial terhadap
telinga tengah dan terdiri atas (1) telinga dalam osseus, tersusun dari sejumlah rongga
di dalam tulang; dan (2) telinga dalam membranaceus, tersusun dari sejumlah saccus
dan ductus membranosa di dalam telinga dalam osseus. 4, 5
Gambar Telinga Dalam
Telinga dalam osseus terdiri atas tiga bagian: vestibulum, canalis
semicircularis, dan cochlea. Ketiganya merupakan rongga-rongga yang terletak di
dalam substantia kompakta tulang, dan dilapisi oleh endosteum serta berisi cairan
bening, yaitu perilympha, yang di dalamnya terdapat labyrinthus membranaceus.4,5
5
Vestibulum, merupakan bagian tengah telinga dalam osseus, terletak posterior
terhadap cochlea dan anterior terhadap canalis sennicircularis. Pada dinding lateral-
nya terdapat fenestra vestibuli yang ditutupi oleh basis stapedis dan ligamentum
annularenya, dan fenestra cochleae yang ditutupi oleh membran timpani sekunder. Di
dalam vestibulum terdapat sacculus dan utriculus telinga dalam membranaceus. 4,5
Ketiga canalis semicircularis, yaitu canalis semicircularis superior, posterior,
dan lateral bermuara ke bagian posterior vetibulum. Setiap canalis mempunyai sebuah
pelebaran di ujungnya disebut ampulla. Canalis bermuara ke dalam vestibulum
melalui lima lubang, salah satunya dipergunakan bersama oleh dua canalis. Di dalam
canalis terdapat ductus semicircularis. 1,2,5
Cochlea berbentuk seperti rumah siput, dan bermuara ke dalam bagian
anterior vestibulum. Umumnya terdiri atas satu pilar sentral, modiolus cochleae, dan
modiolus ini dikelilingi tabung tulang yang sempit sebanyak dua setengah putaran.
Setiap putaran berikutnya mempunyai radius yang lebih kecil sehingga bangunan
keseluruhannya berbentuk kerucut. Apex menghadap anterolateral dan basisnya ke
posteromedial. Putaran basal pertama dari cochlea inilah yang tampak sebagai
promontorium pada dinding medial telinga tengah.1,4,5
Telinga dalam membranaceus terletak di dalam telinga dalam osseus, dan
berisi endolympha dan dikelilingi oleh perilympha. telinga dalam membranaceus
terdiri atas utriculus dan sacculus, yang terdapat di dalam vestibulum osseus; tiga
ductus semicircularis, yang terletak di dalam canalis semicircularis osseus; dan ductus
cochlearis yang terletak di dalam cochlea. Struktur-struktur ini sating berhubungan
dengan bebas.2,4,5
Utriculus adalah yang terbesar dari dua buah saccus vestibuli yang ada, dan
dihubungkan tidak langsung dengan sacculus dan ductus endolymphaticus oleh
ductus utriculosaccularis.5
Sacculus berbentuk bulat dan berhubungan dengan utriculus, seperti sudah
dijelaskan di atas. Ductus endolymphaticus, setelah bergabung dengan ductus
utriculosaccularis akan berakhir di dalam kantung buntu kecil, yaitu saccus
6
endolymphaticus. Saccus ini terletak di bawah duramater pada permukaan posterior
pars petrosa ossis temporalis.3,6
4. Perdarahan Telinga
Perdarahan telinga terdiri dari 2 macam sirkulasi yang masing – masing secara
keseluruhan berdiri satu–satu memperdarahi telinga luar dan tengah, dan satu lagi
memperdarahi telinga dalam tampa ada satu pun anastomosis diantara keduanya. 4,5
Telinga luar terutama diperdarahi oleh cabang aurikulo temporal a.temporalis
superficial di bagian anterior dan dibagian posterior diperdarahi oleh cabang
aurikuloposterior a.karotis externa.4
Telinga tengah dan mastiod diperdarahi oleh sirkulasi arteri yang mempunyai
banyak sekali anastomosis. Cabang timpani anterior a.maxila externa masuk melalui
fisura retrotimpani. Melalui dinding anterior mesotimpanum juga berjalan
aa.karotikotimpanik yang merupakan cabang a.karotis ke timpanum .dibagian
superior, a.meningia media memberikan cabang timpanik superior yang masuk
ketelinga tengah melalui fisura petroskuamosa. A.meningea media juga memberikan
percabangan a.petrosa superficial yang berjalan bersama Nervus petrosa mayor
memasuki kanalis fasial pada hiatus yang berisi ganglion genikulatum. Pembuluh-
pembuluh ini beranastomose dengan suatu cabang a.auricula posterior yaitu
a.stilomastoid, yang memasuki kanalis fasial dibagian inferior melalui foramen
stilomastoid. Satu cabang dari arteri yang terakhir ini, a.timpani posterior berjalan
melalui kanalikuli korda timpani. Satu arteri yang penting masuk dibagian inferior
cabang dari a.faringeal asendenc.arteri ini adalah perdarahan utama pada tumor
glomus jugular pada telinga tengah. 2,4,5
Aliran vena telinga luar dan tengah dilakukan oleh pembuluh–pembuluh
darah yang menyertai arteri v.emisari mastoid yang menghubungkan kortek keluar
mastoid dan sinus lateral. Aliran vena telinga dalam dilakukan melalui 3 jalur
aliran .dari koklea putaran tengah dan apical dilakukan oleh v.auditori interna. Untuk
putaran basiler koklea dan vestibulum anterior dilakukan oleh v.kokhlear melalui
7
suatu saluran yang berjalan sejajar dengan akuadutus kokhlea dan masuk kedalam
sinus petrosa inferior. Suatu aliran vena ketiga mengikuti duktus endolimfa dan
masuk ke sinus sigmoid pleksus ini mengalirkan darah dari labirin posterior.4,5
5. Persarafan Telinga
Daun telinga dan liang telinga luar menerima cabang–cabang sensoris dari
cabang aurikulotemporal saraf ke–5 (N. Mandibularis) dibagian depan, dibagian
posterior dari Nervus aurikuler mayor dan minor, dan cabang–cabang Nervus
Glofaringeus dan Vagus. Cabang Nervus Vagus dikenal sebagai Nervus Arnold.
Stimulasi saraf ini menyebabkan reflek batuk bila teliga luar dibersihkan. Liang
telinga bagian tulang sebelah posterior superior dipersarafi oleh cabang sensorik
Nervus Fasial .4,5
Tuba auditiva menerima serabut saraf dari ganglion pterygopalatinum dan
saraf–saraf yang berasal dari pleksus timpanikus yang dibentuk oleh Nervus Cranialis
VII dan IX.4 M.tensor timpani dipersarafi oleh Nervus Mandibularis (Nervus
Cranial V3 ), sedangkan M.Stapedius dipersarafi oleh Nervus Fasialis.3
B. FISIOLOGI PENDENGARAN
Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Reseptor-reseptor
khusus untuk suara terletak di telinga dalam yang berisi cairan. Dengan demikian,
gelombang suara hantaran udara harus disalurkan ke arah dan dipindahkan ke telinga
dalam, dan dalam prosesnya melakukan kompensasi terhadap berkurangnya energi
suara yang terjadi secara alamiah sewaktu gelombang suara berpindah dari udara ke
air. Fungsi ini dilakukan oleh telinga luar dan telinga tengah.6
Daun telinga, mengumpulkan gelombang suara dan menyalurkannya ke
saluran telinga luar. Banyak spesies (anjing, contohnya) dapat memiringkan daun
telinga mereka ke arah sumber suara untuk mengumpulkan lebih banyak gelombang
suara, tetapi daun telinga manusia relatif tidak bergerak. Karena bentuknya, daun
telinga secara parsial menahan gelombang suara yang mendekati telinga dari arah
belakang dan, dengan demikian, membantu seseorang membedakan apakah suara
8
datang dari arah depan atau belakang.6
Lokalisasi suara untuk menentukan apakah suara datang dari kanan atau kiri
ditentukan berdasarkan dua petunjuk. Pertama, gelombang suara mencapai telinga
yang terletak lebih dekat ke sumber suara sedikit lebih cepat daripada gelombang
tersebut mencapai telinga satunya. Kedua, suara terdengar kurang kuat sewaktu
mencapai telinga yang terletak lebih jauh, karena kepala berfungsi sebagai sawar
suara yang secara parsial mengganggu perambatan gelombang suara. Korteks pen-
dengaran mengintegrasikan semua petunjuk tersebut untuk menentukan lokasi
sumber suara. Kita sulit menentukan sumber suara hanya dengan satu telinga.6,7
Membran timpani, yang teregang menutupi pintu masuk ke telinga tengah,
bergetar sewaktu terkena gelombang suara. Daerah-daerah gelombang suara yang
bertekanan tinggi dan rendah berselang-seling menyebabkan gendang telinga yang
sangat peka tersebut menekuk keluar-masuk seirama dengan frekuensi gelombang
suara.6
Telinga tengah memindahkan gerakan bergetar membran timpani ke cairan di
telinga dalam. Pemindahan ini dipermudah oleh adanya rantai yang terdiri dari tiga
tulang yang dapat bergerak atau osikula (maleus, inkus, dan stapes) yang berjalan
melintasi telinga tengah. Tulang pertama, maleus, melekat ke membran timpani, dan
tulang terakhir, stapes, melekat ke jendela oval, pintu masuk ke koklea yang berisi
cairan. Ketika membrana timpani bergetar sebagai respons terhadap gelombang suara,
rantai tulang-tulang tersebut juga bergerak dengan frekuensi sama, memindahkan
frekuensi gerakan tersebut dan membran timpani ke jendela oval. Tekanan di jendela
oval akibat setiap getaran yang dihasilkan menimbulkan gerakan seperti gelombang
pada cairan telinga dalam dengan frekuensi yang sama dengan frekuensi gelombang
suara semula. Namun, seperti dinyatakan sebelumnya, diperlukan tekanan yang lebih
besar untuk menggerakkan cairan. Terdapat dua mekanisme yang berkaitan dengan
sistem osikuler yang memperkuat tekanan gelombang suara dan udara untuk
menggetarkan cairan di koklea. Pertama, karena luas permukaan membran timpani
jauh lebih besar daripada luas permukaan jendela oval, terjadi peningkatan tekanan
9
ketika gaya yang bekerja di membrana timpani disalurkan ke jendela oval (tekanan
gaya/satuan luas). Kedua, efek pengungkit tulang-tulang pendengaran menghasilkan
keuntungan mekanis tambahan. Kedua mekanisme ini bersama-sama meningkatkan
gaya yang timbul pada jendela oval sebesar dua puluh kali lipat dari gelombang suara
yang langsung mengenai jendela oval. Tekanan tambahan ini cukup untuk
menyebabkan pergerakan cairan koklea.1,2,6,7
Bagian koklearis telinga dalam yang berbentuk seperti siput adalah suatu
sistem tubulus bergelung yang terletak di dalam tulang temporalis. Akan lebih mudah
untuk memahami komponen fungsional koklea, jika organ tersebut "dibuka
gulungannya", seperti diperlihatkan dalam. Di seluruh panjangnya, koklea dibagi
menjadi tiga kompartemen longitudinal yang berisi cairan. Duktus koklearis yang
buntu, yang juga dikenal sebagai skala media, membentuk kompartemen tengah.
Saluran ini berjalan di sepanjang bagian tengah koklea, hampir mencapai ujungnya.
Kompartemen atas, yakni skala vestibuli, mengikuti kontur bagian dalam spiral, dan
skala timpani, kompartemen bawah, mengikuti kontur luar spiral. Cairan di dalam
duktus koklearis disebut endolimfe. Skala vestibuli dan skala timpani keduanya
mengandung cairan yang sedikit berbeda, yaitu perilimfe. Daerah di luar ujung
duktus koklearis tempat cairan di kompartemen atas dan bawah berhubungan disebut
helikotrema. Skala vestibuli disekat dari rongga telinga tengah oleh jendela oval,
tempat melekatnya stapes. Lubang kecil berlapis membran lainnya, yakni jendela
bundar, menyekat skala timpani dari telinga tengah. Membrana vestibularis yang tipis
memisahkan duktus koklearis dari skala vestibuli. Membrana basilaris membentuk
lantai duktus koklearis, memisahkannya dari skala timpani. Membrana basilaris
sangat penting karena mengandung organ Corti, organ untuk indera pendengaran.6,7
Transmisi Gelombang Suara (a) Gerakan cairan di dalam perilimfe
ditimbulkan oleh getaran jendela oval mengikuti dua jalur: (1) melalui skala vestibuli,
mengitari helikotrema, dan melalui skala timpani, menyebabkan jendela bundar
bergetar; dan (2) "jalan pintas" dan skala vestibuli melalui membrana basilaris ke
skala timpani. Jalur pertama hanya menyebabkan penghamburan energi suara, tetapi
10
jalur kedua mencetuskan pengaktifan reseptor untuk suara dengan membengkokkan
rambut di sel-sel rambut sewaktu organ Corti pada bagian atas membrana basilaris
yang bergetar, mengalami perubahan posisi terhadap membrana tektorial di atasnya.
(b) Berbagai bagian dart membrana basilaris bergetar secara maksimal pada frekuensi
yang berbeda-beda. (c) Ujung membrana basilaris yang pendek dan kaku, yang
terletak paling dekat dengan jendela oval, bergetar maksimum pada nada berfrekuensi
tinggi. Membrana basilaris yang lebar dan lentur dekat helikotrema bergetar
maksimum pada nada-nada berfrekuensi rendah.6,7
Organ Corti, yang terletak di atas membrana basilaris, di seluruh panjangnya
mengandung sel-sel rambut, yang merupakan reseptor untuk suara. Sel-sel rambut
menghasilkan sinyal saraf jika rambut di permukaannya secara mekanis mengalami
perubahan bentuk berkaitan dengan gerakan cairan di telinga dalam. Rambut-rambut
ini secara mekanis terbenam di dalam membrana tektorial, suatu tonjolan mirip tenda-
rumah yang menggantung di atas, di sepanjang organ Corti.6
Gerakan stapes yang menyerupai piston terhadap jendela oval menyebabkan
timbulnya gelombang tekanan di kompartemen atas. Karena cairan tidak dapat
ditekan, tekanan dihamburkan melalui dua cara sewaktu stapes menyebabkan jendela
oval menonjol ke dalam: (1) perubahan posisi jendela bundar dan (2) defleksi
membrana basilaris. Pada jalur pertama, gelombang tekanan mendorong perilimfe ke
depan di kompartemen atas, kemudian mengelilingi helikotrema; dan ke kom-
partemen bawah, tempat gelombang tersebut menyebabkan jendela bundar menonjol
ke luar ke dalam rcngga telinga tengah untuk mengkompensasi peningkatan tekanan.
Ketika stapes bergerak mundur dan menarik jendela oval ke luar ke arah telinga
tengah, perilimfe mengalir dalam arah berlawanan, mengubah posisi jendela bundar
ke arah dalam. Jalur ini tidak menyebabkan timbulnya persepsi suara; tetapi hanya
menghamburkan tekanan.6,7
Gelombang tekanan frekuensi yang berkaitan dengan penerimaan suara
mengambil "jalan pintas". Gelombang tekanan di kompartemen atas dipindahkan
melalui membrana vestibularis yang tipis, ke dalam duktus koklearis, dan kemudian
11
melalui membrana basilaris ke kompartemen bawah, tempat gelombang tersebut
menyebabkan jendela bundar menonjol ke luar-masuk bergantian. Perbedaan utama
pada jalur ini adalah bahwa transmisi gelombang tekanan melalui membrana basilaris
menyebabkan membran ini bergerak ke atas dan ke bawah, atau bergetar, secara
sinkron dengan gelombang tekanan. Karena organ Corti menumpang pada membrana
basilaris, sel-sel rambut juga bergerak naik turun sewaktu membrana basilaris
bergetar. Karena rambut-rambut dari sel reseptor terbenam di dalam membrana
tektorial yang kaku dan stasioner, rambutrambut tersebut akan membengkok ke depan
dan belakang sewaktu membrana basilaris menggeser posisinya terhadap membrana
tektorial. Perubahan bentuk mekanis rambut yang maju-mundur ini menyebabkan
saluran-saluran ion gerbang-mekanis di sel-sel rambut terbuka dan tertutup secara
bergantian. Hal ini menyebabkan perubahan potensial depolarisasi dan hiperpolarisasi
yang bergantianpotensial reseptor—dengan frekuensi yang sama dengan rangsangan
suara semula.6,7
Sel-sel rambut adalah sel reseptor khusus yang berkomunikasi melalui sinaps
kimiawi dengan ujung-ujung serat saraf aferen yang membentuk saraf auditorius
(koklearis). Depolarisasi sel-sel rambut (sewaktu membrana basilaris bergeser ke
atas) meningkatkan kecepatan pengeluaran zat perantara mereka, yang menaikkan
kecepatan potensial aksi di serat-serat aferen. Sebaliknya, kecepatan pembentukan
potensial aksi berkurang ketika sel-sel rambut mengeluarkan sedikit zat perantara
karena mengalami hiperpolarisasi (sewaktu membrana basilaris bergerak ke
bawah).6,7
Dengan demikian, telinga mengubah gelombang suara di udara menjadi
gerakan-gerakan berosilasi membrana basilaris yang membengkokkan pergerakan
maju-mundur rambut-rambut di sel reseptor. Perubahan bentuk mekanis rambut-
rambut tersebut menyebabkan pembukaan dan penutupan (secara bergantian) saluran
di sel, reseptor, yang menimbulkan perubahan potensial berjenjang di reseptor,
sehingga mengakibatkan perubahan kecepatan pembentukan potensial aksi yang
merambat ke otak. Dengan cara ini, gelombang suara diterjemahkan menjadi sinyal
12
saraf yang dapat dipersepsikan oleh otak sebagai sensasi suara.6,7
C. GANGGUAN PENDENGARAN
1. Tuli Konduktif
Ada beberapa karakteristik yang ditemukan pada tuli konduktif, yang paling
utama adalah pasien dapat mendengar lebih baik dengan hantaran tulang
dibandingkan dengan hantaran udara, dan biasanya hantaran tulang mendekati
normal. Pada tuli konduktif murni hantaran tulang normal atau mendekati normal
karena tidak ada kerusakan di telinga dalam atau jaras pendengaran.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik bisa didapatkan beberapa karakteristik
dari tuli konduktif, yaitu :
1. anamnesis menunjukkan adanya riwayat keluar cairan dari telinga, atau
pernah mengalami infeksi telinga, bisa disertai dengan gangguan
pendengaran, atau tuli mendadak sesaat setelah mencoba membersihkan
telinga dengan jari.
2. Tinitus, digambarkan sebagai dengungan nada rendah
3. Apabila tuli bilateral, penderita biasanya berbicara dengan suara pelan,
terutama pada tuli yang disebabkan oleh otosklerosis.
4. Mendengar lebih baik pada tempat yang ramai ( paracusis of willis).
5. Pada saat mengunyah, pendengaran menjadi lebih terganggu.
6. Treshold hantaran tulang normal atau mendekati normal
7. Ditemukan Air bone gap (ABG)
8. Pada pemeriksaan otologis ditemukan adanya kelainan di canalis acusticus
externus, gendang telinga, atau telinga tengah. Kadang ditemukan gambaran
gelembung dan ‘fluid level’ di belakang gendang telinga.
9. Tidak ada kesulitan dalam komunikasi terutama bila suara cukup keras.
10. Tuli konduktif murni, maksimum sampai 70 dB
Apabila pada pemeriksaan aodiologis ditemukan adanya tuli konduktif, dan di
temukan obstruksi pada CAE, kemungkinan penyebab hal itu adalah :
13
- Aplasia congenital, tidak terbentuknya CAE pada saat lahir, akibat defek pada
pertumbuhan janin
- Traecher collins syndrome, tidak terbentuk daun telinga, CAE, gendang
telinga, dan tulang2 pendengaran
- Stenosis CAE
- Exostosis CAE, adanya penonjolan tulang yang menimbulkan obstruksi CAE
- Serumen
- Karsinoma CAE
- Kolaps CAE saat pemeriksaan audiometri
Apabila tidak ditemukan adanya obstruksi dari CAE, dan masih di temukan
adanya penurunan hantaran udara, segera di curigai keadaan dibawah ini :
- Infeksi : otitis eksterna, OMA, OMSK, perforasi membran tympani,
tympanosclerosis, otosklerosis
- Trauma : Hemotympanum
- Tumor di nasofaring
- alergi
Dari semua penyebab tuli konduktif, sebagian besar memiliki prognosis yang
baik. Cukup dengan pemberian medikamentosa dan tindakan pembedahan apabila
diperlukan, hampir semua keadaan tersebut bisa diperbaiki. 8
2. Tuli Sensorineural
Tuli sensorineural terbagi atas tuli sensorineural koklea dan retrokoklea. Tuli
sensorineural koklea disebabkan aplasia, labirintitis, intoksikasi obat ototoksik atau
alkohol. Dapat juga disebabkan tuli mendadak, trauma kapitis, trauma akustik, dan
pemaparan bising.5
Tuli sensorineural retrokoklea disebabkan neuroma akustik, tumor sudut
pons-serebelum, mieloma multipel, cedera otak, perdarahan otak, atau kelainan otak
lainnya.
14
Untuk membedakan tuli koklea dan tuli retrokoklea diperlukan pemeriksaan
audiologi khusus yang terdiri dari audiometri khusus (seperti tes Tone decay, tes
Short Increment Sensitivity Index {SISI}, tes Alternate Binaural Loudness Balance
{ABLB}, audiometri tutur, audiometri Bekessy), audiometri objektif (audiometri
impedans, elektrokokleografi, Brain Evoked Reponse Audiometry {BERA},
pemeriksaan tuli anorganik (tes Stenger, audiometri nada murni secara berulang,
impedans) dan pemeriksaan audiometri anak.5
Proses belajar mendengar pada bayi dan anak sangat kompleks dan bervariasi
karena menyangkut aspek tumbuh kembang, perkembangan embriologi, anatomi,
fisiologi, neurologi dan audiologi. Pada sisi lain pemeriksaan diharapkan dapat
mendeteksi gangguan pendengaran pada usia sedini mungkin.1
- Gangguan Pendengaran Pada Bayi dan Anak
Gangguan pendengaran pada bayi dan anak kadang-kadang disertai
keterbelakangan mental, gangguan emosional maupun afasia perkembangan.
Umumnya sorang bayi atau anak yang mengalami gangguan pendengaran, lebih
dahulu diketahui keluarganya sebagai pasien terlambat bicara (delayed speech).
Gangguan pendengaran dibedakan menjadi tuli sebagian (hearing impaired)
dan tuli total (deaf). Tuli sebagian adalah keadaan fungsi pendengaran berkurang
namun masih dapat dimanfaatkan untuk berkomunikasi dengan atau tanpa bantuan
alat bantu dengar, sedangkan tuli total adalah keadaan fungsi pendengaran yang
sedemikian terganggunya sehingga tidak dapat berkomunikasi sekalipun mendapat
perkerasan bunyi (amplikasi).
- Tuli Mendadak
Tuli mendadak (sudden deafness) ialah tuli yang terjadi secara tiba-tiba. Jenis
ketuliannya ialah sensorineural, penyebabnya tidak dapat langsung diketahui,
biasanya terjadi pada satu telinga. Beberapa ahli mendefinisikan tuli mendadak
sebagai penurunan pendengaran sensorineural 30 dB atau lebih, paling sedikit tiga
frekuensi berturut-turut pada pemeriksaan audiometri dan berlangsung dalam waktu
kurang dari 3 hari.
15
Kerusakan terutama di koklea dan biasanya bersifat permanen, kelainan ini
dimasukkan ke dalam darurat neurotologi.
Tuli mendadak dapat disebabkan oleh berbagai hal, antara lain iskemia
koklea, infeksi virus, trauma kepala, trauma bising yang keras, perubahan tekanan
atmosfir, autoimun, obat ototoksik, penyakit meniere dan neuroma akustik. Tetapi
yang biasanya dianggap sebagai etiologi dan sesuai dengan definisi diatas adalah
iskemia koklea dan infeksi virus. 8
- Noise Induced Hearing Lose (NIHL)
Kemajuan peradaban telah menggeser perkembangan industri ke arah
penggunaan mesin-mesin, alat-alat transportasi berat, dan lain sebagainya. Akibatnya
kebisingan makin dirasakan mengganggu dan dapat memberikan dampak pada
kesehatan. Biaya yang harus ditanggung akibat kebisingan ini sangat besar. Misalnya,
bila terjadi di tempat-tempat bisnis dan pendidikan, maka bising dapat mengganggu
komunikasi yang berakibat menurunnya kualitas bisnis dan pendidikan. Sama halnya
dengan akibat yang ditimbulkan pada masyarakat yang lokasi tempat tinggalnya
berdekatan dengan sumber bising. Trauma akustik ataupun gangguan pendengaran
lain yang timbul akibat bising, gangguan sistemik yang timbul akibat kebisingan,
penurunan kemampuan kerja, bila dihitung kerugiannya secara nominal dapat
mencapai milyaran rupiah.
Industri yang terutama membawa risiko kehilangan pendengaran antara lain
pertambangan, pembuatan terowongan, penggalian (peledakan, pengeboran), mesin-
mesin berat ( pencetakan besi, proses penempaan, dll), pekerjaan mengemudikan
mesin dengan mesin pembakaran yang kuat (pesawat terbang, truk, bajaj, kenderaan
konstruksi, dll), pekerjaan mesin tekstil dan uji coba mesin-mesin jet. Pada umumnya
gangguan pendengaran yang disebabkan bising timbul setelah bertahun-tahun
pajanan. Kecepatan kemunduran tergantung pada tingkat bising, komponen impulsif
dan lamanya pajanan, serta juga pada kepekaan individual yang sifat-sifatnya tetap
tidak diketahui.8
- Gangguan Pendengaran Akibat Ototoksik
16
Ototoksik sudah lama dikenal sebagai efek samping pengobatan kedokteran,
dan dengan bertambahnya obat-obatan yang lebih poten, daftar obat-obatan ototoksik
semakin bertambah.
Loop diuretic dapat menimbulkan tinitus yang kuat dalam beberapa menit
setelah penyuntikan intravena, tetapi pada kasus-kasus yang tidak begitu berat dapat
terjadi tuli sensorineural secara perlahan-lahan dan progresif dengan hanya disertai
tinitus yang ringan. Tinitus dan kurang pendengaran yang reversible dapat terjadi
pada penggunaan salisilat dan kina serta tuli akut yang disebabkan oleh loop diuretics
dapat pulih dengan menghentikan pengobatan segera. Tuli ringan juga pernah
dilaporkan sebagai akibat antibiotik aminoglikosida, tetapi biasanya menetap atau
hanya sebagian yang pulih kembali. Kurang pendengaran yang disebabkan antibiotika
biasanya terjadi setelah 3-4 hari, tetapi mungkin akan lebih jelas setelah dosis
pertama.
Tuli akibat ototoksik yang menetap malahan dapat terjadi berhari-hari,
berminggu-minggu, atau berbulan-bulan, setelah selesai pengobatan. Biasanya tuli
bersifat bilateral, tetapi tidak jarang yang unilateral.
Kurang pendengaran akibat pemakaian obat ototoksik bersifat tuli
sensorineural. Antibiotika yang bersifat ototoksik mempunyai ciri penurunan yang
tajam untuk frekuensi tinggi pada audiogram., sedangkan diuretik yang dapat
menimbulkan ototoksisitas biasanya menghasilkan audiogram yang mendatar atau
sedikit menurun.
Gangguan pendengaran yang berhubungan dengan ototoksisitas sangat sering
ditemukan, oleh karena pemberian gentamisin dan streptomisin. Terjadinya secara
perlahan-lahan dan beratnya sebanding dengan lama dan jumlah obat yang diberikan
serta keadaan fungsi ginjalnya. Terdapat juga gangguan keseimbangan badan dan
sulit memfiksasikan pandangan, terutama setelah perubahan posisi.
Antibiotika aminoglikosida dan loop diuretic adalah dua dari obat-obat
ototoksik yang potensial berbahaya yang biasa ditemukan.8
17
3. Tuli Campuran
Apabila pada penderita ditemukan gambaran tuli konduktif dan tuli
sensorineural, dikatakan penderita mengalami tuli campur. Penurunan pendengaran
biasanya diawali dengan tuli konduktif seperti otosklerosis lalu diikuti dengan
penurunan komponen sensorineural.8
Gangguan pendengaran pada geriatri termasuk kedalam tuli campuran.
Perubahan patologik pada organ auditorik akibat proses degenerasi pada usia lanjut
dapat menyebabkan gangguan pendengaran. Jenis ketulian yang terjadi pada
kelompok geriatri umumnya tuli sensorineural, namun dapat juga tuli konduktif atau
tuli campuran.
Organ-organ pendengaran akan mengalami proses degeneratif. Pada telinga
luar terjadi perubahan pada berkurangnya elastisitas jaringan daun telinga dan liang
telinga. Kelenjar-kelenjar sebasea dan seruminosa mengalami gangguan fungsi
sehingga produksinya berkurang, juga terjadi penyusutan jaringan lemak sebagai
bantalan di sekitar liang telinga. Hal ini menyebabkan kulit daun telinga maupun
liang telinga menjadi kering dan mudah mengalami trauma. Serumen cenderung
mengumpul, mengeras, dan menempel dengan jaringan kulit liang telinga.1
Bagian liang telinga 2/3 dalam mudah luka saat mengeluarkan kotoran karena
kulit yang melapisinya lebih tipis. Serumen cenderung menumpuk karena terjadi
peningkatan produksi serumen dari bagian 1/3 liang telinga, bertambah banyaknya
rambut liang telinga, yang tampak lebih tebal dan panjang.
Bagian telinga lain seperti membran timpani, tulang-tulang pendengaran, otot-
otot di telinga tengah juga mengalami perubahan walaupun tidak terlalu bermakna.
Pada telinga luar dan telinga tengah proses degeneratif dapat menyababkan
kelainan berupa :
1. Berkurangnya elastisitas dan bertambah besarnya ukuran pinna daun telinga
2. Atrofi dan bertambah kakunya liang telinga
3. Penumpukan serumen
18
4. Membran timpani bertambah tebal dan kaku
5. Kekauan sendi tulang-tulang pendengaran
Kelenjar-kelenjar serumen mengalami atrofi, sehingga produksi kelenjar
serumen berkurang dan menyebabkan serumen menjadi lebih kering, sehingga terjadi
serumen prop, membran timapani bertambah kaku dan tebal , kekakuan pada
persendian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli konduksi.8
D. PEMERIKSAAN GANGGUAN DENGAR
1. Pemeriksaan Pendengaran Subjektif
Pemeriksaan pendengaran subyektif adalah menilai pendengaran berdasarkan
respon subjektif terhadap berbagai rangsang suara. Ada berbagai macam tes yang
dapat dilihat pembagiannya dibawah ini:
- Tes klinis sederhana :
– Tes suara
– Tes Garpu Tala
- Audiometri Subjektif:
– Dewasa: Tes Bisik, Garputala, Audiometri Nada Murni, Audiometri
tutur
– Anak: Behavioral Observation Audiometry (BOA), Visual
Reinforcement Audiometry (VRA), Play Audiometry, Speech
Audiometry
– Khusus: Short Increment Sensitivity Index (SISI), Alternate Binaural
Loudness Balance Test (ABLB), Tone decay, Audiometri tutur,
Audiometri Bakessy8
a. Tes Suara
Suara manusia memiliki rentang intensitas yang berbeda, namun hanya tiga
intensitas yang digunakan secara klinis untuk menetapkan standarisasi: suara bisikan,
19
suara percakapan, dan suara keras.
Suara bisik umumnya diartikan sebagai forced whisper, yakni suara bisik
terkeras yang dapat dikeluarkan pemeriksa. Umumnya pemeriksa harus ekshalasi
nafas secara norinal sebelum berbicara dengan intensitas forced whisper, Suara
percakapan diartikan sebagai suara dengan intensitas yang digunakan pemeriksa
ketika berbicara di ruangan yang tenang. Suara keras adalah sekeras teriakan yang
masih dapat dibuat pemeriksa dengan nyaman.
Pemeriksa harus berdiri pada sisi pasien dimana petunjuk visual tidak dapat
terlihat. Rangsang harus sederhana supaya dapat dimengerti oleh semua pasien.
Rangsang yang cocok terdiri dari kombinasi tiga angka (misainya 6-1-4). Pasien
diminta untuk mengulangi suara yang didengar. Tes dikatakan positif bila pasien
dapat mengulangi lebih dari 50% dari rangsang yang diberikan. Tes ini biasanya
dilakukan pada jarak 60 cm dan 15 cm dari telinga pasien. 60 cm menggambarkan
jarak sepanjang lengan dari telinga yang tidak dites, hal ini penting untuk masking
telinga yang tidak diuji selama tes dilakukan. Pendengaran dapat dinilai dengan
forced whisper pada jarak yang lebih jauh. Orang normal dapat mendengar bisikan
dengan mudah pada jarak 10 m.8
Berbicara pada jarak 30 inci. Kehilangan pendengaran
Mengerti bisikan perlahan < 30 dB
Mengerti bisikan keras < 45 dB
Mengerti suara sedang < 60 dB
Mengerti suara keras < 70 dB
b. Tes Garpu Tala
Prinsip pemeriksaan dengan garpu tala adalah membandingkan antara
hantaran udara (AC = air conduction) dan hantaran tulang (BC = bone conduction).
20
Gambar Garpu tala untuk berbagai tes sederhana
Tes Rinne
Pada prinsipnya adalah membandingkan AC dan BC pada pasien.
Cara pemeriksaan :
Garpu tala yang telah digetarkan ditempatkan pada prosesus mastoid, bila
suara sudah tidak terdengar, garpu tala dipindahkan ke depan CAE
Interpretasi :
Rinne (+) : Pasien dengan pendengaran normal atau SNHL suara di depan
CAE akan terdengar lebih lama dibandingkan di prosesus mastoid (AC >
BC)
Rinnne (-) : Pasien dengan CHL, suara pada prosesus mastoid terdengar lebih
lama (AC < BC)8
21
Tes Webber
Fenomena yang dikemukakannya adalah mengenai lateralisasi hantaran tulang
kearah telinga yang disumbat. Menurut Weber apabila kita sedang berbicara atau
menyanyi, kemudian telinga dengan jari tangan maka suara akan terdengar lebih
keras di telinga tersebut.
Cara Pemeriksaan :
Sebuah garpu tala (biasanya 512 atau 256 Hz) digetarkan dan ditempatkan
pada garis tengah kepala pasien. Tempat yang umum digunakan adalah
dahi, batang hidung, vertex, dan incisor atas. Pasien ditanya apakah suara
terdengar lebih baik pada satu telinga atau sama pada kedua telinga (umumnya
disebut terdengar di tengah kepala).
Interpretasi :
- Pasien dengan pendengaran normal akan mendengar suara yang sama pada
kedua telinga
- Pasien dengan unilateral SNHL akan mendengar suara lebih baik pada
telinga yang sehat (lateralisasi ke telinga yang sehat)
22
- Pasien dengan unilateral CHL akan mendengar suara lebih baik pada
telinga yang sakit (lateralisasi ke telinga yang sakit)
Keterbatasan tes Weber adalah sulit dinilai pada kasus dengan tuli
campur, tes Weber sebaiknya hanya dilakukan pada kasus gangguan pendengaran
unilateral.8
Tes Scwabach
Pada rinsipnya adalah menilai kemampuan persepsi mendengar melalui
hantaran tulang subyek yang diperiksa dibandingkan dengan pemeriksa.
Cara pemeriksaan: Penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosesus
mastoideus sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala segera
dipindahkan pada prosesus mastoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya
normal. Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach memendek, bila
pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya yaitu
penala diletakkan pada prosesus mastoideus pemeriksa lebih dulu. Bila pasien masih
dapat mendengar bunyi disebut Schwabach memanjang dan bila pasien dan
pemeriksa kira-kira sama-sama mendengarnya disebut dengan Schwabach sama
dengan pemeriksa.8
23
Tes Bing
Pada prinsipnya adalah oklusi CAE akan membuat suara hantaran tulang
terdengar lebih keras pada telinga dengan mekanisme konduksi normal.
Cara Pemeriksaan : Sebuah garpu tala yang digetarkan diletakkan pada
os.mastoid seperti pada tes Rinne. seperti juga tes Rinne, terdapat dua metode:
perbandingan ambang dan perbandingan keras suara. Pada metode
perbandingan ambang, pasien diminta untuk mengangkat tangan se lama
ia masih dapat mendengar suara . Ket ika pas ien m engindikasikan bahwa
suara sudah tidak terdengar lagi, pemeriksa menutup CAE dengan tekanan jari
pada tragus. Jika pasien dapat mendengar suara kembali , hal ini
mengindikasikan mekanisme konduksi berfungsi ( Bing positif ) dan apabila
pasien tidak dapat mendengar suara kembali disebut Bing negatif. Pada metode
perbandingan keras suara, Bila liang telinga ditutup dan dibuka bergantian
saat penala yang bergetar ditempelkan pada mastoid, maka telinga normal akan
menangkap bunyi yang mengeras dan (Bing positif) . Hasil serupa akan
didapat pada gangguan pendengaran sensorineural, namun pada pasien
dengan perubahan mekanisme konduktif seperti penderita otitis media atau
otosklerosis, tidak menyadari adanya perubahan kekerasan bunyi tersebut ( Bing
negatif).8
24
Tes Bing
Tes Gelle
Fenomena berupa penurunan persepsi kekerasan suara yang dihantarkan
melalui hantaran tulang apabila tekanan di kanalis aurikularis ekstemus
ditingkatkan . Efek tersebut didapati pada kondisi fungsi konduktif normal,
tetapi tidak ada beda persepsi suara pada kasus ankilosis stapes. Tes ini
banyak dipakai untuk menilai gangguan konduktif pada kasus otosklerosis.
Cara pemeriksaan :
Garpu tala yang sudah digetarkan diletakkan di mastoid. Tekanan di
kanalis aurikularis ekstemus diubah-ubah dan dinilai ada atau tidaknya perubahan
persepsi suara yang terdengar melalui hantaran tulang. Dipakai 'Pulitzer hag'
atau otoskop pneumatik untuk menaikkan tekanan di depan membrana
timpani. Selain itu dapat juga dipakai metode menutup Hang telinga dengan jari
seperti tes Bing, tetapi tes Bing dilakukan hanya sekedar menutup liang telinga,
sedangkan tes Gelle dengan meningkatkan tekanan ke arah membrana timpani
melalui liang telinga.
Interpretasi : kenaikan tekanan di kanalis aurikularis ekstemus akan
menurunkan persepsi mendengar melalui hantaran tulang apabila kondisi
membrana timpani utuh dan mobilitas osikula auditiva normal. Pada telinga
normal, perubahan tekanan di kanalis aurikularis eksternus akan mengakibatkan
fluktuasi persepsi suara. Pada kondisi fiksasi atau diskontinuitas tulang
pendengaran, perubahan tekanan kearah membrana timpani tidak menyebabkan
25
fluktuasi persepsi suara. Penting diperhatikan dalam melakukan tes Gelle untuk
fiksasi kepala dengan 'headrest' agar kepala tidak bergeser pada saat pemberian
tekanan di kanalis aurikularis ekstemus. 8
Tes Lewis
Tes Lewis sangat berharga pada kasus tuli campur dengan komponen
konduktif yang minimal dan membrana timpani utuh. Interpretasi hasil tes
Lewis sebaiknya dilakukan dengan kombinasi hasil tes Gelled dan Bing.
Tehnik: Garpu tala diletakkan di prosesus mastoid sampai suara tidak terdengar
lagi kemudian dipindahkan di tragus dengan cara menekan tragus sehingga kanalis
aurikularis eksternus tertutup.
Interpetasi: Tes Lewis hanya untuk menilai apakah suara akan terdengar
kembali dengan penempatan garpu tala di tragus apabila pada saat penempatan
garpu tala di prosesus mastoid tidak terdengar lagi. Dalam kondisi membrana
timpani utuh dan ada fiksasi osikula auditiva, pemindahan garpu tala ke tragus
tidak akan membuat suara terdengar kembali. Kondisi kelainan telinga tengah
selain fiksasi tulang pendengaran akan membuat suara terdengar lagi pada saat
garpu tala di letakkan di tragus. 8
c. Audiometri Nada Murni
Audiometer nada murni adalah suatu alat elektronik yang menghasilkan
bunyi yang relatif bebas bising ataupun energi suara pada kelebihan nada,
karenanya disebut nada "murni". Dengan audiometri kita dapat membandingkan
ambang pendengaran antara hantaran udara dengan menggunakan headphone (air
conduction /ac) dan hantaran tulang dengan menempelkan alat vibrator pada tulang
mastoid (bone conduction /bc).Hasil pemeriksaaan ini berupa audiogram
Audiometer memiliki tiga bagian penting: suatu osilator dengan berbagai
frekuensi untuk menghasilkan bunyi, suatu peredam yang memungkinkan berbagai
intensitas bunyi (umumnya dengan meningkatan 5dB), dan suatu transduser (earphone
26
atau penggetar tulang dan kadang-kadang pengeras suara) untuk mengubah energi
listrik menjadi energi akustik.
Teknik Pemeriksaan
Untuk memperoleh gambaran mengenai tingkat pendengaran dibutuhkan kerja
sama yang baik antara pemeriksa dan pasien. Untuk memastikan bahwa liang telinga
tidak tersumbat. Apabila banyak serumen sebaiknya dibersihkan dahulu.
Memberikan Instruksi
Saat akan memulai tes pasien dijelaskan terlebih dahulu bahwa saat tes nanti
akan terdengar serangkaian bunyi yang akan terdengar pada sebelah telinga. Pasien harus
memberikan tanda dengan mengangkat tangannya setiap terdengar bunyi bagamanapun
lemahnya. Segera setelah suara hilang, ia harus menurunkan tangannya kembali. Ulangi
instruksi ini sampai pasien benar – benar mengerti.
Memasang Headphone
Benda-benda yang dapat mengganggu pemasangan earphone dan
mempengaruhi hasil pemeriksaan harus disingkirkan. Bila pasien memakai
kacamata atau giwang sebaiknya dilepaskan.. Regangkan headband lebar-lebar, pasanglah
dikepala pasien dengan benar, earphone kanan di telinga kanan, kemudian kencangkan
sehingga terasa nyaman di telinga. Denting diperhatikan agar membran earphone tepat
didepan liang telinga di kedua sisi.
Urutan frekuensi
Dimulai pada 1000 Hz, dimana pendengaran paling stabil, kemudian meningkat
ke oktaf yang lebih tinggi dan akhirnya 500 dan 250 Hz. Ulangi tes pads 1000 Hz
untuk meyakinkan sebelum beralih kepada telinga yang lain. Perubahan diatas 20 dB
atau lebih diantara dua oktaf, memerlukan pemeriksaan setengah oktaf yaitu 1500 Hz,
3000 Hz atau 6000 Hz.
Posisi pemeriksaan
Pasien duduk di kursi dan menghadap kearah 300 dari posisi pemeriksa, sehingga pasien
tidak dapat melihat gerakan tangan, tetapi pemeriksa dapat mengamati pasien dengan bebas.
Pemberian sinyal
27
Cara yang paling cepat untuk memperoleh intensitas awal adalah dengan menyusurnya
mulai dari 0 dB sampai diperoleh respons. Matikan sinyal satu-dua detik, kemudian berikan
lagi pada level yang sama. Bila ada respons, maka tes dapat dimulai pada intensitas
tersebut.
Turunkan intensitas secara bertahap, 10 dB setiap kali sampai respons, menghilang,
kemudian naikkan 10 dB untuk mendapatkan respons, dan turunkan 5 dB untuk
memperoleh ambang terendah. dimana sinyal terdengar 2 kali dari 3 kali perangsangan.
Nada harus diberikan selama 0,5 detik secara irregular.9
Derajat ketulian (PERHATI)
· Normal : 0 - 25 dB
· Gangguan dengar ringan : 26 - 40 dB
· Gangguan dengar sedang : 41 - 60 dB
· Gangguan dengar sedang berat : 61 - 90 dB
· Gangguan dengar sangat berat : > 90 dB
Berikut adalah contoh hasil audiogram
1. Normal
Ambang AB dan BC sama atau kurang dari 25 dB
AC dan BC berimpit tidak ada gap
28
2. Gangguan dengar konduktif ( Conductive hearing loss = CHL )
Ambang BC dalam batas normal ( 0-20dB)
Ambang AC meningkat , Jarak antara BC-AC > 10 dB
3. Gangguan dengar sensorineural
Ambang BC meningkat ,Ambang AC meningkat , Jarak BC-AC < atau = 10
4. Gangguan dengar campuran
29
Ambang BC meningkat lebih dari 25 dB ,AC > BC dan terdapat gap
d. Audiometri Khusus
Untuk membedakan tuli kokhlea dan tuli retrokokhlea diperlukan
pemeriksaan khusus. Diperlukan pemahaman mengenai istilah recruitment dan
kelelahan (decay/fatigue)
Recruitment adalah fenomena yang khas untuk ketulian kokhlear, dimana di
atas ambang dengar telinga yang terganggu akan lebih sensitif daripada telinga yang
normal. Peninggian intensitas sedikit saja di telinga yang sakit akan dirasakan lebih
keras dari normal. Dapat diperiksa dengan tes ABLB dan SISI
Adaptasi abnormal merupakan keadaan dimana terdapat kelainan
rerokokhlea, bila diberikan nada yang kontinu akan tak terdengar lagi dalam waktu
yang lebih pendek dari normal. Disebut juga tone decay yang disebabkan kelelahan
saraf (fatigue) 9
Alternate Binaural Loudness Balance Test (ABLB)
Prinsip : membandingkan persepsi intensitas antara kedua telinga pada
frekwensi yang konstan
30
Cara pemeriksaan :
Diberikan intensitas bunyi tertentu pada frekwensi yang sama pada kedua
telinga,sampai kedua telinga mencapai persepsi yang sama.
Interpretasi :
Grafik berupa laddergram, recruitment (+) menujukkan tuli kokhlea9
Short Increment Sensitivity Index (SISI)
Prinsip : Adanya fenomena recruitment dimana kokhlea dapat mengadaptasi
secara berlebihan peninggian intensitas yang kecil, sehingga pasien dapat
membedakan selisih intensitas yang kecil tersebut ( 1dB)
Cara pemeriksaan :
Tentukan ambang dengar pasien terlebih dahulu, misalnya 30 dB. Kemudian
diberikan nada kontinu 20 dB di atas ambang rangsangan, menjadi 50 dB. Kemudian
diberikan bunyi pendek yang intensitasnya 1 sampai 3 dB di atas nada kontinu
tersebut, setiap 5 detik Interpretasi :
Pada orang normal dan penderita tuli konduktif dapat mendeteksi perubahan
31
3 dB dengan baik, tapi kurang baik untuk mendeteksi 1 dB Sedangkan penderita
dengan tuli kokhlear dapat mendeteksi perubahan 1 dB dengan baik, yaitu dengan
skor 60-100 % (recruitment positif), orang normal hanya 0-30 %.9
Tone Decay
Prinsip : Terjadinya kelelahan saraf karena perangsangan terus menerus. Bila
telinga yang diperiksa dirangsang terus menerus, telinga tersebut tidak akan
mendengar stimulus/rangsangan. Ada 2 cara : Threshold Tone Decay (TTD) dan
Suprathreshold Adaptation Test (STAT) 9
Threshold Tone Decay (TTD)
Cara pemeriksaan
Melakukan rangsanga terus menerus pada telinga yang diperiksa dengan
intensitas yang sesuai dengan ambang dengar, misalnya 40 dB. Bila setelah 60 detik
masih dapat mendengar, berarti tidak ada kelelahan (decay), jadi hasil tes negatif.
Sebaliknya bila setelah 60 detik terdapat kelelahan, pasien tidak bisa mendengar,
hasil tes positif
Kemudian intensitas bunyi ditambah 5 db (jadi 45 dB) maka pasien
mendengar lagi. Rangsangan diteruskan dengan 45 dB dan setrusnya, dalam 60 detik
dihitung berapa penambahan intensitasnya.
Penambahan 0- 5 dB : normal
10-15 dB : ringan (tidak khas)
20-25 dB : sedang (tidak Khas)
> 30 dB : berat (khas ada kelelahan retrokokhlea) 9
Suprathreshold Adaptation Test (STAT)
Cara pemeriksaan dan interpretasi
Prinsipnya adalah pemeriksaan pada 3 frekwensi : 500 Hz, 1000 Hz dan
2000 Hz pada 110 SPL
32
Nada murni pada frekwensi 500, 1000, 2000 Hz pada 110 dB SPL diberikan
terus menerus selama 60 detik.
Bila kurang dari 60 detik tidak dapat mendengar lagi berarti ada kelelahan
(decay) 9
Speech Audiometry (Audiometri Tutur)
Berbeda dengan audiometri nada murni yang meberikan gambaran mengenai
jenis dan derajat ketullian, audiometri tutur memeriksa kemampuan komunikasi
seseorang. Pemeriksaan ini pada dasarnnya terdiri dari Speech Reception Threshold
(SRT) yaitu pemeriksaan sensitifitas/ambang dan Speech Discrimination Score
(pengertian) 10
Speech Reception Threshold (SRT)
Pada tes ini dgunakan kata-kata yang tersusun dalm Phonetically Balance Word
List (PB list) yang biasanya terdiri dari 2 suku kata.
Cara pemeriksaan
Pasien diminta utuk mengulangi kata-kata dengan benar. Amabng ini sesuai
dengan ambang dengar pada audiometri nada murni.
Speech Discrimination Score
Cara pemeriksaan
Penderita menirukan kata-kata yang diberikan pada intensitas 20-40 di atas
SRT. Hasilnya dinyatakan dalam persentase kata-kata yang ditiruka dengan benar
Interpretasi
Pada tuli kokhlear, akan sulit membedakan bunyi S,R,N, C,H, CH,
sedangkan pada tili retrokokhlea lebih sulit lagi. Hasil maksimum (PB Max) pada
35-40 dB di atas SRT adalah 94-100% pada keadaan normal, tuli koduktif dan tuli
sensorineural ringan.
33
Adakalanya PB Max hanya bisa mencapai maksimum 50-60% dan tidak
bertambah baik bahkan menurun pada kenaikan intensitas. Ini disebut roll over dan
terjadi pada kelainan retrokokhlear seperti neuroma akustik.10
Speech Discrimination Score :
- 90 – 100 % : pendengaran normal
- 75 – 90 % : tuli ringan
- 60 – 75 % : tuli sedang
- 50 – 60 % : kesukaran mengikuti pembicaraan sehari-hari
- < 50 % : tuli berat
Audiometry Bekessy
Audiometri ini otomatis dapat menilai ambang pendengaran seseorang.
Prinsip pemeriksaan : nada yang terputus (interrrupted sound) dan nada yang terus
menerus (continue sound). Bila ada suara masuk, maka pasien memencet tombol.
Akan didapatkan grafik seperti gigi gergaji, garis yang menaik (periode suara
yang dapat didengar), sedangkan garis menurun adalah suara yang tidak terdengar.
Pada telinga normal amplitudo 10 dB, pada recruitment amplitudo lebih kecil. 10
34
17/1/2007 LR/PB
Grafik Audiometri Bekessy
Tipe I : normal/tuli konduktif Tipe II : tuli kokhlear
Tipe III : ggn N VIII Tipe IV : ggn N VIII/tuli kokhlear
e. Pemeriksaan Pendengaran Pada Anak
Behavioral Observational Audiometry (BOA)
Dilakukan pada bayi usia kurang dari 5 bulan
Cara Pemeriksaan :
Pemeriksa memberikan stimulus berupa suara yang intensitasnya terukur,
misalnya bunyi lonceng kecil (60 dB) dan diperhatikan bagaimana perilaku dan
respon refleks yang terjadi pada anak Refleks yang diharapkan adalah :
- Mengedipkan mata
- Refleks auropalpebral
- Terbangun dari tidur
- Terkejut
35
Interpretasi :
Bila terdapat kegagalan merespon yang menetap , menunjukkan bayi
mangalami gangguan pendengaran.
Interpretasi :
Dengan tes ini dapat ditentukan tingkat ambang dengar berbagai frekwensi,
dan anak dengan gangguan pendengaran bilateral yang berat tidak dapat melokalisasi
sumber suara. 10
Visual Reinforcement Audiometry
Dilakukan pada anak usia 6-24 bulan
Cara pemeriksaan :
Dalam suatu free field test, anak ditempatkan diantara 2 speaker sebagai
stumulus suara. Setiap anak merespon dengan melokalisasi suara dengan benar,
diberikan stimulus cahaya berupa mainan yang dapat bercahaya (reinforcing respon)
Pertahanan respons (respons reinforcement) ini memungkinkan anak untuk
berpartisipasi dalam tes cukup lama untuk menentukan tingkat ambang berbagai
frekwensi.
36
Interpretasi :
Dengan tes ini dapat ditentukan tingkat ambang dengar berbagai frekwensi,
dan anak dengan gangguan pendengaran bilateral yang berat tidak dapat melokalisasi
sumber suara. 10
Play Audiometry
Dilakukan pada anak usia 2-5 tahun, atau pada pasien dengan retardasi
mental.
Cara pemeriksaan :
Merupakan permainan audiometri untuk memeriksa pendengaran. Anak
diminta untuk menggunakan earphone. Diminta agar anak menekan tombol,
memindahkan mainan atau hal lain yang menarik, apabila dia mendengar suara pada
earphone. Dengan cara ini kita dapat menentukan ambang dengarnya. 10
Speech Perception Test
Pada anak dilakukan dengan cara khusus yaitu dengan picture pointing test
Cara pemeriksaan :
Anak diminta untuk menunjuk gambar, setelah mendengar suatu kata,
misalnya : “kucing” kemudian anak menunjuk gambar kucing. 10
37
1. Pemeriksaan Pendengaran Objektif
Berikut akan dibahas :
1. Otoaccoustic Emission (OAE)
2. Brain Evoked Respon Audiometry (BERA)
3. Auditory Steady State Response (ASSR)
4. Acoustic Immittance
Akan diulas mengenai Timpanometry , Acoustic reflex threshold, Acoustic reflex
decay, Tes Fungsi Tuba
a. Otoacustic Emission (OAE)
OAE adalah alat elektrofisiologis yang digunakan untuk mengetahui keadaan
dan fungsi sel rambut luar kokhlea secara cepat dan objektif. Pemeriksaan OAE
dipengaruhi oleh: keadaan telinga luar, telinga tengah, telinga dalam, bising
lingkungan, dan aktivitas tubuh.
Gelombang OAE yang dihasilkan oleh sel rambut luar akan dihantarkan
melalui tulang pendengaran, membrane tympani, dan masuk ke CAE yang akan
ditangkap oleh mikrofon. Sehingga jika terdapat gangguan pada telinga luar maupun
tengah sdapat mengakibatkan emisi otoakustik tersebut tidak dapt diukur dengan
baik.
Emisi ini merupakan mekanisme fisiologis yang terjadi selama proses
transduksi mekanis-elektris dari suara. Emisi otakustik tetap dapat diukur meskipun
saraf kokhlearis (N VIII) mengalami kerusakan berat atupun aktivitas listriknya
dihambat oleh zat kimia. Emisi otoakustik ini mudah mengalami kerusakan yang
diakibatkan oleh berbagai macam penyebab: trauma akustik, hipoksia dan obat
ototoksisk.
OAE terdiri dari 3 transducer yang berbeda dalam satu probe yaitu :
1. Loudspeaker, untuk memberikan stimulus terhadap sel rambut kokhlea
2. Microphone, untuk menerima semua suara yang ada di CAE Signal
separating process, untuk membedakan suara yang berasal dari kokhlea dan
sumber lainnya.
38
3. Ketiga transducer menyatu dalam satu probe tersebut dilapisi oleh busa atau
karet yang bersifat lentur yang akan menutup seluruh CAE, sehingga pada
saat pemeriksaan emisi otoakustik, emisi yang dihasilkan akan ditangkap
secara maksimal oleh mikrofon.
OTOACUSTIC EMISSION
Pengukuran OAE hanya bisa berhasil baik bila amplitudo sinyal cukup tinggi,
bising lain (background dan internal noise) yang mengganggu sangat sedikit, serta
fungsi tuba tidak terganggu. Sel rambut luar dapat meningkatkan atau mempertajam
puncak gelombang dengan meningkatkan aktifitas membran basilaris pada frekuensi
tertentu. Gabungan proses ini dan proses aktif kokhlea menunjukkan fenomena emisi
otoakustik. Jika sinyal diberikan melalui CAE, maka terjadi pantulan balik dari
kokhlea yang dapat direkam di CAE. Selama energi balik yang dihasilkan oleh
kokhlea lebih besar dari sinyal pendek tersebut, maka proses aktivitas dan cochlear
amplifier masih dapat diketahui. Cochlear amplifier dan proses aktif kokhlea
dipengaruhi oleh gerakan sel rambut luar, stereocilia dan membran tektoria.
Berdasarkan penelitian, semua tipe OAE berasal dari aktivitas mekanik sel
rambut luar, yang menunjukkan fungsi normal kokhlea. Membran tympani yang
elastis berfungsi menerima energi suara yang diteruskan melalui telinga tengah ke
cairan perilimfe di dalam kokhlea.
Semua gelombang suara yang diteruskan ke dalam kokhlea enimbulkan
gerakan bergelombang (travelling wave) di sepanjang membran basilaris yang
berjalan dari area basal ke apeks. Puncak cochlear travelling waves sangat penting
dalam proses mendengar, karena berfungsi untuk membedakan eksitasi pada beberpa
frekwensi seperti fungsi prisma dalam memisahkan warna dari sumber cahaya.
39
Analog dengan mata, kokhlea berfungsi untuk membentuk bayangan materi sensorik
(dalam hal pendengaran berupa suara) ke dalam bayangan yang dapat dibaca/dinilai.
Bayangan tersebut berupa pola spatial, oleh sel rambut kokhlea yang kemudian
diterjemahkan ke dalam code neural. Bayangan kokhlea tersebut akan diproyeksikan
sepanjang organ corti, yang secra fisik menggambarkan suara dari luar/lingkungan,
kemudian didata tergantung pada ukuran suara. Suara frekwensi rendah akan
menyebar ke arah apeks sedangkan frekwensi tinggi akan tersebar dan terfokus di
area basal kokhlea.
Kepekaan dan resolusi telinga tergantung pada :
1. Ukuran dan ketajaman ’peak travelling waves’ kokhlea
2. Efisiensi transduksi saraf auditorius
Kualitas ’bayangan’ suara di telinga tergantung pada keutuhan sel rambut luar
yang terdiri dari 3 baris, sedangkan satu baris sel rambut dalam bertanggung jawab
terhadap transduksi dan neural encoding. Tanpa keikutsertaan sel rambut luar, energi
suara akan hilang pada travelling wave sebelum mencapai puncak; puncak/peak
melebar dan amplitudonya lebih kecil. Sel rambut luar berfungsi meningkatkan efek
vibrasi travelling wave sehingga dapat menghasilkan puncak yang lebih tajam dan
tinggi agar dapat merangsang sel rambut dalam lebih baik guna keperluan neural
decoding selanjutnya.
OAE digunakan untuk mengetahui fungsi kokhlea dan membedakan
kerusakan pada kokhlea dan retrokokhlea secara tepat. OAE digunakan untuk deteksi
awal gangguan pendengaran SNHL karena pemeriksaan cepat dan objektif. 10
Keuntungan menggunakan OAE adalah :
1. Obyektif
2. Noninvasif
3. Waktu yang digunakan relatif singkat
4. Dapat digunakan semua usia, terutama skrining pada neonatus, pediatrik,
dewasa yang mempunya resiko tinggi terhadap terjadinya gangguan
pendengaran
40
5. Secara teknis, mudah dilakukan
6. Dapat digunakan untuk skrining maupun diagnostik
7. Dapat dilakukan oleh personal yang telah dilatih secara khusus
Tidak diperlukan biaya yang mahal
b. Brain Evoked Response Audiometry (BERA)
Brain Evoked Response Audiometry atau BERA merupakan alat yang bisa
digunakan untuk mendeteksi dini adanya gangguan pendengaran, bahkan sejak
bayi baru saja dilahirkan. Istilah lain yang sering digunakan yakni Brainstem
Auditory Evoked Potential (BAEP) atau Brainstem Auditory Evoked Response
Audiometry (BAER). Alat ini efektif untuk mengevaluasi saluran atau organ
pendengaran mulai dari perifer sampai batang otak.11
Penggunaan tes BERA dalam bidang ilmu audiologi dan neurologi
sangat besar manfaatnya dan mempunyai nilai obyektifitas yang tinggi bila
dibandingkan dengan pemeriksaan audiologi konvensional. Penggunaannya yang
mudah, tidak invasive, dan dapat dilakukan pada pasien koma sekalipun
menyebabkan pemeriksaan BERA ini dapat digunakan secara luas.12
Tes BERA dapat menilai fungsi pendengaran bayi atau anak yang
tidak kooperatif. Yang tidak dapat diperiksa dengan cara konvensional. Berbeda
dengan audiometry, alat ini bisa digunakan pada pasien yang kooperatif maupun non-
kooperatif seperti pada anak baru lahir, anak kecil, pasien yang sedang mengalami
koma maupun stroke, tidak membutuhkan jawaban atau respons dari pasien seperti
pada audiometry karena pasien harus menekan tombol jika mendengar stimulus suara.
Alat ini juga tidak membutuhkan ruangan kedap suara khusus.11,12
Berbagai kondisi yang dianjurkan untuk pemeriksaan BERA antara lain :
bayi baru lahir untuk mengantisipasi gangguan perkembangan bicara/bahasa. Jika ada
anak yang mengalami gangguan atau lambat dalam berbicara, mungkin salah satu
sebabnya karena anak tersebut tidak mampu menerima rangsangan suara karena
adanya gangguan di telinga.11
41
BERA juga dapat dimanfaatkan untuk menentukan sumber
gangguan pendengaran apakah di koklea atau retro choclearis, mengevaluasi
brainstem (batang otak), serta menentukan apakah gangguan pendengaran disebabkan
karena psikologis atau fisik. Pemeriksaan ini relatif aman, tidak nyeri, dan tidak ada
efek samping,sehingga bisa juga dimanfaatkan untuk screening medical check up.13
Meskipun BERA memberikan informasi mengenai fungsi dan
sensitivitas pendengaran, namun tidak merupakan pengganti untuk evaluasi
pendengaran formal,dan hasil yang didapat harus dapat dihubungkan dengan hasil
audiometri yang biasa digunakan jika tersedia.13
Brain Evoked Respone Audiometry atau biasa disebut dengan BERA adalah
Suatu pemeriksaan neurologi yang berguna untuk menilai fungsi pendengaran batang
otak terhadap rangsangan suara (click) dengan mendeteksi aktivitas listrik pada
telinga bagian dalam ke colliculus inferior. Dilakukan secara objektif dan bersifat
non-invasif .13
Prinsip pemeriksaan BERA adalah untuk menilai potensial listrik di otak
setelah pemberian rangsang sensoris berupa bunyi. Pemeriksaan BERA dapat
dilakukan pada bayi dan anak dengan gangguan sikap dan tingkah laku, retardasi
mental, cacat ganda, dan kesadaran menurun. Pada orang dewasa digunakan untuk
memeriksa orang yang berpura-pura tuli atau ada kecurigaan tuli saraf retro koklear.13
Prosedur Pemeriksaan BERA adalah penempatan elektroda harus ditempatkan
di atas kepala, rambut harus bebas minyak. Pasien harus di instruksikan untuk
mencuci rambut dengan shampo. Konfigurasi elektroda standar untuk BERA
melibatkan penempatan elektroda non pembalik atas titik kepala dan elektroda
pembalik di atas lobus telinga atau pada mastoid. Satu elektroda lebih ditempatkan di
atas dahi, elektroda ini penting untuk memfungsikan preamplifier.14
42
Penempatan elektroda pada pemeriksaan BERA
Sistem pendengaran dirangsang oleh sinyal akustik singkat melalui konduksi
udara atau tulang. Hasil dari neuro listrik dicatat oleh elektroda yang ditempatkan
dipermukaan kepala. Penilaian dinilai berdasarkan identifikasi komponen gelombang,
morfologi, dan pengukuran latensi mutlak, dan interwave. Stimulus yang diberikan
dalam bentuk klik atau pip nada ditransmisikan ke telinga melalui transduser yang
ditempatkan di telinga. Froms gelombang impuls yang dihasilkan pada tingkat batang
otak dicatat dengan penempatan elektroda di atas kulit kepala.13
Mekanisme Kerja Pemeriksaan BERA
BERA mengarah pada pembangkitan potensial yang ditimbulkan dengan
suara singkat atau nada khusus yang ditransmisikan oleh transduser akustik dengan
menggunakan earphone atau headphone (headset). Bentuk gelombang yang
ditimbulkan dari respon tersebut dinilai dengan menggunakan elektrode permukaan
yang biasannya diletakkan pada bagian vertex kulit kepala dan pada lobus telinga.26
43
Newborn Hearing Screening with Brainstem Auditory Evoked Potentials
Pencatatan rata-rata grafiknya diambil berdasarkan panjang gelombang atau
amplitudo (microvoltage) dalam waktu (millisecond). Puncak dari gelombang yang
timbul ditandai dengan I-VII. Bentuk gelombang tersebut normalnya muncul dalam
periode waktu 10 millisecond setelah rangsangan suara (click) pada intensitas tinggi
(70-90 dB) tingkat pendengaran normal atau normal hearing level [nHL]).15
Method of recording brainstem evoked auditory potentials (BAEPs)
Brainstem Evoke Response Audiometri (BERA) dilakukan dengan
menggunakan rangsangan suara klik yang menghasilkan respon dari regio basilar
koklea. Setiap telinga dapat dievaluasi secara terpisah, dengan intensitas rangsangan
yang diberikan sebesar 35-40 dB nHL. BERA yang dirangsang oleh suara klik sangat
44
berhubungan dengan sensitivitas pendengaran dalam kisaran frekuensi dari 1000-
4000 Hz. Sinyalnya berjalan melalui jalur pendengaran atau auditory pathway dari
kompleks inti koklear, proksimal ke colliculus inferior. Sebuah elektroda aktif
ditempatkan pada titik kepala yang memungkinkan untuk pencatatan potensi
pendengaran yang ditimbulkan dari saraf pendengaran dan batang otak (potensi awal
pada gelombang I-V), dan struktur pendengaran yang lebih dalam yaitu pada
thalamo-korteks. BERA memiliki latensi yang pendek (<10 ms), saat ini digunakan
secara klinis untuk menguji jalur pendengaran sampai ke tingkat colliculus inferior.13
Gambar Jalur pendengaran dan lokasi anatomi yang berkaitan
dengan gelombang yang ditimbulkan oleh BERA. Saraf pendengaran
(gelombang I-inti koklea, gelombang II- nucleus kokhlea, gelombang III-
Superior olive, gelombang IV-Lateral lemniscus, gelombang V-
Colliculus inferior) Thalamus dan lobus temporal membentuk gelombang
tengah dan akhir dari BERA
Gelombang BERA I dan II berkaitan dengan potensial aksi yang benar.
Gelombang selanjutnya mungkin menggambarkan aktivitas postsinaptik pada pusat
45
auditori batang otak utama yang secara bersamaan menimbulkan bentuk gelombang
puncak dan palung. Puncak positif dari bentuk gelombang menunjukkan aktivitas
aferen kombinasi (dan kemungkinan juga eferen) dari jalur axonal pada batang otak
auditory.4
Gambar Ambang audiometri didefinisikan sebagai intensitas minimum
yang diperlukan untuk mendapatkan gelombang V yang jelas, yaitu
biasanya pada 20 dB. Pada 70 dB tercatat 5 gelombang yang jelas, respon
latensi meningkat dan amplitudo gelombang berkurang
Di Ameriksa Serikat, bentuk gelombang biasanya di plot dengan
elektroda pada vertex dengan amplifier tegangan input positif, sehingga menimbulkan
gelombang puncak pada I, III, dan V. Di negara-negara lainnya, gelombangnya
di plot dengan tegangan negatif. 3
Reaksi yang timbul sepanjang jaras-jaras saraf pendengaran dapat
dideteksi berdasarkan waktu yang dibutuhkan (satuan milidetik) mulai dari saat
pemberian impuls sampai menimbulkan reaksi dalam bentuk gelombang. Gelombang
46
yang terjadi sebenarnya ada 7 buah, namun yang penting dicatat adalah gelombang I,
III,dan V.
Komponen Bentuk Gelombang
1. Gelombang I : Respon gelombang BERA I merupakan gambaran yang luas
dari potensial aksi saraf auditori gabungan pada bagian distal dari nervus kranialis
VIII. Respon tersebut berasal dari aktivitas aferen dari serabut saraf VIII (neuron
urutan pertama) saat meninggalkan koklea dan masuk ke kanalis auditori internal.
2. Gelombang II : gelombang BERA II ditimbulkan oleh nervus VIII proksimal saat
memasuki batang otak.
3. Gelombang III : gelombang BERA III ditimbulkan pada bagian caudal dari pons au-
ditori. Nukleus koklearis mengandung hampir 100.000 neuron, kebanyakan diper-
sarafi oleh sembilan serabut saraf.
4. Gelombang IV : gelombang BERA IV, memiliki puncak yang sama dengan gelom-
bang V, muncul dari neuron urutan ketiga pontin yang kebanyakan terletak pada
kompleks olivary superior, tetapi kontribusi tambahan untuk terbentuknya gelom-
bang IV dapat datang dari nukleus koklearis dan nucleus dari lemniskus lateral.
5. Gelombang V : pembentukan gelombang V terbentuk dari aktivitas dari struktur au-
ditori anatomik multipel. Gelombang BERA V merupakan komponen yang paling
sering di analisa pada aplikasi klinis BERA. Meskipun terdapat beberapa data
mengenai hal yang tepat dalam pembentukan gelombang V, gelombang V berasal
dari sekitar kollikulus inferior. Aktivitas neuron urutan kedua mungkin secara
sekunder mempengaruhi beberapa hal dalam pembentukan gelombang V. Kolliku-
lus inferior merupakan sebuah struktur yang kompleks, dengan lebih dari 99% ak-
son dari regio auditori batang otak bawah melewati lemniskus lateral ke kolliku-
lus inferior.
6. Gelombang VI dan VII : Gelombang VI dan VII dianggap berasal dari thalamus (me-
dial geniculate body), tetapi tempat pembentukan sebenarnya masih diragukan.15
Evaluasi Pemeriksaan BERA
47
Gelombang I, yang ditimbulkan oleh ujung koklear CN VIII, memberikan
informasi yang berharga mengenai aliran darah ke koklea. Karena iskemik
merupakan penyebab kehilangan pendengaran yang berkaitan dengan pembedahan,
gelombang I di monitor secara seksama untuk melihat adanya perubahan pada latensi
atau penurunan amplitudo.
Interval puncak gelombang I-II dan I-III dapat memberikan informasi distal
dan proksimal selama pembedahan CN VIII. Gelombang V dan latensi interval
puncak gelombang I-V di monitor untuk melihat adanya perubahan pada latensi dan
amplitudo. Latensi gelombang I-V memberikan informasi mengenai integritas CN
VIII terhadap batang otak auditori.
Dalam hal patologi retrokoklear, banyak faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi hasil pemeriksaan BERA, termasuk derajat kehilangan pendengaran
sensorineural, kehilangan pendengaran asimetris, batasan pengujian, dan faktor-faktor
pasien lainnya. Pengaruh ini dapat terjadi saat melakukan pemeriksaan maupun saat
menganalisa hasil pemeriksaan BERA.
Penemuan yang menandakan adanya patologi retrokoklear dapat meliputi satu
atau lebih dari tanda berikut ini:
1. Perbedaan latensi gelombang V interaural absolut (IT5) ± memanjang
2. Interval antar puncak gelombang I-V interaural-memanjang
3. Latensi absolut dari gelombang V ± memanjang dibandingkan dengan data nor-
matif
4. Latensi absolut dan latensi interval antar puncak gelombang I-III, I-V, III-V ± me-
manjang dibandingkan dengan data normative. Tidak adanya respon auditori
batang otak pada telinga yang dilakukan pemeriksaan.15
c. Accoustic Immitance
Pemeriksaan acoustic immitance dapat memberikan informasi mengenai
fungsi telinga tengah. Pemeriksaan ini mudah, cepat, murah dan objektif.
Prinsip Acoustic Immitance
48
Sistem telinga tengah bukan suatu transducer energi yang sempurna, dan
tentunya memiliki tahanan yang dikenal dengan acoustic impedance . Aliran energi
yang melalui telinga tengah adalah acoustic admittance. Acoustic immitance adalah
istilah untuk menggambarkan transfer energi akustik melalui telinga tengah meskipun
ada pengaruh acoustic immitance dan acoustic admittance.
Pada pemeriksaan ini digunakan probe tip dengan cuff yang dimasukkan ke
CAE. Pada probe tip ini terdapat beberapa saluran yang berfungsi untuk :
memberikan suara (loudspeaker), sistem pemompaan udara yang berhubungan
dengan manometer, dan sistem analisis (mirophone)
Pada saat pemerikksaan dilakukan, diberikan acoustic signal pada telinga dan
Sound Presure Level pada CAE diukur pada berbagai kondisi.16
Tympanometri
Tympanometri adalah suatu alat untuk mengetahui immittance dari telinga
tengah yang dipengaruhi oleh tekanan udara di CAE.
Tympanometri memberikan informasi mengenai tekanan di telinga tengah, baik
yang low impedance (disartikulasi tulang pendengaran) atau yang high
impedance (otosclerosis, otitis media)
Tympanogram menurut Liden (1969) dan Jerger (1970), terdapat 6 jenis tipe
tympanogram
1. Tipe A
Merupakan tipe tympanogram yang normal, dengan peak pressure pada 0 daPa
2. Tipe As
Tipe ini memiliki kurva yang lebih landai dari tipe A, peak pressure normal.
Merupakan indikasi adanya fiksasi osikular atau tipe tertentu dari efusi telinga
tengah
3. Tipe Ad
Memiliki Peak pressure normal tetapi amplitudonya tinggi, menandakan
adanya anomali membran timpani atau kemungkinan disartikulasi osikular
4. Tipe B
49
Kurvanya flat dan merupakan indikasi adanya efusi telinga tengah, kolesteatom,
serumen, perforasi membran timpani atau penempatan probe yang kurang
tepat
5. Tipe C
Ditandai dengan adanya peak pressure yang negatif, menandakan adanya disfungsi
tuba eustachius
6. Tipe D
Dilakukan dengan probe yang low frequency. Menandakan adanya anomali
membrane tympani atau disartikulasi osikular.
50
Tipe A Tipe B Tipe C
Tipe As Tipe Ad Tipe Ad
Tipe Tympanogram
Interpretasi Hasil Tympanometri
Bila dari hasil timpanogram diperoleh :
- tekanan negatif > 50 daPa abnormal untuk orang dewasa
- tekanan negatif > 150 daPa abnormal untuk anak
Dilihat pula tipe timpanogramnya untuk melihat kemungkinan kelainan yang
terjadi.14
Acoustic Reflex
Prinsip pemeriksaaan
51
Otot stapedius akan berkontraksi bila distimulasi dengan suara keras.
Kontraksi dari otot stapedius ini akan mengubah aksis dari rotasi stapes footplate, dan
mengurangi transfer energi akustik ke telinga tengah. Perubahan konduktifitas ini
dapat diukur dengan acoustic imittance
Selama stimulasi akustik yang kuat, impuls saraf dari cochlea berjalan di N
VIII, menuju nukleus kokhlearis ventral ipsilateral, dan melalui badan trapezoid ke
pusat motorik N Facialis, kemudian impuls tersebut turun ke N VII ke m stapedius
ipsilateral.
Beberapa serabut saraf juga disalurkan dari badan trapezoid ke compleks oliva
superior dan dilanjutkan ke nukleus motorik N VII yaitu 3-4 neuron.
Lengkung reflex kontralateral selalu terdiri dari 4 neuron. Dari N VIII dan
nukleus cockhlearis ventral impuls berjalan melaui trapezoid ke arah oliva medial
superior dan melewati nukleus motoris N VII kontralateral ke arah m.stapedius
Terjadinya refleks akustik tergantung kepada fungsi-fungsi normal dari
seluruh lengkung refleks yang terdiri atas :
1. Kokhlea 3. Batang otak 5. M.stapedius
2. N VIII 4. N VII
52
Diagram jaras acoustic reflex ipsilateral & kontralateral
Beberapa kondisi penyebab perubahan refleks akustik
53
Diagram ilustrasi pemeriksaan refleks akustik
Penjelasan gambar :
Gambar A (kiri atas)
Refleks menghilang pada saat probe dipakai di telinga kiri.
CHL telinga kiri atau gangguan NVII kiri
Gambar B (kanan atas)
Refleks menghilang saat telinga kiri diberikan stimulasi.
Lesi kokhlear atau retrokokhlear telinga kiri
Gambar C (kiri bawah)
Refleks menghilang bilateral.
Brainstem disorder
Gambar D (kanan bawah)
Refleks menghilang saat telinga kanan diberikan stimulasi
Brainstem lesion
54
Interpretasi Acoustic Reflex
Gangguan Dengar Konduktif
Tidak ada refleks yang tercatat apabila probe berhubungan dengan telinga
yang mengalami gangguan di bagian tengah, meskipun sangat ringan, sebaliknya jka
terdapat suatu refleks berarti bagian tersebut normal (ipsilateral)
Jika probe dipasang di teling yang baik dan earphone pada telinga dengan
gangguan konduktif, dapat timbul refleks kontralateral selama air bone gap tidak
lebih dari 30 dB, di atas level ini nada tidak akan cukup kuat untuk menimbulkan
refleks.
Jika terdapat suara menstimulasi telinga normal melalui headphone ,
kemungkinan terdapatnya refleks kontralateral terhadap telinga yang
dipengaruhi sangat kecil, bahkan meskipun hanya terdapat air bone gap
sebesar 10 dB
Kehilangan pendengaran di atas 30 dB merupakan satu-satunya jenis
gangguan unilateral, yang tidak menimbulkan refleks kontralateral pada kedua
telinga. Refleks ipsilateral akan hilang pada bagian yang dipengaruhi dan tetap ada
pada bagian yang normal.
Otosklerosis (atau berbagai penyebab kekakuan di telinga tengah) merupakan
satu-satunya jenis gangguan dengan konduktif yang hasil timpanometrinya normal
dan refleks menghilang.
Gangguan Dengar Sensorineural
Patologi Kokhlea
Jika refleks akustik timbul pada perangsangan 60 dB atau kurang di atas
ambang nada murni, maka ada indikasi yang kuat terhadap adanya
kelainan kokhlea. Semakin besar perbedaan antara ambang nada murni
(pure tone) dan ambang refleks (reflex threshold) terutama 500 Hz,
55
1000Hz dan 20000Hz (refleks akustik tidak dapat diandalkan pada 4000
Hz)
Patologi retrokokhlear
Hilangnya refleks pada 500, 1000 dan 2000 Hz pada pendengaran normal
atau hampir normal harus dipertimbangkan sebagai kecurigaan terhadap
tumor akustik, sampai terbukti sebaliknya.
Apabila timbul refleks, maka kita harus melakukan tes peluruhan refleks
(Refleks decay test). Test dilakukan pada 10 dB di atas ambang refleks
selama 10 detik pada 500 dan 1000 Hz.
Acoustic Reflex Threshold
Ambang akustik refleks biasanya berkisar 70-100 dB, tetapi bervariasi
menurut frekwensi, waktu dan nada. Ambang refleks harus diukur keduanya, baik
ipsilateral maupun kontralateral pada 1000 Hz dan frekwensi lainnya jika diperlukan.
Penurunan refleks diukur selama 10 detik, 10 dB di atas ambang pada 500 Hz dan
1000 Hz
Refleks Decay
Cara Pemeriksaan
Ambang refleks pada 500 dan 1000 Hz direkam lau dibuat nada pada 10 dB
diatas ambang selama 10 detik. Kehilangan 50 % selama 5 detik dianggap abnormal
Interpretasi
Kehilangan 50 % selama 5 detik menunjukkan adanya kelainan retrokokhlea
Tes Fungsi Tuba
Tes ini dilakukan untuk memperkirakan outcome apabila dilakukan
timpanoplasti pada seorang pasien.
Cara dan prinsip pemeriksaan :
56
Probe tip dipasang pada CAE dan diberi tekanan positif secra berangsur.
Pada tekan 200-300 mmH2O akan terjadi penurunan mendadak kembali
ke 0 mmH2O yang terjadi karena ada peneyimbangan tekan ke ronnga
hidung melaui tuba eustachius. Untuk melihat fungsi pembukaan aktif tua
eustachius, tekanan diturunkan sampai -200 mmH2O dan penderita
melakukan : menelan, manuver Toynbee (menelan dengan penutupan
lubang hidung) dan manuver Valsava ( ekspirasi maksimal dengan hidung
dan mulut tertutup) disebut juga SSTV Test (Springing Swallow Toynbee
Valsava Test).
Hasil Normal
- Springing tuba terjadi pada < +300 mmH2O
- Perubahan tekanan dari -200 mmH2O kembali ke 0 mmH2O dengan 3 kali
test Toynbee serta satu kali test valsava. 16
57
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa telinga merupakan salah
satu organ tubuh yang kompleks, memiliki struktur khusus yang memiliki fungsi
pendengaran dan keseimbangan.
Tuli konduktif, Tuli Sensoneural dan Tuli campuran merupakan gangguan
fungsi pendengaran. Dengan melakukan pemeriksaan gangguan yang tepat baik
secara subjektif yang sederhana maupun pemeriksaan objektif kita dapa menentukan
diagnosajenis gangguan pendengaran.
Selanjutnya dengan ketepan mendiagnosa suatu gangguan dengar maka akan
membantu kita untuk penatalaksaan gangguan dengar tersebut karena indra
pendengaran adalah karunia Tuhan yang sangat berharga bagi kehidupan setiap
manusia.
58
DAFTAR PUSTAKA
1. Ballantyne J and Govers J : Scott Brown’s Disease of the Ear, Nose, and Throat. Publisher: Butthworth Co.Ltd. : 1987, vol. 5
2. Boies, adams. Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. EGC. Jakarta .19973. http://www.jludwick.com/Notes/Miscellaneous/Insurance.html 4. Moore,keith L. Anatomi Klinis Dasar.EGC. Jakarta .20025. Snell Richard : Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6.
Penerbit: EGC. Jakarta 2006.6. Sherwood Laurale; Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Penerbit:
EGC. Jakarta 2006.7. Hall, John E. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. Publisher:
Saunders 2010. 8. Skurr,B. Pemeriksaan Otology. Kumpulan Kuliah. Pada Kursus Audiologi
Praktis. Bandung. 13-14 Mei 1991; 12-639. Cummings,W Charles. Auditory Function Test. Otolaryngology Head and
Neck Surgery. Second edition. Mosby Year Book. St Louis. 1993;2698-271510. Lee.KJ. Audiology. Essential Otolaryngology. Eight edition. Mc Graw Hill
Companies. United States. 2003;24-6411. Henny,BERA, dikutip dari situs: http://hennykartika.wordpress.com, 200812. Arsyad Soepardi, Efiaty; Nurbaiti Iskandar, Jenny Bashiruddin, Ratna Dwi
Resuti. 2007.Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung TenggorokanKepala & Leher; Edisi keenam. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
13. Esteves,Norte. Et.al. Brainstem Evoked Response Audiometry in Normal Hearing Subjects. Original Article. Brazilian Journal Of Otorhinolaryngol ; 75(3):420-5.
14. Michigan University. Brainstem Auditory Evoked Response or Auditory Brainstem Response. Available at http://www.med.umich.edu/childhearinginfo/pv/baer.htm.
15. Bhattacharyya, Neil,Auditory Brainstem Response Audiometry , dikutp darisitus: http://emedicine.medscape.com, 2008
16. Katz, J. The Acoustic Reflex. Handbook of Clinical Audiology. Fifth edition. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia. 2000; 205- 232.
59