referat hifema

18
REFERAT GLAUKOMA SEKUNDER ET CAUSA HIFEMA TRAUMATIKA Diajukan untuk melengkapi tugas kepaniteraan senior Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Anindita Kusuma Ardiani 22010113210155

Upload: kloter1

Post on 12-Dec-2015

35 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Hifema

TRANSCRIPT

REFERAT

GLAUKOMA SEKUNDER ET CAUSA HIFEMA TRAUMATIKA

Diajukan untuk melengkapi tugas kepaniteraan senior

Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Anindita Kusuma Ardiani

22010113210155

BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2014

BAB I

PENDAHULUAN

Glaukoma didefinisikan sebagai suatu kumpulan penyakit dengan karakteristik

neuropati optik yang berhubungan dengan penurunan lapangan pandang dan peningkatan

tekanan intraokuli sebagai satu faktor resiko utama.

Berdasarkan American Academy of Ophthalmology, glaukoma dibagi atas glaukoma

sudut terbuka, glaukoma sudut tertutup dan glaukoma pada anak. Selain itu, dikenal pula

glaukoma sekunder, yaitu peningkatan tekanan intra okuler yang terjadi sebagai salah satu

manifestasi dari kelainan mata yang lain.

Penyakit glaukoma dikatakan memiliki beberapa faktor risiko antara lain faktor usia,

glaukoma primer sudut terbuka lebih sering terjadi pada pasien usia tua, dimana sebagian

besar kasus terjadi pada usia di atas 65 tahun. Sehingga diagnosis glaukoma primer sudut

terbuka jarang diberikan pada pasien dibawah usia 40 tahun. Faktor lain yang terkait yaitu

faktor ras kulit hitam dimana penyakit ini lebih banyak ditemukan, lebih berat dan dapat

terjadi pada usia lebih muda. Riwayat keluarga juga merupakan faktor risiko, karena

glaukoma primer sudut terbuka sering diwariskan dan kemungkinan besar terkait dengan

multifaktorial. Risiko tinggi terdapat pada pasien dengan kerabat dekat yang menderita

glaukoma. Dikatakan risiko meningkat dua kali lipat jika salah satu orang tua menderita

glaukoma dan meningkat menjadi empat kali lipat pada pasien dengan saudara sedarah yang

menderita glaukoma primer sudut terbuka. Miopia juga memiliki kaitan khusus dengan

peningkatan insiden terjadinya galukoma dan lebih rentan terjadi kerusakan akibat glaukoma.

Salah satu contoh kelainan mata yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intra

okuli dan menyebabkan glaukoma sekunder adalah hifema akibat trauma pada bola mata.

Hifema adalah terkumpulnya darah dalam bilik depan boIa mata ( camera oculi anterior ) .

Perdarahan bilik depan bola mata akibat rudapaksa ini merupakan akibat yang paling sering

dijumpai karena persentuhan mata dengan benda tumpul. Berat ringannya hifema traumatika

ini selain tergantung pada tingginya perdarahan juga tergantung pada ada tidaknya

komplikasi yang menyertainya.

1

BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI

Glaukoma merupakan suatu penyakit yang memberikan gambaran klinik berupa

peninggian tekanan bola mata, penggaungan papil saraf optik dengan defek lapangan

pandang mata. Secara umum, Glaukoma adalah kelompok penyakit mata yang

disebabkan oleh tingginya tekanan bola mata sehingga menyebabkan rusaknya saraf

optik yang membentuk bagian-bagian retina retina dibelakang bola mata. Saraf optik

menyambung jaringan-jaringan penerima cahaya (retina) dengan bagian dari otak yang

memproses informasi pengelihatan.

B. ETIOLOGI

Penyakit yang ditandai dengan peninggian tekanan intraokuler ini disebabkan

oleh :

1. Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan silier

2. Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di celah

pupil.

C. PATOFISIOLOGI

Tekanan Intra Okuler (TIO) ditentukan oleh kecepatan produksi aquous humor

dan aliran keluar aquous humor dari mata. TIO normal 10 – 21 mmHg dan

dipertahankan selama terdapat keseimbangan antara produksi dan aliran aquous humor.

Aquous humor di produksi didalam badan silier dan mengalir ke luar melalui canalis

schlemm ke dalam sistem vena. Ketidakseimbangan dapat terjadi akibat produksi

berlebih badan silier atau oleh peningkatan hambatan abnormal terhadap aliran keluar

aquous humor melalui camera oculi anterior (COA). Peningkatan tekanan intraokuler >

23 mmHg memerlukan evaluasi yang seksama. Iskemia menyebabkan struktur ini

kehilangan fungsinya secara bertahap. Kerusakan jaringan biasanya dimulai dari perifer

dan bergerak menuju fovea sentralis. Kerusakan visus dan kerusakan saraf optik dan

2

retina adalah ireversibel dan hal ini bersifat permanen tanpa penanganan, glaukoma

dapat menyebabkan kebutaan. Hilangnya penglihatan ditandai dengan adanya titik buta

pada lapang pandang.

Gambar 1. Aliran aquous humor

D. KLASIFIKASI

Glaukoma terbagi menjadi tipe primer, sekunder dan kongenital. Tipe primer

terbagi menjadi glaukoma sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup.

1. Glaukoma Primer

Glaukoma jenis ini merupakan bentuk yang paling sering terjadi, struktur yang

terlibat dalam sirkulasi  dan atau reabsorbsi aquos humor mengalami perubahan

langsung.

a.    Glaukoma Sudut Terbuka

Merupakan sebagian besar dari glaukoma ( 90-95% ) , yang meliputi kedua

mata. Timbulnya kejadian dan kelainan berkembang secara lambat. Disebut

sudut terbuka karena humor aqueousmempunyai pintu terbuka ke jaringan

trabekular. Pengaliran dihambat oleh perubahan degeneratif jaringan trabekular,

saluran schleem, dan saluran yg berdekatan. Perubahan saraf optik juga dapat

terjadi. Gejala awal biasanya tidak ada, kelainan diagnosis dengan peningkatan

TIO dan sudut ruang anterior normal. Peningkatan tekanan dapat dihubungkan

dengan nyeri mata yang timbul.

3

b.    Glaukoma Sudut Tertutup

Disebut sudut tertutup karena ruang anterior secara anatomis menyempit

sehingga iris terdorong ke depan, menempel ke jaringan trabekular dan

menghambat humor aqueous mengalir ke saluran schlemm. Pergerakan iris ke

depan dapat karena peningkatan tekanan vitreus, penambahan cairan di ruang

posterior atau lensa yang mengeras karena usia tua. Gejala yang timbul dari

penutupan yang tiba- tiba dan meningkatnya TIO, dapat berupa nyeri mata yang

berat, penglihatan yang kabur dan terlihat hal. Penempelan iris menyebabkan

dilatasi pupil, bila tidak segera ditangani akan terjadi kebutaan dan nyeri yang

hebat.

Tanda dan gejala meliputi nyeri hebat di dalam dan sekitar mata., timbulnya

halo di sekitar cahaya, pndangan kabur. Pasien kadang mengeluhkan keluhan

umum seperti sakit kepala, mual, muntah, kedinginan, demam. Peningkatan TIO

menyebabkan nyeri yang melalui saraf kornea menjalar ke pelipis, oksiput dan

rahang melaui cabang-cabang nervus trigeminus.

2. Glaukoma Sekunder

Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang terjadi akibat penyakit mata lain yang

menyebabkan penyempitan sudut atau peningkatan volume cairan di dalam mata.

Kondisi ini secara tidak langsung mengganggu aktivitas struktur yang terlibat dalam

sirkulasi dan atau reabsorbsi aquouos humor. Gangguan ini terjadi akibat:

a. Perubahan lensa, dislokasi lensa , terlepasnya kapsul lensa pada katarak

b. Perubahan uvea, uveitis, neovaskularisasi iris, melanoma dari jaringan uvea

c. Trauma, robeknya kornea/limbus diserai prolaps iris

Dapat terjadi dari peradangan mata , perubahan pembuluh darah dan trauma . Dapat

mirip dengan sudut terbuka atau tertutup tergantung pada penyebab

a. Perubahan lensa

b. Kelainan uvea

c. Trauma

d. Bedah

3.    Glaukoma Kongenital

4

Glaukoma ini terjadi akibat kegagalan jaringan mesodermal  memfungsikan

trabekular. Kondisi ini disebabkan oleh ciri autosom resesif dan biasanya bilateral.

a. Primer atau infantile

b. Menyertai kelainan kongenital lainnya

4.    Glaukoma absolut

Merupakan stadium akhir glaukoma ( sempit/ terbuka) dimana sudah terjadi

kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut .Pada

glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan

eksvasi  glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa sakit.sering mata

dengan buta ini mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga

menimbulkan penyulit berupa neovaskulisasi pada iris, keadaan ini memberikan rasa

sakit sekali akibat timbulnya glaukoma hemoragik.

Pengobatan glaukoma absolut dapat dengan memberikan sinar beta pada badan

siliar, alkohol retrobulber atau melakukan pengangkatan bola mata karena mata telah

tidak berfungsi dan memberikan rasa sakit.

Gambar 2. Glaucomatous cupping

Glaukoma sekunder dapat terjadi akibat trauma pada bola mata yang menyebabkan adanya

hifema atau perdahan pada bilik mata depan. Berikut akan dibahas lebih lanjut mengenai

hifema.

A. HIFEMA

Hifema adalah terkumpulnya darah dalam bilik depan bola mata. Hal ini paling

sering disebabkan oleh trauma tumpul pada mata. Perdarahan bilik depan bola mata ini

terutama berasal dari pembuluh darah corpus siliaris dan sebagian kecil dari pembuluh

5

darah iris. Hifema dapat juga disebabkan oleh trauma intraoperasi, pecahnya

neovaskularisasi, adanya kanker, atau kelainan vaskuler lain.

Terdapat 2 mekanisme yang diduga menyebabkan terjadinya hifema. Mekanisme

pertama adalah mekanisme dimana kekuatan trauma menyebabkan kontusi sehingga

terjadi robekan pada pembuluh darah iris dan badan silier yang rentan rusak. Mekanisme

kedua adalah trauma tersebut menyebabkan peningkatan tekanan intra okuler sehingga

menyebabkan ruptur pembuluh darah pada iris dan badan silier.

Gambar 3. Hifema

B. HIFEMA DAN GLAUKOMA SEKUNDER

Adanya darah yang mengisi bilik mata depan dapat meningkatkan tekanan

intraokuler secara langsung karena adanya peningkatan volume cairan di dalam bilik

mata depan, sehingga menyebabkan kondisi glaukoma sekunder. Mekanisme lain

terjadinya glaukoma sekunder adalah karena adanya gumpalan darah, eritrosit, atau fibrin

yang menempel pada trabekula meshwork sehingga menghambat aliran masuk humor

aqueous ke dalam saluran tersebut. Gejala yang berkaitan dengan peningkatan tekanan

intraokular seperti, nyeri pada mata, nyeri kepala, atau fotofobia juga dapat muncul.

Pengamatan TIO sangat penting untuk menentukan langkah tatalaksana lanjutan.

Selama fase akut hifema, seringkali ditemukan peningkatan TIO yang disebabkan oleh

mekanisme diatas. Peningkatan TIO akut ini dapat diikuti oleh periode TIO normal

ataupun di bawah normal setelah 24 jam pertama kejadian hingga hari ke-6. Fenomena

ini terjadi karena produksi humor aquos yang berkurang dan adanya uveitis. Hal ini juga

dapat meningkatkan kejadian perdarahan sekunder. Seiring dengan pulihnya badan siliar,

TIO akan kembali meningkat.

Dapat pula ditemukan ghost cell pada glaukoma karena komplikasi hifema dengan

perdarahan vitreus, dengan peningkatan TIO yang bertahan sekitar 2 minggu sampai 3

bulan setelah trauma. Ghost cells merupakan bentuk residu eritrosit yang kehilangan

6

hemoglobin di vitreus setelah terjadinya perdarahan.Hal ini disebabkan ghost cellyang

menghambat trabecular meshwork.

Gejala penyerta lain yang dapat muncul pada hifema adalah kemunculan

perdarahan sekunder. Perdarahan sekunder mungkin disebabkan olehlisis dan

retraksibekuan dan fibrin, yang berfungsi sebagai penyumbat pembuluh darah yang

mengalami ruptur di awal trauma. Perdarahan sekunder ini dapatmemicu oleh

peningkatan TIO dan pewarnaan kornea.

C. KOMPLIKASI

Komplikasi dari hifema traumatik berkaitan erat dengan retensi darah di bilik mata

depan. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain

1. Sinekia Posterior

Sinekia posterior atau adhesi iris terhadap lensa dapat terjadi pada pasien dengan

hifema traumatik karena efek dari terjadinya iritis atau iridosiklitis. Akan tetapi,

komplikasi ini jarang terjadi pada pasien yang mendapat tatalaksana dengan baik.

Sinekia posterior lebih banyak terjadi pada pasien hifema yang menjalani evakuasi

lewat pembedahan.

2. Sinekia Anterior Perifer

Sinekia anterior perifer, dimana iris menempel ke kornea, sering terjadi pada pasien

dengan hifema yang menetap pada periode yang panjang, biasanya mencapai 9 hari

atau lebih. Hal ini disebabkanoleh adanya iritis kronik akibat trauma awal atau

adanya iritis kimiawi karena adanya darah di bilik mata depan. Kemungkinan

penyebab lainnya adalah adanya bekuan di sudut bilik yang mengakibatkan fibrosis

trabecular meshwork sehingga menutup sudut tersebut.

3. Pewarnaan Kornea ( Corneal Bloodstaining)

Pewarnaan kornea/ corneal bloodstaining/ hemosiderosis korneaterutama terjadi

pada pasien dengan hifema total dan terkait pula dengan peningkatan TIO.

Komplikasi ini lebih jarang terjadi pada hifema sebagian ataupun hifema dengan

TIO normal, meskipun masih dapat terjadi pada kondisi hifema pada pasien dengan

kerusakan endotel. Proses penyembuhan pewarnaan kornea membutuhkan waktu

beberapa bulan. Secara umum, pewarnaan kornea dimulai dari sentral dan kemudian

menyebar ke bagian perifer endotel kornea. Proses resolusi dari komplikasi ini

7

merupakan kebalikan dari proses inisiasi. Resolusi akan dimulai dari bagian perifer

kemudian menuju ke tengah.

4. Atrofi optik

Atrofi optik disebabkan oleh peningkatan TIO, baik akut maupun kronik. Atrofi

optik nonglaukomatosa yang terjadi pada pasien hifema dapat disebabkan oleh

trauma inisial ataupun periode transien dari peningkatan TIO.

Komplikasi lainnya melibatkan kerusakan segmen posterior seperti rupture koroid,

ablasio retino, perdarahan vitreus, dan dialisis zonular.

D. PENATALAKSANAAN

Glaukoma sekunder yang terjadi karena adanya hifema, perlu diatasi

penyebabnya yaitu menangani hifema.

Hifema biasanya akan mengalami penyerapan secara spontan. Umumnya hal ini

terjadi setelah 5-7 hari dari awal trauma. Oleh karena itu, tatalaksana hifema pada awal

lebih menitikberatkan kepada elevasi kepala, bed rest dengan rawat inap, patching, dan

monitoring peningkatan TIO serta adanya perdarahan sekunder. Dibawah akan dijelaskan

secara lebih lanjut mengenai hal tersebut.

1. Terapi Medikamentosa

Meskipun pada hifema Tujuan pemberian obat-obatan pada pasien hifema adalah

untuk :

Mengurangi angka perdarahan ulang

Menghilangkan hifema

Menangani lesi jaringan terkait

Mengurangi gejala sekunder dari hifema

Tatalaksana secara medikamentosa meliputi :

a. Sikloplegik/midriatik untuk mengurangi rasa sakit dan risiko terjadinya sinekia

posterior. Pemberian sikloplegik dapat menstabilkan blood-aqueous barrier ,

meningkatkan kenyamanan pasien, dan memfasilitasi evaluasi segmen posterior.

Tetapi ternyata atropin topikal tidak memiliki efek menguntungkan dalam

mengurangi kejadian perdarahan ulang, resorpsi darah, atau perbaikan visus.

b. Analgesik bila perlu, berupa asetaminophen atau codein, bergantung pada

tingkatnyeri yang dirasakan pasien

8

c. Kortikosteroid topical untuk mengurangi inflamasi dan mencegah

iritis/iridosiklitis

d. Agen antifibrinolitik seperti asam aminokaproattopical dan/atau oral serta asam

traneksamat oral untuk mengurangi risiko perdarahan ulang.

e. Tissueplasminogen activator untuk fibrinolisis clotting yang stagnan.

f. Terapi antiglaukoma seperti dengan pemberian asetazolamid atau beta-blocker

seperti timolol.

2. Terapi Non-medikamentosa

Selain dari elevasi kepala 30-45 untuk membantu proses penyerapan darah,

sesungguhnya secarau mum bed rest , rawat inap, dan patching tidak perlu dilakukan.

Namun jika hifema terjadi pada pasien yang tidak kooperatif, pada penderita sickle

cell disease , atau terjadi perdarahan ulang, terapi-terapi non- medikamentosa di atas

perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi berikut.

Monitoring TIO, pewarnaan kornea, dan perdarahan sekunder perlu dilakukan

secara berkala untuk mengetahui kemunculan komplikasi dan pemberian

penatalaksanaan sesuai.

3. Tatalaksana Operatif

Indikasi untuk melakukan operasi pada pasien hifema adalah :

a. Absorpsi darah secara spontan terlalu lambat

b. Terdapat kelainan penggumpalan darah yang dapat menjadi resiko

perdarahan sekunder, seperti hemoglobinopati atau sickle cell disease.

c. Peningkatan TIO tidak bisa diatasi dengan obat-obatan (>35 mmHg selama

7 hari atau >50 mmHg selama 5 hari) dan adanya kemungkinan corneal

blood staining .

Pembedahan yang dapat dilakukan adalah dengan parasentesis.

9

BAB III

PENUTUP

Glaukoma didefinisikan sebagai suatu kumpulan penyakit dengan karakteristik

neuropati optik yang berhubungan dengan penurunan lapang pandangan dan peningkatan

tekanan intraokuli sebagai satu faktor resiko utama.

Berdasarkan American Academy of Ophthalmology, glaukoma dibagi atas glaukoma

sudut terbuka, glaukoma sudut tertutup dan glaukoma pada anak. Selain itu, dikenal pula

glaukoma sekunder, yaitu peningkatan tekanan intra okuli yang terjadi sebagai salah satu

manifestasi dari kelainan mata yang lain.

Cedera kontusio bola mata dapat disertai peningkatan tekanan intraokular akibat

perdarahan ke kamera anterior (hifema). Darah bebas menyumbat jalinan trabekular, hal ini

akan menyebabkan gangguan aliran humor aqueous dan terjadi peningkatan tekanan

intraokular. Laserasi akibat kontusio pada segmen anterior diikuti hilangnya kamera anterior.

Jika kamera tidak segera dibentuk kembali maka akan terbentuk sinekia aterior perifer dan

menyebabkan penutupan sudut yang ireversibel.

Penatalaksanaan glaukoma sekunder karena hifema traumatika perlu mengatasi

hifema sebagai penyebab yang mendasari penyakit. Penatalaksanaannya antara lain dengan

pemberian siklopegik/midriatik, kortikosteroid topikal, agen fibrinolitik, anti glaukoma, serta

dapat diberikan analgetik bila diperlukan. Terapi operatif berupa parasintesis dapat dilakukan

sesuai indikasi. Selain itu monitoring tekanan intra okuler, adanya pewarnaan kornea, serta

perdarahan sekunder perlu dilakukan secara berkala untuk mengetahui kemunculan

komplikasi dan pemberian penatalaksanaan sesuai.

10

DAFTAR PUSTAKA

1. Kanksi JJ. Glaucoma. In: Kanski JJ, editor. Clinical ophtalmology a systemic

approach. 4th edition. Oxford: Butterworth Heinemann; 2000. p. 206-9.

2. Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. General ophtalmology. 17th ed. USA :

McGraw-Hill. [e-book]

3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Ed.4.2012. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.hal.268-269.

4. Sheppard JD. Hyphema. Diakses dari

http://emedicine.medscape.com/article/1190165-overview pada tanggal 6 Desember

2014 pukul 16.00

5. Anonim. Traumatic hyphema. Diakses dari

http://www.uptodate.com/contents/traumatic-hyphema-epidemiology-anatomy-and-

pathophysiology pada tanggal 6 Desember 2014 pukul 19.00.

6. Anonim. Hyphema. Diakses dari http://cms.revoptom.com/handbook/sect4f.htm pada

tanggal 7 Desember 2014 pukul 20.00.

7. Irak-Dersu I. Hyphema glaucoma. Diakses dari

http://emedicine.medscape.com/article/1206635-overview pada tanggal 7 Desember

2014 pukul 21.00.

11