referat endoskopi
DESCRIPTION
jTRANSCRIPT
REFERAT
ENDOSKOPI
PEMBIMBING:
Dr. H. Yuswandi Affandi, Sp. THT
Dr. Bima Mandraguna,Sp. THT-KL
Penyusun:
Dea Haykalsani Harahap (030.11.065)
Fatimah Saleh (030.11.096)
Rayni Anugrah (030.11.242)
Mutiara Ferina (030.11.202)
KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
PERIODE 25 MEI- 27 JUNI 2015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT, karena berkat, rahmat, dan petunjuk-Nya, penulis
dapat menyelesaikan referat berjudul “Endoskopi”.
Referat ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas kepanitraan klinik di bagian THT-
KL Rumah Sakit Umum Daerah Karawang. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Yuswandi Affandi, Sp.THT selaku dokter
pembimbing dan rekan-rekan kepanitraan klinik yang ikut membantu member dorongan
semangat serta moril. Tidak lupa penulis ingi mengucapkan terima kasih kepada dr. Bima
Mandraguna, Sp. THT-KL yang telah membantu peulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih terdapat kekurangan serta kesalahan. Oleh
karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.
semoga referat ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan dalam bidang ilmu THT-
KL khususnya dan bidang kedokteran pada umumnya.
Karawang, 08 Juni 2015
Penulis
BAB I
PEMBAHASAN
1. Endoskopi
Endoskopi merupakan suatu alat yang digunakan untuk memeriksa organ di dalam
tubuh manusia secara visual dengan cara mengintip dengan alat tersebut atau langsung
melihat di layar monitor sehingga kelainan yang ada pada organ tersebut dapat dilihat dengan
jelas.
Secara har f iah endoskopi a r t inya adalah mel iha t ke dalam, yang dalam
hal ini berarti melihat kedalam tubuh manusia untuk suatu indikasi
medis.Endoskopi adalah suatu alat yang menggunakan sistem fiberoptik dengan
sistem pencahayaan yang memungkinkan visualisasi kedalam bagian tubuh tertentu.
2. Sejarah
Sejarah perkembangan Endoskopi Gastrointestinal dibagi menjadi 2 bagian besar yaitu:
1. Sejarah perkembangan Endoskopi diluar negeri
2. Sejarah perkembangan Endoskopi di Indonesia
(1) Sejarah Perkembangan Endoskopi di Luar Negeri
Sejarah Gastrointestinal Endoscopi dibagi 3 periode:
a. Periode Endoskop kaku yang diperkenalkan oleh Bozzini (tahun 1795) untuk
melihat rektum dan uterus dengan penyinaran dari lilin. Pada tahun 1868 Kussmaul
memperkenalkan pertama dari bahan logam yang pada tahun 1881 disempurnakan oleh
Mikulicz. Pada tahun 1868 Bevan memperkenalkan Esofagokop. Pada tahun 1902 Tuttle
memperkenalkan Rektosigmoidoskop pertama. Pada tahun 1901 Ott memperkenalkan
Peritoneoskop pertama kali.
b. Periode Endoskop Semi Fleksibel(1932-1958) Pada tahun 1932 Schindler
W,memperkenalkan Gastroskop semi fleksibel yang pertama kali. Pada tahun 1939 di
sempurnakan oleh Henning, selanjutnya tahun 1941 Eder Palmer membuat Gastrop
dengan diameter 9mm dan tahun 1948 Benedick membuat Gastrop yang dilengkapi alat
biopsi.Tahun 1950 Uji membuat gastrokamera dengan microfilm.
c. Periode Endoskop Lentur (Fleksibel Endoskop) Pada tahun 1958 Hirschowitz
mendemonstrasikan Gastroduodenal Fiberskop buatan ACMI. Pada tahun 1962 Olympus
Co dari Jepang membuat gastrokamera dikombinir dalam fiberscope yang disebut GTF.
Pada tahun 1970 di Jepang dilakukan pemeriksaan Endoskopi di TV(Television-
Endoskopi). Pada tahun 1963 dibuat Rectosigmoidoskopi serat optik oleh ACMI
sepanjang 50-60cm. Pada tahun 1968 Olympus Co membuat Colonoskop serat optik
105 cm dan 185cm. Perkembangan selanjutnya pada tahun 1984 diperkenalkan Video
Endoskop Yang tidak lagi menggunakan serat optik tapi menggunakan microelektronik
yang maju sehingga dapat diperoleh gambar dengan resolusi tinggi. Perkembangan
selanjutnya Endoskop Gastrointestinal tidak hanya digunakan sebagai sarana terapeutik
Misalnya : Pengambilan benda asing, skleroterapi, menghentikan perdarahan,
polipektomi dll.
(2) Sejarah Perkembangan Endoskopi di Indonesia
a. Perkembangan Endoscopi di Indonesia juga diawali dengan penggunaan Endoskop
kaku yang kemungkinan sudah dimulai sejak sebelum Perang Dunia II yaitu dengan
alat Rektosigmoidoskopi, sedangkan Gastroskop kaku belum pernah dilaporkan
penggunaannya di Indonesia. Pada tahun 1958 Pang mempelopori penggunaan
Laparoskopi tanpa kamera. Pada tahun 1967 gastroskop setengah lentur pertama kali
digunakan di Indonesia oleh Sumadibrata, baru selanjutnya gastroskop lentur
(Olympus GTFA) dipakai oleh Supardiman diRSUD Dr. Hasan Sadikin Bandung
(1971) dan oleh Simadibrata di RS.Cipto Mangunkusumo Jakarta. Selanjutnya
berdirilah Perhimpunan Endoskopi Gastrointestinal Indonesia (PEGI) pada tahun
1974 yang diketuai oleh Pang.
b. Kolonoskop lentur pertama kali dipakai di Indonesia oleh Hilmy dkk (1973) dan
selanjutnya dilaporkan polipektomi endoskopik pada polip kolon. Skleroterapi
endoscopik dilaporkan pertama kali oleh di Indonesia oleh Hilmy dkk (1984) dengan
penyuntikan ethoxy sclerol.
c. Pada tahun 1984 Rani dkk melakukan kauterisasi endoskopik terhadap 3 pederita
striktur Esofagus. Bila kita ikuti sejarah perkembangan endoskopi di Indonesia maka
dapat disimpulkan bahwa perkembangan pemakaian endoskop di Indonesia
menyerupai penggunaan endoskop di luar negeri.
3. Jenis Endoskopi
Peralatan yang digunakan dapat berupa scope yang kaku ( rigid scope), fleksibel (flexible scope),
video endoscope (evis scope), endoskop kapsul (capsul endoscope). Endoskopi tidak hanya
menampilkan suatu gambar atau pencitraan untuk pemeriksaan visual dan fotografi, tapi juga
memungkinkan untuk mengambil sampel biopsi dan mengambil benda asing.
Tabel 1. Perbedaan fleksibel endoskopi dan rigid endoskopi
Berdasarkan fungsi dari endoskopi terdapat beberapa jenis endoskopi yaitu tercantum
pada tabel 2.
Tabel 2. Jenis endoskopi berdasarkan fungsi
Jenis Endoskop Cara masuk Yang dilihat Nama prosedur
Antroskop kulit sendi Antroskopi
Bronkosop mulut Trakea dan Bronkoskopi
bronkus
kolonoskop anus Kolon Kolonoskopi
sitoskop uretra Vesika Sitoskopi
enteroskop Mulut atau anus intestinal Enteroskopi
Esophagogastroduodeno-
scope
mulut Esophagus, gaster,
duodenum
Esophagogastroduoden-
scopy (EGD)
Histeroskop vagina uterus Histeroskopi
laparoskop Abdomen intrabdomen Laparskopi
Laringoskop Mulut atau
hidung
Laring Laringoskopi
Mediastinoskop sternum mediastum Mediastinoskopi
sigmoidoskop anus Rektum dan
sigmoid kolon
Sigmoidoskopi
INDIKASI ENDOSKOPI
Untuk menerangkan perubahan-perubahan radiologis yang meragukan atau tidak
jelas, atau untuk menentukan dengan lebih pasti atau tepat kelainan radiologis yang
didapatkan pada esophagus, gaster, atau duodenum
Pasien dengan gejala menetap (disfagia, nyeri epigastrium, muntah-muntah) yang
pada pemeriksaan radiologis tidak didapatkan kelainan
Bila pemeriksaan radiologis menunjukkan atau dicurigai suatu kelainan, misalnya
tukak, keganasan atau obstruksi pada esophagus, indikasi endoskopi yaitu
memastikan lebih lanjut lesi tersebut dan untuk membuat pemeriksaan fotografi,
biopsy, atau sitologi .
Perdarahan akut saluran cerna bagian atas memerlukan pemeriksaan endoskopi
secepatnya dalam waktu 24 jam untuk mendapatkan diagnosis sumber perdarahan
yang paling tepat
Pemeriksaan endoskopi yang berulang-ulang diperlukan untuk memantau
penyembuhan
Tukak yang jinak pada pasien-pasien dengan tukak yang dicurgai kemungkinan
adanya keganasan (deteksi dini karsinoma lambung)
Pada pasien –pasien pasca gastrektomi dengan gejala atau keluhan-keluhan saluran
cerna bagian atas diperlukan pemeriksaan endoskopi karena intepretasi radiologis
biasanya sulit. Iregularitas dari lambung dapat dievaluasi langsung melalui endoskopi
Kasus sindrom dyspepsia dengan usia lebih dari 45 tahun atau di bawah 45 tahun
dengan tanda bahaya (muntah-muntah hebat, denanm hematemesis, anemia, ikterus,
dan penurunan berat badan), pemakaian obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) dan
riwayat
kanker pada keluarga
Prosedur terapeutik seperti polipektomi, pemasangan selang makanan, dilatasi pada
stenosis esophagus atau akalasia, dll.
KONTRAINDIKASI ENDOSKOPI
Kontraindikasi Absolut
Pasien tidak kooperatif atau menolak prosedur pemeriksaan tersebut setelah
indikasinya dijelaskan secara penuh
Renjatan berat karena perdarahan, dll
Oklusi koroner akut
Gagal jantung berat
Koma
Emfisema dan penyakit paru obstruktif berat
Pada keadaan-keadaan tersebut, pemeriksaan endoskopi harus ditunda dulu
hingga keadaan penyakitnya membaik.
Kontraindikasi Relatif
Luka korodif akut pada esophagus, aneurisma aorta, aritmia jantung berat
Kifoskoliosis berat, divertikulum Zenker, osteofit bear pada tulang servikal,
struma besar. Pada keadaan tersebut pemeriksaan endoskopi harus dilakukan dengan
hati-hati
Pasien gagal jantung
Penyakit infeksi akut (misal pneumonia, peritonitis, kolesistitis)
Pasien anemia berat misalnya karena perdarahan, harus diberi transfuse
darah terlebih dahulu hingga Hb minimal 10g/dl
Toksemia pada kehamilan terutama bila disertai infeksi berat atau kejang-kejang
Pasien pasca bedah abdomen yang baru
Gangguan kesadaran
Tumor mediastinum
PERSIAPAN ENDOSKOPI
1. Persiapan Umum
Psikologis
Memberikan penyuluhan atau bimbingan konseling keperawatan mengenai tujuan,
prosedur dan kemungkinan yang dapat terjadi agar klien dapat membantu kelancaran
pemeriksaan endoskopi
Administrasi
Mengisi informed consent ditanda tangani oleh klien atau keluarga
Menjelaskan perihal administrasi
2. Persiapan Khusus
Endoskopi Saluran cerna bagian atas:
Puasa, tidak makan dan minum setidaknya 6 jam sebelum tindakan pemeriksaan endoskopi
Gigi palsu dan kacamata harus di lepas selama proses pemeriksaan
Sebelum tindakan endoskopi disemprot xylocain 10%
Endoskopi saluran cerna bagian bawah:
Dua hari sebelum pemeriksaan dianjurkan puasa rendah serat (bubur kecap/bubur maizena)
Minum obat pencahar
PERSIAPAN ALAT
Standar persiapan alat pada kegiatan endoskopi diagnostic :
Skop sesuai kebutuhan ( gastroskopi, duodenoskopi )
Suction pump
Printer endoskopi dengan kertasnya
Monitor tv
Light source
KOMPLIKASI ENDOSKOPI
1. Perdarahan
2. Perforasi
3. Pneumonia aspirasi
4. Penularan infeksi
5. Instrument impaction
Endoskopi di bidang THT:
1. Sinuskopi
2. Nasofaringoskopi
3. Esofagoskopi
4. Bronkoskopi
I. Sinuskopi
Pemeriksaan ke dalam sinus maksila menggunakan endoskop yang dimasukkan melalui
lubang yang dibuat di meatus inferior atau fosa kanina
II. Nasofaringoskopi
Pemeriksaan dengan memasukkan endoskop untuk melihat langsung keadaan nasofaring.
III. Esofagoskopi
Untuk melihat langsung kedalam lumen esofagus, keadaan dinding atau mukosa esofagus
serta bentuk lumen esofagus
Indikasi
A. Diagnostik
- Menyelidiki penyebab terjadinya disfagia atau odinofagi ketika gambaran dari
barium yang tertelan tidak menunjukkan kelainan.
- Pemeriksaan pada faring dan sfringter atas esofagus dilakukan bila dipikirkan
adanya kemungkinan neoplasma, ulserasi, cedera, divertikulum, dan kelainan
radiologis yang tidak dapat dijelaskan
- Pemeriksaan pada esofagus torakal dilakukan apabila terdapat kemungkinan
adanya striktur akibat inflamasi, ulserasi,mukosa, tumor benigna dan maligna,
kelainan perkembangan, benda asing, infeksi, retensi makanan, kealinan
radiologis dan disfagia yang tidak dapat dijelaskan.
- Pemeriksaan pada esofagus bagian distal dilakukan untuk membuktikan
adanya refluks atau esofagitis, striktur benigna atau benigna, divertikulum,
varises
B. Terapi
- Pengambilan benda asing
- Dilatasi aki bat striktur benigna atau maligna
- Injeksi dengan menggunakan larutan sklerosing pada varises esofagus
- Pemasangan pipa pada karsinoma esofagus
- Penggunaan obat – obat aatua agen fisik untuk lesi tertentu (laser atau
krikoterapi)
Kontra indikasi
- Perforasi esofagus
- Varises esofagus
- Sindroma Mallory – Weiss
- Ankilosis atau trauma servikal
Persiapan
a. Pemeriksaan darah, radiologi
b. Pemeriksaan fisik
c. Informed consent
d. Puasa 4 – 6 jam sebelum esofagoskopi dimulai
Anestesi
Lokal
Umum
Cara
a. Posisi penderita terlentang
b. Fleksi & ekstensi
c. Esofagoskop dimasukkan melalui mulut
d. Evaluasi kedalam esofagus
Komplikasi
- Dispneu karena penggunaan tube yang terlalu besar yang akan menekan lumen
trakea
- Cedera pada persendian krikoaritenoid yang akan menstimulasi paralisis
rekurent
- Perforasi dinding esofagus dapat menyebabkan sepsis mediastinitis
IV. Bronkoskopi
Melihat langsung ke dalam lumen trakeo - bronkus
Indikasi
I. Diagnostik
- Batuk kronis
- Hemoptisis
- Pneumonia yang menetap
- Tumor paru
II. Terapi
- Benda asing di trakea – bronkus
- Menghisap sekret kental di bronkus
Kontra indikasi
- Perdarahan
- Hipoksemia
- Hiperkapnea akut
- Aritmia jantung
- Infark miokard yang akut
- Dekompensasi jantung
- Radang akut saluran napas
Persiapan
1. Informed consent
2. Puasa kecuali pada pengambilan korpus alienum
3. Alat : bronkoskop : serat optik, kaku
Cara
- Posisi terlentang, kepala fleksi ekstensi
- Evaluasi : trakea – bronkus
- Tindakan : ekstraksi, biopsi, washing
Bedah Sinus Endoskopik Fungsional
Bedah Sinus Endoskopik Fungsional ( BSEF) atau Functional Endoscopic Sinus
Surgery (FESS) merupakan suatu prosedur invasif minimal , saat ini populer sebagai teknik
operasi terkini dalam penatalaksanaan sinusitis kronik, polip hidung, tumor hidung dan
sinusitis paranasal serta kelainan lainnya.
Bedah Sinus Endoskopik Fungsional ( BSEF) atau Functional Endoscopic Sinus
Surgery (FESS) adalah teknik operasi pada sinus paranasala dengan menggunakan endoskop
yang bertujuan memulihkan ”mucosiliary clearance” dalam sinus. Prinsipnya ialah membuka
dan membersihkan daerah kompleks osteomeatal yang menjadi sumber penyumbatan dan
infeksi sehingga ventilasi dan drainase sinus dapat lancar kembali.
Indikasi :
- Rhinosinusitis kronikatau rinosinusitis akut yang berulang dan polip hidung
yang telah diberi terapi medikamentosa yang optimal
- Rinosinusitis dengan komplikasi dan perluasannya, mukokel, sinusitis alergi
yang berkomplikasi atau sinusitis jamur yang invasif dan neoplasma.
- Mengangkat tumor hidung dan sinus paranasal, menambal kebocoran liquor
serebrospinal, tumor hipofisa, tumor dasar otak sebelah anterior, media bahkan
posterior, dakriosistorinostomi, dekompresi orbita, dekompresi nervus optikus,
kelainan kongenital (atresia koana) dan lainnya.
Kontraindikasi :
1. Osteitis atau osteomielitis tuklang frontal yang disertai pembentukan sekuester
2. Pasca operasi radikal dengan rongga sinus yang mengecil atau hipoplasi.
3. Penderita yang disertai hipertensi maligna, diabetes melitus, kelainan hemostatis
yang tidak terkontrol oleh dokter spesialis yang sesuai.
Tahapan operasi
Tujuan BSEF adalah membersihkan penyakit di celah – celah etmoida dengan
panduan endoskopi dan memulihkan kembali drainase dan ventilasi sinus besar yang sakit
secara alami. Prinsip BSEF adalah bahwa hanya jaringan patologik yang diangkat, sedangkan
jaringan sehat dipertahankan agar tetap berfungsi.
Teknik operasi BSEF adalah dengan secara bertahap, mulai dari yang paling ringan
yaitu infundibulektomi, BSEF mini sampai frontosfenoidektomi total. Tahap operasi
disesuaikan dengan luas penyakit, sehingga tiap individu berbeda jenis atau tahapan operasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Available at
http://www.cancer.org/treatment/understandingyourdiagnosis/examsandtestdescriptions/
endoscopy/endoscopy-what-is-endoscopy . Accessed on June 5 2015
2. http://www.healthcommunities.com/ear-nose-throat-tests/rhinoscopy-nasal-sinus-
endoscopy.shtml . Accessed on June 5 2015
3. Kee, Joyce. 1997. Buku Saku Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik dengan
implikasi Keperawatan. Jakarta:EGC
4. Priyanto, Agus. 2008. Endoskopi Gastrointestinal. Jakarta : Salemba Medika
5. Orluh, 2008, Bedah Sinus Endoskopi Fungsional. Available at
(http://www.orluh2008.wordpress.com/category/uncategorize. Accessed on June 6, 2015.
6. Stack R, Bates G. Fungsional Endoscopic Sinus Surgery. Am Fam Phys, 1998.
7. Kennedy DW. Fungsional Endoscopic Sinus Surgery. Concepts, Surgycal, Indication and
instrumentation. In : Kennedy DW, Bloger WE, Zinreich SJ, eds. Disease of the sinuses,
Diagnosis and Management. London Hamilton; 2001.