referat dysmenorrhea

Upload: claudia-hartomuljono

Post on 30-Oct-2015

205 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Dysmenorrhea

TRANSCRIPT

BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

Dismenorea atau nyeri haid merupakan suatu gejala yang paling sering menyebabkan wanita muda pergi ke dokter untuk konsultasi dan mendapat pengobatan.1 Prevalensi dismenorea diperkirakan terjadi sebanyak 50% dari seluruh wanita. Berdasarkan survei di Amerika tahun 2007 prevalensi dismenorea sebanyak 25% dari seluruh wanita dan 90% remaja, tidak ada perbedaan prevalensi pada perbedaan ras. 2Hampir seluruh wanita mengalami rasa tidak enak di perut bawah sebelum dan selama haid sehingga istilah dismenorea ini hanya digunakan jika nyeri haid terjadi sedemikian hebatnya sehingga memaksa penderita untuk beristirahat dan meninggalkan pekerjaan atau aktivitasnya sehari-hari untuk beberapa jam atau beberapa hari.3

Masalah dismenorea merupakan masalah yang sifatnya sangat subjektif sehingga berat atau intensitasnya sulit dinilai sehingga walaupun frekuensi dismenorea yang cukup tinggi dan masalah ini sudah cukup lama terjadi, sampai sekarang etiologi dan patogenesisnya belum dapat dipecahan dengan memuaskan.1

Patogenesis yang masih belum jelas berakibat pada pengobatan terhadap dismenorea yang belum ditetapkan secara pasti. Terdapat beberapa pengobatan namun akhir-akhir ini yang banyak digunakan adalah anti prostaglandin non steroid, yang bertujuan menurunkan konsentrasi prostaglandin di endometrium.3 Pernah dikatakan bahwa terdapat juga pengobatan dengan akupuntur namun terdapat literatur terbaru yang membuktikan bahwa pengobatan dismenorea dengan akupuntur tidak memiliki perbedaan yang signifikan sehingga tidak bermanfaat. 4,5

BAB II

PEMBAHASANDEFINISI

Dismenorea adalah keadaan dimana nyeri haid terjadi sangat hebat sehingga memaksa penderita untuk beristirahat dan meninggalkan pekerjaan atau aktivitasnya sehari-hari untuk beberapa jam atau beberapa hari.3 Dismenorea primer mengacu pada nyeri haid tanpa patologi pelvis, sedangkan dismenorea sekunder didefinisikan sebagai nyeri haid berhubungan dengan patologi yang mendasarinya. 6

KLASIFIKASI Klasifikasi dismenorea dibedakan menjadi dua yaitu dismenorea primer dan dismenorea sekunder.a. Dismenorea Primer 2,6Pada dismenorea primer, tidak ada masalah ginekologi yang mendasari yang menyebabkan rasa sakit. Kram dapat dimulai dalam enam bulan sampai satu tahun berikutnya menarche (awal haid), saat seorang gadis mulai mengalami periode menstruasi. Kram menstruasi biasanya tidak dimulai sampai siklus menstruasi ovulasi (saat sel telur dilepaskan dari ovarium) terjadi, dan perdarahan haid aktual biasanya dimulai sebelum timbulnya ovulasi. Oleh karena itu, seorang gadis remaja mungkin tidak mengalami dismenorea sampai bulan sampai tahun setelah onset menstruasi. Gangguan tersebut mempengaruhi perempuan muda tetapi dapat bertahan ke dalam 40-an.

Penyebab dari dismenorea primer adalah peningkatan produksi prostaglandin endometrium. Senyawa ini ditemukan dalam konsentrasi yang lebih tinggi dalam endometrium sekretori daripada di proliferasi endometrium. Penurunan tingkat progesteron pada fase luteal akhir memicu aksi lisis enzimatik, mengakibatkan pelepasan fosfolipid dengan generasi asam arakidonat dan aktivasi dari jalur siklooksigenase. Wanita dengan dismenorea primer memiliki tonus uterus dan amplitudo kontraksi tinggi yang mengakibatkan penurunan aliran darah rahim. Konsentrasi vasopresin konsentrasi juga lebih tinggi pada wanita dengan dismenorea.

Nyeri pada dismenorea primer biasanya dimulai beberapa jam sebelum atau sesudah terjadinya periode menstruasi dan dapat berlangsung hingga 48 sampai 72 jam. Rasa nyeri mirip dengan nyeri saat melahirkan, dengan kram suprapubik, dan bisa disertai dengan nyeri punggung daerah lumbosakral, nyeri menjalar ke paha anterior, disertai mual, muntah, diare, dan sincope (jarang). Nyeri bersifat kolik dan dapat berkurang dengan dengan pijat perut, counterpressure, atau gerakan tubuh, ini berbeda dengan sakit perut karena peritonitis kimia atau menularPada pemeriksaan, tanda-tanda vital, pemeriksaan umum dan pelvis normal. Bising usus normal, dan tidak ada nyeri tekan pada abdomen maupun nyeri lepas.. Pemeriksaan bimanual pada saat episode dysmenorea kadang menunjukkan ketegangan uterus, namun, nyeri hebat dengan gerakan leher rahim atau palpasi dari struktur adnexal tidak ada. b. Dismenorea sekunder

Dismenorea sekunder biasanya berkembang beberapa tahun setelah menarche dan dapat terjadi dengan siklus anovulasi. Definisi ini tidak mencerminkan usia onset melainkan nyeri haid siklik yang terjadi berhubungan dengan patologi pelvis. Rasa sakit dari dismenorea sekunder seringkali mulai 1 sampai 2 minggu sebelum menstruasi dan berlanjut hingga beberapa hari setelah haid berhenti. Mekanisme yang mendasari dismenorea sekunder adalah beragam dan tidak sepenuhnya dijelaskan, meskipun kebanyakan melibatkan baik produksi prostaglandin atau kontraksi uterus hipertonik sekunder terhadap obstruksi serviks, massa intrauterine, atau adanya benda asing. Namun, agen antiinflamasi nonsteroid dan pil kontrasepsi oral lebih kecil kemungkinannya untuk menghilangkan rasa sakit pada wanita dengan dismenorea sekunder dibandingkan pada mereka dengan dismenorea primer. Penyebab paling umum dari dismenorea sekunder adalah endometriosis, adenomiosis dan diikuti oleh alat kontrasepsi. Manajemen dismenorea sekunder tergantung gangguan yang mendasarinya.PATOFISIOLOGI 1

Siklus menstruasi terjadi karena adanya faktor endokrin yang memegang peranan penting yaitu hipotalamus,hipofisis,ovarium. Hipotalamus menghasilkan GnRH yang akan merangsang pengeluaran LH dan FSH dari hipofisis yang selanjutnya merangsang produksi estrogen pada ovarium. Estrogen tersebut nantinya akan memberi umpan balik negatif terhadap FSH dan GnRH serta memberi umpan balik positif terhadap LH.

http://sciencematters.berkeley.edu/archives/volume4/issue29/images/kriegsfeld3.jpg

Siklus haid normal dapat dibagi menjadi dua fase yaitu fase folikuler dan fase luteal. Tidak lama setelah haid mulai, kadar FSH meningkat akibat regresi korpus luteum. Akibat FSH meningkat beberapa folikel berkembang, lalu hanya satu folikel dominan yang bertahan yang lainnya mengalami atresia. Dengan berkembangnya folikel, produksi estrogen meningkat dan ini menekan produksi FSH. Saat ini LH juga meningkat namun peran LH saat ini hanya membantu pembuatan estrogen dalam folikel. Perkembangan folikel berakhir setelah kadar estrogen dalam plasma tinggi. Estrogen meningkat secaa perlahan-lahan kemudian dengan cepat mencapai puncaknya yang memberikan umpan balik positif pada pusat siklik yaitu dengan lonjakan LH yang mengakibatkan ovulasi. LH yang meninggi menetap selama kira-kira 24 jam lalu menurun dan masuk pada fase luteal.

Mekanisme turunnya LH tersebut belum jelas, namun setelah LH meningkat, kadar estrogen turun perlahan dan diduga mungkin inilah yang menyebabkan LH menurun. Menurunnya estrogen mungkin disebabkan oleh perubahan morfologik pada folikel. Folikel yang telah matang dan kadar LH yang tinggi akan merangsang terjadinya ovulasi. Pada fase luteal, setelah ovulasi, sel-sel granulosa membesar,membentuk vakuola dan bertumpuk pigmen kuning (lutein) kemudian folikel menjadi korpus luteum yang siap untuk dibuahi. Sel granulosa di dalam korpus luteum itu membentuk hormon progesteron dan estrogen yang tinggi untuk mempersiapkan rahim bila terjadi kehamilan. Mulai 10-12 hari setelah ovulasi, korpus luteum mengalami regresi berangsur-angsur disertai dengan berkurangnya kapilar-kapilar dan diikuti oleh menurunnya sekresi progesteron dan estrogen. Mekanisme degenerasi korpus luteum jika tidak terjadi kehamilan belum diketahui.

http://womenshealth365.com/uploaded_images/womens-health-issues-767837.jpgDismenorea pada siklus menstruasi biasanya terjadi pada beberapa jam dan pada beberapa kasus terjadi sampai beberapa hari. Dismenorea terjadi akibat peningkatan kadar prostaglandin yang dihasilkan oleh endometrium. Prostaglandin tersebut dapat menimbulkan nyeri saat kadar progesteron rendah. Prostaglandin dapat merangsang otot polos sehingga menyebabkan hiperkontraktilitas uterus dan diduga menyebabkan penurunan kadar progesteron namun mekanisme pengaruh langsung prostaglandin terhadap korpus luteum belum jelas. Senyawa ini ditemukan dalam konsentrasi yang lebih tinggi dalam endometrium sekretori daripada di proliferasi endometrium yaitu setelah ovulasi terjadi.ETIOLOGI

a. Dismenorea Primer 1 Faktor kejiwaan: pada anak perempuan yang secara emosional tidak stabil dan tidak mendapat penjelasan yang baik mengenai proses haid akan mudah timbul dismenorea Faktor konstitusi: adanya anemia, penyakit kronis yang dapat menurunkan ambang batas ketahanan seseorang terhadap rasa nyeri

Faktor obstruksi kanalis servikalis: dahulu dianggap merupakan penyebab utama, tetapi sekarang sudah dianggap tidak begitu bermakna karena banyak wanita menderita dismenorea tanpa stenosis servikalis dan sebaliknya, banyak wanita tanpa keluhan dismenorea walaupun ada stenosis servikalis.

Faktor endokrin: Menurut Novak dan Reynolds, hormone estrogen dapat merangasang kontraktilitas uterus. Sedangkan menurut Clitheroe dan Pickles, sekresi prostaglandin F2 yang berlebihan dapat menyebabkan kontraksi otot polos dan dapat ditemukan gejala lain seperti mual dan muntah.

Faktor alergi: adanya hubungan antara dismenorea dengan urtikaria, migraine atau asma bronkiale. Smith menduga bahwa penyebab alergi adalah toksin haid.

b. Dismenorea Sekunder 7Penyebab yang sering dijumpai pada dismenorea sekunder:

1. Endometriosis

Endometriosis adalah adanya jaringan endometrial (kelenjar dan stroma) diluar kavitas endometrial, paling sering di ovari. Pasien akan merasakan nyeri pelvis siklik yang mulai satu sampai dau minggu sebelum menstruasi, memuncak satu sampai dua hari sebelum menstruasi dan menghilang setelah menstruasi selesai. Gejala penyerta lainnya adalah dismenorea, dyspareunia, pendarahan yang abnormal dan infertilitas.

2. Adenomyosis

Adenomyosis adalah perpanjangan jaringan endometrial ke dalam miometrium uterine. Tiga puluh persen dari penderita tidak merasakan gejala, gejala lebih sering muncul pada wanita berusia 35-50 tahun. Pasien akan merasakan nyeri yang mulai satu minggu sebelum menstruasi, dan meningkatnya jumlah dan lamanya dari perdarahan menstruasi.

3. Intra Uterine Devices

Intra uterine devices dapat menyebabkan perforasi kandung kemih atau perforasi uterine. Sehingga kemudian pasien akan mengalami tanda-tanda peritoneal.

4. Pelvic Inflammatory Disease PID adalah infeksi uterus, tuba falopi. Infeksinya merupakan infeksi ascending yang didapat selama atau segera setelah menstruasi dan apabila kronik dapat menyebabkan dismenorea. Infeksi yang paling sering disebabkan oleh Chlamydia trachomatis dan Neisseria gonorrhoeae.

5. Uterine leiomyomaUterine leiomyoma merupakan tumor jinak dari otot-otot uterus. Lebih sering terjadi pada wanita kulit hitam dibanding wanita kulit putih. Gejala dismenorea muncul ketika tumor membesar yang distimulasi oleh estrogen. Gejala penyertanya pasien mengalami menorrhagia dan distensi abdomen.GEJALA 1,7Pasien merasakan nyeri yang timbul tidak lama atau sebelum atau pada hari pertama dan kedua menstruasi dan berlangsung selama beberapa jam, walaupun pada beberapa kasus dapat berlangsung selama beberapa hari. Nyeri yang dirasakan berupa kram pada perut bagian bawah, dan dapat menyebar ke pinggang ataupun paha. Bersamaan dengan rasa nyeri, dapat juga disertai rasa mual, muntah dan sakit kepala. Nyeri yang dirasakan dapat membaik dengan masase abdomen, memberikan tekanan pada perut dan perubahan posisi tubuh.Perlu diingat, bahwa jika seorang wanita datang dengan dismenorea, kita tidak hanya memperhatikan tanda dan gejala yang muncul serta kemungkinan penyakit dasarnya, tetapi juga harus memperhatikan efek dari nyeri yang dirasakan terhadap segala aspek kehidupan wanita tersebut.2

DIAGNOSA 8A. Anamnesa Melalui anamnesa, kita harus menanyakan:

1. Nyeri yang dirasakan

derajat keparahan

siklik atau nonsiklik

kronik atau akut

berhubungan atau tidak dengan menstruasi

2. Gejala penyerta

premenstrual syndrome

menorrhagia

migraine

dyspareunia

gejala nonginekologi: buang air kecil, buang air besar, muskuloskeletal

3. Riwayat pengobatan: apakah sudah mengkonsumsi obat, dan apakah berhasil

4. Riwayat keluarga

endometriosis

kanker ginekologis

5. Riwayat seksual

hubungan sekarang/dahulu

kekerasan seksual

paparan terhadap penyakit menular seksual

6. Riwayat ginekologi

menarche

paritas

kontrasepsi

penggunaan IUD

operasi

7. Penilaian kejiwaan

depresi/anxietas

psikosomatis

8. Penilaian sosial : efek dari gejala yang dirasakan terhadap kehidupan sehari-hari

B. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan, akan didapatkan tanda-tanda vital yang normal, area suprapubik mungkin dirasakan nyeri pada palpasi. Bising usus normal, tidak didapatkan nyeri abdomen bagian atas.

Bila dilakukan pemeriksaan bimanual pada saat sedang terjadi episode dismenorea kadang-kadang akan didapatkan nyeri pada uterus. Akan tetapi, nyeri yang muncul bukan diakibatkan karena gerakan cerviks atau palpasi struktur adneksa. Organ pelvic didapatkan normal pada dismenorea primer.1DIAGNOSA BANDINGUntuk mendiagnosa dismenorea primer, harus menyingkirkan kemungkinan penyebab lain dan mengkonfirmasi bahwa nyeri yang dirasakan sesuai dengan siklus alami.

Pada dismenorea primer, kita dapat berdasarkan dari anamnesa dan pada pemeriksaan fisik didapatkan normal pada pemeriksaan pelvis. Paling sering ditemukan kesalahan diagnosa antara dismenorea primer dengan endometriosis. Nyeri yang dirasakan pada endometriosis dapat muncul satu sampai dua minggu sebelum menstruasi, memburuk satu sampai dua hari sebelum menstruasi dan menghilang saat atau setelah menstruasi selesai.7

Pada dismenorea sekunder, mungkin diperlukan adanya diari nyeri dan pemeriksaan ultrasound atau laparoscopy atau histeroscopy atau keduanya. Pada pemeriksaan pelvis, harus dinilai ukuran, bentuk dan mobilitas dari uterus, ukuran dan nyeri dari struktur adneksa dan nodularitas atau fibrosis dari ligamentum uterosacral. Perlu juga dilakukan pemeriksaan gonorrhea dan chlamydia untuk menyingkirkan subakut salpingo-oophoritis. Jika tidak ditemukan kelainan, diagnosa dismenorea primer dapat ditegakkan. 6TATALAKSANA 9NSAIDs

Anti inflamasi non steroid adalah terapi terbaik untuk dismenorea. Obat ini memiliki efek analgetik langsung melalui inbisi dari sintesis prostaglandin, dan menurunkan volume menstruasi. Dua meta-analisis randomized controlled trials (RCTs) dari NSAIDs dan acetaminophen ditemukan bahwa NSAIDs seperti ibuprofen, naproxen, asam mefenamat, dan aspirin, efektif untuk terapi wanita dengan dismenorea, dan semua NSAID lebih efektif jika dibandingkan dengan acetaminophen. Studi kecil mengenai penghambat COX-2 menunjukkan manfaat yang sama dengan NSAIDs untuk terapi dismenorea. NSAIDs lebih efektif jika terapi dimulai sebelum onset menstruasi dan nyeri menstruasi, walaupun terapi tidak dilanjutkan setelah akhir menstruasi.

Pil Kontrasepsi Oral

Terapi dismenorea juga dapat menggunakan pil kontrasepsi oral. Mekanisme kerja pil kontrasepsi oral adalah dengan penurunan pelepasan prostaglandin selama menstruasi. Data observasional mendukung efek kontrasepsi oral untuk terapi dismenorea, dan pada satu exploratory RCT pada wanita yang menggunakan desogestrel yang mengandung kontrasepsi oral, wanita ini mengalami sedikit nyeri saat menstruasi dibandingkan dengan wanita yang menggunakan plasebo.

Metode Hormonal Lain

Kebanyakan wanita yang menerima depo-medroxyprogesterone acetate (Depo-Provera) menjadi amenorrhea dalam satu tahun penggunaaan. Sama halnya dengan penggunaan extended-cycle kontrasepsi oral (oral kontrasepsi selama 12 minggu diikuti dengan plasebo 1 minggu) menyebabkan periode menstruasi menjadi lebih singkat. Data observasional dari pengguna levonorgestrel intrauterine device menunjukkan penurunan prevalensi dysmenorrhea dari 60% sebelum penggunaan menjadi 29% setelah 36 bulan pemakaian.

Pendekatan pengobatan terbaru adalah dengan administrasi per vaginam dari oral kontrasepsi standard (30mcg ethinyl estradiol dan 150mg levonorgestrel setiap hari); sebuah RCT dari 150 wanita ditemukan lebih sedikit efek sistemik dan dismenorea dengan penggunaan per vaginam (21% pada penggunaan per vaginam dibandingkan 44% pada administrasi oral; P