referat cairan
TRANSCRIPT
REFERAT
TERAPI CAIRAN PERIOPERATIF & TRANSFUSI DARAH
Disusun oleh :
RAHMI MUIN2003730023
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ANESTESIARUMAH SAKIT ISLAM CEMPAKA PUTIH JAKARTA PUSAT
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
PERIODE 25 Februari 2008 s/d 05 April 2008L E M B A R P E N G E S A H A N
REFERAT berjudul :
TERAPI CAIRAN PERIOPERATIF DAN TRANSFUSI DARAH
Disetujui oleh Pembimbing Klinik
Tanggal : .................................
Paraf : .................................
Pembimbing Klinik
Dr. Malayanti, Sp. An
BAB II
I S I
2.1 Komposisi Cairan Tubuh
Komponen tunggal terbesar dari tubuh adalah air. Air adalah pelarut bagi
semua zat terlarut dalam tubuh baik dalam bentuk suspensi maupun larutan. Air
tubuh total (TBW, Total Body Water) yaitu persentase dari berat air dibandingkan
dengan berat badan total, bervariasi menurut jenis kelamin, umur, dan kandungan
lemak tubuh. Air membentuk sekitar 60 % dari berat seorang priadan sekitar 50 %
dari berat badan wanita. Pada orang tua, TBW sekitar 45 % sampai 50 % dari
berat badannya. (Maxwell dan Kleeman, 1987). Karena lemak pada dasarnya
bebas air, maka makin sedikit lemak akan mengakibatkan makin tinggi persentase
air dari berat badan orang itu. Sebaliknya, jaringan otot memiliki kandungan air
yang tinggi. Oleh karena itu dibandingkan dengan orang kurus, orang yang
gemuk memiliki TBW yang relatif lebih kecil dibandingkan berat badannya.
Secara proposional wanita umumnya mempunyai lebih banyak lemak, dan lebih
sedikit otot jika dibandingkan dengan pria, sehingga kandungan airnya pun lebih
kecil dibandingkan dengan berat badannya. Orang yang tua juga mempunyai
presentase lemak tubuh yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan orang muda.1
Kandungan air pada saat bayi lahir sekitar 75 % berat badan, usia 1 bulan
65 %, dewasa pria 60 % dan wanita 50 %, sisanya ialah zat padat seperti protein,
lemak, karbohidrat, dll. Air dalam tubuh berada di beberapa ruangan intraseluler
35 %, ekstraseluler 20 %,Ekstraslular dibagi menjadi intertisisal 16 %, dan
intravascular 7 %. Cairan antarsel khusus disebut cairan transelular misalnya
cairan serebrospinal, cairan persendian, cairan peritoneum, dll. Gbr (1). Gbr (2)
Gbr (1) : skema kompartemen cairan tubuh (3
Gbr (2) : Komponen cairan dari tubuh (4
Kandungan air dalam setiap organ tidak seragam seperti terlihat pd tabel (1) (2 :
Jaringan Persentase Air
- Otak
- Ginjal
- Otot lurik
- Kulit
- Hati
- Tulang
- Lemak
84
83
76
72
68
22
10
Tabel (2) : Air tubuh total dalam persentase berat badan (1
- Bayi (baru lahir)
- Dewasa
pria (20 – 40 th)
Wanita (20 – 40 th)
75 %
60 %
50 %
- Usia lanjut (> 60 th) 45 – 50 %
Ket : Data dari Maxwell M, Kleeman CR dan Narins RG: clinical disorders of fluid and
electrolyte metabolism, ed 4. New York, 1987. Mc Graw Hill Book Co.
Air melintasi membran sel dengan mudah, tetapi zat-zat lain sulit atau
diperlukan proses khusus supaya dapat melintasinya, karena itu komposisi
elektrolit didalam dan diluar sel berbeda. Cairan intraseluler banyak mengandung
ion K, ion Mg, dan ion Fosfat, sedangkan ekstraselular mengandung banyak ion
Na dan Cl.(2
Plasma ialah darah dikurangi sel-sel darah seperti eritrosit, lekosit dan
trombosit. Serum ialah plasma darah dikurangi faktor-faktor pembekuan misalnya
fibrinogen dan protombin. Hematokrit ialah presentasi volume eritrosit dalam
darah. (2
2.2 Elektrolit-Elektrolit Utama dan Distribusinya
Zat terlarut yang ada dalam cairan tubuh terdiri dari elektrolit dan non-
elektrolit. Nonelektrolit adalah zat terlarut yang tidak terurai dalam larutan yang
tidak bermuatan listrik. Nonelektrolit terdiri dari protein, urea, glukosa, oksigen,
karbondioksida, dan asam-asam organik. Garam yang terurai di dalam air menjadi
satu atau lebih partikel-partikel bermuatan, disebut ion atau elektrolit. Elektrolit
tubuh mencakup natrium (Na+), kalium (K+), kalsium (Ca++), magnesium (Mg++),
klorida (Cl-), bikarbonat (HCO3-), fosfat (HPO4
-) dan sulfat (SO4-). Larutan
elektrolit menghantarkan aliran listrik. Ion-ion yang bermuatan positif disebut
kation dan yang membawa muatan negatif disebut anion. Contohnya natrium
korida (NaCl) terurai dalam larutan menjadi Na+ (kation) dan CL- (anion).
Sebaliknya, ketika glikosa dilarutkan dalam air, ia tidak berubah menjadi
komponen yang lebih kecil.
Konsentrasi elektrolit dalam cairan tubuh bervariasi pada satu bagian
dengan bagian lainnya, dan dalam keadaan sehat mereka harus berada pada
bagian yang tepat dan dalam jumlah yang tepat. Kation utama pada ECF
(extraceluler fluid) adalah natrium (Na+), dan anion-anion utama adalah klorida
(Cl-) dan bikarbonat (HCO3-); konsentrasi dari elektrolit-elektrolit ini rendah pada
ICF (intraceluler fluid). Pada ICF kalium (K+) adalah kation utama dan posfat
(HPO4-) adalah anion utama, dan sebaliknya, konsentrasi-konsentrasi ion ini
rendah pada ECF. Sebagai partikel terbanyak pada ECF, natrium memegang
peranan penting dalam mengendalikan volume cairan tubuh total, sedangkan
kalium penting dalam mengendalikan volume sel. Perbedaan muatan listrik di
dalam dan diluar membran sel penting untuk menghasilkan kerja saraf dan otot,
dan perbedaan konsentrasi K+ dan Na+ didalam dan diluar membran sel penting
untuk mempertahankan perbedaan muatan listrik itu. Meskipun konsentrasi ion
pada tiap bagian berbeda-beda, hukum netralitas listrik menyatakan bahwa
jumlah muatan-muatan negatif harus sama dengan jumlah muatan-muatan positif
(dalam satuan mili-equivalen) dalam setiap bagian. Mempertahankan muatan
listrik yang netral adalah penting agar dapat menetukan pemindahan ion antara
ECF dan ICF dan pada ginjal. Akhirnya, diperhatikan bahwa komposisi ion dari
ISF mirip dengan IVF. Perbedaan utamanya adalah pada ISF mengandung sedikit
sekali protein dibandingkan dengan IVF. Jumlah protein yang lebih tinggi
didalam plasma berperanan penting dalam mempertahankan volume IVF. (1
2.3 Kebutuhan Air dan Elektrolit setiap hari
Asupan Cairan Harian. Cairan ditambahkan ke dalam tubuh dari dua
sumber utama : (1) berasal dari larutan atau cairan makanan yang dimakan, yang
normalnya menambah cairan tubuh sekitar 2100 ml/hari, dan (2) berasal dari
sintesis dalam badan sebagai hasil oksidasi karbohidrat, menambah sekitar 200
ml/hari. Kedua hal ini memberikan asupan cairan harian total kira-kira 2300
ml/hr. (tabel - 3). Asupan cairan sangat bervariasi pada masing-masing orang dan
bahkan pada orang yang sama pada hari yang berbeda, bergantung pada cuaca,
kebiasaan, dan tingkat aktivitas fisik. (5
Tabel 3 : Asupan dan Pengeluaran Cairan Harian (dalam ml/hari) (5
Normal Latihan berat yg lama
Asupan
Cairan dari makanan
Dari metabolisme
Asupan total :
2100
200
2300
?
200
?
Keluaran
Insensible-kulit
Insensible paru
Keringat
Feses
Urin
Total pengeluaran
350
350
100
100
1400
2300
350
650
5000
100
500
6600
Insesible water loss, yang terjadi melalui kulit tidak bergantung pada keringat
bahkan tetap terjadi pada orang yang lahir tanpa kelenjar keringat; jumlah rata-rata
kehilangan cairan dengan cara difusi melalui kulit kira-kira 300-400 ml/hr. Kehilangan
ini diminimalkan oleh lapisan korneumkulit yang mengandung kolesterol, yang
memberikan perlindungan terhadap kehilangan yang berlebihan lewat difusi ini. Bila
lapisan korneum ini hilang, seperti terjadi pada luka bakar yang luas, kecepatan evaporasi
dapat meningkat sampai 10 kali lipat, mencapai 3 sampai 5 liter/hari. Karena alasan ini,
maka korban luka bakar harus diberi cairan dalam jumlah yang besar, biasanya intravena,
untuk mengimbangi kehilangan cairan.
Insesible water loss melalui traktus respiratorius rata-rata berkisar 300 sampai 400
ml/hr. Ketika udara memasuki traktus respiratorius maka kemudian dijenuhkan dengan
pengembunan, dan mencapai tekanan uap kira-kira 47 mmHg, sebelum dikeluarkan.
Karena tekanan uap dari udara inspirasi kurang dari 47 mmHg, maka dengan respirasi,
cairan terus menerus hilang melaui paru-paru. Pada udara dingin, tekanan uap atmosfer
turun sampai 0, menyebabkan kehilangan cairan bahkan lebih besar dari paru-paru
bersamaan dengan turunnya suhu tubuh. Hal ini menjelaskan perasaan kering pada
saluran napas saat cuaca dingin.
Kehilangan cairan lewat keringat. Jumlah cairan yang hilang melalui keringat
sangat bervariasi, bergantung pada aktifitas fisik dan suhu lingkungan. Volume keringat
normal hanya sekitar 100 ml/hari, tapi pada keadaan cuaca panas ataupun latihan berat,
kehilangan cairan kadang-kadang meningkat sampai 1-2 liter/jam. Hal ini akan cepat
mengurangi volume cairan tubuh jika asupan tidak ditingkatkan, sehubungan dengan
aktivasi mekanisme haus.(5
Kehilangan cairan lewat feses. Hanya sejumlah kecil cairan yang dikeluarkan
melaui feses (100 ml/hari). Jumlah ini dapat meningkat sampai beberapa liter sehari pada
penderita diare. Karena alasan ini, maka diare berat dapat membahayakan jiwa jika tidak
dikoreksi dalam beberapa hari. (5
Kehilangan cairan lewat ginjal. Kehilangan cairan tubuh lainnya adalah dalam
urin yang diekskresikan oleh ginjal. Ada mekanisme multiple yang mengendalikan
kecepatan ekskresi urin. Sebenarnya, cara yang paling penting yang dilakukan oleh tubuh
dalam mempertahankan keseimbangan asupan dan keluaran hampir semua elektrolit
dalam tubuh ialah dengan mengendalikan kecepatan ginjal dalam mengekskresikan zat-
zat ini. Sebagai contoh, volume urin dapat serendah sampai 0,5 liter/hari pada pasien
dehidrasi atau bisa setinggi 20 liter/hari pada orang yang minum cairan yang luar biasa.(5
Variasi yang sangat ekstrim inijuga terjadi pada kebanyakan elektrolit tubuh,
seperti natrium, clorida, dan kalium. Pada beberapa orang, asupan natrium dapat serendah
20 mEq/hari, sedangkan pada orang lainnya, dapat mencapai 300 – 500 mEq/hari. Ginjal
dihadapkan dengan keharusan untuk menyesuaikan kecepatan ekskresi cairan dan
elektrolitnya dengan asupan zat-zat ini, demikian juga mengkompensasi kehilangan
cairan dan elektrolit yang berlebihan yang terjadi pada keadaan penyakit tertentu. (5
Pada orang dewasa kebutuhan air dan elektrolit setiap hari adalah sebagai berikut :
30-35 ml/kg. Kenaikan suhu 1°C ditambah 10-15%
Pada anak sesuai berat badan :
*0-10 kg : 100ml/kgBB
* 10-20 kg : 1000 ml + 50 ml/kg diatas 10 kg
* > 20 kg : 1500 ml + 20 ml/kg diatas 20 kg
Elektrolit : Na+ : 1,5 – 2 mEq/kgBB (100 mEq/hari = 5,9 g)
K+ : 1 mEq/kb/BB (60 mEq/hari = 4,5 g)
2.4 Cairan Intravena
Berdasarkan fungsinya cairan dapat dikelompokkan menjadi :
1.Cairan pemeliharaan : ditujukan untuk mengganti air yang hilang
lewat urine, tinja, paru dan kulit (mengganti puasa). Cairan yang
diberikan adalah cairan hipotonik, seperti D5 NaCl 0,45 atau
D5W.
2.Cairan pengganti : ditujukan untuk mengganti kehilangan air tubuh
akibat sekuestrasi atau proses patologi lain seperti fistula, efusi
pleura asites, drainase lambung. Cairan yang diberikan bersifat
isotonik, seperti RL, NaCl 0,9 %, D5RL, D5NaCl.
3.Cairan khusus : ditujukan untuk keadaan khusus misalnya asidosis.
Cairan yang dipakai seperti Natrium bikarbonat, NaCl 3%.
Pembagian cairan :
1. Kristaloid
Larutan kristaloid adalah larutan air dengan elektrolit dan atau
dextrosa, tidak mengandung molekul besar. Kristaloid dalam waktu
singkat sebagian besar akan keluar dari intravaskular, sehingga volume
yang diberikan harus lebih banyak (2,5-4 kali) dari volume darah yang
hilang. Kristaloid mempunyai waktu paruh intravaskuler 20-30 menit.
Ekspansi cairan dari ruang intravaskuler ke interstital berlangsung
selama 30-60 menit sesudah infus dan akan keluar dalam 24-48 jam
sebagai urine.Secara umum kristaloid digunakan untuk meningkatkan
volume ekstrasel dengan atau tanpa peningkatan volume intrasel.
2. Koloid
Koloid mengandung molekul-molekul besar berfungsi seperti
albumin dalam plasma tinggal dalam intravaskular cukup lama (waktu
parah koloid intravaskuler 3-6 jam), sehingga volume yang diberikan
sama dengan volume darah yang hilang. Contoh cairan koloid antara lain
dekstran, haemacel, albumin, plasma dan darah.
Secara umum koloid dipergunakan untuk :
1. Resusitasi cairan pada penderita dengan defisit cairan berat (shock hemoragik)
sebelum transfusi tersedia.
2. Resusitasi cairan pada hipoalbuminemia berat, misalnya pada luka bakar
Perbedaan kristaloid dengan koloid :
2.4 Terapi Cairan Perioperatif
- pra-pembedahan
- selama pembedahan
- pasca pembedahan
Meliputi :
Penggantian kehilangan cairan, memenuhi kebutuhan air, elektrolit dan
nutrisi untuk membantu tubuh mendapatkan kembali keseimbangan normal dan
pulihnya perfusi ke jaringan, oksigenasi sel, dengan demikian akan mengurangi
iskemia jaringan dan kemungkinan kegagalan organ
a. Cairan Prabedah :
Status cairan harus dinilai dan dikoreksi sebelum dilakukannya induksi
anestesi untuk mengurangi perubahan kardiovaskuler dekompensasi
akut.
Anamnesa : Apakah ada perdarahan, muntah, diare, rasa haus. Kencing
terakhir, jumlah dan warnanya.
Pemeriksaan fisik : Dari pemeriksaan fisik ini didapat tanda-tanda
obyektif dari status cairan, seperti tekanan darah, nadi, berat badan,
kulit, abdomen, mata dan mukosa.
Laboratorium meliputi pemeriksaan elektrolit, BUN, hematokrit,
hemoglobin dan protein.
Defisit cairan dapat diperkirakan dari berat-ringannya dehidrasi yang terjadi.
Fase awal pasien yang sadar akan mengeluh haus, nadi biasanya meningkat
sedikit, belum ada gangguan cairan dan komposisinya secara serius. Dehidrasi
pada fase ini terjadi jika kehilangan kira-kira 2% BB (1500 ml air).
Fase moderat, ditandai rasa haus. Mukosa kering otot lemah, nadi cepat dan
lemah. Terjadi pada kehilangan cairan 6% BB.
Fase lanjut/dehidrasi berat, ditandai adanya tanda shock cardiosirkulasi, terjadi
pada kehilangan cairan 7-15 % BB. Kegagalan penggantian cairan dan elektrolit
biasanya menyebabkan kematian jika kehilangan cairan 15 % BB atau lebih.
Cairan preoperatif diberikan dalam bentuk cairan pemeliharaan,
a. Pada dewasa 2 ml/kgBB/jam. Atau 60 ml ditambah 1 ml/kgBB untuk berat
badan lebih dari 20 kg.
a. Pada anak-anak 4 ml/kg pada 10 kg BB I, ditambah 2 ml/kg untuk 10 kgBB II,
dan ditambah 1 ml/kg untuk berat badan sisanya.
à Kecuali penilaian terhadap keadaan umum dan kardiovaskuler, tanda rehidrasi
tercapai ialah dengan adanya produksi urine 0,5-1 ml/kgBB.
Terapi cairan selama operasi meliputi :
kebutuhan dasar cairan dan penggantian sisa defisit pra operasi ditambah
cairan yang hilang selama operasi.
à Berdasarkan beratnya trauma pembedahan dikenal pemberian cairan pada
trauma ringan, sedang dan berat.
Pada Dewasa :
Trauma ringan
à Cairan 2 ml/kg BB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 4 ml/kg BB/jam
sebagai pengganti akibat trauma pembedahan.
Trauma pembedahan sedang
à 6 ml/kg BB/jam
Trauma pembedahan berat
à 8 ml/kg BB/jam
Pada anak :
Ringan à 2 ml/kg BB/jam,
Sedang à 4 ml/kgBB/jam dan
Berat à 6 ml/kgBB/jam.
Pemilihan jenis cairan intravena tergantung pada prosedur pembedahan dan perkiraan
jumlah perdarahan.
à Dalam hal ini cara yang biasa digunakan untuk memperkirakan jumlah
perdarahan dengan {mengukur jumlah darah di dalam botol suction + perkiraan
jumlah darah di kain kasa dan kain operasi} . Satu lembar duk dapat menampung
100 – 150 ml darah, sedangkan untuk kain kasa sebaiknya ditimbang sebelum
dan setelah dipakai, dimana selisih 1 gram dianggap sama dengan 1 ml darah.
à Perkiraan jumlah perdarahan dapat juga diukur dengan pemeriksaan hematokrit
dan hemoglobin secara serial
TRANFUSI DARAH
Jenis golongan darah ABO :
Jenis Antibodi Kekerapan
Golongan A Anti B 45 %
Golongan B Anti A 8 %
Golongan AB - 4 % resipien
universal
Golongan O Anti A,
Anti B
43 % donor
universal
Indikasi Transfusi Darah :
Transfusi darah umumnya > 50 % diberikan pada saat perioperatif dengan tujuan
untuk menaikkan kapasitas pengangkutan oksigen dan volume intravaskuler.
Indikasi :
1. Perdarahan akut sampai Hb < 8 gr% atau Ht < 30 %, pada orang tua kelainan
paru, kelainan jantung Hb < 10 g%
2. Bedah mayor, kehilangan darah > 20 % volume darah.
Jenis dan Bahan Transfusi :
Darah lengkap (whole blood), segar (< 48 jam), baru (< 6 hari) dan biasa (35
hari).
à untuk perdarahan akut, syok hivpovolemik, bedah mayor perdarahan
>1500 mL.
Plasma biasa dan Plasma segar beku (FFP, fresh frozen plasma)
à diberikan setelah transfusi darah masif, setelah terapi warfarin, dan
koagulopati pada penyakit hepar.
Packed cells biasa dan cuci
à digunakan pada perdarahan lambat, anemia, atau pada kelainan jantung.
Faktor pembekuan :
à Trombosit mampat (thrombocyte concetrate)
o Cryopricipitate-AHF
Komponen lain, Buffycoat-granolocyt concentrate
Pada perdarahan untuk mempertahankan volume intravena dapat diberikan
kristaloid atau koloid sampai tahap timbulnya bahaya karena anemia.
Pada keadaan ini perdarahan selanjutnya diganti dengan transfusi sel darah merah
untuk mempertahankan konsentrasi hemoglobin ataupun hematokrit pada level
aman, yaitu Hb 7 – 10 g/dl atau Hct 21 – 30%.
Kebutuhan transfusi dapat ditetapkan pada saat prabedah berdasarkan nilai
hematokrit dan EBV.
EBV pada neonatus prematur 95 ml/kgBB,
fullterm 85 ml/kgBB,
bayi 80 ml/kgBB
pada dewasa laki-laki 75 ml/kgBB, perempuan 85 ml/kgBB.
Reaksi transfusi akibat golongan darah yang tidak cocok
Bila darah donor dengan golongan tertentu ditransfusikan ke resipien
dengan golongan darah yang lain, maka reaksi transfusi yang cenderung terjadi
adalah agutinasi dari sel darah merah dari darah donor. Jarang terjadi bahwa
darah yang ditransfusi akan menyebabkan aglutinasi pada sel-sel darah resipien,
karena alasan berikut; Bagian plasma dari darah donor dengan segera akan
diencerkan oleh seluruh plasma dari resipien, dengan demikian menurunkan titer
aglutinin yang diinfuskan sampai kadarnya sangat rendah untuk dapat
menimbulkan aglutinasi. Sebaliknya, darah yang diinfuskan tidak mengencerkan
aglutinindalam plasma resipien sampai sedemikian besar. Oleh karena itu,
aglutinin resipien tetap masih dapat mangaglutinasikan sel-sel donor.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, semua reaksi transfusi akhirnya
menyebabkan hemolisis segera akibat hemolisin atau hemolisis kemudian akibat
fagositosis sel yang teraglutinasi. Hemoglobin yang dilepaskan dari sel darah
merah kemudian diubah oleh sel-sel fagosit menjadi bilirubin dan kemudian
dieksresikan ke dalam empedu oleh hati. Konsentrasi bilirubin dalam cairan
tubuh seringkali meningkat cukup tinggi sehingga menyebabkan ikterus – yaitu,
jaringan seseorang menjadi berwarna kuning akibat pigmen empedu. Tetapi, bila
fungsi hati normal, maka ikterus biasanya tidak timbul kecuali jika lebih dari 400
mililiter darah dihemolisis dalam waktu kurang dari sehari.
Penghentian fungsi ginjal akut setelah reaksi transfusi. Salah satu
efek reaksi transfusi yang paling mematikan adalah penghentian fungsi ginjal,
yang dapat mulai terjadi dalam beberapa menit sampai beberapa jam dan terus
berlangsung sampai orang itu meninggal karena gagal ginjal. Penghentian
fungsi ginjal sepertinya disebabkan oleh tiga hal; Pertama, reaksi antigen-antibodi
dari reaksi transfusi akan mengeluarkan zat toksik yang berasal dari darah yang
mengalami hemolisis, yang kemudian menimbulkan vasokonstriksi ginjal yang
kuat. Kedua, hilangnya sel-sel darah merah dari sirkulasi disertai produksi zat
toksik dari sel yang mengalami hemolisis dan dari reaksi imun seringkali
menyebabkan syok sirkulasi. Tekanan darah arteri turun sangat rendah dan aliran
darah ginjal serta pengeluaran urin menurun. Ketiga, bila jumlah total
hemoglobin bebas dalam darah sirkulasi lebih besar dari jumlah hemoglobin yang
berikatan dengan haptoglobin (suatu protein plasma yang dapat mengikat sedikit
hemoglobin), maka hemoglobin yang berlebihan tersebut akan menerobos
membran glomerulus masuk kedalam tubulus ginjal. Bila jumlahnya sedikit,
hemoglobin tersebut dapat direabsorbsi melalui epitel tubuli masuk ke dalam
darahdan tidak akan menimbulkan kerusakan; tetapi bila jumlahnya besar, hanya
sedikit yang direabsorbsi. Karena air di dalam tubulus terus-menerus di
reabsorbsi, maka konsentrasi hemoglobin di dalam tubulus dapat meningkat
sedemikian tinggi sehingga mengendap dan menyumbat banyak tubulus; hal ini
terutama terjadi bila urin bersifat asam. Jadi, vasokonstriksi ginjal, syok sirkulasi,
dan penyumbatan tubulus, bersama-sama akan menyebabkan penghentian fungsi
ginjal akut. Jika fungsi ginjal ini bersifat sempurna dan tubulus gagal untuk
membuka, maka penderita akan meninggal dalam waktu satu minggu sampai 12
hari, kecuali jika penderita ini diobati dengan ginjal buatan.
Komplikasi Transfusi Darah :
Reaksi hemolitik
- pada pasien sadar : demam, mengigil, nyeri dada – panggul, dan mual.
- pd pasien dalam anestesia : demam, takikardi tak jelas asalnya, hipotensi,
perdarahan merembes ke daerah operasi, syok, spasme bronkus à Hb uria,
ikterus, dan ‘Renal shut down’
Infeksi
- Virus (Hepatitis, HIV-AIDS, CMV)
- Bakteri (stafilokok, yesteria, citrobakter)
- Parasit (malaria)
Lain-lain : urtikaria, anafilaksis, edema paru non-kardial, purpura, intoksikasi
sitrat, hiperkalemia, asidosis
Penanggulangan Transfusi darah :
Stop transfuse
Naikkan tekanan darah dengan koloid, kristaloid, jika perlu tambah
vasokonstriksor, inotropik
Berikan O2 100 %
Diuretika manitol 50 mg atau furosemid (lasix) 10-20 mg
Antihistamin
Steroid dosis tinggi
Jika perlu ‘exchanged transfusion’
Periksa analisis gas darah dan pH darah.
Cairan Pasca bedah
Terapi cairan paska bedah ditujukan untuk :
a. Memenuhi kebutuhan air, elektrolit dan nutrisi.
b. Mengganti kehilangan cairan pada masa paska bedah (cairan
lambung, febris).
c. Melanjutkan penggantian defisit prabedah dan selama pembedahan.
d. Koreksi gangguan keseimbangan karena terapi cairan.
Nutrisi parenteral bertujuan menyediakan nutrisi lengkap, yaitu kalori, protein
dan lemak termasuk unsur penunjang nutrisi elektrolit, vitamin dan trace
element.
Pemberian kalori sampai 40 – 50 Kcal/kg dengan protein 0,2 – 0,24 N/kg.
Nutrisi parenteral ini penting, karena pada penderita paska bedah yang tidak
mendapat nutrisi sama sekali akan kehilangan protein 75 – 125 gr/hari.
Hipoalbuminemia menyebabkan edema jaringan, infeksi dan dehisensi luka
operasi, terjadi penurunan enzym pencernaan yang menyulitkan proses
realimentasi.
DAFTAR PUSTAKA
Collins, VI., 1996, Fluids and Electrolytes, in Physicologic and
Pharmachologic Bases of Anesthesia, Williams & Wilkins, USA, p :
165-187.
Sjamsuhidajat, R. dan Wim de Jong. 2005. Buku ajar Ilmu Bedah. Ed.2.
Penerbit buku Kedokteran,EGC. Jakarta, p: 125-129
Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson,1995 Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta. p;
283-295
Sunatrio, S. Resusitasi Cairan. Penerbit Media Aesculapius. Fakultas
Kedokteran Indonesia. Jakarta, 2000
Latief, A. Said. Dkk. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi kedua. Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Indonesia,
Jakarta, 2001
Guyton & Hall, Buku ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 9. Penerbit Buku
Kedokteran, EGC. Jakarta, 1997.
The SAFE study Investigators, The NEW ENGLAND JOURNAL of
MEDICINE, A Comparison of Albumin and Saline for Fluid
Resucitation in the Intensive Care Unit, 2004.