referat anesshh.docx

77
BAB I PENDAHULUAN Syok adalah suatu keadaan dimana pasokan darah tidak mencukupi untuk kebutuhan organ-organ di dalam tubuh. Syok juga didefinisikan sebagai gangguan sirkulasi yang mengakibatkan penurunan kritis perfusi jaringan vital atau menurunnya volume darah yang bersirkulasi secara efektif. Apabila sel tidak dapat menghasilkan energi secara adekuat, maka sel tidak akan berfungsi dengan baik sehingga akan menimbulkan disfungsi dan kegagalan berbagai organ, yang akhirnya dapat menimbulkan kematian. Pada syok terjadi kompensasi berupa peningkatan laju jantung dan konstriksi pembuluh darah perifer, sehingga hal tersebut dapat memelihara tahanan perifer dan aliran darah ke organ-organ vital. Ketika syok bertambah parah, kompensasi ini akan gagal. Syok secara klasik dibagi menjadi tiga kategori, yaitu hipovolemik, distributif, dan kardiak. Syok hipovolemik terjadi apabila ada deficit volume darah ≥ 15 %, sehingga menimbulkan ketidakcukupan pengiriman oksigen dan nutrisi ke jaringan dan penumpukan sisa- sisa metabolisme sel. Syok distributif disebabkan oleh maldistribusi aliran darah karena adanya vasodilatasi 1

Upload: rthfebriani

Post on 15-Jan-2016

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: referat anesshh.docx

BAB I

PENDAHULUAN

Syok adalah suatu keadaan dimana pasokan darah tidak mencukupi untuk

kebutuhan organ-organ di dalam tubuh. Syok juga didefinisikan sebagai gangguan

sirkulasi yang mengakibatkan penurunan kritis perfusi jaringan vital atau

menurunnya volume darah yang bersirkulasi secara efektif. Apabila sel tidak

dapat menghasilkan energi secara adekuat, maka sel tidak akan berfungsi dengan

baik sehingga akan menimbulkan disfungsi dan kegagalan berbagai organ, yang

akhirnya dapat menimbulkan kematian. Pada syok terjadi kompensasi berupa

peningkatan laju jantung dan konstriksi pembuluh darah perifer, sehingga hal

tersebut dapat memelihara tahanan perifer dan aliran darah ke organ-organ vital.

Ketika syok bertambah parah, kompensasi ini akan gagal.

Syok secara klasik dibagi menjadi tiga kategori, yaitu hipovolemik,

distributif, dan kardiak. Syok hipovolemik terjadi apabila ada deficit volume

darah ≥ 15 %, sehingga menimbulkan ketidakcukupan pengiriman oksigen dan

nutrisi ke jaringan dan penumpukan sisa-sisa metabolisme sel. Syok distributif

disebabkan oleh maldistribusi aliran darah karena adanya vasodilatasi perifer

sehingga volume darah yang bersirkulasi secara efektif tidak memadai untuk

perfusi jaringan. Sedangkan syok kardiogenik terjadi apabila jantung gagal

berfungsi sebagai pompa untuk mempertahankan curah jantung yang memadai.

Tanda klinik syok bervariasi tergantung pada penyebabnya. Secara umum,

tanda klinisnya dapat berupa apatis, lemah, membrana mukosa pucat, kualitas

pulsus jelek, respirasi cepat, temperature tubuh rendah, tekanan darah rendah,

capillary refill time lambat, takikardia atau bradikardia, oliguria, dan

hemokonsentrasi (kecuali pada hemoragi). Tekanan arteri rendah, capillary refill

time (CRT) lambat (>2 detik), temperature rectal rendah atau normal, takipnea,

dan ekstremitas terasa dingin merupakan tanda klinis syok kardiogenik dan

hipovolemik. Untuk membedakan syok kardiogenik dengan syok hipovolemik

dibutuhkan anamnesis lengkap dan evaluasi fungsi jantung.

1

Page 2: referat anesshh.docx

Pasien yang mengalami syok septic akan memiliki CRT cepat (<1 detik),

takikardia, demam, dan terasa hangat saat disentuh. Pada perkembangan

selanjutnya, CRT bertambah berat (>2 detik), pulsus menjadi lemah, dan

ekstremitas menjadi dingin. Gambaran pada syok distributif lebih sering

menunjukkan bradikardia dibanding takikardia.

2

Page 3: referat anesshh.docx

BAB II

PEMBAHASAN

Syok secara garis besar dibagi menjadi 3 patofisiologi: 1) hipovolemik, 2)

distributif dan 3) kardial. Pola hemodinamik mungkin bervariasi dan merupakan

gambaran diagnosis dari ketiga tipe syok.

II. 1 SYOK HIPOVOLEMIK

Diagnosis Esensial

1. Takikardi dan hipotensi

2. Ekstremitas dingin dan sering dijumpai sianosis

3. Vena di leher yang kempis

4. Oliguria atau anuria

5. Koreksi cepat dengan pemberian infus cairan

Konsiderasi Umum

Syok hipovolemik terjadi sebagai akibat penurunan volume darah sirkulasi.

Penyebab paling sering adalah trauma yang menyebabkan perdarahan yang

tampak dari luar atau perdarahan tersembunyi dari cedera tumpul maupun cedera

tajam. Syok hipovolemik juga bisa sebagai akibat dari sekuestrasi cairan organ

viscera abdominal atau ruang peritoneal.

Tingkat keparahan syok hipovolemik tidak hanya bergantung pada defisit volume

tetapi juga dari umur dan status premorbid dari pasien. Kehilangan volume dalam

jangka waktu lama, bahkan pada pasien yang lebih tua lebih ditoleransi dengan

baik daripada kehilangan cairan dengan cepat. Secara klinis, syok hipovolemik

diklasifikasi menjadi ringan, sedang, dan parah tergantung pada volume darah

yang hilang.

3

Page 4: referat anesshh.docx

Syok hipovolemik menghasilkan respon kompensasi pada semua sistem organ.

a. Efek Kardiovaskuler

Sistem kardiovaskuler merespon hilangnya volume dengan mengatur curah

jantung dan tekanan darah berupa peningkatan heart rate dan vasokonstriksi

perifer. Keduanya dimediasi oleh sistem saraf simpatis. Respon neuroendokrin,

yang memproduksi angiotensin dan vasopresin dalam kadar yang tinggi,

menaikkan efek simpatis. Pengeluaran adrenergik menghasilkan vasokonstriksi

venula dan vena kecil, yang mengurangi kapasitas vena. Karena sampai 60%

dari sirkulasi darah berada dalam reservoir vena, aksi ini memindahkan darah

pada jantung untuk meningkatkan sistolik dan pengisian diastolik dan stroke

volume. Hal ini mungkin terjadi karena konstriksi vena adalah hal tunggal

utama yang penting dalam mekanisme kompensasi pada syok hipovolemia.

4

Page 5: referat anesshh.docx

Sfingter pre-kapiler dan vasokonstriksi arteriolar menghasilkan perubahan arah

aliran darah. Perubahan yang paling nyata terlihat terjadi pada aliran viseral

dan splanchnic. Aliran darah ke saluran cerna dan hati berkurang, perfusi

intestinal berkurang pada pengurangan cardiac output. Pengurangan aliran

pada ginjal berakibat penguranfan filtrasi glomerulus dan urine uotput,

sementara pengurangan aliran di kulit mengakibatkan kulit terasa dingin.

Vasokonstriksi kutaneus sebagai respon dari pengalihan darah untuk organ

penting dan memiliki fungsi lanjutan untuk mngurangi hilangnya panas tubuh

melalui kulit. Diameter saluran kecil yang berkurang meningkatkan kecepatan

aliran dan mengurasi kekentalan darah saat mengenai jalinan vaskuler, yang

selanjutnya mengefisiensikan aliran mikrosirkulasi

Peningkatan kecapatan aliran pada mikrosirkulasi mungkin memiliki

keuntungan dalam meningkatkan pengiriman oksigen sementara mengurangi

asidosis jaringan. Mekanisme pertukaran tekal dipostulatkan pada oksigen

yang berdifusi dari arteriol menuju venula. Normalnya, jumlah oksigen arteri

yang hilang pada mekanisme ini kecil. Bagaimanapun juga, sementara aliran

berkurang karena arteriol yang berdilatasi, lebih banyak oksigen hilang dan

berdifusi ke sirkuit vena. Konstriksi arteriol meningkatkan kecepatan aliran dan

mengurangi waktu darah yang menetap. Efisiensi ini mengurangi shunt oksigen

perifer. CO2 berdifusi dari vena setelah kapiler menuju ke arteriol. Karena

tidak adanya vasokonstriksi arteri, difusi ini bisa meningkatkan volume CO2

yang menjangkau jaringan dan menghasilkan asidosis jaringan.

Keseimbangan cairan beralih pada intravaskular dan ekstravaskular

berdasarkan hukum Starling, yang berhubungan dengan aliran transvaskuler

untuk membedakan pada tekanan hidrostatik dan osmotik

Pada keadaan normal, tekanan hidrostatik intravaskuler lebih besar daripada

tekanan hidrostatik interstitial, dan cairan cenderung bergerak dari kapiler

menuju interstitial. Tekanan osmotik interstitial biasanya lebih rendah dari

5

Page 6: referat anesshh.docx

pada tekanan osmotik intervaskuler, ang selanjutnya menyebabkan aliran balik

dari jaringan ke dalam kapiler. Ketika hipovolemia terjadim tekanan

intravaskuler turun, memfasilitasi pergerakan cairan dan elektrolit dari

interstitial ke dalam vaskuler. Derajat dari translokasi ini terbatas karena ketika

cairan bergerak kembali menuju kapiler, albumin yang tersisa di interstitial

meningkatkan terkanan osmotik ekstravaskuler. Kompensasi vasokonstriksi

memfasilitasi proses ini karena cairan bisa kembali lebih mudah pada vaskuler

yang kolaps daripada yang berdilatasi. Derajat translokasi ini terjadi pada

kehilangan 1-2 liter cairan.

Peningkatan denyut jantung dan kontraktilitas merupaan respon hemostatik

yang penting dalam hipovolemi. Keduanya disebabkan oleh respon adrenergik

dan epineprin yang disekresikan oleh kelenjar medula adrenal. Curah jantng

adalah produkdari heart rate dan stroke volume. Ditunjang dari takikardi dan

cairan translokasi. Karena tekanan darah adalah produk dari tahanan perifer

sistemik dan curah jantung, vasokonstriksi perifer adalah faktor esensial dalam

menunjang tekanan darah.

b. Efek Metabolisme

Jalur metabolisme jaringan membutuhkan ATP sebagai sumber tenaga.

Normalnya, ATP diproduksi melalui siklus krebs lewat metabolisme aerob

glukosa. Enam molekul oksigen dikonsumsi ketika enam molekul glukosa

digunakan untuk mengubah enam molekul ADP menjadi enam molekul ATP,

Co2, dan air. Ketika oksigen tidak tersedia, ATP dihasilkan lewat glikolisis

anaerob, meskipun menghasilkan jumlah yang lebih sedikit tapi menghasilkan

asam laktat. Produk sampingan inilah yang bertanggung jawab atas asidosis

pada iskemia. Titik dimana metabolisme berubah dari metabolisme aerob ke

metabolisme anaerob disebut dengan anaerobic threshold.

6

Page 7: referat anesshh.docx

Penelitian menunjukkan bahwa asidosis laktat mungkin merupakan penanda

penting untuk mendeteksi anaerobic threshold. Faktor paling penting yang

mempengaruhi pergantian ke glikolisis anaerob adalah ketersediaan oksigen.

Penyaluran oksigen tergantung pada jumlah oksigen dalam darah dan curah

jantung. Jumlah oksigen dihitung sebagai berikut. Dimana caO2 adalah isi

oksigen di arteri (dalam mL/dL), Hb adalah konsentrasi hemoglobin (dalam

g/dL), SaO2 adalah saturasi oksigen di darah arteri (dalam persen) dan PaO2

adalah tekanan oksigen di darah arteri (dalam mmHg)

Walaupun PaO2 adalah yang paling sering digunakan sebagai indikator,

komponen oksigen yang terlarut berkontribusi minimal dalam pasien dengan

konsentrasi hemoglobin dan saturasi normal. Ketika anemia ditemukan,

kontribusi relatif dari oksigen terlarut meningkat. Pengiriman oksigen secara

sistemik dijabarkan sebagai berikut. DO2 adalah pengiriman oksigen sistemik

(dalam mL/menit), CaO2 adalah isi oksigen arteri (dalam mL/dL) dan CO

adalah curah jantung (dalam L/menit)

Normalnya DO2 lebih dari 1mm ml per menit, ketika curah jantung menurun

dengan syok hipovolemi, DO2 menurun juga. Ketika pengiriman oksigen

menurun, kebanyakan organ meningkatkan ekstraksi oksigen dari darah yang

mereka terima dan mengembalikan darah yang relatif terdesaturasi ke aliran

vena. Konsumsi oksigen sistemik diperhitungkan dengan ekuasi Fick sebagai

berikut

Konsumsi oksigen sistemik biasanya 200-260 ml O2/menit untuk pasien

dengan berat 70 kg pada keadaan normal. Perbedaan oksigen arteri vena

kurang lebih 5 + 1 ml/dl pada kondisi ini. Dengan hipovolemia, ekstraksi

oksigen lebih dari 7 ml/dl. Rasio ekstraksi perifer dikenal juga dengan

O2/DO2. Peningkatan DO2 dan O2ER adalah tanda dari syok hipovolemi.

7

Page 8: referat anesshh.docx

Jaringan mungkin bervariasi dalam meningkatkan ekstraksi oksigen.

Normalnya rasio ekstraksi adalah sekitar 0,3 dan bisa meningkat sampat 0,8

pada atlet. Jantung dan otak mengekstrak oksigen secara maksimal dalam

kondisi normal, membuatnya sangat tergantung dengan aliran darah. Konsumsi

oksigen perifer biasanya konstan selama hipovolemi sampai ambang batas

kritis tercapai, ketika peningkatan ekstraksi tidak bisa menyamai dengan

pengiriman. Ada beberapa bukti yang menunjukkan ketika konsumsi oksigen

berkurang ketika pengiriman oksigen berkurang. Ini disebut ketergantungan

patologis, yang terjadi pada pasien dengan syok distributif dan ARDS.

c. Efek Neuroendokrin

Pengeluaran adrenergik dan sekresi vasopresin dan engiotensi adalah

kompensasi neuroendokrin yang menghasilkan vasokonstriksi, translokasi

cairan dari insterstitial ke vaskuler, dan mengatur curah jantung. Sejumlah

respon humoral juga dideskripsikan sebagai berikut.

1. Sekresi aldosteron dan vasopresin. Hormon ini meninkatkan retensi

cairan dan garam padaginjal untuk menjaga volume sirkulasi darah.

2. Sekresi epineprin, kortisol, dan glukagon. Hormon ini meningkatakan

konsentrasi glukosa ekstraseluler dan membuat persediaan energi

tercukupi untuk metabolisme seluler. Mobilisasi lemak meningkat.

Serum insulin berkurang.

3. Endorfin. Walaupun masih belum jelas, opioid ini diketahui sebagai

pengurang nyeri. Endorfin menyebabkan napas dalam, yang

meningkatkan venous return dengan cara mengurangi tahanan vaskuler

intratorakal. Endorfin juga memiliki efek vasodilatasi dan mungkin

bisa berlawanan dengan efek simpatis.

d. Efek Imunologi

Syok hipovolemi bermula dari serangkaian respon radang yang memiliki

beberapa efek. Stimulasi dari makrofag yang bersirkulasi merangsang

8

Page 9: referat anesshh.docx

produksi dan pelepasan Tumor Necrosis Factor (TNF), yang

menghasilkan produksi neutrofil, proses radang, dan aktivasi dari kaskade

pembekuan darah. Neutrofil dikenal mengeluarkan radikal oksigen bebas,

enzim lisosom, dan leukotrin C4 dan D4. Mediasi ini mungkin menggangu

integritas endotelium vaskuler dan menyebabkan kebocoran vaskuler pada

jaringan interstitial. Komplemen yang teraktivasi dan produk dari jalur

asam arakidonat memungkinkan respon ini terjadi.

Adhesi molekul adalah glikoprotein yang menyebabkan pengambilan

leukosit dan migrasi setelah syok hemoragik. Adhesi sel yang paling

berpengaruh adalah selektin, integrin, dan immunoglobulin. Walaupun

peranan dari molekul ini masih dalam penelitian, beberapa sumber

melaporkan adanya korelasi antar keparahan cedera dan pengeluaran dari

molekul pengikatan sel yang larut (soluble cell adhesion molecules –

SCAMs). Penelitian lain juga telah melaporkan ada hubungan atnara

perkembangan dari gagal organ multipel dan ekspresi SCAMs.

Metabolisme oksigen, termasuk anion superoksida, hidrogen peroksida,

dan radikal bebas hidroksil diproduksi ketika berkurang secara tidak

sempurna pada air. Radikal bebas ini sangat beracun karena efeknya pada

lemak 2 lapi, enzim intraseluler, struktur protein, asam nukelat, dan

karbohidrat. Fagosit normalnya memproduksi radikal oksigen untuk

membunuh kuman yang masuk. Antioksidan melindungi jaringan sekitar

dari komponen ini. Iskemia, diikuti oleh reperfusi,telah dilaporkan

meningkatkan prosuksi oksigen beracun yang bisa mangawali terjadinya

penghancuran jaringan sekitar dan mungkin berperan penting dalam hasil

dari syok hipovolemi.

e. Efek Ginjal

Aliran darah untuk ginjal berkurang dengan cepat ada syok hipovolemi.

Hal ini membuat tekanan filtrasi glomerular menurun sampai level dimana

tekanannya tidak mencukupi untuk filtrasi pada kapsul bowman. Ginjal

9

Page 10: referat anesshh.docx

memiliki laju metabolisme tinggi dan membutuhkan curah darah yang

cukup untuk metabolismenya. Hipotensi lama bisa menimbulkan nekrosis

tubular.

f. Efek Hematologi

Ketika hipovolemi terjadi karena kehilangan cairan tanpa kehilangan sel

darah, yang terjadi pada emesis, siare, atau luka bakar, ruang intravaskuler

menjadi terkonsentrasi yang akhirnya meningkatkan kekentalan.

Peningkatan keketanlan ini bisa menimbilkan trobosis mikrovaskuler

dengan iskemia pada jaringan distal.

g. Efek Neurologis

Stimulasi simpatis tidak menimbulkan vasokonstriksi signifikan karena

pembuluh darah otak. Autoregulasi dari darah di otak membuat aliran

yang stabil selama tekanan arteri tidak berkurang dari 70 mmHg. Di

bawah level ini, sering terjadi penurunan kesadaran dengan cepat, diikuti

oleh hilangnya fungsi autonomi.

h. Efek Gastrointestinal

Gipotensi bisa menyebabkan pengurangan aliran darah splanikus. Pada

hewan disebutkan penguran oksigen pada jaringan cerna bisa beakibat

sindroma iskemia-reperfusi atau translokasi dari bakteri intestinal.

Peningkatan konsentrasi oksidase xantine terjadi pada mukosa dan bisa

bertanggung jawab atas terjadinya translokasi bakeri. Pentoxifyline

sebagai agen potensial untuk meningkatkan aliran darah mikrovaskuler

setelah periode iskemi.

TEMUAN KLINIS

a. Tanda dan Gejala

Temuan yang berhubungan dengan syok hipovolemi tergantung pada umur,

penyakit komorbid, jumlah cairan yang hilang, dan lamanya kehilangan

10

Page 11: referat anesshh.docx

cairan terjadi. Denyut jantung dan pengukuran tekanan darah tidak selalu

dapat dijadikan depoman seberapa luas hipovolemi yang terjadi. Pasien yang

lebih muda dapat denga mudah berkompensasi untuk kehilanagn cairan

derajat sedang dengan vasokonstriksi dan peningkatan denyut jantung

minimal. Lebih lanjut lagi, hipovolemi parah bisa menimbulkan bradikardi

sebagai kejadian pre-terminal.

Tekanan darah ortostatis sering bermanfaat. Normalnya, transisi dari supinasi

ke posisi duduk akan menurunkan tekanan darah kurang dari 10 mmHg pada

orang normal.

Ketika hipovolemi terjadi, penurunannya lebih dari 10 mmHg, dan

tekanan tidak kembali ke normal dalam beberapa menit. Pada pasien

yang lebih tua yang tampaknya normal, tekanan darah hipotensi ketika

supinasi sering menjadi hipotemsi ketika dibawa pada posisi tegak.

Tes ini harus dilakukan dengan hati-hati pada pasien dengan trauma

multipel karena berpotensi terjadi cedera vertebra.

Pengisian ulang kapiler yang menurun, akral dingin, pucat, dan

kolapsnya vena semua diasosiasikan dengan perfusi menurun.

Penemuan gejala dan tanda ini tidak spesifik pada syok hipovolemi

dan bisa saja terjadi pada syok kardiak atau kardiak tamponade atau

tension pneumotorak.

Kolapsnya vena jugular sering ditemukan pada syok hipovolemi,

walaupun bisa juga terjadi pada kompresi kardiak pada pasien yang

tidak diresusitasi secara adekuat. Pemeriksaan pada vena jugula paling

baik dilakukan papda saat kepala pasien dielevasi 30 derajat. Tekanan

arteri kanan normal akan terlihat 4 cm diatas manubrium.

Pengeluaran urin biasanya berkurang pada pasien dengan syok

hipovolemi. Oliguria pada orang dewasa adalah kurang dari 0,5

ml/kgbb/jam jika oliguria tidak ditemukan pada fase klinis syok, urin

harus diperiksa untuk memeriksa adanya substansi aktif secara

osmolar seperti glukosa atau pewarna radiografis.

11

Page 12: referat anesshh.docx

b. Pemeriksaan Laboraturium

Penelitian laboraturium mungkin penting dalam menentukan penyebab

hipotensi. Tapi resusitasi dari pasien syok jangan pernah ditunda sampai hasil

laboraturium keluar.

Hematokrit pada pasien syok hipovolemi mungkin rendah, atau tinggi

tergantung penyebab dan durasi syok. Ketika kehilangan darah terjadi,

evaluasi pengisian ulang kapiler dengan cairan interstitial akan menyebabkan

hematokrit normal. Pada sisi yang lain, pasien yang mengalami perdarahan

lambat, jika pengenalan ditunda atau jika resusitasi cairan telah dilakukan,

hematokrit bisa saja rendah. Ketika hipovolemi terjadi karena cairan

nonsanguineous (muntah, diare, fistula) hematokrit biasanya tinggi. Asam

laktat yang berakumulasi pada pasien denga syok yang parah bisa

menyebabkan metabolisme anaerobik. Temuan nonspesifik lainnya termasuk

penurunan serum bikarbonat dan sedikit peningkatan sel darah putih.

RESUSITASI CAIRAN

1. Kristaloid

Kristaloid mempunyai jenis dengan berat molekul lebih dari 6000. Meskipun

dalam terdapat dalam berbagai jenis, hanya kristaloid isotonik dengan plasma

yang mempunyai sodium sebagai aktif partikel yang biasa digunakan sebagai

resusitasi. Normal Saline 9% menjadi pilihan yang digunakan secara luas dalam

meresusitasi pasien dengan syok hipovolemik.

2. Koloid

Koloid adalah cairan yang memiliki tipe berat molekul besar pada efek osmotik.

Karena penghalang antara ruang intra dan ekstravaskular hanya permeable

melewati molekul, koloid berperan mempertahankan ruang intravascular

dibandingkan kristaloid. Kuantitas yang lebih kecil dibutuhkan sebagai cadangan

jumlah darah. Karena tekanan onkotik, koloid mengubah cairan dari ruang

12

Page 13: referat anesshh.docx

ekstravaskular ke intravascular. Secara signifikan lebih mahal menggunakan

koloid dibandingkan kristaloid meskipun cairan dengan berat molekul kecil

dibutuhkan.

a. Albumin

Albumin (serum normal albumin) yang paling sering digunakan pada koloid.

Mempunyai berat molekul 66.000-69.000 dan berada 5% atau 25% cairan. Serum

normal albumin mencapai 96% albumin, dengan fraksi protein plasma 83%

albumin. Tiap gram albumin dapat mempertahankan 18 mL cairan di ruang

intravaskular.

b. Hetastarch

Hetastarch (hydroxyethyl starch) adalah hasil sintesis berupa 60% cairan dalam

normal saline. Mempunyai berat rata-rata 69.000. 46% dari dosis dikeluarkan oleh

ginjal selama 2 hari, dan 64% dihancurkan selama 8 hari. Pendeteksian

konsentrasi starch dapat ditemukan 42 hari. Hetastarch mempunyai efek yang

secara tipikal berakhir anatara 3 sampai 24 jam. Jumlah cairan intravascular

meningkat dengan penambahan jumlah cairan. Banyak pasien memberikan respon

pada 500 dan 1000 mL. Komplikasi pada ginjal, hepar, dan paru-paru dapat

terjadi pada dosis 20 mL/kg/hari.

Hetastarch dapat menyebabkan menurunnya jumlah platelet dan pemanjangan dari

waktu paruh tromboplastin karena efek anti-faktor VII. Anafilaksis jarang

ditemukan. Kombinasi 6% hetastarch dapat ditemukan pada cairan garam yang

seimbang karena dapat menghambat faktor VII, dan digunakan untuk resusitasi

dalam jumlah yang besar. Ketika digunakan, dosis optimal berkisar antara 500-

1000 mL. Pentastarch juga dapat ditemukan pada leukap namun juga berguna

sebagai penambah jumlah. Efek yang kecil dari koagulasi dibandingkan

hetastarch.

13

Page 14: referat anesshh.docx

c. Dextran

Terdapat dua jenis dextran yaitu: dextran 70 (90% molekul MW 25.000-125.000)

dan dextran 40 (90% molekul MW 10.000-80.000). Keduanya dapat digunakan

sebagai penambah cairan. Penggunaan dan durasi kerja dihubungan dengan jenis

dextran yang dipakai, jumlah yang dimasukkan, rata-rata pemberian, dan

frekuensi clearance plasma. Berat molekul yang kecil disaring oleh ginjal dan

memproduksi dieresis, berat molekul yang besar dimetabolis menjadi C02 dan air.

Molekul MW yang terbesar tinggal di jaringan intravascular.

Dextran 70 dipilih sebagai penambah cairan dikarenakan mempunyai waktu paruh

beberapa hari. Sedangkan 10 % dari dextran 40 mempunyai tekanan onkotik

koloid yang besar dibandingkan Dextran 70% tetapi meninggalkan plasma dengan

sangat cepat.

Beberapa komplikasi dihubungkan dengan pemberian dextran, meliputi kegagalan

ginjal, syok anafilaksis dan perdarahan. Dextran 40 disaring oleh ginjal dan

memiliki dieresis osmotik yang menurunkan jumlah plasma. Sebaiknya dihindari

pada pasien yang memiliki gangguan ginjal. Dextran 70 berhubungan dengan

kegagalan ginjal. Reaksi anafilaksis terjadi pada pasien dengan titer antibody anti-

dextran yang tinggi. Insiden dari reaksi berkisar 0,03% dan 5%. Kedua jenis

dextran menghambat adesi dan agregasi platelet mungkin dikarekanan faktor VIII:

aktivitas ag. Efek klinis berhubungan dengan penyakit Willebrand. Efek yang

lebih besar dari Dextran 70 dibandingkan Dextran 40. Keduanya mengganggu

level glukosa serum dan darah pada cross match.

d. Koloid Lain

Modified Fluid Gelatin (MFG) dan urea bridged gelatin dalam 3,5% dan 4%

cairan dalam normal saline. Keduanya merupakan penambah cairan plasma. Berat

molekulnya yang kecil menyebabkan ekskresi ginjal secara cepat. Reaksi

anafilaksis (0,15%) merupakan komplikasi yang biasa terjadi. Pemasukan yang

cepat dari urea-bridge formula menyebabkan pelepasan histamine dari sel mast

14

Page 15: referat anesshh.docx

dan basofil. Insiden reaksi anafilaksis lebih kecil pada cairan gelatin yang dibatasi.

Gelatin dapat menyebabkan depresi serum fibronetin. Dapat diasosiasikan dengan

kegagalan ginjal dan tidak mengganggu pemasukan darah. Hal ini dipakai secara

luas di Eropa. Tetapi tidak berlaku di United States.

PERMASALAHAN

A. Kristaloid dan Koloid

Keuntungan dari kristaloid dan koloid dari resusitasi masih merupakan perdebatan

yang panjang. Keuntungan dari kristaloid adalah tersedia, tidak mahal dan tidak

menimbulkan reaksi alergi. Proponen dari koloid dikenal lebih efisien mungkin

dengan jumlah rendah dan menurunkan edema perifer. Dewasa ini,

bagaimanapun, tidak ada keuntungan yang jelas dari penggunaan cairan yang

mengandung koloid.

B. Poin Akhir

Poin akhir dari resusitasi adalah parameter seperti tekanan darah, denyut jantung,

dan keluaran urin. Tinjauan spesifik jaringan seperti tekanan oksigen jaringan

(TP02) dan pH intramukosa (pHi) telah menjadi perhatian sebagai indikasi

objektif. Dikarenakan waktu yang dibutuhkan untuk pengambilan sampel pHi,

tidak berguna secara klinis untuk resusitasi. Bagaimanapun, dapat digunakan

sebagai pengawasan pasien setelah kondisi stabil.

Pengukuran oksigen jaringan menggunakan beberapa elektroda dan fluorens

quenching optoda. Semuanya telah terbukti menjadi indikator yang tepat sebagai

tekanan oksigen di subkutaneus dan jaringan visceral selama syok dan resusitasi.

C. Translokasi Bakteri

Penampakan anomali dari pasien sepsis yang berkembang menjadi syok

hipovolemik mengangkat masalah dari translokasi bakteri intestinal. Teori ini

menunjukkan bahwa iskemik dari mukosa intestinal membiarkan bakteri lewat

15

Page 16: referat anesshh.docx

atau berada diantara sel dan masuk ke sistem vena porta. Mekanisme ini telah

diuji pada hewan, tetapi evidensi definitif pada manusia masih kurang.

II.2 SYOK DISTRIBUTIF

Pendahuluan

Syok distributif terjadi akibat penyaluran kembali aliran darah ke organ

visera. Tiga jenis penyaluran syok distibutif yang biasa ditatalaksana di

care unit adalah sepsis, anafilaksis, dan syok neurogenik.

II. 2. 1 SYOK SEPSIS

Diagnosis Esensial

- Peningkatan cardiac output dikarenakan penurunan tekanan darah

- Penurunan penggunaan oksigen perifer

- Penurunan resistensi perifer sistemik

- Penurunan ejeksi fraksi ventrikel

- Berhubungan dengan kegagalan beberapa sistem organ

KONSIDERASI UMUM

Insidens dari syok sepsis telah meningkat di AS sejak beberapa tahun lalu. Rata-

rata 100.000-300.000 orang menderita bakteremia setiap tahun, dan setengah dari

kasus berkembang menjadi syok sepsis. Angka mortalitas dari syok sepsis antara

40% dan 60%. Angka kematian terbesar pada usia lanjut dan orang yang memiliki

imunocompromised seperti trauma, diabetes, keganasan, luka bakar, sirosis, atau

tatalaksana dengan antitumor kemoterapi agen. Basiler bakteri aerobic gram

negative yang paling sering menyebabkan syok sepsis. Organism yang terlibat

adalah Escherichia coli. Organisme gram positif seperti staphylococci dan jamur

juga dapat menyebabkan syok sepsis.

16

Page 17: referat anesshh.docx

PATOGENESIS

Tidak semua bakteri dapat menyebabkan syok sepsis. Interaksi antara produk

yang dikeluarkan dan host normal melawan reaksi tersebut. Organisme gram

negatif mempunyai dinding yang kompleks pada membran terluar. Ini disusun

oleh ikatan oligosaccharide, core polisakarida, dan lipid A. Struktur kimia dan

fisik antara spesies bakteri yang berbeda dan antigen yang tinggi.

Pada pengujian dengan hewan dan manusia, terlihat bahwa penambahan lipid A

menyebabkan efek yang sama pada sepsis klinis. Endotoksin memiliki efek-efek

yaitu sistem pengaturan multiple, meliputi komplemen, kinin, koagulasi, plasma

fospolipase, ß-endorphine, leukotrien, faktor aktivasi platelet, dan prostaglandin.

Sitokin adalah kelompok protein diproduksi oleh sel darah metah sebagai respon

dari berbagai faktor stimulasi. Meskipun multiple sitokin telah diidentifikasi, yang

dikenal berkembang ke respon sepsis pada manusia adalah TNF dan interleukin-1,

-2, dan -6. Agen ini mempunyai keuntungan dan efek yang merusak. Peningkatan

TNF level, IL-1, dan IL-6 telah dihubungkan dengan pengeluaran rendah. TNF

menyebabkan hipotensi dan menurunkan fungsi adventrikular dalam pengujian

terhadap hewan. Sitokin diketahui mencetuskan pengeluaran hormone pusat

pengaturan seperti glucagon, epinefrin, dan kortisol, dimana berperan dalam

mencetuskan respon menjadi sepsis. Sitokin bertanggungjawab sebagai modulasi

respon imun meliputi IL-4, IL-6, IL-10, IL-11, IL-13 dan IL-1 Ra (antagonis

reseptor). Senyawa bertanggungjawab sebagai pengerasan respon imun meliputi

IL-8, IL-2, IL-18, faktor aktivasi platelet, serotonin, dan eikosanoid.

Sirkulasi endotoksin mencetuskan pengeluaran dari sel darah putih dimana

meningkatkan pelepasan asam arachidonik dari membrane sel leukosit bertindak

sebagai perantara phospolipase A2. Pergerakan asam arakhidonik meliputi 2 jalur:

konversi menjadi leukotrien melalui jalur lipoxygenase dan senyawa

sidooksigenase yang memiliki aksi berbeda. Fospolipase A2 juga menghasilkan

17

Page 18: referat anesshh.docx

ikatan membrane alkylphospolipid yang dapat dikonvesi menjadi platelet-

activating faktor (PAF), mediator protein yang berpengaruh. Aksi dari PAF

meliputi aktifasi fagosit juga platelet, memproduksi oksigen radikal bebas,

meningkatkan permeabilitas vaskular, dan menurunkan cardiac output dan

tekanan darah. Sel-sel tersebut diketahui menghasilkan PAF meliputi neutrofil,

basofil, sel endothelial, dan platelet.

KRITERIA KLINIS

A. Tanda dan Gejala

Sebelum terjadinya syok, pasien menunjukan tanda akan terjadi syok. Sindrom

sepsis secara tipikal terlihat sebelum adanya respon hemodinamik. Pasien dengan

sindrom sepsis dapat memiliki risiko tinggi berkembang ke syok sepsis.

Syok sepsis secara klasik digambarkan dengan gejala klinis:

MAP kurang dari 60 mmHg (tekanan sistolik <90 mmHg atau penurunan

tekanan darah sistolik sebesar 40 mmHg dari tekanan darah sistolik awal),

hipotermi,

takikardi,

takipnoe,

kulit teraba hangat (jika tidak terjadi hipovolemi).

HASIL LABORATORIUM

Leukositosis dan persentase yang tinggi dari nilai normal biasa ditemui.

Neutropeni ditemukan presentasi yang kecil pada pasien.

Trombositopeni terjadi pada sekitar 50% pasien karena platelet

endothelial mengaktivasi kembali endothelium vascular. Perdarahan

terjadi kurang dari 5% pasien.

Hiperglikemi biasa ditemui dan kemungkinan sebagai aksi dari hormon

pusat pengatur seperti epinefrin, kortisol, dan glukagon. Peningkatan

konsentrasi glukosa serum pada pasien menimbulkan hiperalimentasi

intavena dimana sebagai indicator awal terjadi sepsis.

18

Page 19: referat anesshh.docx

Peningkatan konsentrasi laktat biasa terjadi dan mempengaruhi

hipoperfusi seluler.

Peningkatkan bilirubin, aminotransferase, dan konsentrasi alkalin

fosfatase dapat terjadi.

19

Page 20: referat anesshh.docx

MIKROBIOLOGI

Kultus darah positif terlihat pada 45% pasien dengan sindrom sepsis dan syok

sepsis. Frekuensi organisme yang muncul bervariasi pada penelitian berbeda,

meskipun jenis bakteri aerobik gram negatif biasanya menonjol. Penelitian

terakhir menemukan bahwa 26% pasien dengan infeksi bakteri gram negatif

berkembang menjadi syok, meskipun hanya 12% dari infeksi bakteri gram positif

menjadi syok. Tidak ada ketetapan berbeda pada hasil laboratorium dengan atau

tanpa kultur darah positif. Selanjutnya, angka mortalitas dari dua jenis adalah

sama (30% tanpa berbanding 30% dengan).

Organisme lain yang menginfeksi meliputi Candida albican dan Bacteroides

fragilis. Infeksi jamur secara terpisah biasa terjadi pada pasien dengan kelainan

sistem imunokompromais seperti diabetes. Penggunaan antimikroba dalam jangka

panjang dan riwayat infeksi bakteri polimikroba juga mencetuskan sepsis dari

infeksi jamur fragilis. Infeksi jamur sangat sering terjadi pada pasien dengan

keadaan immunocompromise seperti diabetes. Penggunaan antimikroba dalam

jangka waktu lama dan riwayat infeksi bakteri polimikroba juga merupakan faktor

predisposisi sepsis oleh jamur.

20

Page 21: referat anesshh.docx

DIAGNOSIS DIFERENSIAL

Perbedaan antara syok septik dan sindrom septik adalah derajat/tingkat keparahan.

Indikator utama yang membedakan antara keduanya adalah bahwa hipotensi tidak

terdapat pada sindrom septik. Bentuk lain dari syok distributif meliputi anafilaksis

dan syok neurogenik. Riwayat pemberian obat terakhir dan trauma harus digali

untuk membantu menegakkan diagnosis.

MANAJEMEN

A. Resusitasi Cairan

Restorasi volume darah yang memadai adalah terapi pertama dan paling

utama untuk syok septik. Hilangnya volume intravaskular dapat

diakibatkan oleh kebocoran kapiler, fistula, diare atau muntah. Pasien

mungkin belum menerima asupan oral atau cairan intravena maintenance

yang memadai. Cairan kristaloid lebih disukai oleh kebanyakan dokter

sebagai terapi awal untuk resusitasi cairan sebesar 30 ml/kgBB. Hindari

penggunaan Hestartach untuk resusitasi cairan.

Kateter flotasi arteri pulmonalis harus dipasang untuk memfasilitasi

akses terapi intravena. Volume cairan yang diberikan harus dititrasi

terhadap tekanan pengisian ventrikel kiri (left ventricular filling pressures)

dan curah jantung. Karena depresi miokard relatif yang menyertai sepsis,

21

Page 22: referat anesshh.docx

PCWP sering perlu ditingkatkan melebihi nilai normal sebelum curah

jantung dan tekanan darah yang adekuat tercapai. Biasanya akan

diperlukan PCWP dengan tekanan sebesar 10 mm Hg-15 mm Hg. Hal ini

yang menyebabkan perlunya pemberian beberapa liter larutan kristaloid

hipertonis.

Transfusi darah untuk meningkatkan hematokrit pada pasien dengan

hipoksemia berat dan desaturasi hemoglobin arteri.

Target yang harus dicapai setelah 6 jam pertama resusitasi adalah:

CVP 8-12 mmHg

MAP ≥ 65 mmHg

Urine output ≥ 0,5 ml/kgBB/jam

SVCO2 70% atau SVO2 65%

B. Dukungan Pernafasan

Sebagian besar pasien dengan syok septik akan mengalami sindrom distres nafas

berat dan mungkin tidak dapat memenuhi demand kerja pernapasan.

Intubasi endotrakeal atau orotracheal semielektif dianjurkan sebelum

terjadinya gagal nafas.

Setelah intubasi, ventilasi mekanis harus selalu digunakan untuk

mengurangi kerja pernapasan. Umumnya akan dibutuhkan tekanan akhir

ekspirasi positif (PEEP) dan oksigen inspirasi konsentrasi tinggi. Rasio I:

E terbalik dan ventilasi tekanan terkendali (pressure-controlled

ventilation) mungkin diperlukan jika compliance paru sangat menurun.

C. Terapi Farmakologis

Resusitasi volume intravaskular yang gagal mengembalikan tekanan darah normal

merupakan indikasi terapi farmakologis dengan agen-agen vasopressor. Regulasi

reseptor adrenergik perifer dan jantung tampaknya terganggu pada keadaan sepsis,

mengakibatksn dosis obat-obat yang dibutuhkan lebih tinggi daripada yang

diperkirakan.

22

Page 23: referat anesshh.docx

1 . Dopamin

Dopamin adalah agen inotropik yang paling sering digunakan untuk menyokong

tekanan darah pada syok septik karena merupakan prekursor langsung dari

norepinefrin endogen. Efek hemodinamik dopamin berupa pelepasan norepinefrin

dari saraf simpatis dan stimulasi langsung dari reseptor dopaminergik, alfa dan

beta. Sekitar 50 % efek dopamin adalah karena pelepasan norepinefrin. Bila

dibandingkan dengan dobutamin, efek dopamin ini kurang jelas setelah cadangan

norepinefrin endogen habis.

Pada dosis yang rendah (2-5 ug/kg/menit), dopamin meningkatkan

kontraktilitas jantung dan curah jantung tanpa meningkatkan denyut

jantung, tekanan darah, atau resistensi vaskuler sistemik. Aliran darah

ginjal dan urin output meningkat pada dosis 0,5-2 ug/kg/menit sebagai

efek dari stimulasi selektif reseptor dopaminergik.

Ketika dosis mencapai 10 ug/kg/menit, dopamin memberikan kronotropik

maupun inotropik.

Pada dosis lebih dari 10 ug/kg/menit, stimulasi alfa-adrenergik terjadi

seiring dengan peningkatan resistensi vaskuler sistemik. Efek metabolik

administrasi dopamin antara lain penurunan sekresi aldosteron,

penghambatan pelepasan TSH dan prolaktin serta penghambatan sekresi

insulin. Karena meningkatkan cardiac output, dopamin dapat

meningkatkan aliran darah paru dengan menambah aliran ke daerah paru-

paru yang ventilasinya buruk .

Setelah memastikan resusitasi cairan yang adekuat, infus dopamin

biasanya dimulai dengan dosis 5 ug/kg/menit dan ditingkatkan sampai

tekanan darah meningkat. Bila digunakan dalam dosis rendah bersama

norepinefrin, efek selektif dopamin pada pembuluh darah ginjal dapat

memfasilitasi produksi urin yang memadai.

2 . Dobutamin

Dobutamin memiliki efek inotropik terutama ß-adrenergik dan efek kronotropik

yang relatif kecil. Tidak seperti dopamin, dobutamin tidak menyebabkan

23

Page 24: referat anesshh.docx

pelepasan norepinefrin endogen. Hal ini mengakibatkan peningkatan denyut

jantung dan resistensi pembuluh darah perifer yang minimal dibanding agen

inotropik isoproterenol pada dosis yang sama. Dobutamin tepat digunakan untuk

pasien dengan tekanan darah yang memadai namun curah jantung menurun.

Onsetnya berkisar 1-2 menit, meskipun efek puncak mungkin belum tercapai

hingga 10 menit setelah pemberian. Waktu paruhnya adalah 2 menit. Obat ini

termetilasi diekskresikan dalam urin. Dobutamin cenderung kehilangan efek

hemodinamiknya setelah pemberian jangka panjang, mungkin karena regulasi

reseptor yang melemah. Namun, dobutamin merupakan pilihan yang lebih baik

untuk infus jangka panjang dibanding dopamin, karena dopamin menghabiskan

cadangan norepinefrin miokard.

Dosis berkisar 5-15 ug/kg/menit. Peningkatan urin output juga bisa dicapai

setelah pemberian dobutamin karena peningkatan perfusi ginjal dari curah

jantung yang besar.

Drip dimulai pada dosis 2-5 ug/kg/menit dan dititrasi hingga tercapai efek

yang diinginkan.

Efek optimal biasanya dicapai pada dosis 10-15 ug/kg/menit .

3 . Isoproterenol

Isoproterenol adalah ß - adrenergik agonis nonselektif yang merupakan inotrop

positif dan kronotrop. Aliran balik vena (venous return) ke jantung meningkat

karena penurunan compliance vena. Resistensi pembuluh darah paru dan sistemik

yang menurun akan menurunkan tekanan darah. Isoproterenol meningkatkan

aliran darah baik jantung maupun ginjal. Durasi kerja singkat (waktu paruh 2

menit), dengan metabolisme utama jalur catechol-O-methyltransferase di hati.

Agen ini kadang berguna pada pasien yang gagal merespon dopamin atau

dobutamin dan biasanya digunakan pada fase preterminal dekompensasi jantung.

Untuk peningkatan tekanan darah dan curah jantung rutin, dopamin atau

dobutamin merupakan pilihan yang lebih baik.

24

Page 25: referat anesshh.docx

Pengobatan dengan isoproterenol dimulai dengan drip intravena pada dosis

0,01 ug/kg/menit dan ditingkatkan untuk menghasilkan efek yang

diinginkan .

4 . Agen alfa-adrenergik

Meskipun resusitasi volume memadai dan curah jantung meningkat , tekanan

darah mungkin tetap tertekan. Fenilefrin dan norepinefrin adalah dua agen yang

umum digunakan untuk meningkatkan resistensi vaskular sistemik .Norepinefrin

adalah prekursor biosintesis epinefrin, menstimulasi aktivitas ß- ataupun α-

adrenergik . Pada dosis rendah, efek utamanya adalah ß-adrenergik yang akan

meningkatkan kontraktilitas jantung, kecepatan konduksi, dan detak jantung. Pada

dosis yang lebih tinggi, baik efek ß- dan α-adrenergik terjadi, yang meliputi

vasokonstriksi perifer, meningkatkan kontraktilitas jantung, kerja jantung, dan

stroke volume. Norepinefrin menyebabkan vasokonstriksi splanknikus, yang dapat

menyebabkan iskemia end-organ. Obat ini cepat dibersihkan dari plasma dengan

waktu paruh sekitar 2 menit.

Dosis drip awal adalah 0,05-0,1 ug/kg/menit. Dosis maksimum 1

ug/kg/menit.

5 . Vasopresin

Vasopresin (hormon antidiuretik) normalnya dilepaskan hipotalamus,

menyebabkan vasokonstriksi otot polos pembuluh darah, selain efek

antidiuretiknya pada ginjal. Pada konsentrasi plasma rendah menyebabkan

vasodilatasi pembuluh koroner, otak, dan paru. Kadar vasopressin meningkat pada

permulaan syok septik dan kemudian sangat menurun saat sepsis semakin

memburuk.

Ketika diberikan pada dosis 0,01-0,04 unit/menit, kadar vasopressin serum

meningkat dan mengurangi kebutuhan untuk vasopressor lainnya. Pada

dosis ini, urin output dapat meningkat dan resistensi pembuluh darah paru

menurun.

25

Page 26: referat anesshh.docx

Dosis lebih dari 0,04 unit/menit dapat menyebabkan efek vasokonstriksi

yang tidak diinginkan. Pengunaan agen ini pada kondisi sepsis masih

terbatas, dan studi klinis diperlukan sebelum dapat direkomendasikan

secara rutin .

6 . Vasodilator

Penurunan resistensi pembuluh darah merupakan penyebab utama hipotensi pada

syok septik, sehingga vasodilatasi farmakologis lanjut merupakan kontraindikasi.

Namun terkadang depresi miokard berat disertai dengan peningkatan resistensi

vaskuler sistemik. Keadaan preterminal ini memberikan beban lebih berat pada

ventrikel kiri dan dapat menyebabkan kolaps hemodinamik komplit. Penggunaan

vasodilator secara hati-hati seperti nitroprusside mungkin dapat dicoba.

D. Antibiotik

Identifikasi sumber sepsis sangat penting. Jika jaringan yang terinfeksi

tidak dibersihkan atau jika bakteremia tidak diobati, hasil keluarannya

tidak akan terpengaruh.

Setelah kemungkinan asal teridentifikasi, terapi antimikroba yang tepat

dapat diberikan untuk untuk organisme yang biasa ditemui.

Ketika sumber kemungkinan tidak dapat diidentifikasi, terapi empirik

spektrum luas harus diberikan dengan obat yang dikenal efektif melawan

organisme gram negatif, gram positif dan anaerob. Pada pasien bedah

dengan operasi abdomen, organisme enterik gram negatif dan anaerob

menjadi perhatian khusus. Dosis harus diperhatikan karena perubahan

fungsi ginjal dapat mempengaruhi degradasi dan karena peningkatan

volume plasma mempengaruhi volume distribusi.

E. Perawatan Pendukung

Meskipun bukan merupakan bagian dari pengobatan syok septik, aspek nutrisi

juga perlu diperhatikan. Pasien-pasien ini dalam keadaan katabolik berat dan terus

26

Page 27: referat anesshh.docx

memanfaatkan protein struktural sebagai prekursor energi. Hiperalimentasi sering

dibutuhkan untuk memasok protein dan kalori .

F. Modalitas Lain

Kortikosteroid telah diteliti secara eksperimental dan klinis sebagai tambahan

untuk pengobatan syok septik, dengan efek menstabilkan membran lisosomal dan

dapat menurunkan respon inflamasi.

Satu-satunya indikasi penggunaan steroid pada syok septik adalah bila

dicurigai adanya insufisiensi adrenal.

Preparat yang dapat digunakan adalah hidrokortison dengan cara

pemberian continous flow.

II. 2. 2 SYOK ANAFILAKTIK DAN REAKSI ANAFILAKTOID

Diagnosis Esensial

• Cutaneous flushing, pruritus.

• Distensi abdomen, nausea, vomitus, diare.

• Obstruksi nafas akibat edema laring.

• Bronchospasme, bronchorrhea, edema pulmonal.

• Takikardi, sinkop, hipotensi.

• Kolaps kardiovaskular.

Konsiderasi Umum

Anafilaksis adalah reaksi hipersensitifitas sistemik atau generalisata yang berat

dan mengancam jiwa, ditandai oleh gangguan yang berkembang cepat pada

airway (edema laring atau faring), breathing (bronkospasme dengan takipnoe),

dan/atau circulation (hipotensi dan/atau takikardi).

Syok anafilaktik dan reaksi anafilaktoid terjadi karena pelepasan mediator

inflamasi secara tiba-tiba dari sel mast dan basofil. Setelah paparan stimulus,

gejala awal dapat muncul dalam beberapa detik hingga menit atau mungkin

27

Page 28: referat anesshh.docx

tertunda selama 1 jam. Reaksi ini merangsang membrane-bound IgE,

menyebabkan sel-sel mast dan basofil melepaskan histamin dan platelet-

activating factor ke dalam sirkulasi.

Mediator ini menyebabkan vasodilatasi, bronkokonstriksi, pruritus, bronkorrhea,

agregasi trombosit dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah yang dapat

menyebabkan edema laring dan berujung pada obstruksi jalan napas. Reaksi

anafilaktoid terjadi ketika substansi antigen menyebabkan pelepasan langsung zat

ini tanpa mediasi oleh IgE. Ini mungkin melibatkan sejumlah jalur termasuk

reaksi mediasi komplemen, aktivasi sel mast non-imunologis dan produksi

mediator asam arakidonat. Reaksi terhadap NSAID sangat berbahaya karena

NSAID menghambat jalur siklooksigenase yang membantu pembentukan

mediator lipoksigenase jalur asam arakidonat. Beberapa di antaranya adalah

leukotrien C4, D4, E4 (substansi anafilaksis reaksi lambat) dan LTB4.

Leukotrien-leukotrien ini dan produk intermediate-nya (5-HETE dan 5-HPETE)

meningkatkan permeabilitas pembuluh darah dan menyebabkan bronkokonstriksi.

Leukotrien B4 merupakan kemoatraktan eosinophil dan neutrofil. Jika jalur

siklooksigenase diaktifkan oleh agen inciting, produksi prostaglandin D2

mengakibatkan bronkokonstriksi lebih lanjut. Agen paling umum yang

menyebabkan syok anafilaksis dan reaksi anafilaktoid tercantum dalam Tabel 11-

8 dan 11-9. Reaksi anafilaktoid dapat terjadi pada hingga 10 % pasien. Ketika

reaksi awal terjadi setelah infus agen radiokontras, risiko reaksi yang sama pada

eksposur ulang mencapai 35 % .

GAMBARAN KLINIS

A. Gejala dan Tanda

Gejala awal seringkali berupa keluhan pruritus dan perasaan sesuatu yang

buruk akan terjadi. Hal ini dapat berkembang menjadi tanda-tanda yang

jelas selama beberapa detik atau mungkin tertunda hingga satu jam.

Gejala pernapasan mungkin mulai dengan keluhan benjolan di

tenggorokan, berkembang menjadi dyspnea, disfonia, suara serak, dan

28

Page 29: referat anesshh.docx

batuk. Jika edema paru terjadi sebagai akibat dari peningkatan

permeabilitas kapiler, dyspnea dan berakhir sianosis.

Temuan kardiovaskular dimulai dengan gejala kelemahan dan pingsan

yang bisa disertai dengan palpitasi. Seiring berlangsungnya syok,

takikardia muncul bersama aritmia, gangguan konduksi, dan iskemia

miokard.

Gejala kutaneous termasuk flushing dan pruritus yang berkembang

menjadi urtikaria, angioedema, dan diaforesis.

Pasien mungkin mengeluh sakit perut atau kembung, kram dan mual

yang kemudian berkembang menjadi emesis, diare dan kadang-kadang

hematemesis dan hematoschezia.

Tanda-tanda lainnya termasuk sinkop, kejang, injeksi konjungtiva,

lakrimasi, rhinorrhea dan hidung tersumbat.

B. Temuan Laboratorium

Peningkatan hematokrit sering ditemukan sebagai akibat dari hemokonsentrasi

permeabilitas pembuluh darah. Kadar sel mast tryptase biasanya meningkat.

DIAGNOSIS DIFERENSIAL

Beberapa gangguan yang umum terlihat di ICU mungkin bingung dengan syok

anafilaksis dan reaksi anafilaktoid: iskemia miokard dan infark, aritmia jantung,

syok hipovolemik, syok septik, emboli paru, aspirasi menyusui, bronkitis, PPOK

eksaserbasi akut, gangguan kejang, hipoglikemia dan penyakit serebrovaskular.

Hubungan dengan pemberian obat, darah dan cairan infus baru harus

menunjukkan kemungkinan anafilaksis .

MANAJEMEN

A. Airway

Langkah pertama adalah untuk memastikan jalan napas aman. Jika pasien

diintubasi sebelum reaksi, kita harus berhati-hati bahwa tube endotrakeal atau

nasotrakeal tidak terlepas selama resusitasi. Jika pasien tidak diintubas, kontrol

29

Page 30: referat anesshh.docx

napas darurat dengan bagging dan masker atau intubasi mungkin akan diperlukan.

Jauh lebih baik untuk mengintubasi pasien sebelum edema laring terjadi, karena

intubasi setelah hal tersebut terjadi akan sangat sulit. Beberapa dokter

merekomendasikan penggunaan inhalasi epinefrin rasemat (0,3 ml dalam 3 ml

saline melalui nebulizer) jika terjadi gangguan nafas karena edema. Maka jauh

lebih aman untuk mengintubasi pasien.

B. Circulation Support

Kebanyakan pasien yang mengalami syok anafilaktik atau reaksi anafilaktoid di

ICU sudah memiliki akses intravena. Namun ukuran kateter ini mungkin kecil dan

tidak dapat memfasilitasi loading cairan dalam volume besar selama periode

waktu yang singkat. Infus perifer berukuran besar wajib untuk cairan dan

pemberian obat. Jangan mencoba akses vena sentral pada pasien hipotensi yang

hipovolemik. Penggunaan pembuluh vena besar yang kolaps untuk pemasangan

kateter sentral meningkatkan risiko komplikasi yang mengancam jiwa.

1 . Terapi Epinefrin

Medikamentosa harus dimulai dengan epinefrine (1:1000) 0,3-0,5 ml

subkutan.

Dosis epinefrin dapat diulang setiap 5-10 menit sesuai kebutuhan.

Jika pasien tidak merespon dosis atau jika laringospasme berat atau kolaps

kardiovaskular frank terjadi, 5-10 mL epinefrin (1:10.000) dapat diberikan

secara intravena.

Jika akses intravena tidak tersedia, baik 0,5 mL dari pengenceran 1:1000

dapat diberikan intramuskuler atau 10 ml dari pengenceran 1:10.000 dapat

dimasukkan ke dalam tabung endotrakeal. Ketika epinefrin diberikan

intravena, takikardia berat, iskemia miokard, vasospasme dan hipertensi

bisa terjadi.

Epinefrin mengurangi sintesis mediator dengan meningkatkan konsentrasi

cAMP intraselular. Selain itu, melawan banyak efek buruk dari mediator

anafilaksis.

30

Page 31: referat anesshh.docx

2. Antagonis Histamin

Antagonis histamin harus diberikan secepat mungkin. Difenhidramine (1 mg/kg

intravena) dan ranitidine (50 mg intravena selama 5 menit) adalah obat pilihan.

Cimetidine harus digunakan dengan sangat hati-hati karena pemberian intravena

secara cepat dapat menyebabkan hipotensi atau asistole.

3 . Pressor

Jika hipotensi berlanjut setelah pemberian epinephrine berulang dan antagonis

histamin, resusitasi cairan agresif diperlukan.

Jika gagal, dopamin dapat dimulai pada dosis awal 5 ug/kg/menit dan

dosis ditingkatkan hingga mencapai 20 ug/kg/menit. Efek plateau terjadi

bila melebihi dosis ini, yang mengindikasikan agen pressor kedua perlu

digunakan jika respon yang memadai belum tercapai.

Karena vasodilatasi ekstrim, norepinefrin harus dimulai pada kisaran 3-4

ug/menit dan dititrasi sampai tekanan arteri rata-rata antara 60 dan 80 mm

Hg tercapai. Pasien harus disapih dari agen pressor secepat mungkin.

C. Tindakan Lain

Observasi kontinyu di unit perawatan intensif diindikasikan. Sebuah kateter arteri

harus dimasukkan untuk memantau tekanan dan membantu mengamankan sampel

gas darah untuk manajemen ventilator. Pada pasien yang tetap stabil atau yang

membutuhkan drip pressor lanjutan, kateter arteri pulmonalis harus dipasang.

Anafilaksis bifasik dapat terjadi pada hingga 25 % pasien. Reaksi yang

mengancam jiwa muncul kembali setelah selang asimtomatik hingga 8 jam setelah

resusitasi. Hidrokortison 100-250 mg intravena setiap 6 jam, dapat membantu

mencegah manifestasi akhir dari anafilaksis bifasik. Steroid mungkin memiliki

peran dalam pengobatan segera anafilaksis akut. Pasien yang menerima beta-

blocker pada saat reaksi anafilaksis mungkin resisten terhadap efek yang

diberikan epinefrin. Atropin dan glukagon mungkin tambahan yang berguna untuk

memperbaiki manifestasi jantung dalam kasus anafilaksis tersebut.

31

Page 32: referat anesshh.docx

PROGNOSIS

Kondisi kesehatan pasien secara keseluruhan, penundaan antara paparan antigen

dan terjadinya anafilaksis, dan tingkat keparahan gejala semua mempengaruhi

kondisi akhir pasien.

II. 2. 3 SYOK NEUROGENIK

Diagnosis Esensial

• Didahului oleh trauma atau anestesi spinal

• Hipotensi dengan takikardia

• Kehangatan kutaneus dan flushing di daerah denervasi

• pooling vena

.

Konsiderasi Umum

Syok neurogenik diakibatkan oleh hilangnya tonus vasomotor perifer sebagai

akibat dari cedera tulang belakang, anestesi regional atau pemberian agen

pemblok otonom.

Darah terakumulasi di perifer, venous return dan cardiac output meurun.

Jika level saraf yang terkena berada di bawah pertengahan dada, sistem

adrenergik yang berada di atasnya diaktifkan sehingga terjadi peningkatan

denyut jantung dan kontraktilitas.

Jika jaras simpatis jantung terkena, maka akan terjadi bradikardia.

Tekanan darah dapat turun hingga ke tingkat yang sangat rendah. Semua

pasien yang mengalami trauma tulang belakang harus dianggap

mengalami syok neurogenik sampai terbukti sebaliknya.

GAMBARAN KLINIS

A. Gejala dan Tanda

Pasien mungkin waspada dan responsif jika tidak terdapat cedera kepala.

Ekstremitas hangat di atas level yang cedera dan dingin di bawah level tersebut.

Tekanan darah mungkin sangat rendah dengan detak jantung yang sangat cepat.

32

Page 33: referat anesshh.docx

Otot rangka terpengaruh setelah trauma. Hilangnya pompa otot vena perifer lebih

lanjut dapat menurunkan aliran balik vena. Tanda dan gejala cedera tulang

belakang dan syok spinal akan terjadi.

B. Temuan Laboratorium

Studi laboratorium tidak membantu dalam diagnosis karena permeabilitas kapiler

normal, kebocoran plasma tidak terjadi. Sebelum resusitasi volume, hematokrit

biasanya normal.

C. Studi Pencitraan

Radiografi dari serviks, dada dan vertebra lumbosakral penting untuk menentukan

apakah fraktur yang terjadi mungkin tidak stabil. Intensivist harus meninjau foto

rontgen sehingga manipulasi pasien tidak akan menyebabkan cedera tulang

belakang lebih lanjut. CT dan MRI mungkin berguna untuk menentukan apakah

fragmen dalam kanal vertebra dapat menyebabkan kompresi medulla spinalis.

DIAGNOSIS DIFERENSIAL

Pasien trauma dipertimbangkan untuk dirawat di unit perawatan kritis dan harus

dievaluasi bedah secara menyeluruh sebelum ditransfer. Adanya suatu keadaan

syok hipovolemik bersamaan dari lokasi perdarahan yang belum diketahui pada

perut, dada dan ekstremitas harus disingkirkan. Cedera kepala tertutup tidak

menyebabkan syok. Sebaliknya, hal tersebut dapat meningkatkan tekanan darah

namun memperlambat denyut jantung ( refleks Cushing ) .

MANAJEMEN

A. Tindakan suportif

Jalan nafas yang aman dan akses intravena yang memadai merupakan prioritas

utama. Jika ada kekhawatiran mengenai stabilitas tulang belakang leher dan

terdapat indikasi intubasi, intubasi fiberoptik atau nasotrakeal dapat dilakukan.

Eksplorasi yang cermat harus dilakukan untuk menyingkirkan adanya lokasi luka

lain pada pasien trauma. Bila syok neurogenik terjadi akibat prosedur anestesi

33

Page 34: referat anesshh.docx

spinal di mana tingkat blokade terlalu tinggi, intubasi juga mungkin diperlukan

untuk menyokong otot-otot respirasi yang terganggu.

Bergantung pada tingkat cedera, beberapa pasien mungkin akan mengalami

gangguan fungsi berkemih. Sebuah kateter Foley harus dipasang untuk

dekompresi kandung kemih dan membantu memantau produksi urine .

B. Resusitasi Cairan

Volume sirkulasi darah efektif akan menurun secara drastis karena pooling vena.

Resusitasi cairan umumnya diperlukan dan biasanya dimulai dengan beberapa

liter larutan garam isotonis. Pada beberapa pasien, resusitasi cairan diperlukan

untuk meningkatkan tekanan darah .

C. Terapi Farmakologis

Jika volume cairan yang diberikan gagal untuk mengembalikan tekanan darah,

drip infus agen alpha- adrenergik diperlukan untuk memberi efek vasokonstriksi

langsung. Baik fenilefrin atau norepinefrin dapat digunakan. Obat ini dimulai

pada dosis rendah dan ditingkatkan perlahan-lahan sampai pada dosis yang cukup

untuk mengembalikan tekanan darah rata-rata berkisar pada nilai 60-80 mm Hg.

Penyapihan biasanya dapat dicapai dengan waktu yang cukup cepat, sehingga

kateterisasi arteri vena pulmonalis atau vena sentral tidak sering diperlukan .

D. Pembedahan

Jika transeksi medula spinalis selesai, satu-satunya peran pembedahan adalah

stabilisasi untuk fraktur tulang belakang agar dapat mencegah cedera lebih lanjut.

Jika diketahui terdapat benda asing, ekstraksi benda tersebut dapat

mengembalikan fungsi jika medulla spinalis masih intak.

E. Rehabilitasi

Setelah fase akut terlewati dan pasien telah stabil, perencanaan harus dilakukan

untuk memberikan perawatan jangka panjang. Ini merupakan bagian yang paling

34

Page 35: referat anesshh.docx

sulit dari pengelolaan pasien tersebut. Diperlukan dukungan personil paramedis

yang besar untuk mencegah ulkus dekubitus, infeksi saluran kemih dan

pernapasan serta untuk memberikan dukungan nutrisi. Konsultasi awal dengan

psikiater dianjurkan untuk membantu pasien menyesuaikan diri dengan kerusakan

fungsi permanen.

II. 3 SYOK KARDIAL

PENDAHULUAN

Syok kardial terjadi ketika jantung gagal memompa volume darah yang cukup

saat itu, terdapat dua kategori umum: syok kardiogenik dan syok kardio-

kompresif. Syok kardiogenik terjadi ketika jantung kehilangan kemampuannya

untuk berfungsi sebagai pompa. Syok kardio-kompresif disebabkan oleh kompresi

pembuluh darah besar dan ruang jantung yang mengganggu fungsi pengisian dan

pengosongan normal jantung.

II. 3. 1 SYOK KARDIOGENIK

Diagnosis Esensial

• Urine output menurun

• Gangguan fungsi mental

• Ekstremitas dingin

• Distensi vena leher

• Hipotensi dengan bukti kongesti vena perifer dan paru .

Konsiderasi Umum

Syok kardiogenik paling sering terjadi baik setelah perkembangan lanjut penyakit

jantung atau setelah peristiwa akut seperti infark miokard atau perforasi septum

jantung. Jumlah absolut dari miokardium yang terlibat mungkin adalah faktor

prognosis yang paling penting. Bila lebih dari 45 % dari miokardium ventrikel kiri

yang nekrotik, syok kardiogenik menjadi jelas secara klinis.

35

Page 36: referat anesshh.docx

Bradikardia dan aritmia dapat mendasari syok kardiogenik. Denyut jantung

kurang dari 50 denyut/menit mungkin tidak memadai untuk mendukung curah

jantung. Demikian pula, aritmia secara signifikan dapat mengubah pola pengisian

jantung dan mencegah pemompaan yang memadai.

Sebuah sistem staging telah dikembangkan untuk mengklasifikasi syok

kardiogenik yang berkembang secara kronis.

A. Tahap I (Hipotensi Kompensata)

Cardiac output menurun dan hipotensi ysng dihasilkan menyebabkan mekanisme

kompensasi mampu mengembalikan tekanan darah dan aliran darah jaringan ke

tingkat normal. Refleks ini dimediasi oleh baroreseptor arteri , yang meningkatkan

resistensi pembuluh darah sistemik.

B. Tahap II (Hipotensi Dekompensata)

36

Page 37: referat anesshh.docx

Curah jantung turun di bawah nilai yang memungkinkan pembuluh darah perifer

untuk mempertahankan tekanan darah dengan vasokonstriks . Tekanan darah dan

jaringan perfusi jatuh menurun.

C. Tahap III (Syok Ireversibel)

Pengurangan yang banyak aliran darah mengaktifkan mediator iskemik seperti

kaskade koagulasi. Cedera membran berkembang lebih lanjut memperburuk

kondisi iskemik. Miokard ireversibel dan kerusakan jaringan perifer terjadi .

GAMBARAN KLINIS

A. Gejala dan Tanda

Bila akut, nyeri mungkin merupakan temuan yang menonjol. Ketika syok

merupakan proses eksaserbasi akut dari penyakit lain , gejala mungkin kurang jela

Pemeriksaan fisik akan mengungkapkan tanda-tanda yang konsisten dengan

mekanisme patofisiologis yang mendasari penurunan curah jantung dan

hipervolemia mutlak.

Tekanan darah kurang dari 90 mm Hg.

Denyut jantung mungkin sangat tinggi dan melebihi batas aerobik

maksimum (230 dikurangi usia pasien dalam tahun).

Ketika terjadi dekompensasi, biasanya terdapat bradikardia. Vena leher

distensi dan denyutan sering dapat diamati lebih dari 4 cm di atas

klavikula dengan pasien dalam posisi semierek.

Ekstremitas dingin, mencerminkan perfusi yang tidak memadai.

Pemeriksaan abdomen akan menunjukkan hati yang terbendung dan teraba

lunak saat dipalpasi.

Rales terdengar pada auskultasi paru-paru pasien yang memiliki ventrikel

kanan normal. Dengan kegagalan biventricular atau hipertensi paru,

auskultasi paru mungkin normal.

Pemeriksaan jantung biasanya akan didapatkan bunyi jantung ketiga, dan

mungkin ada karakteristik murmur penyakit katup jantung.

37

Page 38: referat anesshh.docx

B. Parameter Hemodinamik

Hampir semua pasien dengan syok kardiogenik akan memerlukan kateter arteri

pulmonalis untuk monitoring dan evaluasi respon terhadap terapi. Parameter

hemodinamik dari syok kardiogenik menurut AHA adalah:

hipotensi persisten (TDS <80-90 mmHg atau MAP <30 mmHg nilai

normal)

penurunan indeks kardial (cardiac index) yang besar (<1.8 L/menit/m2

tanpa support atau <2.0-2.2 L/menit/m2 dengan support)

peningkatan tekanan pengisian (i.e. tekanan akhir diastolik ventrikel kiri

>18 mmHg atau tekanan akhir diastolik ventrikel kanan >10-15 mmHg).

C. Temuan Laboratorium

Jika infark miokard akut pemicunya, akan terjadi peningkatan creatine kinase.

Dosis obat yang beredar di plasma harus diukur untuk menentukan apakah berada

di rentang toksik atau subterapeutik. Pemeriksaan darah kimia dan rutin

diperlukan untuk mengevaluasi K + dan HCO3-. Serum laktat dapat meningkat

jika syok sudah lama terjadi. Hematokrit dan hemoglobin harus diketahui untuk

mengevaluasi kebutuhan transfusi.

D. Studi Pencitraan

Radiografi toraks umumnya akan menunjukkan pola edema paru. Ventrikulografi

radionuklida dapat membantu dalam mengevaluasi ejeksi fraksi ventrikel.

Echokardiografi juga berguna dalam evaluasi katup dan fungsi ventrikel. Jika

dicurigai tamponade perikardial, Echokardiografi adalah pemeriksaan pilihan

untuk menetapkan diagnosis tersebut .

DIAGNOSIS DIFERENSIAL

38

Page 39: referat anesshh.docx

Syok kardiogenik harus dicurigai pada pasien dengan penyakit miokard kronis

yang tiba-tiba mengalami perburukan gejala. Infark miokard akut dapat menjadi

kompleks dengan adanya kondisi penyerta seperti ruptur septum ventrikel, ruptur

otot papilaris dan disfungsi otot papiler yang dapat menyebabkan syok

kardiogenik. Perikarditis konstriktif dan pecahnya aneurisma ventrikel jantung

dapat menyebabkan syok kardio kompresif. Pecahnya aneurisma aorta abdominal

pada pasien dengan penyakit arteri koroner dapat menyebabkan kebingungan

diagnostik. Nyeri perut akibat pecahnya aneurisma dapat meniru nyeri akibat

infark miokard akut. Elektrokardiografi biasanya menunjukkann iskemia miokard.

Tidak adanya distensi vena leher adalah gejala yang penting untuk

membedakannya. Memar miokard setelah trauma tumpul dapat menyebabkan

syok kardiogenik yang berat.

MANAJEMEN

A. Tindakan Umum

Kenyamanan pasien dan pengurangan rasa cemas harus segera diberikan. Opioid

tidak hanya mengurangi rasa sakit dan memberikan sedasi, golongan ini juga

memblokir debit adrenergik dan mengurangi stres jantung. Morfin intravena harus

diberikan dimulai dengan bolus 2-4 mg. Dosis harus dititrasi untuk respon

subyektif dan efek pada tekanan darah. Karena morfin adalah vasodilator,

mungkin ia akan menurunkan pengisian ventrikel kanan dan mempengaruhi

tekanan darah pada pasien hipovolemik. Sebuah kateter arteri dan kateter flotasi

arteri pulmonalis biasanya wajib untuk mengelola pasien ini secara efektif .

Ketika syok kardiogenik terjadi akibat infark miokard akut, upaya awal harus

diarahkan untuk mengendalikan ukuran infark. Ketidakseimbangan antara

pengiriman oksigen dan peningkatan konsumsi oksigen dipicu oleh perubahan

denyut jantung, tekanan darah, dan kontraktilitas yang dapat memperbesar ukuran

infark. Jika terapi dimulai dalam waktu 3 jam setelah infark miokard, kejadian

syok kardiogenik berkisar 4 %. Namun, jika terapi tertunda, syok kardiogenik

39

Page 40: referat anesshh.docx

terjadi pada sekitar hingga 13 %. Nitrogliserin intravena dan beta-blocker adalah

terapi utama dari pengobatan dini.

Nitrogliserin mengurangi preload ventrikel kanan dan afterload ventrikel kiri.

Penurunan afterload menurunkan tekanan akhir diastolik, mengurangi stres otot

dinding jantung dan konsumsi oksigen miokard. Selain itu, melebarkan pembuluh

epikardial dan dapat meningkatkan pengiriman oksigen ke daerah iskemik.

Penggunaan awal nitrogliserin baik untuk mengurangi ukuran infark dan

mengurangi kematian dini. Kemungkinan infark ventrikel kanan dan tamponade

perikardial harus disingkirkan sebelum terapi dengan nitrogliserin dimulai.

Beta-blocker menurunkan kebutuhan oksigen miokard, antagonis katekol dan

memiliki aktivitas antiaritmia. Sebuah keuntungan tertentu mungkin bertambah

jika beta-blocker dikombinasikan dengan agen trombolitik. Beta-blocker baik

dimulai dalam waktu 2 jam setelah infark.

B. Resusitasi

Meskipun syok kardiogenik dapat terjadi pada pasien dengan overload cairan

tubuh, mereka mungkin berada pada keadaan hipovolemik efektif. Jika PCWP

kurang dari 10-12 mm Hg, larutan garam isotonis harus diberikan dalam upaya

untuk meningkatkan tekanan pengisian. Curah jantung harus diukur setelah setiap

perubahan 2-3 mm Hg di PCWP. Tekanan pengisian pada nilai berkisar 20 mmHg

mungkin diperlukan sebelum curah jantung meningkat.

Jika hasil laboratorium menunjukkan bahwa pasien hipoksemia, oksigen

tambahan harus disediakan. Pengiriman oksigen ke jaringan harus dimaksimalkan

dengan memastikan saturasi hemoglobin arteri lengkap. Intubasi dengan tekanan

akhir ekspirasi positif (PEEP) mungkin diperlukan jika terdapat edema paru.

Penggunaan PEEP secara cermat diperlukan karena memberikan efek yang

merugikan untuk preload ventrikel dan cardiac output.

C. Dukungan Farmakologis

40

Page 41: referat anesshh.docx

Setelah status volume dioptimalkan, dukungan untuk miokardium yang disfungsi

sering diperlukan. Inotropik, vasodilator dan diuretik semua dapat digunakan.

1. Inotropik

a. Dobutamin

Dobutamin adalah obat inotropik pilihan untuk pengelolaan gagal jantung

kongestif dan syok kardiogenik, memiliki keuntungan yang signifikan atas

dopamin karena tidak menyebabkan pelepasan norepinefrin. Selain itu, tidak

memerlukan norepinefrin di terminal saraf karena efek minimum chronotropic

nya, dobutamin dapat meningkatkan kinerja ventrikel tanpa secara signifikan

meningkatkan kebutuhan oksigen miokard. Tidak ada perubahan denyut jantung

atau tekanan darah sistemik ketika dobutamin diberikan dalam dosis rata-rata 8,5

ug/kg/menit. Obat ini dapat diberikan dalam dosis sampai dengan 40 ug/kg/menit

tanpa secara signifikan meningkatkan denyut jantung.

b . Dopamin

Efek dari dopamin tergantung pada dosis yang diberikan. Pada dosis yang lebih

rendah (<4 ug/kg/menit), dopamine meningkatkan perfusi ginjal dengan

menstimulasi dopaminergik (D1) reseptor di ginjal dan menyebabkan vasodilatasi

perifer melalui reseptor D2 yang menghambat pelepasan norepinefrin. Pada dosis

menengah (5-10 ug/kg/menit), dopamin meningkatkan fungsi jantung dan

meningkatkan tekanan darah tanpa mengangkat konsumsi oksigen miokard.

Resistensi vaskular sistemik biasanya tidak meningkat. Pada dosis yang lebih

tinggi (>10 ug/kg/menit), dopamin meningkatkan resistensi vaskuler sistemik

dengan merangsang reseptor alfa-adrenergik dan detak jantung dengan

merangsang reseptor beta-adrenergik. Dopamin pada dosis besar akan

meningkatkan kebutuhan oksigen miokard, menimbulkan takikardia dan dapat

mengurangi perfusi ginjal, digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan syok

kardiogenik karena dapat mempengaruhi keseimbangan perfusi dan konsumsi

oksigen miokard.

41

Page 42: referat anesshh.docx

c . Digoxin

Meskipun digitalis memiliki efek inotropik sederhana , mereka mungkin tidak

begitu penting dalam pengobatan syok kardiogenik kecuali untuk pengobatan

fibrilasi atrium dengan respon ventrikel yang cepat.

d . Isoproterenol

Agen ini menyebabkan takikardia , peningkatan kontraktilitas miokard , dan

penurunan resistensi pembuluh darah perifer melalui stimulasi ß1 dan reseptor

SS2 . Konsumsi oksigen miokard secara dramatis meningkat . Indikasi yang

sangat terbatas termasuk adanya bradycardia dan insufisiensi katup aorta berat .

Pemberian intravena dimulai dengan dosis 0,01 ug / kg / menit dan ditingkatkan

sampai efek yang diinginkan diperoleh .

e . Norepinefrin

Norepinefrin memiliki kedua efek, beta- dan alfa - adrenergik. Pada dosis rendah ,

hal itu menyebabkan stimulasi beta jantung dan meningkatkan tekanan darah serta

curah jantung . Pada dosis yang lebih tinggi, terutama mempengaruhi reseptor

alpha - adrenergik dan mendukung tekanan darah dengan meningkatkan resistensi

vaskular sistemik . Pada dosis yang lebih tinggi juga cenderung menghasilkan

takikardia , aritmia , dan iskemia visceral perifer. Norepinefrin harus digunakan

dengan sangat hati-hati karena pada dosis yang lebih tinggi meningkatkan

afterload ventrikel kiri dan dapat memperburuk iskemia miokard . Jika syok

kardiogenik terbukti tidak merespon dobutamin dan dopamin , norepinefrin dapat

dimulai pada dosis 1-2 ug / menit dan ditingkatkan sampai tekanan darah

meningkat . Yang dikhawatirkan adalah efek vasokonstriksi visceral dan ginjal

yang dapat menghasilkan iskemia end - organ.

2 . Vasodilator

42

Page 43: referat anesshh.docx

Vasodilator digunakan untuk menurunkan afterload ventrikel kiri, yang

mengurangi konsumsi oksigen miokard. Penggunaannya dibatasi oleh efek

hipotensi yang dapat memperparah gangguan perfusi perifer.

a . Nitroprusside

Nitroprusside menurunkan afterload baik dan preload. Ketika nitroprusside

digunakan secara optimal, peningkatan ejeksi fraksi ventrikel kiri sebagian

mengimbangi penurunan resistensi vaskuler sistemik. Terapi dimulai dengan dosis

5 - 10 ug/menit dan maju secara bertahap dari 2,5-5 ug/menit setiap 10 menit

sampai peningkatan curah jantung dicatat. Dosis harus dikurangi jika tekanan

darah sistolik turun di bawah 90 mm Hg. Dosis di atas 3 ug/menit dapat

menyebabkan keracunan, terutama ketika obat ini digunakan selama lebih dari 3

hari.

b . Nitrogliserin

Nitrogliserin merupakan turunan nitrat yang memiliki efek penurunan preload,

yang secara refleks menurunkan pengisian ventrikel kiri serta memiliki

keuntungan tambahan melebarkan pembuluh darah koroner dan merupakan obat

pilihan ketika syok kardiogenik disebabkan iskemia. Nitrogliserin juga efektif

dalam pengobatan inkompetensi katup akut. Perawatan harus dilakukan untuk

memastikan bahwa pasien tidak hipovolemik sebelum pemberian, karena

kapasitas vena yang meningkat akan menurunkan aliran balik vena dan

selanjutnya menurunkan curah jantung. Dosis awal normal adalah 10 ug/menit,

yang dapat ditingkatkan sebesar 10 ug/menit setiap 5-10 menit dengan dosis total

50-100 ug/menit. Dosis setinggi 400 ug/menit dapat ditoleransi selama beberapa

hari.

D. Modalitas Lain

Modalitas baru tersedia untuk meningkatkan fungsi jantung setelah infark

termasuk terapi trombolitik, angioplasti perkutan, memompa balon dan alat

43

Page 44: referat anesshh.docx

bantuan ventrikel kiri. Bypass darurat arteri koroner grafting merupakan pilihan

bagi pasien yang tidak merespon bentuk-bentuk terapi standar.

PROGNOSIS

Syok kardiogenik fulminan memiliki tingkat kematian 90 % bila hanya terapi

farmakologis yang digunakan. Penerapan angioplasti koroner perkutan

transluminal, alat bantu ventrikel kiri, dan revaskularisasi bedah dini dapat

membantu meningkatkan hasil ini.

II. 3. 2 SYOK KARDIO KOMPRESIF

Diagnosis Esensial

• Hipotensi dengan takikardia

44

Page 45: referat anesshh.docx

• Oliguria

• Perubahan status mental

• Distensi vena leher

Konsiderasi Umum

Syok tekan jantung adalah keadaan low-output yang terjadi ketika jantung atau

pembuluh darah besar mengalami kompresi. Kompresi menghambat kembalinya

darah ke jantung atau mencegah pemompaan efektif jantung itu sendiri.

Tamponade perikardial disebabkan akibat adanya cairan dalam kantong

pericardial yang menyempitkan ruang jantung sehingga pengisian tidak

berlangsung dengan baik. Hal ini dapat terjadi secara akut setelah trauma tembus

dengan laserasi arteri koroner, atau mungkin progresif dengan penyakit kronis

seperti uremia dan gangguan jaringan ikat.

Distensi perut dan elevasi diafragma yang mengkompresi jantung dapat

menyebabkan syok. Tekanan akhir ekspirasi positif digunakan dengan ventilasi

mekanis meningkatkan tekanan intratoraks, yang akan mengakibatkan kolapsnya

vena cava superior dan inferior sehingga mengurangi gradien tekanan transmural

serta pengisian jantung.

GAMBARAN KLINIS

A. Gejala dan Tanda

Tanda yang berhubungan dengan perfusi perifer yang buruk seperti

hipotensi, takikardia, ekstremitas dingin, oliguria, dan perubahan status

mental biasanya ada.

Distensi vena leher adalah poin utama diagnosis, meskipun hal ini

mungkin tidak ditemui jika pasien hipovolemik.

Hipersonor pada perkusi dada, tidak adanya suara nafas pada sisi yang

terkena, dan deviasi mediastinum.

Displacement trakea dan distensi vena leher adalah gejala patognomonik

tension pneumothorax. Untuk pasien yang bernapas spontan, inspirasi

45

Page 46: referat anesshh.docx

meningkatkan derajat distensi vena (tanda Kussmaul). Pulsus paradoksikal

juga dapat terjadi dengan pernapasan spontan dan terdiri dari penurunan

tekanan sistolik lebih dari 10 mm Hg dengan inspirasi .

Tamponade perikardial jarang terjadi setelah cedera tumpul. Pasien mengaku

untuk eksaserbasi penyakit kronis sering memiliki riwayat efusi perikardial.

Ketika ventilasi mekanik digunakan, syok kardio kompresif ini terjadi karena ( 1 )

paru-paru meningkat memampatkan superior dan inferior vena cava , ( 2 ) atrium

kanan dan ventrikel yang dikompresi, dan ( 3 ) perluasan paru-paru menekan

pembuluh darah paru dan meningkatkan resistensi terhadap ejeksi ventrikel kanan.

Hipotensi dan takikardi memperburuk pada pasien ini. Korelasi antara kedua

mungkin tidak terlihat pada awalnya, meskipun pemeriksaan yang teliti terhadap

flowsheet pasien akan mengungkapkan perubahan hemodinamik yang sesuai

dengan ventilator manipulasi .

B. Pemantauan Hemodinamik

Tekanan vena sentral meningkat, seperti tekanan arteri pulmonalis dan baji kapiler

paru. Persamaan tekanan vena sentral, arteri paru-paru, dan tekanan baji kapiler

paru sangat sugestif untuk tamponade perikardial.

C. Studi Pencitraan

Radiografi dada posteroanterior dapat menunjukkan bayangan jantung membesar,

tapi ini tidak spesifik. Jika dicurigai tension pneumothorax, pengobatan tidak

harus ditunda sementara menunggu pemeriksaan radiologi. Jika rontgen dada

insidental tersedia, itu akan mengungkapkan hiperlusensi dari salah satu atau

kedua hemithoraks dengan perpindahan dari struktur mediastinum ke sisi

kontralateral. Transesophageal echocardiography dua dimensi sangat sensitif dan

dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis dalam situasi nonemergensi.

DIAGNOSIS DIFERENSIAL

46

Page 47: referat anesshh.docx

Syok kardiogenik tanpa kompresi merupakan diagnosis diferensial utama yang

sulit dibedakan karena kedua jenis syok ini sama-sama memiliki output jantung

yang rendah dan tekanan vena yang tinggi. Infark miokard akut atau kerusakan

progresif pada pasien kritis menunjukkan syok kardiogenik.

MANAJEMEN

A. Resusitasi Cairan

Infus cairan cepat dapat segera mengkompensasi penurunan pengisian ventrikel.

Tekanan vena sentral tidak dapat digunakan untuk infus tersebut, karena tekanan

vena sentral akan selalu meningkat sebelum pemberian cairan .

B. Operatif

Dekompresi bedah dari lokasi yang terganggu dapat dilakukan. Untuk tension

pneumothora, dekompresi dari kateter intravena dengan jarum besar ke dalam

hemitoraks yang terkena dengan cepat akan melepaskan tekanan. Setelah nadi dan

tekanan darah kembali normal, kateter kecil ini bisa diganti dengan tabung yang

lebih besar dan terhubung ke perangkat WSD. Jika kompresi jantung karena

karena distensi lambung, penempatan tube nasogastrik dapat membantu.

Ketika distensi disebabkan penyebab lain, eksplorasi bedah biasanya diperlukan.

Dekompresi perikardial harus dilakukan untuk tamponade perikardial.

Pengurangan tekanan ventilasi dan pembesaran dari volume sirkulasi darah, jika

mungkin, biasanya kompresi yang benar yang dihasilkan dari penggunaan PEEP.

47

Page 48: referat anesshh.docx

BAB III

KESIMPULAN

Syok adalah suatu keadaan dimana pasokan darah tidak mencukupi untuk

kebutuhan organ-organ di dalam tubuh. Syok juga didefinisikan sebagai gangguan

sirkulasi yang mengakibatkan penurunan kritis perfusi jaringan vital atau

menurunnya volume darah yang bersirkulasi secara efektif. Syok secara garis

besar dibagi menjadi 3 patofisiologi: 1) hipovolemik, 2) distributif, dan 3) kardial.

Pola hemodinamik mungkin bervariasi dan merupakan fitur diagnosis dari ketiga

tipe syok.

Syok hipovolemik terjadi sebagai akibat pengurangan volume darah yang

bersirkulasi. Penyebab paling sering adalah trauma yang menyebabkan perdarahan

yang tampak dari luar atau perdarahan tersembunyi dari cedera tumpul maupun

cedera tajam. Syok hipovolemik menghasilkan respon komplikasi pada beberapa

system organ diantaranya efek kardiovaskular, efek metabolisme, efek

neuroendokrin, efek imunologi, efek ginjal, efek hematologi, efek neurologis, dan

efek gastrointestinal. Untuk penatalaksanaannya secara garis besar adalah

resusitasi cairan dengan menggunakan cairan kristaloid dan koloid.

Syok distributif terjadi akibat penyaluran kembali aliran darah ke viscera. Tiga

jenis syok distributive yang biasa ditatalaksana adalah syok sepsis, syok

anafilaktif dan syok neurogenik. Tatalaksana syok sepsis adalah resusitasi cairan,

support pernafasan, dan terapi farmakologis. Syok anafilaktik ditatalaksana

dengan manajemen airway dan manajemen sirkulasi. Sedangkan tatalaksana syok

neurogenik berupa tindakan suportif, resusitasi cairan, dan terapi farmakologis,

pembedahan, dan rehabilitasi.

48

Page 49: referat anesshh.docx

Syok kardial terjadi ketika jantung gagal memompa volume darah yang cukup

saat itu, terdapat dua kategori umum: syok kardiogenik dan syok kardio-

kompresif. Syok kardiogenik terjadi ketika jantung kehilangan kemampuannya

untuk berfungsi sebagai pompa. Hal pertama yang perlu dilakukan untuk

menangani syok kardiogenik adalah mendiagnosis penyebab pasti dari syok

kardiogenik tersebut, lalu terapi yang dilakukan adalah terapi berdasarkan

diagnosis yang kita buat dan resusitasi.

Syok kardio-kompresif disebabkan oleh kompresi pembuluh darah besar dan

ruang jantung yang mengganggu fungsi pengisian dan pengosongan normal

jantung. Tatalaksana syok kardiokompresif adalah resusitasi cairan dan

dekompresi operatif.

49

Page 50: referat anesshh.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Morgan G.E, et al. Clinical Anesthesiology. Fourth edition. New York:

Lange Medical Books – McGraw Hill Companies. 2006: 662-689.

2. Bongard, Frederic S. Current Critical Care Diagnosis and Treatment:

Shock and Resuscitation. Second edition. New York: Lange Medical Books

– McGraw Hill Companies. 2003.

3. Irwin, Richard S et al. Intensive Care Medicine. Fifth edition. New York:

Lippincot Williams and Wilkins Publisher. 2003.

4. Purwadianto Agus, dkk. Kedaruratan Medik. Edisi Revisi. Jakarta: Bina

Rupa Aksara. 2000

5. American College of Surgeons. Advanced Trauma Life Support. Seventh

Edition. US: American College of Surgeons. 2004.

6. Hochman, Judith S., Reynolds, Harmony R. Cardiogenic Shock: Current

Concept and Improving Outcomes. Dallas: American Heart Association.

2008.

7. Dellinger, R. Philip et al. Surviving Sepsis Campaign: International

Guidelines for Management of Severe Sepsis and Septic Shock. 2013.

(www.ccmjournal.org)

8. National Institute for Health and Clinical Excellence. Anaphylaxis:

Assessment to Confirm An Anaphylactic Episode and The Decision to Refer

After Emergency Treatment for A Suspected Anaphylactic Episode. NICE

Clinical Guideline. 2009.

9. Kobayashi, L. et al. Hypovolemic Shock Resuscitation. San Diego:

University of California San Diego School of Medicine. 2012.

50