refarat forensik - asfiksia
DESCRIPTION
AsfiksiaTRANSCRIPT
PATOFISIOLOGI ASFIKSIA
I. PENDAHULUAN
Asfiksia adalah kumpulan dari berbagai keadaan dimana terjadi gangguan
dalam pertukaran udara pernapasan yang normal. Gangguan tersebut dapat
disebabkan karena adanya obstruksi pada saluran pernapasan dan gangguan
yang diakibatkan karena terhentinya sirkulasi. Kedua gangguan tersebut akan
menimbulkan suatu keadaan dimana oksigen dalam darah berkurang
(hipoksia) yang disertai dengan peningkatan kadar karbondioksida
(hiperkapnea). 1,2
Asfiksia dalam bahasa Indonesia disebut dengan “mati lemas”.
Sebenarnya pemakaian kata asfiksia tidaklah tepat, sebab kata asfiksia ini
berasal dari bahasa Yunani, menyebutkan bahwa asfiksia berarti “absence of
pulse” ( tidak berdenyut), sedangkan pada kematian karena asfiksia, nadi
sebenarnya masih dapat berdenyut untuk beberapa menit setelah pernapasan
berhenti. Istilah yang tepat secara terminologi kedokteran ialah anoksia atau
hipoksia. 3,4
Pemeriksaan Post-mortem pada asfiksia:4,5,6
1. Pemeriksaan Luar
a. Lebam mayat jelas terlihat (livide) karena kadar karbondioksida yang
tinggi dalam darah
b. Sianosis
Sianosis adalah warna kebiruan dari kulit dan membran mukosa yang
merupakan akibat dari konsentrasi yang berlebihan dari deoksihemoglobin
atau hemoglobin tereduksi pada pembuluh darah kecil. Sianosis terjadi
jika kadar deoksihemoglobin sekitar 5 g/dL. Dapat dengan mudah terlihat
pada daerah ujung jari dan bibir.
c. Pada mulut bisa ditemukan busa
d. Karena otot sfingter mengalami relaksasi, mungkin bisa terdapat feses,
urin atau cairan sperma
e. ‘Bercak Tardieu’ yaitu bercak peteki di bawah kulit atau konjungtiva
2. Pemeriksaan Dalam
a. Mukosa saluran pernapasan bisa tampak membengkak
b. Sirkulasi pada bagian kanan tampak penuh sedangkan bagian kiri kosong
c. Paru-paru mengalami edema
d. Bercak-bercak perdarahan peteki tampak di bawah membran mukosa pada
beberapa organ
e. Hiperemi lambung, hati dan ginjal
f. Darah menjadi lebih encer
II. EPIDEMIOLOGI
Korban kematian akibat asfiksia termasuk yang sering diperiksa oleh
dokter. Umumnya urutan ke-3 sesudah kecelakaan lalu - lintas dan trauma
mekanik. 2
III. ETIOLOGI 2,3
1. Alamiah
Misalnya penyakit yang menyumbat saluran pernafasan seperti
laringitis difteri, atau menimbulkan gangguan pergerakan paru seperti
fibrosis paru.
2. Mekanik
Kejadian ini sering dijumpai pada keadaan hanging, drowning,
strangulation dan sufocation. Obstruksi mekanik pada saluran pernapasan
oleh:
- Tekanan dari luar tubuh misalnya pencekikan atau penjeratan
- Benda asing
- Tekanan dari bagian dalam tubuh pada saluran pernapasan, misalnya
karena tumor paru yang menekan saluran bronkus utama
- Edema pada glotis
Asfiksia mekanik juga bisa karena trauma yang mengakibatkan emboli
udara vena, emboli lemak, pneumotoraks bilateral, sumbatan pada saluran
nafas dan sebagainya.
Kerusakan akibat asfiksia (asphyxial injuries) dapat disebabkan oleh
kegagalan sel-sel untuk menerima atau menggunakan oksigen. Kehilangan
oksigen dapat terjadi parsial (hipoksia) atau total (anoksia). Asphyxial
injuries dapat dibagi menjadi empat kategori umum, yaitu: 2,7
1. Suffocation (kekurangan napas).
Kekurangan napas atau kegagalan oksigen untuk mencapai
darah dapat terjadi akibat kurangnya kadar oksigen di lingkungan
sekitar atau terhalangnya saluran napas eksternal. Contoh klasik
dari tipe asfiksia ini adalah anak kecil yang terjebak di lemari es
dan pada kasus pembunuhan yang dilakukan dengan menutup
kepala korban dengan plastik. Pengurangan kadar oksigen sampai
pada level 16% adalah keadaan yang cukup membahayakan.
Suffocation juga terjadi pada choking. Diagnosis dan
penatalaksanaan dalam choking asphyxiation (obstruksi pada
saluran napas internal) tergantung pada lokasi dan pengeluaran
benda yang menyebabkan obstruksi. Suffocation dapat juga terjadi
karena kompresi pada daerah dada atau abdomen yang dapat
menghalangi pergerakan respirasi normal.
2. Strangulation (pencekikan)
Pencekikan menyebabkan penekanan dan penutupan pembuluh
darah dan jalan napas oleh karena tekanan eksternal (luar) pada
leher. Hal ini menyebabkan hipoksia atau anoksia otak sekunder
menyebabkan perubahan atau terhentinya aliran darah dari dan ke
otak. Dengan hambatan komplit pada arteri karotis, kehilangan
kesadaran dapat terjadi dalam 10-15 detik.
3. Hanging ( penggantungan )
Kematian disebabkan oleh asfiksia akibat tersumbatnya saluran
nafas, kongesti vena sampai menyebabkan perdarahan di otak,
iskemis serebral karena sumbatan pada arteri karotis dan
vertebralis, syok vagal karena tekanan pada sinus karotis yang
mengakibatkan jantung berhenti berdenyut, dan fraktur atau
dislokasi tulang vertebra cervicalis 2 dan 3 yang menekan medulla
oblongata dan mengakibatkan terhentinya pernafasan.
4. Drowning (tenggelam)
Suatu keadaan dimana terjadi asfiksia yang menyebabkan
kematian akibat udara atmosfer tidak dapat masuk ke dalam
saluran pernapasan, karena sebagian atau seluruh tubuh berada
dalam air sehingga udara tidak mungkin bisa memasuki saluran
pernapasan.
3. Keracunan
Paralisis sistem respirasi karena adanya penekanan pada otak. Bahan
yang menimbulkan depresi pusat pernafasan misalnya barbiturat,
narkotika.
IV. ANATOMI SISTEM PERNAPASAN 8
Struktur sistem pernapasan dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Upper respiratory tract yang meliputi hidung dan rongga mulut, faring,
laring, dan trakea. Upper respiratory tract memiliki area permukaan yang
luas, kaya akan suplai darah, dan epitel yang menyusunnya adalah epitel
respirasi yang dilapisi oleh mukus. Di dalam hidung terdapat rambut yang
berfungsi sebagai penyaring. Fungsi dari upper respiratory tract adalah
menghangatkan, melembabkan, dan menyaring udara sehingga udara
tersebut sesuai dengan kondisi di bagian distal dari lower respiratory tract.
b. Lower respiratory tract yang terdiri atas bagian bawah trakea, dua bronkus
primer dan paru-paru. Struktur ini terletak di rongga toraks.
Gambar 1. Traktus Respiratorius (dikutip dari kepustakaan 8)
Paru-paru adalah organ pertukaran udara dan bertindak sebagai tempat
aliran udara dan tempat pertukaran dari oksigen masuk ke dalam darah dan
karbon dioksida keluar dari dalam darah, dalam hal ini darah berada di kapiler
alveolus dan pertukaran tersebut melewati membran kapiler alveolus. Paru-
paru terdiri atas saluran udara, pembuluh darah, saraf dan limfe yang disokong
oleh jaringan parenkim. Di dalam paru-paru, bronkus primer dibagi menjadi
lebih kecil dan kecil lagi sampai mencapai the end respiratory unit (acinus).
Gambar 2. Acinus. (Dikutip dari kepustakaan 8)
Paru-paru,dinding dada, dan mediastinum ditutupi oleh dua lapisan
epitelium yang disebut sebagai pleura. Lapisan peura terdalam yang meutup
parenkim paru-paru disebut pleura viseral dan lapisan pleura terluar yang
lebih dekat dengan dinding dada disebut pleura parietalis. Diantara pleura
tersebut terdapat cairan yang berfungsi sebagai lubricant dan memudahkan
pengembangan paru-paru saat bernapas.
V. FISIOLOGI PERNAPASAN 8,9
Sistem respirasi memainkan peranan penting yang esensial dalam
mencegah hipoksia jaringan dengan mengoptimalkan kadar oksigen di dalam
darah pada arteri melalui pertukaran gas yang efisien.
Sistem pernapasan melaksanakan pertukaran udara antar atmosfer dan
paru melalui proses ventilasi. Pertukaran O2 dan CO2 dalam paru dan darah
dalam kapiler paru berlangsung melalui dinding kantung udara atau alveolus
yang sangat tipis. Saluran pernapasan menghantarkan udara dari atmosfer ke
bagian paru tempat pertukaran gas berlangsung. Paru terletak dalam
kompartemen toraks yang tertutup, yang volumenya dapat diubah-ubah oleh
aktivitas kontraksi otot-otot pernapasan.
Tiga tahap yang terlibat pada proses pertukaran gas adalah:
o Ventilasi.
Ventilasi atau bernapas adalah proses pergerakan udara masuk-keluar
paru secara berkala sehingga udara alveolus yang lama dan telah ikut serta
dalam pertukaran O2 dan CO2 dengan darah kapiler paru diganti oleh udara
atmosfer segar. Tahap ini ditentukan oleh dua hal, yaitu:
1. Respiratory rate (jumlah pernapasan per menit yang nilai normalnya
12-20).
2. Tidal volume.
Mekanisme ventilasi:
Pergerakan udara masuk dan keluar dari paru-paru terjadi karena
perbedaan tekanan yang disebabkan oleh perubahan dalam volume paru-
paru. Udara mengalir dari tekanan yang tinggi ke tekanan yang rendah.
Kita tidak dapat merubah tekanan atmosfer sekitar kita menjadi lebih
tinggi dibanding tekanan dalam paru-paru, alternatif yang mungkin adalah
menurunkan tekanan dalam paru-paru dengan memperluas rongga thoraks.
Otot inspirasi utama adalah diafragma, berbentuk kubah, saat berkontraksi
kubahnya mendatar, meningkatkan tekanan intrathoraks. Hal ini
membantu otot interkostal eksterna, yang meningkatkan rangka kosta.
Gambar 3. Tahap-tahap dalam pernapasan (Dikutip dari kepustakaan 8)
Ventilasi secara mekanis dilaksanakan dengan mengubah secara
berselang-seling arah gradien tekanan untuk aliran udara antara atmosfer
dan alveolus melalui ekspansi dan penciutan berkala paru. Kontraksi dan
relaksasi otot-otot inspirasi (terutama diafragma) yang berganti-ganti
secara tidak langsung menimbulkan inflasi dan deflasi periodik paru
dengan secara berkala mengembang-kempiskan rongga toraks dengan
paru secara pasif mengikuti gerakannya.
Karena kontraksi otot inspirasi memerlukan energi, inspirasi adalah
proses aktif, tetapi ekspirasi adalah proses pasif pada bernapas tenang
karena ekspirasi terjadi melalui penciutan elastik paru sewaktu otot-otot
inspirasi melemas tanpa memerlukan energi. Untuk ekspirasi aktif yang
lebih kuat, kontraksi otot-otot ekspirasi (terutama otot abdomen) semakin
memperkecil ukuran rongga toraks dan paru yang semakin meningkatkan
gradien tekanan intra-alveolus terhadap atmosfer. Semakin besar gradien
antara alveolus dan atmosfer, semakin besar laju aliran udara, karena
udara terus mengalir sampai tekanan intra-alveolus seimbang dengan
tekanan atmosfer.
Selain secara langsung proporsional dengan gradien tekanan, laju
aliran udara juga berbanding terbalik dengan resistensi saluran
pernapasan. Karena resistensi saluran pernapasan, yang bergantung pada
kaliber saluran pernapasan, dalam keadaan normal sangat rendah, laju
aliran udara biasanya bergantung pada gradien gradien tekanan yang
tercipta antara alveolus dan atmosfer. Apabila resistensi saluran
pernapasan meningkat secara patologis akibat penyakit paru obstruktif
menahun, gradien tekanan harus juga meningkat melalui peningkatan
aktivitas otot pernapasan agar laju aliran udara konstan.
o Perfusi
Dinding alveoli mengandung cabang kapiler yang padat yang
membawa darah vena dari jantung kanan. Barriernya yang sangat tipis
memisahkan darah pada kapiler dan udara di alveoli. Perfusi darah
melewati kapiler ini menyebabkan terajdinya difusi dan pertukaran gas.
Untuk memperoleh pertukaran gas yang efisien , aliran gas
(ventialsi:V) dan aliran darah (perfusi:Q) harus seimbang. Rasio V:Q yang
normal sekitar 1:1. Berikut adalah contoh kasus mengenai
ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi:
1. Ventilasi alveolus normal tetapi tidak ada perfusi (oleh karena adanya
bekuan darah yang menyumbat aliran darah). Hal ini disebut dead space
ventilation
2. Perfusi normal tetapi tidak ada udara yang mencapai paru-paru (oleh
karena adanya kumpulan mucus yang menyumbat jalan napas).
Ketidakseimbangan ventilasi:perfusi adalah penyebab umum dari
hipoksemia dan mendasari banyak penyakit sistem respirasi.
o Difusi
Pada pertukaran gas, difusi terjadi melewati kapiler alveolar
membrane. Difusi molekul O2 dan CO2 terjadi sepanjang gradient tekanan
parsial.
Udara pada atmosfer dihirup dan dilembabkan mengandung 21 %
oksigen. Hal ini berarti:
- 21 % dari total molekul di udara adalah oksigen
- Oksigen bertanggung jawab untuk 21 % dari total tekanan udara; ini
yang disebut tekanan parsial, diukur dalam mmHg atau kPa daan
disingkat PO2
Oksigen dan CO2 bergerak melintasi membran tubuh melalui proses
difusi pasif mengikuti gradien tekanan parsial. Difusi netto O2 mula-mula
terjadi antara alveolus dan darah, kemudian antara darah dan jaringan
akibat gradien tekanan parsial O2 yang tercipta oleh pemakian terus
menerus O2 oleh sel dan pemasukan teru-menerus O2 segar melalui
ventilasi. Difusi netto CO2 terjadi dalam arah yang berlawanan, pertama-
tama antara jaringan dan darah, kemudian antara darah dan alveolus,
akibata gradien tekanan parsial CO2 yang tercipta oleh produksi terus-
menerus CO2 oleh sel dan pengeluaran terus-menerus CO2 alveolus oleh
proses ventilasi.
Gambar 4. Perfusi. (Dikutip dari kepustakaan 8)
Transportasi gas
Karena O2 dan CO2 tidak terlalu larut dalam darah, keduanya terutama
harus diangkut dalam mekanisme selain hanya larut secara fisik. Hanya
1,5% O2 yang larut secara fisik dalam darah, dengan 98,5% secara
kimiawi berikatan dengan hemoglobin (Hb). Faktor utama yang
menentukan seberapa banyak O2 yang berikatan dengan Hb adalah PO2
darah. Karbon dioksida yang diserap di kapiler sistemik diangkut dalam
darah dengan tiga cara :
1. 10% larut secara fisik.
2. 30% terikat ke Hb.
3. 60% dalam bentuk bikarbonat (HCO3)
VI. PATOFISIOLOGI
Kondisi-kondisi yang berkaitan dengan asfiksia adalah sebagai berikut: 10
a. Gangguan pertukaran udara pernapasan.
b. Penurunan kadar oksigen (O2) dalam darah (hipoksia).
c. Peningkatan kadar karbondioksida (CO2) dalam darah (hiperkapnea).
d. Penurunan suplai oksigen (O2) ke jaringan tubuh.
Kerusakan akibat asfiksia disebabkan oleh gagalnya sel menerima atau
menggunakan oksigen. Kegagalan ini diawali dengan hipoksemia.
Hipoksemia adalah penurunan kadar oksigen dalam darah. Manifestasi
kliniknya terbagi dua yaitu hipoksia jaringan dan mekanisme kompensasi
tubuh. Tingkat kecepatan rusaknya jaringan tubuh bervariasi. Yang paling
membutuhkan oksigen adalah sistem saraf pusat dan jantung. Terhentinya
aliran darah ke korteks serebri akan menyebabkan kehilangan kesadaran
dalam 10-20 detik. Jika PO2 jaringan dibawah level kritis, metabolisme aerob
berhenti dan metabolisme anaerob berlangsung dengan pembentukan asam
laktat.6,7
Tanda dan gejala hipoksemia dibagi menjadi 2 kategori yaitu akibat
ketidakseimbangan fungsi pusat vital dan dan akibat aktivasi mekanisme
kompensasi. Hipoksemia ringan menyebabkan sedikit manifestasi yaitu
gangguan ringan dari status mental dan ketajaman penglihatan, kadang-
kadang hiperventilasi. Hal ini karena saturasi Hb masih sekitar 90% ketika
PO2 hanya 60 mmHg.6
Hipoksemia yang lebih berat bisa menyebabkan perubahan kepribadian,
agitasi, inkoordinasi otot, euphoria, delirium, bisa sampai stupor dan koma.
Pengerahan mekanisme kompensasi simpatis menyebabkan takikardi, kulit
menjadi dingin (oleh karena vasokonstriksi perifer), diaphoresis dan
peningkatan ringan dari tekanan darah.6
Hipoksemia akut yang sangat berat bisa menyebabkan konvulsi,
perdarahan retina dan kerusakan otak permanent. Hipotensi dan bradikardi
biasanya merupakan stadium preterminal pada orang dengan hipoksemia,
mengindikasikan kegagalan mekanisme kompensasi.6
Kehilangan oksigen bisa bersifat parsial (hipoksia) atau total (anoksia). 7
Hipoksia dapat diberi batasan sebagai suatu keadaan dimana sel gagal untuk
dapat melangsungkan metabolisme secara efisien. Dahulu untuk keadaan ini
disebut anoksia yang setelah dipelajari ternyata pemakaian istilah anoksia itu
sendiri tidak tepat. Dalam kenyataan seahri-hari merupakan gabungan dari 4
kelompok. Kelompok tersebut adalah: 1,4
1. Hipoksik-hipoksia (dahulu anoksik-anoksia)
Keadaan dimana oksigen tidak dapat masuk aliran darah atau tidak cukup
bisa mencapai aliran darah , misalnya pada orang-orang yang menghisap
gas inert, berada dalam tambang atau pada tempat yang tinggi dimana
kadar oksigen berkurang.
2. Stagnan-hipoksia (dahulu stagnant circulatory anoxia)
Terjadi karena gangguan sirkulasi darah (embolism)
3. Anemik-hipoksia (dahulu anemic anoxia)
Darah tidak mampu mengangkut oksigen yang cukup. Bisa karena volume
darah yang kurang
4. Histotoksik-hipoksia (dahulu histotoxic tissue anoxia)
Pada keadaan ini sel-sel tidak dapat mempergunakan oksigen dengan baik,
hal ini dapat disebabkan oleh faktor-faktor berikut:
a. Extra celluler: system enzim oksigen terganggu. Misalnya pada
keracunan HCN, barbiturate dan obat-obat hypnotic.
Pada keracunan HCN, cytochrome enzim hancur sehingga sel-sel
mati. Sedangkan barbiturate dan hypnotic hanya sebagian system
cytochrome enzim yang terganggu, maka jarang menimbulkan
kematian sel kecuali pada overdosis.
b. Intra celluler: terjadi karena penurunan permeabilitas sel
membrane, seperti yang terjadi pada pemberian obat-obat
anesthesia yang larut dalam lemak (chloroform, ether, dll)
c. Metabolit: sisa-sisa metabolisme tidak bisa dibuang, misalnya pada
uremia dan keracunan CO2
d. Substrat: bahan-bahan yang diperlukan untuk metabolisme kurang.
Misalnya pada hipoglikemia.
Terdapat empat fase dalam asfiksia, yaitu: 10
1. Fase Dispneu.
Pada fase ini terjadi penurunan kadar oksigen dalam sel darah merah
dan penimbunan CO2 dalam plasma akan merangsang pusat pernapasan di
medulla oblongata. Hal ini membuat amplitude dan frekuensi pernapasan
meningkat, nadi cepat, tekanan darah meninggi, dan mulai tampak tanda-
tanda sianosis terutama muka dan tangan.
2. Fase Konvulsi.
Akibat kadar CO2 yang naik maka akan timbul rangsangan terhadap
susunan saraf pusat sehingga terjadi konvulsi (kejang), yang mula-mula
kejang berupa kejang klonik tetapi kemudian menjadi kejang tonik dan
akhirnya timbul spasme opistotonik. Pupil mengalami dilatasi, denyut
jantung menurun, tekanan darah juga menurun. Efek ini berkaitan dengan
paralisis pusat yang lebih tinggi dalam otak akobat kekurangan O2.
3. Fase Apneu.
Pada fase ini, terjadi depresi pusat pernapasan yang lebih hebat.
Pernapasan melemah dan dapat berhenti, kesadaran menurun,dan akibat
dari relaksasi sfingter dapat terjadi pengeluaran cairan sperma, urine, dan
tinja.
4. Fase Akhir.
Terjadi paralisis pusat pernapasan yang lengkap. Pernapasan berhenti
setelah kontraksi otomatis otot pernapasan kecil pada leher. Jantung masih
berdenyut beberapa saat setelah pernapasan berhenti. Masa dari saat
asfiksia timbul sampai terjadinya kematian sangat bervariasi. Umumnya
berkisar antara 4-5 menit.
Fase 1 dan 2 berlangsung ±3-4 menit. Hal ini tergantung dari tingkat
penghalangan O2. Bila penghalangan O2 tidak 100 %, maka waktu kematian
akan lebih lama dan tanda-tanda asfiksia akan lebih jelas dan lengkap.
Stadium asfiksia adalah: 10
1. Stadium pertama.
Gejala yang terjadi pada stadium ini adalah pernapasan dirasakan
berat. Kadar CO2 yang meningkat menyebabkan pernapasan menjadi
cepat dan dalam (frekuensi pernapasan meningkat), nadi menjadi cepat,
tekanan darah meningkat, muka dan tangan menjadi agak biru.
2. Stadium kedua.
Gejala yang terjadi adalah pernapasan menjadi sukar, terjadi kongesti
di vena dan kapiler sehingga terjadi perdarahan berbintik-bintik (petechie),
kesadaran menurun, dan timbul kejang.
3. Stadium ketiga.
Gerakan tubuh terhenti, pernapasan menjadi lemah dan lama kelamaan
berhenti, pingsan, muntah, pengeluaran kencing dan tinja, dan meninggal
dunia. Korban laki-laki dapat mengeluarkan mani dan korban wanita
mengeluarkan darah dari vagina.
Dari pandangan patologi, kematian akibat asfiksia dapat dibagi dalam dua
golongan : 2,4,11
1. Primer ( akibat langsung dari asfiksia )
Kekurangan oksigen ditemukan di seluruh tubuh, tidak tergantung
pada tipe dari asfiksia. Sel - sel otak sangat sensitif terhadap kekurangan
O2. Apa yang terjadi pada sel yang kekurangan O2 belum dapat diketahui,
tapi yang dapat diketahui adanya perubahan elektrolit dimana kalium
meninggalkan sel dan diganti natrium mengakibatkan terjadinya retensi air
dan gangguan metabolisme. Di sini sel - sel otak yang mati akan
digantikan oleh jaringan glial. Akson yang rusak akan mengalami
pertumbuhan (sprouting) pada kedua ujung yang terputus oleh jaringan
parut tersebut. Akan tetapi hal ini tidak mengakibatkan tersambungnya
kembali akson yang terputus, karena terhalang oleh jaringan parut yang
terdiri dari sel glia.
Bila orang yang mengalami kekurangan anoksia dapat hidup beberapa
hari sebelum meninggal perubahan tersebut sangat khas pada sel - sel
serebrum, serebelum dan ganglia basalis. Akan tetapi bila orangnya
meninggal cepat, maka perubahannya tidak spesifik dan dapat dikaburkan
dengan gambaran postmortem autolisis. Pada organ tubuh yang lain yakni
jantung, paru - paru, hati, ginjal dan yang lainnya perubahan akibat
kekurangan O2 langsung atau primer tidak jelas.
Asfiksia
Oksigenasi darah di Tekanan oksigen
Paru-paru berkurang menurun
Aliran darah arteri Dilatasi kapiler
Pulmoner berkurang
Aliran balik darah vena Stasis kapiler
ke jantung berkurang
Stasis darah pada organ tubuh Pelebaran kapiler
Gambar 5. Lingkaran setan pada asfiksia (Dikutip dari kepustakaan 3)
2. Sekunder ( berhubungan dengan penyebab dan usaha kompensasi
dari tubuh ) Jantung berusaha mengkompensasi keadaan tekanan oksigen
yang rendah dengan mempertinggi outputnya, akibatnya tekanan arteri dan
vena meninggi. Karena oksigen dalam darah berkurang terus dan tidak
cukup untuk kerja jantung maka terjadi gagal jantung dan kematian
berlangsung dengan cepat. Keadaan ini didapati pada :
a. Penutupan mulut dan hidung ( pembekapan )
b. Obstruksi jalan nafas seperti pada mati gantung, penjeratan,
pencekikan dan korpus alienum dalam saluran nafas atau pada
tenggelam karena cairan menghalangi udara masuk ke paru – paru
c. Gangguan gerakan pernafasan karena terhimpit atau berdesakan (
traumatic asphyxia )
d.Penghentian primer dari pernafasan akibat kegagalan pada pusat
pernafasan, misalnya pada keracunan.
Darah Fibrinolisis ASFIKSIA Relaksasi Urin, fesesmenjadi sfingter dan cairanencer sperma keluar
Tidak sadar
Tenaga otot Dilatasi Tekanan oksigen Kerusakan pada dindingberkurang kapiler dan darah menurun kapiler dan lapisan
diantara sel endotel
Stasis kapilerSianosis Peningkatan permeabilitas
Bendungan kapiler kapiler
Kongesti Tekanan intrakapiler darah berwarnavisceral meningkat ungu Bercak Tardieu dan
transudasi cairan (edema)Lebam mayat berwarna ungu
Ruptur pembuluh kapiler
Gambar 6. Patologi Asfiksia (Dikutip dari kepustakaan 3)
VII. PENUTUP
Pada asfiksia terjadi kekurangan oksigen yang bisa diakibatkan oleh
karena adanya gangguan akibat obstruksi saluran penapasan maupun akibat
terhentinya sirkulasi. Terjadi kegagalan oksigen untuk mencapai sel-sel tubuh
sehingga terjadi kekurangan O2 dan kelebihan CO2 . Asfiksia bisa terjadi
karena penyebab yang wajar atau tidak wajar. Penyebab tidak wajar misalnya
pada patah tulang panjang sehingga bisa terjadi emboli lemak dan tersangkut
di paru, udara yang terhalang paksa karena starngulasi, suffokasi, asfiksia
traumatik ataupun drowning. Penyebabnya bisa ditentukan dengan melihat
hasil pemeriksaan postmortem. 1,4
DAFTAR PUSTAKA
1. Idries AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa Aksara.
1997.p: 170
2. Leonardo. Asfiksia Forensik. Bagian Ilmu Forensik RSU Dr. Pirngadi Medan.
[cited July 2008][online April 2008]. Available at: www.kabarindonesia.com
3. Knight B. Asphyxia and pressure on the neck and chest. In: Simpson’s forensic
medicine, eleventh ed. London, Oxford University Press,Inc. 2001. p:87-90
4. Apuranto H, Asphyxia. In: Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal. Surabaya: Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.2007.p:71-99
5. Chadha PV. Catatan Kuliah Ilmu Forensik dan Toksikologi. Jakarta: Widya
Medika. 1995.p: 47-8
6. Porth CM. Alterations in Respiratory Function: Disorders of Gas Exchange. In: :
Essential of Pathophysiology, Concepts of Altered Health States. Philadelphia:
Lippincott Williams and Wilkins. 2004.p:397
7. Grey TC, McCance KL. Altered Cellular and Tissue Biology. In:
Pathophysiology: The Biologic Basis for Disease in Adults and Children. Fifth
Edition. Philadelphia: Mosby, Inc.2006.p:67
8. Myers A, McGowan P. Overview of The Respiratory System. In: Crash Course
Respiratory System. Philadelphia: Elsevier Mosby.2006.p:3-8
9. Sherwood, L. Sistem Pernapasan. In: Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2001.p.457
10. Lawrence GS, Asphyxia. Makassar, 2005, slide 1-38. Forensic Medicine &
Medicolegal Faculty of Medicine, Hasanuddin University.
11. Islam MS. Terapi Sel Stem pada Cedera Medula Spinalis. In: Cermin Dunia
Kedokteran No. 153. 2006. p.17