reerat anestesi tik (isi)

36
A. TEKANAN INTRAKRANIAL 1. Definisi Tekanan intrakranial adalah tekanan yang diakibatkan cairan cerebrospinal dalam ventrikel otak. Peningkatan tekanan intrakranial atau TIK (intracranial pressure, ICP) didefinisikan sebagai peningkatan tekanan dalam rongga kranialis. 2. Anatomi dan Fisiologi Kranium merupakan kerangka kaku yang berisi tiga komponen: otak, cairan serebrospinal (CSS) dan darah yang masing-masing tidak dapat diperas. Kranium hanya mempunyai sebuah lubang keluar utama yaitu foramen magnum. Ia juga memiliki tentorium yang kaku yang memisahkan hemisfer serebral dari serebelum. Otak tengah terletak pada hiatus dari tentorium. 1

Upload: sukron-nanda-firmansyah

Post on 07-Aug-2015

203 views

Category:

Documents


15 download

TRANSCRIPT

Page 1: Reerat Anestesi Tik (Isi)

A. TEKANAN INTRAKRANIAL

1. Definisi

Tekanan intrakranial adalah tekanan yang diakibatkan cairan cerebrospinal

dalam ventrikel otak. Peningkatan tekanan intrakranial atau TIK (intracranial

pressure, ICP) didefinisikan sebagai peningkatan tekanan dalam rongga kranialis.

2. Anatomi dan Fisiologi

Kranium merupakan kerangka kaku yang berisi tiga komponen: otak,

cairan serebrospinal (CSS) dan darah yang masing-masing tidak dapat diperas.

Kranium hanya mempunyai sebuah lubang keluar utama yaitu foramen magnum.

Ia juga memiliki tentorium yang kaku yang memisahkan hemisfer serebral dari

serebelum. Otak tengah terletak pada hiatus dari tentorium.

Gambar 1. Otak dan Cairan Serebrospinal

Berbagai proses patologis yang mengenai otak dapat mengakibatkan

kenaikan tekanan intrakranial yang selanjutnya akan menganggu fungsi otak yang

akhirnya berdampak buruk terhadap kesudahan penderita. Dan tekanan

intrakranial yang tinggi dapat menimbulkan konsekuensi yang mengganggu

fungsi otak dan tentunya mempengaruhi pula kesembuhan penderita. Jadi,

1

Page 2: Reerat Anestesi Tik (Isi)

kenaikan intrakranial (TIK) tidak hanya merupakan indikasi adanya masalah

serius dalam otak tetapi justru sering merupakan masalah utamanya. TIK normal

pada saat istirahat kira-kira 10 mmHg (136 mmH20), TIK lebih tinggi dari 20

mmHg dianggap tidak normal dan TIK lebih dari 40 mmHg termasuk dalarn

kenaikan TIK berat. Semakin tinggi TIK setelah cedera kepala, semakin buruk

prognosisnya.

3. Doktrin Monro-Kellie

Adalah suatu konsep sederhana yang dapat menerangkan pengertian

dinamika TIK. Konsep utamanva adalah bahwa volume intrakranial selalu

konstan, karena rongga kranium pada dasarnya merupakan rongga yang tidak

mungkin mekar. (Lihat Gambar 2, Doktrin Monro-Kellie dan gambar 3, Kurva

Tekanan-Volume).

TIK yang normal tidak berarti tidak adanya lesi masa intrakranial, karena

TIK umumnya tetap dalam batas normal sampai kondisi penderita mencapai titik

dekompensasi dan memasuki fase ekspansional kurva tekanan-volume (Lihat

Gambar 3, Kurva Tekanan-Volume). Nilai TIK sendiri tidak dapat menunjukkan

kedudukan pada garis datar pada kurva berapa banyak volume lesi masanya.

2

Page 3: Reerat Anestesi Tik (Isi)

Gambar 2. Doktrin Monroe-Kellie

Doktrin Monro-Kellie - Kompensasi Intrakranial terhadap massa yang

berkembang. Volume isi intrakranial akan selalu konstan. Bila terdapat

penambahan massa seperti adanya hematoma akan menyebabkan tergesernya CSF

dan darah vena keluar dari ruang intrakranial dengan volume yang sama, TIK

akan tetap normal. Namun bila mekanisme kompensasi ini terlampaui maka

kenaikan jumlah masa yang sedikit saja akan menyebabkan kenaikan TIK vang

tajam seperti tampak pada gambar 3, Kurva Volume-Tekanan.

(Narayan RK: Head Injury, in Grossman RG. Hamilton WJ (eds): Principles of

Neurosurgery. New York. Raven Press. 1991.pp. 267)

3

Page 4: Reerat Anestesi Tik (Isi)

Karenanya semua upaya ditujukan untuk menjaga agar TIK penderita tetap

pada garis datar kurva volume-tekanan, dan tidak membiarkannya sampai

melewati titik dekompensasi.

Gambar 3. Kurva Tekanan-Volume

(Narayan RK: Head Injury, in Grossman RG, Hamilton WJ (eds): Principles

of'Neurosurgery. New York. Raven Press. 1991, p. 267)

4. Tekanan Perfusi Otak (TPO)

Mempertahankan tekanan darah yang adekuat pada penderita cedera

kepala adalah sangat penting, dan ternyata dalam observasi selanjutnya Tekanan

Perfusi Otak (TPO) adalah indikator yang sama pentingnya dengan TIK. TPO

mempunyai formula sebagai berikut :

TPO = TAR - TIK

(TAR = Tekanan Arteri Rata-rata; Mean arterial pressure)

4

Page 5: Reerat Anestesi Tik (Isi)

TPO kurang dari 70 mmHg umumnya berkaitan dengan kesudahan yang

buruk pada penderita cedera kepala. Pada keadaan TIK yang tinggi ternyata

sangat penting untuk tetap mempertahankan tekanan darah yang normal. Beberapa

penderita tertentu bahkan membutuhkan tekanan darah yang diatas normal untuk

mempertahankan TPO yang adekuat. Mempertahankan TPO adalah prioritas yang

sangat penting dalam penatalaksanaan penderita cedera kepala berat.

5. Aliran Darah ke Otak (ADO)

ADO normal ke dalam otak kira-kira 50mL/100 gr jaringan otak per

menit. Bila ADO menurun sampai 20-25 mL/100 gr/menit maka aktivitas EEG

akan hilang dan pada ADO 5ml/100 gr/menit sel-sel otak mengalami kematian

dan terjadi kerusakan menetap. Pada penderita non-trauma, fenomena autoregulasi

mempertahankan ADO pada tingkat yang konstan apabila tekanan arteri rata-rata

50-160 mmHg. Bila tekanan arteri rata-rata di bawah 50 mmHg, ADO menurun

curam dan bila tekanan arteri rata-rata di atas 160 mmHg terjadi dilatasi pasif

pembuluh darah otak dan ADO meningkat. Mekanisme autoregulasi sering

mengalami gangguan pada penderita cedera kepala. Akibatnya, penderita-

penderita tersebut sangat rentan terhadap cedera otak sekunder karena iskemia

sebagai akibat hipotensi yang tiba-tiba. Sekali mekanisme kompensasi tidak

bekerja dan terjadi kenaikan eksponensial TIK, perfusi otak sangat berkurang,

terutama pada penderita yang mengalami hipotensi. Karenanya bila terdapat

hematoma intrakranial, haruslah dikeluarkan sedini mungkin dan tekanan darah

yang adekuat tetap harus dipertahankan.

B. SIRKULASI CAIRAN SEREBROSPINAL

1. Produksi

Cairan Serebrospinal (CSS) diproduksi terutama oleh pleksus khoroid

ventrikel lateral, tiga dan empat, dimana ventrikel lateral merupakan bagian

terpenting. 70 % CSS diproduksi disini dan 30 % sisanya berasal dari struktur

ekstrakhoroidal seperti ependima dan parenkhima otak. Pleksus khoroid dibentuk

5

Page 6: Reerat Anestesi Tik (Isi)

oleh invaginasi piamater vaskuler (tela khoroidea) yang membawa lapisan epitel

pembungkus dari lapis ependima ventrikel. Pleksus khoroid mempunyai

permukaan yang berupa lipatan-lipatan halus hingga kedua ventrikel lateral

memiliki permukaan 40 sm2. Mereka terdiri dari jaringan ikat pada pusatnya yang

mengandung beberapa jaringan kapiler yang luas dengan lapisan epitel permukaan

sel kuboid atau kolumner pendek. Produksi CSS merupakan proses yang

kompleks.

Gambar 4. Sirkulasi Cairan Serebrospinal

2. Sirkulasi Ventrikuler

Setelah dibentuk oleh pleksus khoroid, cairan bersirkulasi pada sistem

ventrikuler, dari ventrikel lateral melalui foramen Monro (foramen

interventrikuler) ke ventrikel tiga, akuaduktus dan ventrikel keempat. Dari sini

keluar melalui foramina diatap ventrikel keempat ke sisterna magna.

6

Page 7: Reerat Anestesi Tik (Isi)

3. Sirkulasi Subarakhnoid

Sebagian cairan menuju rongga subarakhnoid spinal, namun kebanyakan

melalui pintu tentorial (pada sisterna ambien) sekeliling otak tengah untuk

mencapai rongga subarakhnoid diatas konveksitas hemisfer serebral.

4. Absorpsi

Cairan selanjutnya diabsorpsi ke sistem vena melalui villi arakhnoid. Villa

arakhnoid adalah evaginasi penting rongga subarakhnoid ke sinus venosus dural

dan vena epidural; mereka berbentuk tubuli mikro, jadi tidak ada membran yang

terletak antara CSS dan darah vena pada villi. Villi merupakan katup yang sensitif

tekanan hingga aliran padanya adalah satu arah. Bila tekanan CSS melebihi

tekanan vena, katup terbuka, sedang bila lebih rendah dari tekanan vena maka

katup akan menutup sehingga mencegah berbaliknya darah dari sinus kerongga

subarakhnoid. Secara keseluruhan, kebanyakan CSS dibentuk di ventrikel lateral

dan ventrikel keempat dan kebanyakan diabsorpsi di sinus sagittal.

Dalam keadaan normal, terdapat keseimbangan antara pembentukan dan

absorpsi CSS. Derajat absorpsi adalah tergantung tekanan dan bertambah bila

tekanan CSS meningkat. Sebagai tambahan, tahanan terhadap aliran tampaknya

berkurang pada tekanan CSS yang lebih tinggi dibanding tekanan normal. Ini

membantu untuk mengkompensasi peninggian TIK dengan meningkatkan aliran

dan absorpsi CSS. Hampir dapat dipastikan bahwa jalur absorptif adalah bagian

dari villi arakhnoid, seperti juga lapisan ependima ventrikel dan selaput saraf

spinal; dan kepentingan relatifnya mungkin bervariasi tergantung pada TIK dan

patensi dari jalur CSS secara keseluruhan. Sebagai tambahan atas jalur utama

aliran CSS, terdapat aliran CSS melalui otak, mirip dengan cara cairan limfe. Cara

ini kompleks dan mungkin berperan dalam pergerakan dan pembuangan cairan

edema serebral pada keadaan patologis.

5. Komposisi CSS

7

Page 8: Reerat Anestesi Tik (Isi)

CSS merupakan cairan jernih tak berwarna dengan tampilan seperti air.

Otak dan cord spinal terapung pada medium ini dan karena efek mengambang,

otak yang beratnya 1400 g akan mempunyai berat netto 50-100 g. Karenanya otak

dilindungi terhadap goncangan oleh CSS dan mampu meredam kekuatan yang

terjadi pada gerak kepala normal. Otak mempunyai kapasitas gerakan terbatas

terhadap gerakan tengkorak karena terpaku pada pembuluh darah dan saraf otak.

Pada dewasa terdapat 100-150 ml CSS pada aksis kraniospinal, sekitar 25

ml pada ventrikel dan 75 ml pada rongga subarakhnoid. Pencitraan Resonansi

Magnetik telah digunakan untuk mengukur isi CSS intrakranial. Isi CSS kranial

total meningkat bertahap sesuai usia pada tiap jenis kelamin. Tingkat rata-rata

pembentukan CSS sekitar 0.35 ml/menit, atau 20 ml/jam atau sekitar 500 ml/hari.

CSS terdiri dari air, sejumlah kecil protein, O2 dan CO2 dalam bentuk larutan, ion

sodium, potasium dan klorida, glukosa dan sedikit limfosit. CSS adalah isotonik

terhadap plasma darah dan sesungguhnya mungkin dianggap sebagai ultrafiltrat

darah yang hampir bebas sel dan bebas protein. Konsentrasi protein berbeda

secara bertingkat sepanjang neuraksis. Pada ventrikel nilai rata-rata protein adalah

0.256, dan pada sisterna magna 0.316. Dalam keadaan normal, TIK ditentukan

oleh dua faktor. Pertama, hubungan antara tingkat pembentukan CSS dan tahanan

aliran antara vena serebral. Kedua, tekanan sinus venosus dural, yang dalam

kenyataannya merupakan tekanan untuk membuka system aliran. Karenanya

tekanan CSS = (tingkat pembentukan X tahanan aliran) + tekanan sinus venosus

Tingkat pembentukan CSS hampir konstan pada daerah yang luas dari TIK

namun mungkin jatuh pada tingkat TIK yang sangat tinggi. Dilain fihak, absorpsi

tergantung pada perbedaan tekanan antara CSS dan sinus venosus besar,

karenanya makin tinggi tingkat absorpsi bila TIK makin melebihi tekanan vena.

6. Volume Darah Serebral

Bagian yang paling labil pada peninggian TIK dan yang mempunyai

hubungan yang besar dengan klinis adalah peningkatan volume darah serebral

(VDS/CBV, Cerebral Blood Volume). Ini mungkin akibat dilatasi arterial yang

berhubungan dengan peningkatan aliran darah serebral, atau karena obstruksi

8

Page 9: Reerat Anestesi Tik (Isi)

aliran vena dari rongga kranial sehubungan dengan pengurangan aliran darah

serebral (ADS/CBF,Cerebral Blood Flow).

Volume darah serebral normal sekitar 100 ml. Pada percobaan binatang

dengan menggunakan sel darah merah yang dilabel dengan fosfor-32, khromium-

51 dan albumin yang dilabel dengan iodin-131 didapatkan volume darah serebral

sekitar 2 % dari seluruh isi intracranial. Pengukuran langsung VDS, ADS regional

dan ekstraksi oksigen kini dapat diukur pada manusia dengan menggunakan

tomografi emisi positron (PET scanning).

Sekitar 70 % volume darah intrakranial terdapat pada pembuluh

kapasitans, yaitu bagian vena dari sistem vaskular. Pada berbagai volume

intrakranial, hanya volume darah yang dapat berubah cepat sebagai respons

terhadap perubahan TIK atau perubahan pada volume in- trakranial lainnya. Ini

adalah hubungan langsung antara vena serebral, sinus venosus dural dan vena

besar di leher. Jadi tak ada yang menghalangi transmisi peninggian tekanan vena

dari dada dan leher ke isi intrakranial. Fenomena ini mempunyai kegunaan

terapeutik yang penting. Perubahan VDS bergantung pada mekanisme yang

kompleks yang bertanggung-jawab untuk mengatur sirkulasi serebral.

7. Karbondioksida, ADS dan VDS

Pembuluh yang fisiologis paling aktif adalah arteriola serebral. Ia sangat

sensitif terhadap perubahan lingkungan metabolik. Artinya ADS regional bereaksi

atas kebutuhan metabolik jaringan. Zat vasodilator yang paling kuat adalah CO2;

ADS berubah 2-4 % untuk tiap mmHg perubahan tekanan arterial karbon

dioksida, PaCO2. ADS akan mengganda pada peninggian PaCO2 40-80 mmHg

dan akan tinggal setengahnya bila PaCO2 turun ke 20 mmHg. Dibawah 20

mmHg, perubahan PaCO2 hanya sedikit berpengaruh pada ADS karena aliran

sangat lambat dimana terjadi hipoksia jaringan. Karenanya vasokonstriksi

hipokapnik mungkin tidak menyebabkan hipoksia hingga derajat yang

menyebabkan kerusakan struktur otak. Hubungan ini pada manusia telah

dipastikan menggunakan sidik PET dengan mengukur reaksi VDS atas perubahan

PaCO2.

9

Page 10: Reerat Anestesi Tik (Isi)

8. Oksigen, ADS dan VDS

Penurunan tekanan arterial oksigen (PaO2) berakibat peninggian ADS.

Ada ambang rangsang untuk fenomena ini dan hanya bila PaO2 dibawah 50

mmHg yang jelas menaikkan.

C. MANAJEMEN PENINGKATAN TIK

Penanganan yang terbaik untuk peningkatan TIK adalah pengangkatan

dari lesi penyebabnya seperti tumor, hidrosefalus, dan hematoma. Peningkatan

TIK adalah sebuah fenomena sementara yang berlangsung untuk waktu yang

singkat kecuali ada cedera sekunder segar karena hipoksia, bekuan atau gangguan

elektrolit. Pengobatan ditujukan untuk mencegah peristiwa sekunder. TIK klinis

dan pemantauan akan membantu. Berikut merupakan tindakan yang dapat

dilakukan.

Trauma

1. Penanganan Primer

Tindakan utama untuk peningkatan TIK adalah untuk mengamankan

ABCDE (primary survey) pada pasien. Banyak pasien dengan peningkatan TIK

memerlukan intubasi. Pasien dengan skor GCS kurang dari 8 harus diintubasi

untuk melindungi airway. Yang menjadi perhatian utama pada pemasangan

intubasi ini adalah intubasi ini mampu memberikan ventilasi tekanan positif yang

kemudian dapat meningkatkan tekanan vena sentral yang kemudian akan

menghasilkan inhibisi aliran balik vena sehingga akan meningkatkan TIK.

10

Page 11: Reerat Anestesi Tik (Isi)

Hati-hati dalam memperhatikan gizi, elektrolit, fungsi kandung kemih dan

usus. Pengobatan yang tepat untuk infeksi berupa pemberian antibiotik harus

dilaksanakan dengan segera. Pemberian analgesia yang memadai harus diberikan

walaupun pasien dalam kondisi di bawah sadar.

Posisi kepala pasien juga harus diperhatikan. Elevasi pada kepala dapat

menurunkan TIK pada kondisi normal dan pada pasien dengan cedera kepala

melalui mekanisme penurunan tekanan hidrostatis CSF yang akan menghasilkan

aliran balik vena. Sudut yang dianjurkan dan umumnya digunakan untuk elevasi

pada kepala adalah 30o. Pasien harus diposisikan dengan kepala menghadap lurus

ke depan karena apabila kepala pasien menghadap ke salah satu sisinya dan

disertai dengan fleksi pada leher akan menyebabkan penekanan pada vena

jugularis interna dan memperlambat aliran balik vena.

Hipoksia sistemik, gangguan hemodinamik dan gangguan pada

autoregulasi yang kemudian disertai dengan kejang dapat membahayakan kondisi

pasien dengan peningkatan TIK. Sehingga banyak praktisi kesehatan yang

kemudian menggunakan terapi profilaksis fenitoin, terutama pada pasien dengan

cedera kepala, perdarahan subaraknoid, perdarahan intrakranial, dan kondisi yang

lainnya. Penggunaan fenitoin sebagai profilaksis pada pasein dengan tumor otak

dapat menghasilkan penurunan resiko untuk terjadinya kejang, tapi dengan efek

samping yang juga cukup besar.

2. Penanganan Sekunder

a. Induced vasokonstriksi serebral – Hiperventilasi, hiperbarik O2

Hiperventilasi digunakan pada pasien dengan skor GCS yang lebih

dari 5. Pembuluh darah otak merespon dengan cepat pada perubahan PaCO2.

PaCO2 yang rendah dapat menyebabkan vasokonstriksi, yang kemudian akan

mengurangi komponen darah dalam volume intrakranial, dimana peningkatan

PaCO2 menyebabkan vasodilatasi. Hiperventilasi bertujuan menjaga agar

11

Page 12: Reerat Anestesi Tik (Isi)

PaCO2 berada pada level 25 – 30 mm Hg sehingga CBF akan turun dan

volume darah otak berkurang dan dengan demikian mengurangi TIK.

Hiperventilasi yang berkepanjangan harus dihindari dan menjadi tidak efektif

setelah sekitar 24 jam. Kecenderungannya adalah untuk menjaga ventilasi

normal dengan PaCO2 di kisaran 30 – 35 mmHg dan PaO2 dari 120-140

mmHg. Ketika ada pemburukan klinis seperti dilatasi pupil atau tekanan nadi

melebar, hiperventilasi dapat dilakukan (sebaiknya dengan Ambu bag) sampai

TIK turun.

2. Osmoterapi – Pemberian manitol, gliserol, urea

Osmoterapi berguna dalam tahap edema sitotoksik, ketika

permeabilitas kapiler yang masih baik, dengan meningkatkan osmolalitas

serum. Manitol masih merupakan obat yang baik untuk mengurangi TIK,

tetapi hanya jika digunakan dengan benar. Manitol merupakan diuretik

osmotik yang paling umum digunakan. Hal ini juga dapat bertindak sebagai

scavenger radikal bebas. Manitol tidak inert dan tidak berbahaya. Gliserol dan

urea merupakan golongan yang jarang digunakan hari ini.

Manitol dapat meningkatkan fleksibilitas eritrosit, yang menurunkan

viskositas darah dan menyebabkan vasokonstriksi yang mengurangi volume

darah otak dan menurunkan TIK dan dapat mengurangi produksi CSF oleh

pleksus choroideus. Dalam dosis kecil dapat melindungi otak dari iskemik

karena fleksibilitas eritrosit meningkat.

Dosis tradisional adalah 1 gm/kg/24 jam 20% sampai 25% iv baik

sebagai bolus atau lebih umum secara bertahap. Tidak ada peran untuk

dehidrasi. Efek Manitol pada TIK maksimal adalah 1/2 jam setelah infus dan

berlangsung selama 3 atau 4 jam sebagai sebuah aturan. Dosis yang benar

adalah dosis terkecil yang akan berpengaruh cukup terhadap TIK. Ketika dosis

berulang diperlukan, penggunaan garis dasar osmolalitas serum meningkat

secara bertahap dan saat ini melebihi 330 mosm / 1 terapi manitol harus

12

Page 13: Reerat Anestesi Tik (Isi)

dihentikan. Penggunaan lebih lanjut tidak efektif dan cenderung menimbulkan

gagal ginjal. Diuretik seperti furosemid, baik sendiri atau bersama dengan

bantuan manitol untuk mempercepat ekskresi dan mengurangi osmolalitas

serum awal sebelum dosis berikutnya. Beberapa mengklaim, bahwa furosemid

manitol dapat meningkatkan output. Beberapa memberikan furosemid

sebelum manitol, sehingga mengurangi overload sirkulasi.

3. Agen anestesi – Barbiturat, gamma hidroksibutirat, Etomidate,

Barbiturat dapat menurunkan TIK ketika tindakan-tindakan lain gagal,

tetapi tidak memiliki nilai profilaksis. Mereka menghambat peroksidasi lipid

dimediasi radikal bebas dan menekan metabolisme serebral; persyaratan

metabolisme otak dan dengan demikian volume darah otak yang berkurang

mengakibatkan penurunan TIK. Fenobarbital yang paling banyak digunakan.

Dosis 10 mg/kg pemuatan lebih dari 30 menit dan 1-3mg/kg setiap jam secara

luas digunakan. Fasilitas untuk memantau dekat TIK dan ketidakstabilan

hemodinamik harus menemani setiap terapi obat tidur.

Dosis tinggi terapi steroid sangat populer beberapa tahun yang lalu dan

masih digunakan oleh beberapa ahli. Ini mengembalikan integritas dinding sel

dan membantu dalam pemulihan dan mengurangi edema. Barbiturat dan agen

anestesi lain mengurangi tekanan CBF dan arteri sehingga mengurangi TIK.

Selain itu mengurangi metabolisme otak dan permintaan energi yang

memfasilitasi penyembuhan lebih baik.

4. Hipotermi

Hipotermi dapat digunakan sebagai terapi adjuvant terhadap terapi

yang lain. Temperatur tubuh dibuat menjadi lebih rendah dari temperatur

tubuh yang normal yaitu sekitar 32°C – 34 °C. Metode ini dapat mungkin

menurunkan TIK dengan menurunkan metabolisme dari otak. Metode terapi

hipotermia selama 48 jam atau kurang dapat dipertimbangkan pada pasien

13

Page 14: Reerat Anestesi Tik (Isi)

dengan TCB. Metode terapi ini selama 8 jam atau lebih dapat

dipertimbangkan untuk terapi pada peningkatan TIK. Penggunaan metode ini

hanya direkomendasikan pada ahli yang berpengalaman yang benar-benar

mengerti perubahan fisiologi yang berhubungan dengan hipotermia dan

mampu merespon dengan cepat perubahan tersebut. Komplikasi dari metode

hipotermia ini meliputi depresi jantung pada suhu di bawah 32°C. dan

peningkatan insiden komplikasi berupa infeksi seperti pneumonia telah

dilaporkan pada metode terapi ini.

5. Pemberian koagulopati

Penggunaan Koagulopati. Kerusakan parenkim otak yang berat dapat

terjadi karena adanya pelepasan thromboplastin pada jaringan dimana hal ini

akan mengaktivasi faktor instrinsik. Sindroma klinis didiagnosa dengan

adanya pemanjangan PT dan aktivasi sebagian dari nilai APTT, penurunan

level fibrinogen, peningkatan level fibrin, dan penurunan jumlah platelet.

APTT yang memanjang ditangani dengan memberikan fresh frozen plasma.

Kadar fibrinogen di bawah 150 mg/dL memerlukan penanganan berupa

pemberian kriopresipitat. Pemberian platelet harus dilakukan untuk mengobati

nyeri kepala pada pasien dengan jumlah platelet yang kurang dari 100.000/ml

bila waktu perdarahan memanjang.

6. Bedah dekompresi.

Intervensi bedah. TIK dapat diukur secara kontinu dengan

menggunakan transduser intrakranial. Kateter dapat dimasukkan ke dalam

ventrikel lateral dan dapat digunakan untuk mengeluarkan CSF dengan tujuan

untuk mengurangi TIK. Drain tipe ini dikenal dengan EVD (ekstraventicular

drain). Pada situasi yang jarang terjadi dimana CSF dalam jumlah sedikit

dapat dikeluarkan untuk mengurangi TIK, Drainase TIK melalui punksi

lumbal dapat digunakan sebagai suatu tindakan pengobatan.

14

Page 15: Reerat Anestesi Tik (Isi)

Kraniotomi adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk mengeluarkan

hematom didalam ruangan intrakranial dan untuk mengurangi tekanan

intrakranial dari bagian otak dengan cara membuat suatu lubang pada tulang

tengkorak kepala. Kranioektomi adalah suatu tindakan radikal yang dilakukan

sebagai penanganan untuk peningkatan tekanan intrakranial, dimana dilakukan

pengangkatan bagian tertentu dari tulang tengkorak kepala dan duramater

dibebaskan agar otak dapat membesar tanpa adanya herniasi. Bagian dari

tulang tengkorak kepala yang diangkat ini desebut dengan bone flap. Bone

flap ini dapat disimpan pada perut pasien dan dapat dipasang kembali ketika

penyebab dari peningkatan TIK tersebut telah disingkirkan. Material sintetik

digunakan sebagai pengganti dari bagian tulang tengkorak yang diangkat.

Tindakan pemasangan material sintetik ini dkenal dengan cranioplasty.

Hidrosefalus

Tindakan bedah pada hidrosefalus sesungguhnya telah dirintis sejak

beberapa abad yang silam oleh Ferguson pada tahun 1898 berupa membuat shunt

atau pintasan untuk mengalirkan cairan otak di ruang tengkorak yang tersumbat ke

tempat lain dengan menggunakan alat sejenis kateter berdiameter kecil. Cara

mekanik ini terus berkembang, seperti Matson (1951) menciptakan pintasan dari

rongga ventrikel ke saluran kencing (ventrikulo ureter), Ransohoff (1954)

mengembangkan pintasan dari rongga ventrikel ke rongga dada (ventrikulo-

pleural). Selanjutnya, Holter (1952), Scott (1955), dan Anthony J Raimondi

(1972) memperkenalkan pintasan ke arah ruang jantung atria (ventrikulo-atrial)

dan ke rongga perut (ventrikulo-peritoneal) yang alirannya searah dengan

menggunakan katup pengaman. Teknologi pintasan terus berkembang dengan

ditemukan bahan-bahan yang inert seperti silikon yang sebelumnya menggunakan

bahan polietilen. Hal itu penting karena selang pintasan itu ditanam di jaringan

otak, kulit, dan rongga perut dalam waktu yang lama bahkan seumur hidup

penderita sehingga perlu dihindarkan efek reaksi penolakan oleh tubuh. Tindakan

dilakukan terhadap penderita yang telah dibius total, ada sayatan kecil di daerah

15

Page 16: Reerat Anestesi Tik (Isi)

kepala dan dilakukan pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak yang

selanjutnya selang pintasan ventrikel di pasang, disusul kemudian dibuat sayatan

kecil di daerah perut, dibuka rongga perut lalu ditanam selang pintasan rongga

perut antara kedua ujung selang tersebut dihubungkan dengan sebuah selang

pintasan yang ditanam di bawah kulit sehingga tidak terlihat dari luar.

D. MANAJEMEN ANESTESI PADA KASUS PENINGKATAN TIK

1. Pemeriksaan prabedah

Pemeriksaan prabedah sama seperti pemeriksaan rutin untuk tindakan

anestesi lain, hanya ditambah dengan evaluasi tekanan intrakranial, efek samping

kelainan serebral, terapi dan pemeriksaan sebelumnya, hasil CT-scan, MRI dll.

CT scan menunjukkan adanya peningkatan tekanan intrakranial dengan adanya

midline shift, obliterasi sisterna basalis, hilangnya sulkus, hilangnya ventrikel

(atau pembesaran, dalam kasus hidrosefalus), dan edema (adanya daerah

hipodensitas).

Indikasi untuk pemasangan monitor tekanan intrakranial adalah: 1) CT

scan abnormal dan GCS 3-8 setelah resusitasi syok dan hipoksia adekuat, 2) CT

scan normal dan GCS 3-8 dan disertai dua atau lebih: umur > 40 tahun, posturing,

tekanan sistolik < 90 mmHg. Pemantauan tekanan intrakranial menggunakan

kateter intraventrikuler lebih disukai karena selain dapat membaca tekanan

intrakranial juga dapat digunakan untuk terapi peningkatan tekanan intrakranial

dengan cara drainase cairan serebrospinal. Terapi untuk menurunkan tekanan

intrakranial umumnya dimulai pada level tekanan intrakranial 20-25 mmHg.

Tujuannya untuk mempertahankan tekanan perfusi otak > 70 mmHg.

Pengobatan hipertensi intrakranial adalah level kepala 150 sampai 300,

mengendalikan kejang, ventilasi PaCO2 normal rendah (35 mmHg), suhu tubuh

normal, tidak ada obstruksi drainase vena jugularis, optimal resusitasi cairan dan

semua homeostasis fisiologis, dan pemberian sedasi dan obat pelumpuh otot bila

diperlukan. Bila tindakan ini gagal untuk menurunkan tekanan intrakranial,

tambahan terapi diberikan dalam manuver first-tier dan second-tier terapi.

16

Page 17: Reerat Anestesi Tik (Isi)

First-tier terapi adalah: 1) drainase CSF secara inkremental melalui kateter

intraventrikular, 2) Diuresis dengan mannitol, 0.25-1.5 g/kg diberikan lebih dari

10 menit, 3) hiperventilasi moderat. Mannitol menurunkan tekanan intrakranial

dengan cara mengurangi edema otak dan memperbaiki aliran darah otak. Akan

tetapi, mannitol dapat menyebabkan diuresis dan hipotensi, terutama pada fase

resusitasi awal bila tidak dipasang alat pantau invasif dan adanya cedera lain tidak

diketahui. Karena itu, dipertahankan euvolemia atau sedikit hipervolemia selama

terapi mannitol dan osmolaritas serum dipantau serta dipertahankan dibawah 320

mOsm/L. Hiperventilatisi moderat untuk mencapai PaCO2 antara 35 sampai 40

mmHg juga menurunkan tekanan intrakranial dengan mengurangi aliran darah

otak. Hiperventilasi harus dilakukan dengan singkat untuk mengobati gangguan

neurologis akut atau peningkatan tekanan intrakranial yang refrakter terhadap

drainase cairan serebrospinal dan pemberian mannitol.

Second-tier terapi adalah: 1) hiperventilasi agresif, 2) dosis tinggi

barbiturat dan, 3) kraniektomi dekompresif. Hiperventilasi agressif untuk

mencapai PaCO2 < 30 mmHg mungkin diperlukan untuk peningkatan tekanan

intrakranial yang tidak berespon terhadap first-tier terapi. Bila digunakan agresif

hiperventilasi, pemantauan jugular venous oxygen saturation (SJO2) atau cerebral

tissue oxygenation dianjurkan untuk menilai pengaruh penurunan aliran darah

otak pada metabolisme oksigen serebral.

Herniasi otak adalah satu hal yang paling ditakutkan sebagai akibat

penyakit intrakranial misalnya tumor otak atau cedera kepala. Dari pasien cedera

kepala yang berkembang menjadi herniasi transtentorial, hanya 18% mempunyai

outcome yang baik, didefinisikan sebagai good recovery atau moderate disability.

Secara klasik, trias yang dihubungkan dengan herniasi transtentorial yaitu

penurunan kesadaran, dilatasi pupil, motor posturing timbul sebagai konsekuensi

adanya massa hemispheric. Tanda pertama dan ketiga akan hilang bila pasien

dianestesi dan yang kedua memerlukan pemantauan pupil yang sering.

Pengelolaan klinis sindroma herniasi adalah sama dengan pengelolaan

hipertensi intrakranial yaitu dirancang untuk mengurangi volume otak dan volume

darah otak yaitu dengan cara: berikan mannitol, hiperventilasi. Tambahan

17

Page 18: Reerat Anestesi Tik (Isi)

tindakan yang mungkin digunakan adalah posisi kepala head-up (supaya drainase

vena serebral baik), posisi leher netral (untuk menghindari penekanan vena

jugularis), pola ventilasi yang tepat, glukokortikoid (hanya untuk tumor atau abses

otak, tidak efektif untuk stroke dan kerusakan akibat hipoksia), sedasi, pelumpuh

otot dan terapi demam (lakukan hipotermi ringan). Bila tekanan darah naik, harus

dikurangi secara hati-hati karena hipertensi umumnya sekunder bukan primer

(merupakan komponen dari trias Cushing).

Pengelolaan pasien tanpa adanya tanda klinis herniasi otak

Bila tidak ada tanda herniasi transtentorial, sedasi dan pelumpuh otot harus

digunakan selama transportasi pasien untuk kemudahan dan keamanan selama

transportasi. Agitasi, confuse sering terdapat pada pasien cedera kepala dan

memerlukan pertimbangan pemberian sedasi. Pelumpuh otot mempunyai

keterbatasan untuk evaluasi pupil serta dalam pemeriksaan CT scan. Karena itu,

penggunaannnya pada pasien tanpa tanda herniasi otak adalah bila pemberian

sedatif saja tidak cukup untuk menjamin keamanan dan kemudahan transportasi

pasien. Bila akan digunakan pelumpuh otot, pakailah yang masa kerjanya pendek.

Tidak perlu mannitol karena dapat menimbulkan hipovolemia. Tidak perlu

dilakukan hiperventilasi tapi asal optimal oksigenasi dan normal ventilasi.

Pengelolaan pasien dengan adanya tanda klinis herniasi otak

Bila ada tanda herniasi transtentorial atau perubahan progresif dari memburuknya

neurologis yang bukan disebabkan akibat ekstrakranial, diindikasikan untuk

melakukan terapi agresif peningkatan tekanan intrakranial. Hiperventilasi mudah

dilakukan dengan meningkatkan frekuensi ventilasi dan tidak tergantung pada

sukses atau tidaknya resusitasi volume. Disebabkan hipotensi dapat menimbulkan

memburuknya neurologis dan hipertensi intrakranial maka pemberian mannitol

hanya bila volume sirkulasi adekuat. Bila belum adekuat jangan dulu diberi

mannitol.

2. Anestesi

Pasien dengan cedera kepala berat (GCS 3-8) biasanya telah dilakukan

intubasi di unit gawat darurat atau untuk keperluan CT-scan. Bila pasien datang ke

18

Page 19: Reerat Anestesi Tik (Isi)

kamar operasi belum dilakukan intubasi, dilakukan oksigenasi dan bebaskan jalan

nafas. Spesialis anestesi harus waspada bahwa pasien ini mungkin dalam keadaan

lambung penuh, hipovolemia, dan cervical spine injury.

Beberapa teknik induksi dapat dilakukan dan keadaan hemodinamik yang

stabil menentukan pilihan teknik induksinya. Rapid sequence induction dapat

dipertimbangkan pada pasien dengan hemodinamik yang stabil walaupun

prosedur ini dapat meningkatkan tekanan darah dan tekanan intrakranial. Selama

pemberian oksigen 100%, dosis induksi pentotal 3-4 mg/kg atau propofol 1-2

mg/kg dan succinylcholin1,5 mg/kg diberikan, lidokain 1,5 mg/kg lalu dilakukan

intubasi endotrakheal. Etomidate 0,2-0,3 mg/kg dapat diberikan pada pasien

dengan status sirkulasi diragukan. Pada pasien dengan hemodinamik tidak stabil

dosis induksi diturunkan atau tidak diberikan. Akan tetapi, depresi kardiovaskuler

selalu menjadi pertimbangan, terutama pada pasien dengan hipovolemia.

Succinylcholin dapat meningkatkan tekanan intrakranial. Pemberian dosis kecil

pelumpuh otot nondepolarisasi dapat mencegah kenaikkan tekanan intrakranial,

akan tetapi keadaan ini tidak dapat dipastikan. Succinylcholin tetapi merupakan

pilihan, terutama, untuk memfasilitasi laringoskopi dan intubasi yang cepat.

Rocuronium 0,6-1 mg/kg merupakan alternatif yang memuaskan

disebabkan karena onsetnya yang cepat dan sedikit pengaruhnya pada dinamika

intrakranial. Bila pasien stabil dan tidak ada lambung penuh, induksi intravena

dapat dilakukan dengan titrasi pentotal atau propofol untuk mengurangi efeknya

pada sirkulasi. Berikan dosis intubasi pelumpuh otot tanpa diberikan priming

terlebih dulu. Sebagai contoh, dengan rocuronium 0,6-1 mg/kg diperoleh kondisi

intubasi yang baik dalam watu 60-90 detik. Fentanyl 1-4 ug/kg diberikan untuk

menumpulkan respon hemodinamik terhadap laringoskopi dan intubasi. Lidokain

1,5 mg/kg intravena diberikan 90 detik sebelum laringoskopi dapat mencegah

kenaikan tekanan intrakranial.

Intubasi dengan pipa endotrakheal sebesar mungkin yang bisa masuk, dan

pasang pipa nasogastrik untuk aspirasi cairan lambung dan biarkan mengalir

secara pasif selama berlangsungnya operasi. Jangan dipasang melalui nasal

19

Page 20: Reerat Anestesi Tik (Isi)

disebabkan kemungkinan adanya fraktur basis kranii dapat menyebabkan

masuknya pipa nasogastrik kedalam rongga cranium.

Pemeliharaan anestesi dipilih dengan obat yang ideal yang mampu

menurunkan tekanan intrakranial, mempertahankan pasokan oksigen yang adekuat

ke otak, dan melindungi otak dari akibat iskemia. Pemilihan obat anestesi

berdasarkan pertimbangan patologi intrakranial, kondisi sistemik, dan adanya

multiple trauma.

Obat anestesi

1. Anestesi intravena

a. Barbiturat. Tiopental dan fenobarbital mengurangi aliran darah ke otak

(CBF), volume darah otak (CBV), dan tekanan intrakranial (ICP).

Mengurangi ICP dengan obat ini juga mengurangi CBF dan CBV dengan

depresi metabolik. Tiopental dan fenobarbital melindungi iskemi otak

fokal pada percobaan binatang. Pada cedera kepala, iskemi merupakan

sekuele yang umum.

b. Etomidate. Bersamaan dengan barbiturat etomidat mengurangi CBF, dan

ICP. Hipoensi sitemik muncul lebih sedikit dibandingkan dengan

enggunaan barbiturat. Penggunaan yang berlama-lama dari etomidate

dapat menekan respon adrenokortikal terhadap stress.

c. Propofol. Efek hemodinamik dan metabolik pada otak dengan penggunaan

propofol menyerupai obat barbiturat.

d. Benzodiazepine. Diazepam dan midazolam mungkin dapat berguna baink

untuk sedasi maupun untuk induksi anestesia karen aboat ini memiliki

minimal efek pada hemodinamik. Diazepam, 0,1-0,2 mg/kg, dapat

diberikan untuk menginduksi anestesia dan dapat diulangi jika perlu,

sampai batas 0,3-0,6 mg/kg. Midazolam, 0,2 mg/kg, dapat digunakan

untuk induksi dan dapat diulangi bila perlu.

e. Narkotik, dalam penggunaan untuk klinis menghasilkan pengurangan yang

minimal sampai sedang pada CBF. Saat ventilasi diberikan secara adekuat,

20

Page 21: Reerat Anestesi Tik (Isi)

narkotik memiliki efek minimal pada ICP. Meskipun memiliki sedikit efek

meningkatkan ICP, fentanyl memberikan efek analgesi yang memuaskan

dan depat memberikan konsenterasi dari penggunaan obat anestesi inhalasi

yang lebih sedikit

2. Anestesi inhalasi

a. isoflurane. Depresan metabolik yang potent, isofluran memiliki sedikit

efek pada aliran darah otak dan tekanan intrakranial daripada halotan.

Karena isofluran menekan metabolisme serebral, obat ini mungkin

memiliki efek melindungi saat iskemi tidak berat. Isofluran dengan

konsenterasi >1 dari minimum alveolar konsentrasi harus dihindari karena

dapat menimbulkan peningkatan substansial pada ICP.

b. Sevoflurane. Pada model kelinci “cryogenic brain injury”, peningkatan

ICP muncul dengan kenaikan tekanan darah lebih tinggi dibandingkan

dengan penggunaan halotan. Pada studi klinis, walaupun efek pada

hemodinamik serbral sevoflurane mirip dengan isoflurane. Efek yang tidak

menguntungkan pada sevoflurane yaitu metabolitnya yang bersifat racun

pada konsenterasi yang tinggi.

c. Desflurane. Desflurane pada konsenterai yang tinggi dapat meningkatkan

ICP.

d. Nitrous Oxide (N2O). N2O mendilatasi pembuluh darah otak, karena itu

dapat meningkatkan ICP. Pasien dengan hipertensi intrakranial sebaiknya

tidak menggunakan obat ini. N2O juga dihindari pada pneumochepalus

atau pneumothorax karena N2O berdifusi ke rongga udara lebih cepat

dibandingkan dengan nitrogen, oleh karena itu dapat meningkatkan

volume di dalam rongga udara.

3. Anestesi lokal. Infiltrasi lidokain 1% maupun bupivacaine 0,25%, dengan atau

tidak dengan epinephrine, di kulit sekitar insisi skalp dan tempat insersi pin

head holder membantu mencegah hipertensi sitemik dan intrakranial terhadap

rangsangan ini dan menghindari penggunaan yang tidak perlu dari anestesi

dalam.

21

Page 22: Reerat Anestesi Tik (Isi)

4. Muscle relaxant. Muscle relaxan yang adekuat memfasilitasi mekanikal

ventilasi dan mengurangi ICP. Batuk dan peregangan dihindari karena

keduanya dapat mengakibatkan meningkatnya pengisisan vena serebral.

a. Vecironium memiliki minimal ataupun tanpa efek pada ICP, tekanan

darah, atau denyut jantung dan efektif pada pasien dengan trauma kepala.

Obat ini memiliki inisial dosis yaitu 0,08-0,1 mg/kg diikuti pemberian

infus 1-1,7 mcg/kg/menit

b. Pancuronium tidak menimbulkan peningkatan ICP tapi dapat

menimbulkan hipertensi dan takikardia karena efek vagolitiknya, oleh

karena itu dapat meningkatkan resiko pada pasien.

c. Atracurium tidak memiliki efek pada ICP. Karena onsetnya yang cepat

dan durasi yang pendek, dosis bolus 0,5-0,6 mg/kg diikuti dengan

pemberian melalui infus 4-10mcg/kg/menit diberikan dengan monitoring

dari neuromuskular blok.

d. Rocuronium berguna saat intubasi karena efeknya yang cepat dan sedikit

efek pada intrakranial. Untuk mempertahankan, obat dengan durasi lebih

lama dibutuhkan.

3. Paskabedah

Bila pasien prabedah GCS 8 kebawah, paska bedah tetap diintubasi. Bila

masih tidak sadar, pasien mungkin dilakukan ventilasi mekanik atau nafas

spontan. Harus diperhatikan bahwa pasien dalam keadaan posisi netral-head up,

jalan nafas bebas sepanjang waktu, normokapni, oksigenasi adekuat, normotensi,

normovolemia, isoosmoler, normoglikemia, normotermia (35-36°C).

Berikan fenitoin sampai 1 minggu paska bedah untuk profilaksis kejang.

Nutrisi enteral dimulai dalam 24 jam pascabedah.

22

Page 23: Reerat Anestesi Tik (Isi)

DAFTAR PUSTAKA

Eccher M, Suarez JI. Cerebral Edema and Intracranial Dynamics. Dalam: Suarez

JI, ed. Critical Care Neurology and Neurosurgery. New Jersey: Humana

Press. 2004. pp. 47–90.

Kaye AH. Raised Intracranial Pressure and Hydrocephalus. Dalam: Kaye AH, ed.

Essential Neurosurgery. 3rd Edition. USA: Blackwell Publishing. 2005. pp.

27–39.

Mahar Mardjono, Priguna Sidharta, Cedera Kapitis dalam Buku Ajar Neurologi

Klinis Dasar, Penerbit Dian Rakyat, Jakarta, 2005.

Reinhard Rohkamm, M. Color Atlas of Neurology. New York: Thieme New

York. 2004.

R.M. Padmo Santojo, Daryo Sumitro, Tindakan Bedah Saraf Cedera Kepala,

Bagian Bedah Saraf FKUI, Penerbit FKUI, Jakarta, 2008.

R. Sjamsuhidayat, Wim de Jong, Cedera Kepala, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi

Revisi, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta,2010.

Sabiston, Penatalaksanaan Orang Cedera Akut Cedera Kapitis dan Medula

Spinalis, Buku Ajar Bedah, Bagian pertama, Penerbit Buku Kedokteran,

EGC, Jakarta, 2008.

Sumantri, Fritz Usman Sr. Resiko  Kematian  pada  Pasien Cedera 

Kranioserebral  Berat Ditinjau  dari   Aspek  PaO2 dan PaCO2. Available

from: http://www.freewebs.com/fsumantri/po2pco2traumakepala.htm,

<viewed 8th January 2013)

23