rangkuman materi perkuliahan bahasa indonesia paud ... · 1 rangkuman materi perkuliahan bahasa...
TRANSCRIPT
1
RANGKUMAN MATERI PERKULIAHAN
BAHASA INDONESIA – PAUD SEMESTER 1- STAIS-2019
--- MATER 1—ARTI, FUNGSI DAN RAGAM BAHASA
1 Arti Bahasa
Bahasa pada hakikatnya adalah ucapan pikiran dan perasaan manusia
secara teratur, yang mempergunakan bunyi sebagai alatnya.(Depdiknas, 2005: 3)
Bahasa merupakan struktur dan makna yang bebas dari penggunanya,
sebagai tanda yang menyimpulkan suatu tujuan.(Harun Rasyid, Mansyur &
Suratno [2009 :126])
Bahasa berarti sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh
semua orang atau anggota masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi, dan
mengidentifikasi diri dalam bentuk percakapan yang baik, tingkah laku yang baik,
sopan santun
Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk
berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Sistem bahasa yang baik unsurnya
biasanya mencakup berbagai hal, yaitu :
1. Bermakna dan dapat dipahami
2. Bersifat konvensional yang ditentukan pemakainya berdasarkan kesepakatan
3. Digunakan secara berulang dan tetap
4. Bersifat terbatas, tetapi produktif. Artinya dengan sistem yang sederhana dapat
menghasilkan kata, kalimat, wacana yang tidak terbatas
5. Bersifat unik, khas, dan tidak sama dengan lainnya
6. Dibangun berdasarkan kaidah yang bersifat universal
2.2 Fungsi Bahasa
Terdapat banyak fungsi bahasa, diantaranya :
1. Sarana Komunikasi
Karena dapat digunakan dalam berbagai lingkungan, tingkatan, dan kepentingan
yang beraneka ragam, misalnya komunikasi ilmiah, komunikasi bisnis, komunikasi
kerja, dan komunikasi sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri, mereka perlu
berkomunikasi dalam berbagai lingkungan ditempat mereka, diantaranya ada:
a. Antara anggota keluarga-komunikasi keluarga.
b. Antar anggota masyarakat-komunikasi sosial
c. Antar ilmuan-komunikasi ilmiah
2. Sebagai sarana integrasi dan adaptasi
Bahasa indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional dan bahasa negara
merupakan fungsi integratif. Indikator kedudukannya sebagai bahasa nasional :
a. Lambang nasional yang dapat memberikan kebanggaan jati diri pemakainya
sebagai bangsa indonesia
b. Lambang identitas nasional yang dapat dikenali oleh masyarakat
2
c. Alat pemersatu penduduk antar pulau di seluruh indonesia
d. Alat komunikasi antar daerah dan antar budaya
Indikator kedudukan sebagai bahasa nasional berfungsi sebagai :
a. Bahasa salam kegiatan resmi
b. Bahasa pengantar di sekolah
c. Alat komunikasi pada tingkat nasional
d. Alat pengembangan budaya
Dengan bahasa, orang dapat menyatakan hidup bersama, bahkan bahasa
menimbulkan suatu kekuatan yang merupakan suatu sinergi dengan orang lain.
Misalnya : seseorang tidak akan menggunakan bahasa ilmiah ketika berbelanja,
seorang ibu akan menggunakan bahasa bisnis ketika menasehati anaknya.
3. Sebagai kontrol sosial
Berfungsi untuk mengendalikan komunikasi agara orang yang terlibat dalam
komunikasi dapat saling memahami. Dalam kehidupan sehari-hari dapat berbentuk
komunikasi timbal balik, baik secara lisan maupun tulisan. Dengan demikian,
masing-masing dapat mengendalikan komunikasi dan memberi saran, kritik dll.
4. Sebagai sarana memahami diri
Dalam membangun karakter seseorang harus dapat memahami dan
mengidentifikasi kondisinya terlebih dahulu. Pemahaman ini mencakup
kemampuan fisik, emosi, kecerdasan dll.
5. Sebagai sarana ekspresi diri
Dapat dilakukan dari tingkat yang paling sederhana sampai dengan tingkat yang
paling kompleks. Ekspresi paling sederhana misalnya untuk menyatakan cinta,
lapaar, kecewa. Tingkat kompleks misalnya berupa pernyataan berupa
kemampuan mengerjakan proyek besar dalam bentuk proposal yang sulit dan
rumit, menulis laporan, desain produk, dll.
6. Sebagai sarana memahami orang lain
Dengan pemahaman terhadap seseorang, pemakai bahasa dapat mengenali
berbagai hal mencakup kondisi pribadinya. Melalui pemahaman ini seseorang akan
memperoleh wawasan yang luas dan bermanfaat serta memperoleh kemampuan
berfikir sinergis dengan memadukan pengalaman orang lain bersama dengan
potensi dirinya.
7. Sebagai sarana mengamati lingkungan sekitar
Keberhasilan seseorang menggunakan kecerdasannya ditentukan oleh
kemampuannya memanfaatkan situasi lingkungannya sehingga memperoleh
berbagai kreatifitas baru yang dapat memberikan berbagai keuntungan bagi
dirinya dan masyarakat. Misalnya: apa yang melatarbelakangi pengamatan,
3
bagaimana maslahanya, bagaimana cara mengamati, tujuannya, hasilnya,
kesimpulan.
8. Sebagai sarana berfikir logis
Melalui proses berfikir logis, seseorang dapat menentukan tindakan tepat yang
harus dilakukan. Selain itu, perlu disadari bahwa bahasa bukan hanya sarana
proses berpikir melainkan juga penghasilan pemikiran, konsep, atau ide.
9. Membangun kecerdasan
Kecerdasan adalah kemampuan memanfaatkan potensi, pengalaman,
pengetahuan dan situasi sehingga menghasilkan kreatifitas baru yang
menguntungkan dirinya maupun masyarakat.
10. Mengembangkan kecerdasan ganda
Selain kecerdasan berbahasa, seseorang dimungkinkan memiliki beberapa
kecerdasan sekaligus. Selain itu orang yang tekun mendalami bidang studinya
secara serius dimungkinkan memiliki kecerdasan yang produktif. Misal seorang ahli
pemogram yang mendalami bahasa, ia dapat membuat kamus elektronik, mesin
penerjemah, dll.
11. Membangun karakter
Kecerdasan merupakan bagian karakter dari manusia. Kecerdasan berbahasa
memungkinkan seseorang dapat mengembangkan karakternya lebih baik.
12. Mengembangkan profesi
Profesi seseorang tidak akan berkembang tanpa menunjukkan kemampuannya
kepada orang lain. Proses pengembangan profesi diawali dengan pembelajaran
dilanjutkan dengan pengembangan diri yang tidak diperoleh selama proses belajar,
tetapi berakumulasi dengan pengalaman barunya.
13. Sarana menciptakan kreatifitas baru
Setiap orang memiliki bakat alam yang dibawanya sejak lahir. Perkembangan itu
sejalan dengan potensi akademik yang dikembangkannya melalui pendidikan yang
kemudian berkembang menjadi bakat intelektual. Bakat alam dan bakat intelektual
ini dapat berkembang secara sinergis untuk menghasilkan kreatifitas baru. Untuk
menciptakan kreatifitas setiap mahasiswa harus mengkaji konsep dasar secara
menyeluruh dilanjutkan study kasus baik positif maupun negatif dilanjutkan
memikirkan solusinya dan menciptakan kreatifitas baru.
2.3 Ragam Bahasa
Ragam bahasa indonesia pada hakikatnya adalah variasi penggunaan
bahasa oleh para penutur bahasa itu. Dengan konsep itu, keberadaan bahasa
indonesia resmi (baku) dalam penggunaan bahasa indonesia oleh para penuturnya
merupakan salah satu bentuk variasi bahasa dari variasi bahasa indonesia lainnya.
4
Hal penting yang perlu dipahami adalah bahwa bahasa indonesia resmi digunakan
pada tempat atau suasana yang resmi atau hal lain yang menjadi alasan
digunakan bahasa resmi tersebut.
Berdasarkan pokok pembicaraan, ragam bahasa dibedakan antara lain atas:
1. Ragam bahasa undang-undang
2. Ragam bahsa jurnalistik
3. Ragam bahasa ilmiah
4. Ragam bahasa sastra
Berdasarkan media pembicaraan, ragam bahasa dibedakan atas:
1. Ragam lisan
Ragam bahasa lisan adalah bahan yang dihasilkan alat ucap (organ of speech)
dengan fonem sebagai usur dasar. Dalam ragam lisan, kita berurusan dengan tata
bahasa, kosakata, dan lafal. Dalam ragam bahasa lisan ini, pembicara dapat
memanfaatkan tinggi rendah suara atau tekanan, air muka, gerak tangan atau
isyarat untuk mengungkapkan ide. Contoh ragam lisan antara lain meliputi : ragam
bahasa cakapan, ragam bahasa pidato, ragam bahasa kuliah, dan ragam bahasa
panggung. Ciri-ciri ragam bahasa lisan :
a. Memerlukan kehadiran orang lain.
b. Unsur gramatikal tidak dinyatakan secara lengkap.
c. Terikat ruang dan waktu.
d. Dipengaruhi oleh tinggi rendahnya suara.
Kelebihan ragam bahasa lisan :
a. Dapat disesuaikan dengan situasi.
b. Faktor efisiensi.
c. Faktor kejelasan karena pembicara menambahkan unsur lain berupa tekan dan
gerak anggota badan agar pendengar mengerti apa yang dikatakan situasi, mimik
dan gerak-gerak pembicara.
d. Faktor kecepatan, pembicara segera melihat reaksi pendengar terhadap apa yang
dibicarakannya.
e. Lebih bebas bentuknya karena faktor situasi yang memperjelas pengertian
bahasa yang dituturkan oleh penutur.
f. Penggunaan bahasa lisan bisa berdasarkan pengetahuan dan penafsiran dari
informasi audit, visual dan kognitif.
Kelemahan ragam bahasa lisan :
a. Bahasa lisan berisi beberapa kalimat yang tidak lengkap, bahkan terdapat frase-
frase sederhana.
b. Penutur sering mengulangi beberapa kalimat.
c. Tidak semua orang bisa melakukan bahasa lisan
d. Aturan-aturan bahasa yang dilakukan tidak formal.
2. Ragam tulis
5
Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan
dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan
tata cara penulisan (ejaan) disamping aspek tata bahasa dan kosa kata. Dengan
kata lain dalam ragam bahasa tulis, kita dituntut adanya kelengkapan unsur tata
bahasa seperti bentuk kata ataupun susunan kalimat, ketepatan pilihan kata,
kebenaran penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca dalam
mengungkapkan ide, contoh ragam tulis antara lain meliputi : ragam bahasa
teknis, ragam bahasa undang-undang, ragam bahasa catatan , dan ragam bahasa
surat.
Ciri-ciri ragam bahasa tulis :
a. Tidak memerlukan kehadiran orang lain.
b. Unsur gramatikal dinyatakan secara lengkap.
c. Tidak terikat ruang dan waktu.
d. Dipengaruhi oleh tanda baca atau ejaan.
Kelebihan ragam bahasa tulis :
a. Informasi yang disajikan bisa dipilih untuk dikemas sebagai media atau materi
yang menarik dan menyenangkan.
b. Umumnya memiliki kedekatan budaya dengan kehidupan masyarakat.
c. Sebagai sarana memperkaya kosakata
d. Dapat digunakan untuk menyampaikan maksud, membeberkan informasi atau
mengungkap unsur-unsur emosi sehingga mampu mencanggihkan wawasan
pembaca.
Kelemahan ragam bahasa tulis :
a. Alat atau sarana yang memperjelas pengertian seperti bahasa lisan itu tidak ada
akibatnya bahasa tulisan harus disusun lebih sempurna.
b. Tidak mampu menyajikan berita secara lugas, jernih dan jujur, jika harus
mengikuti kaidah-kaidah bahasa yang dianggap cenderung miskin daya pikat dan
nilai jual.
c. Yang tidak ada dalam bahasa tulisan tidak dapat diperjelas/ditolong, oleh karena
itu dalam bahasa tulisan diperlukan keseksamaan yang lebih besar.
Ragam bahasa menurut Hubungan Antar pembicara dibedakan menurut akrab
tidaknya pembicara
1. Ragam bahasa resmi, biasanya terdapat didalam pertemuan diruang rapat.
2. Ragam bahasa akrab, akrab disini biasanya antar manusia satu dengan yang
lainnya sudah sama kenal sehingga biasa menggunakan ragam tersebut.
3. Ragam bahasa agak resmi, hampir sama seperti akrab tetapi perbedaannya ada
di tata penulisannya.
4. Ragam bahasa santai, ragam bahasa yang digunakan sehari-hari. Contohnya:
bercabdaan antara mahasiswa satu kelasan
5. Dan sebagainya
Ragam bahasa berdasarkan penutur
6
1. Ragam bahasa berdasarkan daerah disebut ragam daerah (logat/dialek), contoh :
logat bahsa jawa tengah dengan jawa barat jelas berbeda.
2. Ragam bahasa berdasarkan pendidikan penutur, contoh : dalam pelafalan fitnah
menjadi fitnah.
3. Ragam bahasa berdasarkan sifat penutur, contoh : dalam ragam bahasa resmi
dan ragam bahasa santai.
4. Berdasarkan pokok persoalan, contoh : dalam pengungkapan adanya operasi
antara militer dengan dokter.
5. Berdasarkan sarana, contoh : dalam ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis.
MATERI 2 –
Penyempurnaan terhadap ejaan bahasa Indonesia telah dilakukan oleh Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Penyempurnaan tersebut menghasilkan naskah yang pada tahun 2015 telah
ditetapkan menjadi Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50
Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia.
Ditinjau dari sejarah penyusunannya, sejak peraturan ejaan bahasa Melayu dengan
huruf Latin ditetapkan pada tahun 1901 berdasarkan rancangan Ch. A. van Ophuijsen
dengan bantuan Engku Nawawi gelar Soetan Ma‘moer dan Moehammad Taib Soetan
Ibrahim, telah dilakukan penyempurnaan ejaan dalam berbagai nama dan bentuk.
Pada tahun 1938, pada Kongres Bahasa Indonesia yang pertama di Solo, disarankan
agar ejaan Indonesia lebih banyak diinternasionalkan. Pada tahun 1947 Soewandi,
Menteri Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan pada masa itu, menetapkan dalam
surat keputusannya tanggal 19 Maret 1947, No. 264/Bhg.A bahwa perubahan ejaan
bahasa Indonesia dengan maksud membuat ejaan yang berlaku menjadi lebih
sederhana. Ejaan baru itu oleh masyarakat diberi julukan Ejaan Republik.
Kongres Bahasa Indonesia Kedua, yang diprakarsai Menteri Moehammad Yamin,
diselenggarakan di Medan pada tahun 1954. Kongres itu mengambil keputusan
supaya ada badan yang me-nyusun peraturan ejaan yang praktis bagi bahasa
Indonesia. Panitia yang dimaksud yang dibentuk oleh Menteri Pengajaran, Pendidikan
dan Kebudayaan dengan surat keputusannya tanggal 19 Juli 1956, No. 44876/S,
berhasil merumuskan patokan-patokan baru pada tahun 1957.
Sesuai dengan laju pembangunan nasional, Lembaga Bahasa dan Kesusastraan yang
pada tahun 1968 menjadi Lembaga Bahasa Nasional, kemudian pada tahun 1975
menjadi Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, menyusun program
pembakuan bahasa Indonesia secara menyeluruh. Di dalam hubungan ini, Panitia
Ejaan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang disahkan oleh
7
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Sarino Mangunpranoto, sejak tahun 1966 dalam
surat keputusannya tanggal 19 September 1967, No. 062/1967, menyusun konsep
yang ditanggapi dan dikaji oleh kalangan luas di seluruh tanah air selama beberapa
tahun.
Setelah rancangan itu akhirnya dilengkapi di dalam Seminar Bahasa Indonesia di
Puncak pada tahun 1972 dan diperkenalkan secara luas oleh sebuah panitia yang
ditetapkan dengan surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 20
Mei 1972, No. 03/A.I/72, pada hari Proklamasi Kemerdekaan tahun itu juga dires-
mikanlah aturan ejaan yang baru itu berdasarkan keputusan Presiden, No. 57, tahun
1972, dengan nama Ejaan yang Disempurnakan. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia
yang Disempurnakan, sebagai patokan pemakaian ejaan itu.
Karena penuntun itu perlu dilengkapi, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan dengan surat keputusannya tanggal 12 Oktober 1972, No. 156/P/1972
menyusun buku Pedoman Umum yang berisi pemaparan kaidah ejaan yang lebih luas.
Pada tahun 1988 Pedoman Umum Ejaan yang Disempurnakan (PUEYD) edisi kedua
diterbitkan berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 0543a/U/1987 pada tanggal 9 September 1987. Setelah itu, edisi
ketiga diterbitkan pada tahun 2009 berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasio-
nal Nomor 46. Pada tahun 2016 berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan, Dr. Anis Baswedan, Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan (PUEYD) diganti de-ngan nama Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang penyempurnaan naskahnya disusun oleh Pusat Pengembangan dan
Pelindungan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
Penyusunan pedoman ini tidak terlepas dari kerja keras dan kontribusi berbagai pihak.
Oleh karena itu, penghargaan dan ucapan terima kasih kami sampaikan kepada
segenap pakar dan ahli bahasa, pengambil kebijakan di tingkat kementerian, serta
kalangan masyarakat yang telah bekerja sama mewujudkan tersusunnya Pedoman
Umum Ejaan Bahasa Indonesia.
Jakarta, Maret 2016
Pengembang Pedoman Bahasa Indonesia Badan Pengembangan dan Pembinaan
Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
8
Pemakaian Huruf
A. Huruf Abjad
Abjad yang dipakai dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas 26 huruf berikut.
Kapital Nonkapital Nama Pengucapan
A a a a
B b be bé
C c ce cé
D d de dé
E e e é
F f ef èf
G g ge gé
H h ha ha
I i i i
J j je jé
K k ka ka
L l el èl
M m em èm
N n en èn
O o o o
P p pe pé
Q q ki ki
9
Kapital Nonkapital Nama Pengucapan
R r er èr
S s es ès
T t te té
U u u u
V v ve vé
W w we wé
X x eks èks
Y y ye yé
Z z zet zèt
B. Huruf Vokal Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas lima huruf,
yaitu a, e, i, o, dan u.
Huruf Vokal Posisi Awal Posisi Tengah Posisi Akhir
a api padi lusa
e* enak petak sore
ember pendek –
emas kena tipe
i itu simpan murni
o oleh kota radio
u ulang bumi ibu
Keterangan:
* Untuk pengucapan (pelafalan) kata yang benar, diakritik berikut ini dapat digunakan
jika ejaan kata itu dapat menimbulkan keraguan.
10
a. Diakritik (é) dilafalkan [e]. Misalnya:
Anak-anak bermain di teras (téras).
Kedelai merupakan bahan pokok kecap (kécap).
b. Diakritik (è) dilafalkan [ɛ]. Misalnya:
Kami menonton film seri (sèri).
Pertahanan militer (militèr) Indonesia cukup kuat.
c. Diakritik (ê) dilafalkan [ə]. Misalnya:
Pertandingan itu berakhir seri (sêri).
Upacara itu dihadiri pejabat teras (têras) Bank Indonesia.
Kecap (kêcap) dulu makanan itu.
C. Huruf Konsonan
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas 21 huruf,
yaitu b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.
Huruf Konsonan Posisi Awal Posisi Tengah Posisi Akhir
b bahasa sebut adab
c cakap kaca –
d dua ada abad
f fakir kafan maaf
g guna tiga gudeg
h hari saham tuah
j jalan manja mikraj
k kami paksa politik
l lekas alas akal
m maka kami diam
n nama tanah daun
p pasang apa siap
11
Huruf Konsonan Posisi Awal Posisi Tengah Posisi Akhir
q* qariah iqra –
r raih bara putar
s sampai asli tangkas
t tali mata rapat
v variasi lava molotov
w wanita hawa takraw
x* xenon – –
y yakin payung –
z zeni lazim juz
Keterangan:
* Huruf q dan x khusus digunakan untuk nama diri dan keperluan ilmu. Huruf x pada
posisi awal kata diucapkan [s].
Catatan:
1. PUEBI 2015 menghilangkan keterangan ―Huruf k melambangkan bunyi
hamzah‖ dengan contoh ―rakyat‖ dan ―bapak―.
2. Empat konsonan (c, q, x, dan y) tidak digunakan di posisi akhir kata dasar
bahasa Indonesia. Konsonan y bisa terletak di akhir, tetapi dalam bentuk
gabungan huruf konsonan sy, misalnya pada arasy.
D. Huruf Diftong
Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat diftong yang dilambangkan dengan
gabungan huruf vokal ai, au, ei, dan oi.
Huruf Diftong Posisi Awal Posisi Tengah Posisi Akhir
ai – balairung pandai
au autodidak taufik harimau
ei* eigendom geiser survei
12
Huruf Diftong Posisi Awal Posisi Tengah Posisi Akhir
oi – boikot amboi
Catatan:
PUEBI 2015 menambahkan diftong ei. Pedoman ejaan sebelumnya hanya
mencantumkan tiga diftong: ai, au, dan oi.
E. Gabungan Huruf Konsonan
Gabungan huruf konsonan kh, ng, ny, dan sy masing-masing melambangkan satu
bunyi konsonan.
Gabungan Huruf Konsonan Posisi Awal Posisi Tengah Posisi Akhir
kh khusus akhir tarikh
ng ngarai bangun senang
ny nyata banyak –
sy syarat musyawarah arasy
F. Huruf Kapital
I.F.1. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama awal kalimat. Misalnya:
Apa maksudnya?
Dia membaca buku.
Kita harus bekerja keras.
Pekerjaan itu akan selesai dalam satu jam.
I.F.2. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama orang, termasuk
julukan. Misalnya:
Amir Hamzah
Dewi Sartika
Halim Perdanakusumah
Wage Rudolf Supratman
Jenderal Kancil
Dewa Pedang
Alessandro Volta
André-Marie Ampère
Mujair
Rudolf Diesel
Catatan:
13
(1) Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang merupakan
nama jenis atau satuan ukuran.
Misalnya:
ikan mujair
mesin diesel
5 ampere
10 volt
(2) Huruf kapital tidak dipakai untuk menuliskan huruf pertama kata yang bermakna
‗anak dari‘, seperti bin, binti, boru, dan van, atau huruf pertama kata tugas.
Misalnya:
Abdul Rahman bin Zaini
Siti Fatimah binti Salim
Indani boru Sitanggang
Charles Adriaan van Ophuijsen
Ayam Jantan dari Timur
Mutiara dari Selatan
Catatan:
PUEBI 2015 menambahkan (1) penjelasan ―termasuk julukan‖ pada I.F.2.,
misalnya Jendral Kancil dan Dewa Pedang; serta (2) penjelasan ―yang bermakna ‗anak
dari'‖ pada catatan kedua. Kedua tambahan ini tampaknya bertujuan untuk
memperjelas pedoman sebelumnya.
I.F.3. Huruf kapital dipakai pada awal kalimat dalam petikan langsung.
Misalnya:
Adik bertanya, ―Kapan kita pulang?‖
Orang itu menasihati anaknya, ―Berhati-hatilah, Nak!‖
―Mereka berhasil meraih medali emas,‖ katanya.
―Besok pagi,‖ katanya, ―mereka akan berangkat.‖
I.F.4. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap kata nama agama, kitab
suci, dan Tuhan, termasuk sebutan dan kata ganti untuk Tuhan
Misalnya:
Islam
Alquran
Kristen
Alkitab
Hindu
Weda
Allah
14
Tuhan
Allah akan menunjukkan jalan kepada hamba-Nya.
Ya, Tuhan, bimbinglah hamba-Mu ke jalan yang Engkau beri rahmat.
I.F.5.a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama gelar kehormatan,
keturunan, keagamaan, atau akademik yang diikuti nama orang, termasuk gelar
akademik yang mengikuti nama orang.
Misalnya:
Sultan Hasanuddin
Mahaputra Yamin
Haji Agus Salim
Imam Hambali
Nabi Ibrahim
Raden Ajeng Kartini
Doktor Mohammad Hatta
Agung Permana, Sarjana Hukum
Irwansyah, Magister Humaniora
I.F.5.b. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama gelar kehormatan,
keturunan, keagamaan, profesi, serta nama jabatan dan kepangkatan yang dipakai
sebagai sapaan.
Misalnya:
Selamat datang, Yang Mulia.
Semoga berbahagia, Sultan.
Terima kasih, Kiai.
Selamat pagi, Dokter.
Silakan duduk, Prof.
Mohon izin, Jenderal.
I.F.6. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat
yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu,
nama instansi, atau nama tempat.
Misalnya:
Wakil Presiden Adam Malik
Perdana Menteri Nehru
Profesor Supomo
Laksamana Muda Udara Husein Sastranegara
Proklamator Republik Indonesia (Soekarno-Hatta)
Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Gubernur Papua Barat
15
I.F.7. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan
bahasa.
Misalnya:
bangsa Indonesia
suku Dani
bahasa Bali
Catatan: Nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa yang dipakai sebagai bentuk dasar
kata turunan tidak ditulis dengan huruf awal kapital.
Misalnya:
pengindonesiaan kata asing
keinggris-inggrisan
kejawa-jawaan
I.F.8.a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, dan
hari besar atau hari raya.
Misalnya:
tahun Hijriah
tarikh Masehi
bulan Agustus
bulan Maulid
hari Jumat
hari Galungan
hari Lebaran
hari Natal
I.F.8.b. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama peristiwa sejarah.
Misalnya:
Konferensi Asia Afrika
Perang Dunia II
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Catatan: Huruf pertama peristiwa sejarah yang tidak dipakai sebagai nama tidak
ditulis dengan huruf kapital.
Misalnya:
Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Perlombaan senjata membawa risiko pecahnya perang dunia.
16
I.F.9. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi.
Misalnya:
Jakarta
Asia Tenggara
Pulau Miangas
Amerika Serikat
Bukit Barisan
Jawa Barat
Dataran Tinggi
Dieng Danau Toba
Jalan Sulawesi
Gunung Semeru
Ngarai Sianok
Jazirah Arab
Selat Lombok
Lembah Baliem
Sungai Musi
Pegunungan Himalaya
Teluk Benggala
Tanjung Harapan
Terusan Suez
Kecamatan Cicadas
Gang Kelinci
Kelurahan Rawamangun
Catatan:
(1) Huruf pertama nama geografi yang bukan nama diri tidak ditulis dengan huruf
kapital.
Misalnya:
berlayar ke teluk mandi di sungai
menyeberangi selat berenang di danau
(2) Huruf pertama nama diri geografi yang dipakai sebagai nama jenis tidak ditulis
dengan huruf kapital.
Misalnya:
jeruk bali (Citrus maxima)
kacang bogor (Voandzeia subterranea)
nangka belanda (Anona muricata)
petai cina (Leucaena glauca)
17
Nama yang disertai nama geografi dan merupakan nama jenis dapat dikontraskan
atau disejajarkan dengan nama jenis lain dalam kelompoknya.
Misalnya:
Kita mengenal berbagai macam gula, seperti gula jawa, gula pasir, gula tebu,
gula aren, dan gula anggur.
Kunci inggris, kunci tolak, dan kunci ring mempunyai fungsi yang berbeda.
Contoh berikut bukan nama jenis.
Dia mengoleksi batik Cirebon, batik Pekalongan, batik Solo, batik Yogyakarta,
dan batik Madura.
Selain film Hongkong, juga akan diputar film India, film Korea, dan film Jepang.
Murid-murid sekolah dasar itu menampilkan tarian Sumatra Selatan,
tarian Kalimantan Timur, dan tarian Sulawesi Selatan.
Catatan:
PUEBI 2015 menambahkan cara pembedaan unsur nama geografi yang menjadi
bagian nama diri (proper name) dan nama jenis (common name).
I.F.10. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua
unsur bentuk ulang sempurna) dalam nama negara, lembaga, badan, organisasi, atau
dokumen, kecuali kata tugas, seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk.
Misalnya:
Republik Indonesia
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2010
tentang Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Pidato Presiden
dan/atau Wakil Presiden serta Pejabat Lainnya
Perserikatan Bangsa-Bangsa
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
I.F.11. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap kata (termasuk unsur kata
ulang sempurna) di dalam judul buku, karangan, artikel, dan makalah serta nama
majalah dan surat kabar, kecuali kata tugas, seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk,
yang tidak terletak pada posisi awal.
Misalnya:
Saya telah membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma.
Tulisan itu dimuat dalam majalah Bahasa dan Sastra.
Dia agen surat kabar Sinar Pembangunan.
Ia menyajikan makalah ―Penerapan Asas-Asas Hukum Perdata‖.
18
I.F.12. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar,
pangkat, atau sapaan.
Misalnya:
S.H. = sarjana hukum
S.K.M. = sarjana kesehatan masyarakat
S.S. = sarjana sastra
M.A. = master of arts
M.Hum. = magister humaniora
M.Si. = magister sains
K.H. = kiai haji
Hj. = hajah
Mgr. = monseigneur
Pdt. = pendeta
Dg. = daeng
Dt. = datuk
R.A. = raden ayu
St. = sutan
Tb. = tubagus
Dr. = doktor
Prof. = profesor
Tn. = tuan
Ny. = nyonya
Sdr. = saudara
Catatan:
PUEBI 2015 menambahkan contoh gelar lokal Daeng dan Datuk.
I.F.13. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan
kekerabatan, seperti bapak, ibu, kakak, adik, dan paman, serta kata atau ungkapan
lain yang dipakai dalam penyapaan atau pengacuan.
Misalnya:
―Kapan Bapak berangkat?‖ tanya Hasan. Dendi bertanya, ―Itu apa, Bu?‖
―Silakan duduk, Dik!‖ kata orang itu.
Surat Saudara telah kami terima dengan baik.
―Hai, Kutu Buku, sedang membaca apa?‖
―Bu, saya sudah melaporkan hal ini kepada Bapak.‖
Catatan:
PUEBI 2015 menambahkan penjelasan penulisan kata atau ungkapan lain yang
digunakan sebagai penyapaan ditulis dengan huruf kapital, misalnya Kutu Buku.
Catatan:
19
(1) Istilah kekerabatan berikut bukan merupakan penyapaan atau pengacuan.
Misalnya:
Kita harus menghormati bapak dan ibu kita.
Semua kakak dan adik saya sudah berkeluarga.
(2) Kata ganti Anda ditulis dengan huruf awal kapital.
Misalnya:
Sudahkah Anda tahu?
Siapa nama Anda?
G. Huruf Miring
I.G.1. Huruf miring dipakai untuk menuliskan judul buku, nama majalah, atau nama
surat kabar yang dikutip dalam tulisan, termasuk dalam daftar pustaka.
Misalnya:
Saya sudah membaca buku Salah Asuhan karangan Abdoel Moeis.
Majalah Poedjangga Baroe menggelorakan semangat kebangsaan.
Berita itu muncul dalam surat kabar Cakrawala.
Pusat Bahasa. 2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Edisi
Keempat (Cetakan Kedua). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
I.G.2. Huruf miring dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian
kata, kata, atau kelompok kata dalam kalimat.
Misalnya:
Huruf terakhir kata abad adalah d.
Dia tidak diantar, tetapi mengantar.
Dalam bab ini tidak dibahas pemakaian tanda baca.
Buatlah kalimat dengan menggunakan ungkapan lepas tangan.
I.G.3. Huruf miring dipakai untuk menuliskan kata atau ungkapan dalam bahasa
daerah atau bahasa asing.
Misalnya:
Upacara peusijuek (tepung tawar) menarik perhatian wisatawan asing yang
berkunjung ke Aceh.
Nama ilmiah buah manggis ialah Garcinia mangostana.
Weltanschauung bermakna ‗pandangan dunia‘.
Ungkapan bhinneka tunggal ika dijadikan semboyan negara Indonesia.
Catatan:
20
(1) Nama diri, seperti nama orang, lembaga, atau organisasi, dalam bahasa asing
atau bahasa daerah tidak ditulis dengan huruf miring.
(2) Dalam naskah tulisan tangan atau mesin tik (bukan komputer), bagian yang akan
dicetak miring ditandai dengan garis bawah.
(3) Kalimat atau teks berbahasa asing atau berbahasa daerah yang dikutip secara
langsung dalam teks berbahasa Indonesia ditulis dengan huruf miring.
H. Huruf Tebal
I.H.1. Huruf tebal dipakai untuk menegaskan bagian tulisan yang sudah ditulis
miring.
Misalnya:
Huruf dh, seperti pada kata Ramadhan, tidak terdapat dalam Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan.
Kata et dalam ungkapan ora et labora berarti ‗dan‘.
I.H.2. Huruf tebal dapat dipakai untuk menegaskan bagian-bagian karangan, seperti
judul buku, bab, atau subbab.
Misalnya:
1.1 Latar Belakang dan Masalah
Kondisi kebahasaan di Indonesia yang diwarnai oleh satu bahasa standar dan
ratusan bahasa daerah—ditambah beberapa bahasa asing, terutama bahasa
Inggris— membutuhkan penanganan yang tepat dalam perencanaan bahasa.
Agar lebih jelas, latar belakang dan masalah akan diuraikan secara terpisah
seperti tampak pada paparan berikut.
1.1.1 Latar Belakang
Masyarakat Indonesia yang heterogen menyebabkan munculnya sikap yang
beragam terhadap penggunaan bahasa yang ada di Indonesia, yaitu (1) sangat
bangga terhadap bahasa asing, (2) sangat bangga terhadap bahasa daerah,
dan (3) sangat bangga terhadap bahasa Indonesia.
1.1.2 Masalah
Penelitian ini hanya membatasi masalah pada sikap bahasa masyarakat
Kalimantan terhadap ketiga bahasa yang ada di Indonesia. Sikap masyarakat
tersebut akan digunakan sebagai formulasi kebijakan perencanaan bahasa
yang diambil.
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengukur sikap bahasa
masyarakat Kalimantan, khususnya yang tinggal di kota besar terhadap bahasa
Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing.
21
Catatan:
Huruf tebal tidak dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata,
kata, atau kelompok kata dalam kalimat. Untuk tujuan ini, gunakan huruf miring.
PENULISAN KATA
A. Kata Dasar
Kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
Misalnya:
Kantor pajak penuh sesak.
Saya pergi ke sekolah.
Buku itu sangat tebal.
B. Kata Berimbuhan
II.B.1. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran, serta gabungan awalan dan akhiran)
ditulis serangkai dengan bentuk dasarnya.
Misalnya:
berjalan
berkelanjutan
mempermudah
gemetar
lukisan
kemauan
perbaikan
Catatan: Imbuhan yang diserap dari unsur asing, seperti -isme, -man, -wan, atau -wi,
ditulis serangkai dengan bentuk dasarnya.
Misalnya:
sukuisme
seniman
kamerawan
gerejawi
II.B.2. Bentuk terikat ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Misalnya:
22
adibusana
aerodinamika
antarkota
antibiotik
awahama
bikarbonat
biokimia
dekameter
demoralisasi
dwiwarna
ekabahasa
ekstrakurikuler
infrastruktur
inkonvensional
kontraindikasi
kosponsor
mancanegara
multilateral
narapidana
nonkolaborasi
paripurna
pascasarjana
pramusaji
prasejarah
proaktif
purnawirawan
saptakrida
semiprofesional
subbagian
swadaya
telewicara
transmigrasi
tunakarya
tritunggal
tansuara
ultramodern
Catatan:
(1) Bentuk terikat yang diikuti oleh kata yang berhuruf awal kapital atau singkatan
yang berupa huruf kapital dirangkaikan dengan tanda hubung (-).
Misalnya:
23
non-Indonesia
pan-Afrikanisme
pro-Barat
non-ASEAN
anti-PKI
(2) Bentuk maha yang diikuti kata turunan yang mengacu pada nama atau sifat
Tuhan ditulis terpisah dengan huruf awal kapital.
Misalnya:
Marilah kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih.
Kita berdoa kepada Tuhan Yang Maha Pengampun.
(3) Bentuk maha yang diikuti kata dasar yang mengacu kepada nama atau sifat
Tuhan, kecuali kata esa, ditulis serangkai.
Misalnya:
Tuhan Yang Mahakuasa menentukan arah hidup kita.
Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Esa melindungi kita.
C. Bentuk Ulang
Bentuk ulang ditulis dengan menggunakan tanda hubung (-) di antara unsur-
unsurnya.
Misalnya:
anak-anak
biri-biri
lauk-pauk
berjalan-jalan
buku-buku
cumi-cumi
mondar-mandir
mencari-cari
hati-hati
kupu-kupu
ramah-tamah
terus-menerus
kuda-kuda
kura-kura
sayur-mayur
porak-poranda
mata-mata
24
ubun-ubun
serba-serbi
tunggang-langgang
Catatan: Bentuk ulang gabungan kata ditulis dengan mengulang unsur pertama.
Misalnya:
surat kabar → surat-surat kabar
kapal barang → kapal-kapal barang
rak buku → rak-rak buku
kereta api cepat → kereta-kereta api cepat
Catatan:
Bila bentuk ulang diberi huruf kapital, misalnya pada nama diri (nama lembaga,
dokumen, dll.) atau judul (buku, majalah, dll.), bentuk ulang sempurna diberi huruf
kapital pada huruf pertama tiap unsurnya, sedangkan bentuk ulang lain hanya diberi
huruf kapital pada huruf pertama unsur pertamanya. Misalnya:
Ia menyajikan makalah ―Penerapan Asas-Asas Hukum Perdata‖.
Slogan ―Terus-menerus Ramah-tamah‖ dikampanyekan gubernur baru itu.
D. Gabungan Kata
II.D.1. Unsur gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah
khusus, ditulis terpisah.
Misalnya:
duta besar
model linear
kambing hitam
persegi panjang
orang tua
rumah sakit jiwa
simpang empat
meja tulis
mata acara
cendera mata
II.D.2. Gabungan kata yang dapat menimbulkan salah pengertian ditulis dengan
membubuhkan tanda hubung (-) di antara unsur-unsurnya.
Misalnya:
anak-istri pejabat (anak dan istri dari pejabat)
anak istri-pejabat (anak dari istri pejabat)
ibu-bapak kami (ibu dan bapak kami)
ibu bapak-kami (ibu dari bapak kami)
25
buku-sejarah baru (buku sejarah yang baru)
buku sejarah-baru (buku tentang sejarah baru)
II.D.3. Gabungan kata yang penulisannya terpisah tetap ditulis terpisah jika
mendapat awalan atau akhiran.
Misalnya:
bertepuk tangan
menganak sungai
garis bawahi
sebar luaskan
II.D.4. Gabungan kata yang mendapat awalan dan akhiran sekaligus ditulis
serangkai.
Misalnya:
dilipatgandakan
menggarisbawahi
menyebarluaskan
penghancurleburan
pertanggungjawaban
II.D.5. Gabungan kata yang sudah padu ditulis serangkai.
Misalnya:
acapkali
adakalanya
apalagi
bagaimana
barangkali
beasiswa
belasungkawa
bilamana
bumiputra
darmabakti
dukacita
hulubalang
kacamata
kasatmata
kilometer
manasuka
matahari
olahraga
padahal
26
peribahasa
perilaku
puspawarna
radioaktif
saptamarga
saputangan
saripati
sediakala
segitiga
sukacita
sukarela
syahbandar
wiraswata
E. Pemenggalan Kata
II.E.1. Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut.
a. Jika di tengah kata terdapat huruf vokal yang berurutan, pemenggalannya
dilakukan di antara kedua huruf vokal itu.
Misalnya:
bu-ah
ma-in
ni-at
sa-at
b. Huruf diftong ai, au, ei, dan oi tidak dipenggal.
Misalnya:
pan-dai
au-la
sau-da-ra
sur-vei
am-boi
c. Jika di tengah kata dasar terdapat huruf konsonan (termasuk gabungan huruf
konsonan) di antara dua huruf vokal, pemenggalannya dilakukan sebelum huruf
konsonan itu.
Misalnya:
ba-pak
la-wan
27
de-ngan
ke-nyang
mu-ta-khir
mu-sya-wa-rah
d. Jika di tengah kata dasar terdapat dua huruf konsonan yang berurutan,
pemenggalannya dilakukan di antara kedua huruf konsonan itu.
Misalnya:
Ap-ril
cap-lok
makh-luk
man-di
sang-gup
som-bong
swas-ta
e. Jika di tengah kata dasar terdapat tiga huruf konsonan atau lebih yang masing-
masing melambangkan satu bunyi, pemenggalannya dilakukan di antara huruf
konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang kedua.
Misalnya:
ul-tra
in-fra
ben-trok
in-stru-men
Catatan: Gabungan huruf konsonan yang melambangkan satu bunyi tidak dipenggal.
Misalnya:
bang-krut
bang-sa
ba-nyak
ikh-las
kong-res
makh-luk
masy-hur
sang-gup
II.E.2. Pemenggalan kata turunan sedapat-dapatnya dilakukan di antara bentuk
dasar dan unsur pembentuknya.
Misalnya:
28
ber-jalan
mem-pertanggungjawabkan
mem-bantu
memper-tanggungjawabkan
di-ambil
mempertanggung-jawabkan
ter-bawa
mempertanggungjawab-kan
per-buat
me-rasakan
makan-an
merasa-kan
letak-kan
per-buatan
pergi-lah
perbuat-an
apa-kah
ke-kuatan
kekuat-an
Catatan:
(1) Pemenggalan kata berimbuhan yang bentuk dasarnya mengalami perubahan
dilakukan seperti pada kata dasar.
Misalnya:
me–nu-tup
me–ma-kai
me–nya-pu
me–nge-cat
pe–mi-kir
pe–no-long
pe–nga-rang
pe–nge-tik
pe–nye-but
(2) Pemenggalan kata bersisipan dilakukan seperti pada kata dasar.
Misalnya:
ge-lem-bung
ge-mu-ruh
29
ge-ri-gi
si-nam-bung
te-lun-juk
(3) Pemenggalan kata yang menyebabkan munculnya satu huruf di awal atau akhir
baris tidak dilakukan.
Misalnya:
Beberapa pendapat mengenai masalah itu
telah disampaikan ….
Walaupun cuma-cuma, mereka tidak mau
mengambil makanan itu.
II.E.3. Jika sebuah kata terdiri atas dua unsur atau lebih dan salah satu unsurnya itu
dapat bergabung dengan unsur lain, pemenggalannya dilakukan di antara unsur-unsur
itu. Tiap unsur gabungan itu dipenggal seperti pada kata dasar.
Misalnya:
biografi, bio-grafi, bi-o-gra-fi
biodata, bio-data, bi-o-da-ta
fotografi, foto-grafi, fo-to-gra-fi
fotokopi, foto-kopi, fo-to-ko-pi
introspeksi, intro-speksi, in-tro-spek-si
introjeksi, intro-jeksi, in-tro-jek-si
kilogram, kilo-gram, ki-lo-gram
kilometer, kilo-meter, ki-lo-me-ter
pascapanen, pasca-panen, pas-ca-pa-nen
pascasarjana, pasca-sarjana, pas-ca-sar-ja-na
II.E.4. Nama orang yang terdiri atas dua unsur atau lebih pada akhir baris dipenggal
di antara unsur-unsurnya.
Misalnya:
Lagu ―Indonesia Raya‖ digubah oleh Wage Rudolf
Supratman.
Buku Layar Terkembang dikarang oleh Sutan Takdir
Alisjahbana.
II.E.5. Singkatan nama diri dan gelar yang terdiri atas dua huruf atau lebih tidak
dipenggal.
Misalnya:
Ia bekerja di DLLAJR. Pujangga terakhir Keraton Surakarta bergelar R.Ng. Rangga
Warsita.
30
Catatan: Penulisan berikut dihindari.
Ia bekerja di DLL-
AJR.
Pujangga terakhir Keraton Surakarta bergelar R.
Ng. Rangga Warsita.
F. Kata Depan
Kata depan, seperti di, ke, dan dari, ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Misalnya:
Di mana dia sekarang?
Kain itu disimpan di dalam lemari.
Dia ikut terjun ke tengah kancah perjuangan.
Mari kita berangkat ke kantor.
Saya pergi ke sana mencarinya.
Ia berasal dari Pulau Penyengat.
Cincin itu terbuat dari emas.
G. Partikel II.G.1. Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang
mendahuluinya.
Misalnya:
Bacalah buku itu baik-baik!
Apakah yang tersirat dalam surat itu?
Siapakah gerangan dia?
Apatah gunanya bersedih hati?
II.G.2. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Apa pun permasalahan yang muncul, dia dapat mengatasinya dengan
bijaksana.
Jika kita hendak pulang tengah malam pun, kendaraan masih tersedia.
Jangankan dua kali, satu kali pun engkau belum pernah berkunjung ke
rumahku.
Catatan: Partikel pun yang merupakan unsur kata penghubung ditulis serangkai.
Misalnya:
Meskipun sibuk, dia dapat menyelesaikan tugas tepat pada waktunya.
Dia tetap bersemangat walaupun lelah.
31
Adapun penyebab kemacetan itu belum diketahui.
Bagaimanapun pekerjaan itu harus selesai minggu depan.
II.G.3. Partikel per yang berarti ‗demi‘, ‗tiap‘, atau ‗mulai‘ ditulis terpisah dari kata
yang mengikutinya.
Misalnya:
Mereka masuk ke dalam ruang rapat satu per satu.
Harga kain itu Rp50.000,00 per meter.
Karyawan itu mendapat kenaikan gaji per 1 Januari.
H. Singkatan dan Akronim
II.H.1. Singkatan nama orang, gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat diikuti dengan
tanda titik pada setiap unsur singkatan itu.
Misalnya:
A.H. Nasution = Abdul Haris Nasution
H. Hamid = Haji Hamid
Suman Hs. = Suman Hasibuan
W.R. Supratman = Wage Rudolf Supratman
M.B.A. = master of business administration
M.Hum. = magister humaniora
M.Si. = magister sains
S.E. = sarjana ekonomi
S.Sos. = sarjana sosial
S.Kom. = sarjana komunikasi
S.K.M. = sarjana kesehatan masyarakat
Sdr. = saudara
Kol. Darmawati = Kolonel Darmawati
II.H.2.a. Singkatan yang terdiri atas huruf awal setiap kata nama lembaga
pemerintah dan ketatanegaraan, lembaga pendidikan, badan atau organisasi, serta
nama dokumen resmi ditulis dengan huruf kapital tanpa tanda titik.
Misalnya:
NKRI = Negara Kesatuan Republik Indonesia
UI = Universitas Indonesia
PBB = Perserikatan Bangsa-Bangsa
WHO = World Health Organization
PGRI = Persatuan Guru Republik Indonesia
KUHP = Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
II.H.2.b. Singkatan yang terdiri atas huruf awal setiap kata yang bukan nama diri
ditulis dengan huruf kapital tanpa tanda titik.
32
Misalnya:
PT = perseroan terbatas
MAN = madrasah aliah negeri
SD = sekolah dasar
KTP = kartu tanda penduduk
SIM = surat izin mengemudi
NIP = nomor induk pegawai
II.H.3. Singkatan yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti dengan tanda titik.
Misalnya:
hlm. = halaman
dll. = dan lain-lain
dsb. = dan sebagainya
dst. = dan seterusnya
sda. = sama dengan di atas
ybs. = yang bersangkutan
yth. = yang terhormat
ttd. = tertanda
dkk. = dan kawan-kawan
II.H.4. Singkatan yang terdiri atas dua huruf yang lazim dipakai dalam surat-
menyurat masing-masing diikuti oleh tanda titik.
Misalnya:
a.n. = atas nama
d.a. = dengan alamat
u.b. = untuk beliau
u.p. = untuk perhatian
s.d. = sampai dengan
II.H.5. Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang
tidak diikuti tanda titik.
Misalnya:
Cu = kuprum
cm = sentimeter
kVA = kilovolt-ampere
l = liter
kg = kilogram
Rp = rupiah
II.H.6. Akronim nama diri yang terdiri atas huruf awal setiap kata ditulis dengan
huruf kapital tanpa tanda titik.
33
Misalnya:
BIG = Badan Informasi Geospasial
BIN = Badan Intelijen Negara
LIPI = Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
LAN = Lembaga Administrasi Negara
PASI = Persatuan Atletik Seluruh Indonesia
II.H.7. Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf
dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal kapital.
Misalnya:
Bulog = Badan Urusan Logistik
Bappenas = Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
Kowani = Kongres Wanita Indonesia
Kalteng = Kalimantan Tengah
Mabbim = Majelis Bahasa Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia
Suramadu = Surabaya Madura
II.H.8. Akronim bukan nama diri yang berupa gabungan huruf awal dan suku kata
atau gabungan suku kata ditulis dengan huruf kecil.
Misalnya:
iptek = ilmu pengetahuan dan teknologi
pemilu = pemilihan umum
puskesmas = pusat kesehatan masyarakat
rapim = rapat pimpinan
rudal = peluru kendali
tilang = bukti pelanggaran
I. Angka dan Bilangan
Angka Arab atau angka Romawi lazim dipakai sebagai lambang bilangan atau nomor.
Angka Arab: 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9
Angka Romawi: I, II, III, I , , I, II, III, I , , L (5 ), C ( ), D (5 ), M
( . ), (5. ), M (1.000.000)
II.I.1. Bilangan dalam teks yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis
dengan huruf, kecuali jika dipakai secara berurutan seperti dalam perincian.
Misalnya:
Mereka menonton drama itu sampai tiga kali.
Koleksi perpustakaan itu lebih dari satu juta buku.
34
Di antara 72 anggota yang hadir, 52 orang setuju, 15 orang tidak setuju,
dan 5 orang abstain.
Kendaraan yang dipesan untuk angkutan umum terdiri
atas 50 bus, 100 minibus, dan 250 sedan.
II.I.2. Bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf.
Misalnya:
Lima puluh siswa teladan mendapat beasiswa dari pemerintah daerah.
Tiga pemenang sayembara itu diundang ke Jakarta.
Catatan: Penulisan berikut dihindari:
50 siswa teladan mendapat beasiswa dari pemerintah daerah.
3 pemenang sayembara itu diundang ke Jakarta.
Apabila bilangan pada awal kalimat tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua
kata, susunan kalimatnya diubah.
Misalnya:
Panitia mengundang 250 orang peserta.
Di lemari itu tersimpan 25 naskah kuno.
Catatan: Penulisan berikut dihindari:
250 orang peserta diundang panitia.
25 naskah kuno tersimpan di lemari itu.
II.I.3. Angka yang menunjukkan bilangan besar dapat ditulis sebagian dengan huruf
supaya lebih mudah dibaca.
Misalnya:
Dia mendapatkan bantuan 250 juta rupiah untuk mengembangkan usahanya.
Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman 550 miliar rupiah.
Proyek pemberdayaan ekonomi rakyat itu memerlukan biaya Rp10 triliun.
II.I.4. Angka dipakai untuk menyatakan (a) ukuran panjang, berat, luas, isi, dan
waktu serta (b) nilai uang.
Misalnya:
0,5 sentimeter
5 kilogram
4 hektare
10 liter
2 tahun 6 bulan 5 hari
1 jam 20 menit
Rp5.000,00
US$3,50
35
£5,10
¥100
II.I.5. Angka dipakai untuk menomori alamat, seperti jalan, rumah, apartemen, atau
kamar.
Misalnya:
Jalan Tanah Abang I No. 15 atau
Jalan Tanah Abang I/15
Jalan Wijaya No. 14
Hotel Mahameru, Kamar 169
Gedung Samudra, Lantai II, Ruang 201
II.I.6. Angka dipakai untuk menomori bagian karangan atau ayat kitab suci.
Misalnya:
Bab X, Pasal 5, halaman 252
Surah Yasin: 9
Markus 16: 15—16
II.I.7. Penulisan bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut.
a. Bilangan Utuh
Misalnya:
dua belas (12)
tiga puluh (30)
lima ribu (5.000)
b. Bilangan Pecahan
Misalnya:
setengah atau seperdua (1/2)
seperenam belas (1/16)
tiga perempat (3/4)
dua persepuluh (2/10)
tiga dua-pertiga (3 2/3)
satu persen (1%)
satu permil (1o/oo)
II.I.8. Penulisan bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara berikut.
Misalnya:
abad XX
36
abad ke-20
abad kedua puluh
Perang Dunia II
Perang Dunia Ke-2
Perang Dunia Kedua
II.I.9. Penulisan angka yang mendapat akhiran -an dilakukan dengan cara berikut.
Misalnya:
lima lembar uang 1.000-an (lima lembar uang seribuan)
tahun 1950-an (tahun seribu sembilan ratus lima puluhan)
uang 5.000-an (uang lima ribuan)
II.I.10. Penulisan bilangan dengan angka dan huruf sekaligus dilakukan dalam
peraturan perundang-undangan, akta, dan kuitansi.
Misalnya:
Setiap orang yang menyebarkan atau mengedarkan rupiah tiruan, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling
lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah).
Telah diterima uang sebanyak Rp2.950.000,00 (dua juta sembilan ratus lima
puluh ribu rupiah) untuk pembayaran satu unit televisi.
II.I.11. Penulisan bilangan yang dilambangkan dengan angka dan diikuti huruf
dilakukan seperti berikut.
Misalnya:
Saya lampirkan tanda terima uang sebesar Rp900.500,50 (sembilan ratus ribu
lima ratus rupiah lima puluh sen).
Bukti pembelian barang seharga Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) ke atas
harus dilampirkan pada laporan pertanggungjawaban.
II.I.12. Bilangan yang digunakan sebagai unsur nama geografi ditulis dengan huruf.
Misalnya:
Kelapadua
Kotonanampek
Rajaampat
Simpanglima
Tigaraksa
J. Kata Ganti Kata ganti ku- dan kau- ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya,
sedangkan -ku, -mu, dan -nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
37
Misalnya:
Rumah itu telah kujual.
Majalah ini boleh kaubaca.
Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di perpustakaan.
Rumahnya sedang diperbaiki.
K. Kata Sandang
Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Misalnya:
Surat itu dikembalikan kepada si pengirim.
Toko itu memberikan hadiah kepada si pembeli.
Ibu itu menghadiahi sang suami kemeja batik.
Sang adik mematuhi nasihat sang kakak.
Harimau itu marah sekali kepada sang Kancil.
Dalam cerita itu si Buta berhasil menolong kekasihnya.
Catatan: Huruf awal sang ditulis dengan huruf kapital jika sang merupakan unsur
nama Tuhan.
Misalnya:
Kita harus berserah diri kepada Sang Pencipta.
Pura dibangun oleh umat Hindu untuk memuja Sang Hyang Widhi Wasa.
MATERI 3 ---
Konvensi Naskah Ilmiah »
Aturan Penulisan : Kutipan, Catatan Kaki dan
Daftar Pustaka
Menulis sebuah karya ilmiah membutuhkan pengetahuan mengenai teknik penulisan. Penguasaan
teknik penulisan meliputi penguasaan teknik mengorganisasi gagasan menjadi satu tulisan yang mudah
dipahami, meyakinkan, dan sekaligus menarik serta penguasaan pengolahan bahasa yang memadai
untuk mengantar gagasan tersebut agar sampai pada pembaca dengan baik pula. Dalam penulisan
karya ilmiah, memang ada ketentuan atau aturan khusus yang harus diikuti oleh seorang penulis, di
antaranya kutipan, catatan kaki, dan daftar pustaka.
A. Kutipan
Pengutipan adalah proses meminjam pendapat para ahli dalam disiplin tertentu baik langsung atau pun
tidak langsung yang dituangkan dalam karya ilmiah. Hasil pengutipan karya ilmiah disebut kutipan.
38
Fungsi kutipan adalah (a) sebagai bukti untuk menunjang pendapat penulis dan (b) sebagai bukti
tanggung jawab penulis.
Mengutip pendapat atau tulisan seseorang ada ketentuannya.
Hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut.
1. Kutipan harus sama persis dengan aslinya, baik ejaan, susunan kalimat, dan tanda baca.
2. Kutipan yang panjangnya kurang dari 5 baris diintegrasikan dengan teks, spasi dua, dan dibubuhi
tanda kutip.
3. Kutipan yang panjangnya 5 baris atau lebih tidak harus diberi tanda kutip, dipisahkan dari teks
utama dengan jarak 2,5 spasi, jarak antarbaris satu spasi, serta seluruh kutipan diketik ke dalam 5—7
ketikan.
4. Bila ada bagian yang dihapus, bagian ini diberi tanda titik-titik tiga buah.
5. Tiap kutipan diberi nomor pada akhir kutipan dan penulisannya setengah spasi ke atas.
Tata Cara & Aturan Penulisan Kutipan langsung tidak lebih dari empat baris
Kutipan ini akan dimasukkan dalam teks dengan cara berikut:
1. kutipan diintegrasikan dengan teks;
2. jarak antara baris dengan baris dua spasi;
3. kutipan diapit dengan tanda kutip;
4. sesudah kutipan selesai diberi nomor urut penunjukkan setengah spasi ke atas atau dalam kurung
ditempatkan nama pengarang, tahun terbit, dan nomor halaman tempat terdapat kutipan itu.
Contoh:
Supaya tulisan kita mudah dipahami orang lain, maka kita hendaknya membuat kalimat yang efektif.
Yang dimaksud dengan kalimat efektif itu yang bagaimana? ―Kalimat efektif adalah kalimat yang
dengan sadar atau sengaja disusun untuk mencapai daya informasi yang tepat dan baik‖
(Parera, 988:42). Dengan demikian…..
Tata Cara & Aturan Penulisan Kutipan langsung lebih dari empat baris ketentuan penulisannya sebagai
berikut:
1. kutipan dipisahkan dari teks dalam jarak 2,5 spasi;
2. jarak antara baris dengan baris kutipan satu spasi;
3. kutipan boleh atau tidak diapit dengan tanda kutip;
4. sesudah kutipan selesai diberi nomor urut penunjukan setengah spasi ke atas, atau dalam kurung
ditempatkan nama pengarang, tahun terbit, dan nomor halaman tempat terdapat kutipan itu;
5. seluruh kutipan dimasukkan ke dalam 5 – 7 ketikan.
Contoh:
―Anda tidak bisa menang dalam sebuah debat. Anda tidak bisa, karena kalau Anda kalah, Anda akan
kalah; dan kalau Anda menang, Anda kalah juga. Mengapa? Nah, misalkan Anda menang atas pihak
lawan dan mampu menembak argumennya sehingga penuh lubang, lalu membuktikan bahwa dia
noncomposmentis. Lalu bagaimana? Ya, Anda akan merasa senang. Tapi bagaimana dengan dia? Anda
telah membuatnya merasa rendah diri‖ (Carnegie; 996: 8 ).
39
Tata Cara & Aturan Penulisan Kutipan tidak langsung. Kutipan tidak langsung berupa intisari pendapat
yang dikemukakan. Oleh sebab itu, kutipan ini tidak diberi tanda kutip. Syarat penulisan kutipan tidak
langsung adalah:
1. kutipan diintegrasikan dengan teks;
2. jarak antarbaris dua spasi;
3. kutipan tidak diapit tanda kutip;
4. sesudah kutipan selesai diberi nomor urut penunjukan setengah spasi ke atas, atau dalam kurung
ditempatkan nama pengarang, tahun terbit, nomor halaman tempat terdapat kutipan itu.
Contoh:
Menurut Gorys Keraf, kalimat yang baik adalah yang menunjukkan kesatuan gagasan, atau hanya
mengandung satu ide pokok. Bila ada dua kesatuan yang tidak mempunyai hubungan digabungkan,
maka akan merusak kesatuan pikiran (1994 :36).
B. Daftar Pustaka
Daftar pustaka atau bibliografi adalah sebuah daftar yang berisi judul buku-buku, artikel, dan bahan-
bahan penerbitan lain yang mempunyai pertalian dengan karangan yang telah disusun.
Daftar pustaka berfungsi sebagai sumber informasi bagi seseorang peneliti/penulis agar hasil tulisannya
dapat dipertanggungjawabkan.
Petunjuk umum penulisan daftar pustaka adalah sebagai berikut.
– Daftar pustaka diletakkan pada bagian akhir tulisan.
– Daftar pustaka tidak diberi nomor urut.
– Nama penulis diurutkan menurut abjad setelah nama pengarang dibalik.
– Tiap sumber bacaan diketik dengan jarak satu spasi.
– Jarak antarsumber bacaan yang satu dengan yang lainnya dua spasi.
Hal-hal lain yang perlu kita perhatikan dalam penyusunan daftar pustaka adalah sebagai berikut.
Nama Pengarang
A Penulisan nama pengarang dari buku dengan seorang pengarang.
a Nama keluarga ditulis sebelum nama kecil atau inisial. (Untuk memudahkan penyusunan secara
alfabetis.)
b Jika buku disusun oleh sebuah komisi/lembaga, nama pengarang.
c Jika tidak ada nama pengarang, urutan dimulai dari judul buku. Keraf, Gorys. 1988. Diksi dan
Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia.
B Penulisan nama pengarang dari buku dengan dua atau tiga pengarang.
1) Nama pengarang kedua dan ketiga tidak dibalik. Ketentuan lain sama dengan bagian pertama.
2) Urutan nama pengarang harus sesuai dengan yang tercantum dalam halaman judul buku dan
tidak boleh ada perubahan urutan.
Contoh:
Kridalaksana, Harimurti dan Djoko Kentjono,ed. 1991.Seminar Bahasa Indonesia. 1968. Ende-Flores:
Nusa Indah.
40
C Penulisan nama pengarang dari buku dengan banyak pengarang.
1) Hanya nama pertama yang dicantumkan dengan susunan terbalik.
2) Nama-nama pengarang yang lainnya dituliskan dengan singkatan dkk.
Contoh:
Karso, dkk. 1994. Sejarah Nasional dan Sejarah Umum.
Bandung: Angkasa.
Tahun Terbit
Tahun terbit ditulis sesudah nama pengarang dipisahkan dengan tanda titik.
Judul Buku
Judul buku digarisbawahi atau dicetak miring. Setiap huruf awal kata dalam judul diketik dengan huruf
kapital, kecuali kata depan dan konjungsi.
Tempat Terbit
Tempat terbit ditulis sesudah judul buku, dipisahkan dengan tanda titik.
Penerbit
Nama penerbit ditulis sesudah tempat terbit dipisahkan dengan tanda titik dua (:) dan diakhiri dengan
titik.
Penulisan daftar pustaka dari buku yang terdiri atas dua jilid atau lebih
Angka jilid ditempatkan sesudah judul dipisahkan dengan sebuah tanda titik.
Tulisan jilid disingkat Jil. atau Jld..
Contoh:
Soekmono, R. 1973. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia.Jil.2. Yogyakarta: Kanisius.
Penulisan daftar pustaka dari sebuah buku terjemahan
Nama pengarang asli diurutkan dalam daftar urutan alfabetis.
Keterangan penerjemah ditempatkan sesudah judul buku dipisahkan dengan tanda koma.
Contoh:
Multatuli. 1972. Max Havelar, Lelang Kopi Persekutuan
Dagang Belanda, terj. H.B. Jassin. Jakarta: Jambatan.
Data Pustaka dari artikel majalah
Judul artikel dan judul majalah diapit oleh tanda petik.
Tidak ada tempat publikasi dan penerbit, tapi dicantumkan nomor, tanggal, dan halaman
Contoh:
Solihin, Burhan, dkk. ‖Selamat Datang di Surga Nirkabel‖.Tempo. Edisi 4-10 April 2005, hal 90-91.
Artikel dari Harian
Tanda titik dipakai sesudah nama pengarang/penulis, selanjutnya menggunakan tanda koma sebagai
pemisah.
Contoh :
Pramudianto.‖Denderita dan Pemulihan Nias‖.Kompas, 2 April 2 5, hal 46.
C. Catatan Kaki
Catatan kaki adalah keterangan-keterangan atas teks karangan yang ditempatkan pada kaki halaman
karangan yang bersangkutan. Semua kutipan, baik langsung maupun tidak langsung dapat dijelaskan
sumbernya dalam sebuah catatan kaki. Catatan kaki digunakan untuk memberikan keterangan,
komentar, atau menerangkan sumber kutipan yang digunakan pada tulisan tersebut. Dengan demikian,
catatan kaki dicantumkan untuk:
1. mendukung keabsahan pernyataan penulis yang tercantum di dalam tulisannya,
2. petunjuk sumber tulisan,
41
3. memperluas pembahasan yang diperlukan, tetapi tidak relevan jika dimasukkan ke dalam teks
tulisan,
4. referensi silang (petunjuk pada karya tulis apa dan pada halaman berapa hal yang sama dibahas),
dan
5. memenuhi kode etik penulisan, dalam hal ini penghargaan terhadap karya orang lain.
Jenis Catatan Kaki. Catatan kaki ada dua macam, yaitu catatan kaki lengkap dan catatan kaki singkat.
Catatan kaki lengkap adalah catatan kaki yang ditulis lengkap dengan mencantumkan:
– nama pengarang,
– judul buku,
– nama atau nomor seri (jika ada),
– jumlah jilid (jika ada),
– nomor cetakan,
– kota penerbit,
– nama penerbit,
– tahun terbit, dan
– nomor halaman.
Sedangkan, catatan kaki singkat adalah catatan kaki yang ditulis secara singkat, tidak selengkap
catatan kaki jenis pertama. Catatan kaki singkat terdiri atas tiga macam, yaitu:
– Ibid. adalah singkatan dari ibidum, artinya ―sama dengan di atas‖. Ibid. dipergunakan untuk
menunjukkan catatan kaki yang sumbernya sama dengan catatan kaki yang tepat di atasnya.
– Op.cit. adalah singkatan dari opere citato, artinya ―dalam karya yang telah dikutip‖. Op.cit. digunakan
untuk catatan kaki dari sumber yang telah dikutip, tetapi telah disisipi catatan kaki lain dari sumber lain.
– Loc.cit. ialah singkatan dari loco citati, artinya ―tempat yang sudah dikutip‖. Loc.cit. digunakan seperti
op.cit., namun sumber yang dikutip berasal dari halaman yang sama.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membuat catatan kaki.
1. Hubungan catatan kaki dan teks ditandai dengan nomor penunjukan yang ditempatkan agak ke atas
setengah spasi dari teks.
2. Pemberian nomor urut yang berlaku untuk tiap bab atau untuk judul buku dipergunakan tanda
seluruh karangan. koma.
Teknik pembuatan catatan kaki adalah sebagai berikut.
1. Sediakan tempat secukupnya pada kaki halaman tersebut.
2. Sesudah baris terakhir dari teks dalam jarak 3 spasi harus dibuat sebuah garis, mulai dari kiri
sepanjang 15 ketikan.
3. Dalam jarak 2 spasi dan garis dalam jarak 5-7 ketikan dari margin kiri diketik nomor penunjukan.
4. Langsung sesudah nomor, setengah ke bawah mulai diketik baris pertama dari catatan kaki.
5. Jarak antarbaris dalam catatan kaki adalah spasi rapat, sedangkan jarak antarcatatan kaki pada
halaman yang sama adalah dua spasi.
Unsur-unsur yang ada dalam catatan kaki dan penulisannya adalah sebagai berikut.
Pengarang
Nama pengarang dicantumkan sesuai urutan biasa, pada penunjukan yang kedua dan selanjutnya
cukup dipergunakan nama singkat.
Bila terdiri dari dua atau tiga pengarang, semuanya dicantumkan, sedangkan lebih dari 3 orang cukup
nama pertama yang dicantumkan. Nama yang lain digantikan dengan singkatan dkk.
Penunjukan kepada sebuah kumpulan sama dengan no (a) dan (b) ditambah singkatan ed. (editor) di
belakang nama penyunting dan dipisahkan dengan tanda koma.
Jika tidak ada pengarang/editor, langsung dimulai dengan judul.
42
Semua judul mengikuti peraturan yang sama dengan daftar pustaka.
Sesudah catatan kaki pertama, penyebutan sumber yang sama digantikan dengan Ibid., Op.cit.,
Loc.cit..
Sesudah penunjukan pertama sebuah artikel dalam majalah atau harian, maka selanjutnya cukup
dipergunakan judul majalah atau harian tanpa judul artikel.
Tempat dan tahun penerbitan dicantumkan pada referensi pertama dan ditempatkan dalam tanda
kurung dan dipisahkan dengan tanda koma, misalnya (Jakarta, 2005).
Majalah harus dicantumkan nomor jilid dan nomor halaman, tanggal, bulan dan tahun. Semua
keterangan dapat ditempatkan dalam kurung.
Data publikasi sebuah harian terdiri dari hari, tanggal, bulan, tahun, dan nomor halaman. Penanggalan
tidak ditempatkan dalam kurung.
Cara membuat catatan kaki lengkap
1. Di depan nama pengarang, diberi nomor catatan kaki yang angkanya dinaikkan ke atas setengah
spasi.
2. Nama pengarang ditulis lengkap. Jika terdapat gelar di depan atau di belakang nama pengarang
tersebut, tidak perlu dicantumkan. Jika nama pengarang itu lebih dari satu kata, maka nama tersebut
tidak perlu diindeks. (dibalik). Kalau pengarangnya dua orang, maka kedua nama pengarang tersebut
ditulis lengkap, tidak diindeks, serta antara nama pertama dan kedua disisipi kata ―dan‖. Kalau tiga
orang, cara penulisannya sama, namun antara nama pertama dan kedua disisipi tanda koma (,) dan
antara nama kedua dan ketiga disisipi kata ―dan‖.
3. Antara nama pengarang dan judul buku diberi tanda koma.
4. Judul buku ditulis lengkap dan dicetak miring (italik).
5. Setelah judul buku, diikuti (tanpa koma) kota tempat penerbit, nama penerbit, dan tahun terbit yang
semuanya berada dalam tanda kurung [(…)]. Antara kota penerbit dan nama penerbit diberi titik dua
(:); antara nama penerbit dan tahun terbit diberi tanda koma.
6. Di belakang tanda kurung tutup keterangan di atas, diikuti tanda koma, lalu huruf ―h atau hal.‖ yang
berarti halaman, dan nomor halaman yang ditutup dengan tanda titik (.). Jika halaman yang dikutip
lebih dari satu, maka digunakan huruf ―hh‖ dan nomor halaman ditulis dari halaman pertama sampai
terakhir dengan menggunakan tanda hubung (misalnya, hh. 10-25).
7. Keterangan tentang jilid ditempatkan dalam kurung sebelum tempat terbit atau di luar kurung
sebelum nomor halaman, dan ditulis dengan angka Romawi.
Contoh:
2Gorys Keraf, Komposisi (Ende Flores, 1980), hal. 203.
3Pramudianto, ‖Penderitaan dan Pemulihan Nias‖,Kompas,(2 April 2 5),hal. 46.
4Burhan Solihin, dkk .‖Selamat Datang di Surga Nirkabel‖. Tempo , (April,2005 ),hal. 90 -91.
Cara menulis catatan kaki singkat
Contoh:
2Ibid., hal. 30.
3Kuntowijoyo, op.cit., hal. 37.
4Kuntowijoyo, loc.cit.
Berdasarkan contoh catatan kaki ini, dapat disimak ketentuan penulisannya sebagai berikut:
1. Ibid., op.cit., dan loc.cit. ditulis italik.
2. Ibid. diikuti tanda titik, koma, dan nomor halaman.
3. Op.cit. di depannya dicantumkan nama pengarang, lalu di belakang op.cit. diikuti nomor halaman.
4. Loc.cit. sama dengan op.cit., tetapi tidak diikuti nomor halaman.
5. Aturan penulisan nomor catatan kaki sama dengan penulisan pada catatan kaki lengkap.
6. Ketentuan penulisan nama sama dengan penulisan pada catatan kaki lengkap.
7. Jika halaman yang dikutip lebih dari satu, ketentuan penulisannya, juga sama dengan penulisan
pada catatan kaki lengkap.
Referensi :
43
Keraf, Gorys. 2001. Komposisi. Jakarta: Gramedia.
Kusmiatun, Ari. Catatan Kaki (Foot Note).
Melalui http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Ari%20Kusmiatun,%20S.Pd.,M.Hum./CATATAN%2
0KAKI_b%20arik.pdf [26 Desember 2015]
S., Effendi. 1995. Panduan Berbahasa Indonesia dengan Baik dan Benar. Jakarta: Pustaka Jaya.
Sofyan, Agus N., Eni Karlieni, et al. 2007. Bahasa Indonesia dalam Penulisan Karya Ilmiah. Bandung:
Universitas Widyatama.
Wahyu, Tri R.N. 2006. Bahasa Indonesia. Jakarta: Universitas Gunadarma.
MATERI –4 – DIKSI
A. Penjelasan Tentang Diksi?
Yang dimaksud diksi adalah suatu pilihan kata pembicara ataupun penulis dalam menggambarkan cerita yang
dibuatnya. Akan tetapi yang dimaksud dengan Diksi bukan hanya Pilihan Kata saja, tapi bisa juga diartikan sebagai
pernyataan untuk mengungkapkan sebuah gagasan maupun mengungkapkan suatu cerita yang meliputi persoalan
seperti pada gaya bahasa, ungkapan gagasan, dan lain-lain. Dengan diksi maka setiap kata-kata dapat di
baca maupun di pahami oleh pembaca atau pendengar.
B. Fungsi Diksi
Dengan diksi maka suatu kata akan menjadi lebih jelas, kata tersebut akan terasa tepat dan sesuai dengan
penggunaannya. Ketepatan dalam pemilihan kata bertujuan untuk tidak menimbulkan interpretasi yang berlainan
antara penulis dengan para pembaca. Diksi juga berguna untuk memperindah kalimat. Selain itu pengarang atau
penulis dapat membuat sebuah cerita menjadi lebih runtut, terutama dalam mendeskripsikan tokoh-tokoh cerita,
lebih jelas mendeskripsikan latar, waktu, dll. Selain itu beberapa fungsi diksi yang lainnya seperti:
Membuat pembaca memahami mengenai apa yang di sampaikan penulis.
Membuat komunikasi menjadi lebih efektif dan juga efesien.
Melambangkan ekspresi yang terdapat pada gagasan.
Membentuk gagasan yang tepat.
C. Manfaat Diksi
Manfaat dari diksi yaitu supaya pembaca/pendengar dapat membedakan secara baik terhadap kata-kata denotatif,
konotatif, sinonim, antonim, dan juga kata yang hampir memiliki ejaan yang mirip. Bagi penulis sendiri diksi
bermanfaat supaya dapat membedakan kata-kata yang di tulisnya sendiri, dan kata-kata yang dikutipnya dari
orang terkenal.
a. Jenis-Jenis Diksi
1. Jenis Diksi Berdasarkan Maknanya
1.1 Makna Denotatif
Denotatif, yaitu menyetakan makna yang sebenarnya dari suatu kalimat atau kata. Atau disebut juga dengan
makna yang apa adanya.
Contoh:
Rendi ―kerja keras‖, bekerja pagi sampai sore untuk menghidupi keluarganya.
Lutfi seorang yang ―gemar membaca‖, maka tidak heran jika dia pintar dan berpengetahuan luas.
Rizal terlihat senang, mungkin dia sedang mendapat ―keuntungan yang melimpah‖.
1.2 Makna Konotatif
44
Konotatif, yaitu menyatakan makna yang mempunyai arti bukan yang sebenarnya dari suatu kalimat atau kata.
Contoh:
Rendi ―banting tulang‖, bekerja pagi sampai sore untuk menghidupi keluarganya. (kata ―banting tulang‖
diartikan sebagai kerja keras).
Lutfi seorang ―kutu buku‖, maka tidak heran jika dia pintar dan berpengetahuan luas. (kata ―kutu buku‖
diartikan sebagai gemar membaca buku).
Rizal terlihat senang, mungkin dia sedang mendapat ―durian runtuh‖. (kata ―durian runtuh‖ diartikan
sebagai mendapat keuntungan melimpah).
2. Jenis Diksi Berdasarkan Leksikal
2.1 Sinonim, yaitu kata yang mempunyai makna sama.
Contoh:
Bahagia – Senang, Matahari – Mentari, Cantik – Elok, Lezat – Enak, Sedih – Murung, Pintar – Pandai, dan lain-lain.
2.2 Antonim, yaitu kata yang memiliki makna yang berlawanan.
Contoh:
Naik – Turun, Besar – Kecil, Banyak – Sedikit, Tinggi – Pendek, Gelap – Terang, Cepat – Lambat,
Ganteng – Cantik, Mahal – Murah, dan lain-lain.
2.3 Homonim, yaitu kata yang maknanya berbeda, tapi lafal atau ejaannya sama.
CONTOH:
PADA AWAL BULAN, AYAH SELALU MENERIMA UPAH KERJA.
BULAN PURNAMA SAAT INI TERLIHAT SANGAT JELAS KARENA LANGIT TIDAK BERAWAN.
Dapat di lihat pada kata ―Bulan‖, pada kalimat pertama dan kedua kata tersebut memiliki lafal dan ejaan yang
sama tapi memiliki makna yang berbeda. Jika pada kalimat pertama menunjukan tanggal, sedangkan pada kalimat
kedua menunjukan bulan di langit.
2.4 Homofon, yaitu kata yang makna dan ejaan berbeda, tapi dengan lafal yang sama.
Contoh:
Agus rajin menabung di Bank.
Bang Andi, merupakan saudara Agus.
Dapat di lihat dari kedua kalimat tersebut bahwa kata ―Bank‖ dan ―Bang‖, memiliki lafal yang sama tapi ejaan dan
maknanya berbeda. Pada kalimat pertama menunjukan tempat, sedangkan pada kalimat kedua menunjukan arti
saudara.
2.5 Homograf, yaitu Kata yang makna dan lafalnya berbeda, tapi ejaannya sama.
Contoh:
Rizki sedang makan Tahu goreng di warung.
Rizki tidak Tahu bahwa hari ini hari sabtu.
Dapat di lihat dari kedua kalimat tersebut terdapat kata ―Tahu‖ yang memiliki ejaannya sama. Kalimat yang
pertama merupakan makanan, dan kalimat kedua menunjukan lupa akan hari.
45
Rizki memiliki mental yang kuat saat menghadapi permasalahan hidup.
Handphone rizki terjatuh dan langsung mental ke lantai.
Dapat di lihat dari kedua kalimat tersebut terdapat kata ―mental‖, kalimat yang pertama merupakan watak, dan
kalimat kedua menunjukan memantul ke lantai.
Baca Juga: Pengertian gaya bahasa atau majas dan jenisnya serta contohnya.
2.6 Polisemi, yaitu kata yang mempunyai banyak pengertian.
Contoh:
Jika menabung di bank, maka akan mendapatkan Bunga.
Dia adalah bunga desa tercantik.
Bunga sakura merupakan bunga yang indah.
Dapat di lihat pada kalimat pertama kata ―bunga‖ merupakan keuntungan jika menabung di bank, lalu pada
kalimat ke dua merupakan perempuan paling cantik, dan pada kalimat ketiga merupakan bunga pada tanaman.
Jadi kata Bunga di sini memiliki banyak sekali pengertian.
2.7 Hipernim dan Hiponim.
Hipernim, yaitu kata yang mewakili banyak kata lain. Jadi suatu kata hipernim dapat menjadi kata umum dari
penyebutan kata-kata lainnya. Sedangkan Hiponim, yaitu kata yang terwakili artinya oleh suatu kata hipernim.
Contoh kalimat yang mengandug kata hipernim dan hiponim:
Di hutan banyak hidup berbagai macam binatang liar, misalnya seperti harimau, srigala, macan tutul,
rusa, kera, dll.
Kata hipernim: Binatang liar. Sedangkan kata hiponim: harimau, srigala, macan tutul, rusa, kera, dll.
Jika mengunjungi akuarium raksasa, maka banyak sekali Jenis Ikan yang dapat kamu lihat seperti ikan
pari, hiu, lumba-lumba, dll.
Kata hipernim: Jenis Ikan. Sedangkan kata hiponim: ikan pari, hiu, lumba-lumba, dll.
Tadi ibu ke supermarket membeli buah-buahan, diantaranya apel, jeruk, semangka dan anggur.
Kata hipernim: buah-buahan. Sedangkan kata hiponim: apel, jeruk, semangka dan anggur.
---- MATERI – 5--
Kata, Frasa, Klausa, dan Kalimat
Keempat istilah yang menjadi judul tulisan atau artikel ini sering membingungkan.
Apalagi untuk orang yang belum sempat mempelajari linguistik atau ilmu tentang
bahasa, termasuk saya. Definisi yang diperoleh pada KBBI (Kamus Besar Bahasa
46
Indonesia) seperti yang tercantum di bawah ini pun tidak menolong menyembuhkan
kebingungan tersebut.
Kata adalah satuan bahasa terkecil yang dapat berdiri sendiri.
Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang bersifat nonpredikatif.
Klausa adalah satuan gramatikal yang berupa kelompok kata, sekurang-
kurangnya terdiri atas subjek dan predikat dan berpotensi menjadi kalimat.
Kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri, mempunyai
pola intonasi final, dan secara aktual ataupun potensial terdiri atas klausa.
Jadi apa bedanya kata, frasa, klausa, dan kalimat?
Dari definisi yang diberikan, terlihat bahwa urutan satuan tersebut, dari yang terkecil
sampai yang terbesar, adalah (1) kata, (2) frasa, (3) klausa, dan (4) kalimat. Agar
lebih jelas, ada baiknya kita bedah suatu contoh seperti di bawah ini.
Pejabat itu pernah mengatakan bahwa Indonesia dapat berperan aktif dalam
perdamaian dunia.
Kalimat dan Kata
Kalimat dan kata paling mudah dikenali. Contoh tersebut adalah satu kalimat yang
relatif berdiri sendiri dan memiliki intonasi final. Kalimat tersebut tersusun dari
12 kata yang dikenali sebagai satuan yang dipisahkan oleh spasi.
Klausa
Klausa dikenali dari bagian yang memiliki subjek dan predikat serta memiliki potensi
menjadi kalimat. Kalimat di atas memiliki 2 klausa yang dihubungkan dengan
kata bahwa. Yaitu (1) pejabat itu pernah mengatakan dan (2) Indonesia dapat
berperan dalam perdamaian dunia.
Frasa
Menguraikan frasa sedikit lebih sulit. Frasa paling sedikit harus terdiri dari dua kata
dan tidak memiliki subjek-predikat.
Kalimat di atas memiliki 4 frasa: (1) pejabat itu, (2) pernah mengatakan, (3) dapat
berperan aktif, (4) perdamaian dunia. Kata bahwa, Indonesia, dan dalam tidak
dimasukkan dalam frasa. Karena ketiga kata tersebut memiliki fungsi sendiri dalam
bentuk tunggal.