putri lelawah: analisis nilai pendidikan budaya …

14
PUTRI LELAWAH: ANALISIS NILAI PENDIDIKAN BUDAYA KARAKTER CERITA RAKYAT LAMPUNG Putri Lelawah: Analysis of The Cultural Education Values of Lampung Folklore Characters Sarman Kantor Bahasa Provinsi Lampung Jalan Beringin II No.40, Kompleks Gubernuran, Telukbetung, Bandarlampung Telepon (0721) 486408, Faksimile (0721) 486407 Pos-el: [email protected] Diajukan 1 Juni 2018, direvisi: 9 Juni 2018 Abstract Folklore which is one of the cultural products with various local wisdom is now more and more concern. Children prefer to read pop or contemporary stories that do not necessarily have characters that match their development. Education is not just about the knowledge of right and wrong, more on the growth of good attitudes and habits in everyday life, whether in the family, school, community, and country. Through pragmatic study and values of character education with hermeneutics method in Lampung speaking dogung, revealed is the story of Putri Lelawah containing thirteen categories, religious, honesty, tolerance, discipline, hard work, creative, independent, democratic, curiosity, appreciate achievement , communicative, peaceful love and responsibility. Keywords: dogeng, character value, character education Abstrak Eksistensi cerita rakyat sebagai salah satu produk kebudayaan dengan berbagai kearifan lokalnya saat ini sudah semakin memprihatinkan. Anak-anak lebih suka membaca cerita-cerita yang pop atau kekinian yang belum tentu mempunyai nilai karakter yang sesuai dengan perkembangan mereka. Pendidikan karakter bukan hanya pada pengetahuan tentang benar dan salah semata, melainkan lebih pada penumbuhan sikap dan kebiasaan yang baik dalam kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, maupun negara. Melalui kajian pragmatis dan nilai-nilai pendidikan karakter serta dengan metode hermeneutika dalam dongeng berbahasa Lampung terungkap bahwa cerita Putri Lelawah memuat tiga belas nilai pendidikan karakter, yakni religiusitas, kejujuran, toleransi, kedisiplinan, kerja keras, kreativitas, kemandirian, jiwa demokratis, rasa ingin tahu, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai dan tanggung jawab. Kata kunci: dogeng, nilai karakter, pendidikan karakter

Upload: others

Post on 16-Nov-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PUTRI LELAWAH: ANALISIS NILAI PENDIDIKAN BUDAYA …

PUTRI LELAWAH: ANALISIS NILAI PENDIDIKAN BUDAYA KARAKTER CERITA RAKYAT LAMPUNG

Putri Lelawah: Analysis of The Cultural Education Values of Lampung Folklore Characters

Sarman

Kantor Bahasa Provinsi Lampung Jalan Beringin II No.40, Kompleks Gubernuran, Telukbetung, Bandarlampung

Telepon (0721) 486408, Faksimile (0721) 486407 Pos-el: [email protected]

Diajukan 1 Juni 2018, direvisi: 9 Juni 2018

Abstract

Folklore which is one of the cultural products with various local wisdom is now more and more concern. Children prefer to read pop or contemporary stories that do not necessarily have characters that match their development. Education is not just about the knowledge of right and wrong, more on the growth of good attitudes and habits in everyday life, whether in the family, school, community, and country. Through pragmatic study and values of character education with hermeneutics method in Lampung speaking dogung, revealed is the story of Putri Lelawah containing thirteen categories, religious, honesty, tolerance, discipline, hard work, creative, independent, democratic, curiosity, appreciate achievement , communicative, peaceful love and responsibility. Keywords: dogeng, character value, character education

Abstrak

Eksistensi cerita rakyat sebagai salah satu produk kebudayaan dengan berbagai kearifan lokalnya saat ini sudah semakin memprihatinkan. Anak-anak lebih suka membaca cerita-cerita yang pop atau kekinian yang belum tentu mempunyai nilai karakter yang sesuai dengan perkembangan mereka. Pendidikan karakter bukan hanya pada pengetahuan tentang benar dan salah semata, melainkan lebih pada penumbuhan sikap dan kebiasaan yang baik dalam kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, maupun negara. Melalui kajian pragmatis dan nilai-nilai pendidikan karakter serta dengan metode hermeneutika dalam dongeng berbahasa Lampung terungkap bahwa cerita Putri Lelawah memuat tiga belas nilai pendidikan karakter, yakni religiusitas, kejujuran, toleransi, kedisiplinan, kerja keras, kreativitas, kemandirian, jiwa demokratis, rasa ingin tahu, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai dan tanggung jawab. Kata kunci: dogeng, nilai karakter, pendidikan karakter

Page 2: PUTRI LELAWAH: ANALISIS NILAI PENDIDIKAN BUDAYA …

Kelasa Vol. 13 No. 1, Juni 2018: 73--86

74

1. Pendahuluan Cerita merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan anak-anak. Melalui cerita, anak dapat dikenalkan dengan diri sendiri, lingkungan, dan orang lain. Dengan demikian, cerita-cerita yang disampaikan kepada peserta didik hendaknya memuat sarat dengan nilai-nilai luhur sebagai pondasi pembangunan karakter manusia. Dalam dunia pendidikan, penanaman nilai-nilai karakter menempati posisi yang strategis. Cerita—yang merupakan bagian dari sastra—masih dipandang sebelah mata, dalam arti masih dianggap belum cukup penting untuk dibicarakan secara serius di depan kelas. Kondisi lebih memprihatinkan terjadi pada cerita-cerita daerah (tradisi lisan). Pada kondisi terkini, baik di sekolah maupun di rumah, anak-anak jarang mendapatkan asupan cerita bernuansa khas daerah, terlebih lagi cerita yang menggunakan bahasa daerah. Hal ini senada dengan pendapat Toha Sarumpaet (2010: 66—78) yang mengatakan bahwa sastra anak Indonesia terkesan sangat menggurui, di dalam sastra anak Jawa pun kesan ini sangat jelas terlihat. Tokoh anak di kehidupan cerita hanya berperan menyampaikan pesan-pesan orang tua. Dengan alur yang sederhana, tokoh anak diberi beban untuk menyampaikan pandangan orang tua tentang hal-hal baik dan buruk, pantas tidak pantas, serta amal—dosa. Dengan demikian, kreativitas anak tidak mendapat ruang yang layak karena terdesak oleh jejalan pesan-pesan yang memasung mereka. Dari uraian tersebut, dapat dilihat bahwa pembelajaran pendidikan karakter melalui sastra–khususnya sastra anak—memang tidak mudah. Terlepas dari kondisi dunia sastra anak kita, hal itu perlu dan penting dilakukan karena pada tahap usia keemasan

merekalah karakter tersebut dibentuk. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan agar memberikan lebih banyak pilihan dan wawasan bagi pendidik untuk memilih dan menyampaikan sastra anak yang bermutu. Nurgiyantoro (2005: 6—8) mengungkapkan bahwa sastra anak dibatasi oleh pengalaman dan pengetahuan anak, pengetahuan dan pengalaman yang dapat dijangkau dan dipahami oleh anak, pengetahuan dan pengalaman yang sesuai dengan dunia anak sesuai dengan perkembangan emosi dan kejiwaannya. Ia menambahkan bahwa sastra anak dapat berkisah tentang apa saja, bahkan yang menurut pandangan orang dewasa tidak masuk akal. Sastra anak tidak harus berkisah tentang anak, dunia anak, dan berbagai peristiwa yang melibatkan anak.

Sarumpaet (2010: 21—28) mengemukakan bahwa cerita fiksi realistik mencakupi novel kesejarahan, kisah tentang orang-orang dari negeri seberang dan jauh, juga tentang cerita kehidupan mutakhir di Indonesia dan di mana saja. Cerita tentang binatang yang digambarkan sebagaimana adanya juga termasuk dalam kategori ini. Dogeng merupakan cerita yang menggunakan binatang sebagai gambaran manusia utuh. Cerita ini merupakan kisah didaktif yang secara baik tersembunyi maupun terbuka menyatakan moral dalam kisahnya. Cerita binatang mengisahkan binatang yang berhadapan dan bergaul dengan manusia: menjadi penolongnya, menjadi makanan, atau menjadi musuh yang menakutkan. Berdasarkan uraian tersebut, masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimanakah nilai-nilai pendidikan karakter dalam cerita rakyat Lampung yang merupakan bagian dari salah satu sastra lisan . Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan

Page 3: PUTRI LELAWAH: ANALISIS NILAI PENDIDIKAN BUDAYA …

Putri Lelewah… (Sarman)

75

karakter yang terdapat dalam cerita rakyat Lampug. Dengan diketahuinya nilai-nilai pendidikan karakter, penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi orang tua dalam memilih dan memilah bahan bacaan cerita untuk anak-anak. Bagi tenaga pendidik bisa memanfaatkan salah satu cerita sebagai bahan bacaan literasi untuk menanamkan nilai-nilai karakter bagi anak didiknya. 2. Metode Cerita rakyat (folktale) adalah sejenis cerita prosa yang tergolong fiksi, bisa didasarkan pada suatu kejadian nyata bisa juga rekaan, dan tidak terlalu serius sifatnya. Dalam cerita rakyat tidak ada gambaran tentang waktu maupun tempat tertentu. Meskipun demikian, cerita-cerita rakyat memiliki fungsi penting, misalnya sebagai sarana ajaran moral. Cerita rakyat merupakan salah satu jenis sastra lisan lama yang berbentuk prosa. Sebagai salah satu jenis sastra lisan lama, dongeng biasanya bersifat anonim. Dongeng bukan produk perseorangan, tetapi dihasilkan oleh masyarakat, penyebarannya biasan dari mulut ke mulut. Dongeng sebagai bagian dari dongeng dapat diketahui dari pendapat Arne dan Thompson (1964) dalam Danadjaya (1984:86) yang membagi dongeng menjadi empat kelompok besar, yaitu dongeng binatang (animalstale), dongeng biasa (ordinaryfolktale), lelucon dan anekdot (jokesandanecdot), dan dongeng berumus (formulastales). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus digunakan dalam mengembangkan

upaya pendidikan di Indonesia. Dalam pasal 3 disebutkan pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Tujuan pendidikan nasional itu merupakan rumusan mengenai kualitas manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan. Oleh karena itu, rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi dasar dalam pengembangan pendidikan dan karakter bangsa.

Budaya diartikan sebagai keseluruhan sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan (belief) manusia yang dihasilkan masyarakat. Sistem berpikir, nilai, moral, norma dan keyakinan itu adalah hasil dari interaksi manusia dengan sesamanya dan lingkungan alamnya. Sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan itu digunakan dalam kehidupan manusia dan menghasilkan sistem sosial, ekonomi, kepercayaan, pergaulan, teknologi, seni, dan sebagainya.

Manusia sebagai makhluk sosial menjadi penghasil sistem berpikir, nilai moral, norma, dan keyakinan, tetapi juga dalam interaksi dengan sesama manusia dan alam kehidupan, manusia diatur sistem berpikir, nilai moral, norma dan keyakinan yang telah diklasifikasikannya.

Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan

Page 4: PUTRI LELAWAH: ANALISIS NILAI PENDIDIKAN BUDAYA …

Kelasa Vol. 13 No. 1, Juni 2018: 73--86

76

terdiri dari sejumlah nilai, moral dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain. Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter masyarakat dan karakter bangsa.

Pengertian karakter banyak dikaitkan dengan pengertian budi pekerti, akhlak mulia, moral, dan bahkan kecerdasan ganda (multiple intelligence) yang kiranya dapat membantu dalam membentuk norma kesopanan pada anak. Identifikasi nilai-nilai pembentuk karakter yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada nilai-nilai yang telah dirumuskan oleh Kementerian Pendidikan Nasional (2011:8) Pusat Kurikulum Kementerian Pendidikan Nasional (2010:3—4) mengartikan budaya sebagai keseluruhan sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan yang dihasilkan masyarakat. Sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan adalah hasil interaksi manusia dengan sesamanya dan lingkungan alamnya yang digunakan dalam kehidupan manusia dan menghasilkan sistem sosial, sistem ekonomi, sistem pengetahuan, dan sebagainya.

Karakter diartikan sebagai watak, tabiat, ahklak, atau kepribadian yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai nilai moral dan norma yang diyakini dan digunakan sebagai landasan cara pandang berpikir, bersikap, dan bertindak. Pendidikan adalah suatu usaha yang sadar dan sistematis dalam pengembangan potensi peserta didik. Pendidikan juga dapat diartikan sebagai suatu usaha masyarakat dan bangsa dalam mempersiapkan generasi mudanya bagi keberlangsungan kehidupan masya-rakat dan bangsa yang lebih baik ke depan. Pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai dan

karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya sebagai anggota masyarakat dan warga negara yang religius, nasionalis, produktif, dan kreatif.

Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidkan budaya dan karakter bangsa diidentifikasi dari sumber agama, pancasila, budaya dan tujuan pendidikan nasional. Berdasarkan keempat sumber nilai tersebut, Kemeterian Pendidikan Nasional (2011:8) mengidentifikasi delapan belas nilai pembentuk karakter, yakni 1) religius, 2) jujur, 3) toleransi, 4) disiplin, 5) kerja keras, 6) kreatif, 7) mandiri, 8) demokrasi, 9) rasa ingin tahu, 10) semangat kebangsaan, 11) cinta tanah air, 12) menghargai prestasi, 13) bersahabat/komunikatif, 14) cinta damai, 15) gemar membaca, 16) peduli lingkungan, 17) peduli sosial, dan 18) tanggung jawab. Pendidikan karakter diarahkan bukan hanya pada pengetahuan mengenai benar dan salah, melainkan lebih ditujukan pada penumbuhan sikap dan kebiasaan yang baik dari kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, maupun negara. Dengan pendidikan karakter yang terintegrasi dalam semua mata pelajaran, Kementerian Pendidikan Nasional telah menerapkan atau menentukan standar keberhasilan pendidikan itu melalui indikator sikap. Indikator yang diterapkan Kementerian Pendidikan Nasional itu akan dijadikan sebagai alat bantu untuk mengidentifikasi nilai-nilai pendidikan karakter yang ada dalam dobngeng berbahasa Lampung. Penelitian ini menggunakan metode deskripftif dengan pendekatan kualitatif, khsususnya kualitatif tekstual. Tujuan penelitian ini berupa deskripsi tanpa melibatkan prosedur-prosedur statistik. Metode kualitatif memberikan

Page 5: PUTRI LELAWAH: ANALISIS NILAI PENDIDIKAN BUDAYA …

Putri Lelewah… (Sarman)

77

ruang kepada peneliti untuk terlibat langsung dengan objek yang diteliti sebagai pengamat dan pemberi interpretasi. Metode kualitatif mengutamakan pendalaman peng-hayatan terhadap interaksi antara konsep-konsep yang sedang diteliti. Dengan metode kualitatif, nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam dogeng Lampung dapat dieksplisitkan hasilnya. 3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Sinopsis Cerita Putri Lelawah atau Putri Laba-Laba menceritakan perjalanan seorang putri raja. Dikisahkan ada seorang raja bernama Raja Junggak yang telah memiliki enam orang istri. Namun, sang raja masih merasa sedih karena belum mempunyai keturunan. Hingga suatu hari sang raja memutuskan untuk menikahi seorang putri laba-laba, yakni seorang putri yang berasal dari seekor laba-laba. Setelah menikah dengan putri Laba-Laba, akhirnya ia mempunyai keturunan. Tidak tanggung-tanggung, Putri Laba-Laba melahirkan tujuh orang anak yang terdiri dari enam orang laki-laki dan seorang perempuan. Namun, sebelum waktunya putri melahirkan, keenam istri raja yang merasa iri menyusun rencana untuk menyingkirkan anak-anak putri. Ketujuh anak Putri Laba-Laba ditukarkan dengan tujuhu ekor anjing. Sedangkan anak-anak Putri Laba-Laba dihanyutkan ke sungai.

Ketujuh bayi yang dihanyutkan di sungai ditemukan dan dirawat oleh sepasang raksasa. Mereka tumbuh menjadi dewasa. Setelah dewasa, ketujuh bersaudara itu meminta izin kepada kedua raksasa uuntuk pergi meninggalkan tempat itu. Sebelum pergi, Putri Bungsu diberikan bekal berupa biji kacang panjang, biji timun, arang, dan bambu berduri.

Sepasang raksasa yang merasa kangen dengan ketujuh anak angkatnya pergi menyusul. Namun, ketujuh bersaudara itu pergi semakin menjauh. Hingga akhirnya, sepasang raksasa itu mati kelelahan dan terkena senjata Putri Bungsu.

Ketujuh bersaudara tiba di sebuah perkampungan yang dipimpin oleh raja. Di kampung itu raja mengadakan sayembara sabung ayam. Sidang Belawan yang merupakan anak tertua memutuskan untuk mengikuti sayembara tersebut. Sidang Belawan kemudian memenangkan sayembara dan berhak untuk memimpin kampung tersebut. Namun, ia menolak hadiah dari raja. Ia meminta ari-ari putri, ibu kandungnya.

Ibu kandung mereka dapat dihidupkan kembali setelah dibacakan mantra-mantra. Lalu, Sidang Belawan menemui raja dan menceritakan perjalanan mereka. Akhirnya, sang raja berkumpul kembali dengan istri dan anak-anaknya. Sementara itu, keenam istri raja yang telah memfitnah Putri Laba-Laba dihukum oleh raja. Sang raja hidup berbahagia bersama Putri Laba-Laba dan tujuh anaknya. 3.2 Nilai Pendidikan Budaya dan Karakter dalam Cerita Putri Lelawah

Setiap tokoh yang ditampilkan dalam cerita Putri Lelawah mempunyai karakter yang beragam. Karakter tokoh tersebut menggambarkan sifat-sifat yang baik dan buruk. Tokoh yang berperilaku baik mencerminkan kearifan budaya lokal yang bermanfaat dalam menanamkan karakter pada anak. Adapun nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam cerita Putri Lelawah adalah sebagai berikut. 1) Religius, yaitu sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan

Page 6: PUTRI LELAWAH: ANALISIS NILAI PENDIDIKAN BUDAYA …

Kelasa Vol. 13 No. 1, Juni 2018: 73--86

78

hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

Sikap dan perilaku religius dalam cerita Putri Lelawah dapat dilihat pada paragraf pertama seperti kutipan berikut.

Dikisahkan pada zaman dahulu, ada seorang raja bernama Raja Junggak, memiliki enam orang istri. Raja tersebut belum memiliki keturunan dari keenam istrinya itu. Setiap sore, ia selalu berdoa kepada tuhan agar memberinya seorang anak. Setelah bertahun-tahu menikah, ingin rasanya ia mendengar suara tangisan seorang anak di rumahnya. Hingga pada suatu sore, ketika ia sedang berdoa, ia mendengar sebuah suara yang berasal dari dalam rumahnya.

Kutipan tersebut meng-gambarkan sikap religius seorang raja bernama Raja Junggak yang selalu berdoa tuhan agar segera diberi keturunan. Digambarkan bahwa Raja Junggak telah memiliki enam orang istri namun tak satupun dari mereka yang melahirkan keturunan raja. Kenyataan ini membuat raja kesepian dan merindukan suara tangisan anak kecil. Untuk mewujudkan keinginannya tersebut, Raja Junggak tak lelah memohon kepada tuhan agar segera memberinya keturunan. Harapan raja untuk segera memperoleh keturunan akhirnya terjawab. Melalui doa-doanya yang tak kenal lelah, tuhan menganugrahkan kepada raja Junggak keturunan dari salah seorang istrinya yang bernama Putri Lelawah. Dari rahim Putri Lelawah lahir tujuh orang bayi yang terdiri dari enam orang laki-laki dan seorang perempuan. Pernyataan ini digambarkan dalam kutipan berikut.

Pada zaman dahulu, ada kebiasaan yang dilakukan oleh suami ketika sang istri hamil, pergi dari rumah untuk berdoa dan mendapatkan ilham. Ketika berdoa, sang raja mendapatkan petunjuk bahwa ia akan memperoleh tujuh orang anak. Ketujuh orang anak itu terdi dari enam orang laki-laki dan satu orang perempuan.

Sifat religius yang dimiliki Raja Junggak juga ditunjukkan ketika mengetahui istrinya (Putri Lelawah) tengah mengandung anaknya. Sebagai seorang raja dan calon ayah yang memegang teguh kebiasaan pendahulunya, ia berdoa untuk keselamatan anak-anaknya. Kebiasaan bagi seorang suami ketika istrinya tengah hamil pada zaman itu adalah pergi meninggalkan rumah untuk berdoa kepada Tuhan untuk mendapatkan petunjuk.

Kereligiusan sang raja ternyata menurun kepada anak-anaknya. Sidang Belawan yang merupakan anak sulung raja mewarisi sifat ayahnya yang sangat religius. Hal ini digambarkan pada paragraf ke-24 dalam kutipan berikut.

Mantra pun dibacakan untuk menghidupkan ibu mereka kembali. “Aaa…udzubillahiminasyaitonnirozim bissmillahirrohmanirrohim. Ucap Allah ucap Rassullullah kata ku kata Allah, kata ku kata Rassullullah pakkal raso illah di ujung lidah diucapkan Allah Muhammad ku berlaku beserta nyawa ibu ku. Bismillahir rohmanirrohim hakul ku tenar Allah biarpuun kata Muhammad robikum kata nartuju bas kata ku kata Allah aku berdiri Muhammad berlaku nyawa

Page 7: PUTRI LELAWAH: ANALISIS NILAI PENDIDIKAN BUDAYA …

Putri Lelewah… (Sarman)

79

ganta ku laku jelma mati kolom dang cawa mati ngelaher dibigel babar ko puti anak sanak laher mati laher dan kepak kepak tok tok.”

Kutipan tersebut meng-gambarkan sikap religius Sidang Belawan sebagai seorang muslim yang taat. Ia memulai suatu aktivitas dengan mengucapkan kalimat perlindungan kepada Allah. Ia berkeyakinan dengan mengucapkan kalimat tersebut semua keinginananya dapat terwujud. Salah satunya adalah ketika ia mengharapkan ibunya dihidupkan kembali.

2. Jujur, yaitu prilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan.

Perilaku jujur dalam cerita Putri Lelawah ditunjukan oleh tokoh raja Junggak dan Sidang Belawan dalam paragraf ke-23, seperti kutipan berikut. Dalam pertandingan sabung ayam itu, ayam jago Sidang Belawan mendapatkan kemenangan. Sesuai dengan janji raja, ia menyerahkan kampung itu kepada Sidang Belawan. Ketika raja siap untuk meninggalkan kampung itu, Sidang Belawan datang menemuinya. Ia mengatakan bahwa sesungguhnya ia tidak menginginkan kampung ini. Yang ia inginkan adalah ari-ari milik raja yang yang terletak di belakang rumah. Raja mengabulkan keinginan Sidang Belawan.

Sementara dalam paragraf ke-25, Sidang Belawan menceritakan perjalanan hidupnya dengan sejujurnya tanpa ada yang disembunyikan sedikitpun.

Sindang Belawan pun menceritakan perjalanan hidup mereka selama ini. Ia bercerita bahwa selama ini ibu mereka,

putri Laba-laba, telah difitnah oleh keenam istri raja. Saat ini Putri Laba-laba telah hidup kembali dan ia berada di tepi sungai. Setelah Sindang Belawan menceritakan perjalanan hidup mereka, sang raja terharu dan berkata, “Kalian adalah anakku.”

Setelah mendengar seluruh cerita Sidang Belawan, sang raja pun dengan jujur mengakui dan mengatakan bahwa ketujuh bersaudara itu merupakan anak-anaknya bersama Putri Lelawah. 3. Toleransi, yaitu sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap dan tindakan orang lain.

Sikap toleransi ditunjukan oleh raja Junggak ketika mengajak Sidang Belawan untuk bertanding sabung ayam namun ajakkan itu ditolak oleh Sidang Belawan. Ia tidak marah kepada Sidang Belawan namun lebih memilih mendengarkan cerita Sidang Belawan. Sikap toleransi sang raja dapat dilihat dalam paragraf ke-25 seperti kutipan berikut.

“Sidang Belawan kembali ke kampung untuk menemui sang raja. Sindang Belawan disambut oleh sang raja. Raja berkata, “Hai Sindang Belawan, ayo kita menyabung ayam! Saya sudah lama mencarimu untuk memnyabung ayam. Sindang Belawan menjawab, “tidak raja. Saya ke sini bukan untuk menyabung ayam, tetapi akan bercerita tentang kehidupan kami selama ini. Raja mempersilakan Sindang Belawan untuk bercerita.”

Kutipan tersebut menunjukan bahwa sang raja sangat menghargai sikap dan tindakan yang dipilih Sidang

Page 8: PUTRI LELAWAH: ANALISIS NILAI PENDIDIKAN BUDAYA …

Kelasa Vol. 13 No. 1, Juni 2018: 73--86

80

Belawan. Tanpa melihat status dan kedudukannya sebagai seorang raja, ia tetap memberikan kesempatan kepada Sidang Belawan untuk menyampaikan pendapat dan keinginannya.

4. Disiplin, tindakan yang menunjukan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

Sikap disiplin dalam cerita Putri Lelawah ditunjukan oleh Raja Junggak dan Sidang Belawan ketika bertanding sabung ayam seperti kutipan berikut.

“Pada suatu hari, di kampung itu raja mengadakan sayembara. Siapapun yang dapat mengalahkannya dalam sabung ayam berhak untuk mengganti-kannya. Ketujuh bersaudara itu mendengar adanya sayembara itu. Saudara yang paling tua memutuskan untuk mengikuti sayembara itu. Seekor ayam jago berwarna kuning keemasan dibawanya untuk melawan ayam milik raja. Raja mengatakan kepada Sidang Belawan, yakni jika Sidang Belawan menang, kampung ini menjadi milik Sidang Belawan. Namun, apabila raja yang menang, Sidang Belawan harus menyerahkan Putri Bungsu kepadanya. Sang raja tidak mengetahui bahwa Putri Bungsu adalah anaknya.”

Dalam kutipan tersebut sang raja

dan Sidang Belawan sama-sama disiplin mematuhi aturan pertandingan. Ketika ayam jago Sidang Belawan memenangkan pertandingan, sang raja mengakui kekalahannya dan menepati janji menyerahkan kampung tersebut kepada Sidang Belawan. Pernyataan ini menunjukan bahwa sang raja dan Sidang Belawan sama-sama mematuhi dan melaksanakan peraturan pertandingan yang telah disepakati.

5. Kerja keras, yaitu tindakan yang menunjukan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.

Kerja keras diperlihatkan oleh ketujuh bersaudara anak Putri Lelawah. Mereka bekerja keras membuka ladang baru seperti terlihat dalam kuitpan berikut.

“Sesampainya di hutan, mereka menebang sebuah pohon yang besar. Pohon yang mereka tebang itu digunakan untuk membuat rumah tempat berteduh. Selain itu, mereka juga membuat sebuah perahu yang sangat besar. Perahu itu nantinya akan digunakan untuk berlayar menyeberangi sungai dan laut.”

Pada kutipan tersebut terlihat

dengan jelas bagaimana mereka bekerja keras menebang sebuah pohon yang besar untuk membangun sebuah rumah tempat tinggal. Selain itu mereka juga membuat perahu yang sangat besar untuk menyeberangi sungai dan laut.

6. Kreatif, yaitu berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

Tokoh yang menampilkan sikap kreatif adalah ketujuh anak Putri Bunga Melor. Sikap kreatif ini muncul ketika mereka menemukan adanya suatu kenyataan yang berbeda. Mereka berpikir bukan merupakan salah satu anggota keluarga raksasa. Pernyataan ini dapat dilihat dalam kutipan berikut pada paragraf ke-11.

“Mereka melihat adanya perbedaan antara mereka dan dua raksasa itu. Selain itu,

Page 9: PUTRI LELAWAH: ANALISIS NILAI PENDIDIKAN BUDAYA …

Putri Lelewah… (Sarman)

81

mereka sering melihat pada tempat makan raksasa itu terdapat panggangan manusia. Mereka yakin bahwa mereka bukan bagian dari kedua raksasa itu. Setelah berhari-hari mereka memikirkan hal itu, mereka bersepakat untuk meninggalkan kedua raksasa itu. Siasatpun dijalankan.”

Melihat kenyataan yang berbeda,

mereka berpikir untuk segera pergi meninggalkan kedua raksasa. Mereka membuat suatu rencana kreatif dengan alasan akan membuka lahan perkebunan baru. Padahal semua itu adalah alasan untuk dapat segera pergi dari kediaman kedua raksasa. Jika tidak segera pergi, kemungkinan mereka akan dijadikan santapan oleh kedua raksasa tersebut.

7. Mandiri, sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas.

Sikap mandiri dalam cerita Putri Lelawah ditunjukan oleh sang raja Junggak ketika ia mencari sebuah sumber suara yang belum diketahui asalnya. Padahal sebagai seorang raja ia bisa saja memerintahkan hulubalang untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Berkat usahanya ia berhasil menemukan seekor laba-laba di balik penampi beras. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut.

“Hingga pada suatu sore, ketika ia sedang berdoa, ia mendengar sebuah suara yang berasal dari dalam rumahnya. Ia mencari asal suara itu dari dapur, di balik pintu sampai naik ke atas rumah. Sang raja terus berusaha mencari asal suara itu. Ia melihat sebuah penampi beras yang tertelungkup. Dari balik penampi itu, ia menemukan laba-laba.

Lalu ia membawa laba-laba itu ke dalam rumahnya.”

8. Demokratis, yaitu cara berpikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

Sang raja memiliki sikap demokratis terhadap siapapun, termasuk dengan Sidang Belawan yang baru dikenalnya. Ini dapat dilihat dalam kutipan berikut pada paragraf ke-23 dan 25

Ketika raja siap untuk meninggalkan kampung itu, Sidang Belawan datang mene-muinya. Ia mengatakan bahwa sesungguhnya ia tidak menginginkan kampung ini. Yang ia inginkan adalah ari-ari milik raja yang yang terletak di belakang rumah. Raja mengabulkan keinginan Sidang Belawan.

Sidang Belawan kembali ke kampung untuk menemui sang raja. Sindang Belawan disambut oleh sang raja. Raja berkata, “Hai Sindang Belawan, ayo kita menyabung ayam! Saya sudah lama mencarimu untuk menyabung ayam. Sindang Belawan menjawab, “tidak raja. Saya ke sini bukan untuk menyabung ayam, tetapi akan bercerita tentang kehidupan kami selama ini. Raja mempersilakan Sindang Belawan untuk bercerita. Sindang Belawan pun menceritakan perjalanan hidup mereka selamai ini.

9. Rasa ingin tahu, yaitu sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dalam sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.

Page 10: PUTRI LELAWAH: ANALISIS NILAI PENDIDIKAN BUDAYA …

Kelasa Vol. 13 No. 1, Juni 2018: 73--86

82

Tokoh-tokoh dalam cerita Putri Lelawah yang menggambarkan rasa ingin tahu adalah sang raja (paragraf pertama dan keempat), dua raksasa (paragraf ke sepuluh), tujuh anak raja (paragraf kesebelas) dan putri bungsu (paragraf ke-13). Sikap rasa ingin tahu tokoh-tokoh tersebut digambarkan dalam kutipan-kitipan berikut. Sang raja

Hingga pada suatu sore, ketika ia sedang berdoa, ia mendengar sebuah suara yang berasal dari dalam rumahnya. Ia mencari asal suara itu dari dapur, di balik pintu sampai naik ke atas rumah. Sang raja terus berusaha mencari asal suara itu. Ia melihat sebuah penampi beras yang tertelungkup. Dari balik penampi itu, ia menemukan laba-laba. Lalu ia membawa laba-laba itu ke dalam rumahnya.

Kutipan tersebut meng-gambarkan bagaimana penasarannya sang raja ketika mendengar sebuah suara yang tidak jelas sumbernya. Oleh karena itu, sang raja berusaha mencari tahu asal sumber suara yang didengarnya. Ia mencari ke semua sudut ruangan mulai dari dapur, balik pintu hingga atap rumah. Usahanya tidak sia-sia. Sang raja akhirnya dapat menemukan sumber suara yang berasal dari balik penampi beras. Ternyata suara yang dicari raja adalah suara laba-laba.

Rasa ingin tahu sang raja juga muncul ketika menemui kejanggalan-kejanggalan di rumahnya. Suatu hari sang raja melihat seorang putri yang tengah memasak di rumahnya. Karena penasaran dengan asal-usul sang putri, akhirnya sang raja mencoba mencari tahu sendiri. Ia merangkai setiap kejadian dan peristiwa yang terjadi di rumahnya. Akhirnya, sang raja

memutuskan untuk membakar cangkang-cangkap laba-laba yang ditemukannya beberapa hari yang lalu.

Benar saja, setelah cangkang laba-laba dibakar, putri yang selama ini memasak di rumahnya tidak dapat mengubah wujudnya kembali menjadi laba-laba. Ia tetap sebagai seorang putri yang cantik jelita. Dengan upayanya tersebut, akhirnya sang raja dapat mengungkap siapa sebenarnya yang telah menyediakannya makanan selama ini. Rasa penasarannyapun terjawab, seperti digambarkan dalam kutipan berikut.

Ia tidak putus asa. Ia naik ke atap rumahnya dan melihat seorang putri yang cantik sedang membuat banyak makanan. Ia merasa heran. Darimanakah asal putri tersebut? Keesokan harinya, ia berangkat ke ladang seperti biasa. Rasa penasaran masih menyelimutinya. Lalu ia pulang ke rumahnya. Peristiwa kemarin kembali ia lihat. Ia teringat dengan seekor laba-laba di rumahnya. Betapa terkejutnya ia karena mendapati laba-laba tersebut hanya tinggal cangkangnya saja. Ia pun menduga bahwa putri tersebut adalah jelmaan dari laba-laba. Sang raja terus mencari cara agar putri itu tidak lagi berubah ke wujud asalnya. Ia pun memutuskan untuk membakar cangkang-cangkang laba-laba tersebut sehingga putri tidak dapat berubah wujud menjadi laba-laba. Akhirnya, terungkaplah siapa sebenarnya yang telah memasak makanan lezat setiap hari di rumah sang raja.

Page 11: PUTRI LELAWAH: ANALISIS NILAI PENDIDIKAN BUDAYA …

Putri Lelewah… (Sarman)

83

Dua raksasa Pada suatu pagi, ketika rakasa akan mandi, ia mencium sebuah bau. Bau itu adalah bau seorang manusia. Raksasa itu menelusuri sumber bau itu. Hingga akhirnya ia mendapati tujuh orang anak pada sebuah rakit yang tersangkut di tempat biasanya mandi. Raksasa itu membersihkan ketujuh anak tersebut dan membawanya pulang ke rumahnya.

Dua sosok raksasa yang memiliki naluri berburu dan menjadikan manusia sebagai salah satu mangsanya merasa sangat penasaran ketika mencium bau manusia. Oleh karena itu, mereka langsung menelusuri sumber dari bau tersebut. Dengan menggunakan penciuman yang tajam, kedua raksasa itu berhasil mendapati tujuh orang bayi dalam sebuah rakit yang terapung. Kemudian raksasa itu membersihkan ketujuh bayi tersebut lalu membawa ke rumah untuk kemudian dirawat layaknya anak mereka sendiri.

Tujuh bersaudara

Hingga pada suatu hari muncul pertanyaan di benak mereka. Mereka melihat adanya perbedaan antara mereka dan dua raksasa itu. Selain itu, mereka sering melihat pada tempat makan raksasa itu terdapat panggangan manusia. Mereka yakin bahwa mereka bukan bagian dari kedua raksasa itu.

Tujuh bersaudara yang dirawat dan dibesarkan oleh sepasang raksasa menemukan kejanggalan dalam diri mereka dan orang tua angkatnya. Hal ini memunculkkan pertanyaan yang besar dalam benak mereka. Berangkat dari rasa penasaran dan keingintahuan atas

perbedaan antara mereka dan raksasa tersebut, akhirnya mereka berkeyakinan bahwa mereka bukan dari golongan kaum raksasa.

Putri Bungsu

Putri bungsupun bertanya cara menggunakan biji kacang panjang itu. Raksasa perempuan menya-rankan agar Putri Bungsu menyebarkan biji kacang panjang itu. Biji kacang panjang itu akan tumbuh. Ketika raksasa memakan kacang panjang yang tumbuh itu, kalian akan selamat dari kejarannya.

Rasa ingin tahu dalam diri Putri Bungsu muncul ketika menemukan biji kacang panjang di kepala raksasa. Raksasa tersebut menyarankan agar Putri Bungsu menyimpan biji kacang panjang karena bisa dimanfaatkan untuk melindungi diri dari kejaran raksasa lainnya. 11. Menghargai prestasi, yaitu sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.

Sikap raja yang menghargai prestasi kemenangan Sidang Belawan ada dalam paragraf ke-23 seperti kutipan berikut.

Dalam pertandingan sabung ayam itu, ayam jago Sidang Belawan mendapatkan keme-nangan. Sesuai dengan janji raja, ia menyerahkan kampung itu kepada Sidang Belawan. Ketika raja siap untuk meninggalkan kampung itu, Sidang Belawan datang menemuinya. Ia mengatakan bahwa sesung-guhnya ia tidak menginginkan kampung ini. Yang ia inginkan adalah ari-ari milik raja yang yang terletak di

Page 12: PUTRI LELAWAH: ANALISIS NILAI PENDIDIKAN BUDAYA …

Kelasa Vol. 13 No. 1, Juni 2018: 73--86

84

belakang rumah. Raja mengabulkan keinginan Sidang Belawan.

Kutipan tersebut meng-gambarkan bagaimana sang raja menghargai prestasi Sidang Belawan. Dalam pertandingan sabung ayam, ayam jago Sidang Belawan berhasil mengalahkan ayam jago raja. Sebagai sebuah bentuk penghargaan atas kemenangan ayam jago Sidang Belawan, sang raja menghadiahkan kampung yang dipimpinnya untuk diserahkan kepada Sidang Belawan. Akan tetapi, Sidang Belawan memilih untuk tidak mengambil hadiah tersebut karena ia lebih memilih untuk memiliki ari-ari milik raja yang terletak di belakang rumah. Raja pun mengabulkan keinginan Sidang Belawan. 12. Komunikatif, yaitu tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul dan bekerja sama dengan orang lain.

Sikap komunikatif diperlihatkan oleh tokoh-tokoh seperti sang raja, putri Bungsu, Sidang Belawan, dan orang utan. Sikap sang raja terhadap Sidang Belawan yang menganggapnya sebagai kawan dalam berkomunikasi bukan sebagai lawan terlihat dalam kutipan berikut.

Dalam pertandingan sabung ayam itu, ayam jago Sidang Belawan mendapatkan keme-nangan. Sesuai dengan janji raja, ia menyerahkan kampung itu kepada Sidang Belawan. Ketika raja siap untuk meninggalkan kampung itu, Sidang Belawan datang menemuinya. Ia mengatakan bahwa sesung-guhnya ia tidak menginginkan kampung ini. Yang ia inginkan adalah ari-ari milik raja yang yang terletak di belakang rumah.

Raja mengabulkan keinginan Sidang Belawan.

Kutipan tersebut meng-gambarkan dengan jelas bagaimana raja bersikap sangat komunikatif terhadap Sidang Belawan ketika itu berhasil mengalahkannya. Ia tidak marah atau murka ketika Sidang Belawan menolak untuk menerima hadiah darinya. Raja justru memilih mengalah dan mendengarkan keinginan Sidang Belawan. Melalui komukasi yang baik, Sidang Belawan menyampaikan keinginannya untuk mengambil ari-ari sang raja yang terletak di belakang rumah.

Lain halnya dengan Putri Bungsu yang bersikap komukatif terhadap siapa saja, bahkan dengan hewan sekalipun. Ia dapat berkomunikasi dengan seekor orang utan ketika sedang menyiapkan makan untuk keenam kakaknya. Melalui komuinkasinya dengan orang utan tersebut, akhirnya ia mendapatkan petunjuk keberadaan ibunya. Komunikasi berupa senandung antara Putri Bungsu dan orang utan digambarkan dalam kutipan berikut.

Awalnya Putri Bungsu tidak menghiraukan suara orang hutan itu. Namun, lambat-lambat ia mendengar orang itu sedang bersenandung, “Incang-incang anak kemang kening bumi cak ning dinggak kayu tinuk pai pulau panjang ke pok ulah ku ke pertahu. Muli ditutu tunang meranai mesa maju haga mulang kakandang mak panda di pok ibu tiyan basa cadang juk npadang tara kuku. Wat tanda ne batang kurung hina pungkalan raja.” Senadung itu merupakan petunjuk untuk tujuh bersaudar itu. Isi senandung ini adalah apabila mereka ingin bertemu dengan kedua orang tua mereka,

Page 13: PUTRI LELAWAH: ANALISIS NILAI PENDIDIKAN BUDAYA …

Putri Lelewah… (Sarman)

85

harus mencari sebuah pungkalan dari bambu.

13. Cinta damai, yaitu sikap, perkataan dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.

Tujuh orang anak raja yang memiliki sikap cinta damai dapat dilihat dalam paragraf terakhir, seperti kutipan berikut.

Raja sangat marah terhadap perbuatan keenam istrinya kepada Putri Laba-laba dan anak-anaknya. Raja memutuskan untuk menghukum mati keenam istrinya itu. Namun, ketujuh anak raja melarangnya. “Biarkan mereka menghukum diri mereka sendiri” Ucap salah satu dari anak raja. Akhirnya raja hidup bahagia bersama istri dan tujuh anaknya.

Kutipan tersebut meng-gambarkan sikap cinta damai dalam diri ketujuh anak raja. Padahal jika melihat perlakuan keenam ibu tiri mereka sungguh sangat kejam dan tidak berperikemanusiaan sama sekali. Ibu yang sangat mereka sayangi difitnah sehingga mendapatkan hukuman dari sang raja. Sementara ketujuh anak raja yang masih bayi ketika itu dihanyutkan ke sungai. Maka sangat wajar kalau sang raja sangat murka dan bermaksud menghukum keenam istrinya. Namun berkat ketulusan hati yang dimiliki ketujuh anaknya, hukuman itu batal dilaksanakan. Malah mereka memaafkan enam ibu tirinya.

14. Tanggung jawab, yaitu sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam,

sosial, dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

Rasa tanggung jawab dalam cerita Putri Lelawah ditunjukan oleh tokoh raja, Sidang Belawan, dan putri Bungsu. Rasa tanggung jawab masing-masing tokoh digambarkan dalam kutipan berikut.

Pada zaman dahulu, ada kebiasaan yang dilakukan oleh suami ketika sang istri hamil, pergi dari rumah untuk berdoa dan mendapatkan ilham. Ketika berdoa, sang raja mendapatkan petunjuk bahwa ia akan memperoleh tujuh orang anak. Ketujuh orang anak itu terdi dari enam orang laki-laki dan satu orang perempuan.

Sebagai seorang raja yang memimpin sebuah negeri, ia berkewajiban menjaga rakyat dan negerinya untuk tetap aman dan makmur. Ia juga berkewajiban menjaga keberlangsungan negerinya tetap sejahtera. Karenanya merasa sangat khawatir, dia belum memiliki keturunan yang dapat meneruskan tahtanya kelak. Ia berusaha dengan cara berdoa kepada Tuhan sampai akhirnya diberikan keturunan. Kewajibannya sebagai calon ayah adalah menjaga keselamatan istri dan anaknya.

4. Simpulan

Dongeng Putri Lelawah yang sarat dengan kearifan lokal mengandung beberapa nilai-nilai karakter bangsa. Nilai-nilai karakter yang dapat diidentifikasi dalam dongeng Putri Lelawah antara lain nilai religius, kejujuran, toleransi, kedisiplinan, kerja keras, kreatif, kemandirian, demokratis, rasa ingin tahu, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai dan bertanggung jawab.

Page 14: PUTRI LELAWAH: ANALISIS NILAI PENDIDIKAN BUDAYA …

Kelasa Vol. 13 No. 1, Juni 2018: 73--86

86

Nilai-nilai karakter yang terkandung dalam dongeng tersebut dapat dijadikan sebagai bahan bacaan alternatif bagi anak-anak sebagai penguatan karakter mereka. Meskipun, banyak mengandung dan menyimpan nilai-nilai kearifan lokal sebagai gambaran karakter suatu masyarakat pemiliknya, cerita rakyat (dongeng) dongeng masih sangat jarang memuat kehidupan masyarakat lokal. Hal ini harus menjadi perhatian serius bagi pemerintah daerah mengingat semakin derasnya terjangan arus perubahan zaman yang dapat merongrong karakter anak-anak bangsa.

Daftar Acuan Endrawara, Suwardi. 2008. Metodologi

Penelitian Sastra; Epistemologi, Model, Teori, dan Aplikasi. Cet. IV edisi Revisi. Yogyakarta: MedPress.

Hasan, Said Hamid. 2010. Bahan Pelatihan

Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-Nilai Budaya untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa. Jakarta: Kementerian Pendi-dikan Nasional, Badan Penelitian dan Pengembangan, Pusat Kurikulum.

Kementerian Pendidikan Nasional. 2010.

“Kerangka Acuan Pendidikan Karakter Tahun Anggaran 2010”. Direktorat Ketenagaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan Nasional.

Moeloeng, Lexy J. 2002. Metode Penelitian

Kualitatif. Cet.XVII. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Nurgiyantoro, Burhan. 2005. SastraAnak Pengantar Pemahaman Dunia Anak. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

----------------------------. 2002. Teori Pengkajian

Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Nuryatin, Agus. 2010. Menanamkan

Pendidikan Karakter Melalui Penulisan Cerkak Berbasis Pengalaman Pribadi. (Makalah Kongres Bahasa Jawa, 2013).

Toha-Sarumpaet, Riris K. 2010. Pedoman

Penelitian Sastra Anak: Edisi Revisi. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Turaeni, Ni Nyoman Tanjung. 2015.

“Pendidikan Karakter dalam Rubrik Wacan Bocah’ dalam Majalah Penjebar Semangat”. Totobuang. Vol. 3, No. 2, Desember 2015. (Rujukan Jurnal Ilmiah).

Udasmoro, Wening dkk. 2012. Sastra Anak

dan Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Program Studi Sastra Prancis, Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Gadjah Mada.

http://layananguru.blogspot.co.id/2013/05/1

8-nilai-dalam-pendidikan-karakter. html diaksestanggal 13 November 2017 pukul 09.10 WIB

www. Website pendidikan. com. diakses

tanggal 2 Februari 2018 pukul 15.12 WIB.